dewan perwakilan daerah republik indonesia ... · menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing,...
TRANSCRIPT
1 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
Nomor: RISALAHDPD/KMT.III-RDPU/II/2018
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018
I. KETERANGAN
1. Hari : Selasa
2. Tanggal : 13 Februari 2018
3. Waktu : 10.37 WIB – 13.05 WIB
4. Tempat :
5. Pimpinan Rapat : 1. Fahira Idris, SE, MH (Ketua);
2. dr. Delis Julkarson Hehi, MARS (Wakil Ketua)
3. Abdul Aziz, SH (Wakil Ketua)
6. Acara : Pembahasan dalam rangka inventarisasi materi pandangan
dan pendapat atas Rancangan Undang-Undang tentang
Kebidanan dengan Dr. Emi Nurjasmi, M. Kes (Ketua Umum
Ikatan Bidan Indonesia).
7. Hadir : Orang
8. Tidak hadir : Orang
2 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera buat kita semua
Om swastiastu.
Yang terhormat Bapak Ibu Anggota Komite III DPD RI, yang kami hormati Ibu Dr. Ermi
Nurjasmi, M. Kes, beserta teman-temanya. Hadirin yang berbahagia, mengawali rapat dengar
pendapat umum Komite III DPD RI hari ini, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah
subhanallahu wata’ala Tuhan yang maha kuasa karena atas rahmat dan berkenaanyalah kita
semua dapat berkumpul diruangan ini dalam keadaan sehat wal afiat tanpa kurang suatu apapun.
Sebelum kami membuka rapat dengar pendapat umum Komite III hari ini, marilah kita berdoa
menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing, agar kegiatan RDPU ini dapat berjalan
dengan baik serta memberikan hasil yang bermanfaat bagi kita semua dalam menjalankan tugas
konstitusional kita, berdo’a mulai? selesai. Bapak Ibu Anggota Komite III, Narasumber dan
hadirin yang kami hormati, dengan mengucap, Bismillahirrahmanirrahim, pada hari ini Selasa
13 Februari 2018 RDPU Komite III DPD RI dalam rangka Impentarisasi Materi Pandangan dan
Pendapat atas Rancangan Undang-Undang tentang Kebidanan saya buka dan dinyatakan terbuka
untuk Umum.
KETOK 1X
Perlu kami sampaikan kepada Bapak Ibu Anggota bahwa pada RDPU pagi hari ini telah
hadir ditengah kits semua Ibu Dr. Ermi Nurjasmi, M. Kes, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan
Bidan Indonesia, yang akan menyampaikan pemikiran-pemikiran perihal Dinamika persoalan
Kebidanan kepada kita semua. Kami semua mengucapkan Terima kasih yang sebesar-besarnya
atas kehadiran Ibu.
Bapak Ibu Anggota Komite III, Narasumber, Hadirin yang kami hormati. Kesehatan
merupakan HAM Hak Asasi Manusia dan salah satu unsur Kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan Cita-cita Bangsa. Sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karena itu setiap
pembangunan yang dilaksanakan harus pula meliputi pembangunan Kesehatan yang diarahkan
untuk meningkatkan Derajat Manusia setinggi-tingginya. Dalam perkembanganya upaya untuk
meningkatkan Derajat Kesehatan yang setinggi-tingginya telah beralih, tidak hanya pada upaya
Penyembuhan Penyakit tetapi juga pada upaya memelihara Kesehatan dengan mengikutsertakan
seluruh tenaga Kesehatan dan Masyarakat. Pelayanan Kebidanan merupakan salah satu bentuk
pelayanan Kesehatan Di masyarakat saat ini, pelayanan Kebidanan menjadi unjung tombak
Pemerintah dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi di wilayah
terpencil. Tidak dapat dipungkiri bahwa Bidan mempunyai peran yang sangat penting dalam
memberikan Asuhan Persalinan Normal yang berkualitas. Pelayanan kesehatan Ibu dan bayi
serta pelayanan reproduksi perempuan dan KB. Dalam asuhan persalinan normal misalnya,
RAPAT DIBUKA PUKUL 10.37 WIB
3 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
berdasarkan data Dis Kes Des Tahun 2017 menunjukan bahwa sebagian besar persalinan normal
68,6% dibantu oleh Bidan,sedangkan sisanya sebanyak 18,5% dibantu Dokter, 11,8% dibantu
tenaga non kesehatan dan 0,3% dibantu Perawat. Tidak hanya itu, peran Bidan kualitas dan
kuantitas juga sangat strategis dalam pemberian pelayanan Program KB, yang memberikan
kontribusi serta dampak Signifikan terhadap masalah pengendalian penduduk, pertumbuhan
penduduk, ketersediaan pangan, kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan Bangsa. Peran
penting yang diemban oleh Bidan faktanya dihadapkan pada berbagai kendala, penyebaran yang
tidak merata dan belum menjangkau seluruh Wilayah Indonesia. Sebagian besar latar belakang
Pendidikan Bidan yang baru pada tingakt Vokasi hingga persoalan menyangkut pengembangan
karier profesi Bidan yang berjalan sangat lambat, merupakan kendala yang dihadapi oleh Bidan.
Padahal sebagaimana dipaparkan sebelumnya seiring dengan tuntutan pembangunan, Indonesia
membutuhkan Bidan yang tidak hanya Mahir dalam kemampuan Kebidanan, namun juga
kemampuan komunikasi yang efektif. Kemampuan berfikir secara rasional dan kritis,
kemampuan interpersonal serta pemahaman multikultural termasuk kepemimpinan. Berbagai
persoalan diatas merupakan bagian dari latar belakang dan Urgensi disusunya RUU Kebidanan
oleh DPR. Sehubungan dengan hal tersebut sebagaimana amanat Pasal 22d Undang-undang
Dasar 1945 dan Pasal 249 Undang-undang nomer 17 Tahun 2014 tentang MD3. Komite III
sebagai Alat Kelengkapan DPD yang membidangi masalah kesehatan, mempunyai kewajiban
untuk menyusun pandangan dan pendapat atas RUU Kebidanan ini.
Bapak Ibu yang berbahagia, demikian pengantar singkat dari saya. Untuk mempersingkat
waktu, kami persilakan kepada narasumber untuk menyampaikan pandanganya.
PEMBICARA: Dr. ERMI NURJASMIN, M. KES. (KETUA UMUM IKATAN BIDAN
INDONESIA/IBI)
Bismillahirahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Om swastiastu.
Pertama-tama kami dari Ikatan Bidan Indonesia mengucapkan Terima kasih, atas
kesempatan ini untuk berbagi Informasi. Kepada yang terhormat Anggota DPD RI dalam rangka
progress dan Proses pengajuan perancangan Undang-undang Kebidanan. Terima kasih yang saya
hormati juga bapak Pimpinan Sidang serta bapak ibu Anggota DPD yang kami hormati.
Ini mungkin pertemuan Ketiga kita ya, Ketiga kita ya Mba? dengan DPD dalam rangka
kita sejak awal mengajukan RUU ini, Alhamdulillah kami kami sangat berterima kasih sekali
mendapatkan support, dukungan dari DPD RI, itu yang memperkuat kami juga, dalam
mengajukan RUU ini dari awal yang sudah berproses sebetulnya sudah sangat lama sekali.
Sebetulnya dari Tahun 2004 kami mengajukan tapi ternyata prosesnya kemarin waktu RUU
Keperawatan dengan RUU Nakes, itu kami juga masuk?, 3, waktu itu RUU yang diajukan dan
waktu itu kami juga sudah audiensi dengan DPD RI tapi ya ini mungkin ada hikmahnya juga,
yang disahkan kemarin 2014 baru 2? Undang-Undang Keperawatan dan Undang-Undang Nakes.
Nah kami Alhamdulillah juga, untuk periode ini RUU Kebidanan itu dimasukan kembali dari
inisiatif DPR, dan sebelumnya kami sudah mendapat surat dukungan juga dari DPD, kami
sampaikan juga, begitu juga dari Kepala-Kepala Daerah kami melakukan advokasi, mendapat
dukungan juga dari Gubernur, dan juga dari DPRD Daerah. Alhamdulillah proses dari
4 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
pembahasan RUU Kebidanan berjalan cukup lancar, saat ini sedang dibahas di Pemerintah, jadi
sudah ada surat dari DPR ke Pemerintah untuk pembahasan RUU Kebidanan ini, dan sudah
dibahas dengan leading sektornya adalah Kementerian Kesehatan melibatkan? kebetulan kami
juga diundang saat pembahasan oleh Kemkes dan sudah melibatkan berbagai Departemen
terkait, termasuk Dikti, Kemenaker kemudian dari Kumham, dari Menpan dan dari Organisasi
profesi IDAI, POGI, IDI, itu sudah diundang oleh Kementrian Kesehatan dalam rangka
pembahasan RUU Kebidanan yang draftnya dikirim oleh DPR, itu nanti akan ditanggapi Dim-
Dim nya oleh Kemkes, saat ini sedang berjalan dan Alhamdulillah sekali juga kami mendapat
kesempatan hari ini dalam rangka kami juga tentu tidak henti-hentinya mohon dukungan dari
DPD RI karena pada akhirnya nanti RUU ini tentu akan dibahas kembali di DPR di Paripurna.
Mohon juga dari DPD tetap memberikan dukungan sebagaimana apa yang sudah kami dapatkan
jauh-jauh hari sebelumnya.
Baik mumgkin saya akan memperkenalkan dulu, kami yang hadir pada hari ini, saya
selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, kemudian ada Ibu Tuminah beliau
adalah Sekjen dari PPIBI, ada Ibu Fitri tim teknis dari PPIBI, dan Ibu Mitra juga tim teknis dari
PPIBI. Sebetulnya Mohon Maaf ada 2 lagi tapi kena macet katanya. Jadi Mohon Maaf mungkin
akan datang menyusul mudah-mudahan karena saya minta Ijin 6 ya Pak ya? Pak Ajis ya, tadinya
5 tapi saya minta izin boleh 6 ngga Pak? Sebetulnya kalau banyak temen-temen mau, cuman
kami batasin, karena katanya 5, sampe Ibu Sekjen? Bu kita hanya boleh 5, waduh kita mesti agak
banyak nih biar nanti saling? Nah itu dia. Kan kami bangga Pak membawa Anggota kami ke
Gedung ini. Mereka yang sempat hadir ke Gedung ini punya kebanggaan tersendiri begitu. Ya
Mba Tum ya.
PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)
Bu, sebenarnya kalau bidan kalau saya tahu saya bilang berapa pun bisa?
PEMBICARA: Dr. ERMI NURJASMIN, M. KES. (KETUA UMUM IBI)
Lain kali ya Pak ya? Karena 5, cuman boleh 5, waduh kita kayanya sih mengikuti proses
terus menerus ini? Saya Matur ke Bapak? Pak boleh tidak 6 saya bilang gitu, silahkan kata Pak
Ajis. Alhamdulillah.
Baik saya mulai saja Paparanya, ini memang kami rangkum saja Pak karena sebetulnya
secara garis besar, ini pada 2 pertemuan terdahulu kami juga sudah menyajikan termasuk naskah
akademik, kenapa kita mengajukan RUU Kebidanan dan lain sebagainya. Tapi ini rangkuman
saja, baik? Ini dari sini apa dari sana, oh iya, nah kita mulai dengan Definisi Tenaga Kesehatan
yang sudah diatur dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan Tahun 2014. Tenaga Kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam Bidang Kesehatan serta memiliki pengetahuan
dana atau Keterampilan Pendidikan di bidang Kesehatan. Yang untuk jenis tertentu memerlukan
Kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan, itu ada pada Pasal 1 Undang-Undang Nakes
nomer 36 Tahun 2014. Kemudian lanjut, nah jenis Tenaga Kesehatan sudah dikelompokan dan
diputuskan melalui Undang-Undang Kesehatan 2014 tersebut, ada 123456? Ada 13, 13 jenis
salah satunya adalah Tenaga Kebidanan, ini sudah muncul di dalam Undang-Undang Nakes, ada
Tenaga Medis, Tenaga Psikologi Klinik, Tenaga Keperawatan dan Tenaga Kebidanan. Jadi ini
juga mendasari kami untuk lebih yakin lagi, bahwa memang Kebidanan ini perlu diatur secara
komprehensif karena Data Kebidanan yang paling banyak Tenaga Keperawatan tentu sudah
5 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
hampir 600 Ribu lebih, kalau saya tidak salah, dan Tenaga Kebidanan 458 Ribu, nah ini kalau
tidak diatur tentu kita banyak ke khawatiran-ke khawatiran perlindungan terhadap masyarakat,
perlindungan terhadap Bidan itu sendiri, dan upaya semua stakeholder untuk meningkatkan
kualitas pelayanan, tentu juga bagaimana upaya kita memberikan Pengawasan dan Pembinaan
terhadap Bidan-Bidan itu sendiri. Jadi kita lanjut dengan definisi Bidan bahwa definisi Bidan
adalah seorang Perempuan yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Kebidanan, baik di
dalam Negeri maupun di luar Negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat, dan telah
memenuhi persyaratan untuk melakukan praktek, praktek kebidanan. Jadi memang Perempuan
Pak? Bidan itu di Indonesia seorang Perempuan, kami sering juga ditantang? Kenapa kok
diskriminatif gender katanya. Ini sudah melalui proses panjang, bahwa Bidan-Bidan ini
Tugasnya sangat spesifik, sangat privat urusan antara Perempuan dengan Perempuan, jadi kita
dengan berbagai kepercayaan, berbagai Budaya yang masih mengharapkan seorang Perempuan
untuk hal-hal yang sangat privat itu lebih nyaman dilayani oleh seorang Perempuan juga, dan
memang juga filosofi dari pelayanan Kebidanan itu adalah dari Perempuan mendampingi
perempuan dalam proses? Apa namanya, kesehatan reproduksi Perempuan juga. Jadi ini yang
mendukung, memperkuat, bahwa di Indonesia kami mengambil definisi itu adalah seorang
Perempuan. Dan Alhamdulillah sejauh ini berjalan lancar, Justru mungkin tadi yang disampaikan
oleh Bapak Pimpinan, berapa besar pelayanan Kespro ini yang dilayani oleh Bidan, termasuk,
Pemeriksaan Ibu Hamil, Pertolongan Persalinan, Pelayanan KB, itu hampir 80% dilayani oleh
Bidan, Konteksnya salah satunya adalah karena sama-sama Perempuan. Jadi feel free bisa
menyampaikan dengan bebas apa yang dirasakan, geep-nya juga tidak terlalu jauh dengan
masyarakat. Jadi masyarakat juga sangat terbuka untuk menyampaikan permasalahanya kepada
Bidan. Ini salah satu hasil Survei singkat kami, kenapa Bidan menjadi pilihan utama dari
masyarakat untuk melayani Kesehatan reproduksi mereka, salah satunya adalah merasa nyaman,
merasa bebas untuk menyampaikan permasalahan Kesehatan dirinya dengan Bidan, karena
sama-sama Perempuan.
Iya next, nah pelayanan Kebidanan ini juga diatur, pelayanan Kebidanan bagian dari
sistem dari kesehatan. Merupakan pelayanan profesional yang diberikan oleh Bidan kepada
Individu, baik kelompok dan masyarakat, baik secara mandiri berkolaborasi dengan profesi
kesehatan lain atau Interprofesional Kolaboration ataupun merujuk kasus-kasus yang diluar
kewenanganya. Pelayanan Kebidanan dilaksanakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan
mulai dari tingkat Primer, Sekunder dan Tersier. Yang tersusun dalam suatu mekanisme timbal
balik. Jadi mulai dari masyarakat di Polindise, Pos Kes Des, Pus Tu, Puskesmas, Klinik, Rumah
sakit kabupaten kota, Rumah sakit Provinsi Sekunder, Rumah sakit Tersier rujukan utama,
RSCM harapan kita yang Spesifik untuk pelayanan kesehatan Ibu dan Anak. Itu Bidan bisa
berpraktek disemua Fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.
Nah ini tadi Data-data? Next, ini tadi Data-data yang tadi Bapak sampikan, bahwa
memang benar data dari Ris Kes Tes 2013 dan data terakhir pun tidak banyak bergeser, hampir
sama proporsinya. Bahwa untuk pemeriksaan Ibu hamil, itu 87% mereka memilih Bidan. Tadi?
Rasa nyaman, rasa percaya dan rasa tidak terlalu berbeda Derajat barang kali ya, berbeda apa
namanya? Iya Struktur Sosial, great social-nya, jadi mereka merasa feel free untuk
menyampaikan. Disamping itu, Bidan ini juga sebagian besar itu dilayani oleh Bidan-Bidan pada
praktek mandiri, yang? Kanan, hampir 53% itu dilayani ditempat privat Praktis nya Bidan. Ini
keunggulan lain dari pada sama-sama perempuan tadi adalah Bidan praktek ini dekat dengan
komunitasnya. Ditengah-tengah masyarakat, kemudian Bidan prakteknya itu tidak mengenal
Jam. Jadi Ibu-ibu muda yang bekerja di pabrik, yang bekerja dimana saja pulang kerja Jam 8 9
6 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
malam bisa datang ke Bidan masih dilayani, pagi sebelum berangkat kantor Jam setengah 7
datang ke Bidan masih bisa dilayani, jadi dalam Konteks Akses itu mereka jauh lebih besar lebih
mudah terhadap Bidan. Nah kalau yang lain barang kali kan ada Jam nya, praktek dari Jam 3
sampai Jam 5, Jam 6 sampai Jam 7, nah ini kita tau sekarang, tenaga kerja perempuan itu sangat
banyak sekali porsinya dan semakin hari semakin meningkat, umumnya yang bekerja pada usia-
usia Produktif. Nah pada saat mereka mau bekerja, kalau mengikuti Jam buka baik itu di
Puskesmas maupun di Rumah sakit itu ada batasan-batasanya. Ini salah satu hasil Survei kami
juga, kenapa Bidan menjadi pilihan karena tidak terbatas waktu untuk datang ke Bidan. Belum
lagi kita bicara sebelum BPJS masalah biaya, ya kalau dengan Bidan biaya tidak menjadi? Tidak
terlalu menjadi kendala sebelum BPJS, bahkan nggak ada uang nggak papa, nanti ngutang dulu
atau nyicil tapi sekarang dengan sudah ada BPJS, ini sudah mulai biaya tidak menjadi kendala.
Untuk pelayanan pertolongan persalinan sama juga dengan apa yang Bapak Pimpinan sampaikan
bahwa 63% tadi oleh Bidan mandiri, kalau tadi 68% itu Bidan secara keseluruhan, ternyata
memang porsi praktek Bidan mandiri ini memang besar sekali kontribusinya terhadap pelayanan
kesehatan reproduksi ini. Di pelayanan KB juga sama hal nya itu 76,6% dilayani oleh Bidan
apakah itu di Polindes Pos Kes Des, di Puskemas di Rumah Sakit, atau di Bidan praktek swasta
hampir 55% pelayan KB itu diberikan oleh Bidan praktek mandiri. Nah ini juga tadi sama saja
justifikasinya kenapa Bidan ini menjadi pilihan bagi masyarakat kita.
Iya, dari peran fungsi bidan, kontribusi bidan sudah kita lihat secara statistik, bahwa
memang besar sekali peran bidan ini dalam kesehatan reproduksi perempuan, ini tentu perlu
diatur supaya yang dilayani juga terlindungi yang melayani juga terlindungi, kemudian
pemerintah atau stakeholder terkait juga harus mendukung bagaimana bidan-bidan ini supaya
dapat melaksanakan peranya secara efektif dan efisien, perlu diatur melalui sebuah peraturan
perundang-undangan yang komprehensif ini dasarnya kami mengajukan RUU Kebidanan.
Slide, nah, sekarang masuk kebeberapa poin yang bapak pimpinan kasih, apa namanya?
highlight, ya, kami hanya menyampaikan sepintas saja, ini tentang bidan warga negara asing.
Slide, nah, bahwa pada dasarnya, pada dasarnya bidan negara asing itu sudah diatur dan
termasuk pengaturannya kita rujuk kepada Undang-Undang Tenaga Kesehatan, dia bisa bekerja
di Indonesia dalam konteks alih teknologi dan ilmu pengetahuan.
Jadi, bukan sebagai pemberi pelayanan atau provider secara utuh, tapi dia alih teknologi
ataupun alih pengetahuan, itu akan tergantung juga dari ketersediaan dan permintaan dari
fasilitas pelayanan yang membutuhkan tenaga-tenaga bidan asing. Kemudian tenaga bidan asing
ini juga sudah diatur tentang bagaimana dia prakteknya sendiri, persyaratannya apa? Itu sudah
diatur di Undang-Undang Nakes juga, bahwa dia di sini juga, harus mengikuti penilaian
kompetensi terlebih dahulu, sama seperti Nakes yang ada di Indonesia, kemudian diberikan STR
(Surat Tanda Registrasi) sama seperti di Indonesia dan diberikan surat izin praktek sebagai bidan
tapi difasilitas pelayanan bukan untuk Praktek Mandiri dan SIPB yang mereka miliki itu
termasuk STR hanya berlaku STR sementara jangka waktunya 1 Tahun.
Sementara untuk bidan atau Nakes lain setiap STR berlaku selama lima Tahun. Dan
untuk warga negara asing hanya stu tahun dan dapat diperpanjang hanya satu kali, berarti
maksimal boleh di Indonesian itu dalam satu periode itu, dua tahun. Ini sudah diatur dengan
Undang-Undang Nakes No. 36 dan ini kita masukkan juga didalam pengaturan Bidan Warga
Negara Asing.
Nah yang Kedua, highlight yang kedua tentang tugas Bidan dalam keadaan tertentu dan
keadaan darurat, ini juga sebetulnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nakes, dan kita juga
merajuk ke Undang-Undang Nakes, spesifiknya mengatur tentang bidan yang bekerja pada
7 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
keadaan keterbatasan-keterbatasan tertentu, seperti bidan-bidan yang ada di tempat-tempat
sangat terpencil, itu sudah ada pelimpahan kewenangan dalam melaksanakan program
pemerintah.
Itu diatur di dalam pasal-pasal yang ada di RUU Kebidanan dan itupun sudah ada
dipasal-pasal Undang-Undang Nakes, jadi tidak menciptakan statement-statement tersendiri tapi
sudah turunan dari Undang-Undang Nakes.
Ini tidak ada masalah selama kita berdiskusi dengan Kementrian Kesehatan, karena kami
sudah dilibatkan juga dalam rangka beliau membahas DIM yang dari Draft DPR. Kemudian
peran pemerintah dalam, pemerintah daerah dalam pembinaan dan pengawasan, ini juga sudah
ada aturanya didalam Undang-Undang Nakes, Nah ini juga sudah dibahas juga di Kementerian
Kesehatan, hanya ada beberapa poin yang memang nanti saya akan sampaikan yang kami perlu
perhatian dari bapak, ibu di DPD untuk memberikan dukungan lebih lanjut, apa hasil-hasil
diskusi yang sudah kami ikuti dalam beberapa minggu terakhir. Tentang pendidikan Bidan ini
pada dasaranya juga tidak terlalu, slide, iya, slide, iya, pada dasarnya tidak ada apa namanya? hal
yang kontrofersial didalam diskusi kami dengan yang kami ikut dengan Kemkes dan sesuai
dengan apa yang diberikan di draf dari DPR. Bahwa Bidan itu ada dua jenis, ada Bidan Vokasi,
ada Bidan Profesi itu berpendidikanya juga ada dua (2) pendidikan vokasi dan pendidikan
profesi untuk Bidan yang akan melaksanakan praktik. Bidan Vokasi itu ada pada Diploma 3,
Bidan Profesi sesuai Undang-Undang Pendidikan, profesi itu setelah pendikan sarjana. sarjana
itu ada dua, ada Sarjana Akademik ada Sarjana Terapan. Sarjana Akademik itu S1 plus Profesi,
dari Sarjana Terapan itu Diploma 4 plus Profesi, keluaranya sama menjadi Bidan Profesi.
Kemudian ada pendidikan Akademik ini bukan pendidikan untuk praktisi, tapi ini lebih
disiapkan untuk kemampuan mereka sebagai manager atau pengelola atau sebagai pengelola
fasilitas pelayanan kesehatan sebagai Dosen, sebagai Peneliti itu ada jalur pendidikan akademik
yang sampai saat ini ada, itu sampai pada tingkat Magister Kebidanan. Untuk Doktor belum ada,
tapi tentu tidak tetutup pada kemungkinan, kami sudah mengarah ke sana karena setiap institusi
pendidikan butuh dosen, pada level akademik tidak hanya pada S2, tapi juga butuh pada level
Akademik Doktor atau S3.
Ini masuk didalam draf RUU dan sejauh yang kita bahas dengan Kemkes ini tidak terlalu
menjadi masalah. Nah, Konsil Kebidanan ini yang menjadi agak sedikit ada? Tidak sesuai
dengan apa yang kami harapkan, itu yang dibahas di Pemerintah.
Yang Pertama, bahwa di Undang-Undang Nakes itu sudah diatur surat tanda Registrasi,
selanjutnya disingkat dengan STR, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil masing-
masing tenaga kesehatan kepada tenaga kesehatan yang telah di registrasi. Berarti Konsil
masing-masing tenaga kesehatan, berarti kan Konsil Kebidanan, tadi ada didalam 13 jenis
tenaga, kita adalah salah satu tenaga Kebidanan berarti Konsil Kebidanan. Kalau kita
menterjemahkan dari sini.
Kemudian konsil tenaga kesehatan Indonesia atau KTKI adalah lembaga yang
melaksanakan konsil tenaga kesehatan Indonesia atau konsil kebidanan ini nanti secara spesifik
adalah lembaga yang melaksanakan tugas secara independen yang terdiri atas konsil masing-
masing tenaga kesehatan, oh, ini KTKI.
KTKI konsil tenaga kesehatan Indonesia itu sebuah lembaga yang terdiri dari masing-
masing konsil tenaga kesehatan. Jadi, payungnya KTKI dibawahnya ada konsil-konsil tenaga
kesehatan salah satunya tentu konsil kebidanan, ini yang kami harapkan.
Nah, di KTKI diamanahkan untuk didalam Undang-Undang Nakes ini, diamanahkan
untuk disusun dalam peraturan presiden, pembentukan KTKI untuk meningkatkan, tujuanya
8 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
meningkatkan mutu praktek tenaga kesehatan. Konsil tenaga kesehatan Indonesia terdiri dari
konsil masing-masing tenaga kesehatan. balik lagi, KTKI itu terdiri dari masing-masing konsil
tenaga kesehatan. Berarti ada konsil tenaga farmasi, ada konsil keperawatan, ada konsil
kebidanan.
Konsil masing-masing tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya bersifat
Independen, dalam melaksanakan tugas bukan dalam kelembagaan. Jadi, pelaksanakan tugas
untuk Meregistrasi, pemantauan kualitas atau penjaminan mutu itu secara independen. Konsil
tenaga kesehatan Indonesia bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri. Jadi, KTKI
nya.
Jadi, ada Sstruktur yang diatur di Undang-Undang Nakes, payungnya KTKI dibawahnya
ada konsi, konsil, konsil masing-masing tenaga kesehatan.
Kami berharap didalam draf yang sudah disampaikan oleh DPR itu sudah seperti itu,
prinsipnya ada konsil kebidanan tetapi di dalam diskusi dengan Kemkes dan Kementerian terkait
katanya tidak boleh disebut dengan konsil kebidanan, karena ada kekhawatiran nanti akan
membuat lembaga baru, padahal Pemerintah sekarang tidak berharap ada lembaga-lembaga baru
tersebut.
Nah, kami sudah memberikan argumentasi bahwa sebetulnya di Pasal 65 ayat (2) itu
sudah disampaikan bahwa konsil kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang diatas
bagian dari konsil tenaga kesehatan.
Jadi bukan akan mendirikan lembaga baru, tidak. Jadi, akan insert didalam KTKI tadi
yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nakes terdiri dari konsil, konsil, konsil tenaga
kesehatan. Nah, kita akan mengisi ruang itu sebetulnya, tapi di Pemerintah sepertinya ketakutan
apakah kita mau membuat lembaga baru, mungkin punya pengalaman dengan konsil kedokteran
yang berdiri sendiri, mungkin dari konteks apa, apa kami nggak paham, tapi tidak setuju, ini
disebutkan Konsil Kebidanan.
Ini yang kami agak sedikit kurang apa namanya? Bisa menerima. Ya, seolah-olah ini
diskriminatif, kenapa Konsil Kebidanan tidak boleh ada, sementara di KTKI Konsil
Keperawatan ada Konsil Farmasi ada.
Nah, kalau tidak disebut secara eksplisit di sini, kami khawatir setelah undang-undang ini
jadi, tidak ada kewajiban pemerintah dalam hal ini menteri untuk membuat Konsil Kebidanan
yang menginsert kedalam KTKI tersebut. Ini, nah, di Pasal 1 Konsil Kebidanan adalah lembaga
yang bersifat independen yang melaksanakan tugas dan wewenang. Pasal 2 ayat 2, sudah kita
kunci bahwa Konsil Kebidanan yang kita usulkan itu adalah bagian dari KTKI. Bukan akan
berdiri sendiri.
Slide, Nah ini yang kami, mungkin mundur lagi pak, iya, mundur tadi ke konsil tadi, iya,
jadi, ini yang kami mohon dukungan dari bapak, ibu dari DPD, kami ingin konsil itu muncul
adalah Konsil Kebidanan. Kalau sekarang dihapus Konsil kebidananya. Konsil adalah lembaga
yang bersifat independen melaksanakan tugas, wewenang dan seterusnya. Dibawah konsil
sebagaimana dimaksud merupakan bagian dari ndak ada ini ya, karena dihapus, cuma dikunci
disitu, konsil dipenjelasan kata kebidananya dihapus, tapi dibawahnya ada penjelasan konsil
sebagaimana disebut ayat 1 adalah mengacu kepada peraturan per Undang-Undangan.
Nah, jadi, seolah-olah kita mengambangkan konsil apa ini? Nah, konsil yang mana ini
yang akan melakukan tugas pemberian STR kepada bidan, kalau tidak disebut kebidananya, kan
bisa nanti multiintepretasi juga, apakah ini konsil dari KTKI atau Konsil dari gabungan konsil-
konsil lain.
9 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
Kalau sekarang karena belum lahir Undang-Undang Kebidanan, kami dimasukan didalam
kelompok konsil gabungan tenaga kesehatan lain. Jadi dibawah KTKI didalam Per Pres 90
Tahun 2017, KTKI terdiri dari Konsil farmasi, Konsil keperawatan dan Konsil Gabungan Tenaga
Kesehatan lain. Bidan masuk didalam Konsil gabungan tersebut dengan justifikasi karena belum
ada undang-undangnya.
Nah, sekarang kita sudah mengajukan undang-undang, kami mau amanah, dari Undang-
Undang Nakes sebetulnya tidak ada gabungan-gabungan itu.
KTKI terdiri dari konsil masing-masing tenaga kesehatan. Sebetulnya amanah undang-
undang tapi Perpres lahirnya beda lagi, ada namanya Konsil Gabungan dari masing-masing itu
tidak ada di undang-undang, tapi di Perpres bunyinya seperti itu dengan justifikasi bagi yang
sudah punya undang-undang diberikan kesempatan untuk membuat konsil sendiri, tapi
merupakan anak atau bawah atau bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan, dan itu yang kita ambil
didalam draft ini.
Nah, didalam Perpres No. 90 Tahun 2017, waktu itu kami kebetulan dilibatkan juga,
kami sudah mengusulkan bahwa nanti Konsil Kebidanan, tidak bu! Nanti karena belum ada
undang-undang, tapi kita kasih satu ayat, bahwa menteri dapat membentuk konsil baru sesuai
dengan kebutuhan.
Mengacu kepada peraturan perundang-undangan. Jadi, kalau nanti kami keluar undang-
undangnya, Menteri bisa membentuk Konsil Kebidanan. Itu esensinya dari Perpres 90 tersebut
terhadap Konsil Kebidanan belum ada, Nah, karena ini sudah mau ada, kami langsung
mengusulkan konsil ini adalah Konsil Kebidanan tetapi di pemerintah tidak bersedia
menyebutkan kata kebidanan disebut konsil saja, nah, kalau konsil saja kami khawatir, konsil
mana ini yang akan nanti menyelenggarakan tugas dan wewenang pada praktik kebidanan,
apakah Konsil Gabungan itu? Nah, kami sudah memberikan gambaran didalam Konsil
Gabungan yang sebetulnya itu sudah menyalahi undang-undang. Di undang-undang adalah
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, terdiri dari masing-masing Konsil Tenaga Kesehatan, tidak
ada Konsil Gabungan, didalam amanah Undang-Undang Nakes.
Nah sekarang dibikin seperti itu, okelah! Karena sudah ada Permen nya. Nah, kami
berargumentasi didalam Konsil Gabungan ini semua tenaga kesehatan masuk disitu, nah, saya
menyampaikan dalam konteks beban kerja, karena nanti konsil inikan beban kerjanya untuk
mengatur STR, untuk mengatur kualitas standart profesi ada di konsil, nah, betapa beban
kerjanya, kami digabung didalam satu kelompok,
Bidan itu 458 Ribu, wakilnya di situ ada satu dari Organisasi Profesi, ada tenaga
kesehatan anggotanya 200 orang wakilnya juga 1, bagaimana mengelola 1 orang untuk 450 Ribu
sama dengan 1 orang mengelola 200 orang. Jadi, kalau kita lihat dari beban kerja itu sudah nggak
mungkin, karena jumlah bidan itu dengan jumlah perawat itu sudah paling besar, jadi, itu dasar
kami juga butuh satu sub konsil dari KTKI lah kira-kira seperti itu, bukan kita mau membuat
lembaga sendiri, tapi meng Insert kedalam KTKI yang sudah diamanahkan oleh Undang-Undang
Nakes, itu kami sudah ber-argumentasi, berdiskusi dengan hangat tetapi pemerintah tetap pada
keputusan menghapus Konsil Kebidanan. Ada muncul Konsil yang mengatur ini, tapi kata-kata
kebidananya dihilangkan. Nah, kami kekahawtiranya kalau tidak muncul kebidanan, konsil mana
nanti yang mengurus? Kan bisa konsil lain itu, apakah Konsil Gabungan akan tetap digabung di
situ dengan begitu beban kerja beratnya atau Konsil tenaga kesehatan itu sendiri, ini yang kami
khawatir.
Nah, tapi pemerintah belum bisa menerima usulan kami, sehingga kami pada posisi
pemerintah mengambil kesepakatan menghilangkan Konsil kata-kata kebidanan, kami membuat
10 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
catatan bahwa Organisasi Profesi setuju dengan draft yang disampaikan oleh DPR, bahwa di
DPR muncul kata-kata kebidanan. Kami setuju Bab Konsil kebidanan dihapus, tapi untuk hal-hal
seperti ini munculnya Konsil Kebidanan, bukan konsil saja. Sekarang munculnya Konsil, Konsil
adalah lembaga yang bersifat independen yang melaksanakan tugas dan wewenang terhadap
penyelenggaraan praktik bukan kebidanan lagi.
Sesuai undang-undang mengacu Undang-Undang Nakes. Khawatirnya nanti enggak
dibentuk-bentuk ini Konsil Kebidanan kalau tidak ada kata-kata kebidanan. Jadi posisinya
mungkin kami laporkan dan kami mohon nanti dukungannya, kami tetap pada posisi sesuai
dengan draft yang ada di DPR, itu pada pembahasan konsil.
Kemudian hal-hal yang perlu diperhatikan terkait diberlakukan Undang-undang
Kebidanan tadi juga ada di highlight nya dari Bapak Pimpinan yang perlu kami jelaskan, untuk
STR, itu di dalam aturan tetap mengikuti proses atau ketentuan peraturan perundang-undangan
sebelum Undang-undang Kebidanan ini berlaku. Jadi tidak berlaku surut Pak. Nah kan di situ di
highlight sekali tidak berlaku surut, tidak berlaku surut tetap berlaku seperti yang sekarang. Di
dalam Draft Undang-undang Kebidanan itu kami menyampaikan izin praktik bidan yang masih
memiliki ijazah D3 praktik mandiri masih berlaku sampai dengan 2030. Setelah tahun tersebut
2030, bidan yang masih menjalankan praktik mandiri tersebut akan diberikan pengakuan
kesetaraan dengan bidan profesi, sehingga dia tetap dapat melanjutkan praktiknya. Jadi kita tidak
menginginkan teman-teman yang sudah punya praktik itu akan menutup praktiknya dengan
adanya Undang-undang ini, tidak. Kita akan memberikan pengakuan kesetaraan. Nah bagi bidan
yang akan mengajukan surat izin praktik bidan mandiri, ini mandiri. Tahun 2030 itu hanya bisa
diberikan kepada bidan yang latar belakang pendidikanya profesi, karena kita tujuanya
meningkatkan kualitas juga.
Kemudian bidan vokasi itu tetap dapat bekerja sebagai bidan di setiap fasilitas pelayanan
kesehatan apakah di Puskesmas, di Polindes, di Pustu, Rumah Sakit Cipto, Harapan Kita di mana
pun dia, di Fas Kes itu bisa bekerja, hanya dia tidak bisa praktik mandiri. Praktik mandiri itu bagi
bidan yang sudah kualifikasinya kalau di KKNI itu level 7 untuk tenaga profesi, dan itu berlaku
untuk profesi-profesi yang lain. Ini yang hal-hal yang perlu perhatian sehingga kami tidak ingin
juga membuat anggota kami galau, nanti undang-undang ini ada kami akan tutup, tidak. Tetap
kita akan berikan pengakuan melalui mekanisme pengakuan penyetaraan melalui penilaian
portofolio dan itu dimungkinkan dalam pengaturan KKNI yang ada Perpres tentang KKNI, orang
untuk naik level ada 1 sampai 9, dari level 5, ke level 6, ke level 7 itu tidak selalu harus melalui
pendidikan formal, tapi bisa dinilai dari pengalaman. Jadi berapa banyak tenaga-tenaga terutama
yang terkena dengan aturan ini tenaga di, apa namanya, di perkapalan, di teknik dan lain-lain. Itu
juga mereka naik jenjang level KKNI tanpa mengikuti pendidikan formal. Ini yang kami
harapakan ini yang akan kami lakukan. Bagi teman-teman yang sudah izin praktik mandirinya
dan masih menjalankan praktik mandiri. Jadi tidak ada keinginan kami untuk menutup mereka.
Justru akan memberikan pengakuan terhadap mereka, tapi setelah 2030 kalau ada yang mau buka
baru, nah itu baru harus latar belakangnya dari bidan profesi. Ini kemudian mungkin secara garis
besar ini yang menjadi isu yang agak hangat kita diskusikan dengan pemerintah, dan tentu nanti
juga pemerintah akan menyampaikan DIM-DIM itu ke DPR kembali dan kemungkinan nanti
ketika pembahasan di DPR kami berharap Bapak-ibu dari DPD mungkin kalau bisa juga
memberikan suaranya di samping DPR, karena Draft DPR sudah sama dengan apa yang kita
mau di dalam konsil terutama. Nah kami mohon juga dukungan dari DPD nanti, pada saat
Paripurna atau apa namanya kami tidak tahu nanti di DPR setelah kembali DIM itu dari
pemerintah. Jadi kesempatan ini sebetulnya sebelum Bapak undang kami sudah memikir Pak
11 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
kami sudah kepikiran kita mesti ke DPD ini, kita mesti minta dukungan kembali walaupun
sudah, Iya, tapi alhamdulillah rupanya kita itu satu cemistry kami sudah berencana ke sana eh,
kedahuluan dari Bapak. Wah berarti kita cemistry nya ada ini. Jadi alhamdulillah ternyata
nyambung perasaan kita Pak. Iya jadi Alhamdulillah mudah-mudahan ini kesempatan kita yang
baik, kami tidak keluar dari aturan yang ada, kami mengikuti apa yang ada dan tentu saja kami
memikirkan ke depan, profesi bidan ini tidak dibeda-bedakan dengan profesi yang lain, itu
harapan kami.
Terima kasih.
Bapak Pimpinan dan bapak-Ibu sekalian.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Ibu Ketua Ikatan Bidan Indonesia Bu Dr. Ermi Nurjasmin, M. Kes. tadi
yang sudah memaparkan sedikit rangkuman yang pada dasarnya sudah pertemuan ke-3 kita ya,
dan ini semakin pertajam ya, apa namanya? Materi-materi yang disampaikan untuk nanti kita
membuat pertimbangan ya, pandangan dan pendapat kepada DPR dan pemerintah terkait dengan
RUU ini.
Kami sampaikan Ibu Ketua ini ada hadir Anggota DPD RI dari seluruh Indonesia ini
karena mungkin dengar 5 6 orang jadi kita yang datang 5 6 orang juga ini, itu Pak Ilyas coba.
Harusnya kan diundang banyak, jadi teman-teman kan semangatnya jadi lebih tinggi. Tapi
memang pada ada jadwal yang lain teman-teman dari daerah yang lain. Kami persilakan kepada
Anggota yang ingin menyampaikan pandangan dan pendapatnya tentang materi RUU yang kita
bahas kali ini. Dari berurutan saja? Atau bagaimana, berurutan ya? Dari Pak Kyai, nah senior
siap? Dari Nusa? Dari Sulawesi Tenggara, iya.
PEMBICARA: Ir. H. ABDUL JABBAR TOBA (SULTRA)
Terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Suaranya kurang baik ini karena kedinginan, jadi, jadi memang peranan DPD terhadap
kesehatan itu adalah pertimbangan, jadi saya kira apa yang Ibu kemukakan tadi ada beberapa
yang kita catat. Saya kira nanti dalam pertimbangan kita nanti adalah kita utamakan adalah
Konsil Kebidanan ya, itu yang pertama. Yang kedua, saya kira pendidikan formal itu kadang-
kadang orang merugikan, saya kasih contoh guru yang sudah umurnya sudah 56 tahun disuruh
lagi pendidikan formal? Pendidikan formal, itu kan rugi kasian dia. Kemudian biayanya juga
ditanggung oleh yang bersangkutan, jadi mestinya kalau mau diformalkan, pendidikan formalnya
ini harusnya ditanggung oleh negara. Tapi nyatanya di pendidikan tidak? Tidak demikian, ini
contoh ya, saya kira ini memang perlu dipertimbangkan kembali kalau memang sudah
berpengalaman orangnya kenapa lagi dipendidikan formalkan lagi ya? Karena sebenarnya kalau
pengalaman kerja yang bertahun-tahun sudah itu harusnya keterampilan yang muncul, ya? Jadi
orang yang terampil tidak perlu lagi diformalkan lagi pendidikannya, saya kira juga bahan
pertimbangan kita nanti Pak dari DPD mudah-mudahan DPR mempertimbangkan nasib kita
sehingga dengan demikian lebih kuat nanti berjalan. Nah kalau kita 2-1 istilahnya ya, kalau di
12 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
pemerintah dengan DPR dan DPD, berarti sudah 2-1, kalau divoting kita memang. Kira-kira
begitu saran saya.
Terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)
Terima kasih Pak Haji Abdul Jabbar Toba dari Sulawesi Tenggara. Selanjutnya Ibu
kakak Maria dari Kalimantan Barat.
PEMBICARA: MARIA GORETI, S.Sos., M.Si. (KALBAR)
Terima kasih. Adinda saya Aziz. Doktor Aziz saya bilang, karena ngeliat di sana doktor
Ibu Ketua Umum Ibu Dr. Ermi Nurjasmin, Sekjen serta ada lagi yang baru datang ya berlima.
Selamat datang Ibu di rumah kami Komite III DPD RI. Seluruh yang Ibu sampaikan Dr. Ermi
sampaikan kepada kami, jujur saja itu benar-benar memperkaya kami Ibu. Karena tidak semua
kami berlatar belakang dan banyak membaca tentang persoalan-persoalan yang Ibu sampaikan.
Tentu ini sangat membantu kami nanti dalam ikut serta memperjuangkan RUU ini untuk menjadi
undang-undang. Tadi selama ibu bicara bukan saya mengabaikan Ibu bicara, tetapi sebenarnya
saya mencari kata kunci RUU Kebidanan, kalau di saya belum muncul kan Bu? Nah belum
muncul di google gitu, artinya belum jadi konsumsi umum bahwa bidan ini membutuhkan
sesuatu dalam hal ini payung hukum. Nah, dari sisi jumlah Ibu menyampaikan ada 458 ribu
bidan di Indonesia ya Bu ya dan bertepatan bu kami saya dalam perjalanan saya menjadi DPD
RI, 2 kali paling tidak talk show mengenai, maaf talk show bersama dengan IBI di Kalimantan
Barat, Ibu Susi namanya, sekarang ditarik di BNN.
Sebenarnya saya sayang ketika yang bersangkutan itu ditarik ke BNN, karena fungsi-
fungsi peran dia di kebidanan itu menjadi tergantikan gitu, apalagi Bidan Susi itu sebetulnya
berada di kabupaten yang sangat cocok, karena ada perbatasan yaitu di Kabupaten Pemekaran
Bengkayang namanya. Pada saat beliau ditarik di provinsi, jujur saya menyayangkan, tapi
rupanya Ibu Susi menyatakan begini. Habis tidak ada lagi tenaga lain di BNN diperlukan sekali
Kak Maria, begitu argumentasi beliau kepada saya. Nah, artinya memang apa yang disampaikan
Bapak yang terhormat Pak Jabar Toba tadi, tenga-tenaga itu sangat diperlukan tapi jadi kepikiran
oleh saya ya Bu? Apakah saya juga tidak menafikan apa yang Ibu sampaikan di D4 lalu ini
memang vokasi lalu juga ada terapan dan segala macamnya. Cuma di daerah kami juga selalu
ada keinginan Bu. Bagaimana kalau sekolah untuk Level D4 atau S 0 itu diperbanya. Nah bisa
tidak di dalam Rancangan Undang-undang ini semacam diperintahkan kepada negara untuk
memperbanyak pendidikan-pendidikan apa namanya S Nol dan D4-nya. Karena sekarang ini kan
kalau tidak salah hanya ada di Bandung, di Jakarta ada tidak ya di UI ya Bu? Rasanya sangat
sedikit. Sehingga rumah-rumah Sakit kita di daerah di luar Jakarta itu sangat sulit menaikan apa
namanya peningkatan SDM bidannya.
Meskipun tadi saya sangat ya Bu, kami ini made in bidan kampung Bu jadi kami bukan?
Saya lahir Tahun 72 tapi memang bukan dilayani oleh bidan profesional tapi bidan kampung.
Tapi saya anu benar apa namanya menginginkan bidan itu ada standar mungkin Standar Nasional
kali ya Bu ya namanya, meskipun kita tidak menafikan faktor pengalaman, tapi mungkin karena
ini sebuah RUU sangat baik untuk memerintahkan kepada negara untuk pendidikan Kebidanan
itu mungkin diperbanyaklah gitu karena saya tahu nya itu Jawa Timur dan Bandung saja gitu jadi
13 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
sangat-sangat sedikit Bu, jadi bisa tidak bisanya untuk di Kalimantan ada satu, di Sumatera ada
berapa lagi gitu, sehingga tidak terlalu apa namanya ya? Jauh, sehingga peningkatan SDM untuk
di bidang Kebidanan ini semakin bertaraf nasional paling tidak, walaupun pasti ibu-ibu berpikir
tentang taraf itu ketika bicara Konsil itu juga bicara tentang standart internasional. Jadi satu saja
dari saya Bu, milik negara diperintahkan untuk kalau tidak memperbanyaklah secara bertahap
sampai 2030 tadi Ibu sampaikan kan, kita mungkin ada semacam apa namanya RPJM nya gitu
ya, rencana menengah, rencana jangka panjang, sesudah nanti pada pensiun mungkin bidan juga
harus ada pembenahan, karena terus terang saya juga membutuhkan bidan tersebut walaupun ya
apa ya Pak namanya kalau bapak di sini sudah apa, menggunakan jasa bidan kan dokter, Pak
Aziz ya. Iya, kalau saya memang belum tapi saya berpikir apa namanya ya Bu ya untuk
peningkatkan SDM ini semakin hari semakin perlu. Itu saja dari saya Ibu.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)
Terima kasih Kak Maria. Ada? Saudara Arya kami persilahkan.
PEMBICARA: SHRI I.G.N. ARYA WEDAKARNA M. WEDASTERAPUTRA S. (BALI)
Baik sealamt siang Ibu-ibu dari Ikatan Bidan Indonesia, saya Senator Bali menanggapi
tentang ya akhirnya perjuangan dari hampir setengah jutabBidan Indonesia baik di kota maupun
di daerah terpinggir Indonesia juga akhirnya juga sudah berhasil walaupun memang tidak
sempurna ya, tetapi juga tentang kami dari DPD RI Komite III khususnya menanggapi juga
beberapa aspirasi di daerah kami memang cukup banyak permasalahan terkait dengan tenaga-
tenaga kesehatan khusus bidan termasuk juga perawat ini related dengan tingkat kesejahteraan.
Dapat kami sampaikan juga ada dua hal. Yang Pertama, di Dapil kami di Bali cukup banyak
lulusan-lulusan yang mungkin masih menganggur ya, terutama dari Akademi Sekolah kesehatan.
Memang sedang lima tahun terakhir ini sedang ngetrend gitu. Tetapi sayang sekali pertumbuhan
instalasi kesehatan baik rumah sakit negeri dan swasta, Puskesmas juga sangat minim, nah
sehingga akhirnya banyak dari tenaga-tenaga kesehatan khususnya dari lulusan kebidanan ini
yang akhirnya juga nyambi kerja tidak sesuai dengan bidangnya. Akhirnya ada juga yang di
bidang tata usaha seperti itu, akhirnya karena ketersediaan lapangan pekerjaan ini tidak ada.
Nah sekiranya mungkin profesi ini karena profesi ini membutuhkan suatu skill khusus
dan terkait dengan keselamatan ibu dan anak. Ya mungkin juga apakah pernah dari Ikatan ini
mengadakan satu koordinasi dengan perguruan-perguruan tinggi atau ikatan atau asosiasi
perguruan tinggi yang terkait dengan lulusan dari kebidanan ini. Untuk mungkin lebih bersifat
sedikit ekslusif ya, harus ada kuota sehingga sama misalkan seperti Sekolah Tinggi Pariwisata
seperti itu ya, itu cukup bagus seperti IPDN. Sehingga lulusan-lulusan yang tercapai itu yang
lulus dalam dalam setiap tahunnya memang kesempatan untuk mencari pangsa pasar, pangsa
kerja itu terbuka begitu, ya jangan sampai rasionya 100 banding 1000, 1 banding 10 ya, karena
apalagi anak-anak kita ini kan karena melihat sosialisasi mungkin dari sekolah-sekolah mungkin
mereka ini belum terlalu paham risiko misalkan kalau sudah bergelar akademi atau ahli madya
tentang hal ini terusan kebidanan mungkin agak sulit mencari jenis pekerjaan.
Yang ke Dua, saya juga coba mencari bahwa di-googling tapi belum muncul juga ya
terkait masalah RUU ini, mungkin dari Sekretariat DPR juga belum ada. Saya minta Informasi
bahwa saat ini kan dari Asian Economic Forum atau Free Trade ini yang 2015 kemarin sudah
14 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
disahkan. Salah satu bidang yang menjadi investasi atau yang masuk dalam halPpositif, Investasi
positif maupun juga sumber daya atau jenis pekerjaan yang disetujui dan disepakati oleh lintas
Negara itu adalah bidang kesehatan. Tetapi apakah Kebidanan ini termasuk ke dalam sudah
masuk ke dalam level internasional dalam artian lulusan-lulusan dari akademi ini atau bidan-
bidan yang sudah berpengalaman apakah sudah ada data yang konkret terkait misalkan
bagaimana misalkan bisa bekerja di luar negeri, apakah itu sudah pernah dibahas. Yang ke Dua
terkait juga dengan masalah ASEAN maupun juga di negara-negara berkembang atau sahabat-
sahabat negara kita. Misalkan di Bali ini cukup banyak tenaga lulusan perawat ini ya, ini saya
bandingkan dengan perawat, itu yang memang justru mereka tamatnya pangsa pasarnya ingin
datang keluar negeri terutama di Jepang. Karena saya tahu di UI di Depok itu ada satu serifikasi
khusus untuk perawat untuk yang ke Jepang.
Nah apakah mungkin anda butuh secara internal dari ikatan ini ada syarat-syarat khusus
bagaimana atau mungkin ada angka yang pasti. Karena perawat-perawat ini ternyata orang-orang
Asia terutama Taiwan dan Jepang itu sangat suka dengan perawat Indonesia, karena untuk
merawat senior citizen ya, orang-orang yang sudah tua begitu. Iya jadi seperti itu, Apakah hal
sama ada 1 kebijakan khusus di bidang kebidanan, apakah Polanya? karena seperti kita tau kan
dibeberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia kan banyak kerjasama dengan Malaysia
misalkan ya, banyak dokter-dokter dari Malaysia untuk mengambil pangsa pasar. Apakah ini ada
satu syarat khusus ketika lulusan kebidanan Indonesia ini misalkan dia ingin kerja di negara lain
di Asia, apakah dia harus ada semacam matrikulasi khusus seperti itu ya. Hanya dua ini ya.
Terima kasih ya.Terima kasih Pak Ketua.
PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)
Terima kasih Arya dari Bali, Kakak Mervin dari Papua Barat kami persilakan.
PEMBICARA: MERVIN SADIPUN KOMBER (PAPUA BARAT)
Terima kasih Bapak Haji Aziz.
Untuk Ibu Bidan, Ibu-Ibu dari Ikatan Bidan Indonesia ya. Ibu, yang pertama saya hanya
mau minta pandangan Ibu sama seperti yang Pak Arya tadi itu tentang bidan yang warga negara
asing. Saya tadi dalam paparan Ibu saya belum mendengar pandangan yang pure dari Ikatan
Bidan itu bagaimana. Apakah ada usulan untuk memproteksi bidan asli Indonesia, bidan-bidan
pribumi, ataukah dari IBI memang sudah siap untuk menerima gempuran bidan asing itu?
Karena, kalau pasar Indonesia kan sangat besar itu, kalau misalkan undang-undang kita
membuka ruang terhadap itu, dikhawatirkan bidan-bidan kita akan kalah bersaing karena pasti
mereka masuk dengan teknologi mereka.
Yang kedua Bu, saya belum mendengar tadi Ibu belum berbicara juga tentang bagaimana
pandangan IBI terhadap bidan-bidan tradisional yang tidak menempuh pendidikan formal, tetapi
hanya mendapatkan keterampilan praktis turun-temurun atau dia karena mungkin lama-lama ikut
jadi asisten bidannya, terus kemudian dia. Orang-orang seperti ini kan rata-rata berada di
pedesaan-pedesaan, Bu, dan menjadi ujung tombak di kampung-kampung. Tetapi, saya belum
melihat yang tadi disampaikan itu, bagaimana bidan-bidan ini mendapat posisi. Apakah mereka-
mereka ini harus seperti tadi kata Pak Jabbar, sudah tua atau tidak berpendidikan yang merata,
terus tiba-tiba mau disekolahkan lagi. Dia mungkin hanya tamat SD atau SMP dipaksa untuk
sekolah lagi dengan usia yang sudah senja. Ataukah mereka ini kemudian mempunyai satu
15 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
kebijakan khusus, seperti misalkan di guru-guru itu kan peningkatan kemampuan bersama
dibuatlah satu, dipaksakan untuk harus memenuhi satu bagian pendidikan yang harus dijalani.
Saya mau bertanya soal itu, Bu, karena dua hal itu masih saya belum lihat tadi di dalam
paparan dari IBI. Bagaimana caranya bidan-bidan tradisional itu diberdayakan, jangan sampai
undang-undang ini membinasakan mereka begitu ya.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)
Oke baik. Sudah semua ini dari anggota? Saya dari pimpinan menyampaikan bahwa
sikap kita DPD, Bapak, Ibu-ibu Bidan, adalah mendukung 100% ini RUU, ya Bapak-Bapak ya
Anggota ya? Mungkin kalau ada lebih bisa lebih ini, Bu, 100% lebih. Ini semua tadi menanggapi
kita lahir-lahir dulu sih bidan ya, dokter belum banyak. Jadi, kita ini lahir dari bidan-bidan semua
kayaknya ini, kecuali Papua sepertinya, yang tradisional ini Papua. Sebenarnya dia mau kasih
tahu mungkin dari begitu, bidan-bidan tradisional itu seperti apa, apakah masuk kategori
bidankah.
Terus, memang yang sangat krusial di konsil ini, Bu ya, memang seharusnya Undang-
Undang Bidan ini adalah lex specialis dari tenaga kesehatan. Jadi memang pemerintah saya kira
tidak pas untuk membatasi itu karena itu memang sudah perintah sebenarnya, perintah dari
Undang-Undang Kesehatan. Dan, ini dibunyikan ya kan begitu kira-kira, Bu ya. DPD seolah-
olah mendukung konsil ini. Selanjutnya, kami persilakan, Ibu, mungkin 5–10 menit lagi kita bisa
akhiri.
Terima kasih.
PEMBICARA: Dr. ERMI NURJASMIN, M. KES. (KETUA UMUM IBI)
Baik. Terima kasih, Bapak Pimpinan. Terima kasih sekali atas saran dan masukan dari
Bapak Ibu semua.
Yang pertama tadi dari Bapak dari Sulawesi Tenggara ya, Pak, ya. Terima kasih sekali
bahwa sangat mendukung di dalam konsil itu ada kata-kata kebidanan. Itu sangat kami harapkan
sekali. Kemudian, dan juga setuju untuk nanti pada saatnya 2030 ini, bidan vokasi itu tidak harus
mengikuti pendidikan formal, tetapi akan kita lakukan dengan mekanisme penilaian, pemberian,
pengakuan kesetaraan melalui portofolio. Itu kami juga mohon dukungan yang kuat pada
konteks ini karena tadi sebagaimana disampaikan oleh Bapak/Ibu, menyuruh orang lagi masuk
sekolah formal itu bukan cuma masalahnya ada dalam konteks ketersediaan waktu atau mungkin
karena sudah usia dan lain sebagainya, tetapi juga konteksnya pada biaya nanti itu. Jadi, kami
memang dalam desain kami itu mereka tidak harus masuk ke pendidikan formal. Jadi, semacam
kalau kita kata-kata orang awamnya itu kayak pemutihan begitu loh, Pak. Kita kasih pemutihan
karena dia sudah praktik sebelum aturan ini kita mau tetapkan. Tetapi, ke depannya baru
pengaturannya lebih lanjut. Jadi, terima kasih sekali, Bapak, kami butuh dua poin itu nanti untuk
pada saat nanti kita membahas RUU ini di DPR.
Kemudian Ibu Maria dari Kalbar, tadi saya sangat setuju sekali bahwa saya juga sangat
memberikan apresiasi bahwa Ibu di daerah asal Ibu sudah melakukan komunikasi yang baik
dengan Ikatan Bidan Indonesia, sudah beberapa kali mengadakan talk show. Ya kalau di daerah-
daerah itu bidan itu sudah sangat dekat dengan masyarakat memang, termasuk kita bicara di
BKOW, di GOW, itu bidan itu pasti ada di situ karena pelaksana kalau ada kegiatan itu bidan
16 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
inilah yang menjadi andalan dari lembaga-lembaga tersebut. Dan, kami juga kadang-kadang
dilema juga, Bu, di daerah itu karena bidan ini kelihatan aktif, memang bekerja keras, dan
komitmen tinggi, kadang-kadang memang sering diambil oleh sektor-sektor lain. Jadi, ini dilema
juga dia meninggalkan tugas profesinya, tetapi ini sebetulnya peluang juga bagi teman-teman
bidan untuk bisa promosi dan lain sebagainya. Tetapi itu saya rasa dengan, itu di beberapa
daerah, Bu, banyak sekali itu bidan-bidan yang sudah bagus-bagus, bahkan ada di Papua, Bapak,
itu bidan ada Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan. Kepala Badan Esolon II, ya karena
kinerjanya bagus begitu. Nah ini kami sebetulnya menginginkan juga ada bidan-bidan ini yang
muncul pada level-level pengambil kebijakan. Iya nanti mungkin ada bidan yang di DPD kali
ya, Pak, ya. Aaminn. Atau di DPR begitu ya, Pak, ya. Tetapi, bidan yang jadi bupati, wakil
bupati, itu sudah banyak. Di Yogya, di Sleman, wakil bupatinya bidan. Di Palembang, Linggau,
itu wakil bupatinya juga bidan. Kalau Anggota DPRD sudah banyak, Pak, ya karena melihat
barangkali kinerjanya atau mungkin juga karena kita punya massa kan besar, Pak, ya. Anggota
gerbong kita ini besar. Makanya, kami kadang-kadang dibecandain juga, “Sudah IBI, nanti kalau
mentok-mentok, bawa saja itu demo ke Jakarta ratusan ribu”. Gampang saja kita menggerakkan,
saya bilang. Begitu kita gerakkan, datang itu teman-teman. Tetapi kan tidak, kita tidak
menggunakan cara-cara seperti itu karena Alhamdulillah kita masih difasilitasi oleh stakeholders
kita terkait.
Nah kemudian yang kedua, Ibu Maria, tentang pendidikan. Yang kemarin itu untuk
apakah pendidikan yang tadi kita arah ke profesi, yang profesi itu bisa dari sarjana terapan
ataupun sarjana akademik, dia menjadi satu kesatuan, Bu, namanya pendidikan profesi. Yang
sekarang memang baru ada, ya hanya di beberapa kota saja, belum menyebar ke tempat lain. Nah
kami di dalam draf RUU Pasal 8, di itu sudah disebut, Bu. Yang di Pasal 8 itu sudah masuk di
draf DPR. Bunyinya di Pasal 8 ini adalah untuk memenuhi kebutuhan bidan profesi, pemerintah
pusat berkewajiban menyelenggarakan pendidikan tinggi kebidanan program pendidikan profesi
pada perguruan tinggi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya kan ada perintah
untuk itu, Bu, untuk mendukung, mendorong, memfasilitasi. Tetapi, diskusi yang DIM di
pemerintah di Kemkes itu dihapus. Perubahan redaksi, bahwa redaksi yang dipilih adalah yang di
bawah ya. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kebidanan, pemerintah pusat bekewajiban
menyelenggarakan pendidikan tinggi kebidanan program pendidikan profesi pada perguruan
tinggi sesuai, oke jadi lebih konteksnya kepada pelayanan. Tetapi, sama saja maknanya, Bu. Jadi,
ini tidak dihapus ya, oke. Iya ini pelayanan, kan ujungnya kebutuhan pendidikan adalah untuk
pelayanan. Jadi karena memahami jugalah kita, konteksnya pemerintah Kemkes tentu bicara
tentang pelayanan. Tetapi, pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kebidanan,
pemerintah pusat berkewajiban menyelenggarakan pendidikan tinggi kebidanan program
pendidikan profesi pada perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Saya rasa ada di situ, mengakomodasi ya, jadi tidak dihapus. Kemudian mungkin Ibu
Maria itu ya, dua, Bu, ya.
Nah dari Bali, Pak Arya, terima kasih sekali juga masukan Bapak bahwa sekarang bidan-
bidan ini penyerapannya sangat sedikit karena kita tahu pendidikan keperawatan, pendidikan
kebidanan itu paling banyak di Indonesia. Sementara, formasi kita kan moratorium. Nah jadi
lulusan-lulusan yang dari institusi yang banyak ini ke mana mereka? Itu sama dialami oleh
keperawatan maupun kebidanan dengan adanya kebijakan moratorium. Nah ini yang kita
memang sampaikan juga ke pemerintah. Pendidikannya banyak sekali, tentu akan menghasilkan
lulusan yang banyak, apalagi tidak ada kuota, keterbatasan berapa. Nah di dalam rancangan
undang-undang ini kami juga sudah memasukkan di Pasal 12. Dalam rangka penjaminan mutu
17 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
lulusan, penyelenggara pendidikan kebidanan hanya dapat menerima mahasiswa sesuai dengan
kuota nasional. Nah kuota nasional sudah diatur dalam standar pendidikan. Untuk yang
akreditasi C berapa, B berapa, A berapa, dan ini diterima oleh pemerintah. Jadi sudah masuk,
Pak. Yang kemarin kan tidak ada aturan yang membatasi sehingga ada satu sekolah menerima
700 satu angkatan, 500 satu angkatan. Kita tidak bicara kekhawatiran tentang pendayagunaan
saja, tetapi yang lebih kita khawatirkan adalah kualitasnya. Itu yang sangat kita khawatirkan.
Nah dengan lahirnya undang-undang ini, nanti salah satu yang akan diatur adalah tentang proses
pendidikannya itu, jadi sudah dimasukkan. Ini untuk bidan, di Undang-Undang Kebidanan. Jadi,
lex specialis. Di Undang-Undang Nakes ada tidak ya tentang kuota? Tidak ada? Nah ini kami
sudah ajukan juga ke Dikti, kami sedang difasilitasi oleh Dikti juga dan BPSDM menyusun
standar pendidikan kebidanan. Salah satu yang diatur disitu adalah masalah kuota, dan itu sangat
didukung oleh Kemkes maupun oleh Dikti sehingga di dalam draf yang dari DPR, DIM-nya itu
tetap dari pemerintah. Berarti pemerintah sama pendapatnya.
Kemudian juga, nah tadi untuk yang ke luar negeri. Di kebidanan secara spesifik memang
kita tidak masuk di dalam yang namanya MRE (Mutual Recognition Agreement) dalam konteks
pemberdayaan ataupun mobilisasi bidan-bidan dari luar ke dalam ataupun dari dalam ke luar itu
belum masuk di dalam pengaturan pedoman Mutual Recognition Agreement yang itu ada dokter,
perawat, kalau tidak salah hanya dua, dokter dan perawat saja. Dulu waktu ini mulai
dikembangkan MRE konsepnya, tahun 2000, waktu itu masih zaman Ibu Siti Fadilah menterinya.
Saya waktu itu kebetulan bertugas di Kemkes, di Kemkes di PPSDM itu kita sudah juga pada
awal penyusunan panduan ini, kita memasukkan juga bidan. Tetapi, waktu itu Bu Siti Fadilah
karena memang bidannya belum sebanyak sekarang, tahun 2006 atau 2000 berapa kita sudah
mulai menyusun MRE, kebijakan MRE. Eh, bidan jangan dulu orientasi keluar, ini desa-desa kita
harus dipenuhi dulu. Saya butuh untuk di Indonesia sehingga tidak masuk. Nah tentu ke depan
ini tidak bisa kita bendung lagi dengan produksinya sangat banyak, sekarang peluangnya di
dalam negeri juga terbatas, tentu arahnya akan ke sana. Dan, ini sudah sejalan juga tadi dengan
apa yang diatur tadi di dalam pendidikan dengan kita meningkatkan kualitas pendidikan, tentu
kita juga berharap supaya teman-teman kita ini bisa menembus pasar internasional. Nah kami
dari organisasi profesi sendiri juga sedang sekarang berupaya membuat standar pendidikan dan
standar bidan supaya bisa nanti saling mendukung untuk adanya kebutuhan-kebutuhan bidan
keluar atau bidan ke dalam. Yang kita atur memang di sini bidan asing masuk ke Indonesia,
tetapi bidan Indonesia untuk keluar tentu akan kita sesuaikan dengan standar-standar
internasional. Nah kami di induk organisasi kami di internasional, International Confederation of
Midwives itu juga membuat standar bidan secara global sehingga nanti perpindahan dari satu
negara ke negara lain standar minimumnya apa yang dibuat oleh standar profesi secara
internasional dan tentu saja juga akan sangat tergantung dari kebijakan masing-masing negara.
Begitu, Pak, kami sudah memikirkan ke arah sana.
Kemudian untuk Papua, terima kasih Bapak, kebetulan saya orang Papua juga, Bapak.
Saya tahun 1979 di Oransbari, Kabupaten Manokwari. Jadi, saya di Papua menjadi warga negara
Kelas II di sana karena anak saya lahir di sana. Kemarin anak saya kebetulan lulusan dokter, dia
kembali ke tempat saya, puskesmas saya. Jadi, ketemu saudara-saudara saya yang dulu pada saat
tahun ’79. Jadi, memang anak saya sudah dianggap warga negara. Warga negara, jangan ya, Pak
ya, penduduk. Papua kan ada gradasinya; yang asli bapak ibu, yang asli ibu atau bapak, dan yang
lahir di Papua ada kesekian, dan anak saya masuk kelas itu. Saya mengerti sekali bagaimana kita
di Papua, Pak. 1979 saya di puskesmas Oransbari itu 8 jam dari Kota Manokwari naik perahu,
tidak ada jalan darat, apalagi udara ya, Pak, ya. Tetapi, itu sudah saya lalui dan alhamdulillah
18 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
saya sangat terkesan sehingga teman-teman saya di sana, saudara-saudara saya di sana,
komunikasi kita baik. Yang tadi saya katakan tadi adalah bidan di Papua menjadi Kepala Badan
Pemberdayaan Perempuan itu adalah kalau bisa dikata, dari kecil dia sudah kenal saya karena
kita sama-sama di puskesmas, ini bidan ini dia adalah adik ipar dari mantri yang di sana. Rumah
kami berdekatan, kan ada perumahan puskesmas, rumah bidan, rumah mantri, rumah dokter. Nah
dia waktu itu masih SD sering membantu saya, kalau ada apa begitu ya, anak saya dan lain
sebagainya. Eh, ternyata sekarang menjadi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dia. Jadi, ini
saudara-saudara saya juga sudah maju begitu di sana dan saya mengerti sekali kondisi di sana.
Kalau bicara tentang dukun, kita namakan dukun ya, Pak, bidan tradisional itu atau
tradisional birth attendant, itu kalau dikita namanya dukun, ada paraji, dan lain sebagainya, itu
sudah ada aturan dari Kemenkes bahwa dukun ini tidak dihilangkan perannya, tetapi dia diajak
masuk ke dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui program kemitraan bidan dan dukun.
Jadi, dukun ini menjadi mitra bidan, jadi tidak dihilangkan perannya. Justru kalau bidan mau
melakukan pertolongan persalinan dengan konsep kemitraan, kita harus mengundang dukunnya.
Bersama-sama dia bisa membantu kita dalam konteks apa, kemudian untuk pelayanan
kesehatannya yang medis atau yang klinisnya itu kita yang melakukan. Begitu juga kalau dukun
ada pasien yang datang, dia juga mengundang bidan, jadi sudah satu pasang kita, Pak. Itu ada
kebijakan dari pemerintah, kemitraan bidan dan dukun, jadi memanfaatkan, memberdayakan
dukun, dan juga melindungi masyarakat supaya dapat diberikan pelayanan-pelayanan
profesional. Saya rasa itu, Pak, untuk yang dari Papua.
Kemudian bidan WNA, usulan profesi, itu juga sudah kita sampaikan tadi, merujuk
kepada Undang-Undang Nakes. Bahwa, bidan WNA itu dapat ke Indonesia hanya dalam konteks
alih teknologi dan pengetahuan, dan mereka di sini juga harus mengikuti aturan yang ada bahwa
dia harus dinilai dulu kompetensinya, kemudian mereka juga harus diberikan Surat Tanda
Registrasi karena persyaratan untuk bekerja di kita harus punya STR dan harus punya surat izin.
STR mereka berbeda dengan STR bidan Indonesia. STR bidan Indonesia berlaku selama 5 tahun,
tetapi STR bidan warga negara asing ini hanya berlaku 1 Tahun dan boleh diperpanjang 1 kali
saja. Jadi, berarti 1 periode dia bisa bekerja maksimal 2 tahun. Itu sudah diatur oleh Undang-
Undang Nakes dan lebih study lex specialis kita masukkan juga di Undang-Undang Kebidanan
ini. Jadi, sudah terakomodasi terakomodasi, Pak, di sini.
Mungkin itu, Bapak Pimpinan, tadi yang dapat kami tanggapi dari diskusi ini.
PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)
Baik, terima kasih kepada narasumber atas penjelasannya yang telah diberikan. Dengan
demikian, kita telah bisa menyelesaikan agenda rapat RDPU ini dengan baik. Kesimpulannya,
mungkin ada beberapa poin yang paling penting adalah:
a. DPD RI Komite III mendukung sepenuhnya ya, Ibu Ketua, mendukung sepenuhnya RUU
ini untuk dijadikan undang-undang,
b. Dan, kami sepakat dengan tadi yang sempat disampaikan oleh Pak Jabbar dan teman-
teman semua bahwa kita mendukung konsil itu ya karena ini lex specialis. Saya kira apa
istilahnya, Pak Jabbar, 2-1 Pak Jabbar ya? Skor 2-1-lah insya Allah kita menang.
Terima kasih atas kehadiran Ibu-Ibu Bidan. Salam dari pimpinan yang lain, ada satu
dokter, Dokter Delis, katanya dia sudah buru-buru, tetapi agak macet, dia ada acara undangan
PPNI.
19 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018
SELASA, 13 FEBRUARI 2018
Demikian dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin kita akhiri rapat dengar
pendapat umum ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah kepada kita semua.
Wabillahi taufik walhidayah.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETOK 3X
RAPAT DITUTUP PUKUL 13.05 WIB