dewan perwakilan daerah republik indonesia ... · menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing,...

19
1 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018 SELASA, 13 FEBRUARI 2018 Nomor: RISALAHDPD/KMT.III-RDPU/II/2018 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018 I. KETERANGAN 1. Hari : Selasa 2. Tanggal : 13 Februari 2018 3. Waktu : 10.37 WIB 13.05 WIB 4. Tempat : 5. Pimpinan Rapat : 1. Fahira Idris, SE, MH (Ketua); 2. dr. Delis Julkarson Hehi, MARS (Wakil Ketua) 3. Abdul Aziz, SH (Wakil Ketua) 6. Acara : Pembahasan dalam rangka inventarisasi materi pandangan dan pendapat atas Rancangan Undang-Undang tentang Kebidanan dengan Dr. Emi Nurjasmi, M. Kes (Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia). 7. Hadir : Orang 8. Tidak hadir : Orang

Upload: buicong

Post on 30-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

Nomor: RISALAHDPD/KMT.III-RDPU/II/2018

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

-----------

RISALAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018

I. KETERANGAN

1. Hari : Selasa

2. Tanggal : 13 Februari 2018

3. Waktu : 10.37 WIB – 13.05 WIB

4. Tempat :

5. Pimpinan Rapat : 1. Fahira Idris, SE, MH (Ketua);

2. dr. Delis Julkarson Hehi, MARS (Wakil Ketua)

3. Abdul Aziz, SH (Wakil Ketua)

6. Acara : Pembahasan dalam rangka inventarisasi materi pandangan

dan pendapat atas Rancangan Undang-Undang tentang

Kebidanan dengan Dr. Emi Nurjasmi, M. Kes (Ketua Umum

Ikatan Bidan Indonesia).

7. Hadir : Orang

8. Tidak hadir : Orang

2 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

II. JALANNYA RAPAT:

PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera buat kita semua

Om swastiastu.

Yang terhormat Bapak Ibu Anggota Komite III DPD RI, yang kami hormati Ibu Dr. Ermi

Nurjasmi, M. Kes, beserta teman-temanya. Hadirin yang berbahagia, mengawali rapat dengar

pendapat umum Komite III DPD RI hari ini, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah

subhanallahu wata’ala Tuhan yang maha kuasa karena atas rahmat dan berkenaanyalah kita

semua dapat berkumpul diruangan ini dalam keadaan sehat wal afiat tanpa kurang suatu apapun.

Sebelum kami membuka rapat dengar pendapat umum Komite III hari ini, marilah kita berdoa

menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing, agar kegiatan RDPU ini dapat berjalan

dengan baik serta memberikan hasil yang bermanfaat bagi kita semua dalam menjalankan tugas

konstitusional kita, berdo’a mulai? selesai. Bapak Ibu Anggota Komite III, Narasumber dan

hadirin yang kami hormati, dengan mengucap, Bismillahirrahmanirrahim, pada hari ini Selasa

13 Februari 2018 RDPU Komite III DPD RI dalam rangka Impentarisasi Materi Pandangan dan

Pendapat atas Rancangan Undang-Undang tentang Kebidanan saya buka dan dinyatakan terbuka

untuk Umum.

KETOK 1X

Perlu kami sampaikan kepada Bapak Ibu Anggota bahwa pada RDPU pagi hari ini telah

hadir ditengah kits semua Ibu Dr. Ermi Nurjasmi, M. Kes, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan

Bidan Indonesia, yang akan menyampaikan pemikiran-pemikiran perihal Dinamika persoalan

Kebidanan kepada kita semua. Kami semua mengucapkan Terima kasih yang sebesar-besarnya

atas kehadiran Ibu.

Bapak Ibu Anggota Komite III, Narasumber, Hadirin yang kami hormati. Kesehatan

merupakan HAM Hak Asasi Manusia dan salah satu unsur Kesejahteraan yang harus diwujudkan

sesuai dengan Cita-cita Bangsa. Sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karena itu setiap

pembangunan yang dilaksanakan harus pula meliputi pembangunan Kesehatan yang diarahkan

untuk meningkatkan Derajat Manusia setinggi-tingginya. Dalam perkembanganya upaya untuk

meningkatkan Derajat Kesehatan yang setinggi-tingginya telah beralih, tidak hanya pada upaya

Penyembuhan Penyakit tetapi juga pada upaya memelihara Kesehatan dengan mengikutsertakan

seluruh tenaga Kesehatan dan Masyarakat. Pelayanan Kebidanan merupakan salah satu bentuk

pelayanan Kesehatan Di masyarakat saat ini, pelayanan Kebidanan menjadi unjung tombak

Pemerintah dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi di wilayah

terpencil. Tidak dapat dipungkiri bahwa Bidan mempunyai peran yang sangat penting dalam

memberikan Asuhan Persalinan Normal yang berkualitas. Pelayanan kesehatan Ibu dan bayi

serta pelayanan reproduksi perempuan dan KB. Dalam asuhan persalinan normal misalnya,

RAPAT DIBUKA PUKUL 10.37 WIB

3 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

berdasarkan data Dis Kes Des Tahun 2017 menunjukan bahwa sebagian besar persalinan normal

68,6% dibantu oleh Bidan,sedangkan sisanya sebanyak 18,5% dibantu Dokter, 11,8% dibantu

tenaga non kesehatan dan 0,3% dibantu Perawat. Tidak hanya itu, peran Bidan kualitas dan

kuantitas juga sangat strategis dalam pemberian pelayanan Program KB, yang memberikan

kontribusi serta dampak Signifikan terhadap masalah pengendalian penduduk, pertumbuhan

penduduk, ketersediaan pangan, kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan Bangsa. Peran

penting yang diemban oleh Bidan faktanya dihadapkan pada berbagai kendala, penyebaran yang

tidak merata dan belum menjangkau seluruh Wilayah Indonesia. Sebagian besar latar belakang

Pendidikan Bidan yang baru pada tingakt Vokasi hingga persoalan menyangkut pengembangan

karier profesi Bidan yang berjalan sangat lambat, merupakan kendala yang dihadapi oleh Bidan.

Padahal sebagaimana dipaparkan sebelumnya seiring dengan tuntutan pembangunan, Indonesia

membutuhkan Bidan yang tidak hanya Mahir dalam kemampuan Kebidanan, namun juga

kemampuan komunikasi yang efektif. Kemampuan berfikir secara rasional dan kritis,

kemampuan interpersonal serta pemahaman multikultural termasuk kepemimpinan. Berbagai

persoalan diatas merupakan bagian dari latar belakang dan Urgensi disusunya RUU Kebidanan

oleh DPR. Sehubungan dengan hal tersebut sebagaimana amanat Pasal 22d Undang-undang

Dasar 1945 dan Pasal 249 Undang-undang nomer 17 Tahun 2014 tentang MD3. Komite III

sebagai Alat Kelengkapan DPD yang membidangi masalah kesehatan, mempunyai kewajiban

untuk menyusun pandangan dan pendapat atas RUU Kebidanan ini.

Bapak Ibu yang berbahagia, demikian pengantar singkat dari saya. Untuk mempersingkat

waktu, kami persilakan kepada narasumber untuk menyampaikan pandanganya.

PEMBICARA: Dr. ERMI NURJASMIN, M. KES. (KETUA UMUM IKATAN BIDAN

INDONESIA/IBI)

Bismillahirahmanirrahim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat pagi.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Om swastiastu.

Pertama-tama kami dari Ikatan Bidan Indonesia mengucapkan Terima kasih, atas

kesempatan ini untuk berbagi Informasi. Kepada yang terhormat Anggota DPD RI dalam rangka

progress dan Proses pengajuan perancangan Undang-undang Kebidanan. Terima kasih yang saya

hormati juga bapak Pimpinan Sidang serta bapak ibu Anggota DPD yang kami hormati.

Ini mungkin pertemuan Ketiga kita ya, Ketiga kita ya Mba? dengan DPD dalam rangka

kita sejak awal mengajukan RUU ini, Alhamdulillah kami kami sangat berterima kasih sekali

mendapatkan support, dukungan dari DPD RI, itu yang memperkuat kami juga, dalam

mengajukan RUU ini dari awal yang sudah berproses sebetulnya sudah sangat lama sekali.

Sebetulnya dari Tahun 2004 kami mengajukan tapi ternyata prosesnya kemarin waktu RUU

Keperawatan dengan RUU Nakes, itu kami juga masuk?, 3, waktu itu RUU yang diajukan dan

waktu itu kami juga sudah audiensi dengan DPD RI tapi ya ini mungkin ada hikmahnya juga,

yang disahkan kemarin 2014 baru 2? Undang-Undang Keperawatan dan Undang-Undang Nakes.

Nah kami Alhamdulillah juga, untuk periode ini RUU Kebidanan itu dimasukan kembali dari

inisiatif DPR, dan sebelumnya kami sudah mendapat surat dukungan juga dari DPD, kami

sampaikan juga, begitu juga dari Kepala-Kepala Daerah kami melakukan advokasi, mendapat

dukungan juga dari Gubernur, dan juga dari DPRD Daerah. Alhamdulillah proses dari

4 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

pembahasan RUU Kebidanan berjalan cukup lancar, saat ini sedang dibahas di Pemerintah, jadi

sudah ada surat dari DPR ke Pemerintah untuk pembahasan RUU Kebidanan ini, dan sudah

dibahas dengan leading sektornya adalah Kementerian Kesehatan melibatkan? kebetulan kami

juga diundang saat pembahasan oleh Kemkes dan sudah melibatkan berbagai Departemen

terkait, termasuk Dikti, Kemenaker kemudian dari Kumham, dari Menpan dan dari Organisasi

profesi IDAI, POGI, IDI, itu sudah diundang oleh Kementrian Kesehatan dalam rangka

pembahasan RUU Kebidanan yang draftnya dikirim oleh DPR, itu nanti akan ditanggapi Dim-

Dim nya oleh Kemkes, saat ini sedang berjalan dan Alhamdulillah sekali juga kami mendapat

kesempatan hari ini dalam rangka kami juga tentu tidak henti-hentinya mohon dukungan dari

DPD RI karena pada akhirnya nanti RUU ini tentu akan dibahas kembali di DPR di Paripurna.

Mohon juga dari DPD tetap memberikan dukungan sebagaimana apa yang sudah kami dapatkan

jauh-jauh hari sebelumnya.

Baik mumgkin saya akan memperkenalkan dulu, kami yang hadir pada hari ini, saya

selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, kemudian ada Ibu Tuminah beliau

adalah Sekjen dari PPIBI, ada Ibu Fitri tim teknis dari PPIBI, dan Ibu Mitra juga tim teknis dari

PPIBI. Sebetulnya Mohon Maaf ada 2 lagi tapi kena macet katanya. Jadi Mohon Maaf mungkin

akan datang menyusul mudah-mudahan karena saya minta Ijin 6 ya Pak ya? Pak Ajis ya, tadinya

5 tapi saya minta izin boleh 6 ngga Pak? Sebetulnya kalau banyak temen-temen mau, cuman

kami batasin, karena katanya 5, sampe Ibu Sekjen? Bu kita hanya boleh 5, waduh kita mesti agak

banyak nih biar nanti saling? Nah itu dia. Kan kami bangga Pak membawa Anggota kami ke

Gedung ini. Mereka yang sempat hadir ke Gedung ini punya kebanggaan tersendiri begitu. Ya

Mba Tum ya.

PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)

Bu, sebenarnya kalau bidan kalau saya tahu saya bilang berapa pun bisa?

PEMBICARA: Dr. ERMI NURJASMIN, M. KES. (KETUA UMUM IBI)

Lain kali ya Pak ya? Karena 5, cuman boleh 5, waduh kita kayanya sih mengikuti proses

terus menerus ini? Saya Matur ke Bapak? Pak boleh tidak 6 saya bilang gitu, silahkan kata Pak

Ajis. Alhamdulillah.

Baik saya mulai saja Paparanya, ini memang kami rangkum saja Pak karena sebetulnya

secara garis besar, ini pada 2 pertemuan terdahulu kami juga sudah menyajikan termasuk naskah

akademik, kenapa kita mengajukan RUU Kebidanan dan lain sebagainya. Tapi ini rangkuman

saja, baik? Ini dari sini apa dari sana, oh iya, nah kita mulai dengan Definisi Tenaga Kesehatan

yang sudah diatur dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan Tahun 2014. Tenaga Kesehatan

adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam Bidang Kesehatan serta memiliki pengetahuan

dana atau Keterampilan Pendidikan di bidang Kesehatan. Yang untuk jenis tertentu memerlukan

Kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan, itu ada pada Pasal 1 Undang-Undang Nakes

nomer 36 Tahun 2014. Kemudian lanjut, nah jenis Tenaga Kesehatan sudah dikelompokan dan

diputuskan melalui Undang-Undang Kesehatan 2014 tersebut, ada 123456? Ada 13, 13 jenis

salah satunya adalah Tenaga Kebidanan, ini sudah muncul di dalam Undang-Undang Nakes, ada

Tenaga Medis, Tenaga Psikologi Klinik, Tenaga Keperawatan dan Tenaga Kebidanan. Jadi ini

juga mendasari kami untuk lebih yakin lagi, bahwa memang Kebidanan ini perlu diatur secara

komprehensif karena Data Kebidanan yang paling banyak Tenaga Keperawatan tentu sudah

5 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

hampir 600 Ribu lebih, kalau saya tidak salah, dan Tenaga Kebidanan 458 Ribu, nah ini kalau

tidak diatur tentu kita banyak ke khawatiran-ke khawatiran perlindungan terhadap masyarakat,

perlindungan terhadap Bidan itu sendiri, dan upaya semua stakeholder untuk meningkatkan

kualitas pelayanan, tentu juga bagaimana upaya kita memberikan Pengawasan dan Pembinaan

terhadap Bidan-Bidan itu sendiri. Jadi kita lanjut dengan definisi Bidan bahwa definisi Bidan

adalah seorang Perempuan yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Kebidanan, baik di

dalam Negeri maupun di luar Negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat, dan telah

memenuhi persyaratan untuk melakukan praktek, praktek kebidanan. Jadi memang Perempuan

Pak? Bidan itu di Indonesia seorang Perempuan, kami sering juga ditantang? Kenapa kok

diskriminatif gender katanya. Ini sudah melalui proses panjang, bahwa Bidan-Bidan ini

Tugasnya sangat spesifik, sangat privat urusan antara Perempuan dengan Perempuan, jadi kita

dengan berbagai kepercayaan, berbagai Budaya yang masih mengharapkan seorang Perempuan

untuk hal-hal yang sangat privat itu lebih nyaman dilayani oleh seorang Perempuan juga, dan

memang juga filosofi dari pelayanan Kebidanan itu adalah dari Perempuan mendampingi

perempuan dalam proses? Apa namanya, kesehatan reproduksi Perempuan juga. Jadi ini yang

mendukung, memperkuat, bahwa di Indonesia kami mengambil definisi itu adalah seorang

Perempuan. Dan Alhamdulillah sejauh ini berjalan lancar, Justru mungkin tadi yang disampaikan

oleh Bapak Pimpinan, berapa besar pelayanan Kespro ini yang dilayani oleh Bidan, termasuk,

Pemeriksaan Ibu Hamil, Pertolongan Persalinan, Pelayanan KB, itu hampir 80% dilayani oleh

Bidan, Konteksnya salah satunya adalah karena sama-sama Perempuan. Jadi feel free bisa

menyampaikan dengan bebas apa yang dirasakan, geep-nya juga tidak terlalu jauh dengan

masyarakat. Jadi masyarakat juga sangat terbuka untuk menyampaikan permasalahanya kepada

Bidan. Ini salah satu hasil Survei singkat kami, kenapa Bidan menjadi pilihan utama dari

masyarakat untuk melayani Kesehatan reproduksi mereka, salah satunya adalah merasa nyaman,

merasa bebas untuk menyampaikan permasalahan Kesehatan dirinya dengan Bidan, karena

sama-sama Perempuan.

Iya next, nah pelayanan Kebidanan ini juga diatur, pelayanan Kebidanan bagian dari

sistem dari kesehatan. Merupakan pelayanan profesional yang diberikan oleh Bidan kepada

Individu, baik kelompok dan masyarakat, baik secara mandiri berkolaborasi dengan profesi

kesehatan lain atau Interprofesional Kolaboration ataupun merujuk kasus-kasus yang diluar

kewenanganya. Pelayanan Kebidanan dilaksanakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan

mulai dari tingkat Primer, Sekunder dan Tersier. Yang tersusun dalam suatu mekanisme timbal

balik. Jadi mulai dari masyarakat di Polindise, Pos Kes Des, Pus Tu, Puskesmas, Klinik, Rumah

sakit kabupaten kota, Rumah sakit Provinsi Sekunder, Rumah sakit Tersier rujukan utama,

RSCM harapan kita yang Spesifik untuk pelayanan kesehatan Ibu dan Anak. Itu Bidan bisa

berpraktek disemua Fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

Nah ini tadi Data-data? Next, ini tadi Data-data yang tadi Bapak sampikan, bahwa

memang benar data dari Ris Kes Tes 2013 dan data terakhir pun tidak banyak bergeser, hampir

sama proporsinya. Bahwa untuk pemeriksaan Ibu hamil, itu 87% mereka memilih Bidan. Tadi?

Rasa nyaman, rasa percaya dan rasa tidak terlalu berbeda Derajat barang kali ya, berbeda apa

namanya? Iya Struktur Sosial, great social-nya, jadi mereka merasa feel free untuk

menyampaikan. Disamping itu, Bidan ini juga sebagian besar itu dilayani oleh Bidan-Bidan pada

praktek mandiri, yang? Kanan, hampir 53% itu dilayani ditempat privat Praktis nya Bidan. Ini

keunggulan lain dari pada sama-sama perempuan tadi adalah Bidan praktek ini dekat dengan

komunitasnya. Ditengah-tengah masyarakat, kemudian Bidan prakteknya itu tidak mengenal

Jam. Jadi Ibu-ibu muda yang bekerja di pabrik, yang bekerja dimana saja pulang kerja Jam 8 9

6 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

malam bisa datang ke Bidan masih dilayani, pagi sebelum berangkat kantor Jam setengah 7

datang ke Bidan masih bisa dilayani, jadi dalam Konteks Akses itu mereka jauh lebih besar lebih

mudah terhadap Bidan. Nah kalau yang lain barang kali kan ada Jam nya, praktek dari Jam 3

sampai Jam 5, Jam 6 sampai Jam 7, nah ini kita tau sekarang, tenaga kerja perempuan itu sangat

banyak sekali porsinya dan semakin hari semakin meningkat, umumnya yang bekerja pada usia-

usia Produktif. Nah pada saat mereka mau bekerja, kalau mengikuti Jam buka baik itu di

Puskesmas maupun di Rumah sakit itu ada batasan-batasanya. Ini salah satu hasil Survei kami

juga, kenapa Bidan menjadi pilihan karena tidak terbatas waktu untuk datang ke Bidan. Belum

lagi kita bicara sebelum BPJS masalah biaya, ya kalau dengan Bidan biaya tidak menjadi? Tidak

terlalu menjadi kendala sebelum BPJS, bahkan nggak ada uang nggak papa, nanti ngutang dulu

atau nyicil tapi sekarang dengan sudah ada BPJS, ini sudah mulai biaya tidak menjadi kendala.

Untuk pelayanan pertolongan persalinan sama juga dengan apa yang Bapak Pimpinan sampaikan

bahwa 63% tadi oleh Bidan mandiri, kalau tadi 68% itu Bidan secara keseluruhan, ternyata

memang porsi praktek Bidan mandiri ini memang besar sekali kontribusinya terhadap pelayanan

kesehatan reproduksi ini. Di pelayanan KB juga sama hal nya itu 76,6% dilayani oleh Bidan

apakah itu di Polindes Pos Kes Des, di Puskemas di Rumah Sakit, atau di Bidan praktek swasta

hampir 55% pelayan KB itu diberikan oleh Bidan praktek mandiri. Nah ini juga tadi sama saja

justifikasinya kenapa Bidan ini menjadi pilihan bagi masyarakat kita.

Iya, dari peran fungsi bidan, kontribusi bidan sudah kita lihat secara statistik, bahwa

memang besar sekali peran bidan ini dalam kesehatan reproduksi perempuan, ini tentu perlu

diatur supaya yang dilayani juga terlindungi yang melayani juga terlindungi, kemudian

pemerintah atau stakeholder terkait juga harus mendukung bagaimana bidan-bidan ini supaya

dapat melaksanakan peranya secara efektif dan efisien, perlu diatur melalui sebuah peraturan

perundang-undangan yang komprehensif ini dasarnya kami mengajukan RUU Kebidanan.

Slide, nah, sekarang masuk kebeberapa poin yang bapak pimpinan kasih, apa namanya?

highlight, ya, kami hanya menyampaikan sepintas saja, ini tentang bidan warga negara asing.

Slide, nah, bahwa pada dasarnya, pada dasarnya bidan negara asing itu sudah diatur dan

termasuk pengaturannya kita rujuk kepada Undang-Undang Tenaga Kesehatan, dia bisa bekerja

di Indonesia dalam konteks alih teknologi dan ilmu pengetahuan.

Jadi, bukan sebagai pemberi pelayanan atau provider secara utuh, tapi dia alih teknologi

ataupun alih pengetahuan, itu akan tergantung juga dari ketersediaan dan permintaan dari

fasilitas pelayanan yang membutuhkan tenaga-tenaga bidan asing. Kemudian tenaga bidan asing

ini juga sudah diatur tentang bagaimana dia prakteknya sendiri, persyaratannya apa? Itu sudah

diatur di Undang-Undang Nakes juga, bahwa dia di sini juga, harus mengikuti penilaian

kompetensi terlebih dahulu, sama seperti Nakes yang ada di Indonesia, kemudian diberikan STR

(Surat Tanda Registrasi) sama seperti di Indonesia dan diberikan surat izin praktek sebagai bidan

tapi difasilitas pelayanan bukan untuk Praktek Mandiri dan SIPB yang mereka miliki itu

termasuk STR hanya berlaku STR sementara jangka waktunya 1 Tahun.

Sementara untuk bidan atau Nakes lain setiap STR berlaku selama lima Tahun. Dan

untuk warga negara asing hanya stu tahun dan dapat diperpanjang hanya satu kali, berarti

maksimal boleh di Indonesian itu dalam satu periode itu, dua tahun. Ini sudah diatur dengan

Undang-Undang Nakes No. 36 dan ini kita masukkan juga didalam pengaturan Bidan Warga

Negara Asing.

Nah yang Kedua, highlight yang kedua tentang tugas Bidan dalam keadaan tertentu dan

keadaan darurat, ini juga sebetulnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nakes, dan kita juga

merajuk ke Undang-Undang Nakes, spesifiknya mengatur tentang bidan yang bekerja pada

7 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

keadaan keterbatasan-keterbatasan tertentu, seperti bidan-bidan yang ada di tempat-tempat

sangat terpencil, itu sudah ada pelimpahan kewenangan dalam melaksanakan program

pemerintah.

Itu diatur di dalam pasal-pasal yang ada di RUU Kebidanan dan itupun sudah ada

dipasal-pasal Undang-Undang Nakes, jadi tidak menciptakan statement-statement tersendiri tapi

sudah turunan dari Undang-Undang Nakes.

Ini tidak ada masalah selama kita berdiskusi dengan Kementrian Kesehatan, karena kami

sudah dilibatkan juga dalam rangka beliau membahas DIM yang dari Draft DPR. Kemudian

peran pemerintah dalam, pemerintah daerah dalam pembinaan dan pengawasan, ini juga sudah

ada aturanya didalam Undang-Undang Nakes, Nah ini juga sudah dibahas juga di Kementerian

Kesehatan, hanya ada beberapa poin yang memang nanti saya akan sampaikan yang kami perlu

perhatian dari bapak, ibu di DPD untuk memberikan dukungan lebih lanjut, apa hasil-hasil

diskusi yang sudah kami ikuti dalam beberapa minggu terakhir. Tentang pendidikan Bidan ini

pada dasaranya juga tidak terlalu, slide, iya, slide, iya, pada dasarnya tidak ada apa namanya? hal

yang kontrofersial didalam diskusi kami dengan yang kami ikut dengan Kemkes dan sesuai

dengan apa yang diberikan di draf dari DPR. Bahwa Bidan itu ada dua jenis, ada Bidan Vokasi,

ada Bidan Profesi itu berpendidikanya juga ada dua (2) pendidikan vokasi dan pendidikan

profesi untuk Bidan yang akan melaksanakan praktik. Bidan Vokasi itu ada pada Diploma 3,

Bidan Profesi sesuai Undang-Undang Pendidikan, profesi itu setelah pendikan sarjana. sarjana

itu ada dua, ada Sarjana Akademik ada Sarjana Terapan. Sarjana Akademik itu S1 plus Profesi,

dari Sarjana Terapan itu Diploma 4 plus Profesi, keluaranya sama menjadi Bidan Profesi.

Kemudian ada pendidikan Akademik ini bukan pendidikan untuk praktisi, tapi ini lebih

disiapkan untuk kemampuan mereka sebagai manager atau pengelola atau sebagai pengelola

fasilitas pelayanan kesehatan sebagai Dosen, sebagai Peneliti itu ada jalur pendidikan akademik

yang sampai saat ini ada, itu sampai pada tingkat Magister Kebidanan. Untuk Doktor belum ada,

tapi tentu tidak tetutup pada kemungkinan, kami sudah mengarah ke sana karena setiap institusi

pendidikan butuh dosen, pada level akademik tidak hanya pada S2, tapi juga butuh pada level

Akademik Doktor atau S3.

Ini masuk didalam draf RUU dan sejauh yang kita bahas dengan Kemkes ini tidak terlalu

menjadi masalah. Nah, Konsil Kebidanan ini yang menjadi agak sedikit ada? Tidak sesuai

dengan apa yang kami harapkan, itu yang dibahas di Pemerintah.

Yang Pertama, bahwa di Undang-Undang Nakes itu sudah diatur surat tanda Registrasi,

selanjutnya disingkat dengan STR, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil masing-

masing tenaga kesehatan kepada tenaga kesehatan yang telah di registrasi. Berarti Konsil

masing-masing tenaga kesehatan, berarti kan Konsil Kebidanan, tadi ada didalam 13 jenis

tenaga, kita adalah salah satu tenaga Kebidanan berarti Konsil Kebidanan. Kalau kita

menterjemahkan dari sini.

Kemudian konsil tenaga kesehatan Indonesia atau KTKI adalah lembaga yang

melaksanakan konsil tenaga kesehatan Indonesia atau konsil kebidanan ini nanti secara spesifik

adalah lembaga yang melaksanakan tugas secara independen yang terdiri atas konsil masing-

masing tenaga kesehatan, oh, ini KTKI.

KTKI konsil tenaga kesehatan Indonesia itu sebuah lembaga yang terdiri dari masing-

masing konsil tenaga kesehatan. Jadi, payungnya KTKI dibawahnya ada konsil-konsil tenaga

kesehatan salah satunya tentu konsil kebidanan, ini yang kami harapkan.

Nah, di KTKI diamanahkan untuk didalam Undang-Undang Nakes ini, diamanahkan

untuk disusun dalam peraturan presiden, pembentukan KTKI untuk meningkatkan, tujuanya

8 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

meningkatkan mutu praktek tenaga kesehatan. Konsil tenaga kesehatan Indonesia terdiri dari

konsil masing-masing tenaga kesehatan. balik lagi, KTKI itu terdiri dari masing-masing konsil

tenaga kesehatan. Berarti ada konsil tenaga farmasi, ada konsil keperawatan, ada konsil

kebidanan.

Konsil masing-masing tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya bersifat

Independen, dalam melaksanakan tugas bukan dalam kelembagaan. Jadi, pelaksanakan tugas

untuk Meregistrasi, pemantauan kualitas atau penjaminan mutu itu secara independen. Konsil

tenaga kesehatan Indonesia bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri. Jadi, KTKI

nya.

Jadi, ada Sstruktur yang diatur di Undang-Undang Nakes, payungnya KTKI dibawahnya

ada konsi, konsil, konsil masing-masing tenaga kesehatan.

Kami berharap didalam draf yang sudah disampaikan oleh DPR itu sudah seperti itu,

prinsipnya ada konsil kebidanan tetapi di dalam diskusi dengan Kemkes dan Kementerian terkait

katanya tidak boleh disebut dengan konsil kebidanan, karena ada kekhawatiran nanti akan

membuat lembaga baru, padahal Pemerintah sekarang tidak berharap ada lembaga-lembaga baru

tersebut.

Nah, kami sudah memberikan argumentasi bahwa sebetulnya di Pasal 65 ayat (2) itu

sudah disampaikan bahwa konsil kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang diatas

bagian dari konsil tenaga kesehatan.

Jadi bukan akan mendirikan lembaga baru, tidak. Jadi, akan insert didalam KTKI tadi

yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nakes terdiri dari konsil, konsil, konsil tenaga

kesehatan. Nah, kita akan mengisi ruang itu sebetulnya, tapi di Pemerintah sepertinya ketakutan

apakah kita mau membuat lembaga baru, mungkin punya pengalaman dengan konsil kedokteran

yang berdiri sendiri, mungkin dari konteks apa, apa kami nggak paham, tapi tidak setuju, ini

disebutkan Konsil Kebidanan.

Ini yang kami agak sedikit kurang apa namanya? Bisa menerima. Ya, seolah-olah ini

diskriminatif, kenapa Konsil Kebidanan tidak boleh ada, sementara di KTKI Konsil

Keperawatan ada Konsil Farmasi ada.

Nah, kalau tidak disebut secara eksplisit di sini, kami khawatir setelah undang-undang ini

jadi, tidak ada kewajiban pemerintah dalam hal ini menteri untuk membuat Konsil Kebidanan

yang menginsert kedalam KTKI tersebut. Ini, nah, di Pasal 1 Konsil Kebidanan adalah lembaga

yang bersifat independen yang melaksanakan tugas dan wewenang. Pasal 2 ayat 2, sudah kita

kunci bahwa Konsil Kebidanan yang kita usulkan itu adalah bagian dari KTKI. Bukan akan

berdiri sendiri.

Slide, Nah ini yang kami, mungkin mundur lagi pak, iya, mundur tadi ke konsil tadi, iya,

jadi, ini yang kami mohon dukungan dari bapak, ibu dari DPD, kami ingin konsil itu muncul

adalah Konsil Kebidanan. Kalau sekarang dihapus Konsil kebidananya. Konsil adalah lembaga

yang bersifat independen melaksanakan tugas, wewenang dan seterusnya. Dibawah konsil

sebagaimana dimaksud merupakan bagian dari ndak ada ini ya, karena dihapus, cuma dikunci

disitu, konsil dipenjelasan kata kebidananya dihapus, tapi dibawahnya ada penjelasan konsil

sebagaimana disebut ayat 1 adalah mengacu kepada peraturan per Undang-Undangan.

Nah, jadi, seolah-olah kita mengambangkan konsil apa ini? Nah, konsil yang mana ini

yang akan melakukan tugas pemberian STR kepada bidan, kalau tidak disebut kebidananya, kan

bisa nanti multiintepretasi juga, apakah ini konsil dari KTKI atau Konsil dari gabungan konsil-

konsil lain.

9 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

Kalau sekarang karena belum lahir Undang-Undang Kebidanan, kami dimasukan didalam

kelompok konsil gabungan tenaga kesehatan lain. Jadi dibawah KTKI didalam Per Pres 90

Tahun 2017, KTKI terdiri dari Konsil farmasi, Konsil keperawatan dan Konsil Gabungan Tenaga

Kesehatan lain. Bidan masuk didalam Konsil gabungan tersebut dengan justifikasi karena belum

ada undang-undangnya.

Nah, sekarang kita sudah mengajukan undang-undang, kami mau amanah, dari Undang-

Undang Nakes sebetulnya tidak ada gabungan-gabungan itu.

KTKI terdiri dari konsil masing-masing tenaga kesehatan. Sebetulnya amanah undang-

undang tapi Perpres lahirnya beda lagi, ada namanya Konsil Gabungan dari masing-masing itu

tidak ada di undang-undang, tapi di Perpres bunyinya seperti itu dengan justifikasi bagi yang

sudah punya undang-undang diberikan kesempatan untuk membuat konsil sendiri, tapi

merupakan anak atau bawah atau bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan, dan itu yang kita ambil

didalam draft ini.

Nah, didalam Perpres No. 90 Tahun 2017, waktu itu kami kebetulan dilibatkan juga,

kami sudah mengusulkan bahwa nanti Konsil Kebidanan, tidak bu! Nanti karena belum ada

undang-undang, tapi kita kasih satu ayat, bahwa menteri dapat membentuk konsil baru sesuai

dengan kebutuhan.

Mengacu kepada peraturan perundang-undangan. Jadi, kalau nanti kami keluar undang-

undangnya, Menteri bisa membentuk Konsil Kebidanan. Itu esensinya dari Perpres 90 tersebut

terhadap Konsil Kebidanan belum ada, Nah, karena ini sudah mau ada, kami langsung

mengusulkan konsil ini adalah Konsil Kebidanan tetapi di pemerintah tidak bersedia

menyebutkan kata kebidanan disebut konsil saja, nah, kalau konsil saja kami khawatir, konsil

mana ini yang akan nanti menyelenggarakan tugas dan wewenang pada praktik kebidanan,

apakah Konsil Gabungan itu? Nah, kami sudah memberikan gambaran didalam Konsil

Gabungan yang sebetulnya itu sudah menyalahi undang-undang. Di undang-undang adalah

Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, terdiri dari masing-masing Konsil Tenaga Kesehatan, tidak

ada Konsil Gabungan, didalam amanah Undang-Undang Nakes.

Nah sekarang dibikin seperti itu, okelah! Karena sudah ada Permen nya. Nah, kami

berargumentasi didalam Konsil Gabungan ini semua tenaga kesehatan masuk disitu, nah, saya

menyampaikan dalam konteks beban kerja, karena nanti konsil inikan beban kerjanya untuk

mengatur STR, untuk mengatur kualitas standart profesi ada di konsil, nah, betapa beban

kerjanya, kami digabung didalam satu kelompok,

Bidan itu 458 Ribu, wakilnya di situ ada satu dari Organisasi Profesi, ada tenaga

kesehatan anggotanya 200 orang wakilnya juga 1, bagaimana mengelola 1 orang untuk 450 Ribu

sama dengan 1 orang mengelola 200 orang. Jadi, kalau kita lihat dari beban kerja itu sudah nggak

mungkin, karena jumlah bidan itu dengan jumlah perawat itu sudah paling besar, jadi, itu dasar

kami juga butuh satu sub konsil dari KTKI lah kira-kira seperti itu, bukan kita mau membuat

lembaga sendiri, tapi meng Insert kedalam KTKI yang sudah diamanahkan oleh Undang-Undang

Nakes, itu kami sudah ber-argumentasi, berdiskusi dengan hangat tetapi pemerintah tetap pada

keputusan menghapus Konsil Kebidanan. Ada muncul Konsil yang mengatur ini, tapi kata-kata

kebidananya dihilangkan. Nah, kami kekahawtiranya kalau tidak muncul kebidanan, konsil mana

nanti yang mengurus? Kan bisa konsil lain itu, apakah Konsil Gabungan akan tetap digabung di

situ dengan begitu beban kerja beratnya atau Konsil tenaga kesehatan itu sendiri, ini yang kami

khawatir.

Nah, tapi pemerintah belum bisa menerima usulan kami, sehingga kami pada posisi

pemerintah mengambil kesepakatan menghilangkan Konsil kata-kata kebidanan, kami membuat

10 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

catatan bahwa Organisasi Profesi setuju dengan draft yang disampaikan oleh DPR, bahwa di

DPR muncul kata-kata kebidanan. Kami setuju Bab Konsil kebidanan dihapus, tapi untuk hal-hal

seperti ini munculnya Konsil Kebidanan, bukan konsil saja. Sekarang munculnya Konsil, Konsil

adalah lembaga yang bersifat independen yang melaksanakan tugas dan wewenang terhadap

penyelenggaraan praktik bukan kebidanan lagi.

Sesuai undang-undang mengacu Undang-Undang Nakes. Khawatirnya nanti enggak

dibentuk-bentuk ini Konsil Kebidanan kalau tidak ada kata-kata kebidanan. Jadi posisinya

mungkin kami laporkan dan kami mohon nanti dukungannya, kami tetap pada posisi sesuai

dengan draft yang ada di DPR, itu pada pembahasan konsil.

Kemudian hal-hal yang perlu diperhatikan terkait diberlakukan Undang-undang

Kebidanan tadi juga ada di highlight nya dari Bapak Pimpinan yang perlu kami jelaskan, untuk

STR, itu di dalam aturan tetap mengikuti proses atau ketentuan peraturan perundang-undangan

sebelum Undang-undang Kebidanan ini berlaku. Jadi tidak berlaku surut Pak. Nah kan di situ di

highlight sekali tidak berlaku surut, tidak berlaku surut tetap berlaku seperti yang sekarang. Di

dalam Draft Undang-undang Kebidanan itu kami menyampaikan izin praktik bidan yang masih

memiliki ijazah D3 praktik mandiri masih berlaku sampai dengan 2030. Setelah tahun tersebut

2030, bidan yang masih menjalankan praktik mandiri tersebut akan diberikan pengakuan

kesetaraan dengan bidan profesi, sehingga dia tetap dapat melanjutkan praktiknya. Jadi kita tidak

menginginkan teman-teman yang sudah punya praktik itu akan menutup praktiknya dengan

adanya Undang-undang ini, tidak. Kita akan memberikan pengakuan kesetaraan. Nah bagi bidan

yang akan mengajukan surat izin praktik bidan mandiri, ini mandiri. Tahun 2030 itu hanya bisa

diberikan kepada bidan yang latar belakang pendidikanya profesi, karena kita tujuanya

meningkatkan kualitas juga.

Kemudian bidan vokasi itu tetap dapat bekerja sebagai bidan di setiap fasilitas pelayanan

kesehatan apakah di Puskesmas, di Polindes, di Pustu, Rumah Sakit Cipto, Harapan Kita di mana

pun dia, di Fas Kes itu bisa bekerja, hanya dia tidak bisa praktik mandiri. Praktik mandiri itu bagi

bidan yang sudah kualifikasinya kalau di KKNI itu level 7 untuk tenaga profesi, dan itu berlaku

untuk profesi-profesi yang lain. Ini yang hal-hal yang perlu perhatian sehingga kami tidak ingin

juga membuat anggota kami galau, nanti undang-undang ini ada kami akan tutup, tidak. Tetap

kita akan berikan pengakuan melalui mekanisme pengakuan penyetaraan melalui penilaian

portofolio dan itu dimungkinkan dalam pengaturan KKNI yang ada Perpres tentang KKNI, orang

untuk naik level ada 1 sampai 9, dari level 5, ke level 6, ke level 7 itu tidak selalu harus melalui

pendidikan formal, tapi bisa dinilai dari pengalaman. Jadi berapa banyak tenaga-tenaga terutama

yang terkena dengan aturan ini tenaga di, apa namanya, di perkapalan, di teknik dan lain-lain. Itu

juga mereka naik jenjang level KKNI tanpa mengikuti pendidikan formal. Ini yang kami

harapakan ini yang akan kami lakukan. Bagi teman-teman yang sudah izin praktik mandirinya

dan masih menjalankan praktik mandiri. Jadi tidak ada keinginan kami untuk menutup mereka.

Justru akan memberikan pengakuan terhadap mereka, tapi setelah 2030 kalau ada yang mau buka

baru, nah itu baru harus latar belakangnya dari bidan profesi. Ini kemudian mungkin secara garis

besar ini yang menjadi isu yang agak hangat kita diskusikan dengan pemerintah, dan tentu nanti

juga pemerintah akan menyampaikan DIM-DIM itu ke DPR kembali dan kemungkinan nanti

ketika pembahasan di DPR kami berharap Bapak-ibu dari DPD mungkin kalau bisa juga

memberikan suaranya di samping DPR, karena Draft DPR sudah sama dengan apa yang kita

mau di dalam konsil terutama. Nah kami mohon juga dukungan dari DPD nanti, pada saat

Paripurna atau apa namanya kami tidak tahu nanti di DPR setelah kembali DIM itu dari

pemerintah. Jadi kesempatan ini sebetulnya sebelum Bapak undang kami sudah memikir Pak

11 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

kami sudah kepikiran kita mesti ke DPD ini, kita mesti minta dukungan kembali walaupun

sudah, Iya, tapi alhamdulillah rupanya kita itu satu cemistry kami sudah berencana ke sana eh,

kedahuluan dari Bapak. Wah berarti kita cemistry nya ada ini. Jadi alhamdulillah ternyata

nyambung perasaan kita Pak. Iya jadi Alhamdulillah mudah-mudahan ini kesempatan kita yang

baik, kami tidak keluar dari aturan yang ada, kami mengikuti apa yang ada dan tentu saja kami

memikirkan ke depan, profesi bidan ini tidak dibeda-bedakan dengan profesi yang lain, itu

harapan kami.

Terima kasih.

Bapak Pimpinan dan bapak-Ibu sekalian.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih Ibu Ketua Ikatan Bidan Indonesia Bu Dr. Ermi Nurjasmin, M. Kes. tadi

yang sudah memaparkan sedikit rangkuman yang pada dasarnya sudah pertemuan ke-3 kita ya,

dan ini semakin pertajam ya, apa namanya? Materi-materi yang disampaikan untuk nanti kita

membuat pertimbangan ya, pandangan dan pendapat kepada DPR dan pemerintah terkait dengan

RUU ini.

Kami sampaikan Ibu Ketua ini ada hadir Anggota DPD RI dari seluruh Indonesia ini

karena mungkin dengar 5 6 orang jadi kita yang datang 5 6 orang juga ini, itu Pak Ilyas coba.

Harusnya kan diundang banyak, jadi teman-teman kan semangatnya jadi lebih tinggi. Tapi

memang pada ada jadwal yang lain teman-teman dari daerah yang lain. Kami persilakan kepada

Anggota yang ingin menyampaikan pandangan dan pendapatnya tentang materi RUU yang kita

bahas kali ini. Dari berurutan saja? Atau bagaimana, berurutan ya? Dari Pak Kyai, nah senior

siap? Dari Nusa? Dari Sulawesi Tenggara, iya.

PEMBICARA: Ir. H. ABDUL JABBAR TOBA (SULTRA)

Terima kasih.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Suaranya kurang baik ini karena kedinginan, jadi, jadi memang peranan DPD terhadap

kesehatan itu adalah pertimbangan, jadi saya kira apa yang Ibu kemukakan tadi ada beberapa

yang kita catat. Saya kira nanti dalam pertimbangan kita nanti adalah kita utamakan adalah

Konsil Kebidanan ya, itu yang pertama. Yang kedua, saya kira pendidikan formal itu kadang-

kadang orang merugikan, saya kasih contoh guru yang sudah umurnya sudah 56 tahun disuruh

lagi pendidikan formal? Pendidikan formal, itu kan rugi kasian dia. Kemudian biayanya juga

ditanggung oleh yang bersangkutan, jadi mestinya kalau mau diformalkan, pendidikan formalnya

ini harusnya ditanggung oleh negara. Tapi nyatanya di pendidikan tidak? Tidak demikian, ini

contoh ya, saya kira ini memang perlu dipertimbangkan kembali kalau memang sudah

berpengalaman orangnya kenapa lagi dipendidikan formalkan lagi ya? Karena sebenarnya kalau

pengalaman kerja yang bertahun-tahun sudah itu harusnya keterampilan yang muncul, ya? Jadi

orang yang terampil tidak perlu lagi diformalkan lagi pendidikannya, saya kira juga bahan

pertimbangan kita nanti Pak dari DPD mudah-mudahan DPR mempertimbangkan nasib kita

sehingga dengan demikian lebih kuat nanti berjalan. Nah kalau kita 2-1 istilahnya ya, kalau di

12 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

pemerintah dengan DPR dan DPD, berarti sudah 2-1, kalau divoting kita memang. Kira-kira

begitu saran saya.

Terima kasih.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)

Terima kasih Pak Haji Abdul Jabbar Toba dari Sulawesi Tenggara. Selanjutnya Ibu

kakak Maria dari Kalimantan Barat.

PEMBICARA: MARIA GORETI, S.Sos., M.Si. (KALBAR)

Terima kasih. Adinda saya Aziz. Doktor Aziz saya bilang, karena ngeliat di sana doktor

Ibu Ketua Umum Ibu Dr. Ermi Nurjasmin, Sekjen serta ada lagi yang baru datang ya berlima.

Selamat datang Ibu di rumah kami Komite III DPD RI. Seluruh yang Ibu sampaikan Dr. Ermi

sampaikan kepada kami, jujur saja itu benar-benar memperkaya kami Ibu. Karena tidak semua

kami berlatar belakang dan banyak membaca tentang persoalan-persoalan yang Ibu sampaikan.

Tentu ini sangat membantu kami nanti dalam ikut serta memperjuangkan RUU ini untuk menjadi

undang-undang. Tadi selama ibu bicara bukan saya mengabaikan Ibu bicara, tetapi sebenarnya

saya mencari kata kunci RUU Kebidanan, kalau di saya belum muncul kan Bu? Nah belum

muncul di google gitu, artinya belum jadi konsumsi umum bahwa bidan ini membutuhkan

sesuatu dalam hal ini payung hukum. Nah, dari sisi jumlah Ibu menyampaikan ada 458 ribu

bidan di Indonesia ya Bu ya dan bertepatan bu kami saya dalam perjalanan saya menjadi DPD

RI, 2 kali paling tidak talk show mengenai, maaf talk show bersama dengan IBI di Kalimantan

Barat, Ibu Susi namanya, sekarang ditarik di BNN.

Sebenarnya saya sayang ketika yang bersangkutan itu ditarik ke BNN, karena fungsi-

fungsi peran dia di kebidanan itu menjadi tergantikan gitu, apalagi Bidan Susi itu sebetulnya

berada di kabupaten yang sangat cocok, karena ada perbatasan yaitu di Kabupaten Pemekaran

Bengkayang namanya. Pada saat beliau ditarik di provinsi, jujur saya menyayangkan, tapi

rupanya Ibu Susi menyatakan begini. Habis tidak ada lagi tenaga lain di BNN diperlukan sekali

Kak Maria, begitu argumentasi beliau kepada saya. Nah, artinya memang apa yang disampaikan

Bapak yang terhormat Pak Jabar Toba tadi, tenga-tenaga itu sangat diperlukan tapi jadi kepikiran

oleh saya ya Bu? Apakah saya juga tidak menafikan apa yang Ibu sampaikan di D4 lalu ini

memang vokasi lalu juga ada terapan dan segala macamnya. Cuma di daerah kami juga selalu

ada keinginan Bu. Bagaimana kalau sekolah untuk Level D4 atau S 0 itu diperbanya. Nah bisa

tidak di dalam Rancangan Undang-undang ini semacam diperintahkan kepada negara untuk

memperbanyak pendidikan-pendidikan apa namanya S Nol dan D4-nya. Karena sekarang ini kan

kalau tidak salah hanya ada di Bandung, di Jakarta ada tidak ya di UI ya Bu? Rasanya sangat

sedikit. Sehingga rumah-rumah Sakit kita di daerah di luar Jakarta itu sangat sulit menaikan apa

namanya peningkatan SDM bidannya.

Meskipun tadi saya sangat ya Bu, kami ini made in bidan kampung Bu jadi kami bukan?

Saya lahir Tahun 72 tapi memang bukan dilayani oleh bidan profesional tapi bidan kampung.

Tapi saya anu benar apa namanya menginginkan bidan itu ada standar mungkin Standar Nasional

kali ya Bu ya namanya, meskipun kita tidak menafikan faktor pengalaman, tapi mungkin karena

ini sebuah RUU sangat baik untuk memerintahkan kepada negara untuk pendidikan Kebidanan

itu mungkin diperbanyaklah gitu karena saya tahu nya itu Jawa Timur dan Bandung saja gitu jadi

13 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

sangat-sangat sedikit Bu, jadi bisa tidak bisanya untuk di Kalimantan ada satu, di Sumatera ada

berapa lagi gitu, sehingga tidak terlalu apa namanya ya? Jauh, sehingga peningkatan SDM untuk

di bidang Kebidanan ini semakin bertaraf nasional paling tidak, walaupun pasti ibu-ibu berpikir

tentang taraf itu ketika bicara Konsil itu juga bicara tentang standart internasional. Jadi satu saja

dari saya Bu, milik negara diperintahkan untuk kalau tidak memperbanyaklah secara bertahap

sampai 2030 tadi Ibu sampaikan kan, kita mungkin ada semacam apa namanya RPJM nya gitu

ya, rencana menengah, rencana jangka panjang, sesudah nanti pada pensiun mungkin bidan juga

harus ada pembenahan, karena terus terang saya juga membutuhkan bidan tersebut walaupun ya

apa ya Pak namanya kalau bapak di sini sudah apa, menggunakan jasa bidan kan dokter, Pak

Aziz ya. Iya, kalau saya memang belum tapi saya berpikir apa namanya ya Bu ya untuk

peningkatkan SDM ini semakin hari semakin perlu. Itu saja dari saya Ibu.

Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)

Terima kasih Kak Maria. Ada? Saudara Arya kami persilahkan.

PEMBICARA: SHRI I.G.N. ARYA WEDAKARNA M. WEDASTERAPUTRA S. (BALI)

Baik sealamt siang Ibu-ibu dari Ikatan Bidan Indonesia, saya Senator Bali menanggapi

tentang ya akhirnya perjuangan dari hampir setengah jutabBidan Indonesia baik di kota maupun

di daerah terpinggir Indonesia juga akhirnya juga sudah berhasil walaupun memang tidak

sempurna ya, tetapi juga tentang kami dari DPD RI Komite III khususnya menanggapi juga

beberapa aspirasi di daerah kami memang cukup banyak permasalahan terkait dengan tenaga-

tenaga kesehatan khusus bidan termasuk juga perawat ini related dengan tingkat kesejahteraan.

Dapat kami sampaikan juga ada dua hal. Yang Pertama, di Dapil kami di Bali cukup banyak

lulusan-lulusan yang mungkin masih menganggur ya, terutama dari Akademi Sekolah kesehatan.

Memang sedang lima tahun terakhir ini sedang ngetrend gitu. Tetapi sayang sekali pertumbuhan

instalasi kesehatan baik rumah sakit negeri dan swasta, Puskesmas juga sangat minim, nah

sehingga akhirnya banyak dari tenaga-tenaga kesehatan khususnya dari lulusan kebidanan ini

yang akhirnya juga nyambi kerja tidak sesuai dengan bidangnya. Akhirnya ada juga yang di

bidang tata usaha seperti itu, akhirnya karena ketersediaan lapangan pekerjaan ini tidak ada.

Nah sekiranya mungkin profesi ini karena profesi ini membutuhkan suatu skill khusus

dan terkait dengan keselamatan ibu dan anak. Ya mungkin juga apakah pernah dari Ikatan ini

mengadakan satu koordinasi dengan perguruan-perguruan tinggi atau ikatan atau asosiasi

perguruan tinggi yang terkait dengan lulusan dari kebidanan ini. Untuk mungkin lebih bersifat

sedikit ekslusif ya, harus ada kuota sehingga sama misalkan seperti Sekolah Tinggi Pariwisata

seperti itu ya, itu cukup bagus seperti IPDN. Sehingga lulusan-lulusan yang tercapai itu yang

lulus dalam dalam setiap tahunnya memang kesempatan untuk mencari pangsa pasar, pangsa

kerja itu terbuka begitu, ya jangan sampai rasionya 100 banding 1000, 1 banding 10 ya, karena

apalagi anak-anak kita ini kan karena melihat sosialisasi mungkin dari sekolah-sekolah mungkin

mereka ini belum terlalu paham risiko misalkan kalau sudah bergelar akademi atau ahli madya

tentang hal ini terusan kebidanan mungkin agak sulit mencari jenis pekerjaan.

Yang ke Dua, saya juga coba mencari bahwa di-googling tapi belum muncul juga ya

terkait masalah RUU ini, mungkin dari Sekretariat DPR juga belum ada. Saya minta Informasi

bahwa saat ini kan dari Asian Economic Forum atau Free Trade ini yang 2015 kemarin sudah

14 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

disahkan. Salah satu bidang yang menjadi investasi atau yang masuk dalam halPpositif, Investasi

positif maupun juga sumber daya atau jenis pekerjaan yang disetujui dan disepakati oleh lintas

Negara itu adalah bidang kesehatan. Tetapi apakah Kebidanan ini termasuk ke dalam sudah

masuk ke dalam level internasional dalam artian lulusan-lulusan dari akademi ini atau bidan-

bidan yang sudah berpengalaman apakah sudah ada data yang konkret terkait misalkan

bagaimana misalkan bisa bekerja di luar negeri, apakah itu sudah pernah dibahas. Yang ke Dua

terkait juga dengan masalah ASEAN maupun juga di negara-negara berkembang atau sahabat-

sahabat negara kita. Misalkan di Bali ini cukup banyak tenaga lulusan perawat ini ya, ini saya

bandingkan dengan perawat, itu yang memang justru mereka tamatnya pangsa pasarnya ingin

datang keluar negeri terutama di Jepang. Karena saya tahu di UI di Depok itu ada satu serifikasi

khusus untuk perawat untuk yang ke Jepang.

Nah apakah mungkin anda butuh secara internal dari ikatan ini ada syarat-syarat khusus

bagaimana atau mungkin ada angka yang pasti. Karena perawat-perawat ini ternyata orang-orang

Asia terutama Taiwan dan Jepang itu sangat suka dengan perawat Indonesia, karena untuk

merawat senior citizen ya, orang-orang yang sudah tua begitu. Iya jadi seperti itu, Apakah hal

sama ada 1 kebijakan khusus di bidang kebidanan, apakah Polanya? karena seperti kita tau kan

dibeberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia kan banyak kerjasama dengan Malaysia

misalkan ya, banyak dokter-dokter dari Malaysia untuk mengambil pangsa pasar. Apakah ini ada

satu syarat khusus ketika lulusan kebidanan Indonesia ini misalkan dia ingin kerja di negara lain

di Asia, apakah dia harus ada semacam matrikulasi khusus seperti itu ya. Hanya dua ini ya.

Terima kasih ya.Terima kasih Pak Ketua.

PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)

Terima kasih Arya dari Bali, Kakak Mervin dari Papua Barat kami persilakan.

PEMBICARA: MERVIN SADIPUN KOMBER (PAPUA BARAT)

Terima kasih Bapak Haji Aziz.

Untuk Ibu Bidan, Ibu-Ibu dari Ikatan Bidan Indonesia ya. Ibu, yang pertama saya hanya

mau minta pandangan Ibu sama seperti yang Pak Arya tadi itu tentang bidan yang warga negara

asing. Saya tadi dalam paparan Ibu saya belum mendengar pandangan yang pure dari Ikatan

Bidan itu bagaimana. Apakah ada usulan untuk memproteksi bidan asli Indonesia, bidan-bidan

pribumi, ataukah dari IBI memang sudah siap untuk menerima gempuran bidan asing itu?

Karena, kalau pasar Indonesia kan sangat besar itu, kalau misalkan undang-undang kita

membuka ruang terhadap itu, dikhawatirkan bidan-bidan kita akan kalah bersaing karena pasti

mereka masuk dengan teknologi mereka.

Yang kedua Bu, saya belum mendengar tadi Ibu belum berbicara juga tentang bagaimana

pandangan IBI terhadap bidan-bidan tradisional yang tidak menempuh pendidikan formal, tetapi

hanya mendapatkan keterampilan praktis turun-temurun atau dia karena mungkin lama-lama ikut

jadi asisten bidannya, terus kemudian dia. Orang-orang seperti ini kan rata-rata berada di

pedesaan-pedesaan, Bu, dan menjadi ujung tombak di kampung-kampung. Tetapi, saya belum

melihat yang tadi disampaikan itu, bagaimana bidan-bidan ini mendapat posisi. Apakah mereka-

mereka ini harus seperti tadi kata Pak Jabbar, sudah tua atau tidak berpendidikan yang merata,

terus tiba-tiba mau disekolahkan lagi. Dia mungkin hanya tamat SD atau SMP dipaksa untuk

sekolah lagi dengan usia yang sudah senja. Ataukah mereka ini kemudian mempunyai satu

15 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

kebijakan khusus, seperti misalkan di guru-guru itu kan peningkatan kemampuan bersama

dibuatlah satu, dipaksakan untuk harus memenuhi satu bagian pendidikan yang harus dijalani.

Saya mau bertanya soal itu, Bu, karena dua hal itu masih saya belum lihat tadi di dalam

paparan dari IBI. Bagaimana caranya bidan-bidan tradisional itu diberdayakan, jangan sampai

undang-undang ini membinasakan mereka begitu ya.

Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)

Oke baik. Sudah semua ini dari anggota? Saya dari pimpinan menyampaikan bahwa

sikap kita DPD, Bapak, Ibu-ibu Bidan, adalah mendukung 100% ini RUU, ya Bapak-Bapak ya

Anggota ya? Mungkin kalau ada lebih bisa lebih ini, Bu, 100% lebih. Ini semua tadi menanggapi

kita lahir-lahir dulu sih bidan ya, dokter belum banyak. Jadi, kita ini lahir dari bidan-bidan semua

kayaknya ini, kecuali Papua sepertinya, yang tradisional ini Papua. Sebenarnya dia mau kasih

tahu mungkin dari begitu, bidan-bidan tradisional itu seperti apa, apakah masuk kategori

bidankah.

Terus, memang yang sangat krusial di konsil ini, Bu ya, memang seharusnya Undang-

Undang Bidan ini adalah lex specialis dari tenaga kesehatan. Jadi memang pemerintah saya kira

tidak pas untuk membatasi itu karena itu memang sudah perintah sebenarnya, perintah dari

Undang-Undang Kesehatan. Dan, ini dibunyikan ya kan begitu kira-kira, Bu ya. DPD seolah-

olah mendukung konsil ini. Selanjutnya, kami persilakan, Ibu, mungkin 5–10 menit lagi kita bisa

akhiri.

Terima kasih.

PEMBICARA: Dr. ERMI NURJASMIN, M. KES. (KETUA UMUM IBI)

Baik. Terima kasih, Bapak Pimpinan. Terima kasih sekali atas saran dan masukan dari

Bapak Ibu semua.

Yang pertama tadi dari Bapak dari Sulawesi Tenggara ya, Pak, ya. Terima kasih sekali

bahwa sangat mendukung di dalam konsil itu ada kata-kata kebidanan. Itu sangat kami harapkan

sekali. Kemudian, dan juga setuju untuk nanti pada saatnya 2030 ini, bidan vokasi itu tidak harus

mengikuti pendidikan formal, tetapi akan kita lakukan dengan mekanisme penilaian, pemberian,

pengakuan kesetaraan melalui portofolio. Itu kami juga mohon dukungan yang kuat pada

konteks ini karena tadi sebagaimana disampaikan oleh Bapak/Ibu, menyuruh orang lagi masuk

sekolah formal itu bukan cuma masalahnya ada dalam konteks ketersediaan waktu atau mungkin

karena sudah usia dan lain sebagainya, tetapi juga konteksnya pada biaya nanti itu. Jadi, kami

memang dalam desain kami itu mereka tidak harus masuk ke pendidikan formal. Jadi, semacam

kalau kita kata-kata orang awamnya itu kayak pemutihan begitu loh, Pak. Kita kasih pemutihan

karena dia sudah praktik sebelum aturan ini kita mau tetapkan. Tetapi, ke depannya baru

pengaturannya lebih lanjut. Jadi, terima kasih sekali, Bapak, kami butuh dua poin itu nanti untuk

pada saat nanti kita membahas RUU ini di DPR.

Kemudian Ibu Maria dari Kalbar, tadi saya sangat setuju sekali bahwa saya juga sangat

memberikan apresiasi bahwa Ibu di daerah asal Ibu sudah melakukan komunikasi yang baik

dengan Ikatan Bidan Indonesia, sudah beberapa kali mengadakan talk show. Ya kalau di daerah-

daerah itu bidan itu sudah sangat dekat dengan masyarakat memang, termasuk kita bicara di

BKOW, di GOW, itu bidan itu pasti ada di situ karena pelaksana kalau ada kegiatan itu bidan

16 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

inilah yang menjadi andalan dari lembaga-lembaga tersebut. Dan, kami juga kadang-kadang

dilema juga, Bu, di daerah itu karena bidan ini kelihatan aktif, memang bekerja keras, dan

komitmen tinggi, kadang-kadang memang sering diambil oleh sektor-sektor lain. Jadi, ini dilema

juga dia meninggalkan tugas profesinya, tetapi ini sebetulnya peluang juga bagi teman-teman

bidan untuk bisa promosi dan lain sebagainya. Tetapi itu saya rasa dengan, itu di beberapa

daerah, Bu, banyak sekali itu bidan-bidan yang sudah bagus-bagus, bahkan ada di Papua, Bapak,

itu bidan ada Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan. Kepala Badan Esolon II, ya karena

kinerjanya bagus begitu. Nah ini kami sebetulnya menginginkan juga ada bidan-bidan ini yang

muncul pada level-level pengambil kebijakan. Iya nanti mungkin ada bidan yang di DPD kali

ya, Pak, ya. Aaminn. Atau di DPR begitu ya, Pak, ya. Tetapi, bidan yang jadi bupati, wakil

bupati, itu sudah banyak. Di Yogya, di Sleman, wakil bupatinya bidan. Di Palembang, Linggau,

itu wakil bupatinya juga bidan. Kalau Anggota DPRD sudah banyak, Pak, ya karena melihat

barangkali kinerjanya atau mungkin juga karena kita punya massa kan besar, Pak, ya. Anggota

gerbong kita ini besar. Makanya, kami kadang-kadang dibecandain juga, “Sudah IBI, nanti kalau

mentok-mentok, bawa saja itu demo ke Jakarta ratusan ribu”. Gampang saja kita menggerakkan,

saya bilang. Begitu kita gerakkan, datang itu teman-teman. Tetapi kan tidak, kita tidak

menggunakan cara-cara seperti itu karena Alhamdulillah kita masih difasilitasi oleh stakeholders

kita terkait.

Nah kemudian yang kedua, Ibu Maria, tentang pendidikan. Yang kemarin itu untuk

apakah pendidikan yang tadi kita arah ke profesi, yang profesi itu bisa dari sarjana terapan

ataupun sarjana akademik, dia menjadi satu kesatuan, Bu, namanya pendidikan profesi. Yang

sekarang memang baru ada, ya hanya di beberapa kota saja, belum menyebar ke tempat lain. Nah

kami di dalam draf RUU Pasal 8, di itu sudah disebut, Bu. Yang di Pasal 8 itu sudah masuk di

draf DPR. Bunyinya di Pasal 8 ini adalah untuk memenuhi kebutuhan bidan profesi, pemerintah

pusat berkewajiban menyelenggarakan pendidikan tinggi kebidanan program pendidikan profesi

pada perguruan tinggi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya kan ada perintah

untuk itu, Bu, untuk mendukung, mendorong, memfasilitasi. Tetapi, diskusi yang DIM di

pemerintah di Kemkes itu dihapus. Perubahan redaksi, bahwa redaksi yang dipilih adalah yang di

bawah ya. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kebidanan, pemerintah pusat bekewajiban

menyelenggarakan pendidikan tinggi kebidanan program pendidikan profesi pada perguruan

tinggi sesuai, oke jadi lebih konteksnya kepada pelayanan. Tetapi, sama saja maknanya, Bu. Jadi,

ini tidak dihapus ya, oke. Iya ini pelayanan, kan ujungnya kebutuhan pendidikan adalah untuk

pelayanan. Jadi karena memahami jugalah kita, konteksnya pemerintah Kemkes tentu bicara

tentang pelayanan. Tetapi, pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kebidanan,

pemerintah pusat berkewajiban menyelenggarakan pendidikan tinggi kebidanan program

pendidikan profesi pada perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Saya rasa ada di situ, mengakomodasi ya, jadi tidak dihapus. Kemudian mungkin Ibu

Maria itu ya, dua, Bu, ya.

Nah dari Bali, Pak Arya, terima kasih sekali juga masukan Bapak bahwa sekarang bidan-

bidan ini penyerapannya sangat sedikit karena kita tahu pendidikan keperawatan, pendidikan

kebidanan itu paling banyak di Indonesia. Sementara, formasi kita kan moratorium. Nah jadi

lulusan-lulusan yang dari institusi yang banyak ini ke mana mereka? Itu sama dialami oleh

keperawatan maupun kebidanan dengan adanya kebijakan moratorium. Nah ini yang kita

memang sampaikan juga ke pemerintah. Pendidikannya banyak sekali, tentu akan menghasilkan

lulusan yang banyak, apalagi tidak ada kuota, keterbatasan berapa. Nah di dalam rancangan

undang-undang ini kami juga sudah memasukkan di Pasal 12. Dalam rangka penjaminan mutu

17 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

lulusan, penyelenggara pendidikan kebidanan hanya dapat menerima mahasiswa sesuai dengan

kuota nasional. Nah kuota nasional sudah diatur dalam standar pendidikan. Untuk yang

akreditasi C berapa, B berapa, A berapa, dan ini diterima oleh pemerintah. Jadi sudah masuk,

Pak. Yang kemarin kan tidak ada aturan yang membatasi sehingga ada satu sekolah menerima

700 satu angkatan, 500 satu angkatan. Kita tidak bicara kekhawatiran tentang pendayagunaan

saja, tetapi yang lebih kita khawatirkan adalah kualitasnya. Itu yang sangat kita khawatirkan.

Nah dengan lahirnya undang-undang ini, nanti salah satu yang akan diatur adalah tentang proses

pendidikannya itu, jadi sudah dimasukkan. Ini untuk bidan, di Undang-Undang Kebidanan. Jadi,

lex specialis. Di Undang-Undang Nakes ada tidak ya tentang kuota? Tidak ada? Nah ini kami

sudah ajukan juga ke Dikti, kami sedang difasilitasi oleh Dikti juga dan BPSDM menyusun

standar pendidikan kebidanan. Salah satu yang diatur disitu adalah masalah kuota, dan itu sangat

didukung oleh Kemkes maupun oleh Dikti sehingga di dalam draf yang dari DPR, DIM-nya itu

tetap dari pemerintah. Berarti pemerintah sama pendapatnya.

Kemudian juga, nah tadi untuk yang ke luar negeri. Di kebidanan secara spesifik memang

kita tidak masuk di dalam yang namanya MRE (Mutual Recognition Agreement) dalam konteks

pemberdayaan ataupun mobilisasi bidan-bidan dari luar ke dalam ataupun dari dalam ke luar itu

belum masuk di dalam pengaturan pedoman Mutual Recognition Agreement yang itu ada dokter,

perawat, kalau tidak salah hanya dua, dokter dan perawat saja. Dulu waktu ini mulai

dikembangkan MRE konsepnya, tahun 2000, waktu itu masih zaman Ibu Siti Fadilah menterinya.

Saya waktu itu kebetulan bertugas di Kemkes, di Kemkes di PPSDM itu kita sudah juga pada

awal penyusunan panduan ini, kita memasukkan juga bidan. Tetapi, waktu itu Bu Siti Fadilah

karena memang bidannya belum sebanyak sekarang, tahun 2006 atau 2000 berapa kita sudah

mulai menyusun MRE, kebijakan MRE. Eh, bidan jangan dulu orientasi keluar, ini desa-desa kita

harus dipenuhi dulu. Saya butuh untuk di Indonesia sehingga tidak masuk. Nah tentu ke depan

ini tidak bisa kita bendung lagi dengan produksinya sangat banyak, sekarang peluangnya di

dalam negeri juga terbatas, tentu arahnya akan ke sana. Dan, ini sudah sejalan juga tadi dengan

apa yang diatur tadi di dalam pendidikan dengan kita meningkatkan kualitas pendidikan, tentu

kita juga berharap supaya teman-teman kita ini bisa menembus pasar internasional. Nah kami

dari organisasi profesi sendiri juga sedang sekarang berupaya membuat standar pendidikan dan

standar bidan supaya bisa nanti saling mendukung untuk adanya kebutuhan-kebutuhan bidan

keluar atau bidan ke dalam. Yang kita atur memang di sini bidan asing masuk ke Indonesia,

tetapi bidan Indonesia untuk keluar tentu akan kita sesuaikan dengan standar-standar

internasional. Nah kami di induk organisasi kami di internasional, International Confederation of

Midwives itu juga membuat standar bidan secara global sehingga nanti perpindahan dari satu

negara ke negara lain standar minimumnya apa yang dibuat oleh standar profesi secara

internasional dan tentu saja juga akan sangat tergantung dari kebijakan masing-masing negara.

Begitu, Pak, kami sudah memikirkan ke arah sana.

Kemudian untuk Papua, terima kasih Bapak, kebetulan saya orang Papua juga, Bapak.

Saya tahun 1979 di Oransbari, Kabupaten Manokwari. Jadi, saya di Papua menjadi warga negara

Kelas II di sana karena anak saya lahir di sana. Kemarin anak saya kebetulan lulusan dokter, dia

kembali ke tempat saya, puskesmas saya. Jadi, ketemu saudara-saudara saya yang dulu pada saat

tahun ’79. Jadi, memang anak saya sudah dianggap warga negara. Warga negara, jangan ya, Pak

ya, penduduk. Papua kan ada gradasinya; yang asli bapak ibu, yang asli ibu atau bapak, dan yang

lahir di Papua ada kesekian, dan anak saya masuk kelas itu. Saya mengerti sekali bagaimana kita

di Papua, Pak. 1979 saya di puskesmas Oransbari itu 8 jam dari Kota Manokwari naik perahu,

tidak ada jalan darat, apalagi udara ya, Pak, ya. Tetapi, itu sudah saya lalui dan alhamdulillah

18 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

saya sangat terkesan sehingga teman-teman saya di sana, saudara-saudara saya di sana,

komunikasi kita baik. Yang tadi saya katakan tadi adalah bidan di Papua menjadi Kepala Badan

Pemberdayaan Perempuan itu adalah kalau bisa dikata, dari kecil dia sudah kenal saya karena

kita sama-sama di puskesmas, ini bidan ini dia adalah adik ipar dari mantri yang di sana. Rumah

kami berdekatan, kan ada perumahan puskesmas, rumah bidan, rumah mantri, rumah dokter. Nah

dia waktu itu masih SD sering membantu saya, kalau ada apa begitu ya, anak saya dan lain

sebagainya. Eh, ternyata sekarang menjadi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dia. Jadi, ini

saudara-saudara saya juga sudah maju begitu di sana dan saya mengerti sekali kondisi di sana.

Kalau bicara tentang dukun, kita namakan dukun ya, Pak, bidan tradisional itu atau

tradisional birth attendant, itu kalau dikita namanya dukun, ada paraji, dan lain sebagainya, itu

sudah ada aturan dari Kemenkes bahwa dukun ini tidak dihilangkan perannya, tetapi dia diajak

masuk ke dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui program kemitraan bidan dan dukun.

Jadi, dukun ini menjadi mitra bidan, jadi tidak dihilangkan perannya. Justru kalau bidan mau

melakukan pertolongan persalinan dengan konsep kemitraan, kita harus mengundang dukunnya.

Bersama-sama dia bisa membantu kita dalam konteks apa, kemudian untuk pelayanan

kesehatannya yang medis atau yang klinisnya itu kita yang melakukan. Begitu juga kalau dukun

ada pasien yang datang, dia juga mengundang bidan, jadi sudah satu pasang kita, Pak. Itu ada

kebijakan dari pemerintah, kemitraan bidan dan dukun, jadi memanfaatkan, memberdayakan

dukun, dan juga melindungi masyarakat supaya dapat diberikan pelayanan-pelayanan

profesional. Saya rasa itu, Pak, untuk yang dari Papua.

Kemudian bidan WNA, usulan profesi, itu juga sudah kita sampaikan tadi, merujuk

kepada Undang-Undang Nakes. Bahwa, bidan WNA itu dapat ke Indonesia hanya dalam konteks

alih teknologi dan pengetahuan, dan mereka di sini juga harus mengikuti aturan yang ada bahwa

dia harus dinilai dulu kompetensinya, kemudian mereka juga harus diberikan Surat Tanda

Registrasi karena persyaratan untuk bekerja di kita harus punya STR dan harus punya surat izin.

STR mereka berbeda dengan STR bidan Indonesia. STR bidan Indonesia berlaku selama 5 tahun,

tetapi STR bidan warga negara asing ini hanya berlaku 1 Tahun dan boleh diperpanjang 1 kali

saja. Jadi, berarti 1 periode dia bisa bekerja maksimal 2 tahun. Itu sudah diatur oleh Undang-

Undang Nakes dan lebih study lex specialis kita masukkan juga di Undang-Undang Kebidanan

ini. Jadi, sudah terakomodasi terakomodasi, Pak, di sini.

Mungkin itu, Bapak Pimpinan, tadi yang dapat kami tanggapi dari diskusi ini.

PIMPINAN RAPAT: ABDUL AZIZ, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI)

Baik, terima kasih kepada narasumber atas penjelasannya yang telah diberikan. Dengan

demikian, kita telah bisa menyelesaikan agenda rapat RDPU ini dengan baik. Kesimpulannya,

mungkin ada beberapa poin yang paling penting adalah:

a. DPD RI Komite III mendukung sepenuhnya ya, Ibu Ketua, mendukung sepenuhnya RUU

ini untuk dijadikan undang-undang,

b. Dan, kami sepakat dengan tadi yang sempat disampaikan oleh Pak Jabbar dan teman-

teman semua bahwa kita mendukung konsil itu ya karena ini lex specialis. Saya kira apa

istilahnya, Pak Jabbar, 2-1 Pak Jabbar ya? Skor 2-1-lah insya Allah kita menang.

Terima kasih atas kehadiran Ibu-Ibu Bidan. Salam dari pimpinan yang lain, ada satu

dokter, Dokter Delis, katanya dia sudah buru-buru, tetapi agak macet, dia ada acara undangan

PPNI.

19 RDPU KOMITE III DPD RI MS III TS 2017-2018

SELASA, 13 FEBRUARI 2018

Demikian dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin kita akhiri rapat dengar

pendapat umum ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan

hidayah kepada kita semua.

Wabillahi taufik walhidayah.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETOK 3X

RAPAT DITUTUP PUKUL 13.05 WIB