detoksifikasi narkoba
DESCRIPTION
jhdjahdjTRANSCRIPT
Detoksifikasi
terapinarkoba.com - Mengobati ketergantungan Narkoba bukan hanya di lakukan
detoksifikasi yaitu membuang racun narkoba dalam darah, namun harus mengobati berbagai
komplikasi yang timbul akibat narkoba. disinilah peran seorang TERAPISuntuk mampu
mengobati secara keseluruhan.
Jika hanya detoksifikasi kemudian urusan narkoba beres / sembuh tuntas tentunya tidak perlu
lagi ada BNN dan narkoba ndak perlu di takuti. hehehehe
Membersihkan racun sabu narkoba dalam darah kerennya di sebut Detoksifikasi dapat
melalui serangkaian cara tersebut di bawah ini dan merupakan metode pengobatan narkoba
umumnya:
Minum air putih yang banyak
Olah raga biar berkeringat jangan lupa kalo pas olah raga bawa minuman air putih.
Makan yang cukup bergizi dan makan buah2 an segar
Hindari ES dan makanan berlemak tinggi serta Narkoba
Minum jamu pahit seperti kunir jahe temu ireng, Madu juga bisa (tidak harus propolis,
kemahalan)
BerTAUBAT, berDOA , dan kalo belum sembuh juga BEROBAT , kami siap bantu.
Dampak Narkoba
Bila narkoba digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah ditentukan
akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan
fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-
organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.
Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba yang
dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak
kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.
Dampak Fisik:
Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan
kesadaran, kerusakan syaraf tepi
Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot
jantung, gangguan peredaran darah
Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim
Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran
bernafas, pengerasan jaringan paru-paru
Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan
hati dan sulit tidur
Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan
fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual
Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan
periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)
Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara
bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga
saat ini belum ada obatnya
Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi
narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan
kematian
Dampak Psikis:
Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
Dampak Sosial:
Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
Merepotkan dan menjadi beban keluarga
Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan
rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada
waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi
(bahasa gaulnya sugest). Gejata fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial
seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dll.
Efek Narkoba
Salah satu akibat narkotika adalah mempengaruhi kerja otak. Pemakaian narkoba sangat
mempengaruhi kerja otak yang berfungsi sebagai pusat kendali tubuh dan mempengaruhi
seluruh fungsi tubuh. Karena bekerja pada otak, narkoba mengubah suasana perasaan, cara
berpikir, kesadaran dan perilaku pemakainya. Itulah sebabnya narkoba disebut zat psikoaktif.
Menurut Laurensius Daniel Agen, SKM, Dosen Akper Darma Insan Pontianak, ada beberapa
macam pengaruh narkoba pada kerja otak. Ada yang menghambat kerja otak, disebut
depresansia, sehingga kesadaran menurun dan timbul kantuk. Contoh golongan ini adalah
opioida yang di masyarakat awan dikenal dengan candu, morfin, heroin dan petidin.
Kemudian obat penenang atau obat tidur (sedativa dan hipnotika) seperti pil BK, Lexo,
Rohyp, MG dan sebagainya, serta alkohol.
Namun ada pula narkoba yang memacu kerja otak, disebut stimulansia,sehingga timbul rasa
segar dan semangat, percaya diri meningkat, hubungan dengan orang lain menjadi akrab.
Akan tetapi menyebabkan tidak bisa tidur, gelisah, jantung berdebar lebih cepat dan tekanan
darah meningkat. Contohnya adalah amfetamin, ekstasi, shabu, kokain, dan nikotin yang
terdapat dalam tembakau. Ada pula narkoba yang menyebabkan khayal, disebut
halusinogenika. Contoh LSD. Ganja menimbulkan berbagai pengaruh, seperti berubahnya
persepsi waktu dan ruang, serta meningkatnya daya khayal, sehingga ganja dapat
digolongkan sebagai halusinogenika.
Agen mengatakan, dalam sel otak terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut
neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf
lainnya (sinaps). Beberapa di antara neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis
narkoba. Semua zat psikoaktif (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain) dapat
mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu
atau beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan dalam terjadinya
ketergantungan adalah dopamin.
Bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan adalah sistem limbus.
Hipotalamus adalah bagian dari sistem limbus, sebagai pusat kenikmatan. Jika narkoba
masuk ke dalam tubuh, dengan cara ditelan, dihirup, atau disuntikkan, maka narkoba
mengubah susunan biokimiawi neurotransmitter pada sistem limbus. Karena ada asupan
narkoba dari luar, produksi dalam tubuh terhenti atau terganggu, sehingga ia akan selalu
membutuhkan narkoba dari luar.
“Yang terjadi pada ketergantungan adalah semacam pembelajaran sel-sel otak pada pusat
kenikmatan. Jika mengonsumsi narkoba, otak membaca tanggapan orang itu. Jika merasa
nyaman, otak mengeluarkan neurotransmitter dopamin dan akan memberikan kesan
menyenangkan. Jika memakai narkoba lagi, orang kembali merasa nikmat seolah-olah
kebutuhan batinnya terpuaskan. Otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari
sebagai prioritas sebab menyenangkan. Akibatnya, otak membuat program salah, seolah-olah
orang itu memerlukannya sebagai kebutuhan pokok. Terjadi kecanduan atau
ketergantungan,” kata dia.
Pada ketergantungan, orang harus senantiasa memakai narkoba, jika tidak, timbul gejala
putus zat, jika pemakaiannya dihentikan atau jumlahnya dikurangi. Gejalanya bergantung
jenis narkoba yang digunakan. Gejala putus opioida (heroin) mirip orang sakit flu berat, yaitu
hidung berair, keluar air mata, bulu badan berdiri, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan sulit
tidur.
Narkoba juga mengganggu fungsi organ-organ tubuh lain, seperti jantung, paru-paru, hati dan
sistem reproduksi, sehingga dapat timbul berbagai penyakit. Contoh: opioida menyebabkan
sembelit, gangguan menstruasi, dan impotensi. Jika memakai jarum suntik bergantian
berisiko tertular virus hepatitis B/C (penyakit radang hati). Juga berisiko tertular HIV/AIDS
yang menurunkan kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi, dan dapat
menyebabkan kematian. Ganja menyebabkan hilangnya minat, daya ingat terganggu,
gangguan jiwa, bingung, depresi, serta menurunnya kesuburan. Sedangkan kokain dapat
menyebabkan tulang sekat hidung menipis atau berlubang, hilangnya memori, gangguan
jiwa, kerja jantung meningkat, dan serangan jantung.
Jadi, perasaan nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira yang dicari mula-mula oleh
pemakai narkoba, harus dibayar sangat mahal oleh dampak buruknya. Seperti
ketergantungan, kerusakan berbagai organ tubuh, berbagai macam penyakit, rusaknya
hubungan dengan keluarga dan teman-teman, rongrongan bahkan kebangkrutan keuangan,
rusaknya kehidupan moral, putus sekolah, pengangguran, serta hancurnya masa depan
dirinya.
Akibat lain menurut dia adalah terancam disfungsi seksual. Dalam hal ini narkoba
mengakibatkan kecanduan yang sulit diatasi karena adanya withdrawal syndrome yang
dikenal sebagai “sakauw”. Belakangan ini penyalahgunaannya semakin luas di kalangan
masyarakat, baik muda maupun tua. Banyak alasan dikemukakan. Dari sebagai gaya hidup,
dibujuk orang lain agar tergantung dan penjadi kemudian pelanggan tetap, sebagai pelarian
dari masalah, dan belakangan popular anggapan narkoba bisa meningkatkan fungsi seksual.
Anggapan itu tidak terbukti, sebaliknya dapat merusak fungsi seksual dan organ tubuh yang
lain.
Ada beberapa golongan Narkoba; narkotika (opiat, candu), halusinogenik (ganja atau
mariyuana), stimulan (ecstasy, shabu-shabu), depresan (obat penenang). Masing-masing
memiliki efek sendiri-sendiri terhadap penggunanya.
Opiat yang menghasilkan heroin atau putauw membuat perasaan pengguna seperti melayang,
enak atau senang luar biasa (euforia). Ganja atau mariyuana (kelompok halusinogenik)
akibatkan timbulnya halusinasi, sebagai pengguna tampak senang berkhayal. 40 – 60%
pengguna melaporkan efek samping yang tidak menyenangkan seperti muntah, sakit kepala,
tremor, otot terasa lemah, bingung, cemas, ingin bunuh diri dan lain-lain. Sementara zat
stimulant (ecstasy, shabu-shabu), zat terkandung di dalamnya merangsang susunan syaraf
pusat dan menimbulkan rangsangan fisik dan psikis. Pengguna ecstasy bersemangat tinggi,
selalu gembira, ingin bergerak terus, sampai tak ingin tidur dan makan.
Penyalahgunaan narkoba mengakibatkan gangguan fisik dan psikis. Semua tergantung jenis
narkoba yang dipakai, cara penggunaan dan lamanya penggunaan. Gangguan itu yang terjadi
antara lain; kerusakan otak, gangguan hati, ginjal, lambung, paru/pernafasan, jantung dan
pembuluh darah, penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik yang dipakai bergantian,
kelumpuhan otot, gangguan neurologis, kehamilan, kelainan hormon, dan kanker.
Sementara gangguan psikisnya adalah; sikap yang apatis, euforia, emosi labil, depresi,
kecurigaan yang tanpa dasar, kehilangan kontrol perilaku sampai mengalami sakit jiwa.
Akibat fisik dan psikis adalah kurang bisa berhubungan sosial dengan orang lain, merugikan
orang lain, contoh: perkelahian, kecelakaan lalu lintas.
Narkoba, kata Agen, juga mengganggu fungsi seksual reproduksi. Heroin, walaupun
menimbulkan euforia, tetapi berpengaruh buruk bagi fungsi seksual. Pada pria bisa
menurunkan kadar hormon testosteron, menurunnya dorongan seks, disfungsi ereksi dan
hambatan ejakulasi. Pada wanita menurunnya dorongan seksual, kegagalan orgasme,
terhambatnya menstruasi, gangguan kesuburan, mengecilnya payudara dan keluarnya cairan
dari payudara.
Sedangkan Mariyuana selain menimbukan halusinasi berakibat buruk pula bagi fungsi
seksual.Pada pria, bisa membuat ukuran testis atau buah pelir mengecil. Menurunnya kadar
hormon testosteron, pembesaran payudara pria, dorongan seksual menurun, disfungsi ereksi,
gangguan pada sperma. Sementara pada wanita bias mengakibatkan gangguan pada sel telur,
hambatan menjadi hamil/ terhambatnya proses kelahiran, dorongan seksual menurun.
Ecstasy sendiri sifat stimulannya membuat pengguna terus bersemangat tinggi, gembira,
ingin gerak terus. Meskipun menimbulkan pengaruh merangsang, tetapi tidak timbulkan efek
positif bagi fungsi seksual. Ecstasy meningkatkan pelepasan neurotransmitter dopamin di
dalam otak, yang kemudian merangsang perilaku seksual dan bisa mengakibatkan hilangnya
kemampuan untuk mengontrol perilaku seksual. Pengguna jadi berani melakukan hubungan
seks tanpa pikirkan resiko yang mungkin terjadi.
Sementara Depresan atau obat penenang dapat pula berakibat buruk terhadap fungsi seksual.
Penggunaan barbiturat menyebabkan gangguan metabolisme testosteron dan estrogen. Pada
pria bisa menurunkan dorongan seksual dan disfungsi ereksi. Pada wanita mengakibarkan
gangguan menstruasi, dorongan seksual menurun dan sukar mencapai orgasme.
Oleh sebab itu lah, Agen mengingatkan agar generasi muda menjauhi narkoba. Jangan sekali
pun mencoba jika tak ingin terjerumus lebih dalam. ”Banyak hal positif yang bisa kita buat.
Narkoba akan membunuh penggunanya pelan-pelan,” tegas dia. Andreas
Metrotvnews.com, Jakarta: Menghilangkan ketergantungan narkoba dari para pecandu
bukanlah hal mudah. Dibutuhkan berbagai tahapan dari mulai detoksifikasi hingga terapi
psikologi agar sang pecandu dapat memulai kembali kehidupannya.
Berdasarkan data dari rumah sakit ketergantungan obat (RSKO) Cibubur, Jakarta Timur,
mayoritas pasien pengguna narkoba adalah pria. Dari 60 pasien yang dirawat hanya 5 di
antara mereka yang berjenis kelamin wanita.
Dari total 29 ribu 286 kunjungan pasien per tahun 2011, mayoritas pasien di rumah sakit
ketergantungan obat ini adalah pecandu narkoba jenis putau.
Adapun, rentang usia pengguna narkoba yang mendapatkan perawatan maupun rehabilitasi
dimulai dari usia 18 tahun dan paling banyak pada usia 25 sampai 30 tahun.
Walaupun RSKO memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menampung pasien pecandu
narkoba namun kesadaran pecandu narkoba untuk mendapatkan pertolongan dan bersih dari
zat adiktif adalah faktor yang paling menentukan
Terdapat beberapa tahapan bagi seorang pecandu di RSKO untuk tidak hanya lepas dari
ketergantungan obat-obatan terlarang namun juga menata kembali kehidupan mereka dan
kembali produktif di masyarakat.
Tahapan pertama adalah detoksifikasi alamiah. Zat-zat adiktif hilang dari tubuh dalam jangka
waktu 7 sampai 14 hari. Pada masa itu, pasien akan mengalami sakaw atau rasa sakit karena
tubuh menuntut zat adiktif yang biasanya diterima.
Jika pada masa ini pasien kembali menggunakan narkoba maka efeknya hanya untuk
menghilangkan rasa sakit akibat ketagihan tidak terasa kenikmatan seperti awal mula
menggunakannya. Karenanya, membutuhkan dosis yang lebih tinggi dan memperparah
kecanduan.
Selain detoksifikasi alamiah,juga ada rapid detoksifikasi. Pecandu akan disuntikan obat
antiopiat untuk mempercepat pembersihan zat-zat adiktif dari dalam tubuh. Selain itu juga
diberi anastesi atau obat bius agar sakit yang dirasa lebih tertahankan oleh pasien.
Setelah tahapan tersebut, barulah masuk pada rehabilitasi yang dapat memakan waktu hingga
3 bulan agar pasien bisa menahan keinginan untuk kembali menggunakan narkoba.
Setelah masa rehabilitasi berakhir, secara berkala mantan pecandu kembali ke RSKO untuk
memastikan diri mereka tetap bersih dari narkoba. (OL-11)