determinan pemanfaatan pelayanan nifas di...

236
DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI DAERAH RURAL INDONESIA TAHUN 2011-2012 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh: NUR LUTHFIYAH NIM. 1110101000010 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1435 H

Upload: votu

Post on 20-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS

DI DAERAH RURAL INDONESIA

TAHUN 2011-2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

NUR LUTHFIYAH

NIM. 1110101000010

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/1435 H

Page 2: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

ssuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini uan hasil karya asli saya atau

mrupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Juli 2014

Nur Luthfiyah

Page 3: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS

DI DAERAH RURAL INDONESIA

TAHUN 2011-2012

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh:

NUR LUTHFIYAH

NIM. 1110101000010

Pembimbing I Pembimbing II

Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM

NIP. 19750215 200901 2 003 NIP. 19800516 200901 2 005

Page 4: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

iii

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Agustus 2014

Mengetahui

Penguji I,

Febrianti, M.Si

NIP. 19720221 200501 2 004

Penguji II,

Raihana Nadra Alkaff, SKM, M.MA

NIP. 19781216 200901 2 005

Penguji III,

Tria Astika Endah Permatasari, SKM, MKM

NIP. 0306088303

Page 5: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

EPIDEMIOLOGI

Skripsi, Agustus 2014

Nur Luthfiyah, NIM: 1110101000010

Determinan Pemanfaatan Pelayanan Nifas di Daerah Rural Indonesia Tahun

2011-2012

xviii + 217 Halaman + 30 Tabel + 5 Bagan

ABSTRAK

Angka kematian ibu di Indonesia berdasarkan Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mengalami kenaikan dari tahun 2007 menjadi

359 per 100.000 penduduk dan masih jauh pencapaiannya dari target Rencana

Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) 2014, yaitu 118 per 100.000

penduduk dan Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yaitu 102 per

100.000 penduduk. Beberapa penyebab kematian ibu, seperti komplikasi nifas dan

perdarahan pasca bersalin dapat dicegah melalui program pelayanan nifas.

Sebanyak 74% ibu di daerah rural menerima pelayanan nifas pada dua hari

pertama pasca persalinan dan 15,7% ibu yang tidak pernah memeriksakan

kesehatan selama 42 hari masa nifas. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui determinan pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural Indonesia.

Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang pada 2072 wanita

usia subur 15-49 tahun yang pernah melahirkan anak terakhir tahun 2011-2012

dengan menggunakan data SDKI 2012. Hubungan antara pemanfaatan pelayanan

nifas dengan determinannya dianalisis menggunakan uji Chi-Square.

Terdapat 1773 (85,6%) wanita memanfaatkan pelayanan nifas dalam 3

hari pertama pasca persalinan. Faktor pendidikan, kunjungan ANC, kuintil

kekayaan, tempat persalinan, penolong persalinan, dan jarak ke fasilitas kesehatan

berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural Indonesia

dengan masing-masing p-value sebesar 0,000. Sedangkan urutan kelahiran dan

komplikasi persalinan tidak berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan nifas

dengan p-value sebesar 0,085 dan 0,343.

Disarankan bagi Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan promosi

kesehatan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal,

meningkatkan ketersediaan penyedia pelayanan kesehatan, dan sosialisasi

pemanfaatan asuransi kesehatan dari pemerintah secara masif kepada masyarakat.

Peran sektor terkait lainnya juga dibutuhkan, seperti pengintegrasian kurikulum

pendidikan kesehatan ke dalam kurikulum pendidikan formal dan perbaikan

infrastruktur jalan dan transportasi, khususnya di daerah rural yang terpencil.

Kata Kunci: AKI, Pemanfaatan, Pelayanan Nifas, Rural, Indonesia

Daftar Bacaan: 116 (1986-2014)

Page 6: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

v

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

EPIDEMIOLOGY

Undergraduate Thesis, August 2014

Nur Luthfiyah, NIM: 1110101000010

Determinants of Postnatal Care Utilization in Rural Areas of Indonesia in

2011-2012

xviii + 217 Pages + 30 Tables + 5 Charts

ABSTRACT

The maternal mortality rate in Indonesia based on the Demographic and

Health Survey of Indonesia (IDHS) 2012 has increased from 2007 to 359 per

100,000 population and has been far from the attainment of the National Medium

Term Development Plan (RPJMN) target in 2014, that is 118 per 100,000

population and Millenium Development Goals (MDGs) target in 2015, that is 102

per 100,000 population. Some causes of maternal mortality, such as complications

of childbirth and postpartum bleeding can be prevented through a program of

postnatal care. As many as 74% of women in rural area received postnatal care in

the first two days after delivery and 15,7% of women never checked their health

within 42 days of puerperium. The purpose of this study was to investigate the

determinants of the utilization of postnatal care in rural Indonesia.

This study used a cross-sectional study design in 2072 infertile women

aged 15-49 years who delivered the last child in 2011-2012 by using data from

IDHS 2012. The association between the utilization of postnatal care with the

factors were analyzed using Chi-Square.

There were 1773 (85,6%) women utilized postnatal care within the first 3

days after delivery. The factors, such as education, antenatal care visit, wealth

quintile, place of delivery, birth attendants, and distance to health facilities

associated with the utilization of postnatal care in rural Indonesia by their

respective p-values of 0,000. On the other hand, birth order and delivery

complications did not associated with the utilization of postnatal care by the p-

values of 0,085 and 0,343.

It is advisable for the Ministry of Health to improve the health promotion

of the importance of the utilization of maternal health services, improve the

provision of health care providers, and socialize the use of health insurance by

govermenth massively to the community. The role of other related sectors are also

needed, such as the integration of health education curriculum into the curriculum

of formal education and improvement of roads and transport infrastructure,

especially in remote rural areas.

Keywords: MMR, Utilization, Postnatal Care, Rural, Indonesia

Reading List: 116 (1986-2014)

Page 7: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi

Nama : Nur Luthfiyah

Tempat, Tamggal Lahir : Jakarta, 12 Februari 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Cimandiri RT. 01 RW. 08 No. 47, Ciputat,

Kota Tangerang Selatan

Telp/Hp : 085695317333

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Email : [email protected]

B. Riwayat Pendidikan

1996-1998 : TK Tri Jaya Jakarta

1998-2004 : SDN 03 Pagi Bintaro Jakarta

2004-2007 : SMPN 177 Plus Jakarta

2007-2010 : SMAN 47 Jakarta

2010-2014 : S1-Peminatan Epidemiologi, Program Studi

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

C. Pengalaman Organisasi

2011 : Koordinator Divisi Pengembangan Ekonomi Komisariat

Dakwah FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

2011-2012 : Staf Departemen Pengembangan dan Pemberdayaan

Masyarakat Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI)

Jakarta Raya.

2012-2013 : Sekretaris Komisariat Dakwah FKIK UIN Syarif Hidayatullah 2012-2013 : Staf Departemen Informasi dan Komunikasi Pergerakan

Anggota Muda IAKMI (PAMI) Jakarta Raya.

2012-2013 : Staf Departemen Pengembangan dan Pemberdayaan

Masyarakat Badan Ekskutif Mahasiswa Kesehatan

Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

2013-2014 : Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi Epidemiology

Student Association (ESA) UIN Syarif Hidayatullah.

Page 8: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

vii

KATA PENGANTAR

حيم لر ا لرحمن ا هلل ا بسم

Assalamu‟alaikum wr. wb.

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012”. Shalawat dan salam

senantiasa tecurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi suri tauladan

bagi umatnya.

Ada begitu banyak suka dan duka yang penulis hadapi dalam

menyelesaikan skripsi ini. Sempat terbersit keinginan untuk mengganti topik

penelitian ini dengan topik penelitian lainnya saat mengetahui sulitnya data yang

didapatkan dan fakta di lapangan yang berbeda dari yang diharapkan. Namun,

karena adanya dukungan dari semua pihak serta keinginan untuk bisa lulus tepat

waktu, akhirnya penulis tetap mempertahankan topik penelitian ini dan hanya

perlu mengganti lokasi penelitian. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta, yang tak hentinya selalu memberikan kasih

sayang, perhatian, dan memberikan doa terbaik bagi penulis. Begitu besar

jasa kalian berdua sehingga penulis bisa menuntut ilmu hingga setinggi ini.

Teringat kembali akan nasihat kalian berdua, “Bapak Ibu nggak bisa

ngasih kamu harta. Kita hanya bisa membekali kamu ilmu. Dengan ilmu

semoga kamu bisa jadi orang yang sukses dan bermanfaat untuk banyak

orang”. Sungguh, ini sebaik-baiknya bekal yang kalian berikan kepada

penulis. Terima kasih Bapak dan Ibu. Semoga Allah meridhoi dan

membalas kebaikan kalian. Aamiin.

Page 9: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

viii

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ir.Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

(PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Minsarnawati, M.Kes selaku Dosen Penanggung Jawab Peminatan

Epidemiologi PSKM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai

dosen pembimbing. Sangat bersyukur bisa mengenal Ibu. Ibu selalu

berusaha memberikan yang terbaik bagi Peminatan Epidemiologi. Karena

Ibu, penulis bisa memperoleh ilmu yang sangat banyak dari dosen-dosen

ahli di bidangnya yang Ibu pilihkan untuk kami. Terima kasih atas

kesabaran dan kasih sayang Ibu dalam memberikan arahan serta

bimbingannya.

5. Ibu Riastuti, MKM selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas

kesabaran dan perhatian Ibu dalam memberikan arahan serta

bimbingannya. Penulis kagum dengan cara pandang Ibu dalam melihat

masalah kesehatan, khususnya terkait pelayanan kesehatan, sehingga

secara tidak langsung juga mempengaruhi cara pandang penulis.

6. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan (PUSDU)

BKKBN yang telah memberikan izin bagi penulis dalam penggunaan data

Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2012 untuk penelitian.

7. Bapak Mugia Bayu. M.Si dan Ibu Rahmadewi, MKM selaku staf PUSDU

BKKBN yang meluangkan waktu cukup banyak di jam sibuknya untuk

memberikan arahan dan informasi bagi penulis dalam memahami data

SDKI yang diteliti.

8. Teman-teman seperjuangan, 14 personel Epidemiologi 2010, yaitu Ana,

Ati, Bebe, Ii, Karlina, Najah, Nida, Putri, Rizka, Tika, Wiwid, Zata, Bayu

dan Harun. Teringat kembali saat kita potong tumpeng pada kuliah

perdana Epidemiologi, sebagai simbol resmi dibukanya peminatan

Epidemiologi di jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah

Page 10: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

ix

Jakarta. Kita belum terlalu dekat, namun berusaha untuk saling akrab.

Hingga akhirnya kita benar-benar sangat dekat layaknya keluarga dan

bermimpi suatu saat bisa wisuda bersama. Terima kasih atas perhatian,

kepedulian, semangat dan bantuannya. Sangat bersyukur kepada Allah atas

pemberian teman-teman istimewa seperti kalian. Semoga pertemanan ini

terjalin semakin erat dan silaturahmi tetap ada hingga kita menua.

9. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2010 yang menularkan semangatnya

untuk menyusun skripsi dan memotivasi penulis untuk wisuda bersama.

Terima kasih atas bantuannya.

10. Teman-teman halaqah tercinta, yang kami saling menyebut satu sama lain

sebagai bidadari syurga, yaitu Kak Yurni, Yuni, Refi, Juju, Eva, Umi,

Aisyah, Fatimah, Nida, Ai, Hani dan Irma. Terima kasih atas perhatian dan

dukungannya, terutama atas kehadiran kalian dan kebersamaan ini yang

selalu menjadi pengingat bagi penulis bahwa Allah adalah di atas

segalanya. Bahkan jika dalam penyusunan skripsi ini terasa sulit dan

melelahkan, maka kembalilah pada Allah untuk memohon pertolongan.

11. Diyan, saudara perempuan satu-satunya. Terima kasih atas perhatian,

pengertian dan bantuannya. Semoga kuliahmu selalu diberi kelancaran.

12. Semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima

kasih atas dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

penyempurnaan penelitian ini. Semoga dengan disusunnya skripsi ini akan

memberikan manfaat bagi banyak pihak, khususnya bagi penulis serta bagi

pembaca.

Wassalamu‟alaikum wr. wb.

Ciputat, 18 Agustus 2014

Nur Luthfiyah

Page 11: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

x

-

Page 12: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv

DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xvii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xviii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 5

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 6

1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................... 6

1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 7

1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan RI .............................................. 7

1.5.2 Bagi Kementerian Pendidikan RI ............................................. 7

1.5.3 Bagi Pemerintah Daerah ........................................................... 8

1.5.4 Bagi Peneliti Lain ..................................................................... 8

1.6 Ruang Lingkup................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10

2.1 Pelayanan Nifas ................................................................................ 10

2.1.1 Definisi Masa Nifas ................................................................ 10

2.1.2 Tahapan Masa Nifas ............................................................... 10

2.1.3 Perubahan Fisiologis Masa Nifas ........................................... 11

2.1.4 Komplikasi Masa Nifas .......................................................... 15

2.1.5 Pelayanan Nifas ...................................................................... 18

2.2 Determinan Epidemiologi ................................................................. 22

2.3 Daerah Rural ..................................................................................... 24

2.3.1 Geografi .................................................................................. 26

Page 13: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

xii

2.3.2 Pendidikan .............................................................................. 27

2.3.3 Ekonomi.................................................................................. 28

2.3.4 Kesehatan Maternal ................................................................ 30

2.4 Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan .................................... 32

2.4.1 Karakteristik Predisposisi ....................................................... 35

2.4.2 Sumber Daya Pendukung ....................................................... 48

2.4.3 Kebutuhan ............................................................................... 60

2.5 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 ............... 63

2.5.1 Tujuan Survei ......................................................................... 63

2.5.2 Organisasi Survei .................................................................... 64

2.5.3 Kuisioner ................................................................................ 65

2.5.4 Uji Coba, Pelatihan dan Lapangan ......................................... 66

2.6.5 Desain Sampel dan Implementasi ........................................... 68

2.7.6 Pengolahan Data ..................................................................... 69

2.6 Kerangka Teori ................................................................................. 70

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 72

3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 72

3.2 Definisi Operasional ....................................................................... 77

3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 80

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 81

4.1 Desain Penelitian ............................................................................ 81

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 81

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 82

4.3.1 Populasi ................................................................................ 82

4.3.2 Sampel .................................................................................. 82

4.4 Instrumen Penelitian ....................................................................... 86

4.4.1 Pemanfaatan Pelayanan Nifas .............................................. 86

4.4.2 Pendidikan ............................................................................ 87

4.4.3 Urutan Kelahiran .................................................................. 88

4.4.4 Kunjungan Pelayanan Antenatal (ANC) .............................. 88

4.4.5 Kuintil Kekayaan.................................................................. 89

4.4.6 Tempat Persalinan ................................................................ 91

4.4.7 Penolong Persalinan ............................................................. 92

4.4.8 Jarak ke Fasilitas Kesehatan ................................................. 93

4.4.9 Komplikasi Persalinan.......................................................... 93

4.5 Pengumpulan Data .......................................................................... 95

Page 14: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

xiii

4.6 Pengolahan Data ............................................................................. 96

4.7 Analisis Data .................................................................................. 97

4.7.1 Analisis Univariat ................................................................. 97

4.7.2 Analisis Bivariat ................................................................... 98

BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................... 100

5.1 Karakteristik WUS di Daerah Rural Indonesia ............................... 100

5.1.1 Gambaran Pemanfaatan Pelayanan Nifas ............................. 101

5.1.2 Gambaran Pendidikan ........................................................... 103

5.1.4 Gambaran Urutan Kelahiran Anak ....................................... 104

5.1.5 Gambaran Kunjungan Pelayanan Antenatal (ANC) ............. 104

5.1.6 Gambaran Kuintil Kekayaan ................................................ 107

5.1.7 Gambaran Tempat Persalinan ............................................... 108

5.1.8 Gambaran Penolong Persalinan ............................................ 110

5.1.9 Gambaran Jarak ke Fasilitas Kesehatan ............................... 111

5.1.10 Gambaran Komplikasi Persalinan ...................................... 112

5.2 Determinan Pemanfaatan Pelayanan Nifas di Daerah Rural Indonesia

....................................................................................................... 114

5.2.1 Hubungan Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

.............................................................................................. 114

5.2.2 Hubungan Urutan Kelahiran dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas ..................................................................................... 115

5.2.3 Hubungan Kunjungan Pelayanan Antenatal (ANC) dengan

Pemanfaatan Pelayanan Nifas .............................................. 116

5.2.4 Hubungan Kuintil Kekayaan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas ..................................................................................... 117

5.2.5 Hubungan Tempat Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas ..................................................................................... 118

5.2.6 Hubungan Penolong Persalinan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Nifas .................................................................... 119

5.2.7 Hubungan Jarak ke Fasilitas Kesehatan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Nifas .................................................................... 120

5.2.8 Hubungan Komplikasi Persalinan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Nifas .................................................................... 121

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 122

6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................ 122

6.2 Pemanfaatan Pelayanan Nifas di Daerah Rural Indonesia ........... 123

Page 15: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

xiv

6.3 Determinan Pemanfaatan Pelayanan Nifas di Daerah Rural

Indonesia...................................................................................... 127

6.3.1 Pendidikan .......................................................................... 128

6.3.2 Urutan Kelahiran ................................................................ 132

6.3.3 Kunjungan Pelayanan Antenatal (ANC) ............................ 135

6.3.4 Kuintil Kekayaan................................................................ 140

6.3.5 Tempat Persalinan .............................................................. 147

6.3.6 Penolong Persalinan ........................................................... 153

6.3.7 Jarak ke Fasilitas Kesehatan ............................................... 161

6.3.8 Komplikasi Persalinan........................................................ 164

BAB VII PENUTUP .......................................................................................... 168

7.1 Simpulan ....................................................................................... 168

7.2 Saran ............................................................................................. 169

7.2.1 Bagi Kementerian Kesehatan RI ........................................ 169

7.2.2 Kementerian Pendidikan RI ............................................... 170

7.2.3 Pemerintah Daerah ............................................................. 171

7.2.4 Bagi Peneliti Lain ............................................................... 171

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 172

LAMPIRAN ...................................................................................................... 182

Page 16: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Variabel, Klasifikasi, Skor dan Kriteria Desa Urban dan Rural ........... 25

Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 77

Tabel 4.1 Jumlah Sampel untuk Setiap Variabel .................................................. 84

Tabel 4.2 Daftar Variabel dan Kuisioner SDKI 2012 ........................................... 86

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Umur di Daerah Rural

Indonesia Tahun 2011-2012 ............................................................... 100

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Umur Melahirkan di Daerah

Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ..................................................... 101

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012..................................... 102

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Tenaga Pemeriksa Kesehatan

Nifas di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ........................... 102

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Waktu Pemeriksaan Kesehatan

Nifas di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ........................... 103

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Pendidikan di Daerah Rural

Indonesia Tahun 2011-2012 ............................................................... 103

Tabel 5. 7 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Urutan Kelahiran Anak di

Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ......................................... 104

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Kunjungan ANC di Daerah

Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ..................................................... 105

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Tempat Kunjungan ANC di

Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ......................................... 106

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Tenaga Pemeriksa Kehamilan

di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 .................................. 107

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Kuintil Kekayaan di Daerah

Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ................................................... 107

Page 17: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

xvi

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Jenis Fasilitas Kesehatan

Tempat Persalinan di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ... 108

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Tempat Persalinan di Daerah

Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ................................................... 109

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Jenis Tenaga Penolong

Persalinan di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ................. 110

Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Penolong Persalinan di Daerah

Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ................................................... 111

Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Jarak ke Fasilitas Kesehatan di

Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ...................................... 112

Tabel 5.17 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Jenis Komplikasi Persalinan di

Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ...................................... 113

Tabel 5.18 Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Komplikasi Persalinan di

Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ...................................... 113

Tabel 5.19 Hubungan Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas Pada

WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ........................ 115

Tabel 5.20 Hubungan Urutan Kelahiran dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012................ 116

Tabel 5.21 Hubungan Kunjungan ANC dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012................ 117

Tabel 5.22 Hubungan Kuintil Kekayaan dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012................ 118

Tabel 5.23 Hubungan Tempat Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012................ 119

Tabel 5.24 Hubungan Penolong Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012................ 120

Tabel 5.25 Hubungan Jarak ke Fasilitas Kesehatan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Nifas Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-

2012 .................................................................................................. 120

Tabel 5.26 Hubungan Komplikasi Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012 ...... 121

Page 18: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ............................ 33

Bagan 2.2 Determinan Individu dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ......... 34

Bagan 2.3 Kerangka Teori .................................................................................... 70

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 76

Bagan 4.1 Alur Pengambilan Sampel ................................................................... 85

Page 19: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

xviii

DAFTAR SINGKATAN

ANC : Antenatal Care

BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

BPS : Badan Pusat Statistik

DHS : Demographic and Health Survey

IDHS : Indonesia Demography and Health Survey

Jampersal : Jaminan Persalinan

KB : Keluarga Berencana

Kemenkes : Kementeria Kesehatan

KF : Kunjungan Nifas

MDGs : Millenium Development Goals

Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

PK : Pria Kawin

PSU : Primary Sampling Unit

RP : Remaja Pria

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

RT : Rumah Tangga

SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

USAID : U.S Agency International Development

UU : Undang-Undang

WHO : World Health Organization

WUS : Wanita Usia Subur

Page 20: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian ibu masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2007, angka

kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah sebesar 228 per 100.000 kelahiran

hidup (Bappenas, 2011). Angka ini kemudian naik pada tahun 2012 menjadi

359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Sedangkan target Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2014 adalah

sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup (Bappenas, 2010) dan target MDGs

tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (Bappenas,

2011).

Penyebab utama kematian ibu di dunia adalah perdarahan (kebanyakan

perdarahan postpartum), infeksi (sebagian besar setelah melahirkan),

gangguan hipertensi pada kehamilan (eklamsia) dan gangguan pada saat

persalinan (WHO, 2008). Menurut hasil analisis lanjut sesus penduduk tahun

2010, tiga penyebab kematian ibu terbanyak di Indonesia, yaitu hipertensi

dalam kehamilan, komplikasi nifas dan perdarahan pasca bersalin (Kemenkes

RI, 2013). Selain itu, laporan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) provinsi tahun

2011 juga menyebutkan bahwa penyebab langsung kematian ibu terbanyak

masih didominasi oleh perdarahan (32%), disusul hipertensi dalam kehamilan

Page 21: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

2

(25%), infeksi (5%), partus lama (5%), dan abortus (1%) (Direktorat Bina

Kesehatan Ibu, 2012). Penyebab lain-lainnya (32%) cukup besar, termasuk di

dalamnya penyebab penyakit non obstetrik.

Sebagian besar penyebab kematian ibu tersebut terjadi pada masa nifas.

Periode masa nifas yang berisiko terhadap komplikasi pasca persalinan

terutama terjadi pada periode 3 hari pertama setelah melahirkan (Riskesdas,

2013). Bahkan tingginya kematian dapat terjadi pada hari pertama dan kedua

setelah melahirkan (Ronsmans, dkk., 2006). Sebanyak 45% kematian pada

masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan dan 66% terjadi

pada 1 minggu pertama setelah melahirkan (Nour, 2008).

Kementerian Kesehatan telah mencanangkan program pelayanan nifas

sebagai upaya untuk mengurangi angka kematian ibu pada masa nifas

(Kemenkes RI, 2010). Program pelayanan nifas diberikan mulai dari 6 jam

sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan.

Berdasarkan data SDKI 2012, sebanyak 80% ibu menerima pelayanan

nifas pada dua hari pertama setelah persalinan (BPS, BKKBN, Kemenkes RI,

dan ICF International 2013). Hanya 56% ibu yang menerima pelayanan nifas

dalam kurun waktu 4 jam pertama, 13% yang menerima pelayanan nifas

dalam kurun waktu 4-23 jam pertama, dan 11% yang menerima pelayanan

nifas dalam kurun waktu 1-2 hari. Sedangkan ibu yang tidak pernah

memeriksakan diri dalam 42 hari masa nifas sebanyak 11,3%.

Berdasarkan wilayahnya, peningkatan cakupan pemeriksaan nifas di

daerah rural lebih rendah daripada daerah urban. Berdasarkan data SDKI

Page 22: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

3

2007, pemeriksaan pelayanan nifas pada 2 hari pertama pasca persalinan di

daerah urban sebesar 69,1% dan naik menjadi 86% berdasarkan SDKI 2012.

Sedangkan pemeriksaan pelayanan nifas pada 2 hari pertama pasca persalinan

di daerah rural sebesar 70,6% dan naik menjadi 74%.

Perbedaan daerah rural dan urban juga terlihat dari besarnya persentase

ibu yang tidak pernah mendapatkan pelayanan nifas. Berdasarkan data SDKI

2007, ibu yang tidak pernah mendapatkan pelayanan nifas di daerah urban

sebesar 14,5% dan menurun menjadi 6% berdasarkan SDKI 2012.

Berdasarkan data SDKI 2007, ibu yang tidak pernah mendapatkan pelayanan

nifas di daerah rural sebesar 17% dan menurun sedikit menjadi 15,7%

berdasarkan SDKI 2012.

Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara

daerah tempat tinggal dengan pemanfaatan pelayanan nifas. Penelitian di

Kamboja menunjukkan bahwa pelayanan nifas saat 24 jam pertama setelah

persalinan lebih tinggi terjadi di daerah urban dibandingkan di daerah rural

(Kim, dkk., 2013). Hasil penelitian lainnya juga secara signifikan

menunjukkan bahwa ibu di daerah urban Nepal lebih besar kemungkinannya

untuk berkunjung ke pelayanan nifas dalam 42 hari setelah melahirkan

(Khanal, dkk., 2014).

Pemanfaatan pelayanan nifas oleh ibu pasca persalinan dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Analisis lanjut data Survei Demografi dan Kesehatan

Kamboja 2010 ditemukan bahwa pendidikan, tempat bersalinan, penolong

persalinan, pengetahuan dan persepsi tentang jarak ke pelayanan kesehatan

Page 23: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

4

memengaruhi ibu dalam memanfaatkan pelayanan nifas (Kim, dkk., 2013).

Nugraha (2013) menemukan bahwa berdasarkan analisis lanjut data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, kunjungan ke ANC dan status ekonomi

keluarga memengaruhi akses pelayanan nifas di Indonesia. Khanal, dkk.

(2014) juga menemukan bahwa dari hasil analaisis lanjut data Survei

Demografi dan Kesehatan Nepal 2011, nomor urut kelahiran anak menjadi

faktor ibu dalam memanfaatkan pelayanan nifas di Nepal.

Penelitian tentang pemanfaatan pelayanan nifas di Indonesia masih

jarang dilakukan, khususnya di daerah rural. Padahal, pemanfaatan pelayanan

nifas di daerah rural masih rendah. Di sisi lain, target cakupan pelayanan

nifas perkabupaten/kota pada tahun 2015 mendatang adalah 90% (Permenkes

Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008). Pelayanan nifas penting diberikan karena

masa nifas masih berisiko mengalami perdarahan atau infeksi yang dapat

mengakibatkan kematian ibu. Oleh karena itu, penulis bermaksud melakukan

penelitian tentang determinan pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural

Indonesia berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun

2012.

1.2 Rumusan Masalah

AKI di Indonesia berdasarkan SDKI 2012 mengalami kenaikan dari

tahun 2007 menjadi 359 per 100.000 penduduk dan masih jauh

pencapaiannya dari target RPJMN 2014, yaitu 118 per 100.000 penduduk dan

target MDGs 2015, yaitu 102 per 100.000 penduduk. Salah satu penyebab

Page 24: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

5

kematian ibu adalah komplikasi nifas dan perdarahan pasca bersalin yang

sebenarnya dapat dicegah melalui program pelayanan nifas. Sebanyak 80%

ibu menerima pelayanan nifas pada dua hari pertama setelah persalinan dan

11,3% ibu yang tidak pernah memeriksakan diri dalam 42 hari masa nifas.

Pemeriksaan nifas di daerah rural Indonesia mengalami kenaikan yang rendah

daripada daerah urban. Beberapa penelitian menemukan bahwa terdapat

beberapa faktor yang memengaruhi ibu dalam memanfaatkan pelayanan nifas,

antara lain pendidikan, tempat persalinan, penolong persalinan, pengetahuan,

persepsi tentang jarak ke pelayanan kesehatan, kunjungan ke ANC, status

ekonomi keluarga dan urutan kelahiran (Kim, dkk., 2013; Nugraha (2013);

Khanal, dkk., 2014). Penelitian tentang pemanfaatan pelayanan nifas di

daerah rural pun masih jarang dilakukan sehingga penulis melakukan

penelitian tersebut dengan menggunakan data SDKI 2012.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini, yaitu:

a. Bagaimana gambaran distribusi frekuensi pemanfaatan pelayanan

nifas dan determinannya di daerah rural Indonesia?

b. Bagaimana hubungan antara pendidikan, urutan kelahiran,

kunjungan ke ANC, kuintil kekayaan, tempat persalinan, penolong

persalinan, jarak ke fasilitas kesehatan, dan komplikasi persalinan

dengan pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural Indonesia?

Page 25: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

6

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

determinan pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural Indonesia

tahun 2011-2012 berdasarkan data SDKI 2012.

1.4.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu:

a. Mengetahui distribusi frekuensi pemanfaatan nifas dan

determinannya di daerah rural tahun 2011-2012.

b. Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan

pelayanan nifas di daerah rural tahun 2011-2012.

c. Mengetahui hubungan antara urutan kelahiran dengan

pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural tahun 2011-2012.

d. Mengetahui hubungan antara kunjungan ANC dengan

pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural tahun 2011-2012.

e. Mengetahui hubungan antara kuintil kekayaan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural tahun 2011-2012.

f. Mengetahui hubungan antara tempat persalinan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural tahun 2011-2012.

g. Mengetahui hubungan antara penolong persalinan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural tahun 2011-2012.

Page 26: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

7

h. Mengetahui hubungan antara jarak ke fasilitas kesehatan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural tahun 2011-2012.

i. Mengetahui hubungan antara komplikasi persalinan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural tahun 2011-2012.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain:

1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan RI

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau

pertimbangan dalam penentuan kebijakan kesehatan terhadap perbaikan

program pelayanan nifas melalui peningkatan pemanfaatan pelayanan

nifas sehingga dapat mencegah kematian ibu pasca persalinan,

khususnya di daerah rural Indonesia. Hasil analisis terhadap determinan

pemanfaatan pelayananan nifas ini juga diharapkan dapat menjadi

masukan dalam pembuatan program promosi kesehatan yang efektif

bagi masyarakat daerah rural Indonesia sehingga semakin menyadari

pentingnya pemanfaatan pelayanan nifas.

1.5.2 Bagi Kementerian Pendidikan RI

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau

pertimbangan dalam menentukan kebijakan pendidikam sebagai

Page 27: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

8

kontribusinya dalam perbaikan program pelayanan nifas, khususnya di

daerah rural Indonesia.

1.5.3 Bagi Pemerintah Daerah

Program kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab instansi

kesehatan saja. Namun, perlu adanya peran pemerintah daerah untuk

berkontribusi di dalam mensukseskannya. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi masukan atau pertimbangan dalam

menentukan kebijakan daerah sebagai yang bersinergi dalam perbaikan

program pelayanan nifas, khususnya di daerah rural Indonesia.

1.5.4 Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi salah satu

referensi bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian

lebih lanjut tentang determinan pemanfaatan pelayanan nifas,

khususnya di masing-masing kabupaten di daerah rural Indonesia.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui determinan pemanfaatan

pelayanan nifas di daerah rural Indonesia berdasarkan analisis data SDKI

2012 dengan desain studi potong lintang (cross-sectional). Variabel dependen

yang diteliti adalah pemanfaatan pelayanan nifas. Sedangkan variabel

Page 28: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

9

independennya adalah pendidikan, urutan kelahiran dan kunjungan ke ANC,

kuintil kekayaan, tempat persalinan, penolong persalinan, jarak ke fasilitas

kesehatan dan komplikasi persalinan. Sampel yang digunakan adalah wanita

usia subur 15-49 tahun dan pernah melahirkan di daerah rural Indonesia tahun

2011-2012 berdasarkan data SDKI 2012. Analisis data SDKI 2012

dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2014 di Ciputat, Kota Tangerang

Selatan.

Page 29: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Nifas

2.1.1 Definisi Masa Nifas

Masa nifas atau puerperium berasal dari bahasa Latin, yaitu dari

kata puer yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan

(Bahiyatun, 2008). Puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi.

Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan alat-alat reproduksi

dari sejak persalinan hingga ke bentuk normal seperti sebelum hamil

dengan lama waktu sekitar 6 minggu (Manuba, 2004; Bahiyatun, 2008;

Code dan Dunstall, 2011).

2.1.2 Tahapan Masa Nifas

Secara umum, masa nifas dibagi menjadi tiga tahap/periode

(Bahiyatun, 2008), yaitu:

a. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan

berdiri dan berjalan.

b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genital.

Page 30: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

11

c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna mungkin

beberapa minggu, bulan atau tahun.

2.1.3 Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Setelah proses persalinan, terdapat perubahan fisiologis yang

terjadi pada ibu selama masa nifas. Beberapa perubahan fisiologis yang

terjadi pada persalinan normal adalah sebagai berikut.

a. Uterus

Setelah persalinan, kaliber pembuluh ekstrauterus berkurang

hingga hampir mencapai keadaan prahamil. Setelah 2 hari pertama,

uterus mulai menciut sehingga dalam 2 minggu uterus telah turun

ke dalam rongga panggul sejati (Leveno, dkk., 2009). Uterus

memperoleh kembali ukuran prahamilnya dalam waktu sekitar 4

minggu.

Pada masa nifas juga terjadi perubahan pada endometrium.

Waktu yang dibutuhkan endometrium untuk tumbuh dan terbentuk

adalah selama 10 hari masa nifas dan menjadi sempurna sekitar 6

minggu. Sedangkan proses involusi berlangsung sekitar 6 minggu

(Bahiyatun, 2008).

Page 31: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

12

b. Lokia

Lokia adalah darah yang dibuang dari rahim yang telah

mengerut kembali ke ukuran semula, yang terdiri dari darah tempat

plasenta menempel dan luruhan dinding rahim yang berkembang

sangat besar selama kehamilan (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Lokia keluar dari uterus selama 3 (tiga) minggu pertama setelah

kelahiran (Stright, 2005).

c. Serviks

Pada masa nifas, serviks menjadi tebal dan lebih keras. Pada

akhir minggu pertama masa nifas, serviks akan berdilatasi sekitar 1

cm atau selebar 1 jari. Involusi serviks yang lengkap bisa

berlangsung 3 sampai 4 bulan. (Stright, 2005)

d. Vagina dan Vulva

Vagina dan vulva pada masa nifas mengalami pembengkakan

dan akan kembali normal dalam beberapa waktu (Stright, 2005).

Rugae tampak kembali dalam 3 sampai 4 minggu pasca persalinan.

e. Perineum

Perineum adalah area di antara vagina dan rektum (Cheung,

2008) yang terdiri dari otot yang saling terjalin menyangga dasar

panggul dan berperan sebagai “otot melahirkan” (Sindhu, 2009).

Pada masa nifas, perineum tampak membengkak, memar dan

Page 32: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

13

terdapat luka, lecet bahkan robek (Stright, 2005). Luka pada

perineum akan pulih dalam waktu 6 sampai 7 hari (Manuaba,

2004).

f. Abdomen

Abdomen tetap lunak dan mengendur selama beberapa waktu

setelah melahirkan akibat ruptur serat elastik di kulit. Secara

bertahap dalam beberapa minggu, abdomen akan menjadi lebih

kuat. (Stright, 2005; Leveno, dkk., 2009)

g. Ovarium

Setelah proses persalinan, produksi estrogen dan progesteron

menurun, sehingga menimbulkan mekanisme timbal-balik dari

sirkulasi menstruasi. Pada saat ini, dimulai kembali proses ovulasi

sehingga wanita dapat hamil kembali. (Bahiyatun, 2008).

h. Payudara

Pada masa nifas, payudara megalami perubahan dalam

beberapa hal. Menurut Stright (2005), perubahan yang terjadi pada

payudara, yaitu:

1) Terjadi penurunan cepat kadar estrogen dan progesteron

dengan peningkatan sekresi prolaktin setelah melahirkan.

2) Kolostrum sudah ada pada waktu melahirkan dan ASI

diproduksi pada hari ketiga atau keempat setelah kelahiran.

Page 33: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

14

3) Payudara lebih besar dan lebih keras karena terjadi laktasi

(pembengkakan primer).

4) Di dalam payudara, prolaktin menstimulasi sel-sel alveolar

untuk menghasilkan susu.

i. Sistem Kardiovaskular

Denyut jantung untuk sementara sekitar 50 sampai 70 kali per

menit selama 24 sampai 48 jam setelah melahirkan dan bisa

berlanjut hingga 6 sampai 8 hari (Stright, 2005). Tekanan darah

tetap stabil dan nadi frekuensinya kembali seperti sebelum hamil

dalam 3 bulan setelah kelahiran (Stright, 2005). Sedangkan

penurunan volume darah ke kadar sebelum hamil terjadi pada

minggu ketiga setelah kelahiran (Bahiyatun, 2008).

j. Sistem Pencernaan

Umumnya, ibu yang telah melahirkan merasa lapar dan haus

serta mengalami masalah konstipasi selama periode pascapartum

awal karena penurunan tonus otot usus, rasa tidak nyaman pada

perineum dan kecemasan (Stright, 2005). Berat badan juga

mengalami penurunan sekitar 5 sampai 6 kg akbiat evakuasi uterus

dan pengeluaran darah normal (Leveno, dkk., 2009). Biasanya

terjadi penurunan lebih lanjut sebanyak 2 hingga 3 kg melalui

diuresis. Sebagian besar wanita hampir kembali ke berat badan

sebelum hamil dalam waktu 6 bulan setelah melahirkan.

Page 34: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

15

k. Sistem Perkemihan

Diuresis (peningkatan jumlah urin) umumnya terjadi setelah

2 hari postpartum karena saluran urinaria mengalami dilatasi dan

akan kembali normal setelah 4 minggu pospartum (Bahiyatun,

2008).

2.1.4 Komplikasi Masa Nifas

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada masa nifas, antara

lain:

a. Perdarahan

Perdarahan pada masa nifas ada dua macam, yaitu (Farrer,

2001):

1) Perdarahan primer, yaitu perdarahan berlebihan (600 ml atau

lebih) dari saluran genitalia yang terjadi dalam waktu 12-24

jam setelah melahirkan. Penyebabnya adalah kegagalan uterus

untuk mencapai atau mempertahankan status kontraksi.

2) Perdarahan sekunder, yaitu perdarahan yang terjadi sejak 24

jam sesudah melahirkan dan umumnya disebabkan oleh infeksi

akibat retensi produk pembuahan di dalam uterus.

Page 35: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

16

b. Sepsis Puerperalis

Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang

dapat terjadi setiap saat antara waktu pecah ketuban (ruptur

membran) atau waktu persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau

abortus (WHO, 2002).

c. Eklamsia

Eklamsia adalah preeklamsia berat yang dilanjutkan dengan

keadaan kejang dan/atau sampai koma (Yulaikhah, 2009).

Preeklamsia adalah gangguan multisistem yang berhubungan

dengan hipertensi, proteinuria, edema, hemokonsentrasi,

hipoalbuminemia, kelainan fungsi hati atau koagulasi dan

peningkatan kadar asam urat (Engel dan Pedley, 2008). Eklamsia

dapat muncul sebelum, selama atau setelah persalinan (Leveno,

dkk. 2009). Pada sebagian kasus eklamsia, pasien meninggal

mendadak bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat

perdarahan otak yang luas (Leveno, dkk. 2009).

d. Infeksi Puerperalis

Infeksi pueperalis adalah infeksi yang terjadi di dalam

struktur yang berhubungan dengan persalinan setelah melahirkan

dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu

(Stright, 2005). Gejala penting dari infeksi nifas adalah demam

nifas yang juga sering disebut sebagai morbiditas nifas dan ditandai

Page 36: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

17

dengan suhu 380 C atau lebih, yang terjadi selama 2 hari berturut-

turut (Sastrawinata, dkk., 2005). Kenaikan suhu ini terjadi sesudah

24 jam pasca persalinan dalam 10 hari pertama masa nifas.

Infeksi pueperalis dapat disebabkan oleh teknik steril yang

buruk, persalinan dengan manipulasi yang signifikan, kelahiran

sesar, atau pertumbuhan flora lokal yang berlebihan (Stright, 2005).

Mikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari

luar atau dari jalan lahir sendiri. Mikroorganisme yang tersering

menjadi penyebab ialah golongan streptokokus, basil koli, dan

stafilokukos (Sastrawinata, dkk., 2005).

e. Depresi Postpartum

Depresi postpartum adalah depresi berat yang biasanya mulai

1-2, dan 4 minggu setelah melahirkan dan berisiko terjadi episode

berulang pada persalinan selanjutnya (Tomb, 2004). Remaja dan

wanita dengan riwayat penyakit depresif memiliki risiko depresi

pospartum sekitar 30% (Leveno, dkk. 2009).

f. Postpartum Blues

Postpartum blues adalah periode emosional stres yang terjadi

antara hari ke-3 dan ke-10 setelah persalinan yang terjadi 80% pada

ibu nifas dengan gejala iritabilitas yang meningkat, perubahan

mood, cemas, pusing, serta perasaan sedih dan sendiri (Bahiyatun,

2008).

Page 37: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

18

g. Psikosis Postpartum

Psikosis postpartum adalah kondisi psikiatrik yang serius

(berbeda dengan keadaan depresi ringan, sepintas dan lazim terjadi)

yang timbul pertama kali dalam masa nifas (Farrer, 2001).

Biasanya psikosis terjadi sebelum hari ke-14 masa nifas, tetapi

dapat pula timbul kemudian. Tanda terjadinya psikosis adalah

insomnia (hampir selalu) selama dua hari atau lebih, banyak bicara

dan dapat bermanifestasi dalam bentuk perilaku yang agresif,

halusinasi, dan kecurigaan. Ibu yang menderita psikosis dapat

menolak bayinya atau sebagai kemungkinan lainnya bersikap

sangat posesif terhadap bayinya.

2.1.5 Pelayanan Nifas

Pelayanan nifas adalah pelayanan/ praktek perawatan pencegahan

dan penilaian rutin untuk mengidentifikasi dan menangani atau merujuk

komplikasi pada ibu dan bayi (Warren, dkk., 2006) guna memelihara

dan meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya (WHO, 2010). Pelayanan

kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu

mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan

(Kemenkes RI, 2010).

Tujuan umum dari pelayanan atau perawatan nifas, yaitu

(Bahiyatun, 2008):

1) Memulihkan kesehatan umum penderita

Page 38: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

19

a) Menyediakan makanan sesuai kebutuhan

b) Mengatasi anemia

c) Mencegah infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan

sterilisasi

d) Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot

untuk memperlancar peredaran darah

2) Mempertahankan psikologis

3) Mencegah infeksi dan komplikasi

4) Memperlancar pembentukan air susu ibu (ASI)

5) Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai

masa nifas selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga

bayi dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan normal.

a. Tatalaksana Pelayanan Nifas

Pelayanan ibu nifas dilaksanakan minimal 3 kali, masing-

masing 1 kali, yaitu (Kemenkes RI, 2010):

1) Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam s/d 3 hari setelah

persalinan.

2) Kunjungan nifas kedua pada hari ke-4 s/d hari ke-28 setelah

persalinan.

3) Kunjungan nifas ketiga pada hari ke-29 s/d hari ke-42 setelah

persalinan.

Pelayanan yang diberikan adalah (Kemenkes RI, 2010):

Page 39: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

20

1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.

2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).

3) Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.

4) Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.

5) Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali,

pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24

jam pemberian kapsul vitamin A pertama.

6) Pelayanan KB pasca salin, yaitu pelayanan yang diberikan

kepada ibu yang mulai menggunakan alat kontrasepsi langsung

sesudah melahirkan (sampai dengan 42 hari sesudah

melahirkan).

Pelayanan kesehatan ibu nifas diberikan oleh tenaga

kesehatan. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan

tersebut, yaitu dokter spesialis, dokter, bidan dan perawat.

Pelayanan nifas juga tidak berarti ibu nifas yang mendatangi tenaga

kesehatan atau fasilitas kesehatan. Namun, didefinisikan sebagai

kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan baik di dalam gedung

maupun di luar gedung fasilitas kesehatan (termasuk bidan di

desa/polindes/poskesdes dan kunjungan rumah) (Buku PWS-KIA,

Depkes, 2003 dalam Riskesdas, 2010).

Page 40: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

21

b. Pelayanan Nifas dalam Jaminan Persalinan (Jampersal)

Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak dan

mempercepat pencapaian MDG‟s, pemerintah telah menetapkan

kebijakan bahwa setiap ibu yang melahirkan, biaya persalinannya

ditanggung oleh pemerintah melalui program Jaminan Persalinan

(Jampersal). Pelayanan nifas adalah salah satu program yang

biayanya ditanggung dalam program Jampersal. Pelayanan nifas

diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir dan

pelayanan KB pasca salin.

Pelayanan ibu nifas dan bayi baru lahir dilaksanakan 4 kali,

masing-masing 1 kali pada (Permenkes RI No. 2562 tahun 2011):

1) Kunjungan pertama untuk Kf 1 dan KN 1 (6 jam s/d hari ke-2)

2) Kunjungan kedua untuk KN 2 (hari ke-3 s/d hari ke-7)

3) Kunjungan ketiga untuk Kf 2 dan KN 3 (hari ke-8 s/d hari ke-

28)

4) Kunjungan keempat untuk Kf 3 (hari ke-29 s/d hari ke-42).

Pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga 42 hari

pasca persalinan. Pelayanan nifas dijamin sebanyak 3 kali,

terkecuali pelayanan nifas dengan komplikasi yang dirujuk ke

rumah sakit, maka pelayanan nifas dilakukan sesuai pedoman nifas

dengan komplikasi tersebut. Besaran tarif pelayanan nifas termasuk

pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan adalah sebesar

Page 41: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

22

Rp. 10.000 untuk setiap kunjungan atau Rp. 30.000 untuk 3 kali

kunjungan. (Kemenkes RI, 2011)

Pelayanan ibu nifas yang diberikan dalam program

Jampersal, yaitu (Kemenkes RI, 2011):

1) Pengukuran tekanan darah.

2) Pemeriksaan nifas.

3) Pemberian kapsul vitamin A pada ibu.

4) Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.

5) Pelayanan KB sesudah melahirkan pada masa nifas.

6) Nasihat kebutuhan gizi, KB, pemberian ASI eksklusif dan

perawatan bayi baru lahir.

7) Jika ada penyulit/komplikasi, akan dirujuk untuk mendapatkan

pemeriksaan dan pelayanan lebih lanjut.

2.2 Determinan Epidemiologi

Epidemiologi menurut Last (1988) adalah ilmu tentang distribusi dan

determinan yang berhubungan dengan kondisi kesehatan atau peristiwa dalam

populasi tertentu dan aplikasinya untuk mengatasi masalah kesehatan

(Bustan, 2006). Menurut WHO (Beaglehole, 1993), salah satu peran utama

epidemiologi adalah menentukan penyebab dari penyakit atau masalah

kesehatan (Bustan, 2008). Ini merupakan tugas utama dan pertama

epidemiologi yang sangat penting dalam membantu menentukan penyebab

Page 42: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

23

suatu masalah sehingga dapat dilakukan tindakan upaya pencegahan dan

perencanaan penanggulangannya.

Jangkauan epidemiologi terus berkembang sesuai dengan

perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat. Pada awalnya

epidemiologi mempelajari penyakit wabah. Kemudian berkembang

mempelajari penyakit infeksi non-wabah, penyakit non-infeksi hingga

akhirnya mempelajari hal-hal yang bukan penyakit, seperti fertilitas,

menopause, kecelakaan, kenakalan remaja dan penyalahgunaan obat

(Budiarto dan Anggraeni, 2003). Masriadi (2012) pun menyebutkan bahwa

epidemiologi juga mempelajari perilaku, penyediaan dan penggunaan

pelayanan kesehatan.

Konsep „determinan‟ digunakan dalam arti luas sebagai faktor yang

berhubungan dengan outcome/hasil (Broeck dan Brestoff, 2013). Determinan

adalah tentang mengapa dan bagaimana penyebab suatu faktor-faktor lain

yang memengaruhi terjadinya peristiwa yang berhubungan dengan kesehatan

(Gregg, 2008). Para epidemiolog menganggap bahwa penyakit tidak terjadi

secara acak, tetapi hanya terjadi ketika adanya kombinasi atau akumulasi

yang tepat dari faktor risiko atau determinan. Oleh karena itu, guna mencari

determinan tersebut, para epidemiolog menggunakan epidemiologi analitik

untuk menentukan status keduanya.

Masriadi (2012) juga menjelaskan bahwa determinan adalah istilah

yang inklusif, mencakup faktor risiko dan kausa penyakit. Faktor risiko

adalah semua faktor yang berhubungan dengan meningkatnya probabilitas

Page 43: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

24

(risiko) terjadinya penyakit. Suatu faktor bisa disebut sebagai faktor risiko

jika faktor tersebut berhubungan dengan terjadinya penyakit, meskipun

hubungan itu tidak harus bersifat kausal (sebab-akibat). Determinan dapat

berupa faktor fisik, biologis, sosial, kultural, maupun perilaku yang dapat

memengaruhi terjadinya penyakit.

2.3 Daerah Rural

Definisi dari rural atau pedesaan bermacam-macam, tergantung dari

siapa yang mendefinisikannya dan apa tujuan dari dari pendefinisian tersebut.

Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan daerah rural sebagai suatu

wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang belum memenuhi kriteria

klasifikasi wilayah perkotaan, yaitu persyaratan tertentu dalam hal kepadatan

penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas

perkotaan, sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya

(Peraturan BPS Nomor 3 Tahun 2010). Adapun fasilitas perkotaan yang

dimaksud, yaitu sekolah Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Menengah

Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU), pasar, pertokoan,

bioskop, rumah sakit, hotel/bilyar/diskotek/panti pijat/salon, persentase rumah

tangga yang menggunakan telepon dan persentase rumah tangga yang

menggunakan listrik.

Suatu daerah dapat dikatakan sebagai daerah urban jika memenuhi

kriteria berikut ini:

Page 44: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

25

Tabel 2.1

Variabel, Klasifikasi, Skor dan Kriteria Desa Urban dan Rural

Variabel Skor

[1] [2]

Total Skor

Skor minimum 2

Skor maksimum 26

1. Kepadatan Penduduk

< 500 1

500 – 1.249 2

1.250 – 2.499 3

2.500 – 3.999 4

4.000 – 5.999 5

6.000 – 7.499 6

7.500 – 8.499 7

8.500 < 8

2. Persentase rumah tangga pertanian

70,00 < 1

50,00 – 69,99 2

30,00 – 49,00 3

20,00 – 29,99 4

15,00 – 19,99 5

10,00 – 14,99 6

5,00 – 9,99 7

< 5,00 8

3. Akses fasilitas umum 0,1,2,….10

a) Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK)

Ada atau ≤ 2,5 km 1

> 2,5 km 0

b) Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Ada atau ≤ 2,5 km 1

> 2,5 km 0

c) Sekolah Menengah Umum (SMU)

Ada atau ≤ 2,5 km 1

> 2,5 km 0

d) Pasar

Ada atau ≤ 2 km 1

> 2 km 0

e) Pertokoan

Ada atau ≤ 2 km 1

> 2 km 0

f) Bioskop 1

Page 45: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

26

Ada atau ≤ 2 km 0

> 2 km

g) Rumah Sakit 1

Ada atau ≤ 5 km 0

> 5 km

h) Hotel/Bilyar/Diskotek/Panti Pijat/Salon

Ada 1

Tidak ada 0

i) Persentase Rumah Tangga Telepon

≥ 8,00 1

< 8,00 0

j) Persentase Rumah Tangga Listrik

≥ 90,00 1

< 90,00 0

Sumber: Peraturan BPS Nomor 3 Tahun 2010

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel tersebut, jika total skor lebih

dari atau sama dengan 10 maka daerah tersebut dikatakan sebagai daerah

urban. Sebaliknya, jika total skor kurang dari 10, maka daerah tersebut

dikatakan sebagai daerah rural.

Penggolongan daerah atau desa menjadi desa urban atau desa rural

dilakukan oleh BPS untuk keperluan statistik dan keperluan lainnya yang

berhubungan dengan perencanaan pembangunan, seperti untuk kegiatan

sensus penduduk tahun 2010 dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

tahun 2012.

Adapun karakteristik yang terdapat di daerah rural sebagi berikut.

2.3.1 Geografi

Pada tahun 2001 hingga 2010, jumlah kendaraan di Indonesia

meningkatkan tiga kali lipat. Namun, jalan nasional yang melayani

Page 46: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

27

lebih dari sepertiga dari lalu lintas kendaraan hanya tumbuh seperempat

saja. Kesenjangan pertumbuhan infrastruktur trasnportasi ini semakin

besar antara daerah urban dan rural. Tingkat infrastruktur transportasi

dan jalan di daerah rural Papua-Maluku lebih rendah dibandingkan

daerah lainnya, khususnya Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Lebih dari

20% jalan di Kalimantan dan Maluku telah rusak. (OECD, 2013)

Kondisi geografis yang sulit di daerah rural menjadi kendala bagi

masyrakat di sana untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada,

salah satunya adalah fasilitas kesehatan. Data SDKI (2012)

menunjukkan bahwa penduduk di daerah rural menghadapi masalah

yang lebih besar terhadap jarak ke fasilitas kesehatan dibandingkan

penduduk di daerah urban (masing-masing 14% dan 7,3%).

2.3.2 Pendidikan

Berdasarkan SDKI tahun 2012, wanita yang tinggal di daerah rural

memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan wanita

yang tinggal di daerah urban, khususnya pada tingkat pendidikan

SMTA dan perguruan tinggi (BPS, BKKBN, Kemenkes RI, dan ICF

International 2013). Hal ini karena pemerataan layanan pendidikan

menengah belum sepenuhnya mampu menjangkau penduduk kurang

beruntung yang disebabkan kondisi geografis (misalnya daerah

terpencil dan perbatasan) dan kondisi sosial ekonomi (Kemendikbud,

2012). Pelaksaanaan desentralisasi pendidikan yang belum mantap

Page 47: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

28

karena kurangnya kejelasan pembagian tugas dan tanggung jawab antar

tingkat pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) menjadi

salah satu penyebab manajemen tata kelola pendidikan yang belum

efektif, khususnya dalam hal fungsi dan pendanaan.

2.3.3 Ekonomi

Berdasarkan SDKI (2012), lebih dari setengah penduduk rural

(60%) di Indonesia berada dalam kuintil terbawah dan menengah

bawah. Sedangkan sepertiga penduduk daerah urban (33%) berada

dalam kuintil tertinggi.

Ekonomi di daerah rural dapat berdampak pada perilaku seseorang

ketika sakit dalam pencarian pengobatan (Bushy, 2009). Pemerintah

telah menyediakan asuransi kesehatan, seperti Jaminan Persalinan

(Jampersal) dan Jaminan Kesehatan Masyrakat (Jamkesmas) untuk

memudahkan masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Namun, kesadaran masyarakat daerah rural untuk menggunakan

asuransi kesehatan tersebubut masih rendah. Unicef (2012) melaporkan

bahwa masih kurang kesadaran perempuan tentang kelayakan dan

manfaat Jampersal serta tingkat penggantian biaya yang tidak memadai,

khususnya jika termasuk biaya transportasi dan komplikasi. Masyarakat

sudah dijelaskan tentang biaya persalinan yang gratis dengan ditolong

bidan di desa di fasilitas kesehatan, namun mereka masih takut jika

Page 48: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

29

kemudian diminta untuk membayar biaya persalinan (Titaley, dkk.,

2010).

Penelitian di Pandeglang menemukan bahwa wanita yang memiliki

pengetahuan yang baik tentang Jampersal lebih tinggi untuk

memanfaatkan pelayanan Jampersal (Suparmi, dkk., 2013). Selain itu,

sosialisasi kebijakan Jampersal sangat kurang, baik kepada pemerintah

daerah kabupaten/kota dan unit-unit pelaksana, maupun kepada

masyarakat pengguna (Helmizar, 2014).

Secara nasional, tingkat pengeluaran Jampersal pada tahun 2011

adalah 41,5% di mana pengeluaran tertinggi di wilayah Bali dan Nusa

Tenggara (82,86%) dan terendah di wilayah Papua (13,02%)

(Dwicaksono dan Setiawan, 2013).

Heywood dan Choi (2010) menyebutkan bahwa meskipun terjadi

peningkatan alokasi dana kesehatan yang signifikan oleh pemerintah

Indonesia, namun tidak terdapat hubungan antar pengeluaran kesehatan

pemerintah di tingkat kabupaten dengan keluaran sistem kesehatan yang

diharapkan. Alokasi dana transfer secara efektif tidak sesuai dengan

besarnya permasalahan kesehatan ibu yang dihadapi oleh daerah

(Dwicaksono dan Setiawan, 2013). Artinya, pemerintah pusat gagal

dalam menggunakan sumber daya untuk mengatasi masalah kesehatan

ibu di daerah.

Page 49: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

30

2.3.4 Kesehatan Maternal

Berdasarkan SDKI (2012), sebanyak 63% anak yang lahir dalam 5

tahum sebelum survei dilahirkan di fasilitas kesehatan, yaitu 17% di

fasilitas kesehatan pemerintah dan 46% di fasilitas kesehatan swasta.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan untuk persalinan ditemui jauh lebih

tinggi di daerah rural dibandingkan di daerah urban, yaitu masing-

masing 47% dan 80%.

Proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga medis profesional di

Indonesia meningkat dari 73% pada SDKI 2007 menjadi 83% pada

SDKI 2012. Namun, proporsi penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan di daerah rural lebih rendah dibandingkan persentase

nasional, yaitu sebesar 74,6%. Meskipun kelahiran ditolong oleh dukun

bayi sudah bergeser, namun dukun bayi masih berperan penting dalam

menolong persalinan, terutama di daerah rural (20%) dan ibu dengan

kuintil kekayaan terendah (32%).

Program pemerintah berupa bidan di desa (BDD), yaitu pelatihan

dan penyebaran bidan di daerah rural, secara dramatis mengurangi

kesenjangan sosial ekonomi terkait penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan terlatih (Hatt, dkk., 2007). Namun, di beberapa wilayah di

daerah rural dilaporkan bahwa masyarakat sulit menjangkau bidan di

desa.

Sulitnya penduduk di daerah rural dan daerah terpencil untuk

menjangkau bidan di desa telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya

Page 50: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

31

(Makowiecka, dkk., 2007). Jika dibandingkan di daerah urban,

kepadatan bidan di desa lebih rendah terjadi di daerah rural dan daerah

terpencil. Akibatnya, setiap bidan di desa sebagai penyedia pelayanan

kesehatan memiliki beban tugas yang lebih besar karena jangkauan

wilayah kerja yang luas. Di sisi lain, kondisi tersebut tidak didukung

oleh sarana transportasi yang memadai sehingga menyulitkan bidan di

desa untuk menjangkau wanita bersalin atau merujuknya ke rumah sakit

jika terjadi komplikasi. Hal ini yang kemudian menjadi penyebab

kurang familiarnya bidan di desa di dalam kelompok masyarakat.

Makowiecka, dkk. (2007) juga menemukan bahwa di provinsi

Banten, kurang dari 30% bidan di desa tinggal menetap di desa. Mereka

lebih tertarik untuk tinggal di daerah urban karena dapat

mengembangkan karirnya. Sebagai tambahan penghasilan, mereka

membuka klinik sendiri di daerah urban.

Karena masih tingginya penolong persalinan oleh dukun

bayi/paraji, salah satu upaya Kementerian Kesehatan RI untuk

mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian bayi, yaitu melalui

Dinas Kesehatan Provinsi melakukan beberapa pelatihan bagi paraji

untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang kehamilan dan

persalinan, terutama bagaimana untuk mendeteksi kehamilan berisiko

tinggi, bagaimana untuk merujuk persalinan yang sulit, dan bagaimana

untuk menangani tali pusar higienis (Ambaretnani, 2012). Selanjutnya,

seorang paraji yang telah terlatih diberikan sepaket alat praktek medis

Page 51: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

32

atau Dukun Kit. Paraji dianggap sebagai bagian dari keluarga di

masyarakat karena peran mereka dalam menjaga kesehatan rumah

tangga sehingga tidak hanya membantu saat melahirkan, tetapi juga

membantu selama masa kehamilan dan perawatan pasca persalinan.

Penelitian Sudirman dan Sakung (2012) menemukan bahwa

62,5% dukun bayi bermitra dengan bidan, yaitu dengan hadir bersama-

sama dalam menolong persalinan. Kemitraan ini sangat positif karena

hubungan yang terjalin antar keduanya didasarkan pada saling

menguntungkan, saling menghargai kelemahan dan kelebihan,

berkomunikasi dan memberi informasi, terutama tentang pasien yang

akan melahirkan.

2.4 Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Perilaku seseorang ketika diserang penyakit dan merasakan sakit

bermacam-macam. Perilaku atau respon seseorang ketika sakit menurut

Notoatmodjo (2010), yaitu:

a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa.

b. Tindakan mengobati sendiri.

c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional.

d. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang

diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta.

Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan

perilaku pencarian pengobatan. Hal tersebut akan memengaruhi atas dipakai

Page 52: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

33

atau tidaknya fasilitas kesehatan yang disediakan (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan merupakan respons individu

terhadap sistem pelayanan kesehatan modern dan atau tradisional, meliputi

respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan kesehatan, perilaku

terhadap petugas, dan respons terhadap pemberian obat-obatan (Maulana,

2009). Respons ini terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,

penggunaan fasilitas, sikap terhadap petugas dan obat-obatan.

Andersen (1960-an) menggambarkan model perilaku pemanfaatan

pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu karakteristik

predisposisi, sumber daya pendukung dan kebutuhan (Andersen, 1995).

Model Andersen ini diilustrasikan pada Bagan 2.1.

Bagan 2.1

Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Sumber: Andersen (1995)

Predisposing

Charahcteristics

Enabling

Resources

Need Use of

Health

Services

Demographic

ccc

Social

Structure

Health

Beliefs

Personal/Family

Community

Perceived

Evaluated

Page 53: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

34

Berdasarkan bagan tersebut, faktor predisposisi meliputi tiga hal, yaitu

demografi, struktur sosial, dan kepercayaan kesehatan. Sedangkan faktor

pendukung meliputi dukungan pada keluarga dan komunitas serta faktor

kebutuhan meliputi kebutuhan yang dirasakan dan yang dinilai.

Bagan 2.2

Determinan Individu dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Sumber: Andersen dan Newman (2005)

Demographic

Age

Sex

Marital Status

Past Ilness

Social Structure

Education

Race

Occupation

Family Size

Ethnicity

Religion

Residential Mobility

Beliefs

Value Concerning

Health and Illness

Attitudes toward

Health Services

Knowledge about

Disease

Family

Income

Health Insurance

Type of Regular

Source

Access to Regular

Source

Community

Ratios of Health

Personnel and

Facilities to

Population

Price of Health

Services

Region of Country

Perceived

Disability

Symptoms

Diagnoses

General States

Evaluated

Symptoms

Diagnoses

Predisposing Enabling Illness Level

Page 54: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

35

Bagan 2.2 memperlihatkan determinan individu dalam pemanfaatan

pelayanan kesehatan sebagai salah satu komponen teori perilaku pemanfaatan

pelayanan kesehatan yang kembali dipublikasikan oleh Andersen dan

Newman pada tahun 1973 (Andersen dan Newman, 2005). Mereka

menekankan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga

hal, yaitu karakteristik sistem pelayanan kesehatan, perubahan teknologi,

norma sosial dan perawatan penyakit, dan determinan individu dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan (Andersen dan Newman, 2005). Pada sub-

bab ini, penulis hanya membahas determinan individu dalam pemanfaatan

pelayanan kesehatan sebagai acuan kerangka teori penelitian yang dapat

dilihat pada Bagan 2.2.

2.4.1 Karakteristik Predisposisi (Andersen, 1995)

Karakteristik predisposisi menggambarkan kecenderungan individu

yang berbeda-beda untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan

berdasarkan karakteristik yang mereka miliki. Karakteristik predisposisi

meliputi faktor demografi, struktur sosial dan sikap atau keyakinan

tentang kesehatan.

Faktor demografi, seperti usia dan jenis kelamin merupakan

variabel yang sangat erat berkaitan dengan kesehatan dan penyakit.

Perawatan medis yang diterima antar kelompok usia akan berbeda

karena memiliki jenis dan jumlah penyakit yang berbeda. Riwayat

Page 55: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

36

penyakit pada masa lalu juga menjadi variabel demografi karena

tedapat bukti yang menemukan bahwa orang yang mengalami masalah

kesehatan di masa lalu adalah yang paling mungkin untuk membuat

keputusan dalam perawatan medis di masa depan.

Faktor struktur sosial mencerminkan penentu status seseorang

dalam masyarakat, kemampuannya dalam mengatasi masalah yang ada

dan keadaan sehat tidaknya lingkungan fisik tempat dia berada.

Pendidikan, pekerjaan, dan etnis merupakan contoh faktor struktur

sosial yang mungkin berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Selain demografi dan struktur sosial, keyakinan terhadap kesehatan

juga menjadi variabel dari predisposisi. Keyakinan terhadap kesehatan

adalah sikap, nilai dan pengetahuan seseorang tentang kesehatan dan

pelayanan kesehatan yang memengaruhi persepsi kebutuhan dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Keyakinan terhadap kesehatan

merupakan suatu hal yang dapat menjelaskan bagaimana struktur sosial

dapat memengaruhi sumber daya pendukung, kebutuhan dan

selanjutnya memanfaatan pelayanan kesehatan.

Dalam pengaplikasiannya, karakteristik predisposisi merupakan

komponen yang memengaruhi ibu dalam pemanfaatan pelayanan nifas.

Faktor-faktor predisposisi yang memengaruhi adalah sebagai berikut.

Page 56: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

37

a. Pendidikan

Pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU RI No. 12

tahun 2012). Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan

terstruktur dan berjenjang yang meliputi pendidikan dasar,

pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (UU RI No. 9 tahun

2009).

Pendidikan berperan terhadap perilaku seseorang

(Notoadmodjo, 2010). Pendidikan umumnya menyebabkan

tingginya pemanfataan pelayanan kesehatan (Morreale, 1998).

Penelitian Doraon (2012) dan Ugboaja, dkk. (2013) menemukan

bahwa terdapat hubungan antara peningkatan pemanfaatan

pelayanan nifas dengan tingginya pendidikan ibu. Hal serupa juga

diperoleh Paudel, dkk. (2013) bahwa ibu yang berpendidikan

menengah dan atas lebih besar kemungkinannya untuk

memanfaatkan layanan nifas awal (24 jam setelah bersalin).

Menurutnya, pendidikan memungkinkan untuk memberdayakan

individu untuk mendapatkan akses informasi tentang promosi

kesehatan, informasi untuk mendapatkan pelayanan dan pentingnya

Page 57: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

38

layanan yang tersedia. Orang-orang yang berpendidikan juga

cenderung dapat memproses informasi kesehatan.

Selain itu, penelitian Khanal, dkk. (2014) menemukan bahwa

ibu dengan pendidikan tinggi lebih mungkin untuk berkunjung ke

pelayanan nifas karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka

semakin besar kemungkinan memperoleh informasi tentang risiko

kesehatan, pentingnya dan manfaat mengakses pelayanan

kesehatan. Selain berperannya pendidikan ibu, Ejaz dan Ahmad

(2013) juga menemukan bahwa semakin tingginya pendidikan

suami maka semakin tinggi pemanfaatan pelayanan nifas.

Pendidikan dianggap penting dalam menanamkan kesadaran

tentang masalah kesehatan dan peduli untuk mencarai kesehatan

yang layak.

Meski demikian, terdapat juga beberapa penelitian yang tidak

sependapat. Penelitian Dhaher, dkk. (2008) dan Berhe, dkk. (2013)

menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

pendidikan ibu dengan pemanfaatan pelayanan nifas. Fitria dan

Puspitasari (2011) juga menemukan bahwa ibu nifas yang tamat

SD cenderung melaksanakan pelayanan nifas dibandingkan ibu

nifas yang berpendidikan SMP dan SMA karena kemungkinan ibu

dengan pendidikan lebih tinggi merasa lebih tahu akan kondisi

tubuhnya.

Page 58: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

39

b. Pekerjaan

Pekerjaan yang sering disebut sebagai profesi adalah sesuatu

yang dilakukan manusia yang dilakukan dengan cara yang baik dan

benar dengan tujuan mendapatkan imbalan berbentuk uang untuk

memenuhi kebutuhan hidup (Sofianty, dkk., 2007). Alasan bekerja

selain untuk mendapatkan uang adalah untuk mengembangkan

potensi atau kemampuan diri. Namun, terdapat juga pekerjaan yang

dilakukan untuk kepentingan bersama dan tidak menghasilkan

uang, seperti seorang ibu rumah tangga yang bekerja untuk

mengurus rumah dan mengatur keperluan keluarga (Sofianty, dkk.,

2007).

Pada saat ini banyak para ibu yang bekerja di luar rumah

karena tuntutan ekonomi dalam keluarga. Menurut Berhe, dkk.

(2013), tingkat pekerjaan ibu dan suami berhubungan secara

signifikan dengan pemanfaatan pelayanan nifas. Penelitian ini juga

menemukan bahwa ibu yang bekerja lebih besar kemungkinannya

untuk mengunjungi pelayanan nifas daripada wanita yang tidak

bekerja.

Lebih jauh lagi, Khannal, dkk. (2014) menemukan bahwa ibu

yang bekerja sebagai petani lebih kecil kemungkinannya untuk

berkunjung ke pelayanan nifas. Begitu juga dengan ibu yang

suaminya bekerja sebagai petani lebih kecil kemungkinannya untuk

berkunjung ke pelayanan nifas. Hal ini terjadi karena bentroknya

Page 59: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

40

jam ibu bekerja dengan jam buka pelayanan nifas. Selain itu juga

karena alasan pendapatan yang dihasilkan dari bertani.

Meski demikian, terdapat juga banyak penelitian yang tidak

menemukan adanya hubungan antara pekerjaan dengan kunjungan

ibu ke pelayanan nifas, seperti penelitian Fitria dan Puspitasari

(2011), Ugboaja, dkk. (2013), Ejaz, dkk. (2013), dan Nugraha

(2013).

c. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia,

atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang

dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang

berbeda-beda yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. (Notoajmodo, 2010)

Beberapa penelitan menemukan bahwa pengetahuan

merupakan salah satu faktor yang memengaruhi wanita untuk

memanfaatkan pelayanan nifas. Wanita yang memiliki pengetahuan

tentang komplikasi kehamilan secara signifikan lebih besar

kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan nifas saat 24 jam

setelah persalinan (Kim, dkk., 2013). Hasil tersebut tidak jauh

berbeda dengan penelitian Ugboaja, dkk. (2013) bahwa alasan

utama wanita Nigeria tidak mengunjungi pelayanan nifas setelah

Page 60: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

41

melahirkan adalah kurangnya pengetahuan tentang perawatan yang

dibutuhkan pasca melahirkan.

Penelitian eksperimental yang dilakukan Syed, dkk (2006) di

Bangladesh menemukan bahwa adanya peningkatan pemanfaatan

pelayanan nifas secara signifikan sebesar 37,5% dari 24,2% pada

tahun 2002 menjadi 61,7% pada tahun 2004 setelah diberikannya

intervensi tentang pengetahuan. Pengetahuan ibu tentang

setidaknya dua tanda bahaya pada periode postpartum meningkat

sebesar 17% dari 47,1% di tahun 2002 menjadi 64% di tahun 2004.

Pengetahuan tentang fasilitas kesehatan ibu lebih tinggi di

antara orang-orang yang mendapatkan pendidikan formal

(Yar‟zever dan Said, 2013). Pengetahuan yang didapat dari

pendidikan memberikan kemudahan bagi individu dalam

mengakses informasi dan memanfaatkan pelayanan untuk

meningkatkan kesehatan diri sendiri dan keluarganya (Higgins,

Lavin dan Metcalfe, 2008; Paudel, dkk., 2013).

Namun, beberapa penelitian juga menemukan bahwa

pengetahuan tidak memepengaruhi wanita untuk memanfaatkan

pelayanan nifas. Berhe, dkk (2013) tidak menemukan adanya

hubungan yang signifikan antara pengetahuan wanita di Etiopia

tentang perawatan pasca persalinan dengan pemanfaatan pelayanan

nifas. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada

wanita di daerah Mazabuka, Zambia (Jacobs, 2007). Meskipun para

Page 61: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

42

wanita memiliki pengetahuan yang tinggi tentang perawatan/

pelayanan nifas, mereka tidak benar-benar mengerti secara

mendalam tentang pelayanan nifas. Hanya beberapa dari mereka

yang berpengetahuan yang memanfaatkan pelayanan nifas.

Perilaku masyarakat yang erat kaitannya dengan upaya

peningkatan pengetahuan masyarakat dapat terbentuk melalui

kegiatan yang disebut pendidikan kesehatan (Maulana, 2009).

Pendidikan kesehatan adalah proses yang direncanakan dengan

sadar untuk menciptakan peluang bagi individu-individu untuk

senantiasa belajar memperbaiki kesadaran serta meningkatkan

pengetahuan dan keterampilannya demi kepentingan kesehatannya

(Nursalam dan Efendi, 2008). Pendidikan kesehatan dapat

diberikan dalam bentuk memberikan informasi dan mendidikan

masyarakat tentang cara hidup yang sehat (Chandra, 2009).

d. Urutan Kelahiran

Sejumlah penelitian menemukan bahwa nomor urut kelahiran

berhubungan secara signifikan dengan pemanfaaatan pelayanan

nifas. Khanal, dkk (2014) menemukan bahwa tingginya

pemanfaatan pelayanan nifas terjadi pada kelahiran anak pertama

(61,8%) dan kedua atau ketiga (41,2%). Begitu juga dengan Singh,

dkk. (2012) yang menemukan bahwa tingginya pemanfaatan

Page 62: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

43

pelayanan nifas terjadi pada kelahiran anak pertama (37,4%) dan

kedua aatu ketiga (32,8%).

Ibu dengan pengalaman persalinan pertama lebih besar

kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan nifas

dibandingkan ibu dengan jumlah persalinan yang banyak (Adamu,

2011). Jumlah anak yang banyak biasanya berhubungan dengan

peningkatan tanggung jawab secara fisik dan materi sehingga ibu

memiliki waktu dan sumber keuangan yang sedikit untuk merawat

diri sendiri.

Singh, dkk. (2012) juga menemukan bahwa remaja wanita

yang melahirkan anak keempat atau lebih maka lebih kecil

kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan nifas daripada

ibu yang melahirkan anak pertama, kedua atau ketiga. Hal ini bisa

jadi karena wanita dengan anak pertama lebih berhati-hati tentang

kehamilan dan cenderung memiliki kesulitan selama persalinan.

Pengalaman dan pengetahuan ibu yang pernah melahirkan

sebelumnya juga dapat menjadi alasan rendahnya pemanfaatan

pelayanan nifas pada ibu yang memiliki anak dengan urutan

kelahiran tinggi. Hal tersebut memengaruhi persepsi dan keyakinan

tentang kesehatan diri sendiri.

Namun, beberapa penelitian juga menemukan bahwa nomor

urut kelahiran tidak berhubungan dengan pemanfaaatan pelayanan

nifas. Penelitian Islam dan Odland (2011) menemukan bahwa tidak

Page 63: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

44

terdapat hubungan yang bermakna antara urutan kelahiran dengan

pemanfaatan pelayanan nifas. Bahkan pemanfaatan pelayanan nifas

lebih tinggi terjadi pada ibu yang melahirkan anak kedua dan ke

empat dibandingkan anak pertama dan ketiga. Fort, dkk (2006)

juga menemukan bahwa di negara berkembang, termasuk

Indonesia, ibu yang melahirkan anak pertama lebih banyak yang

mendapatkan pelayanan nifas dibandingkan melahirkan anak yang

kedua atau lebih. Namun, jika melahirkan di non-fasilitas

kesehatan, pemfantaan pelayanan nifas lebih tinggi terjadi pada ibu

yang melahirkan anak kelima atau lebih dibandingkan anak dengan

urutan kelahiran kecil.

e. Kunjungan Pelayanan Antenatal (ANC)

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa

kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan

(SPK) (Kemenkes RI, 2010). Frekuensi pelayanan antenatal adalah

minimal 4 kali selama masa kelaminan, yaitu minimal 1 kali pada

triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan kedua dan minimal

2 kali pada triwulan ketiga.

Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kunjungan ibu ke

pelayanan antenatal berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan

Page 64: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

45

nifas pasca persalinan. Hal tersebut ditunjukkan dari penelitian

Chimankar dan Sahoo (2011) yang menemukan bahwa

pemanfaatan pelayanan antenatal memiliki dampak positif pada

pemanfaatan pelayanan nifas. Kunjungan ke pelayanan antenatal

meningkatkan kemungkinan bagi wanita untuk memanfaatkan

pelayanan nifas (Ugboaja, dkk., 2013).

Paudel, dkk. (2013) juga menemukan bahwa ibu yang

berkunjung ke pelayanan antenatal sebanyak 4 kali atau lebih atau

sebanyak 1 sampai 3 kali, lebih besar kemungkinannya untuk

memanfaatkan pelayanan nifas daripada ibu yang tidak datang ke

pelayanan antenatal. Hasil ini sejalan dengan penelitian Khanal,

dkk., (2014) yang juga menemukan bahwa ibu yang berkunjung

sebanyak 4 kali atau lebih ke pelayanan antenatal lebih besar

kemungkinannya untuk berkunjung ke pelayanan nifas setelah

bersalin daripada ibu yang tidak berkunjung ke pelayanan

antenatal.

Standar pelayanan di fasilitas kesehatan dasar di Indonesia

juga disebutkan bahwa pada saat kunjungan ANC, terdapat sesi

konseling yang membahas persiapan persalinan (Kemenkes, 2013).

Saat datang ke pelayanan antenatal, ibu hamil memperoleh

informasi kesehatan tentang persiapan yang dibutuhkan untuk

persalinan dan pemanfaatan layanan lebih lanjut yang dibutuhkan

setelah persalinan. Pada sesi konseling dengan tenaga kesehatan

Page 65: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

46

tersebut, ibu hamil memperoleh informasi tentang pemanfaatan

pelayanan nifas. Oleh sebab itu, ibu hamil mungkin beranggapan

bahwa pelayanan nifas penting dan telah tersedia di sana. (Paudel,

dkk., 2013)

Meski demikian, beberapa penelitian menemukan bahwa

tidak terdapat hubungan antara kunjungan ANC dengan

pemanfaatan pelayanan nifas. Dhaher, dkk. (2008) dan Berhe, dkk.

(2013) juga menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara kunjungan ke pelayanan antenatal dengan kunjungan ke

pelayanan nifas. Meskipun tidak ada hubungan, Berhe, dkk. (2013)

berkeyakinan bahwa penting untuk mendidik para ibu hamil

tentang pelayanan nifas untuk meningkatkan kesadaran mereka

ketika berkunjung ke pelayanan antenatal.

Alasan ibu yang tidak berkunjung ke pelayanan antenatal

bermacam-macam. Titaley, dkk., 2010) menemukan bahwa alasan

utama wanita di Garut, Sukabumi dan Ciamis berkunjung ke ANC

dan pelayanan nifas adalah untuk memastikan keselamatan ibu dan

bayinya. Sebaliknya, alasan di antara mereka tidak memanfaatkan

ANC maupun pelayanan nifas adalah karena kurangnya kesadaran

mereka tentang pentingnya memanfaatkan pelayanan kesehatan ibu

dan anak. Beberapa di antara mereka berpendapat bahwa pelayanan

kesehatan hanya dibutuhkan jika terjadi komplikasi kehamilan.

Page 66: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

47

Titaley, dkk (2010) juga menjelaskan bahwa di sana,

finansial adalah alasan utama mereka tidak berkunjung ke ANC.

Hal ini berhubungan dengan biaya fasilitas kesehatan, biaya

transportasi maupun keduanya. Penelitian Titaley, dkk., (2010)

sebelumnya juga telah menemukan bahwa rendahnya pemanfaatan

pelayanan antenatal (ANC) di Indonesia berhubungan secara

signifikan dengan kuintil kekayaan yang rendah.

Kunjungan ANC yang tidak dilakukan oleh wanita selama

hamil juga dapat dipengaruhi oleh kepercayaan yang menjadi

budaya di lingkungannya. Wanita di daerah rural Jawa Barat

beranggapan bahwa kehamilan adalah peristiwa yang normal

sehingga tidak butuh perawatan kecuali jika terjadi komplikasi

(Agus, dkk., 2012). Hal serupa juga terjadi di derah rural

Bangladesh bahwa wanita umumnya menganggap kehamilan

sebagai peristiwa normal kecuali jika muncul komplikasi sehingga

sebagian dari mereka tidak berkunjung ke ANC dan tidak ada

persiapan sebelumnya untuk menghadapi persalinan (Choudhury

dan Ahmed, 2011).

Selain itu, kunjungan ANC juga diketahui berhubungan

dengan pendidikan. Seperti di Ethiopia, wanita di daerah rural

dengan tingkat pendidikan sekunder 4 kali lebih besar

memanfaatkan pelayanan antenatal (Mekonnen, 2002).

Page 67: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

48

2.4.2 Sumber Daya Pendukung (Andersen, 1995)

Setiap orang memiliki kecenderungan masing-masing dalam

memanfaatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan karakteristik

predisposisinya. Namun, untuk bisa memanfaatkan pelayanan kesehatan

tersebut, mereka harus memiliki berbagai sumber daya pendukung.

Sumber daya pendukung didefinisikan sebagai suatu kondisi yang

memungkinkan seseorang atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sumber daya pendukung meliputi

sumber daya individu/keluarga dan sumber daya komunitas.

Pendapatan, asuransi kesehatan, sumber rutin perawatan, aksesibilitas

merupakan contoh sumber daya pendukung.

Ketersediaan fasilitas ke pelayanan kesehatan merupakan contoh

sumber daya pendukung komunitas. Jika jumlah fasilitas dan tenaga

kesehatan dalam komunitas cukup banyak dan dapat digunakan tanpa

antri, maka kemungkinan penduduk disana akan lebih sering

memanfaatkannya.

Selain itu, wilayah negara, sifat daerah urban-rural dari masyarakat

di mana keluarga tinggal juga menjadi sumber daya pendukung

komunitas. Hal-hal tersebut kemungkinan terkait dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan karena adanya norma-norma lokal atau masyarakat

yang memengaruhi perilaku hidup dalam masyarakat.

Adapun sumber daya pendukung yang memengaruhi ibu dalam

pemanfaatan pelayanan nifas adalah sebagai berikut.

Page 68: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

49

a. Kuintil Kekayaan

Status atau kuintil kekayaan diyakini berhubungan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas. Ibu dengan status keluarga kaya

lebih besar kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan nifas

(Khanal, dkk., 2014). Hal ini karena adanya sumber dana yang

mereka miliki untuk memperoleh layanan berikutnya pasca

persalinan, seperti pelayanan nifas.

Temuan tersebut juga sama dengan hasil penelitian Nugraha

(2013) bahwa ibu yang mempunyai tingkat ekonomi menengah-

tinggi lebih besar kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan

nifas dibandingkan ibu yang rendah tingkat ekonominya. Fort, dkk

(2006) juga menemukan bahwa ibu dengan kuintil kekayaan tinggi

di negara Bangladesh, Cambodia, Ethiopia, Haiti, Indonesia, Mali,

Rwanda, dan Uganda, lebih tinggi pemanfaatan nifasnya

dibandingkan ibu dengan kuintil kekayaan yang lebih rendah.

Selain itu, penelitian di Sukabumi dan Ciamis bahwa

finansial menjadi masalah utama wanita di sana untuk

memanfaatkan pelayanan nifas terkait biaya pelayanan kesehatan,

biaya transportasi atau keduanya (Titaley, dkk., 2010). Masyarakat

rural di Provinsi Nort West, Afrika Selatan juga memiliki masalah

yang sama bahwa meskipun mereka menyadari mencari pelayanan

kesehatan adalah suatu kebutuhan ketika sakit, namun mereka

terkendala dengan minimnya dana yang dimiliki, tidak hanya untuk

Page 69: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

50

biaya berobatnya saja, tetapi juga untuk biaya transportasi ke

fasilitas kesehatan (Hoeven, dkk., 2012).

Tingkat kesadaran seseorang pada kuintil kekayaan tertentu

dapat memepengaruhi pemanfaatan pelayanan nifas. Penelitian

Choundhury dan Ahmed (2011) bahwa alasan wanita dengan

tingkat ekonomi sangat miskin di Bangladesh tidak pergi ke

fasilitas kesehatan ketika merasa sakit pasca persalinan adalah

karena tidak menyadari tentang adanya pemeriksaan kesehatan

nifas. Badan yang lemas dan demam dianggap sebagai hal yang

umum terjadi pada masa nifas. Khanal, dkk. (2014) juga

menjelaskan bahwa wanita dengan tingkat sosial ekonomi yang

tinggi lebih menyadari manfaat dari mendapatkan pelayanan nifas

melalui berbagai media, seperti televisi, surat kabar dan teman-

temannya dibandingkan wanita dengan tingakat sosial ekonomi

rendah.

Pendapatan yang rendah merupakan hambatan terhadap

pemanfaatan pelayanan kesehatan modern di Indonesia, meskipun

pelayanan tersebut disediakan oleh pemerintah (Chernichovsky dan

Meesook, 1986). Pemanfaatan pelayanan kesehatan membutuhkan

biaya yang tidak sedikit, yaitu biaya pelayanan dan biaya lainnya,

termasuk obat-obatan, transportasi, makanan dan minuman dan

biaya lainnya selama kunjungan perawatan kesehatan (Utomo,

dkk., 2011). Biaya subsidi kesehatan oleh pemerintah melalui

Page 70: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

51

sektor publik belum memadai untuk membuat layanan kesehatan

gratis, khususnya bagi masyarakat miskin. Hal ini juga terlihat dari

lebih banyaknya wanita yang bersalin di fasilitas kesehatan swasta

dibandingkan fasilitas kesehatan pemerintah.

b. Tempat Persalinan

Fasilitas kesehatan di Indonesia lebih banyak yang

merupakan milik swasta dibandingkan milik pemerintah. Penelitian

di 15 kabupaten/kota di pulau Jawa ditemukan bahwa 90% fasilitas

kesehatan yang ada adalah milik swasta (Heywood dan Harahap,

2009). Sebanyak 95% dari fasilitas kesehatan swasta tersebut

merupakan milik pribadi atau perorangan (dokter praktek, dokter

paruh waktu, perawat paruh waktu, bidan di desa, dan bidan

praktek).

Unicef (2012) melaporkan bahwa proporsi persalinan di

fasilitas kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu sebesar 55%

dan adanya kesenjangan yang besar di mana persalinan di fasilitas

kesehatan sebesar 113% di daerah urban lebih tinggi daripada di

daerah rural. Selain itu, lebih dari setengah perempuan di 20

provinsi tidak mampu atau tidak mau menggunakan jenis fasilitas

kesehatan apapun, sebagai penggantinya mereka melahirkan di

rumah mereka sendiri. Selain itu, penelitian Utomo, dkk. (2011)

Page 71: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

52

juga menemukan bahwa di Indonesia, setengah dari penolong

persalinan oleh tenaga kesehatan dilakukan di rumah responden.

Tempat persalinan diyakini berhubungan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas. Ini ditunjukkan dengan beberapa

penelitian yang menemukan bahwa pemanfaatan pelayanan nifas

lebih tinggi terjadi pada wanita yang melahirkan di fasilitas

kesehatan dibandingkan melahirkan di rumah (Ejaz, dkk., 2013;

Oluwaseyi, 2013; Paudel, dkk., 2013; Kim, dkk., 2013, Khanal,

dkk., 2014, Yamashita, dkk., 2014).

Rata-rata dari 30 negara yang diteliti, hanya 28% wanita

dengan tempat persalinan di luar fasilitas kesehatan yang menerima

perawatan postpartum (Paudel, dkk., 2013). Paudel, dkk. (2013)

juga menjelaskan bahwa ketika seorang wanita melahirkan di

fasilitas kesehatan, maka dia juga akan diperiksa kondisi

kesehatannya dalam beberapa jam setelah melahirkan oleh petugas

kesehatan sebagai salah satu rangkaian dari pelayanan persalinan.

Di Indonesia, salah satu standar pelayanan di fasilitas kesehatan

dasar oleh tenaga kesehatan adalah memeriksa kesehatan ibu secara

rutin selama 2 jam pertama pasca persalinan (Kemenkes, 2013).

Lebih jauh lagi, jika dibandingkan dengan jenis fasilitas

kesehatannya, wanita yang melahirkan di rumah sakit swasta secara

signifikan dilaporkan lebih besar kemungkinannya mendapatkan

pelayanan nifas daripada wanita yang melahirkan di rumah sakit

Page 72: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

53

umum (Dhaher, dkk., 2008). Pemanfaatan pelayanan nifas yang

lebih tinggi pada wanita yang pernah melahirkan di rumah sakit

swasta mungkin karena fakta bahwa rumah sakit swasta memiliki

lebih banyak sumber daya dan karena itu lebih mungkin untuk

memberikan perawatan secara individu kepada pasien. Mereka juga

menemukan bahwa wanita yang melahirkan di rumah sakit swasta

secara signifikan lebih mungkin untuk menerima informasi tentang

tanda-tanda bahaya untuk kesehatan ibu dan bayi daripada wanita

yang melahirkan di rumah sakit umum.

Pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagai tempat persalinan

disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor persepsi seesorang dapat

memengaruhi tempat persalinan. Titaley, dkk. (2012) menemukan

adanya persepsi pada penduduk di Jawa Barat bahwa persalinan

adalah fenomena yang alami terjadi pada perempuan sehingga

mereka lebih memilih bersalin di rumah, kecuali jika terjadi

komplikasi maka persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan.

Selain itu, pendidikan dan urutan kelahiran juga diketahui

berhubungan dengan pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagai

tempat persalinan. Penelitian pada wanita di Ethiopia ditemukan

bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan

pelayan fasilitas sebagai tempat bersalin (Ethiopian Society of

Population Studies, 2008). Rendahnya persalinan di fasilitas

kesehatan pada ibu dengan urutan kelahiran banyak juga ditemukan

Page 73: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

54

memiliki hubungan signifikan pada wanita di Ethiopia (Mehari,

2013).

c. Penolong Persalinan

Saat proses persalinan, sebaiknya ibu ditolong oleh penolong

persalinan utama. Penolong persalinan utama, misalnya dokter,

obsetri, dokter anak, dokter keluarga, perawat praktisi, atau perawat

bidan bersertifikasi (Stright, 2005). Persalinan yang ditolong oleh

tenaga kesehatan terlatih dapat menekan AKI menjadi sebesar 33%

(Romans, dkk., 2009).

Beberapa penelitian menemukan bahwa penolong persalinan

berhubungan secara signifikan dengan pemanfaatan pelayanan

nifas (Nugraha, 2013; Kim, dkk., 2013; Khanal, dkk., 2014) . Ibu

bersalin yang ditolong oleh tenaga yang terlatih lebih besar

kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan nifas daripada

ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga yang tidak terlatih (Kim,

dkk., 2013).

Paudel, dkk (2013) berpendapat bahwa penolong persalinan

berkaitan dengan tempat persalinan. Ketika ibu melahirkan di

fasilitas kesehatan, maka dipastikan tenaga kesehatan tersedia.

Sehingga, sebagai bagian dari perawatan persalinan, tenaga

kesehatan juga akan menilai situasi ibu dalam beberapa jam setelah

melahirkan.

Page 74: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

55

Salah satu tugas seorang bidan adalah melakukan

pemantauan pada ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi

dalam 2 jam setelah persalinan serta melakukan tindakan yang

diperlukan (Syarifudin dan Hamidah, 2009). Bidan juga bertugas

memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan

rumah pada minggu ke-2 dan minggu ke-6 setelah persalinan.

Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan disebabkan oleh

beberapa faktor. Rahman (2009) menemukan bahwa penolong

persalinan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal.

Chimankar dan Sahoo (2011) juga menemukan bahwa status

ekonomi yang tinggi secara signifikan meningkatkan persentase

persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

Penelitian Titaley, dkk. (2010) menemukan bahwa alasan

wanita bersalin di Jawa Barat ditolong oleh dukun bayi/paraji

meskipun telah tersedia tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan

adalah karena terkendala jarak yang jauh dan terbatasnya finansial

yang dimiliki. Sejumlah responden menjelaskan bahwa persalinan

ditolong oleh tenaga keeshatan hanya untuk wanita yang

mengalami komplikasi kehamilan. Selain itu, terdapat keterbatasan

penyedia pelayanan kesehatan di daerah terpencil. Di sisi lain,

bidan desa yang terkadang menjadi satu-satunya penyedia layanan

kesehatan, sering melakukan perjalanan keluar desa.

Page 75: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

56

Titaley, dkk. (2010) juga menyebutkan bahwa menurut

masyarakat di Jawa Barat, dukun bayi/paraji lebih sabar dan

perhatian dibandingkan bidan di desa yang merupakan tenaga

kesehatan terlatih. Dukun bayi/paraji senantiasa menemani wanita

hamil yang mendekati waktu persalinan. Sedangkan bidan di desa

akan langsung pergi seteleh melakukan pemeriksaan jika dirasa

belum waktunya persalinan dilakukan.

d. Akses ke Fasilitas Kesehatan

Akses dan ketersediaan pelayananan kesehatan menjadi salah

satu pertimbangan bagi seseorang untuk memanfaatkan pelayanan

kesehatan, termasuk pelayanan nifas. Aksesibilitas atau jarak ke

pelayanan kesehatan secara signifikan berhubungan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas (Oluwaseyi, 2013; Eliakimu, 2010).

Hal ini terjadi karena adanya faktor jumlah pelayanan kesehatan

yang tersedia dan lokasi geografisnya, serta akses jalan menuju ke

sana (Eliakimu, 2010).

Ketika lokasi fasilitas kesehatan berada jauh dari masyarakat,

maka akses terhadap fasilitas tersebut menjadi suatu masalah

(Ugboaja, dkk., 2013). Oleh sebab itu, pemanfaatan pelayanan

kesehatan lebih tinggi ketika jarak bukan menjadi masalah yang

berarti (Kim, dkk., 2013). Permasalahan aksesibilitas ke fasilitas

Page 76: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

57

kesehatan di Indonesia juga telah dilaporkan pada penelitian

sebelumnya (D‟Ambruoso, dkk., 2008).

Penelitian Islam dan Odland (2011) menemukan bahwa 56,4%

wanita tidak datang ke pelayanan nifas karena lokasi pelayanan

kesehatan yang terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Sedangkan

hasil penelitian Kim, dkk. (2013) menemukan bahwa 36% wanita

menyatakan bahwa jarak ke fasilitas kesehatan menjadi kendala

terbesar bagi mereka untuk memanfaatkan pelayanan nifas. Wanita

yang bertempat tinggal kurang dari 8 km dari pusat pelayanan

kesehatan menerima pelayanan nifas lebih tinggi daripada mereka

yang berada lebih jauh dari pusat pelayanan kesehatan (Islam dan

Odland, 2011). Jangkauan pelayanan kesehatan yang mudah

memungkinakan pemanfaatan pelayanan nifas sebesar 7,388 kali

lebih tinggi daripada jangkauan pelayanan kesehatan yang sulit

(Fitria dan Puspitasari, 2011).

Titaley, dkk. (2010) menemukan bahwa di Jawa Barat,

masalah jarak fasilitas kesehatan yang jauh, kondisi jalan yang

buruk, terbatasnya waktu untuk pergi, dan terbatasnya fasilitas

kesehatan yang tersedia, khususnya di daerah terpencil, menjadi

kendala bagi wanita hamil untuk mendapatkan pelayanan antenatal,

persalinan di fasilitas kesehatan hingga pemanfaatan pelayanan

nifas. Jarak ke pelayanan kesehatan terdekat dengan kondisi jalan

Page 77: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

58

yang buruk menyebabkan mereka harus berjalan selama 2 jam.

Situasi menjadi lebih buruk selama musim hujan ketika jalan licin.

Selain jarak ke pelayanan kesehatan, Kim, dkk (2013) juga

menemukan bahwa hampir 7 dari 10 wanita (65%) beralasan

bahwa biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan menjadi

penghalang terbesar bagi mereka untuk mendapatkan pelayanan

medis. Hasil temuan tersebut juga sama dengan Islam dan Odland

(2011) bahwa alasan mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk

perawatan menjadi penyebab mereka tidak mencari pelayanan

nifas. Namun, Eliakimu (2010) menemukan bahwa biaya

pelayanan kesehatan tidak signifikan berpengaruh terhadap

pemanfaatan pelayanan nifas. Hal ini mungkin disebabkan bahwa

hanya sebagian kecil wanita yang diminta untuk membayar biaya

pelayanan nifas.

e. Daerah Tempat Tinggal

Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan

antara daerah tempat tinggal dengan pemanfaatan pelayanan nifas.

Penelitian di Kamboja menunjukkan bahwa pelayanan nifas saat 24

jam pertama setelah persalinan lebih tinggi terjadi di daerah urban

dibandingkan di daerah rural (Kim, dkk., 2013). Hal serupa juga

ditemukan di Nepal bahwa prevalensi kunjungan pelayanan segera

setelah melahirkan lebih tinggi terjadi di daerah urban (Khanal,

Page 78: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

59

dkk., 2014). Hasil penelitian tersebut juga secara signifikan

menunjukkan bahwa ibu di daerah urban lebih besar

kemungkinannya untuk berkunjung ke pelayanan nifas dalam 42

hari setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena di daerah

pegunungan dan pedesaan di Nepal kurang memiliki akses ke

pelayanan umum, seperti jalan, transportasi, dan pelayanan

kesehatan.

Perbedaan di antara daerah urban dan rural ini terlihat lebih

kontras di beberapa negara, seperti di Mesir, Haiti, Kenya, Mali,

Nepal, Peru, Uganda, dan Zambia; di mana dua kali lebih banyak

wanita yang menerima pelayanan nifas di daerah urban

dibandingkan di dearah rural (Fort, dkk., 2006). Sedangkan di

Indonesia, Fort, dkk. (2006) menemukan bahwa perbedaan di

antara daerah urban dan rural tidak besar.

Meski pemanfaatan pelayanan nifas lebih banyak terjadi di

daerah urban, Fort, dkk. (2006) juga menemukan bahwa jika

persalinan dilakukan bukan di pelayanan kesehatan, maka wanita di

daerah rural lebih besar kemungkinannya untuk menerima

pelayanan nifas dibandingkan wanita di daerah urban yang juga

persalinannya bukan di pelayanan kesehatan. Namun, hal ini bisa

juga terjadi karena adanya upaya program penyediaan pelayanan

nifas yang lebih besar untuk wanita di daerah rural.

Page 79: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

60

2.4.3 Kebutuhan

Faktor predisposisi dan faktor pendukung untuk mencari

pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila hal itu dirasakan

sebagai kebutuhan (Anderson, 1974 dalam Notoatmodjo, 2010).

Dengan kata lain, kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung

untuk menggunakan pelayanan kesehatan, jika tingkat predisposisi dan

pendukung tidak ada. Bahkan menurut Anderson, kebutuhan (need)

merupakan variabel yang memberi kontribusi sekitar 43% dan

merupakan faktor terkuat dalam memengaruhi pemanfaatan pelayanan

kesehatan (Anies, 2006).

Kebutuhan disini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kebutuhan yang

dirasakan (preceived) dan kebutuhan yang dinilai (evaluated).

Perceived need merupakan keadaan kesehatan yang dirasakan oleh

individu sebagai manifestasi dari besarnya rasa ketakutan akan

penyakitnya dan hebatnya rasa sakit yang dideritanya (Anies, 2006).

Sedangkan evaluated need merupakan penilaian dokter yang merawat

tentang beratnya penyakit sebagai hasil pemeriksaan medis dan

diagnosis dokter (Anies, 2006).

Komplikasi persalinan merupakan faktor kebutuhan ibu dalam

memanfaatkan pelayanan nifas. Beberapa peneliti meyakini bahwa hal

tersebut dapat berpengaruh pada pemanfaatan pelayanan nifas.

Pelayanan nifas diperlukan untuk mengurangi kesakitan dan kematian

pada ibu (Paudel, dkk., 2013).

Page 80: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

61

Wanita yang mendapatkan tanda-tanda bahaya atau komplikasi saat

melahirkan lebih besar kemungkinannya untuk menerima pelayanan

nifas dari petugas kesehatan (Paudel, dkk., 2013). Hasil ini juga sama

dengan penelitian sebelumnya, yaitu Dhaher, dkk. (2008) yang

menemukan bahwa wanita yang tidak mengalami komplikasi selama

persalinan secara signifikan kurang mendapatkan pelayanan nifas

dibandingkan dengan wanita yang mengalami komplikasi persalinan.

Para wanita yang mendapatkan tanda-tanda bahaya atau komplikasi

lebih cenderung beranggapan bahwa mereka memiliki risiko kesakitan

atau kematian sehingga hal tersebut berdampak positif pada

peningkatan pemanfaatan pelayanan nifas (Paudel, dkk., 2013).

Pemanfaatan pelayanan nifas yang rendah dapat disebabkan karena

faktor kesadaran pada ibu nifas. Seperti yang terjadi di Jawa Barat

bahwa karena alasan tidak mengalami komplikasi pasca persalinan

maka wanita di sana merasa tidak membutuhkan pelayanan nifas

(Titaley, dkk., 2010). Hal ini juga terjadi pada wanita di Palestina,

Nigeria dan Etiopia bahwa salah satu alasan mereka tidak

memanfaatkan pelayanan nifas adalah karena tidak merasa sakit setelah

melahirkan sehingga tidak membutuhkan pelayanan nifas (Dhaher,

dkk., 2008; Ugboaja, dkk., 2013; Berhe, dkk., 2013). Hal ini sejalan

dengan Unicef (2012) bahwa cakupan pelayanan nifas tepat waktu yang

rendah kemungkinan besar disebabkan oleh kurangnya prioritas di

antara perempuan terhadap pelayanan ini.

Page 81: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

62

Model perilaku pemanfaatan pelayanan ini bersifat luas, yaitu dapat

digunakan untuk mengukur pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan perawatan

gigi (Andersen, 1995). Karakteristik yang paling berpengaruh terhadap setiap

jenis pelayanan juga berbeda-beda. Misalnya, pemanfaatan pelayanan rumah

sakit lebih dipengaruhi oleh faktor kebutuhan dan demografi. Sedangkan

pemanfaatan pemeriksaan gigi lebih dipengaruhi oleh faktor struktur sosial,

keyakinan kesehatan dan sumber faktor pendukung.

Pemanfaatan pelayanan juga membutuhkan perhatian terhadap akses

yang adil dan merata (Andersen, 1995). Akses yang adil dan merata

didefinisikan sesuai dengan prediktor atau faktor yang lebih dominan.

Kriteria akses yang adil dan merata tergantung pada jenis pelayanan

kesehatannya. Misalnya, pendapatan merupakan faktor akses yang adil pada

pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Konsep mengubah atau mengintervensi variabel pada penggunaan

terhadap model perilaku ini menjadi penting dalam mempertimbangkan akses

yang adil (Andersen, 2005). Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan

apakah variabel-variabel tersebut dapat menjelaskan pemanfaatan pelayanan

kesehatan. Beberapa variabel yang mendukung bisa diubah atau diintervensi

dan mungkin sangat kuat pengaruhnya dengan pemanfaatan.

Page 82: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

63

2.5 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan salah

satu data nasional survei rumah tangga yang dilakukan sebagai bagian dari

proyek internasional „Demographic and Health Survey‟ atau DHS. Survei

sebelumnya dilaksanakan pada tahun 1987, 1991, 1994, 2002-2003, 2007 dan

yang terbaru adalah 2012.

2.5.1 Tujuan Survei

Pada SDKI 2012, responden yang dipilih adalah wanita usia subur

(WUS) 15-49 tahun, pria berstatus kawin usia 15-54 tahun dan remaja

pria usia 15-24 tahun yang belum pernah kawin. Adapun SDKI 2012

dirancang khusus untuk beberapa tujuan, yaitu:

a. Menyediakan data mengenai fertilitas, keluarga berencana,

kesehatan ibu dan anak, kematian ibu, dan kepedulian terhadap

AIDS dan PMS untuk pengelola program, pengambil kebijakan,

dan peneliti untuk membantu mereka dalam mengevaluasi dan

meningkatkan program yang ada.

b. Mengukur tren angka fertilitas dan pemakaian KB, serta

mempelajari faktro-faktor yang memengaruhi perubahannya,

seperti pola dan status perkawinan, daerah tempat tinggal,

pendidikan, kebiasaan menyusui, serta pengetahuan, penggunaan,

serta ketersediaan alat kontrasepsi.

Page 83: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

64

c. Mengukur pencapaian sasaran yang dibuat sebelumnya oleh

program kesehatan nasional dengan fokus pada kesehatan ibu dan

anak.

d. Menilai partisipasi dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh pria

serta keluarganya.

e. Menciptakan data dasar yang secara internasional dapat

dibandingkan dengan negara-negara lain yang dapat digunakan

oleh pengelola program, pengambil kebijakan dan peneliti dalam

bidang KB, fertilitas dan kesehatan secara umum.

2.5.2 Organisasi Survei

SDKI 2012 dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja

sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pembiayaan survei

disediakan oleh pemerintah Indonesia. ICF (Inner City Fund)

internasional memberitahukan teknis melalui MEASURE DHS, sebuah

program yang didanai oleh U.S Agency International Development

(USAID) dan menyediakan bantuan teknis dalam pelaksanaan survei

kependudukan dan kesehatan di banyak negara.

Tim pengarah survei dibentuk dengan anggota wakil-wakil dari

BPS, BKKBN, Kemenkes dan Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasioanl. Tim teknis

Page 84: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

65

beranggotakan wakil-wakil dari instansi yang sama ditambah Lembaga

Demografi Universitas Indonesia.

Kepala BPS provinsi bertanggung jawab atas segi teknis dan

administratif pelaksanaan survei di daerah masing-masing. Mereka

dibantu oleh koordinator lapangan, yaitu Kepala Bidang Statistik Sosial

di BPS provinsi.

2.5.3 Kuisioner

SDKI 2012 menggunakan empat macam kuisioner, yaitu kuisioner

rumah tangga, kuisioner wanita usia subur, kuisioner pria kawin dan

kuisioner pria belum kawin. Kuisioner rumah tangga maupun kuisioner

WUS SDKI 2012 sebagian besar mengacu pada versi terbaru (Maret

2011) kuisioner standar yang digunakan program DHS VI. Model

kuisioner tersebut disesuaikan dengan kebutuhan di Indonesia.

Beberapa pertanyaan di kuisioner standar DHS tidak dicakup dalam

SDKI 2012 karena kurang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Selain

itu, kategori jawaban serta tambahan pertanyaan disesuaikan dengan

muatan lokal terkait program di bidang kesehatan dan keluarga

berencana nasional.

Page 85: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

66

2.5.4 Uji Coba, Pelatihan dan Lapangan

a. Uji Coba

Sebelum memulai kegiatan di lapangan, kuisioner

diujicobakan di Provinsi Riau dan Nusa Tenggara Timur untuk

memastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan sudah jelas dan dapat

dipahami oleh responden. Uji coba pada tahun 2011 menjadi

penting terkait dengan cakupan sampel berbeda untuk individu

perempuan dari wanita yang pernah kawin umur 15-49 tahun,

menjadi semua umur 15-49 tahun terlepas dari status perkawinan.

Selain itu, ada pertanyaan baru dan tambahan penyesuaian format

pertanyaan yang disesuaikan dengan kuisioner DHS dari ICF

Marco.

Uji coba dilakukan mulai pertengahan Juli hingga pertengahan

Agustus 2011 di empat kabupaten terpilih, yang mencakup 4 blok

sensus perkotaan dan empat blok sensus perdesaan. Kabupaten

yang terpilih untuk uji coba adalah Pekanbaru dan Kabupaten

Kampar (Provinsi Riau), serta Kota Kupang dan Kabupaten Timor

Tengah Selatan (Provinsi Nusa Tenggara Timur). Berdasarkan

temuan uji coba, maka dilakukan penyempurnaan terhadap

kuisioner rumah tangga dan individu.

Page 86: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

67

b. Pelatihan

Sejumlah 992 orang (26 pria dan 546 wanita) dilatih sebagai

pewawancara. Pelatihan berlangsung selama 12 hari di bulan Mei

2012 di sembilan pusat pelatihan, yaitu Batam, Bukit Tinggi,

Banten, Yogyakarta, Denpasar, Banjarmasin, Makasar, Manokwari

dan Jayapura. Pelatihan mencakup pembelajaran materi di kelas,

latihan berwawancara dan tes. Pelatihan dibedakan menjadi tiga

kelas, yaitu kelas WUS, kelas PK, dan kelas RP. Seluruh peserta

dilatih menggunakan kuisioner rumah tangga dan kuisioner

perseorangan sesuai jenis kelasnya.

c. Lapangan

Data SDKI dikumpulkan oleh 119 tim petugas. Satu tim terdiri

dari delapan orang, yaitu 1 orang pengawas pria, 1 orang editor

wanita untuk WUS dan PK, 4 orang wanita pewawancara WUS, 1

orang pria pewawancara PK (merangkap sebagai editor PK), dan 1

orang pria pengawas RP. Khusus untuk Papua dan Papua Barat, 1

tim terdiri dari lima orang, yaitu 1 orang pengawas pria

(merangkap sebagai editor PK dan RP), 1 editor WUS (wanita), 2

orang wanita pewawancara WUS dan 1 orang pria pewawancara

PK dan RP. Kegiatan di lapangan berlangsung dari Mei sampai 31

Juli 2012.

Page 87: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

68

2.6.5 Desain Sampel dan Implementasi

Secara administratif, Indonesia terbagi atas 33 provinsi, setiap

provinsi dibagi menjadi distrik (kabupaten di daerah sebagian besar

pedesaan dan kota di daerah perkotaan). Kabupaten dibagi lagi menjadi

kecamatan dan setiap kecamatan dibagi menjadi desa-desa. Seluruh

desa diklasifikasikan sebagai perkotaan dan pedesaan.

Sampel SDKI bertujuan untuk memberikan estimasi karakteristik

bagi perempuan usia 15-49 tahun dan laki-laki menikah usia 15-54

tahun di Indonesia secara keseluruhan, baik di daerah perkotaan

maupun pedesaan di setiap provinsi. Guna mencapai tujuan ini,

sebanyak 1.840 blok sensus (874 di daerah perkotaan dan 966 di daerah

pedesaan) dipilih dari daftar blok sensus pada primary sampling unit

(PSU) yang terbentuk saat sensus penduduk 2010.

Jumlah sampel blok sensus di setiap kabupaten tidak dialokasikan

sebanding dengan jumlah penduduk, tetapi dialokasikan untuk setiap

stratum menggunakan alokasi rumus akar kuadrat. Dalam setiap blok

sensus, pemutakhiran dan pemetaan daftar rumah tangga secara lengkap

dilakukan pada bulan April 2012. Daftar lengkap rumah tangga di

masing-masing blok sensus dijadikan dasar untuk pengambilan sampel

tahap kedua. Sebanyak 25 rumah tangga dipilih secara sistematis dari

setiap blok sensus.

Secara umum, hasil kunjungan untuk rumah tangga dan

perseorangan relatif tinggi. Dari 46.024 rumah tangga yang terpilih

Page 88: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

69

dalam survei ini, sebanyak 44.302 rumah tangga ditemukan dan dari

jumlah tersebut, sebanyak 43.852 atau 99 persen rumah tangga berhasil

diwawancarai.

Dari rumah tangga yang diwawancarai, terdapat 47.533 wanita

yang memenuhi syarat untuk diwawancarai, dan yang berhasil

diwawancarai ada 45.607 wanita dengan tingkat respon sebesar 96

persen. Dari sepertiga jumlah rumah tangga, terdapat 10.086 pria yang

memenuhi syarat untuk diwawancarai dan yang berhasil diwawancarai

ada 9.306 pria dengan tingkat repson sebesar 92 persen. Tingkat respon

pria lebih rendah disebabkan karena seringnya atau lamanya pria tidak

berada di rumah. Secara umum, tingkat respon untuk wawancara

dengan pria kawin di daerah pedesaan lebih tinggi daripada di daerah

perkotaan.

2.7.6 Pengolahan Data

Seluruh kuisioner SDKI 2012 yang sudah terisi termasuk lembar

pengawasan dikirm ke kantor pusat BPS di Jakarta untuk diolah.

Pengolahan terdiri dari pemeriksaan isian, pemberian kode pada

jawaban pertanyaan terbuka, perekaman data, verifikasi, dan

pengecekan kesalahan di komputer. Tim pengolahan terdiri dari 42

orang editor, 5 orang perekam data, 14 orang secondary editor, dan 14

orang pengawas perekam data. Perekaman dan pemeriksaan data

dilakukan menggunakan program komputer Cencus and Survei

Page 89: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

70

Processing System (CSPro) yang khusus dirancang untuk mengolah

data semacam SDKI.

2.6 Kerangka Teori

Berdasarkan model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan dari

Andersen (1960-an) dan berbagai faktor yang diketahui memengaruhi

pemanfaatan pelayanan nifas oleh ibu pasca persalinan, maka dapat

diilustrasikan model pemanfaatan pelayanan nifas sebagai berikut.

Bagan 2.3

Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Andersen dan Newman (2005), Paudel, dkk (2013)1,

Khanal, dkk (2014)2, Kim, dkk (2013)

3, Singh, dkk (2014)

4

Predisposisi Pendukung Kebutuhan Pemanfaatan

pelayanan

nifas

Struktur Sosial

Pendidikan1,2

Pekerjaan2

Urutan kelahiran4

Keluarga

Kuintil kekayaan2

Tempat persalinan1,2

Perceived/

Evaluated

Komplikasi

persalinan3

Keyakinan

Kunjungan ANC1

Pengetahuan3

Komunitas

Penolong persalinan1,2,3

Jarak ke fasilitas kesehatan3

Daerah tempat tinggal1,2

Page 90: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

71

Pada bagan tersebut, hubungan antar pemanfaatan pelayanan nifas

dengan faktor-faktornya tidak bersifat langsung. Secara berurutan faktor-

predisposisi memengaruhi faktor pendukung lalu memengaruhi faktor

kebutuhan yang kemudian memengaruhi pemanfaatan pelayanan nifas.

Namun, Andersen (1995) menjelaskan bahwa hubungan ini dapat bersifat

langsung karena perbedaan kemampuan setiap variabel dalam memengaruhi

pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tergantung pada jenis pelayanannya.

Page 91: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

72

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep atau kerangka pikir merupakan bagian dari kerangka

teori yang akan diteliti, untuk mendeskripsikan secara jelas variabel yang

diteliti (variabel dependen) dan variabel faktornya (variabel independen)

(Balitbangkes, 2012). Konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung

sehingga harus dijabarkan ke dalam variabel-variabel (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat determinan pemanfaatan pelayanan

nifas di daerah rural Indonesia.

Variabel dependen yang diteliti adalah pemanfaatan pelayanan nifas.

Sedangkan variabel independen yang diteliti, yaitu pendidikan, urutan

kelahiran, kunjungan antenatal (ANC), kuintil kekayaan, tempat persalinan,

penolong persalinan, jarak ke pelayanan kesehatan, dan komplikasi

persalinan. Kerangka konsep dari penelitian ini dapat dilihat pada Bagan 3.1.

Beberapa variabel independen ini penting untuk diteliti. Adapun

alasannya adalah sebagai berikut.

a. Pendidikan

Pendidikan yang tinggi memberikan kemungkinan yang lebih

besar bagi ibu untuk memperoleh informasi tentang risiko kesehatan dan

manfaat dari berkunjung ke pelayanan kesehatan.

Page 92: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

73

b. Urutan kelahiran

Ibu yang melahirkan bayi dengan urutan kelahiran tinggi lebih

kecil kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan nifas

dibandingkan ibu yang melahirkan bayi pertama kali atau dengan urutan

kelahiran rendah. Pengalaman dan pengetahuan yang telah mereka

dapatkan dari kelahiran anak sebelumnya memengaruhi persepi mereka

tentang kebutuhan akan pemeriksaan kesehatan pasca persalinan, yaitu di

pelayanan nifas.

c. Kunjungan ANC

Pengetahuan ibu tentang perawatan yang dibutuhkan setelah

persalinan sebagian besar didapatkan saat berkunjung ke pelayanan

antenatal (ANC). Pada sesi konseling di pelayanan antenatal, ibu hamil

memperoleh informasi tentang persiapan yang dibutuhkan untuk

persalinan dan pemanfaatan layanan lebih lanjut yang dibutuhkan setelah

persalinan, yaitu pelayanan nifas. Oleh sebab itu, ibu yang berkunjung ke

pelayanan antenatal lebih besar kemungkinannya untuk memanfaatkan

pelayanan nifas.

d. Kuintil kekayaan

Ibu dengan status ekonomi menengah atau tinggi lebih besar

kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan nifas dibandingkan

dengan ibu dengan status ekonomi rendah. Ibu dengan status ekonomi

Page 93: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

74

yang lebih tinggi memiliki sumber dana yang lebih untuk biaya

perawatan pasca persalinan, seperti pelayanan nifas.

e. Tempat persalinan

Ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan juga dapat memperoleh

informasi tentang tanda-tanda bahaya untuk kesehatan ibu dan bayi

dibandingkan ibu yang melahirkan di rumah. Ibu yang melahirkan di

fasilitas kesehatan biasanya juga akan diperiksa kesehatannya dalam

beberapa jam setelah melahirkan oleh petugas kesehatan sebagai salah

satu rangkaian dari pelayanan persalinan. Maka dari itu, ibu yang

melahirkan di rumah lebih besar kemungkinannya untuk menerima atau

memanfaatkan pelayanan nifas.

f. Penolong persalinan

Ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan atau bidan

terampil lebih besar kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan

nifas dibandingkan ibu bersalin yang ditolong oleh orang yang tidak

terampil. Ketika ditolong oleh tenaga kesehatan, maka sebagai bagian

dari perawatan persalinan, ibu juga akan mendapatkan pemeriksaan

kesehatan beberapa jam setelah persalinan.

Page 94: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

75

g. Jarak ke fasilitas kesehatan

Pemanfaatan pelayanan nifas juga perlu didukung dengan akses ke

pelayanan kesehatan. Jika jarak pelayanan kesehatan jauh dari tempat

tinggal, maka dapat menjadi kendala bagi ibu untuk datang ke sana

sehingga pemanfaatan pelayanan nifas menjadi lebih rendah.

h. Komplikasi persalinan

Ibu yang mengalami komplikasi persalinan lebih besar

kemungkinannya dibandingkan ibu yang tidak mengalami komplikasi

persalinan. Jika dibandingkan faktor lainnya, komplikasi persalinan

merupakan faktor kebutuhan bagi wanita untuk memanfaatkan pelayanan

nifas. Artinya, walaupun tidak ada faktor predisposisi dan pendukung,

wanita tetap akan berkunjung ke pelayanan kesehatan/ nifas untuk

berobat jika terjadi komplikasi.

Adapun beberapa variabel, seperti pekerajaan dan pengetahuan tidak

diteliti karena tidak tersedianya data tersebut dalam data sekunder. Pada data

sekunder, yaitu SDKI 2012, variabel pekerjaan yang tersedia adalah

pekerjaan ibu pada 12 bulan terakhir saat pengambilan data survei dilakukan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan adalah menggunakan data tahun 2011-

2012. Oleh karena itu, karena variabel pekerjaan tidak tersedia pada semua

sampel penelitian maka variabel tersebut tidak diteliti.

Page 95: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

76

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Variabel Independen

Variabel Dependen

Pendidikan

Urutan Kelahiran

Kunjungan ANC

Kuintil kekayaan

Tempat persalinan

Penolong persalinan

Jarak ke fasilitas

kesehatan

Komplikasi persalinan

Pemanfaatan

pelayanan nifas

Page 96: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

77

3.2 Definisi Operasional

Berikut ini adalah definisi operasional dari variabel dependen dan independen yang diteliti.

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Dependen

1. Pemanfaatan

pelayanan

nifas

Pemeriksaan kesehatan ibu saat 3 hari

pertama setelah melahirkan anak terakhir

dengan mendatangi pelayanan kesehatan

atau didatangi oleh petugas kesehatan.

Observasi

data

sekunder

Kuisioner

SDK12-WUS

No. 436-440

1. Ya

2. Tidak

Ordinal

Variabel Independen

2. Pendidikan Jenjang pendidikan formal tertinggi yang

pernah/sedang ibu duduki saat

pengambilan data SDKI 2012 (SDKI

2012).

Observasi

data

sekunder

Kuisioner

SDK12-WUS

No. 104-106

1. Perguruan tinggi

2. Tamat SMA

3. Tidak tamat SMTA

4. Tamat SD

5. Tidak tamat SD

6. Tidak sekolah

Sumber: SDKI 2012

Ordinal

Page 97: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

78

3. Urutan

kelahiran

Nomor urut kelahiran anak terakhir dari

semua anak yang pernah dilahirkan ibu

(SDKI 2012).

Observasi

data

sekunder

Kuisioner

SDK12-WUS

No. 403

1. 1

2. 2-3

3. 4-5

4. 6+

Sumber: SDKI 2012

Ordinal

4. Kunjungan

ANC

Kunjungan ibu nifas saat memeriksakan

kehamilan anak terakhir (SDKI 2012).

Observasi

data

sekunder

Kuisioner

SDK12-WUS

No. 408, 410,

412

1. 4+

2. 2-3

3. 1

4. Tidak pernah

Sumber: SDKI 2012

Ordinal

5. Kuintil

kekayaan

Indeks kekayaan rumah tangga yang

didasarkan atas barang-barang

kepemilikan rumah tangga ibu (SDKI

2012).

Observasi

data

sekunder

Kuisioner

SDK12-RT

No. 101-139

1. Teratas

2. Menengah atas

3. Menengah

4. Menengah bawah

5. Terbawah

Sumber: SDKI 2012

Ordinal

6. Tempat

persalinan

Fasilitas tempat ibu melahirkan anak

terakhir (SDKI 2012).

Observasi

data

sekunder

Kuisioner

SDK12-WUS

No. 434

1. Fasilitas kesehatan

2. Tempat lainnya

Sumber: SDKI 2012

Ordinal

7. Penolong

persalinan

Orang yang menolong persalinan ibu

ketika melahirkan anak terakhir (SDKI

2012).

Observasi

data

sekunder

Kuisioner

SDK12-WUS

No. 433

1. Tenaga kesehatan

2. Non-tenaga kesehatan

Sumber: Khanal, dkk

(2014)

Ordinal

Page 98: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

79

8. Jarak ke

fasilitas

kesehatan

Persepsi ibu terhadap jarak ke fasilitas

kesehatan ketika sakit dan ingin

mendapatkan perawatan kesehatan atau

pengobatan (SDKI 2012).

Observasi

data

sekunder

Kuisioner

SDK12-WUS

No. 1008

1. Bukan masalah

2. Masalah

Sumber: SDKI 2012

Ordinal

9. Komplikasi

persalinan

Kesulitan atau masalah kesehatan yang

dialami ibu saat melahirkan anak

terakhir, yaitu berupa persalinan lama,

perdarahan berlebihan, demam dan keluar

lendir berbau, kejang dan pingsan, atau

ketuban pecah dini > 6 jam sebelum

persalinan atau lainnya yang ibu sebutkan

(SDKI 2012).

Observasi

data

sekunder

Kuisioner

SDK12-WUS

No. 432A

1. Ya (minimal 1 jenis

komplikasi)

2. Tidak

Sumber: Paudel, dkk.

(2013)

Ordinal

Page 99: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

80

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini, yaitu:

a. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemanfaatan

pelayanan nifas.

b. Ada hubungan antara urutan kelahiran dengan pemanfaatan

pelayanan nifas.

c. Ada hubungan antara kunjungan ANC dengan pemanfaatan

pelayanan nifas.

d. Ada hubungan antara kuintil kekayaan dengan pemanfaatan

pelayanan nifas.

e. Ada hubungan antara tempat persalinan dengan pemanfaatan

pelayanan nifas.

f. Ada hubungan antara penolong persalinan dengan pemanfaatan

pelayanan nifas.

g. Ada hubungan antara jarak ke fasilitas kesehatan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas.

h. Ada hubungan antara komplikasi persalinan dengan pemanfaatan

pelayanan nifas nifas.

Page 100: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

81

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain

studi potong lintang (cross-sectional). Studi potong-lintang merupakan studi

yang dilakukan untuk menyelidiki hubungan antara paparan dan outcome

yang dikumpulkan dalam waktu bersamaan (Bailey, dkk., 2005). Adapun

penelitian yang dilakukan adalah menganalisis data sekunder dari hasil Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012

diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerja sama dengan

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan

Kementerian Kesehatan RI yang dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia

dengan lama waktu pengumpulan dan pengolahan data dari bulan Mei-

Oktober 2012. Adapun analisis lanjut data SDKI 2012 dilaksanakan pada

bulan Juni-Agustus 2014 di Ciputat, Kota Tangerang Selatan.

Page 101: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

82

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur 15-49

tahun yang pernah melahirkan pada tahun 2011-2012 di daerah rural

Indonesia dan tercatat dalam survei SDKI 2012. Adapun populasi

tersebut yang tercatat dalam survei SDKI 2012 adalah sebanyak 2829

responden.

4.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua sampel penelitian yang

terkumpul dalam SDKI 2012, yaitu wanita wanita usia subur 15-49

tahun yang pernah melahirkan pada tahun 2011-2012 di daerah rural

Indonesia dan yang terpilih serta bersedia diwawancari dalam survei

SDKI 2012.

Meskipun dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah

seluruh sampel terpilih dari SDKI 2012, besar sampel minimal perlu

dihitung untuk memastikan bahwa jumlah sampel yang digunakan

memenuhi syarat. Besar sampel minimal dihitung menggunakan rumus

besar sampel untuk uji beda proporsi, yaitu (Ariawan, 1998;

Dahlan,2010):

Page 102: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

83

n ( 1 2√2P(1 P) 1 √P1(1 P1) P2(1 P2))

2

(P1 P2)2 D

Keterangan:

n1 = Jumlah sampel minimal

Z1- 2 1,96 (Nilai pada derajat kemakanaan sebesar 5% (0,05)

Z = 0,84 (Nilai Z pada kekuatan uji 1- dengan sebesar 20%)

P = Proporsi total = (P1+P2)/2

P1 = Proporsi kelompok 1

P2 = Proporsi kelompok 2 yang bersumber dari kepustakaan

Deff = Design effect, yaitu perbandingan (rasio) antara varians

yang diperoleh pada sampel acak kompleks dengan

varians yang diperoleh jika pengambilan sampel

dilakukan secara acak sederhana (Ariawan, 1998).

Penulis menentukan nilai deff sebesar 2.

Dari persamaan di atas dan didasarkan pada perhitungan P2 dari

hasil penelitian terdahulu, nilai P1-P2 dan deff yang ditentukan sendiri

oleh penulis, di mana jumlah sampel setiap variabel dengan 0,05,

maka dapat dihitung besar sampel minimal sebagai berikut:

Page 103: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

84

Tabel 4.1

Jumlah Sampel untuk Setiap Variabel

No. Variabel Peneliti P2 P1 – P2 N

1. Pendidikan Khanal, dkk (2014) 26,6% 10% 791

2. Urutan kelahiran Khanal, dkk (2014) 36,4% 10% 769

3. Kunjungan ANC Khanal, dkk (2014) 11,5% 10% 436

4. Kuintil kekayaan Khanal, dkk (2014) 23,8% 10% 637

5. Tempat persalinan Khanal, dkk (2014) 14,3% 10% 487

6. Penolong

persalinan

Khanal, dkk (2014) 9,8% 10% 392

7. Jarak ke fasilitas

kesehatan

Kim, dkk (2013) 52,6% 10% 769

8. Komplikasi

persalinan

Paudel, dkk (2013) 28,5% 10% 698

Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel, maka diperoleh besar

sampel minimal untuk penelitian ini adalah 791 responden. Jumlah

sampel wanita wanita usia subur 15-49 tahun yang pernah melahirkan

pada tahun 2011-2012 di daerah rural Indonesia adalah 2829 sampel.

Karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan

sampel SDKI 2012, maka jumlah sampel tersebut telah memenuhi

syarat besar sampel minimal.

Cara pengambilan sampel untuk analisis lanjut SDKI 2012 adalah

total sampling dengan mengambil semua sampel penelitian yang

terkumpul dalam SDKI 2012 yang merupakan wanita usia subur 15-49

tahun yang pernah melahirkan pada tahun 2011-2012 di daerah rural

Page 104: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

85

Indonesia. Namun, sampel yang diketahui missing pada setiap variabel

tidak masuk dalam sampel penelitian.

Berdasarkan hasil filter dan cleaning data, diketahui bahwa

terdapat 757 sampel yang missing atau tidak memenuhi kriteria

sehingga sampel tersebut tidak digunakan. Oleh karena itu, jumlah

sampel penelitian yang digunakan menjadi 2072 orang.

Bagan 4.1

Alur Pengambilan Sampel

Wanita usia subur 15-49 tahun

N = 45607

Tinggal di daerah rural

N = 22709

Tinggal di daerah urban

N = 22898

Pernah melahirkan

N = 17105

Tidak pernah melahirkan

N = 5604

Melahirkan tahun 2011-2012

N = 2829

Tidak melahirkan tahun 2011-2012

N = 14276

Tidak missing

N = 2072

Missing

N = 757

Page 105: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

86

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner SDKI

2012 guna pengumpulan data determinan pemanfaatan pelayanan nifas di

daerah rural Indonesia. Adapun daftar variabel dan kuisioner yang digunakan

dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2

Daftar Variabel dan Kuisioner SDKI 2012

No. Variabel Kuisioner

1. Pemanfaatan pelayanan nifas SDKI12-WUS No. 436-440

2. Pendidikan SDKI12-WUS No. 104-106

3. Urutan kelahiran SDKI12-WUS No. 403

4. Kunjungan ANC SDKI12-WUS No. 408, 410, 412

5. Kuintil kekayaan SDKI12-RT No. 101-139

6. Tempat Persalinan SDKI12-WUS No. 434

7. Penolong Persalinan SDKI12-WUS No. 433

8. Jarak ke fasilitas kesehatan SDKI12-WUS No. 1008

9. Komplikasi persalinan SDKI12-WUS No. 432A

Pengukuran data dari setiap variabel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut (BPS, 2011):

4.4.1 Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Variabel pemanfaatan pelayanan nifas diukur berdasarkan

kuisioner wanita usia subur (WUS) nomor 436-440. Pertanyaan yang

ditanyakan kepada responden yaitu pernah atau tidaknya mendapatkan

pemeriksaan kesehatan setelah melahirkan serta tempat pertama kali

mendapatkannya, yaitu apakah di fasilitas kesehatan atau setelah

meninggalkan fasilitas kesehatan/di rumah responden. Responden juga

Page 106: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

87

ditanyakan waktu pertama kali mendapatkan pemeriksaan tersebut dan

siapa yang melakukan pemeriksaan.

Pada penelitian ini, peneliti mengkategorikan variabel pemanfaatan

pelayanan nifas menjadi 2 kategori, yaitu ya dan tidak. Jawaban "ya"

adalah responden yang mendapatkan pemeriksaan kesehatan pertama

kali dalam 3 hari pertama setelah melahirkan anak terakhirnya dengan

mendatangi pelayanan kesehatan atau didatangi oleh petugas kesehatan.

Sedangkan jawaban "tidak" adalah responden yang mendapatkan

pemeriksaan kesehatan pertama kali saat lebih dari 3 hari pertama

setelah melahirkan anak terakhirnya atau tidak pernah mendapatkan

pemeriksaan kesehatan dengan mendatangi pelayanan kesehatan atau

didatangi oleh petugas kesehatan.

4.4.2 Pendidikan

Variabel pendidikan diukur berdasarkan kuisioner WUS nomor

104-106. Pertanyaan yang ditanyakan kepada responden adalah jenjang

pendidikan yang pernah/sedang diduduki responden tanpa

memperhatikan apakah responden menyelesaikan pendidikannya.

Misalnya, responden pernag duduk di Sekolah Menengah Pertama kelas

1 hanya selama 2 minggu (kurang dari 1 tahun), maka jenjang

pendidikan repsonden adalah SMP.

Pada pertanyaan berikutnya, responden diwawancara tentang

kelas/tingkat tertinggi yang diselesaikan oleh responden pada jenjang

Page 107: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

88

pendidikan yang bersangkutan. Jika responden pernah/sedang berada

saat kurang dari 1 tahun pertama, maka ditulis 0 (tahun pertama) pada

kotak. Jika responden menamatkan tingkat pendidikan tertentu dan

tidak melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, maka ditulis 7 (tamat).

Jika tidak tahu, maka ditulis 8 (tidak tahu) pada kotak.

Pada penelitian ini, peneliti mengkategorikan variabel pendidikan

sesuai dengan kategori pada SDKI 2012. Terdapat 6 kategori

pendidikan, yaitu tidak bersekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak

tamat SMTA, tamat SMTA dan Perguruan tinggi.

4.4.3 Urutan Kelahiran

Variabel urutan kelahiran diukur berdasarkan kuisioner WUS

nomor 403. Pertanyaan yang ditanyakan kepada responden adalah

nomor urut kelahiran anak terakhir berdasarkan riwayat kelahiran dari

semua anak yang pernah dilahirkan oleh responden.

Pada penelitian ini, peneliti mengkategorikan variabel urutan

kelahiran sesuai dengan kategori pada SDKI 2012. Terdapat 4 kategori

urutan kelahiran, yaitu urutan kelahiran 1, 2-3, 4-5 dan 6 atau lebih.

4.4.4 Kunjungan Pelayanan Antenatal (ANC)

Variabel kunjungan pelayanan antenatal (ANC) diukur berdasarkan

kuisioner WUS nomor 408, 410 dan 412. Pertanyaan yang ditanyakan

kepada responden adalah pemeriksaan kandungan dan kesehatan ibu

Page 108: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

89

oleh petugas kesehatan. Pemeriksaan di sini hanya yang berhubungan

dengan kehamilan, tidak termasuk pemeriksaan lain. Pada umumnya

pemeriksaan dilakukan di sarana kesehatan, tetapi mungkin juga di

rumah responden. Responden yang memeriksakan kehamilannya

kemudian ditanya siapa saja orang yang memeriksanya. Responden

juga ditanya mengenai tempat pemeriksaan kehamilan yang paling

sering dikunjungi dan jumlah pemeriksaan kehamilannya selama

mengandung.

Pada penelitian ini, peneliti mengkategorikan variabel kunjungan

ANC sesuai dengan kategori pada SDKI 2012. Terdapat 4 kategori

kunjungan ANC, yaitu tidak berkunjung ke ANC, berkunjung 1 kali, 2-

3 kali dan 4 kali atau lebih.

4.4.5 Kuintil Kekayaan

Variabel kuintil kekayaan diukur berdasarkan kuisioner rumah

tangga (RT). Kuintil kekayaan berasal dari indeks kekayaan yang

dihitung berdasarkan akumulasi dari barang-barang kepemilikan rumah

tangga responden.

Indeks kekayaan dibuat dalam tiga tahap yang menempatkan

perbedaan daerah perkotaan dan perdesaan menjadi lebih baik dalam

skor dan indikator kekayaan. Pada tahap pertama, sub kelompok

indikator yang umum di daerah perkotaan dan perdesaan digunakan

untuk membuat skor kekayaan untuk rumah tangga di kedua wilayah

Page 109: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

90

tersebut. Variabel kategorik ditransformasikan ke dalam indikator

dikotomi yang terpisah (0-1). Indikator tersebut bersama variabel yang

kontinu diuji menggunakan principal components analysis untuk

menghasilkan skor faktor umum untuk setiap rumah tangga.

Pada tahap kedua, skor faktor terpisah dibuat untuk rumah tangga

di daerah perkotaan dan daerah perdesaan menggunakan indikator

spesifik untuk daerah tertentu. Tahap ketiga menggabungkan skor

faktor spesifik daerah yang terpisah tersebut untuk menghasilkan kuintil

kekayaan gabungan yang dapat digunakan secara nasional dengan

melakukan penyesuaian terhadap skor spesifik daerah tersebut melalui

penerapan regresi terhadap skor faktor umum. Ketiga tahap dalam

prosedur pembentukan indeks tersebut memungkinkan indeks kekayaan

dapat diterapkan pada kedua daerah perkotaan maupun perdesaan.

Hasil indeks kekayaan gabungan memiliki nilai rata-rata nol dan

standar deviasi satu. Setelah indeks dihitung, kuintil kekayaan di tingkat

nasional (mulai dari terendah sampai tertinggi) diperoleh dengan

menerapkan skor rumah tangga pada setiap anggota rumah tangga de

jure, membuat peringkat setiap penduduk berdasarkan skornya dan

selanjutnya membagi peringkat tersebut ke dalam lima kategori yang

sama, masing-masing terdiri dari 20% penduduk.

Pada penelitian ini, peneliti mengkategorikan variabel kuintil

kekayaan sesuai dengan kategori pada SDKI 2012. Terdapat 5 kategori

Page 110: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

91

kuintil kekayaan, yaitu terbawah, menengah bawah, menengah,

menengah atas, dan teratas.

4.4.6 Tempat Persalinan

Variabel tempat persalinan diukur berdasarkan kuisioner WUS

nomor 434. Jika responden melahirkan di rumah sakit atau klinik, maka

ditanyakan kembali apakah sarana tersebut dikelola oleh pemerintah

atau swasta. Jika responden tidak melahirkan di sarana pemerintah atau

swasta serta tidak di rumah responden atau rumah orang lain, maka

ditulis "lainnya". Contoh "lainnya" (kode 96) adalah di jalan,

kendaraan, dan lain-lain.

Pada penelitian ini, peneliti mengkategorikan variabel tempat

persalinan sesuai dengan kategori pada SDKI 2012, yaitu tempat

persalinan di fasilitas kesehatan (pemerintah atau swasta) dan tempat

lainnya (rumah responden, rumah orang lain atau lainnya). SDKI 2012

mengelompokkan fasilitas kesehatan pemerintah meliputi rumah

sakit/klikik pemerintah, puskesmas/pustu, poskesdes, polindes, dan

lainnya. Sedangkan fasilitas kesehaan swasta meliputi rumah sakit

swasta, rumah sakit bersalin, rumah bersalin, klinik, dokter umum

praktek, dokter kandungan praktek, bidan praktek, perawat praktek,

bidan di desa dan lainnya.

Page 111: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

92

4.4.7 Penolong Persalinan

Variabel penolong persalinan diukur berdasarkan kuisioner WUS

nomor 433. Pertanyaan yang ditanyakan kepada responden adalah siapa

sajakah yang menolongnya selama persalinan sehingga jawaban bisa

lebih dari satu. Jika responden mengatakan tidak ada yang menolong,

yang dicatat adalah orang dewasa yang menemani di sampingnya pada

saat responden melahirkan. Jika responden tidak ditolong oleh siapa

pun maka dicatat "tidak ada".

Pada penelitian ini, peneliti mengkategorikan variabel penolong

persalinan sesuai dengan kategori pada penelitian Khanal, dkk. (2014),

yaitu penolong persalinan oleh tenaga kesehatan dan non-tenaga

kesehatan. Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, meliputi dokter

umum, dokter kandungan, perawat, bidan atau bidan desa. Sedangkan

penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan, meliputi orang lain

(dukun bayi/paraji, teman/keluarga atau lainnya) atau tidak ada yang

menolong persalinan. Jika responden ditolong oleh lebih dari 1 orang,

maka penolong persalinan dikategorikan pada kelompok dengan

kualifikasi yang lebih baik. Misalnya, jika responden ditolong oleh

bidan dan dukun bayi saat bersalin, maka penolong persalinan dicatat

sebagai tenaga kesehatan.

Page 112: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

93

4.4.8 Jarak ke Fasilitas Kesehatan

Variabel jarak ke fasilitas kesehatan diukur berdasarkan kuisioner

WUS nomor 1008 yang menanyakan tentang permasalahan yang

menghalangi responden dalam melakukan perawatan atau pengobatan

kesehatan ketika sedang sakit. Misalnya, apakah jarak ke fasilitas

kesehatan menjadi suatu masalah bagi responden untuk pergi ke dokter,

maka lingkari kode 1 untuk jawaban "masalah" dan lingkari kode 2 jika

jawaban responden "bukan masalah". Pada penelitian ini, peneliti

mengkategorikan variabel tempat persalinan sesuai dengan kategori

pada SDKI 2012, yaitu masalah dan bukan masalah.

4.4.9 Komplikasi Persalinan

Variabel komplikasi persalinan diukur berdasarkan kuisoner WUS

nomor 432A yang menanyakan tentang kesulitan yang dialami

responden saat melahirkan. Pada kuisioner, terdapat 6 jenis komplikasi

persalinan yang ditanyakan. Masing-masing komplikasi persalinan

ditanyakan kepada responden apakah pernah mengalaminya atau tidak.

Jenis-jenis komplikasi persalinan yang ditanyakan, yaitu:

a. Mulas yang kuat dan teratur

Proses persalinan biasanya diawali dengan mules yang kuat

dan timbulnya teratur, mulai dengan 15 menit sekali, makin lama

makin sering menjadi 2 menit sekali disertai dengan pembukaan

Page 113: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

94

leher rahim dan keluar darah campur lendir. Umumnya persalinan

yang kedua dan seterusnya (multigravida), bayi akan lahir dalam

waktu kurang dari 12 jam setelah tanda-tanda proses persalinan

dimulai. Persalinan yang berlangsung lebih dari 12 jam disebut

"persalinan lama". Pada ibu-ibu yang baru pertama kali melahirkan

(primigravida) biasanya mules kuat teratur sampai dengan

melahirkan kurang dari 18 jam. Apabila lebih dari 18 jam maka

dikatakan "persalinan lama".

b. Perdarahan lebih banyak

Kondisi ini terjadi jika perdarahan yang melebihi 500 cc dalam

24 jam setelah anak lahir (perdarahan postpartum) atau membasahi

lebih dari 3 potong kain sarung yang bekas (sudah pernah dipakai).

c. Suhu badan tinggi dan atau mengeluarkan lendir berbau

Kondisi ini terjadi jika ibu yang melahirkan mengalami demam

dengan suhu badan tinggi (380 C atau lebih) dan keluarnya cairan

yang tidak biasa dari vagina; baunya tidak sedap, warna dan

kepekatannya berbeda dengan yang biasa.

d. Kejang dan pingsan

Kondisi ini terjadi jika kakunya seluruh otot-otot, wajah kaku,

tangan menggenggam, kaki membengkok ke dalam, pernafasan

terhenti, muka pucat, dan lidah dapat tergigit, ini berlangsung

Page 114: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

95

kurang lebih 30 detik, kemudian disusul dengan semua otot

kontraksi berulang-ulang dalam tempo cepat, mulut membuka dan

menutup, lidah terjepit, bola mata menonjol dan dari mulut keluar

ludah berbusa, muka pucat dan penderita menjadi tidak sadar,

kurang lebih 1-2 menit. Responden yang mengalami kejang saja,

sudah termasuk kategori kejang dan pingsan.

e. Ketuban pecah dini

Kondisi ini terjadi jika keluarnya air ketuban (pecah sendiri

atau dipecahkan) lebih dari enam jam sebelum anak lahir.

f. Lainnya

Jika responden mengalami kesulitan lain selama persalinan.

Pada penelitian ini, peneliti mengkategorikan komplikasi

persalinan sesuai dengan kategori pada penelitian Paudel, dkk. (2013),

yaitu "ya" dan "tidak". Kategori "ya" jika minimal terdapat 1 jenis

komplikasi yang dialami responden selama persalinan. Kategori "tidak"

jika tidak terdapat minimal 1 jenis komplikasi yang dialami responden

selama persalinan.

4.5 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu

data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 yang

Page 115: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

96

didapatkan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN).

4.6 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan bantuan software komputer

khusus untuk olah data. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data

adalah sebagai berikut:

a. Filter, yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian.

Kegiatan filter ini dilakukan saat pengambilan sampel yang dapat dilihat

pada Bagan 4.1, yaitu menghapus sampel yang tidak memenuhi kriteria.

Selain itu, filter juga dilakukan untuk menyaring data-data yang tidak

berhubungan dengan keperluan analisis data determinan pemanfaatan

pelayanan nifas. Hal ini dilakukan karena data yang didapatkan oleh

peneliti adalah seluruh data hasil SDKI yang tidak hanya berkaitan

dengan pelayanan nifas, namun juga masalah kesehatan lainnya.

b. Cleaning, yaitu mengecek kembali kemungkinan adanya kesalahan

dalam entri data. Jika ada data yang missing pada variabel-variabel

independen (pendidikan, urutan kelahiran, kunjungan ANC, kuintil

kekayaan, tempat persalinan, penolong persalinan, jarak ke fasilitas

kesehatan dan komplikasi persalinan) terhadap variabel dependen

(pemanfaatan pelayanan nifas), maka dihapus. Kegiatan cleaning ini

dilakukan saat pengambilan sampel yang dapat dilihat pada Bagan 4.1.

Page 116: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

97

c. Recode, yaitu mengubah kode atau kategori data sebelumnya menjadi

kategori yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Beberapa variabel

yang dubah kategorinya, yaitu pemanfaatan pelayanan nifas, urutan

kelahiran, kunjungan ANC, tempat persalinan, penolong persalinan dan

komplikasi persalinan.

d. Compute, yaitu membuat variabel baru dari beberapa variabel yang ada

pada data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Proses ini dilakukan

bersamaan setelah proses recode sebelumnya dilakukan.

4.7 Analisis Data

Data penelitian yang sudah dikumpulkan dan diolah kemudian dianalisis.

Analisis yang dilakukan ada dua macam, yaitu analisis univariat dan bivariat.

Analisis data dilakukan dengan bantuan program komputer, yaitu software

komputer khusus untuk uji statistik

4.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik

dari setiap variabel dependen (pemanfaatan pelayanan nifas) dan

independen (pendidikan, urutan kelahiran, kunjungan ANC, kuintil

kekayaan, tempat persalinan, penolong persalinan, jarak ke fasilitas

kesehatan dan komplikasi persalinan). Hasil analisis univariat berupa

distribusi frekuensi dari setiap variabel. Selanjutnya, hasil analisis

univariat ditampilkan dalam bentuk tabel.

Page 117: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

98

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis

penelitian. Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel, yaitu variabel

dependen (pemanfaatan pelayanan nifas) dan variabel independen

(pendidikan, urutan kelahiran, kunjungan ANC, kuintil kekayaan,

tempat persalinan, penolong persalinan, jarak ke fasilitas kesehatan dan

komplikasi persalinan) yang diduga berhubungan. Jenis uji statistik

yang digunakan adalah uji beda proporsi Chi Square. Dasar dari uji Chi

Square adalah membandingkan frekuensi yang diamati dengan

frekuensi yang diharapkan (Sabri dan Hastono, 2010). Adapun rumus

uji Chi Square, yaitu:

2 ∑(O E)

2

E

Keterangan:

O = Frekuensi yang diamati

E = Frekuensi yang diharapkan

Secara umum, ketentuan penggunaan uji Chi Square, yaitu (Sabri

dan Hastono, 2010):

a. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan <1.

b. Tidak lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan <5.

Page 118: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

99

Jika hal ini ditemui dalam suatu tabel kontingensi, maka cara

menanggulanginya adalah dengan menggabungkan nilai dari sel yang

kecil dengan sel lainnya. Artinya, kategori dari variabel dikurangi

sehingga kategori yang nilai harapannya kecil dapat digabung ke

kategori lain. Sedangkan untuk table 2x2, hal tersebut tidak dapat

dilakukan. Oleh karena itu, cara mengatasinya adalah dengan

melakukan uji Fisher Exact.

Uji kemaknaan dilakukan dengan menggunakan sebesar 0,05 dan

Confidence Interval sebesar 95%. Interpretasi dari hasil uji hipotesis

dengan uji Chi Square, yaitu :

a. Jika nilai probabilitas p ≤ 0,05 maka ada hubungan yang signifikan

antara variabel dependen dengan variabel independen.

b. Jika nilai probabilitas p > 0,05 maka tidak ada hubungan yang

signifikan antara variabel dependen dengan variabel independen.

Page 119: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

100

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik WUS di Daerah Rural Indonesia

Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah wanita usia subur

15-49 tahun yang pernah melahirkan anak terakhirnya tahun 2011-2012 di

daerah rural Indonesia. Adapun jumlah sampel yang digunakan adalah

sebanyak 2072 responden dengan distribusi umur sebagai berikut.

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Umur di Daerah Rural

Indonesia Tahun 2011-2012

Kelompok Umur Jumlah

(n)

Persen

(%)

15-19 188 9,1

20-24 534 25,8

25-29 583 28,1

30-34 429 20,7

35-39 246 11,9

40-44 81 3,9

45-49 11 0,5

Total 2072 100

Berdasarkan Tabel 5.1, responden terbanyak berada pada kelompok

umur 25-29 tahun (28,1%) dan paling sedikit berada pada kelompok umur 45-

49 tahun (0,5%). Sedangkan berdasarkan umur melahirkan pada tahun 2011-

2012, responden lebih banyak yang melahirkan pada kelompok umur 20-24

tahun

Page 120: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

101

(26,4%) dan 25-29 tahun (26,6%) serta lebih sedikit melahirkan pada

kelompok umur <15 tahun (0,2%) dan 45-49 tahun (0,4%).

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Umur Melahirkan di Daerah

Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Kelompok Umur

Melahirkan

Jumlah

(n)

Persen

(%)

< 15 4 0,2

15-19 319 15,4

20-24 546 26,4

25-29 551 26,6

30-34 391 18,9

35-39 204 9,8

40-44 49 2,4

45-49 8 0,4

Total 2072 100

5.1.1 Gambaran Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Pemanfaatan pelayanan nifas adalah pemeriksaan kesehatan pada

ibu saat 3 hari pertama setelah melahirkan anak terakhir dengan

mendatangi pelayanan kesehatan atau didatangi oleh petugas kesehatan.

Gambaran pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur di

daerah rural Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.3. Berdasarkan tabel

tersebut, sebagian besar responden memanfaatkan pelayanan nifas

(85,6%).

Page 121: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

102

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Pemanfaatan

Pelayanan Nifas

Jumlah

(n)

Persen

(%)

Ya 1773 85,6

Tidak 299 14,4

Total 2072 100

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari semua responden yang

memanfaatkan pelayanan nifas, sebanyak 96,6% di antaranya

mendapatkan perawatan nifas dari tenaga kesehatan (dokter kandungan,

dokter umum, perawat, bidan atau bidan di desa). Sedangkan responden

yang mendapatkan perawatan nifas dari dukun bayi hanya 2,9%.

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Tenaga Pemeriksa

Kesehatan Nifas di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Tenaga Pemeriksa

Kesehatan Nifas

Jumlah

(n)

Persen

(%)

Dokter kandungan 247 13,9

Dokter umum 39 2,2

Perawat 91 5,1

Bidan 816 46,0

Bidan di desa 521 29,4

Dukun bayi/paraji 50 2,9

Lainnya 9 0,5

Total 1773 100

Berdasarkan Tabel 5.5, responden lebih banyak yang

mendapatkan pemeriksaan kesehatan nifas sebelum keluar dari fasilitas

kesehatan pasca persalinan (59%).

Page 122: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

103

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Waktu Pemeriksaan

Kesehatan Nifas di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Waktu Pemeriksaan Kesehatan Nifas Jumlah

(n)

Persen

(%)

Sebelum keluar dari fasilitas kesehatan pasca

persalinan

1023 59

Setelah keluar dari fasilitas kesehatan pasca

persalinan/persalinan di rumah

710 41

Total 1733 100

5.1.2 Gambaran Pendidikan

Gambaran pendidikan pada wanita usia subur di daerah rural

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut ini.

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Pendidikan di Daerah

Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Pendidikan Jumlah

(n)

Persen

(%)

Tidak sekolah 34 1,6

Tidak tamat SD 201 9,7

Tamat SD 504 24,3

Tidak tamat SMTA 637 30,7

Tamat SMTA 469 22,6

Perguruan tinggi 227 11,0

Total 2072 100

Berdasarkan tabel tersebut, pendidikan tertinggi yang didapatkan

oleh responden lebih banyak pada tingkat tidak tamat SMTA (30,7%).

Sebanyak 66,3% responden berpendidikan di bawah SMTA.

Page 123: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

104

5.1.4 Gambaran Urutan Kelahiran Anak

Urutan kelahiran anak merupakan nomor urut kelahiran anak

terakhir dari semua anak yang pernah dilahirkan oleh responden.

Adapun gambaran nomor urut kelahiran anak pada wanita usia subur di

daerah rural Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5. 7

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Urutan Kelahiran Anak

di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Urutan Kelahiran Jumlah

(n)

Persen

(%)

1 808 39,0

2-3 931 44,9

4-5 254 12,3

6+ 79 3,8

Total 2072 100

Berdasarkan tabel tersebut, responden lebih banyak melahirkan

anak terakhirnya pada urutan kelahiran dan 2 atau 3 (44,9%).

Sedangkan responden lebih sedikit yang melahirkan pada urutan

kelahiran 6 atau lebih (3,8%).

5.1.5 Gambaran Kunjungan Pelayanan Antenatal (ANC)

Kunjungan ke pelayanan antenatal adalah kunjungan responden

ketika memeriksakan kehamilan anak terakhirnya. Adapun gambaran

kunjungan ANC pada wanita usia subur di daerah rural Indonesia dapat

dilihat pada Tabel 5.8 berikut ini.

Page 124: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

105

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Kunjungan ANC

di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Kunjungan ANC Jumlah

(n)

Persen

(%)

Tidak kunjungan 66 3,2

1 39 1,9

2-3 224 10,8

4+ 1743 84,1

Total 2072 100

Berdasarkan tabel tersebut, responden lebih banyak melakukan

kunjungan pelayanan antenatal (ANC) sebanyak 4 kali atau lebih

(84,1%) dan lebih sedikit yang melakukan kunjungan hanya 1 kali

(1,9%). Sedangkan responden yang tidak pernah melakukan kunjungan

ANC pada masa hamil sebanyak 3,2%.

Selanjutnya, Tabel 5.9 menggambarkan tempat kunjungan ANC

yang didatangi oleh responden untuk memeriksakan kehamilannya.

Karena di antara responden ada yang berkunjung ke ANC lebih dari 1

kali, maka fasilitas kesehatan yang dikunjungi bisa lebih dari satu jenis.

Berdasarkan tabel tersebut, responden lebih banyak yang berkunjung ke

bidan swasta (28%), puskesmas (27,1%) dan bidan di desa (21,4%)

untuk memeriksakan kehamilannya. Sedangkan responden yang

memeriksa kehamilannya di rumah hanya sedikit, yaitu 1,2% di rumah

responden dan 1,6% di rumah orang lain.

Page 125: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

106

Tabel 5.9

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Tempat Kunjungan ANC

di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Tempat Kunjungan

ANC

Jumlah

(n)

Persen

(%)

Pemerintah

Rumah sakit/klinik 89 4,4

Puskesmas/pustu 542 27,1

Poskesdes 32 1,6

Polindes 100 5,0

Posyandu 278 13,9

Swasta

Rumah sakit 24 1,2

Rumah sakit bersalin 15 0,7

Rumah bersalin 6 0,3

Klinik 55 2,7

Dokter umum 8 0,4

Dokter kandungan 162 8,1

Bidan 561 28,0

Perawat 13 0,6

Bidan di desa 429 21,4

Faskes swasta lainnya 19 0,9

Rumah

Rumah responden 24 1,2

Ruman orang lain 32 1,6

Keterangan: 3 sampel missing

Tabel 5.10 menggambarkan tenaga pemeriksa kehamilan

responden saat kunjungan ANC. Karena di antara responden ada yang

berkunjung ke ANC lebih dari 1 kali, maka tenaga pemeriksa yang

dikunjungi bisa lebih dari satu jenis. Berdasarkan tabel tersebut,

responden lebih banyak yang diperiksa oleh bidan (54,6%) dan lebih

sedikit diperiksa oleh dokter umum (1,7%) atau lainnya (0,7%).

Page 126: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

107

Tabel 5.10

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Tenaga Pemeriksa

Kehamilan di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Tenaga Pemeriksa

Kehamilan

Jumlah

(n)

Persen

(%)

Dokter umum 34 1,7

Dokter kandungan 313 15,6

Perawat 52 2,6

Bidan 1095 54,6

Bidan di desa 749 37,3

Dukun bayi/paraji 105 5,2

Lainnya 14 0,7

5.1.6 Gambaran Kuintil Kekayaan

Kuintil kekayaan merupakan indeks kekayaan rumah tangga yang

didasarkan atas barang-barang kepemilikan rumah tangga responden.

Adapun gambaran kuintil kekayaan pada wanita usia subur di daerah

rural Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Kuintil Kekayaan

di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Kuintil Kekayaan Jumlah

(n)

Persen

(%)

Terbawah 722 34,8

Menengah bawah 568 27,4

Menengah 365 17,6

Menengah atas 274 13,2

Teratas 143 6,9

Total 2072 100

Page 127: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

108

Berdasarkan tabel tersebut, sebagian besar responden berada pada

kuintil kekayaan dua terendah, yaitu pada tingkat terbawah (34,8%) dan

menengah bawah (27,4%). Sedangkan responden yang berada pada

kuintil kekayaan teratas hanya 6,9%.

5.1.7 Gambaran Tempat Persalinan

Tempat persalinan merupakan fasilitas tempat responden

melahirkan anak terakhirnya. Adapun gambaran jenis fasilitas tempat

persalinan pada wanita usia subur di daerah rural Indonesia dapat dilihat

pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Jenis Fasilitas Kesehatan

Tempat Persalinan di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Tempat Persalinan Jumlah

(n)

Persen

(%)

Pemerintah 503 24,3

Rumah sakit/klinik 282 13,6

Puskesmas/pustu 174 8,4

Poskesdes 10 0,5

Polindes 36 1,7

Faskes pemerintah lainnya 1 0.1

Swasta 612 29,5

Rumah sakit 79 3,8

Rumah sakit bersalin 50 2,4

Rumah bersalin 14 0,7

Klinik 40 1,9

Dokter umum 3 0,1

Dokter kandungan 14 0,7

Bidan 278 13,4

Perawat 3 0,1

Bidan di desa 125 6,0

Page 128: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

109

Faskes swasta lainnya 6 0,3

Rumah 954 46,1

Rumah responden 855 41,3

Rumah orang lain 99 4,8

Lainnya 3 0,1

Total 2072 100

Berdasarkan tabel tersebut, lebih dari setengah total responden

melahirkan di fasilitas kesehatan (53,8%), yaitu 24,3% di fasilitas

kesehatan pemerintah (rumah sakit, puskesmas, poskesdes, polindes

atau lainnya) dan 29,5% di fasilitas kesehatan swasta (rumah sakit,

rumah sakit bersalin, rumah bersalin, klinik, dokter umum, dokter

kandungan, bidan, perawat, bidan di desa atau lainnya). Sedangkan

responden lainnya yang tidak melahirkan di fasilitas kesehatan lebih

banyak yang melahirkan di rumahnya sendiri (41,3%).

Sebagai keperluan analisis data, maka tempat persalinan di

kelompokkan menjadi dua kategori, yaitu fasilitas kesehatan (fasilitas

kesehatan pemerintah dan swasta) dan tempat lain (rumah dan lainnya).

Gambaran tempat persalinan pada wanita usia subur di daerah rural

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Tempat Persalinan

di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Tempat Persalinan Jumlah

(n)

Persen

(%)

Fasilitas kesehatan 1115 53,8

Tempat lain 957 46,2

Total 2072 100

Page 129: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

110

5.1.8 Gambaran Penolong Persalinan

Penolong persalinan merupakan orang yang menolong persalinan

responden ketika melahirkan anak terakhirnya. Adapun gambaran jenis

tenaga penolong persalinan pada wanita usia subur di daerah rural

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut ini.

Tabel 5.14

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Jenis Tenaga Penolong

Persalinan di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Tenaga Penolong

Persalinan

Jumlah

(n)

Persen

(%)

Dokter umum 33 1,6

Dokter kandungan 326 15,7

Perawat 213 10,3

Bidan 982 47,4

Bidan di desa 598 28,9

Dukun bayi/paraji 508 24,5

Tetangga/kerabat 203 9,8

Orang lain 25 1,2

Tidak ada 5 0,2

Pada saat persalinan, orang yang menolong persalinan bisa lebih

dari satu orang, seperti dokter yang dibantu perawat atau didampingi

oleh tetangga/kerabat. Berdasarkan Tabel 5.14, tiga penolong persalinan

responden terbanyak adalah bidan (47,4%), bidan di desa (28,9%) dan

dukun bayi (24,5%). Sedangkan responden yang tidak mendapat

penolong persalinan dari siapa pun hanya 0,2%.

Page 130: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

111

Sebagai keperluan analisis data, maka penolong persalinan di

kelompokkan menjadi dua kategori, yaitu penolong persalinan oleh

tenaga kesehatan (dokter umum, dokter kandungan, perawat, bidan atau

bidan di desa), dan non-tenaga kesehatan (dukun bayi, tetangga/kerabat

atau orang lain dan tidak ada siapa pun yang menolong). Karena

penolong persalinan pada satu orang responden bisa lebih dari satu

orang, seperti bidan dan dukun bayi, maka tetap dikategorikan sebagai

penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, selama di antara penolong

persalinan tersebut terdapat satu orang dengan kualifikasi sebagai

tenaga kesehatan.

Tabel 5.15

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Penolong Persalinan

di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Penolong Persalinan Jumlah

(n)

Persen

(%)

Tenaga kesehatan 1799 86,8

Non-tenaga kesehatan 273 13,2

Total 2072 100

Berdasarkan Tabel 5.15, sebagian besar responden melahirkan

anak terakhirnya dengan ditolong oleh tenaga kesehatan (86,8%)

dibandingkan oleh non-tenaga kesehatan.

5.1.9 Gambaran Jarak ke Fasilitas Kesehatan

Jarak ke fasilitas kesehatan dinilai berdasarkan persepsi

responden terhadap jarak ke fasilitas kesehatan ketika sakit dan ingin

Page 131: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

112

mendapatkan perawatan kesehatan atau berobat. Jika responden merasa

bahwa jarak ke fasilitas kesehatan menjadi hambatan bagi mereka untuk

mendapatkan pengobatan, maka jarak ke fasilitas kesehatan

dikategorikan sebagai masalah. Sebaliknya, jika responden merasa

bahwa jarak ke fasilitas kesehatan bukan menjadi hambatan bagi

mereka untuk mendapatkan pengobatan, maka jarak ke fasilitas

kesehatan dikategorikan sebagai bukan masalah.

Tabel 5.16

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Jarak ke Fasilitas

Kesehatan di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Jarak ke Fasilitas

Kesehatan

Jumlah

(n)

Persen

(%)

Masalah 316 15,3

Bukan masalah 1756 84,7

Total 2072 100

Berdasarkan Tabel 5.16, hanya 15,3% responden yang memiliki

masalah dengan jarak ke fasilitas kesehatan ketika sakit dan ingin

mendapatkan perawatan kesehatan atau berobat di sana.

5.1.10 Gambaran Komplikasi Persalinan

Komplikasi persalinan adalah kesulitan atau masalah kesehatan

yang dialami responden saat melahirkan anak terakhirnya. Komplikasi

persalinan yang dapat terjadi, yaitu persalinan lama, perdarahan

berlebihan, demam atau keluar lendir berbau, kejang dan pingsan,

Page 132: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

113

ketuban pecah dini >6 jam sebelum persalinan atau komplikasi

lainnya yang disebutkan responden.

Berdasarkan Tabel 5.17, komplikasi persalinan yang paling

banyak dialami responden adalah persalinan lama (31,7%). Hanya

1,9% responden yang mengalami kejang dan pingsan saat persalinan.

Tabel 5.17

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Jenis Komplikasi

Persalinan di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Komplikasi Persalinan Jumlah

(n)

Persen

(%)

Persalinan lama 656 31,7

Perdarahan berlebihan 158 7,6

Demam/ keluar lendir berbau 144 6,9

Kejang dan pingsan 40 1,9

Ketuban pecah dini > 6 jam sebelum persalinan 261 12,6

Lainnya 80 3,9

Sebagai keperluan analisis data, maka komplikasi persalinan di

kelompokkan menjadi dua kategori, yaitu “ya” dan “tidak”. Jika

responden mengalami setidaknya 1 jenis masalah kesehatan saat

melahirkan, maka dikategorikan mengalami komplikasi persalinan.

Tabel 5.18

Distribusi Frekuensi WUS Berdasarkan Komplikasi Persalinan

di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Komplikasi

Persalinan

Jumlah

(n)

Persen

(%)

Ya 887 42,8

Tidak 1185 57,2

Total 2072 100

Page 133: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

114

Berdasarkan Tabel 5.18, kurang dari setengah total responden

yang mengalami komplikasi saat melahirkan anak terakhir sebesar

42,8%.

5.2 Determinan Pemanfaatan Pelayanan Nifas di Daerah Rural Indonesia

Guna membuktikan hipotesis penelitian, yaitu ada atau tidaknya

hubungan antara pemanfaatan pelayanan nifas dengan determinannya, maka

dilakukan analisis bivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan

uji statistik Chi Square.

5.2.1 Hubungan Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur, diperoleh bahwa

pemanfaatan pelayanan nifas tertinggi terjadi pada responden yang

sedang menyelesaikan atau tamat perguruan tinggi (90,3%). Sedangkan

pemanfaatan pelayanan nifas terendah terjadi pada responden yang

tidak pernah bersekolah, yaitu 64,7%.

Hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0,000 atau ≤ 0,05.

Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara pendidikan anak dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada

wanita usia subur di daerah rural Indonesia.

Page 134: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

115

Tabel 5.19

Hubungan Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Pendidikan

Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Total P-value

Ya Tidak

n % n % n %

Tidak sekolah 22 64,7 12 35,3 34 100

0,000

Tidak tamat

SD

165 82,1 36 17,9 201 100

Tamat SD 422 83,7 82 16,3 504 100

Tidak tamat

SMTA

545 85,6 92 14,4 637 100

Tamat SMTA 414 88,3 55 11,7 469 100

Perguruan

tinggi

205 90,3 22 9,7 227 100

5.2.2 Hubungan Urutan Kelahiran dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara urutan kelahiran anak

dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur, diperoleh

bahwa responden dengan urutan kelahiran 1 hingga 6 atau lebih

memanfaatkan pelayanan nifas yang tidak jauh berbeda, yaitu sekitar

80an persen. Responden dengan urutan kelahiran anak pertama atau

kedua hingga tiga memanfaatkan pelayanan nifas paling tinggi, yaitu

85,7% dan 85,3%. Sedangkan pemanfaatan lebih rendah pada

responden dengan urutan kelahiran 4 hingga 5 atau 6 atau lebih, yaitu

81,9% dan 81%.

Page 135: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

116

Tabel 5.20

Hubungan Urutan Kelahiran dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Urutan

Kelahiran

Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Total P-value

Ya Tidak

n % n % n %

1 707 85,7 101 12,5 808 100

0,085 2-3 794 85,3 137 14,7 931 100

4-5 208 81,9 46 18,1 254 100

6+ 64 81,0 15 19,0 79 100

Hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0,085 atau > 0,05.

Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara urutan kelahiran anak dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada

wanita usia subur di daerah rural Indonesia.

5.2.3 Hubungan Kunjungan Pelayanan Antenatal (ANC) dengan

Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kunjungan pelayanan

antenatal (ANC) dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia

subur, diperoleh bahwa pemanfaatan pelayanan nifas lebih tinggi terjadi

pada responden yang melakukan kunjungan ANC sebanyak 4 kali atau

lebih (88,3%) dibandingkan yang melakukan kunjungan ANC <4 kali

atau yang tidak pernah melakukan kunjungan. Pemanfaatan pelayanan

nifas paling rendah terjadi pada responden yang tidak pernah

melakukan kunjungan ANC, yaitu 57,6%.

Page 136: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

117

Tabel 5.21

Hubungan Kunjungan ANC dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Kunjungan

ANC

Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Total P-value

Ya Tidak

n % n % n %

Tidak

kunjungan

38 57,6 28 42,4 66 100

0,000 1 24 61,5 15 38,5 39 100

2-3 172 76,8 52 23,2 224 100

4+ 1539 88,3 204 11,7 1743 100

Hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0,000 atau ≤ 0,05.

Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

kunjungan ANC dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia

subur di daerah rural Indonesia.

5.2.4 Hubungan Kuintil Kekayaan dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kuintil kekayaan

dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur, diperoleh

bahwa responden yang berada pada kuintil kekayaan teratas (94,%)

lebih tinggi pemanfaatan pelayanan nifasnya dibandingkan kelompok

kuintil kekayaan terendah lainnya. Sedangkan pemanfaatan pelayanan

nifas paling rendah terjadi pada kelompok kuintil kekayaan terbawah

(78,8%).

Page 137: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

118

Tabel 5.22

Hubungan Kuintil Kekayaan dengan Pemanfaatan Pelayanan Nifas

Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Kuintil

Kekayaan

Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Total P-value

Ya Tidak

n % n % n %

Terbawah 569 78,8 153 21,2 722 100

0,000

Menengah

bawah

493 86,8 75 13,2 568 100

Menengah 329 90,1 36 9,9 365 100

Menengah atas 247 90,1 27 9,9 274 100

Teratas 135 94,4 8 5,6 143 100

Hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0,000 atau ≤ 0,05.

Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

kuintil kekayaan dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia

subur di daerah rural Indonesia.

5.2.5 Hubungan Tempat Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara tempat persalinan

dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur, diperoleh

bahwa pemanfaatan pelayanan nifas paling tinggi terjadi pada

responden yang melahirkan di fasilitas kesehatan (92,9%) dibandingkan

yang melahirkan di tempat lain atau non-fasilitas kesehatan (77%).

Hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0,000 atau ≤ 0,05.

Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

Page 138: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

119

tempat persalinan dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita

usia subur di daerah rural Indonesia.

Tabel 5.23

Hubungan Tempat Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Tempat

Persalinan

Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Total P-value

Ya Tidak

n % n % n %

Fasilitas

Kesehatan

1035 92,9 79 7,1 1115 100

0,000

Tempat lain 737 77,0 220 23,0 957 100

5.2.6 Hubungan Penolong Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara penolong persalinan

dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur, diperoleh

bahwa responden yang ditolong oleh tenaga kesehatan (90%) lebih

tinggi pemanfaatan pelayanan nifasnya dibandingkan responden yang

ditolong oleh non-tenaga kesehatan (dukun bayi, tetangga/kerabat atau

orang lain atau tidak ada yang menolong) (56,4%).

Hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0,000 atau ≤ 0,05.

Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

penolong persalinan dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita

usia subur di daerah rural Indonesia.

Page 139: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

120

Tabel 5.24

Hubungan Penolong Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Penolong

Persalinan

Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Total P-value

Ya Tidak

n % n % n %

Tenaga

kesehatan

1619 90,0 180 10,0 1799 100

0,000 Non-tenaga

kesehatan

154 56,4 119 43,6 273 100

5.2.7 Hubungan Jarak ke Fasilitas Kesehatan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Nifas

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara jarak ke fasilitas

kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur,

diperoleh bahwa pemanfaatan pelayanan nifas lebih rendah terjadi pada

responden yang memiliki masalah dengan jarak ke fasilitas kesehatan

(77,8%) dibandingkan responden yang tidak memiliki masalah dengan

jarak ke fasilitas kesehatan (87%).

Tabel 5.25

Hubungan Jarak ke Fasilitas Kesehatan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Nifas Pada WUS di Daerah Rural Indonesia

Tahun 2011-2012

Jarak ke

Fasilitas

Kesehatan

Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Total P-value

Ya Tidak

n % n % n %

Masalah 246 77,8 70 22,2 316 100

0,000 Bukan

masalah

1527 87,0 229 13,0 1756 100

Page 140: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

121

Hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0,000 atau ≤ 0,05.

Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

jarak ke fasilitas kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada

wanita usia subur di daerah rural Indonesia.

5.2.8 Hubungan Komplikasi Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara komplikasi persalinan

dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur, diperoleh

bahwa pemanfaatan pelayanan nifas pada responden yang mengalami

komplikasi persalinan dengan yang tidak mengalami komplikasi

persalinan relatif sama, yaitu 85,5% dan 84,9%.

Tabel 5.26

Hubungan Komplikasi Persalinan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Pada WUS di Daerah Rural Indonesia Tahun 2011-2012

Komplikasi

Persalinan

Pemanfaatan Pelayanan

Nifas Total P-value

Ya Tidak

n % n % n %

Ya 767 85,5 120 13,5 887 100 0,343

Tidak 1005 84,9 179 15,1 1185 100

Hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0,343 atau > 0,05.

Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara komplikasi persalinan dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada

wanita usia subur di daerah rural Indonesia.

Page 141: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

122

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada pelaksanaan penelitian ini, peneliti menghadapi beberapa

keterbatasan penelitian. Pertama, hasil ukur pada variabel kuintil kekayaan

yang didapatkan oleh peneliti merupakan hasil yang sudah diolah oleh ICF

(Inner City Fund) Marco milik U.S Agency International Development

(USAID). ICF Marco membagi kuintil kekayaan menjadi 5 macam, yaitu

terbawah, menengah bawah, menengah, menengah atas dan teratas. Namun,

peneliti tidak mengetahui besarnya interval skor masing-masing kategori

kuintil kekayaan tersebut sehingga tidak diketahui pada kondisi seperti apa

seseorang dikatakan berada pada kuintil kekayaan tertentu. Oleh karena itu,

hal ini menjadi salah satu kendala bagi peneliti dalam menganalisis dan

memberi saran terhadap pemanfaatan pelayanan nifas yang dipengaruhi oleh

kuintil kekayaan.

Kedua, kemungkinan terjadinya bias informasi pada sampel yang

melahirkan saat proses wawancara survei dilakukan. Hal ini dapat berdampak

pada tidak terpenuhinya syarat 3 hari sebagai masa wanita mendapatkan

pemanfaatan pelayanan nifas pasca persalinan. Namun, peneliti telah

melakukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan membatasi

Page 142: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

123

sampel yang dipilih adalah satu bulan sebelum survei sehingga tidak

memengaruhi hasil penelitian pada variabel pemanfaatan pelayanan nifas.

Ketiga, pengukuran variabel jarak ke fasilitas kesehatan hanya diukur

berdasarkan pada persepsi responden, yaitu persepsi mereka terhadap jarak ke

fasilitas kesehatan ketika sakit dan ingin mendapatkan perawatan kesehatan

atau pengobatan. Hasil ukur dari variabel ini, yaitu „masalah‟ dan „tidak

masalah. Karena pengukuran variabel ini berdasarkan pada persepsi, maka

jawaban yang diberikan oleh responden bersifat subjektif sehingga tidak

diketahui pada jarak berapa hal ini menjadi masalah atau tidak masalah bagi

mereka.

6.2 Pemanfaatan Pelayanan Nifas di Daerah Rural Indonesia

Pelayanan nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu

mulai 6 jam pertama sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan

(Kemenkes RI, 2010). Pelayanan nifas tidak berarti bahwa ibu nifas yang

harus mendatangi tenaga kesehatan atau fasilitas kesehatan. Melainkan

didefinisikan sebagai kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan, baik di dalam

gedung maupun di luar gedung fasilitas kesehatan.

Pada penelitian ini, pemanfaatan pelayanan nifas merupakan

pemeriksaan kesehatan yang ibu dapatkan pada 3 hari pertama setelah

melahirkan anak terakhir dengan mendatangi pelayanan kesehatan atau

didatangi oleh petugas kesehatan. Penentuan batasan waktu 3 hari pertama

setelah melahirkan adalah karena periode tersebut merupakan waktu yang

Page 143: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

124

paling berisiko terjadinya komplikasi pasca persalinan (Riskesdas, 2010).

Bahkan tingginnya kematian dapat terjadi pada hari pertama dan kedua

setelah melahirkan (Ronsmans, dkk., 2006). Nour (2008) juga menyebutkan

bahwa sebanyak 45% kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama

setelah melahirkan dan 66% terjadi pada 1 minggu pertama setelah

melahirkan.

Hasil penelitian menemukan bahwa dari 2072 wanita usia subur,

sebanyak 85,6% telah memanfaatkan pelayanan nifas dan 14,4% tidak

memanfaatkan pelayanan nifas di daerah rural Indonesia. Persentase

pemanfaatan pelayanan nifas ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan

persentase pelayanan nifas yang ada di laporan SDKI 2012, yaitu sebesar

74%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena perbedaan penetapan waktu

pemanfaatan pelayanan nifas, yaitu 2 hari pertama pasca persalinan pada

laporan SDKI 2012 dan 3 hari pertama pasca persalinan pada penelitin ini.

Oleh karena itu, terdapat tambahan jumlah wanita yang mendapatkan

pelayanan nifas pada hari ketiga sehingga persentase yang dihasilkan lebih

besar.

Selain itu, perbedaan besarnya persentase ini dimungkinkan terjadi

karena perbedaan periode tahun sampel yang digunakan. Laporan SDKI 2012

menggunakan sampel antara tahun 2007-2012. Sedangkan pada penelitian ini,

sampel yang digunakan adalah tahun 2011-2012. Hal ini menunjukkan bahwa

kemungkinan cakupan pemanfaatan pelayanan nifas lebih tinggi terjadi pada

tahun 2011-2012 dibandingkan pada tahun-tahun sebelumya. Oleh sebab itu,

Page 144: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

125

persentase pemanfaatan pelayanan nifas yang dihasilkan pada penelitian ini

lebih besar dibandingkan yang dilaporkan SDKI tahun 2012.

Meskipun persentase pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural

secara nasional cukup tinggi, terdapat ketimpangan persentase antar daerah

rural di tingkat provinsi, yaitu antara 58,3% hingga 98,1%. Tiga provinsi

tertinggi yang memanfaatkan pelayanan nifas adalah Bengkulu (98,1%),

Yogyakarta (96,3%) dan Bali (96,2%). Sedangkan tiga provinsi terendah

yang memanfaatkan pelayanan nifas adalah Papua (58,3%), Maluku (68,2%)

dan Papua Barat (70,8%). Terdapat 13 provinsi yang berada di bawah angka

nasional dalam memanfaatkan pelayanan nifas. Hal ini menunjukkan bahwa

pemanfaatan pelayanan nifas masih menjadi masalah di daerah rural di

beberapa provinsi di Indonesia.

Hasil penelitian juga menemukan bahwa dari 1733 wanita yang

memanfaatkan pelayanan nifas, sebagian besar dilayani atau diperiksa oleh

bidan, yaitu 46% bidan praktek dan 29,4% bidan di desa. Hal ini diasumsikan

karena banyak di antara wanita yang melahirkan di bidan praktek atau bidan

di desa. Terlihat dari hasil penelitian bahwa sebanyak 59% wanita yang

memanfaatkan pelayanan nifas mendapatkan pemeriksaan kesehatan saat

sebelum keluar dari fasilitas kesehatan pasca persalinan dan jenis fasilitas

kesehatan yang banyak digunakan sebagai tempat persalinan adalah bidan

praktek (24,9%) dan bidan di desa (11,9%).

Selain itu, alasan banyaknya wanita yang menerima pemeriksaan pada 3

hari pertama setelah melahirkan dari bidan diasumsikan karena banyak wanita

Page 145: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

126

yang mendapatkan pertolongan persalinan oleh bidan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari total responden yang memanfaatkan pelayanan

nifas, sebanyak 50,6% wanita mendapatkan pertolongan persalinan dari bidan

dan 29,4% dari bidan di desa. Ini menunjukkan bahwa bidan memiliki

peranan yang besar dalam meningkatkan pemanfaatan pelayanan nifas di

daerah rural.

Setiap ibu nifas seharusnya memanfaatkan pelayanan nifas. Menurut

Paudel, dkk. (2013), pelayanan nifas diperlukan untuk mengurangi kesakitan

dan kematian pada ibu. Salah satu tujuan umum dari pelayanan nifas adalah

memulihkan kesehatan umum penderita, mempertahankan psikologis dan

mencegah infeksi dan komplikasi (Bahiyatun, 2008). Diketahui bahwa setelah

persalinan, terdapat perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu selama masa

nifas, seperti perubahan pada uterus, lokia, serviks, vagina dan vulva,

perineum, abdomen, ovarium, payudara, sistem kardiovaskular, sistem

pencernaan, dan sistem perkemihan (Manuaba, 2004; Stright, 2005;

Bahiyatun, 2008; Leveno, dkk., 2009). Pada masa nifas, ibu juga dapat

mengalami komplikasi, seperti perdarahan, sepsis puerperalis, eklamsia,

infeksi puerperalis, depresi postpartum, postpartum blues atau psikosis

postpartum (Farrer, 2001; WHO, 2002; Tomb, 2004; Sastrawinata, dkk.,

2005; Bahiyatun, 2008; Leveno, dkk., 2009). Oleh karena itu, untuk

mengidentifikasi dan menangani atau merujuk komplikasi serta meningkatkan

kesehatan pasca persalinan, maka ibu harus memanfaatkan pelayanan nifas.

Page 146: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

127

Selain karena faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan nifas (dibahas pada sub-bab selanjutnya), alasan wanita tidak

memanfaatkan pelayanan nifas juga diasumsikan karena kurangnya kesadaran

mereka tentang pentingnya pelayanan nifas sehingga merasa tidak

membutuhkannya. Unicef (2012) menyebutkan bahwa cakupan pelayanan

nifas tepat waktu yang rendah kemungkinan besar disebabkan oleh kurangnya

prioritas di antara perempuan terhadap pelayanan ini. Seperti yang terjadi di

Jawa Barat bahwa karena alasan tidak mengalami komplikasi pasca

persalinan maka wanita di sana merasa tidak membutuhkan pelayanan nifas

(Titaley, dkk., 2010). Hal ini juga terjadi pada wanita di Palestina, Nigeria

dan Etiopia bahwa salah satu alasan mereka tidak memanfaatkan pelayanan

nifas adalah karena tidak merasa sakit setelah melahirkan sehingga tidak

membutuhkan pelayanan nifas (Dhaher, dkk., 2008; Ugboaja, dkk., 2013;

Berhe, dkk., 2013).

6.3 Determinan Pemanfaatan Pelayanan Nifas di Daerah Rural Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 6 dari 8 variabel yang diteliti

berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur di

daerah rural Indonesia tahun 2011-2012. Berikut ini adalah pembahasan dari

masing-masing variabel tersebut.

Page 147: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

128

6.3.1 Pendidikan

Pendidikan memiliki peranan terhadap perilaku seseorang

(Notoadmodjo, 2010). Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan

perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (Andersen, 1995). Morreale

(1998) menjelaskan bahwa pendidikan umumnya menyebabkan

tingginya pemanfataan pelayanan kesehatan.

Pada penelitian ini, pemanfaatan pelayanan nifas tertinggi terjadi

pada wanita dengan pendidikan perguruan tinggi (90,3%) dibandingkan

wanita dengan tingkat pendidikan lebih rendah lainnya. Sedangkan

pemanfaatan pelayanan nifas paling rendah terjadi pada wanita yang

tidak pernah sekolah (64,7%). Hal ini menunjukkan bahwa wanita yang

memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung akan lebih banyak

memanfaatkan pelayanan nifas. Hasil uji statistik juga menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur dengan p-value

sebesar 0,000.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Doraon (2012) dan

Ugboaja, dkk. (2013) yang menemukan bahwa terdapat hubungan

antara tingginya pendidikan ibu dengan peningkatan pemanfaatan

pelayanan nifas. Ibu yang berpendidikan menengah dan atas lebih besar

kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan nifas saat 24 jam

pertama setelah melahirkan (Paudel, dkk., 2013).

Page 148: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

129

Namun, hal ini tidak sejalan dengan penelitian Dhaher, dkk.

(2008) dan Berhe, dkk. (2013) bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara pendidikan ibu dengan pemanfaatan pelayanan nifas.

Sebaliknya, penelitian Fitria dan Puspitasari (2011) menemukan bahwa

ibu nifas yang tamat SD cenderung melaksanakan pelayanan nifas

dibandingkan ibu nifas yang berpendidikan SMP dan SMA karena

kemungkinan ibu dengan pendidikan lebih tinggi merasa lebih tahu

akan kondisi tubuhnya.

Adanya hubungan dalam penelitian ini diasumsikan karena

pendidikan wanita memengaruhi pengetahuan mereka tentang

pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pengetahuan tentang

fasilitas kesehatan ibu lebih tinggi di antara orang-orang yang

mendapatkan pendidikan formal (Yar‟zever dan Said, 2013).

Pengetahuan yang didapat dari pendidikan memberikan kemudahan

bagi individu dalam mengakses informasi dan memanfaatkan pelayanan

untuk meningkatkan kesehatan diri sendiri dan keluarganya (Higgins,

Lavin dan Metcalfe, 2008; Paudel, dkk., 2013).

Kemudahan wanita berpendidikan tinggi dalam mengakses

informasi juga dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan nifas. Ibu

dengan pendidikan tinggi lebih mungkin untuk berkunjung ke

pelayanan nifas karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka

semakin besar kemungkinannya memperoleh informasi tentang risiko

Page 149: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

130

kesehatan, pentingnya dan manfaat mengakses pelayanan kesehatan

(Khanal, dkk, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian, wanita di daerah rural Indonesia

lebih banyak yang bersekolah tidak tamat SMTA (30,7%) dan 66,3% di

bawah tamat SMTA. Hanya 33,6% wanita yang bersekolah hingga

tamat SMTA atau perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan wanita usia 15-49 tahun yang pernah melahirkan tahun

2011-2012 di daerah rural Indonesia tergolong masih rendah.

Berdasarkan SDKI tahun 2012, wanita yang tinggal di daerah

rural memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan

wanita yang tinggal di daerah urban, khususnya pada tingkat pendidikan

SMTA dan perguruan tinggi (BPS, BKKBN, Kemenkes RI, dan ICF

International, 2013). Hal ini karena pemerataan layanan pendidikan

menengah belum sepenuhnya mampu menjangkau penduduk kurang

beruntung yang disebabkan kondisi geografis (misalnya daerah

terpencil dan perbatasan) dan kondisi sosial ekonomi (Kemendikbud,

2012). Pelaksanaan desentralisasi pendidikan yang belum mantap

karena kurangnya kejelasan pembagian tugas dan tanggung jawab antar

tingkat pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) menjadi

salah satu penyebab manajemen tata kelola pendidikan yang belum

efektif, khususnya dalam hal fungsi dan pendanaan.

Selain dari pendidikan formal, pengetahuan masyarakat tentang

kesehatan dapat diperoleh dari pendidikan informal. Perilaku

Page 150: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

131

masyarakat yang erat kaitannya dengan upaya peningkatan pengetahuan

masyarakat dapat terbentuk melalui kegiatan yang disebut pendidikan

kesehatan (Maulana, 2009).

Pendidikan kesehatan adalah proses yang direncanakan dengan

sadar untuk menciptakan peluang bagi individu-individu untuk

senantiasa belajar memperbaiki kesadaran serta meningkatkan

pengetahuan dan keterampilannya demi kepentingan kesehatannya

(Nursalam dan Efendi, 2008). Pendidikan kesehatan dapat diberikan

dalam bentuk memberikan informasi dan mendidik masyarakat tentang

cara hidup yang sehat (Chandra, 2009).

Informasi tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan nifas dapat

disampaikan secara langsung kepada masyarakat berupa penyuluhan

atau secara tidak langsung melalui poster, media cetak dan elektronik.

Pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan kesehatan ini diharapkan

dapat meningkatkan kesadaran wanita tentang pentingnya menjaga

kesehatan diri sendiri setelah melahirkan melalui pemanfaatan

pelayanan nifas.

Oleh karena tingginya tingkat pendidikan wanita memengaruhi

pemanfaatan pelayanan nifas setelah melahirkan, maka perlu adanya

upaya memperbaiki tingkat pendidikan, salah satunya adalah dengan

cara meningkatkan pemerataan program wajib belajar minimal 9 tahun

yang ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai di daerah

rural Indonesia. Pengintegrasian kurikulum pendidikan kesehatan ke

Page 151: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

132

dalam kurikulum pendidikan formal juga dapat menjadi cara yang

efektif untuk memberikan pengetahuan sejak dini kepada pelajar

tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan

reproduksi pada masa kehamilan hingga masa nifas.

Selain itu, perlu adanya peningkatan peran pemerintah, baik pusat

maupun daerah dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang

pentingnya pemanfaatan pelayanan nifas, melalui program promosi

kesehatan atau penyuluhan, khususnya kepada wanita yang tidak

bersekolah. Program berbasis masyarakat atau komunitas juga

sebaiknya dilakukan berupa pelatihan kepada kader-kader kesehatan

setempat tentang pendidikan kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kesadaran masyarakat terhadap bahaya potensial yang terkait dengan

kehamilan dan pentingnya memanfaatkan pelayanan nifas.

6.3.2 Urutan Kelahiran

Nomor urut kelahiran anak memiliki hubungan yang kuat dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal, seperti pelayanan antenatal,

penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, persalinan di fasilitas

kesehatan hingga pelayanan nifas. Wanita yang memiliki anak lebih

banyak biasanya berdampak pada peningkatkan tanggung jawab secara

fisik dan materi sehingga hanya memiliki waktu dan sumber finansial

yang sedikit untuk menjaga atau merawat kesehatan diri sendiri

(Adamu, 2011).

Page 152: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

133

Pada penelitian ini, wanita yang melahirkan anaknya yang

pertama hingga ketiga lebih banyak memanfaatkan pelayanan nifas

dibandingkan wanita yang melahirkan anaknya yang keempat atau

lebih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang memiliki anak

dengan urutan kelahiran besar cenderung akan lebih sedikit

memanfaatkan pelayanan nifas. Namun, hasil uji statistik menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran

dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur dengan p-

value sebesar 0,085.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Islam dan Odland

(2011) yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara urutan kelahiran dengan pemanfaatan pelayanan nifas.

Bahkan pemanfaatan pelayanan nifas lebih tinggi terjadi pada ibu yang

melahirkan anak kedua dan ke empat dibandingkan anak pertama dan

ketiga. Fort, dkk (2006) juga menemukan bahwa pada kelahiran non-

fasilitas kesehatan, pemafaatan pelayanan nifas lebih tinggi terjadi pada

ibu yang melahirkan anak ke-5 atau lebih dibandingkan anak dengan

urutan kelahiran kecil.

Namun, hal ini tidak sejalan dengan penelitian Adamu (2011),

Singh, dkk. (2012), dan Khanal, dkk. (2014) yang menemukan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara urutan kelahiran dengan

pemanfaatan pelayanan nifas. Khanal, dkk (2014) menemukan bahwa

tingginya pemanfaatan pelayanan nifas terjadi pada kelahiran anak

Page 153: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

134

pertama (61,8%) dan kedua atau ketiga (41,2%). Begitu juga dengan

Singh, dkk. (2012) yang menemukan bahwa tingginya pemanfaatan

pelayanan nifas terjadi pada kelahiran anak pertama (37,4%) dan kedua

atau ketiga (32,8%). Tingginya pemanfaatan pelayanan nifas pada anak

pertama disebabkan karena wanita lebih berhati-hati tentang kehamilan

pertamanya dan cenderung memiliki kesulitan selama persalinan

(Singh, dkk., 2012).

Tidak adanya hubungan pada penelitian ini dimungkinkan terjadi

karena sebagian besar responden ditolong oleh tenaga kesehatan dan

kemudian mendapatkan pemeriksaan kesehatan segera setelah

persalinan. Berdasarkan hasil penelitian, wanita dengan urutan

kelahiran ke-1 dan ke-2 hingga 3 telah ditolong oleh tenaga kesehatan

saat bersalin sebesar 92,3% dan 84,9%. Dari persentase tersebut,

sebanyak 90,8% dan 89,9% di antaranya telah mendapatkan

pemeriksaan kesehatan segera setelah persalinan. Tingginya persentase

ini tidak jauh berbeda dengan persentase pada urutan kelahiran yang

lebih besar. Wanita dengan urutan kelahiran ke-4 hingga 5 atau ke-6

atau lebih telah ditolong oleh tenaga kesehatan saat bersalin sebesar

79,9% dan 75,9%. Dari persentase tersebut, sebanyak 88,2% dan 88,3%

di antaranya telah mendapatkan pemeriksaan kesehatan segera setelah

persalinan.

Wanita yang ditolong oleh tenaga kesehatan saat persalinan akan

mendapatkan pemeriksaan kesehatan segera setelah persalinan. Salah

Page 154: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

135

satu standar pelayanan di fasilitas kesehatan dasar oleh tenaga

kesehatan adalah memeriksa kesehatan ibu secara rutin selama 2 jam

pertama pasca persalinan (Kemenkes, 2013). Syarifudin dan Hamidah

(2009) juga menyebutkan bahwa tugas bidan sebagai salah satu tenaga

kesehatan adalah melakukan pemantauan pada ibu dan bayi terhadap

terjadinya komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan serta melakukan

tindakan yang diperlukan. Bidan juga bertugas memberikan pelayanan

selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada minggu ke-2 dan

minggu ke-6 setelah persalinan.

Meskipun hasil uji statistik menemukan tidak ada hubungan, hasil

penelitian menunjukkan bahwa semakin besar urutan kelahiran maka

semakin tinggi pemanfaatan pelayanan nifas. Oleh karena itu,

intervensi pada kebijakan dan program peningkatkan kesehatan ibu

melalui pelayanan nifas sebaiknya lebih difokuskan pada kelompok

wanita yang memiliki pengalaman melahirkan lebih banyak, yaitu

dengan cara peningkatkan promosi pelayanan nifas.

6.3.3 Kunjungan Pelayanan Antenatal (ANC)

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya,

dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang

ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) (Kemenkes RI,

2010). Frekuensi pelayanan antenatal minimal 4 kali selama masa

Page 155: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

136

kehaminan, yaitu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali

pada triwulan kedua dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 84,1% wanita

di daerah rural Indonesia pada tahun 2011-2012 melakukan kunjungan

ANC sebanyak 4 kali atau lebih. Sedangkan sebanyak 12,7% wanita

melakukan kunjungan hanya 1-3 kali dan 3,2% tidak pernah melakukan

kunjungan ANC selama kehamilannya. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat kesadaran wanita untuk berkunjung ke ANC cukup tinggi.

Kunjungan ke pelayanan antenatal (ANC) memiliki dampak

positif pada pemanfaatan pelayanan nifas (Chimankar dan Sahoo,

2011). Kunjungan antenatal dapat meningkatkan kemungkinan bagi

wanita untuk memanfaatkan pelayanan nifas (Ugboaja, dkk., 2013).

Pada penelitian ini, pemanfaatan pelayanan nifas lebih tinggi

terjadi pada wanita yang melakukan kunjungan ANC ≥4 kali (88,3%)

dan lebih rendah pada wanita yang tidak pernah melakukan kunjungan

ANC (57,6%). Hal ini menunjukkan bahwa tingginya pemanfaatan

pelayanan nifas terjadi pada tingginya kunjungan ANC wanita ketika

hamil. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara kunjungan ANC dengan pemanfaatan pelayanan

nifas pada wanita usia subur dengan p-value sebesar 0,000.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Chimankar dan

Sahoo (2011), Ugboaja, dkk. (2013), Paudel, dkk. (2013), dan Khanal,

dkk. (2013) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kunjungan

Page 156: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

137

ANC dengan pemanfaatan pelayanan nifas. Paudel, dkk. (2013)

menemukan bahwa ibu yang berkunjung ke ANC sebanyak 1 sampai 3

kali dan 4 kali atau lebih, lebih besar kemungkinannya untuk

memanfaatkan pelayanan nifas daripada ibu yang tidak datang ke

pelayanan antenatal. Khanal, dkk., (2014) juga menemukan bahwa ibu

yang berkunjung sebanyak 4 kali atau lebih ke ANC lebih besar

kemungkinannya untuk berkunjung ke pelayanan nifas setelah bersalin

daripada ibu yang tidak berkunjung ke ANC.

Namun, beberapa penelitian menemukan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara kunjungan ANC dengan pemanfaatan

pelayanan nifas (Dhaher, dkk., 2008; Berhe, dkk., 2013). Meski tidak

ada hubungan, Berhe, dkk. (2013) berkeyakinan bahwa penting untuk

mendidik para ibu hamil tentang pelayanan nifas ketika berkunjung ke

pelayanan antenatal sehingga dapat meningkatkan kesadaran mereka

untuk memanfaatkan pelayanan nifas.

Adanya hubungan dalam penelitian ini, dimungkinkan karena

wanita mendapatkan informasi tentang pelayanan nifas saat kunjungan

ANC. Paudel, dkk. (2013) menjelaskan bahwa saat datang ke pelayanan

antenatal, ibu hamil memperoleh informasi kesehatan tentang persiapan

yang dibutuhkan untuk persalinan dan pemanfaatan layanan lebih lanjut

yang dibutuhkan setelah persalinan. Standar pelayanan di fasilitas

kesehatan dasar di Indonesia juga disebutkan bahwa pada saat

kunjungan ANC, terdapat sesi konseling yang membahas persiapan

Page 157: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

138

persalinan (Kemenkes, 2013). Pada sesi konseling dengan tenaga

kesehatan tersebut, ibu hamil kemungkinan juga memperoleh informasi

tentang pemanfaatan pelayanan nifas dan kemudian menyadari tentang

pentingnya mendapatkan pelayanan nifas.

Selain itu, adanya hubungan juga dimungkinkan karena

kunjungan ANC dapat meningkatkan pemanfaatan penolong persalinan

oleh tenaga kesehatan terlatih yang kemudian meningkatkan

kesempatan bagi ibu bersalin untuk mendapatkan pelayanan nifas. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa wanita yang berkunjung ke ANC

sebanyak ≥4 kali (89,5%) lebih banyak yang ditolong oleh tenaga

kesehatan saat bersalin daripada wanita yang tidak berkunjung ke ANC

(54,5%). Selanjutnya, dari 89,5% wanita tersebut, sebanyak 91,1% di

antaranya kemudian memanfaatkan. Sedangkan dari 54,5% wanita yang

tidak berkunjung ke ANC dan ditolong oleh tenaga kesehatan saat

bersalin, pemanfaatan nifasnya lebih rendah, yaitu 80,6%.

Kesadaran wanita untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi dapat

menjadi alasan bagi mereka memanfaatkan ANC dan pelayanan nifas.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Titaley, dkk., 2010) bahwa alasan

utama wanita di Garut, Sukabumi dan Ciamis berkunjung ke ANC dan

pelayanan nifas adalah untuk memastikan keselamatan ibu dan bayinya.

Sebaliknya, alasan di antara mereka tidak memanfaatkan ANC maupun

pelayanan nifas adalah karena kurangnya kesadaran mereka tentang

pentingnya memanfaatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Beberapa

Page 158: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

139

di antara mereka berpendapat bahwa pelayanan kesehatan hanya

dibutuhkan jika terjadi komplikasi kehamilan.

Pengetahuan dan kesadaran yang kurang pada wanita yang tidak

berkunjung ke ANC dapat disebabkan karena faktor pendidikan.

Pendidikan pada wanita hamil memiliki efek positif terhadap

pemanfaatan ANC. Seperti di Ethiopia, wanita di daerah rural dengan

tingkat pendidikan sekunder 4 kali lebih besar memanfaatkan pelayanan

antenatal (Mekonnen, 2002). Hal ini juga ditunjukkan dari hasil

penelitian ini bahwa kunjungan ANC ≥4 kali lebih banyak dilakukan

oleh dengan tingkat pendidikan tamat SMTA (88,7%) dan perguruan

tinggi (90,3%) dibandingkan wanita yang tidak sekolah (67,6%).

Kunjungan ANC yang tidak dilakukan oleh wanita selama hamil

juga dapat dipengaruhi oleh kepercayaan yang menjadi budaya di

lingkungannya. Wanita di daerah rural Jawa Barat beranggapan bahwa

kehamilan adalah peristiwa yang normal sehingga tidak butuh

perawatan kecuali jika terjadi komplikasi (Agus, dkk., 2012). Hal

serupa juga terjadi di derah rural Bangladesh bahwa wanita umumnya

menganggap kehamilan sebagai peristiwa normal kecuali jika muncul

komplikasi sehingga sebagian dari mereka tidak berkunjung ke ANC

dan tidak ada persiapan sebelumnya untuk menghadapi persalinan

(Choudhury dan Ahmed, 2011).

Peran ANC terhadap pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita di

daerah rural cukup penting. Terlihat bahwa kunjungan ANC ≥ 4 kali

Page 159: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

140

mampu menarik 88,3% dari total wanita yang berkunjung untuk

kemudian memanfaatkan pelayanan nifas. Oleh karena itu, peneliti

menyarankan untuk meningkatkan pemanfaatan atau kunjungan ANC

minimal 4 kali atau lebih dan menekankan pentingnya pemanfaatan

pelayanan nifas selama kunjungan tersebut berlangsung dengan sasaran

utama adalah wanita yang tidak bersekolah dan tidak tamat SD.

Peningkatan kunjungan ANC dapat dilakukan melalui program

berbasis masyarakat dan berbagai media promosi kesehatan, terutama

dengan memanfaatkan peran bidan dan bidan swasta. Hal ini karena

lebih dari setengah total responden diperiksa kehamilannya oleh bidan

dan bidan di desa, yaitu sebesar 54,6% dan 37,3%.

6.3.4 Kuintil Kekayaan

Kuintil kekayaan merupakan indeks kekayaan rumah tangga yang

didasarkan atas barang-barang kepemilikan rumah tangga tersebut.

Penduduk di daerah rural umumnya memiliki kuintil kekayaan lebih

rendah dibandingkan penduduk di daerah urban. Berdasarkan SDKI

tahun 2012, lebih dari setengah penduduk rural (60%) di Indonesia

berada dalam kuintil dua terendah, sementara sepertiga penduduk

daerah urban (33%) berada dalam kuintil tertinggi (BPS, BKKBN,

Kemenkes RI, dan ICF International, 2013).

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa sebanyak

62,2% wanita usia subur yang pernah melahirkan tahun 2011-2012 di

Page 160: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

141

daerah rural Indonesia berada dalam kuintil dua terendah, yaitu kuintil

terbawah dan menengah bawah. Hanya 6,9% wanita di sana yang

berada dalam kuintil kekayaan tertinggi.

McCulloch, dkk. (2007) menyebutkan bahwa kebanyakan orang

miskin di negara berkembang, seperti di Indonesia, masih tinggal di

daerah rural dan terutama terlibat dalam kegiatan pertanian

produktivitas rendah. Pendapatan yang rendah dari sektor pertanian ini

dapat berdampak pada status ekonomi yang rendah. Di daerah rural

Jawa Tengah, status ekonomi yang rendah berhubungan secara

signifikan dengan status pekerjaan sebagai bertani (Hondai, 2005).

Ekonomi di daerah rural dapat berdampak pada perilaku

seseorang ketika sakit dalam pencarian pengobatan (Bushy, 2009).

Keadan ekonomi secara tidak langsung juga menggambarkan tingkat

pendapatan seseorang. Pendapatan menjadi salah satu sumber daya

pendukung bagi seseorang untuk bisa memanfaatkan pelayanan

kesehatan (Andersen, 1995).

Pada hasil penelitian ini, pemanfaatan pelayanan nifas lebih tinggi

terjadi pada wanita yang berada dalam kuintil kekayaan menengah

(90,1%), menengah atas (90,1%) dan teratas (94,4%). Sedangkan

pemanfaatan pelayanan nifas lebih rendah terjadi pada wanita yang

berada dalam kuintil kekayaan terbawah (78,8%) dan menengah bawah

(86,8%). Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan

Page 161: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

142

yang signifikan antara kuintil kekayaan dengan pemanfaatan pelayanan

nifas pada wanita usia subur dengan p-value sebesar 0,000.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fort, dkk. (2006),

Nugraha (2013) dan Khanal, dkk. (2014) bahwa terdapat hubungan

antara kuintil kekayaan/status ekonomi dengan pemanfaatan pelayanan

nifas. Ibu yang memiliki kuintil kekayaan tinggi di negara Bangladesh,

Cambodia, Ethiopia, Haiti, Indonesia, Mali, Rwanda, dan Uganda, lebih

tinggi pemanfaatan nifasnya dibandingkan ibu dengan kuintil kekayaan

yang lebih rendah (Fort, dkk., 2006). Nugraha (2013) juga menemukan

bahwa di Indonesia, ibu yang mempunyai tingkat ekonomi menengah-

tinggi lebih besar kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan

nifas dibandingkan ibu yang rendah tingkat ekonominya.

Kondisi wanita bersalin di daerah rural yang lebih banyak berada

dalam kuintil kekayaan terbawah dan menengah bawah menyebabkan

mereka sulit mendapatkan pelayanan nifas yang disebabkan karena

faktor finansial. Hal ini sejalan dengan penelitian kualitatif di Sukabumi

dan Ciamis bahwa finansial menjadi masalah utama wanita di sana

untuk memanfaatkan pelayanan nifas terkait biaya pelayanan kesehatan,

biaya transportasi atau keduanya (Titaley, dkk., 2010). Masyarakat

rural di Provinsi Nort West, Afrika Selatan juga memiliki masalah yang

sama bahwa meskipun mereka menyadari mencari pelayanan kesehatan

adalah suatu kebutuhan ketika sakit, namun mereka terkendala dengan

minimnya dana yang dimiliki, tidak hanya untuk biaya berobatnya saja,

Page 162: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

143

tetapi juga untuk biaya transportasi ke fasilitas kesehatan (Hoeven,

dkk., 2012).

Hal ini juga sejalan dengan Khanal, dkk. (2014) bahwa wanita

dari keluarga kaya lebih besar kemungkinannya untuk memanfaatkan

pelayanan nifas karena tersedianya dana untuk bersalin di rumah sakit.

Mereka yang bersalin di rumah sakit kemudian mendapatkan

pemeriksaan nifas dari tenaga kesehatan.

Selain itu, alasan wanita tidak memanfaatkan pelayanan nifas

dimungkinkan karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang

pentingnya memeriksakan kesehatannya saat nifas. Hal ini sejalan

dengan penelitian Choundhury dan Ahmed (2011) bahwa alasan wanita

Bangladesh dengan tingkat ekonomi sangat miskin tidak pergi ke

fasilitas kesehatan ketika merasa sakit pasca persalinan adalah karena

tidak menyadari tentang adanya pemeriksaan kesehatan nifas. Badan

yang lemas dan deman dianggap sebagai hal yang umum terjadi pada

masa nifas. Khanal, dkk. (2014) juga menjelaskan bahwa wanita dengan

tingkat sosial ekonomi yang tinggi lebih menyadari manfaat dari

mendapatkan pelayanan nifas melalui berbagai media, seperti televisi,

surat kabar dan teman-temannya dibandingkan wanita dengan tingakat

sosial ekonomi rendah.

Kuintil kekayaan tidak hanya berpengaruh pada pemanfaatan

pelayanan nifas, namun juga berpengaruh pada pemanfaatan pelayanan

kesehatan maternal lainnya, seperti pelayanan antenatal dan penolong

Page 163: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

144

persalinan oleh tenaga kesehatan (Titaley, dkk., 2010; Rahman, 2009).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa wanita

dengan kuintil kekayaan tertinggi lebih banyak yang berkunjung ke

pelayanan antenatal ≥4 kali (95,1%) dan lebih banyak yang

persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan (99,3%).

Di sisi lain, pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

kunjungan antenatal dan penolong persalinan berhubungan secara

signifikan dengan pemanfaatan pelayanan nifas. Penelitian sebelumnya

menemukan bahwa rendahnya pemanfaatan pelayanan antenatal (ANC)

di Indonesia berhubungan secara signifikan dengan kuintil kekayaan

yang rendah (Titaley, dkk., 2010). Chimankar dan Sahoo (2011) juga

menemukan bahwa status ekonomi yang tinggi secara signifikan

meningkatkan proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan

terlatih.

Pemanfaatan kesehatan maternal yang rendah pada kelompok

ekonomi rendah karena faktor biaya seharusnya tidak menjadi masalah

karena pemerintah telah mencanangkan program Jaminan Persalinan

(Jampersal), yaitu program asuransi kesehatan pemerintah untuk wanita

hamil, yang meliputi pelayanan antenatal hingga nifas. Selain itu

pemerintah juga mencanangkan program bantuan sosial lainnya bagi

masyarakat miskin dan tidak mampu, seperti Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas).

Page 164: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

145

Namun, program Jampersal ternyata dinilai kurang efektif dalam

menjangkau masyarakat di beberapa wilayah. Meskipun pemerintah

telah mengalokasikan dana dalam jumlah yang besar untuk Jampersal,

tingkat pengeluarannya relatif rendah. Secara nasional, tingkat

pengeluaran Jampersal pada tahun 2011 adalah 41,5% di mana

pengeluaran tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara (82,86%) dan

terendah di wilayah Papua (13,02%) (Dwicaksono dan Setiawan, 2013).

Heywood dan Choi (2010) menyebutkan bahwa meskipun terjadi

peningkatan alokasi dana kesehatan yang signifikan oleh pemerintah

Indonesia, namun tidak terdapat hubungan antara pengeluaran

kesehatan pemerintah di tingkat kabupaten dengan keluaran sistem

kesehatan yang diharapkan. Alokasi dana transfer secara efektif tidak

sesuai dengan besarnya permasalahan kesehatan ibu yang dihadapi oleh

daerah (Dwicaksono dan Setiawan, 2013). Artinya, pemerintah pusat

gagal dalam menggunakan sumber daya untuk mengatasi masalah

kesehatan ibu di daerah.

Salah satu yang menjadi hambatan penggunaan Jampersal adalah

wanita miskin tidak sepenuhnya menyadari manfaat Jampersal. Unicef

(2012) melaporkan bahwa kesadaran perempuan masih kurang tentang

kelayakan dan manfaat Jampersal serta tingkat penggantian biaya yang

tidak memadai, khususnya jika termasuk biaya transportasi dan

komplikasi. Penelitian di Pandeglang menemukan bahwa wanita yang

memiliki pengetahuan yang baik tentang Jampersal lebih tinggi untuk

Page 165: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

146

memanfaatkan pelayanan Jampersal (Suparmi, dkk., 2013). Selain itu,

sosialisasi kebijakan Jampersal sangat kurang, baik kepada pemerintah

daerah kabupaten/kota dan unit-unit pelaksana, maupun kepada

masyarakat pengguna (Helmizar, 2014).

Demikian juga yang terjadi pada kelompok kuintil kekayaan

bawah yang memiliki Jamkesmas bahwa tidak sepenuhnya mereka

paham tentang penggunaannya. Studi kualitatif di Jawa Barat

menemukan bahwa meskipun masyarakat sudah dijelaskan tentang

biaya persalinan yang gratis dengan ditolong bidan di desa di fasilitas

kesehatan, mereka masih takut jika kemudian diminta untuk membayar

biaya persalinan (Titaley, dkk., 2010).

Pemanfaatan pelayanan nifas pada kelompok kuintil kekayaan

bawah dapat dilakukan dengan diseminasi informasi yang lebih masif

kepada masyarakat pengguna tentang manfaat asuransi kesehatan dari

pemerintah yang dapat digunakan untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan maternal. Peningkatan penggunaan asuransi kesehatan

tersebut dapat dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan lintas

sektor, seperti pemerintah daerah, DPRD dan gerakan pemberdayaan

masyarakat berupa penyuluhan. Upaya tersebut diharapkan mampu

meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga dapat memanfaatkan

asuransi tersebut sesuai fungsinya.

Page 166: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

147

6.3.5 Tempat Persalinan

Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya

kematian ibu adalah terbatasnya tempat persalinan yang memadai.

Menurut Paudel, dkk. (2013), penolong persalinan berhubungan dengan

tempat persalinan. Ketika ibu melahirkan di fasilitas kesehatan, maka

dipastikan tenaga kesehatan tersedia. Berdasarkan SDKI tahun 2012,

sebanyak 63% anak yang lahir dalam 5 tahun sebelum survei dilahirkan

di fasilitas kesehatan, yaitu 17% di fasilitas kesehatan pemerintah dan

46% di fasilitas kesehatan swasta (BPS, BKKBN, Kemenkes RI, dan

ICF International, 2013). Pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagai

tempat persalinan ditemui jauh lebih rendah terjadi di daerah rural

(47%) dibandingkan di daerah urban (80%).

Pada hasil penelitian ini, wanita yang melahirkan di daerah rural

tahun 2011-2012 di fasilitas kesehatan sebesar 53,8%, yaitu 24,3% di

fasilitas kesehatan pemerintah (rumah sakit/klinik, puskesmas,

poskesdes, polindes atau fasilitas kesehatan pemerintah lainnya) dan

29,5% di fasilitas kesehatan swasta (rumah sakit swasta, rumah sakit

bersalin, rumah bersalin, klinik, dokter umum praktek, bidan praktek,

perawat praktek, bidan di desa atau fasilitas kesehatan swasta lainnya).

Sedangkan wanita lainnya yang tidak melahirkan di fasilitas kesehatan

lebih banyak yang melahirkan di rumahnya sendiri (41,3%).

Tingginya persalinan di fasilitas kesehatan milik swasta

dibandingkan pemerintah disebabkan karena jumlah fasilitas kesehatan

Page 167: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

148

swasta lebih banyak dibandingkan milik pemerintah. Penelitian di 15

kabupaten/kota di pulau Jawa ditemukan bahwa 90% fasilitas kesehatan

yang ada adalah milik swasta (Heywood dan Harahap, 2009). Sebanyak

95% dari fasilitas kesehatan swasta tersebut merupakan milik pribadi

atau perorangan (dokter praktek, dokter paruh waktu, perawat paruh

waktu, bidan di desa, dan bidan praktek).

Proporsi wanita yang bersalin di fasilitas kesehatan sebesar 53,8%

tidak sebanding dengan proporsi penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan sebesar 86,8%. Ini menunjukkan bahwa sekitar 33%

penolong persalinan oleh tenaga kesehatan diasumsikan dilakukan di

rumah responden. Hasil ini sejalan dengan penelitian Utomo, dkk.

(2011) bahwa di Indonesia, setengah dari penolong persalinan oleh

tenaga kesehatan dilakukan di rumah responden.

Proporsi persalinan di fasilitas kesehatan di daerah rural tersebut

tergolong rendah. Ini sejalan dengan Unicef (2012) bahwa proporsi

persalinan di fasilitas kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu

sebesar 55% dan adanya kesenjangan yang besar di mana persalinan di

fasilitas kesehatan sebesar 113% di daerah urban lebih tinggi daripada

di daerah rural. Selain itu, lebih dari setengah perempuan di 20 provinsi

tidak mampu atau tidak mau menggunakan jenis fasilitas kesehatan

apapun, sebagai penggantinya mereka melahirkan di rumah mereka

sendiri.

Page 168: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

149

Berdasarkan hasil penelitian ini, pemanfaatan pelayanan nifas

lebih tinggi terjadi pada wanita yang melahirkan di fasilitas kesehatan

(92,9%) dibandingkan wanita yang melahirkan di non-fasilitas

kesehatan (77,1%). Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara tempat persalinan dengan pemanfaatan

pelayanan nifas pada wanita usia subur dengan p-value sebesar 0,000.

Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian

sebelumnya bahwa pemanfaatan pelayanan nifas lebih tinggi terjadi

pada wanita yang melahirkan di fasilitas kesehatan dibandingkan

melahirkan di rumah (Ejaz, dkk., 2013; Oluwaseyi, 2013; Paudel, dkk.,

2013; Kim, dkk., 2013, Khanal, dkk., 2014, Yamashita, dkk., 2014).

Rata-rata dari 30 negara yang diteliti, hanya 28% wanita dengan tempat

persalinan di luar fasilitas kesehatan yang menerima perawatan nifas

(Paudel, dkk., 2013).

Adanya hubungan dalam penelitian ini diasumsikan karena pasca

persalinan, wanita mendapatkan pemeriksaan dari tenaga kesehatan saat

masih berada di fasilitas kesehatan. Dari semua wanita yang bersalin di

fasilitas kesehatan, sebanyak 94,3% di antaranya mendapatkan

pemeriksaan nifas saat masih berada di fasilitas kesehatan pasca

persalinan. Paudel, dkk. (2013) juga sependapat bahwa ketika seorang

wanita melahirkan di fasilitas kesehatan, maka dia juga akan diperiksa

kondisi kesehatannya dalam beberapa jam setelah melahirkan oleh

petugas kesehatan sebagai salah satu rangkaian dari pelayanan

Page 169: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

150

persalinan. Di Indonesia, salah satu standar pelayanan di fasilitas

kesehatan dasar oleh tenaga kesehatan adalah memeriksa kesehatan ibu

secara rutin selama 2 jam pertama pasca persalinan (Kemenkes, 2013).

Rendahnya persalinan di fasilitas kesehatan lebih tinggi terjadi

pada kelompok kuintil kekayaan terbawah. Kelahiran anak dari wanita

yang berada dalam kelompok kuintil kekayaan terbawah cenderung 2,5

kali lebih tinggi dilakukan di non-fasilitas kesehatan atau di rumah

dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelompok kuintil

kekayaan tertinggi (masing-masing 60,5% dan 24,5%).

Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan pada kelompok

tersebut diasumsikan terjadi karena faktor biaya. Pendapatan yang

rendah merupakan hambatan terhadap pemanfaatan pelayanan

kesehatan modern di Indonesia, meskipun pelayanan tersebut

disediakan oleh pemerintah (Chernichovsky dan Meesook, 1986).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang tidak

sedikit, yaitu biaya pelayanan dan biaya lainnya, termasuk obat-obatan,

transportasi, makanan dan minuman serta biaya lainnya selama

kunjungan perawatan kesehatan (Utomo, dkk., 2011). Di sisi lain, biaya

subsidi kesehatan oleh pemerintah melalui sektor publik belum

memadai untuk membuat layanan kesehatan gratis, khususnya bagi

masyarakat miskin. Hal ini juga terlihat dari lebih banyaknya wanita

yang bersalin di fasilitas kesehatan swasta dibandingkan fasilitas

kesehatan pemerintah.

Page 170: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

151

Selain itu, meskipun kelompok kuintil kekayaan bawah memiliki

asuransi kesehatan, seperti Jamkesmas, mereka tidak sepenuhnya

paham tentang penggunaannya. Studi kualitatif di Jawa Barat

menemukan bahwa meskipun masyarakat sudah dijelaskan tentang

biaya persalinan yang gratis dengan ditolong bidan di desa di fasilitas

kesehatan, mereka masih takut jika kemudian diminta untuk membayar

biaya persalinan (Titaley, dkk., 2010).

Persepsi masyarakat tentang persalinan juga dimungkinkan

menjadi pengahalang bagi wanita hamil untuk melahirkan di fasilitas

kesehatan. Titaley, dkk. (2012) menemukan adanya persepsi pada

penduduk di Jawa Barat bahwa persalinan adalah fenomena yang alami

terjadi pada perempuan sehingga mereka lebih memilih bersalin di

rumah, kecuali jika terjadi komplikasi maka persalinan dilakukan di

fasilitas kesehatan. Temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini

bahwa dari semua responden yang mengalami komplikasi persalinan,

persalinan lebih banyak dilakukan di fasilitas kesehatan (59,4%).

Aksesibilitas fasilitas kesehatan juga diketahui menjadi hambatan

dalam persalinan di fasilitas kesehatan di beberapa wilayah di

Indonesia. Di Jawa Barat, jarak fasilitas kesehatan yang jauh, kondisi

jalan yang buruk, terbatasnya waktu untuk pergi, dan terbatasnya

fasilitas kesehatan yang tersedia, khususnya di daerah terpencil,

menjadi kendala bagi wanita hamil untuk bersalin di fasilitas kesehatan

sehingga lebih memilih untuk melahirkan di rumah (Titaley, dkk.,

Page 171: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

152

2010). Namun, hasil penelitian ini secara nasional tidak menunjukkan

hal yang demikian. Persalinan di tempat lain atau non-fasilitas

kesehatan tetap lebih tinggi terjadi pada wanita di daerah rural yang

tidak memiliki masalah dengan jarak ke fasilitas kesehatan (46,7%)

dibandingkan wanita yang memiliki masalah dengan jarak ke fasilitas

kesehatan (43,4%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi persalinan di non-

fasilitas kesehatan atau di rumah dua kali lebih tinggi terjadi pada

wanita dengan pendidikan tamat SD (55,6%) dibandingkan wanita

dengan pendidikan tamat SMTA (35,6%) dan perguruan tinggi (33,9%).

Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka

semakin besar kemungkinan wanita hamil untuk bersalin di fasilitas

kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian pada wanita di Ethiopia

bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan

fasilitas kesehatan sebagai tempat persalinan (Ethiopian Society of

Population Studies, 2008).

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan bahwa

persalinan pada urutan kelahiran anak keenam atau lebih (64,6%)

cenderung dilakukan di non-fasilitas kesehatan atau di rumah

dibandingkan dengan urutan kelahiran anak pertama (40,1%).

Rendahnya persalinan di fasilitas kesehatan pada ibu dengan urutan

kelahiran banyak juga ditemukan memiliki hubungan signifikan pada

wanita di Ethiopia (Mehari, 2013).

Page 172: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

153

Upaya meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan perlu

dilanjutkan, mengingat hal tersebut mampu menarik 92,9% wanita di

daeral rural untuk kemudian memanfaatkan pelayanan nifas. Sasaran

intervensi sebaiknya difokuskan pada wanita dengan kuintil kekayaan

terbawah, pendidikan di bawah SMTA, urutan kelahiran anak ke-6 atau

lebih dan yang memiliki kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan.

Peningkatkan promosi dan kampanye kesehatan tentang

pentingnya bersalin di fasilitas kesehatan dapat menambah pengetahuan

dan kesadaran masyarakat. Upaya ini dapat dilakukan melalui

penyuluhan secara langsung atau melalui program berbasis masyarakat,

berupa pelatihan kepada kader-kader kesehatan setempat tentang

sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat.

6.3.6 Penolong Persalinan

Saat proses persalinan, sebaiknya wanita hamil ditolong oleh

penolong persalinan utama. Penolong persalinan utama, misalnya

dokter, obsetri, dokter anak, dokter keluarga, perawat praktisi, atau

perawat bidan bersertifikasi (Stright, 2005). Persalinan yang ditolong

oleh tenaga kesehatan terlatih dapat menekan AKI menjadi sebesar 33%

(Romans, dkk., 2009).

Berdasarkan SDKI tahun 2012, proporsi kelahiran yang dibantu

oleh tenaga medis profesional meningkat dari 73% pada SDKI 2007

menjadi 83% pada SDKI 2012. Namun, proporsi penolong persalinan

Page 173: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

154

oleh tenaga kesehatan di daerah rural lebih rendah dibandingkan

proporsi nasional, yaitu sebesar 74,6%. (BPS, BKKBN, Kemenkes RI,

dan ICF International, 2013)

Pada hasil penelitian ini, wanita yang melahirkan di daerah rural

tahun 2011-2012 lebih banyak ditolong oleh tenaga kesehatan (86,8%)

dibandingkan oleh non-tenaga kesehatan (13,2%). Pemanfaatan

pelayanan nifas lebih tinggi terjadi pada wanita yang ditolong oleh

tenaga kesehatan (90%) dibandingkan wanita yang ditolong oleh non-

kesehatan (56,4%) saat persalinan. Hasil uji statistik juga menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penolong persalinan

dengan pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur dengan p-

value sebesar 0,000.

Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian

sebelumnya yang menemukan bahwa penolong persalinan berhubungan

secara signifikan dengan pemanfaatan pelayanan nifas (Nugraha, 2013;

Kim, dkk., 2013; Khanal, dkk., 2014). Ibu bersalin yang ditolong oleh

tenaga terlatih lebih besar kemungkinannya untuk memanfaatkan

pelayanan nifas daripada ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga yang

tidak terlatih (Kim, dkk., 2013).

Adanya hubungan dalam penelitian ini diasumsikan karena ketika

wanita bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan, maka dirinya juga

mendapatkan pemeriksaan kesehatan beberapa jam setelah melahirkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 86,8% wanita yang bersalin

Page 174: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

155

oleh ditolong oleh tenaga kesehatan, sebanyak 99,2% di antaranya

mendapatkan pemeriksaan kesehatan nifas oleh tenaga kesehatan.

Paudel, dkk (2013) berpendapat bahwa sebagai bagian dari perawatan

persalinan, tenaga kesehatan juga akan menilai situasi ibu dalam

beberapa jam setelah melahirkan.

Di Indonesia, salah satu standar pelayanan di fasilitas kesehatan

dasar oleh tenaga kesehatan adalah memeriksa kesehatan ibu secara

rutin selama 2 jam pertama pasca persalinan (Kemenkes, 2013). Selain

itu, pemeriksaan kesehataan segera setelah lahir memang telah menjadi

salah satu tugas dari tenaga kesehatan, seperti bidan. Salah satu tugas

seorang bidan adalah melakukan pemantauan pada ibu dan bayi

terhadap terjadinya komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan serta

melakukan tindakan yang diperlukan (Syarifudin dan Hamidah, 2009).

Bidan juga bertugas memberikan pelayanan selama masa nifas melalui

kunjungan rumah pada minggu ke-2 dan minggu ke-6 setelah

persalinan.

Jika melihat jenis tenaga kesehatannya, bidan dan bidan di desa

memang merupakan penolong persalinan terbanyak di antara tenaga

kesehatan terlatih lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, penolong

persalinan oleh bidan dan bidan di desa masing-masing sebesar 47,4%

dan 28,9% dari semua responden yang bersalin. Ini menunjukkan

bahwa bidan dan bidan di desa memiliki peranan yang cukup besar

sebagai penolong persalinan di daerah rural Indonesia.

Page 175: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

156

Peningkatan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih

merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mengurangi AKI.

Program pemerintah berupa bidan di desa (BDD), yaitu pelatihan dan

penyebaran bidan di daerah rural, secara dramatis mengurangi

kesenjangan sosial ekonomi terkait penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan terlatih (Hatt, dkk., 2007).

Meskipun proporsi penolong persalinan oleh tenaga kesehatan

cukup tinggi, masih ada wanita bersalin yang ditolong oleh non-tenaga

kesehatan, terutama oleh dukun bayi, yaitu sebesar 24,5%. SDKI tahun

2012 juga menyebutkan bahwa secara nasional meskipun kelahiran

ditolong oleh dukun bayi sudah bergeser, namun dukun bayi masih

berperan penting dalam menolong persalinan, terutama di daerah rural

(20%) dan ibu dengan kuintil kekayaan terendah (32%) (BPS, BKKBN,

Kemenkes RI, dan ICF International, 2013).

Faktor kepercayaan atau budaya menjadi salah satu alasan mereka

bersalin dengan ditolong oleh dukun bayi. Penelitian di daerah rural

Magelang Jawa Tengah menemukan bahwa alasan sebagian besar

warga di sana memilih dukun bayi adalah karena sudah menjadi

kebiasaan sejak dulu jika bersalin ditolong oleh dukun bayi (Amilda,

2010). Sedangkan di daerah rural Mimika Papua, persalinan oleh dukun

bayi disebabkan karena masyarakat meyakini bahwa dukun bayi adalah

orang yang mendapatkan warisan kelebihan dari nenek moyang yang

biasanya diberikan secara turun temurun (Alwi, 2007). Meskipun saat

Page 176: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

157

persalinannya nanti si ibu meninggal dunia, masyarakat tidak

menyalahkan dukun, melainkan menyalahkan si ibu yang dianggap

semasa kehamilannya tidak mengikuti aturan adat.

Penelitian Titaley, dkk. (2010) menemukan bahwa alasan wanita

di Jawa Barat bersalin ditolong oleh dukun bayi/paraji meskipun telah

tersedia tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah karena terkendala

jarak yang jauh dan terbatasnya finansial yang dimiliki. Sejumlah

responden menjelaskan bahwa persalinan ditolong oleh tenaga

kesehatan hanya diperlukan bagi wanita yang mengalami komplikasi

kehamilan. Selain itu, terdapat keterbatasan penyedia pelayanan

kesehatan di daerah terpencil. Di sisi lain, bidan desa yang terkadang

menjadi satu-satunya penyedia layanan kesehatan, sering melakukan

perjalanan keluar desa.

Sulitnya penduduk di daerah rural dan daerah terpencil untuk

menjangkau bidan di desa telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya

(Makowiecka, dkk., 2007). Jika dibandingkan di daerah urban,

kepadatan bidan di desa lebih rendah terjadi di daerah rural dan daerah

terpencil. Akibatnya, setiap bidan di desa sebagai penyedia pelayanan

kesehatan memiliki beban tugas yang lebih besar karena jangkauan

wilayah kerja yang luas. Di sisi lain, kondisi tersebut tidak didukung

oleh sarana transportasi yang memadai sehingga menyulitkan bidan di

desa untuk menjangkau wanita bersalin atau merujuknya ke rumah sakit

jika terjadi komplikasi. Hal ini yang kemudian juga menjadi penyebab

Page 177: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

158

kurang familiarnya atau kurang diterimanya bidan di desa di dalam

kelompok masyarakat.

Kurang familiarnya bidan di desa di antara kelompok masyarakat

juga menjadi alasan wanita memilih dukun bayi/paraji sebagai penolong

persalinan. Titaley, dkk. (2010) menyebutkan bahwa menurut

masyarakat di Jawa Barat, dukun bayi/paraji lebih sabar dan perhatian

dibandingkan bidan di desa. Dukun bayi/paraji senantiasa menemani

wanita hamil saat waktu persalinan sudah dekat. Sedangkan bidan di

desa akan langsung pergi seteleh melakukan pemeriksaan jika dirasa

belum waktunya persalinan dilakukan.

Selain karena kepadatan bidan di desa yang rendah, tidak

menetapnya mereka di daerah rural menjadi hambatan bagi masyarakat

untuk menjangkaunya. Makowiecka, dkk. (2007) menemukan bahwa di

provinsi Banten, kurang dari 30% bidan di desa tinggal menetap di

desa. Mereka lebih tertarik untuk tinggal di daerah urban karena dapat

mengembangkan karirnya. Sebagai tambahan penghasilan, mereka

membuka klinik sendiri di daerah urban.

Karena masih tingginya penolong persalinan oleh dukun

bayi/paraji, salah satu upaya Kementerian Kesehatan RI untuk

mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian bayi, yaitu melalui

Dinas Kesehatan Provinsi melakukan beberapa pelatihan bagi paraji

untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang kehamilan dan

persalinan, terutama bagaimana mendeteksi kehamilan berisiko tinggi,

Page 178: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

159

bagaimana merujuk persalinan yang sulit, dan bagaimana menangani

tali pusar higienis (Ambaretnani, 2012). Selanjutnya, seorang paraji

yang telah terlatih diberikan sepaket alat praktek medis atau Dukun Kit.

Paraji dianggap sebagai bagian dari keluarga di masyarakat karena

peran mereka dalam menjaga kesehatan rumah tangga sehingga tidak

hanya membantu saat melahirkan, tetapi juga membantu selama masa

kehamilan dan perawatan pasca persalinan.

Meskipun masih ada wanita bersalin di daerah rural yang ditolong

oleh dukun bayi/paraji, sebagian besar dari mereka juga didampingi

oleh tenaga kesehatan terlatih sehingga proses persalinannya aman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24,5% penolong persalinan

oleh dukun bayi/paraji, sebanyak 53,7% di antara juga ditolong oleh

tenaga kesehatan. Penelitian Sudirman dan Sakung (2012) menemukan

bahwa 62,5% dukun bayi bermitra dengan bidan, yaitu dengan hadir

bersama-sama dalam menolong persalinan. Kemitraan ini sangat positif

karena hubungan yang terjalin antar keduanya didasarkan pada saling

menguntungkan, saling menghargai kelemahan dan kelebihan, saling

berkomunikasi dan memberi informasi, terutama tentang pasien yang

akan melahirkan.

Pada hasil penelitian ditemukan bahwa penolong persalinan oleh

tenaga kesehatan lebih rendah terjadi pada wanita dengan pendidikan

rendah (tidak tamat SD hingga tamat SD), urutan kelahiran anak

keempat atau lebih, kuintil kekayaan terbawah dan yang tidak

Page 179: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

160

melakukan kunjungan ANC. Beberapa penelitian sebelumnya telah

menemukan bahwa pendidikan (Rogan dan Olvena, 2004), urutan

kelahiran (Rogan dan Olvena, 2004), kuintil kekayaan (Anwar, dkk.,

2008) dan kunjungan ANC (Anwar, dkk., 2008) berhubungan dengan

penolong persalinan oleh tenaga kesehatan.

Peran penolong persalinan terhadap pemanfaatan pelayanan nifas

pada wanita di daerah rural sangat besar. Terlihat bahwa penolong

persalinan oleh tenaga kesehatan mampu menarik 90% dari total wanita

yang bersalin untuk kemudian memanfaatkan pelayanan nifas. Oleh

karena itu, sebaiknya persalinan di fasilitas kesehatan terus dilanjutkan.

Sasaran intervensi sebaiknya difokuskan pada wanita dengan kuintil

kekayaan terbawah, dengan pendidikan rendah (tidak tamat SD hingga

tamat SD), urutan kelahiran anak keempat atau lebih dan yang memiliki

kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan.

Peningkatan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan dapat

dilakukan melalui peningkatan promosi kesehatan tentang pentingnya

bersalin di fasilitas kesehatan atau ditolong oleh tenaga kesehatan

sehingga dapat menambah pengetahuan dan kesadaran masyarakat.

Selain itu, kerja sama antara dukun bayi/paraji dengan bidan perlu terus

ditingkatkan sehingga masyarakat yang lebih menyukai ditolong oleh

dukun bayi/paraji tetap dapat mendapatkan pertolongan persalinan yang

aman dari bidan.

Page 180: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

161

Peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas penyedia layanan

kesehatan, khususnya bidan di desa sebagai penolong persalinan juga

perlu dilakukan. Pemerataan bidan di desa di setiap desa serta perbaikan

infrastruktur jalan dan transportasi diharapkan dapat memudahkan

masyarakat untuk mendapatkan penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan.

6.3.7 Jarak ke Fasilitas Kesehatan

Aksesibilitas fasilitas kesehatan merupakan sumber daya

pendukung bagi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan

(Andersen, 1995). Salah satu komponen yang memudahkan

aksesibilitas seseorang terhadap fasilitas kesehatan adalah jarak yang

ditempuh untuk mencapai fasilitas kesehatan. Data SDKI tahun 2012

menunjukkan bahwa penduduk di daerah rural menghadapi masalah

yang lebih besar terhadap jarak ke fasilitas kesehatan dibandingkan

penduduk di daerah urban (masing-masing 14% dan 7,3%) (BPS,

BKKBN, Kemenkes RI, dan ICF International, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian, hanya sedikit wanita yang pernah

melahirkan di daerah rural pada tahun 2011-2012 memiliki masalah

terhadap jarak ke fasilitas kesehatan (15,3%). Pemanfaatan pelayanan

nifas lebih rendah terjadi pada wanita yang memiliki masalah terhadap

jarak ke fasilitas kesehatan (77,8%) dibandingkan dengan wanita yang

tidak memiliki masalah dengan jarak ke fasilitas kesehatan (87%). Hasil

Page 181: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

162

uji statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara jarak ke fasilitas kesehatan dengan pemanfaatan

pelayanan nifas pada wanita usia subur dengan p-value sebesar 0,000.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Oluwaseyi (2013) dan Eliakimu (2010) bahwa aksesibilitas atau jarak

ke pelayanan kesehatan secara signifikan berhubungan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas. Penelitian Kim, dkk. (2013) juga

menemukan bahwa 36% wanita Kamboja menyatakan bahwa jarak ke

fasilitas kesehatan menjadi kendala terbesar bagi mereka untuk

memanfaatkan pelayanan nifas.

Ketika lokasi fasilitas kesehatan berada jauh dari masyarakat,

maka akses terhadap fasilitas tersebut menjadi suatu masalah (Ugboaja,

dkk., 2013). Oleh sebab itu, pemanfaatan pelayanan kesehatan lebih

tinggi ketika jarak bukan menjadi masalah yang berarti (Kim, dkk.,

2013). Lokasi pelayanan nifas yang jauh dan kondisi jalanan atau

geografis daerah yang sulit ditempuh dapat menjadi penghalang bagi

mereka untuk mendapatkan pelayanan nifas. Hal ini sejalan dengan

Eliakiwlimu (2010) bahwa adanya faktor jumlah pelayanan kesehatan

yang tersedia dan lokasi geografisnya, serta akses jalan menuju ke sana

memengaruhi wanita dalam memanfaatkan pelayanan nifas.

Penelitian Islam dan Odland (2011) menemukan bahwa 56,4%

wanita tidak datang ke pelayanan nifas karena lokasi pelayanan

kesehatan yang terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Wanita yang

Page 182: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

163

bertempat tinggal kurang dari 8 km dari pusat pelayanan kesehatan

menerima pelayanan nifas lebih tinggi daripada mereka yang berada

lebih jauh dari pusat pelayanan. Jangkauan pelayanan kesehatan yang

mudah memungkinakan pemanfaatan pelayanan nifas sebesar 7,388 kali

lebih tinggi daripada jangkauan pelayanan kesehatan yang sulit (Fitria

dan Puspitasari, 2011).

Jarak ke fasilitas kesehatan yang jauh tidak hanya menjadi satu

masalah yang dihadapi di daerah rural. Titaley, dkk. (2010) menemukan

bahwa di Jawa Barat, masalah jarak fasilitas kesehatan yang jauh,

kondisi jalan yang buruk, terbatasnya waktu untuk pergi, dan

terbatasnya fasilitas kesehatan yang tersedia, khususnya di daerah

terpencil, menjadi kendala bagi wanita hamil untuk mendapatkan

pelayanan antenatal, persalinan di fasilitas kesehatan hingga

pemanfaatan pelayanan nifas. Jarak ke pelayanan kesehatan terdekat

dengan kondisi jalan yang buruk menyebabkan mereka harus berjalan

selama 2 jam. Situasi menjadi lebih buruk selama musim hujan ketika

jalan licin. Permasalahan aksesibilitas ke fasilitas kesehatan di

Indonesia juga telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya

(D‟Ambruoso, dkk., 2008).

Pada tahun 2001-2010, jumlah kendaraan di Indonesia

meningkatkan tiga kali lipat. Namun, jalan nasional yang melayani

lebih dari sepertiga dari lalu lintas kendaraan hanya tumbuh seperempat

saja. Kesenjangan pertumbuhan infrastruktur trasnportasi ini semakin

Page 183: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

164

besar antara daerah urban dan rural. Tingkat infrastruktur transportasi

dan jalan di daerah rural Papua-Maluku lebih rendah dibandingkan

daerah lainnya, khususnya Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Lebih dari

20% jalan di Kalimantan dan Maluku telah rusak. (OECD, 2013)

Meskipun jarak ke fasilitas kesehatan merupakan masalah yang

dihadapi oleh masyarakat daerah rural, hal ini tidak seharusnya menjadi

hambatan bagi mereka untuk memanfaatkan pelayanan nifas. Oleh

karena itu, perbaikan infrastruktur jalan dan transportasi perlu

dilakukan sesuai kondisi daerah masing-masing. Dalam hal ini, peran

pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk pelaksanaannya.

6.3.8 Komplikasi Persalinan

Masa persalinan merupakan masa yang mengkhawatirkan bagi

ibu karena kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan. Ibu yang

mengalami komplikasi persalinan memiliki perilaku positif dalam

mencari atau memanfaatkan pelayanan kesehatan, salah satunya

pelayanan nifas (Paudel, dkk., 2013).

Pada hasil penelitian ini, hampir setengah wanita di daerah rural

mengalami komplikasi persalinan pada tahun 2011-2012, yaitu sebesar

42,8%. Wanita yang mengalami komplikasi persalinan setidaknya

mengalami satu tanda bahaya. Tiga tanda bahaya yang lebih banyak

terjadi adalah persalinan lama (31,7%), ketuban pecah dini lebih dari 6

jam sebelum persalinan (12,6%) dan perdarahan berlebihan (7,6%).

Page 184: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

165

Komplikasi persalinan merupakan salah satu faktor kebutuhan

bagi seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan (Anies,

2006). Andersen (1974) menjelaskan bahwa faktor predisposisi dan

faktor pendukung untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam

tindakan apabila hal itu dirasakan sebagai kebutuhan (Notoatmodjo,

2010). Dengan kata lain, kebutuhan merupakan dasar dan stimulus

langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, jika faktor

predisposisi dan pendukung tidak ada. Bahkan menurut Anderson,

kebutuhan (need) merupakan variabel yang memberi kontribusi sekitar

43% dan merupakan faktor terkuat dalam memengaruhi pemanfaatan

pelayanan kesehatan (Anies, 2006).

Hasil penelitian menjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan nifas

lebih tinggi terjadi pada wanita yang mengalami kompklikasi persalinan

(85,5%) dibandingkan wanita yang tidak mengalami komplikasi

persalinan (84,9%). Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara komplikasi persalinan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita usia subur dengan p-value

sebesar 0,343.

Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian Dhaher, dkk. (2008)

dan Paudel, dkk. (2013). Wanita yang mendapatkan tanda-tanda bahaya

atau komplikasi saat melahirkan lebih besar kemungkinannya untuk

menerima pelayanan nifas dari petugas kesehatan (Paudel, dkk., 2013).

Dhaher, dkk. (2008) juga menemukan bahwa wanita yang tidak

Page 185: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

166

mengalami komplikasi selama persalinan secara signifikan kurang

mendapatkan pelayanan nifas dibandingkan dengan wanita yang

mengalami komplikasi persalinan. Para wanita yang mendapatkan

tanda-tanda bahaya atau komplikasi lebih cenderung beranggapan

bahwa mereka memiliki risiko kesakitan atau kematian sehingga hal

tersebut berdampak positif pada peningkatan pemanfaatan pelayanan

nifas (Paudel, dkk., 2013).

Tidak adanya hubungan komplikasi persalinan dengan

pemanfaatan pelayanan nifas pada penelitian ini dimungkinkan terjadi

karena sebagian besar responden, baik yang mengalami komplikasi

maupun tidak, telah ditolong oleh tenaga kesehatan saat persalinan dan

kemudian mendapatkan pemeriksaan kesehatan segera setelah

persalinan. Berdasarkan hasil penelitian, wanita yang mengalami

komplikasi persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan saat bersalin

sebesar 89,2%. Dari persentase tersebut, sebanyak 90,6% di antaranya

kemudian mendapatkan pemeriksaan kesehatan segera setelah

persalinan. Tingginya persentase ini tidak jauh berbeda dengan

persentase pada wanita yang tidak mengalami komlikasi persalinan.

Wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan mendapatkan

pertolongan oleh tenaga kesehatan saat bersalin sebesar 85,1%. Dari

persentase tersebut, sebanyak 89,5% di antaranya kemudian

mendapatkan pemeriksaan kesehatan segera setelah persalinan.

Page 186: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

167

Wanita yang ditolong oleh tenaga kesehatan saat persalinan akan

mendapatkan pemeriksaan kesehatan segera setelah persalinan. Salah

satu standar pelayanan di fasilitas kesehatan dasar oleh tenaga

kesehatan adalah memeriksa kesehatan ibu secara rutin selama 2 jam

pertama pasca persalinan (Kemenkes, 2013). Syarifudin dan Hamidah

(2009) juga menyebutkan bahwa tugas bidan sebagai salah satu tenaga

kesehatan adalah melakukan pemantauan pada ibu dan bayi terhadap

terjadinya komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan serta melakukan

tindakan yang diperlukan. Bidan juga bertugas memberikan pelayanan

selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada minggu ke-2 dan

minggu ke-6 setelah persalinan.

Page 187: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

168

BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai determinan

pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural Indonesia tahun 2011-2012

berdasarkan data SDKI 2012, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

a. Sebanyak 85,6% wanita usia subur 15-49 tahun yang pernah melahirkan

tahun 2011-2012 di daerah rural Indonesia memanfaatkan pelayanan

nifas pada 3 hari pertama pasca persalinan dengan rentang antar provinsi

sebesar 58,3% hingga 98,1%.

b. Sebanyak 26,6% wanita usia subur 15-49 tahun yang pernah melahirkan

tahun 2011-2012 di daerah rural berada pada kelompok usia 25-29 tahun

saat melahirkan, 66,3% berpendidikan di bawah SMTA, 44,9%

melahirkan pada urutan kelahiran ke-2 sampai ke-3, 15,9% melakukan

kunjungan ANC <4 kali, 34,8% memiliki kuintil kekayaan terbawah,

46,2% bersalin di tempat lain/non-fasilitas kesehatan, 13,2% bersalin

ditolong oleh non-kesehatan, 15,3% tidak memiliki masalah dengan jarak

ke fasilitas kesehatan dan 42,8% mengalami komplikasi persalinan.

c. Terdapat hubungan antara pendidikan, kunjungan ANC, kuintil

kekayaan, tempat persalinan, penolong persalinan, dan jarak ke fasilitas

kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural Indonesia.

Page 188: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

169

d. Tidak terdapat hubungan antara urutan kelahiran dan komplikasi

persalinan dengan pemanfaatan pelayanan nifas di daerah rural

Indonesia.

7.2 Saran

Peningkatan pemanfaatan pelayanan nifas perlu terus dilakukan untuk

mengurangi angka kematian ibu. Adapun saran yang dapat peneliti berikan

untuk mencapainya adalah sebagai berikut.

7.2.1 Bagi Kementerian Kesehatan RI

a. Meningkatkan promosi kesehatan melalui berbagai media tentang

penitngnya pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal, yaitu

pelayanan antenatal, persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

terlatih dan dilakukan di fasilitas kesehatan serta pelayanan nifas

dengan fokus sasaran khususnya wanita dengan kuintil kekayaan

terbawah, tidak bersekolah hingga tamat SD, dan urutan kelahiran

anak ke-4 atau lebih. Upaya ini sebaiknya dilakukan dengan cara

penyuluhan langsung kepada masyarakat atau melalui program

berbasis masyarakat berupa pelatihan kepada kader-kader

kesehatan setempat sehingga dapat mneingkatkan kesadaran

masyarakat terhadap bahaya potensial yang terkait dengan

kehamilan dan pentingnya memanfaatkan pelayanan kesehatan

maternal.

Page 189: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

170

b. Meningkatkan sosialisasi tentang pemanfaatan asuransi kesehatan

dari pemerintah kepada masyarakat pengguna. Cara ini diharapkan

mampu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ketersediaan

asuransi tersebut sehingga kemudian menggunakannya untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan maternal. Peningkatan

penggunaan asuransi kesehatan tersebut dapat dilakukan dengan

cara berkoordinasi dengan lintas sektor, seperti pemerintah daerah,

DPRD dan gerakan pemberdayaan masyarakat berupa penyuluhan.

c. Meningkatkan ketersediaan penyedia layanan kesehatan, khususnya

bidan di desa sebagai tenaga penolong persalinan. Pemerataan

bidan di desa diharapkan dapat memberi kemudahan bagi

masyarakat untuk mendapatkan penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan yang kemudian berdampak positif pada peningkatkan

pemanfaataan pelayanan nifas.

7.2.2 Kementerian Pendidikan RI

Pemerataan program wajib belajar minimal 9 tahun di daerah

rural perlu tingkatkan. Selain itu, sebaiknya dilakukan pengintegrasian

kurikulum pendidikan kesehatan ke dalam kurikulum pendidikan

formal sehingga dapat menjadi cara yang efektif untuk memberikan

pengetahuan sejak dini kepada pelajar tentang pentingnya menjaga

kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan reproduksi pada masa

kehamilan hingga masa nifas.

Page 190: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

171

7.2.3 Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah perlu melakukan perbaikan infrastruktur jalan

dan transportasi yang dilakukan sesuai kondisi di masing-masing

daerah, khususnya di daerah rural yang terpencil.

7.2.4 Bagi Peneliti Lain

Intervensi peningkatan pemanfaatan pelayanan nifas sebaiknya

difokuskan sesuai dengan kebutuhan di masing-masing komunitas atau

kabupaten dengan mengetahui akar masalah sebenarnya. Oleh karena

itu, sebaiknya peneliti melakukan penelitian tentang pemanfaatan

pelayanan nifas dengan fokus pada wilayah tertentu, khususnya di

provinsi Papua, Papua Barat dan Maluku yang merupakan provinsi

dengan pemanfaatan pelayanan nifas paling rendah di Indonesia.

Sebaiknya penelitian dilakukan dengan metode kualitatif melalui focus

group discussion (FGD) atau diskusi kelompok sehingga dapat

menggali lebih banyak informasi tentang determinan pemanfaatan

pelayanan nifas.

Page 191: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

172

DAFTAR PUSTAKA

Adamu, H. S. 2011. Utilization of Maternal Health Care Service in Nigeria: An

Analysis of Regional Differences in the Patterns and Determinants of

Maternal Health Care Use. Disertasi. University of Liverpool.

Agus, Y., Horiuchi, S., Porter, S. 2012. Rural Indonesia Women‟s Traditional

Beliefs About Antenatal Care. BMC Research Notes; 5:589.

Alwi, Q. Tema Budaya yang Melatarbelakangi Perilaku Ibu-Ibu Penduduk Asli

dalam Pemeliharaan Kehamilan dan Persalinan di Kabupaten Mimika.

Bul. Panel. Kesehatan, Vol. 35, No. 3, Hal. 137-147.

Ambaretnani, Prihartini. 2012. Paraji and Bidan in Rancaekek: Integrated

Medicine for Advanced Partnerships among Traditional Birth Attendants

and Community Midwives in the Sunda Region of West Java, Indonesia.

Zutphen: Wőhrmann Print S rvic .

Amilda, N. L. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan

Pertolongan Persalinan oleh Dukun Bayi. Universitas Diponegoro.

Andersen, R. 1995. Revisiting The Behavioral Model and Access to Medical Care

Does It Matter?*. Journal of Health and Social Behavior. Vol. 6: 1-10.

Andersen, R., Newman J. F. 2005. Societal and Individual Determinants of

Medical Care Utilization in The United States. The Milbank Quarterly.

Vol. 8, No. 4.

Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular – Solusi Pencegahan

dari Aspek Perilaku dan Lingkungan. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo.

Anwar, dkk. 2008. Inequity in Maternal Health-Care Services: Evidence from

Home-Based Skilled-Birth Attendant Programmes in Bangladesh.

Bulletin of the World Health Organization, 86 (4).

Aqudelo, A., Belizan, J. M., Lammers, C. 2005. Maternal-Perinatal Morbidity and

Mortality Associated with Adolescent Pregnancy in Latin America:

Page 192: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

173

Cross-Sectional Study. American Journal of Obstetrics Gynecology. Vol.

192, Issue 2, Pages 342-349.

Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.

Depok: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM Universitas

Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2012. Panduan Penyusunan

Proposal, Protokol dan Laporan Akhir Penelitian. Kementerian

Kesehatan RI.

Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional,

Kementerian Kesehatan RI, ICF Internasional. 2013. Indonesia

Demographic and Health Survey 2012. Jakarta, Indonesia: BPS,

BKKBN, Kemenkes, and ICF International.

Badan Pusat Statistik. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun

2010 Tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia.

Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Bailey, L., Vardulaki, K., Langham, J., Chandramohan, D. 2005. Introduction to

Epidemiology. McGraw-Hill International.

Bappenas. 2010. Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pemabangunan

Milenium di Indonesia.

Bappenas. 2011. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di

Indonesia 2011.

Berhe, dkk. 2013. Utilization and Associated Factors of Postnatal Care in Adwa

Toen, Tigray, Ethiopia – A Cross Sectional Study. A Peer Received

International Jurnal for Pharmaceutical and Allied Reasearch.

Broeck, J. V., Brestoff, . R. 2013. Epidemiology Principles and Practical

Guidelines. Springer.

Budiarto, E., Anggraeni, D. 2003. Pengantar Epidemiologi, E/2. Jakarta Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Bushy, Angeline. 2009. A Landscape View of Life and Health Care in Rural

Settings. University Press of New England.

Page 193: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

174

Bustan, M. N. 2008. 505 Tanya-Jawab Epidemiologi. Putra Asaad Print.

Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Callaghan, W., Berg, C. J. Pregnancy-Related Mortality Among Women Aged 35

Years and Older, United States, 1991–1997. The American College of

Obstetricians and Gynecologists – Elsevier. Vol. 102, no. 5, part 1.

Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Chernichovsky, D., Meesook, O. A. 1986. Utilization of Health Service in

Indonesia. Social Science and Medicine – Elseiver.

Cheung, Theresa Francis. Pregnancy Weight Management: Before, During, After.

Diterjemahkan oleh Purwoko, Susi. 2008. Manajemen Berat Badan

Kehamilan. Jakarta: Arcan.

Chimankar, Digambar A., Harihar S. 2011. Factors Influencing The Utilization of

Maternal Health Care Services in Uttarakhand. Ethno Med, 5(3): 209-

216.

Choundhury, N. Ahmed, S. M. 2011. Maternal Care Practices Among The Ultra

Poor Households in Rural Bangladesh: A Qualitative Exploratory Study.

BMC Pregnancy and Childbirth; 11:15.

Code, Jane., Dunstall, Melvyn. 2011. Anatomy and Physiology for Midwives.

China: Elsevier Health Sciences.

D‟Ambruoso, L. Byass, P., Qomariyah, S. N. 2008. Can The Right to Health

Inform Public Health Planning in Developing Countries? A Case Study

for Maternal Healthcare from Indonesia. Global Health Action. DOI:

10.3402/gha.v1i0.1828.

Dahlan, Sopiyudin. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam

Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba

Medika.

Dhaher, dkk. 2008. Factors Associated with Lack of Postnatal Care Among

Palestinian Women: A Cross-Sectional Study of Three Clinics in The

West Bank. BMC Pregnancy and Childbirth.

Page 194: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

175

Direktorat Bina Kesehatan Ibu. 2012. Upaya Percepatan Penurunan Angka

Kematian Ibu. Kementerian Kesehatan RI.

Doraon. 2012. Postnatal Care In Nigeria A Multilevel Analysis.

Dwicaksono, A., Setiawan, D. 2013. Monitoring Kebijakan dan Anggaran

Komitmen Pemerintah Indonesia dalam Kesehatan Ibu. Bandung:

Perkumpulan INISIATIF.

Ejaz, S., Ahmad K. 2013. Postpartum Care Utilization Among Primigravida: A

Studi in Rural Punjab, Pakistan. Research on Humanities and Social

Sciences Vol.3, No.4.

Eliakimu, Eliudi S. 2010. Assessment of Maternal Postnatal Care Utilization and

Associated Factors Among Women with Infants Aged 2-6 Months in

Shinyanga Rural District, Shinyanga Region. Dissertation. Muhimbii

University of Health and Allied Sciences.

Engel, Jerome., Pedley, Timothy A. 2008. Epilepsy: A Comprehensive Textbook.

USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Ethiopian Society of Population Studies. 2008. Maternal Health Care Seeking

Behaviour in Ethiopia: Findings from EDHS 2005. UNFPA Ethiopia:

Adis Ababa.

Farrer, Helen. Maternity Care - Second Edition. Diterjemahkan oleh Hartono,

Andry. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Fitria N. A., Puspitasari, N. 2011. Determinan Pada Ibu Nifas yang Berhubungan

dengan Pelaksanaan Post-Natal Care (Studi di Puskesmas Lespadangan

Kabupaten Mojokerto Tahun 2011). Surabaya: Universitas Airlangga.

Fort, Alfredo L., Monica T. Kothari, and Noureddine Abderrahim. 2006.

Postpartum Care: Levels and Determinants in Developing Countries.

Calverton, Maryland, USA: Macro International Inc.

Gregg, Michael B. 2008. Field Epidemiology, Volume 1. New York: Oxford

University Press.

Hatt, L., dkk. 2007. Did The Strategy of Skilled Attendance at Birth Reach The

Poor in Indonesia?. Bulletin of the World Health Organization; 85 (10).

Page 195: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

176

Haws, Paulette S. Care of The Sick Neonate: A Quick Reference for Health Care

Providers. Diterjemahkan oleh Meining Issuryanti. 2008. Asuhan

Neonatus: Rujukan Cepat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Helmizar. 2014. Evaluasi Kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam

Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia. Jurnal Kesehatan

Masyarakat; 197-205.

Heywood, P., Choi, Y. 2010. Health System Performance at The District Level in

Indonesia After Decentralization. BMC International Health and Human

Rights; 10:3.

Heywood, P., Harahap, N. P. 2009. Health Facilities at The District Level in

Indonesia. Australia and New Zealand Health Policy 2009, 6:13.

Higgins, C., Lavin, T., Metcalfe, O. 2008. Health Impacts of Education – A

Review. Institute of Public Health. Ireland.

Hoeven, M., Kruger, A., Greeff, M. 2012. Differences in Health Care Seeking

Behaviour Between Rural and Urban Communities in South Africa.

International Journal for Equity in Health; 11:31.

Hondai, S. 2005. Profile of Poverty and Probability of Being Poor in Rural

Indonesia. The International Centre for the Study of East Asian

Development, Kitakyushu.

International Fund for Agriculture. 2013. Enabling Poor Rural People to

Overcome Poverty in Indonesia. Italia.

Islam, MR., Odland JO. 2011. Determinants of Antenatal and Postnatal Care

Visits Among Indigenous People in Bangladesh: A Study of The Mru

Community. Rural and Remote Health 11: 1672.

Jacobs, Choolwe N. 2007. A Study Determine The Factors Associated with

Underutilisation of Posnatal Care Services among Pospartum Women in

Mazabuka District. Skripsi. The University of Zambia.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat

Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Informasi Jampersal.

Page 196: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

177

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di

Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Rencana Strategis Direktorat

Jenderal Pendidikan Menengah 2010-2014.

Khanal, dkk. 2014. Factors Associated with The Utilisation of Postnatal Care

Services Among The Mothers of Nepal: Analysis of Nepal Demographic

and Health Survey 2011. BMC Women's Health 14:1.

Kim, Net, dkk. 2013. Early Postnatal Care and Its Determinants ini Cambodia.

Directorat General for Health Ministry of Health – Kingdom of

Cambodia.

Leveno, Kenneth J., dkk. Williams Manual of Obstetrics, 21st Ed. Diterjemahkan

oleh Pendit, Brahm U. 2009. Obsetri Williams: Panduan Ringkas, Ed.

21. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran RGC.

Makowiecka, K., Achadi, E., Izati, Y. Ronsmans, C. 2007. Midwifery Provision

in Two Districts in Indonesia: How Well Are Rural Areas Served?.

Health Policy and Planning; 23:67–75. Oxford University Press.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obsetri dan

Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Masriadi. 2012. Epidemiologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Maulana, Heri D. J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

McCulloch, N., Timmer, C. P., Weisbrod, J. 2007. Pathways Out of Poverty

During an Economic Crisis: An Empirical Assessment of Rural

Indonesia. Central for Global Development.

Mehari, A. M. 2013. Levels and Determinants of Use of Institutional Delivery

Care Services among Women of Childbearing Age in Ethiopia: Analysis

of EDHS 2000 and 2005 Data. United States Agency for International

Development.

Mekonnen, Y., Mekonnen, A. 2002. Utilization of Maternal Care Services in

Ethiopia. Calverton, Maryland, USA: ORC Macro.

Page 197: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

178

Morreale, M. 1998. Fact Sheet: What Factors Can Influence Health Care

Utilization?. Nursing Effectiveness, Utilization and Outcomes Research

Unit McMaster University - University of Toronto.

Murti, Bisma. 1997. Metode dan Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Nour, Nawal M. An Introduction to Maternal Mortality. Reviews In Obstetrics &

Gynecology Vol. 1 No. 2.

Nugraha, Sri Mardikani. 2013. Determinan Akses Pelayanan Nifas di Indonesia

(Analisis Riskesdas 2010). Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

Nursalam, Efendi F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Oluwaseyi, Somefun D. 2013. Determinants of Postnatal Care Non-Utilization in

Nigeria. University of Witwatersrand.

Organization for Economic Cooperation and Development. 2013. Structural

Policy Country Notes Indonesia. Southeast Asian Economic Outlook

2013: With Perspectives on China and India.

Paudel, dkk. 2013. Determinants of Postnatal Service Utilization in A Western

District of Nepal: Community Based Cross Sectional Study. Journal

Wom n’s H alth Car Volume 2 Issue 3.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562 Tahun 2011

Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 Tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Rahman, K.M.M. 2009. Determinants of Maternal Health Care ini Bangladesh.

Resesarch Journal of Applied Sciences; 113-119. Medwell Journal.

Rogan, S. E. Olvena, Ma. V. 2004. Factors Affecting Maternal Health Utilization

in the Philippines. 9th National Convention on Statistics (NCS): EDSA

Shangri-La Hotel.

Page 198: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

179

Romans, C., dkk., 2009. Professional Assistance During Birth and Maternal

Mortality in Two Indonesian Districts. Bull World Health Organ;

87:416–423.

Ronsmans, C., dkk. 2006. Maternal Mortality: Why, When, Where, and Why.

Lancet Vol. 268 Hal. 1189-1200.

Sabri L., Hastono S. P; 2010. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Sastrawinata S., Martaadisoebrata, D., Wirakusumah F. 2005. Ilmu Kesehatan

Reproduksi: Obsetri Patologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Shindu, Pujiastuti. 2009. Yoga untuk Kehamilan: Sehat, Bahagia, dan Penuh

Makna. Bandung: Qanita.

Singh PK, Rai RK, Alagarajan M, Singh L. 2012. Determinants of Maternity Care

Services Utilization among Married Adolescents in Rural India. PloS

ONE 7(2): e31666. doi:10.1371/journal.pone.0031666.

Sofianty, dkk. 2007. Wahana IPS – Ilmu Pengetahuan Sosial. Yudistira.

Stright, Barbara R. Lippincott‟s Review Series: Maternal-Newborn Nursing.

Diterjemahkan oleh Wijayarini, Maria A. 2005. Panduan Belajar:

Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Sudirman, Sakung, J. 2012. Kemitraan Bidan dengan Dukun Bayi dalam

Menolong Persalinan Bagi Ibu-Ibu yang Melahirkan di Pedesaan di

Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala. Universitas Muhamadiyah

Palu.

Suparmi, Kristanti, D., Suryatma, A. 2013. Determinan Pemanfaatan Jaminan

Persalinan di Kabupaten Pandeglang. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol.

41, No. 4: 217-224.

Syarifudin, Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Page 199: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

180

Syed U, Asiruddin, Helalm Imteaz, John Murray. 2006. Immediate and Early

Postnatal Care for Mothers and Newborns in Rural Bangladesh. J Health

Popul Nutr;24(4):508-518.

Titaley, C. Hunter, C. Dibley, M. Heywood, P. 2010. Why Do Some Women Still

Prefer Traditional Birth Attendants and Home Delivery - A Qualitative

Study on Delivery Care Services in West Java Province, Indonesia. BMC

Pregnancy and Childbirth.

Titaley, C. R., Dibley, M. J., Roberts, C. L. 2010. Factors Associated with

Underutilization of Antenatal Care Services in Indonesia Results of

Indonesia Demographic and Health Survey 2002/2003 and 2007. BMC

Public Health; 10:485.

Titaley, C. R., Hunter, C. L., Heywood, P., Dibley, M. J. 2010. Why don‟t Some

Women Attend antenatal and Postnatal Care Services? A Qualitative

Study of Community Members‟ Perspectives in Garut, Sukabumi and

Ciamis Districts of West Java Province, Indonesia. BMC Pregnancy and

Childbirth; 10:61.

Titaley, C., Dibley, M. J., Roberts, C. L. 2010. Factors Associated With

Underutilization of Antenatal Care Services in Indonesia Results of

Indonesia Demographic and Health Survey 2002/2003 and 2007. BMC

Public Health, 10:485.

Tomb, David A. Hos Psychiatry, 6th

Ed. Diterjemahkan oleh Nasrun, dkk. 2004.

Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ugboaja, Joseph O., dkk. 2013. Barriers to Postnatal Care and Exclusive

Breaastfeeding Among Urban Women in Southeastern Nigeria. Nigerian

Medical Journal Vol. 54 Issue 1.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan

Tinggi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan

Hukum Pendidikan.

Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak.

Page 200: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

181

Universitas Pendidikan Indonesia. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan – Bagian 1

Ilmu Pendidikan Teoritis. PT. Imperial Bhakti Utama.

Utomo, B. Sucahya, P. Utami, R. 2011. Priorities and Realities: Addressing The

Rich-Poor Gaps in Health Status and Service Access in Indonesia.

International Journal for Equity in Health; 10:47.

Warren, Charlotte, dkk. 2006. Opportuniti s or A rica’s N wborns.

World Health Organization. 2008. Factsheet – Maternal Mortality. Geneva.

World Health Organization. 2010. WHO Technical Consultation on Postpartum

and Posnatal Care. Switzerland: WHO Press.

World Health Organization. Safe Motherhood, Pueperal Sepsis Module –

Education Material for Teachers of Midwifery. Diterjemahkan oleh

Maryuani, Aniek. 2002. Safe Motherhood, Modul Sepsis Puerperalis

Materi Pendidikan untuk Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Yamashita T., Sherri A S., Cecilia L., Yuko T., Naomi S. 2014. A Cross-Sectional

Analytic Study of Postpartum Health Care Service Utilization in The

Philipines. Plos One Volume 9, Issue 1.

Yar‟zaver, I.S. Said, I.Y. 2013. Knowledge and Barriers in Utilization of Maternal

Health Care Services in Kano State, Northern Nigeria. European Journal of

Biology and Medical Science Research. Vol.1 No. 1, pp.1-14.

Yulaikhah, Lily. 2009. Kehamilan: Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Page 201: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

182

LAMPIRAN

Page 202: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

183

Page 203: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

184

Page 204: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

185

Page 205: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

186

Page 206: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

187

Page 207: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

188

Page 208: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

189

Page 209: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

190

Page 210: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

191

Page 211: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

192

Page 212: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

193

ANALISIS UNIVARIAT

1. Umur saat wawancara survei

Age in 5-year groups

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 15-19 188 9.1 9.1 9.1

20-24 534 25.8 25.8 34.8

25-29 583 28.1 28.1 63.0

30-34 429 20.7 20.7 83.7

35-39 246 11.9 11.9 95.6

40-44 81 3.9 3.9 99.5

45-49 11 .5 .5 100.0

Total 2072 100.0 100.0

2. Umur melahirkan

Respondent's age when delivered last child

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <15 4 .2 .2 .2

15-19 319 15.4 15.4 15.6

20-24 546 26.4 26.4 41.9

25-29 551 26.6 26.6 68.5

30-34 391 18.9 18.9 87.4

35-39 204 9.8 9.8 97.2

40-44 49 2.4 2.4 99.6

45-49 8 .4 .4 100.0

Total 2072 100.0 100.0

3. Pendidikan

Education attainment

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Higher 227 11.0 11.0 11.0

Complete secondary 469 22.6 22.6 33.6

Incomplete secondary 637 30.7 30.7 64.3

Complete primary 504 24.3 24.3 88.7

Page 213: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

194

Incomplete primary 201 9.7 9.7 98.4

No education 34 1.6 1.6 100.0

Total 2072 100.0 100.0

4. Urutan kelahiran

Birth order

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 808 39.0 39.0 39.0

2-3 931 44.9 44.9 83.9

4-5 254 12.3 12.3 96.2

6+ 79 3.8 3.8 100.0

Total 2072 100.0 100.0

5. Kunjungan pelayanan antenatal (ANC)

Antenatal visits during pregnancy

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 4+ 1743 84.1 84.1 84.1

2-3 224 10.8 10.8 94.9

1 39 1.9 1.9 96.8

No antenatal visit 66 3.2 3.2 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Place of antenatal care: respondent's home

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1979 98.8 98.8 98.8

Yes 24 1.2 1.2 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: other home

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1971 98.4 98.4 98.4

Yes 32 1.6 1.6 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Page 214: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

195

Place of antenatal care: government hospital

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1914 95.6 95.6 95.6

Yes 89 4.4 4.4 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: public health center

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1461 72.9 72.9 72.9

Yes 542 27.1 27.1 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: public village health post

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1971 98.4 98.4 98.4

Yes 32 1.6 1.6 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: public delivery post

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1903 95.0 95.0 95.0

Yes 100 5.0 5.0 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: public health post

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1725 86.1 86.1 86.1

Yes 278 13.9 13.9 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: private hospital

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1979 98.8 98.8 98.8

Yes 24 1.2 1.2 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Page 215: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

196

Place of antenatal care: private maternity hospital

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1988 99.3 99.3 99.3

Yes 15 .7 .7 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: private maternity home

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1997 99.7 99.7 99.7

Yes 6 .3 .3 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: private clinic

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1948 97.3 97.3 97.3

Yes 55 2.7 2.7 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: private general practitioner

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1995 99.6 99.6 99.6

Yes 8 .4 .4 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: private obstetrician

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1841 91.9 91.9 91.9

Yes 162 8.1 8.1 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: private midwife

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1442 72.0 72.0 72.0

Yes 561 28.0 28.0 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Page 216: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

197

Place of antenatal care: private nurse

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1990 99.4 99.4 99.4

Yes 13 .6 .6 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: private village midwife

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1574 78.6 78.6 78.6

Yes 429 21.4 21.4 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Place of antenatal care: private other

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1984 99.1 99.1 99.1

Yes 19 .9 .9 100.0

Total 2003 100.0 100.0

Respondent's health professional checked up antenatal: doctor

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1972 98.3 98.3 98.3

Yes 34 1.7 1.7 100.0

Total 2006 100.0 100.0

Respondent's health professional checked up antenatal: obstetrician

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1693 84.4 84.4 84.4

Yes 313 15.6 15.6 100.0

Total 2006 100.0 100.0

Respondent's health professional checked up antenatal: nurse

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1954 97.4 97.4 97.4

Yes 52 2.6 2.6 100.0

Total 2006 100.0 100.0

Page 217: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

198

Respondent's health professional checked up antenatal: midwife

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 911 45.4 45.4 45.4

Yes 1095 54.6 54.6 100.0

Total 2006 100.0 100.0

Respondent's health professional checked up antenatal: village midwife

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1257 62.7 62.7 62.7

Yes 749 37.3 37.3 100.0

Total 2006 100.0 100.0

Respondent's health professional checked up antenatal: traditional birth

attendant

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1901 94.8 94.8 94.8

Yes 105 5.2 5.2 100.0

Total 2006 100.0 100.0

Respondent's health professional checked up antenatal: other

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1992 99.3 99.3 99.3

Yes 14 .7 .7 100.0

Total 2006 100.0 100.0

6. Kuintil kekayaan

Wealth index

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Poorest 722 34.8 34.8 34.8

Poorer 568 27.4 27.4 62.3

Middle 365 17.6 17.6 79.9

Richer 274 13.2 13.2 93.1

Richest 143 6.9 6.9 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Page 218: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

199

7. Tempat persalinan

Place delivery

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Health facility 1115 53.8 53.8 53.8

Other 957 46.2 46.2 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Place of delivery

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Respondent's home 855 41.3 41.3 41.3

Other home 99 4.8 4.8 46.0

Hospital/clinic 282 13.6 13.6 59.7

Health center 174 8.4 8.4 68.1

Village health post 10 .5 .5 68.5

Delivery post 36 1.7 1.7 70.3

Other public sector 1 .0 .0 70.3

Hospital 79 3.8 3.8 74.1

Maternity hospital 50 2.4 2.4 76.5

Maternity home 14 .7 .7 77.2

Clinic 40 1.9 1.9 79.2

General practitioner 3 .1 .1 79.3

Obstetrician 14 .7 .7 80.0

midwife 278 13.4 13.4 93.4

nurse 3 .1 .1 93.5

village midwife 125 6.0 6.0 99.6

Other private sector 6 .3 .3 99.9

Other 3 .1 .1 100.0

Total 2072 100.0 100.0

8. Penolong persalinan

Assistance delivery

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Health professional 1799 86.8 86.8 86.8

Non-health profesiional

273 13.2 13.2 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Page 219: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

200

Assistance: doctor

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 2039 98.4 98.4 98.4

Yes 33 1.6 1.6 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Assistance: obstetrician

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1746 84.3 84.3 84.3

Yes 326 15.7 15.7 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Assistance: nurse

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1859 89.7 89.7 89.7

Yes 213 10.3 10.3 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Assistance: midwife

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1090 52.6 52.6 52.6

Yes 982 47.4 47.4 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Assistance: village midwife

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1474 71.1 71.1 71.1

Yes 598 28.9 28.9 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Assistance: traditional birth attendant

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1564 75.5 75.5 75.5

Yes 508 24.5 24.5 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Page 220: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

201

Assistance: relative/friend

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1869 90.2 90.2 90.2

Yes 203 9.8 9.8 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Assistance: other

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 2047 98.8 98.8 98.8

Yes 25 1.2 1.2 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Assistance: no one

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No: some assistance 2067 99.8 99.8 99.8

Yes: no assistance 5 .2 .2 100.0

Total 2072 100.0 100.0

9. Jarak ke fasilitas kesehatan

Distance to facility

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Problem 316 15.3 15.3 15.3

No problem 1756 84.7 84.7 100.0

Total 2072 100.0 100.0

10. Komplikasi persalinan

Complication during labor/delivery

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Yes 887 42.8 42.8 42.8

No 1185 57.2 57.2 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Page 221: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

202

Time of birth: prolonged labor

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1416 68.3 68.3 68.3

Yes 656 31.7 31.7 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Time of birth: excessive vaginal bleeding

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1914 92.4 92.4 92.4

Yes 158 7.6 7.6 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Time of birth: fever and foul smelling vaginal discharge

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1928 93.1 93.1 93.1

Yes 144 6.9 6.9 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Time of birth: convulsions

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 2032 98.1 98.1 98.1

Yes 40 1.9 1.9 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Time of birth: water broke > 6 hours before delivery

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1811 87.4 87.4 87.4

Yes 261 12.6 12.6 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Time of birth: other

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 1992 96.1 96.1 96.1

Yes 80 3.9 3.9 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Page 222: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

203

11. Pemanfaatan pelayanan nifas

Attending postnatal care in first 3 days after delivery

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Yes 1773 85.6 85.6 85.6

No 299 14.4 14.4 100.0

Total 2072 100.0 100.0

Respondent's health professional checked up after delivery

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Doctor 39 2.2 2.2 2.2

Nurse 91 5.1 5.1 7.3

Midwife 816 46.0 46.0 53.4

Obstetrician 247 13.9 13.9 67.3

Village midwife 521 29.4 29.4 96.7

Traditional birth attendant 50 2.8 2.8 99.5

Other 9 .5 .5 100.0

Total 1773 100.0 100.0

Respondent's health checked before discharge

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid No 12 .7 1.2 1.2

Yes 1023 57.7 98.8 100.0

Total 1035 58.4 100.0

Missing 9 1 .1

System 737 41.6

Total 738 41.6

Total 1773 100.0

Respondent's health checked after discharge/delivery at home

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Yes 750 42.3 100.0 100.0

Missing System 1023 57.7

Total 1773 100.0

Page 223: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

204

ANALISIS BIVARIAT

1. Pendidikan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Education attainment * Attending postnatal care in first 3 days after delivery

2072 100.0% 0 .0% 2072 100.0%

Education attainment * Attending postnatal care in first 3 days after delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days after delivery

Total Yes No

Education attainment

Higher Count 205 22 227

% within Education attainment 90.3% 9.7% 100.0%

Complete secondary

Count 414 55 469

% within Education attainment 88.3% 11.7% 100.0%

Incomplete secondary

Count 545 92 637

% within Education attainment 85.6% 14.4% 100.0%

Complete primary Count 422 82 504

% within Education attainment 83.7% 16.3% 100.0%

Incomplete primary Count 165 36 201

% within Education attainment 82.1% 17.9% 100.0%

No education Count 22 12 34

% within Education attainment 64.7% 35.3% 100.0%

Total Count 1773 299 2072

% within Education attainment 85.6% 14.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 22.242a 5 .000

Likelihood Ratio 19.877 5 .001

Linear-by-Linear Association 16.796 1 .000

N of Valid Cases 2072

a. 1 cells (8.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.91.

Page 224: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

205

2. Urutan kelahiran

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Birth order * Attending postnatal care in first 3 days after delivery

2072 100.0% 0 .0% 2072 100.0%

Birth order * Attending postnatal care in first 3 days after delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days after delivery

Total Yes No

Birth order 1 Count 707 101 808

% within Birth order 87.5% 12.5% 100.0%

2-3 Count 794 137 931

% within Birth order 85.3% 14.7% 100.0%

4-5 Count 208 46 254

% within Birth order 81.9% 18.1% 100.0%

6+ Count 64 15 79

% within Birth order 81.0% 19.0% 100.0%

Total Count 1773 299 2072

% within Birth order 85.6% 14.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 6.614a 3 .085

Likelihood Ratio 6.436 3 .092

Linear-by-Linear Association 6.422 1 .011

N of Valid Cases 2072

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.40.

Page 225: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

206

3. Kunjungan pelayanan antenatal (ANC)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Antenatal visits during pregnancy * Attending postnatal care in first 3 days after delivery

2072 100.0% 0 .0% 2072 100.0%

Antenatal visits during pregnancy * Attending postnatal care in first 3 days after delivery

Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days after

delivery

Total Yes No

Antenatal visits during pregnancy

4+ Count 1539 204 1743

% within Antenatal visits during pregnancy

88.3% 11.7% 100.0%

2-3 Count 172 52 224

% within Antenatal visits during pregnancy

76.8% 23.2% 100.0%

1 Count 24 15 39

% within Antenatal visits during pregnancy

61.5% 38.5% 100.0%

No antenatal visit

Count 38 28 66

% within Antenatal visits during pregnancy

57.6% 42.4% 100.0%

Total Count 1773 299 2072

% within Antenatal visits during pregnancy

85.6% 14.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 84.615a 3 .000

Likelihood Ratio 67.150 3 .000

Linear-by-Linear Association 83.543 1 .000

N of Valid Cases 2072

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.63.

Page 226: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

207

4. Kuintil kekayaan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Wealth index * Attending postnatal care in first 3 days after delivery

2072 100.0% 0 .0% 2072 100.0%

Wealth index * Attending postnatal care in first 3 days after delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days after delivery

Total Yes No

Wealth index Poorest Count 569 153 722

% within Wealth index 78.8% 21.2% 100.0%

Poorer Count 493 75 568

% within Wealth index 86.8% 13.2% 100.0%

Middle Count 329 36 365

% within Wealth index 90.1% 9.9% 100.0%

Richer Count 247 27 274

% within Wealth index 90.1% 9.9% 100.0%

Richest Count 135 8 143

% within Wealth index 94.4% 5.6% 100.0%

Total Count 1773 299 2072

% within Wealth index 85.6% 14.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 47.272a 4 .000

Likelihood Ratio 47.953 4 .000

Linear-by-Linear Association 40.674 1 .000

N of Valid Cases 2072

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.64.

Page 227: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

208

5. Tempat persalinan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Place delivery * Attending postnatal care in first 3 days after delivery

2072 100.0% 0 .0% 2072 100.0%

Place delivery * Attending postnatal care in first 3 days after delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days

after delivery

Total Yes No

Place delivery Health facility Count 1036 79 1115

% within Place delivery 92.9% 7.1% 100.0%

Other Count 737 220 957

% within Place delivery 77.0% 23.0% 100.0%

Total Count 1773 299 2072

% within Place delivery 85.6% 14.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.055E2a 1 .000

Continuity Correctionb 104.196 1 .000

Likelihood Ratio 107.811 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 105.429 1 .000

N of Valid Casesb 2072

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 138.10.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 228: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

209

6. Penolong persalinan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Assistance delivery * Attending postnatal care in first 3 days after delivery

2072 100.0% 0 .0% 2072 100.0%

Assistance delivery * Attending postnatal care in first 3 days after delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days after delivery

Total Yes No

Assistance delivery

Health professional Count 1619 180 1799

% within Assistance delivery 90.0% 10.0% 100.0%

Non-health professional

Count 154 119 273

% within Assistance delivery 56.4% 43.6% 100.0%

Total Count 1773 299 2072

% within Assistance delivery 85.6% 14.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.165E2a 1 .000

Continuity Correctionb 213.796 1 .000

Likelihood Ratio 166.190 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 216.403 1 .000

N of Valid Casesb 2072

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.40.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 229: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

210

7. Jarak ke fasilitas kesehatan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Distance to facility * Attending postnatal care in first 3 days after delivery

2072 100.0% 0 .0% 2072 100.0%

Distance to facility * Attending postnatal care in first 3 days after delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days after delivery

Total Yes No

Distance to facility

Problem Count 246 70 316

% within Distance to facility 77.8% 22.2% 100.0%

No problem Count 1527 229 1756

% within Distance to facility 87.0% 13.0% 100.0%

Total Count 1773 299 2072

% within Distance to facility 85.6% 14.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 18.003a 1 .000

Continuity Correctionb 17.273 1 .000

Likelihood Ratio 16.296 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 17.994 1 .000

N of Valid Casesb 2072

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 45.60.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 230: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

211

8. Komplikasi persalinan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Complication during labor/delivery * Attending postnatal care in first 3 days after delivery

2072 100.0% 0 .0% 2072 100.0%

Complication during labor/delivery * Attending postnatal care in first 3 days after

delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days

after delivery

Total Yes No

Complication during labor/delivery

Yes Count 767 120 887

% within Complication during labor/delivery

86.5% 13.5% 100.0%

No Count 1006 179 1185

% within Complication during labor/delivery

84.9% 15.1% 100.0%

Total Count 1773 299 2072

% within Complication during labor/delivery

85.6% 14.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.021a 1 .312

Continuity Correctionb .898 1 .343

Likelihood Ratio 1.026 1 .311

Fisher's Exact Test .343 .172

Linear-by-Linear Association 1.021 1 .312

N of Valid Casesb 2072

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 128.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 231: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

212

CROSSTAB ANTAR VARIABEL

1. Urutan kelahiran dan penolong persalinan

Birth order * Assistance delivery Crosstabulation

Assistance delivery

Total Health

professional Non-health professional

Birth order 1 Count 746 62 808

% within Birth order 92.3% 7.7% 100.0%

2-3 Count 790 141 931

% within Birth order 84.9% 15.1% 100.0%

4-5 Count 203 51 254

% within Birth order 79.9% 20.1% 100.0%

6+ Count 60 19 79

% within Birth order 75.9% 24.1% 100.0%

Total Count 1799 273 2072

% within Birth order 86.8% 13.2% 100.0%

2. Urutan kelahiran dan pemanfaatan pelayanan nifas pada semua responden yang

ditolong oleh tenaga kesehatan saat persalinan

Birth order * Attending postnatal care in first 3 days after delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days after delivery

Total Yes No

Birth order 1 Count 677 69 746

% within Birth order 90.8% 9.2% 100.0%

2-3 Count 710 80 790

% within Birth order 89.9% 10.1% 100.0%

4-5 Count 179 24 203

% within Birth order 88.2% 11.8% 100.0%

6+ Count 53 7 60

% within Birth order 88.3% 11.7% 100.0%

Total Count 1619 180 1799

% within Birth order 90.0% 10.0% 100.0%

Page 232: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

213

3. Kunjungan ANC dan penolong persalinan

Antenatal visits during pregnancy * Assistance delivery Crosstabulation

Assistance delivery

Total Health

professional Non-health professional

Antenatal visits during pregnancy

4+ Count 1560 183 1743

% within Antenatal visits during pregnancy

89.5% 10.5% 100.0%

2-3 Count 178 46 224

% within Antenatal visits during pregnancy

79.5% 20.5% 100.0%

1 Count 25 14 39

% within Antenatal visits during pregnancy

64.1% 35.9% 100.0%

No antenatal visit

Count 36 30 66

% within Antenatal visits during pregnancy

54.5% 45.5% 100.0%

Total Count 1799 273 2072

% within Antenatal visits during pregnancy

86.8% 13.2% 100.0%

4. Kunjungan ANC dan pemanfaatan pelayanan nifas pada semua responden yang

ditolong oleh tenaga kesehatan saat persalinan

Antenatal visits during pregnancy * Attending postnatal care in first 3 days after delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days after

delivery

Total Yes No

Antenatal visits during pregnancy

4+ Count 1421 139 1560

% within Antenatal visits during pregnancy 91.1% 8.9% 100.0%

2-3 Count 149 29 178

% within Antenatal visits during pregnancy 83.7% 16.3% 100.0%

1 Count 20 5 25

% within Antenatal visits during pregnancy 80.0% 20.0% 100.0%

No antenatal visit

Count 29 7 36

% within Antenatal visits during pregnancy 80.6% 19.4% 100.0%

Total Count 1619 180 1799

% within Antenatal visits during pregnancy 90.0% 10.0% 100.0%

Page 233: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

214

5. Pendidikan dan kunjungan ANC

Education attainment * Antenatal visits during pregnancy Crosstabulation

Antenatal visits during pregnancy

Total

4+ 2-3 1 No antenatal

visit

Education attainment

Higher Count 205 16 4 2 227

% within Education attainment 90.3% 7.0% 1.8% .9% 100.0%

Complete secondary

Count 416 39 7 7 469

% within Education attainment 88.7% 8.3% 1.5% 1.5% 100.0%

Incomplete secondary

Count 528 77 10 22 637

% within Education attainment 82.9% 12.1% 1.6% 3.5% 100.0%

Complete primary

Count 417 55 13 19 504

% within Education attainment 82.7% 10.9% 2.6% 3.8% 100.0%

Incomplete primary

Count 154 30 5 12 201

% within Education attainment 76.6% 14.9% 2.5% 6.0% 100.0%

No education

Count 23 7 0 4 34

% within Education attainment 67.6% 20.6% .0% 11.8% 100.0%

Total Count 1743 224 39 66 2072

% within Education attainment 84.1% 10.8% 1.9% 3.2% 100.0%

6. Kuintil kekayaan dan tempat persalinan

Crosstab

Place delivery

Total Health facility Other

Wealth index Poorest Count 285 437 722

% within Wealth index 39.5% 60.5% 100.0%

Poorer Count 316 252 568

% within Wealth index 55.6% 44.4% 100.0%

Middle Count 215 150 365

% within Wealth index 58.9% 41.1% 100.0%

Richer Count 191 83 274

% within Wealth index 69.7% 30.3% 100.0%

Richest Count 108 35 143

% within Wealth index 75.5% 24.5% 100.0%

Total Count 1115 957 2072

% within Wealth index 53.8% 46.2% 100.0%

Page 234: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

215

7. Pendidikan dan tempat persalinan

Crosstab

Place delivery

Total Health facility Other

Education attainment

Higher Count 150 77 227

% within Education attainment 66.1% 33.9% 100.0%

Complete secondary

Count 302 167 469

% within Education attainment 64.4% 35.6% 100.0%

Incomplete secondary

Count 333 304 637

% within Education attainment 52.3% 47.7% 100.0%

Complete primary

Count 224 280 504

% within Education attainment 44.4% 55.6% 100.0%

Incomplete primary

Count 86 115 201

% within Education attainment 42.8% 57.2% 100.0%

No education Count 20 14 34

% within Education attainment 58.8% 41.2% 100.0%

Total Count 1115 957 2072

% within Education attainment 53.8% 46.2% 100.0%

8. Urutan kelahiran dan tempat persalinan

Crosstab

Place delivery

Total Health facility Other

Birth order 1 Count 484 324 808

% within Birth order 59.9% 40.1% 100.0%

2-3 Count 478 453 931

% within Birth order 51.3% 48.7% 100.0%

4-5 Count 125 129 254

% within Birth order 49.2% 50.8% 100.0%

6+ Count 28 51 79

% within Birth order 35.4% 64.6% 100.0%

Total Count 1115 957 2072

% within Birth order 53.8% 46.2% 100.0%

Page 235: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

216

9. Penolong persalinan dan tenaga pemeriksa kesehatan nifas pada semua

responden yang ditolong oleh tenaga kesehatan saat persalinan

Assistance delivery * Respondent's health professional checked up after delivery Crosstabulation

Respondent's health professional checked up

after delivery

Total Health

professional Non-health professional

Assistance delivery

Health professional

Count 1606 13 1619

% within Assistance delivery

99.2% .8% 100.0%

Non-health professional

Count 108 46 154

% within Assistance delivery

70.1% 29.9% 100.0%

Total Count 1714 59 1773

% within Assistance delivery

96.7% 3.3% 100.0%

10. Komplikasi persalinan dan penolong persalinan

Complication during labor/delivery * Assistance delivery Crosstabulation

Assistance delivery

Total Health

professional Non-health professional

Complication during labor/delivery

Yes Count 791 96 887

% within Complication during labor/delivery

89.2% 10.8% 100.0%

No Count 1008 177 1185

% within Complication during labor/delivery

85.1% 14.9% 100.0%

Total Count 1799 273 2072

% within Complication during labor/delivery

86.8% 13.2% 100.0%

Page 236: DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN NIFAS DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25619/1/NUR... · yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

217

11. Komplikasi persalinan dan pemanfaatan pelayanan nifas pada semua responden

yang ditolong oleh tenaga kesehatan saat persalinan

Complication during labor/delivery * Attending postnatal care in first 3 days after delivery Crosstabulation

Attending postnatal care in first 3 days after delivery

Total Yes No

Complication during labor/delivery

Yes Count 717 74 791

% within Complication during labor/delivery

90.6% 9.4% 100.0%

No Count 902 106 1008

% within Complication during labor/delivery

89.5% 10.5% 100.0%

Total Count 1619 180 1799

% within Complication during labor/delivery

90.0% 10.0% 100.0%