data nifas

75
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu berkaitan erat dengan tingginya kasus kehamilan resiko tinggi, yaitu kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi besar yang dapat mengencam keselamtan ibu dan janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan maupun pada masa nifas (Hadijanto B, 2008). Adapun penyebab dari tingginya angka kematian ibu di dunia dan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi: perdarahan (42%), eklamsi (13%), abortus (11%), partus lama (9%) dan penyebab lainnya (15%). Sedangkan penyebab tidak langsung diantaranya: faktor pendidikan rendah, sosial ekonomi rendah, sistem pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan lain-lain (Manuaba IBG, 2008). Penyebab langsung kematian ibu oleh karena perdarahan sampai saat ini masih memegang peran penting 1

Upload: dede-suryansah

Post on 25-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dar

TRANSCRIPT

Page 1: Data Nifas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu berkaitan erat dengan tingginya kasus kehamilan

resiko tinggi, yaitu kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan

komplikasi besar yang dapat mengencam keselamtan ibu dan janin yang

dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan maupun pada masa nifas

(Hadijanto B, 2008).

Adapun penyebab dari tingginya angka kematian ibu di dunia dan di

Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab langsung dan

penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi: perdarahan (42%),

eklamsi (13%), abortus (11%), partus lama (9%) dan penyebab lainnya (15%).

Sedangkan penyebab tidak langsung diantaranya: faktor pendidikan rendah, sosial

ekonomi rendah, sistem pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan lain-lain

(Manuaba IBG, 2008).

Penyebab langsung kematian ibu oleh karena perdarahan sampai saat ini

masih memegang peran penting sebagai penyebab utama kematian maternal,

sekalipun dinegara maju, terutama pada kelompok sosial ekonomi lemah.

Perdarahan dapat terjadi sebelum persalinan (antepartum bleeding) seperti

abortus, plasenta previa, dan solusio plasenta. Selain itu perdarahan juga dapat

terjadi sesudah persalinan (post partum bleeding)seperti atonia uteri, robekan

jalan lahir, retensio plasenta, dan inversi uterus (Hadijanto B, 2008).

1

Page 2: Data Nifas

Diantara semua penyebab terjadinya perdarahan tersebut, plasenta previa

marupakan salah satu penyebab perdarahan yang memberi kontribusi sekitar

(20%) dari seluruh kejadian perdarahan pada kehamilan trimester ketiga (Callahan

et al.,2001). Kejadian plasenta previa cukup jarang yaitu sekitar (0,3%-0,6%)

dari seluruh persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik,

mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup (Saifuddin AB, 2007).

Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun

kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya dan gangguan

vaskularisasi desidua dianggap sebagai mekanisme yang mungkin menjadi faktor

penyebab terjadinya plasenta previa (Santoso B, 2008).

Usia kurang dari 20 tahun meningkatkan resiko kejadian plasenta previa.

Menurut Manuaba IBG (2008), implantasi plasenta di segmen bawah rahim

disebabkan kondisi endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.

Dari penelitian sebelumnya mengisyaratkan bahwa risiko terjadinya

plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat

terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur,

sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium (Manuaba IBG,

2008).

Penelitian lain juga menyatakan bahwa wanita berusia lebih dari 35 tahun

berisiko lebih tinggi mengalami penyulit obstetrik serta morbiditas dan mortalitas

perinatal. Pengamatan dari Parkland Hospital terhadap hampir 900 wanita berusia

lebih dari 35 tahun memperlihatkan peningkatan bermakna dalam insiden plasenta

previa (Cunningham et al., 2006).

2

Page 3: Data Nifas

Kejadian plasenta previa lebih sering terdapat pada multipara daripada

primipara dari umur yang lanjut. Keadaan misalnya terdapat pada : multipara.

Beberapa kepustakaan mengatakan plasenta previa lebih sering pada wanita

multipara daripada primipara. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada

wanita multipara (Sukrisno A, 2010).

Selain itu perubahan-perubahan hematologik sebagai respon terhadap

kehamilan juga dapat menyebabkan kelainan pada plasenta seperi plasenta previa.

Dalam praktek rutin, konsentrasi HB kurang dari 11 gr/dl pada trimester pertama

dan kurang dari 10 g/dl pada trimester ke dua dan ke tiga diusulkan menjadi batas

bawah untuk anemia dalam kehamilan (Chalik, 2008).

Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007, angka

kematian ibu yaitu 228/100.000 kelahiran hidup , dan tahun 2008, 4.692 jiwa ibu

melayang dimasa kehamilan, persalinan dan nifas. Adapun faktor penyebab

langsung kematian ibu adalah perdarahan 40-60 %, preeklamsi dan eklampsi 20-

30%, infeksi 20-30 %, dll (Depkes RI, 2010).

Di NTB tahun 2011, Angka Kematian Ibu adalah 130 per 100.000

kelahiran hidup. Kontribusi penyebab terbesar yaitu 32% karena perdarahan,

eklamsi 29%, abortus 4%, infeksi 3%, persalinan macet / lama 1%, lain-lain 31%

(Laporan Tahunan Dikes Provinsi NTB, 2011).

Sedangkan tahun 2012 berdasarkan data dari Dikes NTB, jumlah kematian

ibu tercatat 20 per 1000 kasus dari 102.954 persalinan, penyebabnya terdiri dari

perdarahan 0,03%, hipertensi dalam kehamilan 0,02%, infeksi 0,05%, emboli air

ketuban 0,001% dan sisanya disebabkan penyakit lain saat kehamilan atau

persalinan (Laporan Tahunan Dikes Provinsi NTB, 2012).

3

Page 4: Data Nifas

Menurut data yang kami peroleh di Ruang bersalin Rumah Sakit Umum

Provinsi NTB, tercatat kejadian plasenta previa dari tahun 2010 terdiri dari 88

kasus (3,05%) dari 2877 persalinan, kemudian menurun pada tahun 2011 terdiri

dari 63 kasus (2,68%) dari 2345 persalinan. (Laporan Tahunan RSUP NTB Tahun

2012).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Karakteristik dan Kadar Hemoglobin dengan Kejadian Plasenta Previa di

RSUP NTB Periode Januari – Desember 2012”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut : “Apakah karakteristik dan kadar Hemoglobin mempengaruhi

kejadian plasenta previa di RSUP NTB Periode Januari - Desember 2012 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik dan kadar Hemoglobin terhadap

kejadian plasenta previa di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi kejadian palsenta previa di RSUP NTB periode Januari –

Desember 2012.

2. Mengidentifikasi umur ibu bersalin yang mengalami kejadian plasenta previa

di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.

3. Mengidentifikasi paritas ibu bersalin yang mengalami kejadian plasenta

previa di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.

4

Page 5: Data Nifas

4. Mengidentifikasi jumlah kadar hemoglobin ibu yang mengalami kejadian

plasenta previa di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.

5. Menganalisis karakteristik dan kadar Hemoglobin mempengaruhi kejadian

plasenta previa di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian

kebidanan tentang karakteristik dan Kadar Hemoglobin terhadap kejadian

Placenta previa di Rumah sakit Umum Provinsi NTB.

1.4.2 Bagi RSUP NTB

Sebagai bahan dokumentasi dan evaluasi mengenai kasus plasenta previa,

sehingga dapat menggunakan swadaya dan sarana yang ada secara optimal untuk

menurunkan angka kejadian mortalitas dan morbiditas ibu yang disebabkan oleh

karena plasenta previa.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan mengenai faktor risiko dari

usia, paritas, dan riwayat obstetri yang dapat menyebabkan terjadinya plasenta

previa sehingga dapat merencanakan kehamilan dan persalinan yang aman dan

mengurangi komplikasi.

5

Page 6: Data Nifas

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PLASENTA PREVIA

2.1.1 Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen

bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan

lahir. Pada keadaan normal plasenta berada pada bagian atas uterus (Sumapraja S,

2009).

Plasenta previa adalah plasenta yang terletak menutupi atau sangat dekat

dengan ostium uteri interna sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan

(Cunningham et al., 2006).

Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya di sekitar segmen bawah

rahim, sehingga dapat menutupi seluruh atau sebagian ostium internum (Manuaba

IDA, 2010).

2.1.2 Klasifikasi

Menurut Cunningnam et al. (2006), plasenta previa dibagi menjadi 4 derajat

abnormal yaitu :

1. Plasenta previa totalis : seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta.

2. Plasenta previa parsialis : hanya sebagian dari ostium yang tertutup oleh

plasenta.

3. Plasenta previa marginalis : hanya pada pinggir ostium internum terdapat

jaringan plasenta.

6

Page 7: Data Nifas

4. Plasenta letak rendah: plasenta tertanam pada segmen bawah rahim, sehingga

tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium internum, tetapi terletak

sangat berdekatan dengan ostium tersebut.

2.1.3 Etiologi

Salah satu faktor penyebab yang terdapat dalam proses perkembangan

plasenta previa yaitu berupa gangguan vaskularisasi desidua, yang mungkin

terjadi akibat perubahan atrofi atau inflamatorik (Cunningham et al.,2006). Teori

lain mengemukakan bahwa plasenta previa terjadi apabila endometrium kurang

baik, disebabkan karena atropi endometrium seperti terjadi pada multipara,

terutama kalau jarak antar kehamilan pendek, pada myoma uteri dan curettage

yang berulang-ulang.

2.1.4 Faktor risiko

Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan kondisi sebagai berikut :

1. Usia ibu

Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau

diadakan). Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun.

Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia < 20 dan > 35

tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi

pada usia 20-35 tahun. (Cunningham et al., 2006)

Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun.

Plasenta previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium

yang kurang subur, sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole

miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga

7

Page 8: Data Nifas

plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan lebih besar (Manuaba

IDA, 2010).

2. Paritas

Paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. Paritas dapat

dibedakan menjadi primipara , multipara dan grandemultipara (Manuaba

IBG, 2008).

Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara

daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi

yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa

lampau (Sumapraja, 2009)

Plasenta previa terjadi pada multipara karena jaringan parut uterus akibat

kehamilan berulang. Jaringan parut iniy menyebabkan tidak adekuatnya

persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan

mencakup daerah uterus yang lebih luas (Wardana dan Karkata, 2002).

3. Jarak Persalinan

Jarak kelahiran adalah periode waktu antara tanggal kelahiran seorang

anak dengan tanggal kelahiran anak berikutnya (WHO, 2005).

Wanita dengan jarak kelahiran <15 bulan mempunyai kemungkinan 2

kali lebih besar untuk terjadinya plasenta previa dibandingkan wanita dengan

jarak kelahiran ≥15 bulan (Utami, 2008). Gentahun et al. (2006) melaporkan

bahwa faktor resiko terjadinya plasenta previa adalah riwayat persalinan

dengan sectio caesaria. Disebutkan pula jarak kelahiran yang pendek juga

beresiko untuk terjadinya plasenta previa.

8

Page 9: Data Nifas

Keadaan endometrium yang kurang baik akibat jarak persalinan yang

terlalu dekat, menyebabkan plasenta tumbuh menjadi luas untuk mencukupi

kebutuhan janin. Karena luasnya sehingga mendekati dan menutup ostium

internum (Utami, 2008).

4. Riwayat obstetri, termasuk seksio sesarea dan riwayat abortus

Multiparitas, usia lanjut dan riwayat persalinan dengan kuretase dan

seksio sesarea akan meningkatkan risiko terjadinya plasenta pevia karena

disini endometrium di anggap mengalami kecacatan. Singh dkk (1981),

misalnya menemukan plasenta pevia pada 3,9 % wanita yang pernah

menjalani persalinan sesarea bila dibandingkan dengan angka 1,9 % untuk

keseluruhan populasi obstetrik (Sumapraja S, 2006).

Faiz dan Ananth (2003), Gentahun et al. (2006), menyatakan bahwa

riwayat sectio caesaria meningkatkan risiko kejadian plasenta previa 1,5 kali

dibandingkan dengan persalinan per vaginam. Dari penelitian terdahulu

pernah dilaporkan hubungan antara riwayat abortus spontan dengan kejadian

plasenta previa mereka menemukan odds ratio plasenta previa dihubungkan

dengan riwayat abortus spontan satu kali menjadi 1,6 kali dan risiko terjadinya

plasenta previa meningkat dengan jumlah riwayat abortus yang semakin

banyak (Ananth CV et al., 1997). Tuzevic et al. (2003), menyatakan salah satu

faktor risiko terjadinya plasenta previa adalah riwayat abortus.

Keadaan endometrium yang kurang baik dapat menyebabkan zigot

mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat

ostium uteri internum (Manuaba IBG, 2008). Pada wanita yang pernah

mengalami kuretase, diduga disrupsi endometrium atau luka endometrium

9

Page 10: Data Nifas

merupakan predisposisi terjadinya kelainan implantasi plasenta (Wardana dan

Karkata, 2002).

5. Merokok

Merokok mendapatkan risiko relatif untuk plasenta previa, insidennya

meningkat dua kali lipat akibat merokok. Beberapa teori menyatakan bahwa

hipoksemia akibat karbon monoksida menyebabkan hipertropi plasenta

kompensatorik. Temuan-temuan ini lain juga mengemukakan terdapat kaitan

antara gangguan vaskularisasi desidua yang mungkin disebabkan oleh

peradangan atau atrofi dengan terjadinya plasenta previa (Cunningham et al,

2006).

6. Kehamilan kembar (ukuran plasenta lebih besar).

Plasenta terlalu besar pada kehamilan ganda bisa menyebabkan

pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi

sebagian atau seluruh ostium uteri internum.

7. Kadar Hemoglobin (Anemia)

Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau

menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk

kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang (Varney,

2002).

Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Hematokrit (Ht),

konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Umumnya ibu

hamil dianggap anemik jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau

hematokrit kurang dari 33%. Dalam praktik rutin, konsentrasi Hb kurang dari

11 g/dl pada akhir trimester pertama dan < 10 gr/dl pada trimester kedua dan

10

Page 11: Data Nifas

ketiga diusulkan menjadi batas untuk mencari penyebab anemia dalam

kehamilan (Cunningham et al, 2006).

Perubahan-perubahan hematologik sebagi respon terhadap kehamilan

juga dapat menyebabkan kelainan pada plasenta seperti plasenta previa dan

solusio plasenta, kehamilan ektopik, aborsi, dan keguguran, serta adanya sisa

hasil konsepsi (Saifuddin AB, 2008). Pengaruh anemia dapat membahayakan

kehamilan dan persalinan, diantaranya dapat terjadi abortus, hambatan tumbuh

kembang janin dan perdarahan.

8. Faktor lain adalah kelainan plasenta, riwayat plasenta previa sebelumnya,

tumor, dan terkadang malnutrisi.

2.1.5 Patofisiologi

Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih

melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen

bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat

diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari

dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Sumber perdarahannya

ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus,

atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tak dapat

dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk

berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus

menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.

Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,

perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta

11

Page 12: Data Nifas

letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Sumapraja S,

2009).

2.1.6 Gambaran Klinik Plasenta Previa

Adapun tanda dan gejala dari plasenta previa menurut Geri Morgan (2009)

yakni :

1. Perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri.

2. Terjadinya perdarahan yang tiba-tiba tanpa didahului tanda sebelumnya.

3. Terjadi selama trimester tiga

4. Malpresentasi atau malposisi karena janin harus menyesuaikan diri akibat

adanya plasenta.

Tanda dan gejala plasenta previa menurut Saifuddin AB (2008) yaitu:

1. Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar

melalui vagina tanpa rasa nyeri.

Perdarahan biasanya baru terjadi akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan

pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali

terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian jadi

berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak

bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi

pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai

pesalinan, perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta.

Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu

berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa

berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah

disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh

12

Page 13: Data Nifas

dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya

pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta, sebagai

kamplikasi plasenta akreta.

2. Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen

3. sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan

letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu

hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.

4. Pada ibu, tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang,

perdarahan yang sedikit demi sedikit atau dalam jumlah banyak dengan waktu

yang singkat, dapat menimbulkan anemia sampai syok.

5. Pada janin, turunnya bagian terbawah janin ke dalam Pintu Atas Panggul

(PAP) akan terhalang, tidak jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim,

dan dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.

2.1.7 Diagnosis Plasenta Previa

Diagnosis plasenta previa menurut Wiknjosastro et al (2006) ditegakkan

berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

a. Terjadi perdarahan pada UK sekitar 28 minggu

b. Sifat perdarahan :tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba,tanpa sebab yang jelas,

dapat berulang.

c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim.

2. Inspeksi

a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal,

b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis

13

Page 14: Data Nifas

3. Pemeriksaan fisik

a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok

b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma

c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai:

1) TD, nadi, dan pernafasan dengan nafas normal.

2) TD turun, nadi dan pernafasan meningkat

3) Daerah ujung menjadi dingin

4) Tampak anemis

4. Pemeriksaan Khusus kebidanan :

a. Pemeriksaan palpsi abdomen

1) Janin belum cukup bulan,TFU sesuai dngan Uk

2) Karena plasenta disegmen bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan letak

janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.

b. Pemeriksaan DJJ

Bervarisasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim

c. Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera

mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk:

1) Menegakkan diagnosis pasti

2) Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau hanya

memecahkan ketuban. Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta disekitar

ostium uteri internum.

14

Page 15: Data Nifas

5. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan USG

b. Mengurangi pemeriksaan dalam

c. Menegakkan diagnosis.

2.1.8 Diagnosa Banding

Perdarahan pada kehamilan lanjut juga dapat disebabkan karena plasenta

terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis), dapat pula

terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan

maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam

banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk

seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan

ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina (Saifuddin AB, 2008).

2.1.9 Penatalaksanaan Plasenta Previa

Berdasarkan Standar Pelayanan Medik SMF Obgyn RSUP NTB,

penatalaksanaan untuk plasenta previa.

1. Perawatan konservatif

a. Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ < 2500 gram atau umur kehamilan

< 37 minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit

atau berhenti.

b. Cara perawatan:

1) Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam.

2) Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan tranfusi PRC sampai Hb >

10-11 gram %

15

Page 16: Data Nifas

3) Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan

konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/ Deksametason 12 mg tiap 12

jam (IM) bila usia kehamilan < 35 minggu atau TBJ < 2000 gram.

4) Bila perdarahan telah berhenti penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan

tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.

5) Observasi perdarahan setiap 6 jam, denyut jantung janin, tekanan darah.

6) Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif

7) Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah dilakukan

mobilisasi dengan nasehat:

a) Istirahat

b) Tidak boleh coitus

c) Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi

d) Periksa ulang 1 minggu lagi

2. Perawatan aktif

Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif

(perdarahan > 500 cc dalam 30 menit) dan banyak harus segera ditatalaksana

secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Untuk diagnosis placenta previa

dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan

dipenuhi, lakukan PDMO (Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) jika:

a. Infus / tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap

b. Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan in partu

c. Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misal:

anensefali)

16

Page 17: Data Nifas

d. Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati PAP (2/5 atau

3/5 pada palpasi luar).

2.1.10 Cara menyelesaikan persalinan melalui plasenta previa adalah:

Adapun cara-cara menyelesaikan persalinan untuk plasenta previa menurut

IDA Chandranita Manuaba (2010) antara lain :

1. Seksio Sesarea (SC)

a. Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu,

sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini

tetap dilakukan.

b. Tujuan SC antara lain:

1) Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan

menghentikan perdarahan

2) Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika janin

dilahirkan pervaginam

c. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga

cervik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain

itu, bekas tempat implantasi placenta sering menjadi sumber perdarahan

karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan

korpus uteri.

d. Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu

e. Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan,

infeksi, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.

17

Page 18: Data Nifas

2. Melahirkan Pervaginam

Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan

tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Amniotomi dan akselerasi

Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis dengan

pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, placenta

akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi

uterus belum ada atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.

b. Versi Braxton Hicks

Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade

plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan

pada janin yang masih hidup.

c. Traksi dengan Cunam Willet

Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi beban

secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk

menekan plasenta dan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala.

Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan

yang tidak aktif.

2.1.11 Komplikasi Plasenta Previa

Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang

menderita plasenta previa menurut Saifuddin AB (2008),yakni :

18

Page 19: Data Nifas

1. Komplikasi pada ibu

a. Anemia

Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan

plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat berulang dan semakin banyak, dan

perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi

anemia bahkan syok.

b. Kelainan pada perlekatan plasenta

Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat

segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya

menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi

sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan

adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum

masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan

maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian

terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah

perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang

pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10% sampai 35% pada

pasien yang pernah seksio sesarea satu kali.Naik menjadi 60% sampai 65% bila

telah seksio sesarea 3 kali.

c. Perdarahan

Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat

potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu,

harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada

waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun

19

Page 20: Data Nifas

waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh

salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara

yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria

uterina, ligasi arteria ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika,

maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah

melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan tentu merupakan

komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.

2. Komplikasi pada janin

a. Kelainan letak

Pada plasenta previa lebih sering terjadi kelainan letak janin.Hal ini memaksa

lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.

b. Kelahiran prematur dan gawat janin

Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh

karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan

belum aterm.Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk

mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk

mepercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.

2.2 Karakteristik Umur, Paritas, Jarak Persalinan Dan Riwayat Obstetri

Dengan Kejadian Plasenta Previa

2.2.1 Karakteristik Umur dengan Kejadian Plasenta Previa

Berbagai masalah kesehatan yang kronis dan melemahkan saling tumpang

tindih dengan proses penuaan, akibat kemunduran fungsi fisiologis. Terjadinya

kemunduran fisiologis ini mengakibatkan komplikasi pada kehamilan dan

merugikan perkembangan janin selama periode kandungan (Saifuddin AB, 2008).

20

Page 21: Data Nifas

Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa. Insiden plasenta

previa meningkat secara bermakna disetiap kelompok usia. Hal ini diperkirakan

disebabkan oleh bergesernya usia populasi obstetris ke arah yang lebih tua,

dimana usia lanjut dapat mengakibatkan terjadinya sklerosis pembuluh darah

arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium

tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar ke permukaan yang lebih luas

untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat. (Cunningham et al., 2006)

Usia kurang dari 20 tahun dan ≥35 tahun meningkatkan risiko kejadian

plasenta previa. Menurut Manuaba IBG (2008), implantasi plasenta di segmen

bawah rahim disebabkan kondisi endometrium di fundus uteri belum siap

menerima implantasi. Selain hal tersebut juga disebabkan oleh endometrium yang

tipis, sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk memberikan nutrisi. Pada

umur yang muda pertumbuhan endometrium belum sempurna sehingga

merupakan faktor risiko untuk tejadinya plasenta previa. Sedangkan pada usia

diatas 35 tahun disebabkan karena pertumbuhan endometrium yang kurang subur.

2.2.2 Karakteristik Paritas dengan Kejadian Plasenta Previa

Paritas >3 meningkatkan resiko kejadian plasenta previa. Tuzevuc et al.

(2003) menyatakan bahwa faktor resiko terjadinya plasenta previa adalah gravid

>3 atau paritas >2.

Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara

daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi

yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau.

Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga

21

Page 22: Data Nifas

menutupi pembukaan jalan lahir. Pada paritas tinggi kejadian plasenta previa

makin besar karena keadaan endomentrium kurang subur (Manuaba IBG, 2008).

Beberapa kepustakaan mengatakan plasenta previa lebih sering pada wanita

multipara, karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut

ini menyebabkan tidak adekuatnnya persediaan darah ke plasenta sehingga

plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup daerah uterus yang lebih luas

(Wardana dan Karkata, 2002).

Multiparitas dilaporkan berkaitan dengan plasenta previa dalam sebuah studi

terhadap 314 wanita multipara. Plasenta previa meningkat drastis pada multipara

jika dibandingkan dengan insiden pada wanita dengan para yang lebih rendah.

(Cunningham et al, 2006)

2.2.3 Karakteristik Kadar Hb dengan kejadian Plasenta Previa

Perubahan-perubahan hematologik sebagai respon terhadap kehamilan

dapat menyebabkan kelainan pada plasenta diantaranya plasenta prevai.

Umumnya ibu hamil dianggap anemik jika kadar Hb di bawah 11 g/dl atau

hematokrit kurang dari 33 %. Dalam praktek rutin, konsentrasi HB kurang dari 11

gr/dl pada trimester pertama dan kurang dari 10 g/dl pada trimester ke dua dan ke

tiga diusulkan menjadi batas bawah untuk anemia dalam kehamilan. (Chalik,

2008)

Anemia pada kehamilan merupakan konsekuensi dan ekspansi volume

darah tanpa ekspansi normal masa hemoglobin (Levano et al, 2006). Hal ini

menyebabkan aliran darah ke endometrium berkurang sehingga plasenta tumbuh

lebih lebar agar mendapatkan aliran darah yang adekuat.

22

Page 23: Data Nifas

Dengan meningkatnya volume darah yang relatif pesat selama trimester

kedua, maka kekuramgan besi sering bermanifestasi sebagai penurunan tajam

konsentrasi hemoglobin. Walaupun pada trimester ketiga laju peningkatan volume

darah tidak terlalu besar, kebutuhan akan besi tetap meningkat karena peningkatan

massa hemoglobin ibu berlanjut dan banyak besi yang disalurkan ke janin. Karena

jumlah besi yang dialihkan janin dari ibu dengan defisiensi besi tidak jauh

berbeda dari jumlah yang secara normal dialihkan, neonatus dari ibu dengan

anemia berat tidak menderita anemia defisiensi besi. (Leveno et al, 2006).

Menurut Manuaba IDA (2008), akibat anemia dalam kehamilan pada trimester II-

III salah satunya perdarahan antepartum.

23

Page 24: Data Nifas

2.3 Kerangka Teori Penelitian

3

4

5

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Sumber : Manuaba, 2008. Cunningham et,al 2006. Wardana dan Karkata, 2009)

24

Faktor risikoPlasenta Previa

Usia ibu Paritas ibu Jarak Persalinan

Kadar HB

sklerosis pembuluh

darah arteri kecil dan arteriole

miometrium

vaskularisasi yang

berkurang dan perubahan atrofi pada

desidua

Perubahan hemayologik sebagai respon terhadap kehamilan.

endometrium di fundus uteri

belum siap menerima implantasi.

Riwayat Plasenta Previa

Kehamilan ganda

Kelainan Plasenta

Tumor Merokok Malnutrisi

Faktor Lain

Page 25: Data Nifas

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang

satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,

2010)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian Modifikasi Notoadmodjo (2010)

25

Faktor Predisposisi:

1. Umur2. Paritas3. Kadar Hemoglobin

4. Riwayat Plasenta Previa

5. Kehamilan ganda6. Merokok7. Tumor8. Malnutrisi

Pacenta Previa

Page 26: Data Nifas

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu observasional analitik. Observasional

artinya peneliti tidak memberikan perlakuan kepada obyek penelitian (hanya

mengamati). Analitik karena ingin menarik kesimpulan dari fenomena yang

dipelajari pada populasi tertentu yang kemudian diidentifikasi dengan umur,

paritas dan kadar hemoglobin populasi tersebut.

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Cross

Sectional. Cross Sectional adalah rancangan penelitian dimana pengumpulan data

baik untuk variabel risiko atau sebab (independen variabel) maupun variabel

akibat (dependen variabel) dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus

(Notoatmodjo, 2010).

4.2 Populasi dan sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010).

Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang mengalami

komplikasi persalinan di Ruang Bersalin RSUP NTB pada tahun 2012 dengan

jumlah 789 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).

2627

Page 27: Data Nifas

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu bersalin yang

mengalami komplikasi persalinan di Ruang Bersalin RSUP NTB tahun 2012.

a. Besar Sampel

Besar sampel diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

n= N

1+N (d2)

Keterangan :

n= besar sampel

N= besar populasi

d= tingkat ketepatan/ kepercayaan yang diinginkan (10 %)

Jadi,

n= 789

1+789(0,12)=789

8 ,89

= 88,45

= 88

27

Page 28: Data Nifas

Jadi jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 88

orang.

b. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

Yang akan menjadi kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini adalah :

a) Catatan rekam medik yang lengkap

b) Primipara

c) Kehamilan tunggal

d) Kehamilan ganda

e) Ibu bersalin dengan Usia kehamilan ≥ 28 minggu

2) Kriteria Eksklusi

a) Penyakit ibu yang menyebabkan komplikasi

b) Bayi lahir mati dalam kandungan

c) Ibu bersalin dengan Usia kehamilan ≤ 28 minggu

c. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara Sistematik

Random Sampling dimana pengambilan sampel dari semua anggota populasi

dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota

populasi, hal ini dapat dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen.

Sampel pertama ditentukan dengan undian kemudian sampel berikutnya

ditentukan dengan mencari kelipatannya (Notoatmodjo, 2010). Dengan Rumus :

K= Nn

K=78988 =8 ,96

28

Keterangan : K : interval

N : populasi

Page 29: Data Nifas

K=9

Maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen yang

mempunyai nomor kelipatan 9 sampai dengan jumlah anggota 88 orang.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

4.3.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Hal ini

didasarkan karena keinginan peneliti untuk mengetahui karakteristik dan kadar

hemoglobin dengan kejadian plasenta previa. Pemilihan lokasi penelitian

didasarkan dengan pertimbangan :

a. Penelitian ini dilakukan di RSU Provinsi NTB karena merupakan rumah sakit

tipe B sebagai tempat rujukan yang memiliki fasilitas pelayanan obstetrik

maternal dan neonatal.

b. Prevalensi kejadian plasenta previa jumlahnya meningkat cukup tinggi.

c. Ruang bersalin dan Medical Record RSUP NTB memiliki pencatatan dan

pelaporan yang lengkap.

4.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013

4.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek penelitian yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian (Notoatmojo, 2010). Pada penelitian ini menggunakan variabel yaitu :

4.4.1 Variabel independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel

tergantung atau variebel dependen (Notoatmodjo S, 2010). Pada penelitian ini

variabel independennya adalah Umur, Paritas, dan kadar hemoglobin.

4.4.2 Variabel dependen (tergantung)

29

Page 30: Data Nifas

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

atau variabel independen (Notoatmodjo S, 2010). Pada penelitian ini variabel

dependennya adalah Plasenta previa.

4.5 Identifikasi Variabel

Tabel 4.1 Identifikasi variable penelitian

No VariabelDefinisi Operasional

Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Indpenden 1 Umur Umur seseorang

yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat terdiagnosa mengidap plasentas previa

Register dan Rekam medik

1. Kelompok Beresiko (<20 thn dan >35 thn)

2. Tidak Beresiko (20 thn dan 35 thn)

Nominal

2 Paritas Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu

Register dan Rekam medik

1. Primipara (1)

2. Multipara (2-4)

3. Grandemultipara (> 5)

Nominal

3 Kadar Hemoglobin (anemia)

Ibu yang mengidap anemia selama hamil

Register 1. Anemia2. Tidak

Anemia

Nominal

Dependen 4 Plasenta

previaSuatu kelainan dari letak plasenta yang telah didiagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan

Register dan Rekam Medik

1. Plasenta previa

2. Tidak Plasenta previa

Nominal

4.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan data skunder

tentang umur, paritas dan kadar hemoglobin (anemia) ibu bersalin yang

mengalami plasenta previa.

4.7 Cara Pengolahan Data

30

Page 31: Data Nifas

Dalam pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh

diantaranya adalah:

4.7.1 Editting

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah dengan cara mengoreksi

kembali kebenaran seluruh data yang terkumpul.

4.7.2 Coding

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pemberian kode numerik

(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori :

1. Umur

Umur beresiko diberikan kode1, tidak beresiko :2

2. Paritas

Primipara diberikan kode1, Multipara :2, dan Grandemultipara :3.

3. Kadar Hemoglobin (Anemia)

<7 g% diberikan kode1, 7-8 g% : 2, 9-10 g% :3.

4. Plasenta Previa

Plaenta Previa diberikan kode 1, Tidak Plasenta Previa :2

4.7.3 Tabulating

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan data yang

telah dikumpulkan kedalam master tabel. Kemudian dibuat distribusi frekuensi

sederhana.

4.8 Analisis Data

4.8.1 Analisis Univariabel

Analisis univariabel digunakan untuk menghitung distribusi frekuensi dan

proporsi karakteristik subjek penelitian.

31

Page 32: Data Nifas

4.8.2 Analisis Bivariabel

Analisis bivariabel dilakukan untuk mengidentifikasi ada tidaknya pengaruh

antara dua variabel yaitu variabel bebas dengan variabel terikat. Uji hipotesis yang

digunakan adalah uji Chi-Square (x2), dengan tingkat kemaknaan p=0,05 dan

Confidence Interval (95%). Odss Ratio (OR) dihitung dengan cara

membandingkan antara berapa sering terdapat paparan dan tidak terdapat paparan

pada kelompok kasus dan berapa sering terdapat paparan dan tidak terdapat

paparan pada kelompok kontrol.

4.8.3 Analisis Multivariabel

Analisis multivariable adalah untuk mengetahui hubungan lebih dari satu

variabel independent dengan satu variabel dependent. Dalam penelitian ini

pengaruh antara variabel (umur, paritas dan kadar hemoglobin dengan kejadiaan

plasenta previa) diolah menggunakan uji Korelasi Spearman Rank karena kedua

variabel bekerja dengan data ordinal, dan dianalisis dengan alat bantu program

SPSS (Statistic Package For Social Science) (Notoatmodjo, 2010).

Mencari Korelasi Spearman Rank dengan rumus:

ρ = 1- 6∑ d ²

n(n ²−1)

Keterangan:

ρ = Koefisien korelasi Searman Rank

d2= seslisih setiap pasangan Rank

n = jumlah pasangan Rank untuk Spearman (5 < n < 30)

32

Page 33: Data Nifas

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah Rumah Sakit

Rujukan di daerah Nusa Tenggara Barat yang terdapat di wilayah Kota Mataram.

Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari tiga lantai dengan

luas bangunan 18.198 m3 dan luas tanah 25.697 m2 yang berlokasi di Jalan

Pejanggik No. 6 Mataram

Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan wilayah

daratan rendah, dengan jalur angkutan perhubungan antar kabupaten yang berada

di seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Rumah Sakit Umum Provinsi

Nusa Tenggara Barat ditetapkan sebagai Rumah Sakit tipe B milik Pemerintah

Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat dan status kelas B ini berlangsung sejak

tahun 1987 sampai sekarang. Selain itu Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa

Tenggara Barat juga merupakan Rumah Sakit terakreditasi B (Pendidikan) dan

33

Page 34: Data Nifas

tempat dua institusi pendidikan kedokteran dan berbagai institusi pendidikan

kesehatan lainnya menimba ilmu sehingga perangkatnyapun disesuaikan sebagai

wahana pendidikan.

Jenis pelayanan yang ada di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara

Barat antara lain pelayanan Rawat Jalan, pelayanan Rawat inap, pelayanan

Instalasi Rawat Darurat, pelayanan Ruang Bedah Sentral, serta pelayanan

Penunjang Medis dan Non Medis.

Selain itu faktor pendukung yang sangat penting dalam melaksanakan

fungsi rumah sakit yaitu sumber daya manusia. Tenaga yang tersedia di Rumah

Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat didukung oleh berbagai latar belakang

baik medis, paramedis maupun non-medis. Jumlah tenaga medis seluruhnya 97

orang, tenaga paramedis seluruhnya 482 orang dan tenaga non-medis seluruhnya

308 orang, sehingga total seluruhnya yaitu 895 orang.

5.1.2 Data Khusus Penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin yang

didiagnosa Plasenta Previa di RSUP NTB yaitu sebanyak 88 orang. Sampel ini

kemudian diklasifiskasikan berdasarkan umur ibu, paritas, dan kadar hemoglobin

dengan kejadian plasenta previa.

1. Umur

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu Bersalin di Ruang

Teratai RSUP NTB Tahun 2012

Dalam penelitian ini, frekuensi umur dibagi menjadi 2 antara lain: umur <20

tahun dan >35 tahun termasuk kategori beresiko dan 20 – 35 tahun termasuk

34

Page 35: Data Nifas

kategori tidak beresiko. Untuk mengetahui distribusi jumlah sampel berdasarkan

kelompok umur ibu di Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012 dapat dilihat pada

tabel 5.1:

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu

Bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012

No Umur N %

1 Beresiko 56 63,6

2 Tidak Beresiko 32 36,4

Total 88 100

Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa dari total sampel sebanyak 88

orang, sampel terbanyak adalah kelompok umur berisiko (<20 tahun atau >35

tahun) yaitu sebanyak 56 sampel (63,6%) dan sisanya adalah kelompok umur

Tidak berisiko (20-35 tahun) yaitu sebanyak 32 sampel (36,4%)

2. Paritas

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas Ibu bersalin di Ruang

Teratai RSUP NTB Tahun 2012

Dalam penelitian ini, paritas responden dibagi menjadi 3 antara lain:

primipara, multipara, dan grandemultipara. Untuk mengetahui distribusi jumlah

35

Page 36: Data Nifas

responden berdasarkan paritas ibu bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB tahun

2012 dapat dilihat pada tabel 5.2:

Tabel 5.2 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Paritas Ibu Bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012

No Paritas N %

1

2

3

Primipara 12 13.6

Multipara 62 70.5

Grandemultipara 14 15.9

Total 88 100

Berdasarkan tabel 5.2 di atas terlihat bahwa responden tertinggi yang

menderita plasenta previa adalah multipara yaitu sebanyak 62 responden (70,5%),

dan jumlah responden terrendah yang menderita plasenta previa adalah primipara

sejumlah 12 responden (13,6%).

3. Kadar Hemoglobin

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin Ibu Bersalin

di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012.

Dalam penelitian ini, responden kadar hemoglobin dibagi menjadi 3 antara

lain: ringan, sedang dan berat. Untuk mengetahui distribusi jumlah responden

berdasarkan kadar hemoglobin (anemia) ibu bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB

tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 5.3

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Kadar Hemoglobin (anemia) Ibu Bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012

36

Page 37: Data Nifas

No Kadar Hemoglobin (anemia) N %

1

2

3

Ringan 56 69.1

Sedang

Berat

20

12

24.7

6.2

Total 88 100

Berdasarkan tabel 5.3 terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki

kadar hemoglobin 9-10 g% (anemia ringan) sebanyak 56 responden (69,1%) dan

jumlah responden paling sedikit adalah adalah kadar hemoglobin <7 g% (anemia

berat) sebanyak 12 responden (6,2 %).

4. Plasenta Previa

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kasus Plasenta Previa di Ruang

Teratai RSUP NTB tahun 2012

Untuk mengetahui distribusi jumlah jumlah responden berdasarkan kasus

Plasenta Previa di Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012 dapat dilihat pada tabel

5.4:

Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Kasus Plasenta

Previa di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012

No Plasenta Previa N %

1

2

Plasenta Previa 45 51.1

Tidak Plasenta Previa 43 48.9

Total 88 100

37

Page 38: Data Nifas

Dari tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,

sampel terbanyak adalah yang mengalami plasenta previa sebanyak 45 sampel

(51,1%) dan sisanya adalah tidak plasenta previa 43 sampel (48,9%).

5. Analisis Hubungan Umur Ibu Bersalin dengan Kejadian Plasenta Previa di

Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012

Untuk melihat hubungan umur ibu dengan kejadian plasenta previa dapat

dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Analisis Karakteristik Umur Ibu Bersalin dengan Kejadian Plasenta Previa di Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012

No.Umur Ibu

Kejadian Plasenta Previa

TotalPlasenta Previa

Tidak Plasenta Previa

N % N % N %

1. Berisiko 24 42,9 32 57,1 56 100,0

2. Tidak Berisiko

21 65,6 11 34,4 32 100,0

Total 45 51,1 43 48,9 88 100,0

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa kelompok umur ibu berisiko dengan

proporsi kejadian plasenta previa (42,9%) lebih kecil dari pada kejadian tidak

plasenta previa (57,1%), pada kelompok umur tidak berisiko dengan proporsi

kejadian plasenta previa (65,6%) lebih besar dari pada kejadian tidak plasenta

previa (34,4%).

38

Page 39: Data Nifas

Dari hasil uji statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS versi

16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) didapatkan nilai p = 0,04 (p<0,05)

berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

Dari hasil OR=2,545 menunjukkan ibu bersalin dengan umur <20 tahun

dan >35 tahun mempunyai kemungkinan 2,55 kali lebih besar untuk mengalami

plasenta previa dibandingkan dengan ibu bersalin dengan umur 20-35 tahun.

6. Analisis karakteristik Paritas Ibu bersalin dengan Kejadian Plasenta Previa di

Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012

Untuk melihat karakteristik paritas ibu bersalin dengan kejadian plasenta

previa dapat dilihat pada tabel 5.6:

Tabel 5.6 Analisa Karakteristik Paritas dengan Kejadian Plasenta Previa di RSUP NTB Tahun 2012.

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa paritas ibu primipara dengan proporsi

kejadian plasenta previa (50,0%) sama dengan kejadian tidak plasenta previa

(50,0%), pada multipara dengan proporsi kejadian plasenta previa (50,0%) sama

39

No.Paritas Ibu

Kejadian Plasenta Previa

JumlahPlasenta Previa

Tidak Plasenta Previa

N % n % n %

1.

2.

Primipara

Multipara

6

31

50,0

50,0

6

31

50,0

50,0

12

62

100,0

100,0

3. Grande multipara

8 57,1 6 42,9 14 100,0

Total 45 51,1 43 48,9 88 100,0

Page 40: Data Nifas

dengan kejadian tidak plasenta previa (50,0%), sedangkan pada paritas ibu

grandemultipara dengan proporsi kejadian plasenta previa (57,1%) lebih besar

dari pada kejadian tidak plasenta previa (42,9%).

Dari hasil uji statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS versi

16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) di dapatkan nilai p = 0,624 (p>0,05)

berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Analisis Karakteristik Kadar Hemoglobin

(Anemia) Ibu Bersalin Dengan Kejadian Plasenta Previadi Ruang Teratai RSUP

NTB tahun 2012

Untuk melihat pengaruh kadar hemoglobin (anemia) ibu dengan kejadian

plasenta previa dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Analisa Karakteristik Kadar Hemoglobin (anemia) dengan Kejadian Plasenta Previa di RSUP NTB Tahun 2012.

No.Kadar HB (Anemia)

Kejadian Plasenta Previa

JumlahPlasenta Previa

Tidak Plasenta Previa

N % N % n %

1. Ringan 46 73,7 10 26,3 56 100,0

2. Sedang 8 44,9 12 55,1 20 100,0

3. Berat 6 50 6 50 12 100,0

Total 45 51,1 43 48,9 88 100,0

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa kadar hemoglobin (anemia ringan) dengan

proporsi kejadian plasenta previa (73,7%) lebih besar daripada kejadian tidak

plasenta previa (26,3%), pada anemia sedang dengan proporsi kejadian plasenta

previa (44,9%) lebih kecil dari pada kejadian tidak plasenta previa (55,1%),

40

Page 41: Data Nifas

sedangkan pada anemia berat proporsi kejadian plasenta previa (50%) sama

dengan proporsi kejadian tidak plasenta previa (50%).

Dari hasil analitik statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS

versi 16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) menunjukkan bahwa nilai

signifikan (p) = 0,876 atau p>0,05 artinya Ha ditolak dan Ho diterima. Dari hasil

OR=2,761 menunjukkan ibu bersalin dengan kadar hemoglobin (anemia ringan)

mempunyai kemungkinan 2,76 kali lebih besar untuk mengalami plasenta previa

dibandingkan dengan ibu bersalin dengan anemia berat.

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka peneliti akan membahas sesuai

dengan tujuan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Usia Ibu

Berdasarkan tabel 5.1 terlihat bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,

sampel terbanyak adalah kelompok umur berisiko antara <20 atau >35 tahun yaitu

sebanyak 56 sampel (63,6%) .

Hal ini disebabkan karena bertambahnya usia wanita mempengaruhi

menurunnya fungsi dan kemampuan adaptasi organ-organ tubuh secara

keseluruhan sehingga meningkatkan resiko timbulnya kelainan-kelainan seperti :

hipertensi, diabetes mellitus, tromboembolisme, perdarahan antepartum,

perdarahan post partum yang secara keseluruhan akan meningkatkan resiko

morbiditas dan mortalitas ibu selama kehamilan dan persalinan (Utami, 2008).

2. Paritas

41

Page 42: Data Nifas

Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,

sampel terbanyak adalah ibu bersalin multipara yaitu sebanyak 62 sampel

(70,5%).

Hal ini terjadi karena paradigma yang berkembang di masyarakat bahwa

memiliki satu anak saja dirasakan tidak cukup dan mulai banyaknya pasangan usia

subur yang menyadari pentingnya mengikuti keluarga berencana.

Dalam konsep teori, paritas yang dapat dikatakan aman untuk hamil dan

bersalin adalah paritas 2-3 yang ditinjau dari kematian maternal maupun

kesehatan ibu dan bayinya, dimana paritas 1 atau lebih dari 4 mempunyai resiko

kematian tinggi (Wiknjosastro, 2007)

3. Kadar Hemoglobin (Anemia)

Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,

sampel terbanyak adalah ibu bersalin dengan anemia ringan yaitu sebanyak 56

sampel (69,1%).

Hal ini serupa dengan teori yang ada bahwa pada wanita hamil mayoritas

kadar hemoglobin 9-10 g% (mengalami anemia ringan). Ini dikarenakan selama

kehamilan khususnya pada trimester I dan III terjadi proses hemodilusi

(pengenceran darah) sebagai respon terhadap kehamilan sehingga dapat

menyebabkan kelainan pada kehamilan dan persalinan terutama ibu dengan kadar

hemoglobin kurang (anemia) (Chalik, 2008).

Anemia ringan dalam kehamilan lebih banyak terjadi jika dibandingkan

dengan anemia sedang dan berat, karena walaupun terjadi proses hemodilusi

selama kehamilan, akan tetapi dengan adanya asupan gizi yang baik dan seimbang

42

Page 43: Data Nifas

serta pola hidup sehat pada wanita hamil dapat megurangi resiko terjadinya

anemia terutama anemia sedang dan bera (Manuaba, IDA 2010).

4. Kejadian Plasenta Previa

Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,

sampel terbanyak adalah yang mengalami plasenta previa sebanyak 45 sampel

(51,1%).

Hal ini disebabkan karena dalam pengambilan sampel dengan kelipatan,

sampel yang terambil lebih banyak yang mengalami plasenta previa setelah

banyak sampel yang dikeluarkan karena tidak sesuai dengan kriteria sampel.

Plasenta previa adalah plasenta yang terletak menutupi atau sangat dekat

dengan ostium uteri interna sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan

(Cunningham et al., 2006).

Salah satu faktor penyebab yang terdapat dalam proses perkembangan

plasenta previa yaitu berupa gangguan vaskularisasi desidua, yang mungkin

terjadi akibat perubahan atrofi atau inflamatorik (Cunningham et al.,2006).

5. Karakteristik Umur Ibu dengan Kejadian Plasenta Previa

Dari hasil uji statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS versi

16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) didapatkan nilai p = 0,04 (p<0,05)

berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

Menurut peneliti ibu umur <20 tahun organ repoduksi wanita masih mengalami

proses perkembangan sehingga belum matang dalam menerima kehamilan dan

pada umur>35 tahun pada wanita sering muncul masalah kesehatan reproduksi,

terutama saat kehamilan wanita beresiko untuk mengalami komplikasi

43

Page 44: Data Nifas

diantaranya perdarahan antepertum seperti plasenta previa. Sehingga dalam

penelitian ini ibu umur <20 tahun dan > 35 tahun berpengaruh terhadap terjadinya

plasenta previa, dikarenakan pada usia lebih dari 35 tahun kemungkinan besar

berhubungan dengan penuaan uterus, sehingga terjadi sklerosis pembuluh darah

arteri kecil dan arteriol miometrium, menyebabkan aliran darah ke endometrium

tidak merata sehingga plasenta tumbuh dengan luas permukaan yang lebih besar,

untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat, yang akhirnya menyebabkan

terjadinya plasenta previa. Jadi pada wanita dengan meningkatnya pertambahan

usia akan menunjukkan peningkatan insiden perdarahan antepartum dan

menghadapi risiko yang lebih besar untuk mengalami plasenta previa.

Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian awal mengisyaratkan bahwa

wanita berusia lebih dari 35 tahun berisiko lebih tinggi mengalami penyulit

obstetris serta morbiditas dan mortalitas perinatal. Pengamatan dari Parkland

Hospital terhadap hampir 900 wanita berusia lebih dari 35 tahun memperlihatkan

peningkatan bermakna dalam insiden plasenta previa (Cunningham, 2005).

Usia kurang dari 20 tahun dan ≥35 tahun meningkatkan risiko kejadian

plasenta previa. Menurut Manuaba IBG (2008), implantasi plasenta di segmen

bawah rahim disebabkan kondisi endometrium di fundus uteri belum siap

menerima implantasi. Selain hal tersebut juga disebabkan oleh endometrium yang

tipis, sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk memberikan nutrisi. Pada

umur yang muda pertumbuhan endometrium belum sempurna sehingga

merupakan faktor risiko untuk tejadinya plasenta previa. Sedangkan pada usia

diatas 35 tahun disebabkan karena pertumbuhan endometrium yang kurang subur.

44

Page 45: Data Nifas

6. Karakteristik Paritas Ibu Bersalin dengan Kejadian Plasenta Previa

Dari hasil uji statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS versi

16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) di dapatkan nilai p = 0,624 (p>0,05)

berarti Ho diterima dan Ha ditolak.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Budi pada

tahun 2008, yang menyatakan paritas dengan kejadian plasenta previa tidak

menunjukkan hubungan yang bermakna. Hal ini mungkin disebabkan karena

wanita yang mempunyai paritas >4 mempunyai risiko lain selain plasenta previa,

sehingga terdapat perbedaan indikasi masuk rumah sakit.

7. Karakteristik Kadar Hemoglobin (anemia) dengan kejadian Plasenta Previa

Berdasarkan Tabel 5.7 kejadian plasenta previa paling banyak pada sampel

dengan kadar Hb 9,4 g/dl (anemia ringan ) yakni sebanyak 69,1%. Berdasarkan

uji statistik dengan menggunakan Sperarman rank program SPSS versi 16,0 pada

tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) menunjukkan bahwa nilai signifikan (p) = 0,381

atau p >0,05 artinya Ha ditolak dan Ho diterima.

45

Page 46: Data Nifas

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Jumlah ibu bersalin yang mengalami plasenta previa di RSUP NTB Tahun

2012 adalah sebanyak 101 kasus (3,73%) dari 789 komplikasi persalinan, dan

dari 88 ibu yang mengalami komplikasi persalinan yang menjadi sampel, ibu

yang mengalami plasenta previa sebanyak 45 kasus (51,1%).

2. Dari 88 orang ibu bersalin yang menjadi sampel penelitian, Usia ibu yang

paling banyak adalah kategori usia berisiko (<20 tahun atau >35 tahun) yaitu

sebanyak 56 orang (63,6%), Paritas yang paling banyak adalah multipara yaitu

62 orang (70,5%), dan kadar hemoglobin yang paling banyak yaitu anemia

ringan 56 orang (69,1%)

3. Ada hubungan yang signifikan antara umur ibu bersalin dengan kejadian

plasenta previa di RSUP NTB Tahun 2012. (p=0,040)

46

Page 47: Data Nifas

4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas ibu dengan kejadian

plasenta previa di RSU Provinsi NTB Tahun 2012. (p=0,624)

5. Tidak Ada hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin ibu dengan

kejadian plasenta previa di RSU Provinsi NTB Tahun 2012. (p=0,876)

6.2 Saran

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dilanjutkan kembali dalam kaitannya dengan faktor lain

penyebab plasenta previa dan dapat dijadikan bekal pengetahuan yang

berharga dalam pelayanan kesehatan ibu dalam upaya meningkatkan derajat

kesehatan wanita.

2. Bagi RSUP NTB

Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan deteksi dini faktor risiko

pada kejadian plasenta previa, memberikan pelayanan yang bersifat promotif,

serta dapat menangani pasien secara cepat dan tepat sesuai dengan diagnosa

pasien.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat mencegah terjadinya plasenta previa dengan

menghindari faktor-faktor penyebabnya, dengan cara menghindari kehamilan

pada usia yang terlalu tua dengan batasan ≥35 tahun, membatasi jumlah anak

dengan mengikuti program pemerintah yaitu dua anak saja cukup,

menjarakkan kehamilan.

47

Page 48: Data Nifas

DAFTAR PUSTAKA

Callahan, T.L., Caughey, A.B., Heffner, L.J. 2001. Obstetrics and gynecology

2nd.ed. United Kingdom: The Blackwell Science, Ltd.

Cunningham FG et al, 2005. Obstetri Williams. Edisi 21 Vol 1. Jakarta: EGC

Cunningham FG et al, 2006. Obstetri Williams Edisi 21 Vol 2. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan RI. 2010. Survey Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Dinas Kesehatan Povinsi NTB.2010. Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan Masyarakat 2010. Dikes Provinsi NTB. Mataram.

Gentahun, D., Oyelase, Y., Salihu, H.M., Ananth, C.V. 2006. Previous caesarean and risks of placenta previa and placental abruption. [Internet], Obstet Gynecol. April 107 (4) pp. 771-8. Available from: <http://www.ncbi.nlm. nih.gov/entrez/query.fcgi?db=pubmed&cmd=Re-trieve&dopt= Abstra ...> [Accessed 7 April 2013].

Karkata, MK, dkk. 2006. Faktor Risiko Plasenta Previa. CDK 34: 229-32.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : Salemba Medika.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.

48

Page 49: Data Nifas

Morgan G, 2009. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik. Edisi 2. Jakarta: EGC

Notoatmojo S, 2010. Metodelogi Penenitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Rambei, Lestari. 2008. Gambaran Faktor Risiko pada Kasus Plasenta Previa di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Januari 2005- Desember 2006. FK Universitas Andalas. Padang

Register Ruang Bersalin RSUP NTB. Laporan Bulanan Ruang bersalin RSUP NTB. Mataram. 20011-2012

Saifuddin AB, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBPSP

SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB, 2008. Standar Pelayanan Medik. Mataram

Sukrisno, Adi. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Media.

Utami, Rahayu. 2007. Jarak Kelahiran Dan Resiko Kejadian Plasenta Previa di RSUP Dr. Sardjito dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wikjosastro, H., Dkk. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

49

Page 50: Data Nifas

50