data nifas
DESCRIPTION
darTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian ibu berkaitan erat dengan tingginya kasus kehamilan
resiko tinggi, yaitu kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi besar yang dapat mengencam keselamtan ibu dan janin yang
dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan maupun pada masa nifas
(Hadijanto B, 2008).
Adapun penyebab dari tingginya angka kematian ibu di dunia dan di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab langsung dan
penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi: perdarahan (42%),
eklamsi (13%), abortus (11%), partus lama (9%) dan penyebab lainnya (15%).
Sedangkan penyebab tidak langsung diantaranya: faktor pendidikan rendah, sosial
ekonomi rendah, sistem pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan lain-lain
(Manuaba IBG, 2008).
Penyebab langsung kematian ibu oleh karena perdarahan sampai saat ini
masih memegang peran penting sebagai penyebab utama kematian maternal,
sekalipun dinegara maju, terutama pada kelompok sosial ekonomi lemah.
Perdarahan dapat terjadi sebelum persalinan (antepartum bleeding) seperti
abortus, plasenta previa, dan solusio plasenta. Selain itu perdarahan juga dapat
terjadi sesudah persalinan (post partum bleeding)seperti atonia uteri, robekan
jalan lahir, retensio plasenta, dan inversi uterus (Hadijanto B, 2008).
1
Diantara semua penyebab terjadinya perdarahan tersebut, plasenta previa
marupakan salah satu penyebab perdarahan yang memberi kontribusi sekitar
(20%) dari seluruh kejadian perdarahan pada kehamilan trimester ketiga (Callahan
et al.,2001). Kejadian plasenta previa cukup jarang yaitu sekitar (0,3%-0,6%)
dari seluruh persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik,
mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup (Saifuddin AB, 2007).
Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun
kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya dan gangguan
vaskularisasi desidua dianggap sebagai mekanisme yang mungkin menjadi faktor
penyebab terjadinya plasenta previa (Santoso B, 2008).
Usia kurang dari 20 tahun meningkatkan resiko kejadian plasenta previa.
Menurut Manuaba IBG (2008), implantasi plasenta di segmen bawah rahim
disebabkan kondisi endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.
Dari penelitian sebelumnya mengisyaratkan bahwa risiko terjadinya
plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat
terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur,
sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium (Manuaba IBG,
2008).
Penelitian lain juga menyatakan bahwa wanita berusia lebih dari 35 tahun
berisiko lebih tinggi mengalami penyulit obstetrik serta morbiditas dan mortalitas
perinatal. Pengamatan dari Parkland Hospital terhadap hampir 900 wanita berusia
lebih dari 35 tahun memperlihatkan peningkatan bermakna dalam insiden plasenta
previa (Cunningham et al., 2006).
2
Kejadian plasenta previa lebih sering terdapat pada multipara daripada
primipara dari umur yang lanjut. Keadaan misalnya terdapat pada : multipara.
Beberapa kepustakaan mengatakan plasenta previa lebih sering pada wanita
multipara daripada primipara. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada
wanita multipara (Sukrisno A, 2010).
Selain itu perubahan-perubahan hematologik sebagai respon terhadap
kehamilan juga dapat menyebabkan kelainan pada plasenta seperi plasenta previa.
Dalam praktek rutin, konsentrasi HB kurang dari 11 gr/dl pada trimester pertama
dan kurang dari 10 g/dl pada trimester ke dua dan ke tiga diusulkan menjadi batas
bawah untuk anemia dalam kehamilan (Chalik, 2008).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007, angka
kematian ibu yaitu 228/100.000 kelahiran hidup , dan tahun 2008, 4.692 jiwa ibu
melayang dimasa kehamilan, persalinan dan nifas. Adapun faktor penyebab
langsung kematian ibu adalah perdarahan 40-60 %, preeklamsi dan eklampsi 20-
30%, infeksi 20-30 %, dll (Depkes RI, 2010).
Di NTB tahun 2011, Angka Kematian Ibu adalah 130 per 100.000
kelahiran hidup. Kontribusi penyebab terbesar yaitu 32% karena perdarahan,
eklamsi 29%, abortus 4%, infeksi 3%, persalinan macet / lama 1%, lain-lain 31%
(Laporan Tahunan Dikes Provinsi NTB, 2011).
Sedangkan tahun 2012 berdasarkan data dari Dikes NTB, jumlah kematian
ibu tercatat 20 per 1000 kasus dari 102.954 persalinan, penyebabnya terdiri dari
perdarahan 0,03%, hipertensi dalam kehamilan 0,02%, infeksi 0,05%, emboli air
ketuban 0,001% dan sisanya disebabkan penyakit lain saat kehamilan atau
persalinan (Laporan Tahunan Dikes Provinsi NTB, 2012).
3
Menurut data yang kami peroleh di Ruang bersalin Rumah Sakit Umum
Provinsi NTB, tercatat kejadian plasenta previa dari tahun 2010 terdiri dari 88
kasus (3,05%) dari 2877 persalinan, kemudian menurun pada tahun 2011 terdiri
dari 63 kasus (2,68%) dari 2345 persalinan. (Laporan Tahunan RSUP NTB Tahun
2012).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Karakteristik dan Kadar Hemoglobin dengan Kejadian Plasenta Previa di
RSUP NTB Periode Januari – Desember 2012”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut : “Apakah karakteristik dan kadar Hemoglobin mempengaruhi
kejadian plasenta previa di RSUP NTB Periode Januari - Desember 2012 ?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh karakteristik dan kadar Hemoglobin terhadap
kejadian plasenta previa di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi kejadian palsenta previa di RSUP NTB periode Januari –
Desember 2012.
2. Mengidentifikasi umur ibu bersalin yang mengalami kejadian plasenta previa
di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.
3. Mengidentifikasi paritas ibu bersalin yang mengalami kejadian plasenta
previa di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.
4
4. Mengidentifikasi jumlah kadar hemoglobin ibu yang mengalami kejadian
plasenta previa di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.
5. Menganalisis karakteristik dan kadar Hemoglobin mempengaruhi kejadian
plasenta previa di RSUP NTB periode Januari – Desember 2012.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian
kebidanan tentang karakteristik dan Kadar Hemoglobin terhadap kejadian
Placenta previa di Rumah sakit Umum Provinsi NTB.
1.4.2 Bagi RSUP NTB
Sebagai bahan dokumentasi dan evaluasi mengenai kasus plasenta previa,
sehingga dapat menggunakan swadaya dan sarana yang ada secara optimal untuk
menurunkan angka kejadian mortalitas dan morbiditas ibu yang disebabkan oleh
karena plasenta previa.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan mengenai faktor risiko dari
usia, paritas, dan riwayat obstetri yang dapat menyebabkan terjadinya plasenta
previa sehingga dapat merencanakan kehamilan dan persalinan yang aman dan
mengurangi komplikasi.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PLASENTA PREVIA
2.1.1 Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir. Pada keadaan normal plasenta berada pada bagian atas uterus (Sumapraja S,
2009).
Plasenta previa adalah plasenta yang terletak menutupi atau sangat dekat
dengan ostium uteri interna sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan
(Cunningham et al., 2006).
Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya di sekitar segmen bawah
rahim, sehingga dapat menutupi seluruh atau sebagian ostium internum (Manuaba
IDA, 2010).
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Cunningnam et al. (2006), plasenta previa dibagi menjadi 4 derajat
abnormal yaitu :
1. Plasenta previa totalis : seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa parsialis : hanya sebagian dari ostium yang tertutup oleh
plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : hanya pada pinggir ostium internum terdapat
jaringan plasenta.
6
4. Plasenta letak rendah: plasenta tertanam pada segmen bawah rahim, sehingga
tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium internum, tetapi terletak
sangat berdekatan dengan ostium tersebut.
2.1.3 Etiologi
Salah satu faktor penyebab yang terdapat dalam proses perkembangan
plasenta previa yaitu berupa gangguan vaskularisasi desidua, yang mungkin
terjadi akibat perubahan atrofi atau inflamatorik (Cunningham et al.,2006). Teori
lain mengemukakan bahwa plasenta previa terjadi apabila endometrium kurang
baik, disebabkan karena atropi endometrium seperti terjadi pada multipara,
terutama kalau jarak antar kehamilan pendek, pada myoma uteri dan curettage
yang berulang-ulang.
2.1.4 Faktor risiko
Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan kondisi sebagai berikut :
1. Usia ibu
Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
diadakan). Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun.
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia < 20 dan > 35
tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi
pada usia 20-35 tahun. (Cunningham et al., 2006)
Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun.
Plasenta previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium
yang kurang subur, sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole
miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga
7
plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan lebih besar (Manuaba
IDA, 2010).
2. Paritas
Paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. Paritas dapat
dibedakan menjadi primipara , multipara dan grandemultipara (Manuaba
IBG, 2008).
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara
daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi
yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa
lampau (Sumapraja, 2009)
Plasenta previa terjadi pada multipara karena jaringan parut uterus akibat
kehamilan berulang. Jaringan parut iniy menyebabkan tidak adekuatnya
persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan
mencakup daerah uterus yang lebih luas (Wardana dan Karkata, 2002).
3. Jarak Persalinan
Jarak kelahiran adalah periode waktu antara tanggal kelahiran seorang
anak dengan tanggal kelahiran anak berikutnya (WHO, 2005).
Wanita dengan jarak kelahiran <15 bulan mempunyai kemungkinan 2
kali lebih besar untuk terjadinya plasenta previa dibandingkan wanita dengan
jarak kelahiran ≥15 bulan (Utami, 2008). Gentahun et al. (2006) melaporkan
bahwa faktor resiko terjadinya plasenta previa adalah riwayat persalinan
dengan sectio caesaria. Disebutkan pula jarak kelahiran yang pendek juga
beresiko untuk terjadinya plasenta previa.
8
Keadaan endometrium yang kurang baik akibat jarak persalinan yang
terlalu dekat, menyebabkan plasenta tumbuh menjadi luas untuk mencukupi
kebutuhan janin. Karena luasnya sehingga mendekati dan menutup ostium
internum (Utami, 2008).
4. Riwayat obstetri, termasuk seksio sesarea dan riwayat abortus
Multiparitas, usia lanjut dan riwayat persalinan dengan kuretase dan
seksio sesarea akan meningkatkan risiko terjadinya plasenta pevia karena
disini endometrium di anggap mengalami kecacatan. Singh dkk (1981),
misalnya menemukan plasenta pevia pada 3,9 % wanita yang pernah
menjalani persalinan sesarea bila dibandingkan dengan angka 1,9 % untuk
keseluruhan populasi obstetrik (Sumapraja S, 2006).
Faiz dan Ananth (2003), Gentahun et al. (2006), menyatakan bahwa
riwayat sectio caesaria meningkatkan risiko kejadian plasenta previa 1,5 kali
dibandingkan dengan persalinan per vaginam. Dari penelitian terdahulu
pernah dilaporkan hubungan antara riwayat abortus spontan dengan kejadian
plasenta previa mereka menemukan odds ratio plasenta previa dihubungkan
dengan riwayat abortus spontan satu kali menjadi 1,6 kali dan risiko terjadinya
plasenta previa meningkat dengan jumlah riwayat abortus yang semakin
banyak (Ananth CV et al., 1997). Tuzevic et al. (2003), menyatakan salah satu
faktor risiko terjadinya plasenta previa adalah riwayat abortus.
Keadaan endometrium yang kurang baik dapat menyebabkan zigot
mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat
ostium uteri internum (Manuaba IBG, 2008). Pada wanita yang pernah
mengalami kuretase, diduga disrupsi endometrium atau luka endometrium
9
merupakan predisposisi terjadinya kelainan implantasi plasenta (Wardana dan
Karkata, 2002).
5. Merokok
Merokok mendapatkan risiko relatif untuk plasenta previa, insidennya
meningkat dua kali lipat akibat merokok. Beberapa teori menyatakan bahwa
hipoksemia akibat karbon monoksida menyebabkan hipertropi plasenta
kompensatorik. Temuan-temuan ini lain juga mengemukakan terdapat kaitan
antara gangguan vaskularisasi desidua yang mungkin disebabkan oleh
peradangan atau atrofi dengan terjadinya plasenta previa (Cunningham et al,
2006).
6. Kehamilan kembar (ukuran plasenta lebih besar).
Plasenta terlalu besar pada kehamilan ganda bisa menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
7. Kadar Hemoglobin (Anemia)
Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau
menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk
kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang (Varney,
2002).
Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Hematokrit (Ht),
konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Umumnya ibu
hamil dianggap anemik jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau
hematokrit kurang dari 33%. Dalam praktik rutin, konsentrasi Hb kurang dari
11 g/dl pada akhir trimester pertama dan < 10 gr/dl pada trimester kedua dan
10
ketiga diusulkan menjadi batas untuk mencari penyebab anemia dalam
kehamilan (Cunningham et al, 2006).
Perubahan-perubahan hematologik sebagi respon terhadap kehamilan
juga dapat menyebabkan kelainan pada plasenta seperti plasenta previa dan
solusio plasenta, kehamilan ektopik, aborsi, dan keguguran, serta adanya sisa
hasil konsepsi (Saifuddin AB, 2008). Pengaruh anemia dapat membahayakan
kehamilan dan persalinan, diantaranya dapat terjadi abortus, hambatan tumbuh
kembang janin dan perdarahan.
8. Faktor lain adalah kelainan plasenta, riwayat plasenta previa sebelumnya,
tumor, dan terkadang malnutrisi.
2.1.5 Patofisiologi
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Sumber perdarahannya
ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus,
atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
11
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Sumapraja S,
2009).
2.1.6 Gambaran Klinik Plasenta Previa
Adapun tanda dan gejala dari plasenta previa menurut Geri Morgan (2009)
yakni :
1. Perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri.
2. Terjadinya perdarahan yang tiba-tiba tanpa didahului tanda sebelumnya.
3. Terjadi selama trimester tiga
4. Malpresentasi atau malposisi karena janin harus menyesuaikan diri akibat
adanya plasenta.
Tanda dan gejala plasenta previa menurut Saifuddin AB (2008) yaitu:
1. Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina tanpa rasa nyeri.
Perdarahan biasanya baru terjadi akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan
pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali
terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian jadi
berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak
bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi
pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai
pesalinan, perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta.
Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa
berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah
disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh
12
dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya
pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta, sebagai
kamplikasi plasenta akreta.
2. Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen
3. sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan
letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu
hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.
4. Pada ibu, tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang,
perdarahan yang sedikit demi sedikit atau dalam jumlah banyak dengan waktu
yang singkat, dapat menimbulkan anemia sampai syok.
5. Pada janin, turunnya bagian terbawah janin ke dalam Pintu Atas Panggul
(PAP) akan terhalang, tidak jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim,
dan dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
2.1.7 Diagnosis Plasenta Previa
Diagnosis plasenta previa menurut Wiknjosastro et al (2006) ditegakkan
berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
a. Terjadi perdarahan pada UK sekitar 28 minggu
b. Sifat perdarahan :tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba,tanpa sebab yang jelas,
dapat berulang.
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim.
2. Inspeksi
a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal,
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis
13
3. Pemeriksaan fisik
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai:
1) TD, nadi, dan pernafasan dengan nafas normal.
2) TD turun, nadi dan pernafasan meningkat
3) Daerah ujung menjadi dingin
4) Tampak anemis
4. Pemeriksaan Khusus kebidanan :
a. Pemeriksaan palpsi abdomen
1) Janin belum cukup bulan,TFU sesuai dngan Uk
2) Karena plasenta disegmen bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan letak
janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
b. Pemeriksaan DJJ
Bervarisasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim
c. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk:
1) Menegakkan diagnosis pasti
2) Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau hanya
memecahkan ketuban. Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta disekitar
ostium uteri internum.
14
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG
b. Mengurangi pemeriksaan dalam
c. Menegakkan diagnosis.
2.1.8 Diagnosa Banding
Perdarahan pada kehamilan lanjut juga dapat disebabkan karena plasenta
terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis), dapat pula
terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan
maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam
banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk
seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan
ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina (Saifuddin AB, 2008).
2.1.9 Penatalaksanaan Plasenta Previa
Berdasarkan Standar Pelayanan Medik SMF Obgyn RSUP NTB,
penatalaksanaan untuk plasenta previa.
1. Perawatan konservatif
a. Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ < 2500 gram atau umur kehamilan
< 37 minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit
atau berhenti.
b. Cara perawatan:
1) Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam.
2) Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan tranfusi PRC sampai Hb >
10-11 gram %
15
3) Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan
konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/ Deksametason 12 mg tiap 12
jam (IM) bila usia kehamilan < 35 minggu atau TBJ < 2000 gram.
4) Bila perdarahan telah berhenti penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan
tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
5) Observasi perdarahan setiap 6 jam, denyut jantung janin, tekanan darah.
6) Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
7) Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah dilakukan
mobilisasi dengan nasehat:
a) Istirahat
b) Tidak boleh coitus
c) Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
d) Periksa ulang 1 minggu lagi
2. Perawatan aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
(perdarahan > 500 cc dalam 30 menit) dan banyak harus segera ditatalaksana
secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Untuk diagnosis placenta previa
dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan
dipenuhi, lakukan PDMO (Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) jika:
a. Infus / tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
b. Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan in partu
c. Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misal:
anensefali)
16
d. Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati PAP (2/5 atau
3/5 pada palpasi luar).
2.1.10 Cara menyelesaikan persalinan melalui plasenta previa adalah:
Adapun cara-cara menyelesaikan persalinan untuk plasenta previa menurut
IDA Chandranita Manuaba (2010) antara lain :
1. Seksio Sesarea (SC)
a. Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini
tetap dilakukan.
b. Tujuan SC antara lain:
1) Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan
2) Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam
c. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga
cervik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain
itu, bekas tempat implantasi placenta sering menjadi sumber perdarahan
karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan
korpus uteri.
d. Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
e. Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan,
infeksi, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
17
2. Melahirkan Pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis dengan
pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, placenta
akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi
uterus belum ada atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
b. Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade
plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan
pada janin yang masih hidup.
c. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
yang tidak aktif.
2.1.11 Komplikasi Plasenta Previa
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa menurut Saifuddin AB (2008),yakni :
18
1. Komplikasi pada ibu
a. Anemia
Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat berulang dan semakin banyak, dan
perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi
anemia bahkan syok.
b. Kelainan pada perlekatan plasenta
Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi
sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan
adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan
maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian
terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah
perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang
pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10% sampai 35% pada
pasien yang pernah seksio sesarea satu kali.Naik menjadi 60% sampai 65% bila
telah seksio sesarea 3 kali.
c. Perdarahan
Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu,
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun
19
waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh
salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara
yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria
uterina, ligasi arteria ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika,
maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah
melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
2. Komplikasi pada janin
a. Kelainan letak
Pada plasenta previa lebih sering terjadi kelainan letak janin.Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
b. Kelahiran prematur dan gawat janin
Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm.Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk
mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk
mepercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
2.2 Karakteristik Umur, Paritas, Jarak Persalinan Dan Riwayat Obstetri
Dengan Kejadian Plasenta Previa
2.2.1 Karakteristik Umur dengan Kejadian Plasenta Previa
Berbagai masalah kesehatan yang kronis dan melemahkan saling tumpang
tindih dengan proses penuaan, akibat kemunduran fungsi fisiologis. Terjadinya
kemunduran fisiologis ini mengakibatkan komplikasi pada kehamilan dan
merugikan perkembangan janin selama periode kandungan (Saifuddin AB, 2008).
20
Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa. Insiden plasenta
previa meningkat secara bermakna disetiap kelompok usia. Hal ini diperkirakan
disebabkan oleh bergesernya usia populasi obstetris ke arah yang lebih tua,
dimana usia lanjut dapat mengakibatkan terjadinya sklerosis pembuluh darah
arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium
tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar ke permukaan yang lebih luas
untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat. (Cunningham et al., 2006)
Usia kurang dari 20 tahun dan ≥35 tahun meningkatkan risiko kejadian
plasenta previa. Menurut Manuaba IBG (2008), implantasi plasenta di segmen
bawah rahim disebabkan kondisi endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi. Selain hal tersebut juga disebabkan oleh endometrium yang
tipis, sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk memberikan nutrisi. Pada
umur yang muda pertumbuhan endometrium belum sempurna sehingga
merupakan faktor risiko untuk tejadinya plasenta previa. Sedangkan pada usia
diatas 35 tahun disebabkan karena pertumbuhan endometrium yang kurang subur.
2.2.2 Karakteristik Paritas dengan Kejadian Plasenta Previa
Paritas >3 meningkatkan resiko kejadian plasenta previa. Tuzevuc et al.
(2003) menyatakan bahwa faktor resiko terjadinya plasenta previa adalah gravid
>3 atau paritas >2.
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara
daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi
yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau.
Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga
21
menutupi pembukaan jalan lahir. Pada paritas tinggi kejadian plasenta previa
makin besar karena keadaan endomentrium kurang subur (Manuaba IBG, 2008).
Beberapa kepustakaan mengatakan plasenta previa lebih sering pada wanita
multipara, karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut
ini menyebabkan tidak adekuatnnya persediaan darah ke plasenta sehingga
plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup daerah uterus yang lebih luas
(Wardana dan Karkata, 2002).
Multiparitas dilaporkan berkaitan dengan plasenta previa dalam sebuah studi
terhadap 314 wanita multipara. Plasenta previa meningkat drastis pada multipara
jika dibandingkan dengan insiden pada wanita dengan para yang lebih rendah.
(Cunningham et al, 2006)
2.2.3 Karakteristik Kadar Hb dengan kejadian Plasenta Previa
Perubahan-perubahan hematologik sebagai respon terhadap kehamilan
dapat menyebabkan kelainan pada plasenta diantaranya plasenta prevai.
Umumnya ibu hamil dianggap anemik jika kadar Hb di bawah 11 g/dl atau
hematokrit kurang dari 33 %. Dalam praktek rutin, konsentrasi HB kurang dari 11
gr/dl pada trimester pertama dan kurang dari 10 g/dl pada trimester ke dua dan ke
tiga diusulkan menjadi batas bawah untuk anemia dalam kehamilan. (Chalik,
2008)
Anemia pada kehamilan merupakan konsekuensi dan ekspansi volume
darah tanpa ekspansi normal masa hemoglobin (Levano et al, 2006). Hal ini
menyebabkan aliran darah ke endometrium berkurang sehingga plasenta tumbuh
lebih lebar agar mendapatkan aliran darah yang adekuat.
22
Dengan meningkatnya volume darah yang relatif pesat selama trimester
kedua, maka kekuramgan besi sering bermanifestasi sebagai penurunan tajam
konsentrasi hemoglobin. Walaupun pada trimester ketiga laju peningkatan volume
darah tidak terlalu besar, kebutuhan akan besi tetap meningkat karena peningkatan
massa hemoglobin ibu berlanjut dan banyak besi yang disalurkan ke janin. Karena
jumlah besi yang dialihkan janin dari ibu dengan defisiensi besi tidak jauh
berbeda dari jumlah yang secara normal dialihkan, neonatus dari ibu dengan
anemia berat tidak menderita anemia defisiensi besi. (Leveno et al, 2006).
Menurut Manuaba IDA (2008), akibat anemia dalam kehamilan pada trimester II-
III salah satunya perdarahan antepartum.
23
2.3 Kerangka Teori Penelitian
3
4
5
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Sumber : Manuaba, 2008. Cunningham et,al 2006. Wardana dan Karkata, 2009)
24
Faktor risikoPlasenta Previa
Usia ibu Paritas ibu Jarak Persalinan
Kadar HB
sklerosis pembuluh
darah arteri kecil dan arteriole
miometrium
vaskularisasi yang
berkurang dan perubahan atrofi pada
desidua
Perubahan hemayologik sebagai respon terhadap kehamilan.
endometrium di fundus uteri
belum siap menerima implantasi.
Riwayat Plasenta Previa
Kehamilan ganda
Kelainan Plasenta
Tumor Merokok Malnutrisi
Faktor Lain
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,
2010)
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian Modifikasi Notoadmodjo (2010)
25
Faktor Predisposisi:
1. Umur2. Paritas3. Kadar Hemoglobin
4. Riwayat Plasenta Previa
5. Kehamilan ganda6. Merokok7. Tumor8. Malnutrisi
Pacenta Previa
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan yaitu observasional analitik. Observasional
artinya peneliti tidak memberikan perlakuan kepada obyek penelitian (hanya
mengamati). Analitik karena ingin menarik kesimpulan dari fenomena yang
dipelajari pada populasi tertentu yang kemudian diidentifikasi dengan umur,
paritas dan kadar hemoglobin populasi tersebut.
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Cross
Sectional. Cross Sectional adalah rancangan penelitian dimana pengumpulan data
baik untuk variabel risiko atau sebab (independen variabel) maupun variabel
akibat (dependen variabel) dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus
(Notoatmodjo, 2010).
4.2 Populasi dan sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010).
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang mengalami
komplikasi persalinan di Ruang Bersalin RSUP NTB pada tahun 2012 dengan
jumlah 789 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).
2627
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu bersalin yang
mengalami komplikasi persalinan di Ruang Bersalin RSUP NTB tahun 2012.
a. Besar Sampel
Besar sampel diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
n= N
1+N (d2)
Keterangan :
n= besar sampel
N= besar populasi
d= tingkat ketepatan/ kepercayaan yang diinginkan (10 %)
Jadi,
n= 789
1+789(0,12)=789
8 ,89
= 88,45
= 88
27
Jadi jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 88
orang.
b. Kriteria Sampel
1) Kriteria Inklusi
Yang akan menjadi kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini adalah :
a) Catatan rekam medik yang lengkap
b) Primipara
c) Kehamilan tunggal
d) Kehamilan ganda
e) Ibu bersalin dengan Usia kehamilan ≥ 28 minggu
2) Kriteria Eksklusi
a) Penyakit ibu yang menyebabkan komplikasi
b) Bayi lahir mati dalam kandungan
c) Ibu bersalin dengan Usia kehamilan ≤ 28 minggu
c. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara Sistematik
Random Sampling dimana pengambilan sampel dari semua anggota populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota
populasi, hal ini dapat dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen.
Sampel pertama ditentukan dengan undian kemudian sampel berikutnya
ditentukan dengan mencari kelipatannya (Notoatmodjo, 2010). Dengan Rumus :
K= Nn
K=78988 =8 ,96
28
Keterangan : K : interval
N : populasi
K=9
Maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen yang
mempunyai nomor kelipatan 9 sampai dengan jumlah anggota 88 orang.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
4.3.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Hal ini
didasarkan karena keinginan peneliti untuk mengetahui karakteristik dan kadar
hemoglobin dengan kejadian plasenta previa. Pemilihan lokasi penelitian
didasarkan dengan pertimbangan :
a. Penelitian ini dilakukan di RSU Provinsi NTB karena merupakan rumah sakit
tipe B sebagai tempat rujukan yang memiliki fasilitas pelayanan obstetrik
maternal dan neonatal.
b. Prevalensi kejadian plasenta previa jumlahnya meningkat cukup tinggi.
c. Ruang bersalin dan Medical Record RSUP NTB memiliki pencatatan dan
pelaporan yang lengkap.
4.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013
4.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Notoatmojo, 2010). Pada penelitian ini menggunakan variabel yaitu :
4.4.1 Variabel independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel
tergantung atau variebel dependen (Notoatmodjo S, 2010). Pada penelitian ini
variabel independennya adalah Umur, Paritas, dan kadar hemoglobin.
4.4.2 Variabel dependen (tergantung)
29
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas
atau variabel independen (Notoatmodjo S, 2010). Pada penelitian ini variabel
dependennya adalah Plasenta previa.
4.5 Identifikasi Variabel
Tabel 4.1 Identifikasi variable penelitian
No VariabelDefinisi Operasional
Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Indpenden 1 Umur Umur seseorang
yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat terdiagnosa mengidap plasentas previa
Register dan Rekam medik
1. Kelompok Beresiko (<20 thn dan >35 thn)
2. Tidak Beresiko (20 thn dan 35 thn)
Nominal
2 Paritas Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu
Register dan Rekam medik
1. Primipara (1)
2. Multipara (2-4)
3. Grandemultipara (> 5)
Nominal
3 Kadar Hemoglobin (anemia)
Ibu yang mengidap anemia selama hamil
Register 1. Anemia2. Tidak
Anemia
Nominal
Dependen 4 Plasenta
previaSuatu kelainan dari letak plasenta yang telah didiagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan
Register dan Rekam Medik
1. Plasenta previa
2. Tidak Plasenta previa
Nominal
4.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan data skunder
tentang umur, paritas dan kadar hemoglobin (anemia) ibu bersalin yang
mengalami plasenta previa.
4.7 Cara Pengolahan Data
30
Dalam pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh
diantaranya adalah:
4.7.1 Editting
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah dengan cara mengoreksi
kembali kebenaran seluruh data yang terkumpul.
4.7.2 Coding
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pemberian kode numerik
(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori :
1. Umur
Umur beresiko diberikan kode1, tidak beresiko :2
2. Paritas
Primipara diberikan kode1, Multipara :2, dan Grandemultipara :3.
3. Kadar Hemoglobin (Anemia)
<7 g% diberikan kode1, 7-8 g% : 2, 9-10 g% :3.
4. Plasenta Previa
Plaenta Previa diberikan kode 1, Tidak Plasenta Previa :2
4.7.3 Tabulating
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan data yang
telah dikumpulkan kedalam master tabel. Kemudian dibuat distribusi frekuensi
sederhana.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariabel
Analisis univariabel digunakan untuk menghitung distribusi frekuensi dan
proporsi karakteristik subjek penelitian.
31
4.8.2 Analisis Bivariabel
Analisis bivariabel dilakukan untuk mengidentifikasi ada tidaknya pengaruh
antara dua variabel yaitu variabel bebas dengan variabel terikat. Uji hipotesis yang
digunakan adalah uji Chi-Square (x2), dengan tingkat kemaknaan p=0,05 dan
Confidence Interval (95%). Odss Ratio (OR) dihitung dengan cara
membandingkan antara berapa sering terdapat paparan dan tidak terdapat paparan
pada kelompok kasus dan berapa sering terdapat paparan dan tidak terdapat
paparan pada kelompok kontrol.
4.8.3 Analisis Multivariabel
Analisis multivariable adalah untuk mengetahui hubungan lebih dari satu
variabel independent dengan satu variabel dependent. Dalam penelitian ini
pengaruh antara variabel (umur, paritas dan kadar hemoglobin dengan kejadiaan
plasenta previa) diolah menggunakan uji Korelasi Spearman Rank karena kedua
variabel bekerja dengan data ordinal, dan dianalisis dengan alat bantu program
SPSS (Statistic Package For Social Science) (Notoatmodjo, 2010).
Mencari Korelasi Spearman Rank dengan rumus:
ρ = 1- 6∑ d ²
n(n ²−1)
Keterangan:
ρ = Koefisien korelasi Searman Rank
d2= seslisih setiap pasangan Rank
n = jumlah pasangan Rank untuk Spearman (5 < n < 30)
32
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah Rumah Sakit
Rujukan di daerah Nusa Tenggara Barat yang terdapat di wilayah Kota Mataram.
Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari tiga lantai dengan
luas bangunan 18.198 m3 dan luas tanah 25.697 m2 yang berlokasi di Jalan
Pejanggik No. 6 Mataram
Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan wilayah
daratan rendah, dengan jalur angkutan perhubungan antar kabupaten yang berada
di seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Rumah Sakit Umum Provinsi
Nusa Tenggara Barat ditetapkan sebagai Rumah Sakit tipe B milik Pemerintah
Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat dan status kelas B ini berlangsung sejak
tahun 1987 sampai sekarang. Selain itu Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa
Tenggara Barat juga merupakan Rumah Sakit terakreditasi B (Pendidikan) dan
33
tempat dua institusi pendidikan kedokteran dan berbagai institusi pendidikan
kesehatan lainnya menimba ilmu sehingga perangkatnyapun disesuaikan sebagai
wahana pendidikan.
Jenis pelayanan yang ada di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara
Barat antara lain pelayanan Rawat Jalan, pelayanan Rawat inap, pelayanan
Instalasi Rawat Darurat, pelayanan Ruang Bedah Sentral, serta pelayanan
Penunjang Medis dan Non Medis.
Selain itu faktor pendukung yang sangat penting dalam melaksanakan
fungsi rumah sakit yaitu sumber daya manusia. Tenaga yang tersedia di Rumah
Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat didukung oleh berbagai latar belakang
baik medis, paramedis maupun non-medis. Jumlah tenaga medis seluruhnya 97
orang, tenaga paramedis seluruhnya 482 orang dan tenaga non-medis seluruhnya
308 orang, sehingga total seluruhnya yaitu 895 orang.
5.1.2 Data Khusus Penelitian
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin yang
didiagnosa Plasenta Previa di RSUP NTB yaitu sebanyak 88 orang. Sampel ini
kemudian diklasifiskasikan berdasarkan umur ibu, paritas, dan kadar hemoglobin
dengan kejadian plasenta previa.
1. Umur
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu Bersalin di Ruang
Teratai RSUP NTB Tahun 2012
Dalam penelitian ini, frekuensi umur dibagi menjadi 2 antara lain: umur <20
tahun dan >35 tahun termasuk kategori beresiko dan 20 – 35 tahun termasuk
34
kategori tidak beresiko. Untuk mengetahui distribusi jumlah sampel berdasarkan
kelompok umur ibu di Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012 dapat dilihat pada
tabel 5.1:
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu
Bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012
No Umur N %
1 Beresiko 56 63,6
2 Tidak Beresiko 32 36,4
Total 88 100
Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa dari total sampel sebanyak 88
orang, sampel terbanyak adalah kelompok umur berisiko (<20 tahun atau >35
tahun) yaitu sebanyak 56 sampel (63,6%) dan sisanya adalah kelompok umur
Tidak berisiko (20-35 tahun) yaitu sebanyak 32 sampel (36,4%)
2. Paritas
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas Ibu bersalin di Ruang
Teratai RSUP NTB Tahun 2012
Dalam penelitian ini, paritas responden dibagi menjadi 3 antara lain:
primipara, multipara, dan grandemultipara. Untuk mengetahui distribusi jumlah
35
responden berdasarkan paritas ibu bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB tahun
2012 dapat dilihat pada tabel 5.2:
Tabel 5.2 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Paritas Ibu Bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012
No Paritas N %
1
2
3
Primipara 12 13.6
Multipara 62 70.5
Grandemultipara 14 15.9
Total 88 100
Berdasarkan tabel 5.2 di atas terlihat bahwa responden tertinggi yang
menderita plasenta previa adalah multipara yaitu sebanyak 62 responden (70,5%),
dan jumlah responden terrendah yang menderita plasenta previa adalah primipara
sejumlah 12 responden (13,6%).
3. Kadar Hemoglobin
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin Ibu Bersalin
di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012.
Dalam penelitian ini, responden kadar hemoglobin dibagi menjadi 3 antara
lain: ringan, sedang dan berat. Untuk mengetahui distribusi jumlah responden
berdasarkan kadar hemoglobin (anemia) ibu bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB
tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Kadar Hemoglobin (anemia) Ibu Bersalin di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012
36
No Kadar Hemoglobin (anemia) N %
1
2
3
Ringan 56 69.1
Sedang
Berat
20
12
24.7
6.2
Total 88 100
Berdasarkan tabel 5.3 terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki
kadar hemoglobin 9-10 g% (anemia ringan) sebanyak 56 responden (69,1%) dan
jumlah responden paling sedikit adalah adalah kadar hemoglobin <7 g% (anemia
berat) sebanyak 12 responden (6,2 %).
4. Plasenta Previa
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kasus Plasenta Previa di Ruang
Teratai RSUP NTB tahun 2012
Untuk mengetahui distribusi jumlah jumlah responden berdasarkan kasus
Plasenta Previa di Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012 dapat dilihat pada tabel
5.4:
Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Kasus Plasenta
Previa di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2012
No Plasenta Previa N %
1
2
Plasenta Previa 45 51.1
Tidak Plasenta Previa 43 48.9
Total 88 100
37
Dari tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,
sampel terbanyak adalah yang mengalami plasenta previa sebanyak 45 sampel
(51,1%) dan sisanya adalah tidak plasenta previa 43 sampel (48,9%).
5. Analisis Hubungan Umur Ibu Bersalin dengan Kejadian Plasenta Previa di
Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012
Untuk melihat hubungan umur ibu dengan kejadian plasenta previa dapat
dilihat pada tabel 5.5
Tabel 5.5 Analisis Karakteristik Umur Ibu Bersalin dengan Kejadian Plasenta Previa di Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012
No.Umur Ibu
Kejadian Plasenta Previa
TotalPlasenta Previa
Tidak Plasenta Previa
N % N % N %
1. Berisiko 24 42,9 32 57,1 56 100,0
2. Tidak Berisiko
21 65,6 11 34,4 32 100,0
Total 45 51,1 43 48,9 88 100,0
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa kelompok umur ibu berisiko dengan
proporsi kejadian plasenta previa (42,9%) lebih kecil dari pada kejadian tidak
plasenta previa (57,1%), pada kelompok umur tidak berisiko dengan proporsi
kejadian plasenta previa (65,6%) lebih besar dari pada kejadian tidak plasenta
previa (34,4%).
38
Dari hasil uji statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS versi
16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) didapatkan nilai p = 0,04 (p<0,05)
berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
Dari hasil OR=2,545 menunjukkan ibu bersalin dengan umur <20 tahun
dan >35 tahun mempunyai kemungkinan 2,55 kali lebih besar untuk mengalami
plasenta previa dibandingkan dengan ibu bersalin dengan umur 20-35 tahun.
6. Analisis karakteristik Paritas Ibu bersalin dengan Kejadian Plasenta Previa di
Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2012
Untuk melihat karakteristik paritas ibu bersalin dengan kejadian plasenta
previa dapat dilihat pada tabel 5.6:
Tabel 5.6 Analisa Karakteristik Paritas dengan Kejadian Plasenta Previa di RSUP NTB Tahun 2012.
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa paritas ibu primipara dengan proporsi
kejadian plasenta previa (50,0%) sama dengan kejadian tidak plasenta previa
(50,0%), pada multipara dengan proporsi kejadian plasenta previa (50,0%) sama
39
No.Paritas Ibu
Kejadian Plasenta Previa
JumlahPlasenta Previa
Tidak Plasenta Previa
N % n % n %
1.
2.
Primipara
Multipara
6
31
50,0
50,0
6
31
50,0
50,0
12
62
100,0
100,0
3. Grande multipara
8 57,1 6 42,9 14 100,0
Total 45 51,1 43 48,9 88 100,0
dengan kejadian tidak plasenta previa (50,0%), sedangkan pada paritas ibu
grandemultipara dengan proporsi kejadian plasenta previa (57,1%) lebih besar
dari pada kejadian tidak plasenta previa (42,9%).
Dari hasil uji statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS versi
16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) di dapatkan nilai p = 0,624 (p>0,05)
berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Analisis Karakteristik Kadar Hemoglobin
(Anemia) Ibu Bersalin Dengan Kejadian Plasenta Previadi Ruang Teratai RSUP
NTB tahun 2012
Untuk melihat pengaruh kadar hemoglobin (anemia) ibu dengan kejadian
plasenta previa dapat dilihat pada tabel 5.7
Tabel 5.7 Analisa Karakteristik Kadar Hemoglobin (anemia) dengan Kejadian Plasenta Previa di RSUP NTB Tahun 2012.
No.Kadar HB (Anemia)
Kejadian Plasenta Previa
JumlahPlasenta Previa
Tidak Plasenta Previa
N % N % n %
1. Ringan 46 73,7 10 26,3 56 100,0
2. Sedang 8 44,9 12 55,1 20 100,0
3. Berat 6 50 6 50 12 100,0
Total 45 51,1 43 48,9 88 100,0
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa kadar hemoglobin (anemia ringan) dengan
proporsi kejadian plasenta previa (73,7%) lebih besar daripada kejadian tidak
plasenta previa (26,3%), pada anemia sedang dengan proporsi kejadian plasenta
previa (44,9%) lebih kecil dari pada kejadian tidak plasenta previa (55,1%),
40
sedangkan pada anemia berat proporsi kejadian plasenta previa (50%) sama
dengan proporsi kejadian tidak plasenta previa (50%).
Dari hasil analitik statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS
versi 16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) menunjukkan bahwa nilai
signifikan (p) = 0,876 atau p>0,05 artinya Ha ditolak dan Ho diterima. Dari hasil
OR=2,761 menunjukkan ibu bersalin dengan kadar hemoglobin (anemia ringan)
mempunyai kemungkinan 2,76 kali lebih besar untuk mengalami plasenta previa
dibandingkan dengan ibu bersalin dengan anemia berat.
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka peneliti akan membahas sesuai
dengan tujuan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Usia Ibu
Berdasarkan tabel 5.1 terlihat bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,
sampel terbanyak adalah kelompok umur berisiko antara <20 atau >35 tahun yaitu
sebanyak 56 sampel (63,6%) .
Hal ini disebabkan karena bertambahnya usia wanita mempengaruhi
menurunnya fungsi dan kemampuan adaptasi organ-organ tubuh secara
keseluruhan sehingga meningkatkan resiko timbulnya kelainan-kelainan seperti :
hipertensi, diabetes mellitus, tromboembolisme, perdarahan antepartum,
perdarahan post partum yang secara keseluruhan akan meningkatkan resiko
morbiditas dan mortalitas ibu selama kehamilan dan persalinan (Utami, 2008).
2. Paritas
41
Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,
sampel terbanyak adalah ibu bersalin multipara yaitu sebanyak 62 sampel
(70,5%).
Hal ini terjadi karena paradigma yang berkembang di masyarakat bahwa
memiliki satu anak saja dirasakan tidak cukup dan mulai banyaknya pasangan usia
subur yang menyadari pentingnya mengikuti keluarga berencana.
Dalam konsep teori, paritas yang dapat dikatakan aman untuk hamil dan
bersalin adalah paritas 2-3 yang ditinjau dari kematian maternal maupun
kesehatan ibu dan bayinya, dimana paritas 1 atau lebih dari 4 mempunyai resiko
kematian tinggi (Wiknjosastro, 2007)
3. Kadar Hemoglobin (Anemia)
Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,
sampel terbanyak adalah ibu bersalin dengan anemia ringan yaitu sebanyak 56
sampel (69,1%).
Hal ini serupa dengan teori yang ada bahwa pada wanita hamil mayoritas
kadar hemoglobin 9-10 g% (mengalami anemia ringan). Ini dikarenakan selama
kehamilan khususnya pada trimester I dan III terjadi proses hemodilusi
(pengenceran darah) sebagai respon terhadap kehamilan sehingga dapat
menyebabkan kelainan pada kehamilan dan persalinan terutama ibu dengan kadar
hemoglobin kurang (anemia) (Chalik, 2008).
Anemia ringan dalam kehamilan lebih banyak terjadi jika dibandingkan
dengan anemia sedang dan berat, karena walaupun terjadi proses hemodilusi
selama kehamilan, akan tetapi dengan adanya asupan gizi yang baik dan seimbang
42
serta pola hidup sehat pada wanita hamil dapat megurangi resiko terjadinya
anemia terutama anemia sedang dan bera (Manuaba, IDA 2010).
4. Kejadian Plasenta Previa
Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa dari total sampel sebanyak 88 orang,
sampel terbanyak adalah yang mengalami plasenta previa sebanyak 45 sampel
(51,1%).
Hal ini disebabkan karena dalam pengambilan sampel dengan kelipatan,
sampel yang terambil lebih banyak yang mengalami plasenta previa setelah
banyak sampel yang dikeluarkan karena tidak sesuai dengan kriteria sampel.
Plasenta previa adalah plasenta yang terletak menutupi atau sangat dekat
dengan ostium uteri interna sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan
(Cunningham et al., 2006).
Salah satu faktor penyebab yang terdapat dalam proses perkembangan
plasenta previa yaitu berupa gangguan vaskularisasi desidua, yang mungkin
terjadi akibat perubahan atrofi atau inflamatorik (Cunningham et al.,2006).
5. Karakteristik Umur Ibu dengan Kejadian Plasenta Previa
Dari hasil uji statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS versi
16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) didapatkan nilai p = 0,04 (p<0,05)
berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
Menurut peneliti ibu umur <20 tahun organ repoduksi wanita masih mengalami
proses perkembangan sehingga belum matang dalam menerima kehamilan dan
pada umur>35 tahun pada wanita sering muncul masalah kesehatan reproduksi,
terutama saat kehamilan wanita beresiko untuk mengalami komplikasi
43
diantaranya perdarahan antepertum seperti plasenta previa. Sehingga dalam
penelitian ini ibu umur <20 tahun dan > 35 tahun berpengaruh terhadap terjadinya
plasenta previa, dikarenakan pada usia lebih dari 35 tahun kemungkinan besar
berhubungan dengan penuaan uterus, sehingga terjadi sklerosis pembuluh darah
arteri kecil dan arteriol miometrium, menyebabkan aliran darah ke endometrium
tidak merata sehingga plasenta tumbuh dengan luas permukaan yang lebih besar,
untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat, yang akhirnya menyebabkan
terjadinya plasenta previa. Jadi pada wanita dengan meningkatnya pertambahan
usia akan menunjukkan peningkatan insiden perdarahan antepartum dan
menghadapi risiko yang lebih besar untuk mengalami plasenta previa.
Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian awal mengisyaratkan bahwa
wanita berusia lebih dari 35 tahun berisiko lebih tinggi mengalami penyulit
obstetris serta morbiditas dan mortalitas perinatal. Pengamatan dari Parkland
Hospital terhadap hampir 900 wanita berusia lebih dari 35 tahun memperlihatkan
peningkatan bermakna dalam insiden plasenta previa (Cunningham, 2005).
Usia kurang dari 20 tahun dan ≥35 tahun meningkatkan risiko kejadian
plasenta previa. Menurut Manuaba IBG (2008), implantasi plasenta di segmen
bawah rahim disebabkan kondisi endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi. Selain hal tersebut juga disebabkan oleh endometrium yang
tipis, sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk memberikan nutrisi. Pada
umur yang muda pertumbuhan endometrium belum sempurna sehingga
merupakan faktor risiko untuk tejadinya plasenta previa. Sedangkan pada usia
diatas 35 tahun disebabkan karena pertumbuhan endometrium yang kurang subur.
44
6. Karakteristik Paritas Ibu Bersalin dengan Kejadian Plasenta Previa
Dari hasil uji statistik menggunakan Sperarman rank program SPSS versi
16,0 pada tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) di dapatkan nilai p = 0,624 (p>0,05)
berarti Ho diterima dan Ha ditolak.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Budi pada
tahun 2008, yang menyatakan paritas dengan kejadian plasenta previa tidak
menunjukkan hubungan yang bermakna. Hal ini mungkin disebabkan karena
wanita yang mempunyai paritas >4 mempunyai risiko lain selain plasenta previa,
sehingga terdapat perbedaan indikasi masuk rumah sakit.
7. Karakteristik Kadar Hemoglobin (anemia) dengan kejadian Plasenta Previa
Berdasarkan Tabel 5.7 kejadian plasenta previa paling banyak pada sampel
dengan kadar Hb 9,4 g/dl (anemia ringan ) yakni sebanyak 69,1%. Berdasarkan
uji statistik dengan menggunakan Sperarman rank program SPSS versi 16,0 pada
tingkat kesalahan 5 % (α= 0,05) menunjukkan bahwa nilai signifikan (p) = 0,381
atau p >0,05 artinya Ha ditolak dan Ho diterima.
45
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Jumlah ibu bersalin yang mengalami plasenta previa di RSUP NTB Tahun
2012 adalah sebanyak 101 kasus (3,73%) dari 789 komplikasi persalinan, dan
dari 88 ibu yang mengalami komplikasi persalinan yang menjadi sampel, ibu
yang mengalami plasenta previa sebanyak 45 kasus (51,1%).
2. Dari 88 orang ibu bersalin yang menjadi sampel penelitian, Usia ibu yang
paling banyak adalah kategori usia berisiko (<20 tahun atau >35 tahun) yaitu
sebanyak 56 orang (63,6%), Paritas yang paling banyak adalah multipara yaitu
62 orang (70,5%), dan kadar hemoglobin yang paling banyak yaitu anemia
ringan 56 orang (69,1%)
3. Ada hubungan yang signifikan antara umur ibu bersalin dengan kejadian
plasenta previa di RSUP NTB Tahun 2012. (p=0,040)
46
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas ibu dengan kejadian
plasenta previa di RSU Provinsi NTB Tahun 2012. (p=0,624)
5. Tidak Ada hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin ibu dengan
kejadian plasenta previa di RSU Provinsi NTB Tahun 2012. (p=0,876)
6.2 Saran
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dilanjutkan kembali dalam kaitannya dengan faktor lain
penyebab plasenta previa dan dapat dijadikan bekal pengetahuan yang
berharga dalam pelayanan kesehatan ibu dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan wanita.
2. Bagi RSUP NTB
Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan deteksi dini faktor risiko
pada kejadian plasenta previa, memberikan pelayanan yang bersifat promotif,
serta dapat menangani pasien secara cepat dan tepat sesuai dengan diagnosa
pasien.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mencegah terjadinya plasenta previa dengan
menghindari faktor-faktor penyebabnya, dengan cara menghindari kehamilan
pada usia yang terlalu tua dengan batasan ≥35 tahun, membatasi jumlah anak
dengan mengikuti program pemerintah yaitu dua anak saja cukup,
menjarakkan kehamilan.
47
DAFTAR PUSTAKA
Callahan, T.L., Caughey, A.B., Heffner, L.J. 2001. Obstetrics and gynecology
2nd.ed. United Kingdom: The Blackwell Science, Ltd.
Cunningham FG et al, 2005. Obstetri Williams. Edisi 21 Vol 1. Jakarta: EGC
Cunningham FG et al, 2006. Obstetri Williams Edisi 21 Vol 2. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan RI. 2010. Survey Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Dinas Kesehatan Povinsi NTB.2010. Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan Masyarakat 2010. Dikes Provinsi NTB. Mataram.
Gentahun, D., Oyelase, Y., Salihu, H.M., Ananth, C.V. 2006. Previous caesarean and risks of placenta previa and placental abruption. [Internet], Obstet Gynecol. April 107 (4) pp. 771-8. Available from: <http://www.ncbi.nlm. nih.gov/entrez/query.fcgi?db=pubmed&cmd=Re-trieve&dopt= Abstra ...> [Accessed 7 April 2013].
Karkata, MK, dkk. 2006. Faktor Risiko Plasenta Previa. CDK 34: 229-32.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : Salemba Medika.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.
48
Morgan G, 2009. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik. Edisi 2. Jakarta: EGC
Notoatmojo S, 2010. Metodelogi Penenitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Rambei, Lestari. 2008. Gambaran Faktor Risiko pada Kasus Plasenta Previa di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Januari 2005- Desember 2006. FK Universitas Andalas. Padang
Register Ruang Bersalin RSUP NTB. Laporan Bulanan Ruang bersalin RSUP NTB. Mataram. 20011-2012
Saifuddin AB, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBPSP
SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB, 2008. Standar Pelayanan Medik. Mataram
Sukrisno, Adi. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Media.
Utami, Rahayu. 2007. Jarak Kelahiran Dan Resiko Kejadian Plasenta Previa di RSUP Dr. Sardjito dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Wikjosastro, H., Dkk. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
49
50