deteksi serologis toxoplasmosis pada sapi di …digilib.unila.ac.id/56470/3/skripsi tanpa bab...

48
DETEKSI SEROLOGIS TOXOPLASMOSIS PADA SAPI DI KABUPATEN PRINGSEWU MENGGUNAKAN METODE TO-MAT (Toxoplasma Modified Agglutination Test) (Skripsi) Oleh GALANG BAGASKORO FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Upload: vodieu

Post on 18-Jul-2019

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

DETEKSI SEROLOGIS TOXOPLASMOSIS PADA SAPI DI KABUPATEN

PRINGSEWU MENGGUNAKAN METODE TO-MAT

(Toxoplasma Modified Agglutination Test)

(Skripsi)

Oleh

GALANG BAGASKORO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

i

ABSTRAK

DETEKSI SEROLOGIS TOXOPLASMOSIS PADA SAPI DI KABUPATEN

PRINGSEWU MENGGUNAKAN METODE TO-MAT (Toxoplasma

Modified Agglutination Test)

Oleh

GALANG BAGASKORO

Toxoplasmosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

protozoa parasit yaitu Toxoplasma gondii. Penyakit ini memiliki penyebaran yang

luas. Hampir seluruh hewan berdarah panas dapat terinfeksi, termasuk manusia.

Kasus yang paling membahayakan yaitu apabila penyakit ini menginfeksi hewan

ternak yang bunting dan juga ibu hamil. Penularan toxoplasmosis sering terjadi

melalui infeksi dapatan (akuisita), yaitu ketika manusia memakan daging dari

hewan yang terinfeksi dan dimakan dalam keadaan setengah matang. Data terbaru

di kota Bandar Lampung dilaporkan bahwa angka prevalensi toxoplasmosis pada

sapi potong yang beredar di masyarakat mencapai angka 92.65%. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui tingkat infeksi dan prevalensi toxoplasmosis pada

ternak sapi di Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini dilakukan pada bulan

November hingga Desember 2019 di Rumah Potong Hewan (RPH) Kabupaten

Pringsewu. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode potong lintang

(cross sectional) dan menggunakan metode pemeriksaan To-MAT (Toxoplasma

ii

Modified Agglutination Test). Hasil penelitian didapatkan 95.8% (23/24) sapi

terinfeksi tingkat kronis. Tingkat akut didapatkan 33.3% (8/24) sapi terinfeksi.

Prevalensi toxoplasmosis sebesar 95.8%. Tingginya angka prevalensi

toxoplasmosis di Kabupaten Pringsewu, khususnya tingkat kronis menandakan

bahwa infeksi T. gondii telah berlangsung sejak lama. Infeksi akut menandakan

bahwa infeksi T. gondii masih terus berlangsung.

Kata kunci: toxoplasmosis, sapi, metode To-MAT (Toxoplasma Modified

Agglutination Test), infeksi.

DETEKSI SEROLOGIS TOXOPLASMOSIS PADA SAPI DI KABUPATEN

PRINGSEWU MENGGUNAKAN METODE TO-MAT

(Toxoplasma Modified Agglutination Test)

Oleh

GALANG BAGASKORO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pringsewu, pada tanggal 27 Juli 1997,

sebagai putra pertama dari pasangan Bapak Tulus Widodo

dan Ibu Sulis Widio Astuti.

Penulis memulai pendidikan pertama di Taman Kanak-Kanak K. H. Ghalib

Pringsewu dari tahun 2002 hingga tahun 2003, Sekolah Dasar di SD Negeri 1

Pringsewu Utara dari tahun 2003 hingga tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama

di SMP Negeri 3 Pringsewu dari tahun 2009 hingga tahun 2012 dan

menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Pringsewu dari tahun

2012 dan lulus pada tahun 2015. Setelah lulus di sekolah menengah atas, penulis

melanjutkan ke Perguruan Tinggi sebagai mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur

SNMPTN pada tahun 2015.

viii

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota Bidang Saintek di

dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) Fakultas MIPA pada

periode 2016-2018. Penulis juga pernah menjadi Kordinator divisi Lomba

Olimpiade Biologi Tingkat SMA Se-Provinsi Lampung pada rangkaian acara

PKSDA (Pekan Konservasi Sumber Daya Alam) ke-21. Selain itu, penulis juga

tergabung dalam organisasi Rohani Islam (RoIs) Fakultas MIPA pada periode

2016-2017 sebagai anggota Bidang Kaderisasi. Penulis melaksanakan Kerja

Praktik (KP) di Balai Veteriner Lampung pada bulan Januari 2018 dan telah

menyelesaikan Laporan Kerja Praktik dengan Judul “Uji Toxoplasmosis

menggunakan Metode To-MAT (Toxoplasma Modified Agglutination Test)

pada Serum Darah Sapi (Bos Sondaicus) Kabupaten Bengkulu Selatan di

Laboratorium Parasitologi Balai Veteriner Lampung”. Penulis juga telah

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Mulya Sari, Kecamatan

Gunung Agung, Kabupaten Tulang Bawang Barat pada bulan Juli tahun 2018.

Terakhir, penulis melaksanakan kegiatan penelitian di Laboratorium Parasitologi,

Balai Veteriner Lampung pada bulan November hingga Desember 2018.

ix

MOTTO

“Wahai manusia! sungguh janji Allah itu benar, maka janganlah

kehidupan dunia memperdaya kamu dan janganlah (setan) yang

pandai menipu, memperdaya kamu tentang Allah.” (Fathir: 5)

“Wa maa „indallahi khair. Dan sungguh, apa yang ada di sisi Allah

itu lebih baik.” (Al Qashash: 60)

“Sungguh mengagumkan keadaan seorang mukmin, semua

keadaannya membawa kebaikan untuknya, dan ini hanya ada

pada diri seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan, dia

bersyukur, maka itu baik baginya, dan jika dia ditimpa kesulitan dia

bersabar, maka itupun baik baginya.” (HR. Muslim, no 2999)

“Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai

dengan kesanggupannya.” (Al Baqarah: 286)

“Ketahuilah, bahwa statusmu kini sungguh teramat banyak orang

yang menginginkannya. Kau yang kini telah mendapatkannya

lantas malah kufur nikmat dengan bermalas-malasan dalam

menjalankannya? Mulailah berfikir.” ~penulis~

x

PERSEMBAHAN

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM...

Puji syukur kepada Allah Subhanau Wata’ala, tiada tuhan selain Allah

yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya kepadaku, serta kesehatan,

kekuatan, dan kesabaran untuk menyelesaikan skripsi ini.

Ku persembahkan karya sederhana ini...

Untuk orang tuaku yang selalu mendoakanku dalam setiap sholat dan

sujud nya kepada Allah, yang selalu memberikan semangat, yang

mengajari dan membimbingku dari hari lahirku hingga sekarang, kedua

orang tua hebat yang rela berkorban dan selalu sepenuhnya memberikan

kasih sayang terbaik kepada anaknya.

Sahabat dan saudaraku yang telah membantu, menyemangati, dan

menjadi tempat bercerita.

Guru-guru, dosen-dosen, dan pembimbingku yang selalu memberikan

arahan dan mengajariku banyak hal.

Almamater tercinta.

xi

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena atas rahmat, karunia dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu

syarat akademis menempuh pendidikan Sarjana di Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Skripsi dengan judul “Deteksi Serologi Toxoplasmosis pada Sapi di Kabupaten

Pringsewu Menggunakan Metode To-MAT (Toxoplasma Modified Agglutination

Test)” Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Suratman, M. Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA

Universitas Lampung.

3. Ibu Dr. Emantis Rosa, M. Biomed., selaku Dosen Pembimbing utama yang

senantiasa membimbing, memberikan arahan, membantu penulis dan memberi

saran yang membangun selama penyusunan skripsi.

xii

4. Ibu Gina Dania Pratami, M. Si., selaku Dosen Pembimbing kedua yang

senantiasa membimbing, memberikan kritik, menjelaskan dan memberi saran

yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi.

5. Ibu Dr. Endah Setyaningrum, M. Biomed., selaku Dosen Penguji Utama yang

senantiasa memberi masukan dan arahan, serta ide dan nasihat yang

membangun dalam proses penyelesaian skripsi.

6. Ibu Prof. Dr. Ida Farida Rivai., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staff Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Lampung yang telah memberikan ilmu, pengalaman, dan bantuannya yang

sangat berarti selama masa perkuliahan.

8. Kedua orang tuaku yang tercinta Bapak Tulus Widodo dan Ibu Sulis Widio

Astuti yang telah segenap hati memberikan dukungan, bantuan, bimbingan,

arahan, semangat air mata dan do’anya di setiap sholat dan sujudnya kepada

Allah Subhanahu wa Ta’ala.

9. Saudara-saudariku, Anggi Kurnia Lestari, Fronika, Sri Endarlina, dan lainnya

yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Mereka yang selalu mendukungku,

membantuku dan mendengarkan segala ceritaku.

10. Ibu Drh. Sulinawati., dan seluruh dokter sekaligus guru saya di Laboratorium

Parasitologi Balai Veteriner Lampung yang telah memberikan pengalaman

praktik dan bimbingannya sehingga terbentuk ide untuk penelitian ini.

11. Adryan Filly Syahputra sebagai partner selama menyelesaikan penelitian

skripsi yang penuh suka cita dan keluh kesah bersama, partner berbagi

pengetahuan dan memberikan semangat selama melaksanakan penelitian

skripsi.

xiii

12. Cahyani Intan Kesuma, yang selalu memberikan dukungan, semangat,

menjadi tempat bercerita, tempat suka dan duka selama penulisan skripsi,

yang sering membantu penulis ketika memerlukan bantuan, terimakasih untuk

semuanya.

13. Seluruh teman Biologi 2015 (Neofelis) yang telah menemani semasa

perkuliahan, berpatisipasi dalam seminarku dan membantuku.

14. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan mempermudah penulis.

15. Serta almamater tercinta Universitas Lampung.

Akhir kata, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan dan

penyusunan skripsi ini, namun besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 8 April 2019

Penulis,

Galang Bagaskoro

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL DALAM ...................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................... vi

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii

MOTTO .......................................................................................................... ix

PERSEMBAHAN ........................................................................................... x

SANWACANA ............................................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................1

B. Tujuan Penelitian .................................................................................4

C. Manfaat Penelitian ...............................................................................4

D. Kerangka Pikir .....................................................................................5

xv

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Epidemiologi Toxoplasma gondii ........................................................7

B. Etiologi T. gondii .................................................................................8

C. Klasifikasi dan Morfologi T. gondii .....................................................9

D. Siklus hidup T. gondii ........................................................................12

E. Penularan T. gondii ............................................................................13

F. Diagnosa Penyakit Toxoplasmosis ....................................................15

G. Sapi Potong ........................................................................................15

H. Deskripsi Lokasi Penelitian ...............................................................17

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................19

B. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................19

C. Cara Kerja ..........................................................................................20

D. Rancangan Penelitian .........................................................................22

E. Analisis Data ......................................................................................24

F. Diagram Alir ......................................................................................25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan ...............................................................................26

B. Pembahasan ........................................................................................29

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................................36

B. Saran ...................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Prevalensi toxoplasmosis pada sapi di beberapa wilayah Indonesia . 8

Tabel 2. Tingkat infeksi T. gondii pada sapi menggunakan dua Kit To-MAT 27

Tabel 3. Infeksi T. gondii pada sampel berdasarkan jenis sapi ........................ 28

Tabel 4. Infeksi T. gondii pada sampel berdasarkan jenis kelamin sapi .......... 28

Tabel 5. Infeksi T. gondii pada sampel berdasarkan umur sapi ....................... 29

Tabel 6. Infeksi T. gondii pada sampel berdasarkan berat badan sapi ............. 29

Tabel 7. Infeksi T. gondii pada sampel berdasarkan jenis dan kelamin sapi ... 43

Tabel 8. Infeksi T. gondii pada sampel berdasarkan umur dan berat badan .... 44

Tabel 9. Dokumentasi prosedur penelitian....................................................... 46

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Stadium Ookista ............................................................................ 10

Gambar 2. Stadium Takizoite .......................................................................... 11

Gambar 3. Stadium Bradyzoite ....................................................................... 11

Gambar 4. Siklus hidup T. gondii ................................................................... 12

Gambar 5. Cara penularan Toxoplasma gondii ............................................... 14

Gambar 6. Hasil perbandingan uji To-MAT Kit biru dan merah ................... 23

Gambar 7. Prosedur penelitian ........................................................................ 26

Gambar 8. Hasil uji toxoplasmosis dengan To-MAT merah pada microplate 45

Gambar 9. Hasil uji toxoplasmosis dengan To-MAT biru pada microplate .... 45

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh

infeksi Toxoplasma gondii, infeksinya dapat terjadi dalam waktu yang

lama. Hospes definitif dari T. gondii adalah kucing dan hospes

perantaranya adalah spesies berdarah hangat, termasuk manusia, mamalia

dan kelompok unggas (Gebremedhin et al., 2014).

T. gondii akan sangat berbahaya saat menginfeksi hewan yang sedang

bunting dan pada ibu yang sedang hamil. Apabila menginfeksi ibu hamil

pada trimester ketiga, dapat menyebabkan janin terlahir dengan kelainan

seperti hidrosefalus, epilepsi dan tuli (Soeharsono, 2002).

Toxoplasmosis berdampak pada keguguran dan kematian perinatal pada

embrio atau anak sapi yang baru lahir, diantaranya kematian fetus apabila

terinfeksi diawal kebuntingan. Apabila terinfeksi pada pertengahan

kebuntingan maka akan terjadi abortus dan mumifikasi, dan apabila fetus

tetap bertahan pada uterus maka hal yang terjadi bayi sapi yang lahir akan

mengalami prematur, ketika dewasa dapat mengalami kesulitan untuk

bunting atau infertil (Asgari et al., 2010).

2

Pada manusia, infeksi T. gondii dapat terjadi secara kongenital

(Congenital toxoplasmosis) dan secara akuisita (Acquired toxoplasmosis).

Namun penularan toxoplasmosis ini lebih sering terjadi melalui infeksi

langsung, yaitu ketika manusia memakan daging dari hewan yang

terinfeksi (mengandung kista) dan dimakan dalam keadaan setengah

matang atau belum matang sempurna (Levine, 1990).

Daging yang biasanya dikonsumsi adalah daging sapi, kambing, domba,

kerbau, babi, kelinci dan beberapa jenis unggas seperti ayam dan lain-lain.

Makanan yang dimakan biasanya dalam bentuk steak, sate, beef bulgogi,

dan jenis makanan lain yang dimasak tidak matang sempurna

(Gandahusada, 2006).

Daging sapi menjadi salah satu bahan pangan yang paling digemari oleh

masyarakat Indonesia, sekaligus merupakan pasokan daging merah

terbesar, diikuti oleh daging kambing. Berdasarkan data Badan Pusat

Statistik (2017) diketahui bahwa produksi daging sapi di Provinsi

Lampung yaitu sebesar 13.150 ton. Produksi ini lebih tinggi dibandingkan

dengan beberapa provinsi lainnya di Sumatera, seperti Jambi (4.479 ton),

Bengkulu (3.400 ton), dan Aceh (10.714 ton).

Menurut laporan Dinas Peternakan dan Perkebunan Provinsi Lampung,

hingga bulan Oktober (2017) Lampung bersama dengan Jawa Tengah,

Kalimatan Utara, Jawa Timur, dan Yogyakarta berada dalam lima besar

3

nasional capaian sapi wajib bunting serta merupakan lumbung ternak

nasional, dengan capaian Inseminasi Buatan (IB) sebanyak 148.533 ekor

akseptor (77.8%), Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) mencapai 44.821 ekor

akseptor (29,5%), kelahiran anak sapi 9.880 ekor (6,5%), dan gangguan

reproduksi tercatat 3.548 ekor akseptor (41,7%). Kemudian tercatat total

populasi sapi di Provinsi Lampung tahun 2017 sebanyak 685.802 ekor.

Pada tahun yang sama, total populasi ini lebih tinggi dibandingkan

Provinsi lain, seperti Jambi (156.501 ekor), Bengkulu (134.554 ekor), dan

Aceh (627.629 ekor).

Subekti (2008) menemukan angka prevalensi toxoplasmosis pada sapi

potong ditiga kota di Indonesia, yaitu Garut, Lembang, dan Sukabumi,

masing-masing sebesar 62%, 53.68%, dan 74%. Pohan (2014)

menyatakan bahwa di Indonesia angka prevalensi pada kucing sebesar

35%, anjing 75%, sapi 36.4%, babi 11-36%, kambing 11-61%, dan ternak

lain 10%. Di Bandar Lampung, berdasarkan penelitian Wulandari (2017)

didapatkan hasil prevalensi toxoplasmosis pada sapi potong sebesar

92.65%.

Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi

Lampung yang memiliki potensi sebagai pemasok daging sapi di

Lampung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013 A), total populasi

sapi potong di Kabupaten Pringsewu mencapai 11.124 ekor. Lebih tinggi

dibandingkan dengan Kabupaten Tanggamus sebesar 4.354 ekor.

4

Melihat data yang telah disampaikan bahwa produksi daging sapi di

Provinsi Lampung memiliki angka yang cukup tinggi jika dibandingkan

dengan beberapa Provinsi lain, serta adanya beberapa olahan makanan dari

daging sapi yang memiliki potensi penyebaran penyakit ini, maka potensi

bagi hewan dan manusia untuk terinfeksi T. gondii semakin tinggi.

Kemudian mengingat belum adanya laporan angka prevalensi dan tingkat

penyebaran penyakit ini di Kabupaten Pringsewu, maka studi pemeriksaan

toxoplasmosis ini perlu dilakukan. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode To-MAT (Toxoplasma Modified

Agglutination Test).

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat infeksi toxoplasmosis pada ternak sapi di

Kabupaten Pringsewu.

2. Mengetahui prevalensi toxoplasmosis pada ternak sapi di Kabupaten

Pringsewu yang diuji dengan metode To-MAT (Toxoplasma Modified

Agglutination Test).

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada

masyarakat tentang bahaya dan penyebaran toxoplasmosis di

Kabupaten Pringsewu.

5

2. Penelitian ini juga dapat digunakan oleh peternak agar dapat lebih

memerhatikan kesehatan dan lingkungan ternaknya, sehingga dapat

diminimalisir penyebarannya.

D. Kerangka Pikir

Toxoplasma gondii merupakan protozoa parasit yang bersifat zoonosis.

Infeksi dari parasit ini sering tidak disadari karena sulit dideteksi. Penyakit

ini hanya dapat diketahui secara spesifik melalui pemeriksaan

laboratorium. Kejadian toxoplasmosis di Indonesia masih belum terlalu

diperhatikan. Di Indonesia sendiri kasus toxoplasmosis sudah mulai

menyebar ke berbagai provinsi dan kota. Jika dibandingkan dengan

prevalensi toxoplasmosis sapi potong di Sumatera Utara (36.4%), Garut

(62%), Lembang (53%), sapi potong di kota Bandar Lampung memiliki

angka yang tinggi, yaitu mencapai 92.65%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) (2017) diketahui produksi

daging sapi di Provinsi Lampung cukup tinggi, yaitu sebesar 13.150 ton.

Produksi ini lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa provinsi, seperti

Jambi (4.479 ton), Bengkulu (3.400 ton), dan Aceh (10.714 ton).

Pringsewu merupakan salah kabupaten yang terletak di Provinsi Lampung.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) (2013), Kabupaten

Pringsewu memiliki jumlah ternak sapi sebesar 11.124 ekor. Jumlah ini

lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Tanggamus sebesar 4.354

6

ekor. Semakin besar populasi ternak sapi di Provinsi Lampung maka

semakin rentan terhadap serangan dari protozoa parasit ini.

Mengingat belum adanya laporan tentang angka prevalensi toxoplasmosis

di Kabupaten Pringsewu, maka studi pemeriksaan ini dirasa perlu

dilakukan guna memberikan pengetahuan kepada masyarakat dan peternak

di Pringsewu khususnya agar dapat menjaga kesehatan ternak dan

lingkungannya sehingga penyebaran toxoplasmosis dapat diminimalisir

pada ternak sapi dan juga pada manusia. Penelitian ini menggunakan

metode To-MAT (Toxoplasma Modified Agglutination Test) selama proses

pengujiannya. Metode ini dipilih dikarenakan mudah digunakan untuk

pengujian sampel dengan jumlah banyak dan memiliki tingkat keakuratan

yang tinggi, tervalidasi tingkat akurasinya sebesar 94,89%, spesifitas

86,26%, dan sensitivitas 98,55%.

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Epidemiologi Toxoplasma gondii

Toxoplasma gondii merupakan protozoa parasit yang memiliki cakupan

penyebaran penyakit yang sangat luas. Manusia dan semua jenis mamalia

dapat mentransmisikan toxoplasmosis secara transplasental. Ookista,

takizoit, dan bradizoit dapat menjadi agen infektif. Sumber infeksi

bervariasi, mulai dari kontaminasi langsung, penanganan kotoran kucing,

hingga konsumsi daging atau susu mentah yang tidak dimasak dengan baik.

Toxoplasmosis klinis jarang terjadi, dan infeksi umumnya tidak memiliki

gejala. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat patologi yaitu usia

rumah inang (Host), semakin tua inang maka semakin tahan terhadap

penyakit; kerentanan alami dari Host; dan tingkat kekebalan yang diperoleh

dari Host (Bogitsh et al., 2013).

Penyebaran parasit T. gondii di Indonesia sudah hampir merata di seluruh

pulau. T. gondii menginfeksi sel berinti seperti sel sperma, sel telur, sel

darah putih, dan sel saraf (Artama dkk., 2015).

8

Prevalensi toxoplasmosis beberapa hewan di Indonesia dilaporkan pada

kucing sebesar 35%, anjing 75%, sapi 36.4%, babi 11-36%, kambing 11-

61%, dan ternak lain 10% (Pohan, 2014). Prevalensi toxoplasmosis pada

sapi di tiga kota di Indonesia, yaitu Garut, Lembang, dan Sukabumi,

masing-masing sebesar 62%, 53.68%, dan 74% (Subekti, 2008).

Sedangkan di Bandar Lampung pada tahun 2017 didapatkan hasil

prevalensi toxoplasmosis pada sapi potong sebesar 92,65% (Wulandari,

2017). Laporan diatas dapat dirangkum dan dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Prevalensi Toxoplasmosis Pada Sapi di Beberapa Wilayah

Indonesia.

No. Wilayah Prevalensi Tahun Sumber

1 Sumatera Utara 36,4% 2004 Subekti (2004)

2 Garut 62% 2008 Subekti (2008)

3 Lembang 53.68% 2008 Subekti (2008)

4 Sukabumi 74% 2008 Subekti (2008)

5 Bandar Lampung 92,65% 2017 Wulandari (2017)

B. Etiologi T. gondii

T. gondii awalnya ditemukan pada tahun 1908 pada tikus gurun

(Ctenodactylus gondii) di Afrika oleh Nicolle dan Mabceaux. Parasit yang

membahayakan ini diperkirakan menginfeksi 50% dari total populasi

manusia di Amerika Serikat (Roghman et al., 1999).

9

Cara terinfeksi yang paling utama adalah dengan menelan daging yang

kurang matang, terutama daging sapi, babi, domba, atau melalui kontak

dengan kucing liar maupun domestik. Setiap kucing dapat membawa tahap

infektif dari parasit ini, baik kucing yang terawat dengan baik atau pun

tidak. Lalat dan kecoa juga telah terlibat sebagai pembawa tahap infektif

dari kotoran kucing ke makanan (Bogitsh et al., 2013).

C. Klasifikasi dan Morfologi T. gondii

Menurut Levine (1990), klasifikasi Toxoplasma gondii adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Protozoa

Phylum : Apicomplexa

Class : Sporozoasida

Ordo : Eucoccidiorida

Family : Sarcocystidae

Genus : Toxoplasma

Species : Toxoplasma gondii

Terdapat dua bentuk infektif pada manusia, yaitu takizoit dan ookista.

Bentuk morfologi ookista yaitu bulat cenderung ke oval dengan ukuran

panjangnya 10-15 µm dengan lebar 8-12 µm. T. gondii pada stadium kista

memiliki ukuran 10-100 µm. Stadium ookista parasit ini berjumlah ribuan

dan berisi dua sporokista, masing-masing berisi empat sporozoit.

10

Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Sporokista memiliki ukuran 8,5

x 6 µm dan sporozoit berukuran 8 x 2 µm (Ballweber, 2001).

Gambar 1. Stadium Ookista (Perbesaran 1000x) (Iskandar, 2008).

Bentuk morfologi takizoit yaitu mirip seperti sabit dan aktif

bereplikasi dengan ukuran panjang sekitar 3-7 µm dan lebar sekitar

2-4 µm. Salah satu ujung takizoit berbentuk lebih bulat dibandingkan

dengan ujung yang lain. Nukleus pada takizoit terletak sentral, yang

dikelilingi oleh membran sel (Iskandar, 2008). Bentuk morfologi

takizoit dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.

11

Gambar 2. Stadium Takizoite (South Carolina Department of Natural

Resources, 2015)

Takizoit ini kemudian berubah menjadi stadium kista yang

mengandung bradizoit, yaitu suatu fase dimana terjadi pembelahan

secara perlahan. Stadium bradizoit dalam kista ini biasanya ditemukan

pada infeksi kronis (menahun/laten) (Pohan, 2014). Fase bradizoit

tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Stadium Bradyzoite (Zimmer, 2014).

12

D. Siklus Hidup T. gondii

Siklus hidup T. gondii adalah aseksual dan seksual. Siklus hidup seksual

parasit ini hanya terjadi melalui famili Felidae, yaitu sebagai inang

definitif. Siklus hidup parasit T. gondii ini dapat dilihat lebih jelas pada

Gambar 4. Parasit ini terdapat pada jaringan epitel usus halus kucing.

Famili Felidae adalah satu-satunya hewan yang dapat menghasilkan

ookista, dan akan dikeluarkan dalam jumlah banyak melalui feses inang

definitif yang telah terinfeksi T. gondii selama dua minggu.

Gambar 4. Siklus hidup T. gondii (Esch and Christine, 2013).

T. gondii dapat menyerang berbagai macam sel jaringan termasuk otot,

getah bening nodus, dan epitel usus. Siklus T. gondii melalui daur aseksual

dimulai di dalam usus kecil kucing. Sporozoit akan menembus sel epitel

dan tumbuh menjadi trofozoit. Kemudian, inti trofozoit membelah menjadi

banyak membentuk skizon. Skizon yang matang kemudian pecah dan

13

menghasilkan banyak merozoit (skizogoni). Kemudian akan dilanjutkan

dengan daur seksual. Merozoit akan masuk ke dalam sel epitel dan

terbentuk makrogametosit dan mikrogametosit yang akan berkembang

menjadi makrogamet dan mikrogamet (gametogoni). Kemudian

terbentuklah ookista, yang akan dikeluarkan bersama feses kucing.

Ookista di lingkungan akan matang membentuk dua sporokista yang setiap

sporokistanya mengandung empat sporozoit (sporogoni). Bila ookista

tertelan oleh hewan ternak misalnya sapi, maka ookista masuk ke dalam

fase berikutnya di dalam tubuh hospes perantara. Di dalam tubuh hospes

perantara akan terbentuk takizoit melalui daur aseksual. Takizoit akan

membelah membentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam

kista dapat ditemukan pada infeksi kronis (Krahenbuhl and Remington,

1982).

Ookista yang akan menginfeksi adalah ookista berspora yang ada pada

feses ataupun yang telah mengkontaminasi tanah, air, dan tumbuhan dalam

waktu satu sampai lima hari (Esch and Christine, 2013).

E. Penularan Toxoplasma gondii

Penularan penyakit ini sangat mudah terjadi, terlebih penyakit ini

merupakan penyakit zoonosis. Di Indonesia, penularan penyakit ini paling

berpotensi terjadi melalui kebiasaan mengkonsumsi daging hewan ternak

yang dimasak kurang matang, terkadang berasal dari sayuran yang dicuci

14

kurang bersih dan tidak dimasak, dan melalui kontak secara langsung

dengan feses kucing. Untuk melihat fase penularan toxoplasmosis ini dapat

dilihat lebih jelas pada Gambar 5. Pada hewan ternak, penularan dapat

terjadi melalui aktivitas memakan rumput yang terkontaminasi feses kucing

dan terdapat ookista didalamnya (Lopes et al., 2013).

Infeksi parasit ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi peternak, hal ini

karena anak sapi akan mengalami abortus atau lahir dengan kecacatan dan

berakhir dengan kematian (Dubey et al., 1998).

Gambar 5. Cara penularan T. gondii (Esch and Christine, 2013).

15

F. Diagnosa Penyakit Toxoplasmosis

Pada umumnya, jenis uji serologis yang sering digunakan yaitu Dye test

Sabin Feldmen, reaksi Fluorescent antibodi, indirect Hemaglutination

Test, Toxoplasma Modified Agglutination Test (To-MAT), dan ELISA

(Hiswani, 2005).

Uji serologis metode To-MAT mudah digunakan untuk banyak sampel dan

hasilnya memiliki tingkat keakuratan yang tinggi, tervalidasi akurasinya

sebesar 94,89%, spesifitas 86,26%, dan sensitivitas 98,55% (Balai

Veteriner Lampung, 2016 A).

Diagnosa menggunakan uji To-MAT ini didasarkan pada reaksi antara

antigen Toxoplasma gondii dengan antibodi serum yang terinfeksi. Protein

GRA yang terdapat pada T. gondii digunakannya untuk menginfeksi inang.

Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan takizoit

(infeksi akut) didalam darah inang (serum) (Artama dkk., 2004).

G. Sapi Potong

Sapi potong adalah sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

pemasok atau sumber daging merah, sering disebut juga sebagai sapi

pedaging (Santoso, 1995). Menurut Blakely and Blade (1992), klasifikasi

sapi potong adalah sebagai berikut:

16

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mamalia

Ordo : Artiodactyla

Sub Ordo : Ruminansia

Family : Bovidae

Genus : Bos (cattle)

Species : Bos indicus, Bos taurus, Bos sondaicus.

Jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia dan biasa dikonsumsi saat ini

adalah sapi yang berasal dari Indonesia, masing-masing memiliki

karakterisktik yang khas. Sapi-sapi di Indonesia yang sering dijadikan

sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole (PO),

dan sapi Madura (Hardjosubroto, 1994; BPTP Kalimantan Selatan, 2010).

a) Sapi Bali

Memiliki ciri berwarna merah dengan warna putih di bagian kakinya

dari lutut ke bawah dan pantat. Bagian punggung bergaris berwarna

hitam. Sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada tempat tinggal yang

baru. Berat badan sapi Bali rata-rata mencapai 300-400 kg.

Pertumbuhan sapi Bali tergolong lambat.

b) Sapi Ongole

Memiliki ciri berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian

tubuh yang lain. Sapi Ongole memiliki gelambir dan punuk serta

17

bertanduk namun pendek hampir tidak terlihat. Memiliki kemampuan

adaptasi yang baik juga seperti sapi Bali.

c) Sapi Madura

Memiliki ciri berwarna kuning hingga merah bata,terdapat warna putih

pada moncong, ekor, dan kaki bawah. Sapi Madura memiliki

keunggulan yaitu tahan terhadap kualitas pakan yang tergolong rendah.

d) Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi PO merupakan hasil persilangan antara sapi Ongole dengan sapi

Madura. Sapi PO memiliki ciri yang sama dengan sapi Ongole, hanya

saja kemampuan bereproduksinya yang lebih rendah.

H. Deskripsi Lokasi Penelitian

Provinsi Lampung memiliki jumlah sapi potong yang cukup tinggi, dan

terdapat banyak rumah potong hewan dan tempat penggemukan ternak di

berbagai kota. Tahun 2016 tercatat angka populasi sapi potong di provinsi

Lampung sebanyak 660.745 ekor. Kemudian total pemotongan sapi tercatat

sebanyak 43.631 (Ditjennak, 2016).

Kabupaten Pringsewu memiliki luas wilayah daratan 625.1 km2 atau

62.510 ha, hampir seluruhnya adalah daratan. Kabupaten Pringsewu

merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang dapat menjadi

lumbung ternak dan tempat pengembangan peternakan sapi potong yang

berpotensi untuk menyuplai daging sapi potong di Provinsi Lampung.

18

Hal ini didukung oleh kondisi topografi dan iklim yang mendukung.

Kabupaten Pringsewu memiliki rata-rata curah hujan sebesar 161,8

mm/bulan. Suhu lingkungan berkisar antara 22,9oC - 32,4

oC. Sedangkan

rata-rata kelembaban relatif antara 56,8% - 93,1% (Badan Pusat Statistik,

2013 B). Santosa (2005) menyatakan bahwa, suhu ideal untuk

pengembangan sapi potong adalah 10oC – 27

oC dengan kelembaban 60 -

80%. Hal ini menunjukkan bahwa kabupaten Pringsewu memiliki kondisi

yang baik sebagai peternakan dan pengembangan sapi potong. Berdasarkan

data dari Badan Pusat Statistik (2013 A), total populasi sapi potong di

Kabupaten Pringsewu mencapai 11.124 ekor.

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November - Desember 2018.

Pengambilan sampel darah dilakukan di Rumah Potong Hewan

(RPH) yang terletak di Desa Podomoro, Kabupaten Pringsewu.

Pemeriksaan dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Parasitologi Balai Veteriner Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung

venoject, holder, needle, microtube untuk penyimpanan serum,

sentrifuge untuk memisahkan serum dengan plasma darah (max.

15.000 rpm), multichanel pippette 0,2-2 µl dan 50 µl, tip-

micropippette, microtiter plat (96 well U bottomed) sebagai tempat

peletakan serum uji, refrigerator (2oC-8

oC) untuk menginkubasi

serum uji, microplate mirror untuk membantu proses pembacaan

hasil, vortex mixer, aluminium foil, sarung tangan.

20

2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan adalah serum darah sapi, PBS

(Phosphat Buffer Saline), kit To-MAT merah atau biru, serta serum

kontrol positif dan kontrol negatif dari Laboratorium Balai Veteriner

Lampung.

C. Cara Kerja

1. Prosedur Pengambilan Sampel

1) Pengambilan darah sapi dilakukan melalui Vena Jugularis di bagian

leher menggunakan venoject, holder, dan needle.

2) Sampel darah dimasukkan ke dalam venoject 5 ml dan dibawa ke

Laboratorium Parasitologi Balai Vetriner Lampung untuk diujikan.

2. Prosedur Uji Laboratorium

Uji laboratorik sampel pada penelitian ini menggunakan metode To-

MAT (Toxoplasma Modified Agglutination Test). Prosedur uji To-MAT

adalah sebagai berikut:

1) Serum darah sapi dipisahkan dengan cara disentrifugasi selama 10

menit dengan kecepatan 13000 rpm.

2) Serum diencerkan menggunakan PBS dengan perbandingan 1:20

yaitu 4 µl serum dalam 80 µl PBS. Proses pengenceran atau

homogenisasi ini dibantu menggunakan alat vortex mixer.

3) Dimasukkan 25 µl suspensi To-MAT (merah dan biru) dan serum

pada setiap lubang microplate.

21

4) Setiap serum dan PBS di lubang microplate dihomogenisasi

menggunakan micropipette.

5) Lempeng microplate kemudian dibungkus dengan aluminium foil.

6) Selanjutnya diinkubasi pada refrigerator (2oC-8

oC) selama 24 jam.

7) Setelah diinkubasi, dilakukan pembacaan hasil berdasarkan

aglutinasi pada sampel dan sebagai pembanding disediakan serum

kontrol. Hasil yang didapat dibaca secara visual, untuk

memudahkan proses pembacaan agar tampak lebih jelas maka

digunakan alat microplate mirror.

Prinsip uji toxoplasmosis menggunakan metode To-MAT berdasarkan

prosedur Balai Besar Penelitian Veteriner Lampung adalah sebagai

berikut:

1. Serum darah dapat dikatakan positif toxoplasmosis apabila serum

mengalami aglutinasi dan terlihat keruh. Aglutinasi terjadi

dikarenakan serum yang positif toxoplasmosis mengandung antibodi

spesifik terhadap Toxoplasma gondii, sehingga takizoit T. gondii

dapat membentuk ikatan dengan serum.

2. Serum darah dapat dikatakan negatif toxoplasmosis apabila serum

tidak mengalami aglutinasi, melainkan terbentuk cincin dengan

pinggiran jernih. Hal ini dikarenakan serum yang negatif

toxoplasmosis tidak mengandung antibodi spesifik terhadap

Toxoplasma gondii, sehingga tidak terbentuk ikatan dengan serum.

22

Untuk melihat perbandingan hasil uji positif dan negatif toxoplasmosis

metode To-MAT, dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil perbandingan uji To-MAT Kit biru dan merah (Balai

Veteriner Lampung, 2016 B)

Keterangan:

A. Warna merah menandakan infeksi toxoplasmosis tingkat kronis.

1) Positif terinfeksi toxoplasmosis tingkat kronis.

2) Negatif terinfeksi toxoplasmosis tingkat kronis.

B. Warna biru menandakan infeksi toxoplasmosis tingkat akut.

1) Positif terinfeksi toxoplasmosis tingkat akut.

2) Negatif terinfeksi toxoplasmosis tingkat akut.

D. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif-observasional dengan metode cross

sectional (potong lintang) dengan cara mengumpulkan data, kemudian

dilakukan pemeriksaan laboratorik dalam satu waktu/periode. Hasil

yang didapatkan disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan secara

deskriptif. Rancangan penelitian ini digunakan untuk memperoleh data

secara jelas terhadap sampel yang terinfeksi dan tidak terinfeksi

1 2 1 2

23

(Notoatmodjo, 2010). Setiap sampel dilakukan pemeriksaan dengan dua

kit To-MAT, yaitu Kit berwarna biru dan merah. To-MAT biru

digunakan untuk mendeteksi infeksi Toxoplasma gondii dalam waktu

awal, yaitu infeksi kurang dari dua minggu (akut). Kit To-MAT merah

digunakan untuk mendeteksi infeksi Toxoplasma gondii dalam waktu

lama, infeksi lebih dari dua minggu (akut dan kronis). Untuk

menentukan jumlah sampel, maka dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

n = Za2PQ

d2

Keterangan:

n = Jumlah sampel

(deviasi baku alfa) = 1,64

= Proporsi penyakit

= ( 1 - P )

= Penyimpangan yang ditoleransi (ketepatan absolut) = 0,10

Nilai P (Proporsi penyakit) ditentukan berdasarkan pada nilai

prevalensi terbaru dan lokasi terdekat dari daerah penelitian yang

dilakukan. Berdasarkan data terbaru dan lokasi terdekat dari Kabupaten

Pringsewu yaitu terdapat di kota Bandar Lampung, dengan nilai

prevalensi sebesar 92.65% dari 68 sampel (Wulandari, 2017). Sehingga

didapatkan nilai P sebesar 92.65%.

24

Sehingga:

n = (1.64)2 . P . (1 – P )

(0.1)2

(2.6896) (0.926) (1 - 0.926)

(0.1)2

(2.6896) (0.926) (0.074)

0.01 = 18

Dari peritungan dengan menggunakan rumusan diatas, maka didapatkan

bahwa sampel penelitian sebanyak 18 sampel, namun untuk

mengantisipasi terjadinya kerusakan sampel maka total yang di ambil

adalah 24 sampel.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel dengan metode

To-MAT ini dapat ditentukan positif atau negatifnya serta tingkat

infeksinya dengan melihat ada tidaknya aglutinasi (penggumpalan)

antara serum darah dengan kit To-MAT biru dan merah. Hasil

pengujian disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan secara

deskriptif (Riyanto, 2011).

Data yang didapatkan dalam bentuk kualitatif, yaitu dapat dibedakan

tingkat infeksi kronis atau infeksi akut pada sampel. Dari data tersebut

dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai prevalensi.

25

Nilai prevalensi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

F. Diagram Alir Penelitian

Berdasarkan prosedur penelitian, maka dapat dibuat diagram alir seperti

pada Gambar 7.

Gambar 7. Prosedur penelitian

Seronegatif

Seropositif Pembacaan hasil dengan kontrol

sebagai pembanding dibantu alat

microplate mirror

Pemisahan serum dan darah dengan cara didiamkan selama 24 jam

atau dengan sentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama 10

menit di Lab Parasitologi Balai Veteriner Lampung

Mengencerkan serum dengan PBS perbandingan 1:20 (4 µl : 80 µl)

Pengambilan sampel darah

Memasukkan 25 µl suspensi To-MAT (red atau blue) dan serum

pada masing-masing lubang microplate dan dihomogensi

perlahan dengan micropipette

Analisis data

Menginkubasi lempeng microplate di

dalam refrigrator (4oC-8

oC) selama 24 jam

Homogensi dengan vortex mixer

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat dua macam tingkat infeksi, yaitu kronis dan akut. Infeksi tingkat

kronis sebesar 95.8% (23/24). Infeksi tingkat akut sebesar 33.3% (8/24).

Sebesar 33.3% (8/24) terinfeksi T. gondii tingkat keduanya. Sebesar

4.16% (1/24) tidak terinfeksi T. gondii tingkat keduanya.

2. Prevalensi toxoplasmosis pada ternak sapi di Kabupaten Pringsewu yang

diuji dengan metode To-MAT (Toxoplasma Modified Agglutination Test)

sebesar 95.8%.

B. Saran

1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi para peternak agar dapat

lebih memahami dan memerhatikan kesehatan hewan ternaknya sehingga

penyakit zoonosis ini dapat diminmalisir penyebarannya.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dapat melakukan penelitian

lanjutan terkait toxoplasmosis dengan metode yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Artama, W.T., Annisa R., Barandi, S.W., Mahardika, A.W., dan Sujono. 2015. Pemetaan

Penyakit Zoonotik Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan

Pendekatan One Health) [Prosiding Seminar Ilmiah PBBMI 2015]. Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 1-4.

Artama, W.T., Subekti D.T., Iskandar T. 2004. Perkembangan kasus dan teknologi diagnosis

toksoplasmosis. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. 253–264.

Asgari Q., Jamshid S., Mohsen K., Seyed J.A.S., Mohammad H.M., and Bahador S. 2010.

Molecular Survey of Toxoplasma Infection in Sheep and Goat From Fars Province,

Southern Iran. Trop Anim Health Prod 43: 389-392.

Badan Pusat Statistik, 2013 A. Populasi Ternak yang Dipelihara oleh Rumah Tangga Usaha

Peternakan Sesuai Jenis Ternak yang Diusahakan Menurut Wilayah dan Jenis Ternak.

https://st2013.bps.go.id. Diakses tanggal 17 September 2018, pukul 14.25 WIB.

Badan Pusat Statistik. 2013 B. BPS Kabupaten Pringsewu. Pringsewu.

https://www.bps.go.id. Diakses tanggal 17 Oktober 2018, pukul 16.50 WIB.

Badan Pusat Statistik, 2017. Produksi Daging Sapi menurut Provinsi dalam ton.

https://www.bps.go.id. Diakses tanggal 19 Oktober 2018, pukul 05.50 WIB.

Balai Veteriner Lampung, 2016 A. Launching Kit Aglutinasi Toxoplasma. Kementrian

Pertanian. Jakarta.

Balai Veteriner Lampung. 2016 B. User Manual for Agglutination Antibody Detection For

Toxoplasmosis. Kementrian Pertanian Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan

Hewan. Bandar Lampung.

Ballweber, L.R. 2001. Veterinary Parasitology. Butterworth Heinemann. Elsevier. 202-205.

Bekele, T. and Kasali, O.B. Toxoplasmosis in sheep, goats, and cattle in Central Ethiopia.

Veterinerian. Res. Commun., 1989; 1(3): 371-72.

38

Blakely, J. and Blade, D.H. 1992. Pengantar Ilmu Peternakan. Penerjemah: B. Srigandono.

Cet. Ke-2, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

BPTP Kalimantan Selatan. 2010. Budidaya Sapi Potong. Hamdan. A., Rohaeni. Kalimantan

Selatan.

Bogitsh, Clint E. and Thomas N. 2013. Blood Flukes. Human Parasitology 4th

edition. United

States of America: Elsevier Saunders.

Desmonts, G. and Remington. 1980. Direct Agglutination Test for The Diagnosis of

Toxoplasma Infection; Methods for Increasing Sensitivity And Specifity. Jurnal

Chin. Microbiology. 1(1): 562-64.

Dinas Peternakan dan Perkebunan Provinsi Lampung, 2017.

http://lampungtribunnews.com/2017/10/09/provinsi-lampung-lima-besar-nasional-

capaian-sapi-wajib-bunting. Diakses tanggal 21 September 2018, pukul 15.50 WIB.

Ditjennak, 2016. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Republik Indonesia. Jakarta.

Dubey, J.P., Lindsay D.S., and Speer C.A. 1998. Structures of Toxoplasma gondii

Tachyzoites, Bradhyzoites, and Sporozoites and Biology and Development of Tissue

Cysts. CMR 11 (2):267-299.

Dubey, J.P. 2010. Toxoplasmosis of Animal and Humans, Second Edition. CRC Press Taylor

and Francis Group. New York. 181-199.

Elfahal, A.M., Elhassan, and Abdelrahim M. El Hussein. 2013. Seroprevalence of

Toxoplasma gondii in Dairy Cattle with Reproductive Problem in Sudan. ISRN

Veterinary Science. Sudan.

Esch, K.J and Christine A.P. 2013. Transmission and Epidemiology of Zoonotic Protozoal

Desease of Companion Animal. America: Departement of Veterinary Pathology

Clinic Microbiol Vetrinary Medicine (Journal ASM ORG). 59-61.

Fajardo, H.V, Sthefane D’avila, and Maria Regina Reis Amendoeria. 2013. Seroprevalence

and Risk Factor for Toxoplasmosis in Cattle From Extensive And Semi-Intensive

Maintenance System in Zona Da Mata, The State of Minas Gerais, South Brazil.

BioMed Central Ltd.

Gandahusada, 2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Gebremedhin E.Z, Abdurahaman M, Tessema T.S, Tilahun G, Cox E, Goddeeris B, et al.

2014. Isolation and Genotyping of Viable Toxoplasma gondii from Sheep and Goats

in Ethiopia Destined for Human Consumption. Parasites & Vectors. 7(425): 1-8.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi pemuliaan ternak di lapangan. Gramedia. Jakarta.

39

Hiswani. 2005. Toxoplasmosis Penyakit Yang Perlu Diwaspadai Oleh Ibu Hamil. Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Iskandar T. 2008. Penyakit Toksoplasmosis pada Kambing dan Domba di Jawa.

Wartazoa. 18(3): 157-66.

Krahenbuhl, J., and Remington J.S. 1982. The Immunology of Toxoplasma and

Toxoplasmosis. Second edition. Oxford: Blackwell Scientific Publications.

Levine N.d. 1990. Buku Diktat Parasitologi Veteriner. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Press.

Lopes, A.P., Dubey, J.P., Francisco N., Alcina R., Tania M., Manuela R., and Luis C. 2013.

Seroprevalence of Toxoplasma gondii Infection in Cattle, Sheep, Goats, and Pigs

from The North of Portugal for Human Consumption. Veterinary Parasitology.

ELSEVIER. 193(2) 266-269.

Mardiyah. 2016. https://m.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/10/04/oei2at384-sapi-

inseminasi-buatan-rentan-penyakit. Diakses pada 11 Maret 2019, pukul 05.20 WIB.

Nematollahi A, Moghddam G. 2008. Survey of Seroprevalence of anti-Toxoplasma gondii

Antibodies in Cattle in Tabriz (Iran) by IFAT. American Journal of Animal and

Veterinary Sciences. 3(1): 40-42.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pohan, T.H. 2014. Buku Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Edisi ke-3. Jakarta Pusat. Hlm 624.

Roghmann M.C, Faulkner C.T, Lefkowitz A, Patton S, Zimmermann J, Morris J.R. 1999.

Decreased seroprevalence for Toxoplasma gondii in sevent day Adventists in

Maryland. Jam Trop Med Hyg. 60(5):790-792.

Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. 28-

103.

Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi Potong. Cetakan I. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi Potong. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Subekti, D.T., Artama W.T, Iskandar T. 2004. Perkembangan kasus dan teknologi diagnosis

toksoplasmosis. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis, 253–264.

Subekti, D.T, 2008. Tinjauan terhadap Toxoplasmosis dan resikonya pada manusia.

Prosiding KIVNAS X PDHI tanggal 19-22 Agustus; Bogor. Indonesia.

Soeharsono, 2002. Zoonis Penyakit Menular dan Hewan ke Manusia. Yogyakarta (ID):

Kanisius.

40

South Carolina Department of Natural Resources, 2015. Venison is not only Source of

Toxoplasmosis Parasite. South Carolina: Article From DNS news.

Tarmudji. 2003. Beberapa Penyakit Penting pada Kerbau di Indonesia.

Wartazoa. 13(4): 168.

Vanimisetti, H.B. 2003. Genetics of Resistance to Haemonchus Infection Sheep. [Thesis].

Virginia Polythecnic Institute. Blacksburg, Virginia.

Wulandari, R. 2017. Seroprevalensi Toxoplasma gondii Pada Hewan Ternak Sapi di Bandar

Lampung [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Zaki, M. 1995. Seroprevalence of Toxoplasma gondii in Domestic animals in Pakistan.

Mikrobiology Department. Aga Khan University Medical School. Karachi. 4-5.

Zimmer, C. 2014. Parasites Practicing Mind Control. New York: Article of Science.