deteksi diabetes pada anak

42
Deteksi Diabetes Pada Anak Posted by Penyakit Diabetes Orangtua harus jeli dalam melihat tanda dan gejala penyakit yang terjadi pada anaknya. Untuk penyakit diabetes , orangtua harus melihat gejala yang misalnya sering minum, buang air kecil, banyak makan tapi berat badan turun dan mudah lelah. Jika anak sudah tidak mengompol dan tiba-tiba ngompol lagi, harus di curigai. Jika anak mengalami gejala demikian, segera bawa ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan diabetes mellitus (DM). Pertama-tama akan diperiksa kadar gula darah anak. Diagnosa yang paling sederhana yakni jika dalam 2 pemeriksaan berturut-turut gula darah puasanya >126 mg/dl atau gula darah sewaktu >/-200 mg/dl. Jika anak telah didiagnosa menderita DM, selanjutnya diperiksa keton (asam) darahnya, untuk melihat kegawatan kondisi anak. Keton seharusnya negatif, kalau ketonnya positif anak harus langsung dirawat karena dikhawatirkan terjadi ketoasidosis. Untuk menentuka anak mengalami diabetes tipe 1 atau tipe 2 dilakukan pemeriksaan c-peptide. Ini untuk melihat cadangan insulinnya. Kalau c-peptide normal atau berlebihan, berarti anak mengalami DM tipe 2. Sebaliknya jika nilainya dibawah angka normal berarti DM 1. Nilai normal c-peptide berbeda-beda tergantung alat yang dipakai. Semua pemeriksaan tersebut dilakukan dengan pengambilan darah di vena lengan . Untuk monitoring perlu pemeriksaan gula darah setiap hari dan pemeriksaan gula darah setiap hari dan pemeriksaan kadar HbA1C tiap 3 bulan, keduanya harus dijalani seumur hidup. HbA1C adalah pemeriksaan

Upload: dyah-kurnia-aulia

Post on 14-Feb-2015

43 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

FUNDFNU4DHH2

TRANSCRIPT

Page 1: Deteksi Diabetes Pada Anak

Deteksi Diabetes Pada Anak

Posted by Penyakit Diabetes

Orangtua harus jeli dalam melihat tanda dan gejala penyakit yang terjadi pada anaknya.

Untuk penyakit diabetes, orangtua harus melihat gejala yang misalnya sering minum, buang air

kecil, banyak makan tapi berat badan turun dan mudah lelah. Jika anak sudah tidak mengompol

dan tiba-tiba ngompol lagi, harus di curigai. Jika anak mengalami gejala demikian, segera bawa

ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan diabetes mellitus (DM).

Pertama-tama akan diperiksa kadar gula darah anak. Diagnosa yang paling sederhana yakni

jika dalam 2 pemeriksaan berturut-turut gula darah puasanya >126 mg/dl atau gula darah

sewaktu >/-200 mg/dl.

Jika anak telah didiagnosa menderita DM, selanjutnya diperiksa keton (asam) darahnya, untuk

melihat kegawatan kondisi anak. Keton seharusnya negatif, kalau ketonnya positif anak harus

langsung dirawat karena dikhawatirkan terjadi ketoasidosis.

Untuk menentuka anak mengalami diabetes tipe 1 atau tipe 2 dilakukan pemeriksaan c-peptide.

Ini untuk melihat cadangan insulinnya. Kalau c-peptide normal atau berlebihan, berarti anak

mengalami DM tipe 2. Sebaliknya jika nilainya dibawah angka normal  berarti DM 1. Nilai

normal c-peptide berbeda-beda tergantung alat yang dipakai. Semua pemeriksaan tersebut

dilakukan dengan pengambilan darah di vena lengan .

Untuk monitoring perlu pemeriksaan gula darah setiap hari dan pemeriksaan gula darah

setiap hari dan pemeriksaan kadar HbA1C tiap 3 bulan, keduanya harus dijalani seumur

hidup. HbA1C adalah pemeriksaan daerah yang menggambarkan rerata kadar gula darah dalam 3

bulan terakhir. Ini penting untuk menilai kondisi penyandang DM, bilai idealnya >8%,

komplikasi akibat DM bisa saja terjadi.

Periksa gula darah harian dilakukan dengan alat tes gula darah mandiri, dengan darah dari ujung

jari. Pada penyandang DM 1, pemeriksaan harus lebih sering. Harus mengukur kadar gula darah

sebelum makan, untuk menentukan dosis insulin. Sesudah makan cek lagi, untuk melihat apakah

dosis insulinnya sesuai. Jadi bisa cek darah 7 kali/hari. Untuk DM1, terapi dan monitoring

segandeng. Inilah membedakan antara DM 1 dan DM 2, atau secara umum pasien DM anak dan

dewasa, karena anak umumnya menyandang tipe 1

Deteksi dini dan monitoring yang tepat, bisa membantu anak terhindar dari berbagai kondisi

berbahaya. Kontrol dan konsultasi ke dokter setiap bulan, sangat dianjurkan.

Page 2: Deteksi Diabetes Pada Anak

DIAGNOSIS

-         Anamnesis

-         Gejala klinis

-         Laboratorium :

O Kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan > 200 mg/dl.

O Ketonemia, ketonuria.

O Glukosuria.

O Bila hasil meragukan atau asimtomatis, perlu dilakukan uji toleransi glukosa oral

(oral glucosa tolerance test).

O Kadar C-peptide.

O Marker imunologis : ICA (Islet Cell auto-antibody), IAA (Insulin auto-antibody),

Anti GAD (Glutamic decarboxylase auto-antibody).

 

DIAGNOSIS BANDING

-         Produksi berlebihan glukokortikoid atau katekolamin pada :

o       Tumor hipotalamus atau hipofisis

o       Tumor atau hiperplasia adrenal

o       Feokromositoma

Pada keadaan ini didapatkan uji toleransi glukosa yang abnormal dan glukosuria tanpa

ketosis, yang disebabkan oleh peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis.

-         Renal glukosuria.

Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun ketosis.

PENATALAKSANAAN

-         Pada dugaan DM tipe-1 penderita harus segera rawat inap.

-         Insulin

Dosis total insulin adalah 0,5 - 1 UI/kg BB/hari.

Selama pemberian perlu dilakukan pemantauan glukosa darah atau reduksi air kemih. Gejala

hipoglikemia dapat timbul karena kebutuhan insulin menurun selama fase ”honeymoon”. Pada

keadaan ini, dosis insulin harus diturunkan bahkan sampai kurang dari 0,5 UI/kg BB/hari, tetapi

sebaiknya tidak dihentikan sama sekali.

Jenis insulin Awitan Puncak kerja Lama kerja

Page 3: Deteksi Diabetes Pada Anak

Meal Time Insulin

Insulin Lispro (Rapid acting)

Regular (Short acting)

 

5-15 menit

30-60 menit

 

1 jam

2-4 jam

 

4 jam

5-8 jam

Background Insulin

NPH dan Lente (Intermediate acting)

Ultra Lente (Long acting)

 

1-2 jam

2 jam

 

4-12 jam

6-20 jam

 

8-24 jam

18-36 jam

Insulin Glargine (Peakless Long acting) 2-4 jam 4 jam 24-30 jam

-         Diet

o       Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas

dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari

o       Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat,

10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35%

lemak.

o       Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali

makanan kecil sebagai berikut :

         20% berupa makan pagi.

         10% berupa makanan kecil.

         25% berupa makan siang.

         10% berupa makanan kecil.

         25% berupa makan malam.

         10% berupa makanan kecil.

o       Pengobatan penyakit penyerta seperti infeksi dan lain-lain. 

KOMPLIKASI

Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan ketoasidosis.

Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun ke-5, berupa : nefropati, neuropati, dan

retinopati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.

Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk :

1. mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan dialisis.

2. menunda ”end stage renal disease” dan dengan ini memperpanjang umur penderita.

Page 4: Deteksi Diabetes Pada Anak

Adanya ’mikroalbuminuria’ merupakan parameter yang paling sensitif untuk identifikasi

penderita resiko tinggi untuk nefropati diabetik. Mikroalbuminuria mendahului

makroalbuminuria. Pada anak dengan DM tipe-1 selama > 5 tahun, dianjurkan skrining

mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes positif, maka dianjurkan lebih sering dilakukan

pemeriksaan. Bila didapatkan hipertensi pada penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya

nefropati diabetik.

Tindakan : pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada).

Penderita diabetes.

Umumnya orang yang memiliki diabetes akan sulit sembuh jika terjadi luka, sementara semua

orang tahu bahwa mencabut gigi akan menimbulkan luka bolong yang besar. Karena itu

sebaiknya mengontrol gula darah terlebih dahulu, jika kadarnya sudah normal maka gigi boleh

dicabut.

DIABETES MELITUS DAN KESEHATAN MULUT

I.             PENDAHULUAN

Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel

menggunakan glukosa akibat kurangnya produksi atau tidak adekuatnya insulin dari sel Beta

pankreas. Diabetes Melitus disebut juga The Great Imitator karena penyakit ini dapat mengenai

semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. (1,6)

Umum diketahui bahwa penderita diabetes rata-rata mempunyai gangguan kesehatan gigi.

Hal ini diperkuat dengan studi penelitian di Amerika Serikat yang menyatakan penderita

kerusakan gigi kronis bisa menjadi pengidap penyakit diabetes mellitus tipe 2. Pada kerusakan

gigi yang parah, bakteri dapat masuk ke aliran darah dan mengganggu sistem kekebalan tubuh.

Sel sistem kekebalan tubuh yang rusak melepaskan sejenis protein yang disebut

cytokines. Cytokines inilah penyebab kerusakan sel pankreas penghasil insulin, hormon yang

memicu diabetes

Penemuan peneliti AS ini diumumkan saat simposium National Institute of Dental and

Craniofacial Research di Maryland. Dr. Anthony Iacopino, ahli gigi di Marquette University

School of Density, Wisconsin mengatakan bahwa di dalam pankreas, sel yang bertanggung

jawab sebagai penghasil insulin dirusak oleh kandungan cytokines yang tinggi. Jika ini terjadi

Page 5: Deteksi Diabetes Pada Anak

sekali saja, maka seseorang berpeluang menderita diabetes tipe 2, walaupun orang itu

sebelumnya dalam keadaan sehat. (2)

Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan para ahli dariKuwait (Journal of

Periodontology) pada November 2005 dilaporkan bahwa satu dari lima orang penderita penyakit

gusi (ginggiva) mengalami diabetes tipe 2. Sementara itu dokter gigi dari Fakultas Kedokteran

Gigi (FKG) Universitas Indonesia, drg Zaura Rini Matram menambahkan, dalam pertemuan

tahunan "American Association for the Advancement of Science" pada 1999 diungkapkan bahwa

sakit gigi dan gusi dapat mengakibatkan penderita diabetes semakin parah, sebab penyakit itu

telah memicu tidak terkontrolnya kadar gula darah.(3)

Pada penderita diabetes copotnya gigi sulit dicegah, gusi akan mudah bengkak dan

berdarah (4), mulut mudah berbau (4,5), baunya khas seperti bau aseton(5), serta gigi gampang goyah

dan tanggal. Selain itu, terlalu lama mengonsumsi obat diabetes yang tidak terkontrol juga

mengakibatkan jaringan gusi membesar.(4)

Juru bicara British Dental Association (BDA) mengatakan bahwa segala yang terjadi pada

tubuh manusia selalu bisa dihubungkan dengan penyakit gangguan gigi. Maka bukan tak

mungkin bahwa diabetes hanya salah satu gangguan kesehatan yang ada hubungannya dengan

penyakit gigi. Ia juga menyarankan agar setiap orang membiasakan menggosok gigi dua kali

sehari dengan pasta gigi flouride serta mengunjungi dokter gigi secara reguler.(2)

II.          DIABETES MELITUS

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.Hiperglikemia kronik pada diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi  beberapa organ tubuh, terutama

mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang menimbulkan berbagai macam

komplikasi, antara lain  aterosklerosis, neuropati, gagal ginjal, dan retinopati. Sedikitnya

setengah dari populasi penderita diabetes lanjut usia tidak mengetahui kalau mereka menderita

diabetes karena  hal itu dianggap merupakan perubahan fisiologis yang berhubungan dengan

pertambahan usia.(6)

Page 6: Deteksi Diabetes Pada Anak

Diabetes merupakan penyakit metabolisme yang rumit yang ditandai dengan hipofungsi

atau ketiadaan fungsi pulau-pulau Langerhan pankreas, dengan akibat peningkatan kadar glukosa

darah dan ekskresi gula melalui urin.(7) Ada dua tipe diabetes Mellitus :

1.      Insulin – Dependent Diabetes Mellitus (IDDM/Tipe I)

2.      Non Insulin – Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM/Tipe II).(6,7)

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien

diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan

autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap

sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri. Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin

normal, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga

glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah  menjadi meningkat.(6)

Tabel 1. Karakteristik diabetes melitus tipe I dan tipe II                                                 

DM TIPE I DM TIPE II

  Mudah terjadi ketoasidosis                   

  Pengobatan harus dengan insulin

  Onset akut

  Biasanya kurus

  Biasanya terjadi pada umur yang      masih muda

  Berhubungan dengan HLA-DR3

            dan DR4

  Didapatkan antibodi sel islet

  10%nya ada riwayat diabetes  pada keluarga

  30-50 % kembar identik terkena

                 

  Sukar terjadi ketoasidosis

    Pengobatan tidak harus dengan

       insulin

    Onset  lambat

    Gemuk atau tidak gemuk

    Biasanya terjadi pada umur > 45   

      tahun

  Tidak berhubungan dengan HLA

  Tidak ada antibodi sel islet

  30%nya ada riwayat diabetes pada

      keluarga

   100% kembar identik terkena

Sumber : Priyanto, Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia, Kepaniteraan Gerontologi Medik

Fakultas Kedokteran Universitas Trumanagara Sasana Tresna Werda Yayasan Karya Bakti RIA

Pembangunan. PERKENI,Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002

Kriteria diagnostik diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO 1985:

a.       Kadar glukosa darah sewaktu  (plasma vena) ≥ 200mg/ dl, atau

Page 7: Deteksi Diabetes Pada Anak

b.      Kadar glukosa darah puasa       (plasma vena) ≥ 126 mg/dl, atau

c.       Kadar glukosa plasma ≥  200 mg / dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram

      pada TTGO

Menurut Kane et al (1989), diagnosis pasti DM pada lanjut usia ditegakkan kalau didapatkan

kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl. Apabila kadar glukosa puasa kurang dari 140

mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan diabetes seperti di atas perlu dilanjutkan dengan

pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Apabila TTGO abnormal pada dua kali

pemeriksaan dalam waktu berbeda diagnosis DM dapat ditegakkan.(6)

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis

DM

Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Sewaktu Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥ 200

Darah Kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200

Puasa Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126

Darah Kapiler < 90 90 – 109 ≥110

Sumber : Priyanto, Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia, Kepaniteraan Gerontologi Medik

Fakultas Kedokteran Universitas Trumanagara Sasana Tresna Werda Yayasan Karya Bakti RIA

Pembangunan. PERKENI,Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002

Diabetes bukan suatu penyakit yang dapat diobati, pengobatan yang dilakukan mempunyai 4

tujuan :

  Untuk menormalkan tingkat kadar glukosa darah

  Untuk mencegah komplikasi akut dan mengurangi gejala

  Untuk memelihara berat badan ideal

  Untuk mencegah dan mengurangi komplikasi kronis

Dokter gigi harus familiar dengan obat-obatan yang digunakan pada penderita diabeteas; daftar

obat diabetes yang secara umum digunakan adalah : agen hipoglikemik oral meliputi sulfonil

urea (meningkatkan sekresi insulin, biguanides (mengurangi produksi glukosa hati), penghambat

alfa-glukosidase ( memperlambat absorpsi glukosa) dan thiazolidinediones (meningkatkan

Page 8: Deteksi Diabetes Pada Anak

sensitivitas insulin). Insulin bisa digunakan dalam formula short-acting (1 – 1,5 jam), regular –

acting ( 4  – 6 jam), intermediate – acting ( 8 – 12 jam) dan long – acting (24 – 36 jam). (8)

IV.       GEJALA DAN TANDA DI MULUT PADA PENDERITA DIABETES

1.      Gingivitis dan Periodontitis

Periodontitis merupakan salah satu penyakit   terpenting jaringan penyangga gigi yang paling

luas  penyebarannya dalam masyarakat. Penyakit pada jaringan periodontal yang bersifat

khronis dapat  menyebabkan kerusakan pada serabut periodontal.  Penyakit periotodontal yang

berlanjut dapat menyebabkan hilangnya jaringan penyangga gigi, yang dapat menyebabkan gigi

goyah.

Keadaan adanya Diabetes Melitus merupakan suatu tanda meningkatnya kerentanan terhadap

infeksi, dimana DM merupakan faktor predisposisi penting terhadap timbulnya infeksi. Di dalam

mulut DM dapat meningkatkan jumlah bakteri sehingga menyebabkan adanya kelainan jaringan

periodontal. Pada penderita DM tipe 2 dengan hiperlipidemi dijumpai adanya inflamasi gingival

yang parah dan hilangnya perlekatan pada jaringan periodontal. Berkembangnya penyakit

periodontal dengan DM mengakibatkan kerusakan pada jaringan periodontal lebih parah

sehingga gigi menjadi goyah dan akhirnya lepas.(9)Gusi membengkak sehingga gigi tampak

keluar ( modot).(6)

Pada penderita diabetes copotnya gigi sulit dicegah, gusi akan mudah bengkak dan berdarah (4),

mulut mudah berbau (4,5), baunya khas seperti bau aseton(5), serta gigi gampang goyah dan

tanggal. Selain itu, terlalu lama mengonsumsi obat diabetes yang tidak terkontrol juga

mengakibatkan jaringan gusi membesar.(4)

Beberapa penelitian mengkonfirmasikan bahwa DM dapat menyebabkan kegoyahan yang

didahului adanya penyakit pada jaringan periodontal. Overview dari bukti penelitian tentang hal

ini telah dipublikasikan pada tahun 1994, dimana diteliti 1426 orang berusia antara 25-74 tahun

secara cross sectional, menemukan bahwa DM merupakan penyakit sistemik yang berhubungan 

dengan kegoyahan gigi dengan OR: 2,32, 95% CI: 1,70 – 4,60. Dari data cross sectional, pada

penelitian 72 orang penderita DM kasus baru dan 82 orang penderita DM kasus lama, serta 77

orang sebagai kontrol yang berusia 40--49 tahun, dengan matching umur dan jenis kelamin,

diketahui bahwa penyakit periodontal (periodontitis) lebih banyak pada penderita DM

dibandingkan dengan kontrol, dan pada penderita DM kasus lama lebih banyak daripada kasus

Page 9: Deteksi Diabetes Pada Anak

baru. Pada penelitian cross sectional dan longitudinal, diketahui bahwa pada penderita DM yang

tidak terkontrol dalam waktu lama dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang

lebih parah dan hilangnya gigi dibandingkan dengan DM yang terkontrol dan yang tidak

menderita DM.(9)

Dalam sebuah penelitian prevalensi penyakit periodontal 9,8% pada 263 pasien dengan diabetes

tipe 1 dibandingkan dengan 1,7 % orang tanpa diabetes. Sebuah penelitian kecil yang

menghubungkan pasien dengan diabetes tipe 2 dengan penyakit periodontal, memperlihatkan

bahwa pasien dengan diabetes tipe 2 tiga kali lebih mudah mendapatkan penyakit peridontal

dibandingkan dengan orang tanpa diabetes. Sebuah penelitian lain menaksirkan ketika orang

dengan diabetes merokok, maka mereka mempunyai kemungkinan 20 kali lebih besar untuk

mengalami periodontitis dengan kehilangan tulang pendukung dibanding dengan mereka yang

tanpa diabetes.(11)

Ada beberapa hipotesa mengenai keterlibatan DM sebagai faktor etiologi penyakit gingiva dan

periodontal :

a.       Terjadinya penebalan membran basal

Pada penderita diabetes melitus membran basal kapiler gingiva mengalami penebalan sehingga

lumen kapiler menyempit. Menyempitnya lumen ini menyebabkan terganggunya difusi oksigen,

pembuangan limbah metabolisme, migrasi leukosit polimorfonukleus, dan difusi faktor-faktor

serum termasuk antibodi.

b.      Perubahan biokimia

Level cyclic adenosine monophospate (cAMP) yang efeknya mengurangi inflamasi pada

penderita diabetes melitus menurun; hal mana diduga menjadi salah satu sebab lebih parahnya

inflamasi gingiva pada penderita diabetes melitus

c.       Perubahan Mikrobiologis

Peningkatan level glukosa dalam cairan sulkular dapat mempengaruhi lingkungan subgingival,

yang dapat menginduksi perubahan kualitatif pada bakteri yang pada akhirnya mempengaruhi

perubahan periodontal

d.      Perubahan Imunologis

Meningkatnya kerentanan penderita diabetes melitus terhadap inflamsi diduga disebabkan oleh

terjadinya defisiensi fungsi leukosit polimorfonuklear (LPN) berupa terganggunya khemotaksis,

kelemahan daya fagositosis atau terganggunya kemampuannya untuk melekat ke bakteri. dan

Page 10: Deteksi Diabetes Pada Anak

e.       Perubahan berkaitan dengan kolagen

Peningkatan level glukosa bisa pula menyebabkan berkurangnya produksi kolagen . Disamping

itu terjadi juga peningkatan aktivitas kolagenase pada gingiva.(7)

Beberapa mekanisme juga telah diusulkan untuk menjelaskan peningkatan penyakit periodontal

pada penderita DM antara lain : respon dari Host, subgingiva mikroflora, metabolisme kolagen,

perdarahan, cairan crevicular gingiva dan faktor keturunan. Berbagai mekanisme patofisiologi

juga mempunyai implikasi dalam peningkatan kehilangan tulang alveolar pada penderita

diabetes.(8)

Oleh karena itu, pengobatan pencegahan periodontal harus dimasukkan dalam penatalaksanaan

yang menyeluruh terhadap pasien dengan diabetes. Pengobatan meliputi penilaian awal dari

progesivitas penyakit mulut, penjelasan tentang kebersihan mulut, instruksi dan penilaian yang

berhubungan dengan pola makan, perlindungan dari penyakit dengan melakukan pemeriksaan

gigi secara periodik.(11)

Yang paling penting dalam pengobatan penyakit periodontitis pada orang dengan diabetes

melitus adalah kontrol gula darah yang teratur. Sebab dalam penelitian didapatkan terdapat

penurunan penyakit periodontitis pada penderita diabetes melitus dengan kadar gula darah yang

terkontrol. (9)

2.      Karies Dentis

Hubungan antara diabetes dan karies gigi telah diselidiki, namun tidak ada organisasi yang

menjelaskan secara tuntas. Hal ini penting untuk dicatat bahwa pasien dengan diabetes peka

terhadap gangguan sensori mulut, jaringan periodontal, dan produksi air ludah, yang bisa

meningkatkan resiko pembentukan baru atau muncul kembali karies pada gigi.(8)

Laju peningkatan karies gigi pada pasien muda dengan diabetes yang telah dilaporkan

berhubungan dengan gangguan fungsi pembentukan saliva.(11) Faktor pembentukan karies

termasuk unsur-unsur tradisional (sebagai contoh, pengukuran jumlah streptokokus, pada

kerusakan gigi sebelumnya) menunjukkan baik tidaknya pengontrolan dari diabetes. Oleh karena

itu diperlukan penilaian berkelanjutan oleh dokter gigi terhadap gigi busuk yang baru atau

berulang.(8) Dokter gigi juga dapat memberikan pengobatan topical seperti flouride yang

mengandung penyengar mulut dan penganti saliva untuk mencegah karies dan mengurangi

ketidaknyamanan. (11)

Page 11: Deteksi Diabetes Pada Anak

3.      Disfungsi Kelenjar Saliva

Ludah penderita DM seringkali menjadi lebih kental, sehingga mulutnya terasa kering, 

disebut xerostomia diabetic.(6,8) Pada penderita diabetes berkurangnya ludah(saliva) dipengaruhi

faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang

berat.(1,10) Penurunan sekresi air ludah dari kelenjar parotis cenderung membuat pH menjadi

turun. Disamping itu terjadi kenaikan kadar glukosa cairan mulut yang akan dimetabolisme oleh

bakteri mulut menjadi asam. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suyono Isa, dkk terhadap

penderita rawat inap dan rawat jalan di Poliklinik RSUD dr. Moewardi Surakarta dari bulan

Januari – Februari 2001 sebanyak 23 orang yang memenuhi kriteria DM dan didapatkan

kesimpulan bahwa pH air ludah penderita diabetes secara statistik lebih rendah dibandingkan

kontrol sehat.(1)

4.      Penyakit Mukosa Mulut

Diabetes sering dihubungkan dengan kemungkinan yang lebih besar dari terbentuknya kerusakan

mukosa mulut. Didapatkan laporan prevalensi yang  besar dari Lichen Planus dan aphthous

stomatitis yang berulang.(8)

Lichen Planus secara umum merupakan suatu penyakit kronik mucocutan yang penyebabnya

belum diketahui. Secara umum terjadi karena proses imunologi yang melibatkan suatu reaksi

hipersensitivitas dalam tingkat mikroskopik. Hal ini ditandai dengan infiltrasi dari limfosit T

yang intens (sel CD4+ dan khususnya sel CD8+) yang ditempatkan pada sambungan antara epitel

dan jaringan ikat. Regulasi sel imun lainnya (seperti makrofag, sel dendrit, sel Langerhans) dapat

terlihat terjadi peningkatan jumlah didalam lesi Lichen Planus. Tampaknya tidak ada hubungan

antara Lichen Planus dan hipertensi atau diabetes melitus (ini adalah sindrom Grispan’s) yang

awalnya diusulkan.

Bagaimanapun, penelitian terhadap 40 pasien dengan Lichen Planus didapatkan 11 pasien (28 %)

mempunyai riawayat diabetes yang laten, dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat

pada kelompok kontrol, hal ini menyiratkan kemungkinan adanya hubungan terhadap

imunopathogenesis dari Lichen Planus.(11)

5.      Infeksi pada Mulut

Page 12: Deteksi Diabetes Pada Anak

Manifestasi lain diabetes dan suatu tanda dari imunosupresif sistemik adalah hadirnya infeksi

oportunis seperti candidiasis oral. Infeksi jamur pada permukaan mukosa oral dan

pemindahanprotheses lebih umum ditemukan pada orang dewasa yang mengidap diabetes.

Pseudohifa dari kandida merupakan tanda utama dari infeksi candida pada mulut, dan

mempunyai hubungan yang signifikan dengan perokok sigaret, penggunaan gigi palsu dan

kontrol gula darah yang rendah pada orang dewasa pengidap diabetes. Penurunan pembentukan

air ludah  mungkin juga meningkatkan infeksi candida pada penderita diabetes.(8)

Lesi oral yang dihubungkan dengan kandidiasis meliputi median rhomboid glossitis (atropi pusat

papila), glositis atofi, stomatits akibat gigi palsu, kandidiasis pseudomembran dan kheilitis

angular. Kandida albican adalah bagian dari mikroflora normal pada mulut yang jarang

menginfeksi mukosa mulut tanpa disertai faktor predisposisi. Faktor tersebut meliputi, kondisi

penekanan imunologi (misalnya pada AIDS, kanker atau diabetes), pemakaian gigi palsu yang

berhubungan dengan kebersihan mulut yang kurang dan penggunaan obat antibiotik spektrum

luas dalam jangka panjang. Gangguang fungsi pembentukan air ludah, penekanan fungsi imun

dan hipergikemi saliva menyediakan bahan untuk pertumbuhan jamur  merupakan faktor

pendukung terbesar untuk kandidiasis mulut pada pasien dengan diabetes.(11)

Profesional pelayan kesehatan harus siap dalam mendiagnosa  kandidiasis dan memberikan

pengobatan” tetapi yang lebih penting adalah menemukan penyebab infeksinya yang bisa

merupakan diagnosa dari diabetes melitus.(8)

6.      Gangguan Pengecapan

Lidah merupakan organ utama dalam kesehatan mulut, dan mengalami pengaruh yang kurang

baik pada pasien dengan diabetes. Dalam sebuah penelitian dilaporkan bahwa lebih dari 1 – 3

orang dewasa dengan diabetes mengalami hypogeusia atau penyusutan persepsi pada lidah yang

bisa menghasilkan hiperfagia dan obesitas. Gangguan fungsi sensory ini dapat menghambat

kemampuan untuk memelihara suatu pola makan yang sesuai dan bisa mendorong regulasi

glukosa kearah yang lebih rendah.(8)

Lidah penderita diabetes juga sering membesar dan terasa tebal sehingga  terjadi gangguan

pengecapan pada lidahnya.(6)

7.      Kerusakan neurosensory

Page 13: Deteksi Diabetes Pada Anak

Pasien diabetes dilaporkan mengalami peningkatan keluhan terhadap glossodynia dan

stomatopyrosis. Secara umum, gangguan sensori saraf wajah dan mulut serta sindrom mulut

terbakar dihubungkan dengan diabetes melitus. Pasien kemungkinan mengalami oral

dysesthesias yang lama, yang mana memberikan efek yang kurang baik bagi pemeliharaan

kesehatan mulut.(8)

Sindrom mulut atau lidah terbakar biasanya secara klinis tidak memperlihatkan luka yang dapat

ditemukan, walaupun gejala nyeri dan rasa terbakar dapat terasa berat. Penyebab rasa mulut

terbakar bervariasi dan sering sulit diterjemahkan secara klinis. Gejala nyeri dan terbakar

nampak hasil dari suatu faktor atau kombinasi dari beberapa faktor. Pada diabetes tidak

terkontrol atau secara garis besar terkontrol, faktor penyebabnya bisa meliputi gangguan fungsi

pembentukan saliva, kandidiasis dan abnormalitas neurologi seperti depresi. Neuropati saraf

otonom dan sensorik-motorik merupakan bagian dari sindrom diabetes, dan prevalensi neuropati

pada diabetes melitus mendekati 50% setelah 25 tahun dari awal terjadinya onset dari penyakit,

dengan rata-rata 30 persen pada orang dewasa dengan diabetes.

Neuropati mungkin mendorong perasaan kebas atau perasaan geli pada mulut, mati rasa, rasa

terbakar atau nyeri disebabkan perubahan patologis yang melibatkan persarafan di daerah mulut.

Diabetes telah dihubungkan dengan gejala rasa terbakar pada mulut. Bagaimanapun neuropati

pada diabetes dihubungkan dengan nyeri dan rasa terbakar pada bagian tubuh yang lain seperti

pada kaki.

Untuk mengurangi gejala mulut terbakar pada penderita diabetes, faktor yang sangat menentukan

adalah peningkatan terhadap kontrol gula darah, sehingga kekeringan pada mulut (xerostomia)

dan kandidiasis yang merupakan faktor penyebab mulut terbakar dapat di minimalisir.(11)

V.          MANAJEMEN KOMPLIKASI ORAL PADA DIABETES

Pasien dengan kontrol gula darah yang kurang mempunyai resiko terjadinya komplikasi

oral karena kepekaan mereka terhadap infeksi dan sequelae serta sangat memerlukan pemberian

pengobatan suplemen antibiotik.(8)

Secara umum, orang dewasa dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2 yang terkontrol dengan baik

mungkin mempunyai risiko yang tidak signifikan untuk mengalami penyakit mulut yang 

progresive dibandingkan dengan mereka yang tanpa diabetes dan karenanya dapat diperlakukan

dengan cara yang sama. Misalnya lesi pada corona carious yang belum menembus dentin pada

Page 14: Deteksi Diabetes Pada Anak

pasien dengan kontrol diabetes yang baik mungkin tidak memerlukan intervensi yang segera, 

sedangkan suatu luka yang serupa pada penderita dengan diabetes yang kurang terkontrol 

( hiperglikemia rendah sampai tinggi) mungkin memerlukan tindakan operasi segera,

memberikan resiko besar yang progresiv. Secara umum resiko kemungkinan terjadinya

komplikasi oral berhubungan dengan kontrol kadar gula darah dan ini dinilai dalam bagian

interprestasi dari rata-rata HbA1c dan tingkat kadar gula darah 2 jam setelah makan. (11)

1.      Tata cara pengobatan untuk candidiasis

Dengan pemusatan pada kandidiasis sebagai tanda secara umum atau diabetes yang tidak

terkontrol, dan mempunyai hubungan sekunder dengan kelainan fungsi pembentukan saliva,

beberapa pengobatan topikal dan sistemik utama dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

PENGOBATAN TERHADAP KANDIDIASIS ORAL

Jenis obat Waktu pemberian Dosis

Topikal

Clotrimazole troches1

Nystatin vaginal

Supossutoria2

2 minggu

2 minggu

Dipecahkan perlahan dan

dimasukkan 1 – 10 mg dalam

mulut sebanyak 5 kali/hari

Dipecahkan perlahan satu tablet

( 100.000 unit) dalam mulut 6-8

kali/hari

Sistemik

Flukonazole

Ketokonazole3

Itrakonazole4

2 minggu

2 minggu

2 minggu

100 mg/hari

200 mg/hari

200 mg/hari

1.       Gunakan dengan perhatian karena mengandung gula

2.       Walaupun sedian ini tidak dirancang untuk penggunaan dalam mulut, klinisi harus

menemukan ini berguna untuk pengobatan kandidiasis oral ketika kandungan gula

dari obat antikandida topikal lainnya menjadi perhatian. Suatu pastiles tanpa yang

dibumbui tanpa gula mungkin dihancurkan secara serempak dimulut untuk

menyembunyikan rasa nistatin

3.       Gunakan dengan perhatian : awasi sifat hepatotoksis dengan liver fungsi test

Page 15: Deteksi Diabetes Pada Anak

4.       Harus digunakan terhadap strain candida albicans yang resisten

Secara umum dinasehatkan kepada dokter gigi bahwa pertama yang dinilai adalah kandungan

gula pada beberapa anti jamur sebelum diresepkan. Sebagai contoh clotimazole troches

mempunyai kadar gula yang tinggi mungkin akan berlawanan jika diberikan pada penderita

dengan diabetes.(11)

2.      Tata cara pengobatan gangguan fungsi kelenjar saliva dan xerostomia

Dasar pemikiran untuk pengobatan xerostomia adalah merangsang pembentukan kelenjar saliva

atau terapi pengganti saliva untuk membuat mulut tetap lembab, mencegah gigi busuk dan

infeksi kandida. Manajemen pendekatan untuk mulut yang kering adalah dengan menggunakan

pergantian saliva dan menstimulasinya; pendekatan ini mungkin mengurangi progresivitas atau

mencegah pembentukan dari karies dentis (pembusukan gigi). (11)

3.      Manajemen sindrom mulut terbakar (Burning Mouth Syndrome)

Pada pasien dewasa dengan sindrom mulut terbakar, bermacam faktor mungkin berinteraksi

secara sinergis. Pada diabetes yang tidak terkontrol, xerostomia dan kandidiasis dapat

memberikan kontribusi terhadap gejala yang berhubungan dengan mulut terbakar. Sebagai

tambahan untuk pengobatan terhadap kondisi ini, peningkatan dalam pengontrolan kadar gula

darah penting dilakukan untuk mengurangi gejala. Pemberian dosis rendah benzodiazepins,

tricyclic antidepresant dan antikonvulsan dapat membantu dalam mengurangi atau

menghilangkan gejala setelah beberapa minggu atau bulan. Dosis dari obat ini disesuaikan

dengan gejala yang dialami pasien. Efek samping yang berpotensi meliputi xerostomia.

Konsultasi dengan dokter pasien sangat perlu karena obat ini mempunyai potensial untuk

kecanduan dan ketergantungan. Pengobatan yang biasa digunakan meliputi amitriptilin,

nortriptilin, clonazepam dan gabapentin. Yang menarik amitriptilin telah digunakan untuk

pengobatan neuropati otonom pada diabetes. (11)

4.      Manajemen periodontal dan pertimbangan bedah

Page 16: Deteksi Diabetes Pada Anak

Pada penderita dengan diabetes melitus perawatan periodontal hanya dapat dilakukan jika kadar

gula darahnya terkontrol. Apabila akan dilakukan prosedur bedah yang agak besar, sebaiknya

diberikan antibiotika satu hari sebelumnya sebagai perlindungan. (12)

Dokter gigi dapat melaksanakan prosedur pembedahan periodontal, walaupun demikian penting

bagi pasien untuk memelihara suatu diet yang normal sepanjang tahap pasca pembedahan untuk

menghindari hipoglikemia ( kadar gula darah yang rendah dan insulin syok) dan memastikan

perbaikan yang efektif. Praktisi gigi harus meninjau ulang sejarah dari komplikasi, menilai

kontrol gula darah pasien dan melakukan dialog dengan dokter yang menangani pasien dan para

ahli gizi. Makin lama menderita diabetes maka semakin besar kemungkinan pada pasien terjadi

pengembangan penyakit periodontalnya.

Pengobatan periodontal yang mendukung harus disajikan pada interval yang relative singkat ( 2

atau 3 bulan). Infeksi periodontal mungkin menyulitkan penderita diabetes dan derajat tingkat

kontrol metabolisme. Pasien dewasa dengan diabetes yang terkontrol baik dalam mengikuti

prosedur pembedahan secara umum tidak memerlukan antibiotik. Namun pemberian antibiotik

sepanjang setelah tahap pembedahan merupakan hal yang sesuai, terutama sekali jika ada infeksi

yang penting, rasa sakit dan stress. Pemilihan antibiotik tergantung dari bermacam faktor

(sebagai contoh, tingkat kepekaan dan spesifisitas yang diharapkan dan penyebaran dari infeksi),

dan harus dilakukan dengan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter pasien.

Perhatian utama pengobatan periodontal pada pasien dengan diabetes melitus adalah non bedah.

Pemberian prosedur pembedahan mengharuskan modifikasi dari pengobatan pasien sebelum dan

sesudah perawatan, dan juga mungkin mendorong ke arah suatu tahap penyembuhan yang

panjang pada penderita diabetes. Kombinasi debridemant non bedah dan terapi antibiotik

tetrasiklin pada pasien dengan diabetes melitus yang mempunyai peridontitis mungkin

mempunyai pengaruh positif yang potensial dalam pengontrolan kadar gula darah. Penggunaan

tetrasiklin pada pengobatan penyakit periodontal telah dihubungkan dengan peningkatan kadar

gula darah yang dinilai oleh pemeriksaaan HbA1c.

Beberapa dokumen yang diterbitkan sudah melaporkan suatu tambahan manfaat pada

penggunaan tetrasiklin pada pengobatan penyakit periodontal, terutama sebagai penghambat

degradasi enzim jaringan ikat, matriks metalloproteinase manusia. Sebagai contoh, dosis rendah

dari doxicyclin telah ditunjukkan untuk menghambat kolagenase cairan crevicular gingiva pada

dosis yang tidak bersifat antimikroba, dengan mantap menghilangkan resistensi dari bakteri.

Page 17: Deteksi Diabetes Pada Anak

Tetrasiklin dapat berfungsi sebagai penghambat resorpsi tulang atau kehilangan tulang, dan

kemampuan ini tidak terikat pada sifat antimikrobial yang mereka gunakan, hal ini menunjukkan

arah dimensi baru terhadap manajemen pengobatan pada periodontitis.(11)

5.      Manajemen penyakit mulut dengan kortikosteroid

Pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat  immunomodulasi mempunyai

potensial terhadap efek samping. Oleh karena itu kerjasama yang erat antara dokter dan pasien

sangat diperlukan. Penggunaan steroid dalam pengobatan erosi pada liken planus terhadap pasien

dengan diabetes menjadi perhatian yang pantas dipertimbangkan karena steroid dapat melawan

aksi insulin dan mendorong kearah hiperglikemia. Selama pengobatan dengan steroid, pasien

harus diberikan instruksi untuk mengawasi sendiri kadar gula darahnya secara teratur.

Penggunaan steroid yang lama ( untuk periode lebih dari 2 minggu secara terus menerus)

mungkin akan menyebabkan atrofi mukosa dan kandidiasis sekunder. Kondisi tersebut biasanya

terjadi pada diabetes yang tidak terkontrol. Ketika erosi oral karena liken planus telah berkurang,

steroid topikal harus dikurangkan secara bertahap lebih rendah dari frekuensi terapi terakhir,

tergantung dari pengontrolan erosi dan kemungkinan untuk mengalami kekambuhan.

Kemunculan obat imunomodulator non sterod (sebagai contoh, salap tacrolimus, obat topical

thalidomide) mungkin berguna dalam manajemen pengobatan pada pasien dengan penyakit

mukosa mulut dan diabetes yang tidak terkontrol  secara bersamaan.(11)

VI.       KESIMPULAN

Para dokter gigi memainkan peran utama dengan anggota yang dipadukan dalam tim kesehatan

dalam menolong pasien memelihara kontrol gula darah dengan perlakuan baik terhadap infeksi

mulut dan dengan menginstruksikan pasien dengan diabetes untuk memelihara kesehatan mulut

dan melakukan pola makan yang sesuai.  Dokter gigi bisa memainkan peran utama yang vital

dalam menunjuk pasien dengan tanda dan gejala sugestif atau diabetes yang tidak terdiagnosa

kepada dokter untuk evaluasi tambahan.

Akhinya sebagai suatu anggota integral dari  regu pelayanan kesehatan, dokter gigi dapat

menasehati pasien dengan diabetes untuk berhenti merokok sebagai suatu faktor resiko yang bisa

memperburuk kondisi pembuluh darah pada penderita diabetes.

Page 18: Deteksi Diabetes Pada Anak

Pasien dengan diabetes yang menerima perawatan medik dengan baik dan yang memelihara

kontrol gula darah secara umum dapat menerima indikasi manapun dalam perawatan gigi. Orang

dewasa dengan diabetes yang terkontrol dengan baik yang mana tanpa komplikasi sistemik harus

diperlakukan dengan cara yang persis sama dengan pasien tanpa diabetes. Antibiotik tidak harus

ditentukan kecuali sudah diperlukan (sebagai contoh, suatu infeksi mulut akut).

Pasien dengan komplikasi sistemik akibat diabetes mungkin memerlukan modifikasi dalam

perawatan gigi dan perencanaan untuk konsultasi dengan dokter yang merawat pasien. (11)

  

DAFTAR PUSTAKA

1.      Suyono, Isa, Henry, Nugroho,  Derajat Keasaman Air Ludah Pada Penderita

Diabetes, www.kalbefarma.com

2.      Anonymous, Remehkan Kesehatan Gigi Picu Diabetes,www.sinarharapan.co.id

3.      Anonymous, GigiYang Rusak Sumber Infeksi Berbagai Penyakit

Kronis, www.depkes.go.id

4.      Rudi Setiadi, Rawatlah Gigi Agar Tak Lekas Ompong,www.pikiran-rakyat.com

5.      Anonymous, Menghilangkan Bau Mulut (Halitosis)www.republika.co.id

6.      Priyanto, Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia, Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas

Kedokteran Universitas Trumanagara Sasana Tresna Werda Yayasan Karya Bakti RIA

Pembangunan.

7.      Saidina Hamzah Dalimunthe, 2001, PERIODONSIA, Bagian Periodonsia Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan.

8.      Jonathan A. Ship, D.M.D. Diabetes and Oral Health, Journal American Dental Asociation,

Volume 134, October 2003.

9.      Made Ayu Lely Suratri, dkk, Kegoyahan Gigi Pada Penderita Diabetes Mellitus: Pengaruh

Kadar Glukosa Darah yang Terkontrol terhadap Penurunan Derajat Kegoyahan

Gigi,http://digilib.litbang.depkes.go.id

10.  Sayuti Hasibuan, 2002, Keluhan Mulut Kering Ditinjau Dari Faktor Penyebab, Manifestasi

dan Penanggulangannya, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Page 19: Deteksi Diabetes Pada Anak

11.  Anthony T. Vernillo, D.D.S, Ph.D, Dental Consideration for the Treatment of Patient with

Diabetes Mellitus, Journal American Dental Asociation, Volume 134, October 2003.

12.  Saidina Hamzah Dalimunthe, 2002, TERAPI PERIODONTAL, Bagian Periodonsia Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis dapat ditegakan jika didapat salah satu dari gejala di bawah ini :

1. Adanya gejala yang klasik seperti poliuria, polifagi, polidipsi, dan ketonuria, penurunan

berat badan yang cepat disertai dengan kadar glukosa darh plas >200mg/dl.

2. Pada individu asimtomatik, jika terdapat peningkatan kadar glukosa darah puasa dan

peningkatan kadar glukosa darah yang menetap selama dilakukan tes toleransi glukosa

oral (TTGO/OPGTT) yang dilakukan lebih dari 1 kali.

Cara pemeriksaan TTGO adalah :

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa

2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Periksa glukosa darah

5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5

menit.

6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa

7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti di atas, tetapi di Indonesia hanya

memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja. Sedangkan, TTGO pada anak seringkali tidak

dibutuhkan karena gejala klinis yang khas.

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena

Darah Kapiler

<110

<90

110-199

90-199

>200

>200

Page 20: Deteksi Diabetes Pada Anak

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena

Darah Kapiler

<110

<90

110-125

90-109

>126

>110

Penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 1

Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi

keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi.

Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk

mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan

pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kriteria pengendalian DM dapat dilihat

pada tabel 3.Tabel 3. Kriteria pengendalian diabetes melitus 4

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah plasma vena (mg/dl)

- puasa

-2 jam

80-109

110-159

110-139

160-199

>140

>200

HbA1c (%) 4-6 6-8 >8

Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240

Kolesterol LDL

- tanpa PJK

- dengan PJK

<130

<100

130-159

11-129

>159

>129

Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35

Trigliserida (mg/dl)

- tanpa PJK

- dengan PJK

<200

<150

<200-249

<150-199

>250

>200

BMI/IMT

- perempuan

- laki-laki

18,9-23,9

20 -24,9

23-25

25-27

>25 atau <18,5

>27 atau <20

Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

Page 21: Deteksi Diabetes Pada Anak

Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita anak

dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada

pemberian injeksi insulin.

Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :

1. Fase akut/ketoasidosis

koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa,

elektrolit dan pemakaian insulin.

2. Fase subakut/ transisi

Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit

dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM/keluarga

mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa

darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan

jasmani.

3. Fase pemeliharaan

Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam

batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan

penyandang DM tipe 1, diantaranya :

1. Bebas dari gejala penyakit

2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya

3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya

Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya

anak-anak :

1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal

2. Mengalami perkembangan emosional yang normal

3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin

tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia

4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik

maupun sosial yang ada

5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh lingkungan

Page 22: Deteksi Diabetes Pada Anak

6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya

sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya

Keadaan ideal yang ingin dicapai ialah penyandang DM tipe 1 dalam keadaan asimtomatik,

aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang

diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi.

Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh sebagian besar penyandang DM maupun keluarganya

jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. 1-4

Untuk mencapai tujuan ini penatalaksanaan dibagi menjadi :

1. Pemberian insulin

2. Penatalaksanaan dietetik

3. Latihan jasmani

4. Edukasi

5. Home monitoring (pemantauan mandiri )

Akibat yang ditimbulkan bila pencabutan gigi dilakukan pada saat kadar

gula darah tinggi antara lain :

1. Terjadinya infeksi pasca pencabutan pada daerah bekas

pencabutan.

2. Terjadinya sepsis atau peningkatan jumlah bakteri dalam darah.

3. Terjadinya perdarahan yang terus menerus akibat infeksi pasca

pencabutan.

Oleh karena alasan tersebut di atas,maka biasanya dokter gigi

menunda pencabutan gigi pada penderita diabetes melitus yang

tidak terkontrol.

 Untuk menangani DM ini, dapat diberikan medikamen antidiabetik oral dimana terbagi menjadi

dua golongan, yakni:

a. Sulfonilurea

Indikasi pemakaian golongan ini untuk penderita yang memiliki beratbadan ideal, kebutuhan

insulin >40U/hari, tidak sedang mengalami stres (infeksi berat/operasi), dan khusus untuk

penderita diabetes yang dewasa. Sedangkan kontraindikasinya apabila penderita sudah

mengalami komplikasi ginjal, hati, dan tiroid. Cara kerja dari golongan ini yaitu:

Page 23: Deteksi Diabetes Pada Anak

Merangsang sel betha pankreas untuk mengeluarkan insulin, jadi hanya bekerja bila sel

betha utuh

Menghalangi pengikatan insulin

Mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin

Menekan pengeluaran glukagon agar tidak berlebih

Nama generik medikamen golongan ini terdapat; Tolbutamid, Glikodiazin, Acetoheksanid,

Tolazamid, Gliklazid, Glibenklamid, Karbutamid.

b. Biguanid

cara kerja golongan ini yaitu gangguan absorbsi glukosa dalam usus, peningkatan kecepatan

ambilan glukosa dalam mulut, dan penurunan lukoneogenesis dalam hepar. Nama generik

medikamen ini yaitu Fenformin, Buformin, dan Meformin.

Pada penderita yang mengalami bleeding atau susah sembuh, terutama pada kasus

mengalami luka yang tidak sembuh pada bekas pencabutan giginya, bisa menggunakan

medikamen oral agents tersebut:

a.Aspirin

Berfungsi untuk menghambat sementara fungsi platelet. Jika pembedahan signifikan dan

fisik pasien mendukung, makan penggunaan disarankan untuk 7-10hari sebelum prosedur.

Jika bleeding masih berlangsung biasanya dilakukan langkah lokal lainnya.

b. Anti-Inflammatories

NSAIDs lain berreaksi pada tubuh dengan mekanisme yang sama seperti aspirin tapi kuran

kualitatif, hanya untuk menghambat sementara fungsi platelet. Itu disarankan untuk hentikan

penggunaan 2-3hari sebelum pembedahan mulut.

c. Anticoagulants

medikamen ini diresepkan untuk penanganan fibrilasi atrium, pelebaran cardiomyopathy,

kegagalan jantung sistolik kongestif , kelainan valvular jantung, hemodialisis, etc.

Coumadian menghambat sintesis vitamin-K-yg bergantung pada koagulasi. Ini biasa

digunakan dokter gigi, kecuali vitaminK diberikan, ini digunakan beberapa hari untuk

mengembalikan normal pembekuan darah setelah penggunaan lanjut.

d. antibiotic

e. alcoholism

f. anticancer drugs

Page 24: Deteksi Diabetes Pada Anak

g. antiplatelet drugs.

Selain penggunaan medikamen, bagi penderita Diabetes Mellitus type II bisa melakukan

aktivitas yang banyak baik olahraga ataupun lainnya agar insulin pada tubuh bisa melatih

untuk melakukan fungsinya dengan baik yaitu mengubah glukosa menjadi energi sehingga

tidak terjadi penumpukan glukosa pada darah.

Pencabutan gigi pada penderita Diabetes Mellitus pada umumnya tidak bisa dilakukan karena

akan mengalami bleeding, kecuali jika sebelum pembedahan pasien sudah diberikan

medikamen atau pasien Diabetes Mellitus tersebut penderita yang terkontrol. Mengapa

demikian, karena pasien Diabetes Mellitus mengalami kesulitan pembekuan darah sehingga

ketika dilakukan penccabutan, luka tersebut sulit melakukan pembekuan dan memicu

terjadinya infeksi pada bekas pencabutan gigi pasien tersebut.

Pemeriksaan

Untuk Dx DM: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post

prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).1,2,3,4,5,7

Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell

cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadapglutamic acid

decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin

pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA

menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim

yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD

ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan

sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.2

Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-

peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk

memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat

pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.2

Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah

diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum

glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam

kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.2,3,4

Page 25: Deteksi Diabetes Pada Anak

Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila

pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa

ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari

terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena

kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan

sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa

Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling

sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode

heksokinase.1,2,8,9

Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD

spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang

bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.2,8

Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang

sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk

glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998) 3,4,7

Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM

Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated

hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10Pemeriksaan fruktosamin

saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu

lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan

sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.1,7

Pemeriksaan HbA1C

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N

terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui

proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan

HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography),

Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan

kolorimetri.1,2,10,11

Page 26: Deteksi Diabetes Pada Anak

Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom,

kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC

yang bisa memberikan hasil negatif palsu.2,10

Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta

memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi

metode referensi.10

Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang

dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan

HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.2

Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun

HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.2

Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak

mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS,

ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur

keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari

metode HPLC.2,10

Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-

glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan

pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.10

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa

digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak

terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat:

pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi 2,3,4,5,7,10,11

Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting

untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18Sebaiknya, penentuan

HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.4

Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM

Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan

laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik tersebut,

misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis.2,3,4,6,7

Page 27: Deteksi Diabetes Pada Anak

Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine

(pemeriksaan ini jarang dilakukan).1,2,3,4,5,6,7,12,13,1,15,16 Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah

pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.4

Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200

mg/menit.2,3,6,14 Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali

makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol

DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan

menuju ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6 Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif

dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien

tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif:

metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked

Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi,

sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human

albumin.2,6,12,14 Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.15

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20

mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200

mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua

penderita DM usia > 12 tahun.17

Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol

total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-

C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria.4,5,7,18 Pada pemeriksaan profil lipid ini,

penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan

mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).21

Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya

Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa

untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM.3

Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur

darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah

Page 28: Deteksi Diabetes Pada Anak

pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah

atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi

dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik

maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis

juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam

laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk

penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte

Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.

Bagaimana memastikan seseorang terkena Diabetes Melitus type 2 ?

  1. Dilakukan wawancara oleh dokter untuk pola hidup dan gejala klinis.

  2. Pemeriksaan fisik oleh dokter (berat badan dan tekanan darah).

  3. Pemeriksaan laboratorium, dengan tiga cara :

    - Pemeriksaan gula darah sewaktu (tanpa puasa)

    - Pemeriksaan kadar gula darah puasa (puasa 8 jam) dan gula darah 2 jam setelah makan.

   - Pemeriksaan HbA1c digunakan untuk mengevaluasi pengendalian glukosa jangka

panjang (dapat mendeteksi pengendalian glukosa darah 100 hari kebelakang).