desain tujuan instruksional khusus (tik)

13
Tugas Makalah Kelompok MERUMUSKAN TIK (TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS) DI S U S U N Oleh: APRIADANI HARAHAP (8146171007) HADI RITONO (8146171028) NOVA JUNIATI (8146171057) YESSI JURNALA (8146171089) YULIA TIARA TANJUNG (8146171090) PENDIDIKAN MATEMATIKA A-3

Upload: nova-juniati

Post on 22-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

merumuskan tujuan intruksional khusus (TIK) dalam matematika, pengertian TIK, ,dan bagaimana merumuskan TIK, kontroversi penggunaan kata kerja operasional, dan bagaimana kaitanannya dengan isi pembelajaran,

TRANSCRIPT

Tugas Makalah Kelompok

MERUMUSKAN TIK (TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS)

DI

S

U

S

U

N

Oleh:

APRIADANI HARAHAP (8146171007)HADI RITONO (8146171028)NOVA JUNIATI (8146171057)YESSI JURNALA(8146171089)YULIA TIARA TANJUNG (8146171090)

PENDIDIKAN MATEMATIKA A-3

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS NEGERI MEDANSUMATERA UTARA2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan ridho-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Merumuskan TIK ini, dengan harapanpembaca dapat lebih mudah memahami tentang penerapan Merumuskan TIK, serta harapanya makalah ini bisa digunakan sebagai referensi oleh pembaca. Dan penulis pun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.Pada kesempatan ini pemakalah mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliahDesain Pembelajaran Matematika, dan terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan di kelas A-3 Pendidikan Matematika TA 2014/2015 yang telah memberikan saran dan masukan terhadap makalah ini.

Medan, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata PengantarDaftar IsiBAB I PENDAHULUANA. Latar BelakangB. Rumusan MasalahC. TujuanBAB II PEMBAHASANA. Pengertian TIKB. Bagaimana Merumuskan TIKC. Kontroversi Penggunaan Kata Kerja Operasional dalam Tujuan IntruksionalD. Hubungan antara TIK dan Isi PembelajaranBAB III PENUTUPA. SimpulanDAFTAR PUSTKA

ii

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Tujuan merupakan sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha selesai. Karena instruksi atau pengajaran merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan dari pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk dan statis. Tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Kalau kita melihat kembali pengertian instruksi atau pengajaran, akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pengajaran secara keseluruhan, yaitu sesuatu yang harus dicapai oleh siswa setelah mereka diberikan pengajaran oleh guru. Tujuan ini kelihatannya terlalu ideal, sehingga sukar dicapai. Namun apabila kita melakukannya dengan kerja keras dan berencana dengan kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan itu bukanlah sesuatu hal yang mustahil. Untuk lebih jelasnyamerumuskan tujuan instruksional khusus akan dijelaskan lebih lanjut dalam bab selanjutnya.B. Rumusan MasalahRumusan masalah dalam makalah ini yaitu:1. Apa itu TIK?2. Bagaimana merumuskan TIK?3. Bagaimana kontroversi penggunaan kata Kerja Operasional dalam Tujuan Instruksional?4. Bagaimana hubungan antara TIK dan Isi Pembelajaran?C. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini yaitu:1. Untuk mengetahui apa itu TIK2. Untuk mengetahui bagaimana merumuskan TIK3. Untuk mengetahui bagaimana kontroversi penggunaan kata Kerja Operasional dalam Tujuan Instruksional.4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara TIK dan Isi Pembelajaran.BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian TIKTujuan instruksional khusus terjemahan dari specific instructional objective. Literatur asing menyebutnya pula sebagai objective, atau enabling objective, untuk membedakannya dari general instruksional objective, goal, atau terminal objective, yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau tujuan instruksional akhir. Dalam program Applied Approach (AA) yang telah digunakan di perguruan tinggi di seluruh Indonesia TIK di sebut sasaran (Sasbel).Tujuan instruksional khusus (TIK) adalah tujuan pengajaran dimana perubahan prilaku telah dapat dilihat dan diukur. Kata kerja yang menggambarkan perubahan prilaku telah spesifik sehingga memungkinkan dilakukan pengukuran tanpa menimbulkan lagi berbagai perberdaan penafsiran. Misal TIK yang dirumuskan sbb Siswa akan menunjukkan sikap positif terhadap kebudayaan nasional, dapat lebih dikhususkan dengan mengatakan siswa akan membuktikan penghargaannya terhadapa seni tari nasional dengan ikut membawakan suatu tarian dalam perpisahan kelas.Dick, Carey and Carey (2009) mengulas bagaimana Robert Mager memengaruhi dunia pendidikan di Amerika untuk merumuskan TIK dengan kalimat yang jelas, pasti, dan dapat diukur sejak awal tahun 1960. Yang dimaksud dengan perumusan TIK secara jelas adalah TIK yang diungkapkan secara tertulis dan diinformasikan kepada peserta didik sehingga peserta didik dan pengajar mempunyai pengertian yang sama tentang apa yang tercantum dalam TIK.Perumusan TIK secara pasti, artinya TIK tersebut mengandung satu pengertian, atau tidak mungkin dirafsirkan ke dalam pengertian yang lain. Untuk itu, TIK dirumuskan dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (observable).Perumusan TIK yang dapat diukur berarti bahwa tingkat pencapaian peserta didik dalam perilaku yang ada dalam Tik itu dapat diukur dengan tes atau alat pengukuran yanglain.Mager menerbitkan buku tentang penulisan tujuan instruksional pada tahun 1962. Lokakarya penulisan tujuan instruksional di Amerika dilakukan secra gencar dengan peserta ribuan guru. Namun, tujuan instruksional yang telah ditulis oleh guru pada waktu itu mengalami nasib yang kurang menggembirakan karena dua hal sebagai berikut: Pertama, banyak guru yang menulis tujuan instruksional berdasarkan daftar isi buku teks yang telah ada. Dengan kata lain, tujuan isntruksional ditulis berdasarkan isi pelajaran. Seharusnya para guru itu melakukan hal sebaliknya. Kedua, ribuan tujuan instruksional yang telah selesai ditulis oleh guru itu tergeletak di atas meja mereka, tidak punya dampak terhadap proses instruksional. Setelah penulisan tujuan instruksional tersebut, tidak ada perubahan dalam praktik kegiatan instruksional. Dick dan Carey selanjutny menyebutkan bahwa penyebab keadaan di atas adalah tidak dikaitkannya penulisan tujuan instruksional tersebt dengan proses penyusunan desain instruksional secara keseluruhan.Para pengajar tersebut tidak melihat pengertian yang mendalam tentang kaitan antara penulisan tujuan instruksional tersebut dengan komponen-komponen lain dalam sistem instruksional. Mereka lebih memandang penulisan tujuan instruksional tersebut sebagai teknik baru dalam mwnuliskan tujuan instruksional, sedangkan isi pelajaran, metode instruksional, dan tes yang digunakannya tetap sama seperti yang mereka pergunakan selama ini. Inovasi itu terbatas pada penulisan tujuan instruksional saja.Mungkinkah kejadian di Amerika Serikat sepanjang tahun 60-an itu terjadi pula di Indonesia saat ini? Kita tidak tahu pasti. Riset dalam bidang itu masih sangat diperlukan.Sejak awal tahun 1970 para pengajar di Indonesia dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah telah ditatar dalam pengembangan instruksional dengan menggunakan model Program Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Di samping itu, sebagian dari proses pengembangan tersebut telah dirumuskan dalam bentuk Kurikulum tahun 1975 sebagai kurikulum yang bersifat nasional. Dalam kurikulum tersebut, tujuan instruksional umum dan isi pelajaran telah ditetapkan.Para pengajar Sd sampai SMTA tersebut seharusnya meneruskannya dengan kegiatan analisis instruksional, identifikasi perilaku dan karakteristik siswa, perumusan TIK, penulisan tes, penetuan strategi instrusional, dan penembangan bahan instruksional bila bahan yang bersifat standar masih belum cukup.Untuk yang terakhir ini, yaitu bahan instruksional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada waktu itu juga telah mengeluarkan buku-buku pegangan yang dimksudkan sebagai dasar dn patokan isi pelajaran secara nasional. Dengan tersedianya kurikulum nasional berikut buku-buku tersebut, para guru seharusnya masih perlu mengembangkan sendiri sistem instruksionalnya yang sesuai dengan perilaku awal dan karakteristik awal siswa, serta fasilitas dan alat-alat yang terdapat di sekolah dan lingkungan masing-masing. Namun pada praktiknya, mereka tidak membuatnya sendiri melainkan menggunakan semua perangkat rencana pembelajaran yang seragam. Di sinilah letak awal mula tidak tumbuhnya kreativitas pengajar dan penyeragaman rencana pembelajaran pada hal kondisi setiap sekolah dan setiap daerah sangat heterogen.Di tingkat perguruan tinggi, para dosen telah diatur dalam perencanaan proses belajar-mengajar. Penataran ini lebih komprehensif dari yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 1960-an karena tidak hanya terbatas pada penulisan tujuan instrusional, tetapi juga dalam proses belajar-mengajar secara keseluruhan. Dilihat dari segi materi, penataran pengajaran di Indonesia lebih luas dibandingkan dengan yang dilakukan Amerika Serikat tahun 60-an. Tiga pertanyaan yang perlu dicari jawabanya adalah: Pertama,seberapa jauh para pengajar melihat kedudukan tujuan instruksional tersebut sebagai dasar dalam menetapkan komponen-komponen lain dalam sistem instruksional? Kedua, seberapa jauh para pengajar tersebut menerapkan prosedur pengembangan instruksional kegiatan instruksionalnya? Ketiga, seberapa jauh pengajar yang telah ditatar itu menggunakan desain instruksional yang telah disusunya dalam kegiatan instruksional yang dilakukanya sehari-hari.Secara nasional, perlu dicari pula tampak usaha peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pengajar dalam pengembangkan instruksional terhadap presrtasi belajar belajar peserta didik.3