desain & layout · 2020. 7. 15. · desain & layout majalah oif umsu redaksi : jl. denai,...
TRANSCRIPT
Majalah OIF UMSU Redaksi : Jl. Denai, No 217 Medan 20226.Telp/WA : 0853 6116 2933 E-mail : [email protected]
Fb : Observatorium Ilmu Falak UMSU Website : www.oif.umsu.ac.id
Penasehat Ahli : Agussani (Rektor UMSU)
Badan Pembina : Nawir Yuslem
Gunawan
Sulidar
Muhammad Qorib
Pimpinan Umum : Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dewan Redaksi : Marataon Ritonga
Hariyadi Putraga
Abu Yazid Raisal
Khairul Bariah Ritonga
Nova Anggraini
Riskiyan Hadi
Leo Hermawan
Dimas Praslisetyo
Editor : Nanda Dyani Amila
Desain & Layout : Muhammad Hidayat
Majalah OIF UMSU menerima kiriman tulisan dari para pembaca. Panjang tulisan maksimal 5000
karakter dikirim via email disertai alamat lengkap, no. Telp/hp. Semua naskah masuk menjadi
milik Majalah OIF UMSU dan tidak dikembalikan.
Susunan Redaksi
Daftar Isi :
OIF UMSU Memotret Semesta Demi Iman
dan Peradaban
Hujan Meteor Quadrantid_1
Komet 289p/ Blanpain Akan Kunjungi Bumi Sepanjang Januari 2020_ 3
Bulan Sebagai Penunjuk Waktu Bagi Kehidupan Manusia _ 5
Rubu‟ Handmade : Cara Pembuatan Rubu‟ Al-Mujayyab Sederhana_ 7
Kisah Spiral Di Alam Semesta “Si Bima Sakti”_9
Perkembangan Mizwala Di Indonesia_ 11
Konsepsi Tata Surya Klasikantara Geosentris Dan Heliosentris_13
Wawancara Tokoh _ 15 Gerhana Bulan Penumbra_ 17
Study Banding Bareng Tim Planetarium Ke Jakarta Dan Bandung_ 19
OIF UMSU Adakan Pengamatan Gerhana Matahari Bersama Masyarakat_ 23
JUMADIL AWAL
Jumadil Awal (Arab: Jumadā al-Awwal) adalah bulan ke-5 dalam Kalender Islam. Jumād dalam bahasa Arab berarti „beku‟, karena ketika itu keadaan begitu dingin
sehingga air sampai membeku.
Beberapa peristiwa penting di bulan Rabiul Awal: 1. Pada tanggal 8 Jumadil Awal Sayyidina Ali –karrama
Allāhu wajhah– dilahirkan. 2. Terjadinya perang Jamal.
Jumadil Akhir 1441 H Ijtima’ : Sabtu, 25 Januari 2020 Jam 04:42 WIB
Tinggi Hilal (di Medan) : +05°:15':42" 1 Jumadil Akhir : Ahad, 26 Januari 2020
Sumber: Al-Qazwainy, ‘Ajā’ib al-Makhlūqāt wa Gharā’ib al-Maujūdāt, Tahkik:
Muhammad bin Yusuf al-Qadhi (Cairo: Maktabah ats-Tsaqāfah ad-Dīniyyah, t.t.)
T A J U K
“ Semua hal astronomis baru pada Copernicus hakikatnya dapat ditemukan dalam aliran
Al-Thusi dan murid-muridnya di Observatorium Maragha”
( S.H.Nasr)
UMSU Unggul, Cerdas, Terpercaya
Gambar 1 : Tempat keterlihatan hujan Meteor Quadrantid
(Sumber: skyandtelescope.com)
M
S A J I A N UTAMA
Hujan Meteor Quadrantid
meteor ini dapat menghasilkan hingga 40 meteor/jam. Hujan meteor ini terlihat
datang dari rasi Bootes. Pada tanggal 4 Januari, rasi bintang Bootes akan terbit pukul
02.09 WIB.
Ini merupakan waktu yang tepat untuk menyaksikan hujan meteor tersebut. Ditambah lagi ulan pada saat itu berada pada fase kuartir pertama sudah terbenam
ketika tengah malam. Dengan begitu pengamatan hujan meteor akan lebih mudah
karena tidak terganggu dengan cahaya bulan. Namun, untuk memudahkan pengamatan lokasi harus jauh dari polusi cahaya yang diakibatkan oleh cahaya lampu kota. Tempat yang dapat dijadikan lokasi ideal adalah gunung atau pantai yang jauh dari perkotaan.
engawali tahun 2020, bumi akan disambut dengan fenomena astronomi yaitu hujan Meteor Quadrantid. Hujan meteor dapat diamati dari tanggal 12 Desember hingga tanggal 12 Januari. Puncak hujan meteor akan terjadi pada
tanggal 3 malam hingga tanggal 4 pagi. Ketika memasuki puncak, hujan
Oleh : Abu Yazid Raisal
Jan 2020 | 1
Jan 2020 | 2
S A J I A N UTAMA
Gambar 2 : Animasi hujan meteor (Sumber: nypost.com)
Hujan Meteor Quadrantid ditemukan pertama kali pada tahun 2003. Meskipun asal usulnya baru diketahui pada tahun 2003, hujan Meteor Quadrantid pertama
kali diamati pada tanggal 2 Januari 1825 oleh Antonio Brucalassi yang berasal dari
Italia. Selain Antonio, ada beberapa orang yang dilaporkan pernah melihat kehadiran hujan Meteor Quadrantid seperti Louis Francois Wartmann tanggal 2 Januari 1835 dan M. Reynier pada tanggal 2 Januari 1838. Kedua orang itu berasal
dari negara Swiss.
Hujan meteor lain dinamakan sesuai dengan tempat keterlihatannya seperti hujan Meteor Leonid yang terlihat muncul dari rasi bintang Leo atau hujan Meteor Geminid yang terlihat muncul dari rasi bintang Gemini, sementara hujan Meteor Quadrantid terlihat datang dari rasi Bootes. Nama Quadrantid diambil dari nama
rasi bintang yang sudah tidak digunakan lagi yaitu rasi bintang Quadran Muralis. Saat pertama kali diamati, hujan Meteor Quadrantid terlihat muncul dari rasi bintang kuno tersebut. Rasi bintang ini bisa ditemukan di peta bintang awal abad ke-19 di antara rasi Draco, Hercules dan Bootes. Saat ini rasi bintang Quadran
Muralis dianggap sebagai bagian dari rasi bintang Bootes.
Diyakini Quadrantid berasal dari debu yang ditinggalkan oleh asteroid yang disebut 2003 EH1. Hujan Meteor Quadrantid terjadi saat bumi melintasi puing-puing asteroid 2003 EH1 yang hancur 500 tahun lalu. Peter Jenniskens dari NASA adalah
orang yang pertama kali mengetahui asal usul hujar meteor tersebut. Ia
menemukan asal usul tersebut pada tahun 2003. Hasil penemuan itu memperlihatkan perpotongan orbit bumi yang tegak lurus dengan orbit 2003 EH 1.
Perpotongan orbit yang tegak lurus tersebut menyebabkan bumi bergerak cepat ketika melewati puing-puing asteroid 2003 EH1. Dampaknya, aktivitas maksimum
Quadrantid juga jadi sangat singkat, hanya beberapa jam. Selain asteroid 2003 EH1, diduga hujan Meteor Quadrantid juga memiliki keterkaitan dengan komet
96P/Machholtz. Meteor Quadrantid akan terlihat melesat pada langit dengan kecepatan 41 km/detik.
Sebelum melakukan pengamatan hujan Meteor Quadrantid, ada baiknya
untuk menyesuaikan mata terlebih dahulu. Caranya adalah dengan menatap langit selama 20 menit sebelum hujan meteor tiba. Hal ini dilakukan agar mata dapat
menyesuaikan dengan langit malam sehingga lebih mudah untuk melihat hujan Meteor Quadrantid.
Jan 2020 | 3
S A J I A N UTAMA
Komet 289P/ Blanpain Akan Kunjungi
Bumi Sepanjang Januari 2020
Gambar : Perkiraan Lintasan Komet 289P/Blanpain (Sumber : aerith.net)
Komet merupakan sebuah benda seperti es di dalam sistem tata surya. Saat melintasi
mendekati matahari, ia akan menghangat dan melepaskan gas dan debu. Pelepasan gas ini akan
memperlihatkan atmosfer atau coma, dan terkadang juga menghasilkan ekor. Fenomena ini
dikarenakan efek radiasi matahari dan angin matahari terhadap nucleus komet.
Banyak misteri yang mengelilingi komet ini, yang pernah menghilang saat penemuannya
pada November tahun 1819 oleh Jean Jaques Blanpain, saat ia mengamati komet yang tidak
memiliki ekor dan memiliki nucleus yang sangat kecil dan hilang dari pengamatan di Januari tahun
1820. Di kala itu diperkirakan magnitude absolutnya berada pada kisaran 8,5 mag. Saat komet ini
menghilang, diperkirakan komet tersebut akan kembali dalam 5 tahun lagi, namun benda langit es
ini tidak kembali muncul.
Nasib komet 289P/Blanpain menjadi sedikit lebih jelas saat ilmuwan menemukan asteroid WY25
pada tahun 2003 yang mengikuti orbit komet yang telah lama menghilang ini. Asteroid ini
meninggalkan jejak es, debu dan gas yang terlihat saat komet menguap mendekati matahari. Hal
ini mengindikasikan bahwa batu angkasa tersebut merupakan bagian dari komet atau bahkan
komet itu sendiri saat telah banyak melepaskan debu komet. Setiap kali bumi melintasi jalur es
yang ditinggalkan komet ini, hujan meteor Phoenicid muncul menghiasi langit malam. Dikarenakan
komet juga mengelilingi matahari, maka hujan meteor yang dibawanya pun akan terjadi pada
waktu yang sama setiap tahunnya.
Oleh : Hariyadi Putraga
S A J I A N UTAMA
Gambar : Komet 289P/Blanpain yang ditemukan kembali tahun 2003 (Sumber : arxicer.moonhats.com)
S A J I A N UTAMA
Jan 2020 | 4
Di tahun 2010, ilmuwan Jepang melakukan perhitungan untuk memperkirakan hujan meteor
Phoenicid yang akan terjadi pada tahun 2014. Pengamatan langit malam pun menunjukkan
beberapa hujan meteor. Perkiraan lintasan komet dan keberadaan hujan meteor tersebut sesuai
dan mengkonfirmasi hubungan antara komet 289P/ Blanpain dan hujan meteor Phoenicid.
Diperkirakan kembali, Komet 289P/Blanpain akan membawa hujan meteor Pheonocid di akhir
Desember hingga Januari. Setelah analisis, ditemukan pula bahwa komet 289P/ Blanpain telah
kehilangan lebih dari 90% jumlah meteor awalnya.
Komet ini sendiri cukup redup, namun saat komet-komet 289P/Blanpain memasuki posisi
perihelionnya di akhir Desember dan melintas dekat bumi, ia akan terlihat lebih terang. Dalam
perhitungannya, jika jarak komet-komet 289P/ Blanpain saat perihelion bernilai lebih kecil dari 1
AU, komet ini akan meredup saat mendekati bumi dikarenakan posisinya memasuki posisi antara
matahari dan bumi, sehingga diperkirakan komet-komet 289P/Blanpain akan memiliki nilai
kecerahan hingga 18 mag saja.
Pada tanggal 10-11 Januari 2020, komet 289P/ Blanpain akan berada pada jarak 0,09 AU
dari bumi atau sekitar 13,4 juta KM yang membuatnya mudah untuk diamati di bumi belahan utara.
Komet-komet 289P/ Blanpain berada dalam kecerahan 17,63 Mag. Pada tanggal 13 dan 14 Januari
2020, komet 289P/ Blanpain akan berada dekat dengan klaster bintang di Rasi Cassiopeia yang
memberikan kesempatan baik untuk mengambil fotonya. Bersamaan dengan itu, perkiraan
kenaikan intensitas hujan meteor Phoenicid juga akan terjadi sehingga menjadi kesempatan
pasangan yang sangat baik dalam melakukan pengamatan komet ini.
Orionids
Aktif sejak 23 September hingga 27 september.
Orionids
Aktif sejak 23 September hingga 27 september.
Jan 2020 | 5
K h a z a n a h
Bulan Sebagai Penunjuk Waktu Bagi
Kehidupan Manusia
Oleh : Marataon Ritonga
Firman Allah dalam Q.S Yunus: 5, yang artinya “Dialah yang menjadikan
matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-
tempat persinggahannya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan
(waktu)”.
Melalui penjelasan ayat di atas, bahwasanya Allah menjadikan matahari dan
bulan sebagai standar perhitungan waktu hari, bulan, dan tahun bagi kehidupan
manusia. Dengan demikian, manusia dapat mengetahui posisi mereka, kapan dan
di mana.
(Foto: Sumber Tim OIF)
Pergantian malam dan siang sangat penting dalam menghitung waktu, baik
waktu ibadah yang bersifat harian, bulanan ataupun yang bersifat tahunan.
Pergantian itu disebabkan oleh perputaran Bumi dan Bulan. Pergantian siang dan
malam di Bumi ditetapkan oleh rotasi Bumi pada porosnya. Rotasi Bumi tersebut
membutuhkan waktu 24 jam dan dibagi untuk waktu malam dan siang, dengan
adanya sedikit perbedaan yang disebabkan oleh kemiringan poros rotasi atas
poros revolusi terhadap Matahari. Dikarenakan kemiringan tersebut menyebabkan
terjadinya pergantian musim dalam setahun yaitu, dingin, semi, panas dan
gugur.
Sept 2019 | 8
K h a z a n a h
Jan 2020 | 6
Ini menunjukkan Bulan selama dalam perputarannya mengelilingi Bumi, yang
menempuh jarak sepanjang 12 derajat dari 360 derajat orbitnya setiap hari. Bulan
tersebut terbit terlambat sekitar selama 49 menit dari hari sebelumnya. Jika Bulan
tidak pernah terbit terlambat, tentu Bulan akan selamanya tampak sebagai bulan
purnama sepanjang kehidupan manusia di permukaan Bumi ini.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Zaghlul An-Najjar, keterlambatan
terbitnya Bulan pada setiap hari menjadikan adanya tempat-tempat persinggahan
secara berurutan bagi Bulan. Sebagaimana kita ketahui bahwasanya Bulan pada
malam pertama yang kelihatan hanyalah sedikit cahaya redup. Kemudian cahaya
Bulan tersebut bertambah sedikit demi sedikit setiap malam hingga pada saatnya
sampai kepada cahaya penuh sebagai bulan purnama pada hari ke-14 dan 15. Seteleh
mencapai pada fase purnama, maka cahaya Bulan tersebut akan menurun kembali
sampai kelihatan seperti tandan tua, kemudian cahaya Bulan tersebut tidak kelihatan
sama sekali.
Bulan selama dalam perjalanannya bersama Bumi mengelilingi Matahari dalam
setahun itu hanya melewati 12 rasi bintang, tempat persinggahan Bulan setiap hari
berada di antara rasi-rasi bintang tersebut.
Dengan memiliki tempat-tempat persinggahan bagi Bulan, maka akan
membantu manusia untuk lebih mudah menghitung waktu-waktu mereka dalam
hitungan hari, bulan, dan tahun dengan itu mereka pun bisa mengetahui bilangan
tahun. Dengan itu juga manusia dapat mengetahui akan waktu-waktu untuk
menjalankan ibadah.
Sebagaimana firman Allah Q.S Al-Baqarah: 189 yang artinya “Mereka bertanya
kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, itu adalah petunjuk waktu
bagi manusia dan (ibadah) haji.” Penciptaan hilal atau Bulan tersebut merupakan
untuk mempermudah bagi manusia dalam mengetahui waktu-waktu ibadah yang akan
dikerjakan, seperti ibabah haji, zakat, ramadan, bahkan untuk mengetahui waktu
bercocok tanam dan untuk mencatat kelahiran seseorang/kematian seseorang serta
untuk mengetahui kapan waktu untuk berperang.
Wallahu a’lam
Sajian Khusus
Sajian Khusus
Rubu’ Handmade : cara pembuatan Rubu’
Al-Mujayyab sederhana
Oleh : Riskian Hadi
Rubu’ Al-Mujayyab Handmade, sumber : instrument OIF UMSU
Rubu’ Al-Mujayyab adalah salah satu instrumen klasik yang populer dikalangan
pakar Ilmu Falak (Astronomi) dan biasanya Rubu’ Al-Mujayyab dibuat dari bahan kayu,
perunggu, akrilik, dan kuningan. Rubu’ Al-Mujayyab terhitung sebagai instrumen
astronomi pertama yang muncul diperadaban manusia. Rubu’ Al-Mujayyab adalah alat
hitung berbentuk seperempat lingkaran yang diperkenalkan oleh ilmuwan muslim yang
bernama Al-Khawarizmi dan banyak dikembangkan oleh Ibn Shatir. Rubu’ Al-Mujayyab
merupakan hasil kreasi astronom muslim abad pertengahan, dimana instrumen ini
dapat digunakan untuk mengukur sudut langit, menetukan waktu, navigasi,
menentukan arah kiblat, alat hitung untuk memecahkan permasalahan segitiga bola
dalam astronomi dan masih banyak lainnya. Secara sederhana Rubu’ Al-Mujayyab
adalah alat hitung yang digunakan untuk menghitung ketinggian suatu benda langit.
Walaupun Rubu’ Al-Mujayyab termasuk instrumen astronomi klasik, tetapi sampai
sekarang Rubu’ Al-Mujayyab masih dipergunakan. Salah satunya, Rubu’ Al-Mujayyab
digunakan sebagai media pembelajaran atau alat bantu dalam memahami dasar-dasar
trigonometri. Pada edisi sebelumnya sudah dijelaskan bagaimana cara penggunaan
Rubu’ Al-Mujayyab dalam memahami dasar-dasar trigonometri. Kali ini, akan dibahas
bagaimana cara pembuatan dan apa saja alat dan bahan yang digunakan dalam
membuat Rubu’ Al-Mujayyab sederhana.
Jan 2020 | 7
Sajian Khusus
Jan 2020 | 8
Bahan- bahan dan alat yang diperlukan dalam pembuatan Rubu’ Al-Mujayyab
sederhana
Bahan dan Alat :
1. Kertas Cardboard Tebal.
2. Pengaris.
3. Pensil.
4. Pulpen warna.
5. Jangka.
6. Pisau Cutter/ Gunting.
7. Benang Nilon.
8. Pemberat.
9. Paku.
Adapun cara pembuataan Rubu’ Al-Mujayyab sederhana :
1. Buatlah 2 gambar seperempat lingkaran dengan mengunakan jangka dengan
panjang jari-jari sesuai keinginan di atas kertas Cardboard. Contoh seperti gambar
disamping panjang jari-jari seperempat lingkaran luar 27 cm dan seperempat
lingkaran dalam 24 cm.
2. Kemudian buatlah garis kotak-kotak menggunakan pensil pada bagian seperempat
lingkaran bagian dalam dengan menghitung panjang sisi setiap kotak, dengan cara
membagi panjang jari-jari seperempat lingkaran bagian dalam dengan nilai 60.
Contoh 24 cm /60 = 0,4 cm. Jadi setiap kotak memiliki sisi 0,4 cm.
3. Membuat busur derajat pada bagian seperempat lingkaran luar menggunakan busur,
kemudian menulis angka serta tulisan cosinus dan sinus pada bagian samping
seperempat lingkaran luar. Contoh seperti gambar dibawah
4. Langkah selanjutnya, membuat gambar setengah lingkaran menggunakan jangka
pada bagian kedua sisi seperempat lingkaran dalam dengan panjang gambar
setengah lingkaran sesuai dengan panjang sisi seperempat lingkaran.
5. Mewarnai garis-garis dengan warna yang diinginkan dengan menggunakan pulpen
warna yang ada, usahakan garis kotak-kotak yang didalam seperempat lingkaran
dalam diwarnai dengan warna hitam atau warna yang terang.
6. Kemudian potong kertas cardboard yang telah digambar menggunakan gunting atau
pisau cutter dan usahakan potong kertas secara hati-hati sehingga Rubu’ Al-
Mujayyab terlihat bagus.
Yang terakhir, beri benang dan pemberat pada Rubu’ Al-Mujayyab yang dibuat dengan
cara melubangi bagian ujung seperempat lingkaran dalam menggunakan paku,
kemudian masukkan benang kelubang tersebut ikat ujung benang dan berikan
pemberat pada ujung benang yang satunya. Jadila Rubu’ Al-Mujayyab sederhana dan
siap digunakan.
-Selamat Mencoba -
KISAH SPIRAL DI ALAM SEMESTA
“SI BIMA SAKTI”
Jan 2020 | 9
D
Oleh : Dimas Praslisetyo
Orang-orang terdahulu percaya bahwa alam semesta hanyalah apa yang dapat
dilihat dengan mata mereka dari bumi. Mereka percaya bahwa bumi adalah pusat
dan bagian terpenting alam semesta. Sekarang, kita tahu betapa luas alam semesta
dan bumi hanyalah bagian kecil darinya. Pemahaman kita sekarang ini
dikembangkan oleh ahli astronomi dan kosmologi yang telah bekerja selama 100
tahun terakhir ini. Astronom mempelajari bagian tertentuan dari alam semesta; ahli
kosmologi berusaha menjelaskan asal muasal dan perkembangan alam semesta.
ulu dikenal sebagai pulau-pulau alam semesta, galaksi yang terdiri
dari kumpulan bintang, gas, dan debu yang berputar dengan cepat,
dengan ukurannya berkisar dari sejuta bintang sampai lebih dari
triliunan bintang dan berdiameter dari puluhan tahun cahaya sampai
ratusan ribu tahun cahaya.
Kisah Pertama Spiral “Si Bima Sakti”: Bertemu, mengenal namanya
Bila kita memiliki kesempatan untuk pergi ke daerah yang
jauh dari cahaya lampu perkotaan dan cuaca betul-betul
cerah tanpa awan, kita akan dapat melihat selarik kabut
yang membentang di langit. “Kabut” itu ikut bergerak
sesuai dengan gerakan semu langit, terbit di timur dan
terbenam di barat.
Keberadaan kabut ini telah dijelaskan oleh berbagai
peradaban dahulu. Dikalangan masyarakat jawa kuno,
pada musim kemarau kabut ini melewati zenith,
membentang dari timur ke barat, menyerupai sepasang
kaki yang mengangkangi Bumi. Kaki ini adalah milik Bima,
anggota keluarga Pandawa yang menceritakan dalam
pewayangan Mahabharata. Demikian besar tubuhnya dan
betapa saktinya ia, sehingga kabut itu dinamakan Bima
Sakti.
Sumber gambar:
planetarium.jakarta.go.id
Berkembangnya ilmu pengetahuan, Galileo seorang ilmuan menemukan
teleskopnya pada tahun 1609, mengarahkan teleskopnya ke arah Bima Sakti untuk
memperjelas kehadirannya bahwa Bima Sakti itu sebenarnya terdiri dari
bermiliaran bintang yang sangat lemah cahayanya bersekitaran 2.500 buah bintang
pada malam gelap. Bintang-bintang yang terlihat hanya dengan mata kepala
tampak sebagai titik-titik cahaya yang berkedip. Ada yang lebih terang dari yang
lain, ada yang berkelompok dalam gugus bintang, dan disana sini terdapat bintang
yang berwarna merah dan biru.
Khazanah
cKhazanah
Khazanah
Kisah Kedua Spiral “Si Bima Sakti”: Sosok yang Menawan
Bima Sakti, sebuah galaksi berbentuk spiral yang berputar, berdiameter
100.000 tahun cahaya, tetapi hanya setebal 2.000 tahun cahya. Para astronom
berpendapat bahwa galaksi kita terbentuk ketika awan gas yang sangat besar
berputar dan runtuh menjadi sebuah piringan akibat gravitasinya sendiri, tetapi
kemudian menjadi semakin besar karena bergabung dengan galaksi-galaksi lain yang
berdekatan.
Jan 2020 | 10
Sumber gambar: sola rsystem.nasa.gov
Galaksi spiral “si Bima Sakti”, terdiri dari inti, piringan, halo, dan lengan spiral. Materi
antar bintang berupa awan gas dan debu, umumnya terdapat pada lengan spiral
galaksi. Juga, sering terlihat adanya nebula yang terang dan penyerapan cahaya oleh
debu antar bintang. Lengan spiral berisikan bintang biru berusia muda, termasuk
maharaksasa yang sangat terang.
Bima sakti tampak sangat terang antara bulan juni sampai September, ketika
sisi malam bumi mengarah ke daerah pusat galaksi yang memiliki kerapatan bintang
lebih t inggi. Karena galaksi bima sakti relative tipis, dan kita berada di dalamnya,
bintang-bintang di galaksi bima sakti ini akan tampak seperti sebuah pita yang
membentang di langit malam. Bagian-bagian gelap yang terdapat di pita ini adalah
awan-awan yang sangat besar yang menghalangi cahaya bintang di belakangnya
untuk sama ke kita.
Upaya memetakan objek-objek yang terdapat di galaksi kita menghasilkan
bentuk galaksi kita sebenarnya. Dua lengan spiral utama dan bagian-bagian lengan
lainnya melingkari daerah pusat yang menggembung memanjang. Bintang-bintang
muda yang terang, nebula gas dan debu yang bercahaya serta berwarna merah
muda, juga awal-awan melekul yang gelap mengikuti pola lengan-lengan spiral,
sebaliknya, gembungan di tengah-tengah tidak mengandung banyak gas, namun
mengandung lebih banyak bintang-bintang tua.
Jan 2020 | 11
PERKEMBANGAN MIZWALA DI INDONESIA
Oleh : Leo Hermawan
K h a z a n a h
Mizwala dalam bahasa Arab disebut dengan al-mazawil atau al-mizwalah asy-syamsiyyah. Dalam bahasa inggris disebut dengan sundial, sedangkan dalam
bahasa indonesia disebut jam matahari yaitu alat yang digunakan untuk penunjuk waktu dengan bantuan bayangan sinar matahari. Dalam praktiknya alat ini hanya
dapat berfungsi tatkala ada sinar matahari sehingga akan membentuk bayang-bayang yang menunjukan waktu pada saat itu. Menurut peneliti dan sejarawan
sains, instrumen ini berakar dan bersumber dari peradaban Yunani-Romawi, sementara pendapat lain mengatakan bersumber di era Mesir kuno. Instrumen ini banyak digunakan oleh peradaban pra islam seperti Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi.
Mizwala suatu instrumen yang terdari tiang tegak lurus yang diletakan pada suatu permukaan datar, yang diman tiang tersebut apabila tersinari matahari akan membentuk garis bayang-bayang yang berubah–ubah sesuai gerak semu matahari, seiring dengan perubahan posisi matahari maka waktu yang ditunjukan
oleh bayangan tersebut pun akan turut berubah. Mizwala pada umumnya memiliki tiga macam jenis yaitu mizwala jenis
horizontal, mizwala jenis equator, dan mizwalah jenis vertikal. Mizwala-mizwala tersebut pada umumnya dahulu hanya digunakan untuk melihat waktu atau
sebagai petunjuk waktu. Tetapi semakin majunya peradaban maka fungsi mizwala menjadi semakin bertambah yaitu mizwalah dapat digunakan sebagai petunjuk
arah atau menentukan angin, menerjemahkan fenomena zawal, deklinasi, ketinggian, menentukan awal waktu salat, menentukan arah kiblat, menentukan equation of time (perata waktu) dan menentukan titik koordinat bujur dan lintang suatu tempat.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
(Mizwala Equatorial di OIF UMSU)
Adapun beberapa perkembangan mizwala yang ada di Indonesia sendiri ada beberapa macam bentuk yaitu sebagai berikut :
1. Mizwala Qibla Finder
Sumber : wikipedia.org (Mizwala
Equatorial di Singapore Bitanic Garden)
Mizwala ini dikembangkan dan karya dari Hendro Setyanto, M.Si pendiri dan kepala Observatorium Imah
Noong di Lembang, Jawa Barat. Tujuan instrumen ini dibuat untuk memudahkan umat islam dalam mengukur
arah kiblat dengan biaya yang lebih murah. Instrumen ini dapat digunakan untuk mengukur arah kiblat, waktu
salat, untuk menentukan equation of time (perata waktu) dan lain sebagainya.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
(instrumen ini ada di OIF UMSU)
Jan 2020 | 12
S A J I A N KHUSUS
K h a z a n a h
3. Jam Istiwa
Jam istiwa merupakan karya dari Mutoha Akaruddin seorang ahli ilmu falak dan pencinta astronomi dari Yogyakarta, beliau adalah pendiri dan ketua Rukyatul Hilal Indonesia yang
bermarkas besar di Sleman, DI Yogyakarta dan instrumen ini diproduksi oleh Rukyatul Hilal
Indonesia. Jam Istiwa merupakan instrumen yang memiliki fungsi untuk menentukan awal
waktu salat Zuhur dan Asar dengan bayang-bayang matahari dan sebagai alat untuk
mengukur arah kiblat dengan kompas yang berada dibidang dialnya.
2. Istiwain Istiwain merupakan instrumen karya dari Slamet
Hambali seorang ahli falak dari Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, alat yang sebenarnya digunakan sebagai alat bantu pengukur kiblat yang akurat. Istiwain ini
didesain dengan tujuan menyederhanakan Theodolite yang
merupakan alat ukur kiblat yang selama ini dianggap paling akurat. Theodolite sebagai alat ukur kiblat optik dinilai harganya terlalu mahal dan menyulitkan masyarakat dalam penggunaannya, maka muncullah alat non optik yang
bernama Istiwain karya Slamet Hambali sebagai solusi bagi masyarakat dalam menentukan arah kiblat dengan mudah
dan biaya murah. Istiwain juga dapat digunakan dalam penentuan titik koordinat lintang dan bujur.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
(instrumen ini ada di OIF UMSU)
Sumber : Dokumentasi Pribadi
(instrumen ini ada di OIF UMSU)
4. I-zun Dial
I-zun Dial merupakan karya dari M. Ihtirozun Ni‟am
seorang ahli ilmu falak lulusan dari UIN Walisongo Semarang. Instrumen ini memiliki fungsi sebagai penunjuk
waktu, mengukur arah kiblat, menentukan arah utara sejati, menentukan lintang tempat, menentukan bujur tempat, menentukan deklinasi matahari, dan menentukan equation of time (perata waktu).
Sumber : Dokumentasi Pribadi
(instrumen ini ada di OIF UMSU)
5. Qiblat tracker
Qiblat Tracker merupakan karya dari karya dari
mutoha akarudin seorang ahli ilmu falak dan pencinta astronomi dari Yogyakarta, beliau adalah pendiri dan ketua Rukyatul Hilal Indonesia yang bermarkas besar di Sleman, DI Yogyakarta dan instrumen ini diproduksi oleh
Rukyatul Hilal Indonesia. Instrumen Qiblat Tracker memiliki fungsi untuk mengukur arah kiblat. Instrumen
ini dapat digunakan dengan dua metode yaitu metode
kompas dan metode sinar matahari.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
(instrumen ini ada di OIF UMSU)
S A J I A N KHUSUS
Konsepsi Tata Surya Klasik Antara Geosentris dan Heliosentris
Jan 2020 | 13
Oleh : Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Sumber gambar : wikipedia.org
Dalam kajian sejarah ilmu pengetahuan klasik, diskursus tata surya adalah persoalan
yang banyak menyita perhatian dan penelitian para filsuf maupun ilmuwan, sejak zaman Yunani
hingga era modern. Dialektika mengenai tata
surya sejatinya berkisar antara geosentris dan heliosentris. Geosentris adalah konsepsi tata surya yang menempatkan bumi sebagai pusat
tata surya, bahkan bumi dipersepsikan berbentuk datar. Sedangkan heliosentris menempatkan matahari sebagai pusat tata surya. Dalam catatan sejarah, konsepsi
heliosentris sesungguhnya pernah–dan boleh jadi yang pertama–muncul dibanding geosentris.
Perkembangan berikutnya, konsepsi geosentris didukung dan dikembangkan oleh Ptolemeus (astronom dan astrolog Yunani yang menetap di Iskandariah) yang bertahan
cukup lama. Selama era ini pula anggitan geosentris mencapai kepopulerannya. Konsepsi Ptolemeus mengenai tata surya tertera dalam karya terbesarnya yang berjudul “Almagest”.
Memasuki peradaban Islam, buku “Almagest” diterjemahkan kedalam bahasa Arab yang dalam perkembangannya memberi pengaruh besar bagi kemajuan dunia astronomi dan
ilmu pengetahuan secara umum. Tidak hanya terbatas pada aktifitas penerjemahan, tradisi kritik-koreksi dan pembacaan repetitif mendalam juga bermunculan pasca diterjemahkannya buku ini. Beberapa astronom muslim yang melakukan pekerjaan ini antara lain Al-Battanī (w. 317/929), Al-Thūsī (w. 672/1274), Al-Bīrūnī (w. 440/1048), Ibn
Syathir (w. 777/1375), dan lain-lain. Al-Battani misalnya, ia telah mengajukan model-model planet baru yang berbeda dengan Ptolemeus. Dari rumusannya tampak bahwa model tata surya Al-Battanī lebih dinamis ketimbang model Ptolemeus yang statis. Sedangkan Al-Bīrūnī untuk pertama kalinya mengajukan konsep bumi mengelilingi matahari dan mengenai rotasi
bumi di porosnya. Sementara itu Ibn Syathir–seperti diungkap Prof. Dr. Shalih an-Nawawi, guru besar astronomi Universitas Cairo–menyatakan bahwa teori-teori yang dikemukakan
Copernicus, Brahe, Galileo, dan Kepler pada dasarnya telah dikemukakan oleh Ibn Syathir
pada abad 8/14 dalam karyanya Kitāb Ta’līq al-Arshād, Nihāyāt al-Ghāyāt fī al-A’māl al-
Falakiyyāt dan Nihāyah as-Sūl fī Tashhīh al-Ushūl. Prestasi Al-Battānī, Al-Bīrūnī dan Ibn Syāthir ini setidaknya telah mendahului Copernicus beberapa abad sebelumnya.
Konsepsi ini dikemukakan oleh seorang filsuf Yunani bernama Aristarcus . Hanya saja–menurut catatan para peneliti–pandangan yang dikemukakan Aristarcus tidak
didukung oleh argumen yang kuat layaknya sebuah penemuan ilmiah sehingga pemikirannya kala itu tidak menjadi mindset. Konsepsi yang diterima dan dianggap paling
benar waktu itu adalah konsep geosentris yang dimunculkan oleh Aristoteles. Mindset orang-orang ketika itu yang lebih meyakini geosentris ketimbang heliosentris diantaranya
didasari pada apa yang terlihat secara indrawi, bukan berdasarkan realita sesungguhnya betapapun tidak terlihat. Juga, karena Aristoteles lebih populer sebagai tokoh ilmu dan filsuf dibanding Aristarcus.
Jan 2020 | 14
S A J I A N KHUSUS
Seperti dimaklumi, pasca kemunduran perdaban Islam, peradaban barat secara perlahan namun pasti mulai bangkit dan menemukan momentumnya.
Adalah astronom Polandia bernama Nicholas Copernicus (w. 1543 M) pada tahun 1512 M memperkenalkan kembali konsep tata surya heliosentris.
Menurutnya, planet-planet dan bintang-bintang bergerak mengelilingi matahari
dengan orbit lingkaran. Berikutnya tahun 1609 M konsep ini didukung dan
dilanjutkan oleh Johanes Kepler (w. 1630 M). Menurutnya, matahari adalah pusat
tata surya, Kepler juga memperbaiki
orbit planet menjadi bentuk elips yang terangkum dalam tiga hukum Kepler-
nya. Selanjutnya Galileo Galilei (w. 1642 M) telah mengkonstruksi teleskop
monumental, ia juga menyimpulkan bahwa bumi bukan pusat gerak.
Konstruksinya ini selain memperkuat heliosentris juga membuka lembaran baru ilmu pengetahuan modern.
Akhirnya tokoh-tokoh barat ini
dikenal sebagai pembaru dalam dunia astronomi bahkan dalam ilmu
pengetahuan modern. Pertanyaan yang muncul agaknya adalah mengapa tokoh-
tokoh barat ini yang justru dikenal dan diklaim dunia sebagai pencetus
heliosentris, bukannya tokoh-tokoh muslim yang telah dikemukakan di atas? Ada banyak interpretasi dan pandangan terkait hal ini, disini dikemukakan tiga
saja: Pertama, dalam konteks waktu itu
persoalan geosentris-heliosentris tidak
menjadi prioritas para ilmuwan muslim
dan umat Islam secara umum. Persoalan keduanya tidak terlampau terkait dengan
persoalan ibadah apatah lagi akidah, sehingga diskursus mengenainya tidak
menjadi trending topic.
Kedua, gagasan heliosentris yang dihadirkan Copernicus justru berada pada momentum tepat dan berikutnya menjadi
trending topic, dimana ketika itu geosentris menjadi mindset dan merupakan keyakinan gereja. Secara diametral kehadiran heliosentris
Copernicus merupakan perlawanan terhadap prinsip ajaran agama (gereja)
itu. Sebuah ajaran yang demikian diyakini tiba-tiba diubah tentu akan menimbulkan
persoalan. Nah, ditengah perdebatan dan pertentangan inilah momentum
heliosentris ini hadir, dimana banyak orang yang penasaran dan ingin tahu kebenaran teori heliosentris. Brahe, Galileo, Kepler, Newton, dan Descartes
adalah beberapa orang yang berperan menghangatkan tema heliosentris.
Ketiga, dalam konteks ilmuwan/astronom muslim, pembahasan
heliosentris yang tidak terlampau membahana itu adalah dalam rangka
keseimbangan pembahasan berbagai cabang ilmu pengetahuan. Hal ini terkait
dengan apa yang disebut dengan hierarki keilmuan. Hierarki keilmuan pada
dasarnya ibarat sebuah pohon dengan cabang-cabang nan rindang. Cabang-cabang pohon inilah cabang-cabang ilmu tersebut yang mana akarnya al-Qur‟an
dan as-Sunnah. Ketika suatu ilmu dikembangkan secara „berlebihan‟ dan
kurang mengindahkan skala prioritas dan urgensinya sejatinya ia akan mengurangi
bahkan merusak keindahan pohon tersebut. Seperti dimaklumi, Islam
senantiasa memperhatikan aspek urgensi dan skala prioritas (taqdīm al-ahamm min al-muhimm) yang kesemuanya sebagai manifestasi pandangan tauhid.[]
Jan 2020 | 15
WAWANCARA TOKOH
TOKOH
Dosen Ilmu Falak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Maskufa, MA.
Wawancara ini dilakukan pada tanggal 23 oktober 2019/24 Shafar 1441 H
saat beliau mengunjungi OIF UMSU bersama Dosen Ilmu Falak lainnya
seperti IAIN Palopo, UIN Makassar dan lain-lain
Kalau boleh tahu bagaimana riwayat pendidikan Ibu hingga saat sekarang ini?
Saat ini saya berada di Fakultas Syariah dan Hukum sebagai dosen Ilmu Falak
sekaligus menjabat sebagai Wakil Dekan III. Sebenarnya kalau dari S1, saya tidak di bidang ilmu falak. Riset S2 juga lebih ke sosiologi hukum. Dan S3 membahas tema tentang pemikiran wardan terkait hisab wujudul hilal muhammadiyah, diarahkan juga ke sosiologi hukumnya bukan ke ilmu falaknya.
Kemudian yang risetnya sekarang dilakukan di UIN Jakarta dengan fasilitas dari
Kementrian Agama, tentang waktu subuh dalam perspektif astronomi di tahun 2018.
Temuan awal kami hanya melakukan riset di wilayah Yogyakarta di Pantai Krakal dan pamuk, itu ditemukan angka kisaran dip mataharinya sekitar 15-16 derajat. Sehingga kalau dikonversikan ke waktu, kisaran lebih dari 8-20 menit.
Dan yang sekarang lagi diolah datanya, riset di Belitung kemudian di Labuhan
Bajo. Ada juga yang di Sidoarjo, malah dip mataharinya agak mendekati yang
Kementrian Agama sebelum ada penambahan dari Sa‟audin Djambek. Angkanya juga -17, berarti menurut data temuan awal kami yang di tahun 2019 ini, wilayah pengamatan
itu sangat menentukan hasil dari seberapa tinggi posisi matahari pada saat fajar yang bisa dideteksi oleh SQM.
Kemudian yang di Belitung, karena cuaca langitnya cukup tebal, tidak seperti yang
di NTT, pengamatan waktu fajar ke arah Timur lebih bagus, karena langitnya cerah dan polusi cahanya juga minim. Sehingga kita bisa melihat stellarium misalnya, bintangnya
cukup penuh dan galaksinya, bisa kita lihat dengan kasat mata. Semakin ke Barat, maka polusi cahayanya juga semakin besar. Dan data akhirnya masih diolah, belum bisa di-
publish.
Memandang Tim Hisab Rukyat sangat erat kaitannya dengan penentuan awal Bulan
Kamariah, bagaimana pandangan Bapak terhadap kedua metode yakni hisab dan rukyat dalam penentuan awal bulan, apa kelebihan dan kelemahan kedua metode
ini, serta mana yang lebih dapat dijadikan patokan? Keduanya digunakan secara berimbang, namun dalam pandangan saya, adanya ilmu
hisab yang kita pelajari saat ini tentu merupakan hasil dari pengamatan terdahulu kemudian dilakukan pencatatan hingga pola pergerakan benda langit bisa kita perhitungkan untuk
selanjutnya. Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama RI selaku pihak pemerintah berupaya merangkul kedua metode ini dalam bentuk menerima metode hisab untuk penentuan awal bulan diikuti dengan kegiatan rukyat sebagai bentuk pengamalan sunnah Rasul.
Menanggapi tema pembahasan yang belakangan ini menjadi sering diangkat oleh penggiat ilmu falak di Indonesia yaitu tentang revitalisasi ilmu falak baik berupa teknologi yang digunakan, simulasi, kalkulasi dan sebagainya. Bagaimana Bapak menanggapi hal ini? Perlukah revitalisasi ini dilakukan?
Perlu dilakukan dan saat ini revitalisasi itu telah berjalan dan kita juga telah mengikutinya, baik dari segi perkembangan teknologi yang digunakan maupun peningkatan
kemampuan sumber daya manusianya. Dalam pandangan saya OIF UMSU juga telah turut berkontribusi dengan pengadaan alat-alat yang canggih. Sedangkan dari Tim Hisab Rukyat
telah mengembangkan sayapnya dengan merekrut anggota hingga ke daerah-daerah untuk memudahkan kegiatan hisab rukyat di daerah.
Bagaimana suka duka Bapak selama menggeluti bidang Rukyat ini ? Sepertinya cenderung lebih banyak duka dibandingkan dengan suka seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya. Beberapa waktu yang lalu, Kemenag RI Kanwil Sumut
berinisiatif mengirimkan delegasi untuk turun hingga ke daerah-daerah yang jarang tersentuh seperti Nias. Disana kita melakukan sosialisasi ilmu falak terutama dalam hal pengukuran arah kiblat. Sayangnya, setelah kita berhasil mengakurasi arah kiblat di sana, sekembalinya
kami dari sana arah kiblat dikembalikan lagi seperti semula, ini tentu men
WAWANCARA TOKOH
Jan 2020 | 16
WAWANCARA TOKOH
Lalu, bagaimana tanggapan Ibu terkait penelitian waktu subuh yang semakin semarak. Dari sudut pandang akademisi dan seseorang yang melakukan riset di bidang itu, seperti apa tanggapan Ibu?
Bagi saya mungkin dari apa yang disampaikan Prof. Tono itu cukup menggugah Kementrian Agama untuk ikut melakukan riset tentang waktu subuh. Nah itu poinnya, itu
juga yang diapresiasi oleh orang dari Kementrian Agama yang bergulat di hisab rukyat atau Tim Falakiyah. Temuan Prof. Tono itu setidaknya menggugah naluri riset dari semua teman-teman yang di tim itu untuk melakukan penelitian tersebut di tempat-tempat lain.
Dan kalau sebelumnya musyawarah kerja hisab rukyat tidak ada mengkompilasi hasil-hasil
hisab untuk penentuan awal puasa Ramadan, mereka kemudian mencari lokasi-lokasi yang bisa pas untuk melakukan riset fajar itu.
Jadi, itu hikmah keberanian Prof. Tono mempublish hasil riset yang sebenarnya memang dipertanyakan, ketika lokasi pengamatan memiliki polusi cahaya tinggi kenapa
kemudian langsung di-publish sehingga ada beberapa kelompok masyarakat yang gaduh. Nah, yang kedua, kalau temuan waktu subuh itu hanya dikaitkan secara astronomi, okelah
tidak secara fikih, ya. Tetapi ketika jarak dua fajar itu dikaitkan dengan waktu imsak orang memulai puasa, itu menjadi masalah, tetapi kalau untuk mengundurkan waktu subuh
misal 10 menit, ya silakan saja.
Bagaimana Ibu menanggapi respon masyarakat terkait permasalahan waktu subuh ini?
Jadi, sebenarnya temuan riset itu kalau dalam epistimologi ilmu, ada bebas nilai dan
seterusnya. Tetapi ketika tatarannya sudah pada aplikasi melibatkan orang banyak, maka ini tidak bebas nilai lagi. Maka perlu dikomunikasikan antara ontologi, epistimologi, aksiologi. Jika orang menerima atau ada penolakan maka perlu ada diskusi, pendekatan, dan sebagainya. Kalau di Muhammadiyah, kan, tidak bisa temuan ini langsung di-publish.
Perlu ada riset-riset berkelanjutan, yang itu sebenarnya menggugah semua orang yang konsen di bidang ilmu itu untuk melakukan riset, sehingga nanti hasilnya bisa
dipertanggungjawabkan
Apa nasihat atau motivasi dari Ibu kepada generasi muda untuk terus melakukan
riset dalam bidang Ilmu Falak?
Sebenarnya riset tentang falak itu kan malam hari ya, jadi perlu stamina yang luar biasa. Kemudian pada akhirnya kembali ke panggilan hati, senang atau tidak dengan itu.
Mulai dari senang dulu, lalu cinta, dan kemudian oke. Tapi di situ harus terus dilakukan agar tumbuh kecintaan dan keahliaan dibidang ilmu itu dan tataran aplikasinya bisa
diterima, selama hal tersebut bisa berkelanjutan dan tidak putus.
Jan 2020 | 17
Sajian Khusus
Oleh : Hariyadi Putraga
Gerhana Bulan Penumbra
Gambar : Peta Sebaran Keterlihatan Gerhana Bulan Penumbra 10-11 Januari 2020 (Sumber : Nasa.gov)
Gerhana bulan merupakan tanda kelanjutan atau akan terjadinya gerhana matahari
pada rentang 14 hari antara gerhana bulan dan gerhana matahari. Hal ini dikarenakan posisi kedudukan kedua benda langit ini akan berada dalam satu garis orbit lurus terhadap
bumi (memiliki nilai deklinasi yang hampir sama) sehingga fenomena yang seharusnya fase Purnama Bulan menjadi fenomena Gerhana Bulan. Gerhana Bulan Total terjadi saat matahari, bumi dan bulan berada dalam satu kedudukan sejajar dan bulan melintasi ke dalam bayangan gelap (Umbra) bumi yang mengakibatkan bulan akan kehilangan
cahayanya yang berasal dari matahari dan berubah warna seolah-olah berwarna kemerahan.
Gerhana Bulan Penumbral terjadi ketika bulan melintasi bayangan parsial (Penumbra) bumi. Selama masa gerhana ini, bulan akan mengalami sedikit penggelapan atau peredupan kecerahan dan tidak gelap seluruhnya. Di tahun 2020 ini akan terjadi
sebanyak 6 gerhana di mana akan terjadi 2 gerhana matahari dan 4 kali gerhana bulan. Namun sayangnya, semua gerhana bulan yang akan terjadi tersebut masuk ke dalam kategori Gerhana Bulan Penumbral sehingga akan sulit teramati perubahannya secara kasat mata, tidak seperti Gerhana Bulan Total yang dapat diamati prosesnya dengan mata
biasa.
Sebagai pembuka awal musim gerhana di tahun ini, Gerhana Bulan Penumbral akan terjadi pada malam tanggal 10 januari 2020 saat bulan tidak memasuki bayangan gelap bumi dan merupakan Gerhana Penumbral paling besar di tahun ini. Gerhana bulan ini merupakan pasangan dari gerhana matahari yang telah terjadi sebelumnya pada tanggal
26 Desember 2019. Waktu terbaik mengamati Gerhana Bulan Penumbra di Medan adalah dimulai dari pukul 23.30 hingga pukul 04.12 pagi pada tanggal 11 januari 2020.
Sajian Khusus
Gambar: Posisi Bulan saat terjadi Gerana Bulan Penumbral (Sumber: Earthsky.org)
Gambar : Gerhana Bulan Penumbral
(Sumber : Dokumentasi OIF)
Gerhana Bulan ini akan dapat terlihat pada kebanyakan daerah Eropa, Afrika,
Asia dan Samudra India hingga ke bagian barat Australia. Pada masa Gerhana Bulan
ini, bulan akan berada pada jarak 3 hari sebelum memasuki Perigee yang akan
membuat penampakan bulan akan relatif besar. Pada saat puncak gerhana,
diameternya akan mencapai 0.545° atau 2,6% lebih besar dari biasanya.
Dari Kota Medan, keseluruhan proses gerhana akan dapat terlihat seluruhnya
dari awal memasuki bayangan penumbra, puncak gerhana penumbra, hingga akhir
bulan keluar dari bayangan penumbra bumi. Lalu, apakah perlu mengadakan salat
gerhana saat fenomena ini terjadi? Dalam kasus gerhana penumbra, piringan bulan
tampak utuh dan bulat, tidak tampak terpotong, hanya cahaya bulan sedikit redup
dan terkadang orang tidak bisa membedakannya dengan tidak gerhana. Oleh karena
itu dalam kasus gerhana bulan penumbral menurut Majelis Tarjih dan Tajdid tidak
disunatkan melakukan salat gerhana bulan.
Gambar : Data Gerhana Bulan Penumbra 10-11 Januari 2020
(Sumber : nasa.gov)
Jan 2020 | 18
Planetarium Observatorium Jakarta
Jumat, 15 November 2019 /18 Rabiul Awal. Tim Planetarium berkunjung ke Planetarium dan Observatorium Jakarta.
Planetarium dan Observatorium Jakarta adalah satu dari tiga wahana simulasi langit di
Indonesia. Planetarium ini ini letaknya di Taman Ismail Marjuki. Planetarium Jakarta
merupakan sarana pendidikan yang dapat menyajikan pertunjukan/peragaan simulasi
perbintangan ataupun benda-benda langit .
Jan 2020 | 19
O I F INSIDE
Di ruang pameran ada pajangan baju antariksa yang digunakan mengarungi angkasa, termasuk mendarat di bulan. Kedatangan Tim Planetarium disambut oleh Bapak Widya
Sawitar sebagai salah satu staf di Planetarium Jakarta. Para tim juga diajak masuk ke dalam ruangan pertunjukan dan menyaksikan pertunjukan yang disuguhkan. Kemudian
Tim Planetarium juga diajak meninjau lokasi dari Planetarium Observatorium Jakarta beserta sarana dan prasarananya. Tak lupa diakhir perjumpaan para tim memberikan
kenang-kenangan untuk Planetarium Observatorium Jakarta.
Tim planetarium sangan kagum saat lantai kubah tersebut bisa dinaik-turunkan
untuk menyesuaikan posisi teleskop dan petugas juga memberi tahu cara membuka kubah sehingga semua pengunjung bisa melihat langit di atas. Setelah acara selesai para tim planetarium berbincang dengan petugas yang sedang bertugas di dalam
kubah tersebut dan sharing seputar pengetahuan astronomi.
Study Banding Bareng Tim Planetarium
ke Jakarta dan Bandung
Observatorium Bosscha
Sabtu,16 November
2019/19 Rabiul Awal. Kunjungan selanjutnya yaitu ke
Observatorium Bosscha. Observatoriun Bosscha merupakan salah satu tempat peneropongan bintang tertua di Indonesia. Tim
Planetariun diarahkan masuk ke ruang multimedia dan tak lupa juga masuk ke dalam kubah yang berisi teleskop besar yang
bernama Teleskop Refraktor Ganda Zeiss dan cara kerjanya teleskop
tersebut.
O I F INSIDE
Dokumentasi Tim Planetarium Saat Study Banding
Wawancara dan penyerahan cendramata dengan bapak Widya Sawitar selaku staf Planetarium Observatorium Jakarta.
Foto bersama Bapak Hendro Setyanto M.Si. Foto Tim Planetarium di LAPAN
Foto bersama Dr. Arya di UPI Berbincang dengan petugas di Bosscha
Jan 2020 | 20
O I F INSIDE
Beberapa Dokumentasi Kegiatan Tim OIF UMSU
Jan 2020 | 21
OIF UMSU menerima kunjungan istimewa, Ditjen Pembelajaran Kemendikbud RI yang didampingi langsung oleh Rektor UMSU. 21 November 2019 M /24 Rabiul Awal 1440 H.
OIF UMSU menerima kunjungan dari Para Sultan Melayu Pantai Timur Sumatera Utara dan Penggagas Pakat Melayu. 09 November 2019 M/12 Rabiul Awal 1440 H.
Jan 2020 | 22
O I F INSIDE
OIF UMSU menerima kunjungan dari SDIT Jabal Noor .
18 November 2019 M / 21 Rabiul Awal 1440 H.
OIF UMSU menerima kunjungan dari mahasiswa UNIMED. 14 November
2019 M/17 Rabiul Awal 1440 H.
OIF UMSU menerima kunjungan dari TK Syarif Ar-Rasyid Islamic School. 20 November
2019 M / 23 Raniul Awal 1440 H.
OIF UMSU menerima kunjungan dari SDIT Jabal Noor . 18 November 2019 M / 21 Rabiul Awal 1440 H.
Jan 2020 | 23
O I F INSIDE
OIF UMSU Adakan Pengamatan
Gerhana Matahari Bersama Masyarakat
Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU)
menggelar pengamatan gerhana matahari bersama pelajar, mahasiswa, dan masyarakat
umum.Event Gerhana Matahari bakal dilaksanakan pada kamis 26 Desember 2019,
pukul 09:00-14:10 WIB di Halaman Kampus Pascasarjana UMSU di JL Denai No. 217 Kota
Medan.
Gerhana Matahari yang terjadi pada tanggal 26 desember 2019 adalah Gerhana Matahari
Cincin. Namun sayangnya kota Medan tidak berada dalam lintasan gerhana matahari
cincin. Keterlihatan Gerhana Matahari tersebut di kota medan yaitu 90,6% yang
dikategorikan sebagai Gerhana Matahari Sebagian.
Di event OIF UMSU kali ini sungguh berbeda, dikarenakan tambahan kegiatan berupa
pemecahan 2 rekor MURI, yaitu :
1. Pembuatan Kacamata Gerhana Terbanyak (3.000 Kacamata).
Masyarakat tidak hanya diedukasi dari sisi ilmiah namun juga diedukasi dari sisi Ilahiyah,
sehingga mengajarkan kepada kita tentang bukti kebesaran dan keagungan Allah SWT.
Ini adalah beberapa momen saat masyarakat Kota Medan menggunakan kacamata
gerhana matahari dalam pemecahan rekor MURI yang diselenggarakan oleh OIF UMSU.
2. Pengamatan Gerhana Matahari menggunakan Kamera Lubang Jarum (Pin Hole)
terbesar.
KAMERA LUBANG JARUM (KLJ) adalah perangkat pencitraan optik dan fotografi
sederhana dalam bentuk kotak atau ruangan tertutup. KLJ adalah cikal bakal kamera
digital modern. Cara kerja KLJ adalah dengan memproyeksikan sinar matahari ke dinding
ruangan (kotak) bagian dalam melalui sebuah lubang kecil yang disebut dengan lubang
jarum. Fungsi KLJ secara khusus adalah instrumen untuk mengamati matahari dan
gerhana matahari. KLJ memiliki beberapa istilah yaitu “Pinhole”, "Kamera Obscura”, dan
“Ruang Gelap”.
Pengerjaan KLJ ini memakan waktu yang tidak sebentar dan dilakukan beberapa
kali uji coba dan tantangan karena terkait posisi matahari, ukuran KLJ, pemasangan KLJ,
dan alhamdulillah berhasil memecahkan rekor MURI.
Jan 2020 | 24
O I F INSIDE
Pada pengamatan gerhana matahari Tim OIF UMSU telah menyiapkan 3 ribu unit kacamata matahari untuk peserta rekor MURI, 6 unit teleskop, 1 unit binokuler, 1 unit kamera lubang jarum terbesar. Adapun teleskop yang dipakai untuk pengamatan pada kamis (26/12) yaitu, Teleskop Bresser Missier AR 152 + Mounting CEM60 Ioptron, Teleskop
Maksutov 180 mm + Mounting HEQ5 Pro, Teleskop Bresser Missier AR 152 + Mounting Losmandy G-11, Teleskop SKY Watcher BK 120 Iq5, Teleskop Refractor 90mm EQ2, Teleskop William Optics GT 102 Pro + Mounting Ioptron IEQ45 Pro (streaming).
Tim Observatorium Ilmu Falak (OIF) UMSU juga membimbing para pengunjung untuk bisa mengamati moment terjadinya gerhana melalui teleskop yang telah disediakan, serta OIF
UMSU juga menyediakan tempat untuk melaksanakan sholat sunnah gerhana, yang dilakukan dipelataran parkir Kampus Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara, jalan Denai No. 217
Alhamdulillah, Pemecahan 2 Rekor MURI berjalan sukses dan lancar.
Turut hadir tamu-tamu istimewa di antaranya, Konsultan Amerika Serikat, DPRD Kota Medan, MUI Sumatera Utara, PWM Sumatera Utara, Kepala BMKG Deli Serdang, Ulama-
Ulama dari berbagai ormas di Kota Medan, dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya. Terima kasih yang tidak terhingga kami ucapkan kepada seluruh masyarakat Kota Medan
yang sudah berpartisipasi dan sangat antusias dalam kegiatan ini, dan juga kepada media elektronik dan cetak, tanpa media kegiatan gerhana yang diadakan OIF UMSU tidak akan
seviral ini