desain kolektor surya berbahan dasar …/desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan...

59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR POLYMETHYL METHACRYLATE (PMMA) DENGAN BENTUK DASAR GABUNGAN DUA KERUCUT TERPANCUNG Disusun oleh : TATAG TRI LAKSONO WIBOWO M0206072 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli, 2011

Upload: dinhanh

Post on 03-Mar-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

DESAIN KOLEKTOR SURYA

BERBAHAN DASAR POLYMETHYL METHACRYLATE (PMMA)

DENGAN BENTUK DASAR GABUNGAN

DUA KERUCUT TERPANCUNG

Disusun oleh :

TATAG TRI LAKSONO WIBOWO

M0206072

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juli, 2011

Page 2: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERNYATAAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “DESAIN KOLEKTOR

SURYA BERBAHAN DASAR POLYMETHYL METHACRYLATE (PMMA) DENGAN

BENTUK DASAR GABUNGAN DUA KERUCUT TERPANCUNG” belum pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya

juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 4 Juni 2011

Tatag Tri Laksono Wibowo

Page 3: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN PUBLIKASI

Sebagian dari skripsi saya yang berjudul “DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN

DASAR POLYMETHYL METHACRYLATE (PMMA) DENGAN BENTUK DASAR

GABUNGAN DUA KERUCUT TERPANCUNG” telah dipresentasikan dalam:

Seminar Nasional Lontar Physics Forum (LPF) di Jurusan Pendidikan Fisika IKIP PGRI

Semarang pada tanggal 2 Juli 2011 dengan judul “PENENTUAN NUMERICAL APERTURE

PADA PANDU GELOMBANG BERBAHAN DASAR POLYMETHYL METHACRYLATE

(PMMA) DAN BERBENTUK DASAR TRAPESIUM”

Surakarta, 4 Juli 2011

Tatag Tri Laksono Wibowo

Page 4: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan dengan rasa syukurku kepada Allah SWT dan Nabi

Muhammad SAW, serta ucapan terimakasih kepada :

Keluarga tercinta

Almamaterku Universitas Sebelas Maret, tempat menimba semua pengalaman

dan ilmu.

Bapak Ahmad Marzuki, S.Si., Ph. D.

Pembaca yang budiman.

Page 6: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, sujud syukur saya persembahkan kepada

Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat sehat dan nikmat ilmu yang luar

biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan laporan

skripsi dengan judul “Desain Kolektor Surya Berbahan Dasar Polymethyl

Methacrylate (PMMA) Dengan Gabungan Dua Kerucut Terpancung”.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan laporan

penelitian ini, penulis mengalami berbagai macam kendala karena keterbatasan

kemampuan penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan

laporan skripsi ini tidak bisa lepas dari bantuan berbagai pihak. Dengan rasa tulus

ikhlas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D dan Drs. Hery Purwanto, M.Sc selaku dosen

pembimbing I dan dosen pembimbing II yang selalu membimbing,

memotivasi dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan skripsi.

2. Utari, S.Si., M.Si. selaku pembimbing akademik yang banyak memberikan

arahan dan rancangan dalam proses belajar..

3. Bapak dan Ibu dosen serta staff di Jurusan Fisika FMIPA UNS.

4. Team Optik 2011: Muklis, Joko, dan Sukron terimakasih untuk motivasi,

semangat dan bantuan yang diberikan selama mengerjakan skripsi.

5. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas kebaikan

dan bantuan yang telah kalian berikan.Semoga laporan penelitian ini dapat

memberi manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

Page 7: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

Page 8: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

Page 9: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................ iii

PERNYATAAN PUBLIKASI ........................................................................... iv

ABSTRAK .......................................................................................................... v

ABSTRACT ....................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii

MOTTO ............................................................................................................. viii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 2

1.3. Batasan Masalah ............................................................................. 3

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3

1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................... 3

1.6. Sistematika Penulisan ..................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5

2.1. PMMA (Polymethyl Metacrylate) ................................................... 5

2.2. Pemantulan ....................................................................................... 6

2.3. Pembiasan ....................................................................................... 7

2.4. Indeks Bias ....................................................................................... 8

2.5. Pemantulan Internal Total ................................................................ 9

2.6. Tingkat Numerik (Numerical Aperture (NA)) ................................ 10

2.7. Gelombang Elektromagnetik .......................................................... 12

2.8. Polarisasi Karena Pemantulan dan Pembiasan ................................ 12

2.9. Reflektansi Dan Transmitansi ......................................................... 13

Page 10: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

2.10. Absorbansi .................................................................................... 14

BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 16

3.1. Waktu dan Tempat .......................................................................... 16

3.1.1. Tempat Penelitian .................................................................. 16

3.1.2. Waktu Penelitian ................................................................... 16

3.2. Alat dan Bahan ................................................................................ 16

3.2.1. Alat Penelitian ...................................................................... 16

3.2.2. Bahan Penelitian .................................................................. 16

3.3. Prosedur Penelitian ......................................................................... 18

3.3.1. Pembuatan Sampel ................................................................ 19

3.3.2. Pengukuran Absorbansi ........................................................ 19

3.3.3. Pengukuran Reflektansi ......................................................... 20

3.3.4. Pengukuran Pengukuran Indeks Bias ................................... 21

3.3.5. Kajian Matematis Pada Penentuan NA .................................. 22

3.3.6. Pengukuran Numerical Aperture (NA) Secara Eksperimen .. 22

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 25

4.1. Karasteristik Lapisan Tipis Absorbansi PMMA .............................. 25

4.2. Karasteristik Lapisan Tipis Reflektansi PMMA .............................. 27

4.2. Pengukuran Indeks Bias PMMA ..................................................... 30

4.2. Pengukuran Numerical Aperture ..................................................... 31

4.2.1. Pengukuran NA Secara Eksperimen ...................................... 31

4.2.2. Pengukuran NA Secara Matematis ........................................ 32

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 45

5.1. Simpulan ........................................................................................ 45

5.2. Saran .............................................................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 46

LAMPIRAN ...................................................................................................... 48

Page 11: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 2.1. Pemantulan pada cermin datar ................................................... 6

Gambar 2. 2.2. Pemantulan pada permukaan tidak rata ..................................... 7

Gambar 2. 3.1. Pembiasan Cahaya ..................................................................... 7

Gambar 2. 5.1. Gambar pemantulan total sempurna .......................................... 9

Gambar 2. 6.1. Daerah Penerimaan mak ............................................................ 11

Gambar 2. 7.1. Spektrum Gelombang ................................................................ 12

Gambar 2. 8.1. Polarisasi Karena Pemantulan dan Pembiasan ......................... 13

Gambar 3.1. 1. Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ..................... 17

Gambar 3.2. 1. Diagram alir penelitian Kolektor surya bentuk kerucut ............ 18

Gambar 3.3.1.4. Desain kerucut kolektor surya ............................................... 19

Gambar 3.3.3.1. Meja putar berskala derajat untuk mengukur reflektansi ........ 20

Gambar 3.3.3.2. Skema pengambilan data reflektansi sampel .......................... 21

Gambar 3.3.3.6.1. Skema pengukuran NA sampel ............................................ 23

Gambar 3.3.6.2. Posisi Datangnya Sinar Pada Permukaan Atas Kerucut .......... 24

Gambar 4. 1.1. Grafik Absorbansi UV-VIS PMMA ....................................... 25

Gambar 4. 1.2. Grafik Absorbansi FTIR PMMA ............................................... 26

Gambar 4. 2.1. Grafik Reflektansi PMMA laser merah ..................................... 27

Gambar 4. 2.2. Grafik Reflektansi PMMA laser hijau ....................................... 29

Gambar 4.3.1. Grafik Reflektansi PMMA mode TM dari 52°-58° .................... 30

Gambar 4.4.1. Skema jalannya sinar dalam sampel ........................................... 33

Gambar 4.4.2. Skema jalannya sinar dalam sampel pada setengah kerucut ....... 24

Page 12: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indeks Bias Beberapa Medium yang berbeda .................................... 10

Tabel 4.4.1 Data Eksperimen NA PMMA. ......................................................... 33

Page 13: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

DESAIN KOLEKTOR SURYA

BERBAHAN DASAR POLYMETHYL METHACRYLATE (PMMA)

DENGAN BENTUK DASAR GABUNGAN

DUA KERUCUT TERPANCUNG

TATAG TRI LAKSONO WIBOWO

Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendesain kolektor surya berbahan dasar

PMMA dengan bentuk gabungan dua kerucut terpancung. Terdapat dua bagian

dari percobaan ini, yaitu : karakteristik bahan dan karasteristik Numerical

Aperture. Diketahui PMMA memiliki transmitansi yang baik dalam rentang 400

nm – 600 nm. Meskipun reflektivitas yang meningkat dengan meningkatnya sudut

dari kedua pola TE dan TM nilainya sangat rendah (±55). Dengan menerapkan

persamaan sudut brewster untuk pemantulan pola TM, besarnya nilai indeks bias

PMMA dapat di ketahui yaitu 1,492. Selanjutnya dari perbandingan antara

perhitungan dan eksperimen Numerical Aperture diperoleh nilai yang kurang

lebih sama, yaitu dengan selisih 0,01.

Kata kunci : kolektor surya, transmitansi, reflektansi, indeks bias, NA.

Page 14: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

DESIGN SOLAR COLLECTORS

BASED POLYMETHYL METHACRYLATE (PMMA)

COMBINED WITH BASIC FORM

TWO TRUNCATED CONE

TATAG TRI LAKSONO WIBOWO

Departement of Physics. Mathematical and Natural Sciences Faculty.

Sebelas Maret University

ABSTRACT

This work was aimed to synthesize the PMMA solar collector having two truncated

cone. there are two part of experiment: material characteristic and Numerical Aperture

characterization. It is clear for the experiment the PMMA has a good transmittance within the

range at 400 nm – 600 nm. Although its reflectivity increases with increasing the incident

angle, its value both for TE and TM mode up to the incident angle (55) is very low. By

applying brewster angle equation to TM mode reflectivity, the PMMA refraction index can

be calculated, its value is 1.492. Further from comparison between calculation and

experiment of NA its value is approximately the same (0.01).

Keyword : solar collector, absorbance, reflectance, refraction index, NA.

Page 15: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan pembangunan suatu negara identik dengan tingginya

pemakaian energi. Semakin banyaknya kegiatan industri berarti semakin banyak

pula konsumsi energi yang dibutuhkan. Secara tidak langsung proses tersebut

akan mengakibatkan berkurangnya cadangan sumber energi terutama sumber

energi fosil. Semakin berkurangnya cadangan sumber energi yang digunakan

menjadikan harga energi terus meningkat, sehingga dana yang dikeluarkan untuk

biaya produksi menjadi tinggi (Tobing, 2010).

Ketergantungan konsumsi dunia terhadap energi dari bahan bakar fosil

akan menjadi ancaman tersendiri, antara lain: semakin menipisnya sumber-

sumber minyak bumi, meningkatnya polusi (CO2) yang dihasilkan dari

penggunaan energi dari bahan bakar fosil tersebut sehingga akan memicu global

warming. Dari banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari pemakaian

energi minyak bumi, perlu dicari sumber energi alternatif. Dalam upaya pencarian

sumber energi baru sebaiknya memenuhi syarat yaitu menghasilkan jumlah energi

yang cukup besar, ekonomis dan ramah lingkungan (Prasetyo, 1999).

Solusi yang mulai dirangkul dari permasalahan krisis energi adalah

pemanfaatan energi dari matahari. Energi surya dari matahari merupakan sumber

energi yang berjumlah sangat besar dan bersifat kontinyu dan tidak polutif. Energi

surya telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan jika dikembangkan secara

tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi energi

dunia saat ini dalam waktu yang lebih lama. Jumlah energi surya dari matahari

adalah sekitar 1.369 Watt/m2

(Musawir, 2005). Intensitas radiasi matahari akan

berkurang oleh penyerapan dan pemantulan oleh atmosfer saat sebelum mencapai

permukaan bumi. Ozon di atmosfer menyerap radiasi dengan panjang gelombang

pendek (ultraviolet) sedangkan karbondioksida dan uap air menyerap sebagian

radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (infra merah). Selain

Page 16: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

pengurangan radiasi bumi langsung oleh penyerapan tersebut, masih ada radiasi

yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas, debu dan uap air dalam atmosfer.

Walaupun pemanfaatan matahari sangat menguntungan bagi manusia, namun

belum menjadi sumber yang primer bagi kebutuhan energi bagi dunia (Parasetyo,

1999).

Sinar matahari dapat digunakan secara langsung untuk memproduksi

listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan. Dalam pemanfaatan

potensi energi surya, terdapat dua macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu

teknologi energi surya termal dan energi surya fotovoltaik (proses merubah

cahaya menjadi energi listrik). Energi surya termal pada umumnya digunakan

untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil pertanian (perkebunan,

perikanan, kehutanan, tanaman pangan). Salah satu alat yang digunakan untuk

kompor surya adalah kolektor surya parabolik. Desain tersebut masih memiliki

kelemahan, yaitu proses memasak tidak bias dilakukan di dalam rumah, tetapi

harus di teras atau di tempat terbuka serta masih memerlukan lintasan untuk

mengikuti gerak matahari (Pattanasethanon, 2010). Kemudian pada energi surya

fotovoltaik digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik. Alat yang digunakan

dalam aplikasi energi surya fotovoltaik adalah sel surya. Selain harga yang terlalu

tinggi, sel surya juga masih memiliki koefisien yang rendah (Green dkk, 2009).

Sebagai penyelesaian untuk mengatasi masalah diatas, maka dilakukan

penelitian dengan tujuan membuat kolektor surya dengan bentuk limas pejal yang

bekerja atas dasar prinsip pemantulan total sempurna, sehingga cahaya yang

masuk dari sisi atas dapat difokuskan pada sisi bawah yang menciut yang nantinya

menjadi divais untuk alternatif sumber energi yang efisien.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana optimalisasi energi matahari sebagai alternatif sumber energi

yang efisien.

2. Bagaimana mendesain kolektor surya sesuai dengan karakteristik optik.

Page 17: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

1.3. BatasanMasalah

Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada:

1. Pajang gelombang sinar yang digunakan dalam penelitian ini adalah laser

hijau dengan λ = 532 nm dan laser merah dengan λ = 632 nm.

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Polymethyl Methacrylate.

3. Karakterisasi optik bahan dilakukan dengan pengujian absorbansi, reflektansi,

indeks bias, dan mencari Numerical Aperture (NA).

4. Mengabaikan kotoran yang mengenai kolektor surya, seperti lumut.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan koefisien absorbansi dan reflektansi dari PMMA.

2. Menentukan indeks bias PMMA.

3. Membandingkan NA yang diperoleh dari hasil eksperimen dengan NA yang

diperoleh dengan tinjauan matematis.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dapat memberikan informasi mengenai indeks bias, koefisien absorbsi dan

refleksi dari PMMA.

2. Dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah energi yang dikumpulkan oleh

sel surya.

3. Dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang digunakan untuk

memecahkan permasalahan krisis energi.

1.6. Sistematika Penulisan

Laporan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan.

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB III Metode Penelitian

Page 18: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB V Simpulan dan saran

Pada Bab I dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan

masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan skripsi. Bab II tentang dasar teori. Bab ini berisi teori dasar dari

penelitian yang dilakukan. Bab III berisi metode penelitian yang meliputi waktu,

tempat dan pelaksanaan penelitian, alat dan bahan yang diperlukan, serta langkah-

langkah dalam penelitian. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan analisa/

pembahasan yang dibahas dengan acuan dasar teori yang berkaitan dengan

penelitian. Bab V berisi simpulan dari pembahasan di bab sebelumnya dan saran-

saran untuk pengembangan lebih lanjut dari skripsi ini.

Page 19: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.PMMA (Polymethyl Metacrylate)

Polymethyl metacrylate (PMMA) adalah polimer yang mengkilap dengan

struktur teratur. PMMA dapat dibentuk melalui beberapa cara salah satunya

dengan mencampurkan methyl metacrylate (MMA) dan benzoil perosida (BPO).

MMA adalah cairan bening dan memiliki transparansi yang tinggi sedangkan

BPO bebentuk serbuk dan fungsinya sebagai katalis (Setiawan, 2011). PMMA

mempunyai kerapatan 1,150-1,190 kg/m3, kurang dari setengah kerapatan kaca

dan mempunyai serapan air yang sangat rendah, indeks biasnya diantara 1,49 –

1,51 (www.plasticsinfo.co.za). PMMA adalah satu dari jenis termoplastik yang

paling keras dan juga memiliki daya tahan kekerasan yang sangat tinggi.

Karakteristik utama material PMMA adalah warnanya yang bening

transparan. Tidak hanya transparan, PMMA juga sedikit sekali menyerap sinar

yang melalui material tersebut serta dapat meneruskan 92% cahaya tampak

dengan tebal 3 mm. Disinilah letak perbedaan optis yang utama antara kaca dan

PMMA. Walaupun lebih bening dari PMMA, kaca memiliki absorbansi yang

lebih besar. Sehingga dapat disimpulkan semakin tebal kaca maka sifat

transparannya semakin berkurang. Selain itu PMMA mudah untuk dibentuk, pada

desain yang rumit sekalipun. Untuk perihal goresan, cara menghilangkannya sama

dengan kaca yaitu dengan di polis atau dengan memanaskan permukaan

(Setiawan, 2011).

PMMA banyak dimanfaatkan untuk berbagai hal. Dalam bidang

transportasi PMMA telah digunakan sebagai kaca pesawat terbang. Bidang

keamanan, digunakan Polisi sebagai tameng sebagai pengganti kaca yang anti

pecah terhadap lemparan. Dalam dunia medispun PMMA telah digunakan sebagai

pengganti lensa intraokular di mata ketika lensa asli telah dihapus pada penderita

katarak (Meacock dkk, 2001). Selain itu juga sebagai semen tulang yang

digunakan untuk menempelkan implan dan untuk merombak kehilangan tulang

serta digunakan untuk pembuatan gigi palsu (Elshereksi, 2009).

Page 20: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Perbedaan yang lain antara kaca dan PMMA adalah:

1. Kaca lebih bersifat getas dibanding PMMA. PMMA lebih bersifat elastis,

sehingga secara teknis dapat bertahan pada hentakan tekanan dinamik air.

2. Kaca akan berlumut, sedangkan PMMA tidak.

3. PMMA memiliki daya tahan terhadap cuaca yang sangat tinggi. Sinar

matahari tidak mudah mengubah PMMA menjadi kuning, atau membuatnya

hancur.

4. Harga dan berat PMMA lebih ekonomis dan ringan dibandingkan dengan

kaca (www.plasticsinfo.co.za).

2.2. Pemantulan

Ketika gelombang dari tipe apapun (gelombang bunyi atau gelombang

cahaya) mengenai sebuah penghalang datar seperti misalnya sebuah cermin,

kemudian gelombang-gelombang baru di bangkitkan dan bergerak menjauhi

penghalang tersebut. Peristiwa ini disebut pemantulan (Tipler, 2001).

Pemantulan cahaya dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Pemantulan teratur, yaitu bila cahaya mengenai permukaan yang datar seperti

ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.2.1. Pemantulan Pada Cermin Datar (Serway dan Jerwat, 2004).

Cahaya dipantulkan membentuk suatu pola yang teratur. Sinar-sinar sejajar

yang datang pada permukaan cermin dipantulkan sebagai sinar-sinar sejajar pula

Akibatnya cermin dapat membentuk bayangan benda.

2. Pemantulan baur, yaitu bila cahaya mengenai permukaan yang tidak rata

seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Page 21: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Gambar 2.2.2. Pemantulan pada permukaan tidak rata (Serway dan Jerwat, 2004).

Akibat dari permukaan yang tidak rata maka cahaya dipantulkan secara

acak dan tidak beraturan.

Hukum dasar dari pemantulan cahaya adalah: Sinar datang, garis normal,

dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar. Besarnya sudut datang θi sama

dengan sudut pantul θi’. Akan tetapi hukum ini hanya berlaku untuk cermin datar.

2.3. Pembiasan

Sudut atau arah perambatan sinar cahaya diukur dengan mengacu ke garis

normal bidang perbatasan antara kedua bahan. Garis normal adalah sebuah garis

yang mengarah tegak lurus terhadap permukaan bidang perbatasan. Sudut yang

dibentuk oleh arah sinar datang ke bidang perbatasan (terhadap garis normal) dan

sudut yang dibentuk oleh arah sinar meninggalkan bidang perbatasan (terhadap

garis normal) secara berturut-turut disebut sebagai sudut datang dan sudut bias

sinar cahaya. Penjelasan dari kedua istilah ini dapat di lihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3.1. Pembiasan Cahaya (Serway dan Jerwat, 2004).

Pada Gambar 2.3. menunjukkan bahwa sudut bias akan lebih kecil dari sudut

datang ketika cahaya merambat dari bahan yang berindeks bias kecil ke bahan

udara

kaca

n1

n2

Page 22: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

lainnya yang berindeks bias lebih besar.

Willebrord Snellius, seorang astronom berkebangsaan Belanda

menemukan bahwa terdapat suatu hubungan matematis antara indeks bias kedua

bahan dengan nilai sinus dari sudut-sudut sinar. Hukum Snellius menyatakan

bahwa (Serway dan Jerwat, 2004):

n1 sinθ1 = n2 sinθ2 (2.1)

Terdapat empat variabel matematika di dalam persamaan (2.1), dimana n1 dan n2

secara berturut-turut adalah nilai indeks bias bahan pertama dan indeks bias bahan

kedua, sedangkan θ1 dan θ2 secara berturut-turut adalah sudut datang dan sudut

bias.

2.4.Indeks Bias

Kecepatan cahaya bergantung pada bahan tempat dimana ia merambat. Di

dalam ruang hampa, cahaya merambat pada kecepatan maksimumnya yang

mendekati 3x108

m/s. Ketika cahaya merambat di dalam suatu material yang

bening dan jernih, kecepatannya akan turun sebesar suatu faktor yang dinamakan

indeks bias. Sehingga untuk mengetahui indeks bias suatu material maka

digunakan perbandingan antara kecepatan cahaya di udara hampa dengan

kecepatan cahaya di material tertentu. Indeks bisa dapat di tulis dengan persamaan

(Pane, 2010) :

( ) ( )

( ) ( )

Dimana besar kecepatan cahaya di ruang hampa adalah 3 x 108 m/s.

Karena indeks bias sebenarnya merupakan nilai perbandingan (rasio)

antara kecepatan cahaya di dalam ruang hampa terhadap kecepatan cahaya di

dalam bahan, maka besaran indeks bias tidak memiliki satuan. Nilai indeks bias

tidak pernah lebih kecil dari 1 dan untuk nilai indeks bias zat lain ditampilkan

pada tabel 2.1.

Page 23: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Tabel 2.1 Indeks bias beberapa medium yang berbeda (Serway dan Jerwat, 2004)

Medium n = c / v

Udara Hampa 1,0000

Udara (pada STP) 1,0003

Air 1,333

Es 1,31

Alkohol Etil 1,36

Gliserol 1,48

Benzena 1,50

Kaca Kuarsa Lebur 1,46

Kaca Korona 1,52

Pemantulan Internal Total

Sudut perambatan sinar cahaya akan bertambah jika sinar memasuki sebuah

bahan dengan indeks bias yang lebih kecil. Jika sudut datang sinar (di dalam

bahan pertama) menuju bidang perbatasan terus diperbesar, akan tercapai suatu

titik dimana sudut bias menjadi 90 dan sinar akan merambat sejajar dengan batas

antar bidang (Arkundato, 2007). Sudut datang yang menyebabkan terjadinya hal

ini disebut sebagai sudut kritis.

Gambar 2.4.1. Gambar pemantulan total sempurna (Serway dan Jerwat, 2004).

Udara

Kaca

Pemantulan Internal Total

Sudut Kritis

Sumber Cahaya

Page 24: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Sudut kritis dapat dihitung dengan mengambil nilai sudut bias sebesar 90 dan

memasukkannya ke dalam persamaan Hukum Snellius :

n1 sin θ1 = n2 sin θ2 (2.3)

Nilai dari sudut θ2 digantikan dengan sudut 90 dan besarnya sin 90 adalah 1,

maka dari persamaan (2.1) dapat digunakan untuk menentukan besar sudut kritis

dengan menjadikan persamaan sebagai berikut:

n1 sin θ1 = n2 sin 90 (2.4)

sin θ1 =

(2.5)

Dari gambar 2.4. sinar datang dari medium rapat (kaca) ke medium kurang

rapat (udara) maka sinar dibiaskan menjauhi garis normal. Sudut ic merupakan

sudut kritis. Bila sudut datang lebih besar dari sudut kritis, cahaya tidak dibiaskan

melainkan dipantulkan dengan sempurna.

2.5. Tingkat Numerik (Numerical Aperture (NA))

Serat optik memiliki diameter yang sangat kecil (dalam ukuran micrometer),

sehingga tidak bisa sembarangan dalam memasukkan cahaya ke dalam serat optik.

Ada syarat yang harus dipenuhi agar cahaya dapat masuk ke dalam serat optik,

yaitu cahaya datang harus dalam daerah kerucut penerimaan.

Kerucut penerimaan (cone of acceptance) adalah kisaran nilai sudut datang

untuk sebuah sinar yang masuk ke dalam serat optik, yang masih

memungkinkannya untuk dapat merambat di dalam inti hingga mencapai ujung

output. Artinya, jika sebuah sinar masuk ke serat optik dengan sudut datang yang

berada di luar kisaran ini, maka sinar tersebut tidak akan keluar dari ujung serat

optik atau akan hilang di tengah jalan. Daerah kisaran sudut tersebut merupakan

sebuah kerucut jika divisualisasikan dalam bentuk tiga-dimensi dan karena itulah

disebut dengan ‘kerucut penerimaan’(Elliott, 2006).

Page 25: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Gambar 2.6.1. Daerah penerimaan θmak (Telkom, 2004)

Dari gambar (2.6.1.) garis nomer dua adalah sinar datang yang

menyebabkan terjadinya sudut kritis sehingga jarak dari normal sampai sinar

datang nomer dua merupakan besarnya sudut maksimal. Numerical aperture dari

serat optik adalah parameter yang mengukur kemampuan serat optik untuk

mengumpulkan atau memerangkap cahaya.

Secara matematis untuk mendapatkan nilai numerical aperture dapat

diperoleh dengan rumus:

n0 sinθmaks =n1 sinθ2 (2.6)

karena θ2 = 90°-θc , maka persamaan (2.6) menjadi

n0 sinθmaks =n1 cosθc (2.7)

dengan menggunakan relasi trigonometri sin2θc + cos

2θc =1, maka persamaan

(2.7) dapat dinyatakan dalam bentuk:

n1 sinθmaks = n2 √ (2.8)

nilai sinus dari sudut kritis adalah sebesar

, sehingga

√ (

)

(2.9)

Jadi,

√(

) (2.10)

n0 merupakan indeks bias udara pada ruang hampa, besarnya adalah 1. Maka

persamaannya menjadi:

√(

) (2.11)

Dan untuk menghitung sudut penerimaan menggunakan persamaan:

Sudut penerimaan = arcsin ( NA ) (2.12)

θ

max

i

nudara = 1

3

2 1

cladding

cladding

core n1

r

(Sudut kritis)

1

2

3

900

1

Cahaya yang masuk ke clading

2

Cahaya yang masuk dengan sudut kritis

3 Cahaya yang mengalir ke dalam

core

max

c

Daerah dimana sinar dapat diterimaoleh serat optik

n0

n2

Page 26: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

2.6. Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari

perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, dimana arah getar

vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Spektrum optik

(cahaya atau spektrum terlihat atau spektrum tampak) adalah bagian dari spektrum

elektromagnetik yang tampak oleh mata manusia. Radiasi elektromagnetik dalam

rentang panjang gelombang ini disebut sebagai cahaya tampak. Tidak ada batasan

yang tepat dari spektrum optik. Mata normal manusia akan dapat menerima

panjang gelombang dari 400 sampai 700 nm, meskipun beberapa orang dapat

menerima panjang gelombang dari 380 nm sampai 780 nm (atau dalam frekuensi

790-400 terahertz). Mata yang telah beradaptasi dengan cahaya biasanya memiliki

sensitivitas maksimum di sekitar 555 nm, di wilayah hijau dari spektrum optik.

Warna pencampuran seperti pink atau ungu seperti pada Gambar 2.7.1 tidak

terdapat dalam spektrum ini karena warna-warna tersebut hanya akan didapatkan

dengan mencampurkan beberapa panjang gelombang.

Gambar 2.7.1 Spektrum Gelombang

2.8. Polarisasi karena Pemantulan dan Pembiasan

Peristiwa pemantulan dan pembiasan dapat menyebabkan terjadinya

polarisasi (Gambar 2.8.1.). Polarsasi adalah peristiwa terserapnya sebagian atau

seluruh arah getar gelombang. Gejala polarisasi hanya dapat dialami oleh

gelombang transversal saja, sedangkan gelombang longitudinal tidak mengalami

gejala polarisasi. Ketika cahaya jatuh pada bidang batas antara dua medium

dengan membentuk sudut datang terhadap garis normal, sebagian sinar akan

dipantulkan dengan sudut pantul ( =

) dan sebagian lagi akan dibiaskan

dengan sudut bias . Jika sinar bias dan sudut pantul membentuk sudut 90° yang

secara matematis , maka sinar pantul terpolarisasi linier. Sudut

Page 27: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

datang yang menghasilkan sinar pantul terpolarisasi disebut sudut polarisasi atau

sudut Brewster ( ).

Gambar 2.8.1. Polarisasi Karena Pemantulan dan Pembiasan (Serway, 2004).

Hukum Snellius untuk menyatakan pembiasan adalah:

Oleh karena

Maka

Sehingga hukum Snellius diatas menjadi:

(2.13)

Persamaan (2.12) disebut dengan hukum Brewster. Dalam penelitiaaan ini

persamaan (2.12) akan digunakan untuk mencari indek bias PMMA dengan

mengunakan metode reflektansi.

2.9. Reflektansi Dan Transmitansi

Perbandingan intensitas cahaya yang dipantulkan dengan cahaya yang

datang disebut reflektansi (R), sedangkan perbandingan intensitas cahaya yang

ditransmisikan dengan cahaya datang disebut transmitansi (T). Fresnel

ta 𝜃𝑝 𝑛

𝑛

Sinar datang Sinar pantul

Sinar bias

Garis Normal

Page 28: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

menyelidiki dan merumuskan suatu persamaan koefisien refleksi dan koefisien

transmisi yang dihasilkan oleh pemantulan dan pembiasan (Pedrotti, 1993).

Transmitansi dari bahan dapat dicari dengan membandingkan intensitas

sinar laser setelah melalui bahan ( ) dengan intensitas sinar laser sebelum

mengenai bahan ( ).

(2.14)

Transmitansi juga dapat dikaitkan dengan koefisien absorbansi suatu bahan.

Keterkaitan antara koefisien absorbsi dan transmitansi digambarkan oleh

persamaan (2.13), dimana adalah Transmitansi, adalah koefisien

absorbsi( ), dan adalah ketebalan bahan ( )

( ) (2.15)

Sedangkan Reflektansi (R) didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas

pemantulan dengan intensitas sumber yang dapat ditulis:

(2.16)

2.10. Absorbansi

Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan bentuk interaksi antara

gelombang cahaya/foton dengan atom/molekul. Absorbsi terjadi saat foton masuk

bertumbukan langsung dengan atom-atom pada material dan menyerap energinya

pada elektron atom. Foton mengalami perlambatan dan akhirnya berhenti,

sehingga pancaran sinar yang keluar dari material berkurang dibandingkan saat

masuk material. Abrobsi hanya terjadi ketika selisih kedua tingkat energi elektron

tersebut ( ) bersesuaian dengan energi cahaya datang.

(2.17)

Absorbansi menyatakan banyaknya cahaya yang diserap oleh bahan dari

total cahaya yang dilewatkan pada bahan tersebut. Hubungan absorbansi dengan

transmitansi dapat dinyatakan dengan persamaan

(2.18)

𝑇 𝐼𝑡𝐼

𝑅 𝐼𝑟𝐼

𝐴 𝑙𝑜𝑔 (𝑇) 𝑙𝑜𝑔 𝐼𝑡𝐼

Page 29: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Dimana adalah Absorbansi, adalah Transmitansi, adalah Intensitas cahaya

keluar ( ), dan adalah Intensitas cahaya masuk( ).

Persamaan (2.18) juga dapat dituliskan:

(2.19)

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.15) ke persamaan (2.19) besarnya

intensitas cahaya setelah melewati bahan dapat dituliskan :

( ) (2.20)

Dari persamaan (2.20) dapat diturunkan persamaan yang menyatakan koefisien

absorbsi suatu bahan yang dihubungkan dengan transmitansi, yaitu:

(2.21)

Dimana adalah koefisien absorbsi ( ), dan adalah ketebalan bahan ( ),

dan adalah Transmitansi.

Dengan mensubtitusikan persaman (2.15) ke persamaan (2.19) sehingga diperoleh

hubungan antara Absorbansi ( ), koefisien absorbsi ( ), dan ketebalan bahan ( )

yang dituliskan dengan persamaan:

(2.22)

Dimana adalah koefisien absorbsi ( ), dan adalah ketebalan bahan ( ),

dan adalah Absorbansi.

𝛼

𝑡l (𝑇)

𝐴 l (𝑇)

l ( )

𝛼 𝐴

𝑡l ( )

Page 30: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sub Laboratorium Optik Jurusan Fisika

Fakultas MIPA Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, mulai bulan Februari 2011 sampai

dengan Juni 2011.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain (Gambar 3.1) :

1. Osciloscope Digital Yokogawa

2. Large Area Visible Photo Receiver Model 2031

3. Sinar laser He-Ne merah (632 nm)

4. Sinar laser hijau (532 nm)

5. Spektrophotometer UV-VIS Lamda25

6. FTIR

7. Meja Putar berskala derajat

8. Alat Polish

9. Polish dengan grade 1000, 2400 dan 4000

10. Mesin bubut

11. Wadah sampel

3.2.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain :

1. Polymethyl metacrylate (PMMA)

2. Air kran

Page 31: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g) (h)

2400 4000

1000

Page 32: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Gambar 3.1.1. Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian kajian

perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk Kerucut (a)

Potongan sampel tebal 2 mm, (b) Meja putar berskala derajat, (c) Photo Receiver,

(d), Polish dengan grade 1000, 2400 dan 4000 (e) Sumber sinar laser merah, (f)

Sumber sinar laser hijau, (g) Osciloscope Digital, dan (h) Sampel Kerucut.

3.3. Prosedur Penelitian

Perlakuan kerja dalam penelitian ini ditujukan untuk membuat kolektor

surya dengan bentuk kerucut. Pada kolektor surya ini telah ditentukan sudut

kemiringan dan tinggi dari sampel kerucut. Dari kemiringan dan tinggi akan

digunakan untuk mengetahui sudut penerimaan (NA). Untuk mencapai tujuan di

atas kegiatan penelitian ini di bagi menjadi dua tahap yaitu kajian secara

matematis dan kajian secara eksperimen. Gambar 3.2 adalah diagram alir dari

kegiatan penelitian ini.

Gambar 3.2.1. Diagram alir penelitian Kolektor surya bentuk kerucut

Pembuatan sampel

Pengukuran reflektansi

Pengukutan indeks bias

Perhitungan dan Pengukuran NA pada sampel

Pengkajian secara matematis

Perhitungan dengan Ms. Excel

Pengukuran Absorbansi

Page 33: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Keterangan secara mendetil dari masing-masing langkah adalah sebagai berikut:

3.3.1. Pembuatan Sampel

Pada tahap ini dilakukan pembuatan sampel. Bahan yang dibutuhkan

diantaranya Polymethyl metacrylate (PMMA) atau yang biasa dikenal dengan

acrylic. PMMA pabrikan akan dipotong tipis dengan ketebalan ± 2 mm dan

dibentuk kerucut dengan mesin bubut. Pemotongan PMMA tipis dilakukan untuk

pengujian karasteristik absobansi, karasteristik reflektansi dan karasteristik indeks

bias. Sedangkan model bentuk kerucut akan digunakan untuk pengujian NA.

Model eksperimen berbentuk kerucut telah di tentukan ketinggiannya sebesar 8

cm dengan diameter permukaan ujung atas sebesar 1,6 cm dan permukaan ujung

bawah berdiameter 0,8 cm. Pada bagian badan tepatnya 2 cm dari permukaan atas

berdiameter 2 cm.

Gambar 3.3.1.1. Desain kerucut kolektor surya

Sampel dibentuk dengan menggunakan mesin bubut. Karena permukaan

sampel belum halus maka permukaan sampel harus dipolish. Proses polish

dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dari grade 1000, 2400 dan diakhiri

dengan grade 4000. Proses seperti ini dilakukan bertujuan agar mempercepat

halusnya sampel. Untuk permukaan yang datar proses polish dapat dipermudah

dengan menggunakan mesin polish.

3.3.2. Pengukuran Absorbansi

Sampel yang digunakan merupakan potongan tipis acrylic dengan tebal

sampel ±2 mm. Ketika memasukkan sampel ke alat, harus di cuci dengan alkohol

agar kondisi sampel bersih. Pada UV-VIS panjang gelombang yang digunakan

pada pengukuran ini adalah 350 nm-800 nm. Data absorbansi yang di gunakan

1,6 cm6 2 cm

8 cm

0,8 cm

5

5

Page 34: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

pada FTIR menggunakan Panjang gelombang Infra red. Pengolahan grafik yang

dilakukan dengan menggunakan software Origin Pro 8.

3.3.3. Pengukuran Reflektansi

Pengukuran reflektansi pada penelitian ini dengan menggunakan potongan

sampel, karena dalam pengukuran reflektansi hanya berlaku pada bidang datar.

Pengukuran ini menggunakan meja putar berskala derajat yang akan digunakan

untuk memvariasi sudut (Gambar 3.3.3.1).

Gambar 3.3.3.1. Meja putar berskala derajat untuk mengukur reflektansi

Perlakuan pada pengukuran Reflektansi adalah melewatkan laser (merah

dan hijau) ke sampel PMMA. Pada laser hijau pengujian dilakukan dengan

menambahkan polarisator, karena laser hijau belum terpolarisasi. Dari sampel

PMMA ini selanjutnya sinar akan dipantulkan kembali oleh sampel PMMA

kemudian ditangkap oleh photo receifer dan diukur intensitas sinar pantulnya

dengan menggunakan osciloscope digital. Pengambilan data intensitas dilakukan

terhadap variasi sudut datang. Variasi sudut datang yang digunakan adalah

perubahan pergeseran sudut sebesar 5° dengan rentang 5°-85°. Skema proses

pengambilan data digambarkan seperti pada Gambar 3.3.3.2.

Page 35: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Sampel

Laser

Polarisator

Photoreceiver

Osciloscope Digital

Gambar 3.3.3.2 Skema pengambilan data reflektansi sampel

Nilai reflektansi akan diperoleh dengan membandingkan intensitas sinar

pantul dengan intensitas sumber, seperti yang telah disebutkan dalam tinjauan

pustaka pada persamaan (2.15).

Pengukuran reflektansi dilakukan pada mode TE dan mode TM. Data

antara sudut sinar datang dan intensitas sinar pantul ini dimasukkan dalam grafik.

Pembuatan grafik dilakukan dengan menggunakan Software Origin Pro 8.

3.3.4. Pengukuran Indeks Bias

Pengukuran Indeks bias dapat dilakukan dengan menggunakan reflektansi

mode TM. Untuk mendapatkan indeks bias yang lebih teliti dilakukan pengukuran

ulang reflektansi pada rentang sudut 52°-58° dengan ketelitian 10’12”. Data

reflektansi ini dibuat grafik dengan menggunakan software Origin Pro 8. Indeks

bias ditunjukkan oleh nilai tangen dari sudut datang sinar laser yang memberikan

nilai intensitas terkecil. Indeks bias dihitung dengan menggunakan persamaan

sudut Brewster yang secara matematis seperti pada persamaan (2.12).

Dimana θp adalah sudut datang sinar laser yang memberikan nilai

intensitas terkecil, n2 adalah indeks bias sampel, dan n1 adalah indeks bias udara

Page 36: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

(n1=1,0003). Pada penelitian ini akan dicari indeks bias PMMA dengan cara

mencari nilai θp. Setelah θp didapatkan, maka dapat digunakan persamaan (2.12)

untuk menghitung indeks bias PMMA.

3.3.5. Kajian Matematis Pada Penentuan Numerical Aperture (NA)

Kajian matematis dalam penelitian ini dilakukan dengan mencari

keterkaitan antara kemiringan kolektor dan tinggi kolektor dengan NA. Pada

tahapan ini dicari rumus pencerminan dalam pandu gelombang sehingga dapat

diketahui ketinggian untuk setiap pemantulan ke-i. Sudut-sudut tersebut

dihubungkan dengan sudut sinar datang (θi) pada saat sebelum memasuki model

kolektor. Setelah diketahui rumus dari pencerminan ke-i dan tinggi ke-m, NA

dapat di cari dengan persamaan dari sudut kritis seperti pada persamaan (2.4.).

Nilai sudut kritis yang telah diketahui digunakan sebagai acuan

perbandingan dengan sudut pemantulan ke-i. Ketika sudut pemantulan ke-i lebih

besar maka sudut itu digunakan untuk mengetahui letak pemantulan terhadap

tinggi sampel, jika posisi pemantulan lebih pendek atau sama dengan tinggi

sampel maka nilai NA dapat diketahui.

3.3.6. Pengukuran Numerical Aperture (NA) Secara Eksperimen

Numerical Aperture merupakan parameter yang merepresentasikan sudut

penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima dan merambat

didalam kolektor surya. Secara matematis, besar sudut penerimaan (NA) sampel

dapat dihitung dalam kaitannya dengan indek bias bahan, panjang sampel, lebar

sampel, sudut kemiringan sampel.

Page 37: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Gambar 3.3.6.1. Skema pengukuran NA sampel

Gambar 3.3.6.1. adalah skema pengambilan data NA sampel. Dalam

penelitian ini langkah untuk menentukan NA adalah dengan cara meletakkan

sampel diatas meja putar berskala derajat, kemudian menyinari masing – masing

sampel dengan laser dan dicari sudut maksimum dimana sinar masih merambat

dan memantul didalam sampel hingga keluar dari ujung sisi yang lain. Laser yang

digunakan pada penelitian ini adalah laser hijau (λ = 532 nm) dan laser He-Ne

merah (λ = 632 nm). Penggunaan dua laser ini dimaksudkan agar dapat mewakili

spektrum cahaya yang sampai ke bumi yang dipancarkan oleh matahari.

Terdapat dua variasi posisi datangnya sinar yang dilakukan dalam

menentukan NA secara eksperimen. Posisi pertama sinar berada pada permukaan

kanan atas sampel. Selanjutnya posisi kedua datangnya sinar berada pada

permukaan kiri atas sampel. Perlu dilakukan ketelitian yang tinggi dalam

peletakkan sampel agar sinar dapat masuk lurus pada kerucut.

Laser

NAKanan

NAKiri

Sampel

Laser

Page 38: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Gambar 3.3.6.2. Posisi Datangnya Sinar Pada Permukaan Atas Kerucut

Data yang diambil adalah besarnya sudut ketika sinar tidak lagi berada

pada permukaan ujung bawah melainkan dibiaskan pada bagian samping atau

badan. Data NA untuk setiap laser dari masing-masing sampel dimasukkan

kedalam tabel dan dibandingkan dengan NA hasil perhitungan secara matematis.

1 2

Page 39: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini telah dilakukan beberapa karakterisasi optik dari

PMMA (Polymethyl Methacrylate), antara lain karakteristik absorbsansi,

karakteristik reflekstansi, karakteristik indeks bias dan karakteristik Numerical

Aperture (NA). PMMA yang digunakan merupakan hasil dari produksi pabrik

dibentuk menjadi potongan yang memiliki tebal ±2 mm dan potongan berbentuk

kerucut.

Sampel berdiameter ± 2 mm digunakan untuk pengujian pada karakteristik

absorbansi, karakteristik reflektansi dan karakteristik indeks bias. Sedangkan

untuk pengujian NA tahap pertama menggunakan sampel berbentuk kerucut. Pada

tahap kedua pengujian NA dilakukan secara teori matematis.

4. 1. Karakteristik Absorbansi PMMA

Pengujian pertama pada karakteristik absorbansi PMMA dilakukkan

dengan menggunakan UV-Visible Spectrophotometer. Nilai yang dihasilkan pada

pengujian ini merupakan hubungan antara panjang gelombang dengan absorbansi.

Panjang gelombang yang digunakan adalah cahaya tampak dengan kisaran 350

nm – 800 nm.

Gambar 4. 1.1. Grafik Absorbansi UV-VIS PMMA

λ (nm)

Page 40: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Absorbansi adalah perbandingan antara intensitas cahaya keluar dari

medium dengan cahaya sebelum memasuki medium. Besarnya intensitas cahaya

sebelum memasuki medium selalu lebih besar dari cahaya setelah melewati

medium. Masing-masing medium memiliki nilai absorbansi yang berbeda-beda

tergantung dari kerapatan medium.

Pada gambar 4.1.1. diketahui bahwa grafik mengalami penurunan drastis

mulai dari panjang gelombang 350 nm dengan nilai absorbansi 1,36 sampai

dengan panjang gelombang 388 nm dengan nilai absorbansi 0,30. Pada panjang

gelombang 400 nm lintasan masih mengalami penurunan dengan selisih sangat

kecil ±0,01. Grafik yang berpola seperti pada gambar 4.1.1. dapat diartikan bahwa

PMMA akan mengalami absorbansi yang tinggi ketika dilewati panjang

gelombang yang nilainya lebih kecil dari 350 nm. Sedangkan pada transmitansi

yang tinggi berada pada rentang panjang gelombang 400 nm–800 nm.

Pengujian kedua pada karakteristik lapisan tipis absorbansi pada PMMA

dengan menggunakan alat FTIR. Panjang gelombang yang digunakan sangat

tinggi karena sumber cahaya yang digunakan adalah infra red. Rentang panjang

gelombang yang digunakan adalah 25046,028 nm – 2499,772 nm. Rentang tersebut

telah mengalami konversi panjang gelombang dari 1/λ yang memiliki satuan cm-1

menjadi λ dengan satuan nm. Perubahan satuan dilakukan untuk mempermudah

analisa ketika dibandingkan dengan grafik dari UV-VIS. Hasil dari pengujian

absorbansi menggunakan FTIR dapat disajikan pada gambar 4.1.2.

Gambar 4. 1.2. Grafik Absorbansi FTIR PMMA

λ (nm)

Page 41: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Pada gambar 4.1.2. dapat dilihat bahwa hampir di semua panjang

gelombang memiliki nilai absorbansi yang tinggi. Sehingga dapat diartikan

hampir semua infra red diserap oleh PMMA.

Spektrum radiasi matahari yang pancarannya sampai ke bumi memiliki

rentang dari panjang gelombang 200 - 2600 nm (Pedrotti, 1993). Informasi yang

diperoleh dari grafik 4.1.1. dan 4.1.2. termasuk dalam rentang spektrum matahari

ke bumi. Dari kedua grafik tersebut disimpulkan bahwa bahan PMMA baik untuk

rentang panjang gelombang cahaya tampak.

4. 2. Karakteristik Reflektansi PMMA

Pengukuran karakteristik reflektansi PMMA dilakukan dengan

menggunakan meja putar berskala derajat. Hasil pengukuran reflektansi PMMA

disajikan dalam Gambar 4.2.1.

Gambar 4. 2.1. Grafik Reflektansi PMMA laser merah

Perlakuan pada pengukuran karakteristik refleksi adalah mengetahui

pemantulan dari penyinaran permukaan bahan PMMA dengan menggunakan laser

untuk setuap panambahan sudut. Pengujian ini tidak tergantung dari tebal bahan

melainkan sangat berpengaruh pada rata dan bersihnya bahan. Setingan awal alat

Page 42: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

adalah memposisikan laser pada sudut 0 dan pantulan dari sampel diarahkan

tepat pada sumber sinar laser. Kemudian laser digerakkan ke kanan dengan variasi

penambahan 5 sebagai variasi sudut datang. Terdapat dua cara penyinaran laser,

yaitu secara TE (transverse electric) dan TM (tranverse magnetic). Penyinaran

dalam mode TE laser diletakkan pada posisi vertikal dan mode tersebut hanya

dapat melewati polarizer medan listrik. Sedangkan untuk penyinaran TM laser

berada pada posisi hirisontal dan hanya dapatmelewati polarizer medan magnet.

Pada Gambar 4. 2.1. posisi lintasan grafik dari TE diatas lintasan grafik dari TM.

Hal tersebut bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu

(Kawate dkk, 2007).

Sebelum melakukan variasi sudut datang, sinar laser diarahkan

terlebihdahulu ke photoreceiver. Fungsi dari photoreceiver adalah merubah

intensitas sinar laser menjadi pulsa-pulsa listrik dengan ukuran daya (watt) yang

selanjutnya di proses oleh osciloscope digital. Keluaran yang ditampilkan adalah

V avg yang berarti rata-rata tegangan yang diterima dari laser. Dari keluaran

itulah nantinya reflektansi dapat di ketahui. Sesuai dengan tinjauan pustaka,

reflektansi (R) didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas pemantulan

dengan intensitas sumber yang dapat dicari nilainya dengan persamaan (2.15).

Besarnya nilai I dapat di ketahui dari persamaan:

(4.2.1.)

Dengan I adalah intensitas (watt/m2), P adalah daya listrik (watt) dan A adalah

luasan (m2). Kemudian dari keluaran tegangan tadi bisa untuk menentukan

besarnya daya listrik dari persamaan:

(4.2.2.)

Dengan V (volt) dan IA adalah arus listrik (ampere). Ketika persamaan (4.2.2.) di

subtitusikan ke persamaan (4.2.1) dan persamaan (4.2.1) di subtitusikan lagi ke

persamaan (2.1.5.), maka persamaan menjadi:

(4.2.3.)

Pada penggunaan laser hanya dilakukan dua variasi, yaitu laser hijau

dengan panjang gelombang 532 nm dan laser He-Ne merah dengan panjang

𝑅 =𝑉𝑟(𝑣𝑜𝑙𝑡)

𝑉0(𝑣𝑜𝑙𝑡)

𝐼 =𝑃

𝐴

𝑃 = 𝑉. 𝐼𝐴

Page 43: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

gelombang 632 nm. Dari kedua laser itu diharapkan dapat mewakili spektrum

cahaya tampak oleh matahari. Pada Gambar 4.2.1. merupakan hasil reflektansi

dari laser merah dan terlihat bahwa nilai reflektansi untuk mode TE semakin

meningkat jika sudut datang semakin besar. Untuk sudut awal yaitu 5 nilai

reflektansi sebesar 3,680 dan untuk sudut 80 yang merupakan sudut terakhir yang

masih bisa di pantulkan oleh PMMA memiliki nilai reflektansi sebesar 100,685.

Untuk nilai reflektansi TM laser merah pada gambar 4.2.1. menunjukkan bahwa

nilai reflektansi PMMA akan terus turun dari sudut 5° dengan nilai reflektansi

15,959 hingga sudut 55° dengan nilai reflektansi 0,315. Tetapi pada sudut 60°

nilai reflektansi mulai mengalami peningkatan sampai dengan sudut 80 dengan

nilai reflektansi 100,16. Dari grafik terlihat bahwa nilai reflektansi kurang dari

sepuluh TE lebih kecil dari nilai reflektansi TM yang menunjukkan bahwa TM

tidak selalu berada dibawah TE.

Gambar 4.2.2. Grafik Reflektansi PMMA laser hijau

Untuk reflektansi TE dan TM laser hijau seperti pada gambar 4.2.2.

menunjukan tanda-tanda yang sama seperti pada reflektansi TE dan TM

Page 44: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

menggunakan laser merah. Hanya saja pada laser hijau nilai reflektansi TM lebih

tinggi dari TE terletak pada skala kurang dari 20.

4. 3. Pengukuran Indeks Bias PMMA

Kolektor surya yang dirancang memiliki prinsip yang sama dengan serat

optik, yaitu memiliki core dan clading. Core yang dimaksud adalah bahan PMMA

sedangkan udara sebagai clading. Dalam serat optik, salah satu variabel yang

harus diketahui untuk melakukan pemantuan sempurna adalah perbedaan indeks

bias antara core dengan clading. Maka dari itu terlihat bahwa pentingnya

mengetahui karakteristik indeks bias pada PMMA.

Hasil pengukuran reflektansi PMMA untuk pengukuran indeks bias

disajikan dalam Gambar 4.3.1.

Gambar 4.3.1. Grafik Reflektansi PMMA mode TM dari 52°-58°

Pada Gambar 4.3.1. adalah perbesaran sekaligus peningkatan sudut datang

dengan ketelitian sudut datang sebesar 10’12” dari Gambar 4.2.1. Penggunaan

rentang yang antara 52°-58° di sebabkan karena nilai minimum sudut pada

Page 45: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Gambar 4.2.1 adalah sebesar 55°. Penentuan indeks bias hanya menggunakan

laser merah, dikarenakan pada penggunaan laser hijau tidak stabil jika digunakan

dalam waktu yang relatif lama. Pada gambar 4.3.1. terlihat bahwa grafik

reflektansi PMMA untuk rantang sudut datang dari 52° hingga 58° membentuk

lembah. Nilai refelektansi PMMA terendah yang diperoleh adalah 2,195 terjadi

pada sudut 56°10’12”.

Dengan mengingat hukum Brewster yang berada pada tinjauan pustaka

persamaan (2.12). Dengan nilai θp adalah 56°10’12”, maka dapat dihitung indeks

bias PMMA (n2). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh indeks bias untuk

PMMA adalah 1,492. Besarnya nilai indeks bias dari hasil penelitian bersesuaian

dengan literatur (www.plasticsinfo.co.za) bahwa besarnya indeks bias NA

berkisar 1,49-1,51.

4. 4. Pengukuran Numerical Aperture

Pengukuran ini dibagi menjadi dua tahap, tahapan yang pertama yaitu

pengukuran secara eksperimen sedangkan tahap yang kedua adalah pengukuran

secara teori dari kajian matematis. Pada tahap eksperimen melakukan penyinaran

dengan menggunakan meja berskala derajat. Sedangkan pada kajian matematis

dalam penelitian ini dilakukan dengan mencari keterkaitan antara kemiringan

kolektor dengan NA.

4.4.1. Pengukuran NA Secara Eksperimen

Pada pengukuran NA secara eksperimen, sinar datang diposisikan seperti

pada gambar 3.3.6.2. Pada setiap titik terdapat dua data NA yang di ambil, yaitu

data dengan sinar datang digeser ke arah kanan dari garis normal dan sinar datang

digeser ke arah kiri dari garis normal. Pengukuran eksperimen didapat data

sebagai berikut:

Page 46: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Tabel 4.4.1 Data Eksperimen NA PMMA

Sampel Posisi

Sinar

Datang

Arah

Putar

λ = 632nm

merah

λ = 532nm

hijau

mak NA

(sinmak)

mak NA

(sinmak)

Kerucut 1 Kanan 6050’24’’ 0,87 6030’ 0,87 Kiri 710’12’’ 0,12 640’12’’ 0,12

2 Kanan 650’24’’ 0,12 619’48’’ 0,11 Kiri 6040’12’’ 0,87 6019’48’’ 0,87

Dari tabel 4.4.1. ditunjukkan bahwa nilai NA laser hijau dengan NA laser merah

terjadi sedikit perbedaan. Terjadi ketidaksesuaian kemungkinan dikarenakan

faktor peletakan sampel yang kurang lurus terhadap laser. Serta pengaruh dari

perbedaan panjang gelombang yang memiliki absorbansi berbeda.

4.4.2. Pengukuran NA Secara Matematis

Tahapan awal pada kajian matematis adalah untuk mencari rumus yang

digunakan sebagai penentu besarnya sudut pada pemantulan ke-i (βi). Tahap

berikutnya adalah mencari rumus untuk menentukan panjang ke-m kolektor surya

(hm). Kedua rumus tersebut memiliki hubungan dengan sudut datang (θi) sinar

saat sebelum memasuki model kolektor.

Pada gambar 4.4.1 menunjukkan skema jalannya sinar di dalam medium.

Simbol θi adalah sudut datang dan θr merupakan sudut bias yang besarnya dapat

diketahui dengan hukum Snellius. Untuk sudut – sudut pembentuk sampel adalah

ψ1 yang merupakan sudut luar dan digunakan untuk mengetahui sudut kemiringan

pada permukaan atas sampel. Sudut Ψ2 dan Ψ3 adalah sudut yang membentuk

bagian luar dan dalam badan sampel. Besarnya sudut Ψ3 adalah selisih dari sudut

180 dengan dua kali sudut Ψ2. Kelima variabel tersebut merupakan komponen

awal yang diketahui nilainya.

Page 47: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Gambar 4.4.1. Skema jalannya sinar dalam sampel

𝜃𝑖

𝜃𝑟

𝜃𝑝

𝜽𝒒 𝜓1

𝜓3 𝐵

𝐷

𝐹

𝐺

𝐴

𝐶

𝐸

𝜓2

ℎ1

ℎ2

ℎ4

ℎ3

ℎ5

ℎ6

𝐵′

𝐷′

𝐹′

𝐻 𝐻′

𝑍 𝑍’

𝑂

𝑟

K

𝑄

𝑅

𝑎

𝑎′

𝑏

c

𝑑

𝑒

f

𝐾

𝐿 g

Page 48: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Nilai dari sudut bias r diketahui dengan menggunakan hukum Snellius

seperti yang telah disampaikan pada tinjauan pustaka, persamaan (2.6.). Variabel

yang selanjutnya adalah p yang diketahui dari penjumlahan sudut bias dengan

sudut pembentuk sampel bagian luar (ψ2).

p = r+ ψ2 (4.1)

Sudut q diketahui dengan persamaan berikut:

q = 180-( ψ1+ p) (4.2)

Kemudian sudut ke-i dapat diketahui dengan memanfaatkan sudut

percabangan dari pantulan kanan dan kiri. Pada gambar 4.4.1. sudut percabangan

diberi simbol huruf A, C, E, G. Sudut A1 dan A2 diketahui dengan memperhatikan

OAZ:

A1 = 180-90-q

A1 = 90-q (4.3)

Karena A1 dan A2 membentuk sudut siku-siku, maka:

A2 = 90-90-q

A2 = q (4.4)

Sudut ke-1 merupakan sudut sinar datang dalam medium setelah sinar

masuk kedalam medium. Sudut B2 adalah sudut datang pertama, sudut D2 adalah

sudut datang kedua dan F2 adalah sudut datang ketiga, serta berturut-turut H2, J2,

L2 merupakan sudut keempat dan seterusnya. Sudut sinar datang pertama adalah

B2 yang dapat di ketahui dengan memperhatikan ZAB:

B1 = 180-2A2-p

= 180-2q-p (4.5)

Page 49: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Gambar 4.4.2. Skema jalannya sinar dalam sampel pada setengah kerucut

Page 50: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Karena B1 dan B2 membentuk sudut siku-siku, maka:

B2 = 90-B1

= 90- (180-2q-p)

B2 = 2q+p-90 (4.6)

Sudut perpotongan ke-2 yaitu C dapat di ketahui dengan memperhatikan

ACB:

C1 = 180-(2B2)-A1 (4.7)

= 180-4q-2p+180+q-90

= 270-3q-2p (4.8)

Karena C1 dan C2 membentuk sudut siku-siku, maka:

C2 = 3q+2p-180 (4.9)

Pada C1 dan C2 digunakan untuk menentukan sudut berikutnya yaitu sudut

sinar datang kerdua D2 dengan memperhatikan segi empat BDB’Z:

D1 = 360-2B2-ψ3-p

D1 = 360-4q-2p+180- ψ3-p

D1 = 540-4q-3p- ψ3 (4.10)

Karena D1 dan D2 membentuk sudut siku-siku, maka:

D2 = 4q+3p+ ψ3-450 (4.11)

Besarnya E dapat di ketahui dengan memperhatikan DEC:

E1 = 180-2D2-C1

= 180-(8q+6p+2ψ3-900)-( 270-3q-2p)

= 810-5q-4p-2ψ3 (4.12)

Karena E1 dan E2 membentuk sudut siku-siku, maka:

Page 51: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

E2 = 5q+4p+2ψ3-720 (4.13)

D1 dan E2 dimanfaatkan untuk mengetahui sudut pemantulan selanjutnya yaitu

sudut F1 dengan memperhatikan DFE:

F1 = 180-D1-(2E2)

= 180-(540-4q-3p- ψ3)-( 10q+8p+4ψ3-1440)

= 1080-6q-5p-3ψ3 (4.14)

Karena F1 dan F2 membentuk sudut siku-siku, maka:

F2 = 6q+5p+3ψ3-990 (4.15)

Sudut percabangan berikutnya, yaitu G dapat diketahui dengan memperhatikan

FGE:

G1 = 180-(2F2)-E1

= 180-(12q+10p+6ψ3-1980)-(810-5q-4p-2ψ3)

= 1350-7q-6p-4ψ3 (4.16)

Karena G1 dan G2 membentuk sudut siku-siku, maka:

G2 = 7q+6p+4ψ3-1260 (4.17)

Selanjutnya untuk pemantulan ke-4, H2 dapat diketahui dengan memperhatikan

FHG:

H1 = 180-(2G2)-(F1)

= 180-(14q+12p+8ψ3-2520)-(1080-6q-5p-3ψ3)

= 1620-8q-7p-5ψ3 (4.18)

Karena H1 dan H2 membentuk sudut siku-siku, maka:

H2 = 8q+7p+5ψ3-1530 (4.19)

Page 52: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Dilakukan penyederhanaan pada persamaan pemantulan ke-1 sampai ke-4,

menjadi:

B2 = q +5 (4.20)

D2 = q+ ψ3 – 165 (4.21)

F2 = q+3ψ3 – 515 (4.22)

H2 = q+5ψ3 – 865 (4.23)

Kemudian untuk menentukan panjang kolektor surya dengan memanfaatkan salah

satu fungsi sinus:

=

=

Dengan memperhatikan ZAO dan mengingat fungsi tangen dan cosinus, maka:

ℎ1 =

( . )

Dengan memperhatikan ZAO, maka:

ℎ1

=

=

=

( . )

Dengan memperhatikan ZAB, maka:

1=

′ =

( )

′ =

( ) ( . )

Page 53: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Panjang kolektor surya ke-2 dapat di ketahui dengan memperhatikan ABQ,

maka:

ℎ2

( 1)=

( )

ℎ2 = ( 1)

ℎ2 =

( ) ( . )

Panjang kolektor ke-3 dapat diketahui setelah mengetahui panjang b dengan

memperhatikan BAC, maka:

1=

1

= ( )

( )

=

( ) ( )

=

( ) ( )

=

( )( ( )) ( . )

Panjang h3 diketahui dengan memanfaatkan panjang b dengan memperhatikan

BCQ:

ℎ3

( 1)=

ℎ3

( 1)=

ℎ3 = 1

ℎ3 = ( )

ℎ3 = ( ( ))

Page 54: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

ℎ3 =

( ( ))

( ) ( ( ))

ℎ3 =

( )

( ) ( . )

Panjang h4 dapat diketahui setelah mengetahui panjang c dengan memperhatikan

BCD, maka:

( 2 1)=

1

= ( 2 1)

1

= ( 3 )

( 3) ( . )

Memanfaatkan panjang c untuk mencari h4 dengan memperhatikan CDR, maka:

ℎ4

( 1)=

ℎ4 = ( )

ℎ4 =

( 3 )( ( ))

( ) ( 3) ( ( ))

ℎ4 =

( 3 ) ( )

( ) ( 3) ( . )

Panjang h5 dapat diketahui setelah mengetahui panjang d dengan memperhatikan

CDE, maka:

1=

1

Page 55: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

= 1

1

= ( )

( 3)

= ( ( )

( 3) ( . )

Setelah diketahui panjangnya d maka h5 dapat diketahui dengan memperhatikan

DRE, maka:

ℎ5 = ( 3)

ℎ5 = ( 3)) ( . )

Panjang h6 dapat diketahui setelah mengetahui panjang e dengan memperhatikan

DEF, maka:

1=

1

= ( 3)

( 3)

= ( 3)

( 3) ( . )

Maka panjang h6 diketahui dengan memperhatikan DEF:

ℎ6

( 1)=

ℎ6 = ( 1)

ℎ6 = 1

ℎ6 = ( 3)

ℎ6 = ( 3) ( . )

Page 56: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Panjang h7 dapat diketahui setelah mengetahui panjang f dengan memperhatikan

EFG, maka:

1=

1

= 1

1

= ( 3)

( 3)

= ( 3)

( 3) ( . )

Dengan memanfaatkan panjang f yang telah diketahui dan meperhatikan EFK ,

maka panjang h7 adalah:

ℎ7

( 1)=

ℎ7 = ( 1)

ℎ7 = 1

ℎ7 = ( 3)

ℎ7 = ( ( 3)) ( . )

Selanjutnya untuk perhitungan panjang h8 harus terlebih dahulu mengetahui

panjang g dengan memperhatikan FGH:

1=

1

= 1

1

= ( 3)

( 3)

= ( ( 3))

( 3) ( . )

Page 57: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Kemudian panjang h8 dapat diketahui dari panjang g dengan memperhatikan

FGH, maka:

ℎ8

1=

ℎ8 = 1

ℎ8 = ( 3)

ℎ8 = ( ( 3)) ( . )

Tinggi kolektor surya ke-1 sampai dengan ke-8 adalah:

ℎ1 =

( . )

ℎ2 =

( ) ( . )

ℎ3 =

( )

( ) ( . )

ℎ4 =

( 3 ) ( )

( ) ( 3) ( . )

ℎ5 = ( 3)) ( . )

ℎ6 = ( 3) ( . )

ℎ7 = ( ( 3)) ( . )

ℎ8 = ( ( 3)) ( . )

Setelah persamaan untuk pemantulan dan tinggi kolektor diketahui maka

selanjutnya adalah memproses persamaan tersebut menggunakan software

microsoft excel untuk mempermudah dalam perhitungan menentukan NA. Dari

pemprosesan data diketahui bahwa sudut maksimal dari posisi 1 (seperti pada

Gambar 3.3.6.2.) dengan pergeseran sudut datang ke kanan dari garis normal

Page 58: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

adalah 6149’48” dengan NA sebesar 0,88. Sedangkan untuk pergeseran sinar

datang ke kiri dari garis normal, memiliki sudut penerimaan maksimal sebesar

728’12” dengan NA sebesar 0,13. Nilai tersebut didapat dari penggunaan

persamaan Snellius seperti pada tinjauan pustaka, persamaan (2.2):

1 = 1( 2

1 2)

Dalam perhitungan secara matematis menggunakan indeks bias PMMA

dari hasil pengukuran menggunakan panjang gelombang merah (λ=632nm).

Mengacu pada Tabel 4.4.1. besarnya NA perhitungan dengan NA eksperimen

terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain: pertama sampel yang dibuat tidak benar-benar simetris. Faktor yang kedua,

kurangnya ketelitian dalam mengamati skala saat melakukan pengukuran. Pada

saat pengukuran NA sampel tidak benar-benar sejajar dengan arah sinar datang

pada saat sinar datang tepat tegak lurus terhadap sampel.

Meskipun terdapat perbedaan antara hasil eksperimen dan hasil

perhitungan secara matematis namun perbedaan itu sangat kecil hanya

seperseratus sehingga dapat dikatakan hasil NA antara hasil perhitungan

matematis dan hasil eksperimen sama.

Page 59: DESAIN KOLEKTOR SURYA BERBAHAN DASAR …/Desain... · juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, ... sujud syukur saya persembahkan kepada ... Gambar 4.4.1. Skema

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan grafik absorbansi, PMMA (acrylic) baik digunakan sebagai

kolektor surya untuk panjang gelombang cahaya tampak, karena pada rentang

cahaya tampak sebagian besar cahaya ditransmisikan oleh PMMA.

Sedangkan untuk sumber cahaya infra merah hampir semua sinar diserap oleh

PMMA.

2. Berdasarkan grafik reflektansi pada PMMA, baik untuk mode TE maupun

mode TM menunjukkan trend yang hampir sama pada laser merah maupun

laser hijau.

3. Besarnya indeks bias PMMA dapat dicari dengan menggunakan metode

reflektansi khusus pada sudut datang 52° sampai 58° nilai reflektansi terkecil

pada sudut datang 56,167° yang dapat diartikan besarnya indeks bias untuk

PMMA adalah 1,492.

4. Dari tabel perbandingan NA secara matematis dan eksperimen diperoleh hasil

yang hampir sama dengan selisih perbedaan yang kecil yaitu seperseratus . Hal

ini menunjukkan kebenaran hasil perhitungan secara matematis.

5.2. Saran

Menambah variasi sudut kemiringan kolektor dan panjang kolektor agar

diperoleh perbandingan eksperimen dengan tinjauan matematis yang lebih banyak

agar dapat menambah keakuratan pada perhitungan sehingga kolektor surya yang

dapat secara optimal mengumpulkan cahaya.