dermatitis atopik
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-
anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar igE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rhinitis alergi;, dan atau asma bronkial).
Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami eskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).1
Kata ‘atopi’ pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah
yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat
kepekaan dalam keluarganya, Misalnya : asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis
atopik, dan konjungtivitis alergik.1
Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi dermatitis atopik makin
meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar.1 Penyakit ini dialami
sekitar 10-20% anak. Pada 70 % kasus dermatitis atopik umumnya di mulai saat anak-
anak di bawah 5 tahun dan 10% saat remaja /dewasa.5,. Umumnya terjadi sebelum
usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga
anak melewati masa tertentu. Sebagaian besar anak akan sembuh dari eksema
sebelum usia 5 tahun. Sebagaian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga
dewasa. Di perkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada
anak <5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-
30 tahun terakhir.3,6
Dermatitis atopi cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari
seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami dermatitis atopi pada masa
kehidupan 3 bulan pertama. Gejala utama dermatitis atopik ialah (pruritus), dapat
hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari.
Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam
kelainan kulit berupa papul, lekenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi,
dan krusta. Dermatitis atopik dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu : dermatitis atopik
1
infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun ); dermatitis atopik anak ( 2
tahun sampai 10 tahun ); dan dermatitis atopik remaja dan dewasa.1
Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara industri lain,
prevalensi Dermatitis Atopik mencapai 10-20 %, sedangkan pada dewasa kira-
kira 1-3 %. Di negara Agraris, misalnya Cina Eropa Timur, Asia Tengah,
Prevalensi dermatitis jauh lebih rendah. Wanita banyak menderita dermatitis
Atopik daripada pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh
terhadap prevalensi dermatitis Atopik, misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan
ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota dan
meningkatnya penggunaan antibiotik, berpotensi menaikan jumlah penderita
Dermatitis Atopik. Prevalensi yang tinggi ditemukan di Amerika. Di Inggr is,
pada survei populasi pada 1760 anak-anak yang menderita Dermatitis Atopik dari
usia satu sampai lima tahun di temukan kira-kira 84 % kasus ringan, 14 % kasus
sedang, 2 % kasus berat.1,5
Dermatitis atopik dicetuskan oleh sejumlah faktor pencetus. Meliputi
bahan iritan (bahan pakaian yang tidak cocok, air keras), mikroba (khususnya
staphylococcus aureus), psikologis (khususnya keadaan stress), dan faktor alergi.
Pada pasien dermatitis atopic seringkali mengalami peningkatan serum IgE dan
derajat sensitisasi yang tinggi terhadap allergen lingkungan, termasuk makanan.
Polutan dalam maupun luar ruangan seperti asam tembakau dapat mempengaruhi
produksi IgE.5
Dari uraian diatas, mengenai dermatitis Atopik maka penulis tertarik
membuat laporan tentang kasus Dermatitis Atopik dan membahas mengenai kasus
yang ada, diagnosis serta penatalaksanaannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-
anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar igE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rhinitis alergi;, dan atau asma bronkial.
Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami eskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).1,2,5
2.2. Etiologi
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis dermatitis Atopik,
misalnya faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik dan imunologik.
Konsep dasar terjadinya Dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologi, yang
diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Kadar IgE dalam
serum penderita Dermatitis Atopik dan jumlah eosinofil dalam darah perifer
umumnya meningkat. Terbukti bahawa ada hubungan secara sistemik antara
dermatitis Atopik dan alergi saluran pernapasan.1
2.3. Patogenesis
Berbagai faktor turut berperan dalam patogenesis Dermatitis Atopik; 1,4,5
a. Respon Imun pada kulit
Kulit pasien DA yang bebas lesi klinis menampakkan hiperplasia
epidermal ringan dan infiltrat perivaskuler yang jarang. Lesi kulit
eksematosa akut ditandai edema interseluler nyata (spongiosis) epidermis.
Sel Langerhans (LC) dan makrofag dalam lesi kulit dan sedikit dalam
kulit tanpa lesi, menampakkan molekul IgE, selain didapati pula sedikit
infiltrat sel T dalam epidermis. Di dalam dermis dari lesi akut, tampak
influx sel T. Infiltrat limfositik tersebut terdiri terutama atas sel T memori
aktif yang membawa CD3, CD4 dan CD45 RO (bukti dari pajanan
3
sebelumnya dengan antigen). Eosinofil jarang ditemukan pada DA akut,
sedangkan sel mast dalam jumlah normal dalam stadium degranulasi
berbeda.
Lesi kronik likenifikasi ditandai oleh epidermis hiperplastik
dengan pemanjangan rete ridges, hiperkeratosis jelas, dan spongiosis
minimal. Terdapat peningkatan sel LC yang membawa IgE dalam
epidermis, dan makrofag mendominasi infiltrat dermis. Jumlah sel mast
meningkat dan umumnya dalam stadium degranulasi penuh. Sel netrofil
tidak ditemui dalam lesi kulit DA walaupun terjadi peningkatan kolonisasi
dan infeksi S aureus. Eosinofil meningkat dalam lesi kulit DA kronik, dan
sel ini mengalami sitolisis dan melepas kandungan protein granul ke
dalam dermis atas dari kulit berlesi (major basic protein dengan pola
fibriler). Eosinofil diduga berkontribusi dalam inflamasi alergik dengan
mensekresikan sitokin dan mediator yang meningkatkan inflamasi alergik
dan menginduksi kerusakan jaringan melalui produksi reactive oxygen
intermediate (ROI) dan pelepasan protein toksik dari granul. 5,7
Sitokin dan kemokin
Sitokin TNF-α dan IL-1 dari keratinosit, sel mast, dan sel dendritik
(DC) mengikat reseptor pada endotel vaskuler, mengaktifkan jalur sinyal,
yang berakibat pada induksi molekul adesi sel endotel vaskuler. Kejadian
di atas, mengawali proses tethering, aktivasi, dan adhesi sel radang ke
endotel vaskuler dilanjutkan dengan ekstravasasi sel radang ke dalam
kulit. Setelah berada dalam kulit, sel radang merespon chemotactic
gradients oleh pengaruh kemokin yang muncul dari lokasi kerusakan atau
infeksi.
DA akut disertai dengan produksi sitokin dari sel Th2, IL-4 dan IL-
13, yang memediasi pergeseran isotip imunoglobulin ke sintesis IgE, dan
terjadi peningkatan ekspresi molekul adesi pada sel endotel. Sebaliknya,
IL-5 berperan dalam perkembangan dan kelangsungan hidup eosinofil, dan
hal ini dominan pada DA kronik. Produksi GM-CSF yang meningkat akan
4
menghambat apoptosis monosit, sehingga berkontribusi dalam persistensi
DA. Bertahannya DA kronik melibatkan pula sitokin sel Th1-like, IL-12
dan IL-18, IL-11, dan TGF-β1.
Kemokin spesifik kulit, cutaneous T cell-attracting chemokine
(CTACK), CC chemokine ligand 27 (CCL27), di upregulate pada DA dan
berfungsi menarik sel T yang memiliki CC chemokin receptor 10 (CCR10)
dan CLA+ ke dalam kulit. Sel T CLA+ dapat pula mengikat CCL17 pada
endotel vaskuler dari venula kulit. Pengerahan selektif sel Th2 yang
mengekspresikan CCR4, dimediasi oleh kemokin dari makrofag dan
sitokin dari timus dan activation-regulated cytokine. Selain itu, kemokin
fractalkine, inducible protein 10 (IP 10), dan monokin diupregulasi secara
kuat pada keratinosit dan mengakibatkan migrasi sel Th1 ke arah
epidermis, terutama pada DA kronik. Peningkatan ekspresi CC chemokine,
macrophage chemoattractant protein-4 (MCP-4), eotaxin, dan regulated
on activation normal T-cell expressed and secreted (RANTES)
mempunyai andil untuk infiltrasi makrofag, eosinofil, dan sel T ke dalam
lesi kulit DA akut maupun kronik. 1,7
b. Genetik
Kromosom 5q31-33 mengandung kumpulan famili gen sitokin IL-3,
IL-4, IL-13 dan GM-CSF, yang diekspresikan oleh TH2. Ekspresi gen IL-4
memainkan peranan penting dalam ekspresi dermatitis Atopik. Perbedaan
genetik aktivitas transkripsi gen IL-4 mempengaruhi predisposisi Dermatitis
Atopik. Ada hubungan yang erat antara polimorfisme spesifik gen kimase sel
mas dan dermatitis atopik. Tetapi tidak dengan asma bronkial aatu rhinitis
alergi. Varian kenetik sel mas, yaitu serine protease yang disekresikan oleh
sel mas di kulit, mempunyai efek spesifik pada organ, dan berperan dalam
timbulnya Dermatitis Atopik.1
2.4 Diagnosis5
Diagnosis didasarkan pada konstelasi temuan klinis oleh Hanifin & Rajka
(Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Kriteria mayor dan minor dermatitis atopik
Major characteristics ( ≥ 3) Minor characteristics (≥ 3)
1. Pruritus
2. Dermatitis di muka atau
ekstensor bayi dan anak
3. Dermatitis di fleksura
pada dewasa
4. Dermatitis kronis atau
residif
5. Riwayat atopi pada
penderita atau
keluarganya
1. Xerosis
2. Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus
dan virus herpes simpleks)
3. Dermatitis nonspesifik pada tangan dan
kaki
4. Iktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis
pilaris
5. Pitiriasis alba
6. Dermatitis dipapila mamae
7. White dermograpishm dan delayed blanch
respon
8. Keilitis
9. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
10. Konjungtivitis berulang
11. Keratokonus
12. Katarak subkapsular anterior
13. Orbita menjadi gelap
14. Muka pucat dan eritem
15. Gatal bila berkeringat
16. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
17. Aksentuasi perifokular
18. Hipersensitif terhadap makanan
19. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan atau emosi
20. Tes kulit alergi tipe dadakan posotif
21. Kadar igE didalam serum meningkat
6
22. Awitan pada usia dini
Tabel 1.2 Kriteria diagnostik dermatitis atopik pada bayi
Major features Minor features
1. Riwayat atopi pada keluarga.
2. Dermatitis dimuka atau ekstensor
3. Pruritus
1. Xerosis
2. Aksentuasi perifolikular
3. Fisura belakang telinga
4. Skuama di skalp kronis
Diagnosis DA didasarkan pada konstelasi gambaran klinis DA tipikal mulai
selama bayi. Kisaran 50% timbul pada tahun pertama kehidupan dan 30% timbul
antara 1-5 tahun. Kisaran 50 dan 80% pasien DA bayi akan mendapat rhinitis
alergika atau asma pada masa anak.
2.5. Gejala Klinis
Lesi kulit
Keluhan gatal dapat intermiten sepanjang hari dan lebih parah menjelang
senja dan malam. Sebagai konsekuensi keluhan gatal adalah garukan, prurigo
papules, likenifikasi, dan lesi kulit eksematosa.
Lesi akut ditandai keluhan gatal intens, papul eritem disertai ekskoriasi, vesikel di
atas kulit eritem, dan eksudat serosa. Lesi subakut ditandai papul eritem,
ekskoriasi, skuamasi. DA kronik ditandai oleh plakat kulit tebal, likenifikasi
(accentuated skin markings), dan papul fibrotik (prurigo nodularis).
Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi menurut usia pasien dan
aktivitas penyakit. Pada bayi, DA umumnya lebih akut dan terutama mengenai
wajah, scalp, dan bagian ekstensor ekstremitas. Daerah diaper (popok) biasanya
tidak terkena. Pada anak yang lebih tua, dan pada yang telah menderita dalam
waktu lama, stadium penyakit menjadi kronik dengan likenifikasi dan lokalisasi
berpindah ke lipatan fleksura ekstremitas. 1,3,4
7
Gambar 1.2. Dermatitis atopik pada anak dengan likenifikasi pada fosa antecubiti
dan plakat ekzematosa generalisata.
DA sering mereda dengan pertambahan usia, dan individu dewasa tersebut
mempunyai kulit yang peka terhadap gatal dan peradangan bila terpajan iritan
eksogen. Eksema tangan kronik mungkin merupakan manifestasi primer dari
banyak orang dewasa dengan DA.
DA dapat dibagi 3 fase, yaitu DA Infantil ( terjadi pada usia 2 bulan
sampai 2 tahun), DA Anak ( 2 sampai 10 tahun), dan DA pada remaja dan
dewasa.
1. Bentuk infantil ( 0 – 2 tahun)
Lesi awal dermatitis atopik muncul pada bulan pertama
kelahiran, biasanya bersifat akut, sub akut, rekuren, simetris di kedua pipi.
Terdapat eritem berbatas tegas, dapat di sertai papul - papul dan vesikel-
vesikel miliar, yang menjadi erosif, eksudatif, dan berkrusta. Tempat
predileksi dikedua pipi, ekstremitas bagian f leksor, dan ekstensor. Rasa
gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur,
dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantil eksudatf, banyak
eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas
generalisata bahkan walaupun jarang, dapat ter jadi eritroderma. Sekitar
usai 18 bulan mulai tampak likenifikasi.
2. Bentuk anak (2 – 12 tahun)
8
Awalan lesi muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian merupakan
kelanjutan fase bayi. Pada kondisi kronis tampak lesi
hiperkeratosis,hiperpigmentasi, dan likenifikasi. Akibat adanya gatal dan
garukan,akan tampak erosi, eksoriasi linear yang di sebut starch marks.
Tempat predileksi tengkuk, f leksor kubiti, dan fleksor popliteal.
Sangat jarang di wajah lesi DA pada anak juga bisa terjadi di paha dan
bokong Eksim pada ke lompok ini sering ter jadi pada daerah ekstensor
(luar) daerah persendian, (sendi pergelangan tangan, siku, dan lutut ), pada
daerah genital juga dapat ter jadi.1,2,5
3. Bentuk dewasa (> 12tahun)
Bentuk lesi pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulitfase akhir
anak-anak Lesi selalu ker ing dan dapat di sertai likenifikasi dan
hiperpigmentasi. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik,
sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat ditemukan
setempat, misalnya di bibir (kering, pecah dan bersisisik), vulva, putting
susu, atau scalp. Manifestasi lain berupa kulit kering dan sulit
mengeluarkan keringat sukar sehingga rasa gatal timbul bila melakukan
latihan fisik. Berbagai kelainan yang dapat menyer tainya ialah xerosis
kutis, iktiosis, hiper linearis Palmaris et plantaris, pomfoliks, ptiriasis alba,
keratosis pilaris (berupa papul-papul miliar, ditengahnya
terdapat lekukan), dll. Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa
penyakitnya kambuh apabila mengalami stress, mungk in karena stress
menurunkan ambang rangsang gatal. DA remaja cenderung ber langsung
lama kemudian menurun dan membaik (sembuh) satelah usia 30
tahun, jarang sampai usia per tengahan, hanya sebagian kecil ber langsung
sampai tua.4
2.6 Diagnosis Banding
9
DA didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, dermatitis kontak,
dermatitis numularis, skabies, iktiosis, psoriasis. dematitis herpetiformis,
Dermatitis numularis. Pada bayi, DA dapat pula didiagnosis banding dengan
sindrom Wiskott-Aldrich dan sindrom hiper IgE.1,2,3
2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk
setiap individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai
faktor tersebut.1
Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,
astringen,
pemutih, dll)
Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.
Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.
Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi,
seperti
menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.
Menghindarkan stres emosi.
Mengobati rasa gatal.
2. Pengobatan topikal
Hidrasi kulit. Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi
lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain
krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan
konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah
mandi.
Kortikosteroid topical. Walau steroid topikal sering diberi pada
pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup
10
banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan
daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan
dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan
intermiten, umumnya dua kali seminggu.1
- Imunomodulator topikal
a. Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap
0,03% untuk anak usia 2 – 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada
pengobatan jangka panjang tidak ditemukan efek samping kecuali rasa
terbakar setempat.
b. Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan
makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus.
Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat
dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
3. Pengobatan sistemik
Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut.
Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi
selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian
jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan bila
tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen.
Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti
histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-
penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin
yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan
pada penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) .
Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10- 75
11
mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan
blokade reseptor histamine H1 dan H2.
Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya
peningkatan koloni S. aureus pada kulit penderita DA.
Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin jika
telah resisten dapat diberi dikloksasilin, oksasilin, atau
ggenerasi pertama sefalosporin. Bila ada infeksi virus dapat
diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200
mg/hari untuk 10 hari.
Kompres
Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum
digunakan steroid, misalnya dengan larutan burowi atau
dengan larutan permanganas kalikus 1:5000.2,3,4
2.8. Prognosis
Prognosis Dermatitis Atopik lebih buruk apabila kedua orangtua
menderita Dermatitis Atopik. Penderita atopi mempunyai risiko menderita
dermattitis kontak iritan akibat kerja tangan. Berikut Faktor yang
berhubungan dengan prognosis kurang baik pada Dermatitis Atopik:1
DA yang luas pada anak.
Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.
Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
Awitan (onset) DA pada usia muda.
Anak tunggal.
Kadar IgE serum sangat tinggi.
2.9. Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah alergi
saluran pernapasan dan infeksi kulit oleh kuman S. Aureus dan H.Simplex.
BAB III12
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Gaisan Arafi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 09 Januari 2013
Umur : 11/2 tahun
Agama : Islam
Bangsa/Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Perum OPI 3 No 21 RT 64 Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 30 Mei 2014
3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesa dengan Ibu kandung pasien di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Palembang Bari.
Keluhan Utama
Pasien mengeluh timbul bintil-bintil kemerahan di tangan dan kaki sejak 2
hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Pasien mengeluh terasa gatal.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Kisaran 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil
kemerahan di daerah dada yang muncul secara tiba-tiba. Awalnya bintil
kemerahan tersebut sedikit dan menyebar. Bintil kemerahan tersebut terasa
gatal terutama saat malam hari saat pasien mau tidur sehingga pasien
menjadi rewel dan menggaruknya. Setelah di garuk, keluar cairan bening
dari bintil tersebut. Ibu pasien mengaku tidak ada demam, riwayat batuk dan
pilek sebelumnya tidak ada. Riwayat kulit kemerahan setelah memakain
13
baju, celana, obat-obatan, sabun tidak ada. Kemudian keesokan harinya
pasien dibawa berobat ke tempat praktek dokter umum dan diberi obat salep,
bintil merah tersebut berkurang, dan menghilang ditempat yang diolesi
salep, tetapi bintil kemerahan muncul kembali di bagian tubuh yang lain.
Kisaran 5 hari yang lalu timbul bintil kemerahan pada bawah ketiak
dan punggung. Bintil kemerahan tersebut terasa gatal, gatal tersebut
dirasakan terus menerus. Rasa gatal tersebut juga sering timbul pada malam
hari dan biasanya semakin gatal jika pasien berkeringat. Ibu pasien mengaku
bintil merah tersebut sering timbul terutama jika pasien setelah digigit
nyamuk.
Kisaran 2 hari yang lalu pasien mengeluh bintil kemerahan pada
ketiak yang semakin banyak dan meluas ke lengan dan tungkai. Bintil merah
tersebut semakin gatal. Pasien lalu dibawa ke Poliklinik kulit dan Kelamin
RSUD Palembang Bari.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat dengan keluhan yang sama pernah dialami pasien, pertama kali
kisaran satu bulan yang lalu dan ini sudah yang ke dua kalinya.
Riwayat asma pada pasien tidak ada.
Riwayat alergi makanan pada pasien tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang serupa.
Riwayat asma pada keluarga tidak ada.
Riwayat alergi makanan pada orang tua ada pada ayah pasien.
14
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 102 x/menit
RR : 24 x/menit
BB : 11 Kg
Kepala : Normocephali
Mata : anemis (-) sklera ikterik (-)
Hidung : NCH (-) sekret (-/-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Inspeksi : Simetris, retraksi IC (-), spider nervi (-)
Palpasi: Stem fremitus (-), iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung paru normal, sonor
Auskultasi : vesuklar, si+s2 (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar dan Lemas
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien sukar diraba
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas : tidak ada kelainan.
Status Dermatologis
Pada regio Antebrachii dextra et sinistra, regio femoralis anterior dextra
et sinistra dan regio aksilla sinistra, tampak papul eritem, multiple,
ukuran milier, diskret dan pada daerah sekitarnya terdapat erosi, dan
krusta berwarna putih.
15
3.4. Pemeriksaan penunjang
Uji kulit alergen atau uji IgE spesifik untuk mencari faktor atopi.
Tes dermogradisme.
3.5. Resume
Kisaran 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil
kemerahan di daerah dada yang muncul secara tiba-tiba. Awalnya bintil
kemerahan tersebut sedikit dan menyebar. Bintil kemerahan tersebut terasa
gatal terutama saat malam hari saat pasien mau tidur sehingga pasien
menjadi rewel dan menggaruknya. Setelah di garuk, keluar cairan bening
dari bintil tersebut. Ibu pasien mengaku tidak ada demam, riwayat batuk dan
pilek sebelumnya tidak ada. Kemudian keesokan harinya pasien dibawa
berobat ke tempat praktek dokter umum dan diberi obat salep, bintil merah
16
Pada regio Antebrachii dextra et sinistra, tampak papul eritem, multiple, ukuran milier, diskret dan pada daerah sekitarnya terdapat erosi.
regio aksilla sinistra, tampak papul eritem, multiple, ukuran milier, diskret dan pada daerah sekitarnya terdapat erosi
regio femoralis anterior dextra et sinistra tampak papul eritem, multiple, ukuran milier, diskret dan pada daerah sekitarnya terdapat erosi, dan krusta berwarna putih.
tersebut berkurang, dan menghilang ditempat yang diolesi salep, tetapi bintil
kemerahan muncul kembali di bagian tubuh yang lain.
Kisaran 5 hari yang lalu timbul bintil kemerahan pada bawah ketiak
dan punggung. Bintil kemerahan tersebut terasa gatal, gatal tersebut
dirasakan terus menerus. Rasa gatal tersebut juga sering timbul pada malam
hari dan biasanya semakin gatal jika pasien berkeringat. Ibu pasien mengaku
bintil merah tersebut sering timbul terutama jika pasien setelah digigit
nyamuk.
Kisaran 2 hari yang lalu pasien mengeluh bintil kemerahan pada
ketiak yang semakin banyak dan meluas ke lengan dan tungkai. Bintil merah
tersebut semakin gatal. Pasien lalu dibawa ke Poliklinik kulit dan Kelamin
RSUD Palembang Bari.
Pada regio Antebrachii dextra et sinistra, regio femoralis anterior
dextra et sinistra dan regio aksilla sinistra, tampak papul eritem, multiple,
ukuran milier, diskret dan pada daerah sekitarnya terdapat erosi, dan krusta
berwarna putih. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan kemungkinan pasien
mengalami dermatitis atopik.
3.6. Diagnosis Banding
Dermatitis atopic
Dermatitis kontak alergi
Prurigo
Skabies
3.7. Diagnosis Kerja
Dermatitis atopik
3.8. Penatalaksanaan
a. Umum
Kulit penderita dermatitis atopi cenderung lebih rentan terhadap
bahan iritan, oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian
17
enyingkirkan faktor yang memperberat dan memicu siklus “gatal-garuk”,
misalnya sabun dan deterjen, kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar,
pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim. Mandi dengan
pembersih yang mengandung pelembab; hindari pembersih antibakterial
karena berisiko menginduksi resistensi.1
b. Khusus
Topikal:
Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik
dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai
antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam
laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa
kali sehari, setelah mandi. Dapat diberikan kortikosteroid rendah seperti
hidrokortison 1%-2,5%.
3.9. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia
Quo ad kosmetik : dubia
BAB IV
PEMBAHASAN
18
Seorang anak laki-laki, usia 11/2 tahun, beralamat Jl. Perum OPI 3 No 21
RT 64 Palembang, Pasien mengeluh timbul bintil-bintil kemerahan di tangan
dan kaki sejak 2 hari yang lalu., disertai rasa gatal. Pasien di diagnosis
Dermatitis atopik. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Tabel 4.1. Anamnesis secara teori dan kasus.
AnamnesisTeori Kasus
Kriteria Mayor1. Pruritus2. Dermatitis di muka atau ekstensor
bayi dan anak3. Dermatitis di fleksura pada dewasa4. Dermatitis kronis atau residif5. Riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya
Kriteria Minor1. Xerosis2. Infeksi kulit (khususnya oleh S.
aureus dan virus herpes simpleks)
3. Dermatitis nonspesifik pada tangan dan kaki
4. Iktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris
5. Pitiriasis alba6. Dermatitis dipapila mamae7. White dermograpishm dan
delayed blanch respon8. Keilitis 9. Lipatan infra orbital Dennie-
Morgan10. Konjungtivitis berulang11. Keratokonus
Kriteria Mayor1. Pruritus2. Dermatitis di ekstensor pada anak3. Dermatitis residif4. Riwayat atopi pada keluarga
Kriteria Minor:1. Adanya xerosis2. Gatal bila berkeringat3. Perjalanan penyakit di pengaruhi
oleh faktor lingkungan dan emosi4. Awitan pada usia dini
19
12. Katarak subkapsular anterior13. Orbita menjadi gelap14. Muka pucat dan eritem15. Gatal bila berkeringat16. Intolerans terhadap wol atau
pelarut lemak17. Aksentuasi perifokular18. Hipersensitif terhadap makanan19. Perjalanan penyakit dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dan atau emosi
20. Tes kulit alergi tipe dadakan posotif
21. Kadar igE didalam serum meningkat
22. Awitan pada usia dini
Berdasarkan kedua data tersebut, maka mengarah ke Dermatitis Atopik
berdasarkan. Dalam menegakkan diagnosis dermatitis atopik, Hanifin dan Rajka
telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris
di koordinasi oleh William (1994). Diagnosis dermatitis atopik dapat ditegakkan
jika mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Kemudian
dilakukan pengkajian lebih lanjut berdasarkan status dermatologis.
Tabel 4.2. Status dermatologis berdasarkan teori dan kasus.
Status DermatologisTeori Kasus
20
- Lokalisasi: Lesi awal dermatitis atopik muncul pada bulan pertama kelahiran, biasanya bersifat akut, sub akut, rekuren, simetris di kedua pipi.Pada bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lututPada anak : tengkuk, lipat siku, lipat lututDewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki
- Efloresensi : Terdapat eritem berbatas tegas, dapat di sertai papul - papul dan vesikel-vesikel miliar, yang menjadi erosif, eksudatif, dan berkrusta
- Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantil eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi
- Lokasi Pada regio Antebrachii dextra et sinistra, regio femoralis anterior dextra et sinistra dan regio aksilla sinistra
- tampak papul eritem, multiple, ukuran milier, diskret dan pada daerah sekitarnya terdapat erosi, dan disertai krusta berwarna putih
- Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Rasa atal menyebabkan penderita serin menggaruk dan terjadi erosi
Pada status dermatologis diatas sesuai dengan teori yang ada, bahkan
telah mengarah kepada Dermatitis Atopi, sehingga diagnosis pada pasien ini
menjadi lebih kuat.
Tabel 4.3. Diagnosis Banding.
Teori Dermatitis atopi Dermatitis Kontak Prurigo Skabies
21
AlergiDefinisi Keadaan
peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar igE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita
Suatu peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. DKA hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). DKA disebebkan
Prurigo adalah erupsi papular kronik dan rekurens, mulainya penyakit serin pada anak berumur diatas satu tahun. Penyebab yang pasti belum diketahui, sebagian lagi menyebutkan bahwa kulit pada penderita prurigo ini peka terhadap giitan serangga, misalnya nyamuk, kemungkinan antigen atau ludah yang ada dalam tubuh serangga menimbulkan alergi.
Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabeiei var, himinis dan produknya. Terdapat pruritus nokturna (gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktifitas tungau), menyerang secara berkelompokKelainan kulit tidak hanya karena tungau tetapi karena penderita sendiri akibat garukan.
Tempat Predileksi
- Lokalisasi: Lesi awal dermatitis atopik muncul pada bulan pertama
Tempat predileksi sering pada tangan (akibat deterjen, antiseptic, zat kimia, dll), lengan (jam tangan nikel, sarung
- Tempat predileksinya di ekstremitas baian ekstensor, meluas ke bokon dan perut.
Sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, sekitar
22
kelahiran, biasanya bersifat akut, sub akut, rekuren, simetris di kedua pipi.Pada bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lututPada anak : tengkuk, lipat siku, lipat lututDewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki
tangan karet, debu semen atau serbuk tanaman), wajah (kosmetik, cat rambut, dll), telinga (tindikan, obat tetes telinga, tangkai kacamata), leher (kalung nikel, parfum, dll), badan (bahan pakaian, zat warna pakaian, detergen), genitalia, paha dan tungkai bawah (pakaian, kaos kaki, sepatu-sendal, dll)
pusat paha bagian dalam, genitalia pria dan bokong. Pada bayi kepala, telapak tangan dan kaki.
Efloresensi - Terdapat eritem berbatas tegas, dapat di sertai papul - papul dan vesikel-vesikel miliar, yang menjadi erosif, eksudatif, dan berkrusta
Muncul akibat adanya factor pencetus kontak (iritan dan alergi). Biasanya lesi sesuai dengan tempat kontaktan (bisa timbul dimana saja)., Lesi berupa eritema, vesikel miliar, bula, luas kelainan biasanya sebatas daerah yang terkena, dan batas nya tegas. Pada dermatitis iritan kronis berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun menebal (hyperkeratosis) dan
Kelainan yang khas adalah adanya papul-papul miliar namun tidak berwarna, berbentuk kubah, lebih mudah diraba daripada dilihat. Garukan yang terus-menerus menimbulkan erosi, eskoriasi dan krusta, hiperpigmentasi dan likenifikasi.
Pada kelainan kulit ini dapat menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain, dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Untuk menyingkirkan diagnosis skabies ini
23
likenifikasi, batas menjadi tidak tegas, dapat terjadi fisura akibat kontak terus berlangsung. Pada dermatitis kontak alergi, vesikel dan bulan dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
maka perlunya ditanyakan apakah ada riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien).
Berdasarkan diagnosis banding, maka pada pasien ini menunjukkan
dermatitis attopik.
Tabel 4.4. Penatalaksanaan berdasarkan teori dan kasus.
PenatalaksanaanTeori Kasus
Umum : faktor pencetus DA tidak sama untuk setiap
individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.- Menghindarkan pemakaian bahan-bahan
iritan (deterjen, alkohol, astringen, pemutih, dll)
- Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.
- Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
- Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.
- Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti
- menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.
- Menghindarkan stres emosi.- Mengobati rasa gatal.
- Umum : Menghindarkan kemungkinan faktor
pencetus Meningkatkan higienitas OS dan
keluarga. Khusus Topikal:
- Hidrasi kulit dipakai krim hidrofilik urea 10%.
- Dapat diberikan kortikosteroid, salap steroid berpotensi rendah seperti hidrokortison 1%-2,5% (pada bayi dan anak) diunakan 2 kali sehari.
- Bila aktifitas penyakit telah terkontrol, maka salap tersebut dipakai secara intermitten, umumnya 2 kali seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh (sebaiknya dengan kortikosteroid yang potensinya paling rendah).
24
Khusus :Pengobatan topikal- Hidrasi kulitDengan melembabkan kulit, diharapkan sawar
kulit menjadi lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah mandi.
- Kortikosteroid topicalWalau steroid topikal sering diberi pada
pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.
- Imunomodulator topikala. Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2 – 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ditemukan efek samping kecuali rasa terbakar setempat.
b. PimekrolimusYaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
4. Pengobatan sistemik- Kortikosteroid
25
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen.
- AntihistaminDiberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir). Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10- 75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade reseptor histamine H1 dan H2.
- Anti infeksiPemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S. aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin jika telah resisten dapat diberi dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin. Bila ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10 hari.
- KompresPada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum digunakan steroid, misalnya dengan larutan burowi atau dengan larutan permanganas kalikus 1:5000
Prognosis :
PrognosisTeori Kasus
26
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :
- DA yang luas pada anak.- Menderita rinitis alergika dan asma
bronkiale.- Riwayat DA pada orang tua atau
saudaranya.- Awitan (onset) DA pada usia
muda.- Anak tunggal.- Kadar IgE serum sangat tinggi.- Diperkirakan 30 – 35% penderita
DA infantil akan berkembang menjadi asma bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk mendapat dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.
- Riwayat alergi dalam keluarga - Quo ad vitam: dubia ad bonam- Quo ad functionam: dubia ad bonam- Quo ad sanationam: dubia ad malam- Quo ad kosmetik: dubia
BAB V
PENUTUP
1. Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kulit yang
kronik, ditandai dengan rasa gatal , eritema, edema, vesikel, dan luka pada
stadium akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit
27
( likenifikasi) dan distribusi lesi spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga
berhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita atau keluarganya.
2. Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang
dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat
kepekaan dalam keluarga. Misalnya asma bronkial, rinitis alergi, dermatitis
atopik, dan konjungtiva alergik. Terjadinya Dermatitis Atopik adalah melalui
reaksi imunologik. Dalam kasus ini, tidak dapat dilihat bahwa karena riwayat
asma disangkal oleh pasien.
3. Dalam menegakkan diagnosis dermatitis atopik, Hanifin dan Rajka telah
menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris di
koordinasi oleh William (1994). Diagnosis dermatitis atopik dapat ditegakkan
jika mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Pada kasus,
terdapat 3 kriteria mayor, yaitu: pruritus, dermatitis di ekstensor pada anak,
kronis atau residif. 3 kriteria minor, yaitu: adanya xerosis, gatal bila
berkeringat dan perjalanan penyakit di pengaruhi oleh faktor lingkungan atau
emosi, disertai dengan awitan pada usia dini.
4. Untuk memastikan diagosisnya, dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu: Uji
kulit alergen atau uji IgE spesifik untuk mencari faktor atopi dan tes
dermografisme untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap
kulit. Untuk menyingkirkan diagnosis banding dilakukan pemeriksaan darah
tepi yang biasanya terdapat leukositosis pada ketiga diagnosis banding. Serta
kultur untuk menentukan mikroorganisme penyebab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, Sri Adi, dan Djuanda, Suria: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Edisi Keenam.FKUI. Jakarta, 2010
2. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi kedua. Jakarta:
EGC, 2005
28
3. Mansjoer, Arif, dan Suprohaita: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
ketiga.FKUI. Jakarta, 2000.
4. Fauzi N., Sawitri, Pohan S.S., 2009. Korelasi antara Jumlah
Koloni Staphylococcus Aureus & IgE spesifik terhadap
EnterotoksinStaphylococcus Aureus pada Dermatitis Atopik. Depar temen /
SMFKesehatan Kulitdan Kelamin FK UNAIR /RSU Dr. Soetomo. Surabaya.
5. Zulkarnain I., 2009. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Dermatitis
Atopik.dalam Boediarja S.A., Sugito T.L., Indr iatmi W., Devita M., Prihanti
S., (Ed).Dermatitis At opik. Ba lai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal. 39-51
6. Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005. Dermatitis. dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. (Ed).IV.Jakarta; Balai Penerbit FK UI; Hal.129-47
LAMPIRAN FOTO
29
Pada Ketiak pasien
Pada tangan kanan
30
Pada Tungkai kiri
31