dermatitis atopik

Upload: izni-ayuni

Post on 15-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

21

BAB ILAPORAN KASUS

A. IdentitasNama : An. ZHUsia: 2 bulanJenis Kelamin: PerempuanAlamat: Sampang RT 02/02No. Rekam Medik: 76.83.35Tanggal Periksa: 31 Juli 2012B. AnamnesisKeluhan Utama: Gatal dan kemerahan pada kedua pipi sampai ke belakang telinga sejak 4 hari yang laluRiwayat Penyakit Sekarang (RPS)Onset : 4 hari yang lalu.Lokasi: Pipi sebelah kanan dan kiri sampai ke belakang telinga.Kronologis: Pada awalnya pipi kemerahan dan terdapat lentingan-lentingan yang apabila digaruk mengeluarkan cairan berwarna bening dan lalu mengering. Bayi sering terlihat menggaruk pipinya, sering menangis dan terlihat gelisah. Ibu pasien menyangkal adanya kontak terhadap suatu bahan atau benda yang menimbulkan alergi pada bayinya. Ibu pasien mengobati dengan salep Betamethason dan lukanya menjadi mengering dan mengelupas.Kualitas: Bayi sering menggaruk bagian pipinya yang kemerahan dan sering menangis dan sulit untuk tidur karena gatalnya.Kuantitas: Bayi sering menggaruk pipinya dan gelisah terutama saat cuaca panas, dan bayi berkeringat.Faktor memperberat: Cuaca panas, berkeringat dan saat mengangis.Faktor memperingan: -Gejala penyerta: -

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)Keluhan gatal yang sama (-)Asma (-)Pilek pada pagi hari (-)

Riwayat Pemakaian ObatSalep Betametahson, luka menjadi mengering

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)Keluhan yang sama dengan pasien (-) Asma (+)Riwayat alergi (-)

Riwayat Sosial EkonomiPasien tinggal bersama ibu dan ayahnya dalam 1 rumah. Ayah pasien bekerja sebagai buruh dan ibunya sebagai ibu rumah tangga.

C. Pemeriksaan FisikKeadaan umum / kesadaran : Sedang / composmentisTanda vital : TD = - ; N = 92x/menit; RR = 23x/mnt S = 36,5oCBerat Badan = 5,7 kg; Panjang Badan = 51 cm

Status GeneralisKepala : Bentuk mesochepalMata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Hidung: Discharge (-/-)Telinga: Simetris, discharge (-/-)Mulut: Bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)Thoraks: Bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)Cor/Pulmo: Dalam batas normalAbdomen: Dalam batas normal

Status Lokalis (Dermatologis)Secara umum, kondisi kulit pasien tampak kering (xerosis), khususnya yang terdapat pada pipi kanan dan kiri. Regio buccalis sinistra et dekstraEfloresensi : Plak eritematosa berbatas tegas dengan skuama diatasnya; distribusi bilateral.

D. ResumeBayi perempuan berusia 2 bulan dibawa ke poli kulit-kelamin RSMS dengan keluhan gatal dan kemerahan di pipi sebelah kanan dan kiri sejak 4 hari yang lalu. Gatal dirasakan sepanjang hari hingga bayi sulit tidur. Gatal bertambah berat bila cuaca panas, berkeringat dan stress. Setelah diberi salep Betamethason pipinya menjadi kering. Riwayat penyakit keluarga, kakak pasien memiliki riwayat asma. Pemeriksaan status dermatologis, terdapat plak eritematosa berbatas tegas dengan skuama diatasnya, distribusinya bilateral pada regio buccalis sinistra et dekstra..E. Diagnosis KerjaDermatitis Atopik

F. Diagnosis Bandinga. Dermatitis kontak alergikab. PsoriasisG. Pemeriksaan Anjuran1. Darah tepi (eosinofilia)2. Dermatografisme putih 3. Percobaan asetilkolin

H. Penatalaksanaan1. Non farmakologisa. Menghindari aktivitas yang akan mengeluarkan banyak keringatb. Menghindari stress emosic. Menghindari suhu yang terlalu panas atau dingin dan kondisi dengan kelembaban yang tinggi.d. Menghindari alergen (serbuk tanaman) dan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, pemutih).e. Menganjurkan untuk menggunakan pelembab kulit untuk mengatasi kulit kering.f. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang gatal karena akan menimbulkan tempat infeksi baru.2. Farmakologisa. Topikal Hidrofilik urea 10% Hidrokortison 1% 2 x 1 hari, di oleskan pada lesib. Sistemik Methylprednisolone 4 mg Loratadine 10 mgmf pulveres , 2 x 1 hari I. Prognosis1. Ad vitam: Ad bonam2. Ad fungsionam: Ad bonam3. Ad sanationam: Dubia ad bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DERMATITIS ATOPIKA. DefinisiDermatitis atopik (D.A.) adalah peradangan kulit kronik dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rhinitis alergika, dan atau asma bronchial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).

B. EpidemiologiBerbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A. makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara industri lain, prevalensi D.A. pada anak mencapai 10-20%, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3%. Distribusi terbanyak pada bayi sekitar usia 2 bulan-2 tahun, pada anak sekitar usia 3-10 tahun dan pada dewasa sekitar usia 13-30 tahun. Wanita lebih banyak menderita D.A. disbanding pria dengan rasio 1,3 : 1. D.A. cenderung diturunkan, lebih dari seperempat anak dari ibu yang menderita D.A. akan mengalami D.A. pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita atopi. Risiko mewarisi D.A. lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A. dibandngkan dengan ayah. Namun, bila dermatitis atopi yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja, yaitu sekitar 50%.

C. EtiopatogenesisPenyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik, lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya D.A. adalah melalui reaksi imunologik.Faktor GenetikD.A. adalah penyakit dalam keluarga di mana pengaruh maternal sangat besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran kromosom 5 q31 33 karena mengandung gen penyandi IL-3, IL-4, IL-13 dan GM CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) yang diproduksi oleh sel Th2. Pada ekspresi D.A., ekspresi gen IL-4 juga memainkan peranan penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan D.A. tetapi tidak dengan asma bronchial ataupun rinitis alergika. Serine protease yang diproduksi sel mas kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik dan berkontribusi pada resiko genetik D.A.Respons imun pada kulitSalah satu faktor yang berperan pada D.A. adalah faktor imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun yang melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas. Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di membran SL epidermis. Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcRI), IgE akan mengadakan cross linking dengan FcRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akan keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat (immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui reseptor FcRI, FcRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut D.A. didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi. Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil. Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcRI yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF dan sitokin pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit DA. Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA. Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN- yang merupakan sitokin TH1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF mampu menginduksi sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis. Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.Respons sistemikPerubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :1. Sintesis IgE meningkat.2. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat3. Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.4. Respons hipersensitivitas lambat terganggu5. Eosinofilia6. Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat7. Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun8. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.9. Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan IL-13 dan PGE2Sawar kulitUmumnya penderita D.A., mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat, skin capacitance (kemampuan stratum korneum meningkat air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan / alergen lain untuk melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya.Faktor lingkunganPeran lingkungan terhadap tercetusnya D.A. tidak dapat dianggap remeh. Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia < 5 tahun. Jenis makanan yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya susu dan telur, sedangkan pada dewasa sea food dan kacang-kacangan. Tungau debu rumah (TDR) serta serbuk sari merupakan alergen hirup yang berkaitan erat dengan asma bronkial pada atopi dapat menjadi faktor pencetus D.A. 95% penderita D.A. mempunyai IgE spesifik terhadap TDR. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan D.A.. Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus D.A,, suhu udara yang terlampau panas atau dingin, keringat dan perubahan udara tiba-tiba dapat menjadi masalah bagi penderita D.A. Hubungan psikis dan penyakit D.A. dapat timbal balik. Penyakit yang kronik residif dapat mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres akan merangsang pengeluaran substansi tertentu melalui jalur imunoendokrinologi yang menimbulkan rasa gatal. Kerusakan sawar kulit akan mengakibatkan lebih mudahnya mikroorganisme dan bahan iritan (seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih, pengawet) memasuki kulit.

D. Gambaran KlinisKulit penderita D.A. umumnya kering, pucat, kadar lipid epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan intelegensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif atau merasa tertekan. Gejala utama D.A. ialah pruritus, dapathilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya akan menghebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi dan krusta. D.A. dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :D.A. infantil (usia 2 bulan 2 tahun)D.A. paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain, yaitu scalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga menyebabkan anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A. infantile eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta, dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata, bahkan walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian besar penderita akan sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu, penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.

Gambar 1. Dermatitis Atopik pada BayiD.A. pada anak (usia 2 10 tahun)Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri. Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan sedikit skuama. Letak kelainan di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk. Dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi lingkaran setan siklus gatal-garuk. Rangsangan garuk sering di luar kendali. Penerita sensitive terhadap wol, bulu kucing dan anjing, juga bulu ayam, burung dan sejenisnya. D.A. berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.

Gambar 2. Dermatitis Atopik pada AnakD.A. pada remaja dan dewasaLesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A. dewasa, distribusi lesi kurang khas, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, putting susu atau scalp. Kadang erupsi meluas, dan paling paraj di lipatan mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun dapat terjadi hiperpigmentasi. Lesi sangat gatal terutama pada malam hari waktu istirahat. Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stress. Mungkin karena strs dapat menurunkan ambang rasa gatal. Penderita atopic memang sulit mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung menurun dan membaik setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan. Hanya sebagian kecil yang terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen.

Gambar 3. Dermatitis Atopik pada Remaja dan Dewasa

E. Gambaran HistopatologisGamaran histopatologi D.A. tidak spesifik. Lesi akut ditandai dengan dengan spongiosis, eksositosis limfosit T, jumlah SL meningkat. Dermis : edema, bersebukan sel radang terutama limfosit T, makrofag, sel mas jumlahnya masih dalam batas normal, tetapi dalam keadaan degranulasi. Lesi kronis D.A. menunjukkan hyperkeratosis dan akantosis. Dermis bersebukan sel radang, terutama makrofag dan eosinofil.

F. Pemeriksaan Penunjang1. Darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE.2. Dermatografisme putih. Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni berturut-turut akan terlihat garis merah di tempat penggoresan selama 15 detik, warna merah di sekitarnya selama beberapa detik, dan edema timbul sesudah beberapa menit. Penggoresan pada pasien D.A. akan bereaksi berlainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit, dan edema tidak akan timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih.3. Percobaan asetilkolin. Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang dengan D.A. akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.4. Percobaan histamine. Jika histamine fosfat disuntikkan pada lesi, eritema akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai control. Kalau obat tersebut disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang normal.

G. Penegakkan DiagnosisDiagnosis D.A. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikordinasi oleh Williams (1994). Adapun kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka sebagai berikut :Kriteria Mayor1. Pruritus2. Dermatitis di muka dan ekstensor pada bayi dan anak3. Dermatitis di fleksura pada dewasa4. Dermatitis kronis atau residif5. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganyaKriteria Minor1. Xerosis2. Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)3. Dermatitis non-spesifik pada tangan atau kaki4. Iktiosis/hiperliniar Palmaris/keratosis pilaris5. Pitiriasis alba6. Dermatitis di papilla mamae7. Demografisme putih dan delayed blanch response8. Keilitis9. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan10. Konjungtivitis berulang11. Keratokonus12. Katarak subkapsulaar anterior13. Orbita menjadi gelap14. Muka pucat atau eritem15. Gatal bila berkeringat16. Intoleran terhadap wol atau pelarut lemak17. Aksentuasi perifolikular18. Hipersensitif terhadap makanan19. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan atau emosi20. Tes kulit alergi tipe dadakan positif21. Kadar IgE dalam serum meningkat22. Awitan pada usia diniDiagnosis D.A. ditegakkan apabila memiliki 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi, yaitu ;Tiga kriteria mayor berupa; Riwayat atopi pada keluarga Dermatitis di muka atau ekstensor Pruritus Di tambah 3 kriteria minor; Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris Aksentuasi perifolikuler Fisura belakang telinga Skuama di scalp kronis

H. Diagnosis Banding1. Dermatitis kontak alergika (dengan tipe bayi) : biasanya lokalisasi sesuai dengan tempat kontaktanm lesi berupa papula miliar dan erosif.2. Psoriasis

I. Penatalaksanaan1. Non Farmakologisa. Menghindari pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, pemutih)b. Menghindari suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.c. Menghindari aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.d. Menghindari makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan D.A.e. Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah tungau debu rumah atau agen infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk atau karpet atau mainan berbulu.f. Menghindari stres emosi.2. Farmakologisa. Topikal1) Hidrasi kulitKulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya berkurang, mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme pathogen, bahan iritan dan alergen. Pada kondisi ini perlu diberikan pelembab, seperti krim hidrofilik urea 10%, dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Pelembab dapat dipakai beberapa kali sehari karena lama bekerja maksimum 6 jam.2) Kortikosteroid topicalPada bayi dapat digunakan salep steroid berpotensi rendah, misalnya hidrokortison 1% - 2,5%. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi menengah, misalnya triamsionolon, kecuali pada muka digunakan steroid berpotensi rendah. Bila aktivitas penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2 kali seminggu, untuk mencegah agar tidak cepat kambuh; sebaiknya dengan kortikosteroid yang potensinya paling rendah.3) Imunomodulator topicalTakrolimus; Takrolimus merupakan suatu penghambat calcineurin (suatu molekul yang dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), dapat diberikan dalam bentuk salep 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03% dan 0,1%. Takrolimus menghambta aktivitas sel yang terlibat dalam D.A. yaitu sel Langerhans, sel T, sel mas dan keratinosit. Pada pengobatan jangka panjang, koloni S.aureus menurun. Tidak ditemukan efek samping kecuali rasa terbakar setempat.Pimekrolimus; suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari. 4) Preparat TerPreparat Ter mempunyai efek antipruritus dan anti inflamasi pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan dalam bentuk salep hidrofilik, misalnya yang mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai 10%, atau crude coal tar 1% sampai 5%.b. Sistemik1) KortikosteroidHanya dipakai untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah. Diberikan berselang-seling (alternate), atau diturunkan bertahap(tapering off). Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen.2) AntihistaminAntihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebatterutama pada malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu, antihistamin yang dipakai adalah yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin atau difenhidramin. Untuk kasus yang lebih sulit pada orang dewasa, dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan yang memblokade resptor histamine H1 dan H2, dengan dosis 10-75 mg secara oral pada malam hari pada orang dewasa. 3) AntibiotikPemberian antibiotik berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S.aureus pada kulit penderita DA. Untuk yang belum resisten, dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin; sedangkan untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin. Bila terdapat infeksi virus, maka kortikosteroid dihentikan sementara dan dapat diberikan asiklovir 3 x 400 mg/hari atau 4 x 200mg/hari per oral selama 10 hari.4) InterferonIFN- diketahui menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan prolferasi sel Th2. Pengobatan dengan IFN- rekombinan menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinoofil total dalam sirkulasi5) SiklosporinSuatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali. Efek sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.

J. PrognosisPrognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita D.A. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan terjadi setelah usia 5 tahun sebesar 40-60%, teruatam kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 84% D.A. anak berlangsung sampai remaja. Ada pula laporan, D.A. pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang, dan 65% berkurang gejalanya. Lebih dari separuh D.A remaja yang telah diobati kambuh setelah dewasa. Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik pada D.A. yaitu :

1. D.A. luas pada anak2. Menderita rhinitis alergika dan asma bronchial3. Riwayat D.A. pada orang tua atau saudara kandung4. Awitan (onset) D.A. pada usia muda5. Anak tunggal6. Kadar IgE serum sangat tinggi

Diperkirakan 30% hingga 50% dermatitis atopic infantile akan berkembang menjadi asma bronchial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita dermatitis kontak akibat kerja di tangan.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Penegakkan DiagnosisDiagnosis penyakit kulit pada pasien dalam kasus ini adalah dermatitis atopik. Penegakan diagnosis tersebut berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik status dermatologis yang mendukung ke arah diagnosis kerja dermatitis atopik adalah sebagai berikut :Berdasarkan allo-anamnesis :1. Keluhan utama gatal (pruritus) dan kemerahan pada kedua pipi sampai ke belakang telinga. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis dermatitis atopik pada bayi yaitu pruritus dan dermatitis di wajah.2. Keluhan gatal diperberat dengan adanya keringat dan faktor stress. Kedua hal tersebut memperberat keluhan atau gejala dermatitis atopik.3. Keluarga pasien memiliki riwayat atopi berupa asma.Hasil pemeriksaan fisik status dermatologis :1. Lokasi : buccalis dekstra et sinistra. 2. Efloresensi : Plak eritematosa berbatas tegas dengan skuama diatasnya; dengan distribusi bilateral di kedua pipi. 3. Secara umum, kondisi kulit pasien tampak kering (xerosis), terutama terlihat pada kedua pipi pasien.

Berdasarkan kriteria diagnosis yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang di modifikasi untuk bayi, maka diagnosis penyakit pada kasus ini dapat ditegakkan sebagai dermatitis atopik. pada bayi, karena memenuhi syarat yang ada, yaitu 3 kriteria mayor dan 1 kriteria minor. Adapun kriteria mayor dan minor yang terdapat pada kasus ini ialah :1. Kriteria mayora. Riwayat atopi pada penderita (saudara kandung menderita asma)b. Dermatitis di wajahc. Pruritus2. Kriteria minora. XerosisB. Diagnosis BandingBerdasarakan tempat lesinya, diagnosis banding untuk penyakit dermatitis atopik pada kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Dermatitis kontak alergikaDermatitis kontak alergi selalu disertai dengan keluhan gatal. Hal ini sesuai dengan keluhan yang ada pada pasien ini. Penyakit dermatitis kontak alergika biasanya didahului dengan adanya kontak terhadap alergen, sementara pada kasus ini, ibu pasien menyangkal adanya riwayat kontak dengan bahan atau benda sebelumnya. Adapun efloresensi pada dermatitis kontak alergika yaitu eritema numular-plakat, papul dan vesikel yang berkelompok dan disertai dengan erosi numular-plakat.2. PsoriasisPerjalanan penyakit psoriasis cenderung kronis dan residif, sama seperti pada penyakit dermatitis atopik. Namun, sebagian besar kasus psoriasis tidak mengeluhkan adanya rasa gatal atau gatal ringan. Efloresensi berupa macula-papula eritematosa sebesar lentikular-numular, yang ditutupi dengan skuama tebal berlapis-lapis dan berwarna mengkilat dan transparan. Pada pasien, gatal yang dirasakan sampai menganggu waktu tidurnya yang menandakan terasa sangat gatal.

C. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan darah tepi untuk menemukan eosinofilia, pemeriksaan dermatografisme putih dan percobaan asetilkolin dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis kerja dermatitis atopik.

D. Penatalaksanaan1. Non FarmakologisPrinsipnya adalah mengihndari faktor-faktor predisposisi atau yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit atau kekambuhan atau memperberat dari keluhan dan gejala yang ada, seperti menghindari stress emosi, menghindari suhu yang terlalu panas atau dingin dan kondisi dengan kelembaban yang tinggi, menghindari alergen (serbuk tanaman) dan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, pemutih), menggunakan pelembab kulit untuk mengatasi kulit kering, dan tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang gatal karena akan menimbulkan tempat infeksi baru.2. FarmakologisTopikal Hidrofilik urea 10%Hidrofilik urea berfungsi untuk hidrasi kulit yang kering, dimana kulit yang kering menyebabkan fungsi sawar kulit berkurang dan mudah retak, menyebabkan mikroorganisme mudah masuk. Hidrokortison 1% Hidrokortison memiliki efek imunosupresan, dapat diserap dengan baik ada pemberian topikal. Kortikosteroid topikal dapat diserap melalui kulit utuh normal dan dengan adanya radang atau penyakit lain di kulit dapat meningkatkan absorpsi melalui kulit.

Sistemik Methylprednisolone 4 mgMethylprednisolone merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, anti-inflamasi dan imunosupresan. Difenhidramin adalah antihistamin yang menghambat pelepasan histamin (H1) dan asetilkolin. Dalam kasus ini, dengan keadaan lesi kulit yang cukup luas pada permukaan kulit wajah dan kondisi gatal pasien yang cukup mengganggu aktivitas dan tidur, maka diperlukan kortikosteroid dan antihistamin sistemik, sehingga diberikan metilprednisolon 4 mg peroral. Loratadine 10 mgLoratadine adalah antihistamin kerja panjang yang mempunyai selektivitas tinggi terhadap reseptor histamin-H1 perifer dan afinitas yang rendah terhadap reseptor-H1 di susunan saraf pusat, sehingga tidak menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik. Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti urtikaria kronik dan gangguan alergi pada kulit lainnya.Pada kasus ini digunakan untuk mengatasi keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien.

E. PrognosisDermatitis Atopik merupakan penyakit yang bersifat kronis dan residif, sehingga untuk prognosis ad sanationam adalah dubia ad bonam. Selama pasien dapat menghindari hal-hal yang menjadi faktor predisposisi dari penyakit ini, maka munculnya kekambuhan keluhan atau gejala dapat cegah.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Dermatology. 2012. Nummular Dermatitis. Availble from URL : http://www.aad.org/skin-conditions/dermatology-a-to-z/nummular-dermatitis. Diakses pada tanggal 23 Maret 2012.Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI.Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi 3. Jakarta : FKUI.Morris, Adrian. 2009. Atopic Dermatitis and Eczema Treatment. Available from URL : http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/. Diakses pada tanggal 24 Maret 2012. Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : EGC.