demokrasi; pemilihan umum dan kriteria pemimpin...

79
DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN PERSPEKTIF YUSUF AL QARADHAWI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) Oleh: Ripyal Pahri NIM: 1110022000039 PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Upload: vonhan

Post on 06-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN

PERSPEKTIF YUSUF AL QARADHAWI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh:

Ripyal Pahri

NIM: 1110022000039

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

Page 2: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,
Page 3: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,
Page 4: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,
Page 5: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

i

ABSTRAK

Sebuah pemerintahan akan berjalan efektif, jika dipegang oleh pemimpin-pemimpin yang

amanah. Baik pemerintah daerah maupun pusat. Dalam Negara demokrasi, pemimpin dipilih

oleh rakyat melalui mekanisme pemilu. Dengan harapan, pemilihan umum tersebut akan

melahirkan pemimpin-pemimpin yang sesuai dengan harapan rakyat, yang lebih mementingkan

kepentingan rakyat dari pada kepentingan kelompok atau dirinya sendiri. Yusuf Al-Qaradhawi,

seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi, pemilihan umum dan kriteria

pemimpin. Masalah utama penelitian ini adalah bagaimana demokrasi, pemilihan umum, dan

mencari pemimpin yang sesuai dengan karakteristik pemimpin Islam menurut perspektif Yusuf

Al-Qaradhawi. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yang berdasarkan metode

historical research. Adapun penelitian terdahulu yang telah dilakukan berupa jurnal di

antaranya; Saputra (2017), Hanafi (2013), Sujatnika (2016), Ma’mun (2013).

Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa demokrasi merupakan

alternatif terbaik untuk melawan diktatorisme dan pemerintahan yang bersifat tirani. Pemilihan

umum yang ditempuh dalam demokrasi sangat mencerminkan kedaulatan rakyat dalam memilih

pemimpin serta wakil rakyat mereka. Kekuasaan yang terpilih ini mencirikan bahwa demokrasi

dapat diwujudkan karena rakyat sendiri yang mengawasi kekuasaannya. Pemimpin dan

Pemerintah dapat dikritik dan dinilai sehingga tidak akan berlaku sewenang-wenang. Dengan

demikian, rakyat menjadi sumber kekuasaan yang layak dipertahankan.

Kata Kunci: Demokrasi, Pemilu, Pemimpin, al-Qaradhawi

Page 6: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

ii

KATA PENGANTAR

Segala puja serta puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan

rahmat serta hidayah-Nya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillahi Rabbil

‘alamin yang tiada hentinya karena hamba dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini yang berjudul: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA

PEMIMPIN PERSPEKTIF YUSUF AL QARADHAWI. Shalawat serta salam

semoga selalu terlimpahkan kepada suri tauladan bagi umatnya Nabi Muhammad

Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih

sangat jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan

upaya yang maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan

yang ditemui. Banyak hal tidak dapat dihadirkan oleh penulis di dalamnya karena

keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak

pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada

semua pihak:

1. Bapak Dr. Sukron Kamil, M.A., Selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora

serta para Pembantu Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak H. Nurhasan, M.A., Selaku Ketua Program Studi Sejarah dan

Peradaban Islam dan Ibu Shalikatus Sa’diyah, M.Pd., Selaku Sekretaris

Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam yang telah mengarahkan,

Page 7: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

iii

membimbing dan melayani mahasiswanya dengan penuh perhatian.

Jazaakumullah khairan

3. Ibu Dr. Hj. Tati Hartimah, M.A., dan Ibu Dr. Zakiya Darojat, M.A., Selaku

Dosen Penguji Sidang Skripsi.

4. Ibu Dr. Awalia Rahma, M.A., Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan

Pembimbing Skripsi yang telah memberikan energinya kepada penulis untuk

bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Mudah-mudahan ketulusan ibu

selama membimbing saya Allah balas dengan banyak kebaikan untuk ibu,

Aamiin.

5. Seluruh Dosen /Pengajar Fakultas Adab dan Humaniora yang tidak bisa saya

sebutkan satu-persatu yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Kepala dan Seluruh Staff/Karyawan Perpustakaan Fakultas Adab dan

Humaniora maupun Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memfasilitasi tempat serta buku-buku referensi yang berkaitan dengan

penulisan skripsi ini.

7. Bapak M. Nas Kasah yang telah banyak membantu penulis, berdialog,

bertukar fikiran sampai selesainya penulisan skripsi ini.

8. Keluarga tercinta, terutama Ayah saya bapak H. Anda dan ibu saya Mameh

Rohimah yang senantiasa mengasuh, membimbing, mendidik, membantu,

membiayai, mendukung dan melimpahkan kasih sayang serta do’a yang tiada

henti-hentinya kepada saya. Begitupun adik saya Farhan dan Farah yang selalu

memberikan semangat kepada kakaknya dalam menyelesaikan studi di jenjang

ini. Semoga mereka selalu dalam lindungan Allah dan untuk almh Fira adik

Page 8: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

iv

yang kakak sayangi mudah-mudahan Allah tempatkan di jannah-NYA,

Aamiin.

9. Teman-teman seperjuangan Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam

angkatan 2010, keluarga besar SULING SPI 2010 (silaturahmi keliling),

terima kasih untuk waktu, momen suka duka kita selama kuliah. Pasti momen

yang telah dilewati menjadi pengalaman yang indah yang selalu diingat.

10. Dan juga sahabat-sahabat alumni PMDG 2009 yang tidak bisa saya sebutkan

namanya satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat saya, mereka adalah

keluarga kedua saya yang telah memberikan bantuan dan dukungannya kepada

saya selama pengerjaan skripsi ini.

Akhirnya, atas jasa bantuan semua pihak baik berupa moril dan materiil,

sampai detik ini penulis panjatkan do’a semoga Allah memberikan balasan yang

berlipat ganda kepada mereka dan menjadikan amal jariyah yang tidak pernah

berhenti mengalir hingga hari akhir. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah

senantiasa memberikan kekuatan bagi kita semua dalam menjalani hari esok yang

jauh lebih baik, amin.

Jakarta, 31 juli 2017

Penulis

Ripyal Pahri

Page 9: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 6

1. Tujuan ............................................................................... 6

2. Manfaat ............................................................................ 6

D. Tema dan Metode Penelitian .................................................. 6

1. Tema Penelitian ................................................................ 6

2. Metode Penelitian ............................................................. 7

E. Sumber Data ........................................................................... 9

F. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 9

G. Sistematika Penulisan ............................................................. 13

BAB II : RIWAYAT HIDUP DAN KARYA-KARYA YUSUF AL-

QARADHAWI ............................................................................ 15

A. Riwayat Hidup Yusuf Al-Qaradhawi ..................................... 15

B. Karir dan Aktivitas .................................................................. 17

C. Pengaruh Para Guru terhadap Pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi

................................................................................................ 17

Page 10: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

vi

D. Karya-Karya Yusuf Al-Qaradhawi ......................................... 20

BAB III : WACANA DEMOKRASI DALAM ISLAM .............................. 24

A. Pandangan Tiga Kelompok Intelektual Muslim tentang Demokrasi:

................................................................................................. 24

1. Demokrasi dan Syura Sama Tetapi Berbeda ..................... 24

2. Demokrasi dan Syura Saling Berlawanan ......................... 25

3. Demokrasi dan Syura Mempunyai Sisi Persamaan .......... 27

BAB IV : DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA

PEMIMPIN PERSPEKTIF YUSUF AL-QARADHAWI ....... 41

A. Pemilihan Umum .................................................................... 41

1. Pemilihan Umum Termasuk Jenis Pemberian Kesaksian ... 41

2. Kekuasaan Rakyat dan Kekuasaan Allah ........................... 41

3. Konsep Kekuasaan Allah dan Demokrasi........................... 43

4. Kekuasaan Mayoritas .......................................................... 45

5. Pemungutan Suara (Voting) ................................................ 46

6. Kebebasan Politik ............................................................... 46

7. Musyawarah ....................................................................... 48

B. Memilih Pemimpin .................................................................... 49

1. Definisi Pemimpin ............................................................... 49

2. Kriteria Pemimpin ................................................................ 50

3. Tujuan Pemimpin ................................................................. 54

Page 11: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

vii

C. Praktek Demokasi dan Pelaksanaan Pemilu di Negara Berpenduduk

Muslim ...................................................................................... 57

BAB V : PENUTUP .................................................................................... 65

A. Kesimpulan .............................................................................. 65

B. Saran-saran ............................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67

Page 12: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar dari sejarah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang

pernah ada beberapa puluh tahun yang lalu, demokrasi menjadi sistem alternatif yang

dipilih oleh beberapa negara yang sudah maju. Demokrasi sebagai suatu sistem telah

dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di

beberapa negara.

Menurut Samuel P. Huntington gelombang demokratisasi ketiga saat ini

sedang berlangsung. Gelombang ketiga ini diawali oleh tumbangnya rezim Fasis di

Portugal pada tahun 1974, dan sampai puncaknya dengan runtuhnya komunisme di

Eropa Timur dan Tengah pada akhir 1989. Beberapa pengamat berpendapat,

runtuhnya komunisme di kawasan tersebut menandakan kemenangan bagi

demokrasi.1 Demokrasi bukan lagi seperti sebelumnya, di mana hanya bangsa barat

sebagai penganutnya dan dijalankan selama beberapa abad saja.2

Dalam setengah abad terakhir ini,3 demokrasi dalam arti modern sudah

memiliki hampir seluruh kekuatan sebagai ide politik, sebagai sebuah inspirasi, dan

sebuah ideologi.

1 Lihat Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, terjemahan oleh Asril

Marjohan dari The Third Wave Democratization in The Late Twentieth Century, (Jakarta: Grafiti,

1997). Gelombang pertama demokrasi ditandai dengan munculnya nasionalisme dan kegagalan

modernisasi yang pertama. Demokrasi-demokrasi yang dibangun pada abad ke-18 dan abad ke-19

mendapatkan keuntungan dari jaman Pencerahan dan dua atau tiga abad diisi dengan pembangunan

sosial dan ekonomi. Negara-negara dalam tahap ini mempunyai waktu dari posisi kuat dalam ekonomi

global sampai menemukan basis demokrasi mereka.

Selanjutnya, Gelombang demokrasi kedua ditandai dengan dekolonisasi dan kegagalan

modernisasi yang kedua. Inilah konsekuensi dari terjadinya Perang Dunia II (1939-1945) yang ditandai

dengan dekolonisasi dan perluasan bentuk pemerintahan demokratis ke dalam masyarakat dan

kebudayaan yang sebagian besar berupa masyarakat sipil yang lemah dan tidak memiliki sejarah

lampau mengenai pemerintahan rakyat atau ekonomi pasar. Pada periode ini terjadi perubahan sistem

internasional dari sistem multilateral ke arah sistem bipolar. 2 Sukron Kamil, “Pemikiran Politik Islam Tematik”, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 81.

3 Franz Magnis Suseno, “Demokrasi Tantangan Universal”, dalam M. Nasir Tamara dan Elza

Peldi Taher (Ed), Agama dan Dialog antar-Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 122.

1

Page 13: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

2

Di dunia Islam, khususnya di Timur Tengah, ide-ide demokrasi mulanya

dikenal melalui kolonialisme Barat4 tepatnya ketika pendudukan Napoleon di Mesir

dan melalui jalur pengiriman Mahasiswa Muslim ke Eropa dan Amerika Serikat.

Kelahiran demokrasi di Timur Tengah sendiri unik, karena dimotori oleh kaum

Muslim puritan yang Barat menyebutnya dengan fundamentalisme. Maka dari itu,

hasilnya pun tidak menyenangkan, jika bukan karena gagal atau digagalkan Barat.

Demokrasi di wilayah ini dikatakan berhasil, apabila menguntungkan rezim pro-

Barat. Fenomena itu setidaknya bisa dilihat dengan digagalkannya hasil pemilu yang

diraih Ikhwanul Muslimin di Yordania dalam pemilu parlemen November 1989, serta

yang diraih Partai Front Penyelamat Islam (FIS) dalam pemilu tingkat lokal tahun

1990 dan pemilu nasional babak I tanggal 26 Desember 1991.5

Nampaknya, walaupun demokrasi mempunyai kekurangan, tetapi tetap

dipahami sebagai peninggalan kemanusiaan yang begitu mahal yang sampai saat ini

belum didapatkan alternatif yang lebih unggul.6 Demokrasi terus bertahan, dan sangat

diminati, karena menghasilkan suatu kebijakan yang baik, masyarakat yang adil,

masyarakat yang bebas, keputusan yang pro-rakyat, menghargai hak perorangan,

memajukan pengetahuan dan kegiatan keilmuan, bahkan demokrasi mampu

menyatukan masyarakat. Meski demikian di dunia Islam persoalan demokrasi masih

menjadi kontroversi di kalangan para ahli. Mereka sebagian yang menolak, sebagian

yang menerima seutuhnya, dan terakhir yang menerima namun dengan catatan.7

Demokrasi pada substansinya adalah sebuah proses pemilihan yang

melibatkan banyak orang untuk mengangkat seseorang yang berhak memimpin dan

mengurus tata kehidupan komunal mereka, dan tentu saja yang akan mereka angkat

4 Istilah demokrasi dalam sejarah Islam tetaplah asing, karena sistem demokrasi tidak pernah

dikenal oleh kaum muslim sejak awal. Orang-orang Islam hanya mengenal kebebasan (al hurriyyah)

yang menjadi pilar utama demokrasi yang diwarisi sejak jaman Nabi Muhammad saw. Demokrasi

yang kita kenal hari ini adalah hasil ijtihad yang turut menghasilkan bentuk-bentuk demokrasi lainnya. 5 Lihat riza syahbudi, “masalah demokratisasi di timur tengah”, dalam imam aziz dkk. Agama,

demokratisasi, dan keadilan, (Jakarta: gramedia, 1993) h. 154. 6 Agus edi santoso (ed.). “Tidak Ada Negara Islam, Surat-Surat Politik Nurcholish Madjid-

Moh. Roem”, (Jakarta: djembatan, 1997), h. 27. 7 Sukron kamil, “Pemikiran Politik Islam Tematik”, (Jakarta: kencana, 2013), h. 84.

Page 14: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

3

atau pilih hanyalah orang yang mereka sukai. Di samping itu selektifitas ketat sangat

diperlukan bagi orang-orang yang akan duduk atau dipilih untuk menjadi pemimpin

mereka.8 Mereka pun tidak boleh dipaksa untuk memilih suatu sistem ekonomi, sosial

atau politik yang tidak mereka kenali atau tidak mereka sukai. Mereka berhak

mengontrol serta mengevaluasi pemimpin yang melakukan kesalahan, berhak

melengserkannya dan menggantinya dengan orang lain jika menyimpang.

Dalam negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim, demokrasi hanya

memberikan peluang bagi partai-partai Islam (moderat dan Salafi) untuk merebut

kekuasaan melalui pemilu demokratis. Dengan kerangka demokrasi, dan memenangi

pemilu-seperti terlihat di Tunisia dan Mesir, partai-partai Islam dapat menerapkan

agenda dan program ideologis mereka sendiri, khususnya adopsi pemberlakuan

syariah dalam konstitusi.

Dari sudut pandang Islam, demokrasi menyuguhkan sebuah tantangan yang

sangat berat. Banyak kalangan sarjana Islam yang kembali mengkaji akar dan

khazanah Islam dan secara menyakinkan berkesimpulan bahwa Islam dan demokrasi

tidak hanya kompatibel, sebaliknya, asosiasi keduanya tak terhindarkan, karena

sistem politik Islam adalah berdasarkan pada syura (musyawarah). Khaled Abou el-

Fadl, Ziauddin Sardar, Rachid Ghannoushi, Hasan Turabi, Khursi Ahmad, Fathi

Osman dan Syaikh Yusuf Qaradhawi serta sejumlah intelektual dan sarjana Islam lain

yang bersusah payah mencari titik temu antara dunia Islam dan Barat menuju saling

pengertian yang lebih baik berkenaan dengan hubungan antara Islam dan demokrasi.

Demokrasi dalam arti modern berarti (partisipasi masa, partai politik,

pemilihan umum, dan parlemen), tentu saja, sulit ditemukan dalam tradisi klasik

pemikiran politik Islam. Satu-satunya pengalaman politik Muslim yang mereka

ketahui sebagai model demokrasi yang asli Islam adalah zaman Nabi dan keempat

khalifahnya yang mendapatkan petunjuk yang benar (al-khulafa al-rasyidun), yang

persis adalah contoh paling penting dalam hal legitimasi.

8 Ibnu Taimiyah, “Siyasah Syar’iyah; Etika Politik Islam”, (Surabaya, Penerbit Risalah Gusti,

1995), h. 4.

Page 15: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

4

Sebuah pemerintahan akan berjalan efektif, jika dipegang oleh pemimpin-

pemimpin yang amanah. Baik pemerintah daerah maupun pusat. Dalam negara

demokrasi, pemimpin dipilih oleh rakyat melalui mekanisme pemilu. Dengan

harapan, pemilihan umum tersebut akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang sesuai

dengan harapan rakyat, yang lebih mementingkan kepentingan rakyat dari pada

kepentingan kelompok atau dirinya sendiri.

Dalam demokrasi pemilihan umum, prosesnya melibatkan banyak orang

untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan

mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh memilih sesuatu yang tidak mereka sukai.

Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang

tidak disukai oleh makmum di belakangnya.

Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan

dengan Islam. Bahkan amar ma’ruf dan nahi munkar serta memberikan nasihat

kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam. Idealnya, calon pemimpin yang

jadi adalah orang yang berkualitas secara keilmuan dan pengalaman dalam

memimpin.

Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, siapa saja yang

tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang semestinya layak dipilih

menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak

layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada

saat dibutuhkan.

Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan

dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar bin Khattab yang tergabung

dalam syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih

salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak.

Sementara, lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar

tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka.

Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama

Page 16: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

5

dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama

tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.

Di dalam dunia kontemporer ini diiringi dengan gelombang kebangkitan

Islam di seluruh dunia, membaca karya-karya Yusuf Al-Qaradhawi merupakan salah

satu tuntutan intelektual. Sumbangsih pemikirannya begitu dapat dirasakan

manfaatnya pada setiap tulisannya. Sosok Yusuf Al-Qaradhawi adalah seorang

intelektual Muslim moderat yang namanya mencuat sejak pertengahan tahun 1980-

an.

Yusuf Qaradhawi telah menulis berbagai buku dalam berbagai bidang

kelimuan Islam, seperti bidang sosial, dakwah, fiqh, demokrasi dan lain sebagainya.

Buku karya Qardhawi sangat diminati umat Islam di berbagai penjuru dunia.

Bahkan, banyak buku-buku atau kitabnya yang telah dicetak ulang hingga

puluhan kali dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Tulisannya merefleksikan sikap kemoderatannya dalam memahami Islam,

sebab itu ia menuliskan “al-Sahwah Islamiyah bayn al-Juhud wa al-Tatarruf”, yaitu

kitab buku yang mengulas tentang kebangkitan Islam antara penolakan dan

ekstrimisme, dan juga buku yang berjudul fiqih Negara yang membincangkan tentang

konsep Negara dan beberapa aspeknya, buku Al-Ijtihad fi al-Shari'at al-Islamiah (Ijtihad

dalam syariat Islam).

Pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi tentang demokrasi Islam masih banyak lagi

yang dapat ditampilkan ke permukaan. Salah satunya yang akan penulis kembangkan

dalam penelitian ini adalah konsep Yusuf Al-Qaradhawi tentang bagaimana memilih

pemimpin melalui pemilihan umum. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis

akan melakukan penelitian dengan judul “Demokrasi; Pemilihan Umum dan

Kriteria Pemimpin Perspektif Yusuf Al Qaradhawi”.

Page 17: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

6

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dideskripsikan tersebut, pokok masalah yang

dihadapi adalah bagaimana pandangan Islam tentang demokrasi dan bagaimana

konsep demokrasi berdasarkan pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi, adapun selanjutnya

dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana perspektif Yusuf Al-Qaradhawi tentang pelaksanaan demokrasi

melalui pemilihan umum?

b. Apa kriteria pemimpin menurut Yusuf Al-Qaradhawi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian

ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana perspektif Yusuf Al-

Qaradhawi tentang pelaksanaan demokrasi melalui pemilihan umum.

b. Untuk mengetahui apa saja kriteria pemimpin menurutYusuf Al-Qaradhawi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini secara akademis adalah:

a. Bagi penulis, penelitian ini untuk melengkapi salah satu syarat kelulusan

sebagai sarjana humaniora di jenjang strata satu.

b. Diharapkan hasil penelitian ini mampu lebih memperluas wawasan penulis

dan bagi para pembaca umumnya tentang demokrasi melalui pemilihan umum

dan kriteria pemimpin menurut Yusuf Al-Qaradhawi.

D. Tema dan Metode Penelitian

1. Tema Penelitian

Berawal dari sikap sinisme terutama dari kalangan ilmuan Barat yang

menyatakan bahwa Islam tidak relevan dengan demokrasi. Ternyata tidak semua

ilmuan barat yang sependapat tentang hal itu. Robin Wright misalnya, pakar Timur

Page 18: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

7

Tengah dan dunia Islam yang cukup terkenal menulis di Journal of Democracy

(1996) bahwa Islam dan budaya Islam bukanlah penghalang bagi terjadinya

modernitas politik.

Keberhasilan Rasulullah SAW untuk hijrah, dari masyarakat jahili menuju

masyarakat madani tidak lepas dari ajaran tauhid yang dibawanya. Dalam hal ini

dokrin tauhid la ilaaha illa Allah (tiada tuhan selain Allah), seperti yang diungkapkan

oleh John Obert Voll adalah bentuk manifestasi penolakan terhadap segala bentuk

loyalitas kelompok dan sewenang-wenang para elit Makkah saat itu. Prinsip inilah

yang melandasi pembentukan masyarakat madani generasi muslim awal, yang punya

implikasi komitmen manusia kepada Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan hidup

bersumber nilai.

Dengan semangat ini-lah, Rasulullah SAW berhasil mempersatukan berbagai

unsur masyarakat Madinah pluralistik ke dalam satu kekuatan politik, Robert N

Bellah menyebutnya sebagai lompatan yang luar biasa untuk masa itu. Hal ini

tercermin dari komitmen, keterlibatan dan partisipasi yang tinggi dari anggota

masyarakat, serta penghargaannya terhadap hak-hak individu.

2. Metode Penelitian

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan penelitian analisis-

deskriptif yang berdasarkan metode historical research. Langkah-langkah yang

penulis harus lalui dalam metode historis ini ada 4 (empat); yaitu, heuristik, kritik

sumber (verifikasi data), interpretasi, dan historiografi.9

a. Heuristik atau Pengumpulan Data

Teknik Heuristik ini berasal dari kata Yunani heurishein, artinya

memperoleh.10

Heuristik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu.11

9 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, cet. Ke-2 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999), h. 54. 10

Ibid, h. 55. 11

G. J. Renier, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, Penerjemah Muin Umar (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1987), h. 113.

Page 19: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

8

Oleh karenanya, menurut Dudung Abdurrahman, teknik tidak memiliki peraturan-

peraturan umum dan lebih seringkali merupakan suatu keterampilan dalam

menemukan, menangani, dan memerinci bibliografi, atau mengklasifikasi dan

merawat catatan-catatan.12

Dalam mengumpulkan data-data terkait yang dibutuhkan, penulis

menggunakan teknik library research (riset kepustakaan) dengan sumber-sumber

tertulis, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari, serta

menelaah sumber-sumber terkait. Seperti buku, jurnal, artikel yang selanjutnya

mencatat dengan sistematis hasil penelaahan tersebut.

Untuk kebutuhan heuristik ini penulis melakukan pencarian di Perpustakaan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan mendapatkan beberapa referensi, di antaranya;

buku karangan Yusuf Al-Qaradhawi yang telah diterjemahkan yaitu, Reformasi

Pemikiran Islam Abad 21 penerbit Bina Ilmu, Meluruskan Dikotomi Agama dan

Politik penerbit Pustaka al-Kautsar, Distorsi Sejarah Islam penerbit Pustaka al-

Kautsar, Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra penerbit Pustaka Proggresif. Kemudian

beberapa referensi pendukung, berupa; buku karangan Ibnu Taimiyah yang telah

diterjemahkan Siyasah Syar’iyah; Etika Politik Islam penerbit Risalah Gusti,

Pemikiran Politik Islam Tematik yang ditulis Prof. Sukron Kamil penerbit Kencana

Prenada Media Grup, Demokrasi, Oposisi, dan Masyarakat Madani karangan Fahmi

Huwaydi penerbit Mizan, Demokrasi atau Syura karangan Taufiq Muhammad asy-

Syawi penerbit Gema Insani.

Di Perpustakaan Iman Jama’ Lebak Bulus, penulis mendapatkan sumber

primernya, di antaranya; buku karangan Yusuf Al-Qaradhawi yang berjudul Min Fiqh

ad-Daulah fil-Islam Makanutuha, Ma’alimuha, Thabi’atuha, Manfiquha min ad-

Dimaqratiyah wa at-Ta’addudiyah wal-Maar’ah Khairul Muslimin yang telah

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berjudul, Fiqih Daulah dalam Perspektif

al-Quran dan Sunnah penerbit Pustaka al-Kautsar tahun 1997, Pedoman Bernegara

12

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, h. 55.

Page 20: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

9

Dalam Perspektif Islam penerbit Pustaka al-Kautsar, Sekular Ekstrim penerbit

Pustaka al-Kautsar.

b. Verifikasi Data

Di tahap kedua ini, penulis akan menilai dan menyeleksi keotentisitasan data-

data yang telah terkumpul, selanjutnya dimasukkan sebagai bahan rujukan utama dan

data penunjang untuk tema yang penulis angkat.

c. Interpretasi

Memberikan penafsiran atau analisis dan mensintesis dengan melakukan

komparasi terhadap data-data yang telah didapat dan diseleksi, sehingga menjadi

sebuah kesatuan yang masuk akal.

d. Historiografi

Setelah melakukan ketiga tahapan di atas, penulis akan merekonstruksi

penggalan-penggalan sejarah yang masih terserak, sehingga menjadi suatu kesatuan

yang utuh dan jelas dalam bentuk tulisan karya ilmiah yang sesuai etika dan aturan

yang berlaku

E. Sumber Data

Sumber data didasarkan atas informasi yang dimuat dalam literatur-literatur

kepustakaan. Data primer berupa buku terjemahan karya Qaradhawi (1997, 1998,

2000, 2005, 2008) yaitu Fiqih Daulah, Pedoman Bernegara Dalam Perspektif Islam,

Meluruskan Dikotomi Agama & Politik serta Sekular Ekstrim. Sumber-sumber

tersebut diperoleh dari beberapa tempat; dari perpustakaan utama UIN Jakarta,

perpustakaan Iman Jama’, serta beberapa koleksi buku yang dimiliki relasi.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur yang relevan dengan Islam, dan

demokrasi.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan karya ilmiah ini, sebelum penulis mengadakan penelitian

lebih lanjut dan menyusun menjadi sebuah karya ilmiah berupa skripsi, maka

Page 21: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

10

sebelumnya penulis mengkaji tulisan orang lain terdahulu baik berupa jurnal maupun

skripsi. Berikut adalah judul-judul jurnal dan skripsi; di antaranya Jurnal

HUMANIORA Vol.4 No.2 Oktober 2013, dengan judul “Pluralisme Agama Dan

Toleransi Dalam Islam Perspektif Yusuf Al-Qaradhawi”, yang ditulis oleh Sukron

Ma’mun. Permasalahan yang di angkat menjadi topik adalah perbedaan yang terdapat

di suatu bangsa baik itu agama, suku, dan ras, dapat menimbulkan konflik dan

kerusuhan di negara tersebut, misalnya yang disebabkan oleh sentimen-sentimen

keagamaan. Hal menunjukkan bahwa secara umum masyarakat memang kurang

memahami tentang makna pluralisme agama dan hidup secara bersama dengan rukun

antar pemeluk agama. Dalam negara demokrasi, pluralime pasti ditemukan di negara

tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dalam pandangan Qaradhawi, pluralitas di

antara manusia terutama dalam beragama terjadi karena kehendak Allah SWT.

Berkaitan dengan masalah toleransi keagamaan, Qaradhawi mengatakan bahwa Islam

sejak awal telah menanamkan dalam jiwa setiap muslim sebuah kebanggaan terhadap

akidah Islam dan bersikap toleran terhadap orang-orang yang berbeda. Adapun

hikmah yang lain adalah karena manusia diperintahkan mencari ilmu, diberikan

pilihan, membenarkan sebagian kemungkinan yang lebih benar dan tidak dipaksa

oleh Allah SWT. Beberapa hal ini menyebabkan mereka berbeda dalam menyiapkan

perbekalan, menuntut ilmu, dan menentukan pilihan.

Jurnal kedua, Jurnal Syariah, Juli 2016, dengan judul “Pengisian Jabatan

Kepala Negara: Analisa Terhadap Kriteria Calon Dan Sistem Pemilihan Dalam

Perspektif Islam”, yang ditulis oleh Ghunarsa Sujatnika. . Permasalahan yang di

angkat menjadi topik adalah banyaknya konsep pemilihan kepala negara di dalam

Islam ini tidak terlepas dari pemahaman bahwa di dalam Islam, adanya seorang

pemimpin atau Khalifah merupakan suatu hal yang sangat esensi. Berdasarkan hasil

penelitian, Imam Al- Mawardi berpendapat bahwa terdapat beberapa syarat bagi

orang yang berhak dicalonkan sebagai kepala negara, yakni: 1. Adil dengan syarat-

syaratnya yang universal dan memenuhi semua kriteria; 2. Ilmu yang mampu

Page 22: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

11

membuatnya berijtihad terhadap kasus-kasus dan untuk membuat kebijakan hukum;

3. Sehat inderawi; pancainderanya lengkap dan sehat dari pendengaran, penglihatan,

lidah, dan sebagainya sehingga ia dapat menangkap dengan benar dan tepat apa yang

ditangkap oleh inderanya itu,; 4. Sehat organ tubuh dari cacat yang menghalanginya

bertindak dengan cepat dan sempurna; 5. Wawasan yang membuatnya mampu

memimpin rakyat dan mengelola semua kepentingan rakyat dan mewujudkan

kemaslahatan mereka; 6. Berani dan ksatria yang membuatnya mampu melindungi

wilayah negara; dan melawan musuh; 7. Nasab yang berasal dari suku Quraisy.

Jurnal ketiga yaitu Studia Islamika, Vol. 24, No. 1, 2017 dengan judul “Islam,

Demokrasi, dan Institusi Politik di Indonesia, Turki, dan Dunia Islam” yang

ditulis oleh Rangga Eka Saputra. Tulisan ini adalah review buku yang ditulis oleh

Edward Schneier (2016) yang berjudul “Muslim Democracy: Politics, Religion and

Society in Indonesia, Turkey and the Islamic World”. New York: Routledge. Dengan

menggunakan metode statistik perbandingan dan studi kasus di Indonesia dan Turki,

Schneier berargumen bahwa variabel-variabel seperti perbedaan kolonialisasi,

sejarah, geopolitik dan pembangunan ekonomi merupakan faktor utama yang

menjelaskan keberhasilan dan kegagalan demokratisasi di dunia Muslim. Faktor-

faktor tersebut juga menentukan kemampuan negara demokrasi baru di dunia Islam

dalam membangun Institusi politik yang kompeten –legislatif, birokrasi, dan partai

politik–, membuat lembaga peradilan yang terpercaya serta mendesak militer tunduk

pada supremasi sipil, sehingga memungkinkan demokrasi berhasil.

Jurnal keempat yaitu Jurnal Cita Hukum, Vol. I No. 2 Desember 2013.

Penelitian ini ditulis oleh Muhammad Hanafi dengan judul “Kedudukan

Musyawarah Dan Demokrasi Di Indonesia”. Permasalahan yang di angkat menjadi

topik adalah bahwa bangsa Indonesia lahir terlebih dahulu sebelum terbentuknya

Negara Indonesia. Soekarno menegaskan, bahwa Negara Kesatuan ialah Negara

Kebangsaan. Tujuan bangsa Indonesia adalah merdeka, dan membentuk negara

memiliki satu cita-cita, kehendak untuk mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat

Indonesia. Bangsa Indonesia telah hidup pada kondisi tatanan kehidupan seolah-olah

Page 23: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

12

sama dengan negara demokrasi, ialah negara dulu terbentuk baru bangsanya

dilahirkan kemudian. Sehingga kedaulatan rakyat Indonesia yang berdasarkan prinsip

musyawarah-mufakat dan perwakilan belum mampu terealisasi.

Selain jurnal, penulis juga mencantumkan judul skripsi sebagai penelitian

terdahulu, di antaranya “Partisipasi Politik Muslimah dalam Pandangan Yusuf

Qaradhawi” yang ditulis oleh Rashda Diana, Mahasiswi Institut Studi Islam

Darussalam (ISID) Gontor. Perbedaan antara Qaradhawi dan ulama lain yang

melarang partisipasi politik muslimah, lebih disebabkan oleh perbedaan sudut

pandang dalam memahami suatu dalil. Dalam konteks ini, Qaradhawi memakai cara

sintesa, memadukan antara Tradisionalisme dan Neo-Tradisionalisme. Menurutnya,

yang mendesak diperbarui bukan dalam tataran syari’ah teoritis, melainkan pada

ranah terapan dan implementasi hukum Islam itu. Krisis yang menimpa umat Islam

modern bukan pada lemahnya kajian terhadap pemikiran dan khazanah keilmuan

dalam Islam, karena mengamalkan teori dan metodologi produk ulama klasik,

melainkan karena lemah dalam artikulasi konsep dan implementasinya, disebabkan

oleh pembaruannya yang bersifat elektikal, prosedural dan teknikal. Maka,

Qaradhawi menegaskan tidak perlu merekonstruksi konsep hukum Islam masa lalu,

melainkan cukup memasukkannya dengan penemuan ilmu pengetahuan modern yang

tetap berpijak pada paradigma dan teori hukum Islam masa lalu.

Kedua yaitu Yadi Ariyanto Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin.

NIM 0201135075 dengan judul “Pemikiran Yusuf Al-Qardhawi mengenai sikap

politik muslim dan non muslim”. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini

adalah mengenai sikap dan tindakan politik orang-orang Muslim (Islam) terhadap

orang-orang non Muslim baik itu dalam hubungan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara serta berhubungan dengan negara lain. Berdasarkan hasil penelitian

Qaradhawi menyatakan bahwa sikap politik Muslim terhadap non Muslim dalam

bernegara sama dengan melakukan hubungan muamalah dan Muslim harus berlaku

baik terhadap sesama manusia.

Page 24: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

13

Ketiga skripsi dengan judul“Pemikiran Yusuf Al-Qardhawi Tentang Islam

dan Politik” yang di tulis oleh Mulianti, Universitas Islam Negeri Antasari

Banjarmasin NIM 0301135740. Permasalahan yang diangkat adalah bahwa Islam

tidak dapat dipisahkan dengan yang namanya politik, artinya saling mempunyai

keterkaitan antara satu dengan yang lain karena dalam Islam tidak hanya mengatur

masalah agama melainkan mengatur aspek kehidupan bernegara. Berdasarkan hasil

penelitian bahwa Qaradhawi menyatakan bahwa umat Islam harus melakukan dan

ikut serta dalam kegiatan politik. Syariat Islam dapat ditegakkan di tangan penguasa

yang menjunjung tinggi Al-Qur’an dan Hadits.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan, Sistematika penulisan ini dibagi

menjadi lima bab, adapun pembahasannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tema dan metode penelitian, sumber data, tinjauan pustaka, dan

sistematika penulisan.

BAB II RIWAYAT HIDUP DAN KARYA-KARYA YUSUF AL-QARADHAWI

Pada bab ini memuat tentang profil Yusuf Al-Qaradhawi, karir dan aktifitas,

pengaruh para gurunya terhadap pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi, serta karya-

karya Yusuf Al-Qaradhawi.

BAB III WACANA DEMOKRASI DALAM ISLAM

Bab ini berisi beberapa Pendapat tokoh Intelektual Muslim tentang demokrasi

dan syura serta demokrasi dalam perspektif Yusuf Al Qaradhawi.

BAB IV PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN PERSPEKTIF

YUSUF AL QARADHAWI

Dalam bab ini penulis membahas tentang konsep dan beberapa langkah dalam

memilih pemimpin pada masyarakat Islam serta kriteria dan tujuan pemimpin

menurut perspektif Yusuf Al Qaradhawi.

Page 25: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

14

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan penutup dari skripsi, yang di dalamnya menguraikan

tentang kesimpulan dari pembahasan serta saran.

Page 26: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

15

BAB II

RIWAYAT HIDUP DAN KARYA-KARYA YUSUF AL-QARADHAWI

A. Riwayat Hidup

Nama lengkapnya adalah Yusuf Mustofa Al-Qaradhawi, selanjutnya dalam

pembahasan ini digunakan “Qaradhawi” untuk menyingkat penyebutan. Qaradhawi

lahir di daerah Safat Turab, Mesir pada tanggal 9 September 1926.1 Ia berasal dari

keluarga yang taat menjalankan ajaran agama Islam. Ketika berusia dua tahun,

ayahnya meninggal dunia. Sebagai anak yatim, ia diasuh dan dididik oleh pamannya

yang bernama Syaikh Thantawi Murad.2

Ketika berusia lima tahun, ia dididik menghafal al-Qur’an secara intensif oleh

pamannya. Pada usia sepuluh tahun ia sudah menghafalkan seluruh al-Qur’an dengan

fasih. Setelah menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi

Qaradhawi terus melanjutkan ke Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar Kairo di

Mesir dan lulus pada tahun 1952-1953 dengan predikat terbaik. Setelah itu ia

melanjutkan pendidikannya di jurusan Bahasa Arab selama dua tahun. Di jurusan ini

ia lulus dengan peringkat pertama di antara lima ratus mahasiswa. Kemudian ia

melanjutkan studinya ke Lembaga Tinggi Riset dan Penelitian Masalah-masalah

Islam dan Perkembangannya selama tiga tahun. Pada tahun 1960 Qaradhawi

memasuki pascasarjana (Dirasahal-„Ulya) di Universitas al-Azhar Kairo, di fakultas

ini ia memilih jurusan Tafsir-Hadits atau jurusan Akidah-filsafat.3

Setelah itu ia melanjutkan program doktor dan menulis disertasi berjudul Fiqh

az-Zakat (Fiqih zakat) yang selesai dalam dua tahun, terlambat dari yang

direncanakan semula karena sejak tahun 1949-1956, ia ditahan (masuk penjara) oleh

1 A.M. Fatwa, Kata Pengantar dalam Yusuf al-Qaradhawi, “Meluruskan Dikotomi Agama dan

Politik”, Cet. Ke-1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), h. xi. 2 Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra”, terj. Hasan Abrori, Jilid 1

(Jakarta: Pustaka Progressif, 1997), h. vi. 3 A.M. Fatwa, Kata Pengantar dalam Yusuf al-Qaradhawi, “Meluruskan Dikotomi Agama dan

Politik, h. v.

15

Page 27: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

16

penguasa militer Mesir karena dituduh mendukung gerakan Ikhwanul Muslimin,

setelah keluar dari tahanan, ia hijrah ke Doha, Qatar dan di sana ia bersama teman-

teman seangkatannya mendirikan Ma’had-Din (Institusi Agama). Madrasah inilah

yang menjadi cikal bakal lahirnya Fakultas Syariah Qatar yang kemudian

berkembang menjadi Universitas Qatar dengan beberapa Fakultas. Qaradhawi sendiri

duduk sebagai dekan Fakultas Syariah pada universitas tersebut.

Dalam perjalanan hidupnya, Qaradhawi pernah merasakan "pesantren"

penjara saat mudanya.ketika Mesir diperintah Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949,

saat umurnya masih dua puluh tiga tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan

Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi

Juni di Mesir. Beberapa bulan berikutnya, ia kembali mendekam di hotel prodeo

selama dua tahun.4 Qaradhawi dikenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani

sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik.

Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang

ketidakadilan rezim saat itu.5

Qaradhawi memiliki tujuh anak, empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang

ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa

saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Hebatnya

lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak

perempuannya dan anak laki-lakinya. Salah seorang putrinya memperoleh gelar

doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar

doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan salah seorang puteranya

menempuh S3 di bidang teknik elektro di Amerika. Dilihat dari beragamnya

pendidikan anak-anaknya, orang-orang bisa membaca sikap dan pandangan

Qaradhawi terhadap pendidikan modern. Oleh karenanya Qaradhawi merupakan

seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa

Islami dan tidak Islami, tergantung kepada orang yang memandang dan

4 Ibid, h. xiii.

5 Ibid, h. xiv.

Page 28: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

17

mengamalkannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qaradhawi, telah

menghambat kemajuan umat Islam.6

B. Karir dan Aktivitas

Jabatan struktural yang sudah lama dipegangnya adalah ketua Jurusan Studi

Islam pada Fakultas Syariah Universitas Qatar dari tahun 1977 hingga akhir tahun

ajaran 1989-1990. Sebelumnya ia adalah kepala sekolah menengah di Qatar pada

tahun 1961.

Sebagai warga Negara Qatar dan ulama kontemporer Qaradhawi sangat

bersahaja dalam usaha mencerdaskan bangsanya melalui berbagai aktivitasnya di

bidang pendidikan, baik formal maupun non-formal. Dalam bidang dakwah, ia aktif

menyampaikan pesan-pesan keagamaan melalui program khusus diradio dan televisi

Qatar, antara lain melalui acara mingguan yang diisi dengan tanya jawab tentang

keagamaan.

Melalui bantuan universitas, lembaga-lembaga keagamaan, dan yayasan Islam

didunia Arab, Qaradhawi sanggup melakukan kunjungan ke berbagai negara-negara

baik Islam maupun non-Islam untuk mengisi ceramah keagamaan. Pada tahun 1989 ia

pergi ke Indonesia. Dalam berbagai kunjungannya ke negara-negara lain, ia aktif

mengikuti berbagai kegiatan ilmiah, seperti seminar tentang Islam serta hukum Islam,

misalnya seminar hukum Islam di Libya, muktamar I tarikh Islam di Beirut,

Muktamar Internasional I mengenai ekonomi Islam di Mekkah, dan Muktamar

hukum Islam di Riyadh.7

C. Pengaruh Guru terhadap pemikiran Qaradhawi

Menurut pendapat para intelektual Muslim yang mengetahui dan mengenal

pemikiran Qaradhawi, pemikirannya banyak dipengaruhi oleh guru-gurunya antara

6 Ibid, h. xiv.

7 Abdul Aziz Dahlan, (ed.), “Yusuf al-Qaradhawi; Ensiklopedi Hukum Islam”, h. 1448-1449.

Page 29: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

18

lain Hasan Al-Banna, Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Muhammad Al Ghazali,

Syaikh Muhammad bin Baz dan guru-guru yang lainnya.

a. Syaikh Muhammad Al Ghazali (450 H- 505 H)

Al Ghazali yang mempunyai nama asli Muhammad ath-Thusi telah banyak

memberikan pengaruh di dalam perkembangan teori ilmu pengetahuan maupun amal

perbuatan. Di mana pengaruhnya-seperti diakui Qaradhawi belum pernah dimiliki

oleh ulama sebelum maupun sesudahnya. Pemikirannyapun banyak dipengaruhi oleh

pemikiran Muhammad Al Ghazali, kecintaannya kepada Al Ghazali diekspresikan

dengan menulis sebuah buku yang berjudul Al-Imam Al-Ghazali Baina Maadihihi wa

Naaqidiihi- Al Ghazali Antara Pro dan Kontra. Qaradhawi memaparkan pandangan

terhadap pemikiran Al-Ghazali ada yang pro dan kontra, namun sebagai murid Al-

Ghazali ia sangat mengambil manfaat dari ilmunya.8

Bagi Qaradhawi, Al Ghazali dikenal kebenarannya, kebenaran yang bukan

karena individunya. Sebab menurut Qaradhawi, setiap pribadi manusia memiliki

kelemahan yang tentu dapat dikritik. Tidak ada manusia yang terjaga dari kesalahan,

kecuali Rasulullah saw.9

Qaradhawi mengatakan, bahwa tidak ada larangan bagi setiap Muslim untuk

melakukan ijtihad yang terbuka untuk salah benar sedangkan orang yang berpendapat

demikian akan selalu mendapat ganjaran, baik perkataan itu salah maupun benar,

sebagai mana yang diketahui bersama.10

Qaradhawi mengingatkan dalam menilai sesuatu harus penuh dengan

kesadaran dan ketenangan, khusus dalam menilai karya-karya dan pemikiran Al-

Ghazali. Bahwa tidak dibenarkan untuk menghilangkan keutamaannya begitu saja,

hal ini dikarenakan karya Al-Ghazali sangat besar dan banyak. Meski terdapat

8 Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra”, h. 33.

9 Ibid, h. 33-34.

10 Ibid, h. 35.

Page 30: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

19

kesalahan dalam pemikirannya, kita tidak bisa begitu saja meniadakan keutamaan

serta ketinggian martabat Al-Ghazali.11

b. Syaikh Mahmud Syaltut (1893 M-1963 M)

Selain Hasan Al Banna, ada pula salah seorang yang mempengaruhi

pemikiran Qaradhawi yaitu Mahmud Syaltut, Syaikh jami’ Al Azhar. Qaradhawi juga

menghimpun pemikiran-pemikiran Syaltut baik bidang fiqh maupun dalam bidang

tafsir Al Qur’an. Walaupun demikian rasa cinta serta kagum Qaradhawi kepada

Syaltut tidak menghalanginya untuk berbeda pendapat dengannya dalam beberapa

masalah seperti dalam bukunya al Halal wa al Haram fi al-Islam.

Qaradhawi menyatakan “barang siapa yang menyembah Syaikh Syaltut, maka

hendaknya ia tahu bahwa Syaikh Syaltut akan mati, dan barang siapa yang

menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah

mati”. Qaradhawi juga menyatakan bahwa Syaikh Syaltut juga tidak memerintahkan

seseorang untuk bertaklid kepadanya.12

c. Hasan Al Banna (1906 M- 1949 M)

Selain sebagai akademisi produktif, Qaradhawi menjalin hubungan dengan

Ikhwanul Muslimin, bahkan hubungan tersebut sudah terjalin sejak ia masih menjadi

mahasiswa, Qaradhawi sangat mengagumi pemimpin dan pendirinya Syaikh Hasan

Al Banna.

Dalam banyak kesempatan, Qaradhawi mengatakan bahwa ia tidak pernah

terpengaruh dengan seseorang yang hidup lebih dari keterpengaruhannya oleh Hasan

Al Banna, ia seringkali menjadikan perkataan Hasan Al Banna sebagai contoh dalam

mengemukakan suatu masalah.

Kecintaan ini ditampakkan dengan memberi penjelasan secara rinci kepada

buku Al-Usul „Isyriin, dan mempersembahkan kumpulan sya’irnya berjudul Al-

11

Ibid, h. 36. 12

Ani Fatikha, “Sistem Pendidikan Islam Menurut Yusuf al Qaradhawi dan Relevansinya

dengan Sistem Pendidikan Islam Indonesia”, Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga 2012), h. 35.

Page 31: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

20

Muslimun Qadimun, untuk Hasan Al-Banna, dan mengatakan “Saya tidak pernah

memuji seorang pun dalam muatan sya’ir kecuali kepada Hasan Al-Banna”.13

Namun demikian Qaradhawi tidak memposisikan dirinya sebagai seorang

yang mencintai yang karena cintanya itu telah menjadikannya tidak lagi memiliki

independensi dalam pendapat dan pandangannya, atau tidak mampu berbeda dengan

yang dicintainya. Dalam beberapa pandangan antara Qaradhawi dengan Hasan Al

Banna yang paling jelas adalah dalam masalah “multi partai dalam negeri Islam”.

Pandangan Hasan Al Banna menolak berdirinya partai-partai dalam satu negeri Islam,

namun Qaradhawi menyatakan boleh dengan syarat yang ia jelaskan secara rinci.14

D. Karya-karya Qaradhawi

Pemahaman bernegara adalah merupakan permasalahan yang membelenggu

masyarakat dan umat Islam terutamanya untuk sekian lama. Dalam membantu umat

agar mempunyai pemahaman yang tepat mengenai aspek kenegaraan dari perspektif

Islam, Qaradhawi telah menulis buku, di antaranya berjudul:

1. “Min Fiqh al-Daulah”

Dalam buku ini ditulis secara terperinci perspektif Syari’ah mengenai ilmu

kenegaraan. Dengan gaya penulisan yang mudah dan menarik, Qaradhawi

membincangkan beberapa aspek kenegaraan. Antara aspek yang dibincangkan ialah

keberadaan politik di dalam Islam, penyatuan Islam dan politik, perbincangan tentang

negara Islam, konsep asas pemerintahan Islam, hak wanita sebagai pemimpin dan ahli

politik, hak non-muslim di dalam pemerintahan Islam, demokrasi dalam Islam, sikap

Islam terhadap pemilu, demonstrasi dan parlemen serta kepentingan umat.15

Kesemua

aspek ini merupakan hal yang dihadapi dan dilalui oleh umat Islam. Pemahaman

kenegaraan terhadap semua aspek ini adalah sangat penting untuk memastikan

keharmonisan hidup bermasyarakat.

13

Ibid, h. 33. 14

Ibid, h. 34. 15

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur‟an dan Sunnah”, terj. Kathur

Suhardi, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997), h. 181-248.

Page 32: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

21

Qaradhawi berpendapat bahwa tidak ada nash yang melarang tentang

eksistensi sebuah partai politik dalam kehidupan bernegara umat Islam.16

Menurutnya

partai-partai tersebut bisa diibaratkan dengan mazhab-mazhab dalam kancah politik,

sebagaimana mazhab-mazhab yang bisa diibaratkan dengan partai-partai dalam

kancah fiqih. Oleh karena itu, partai-partai ini bisa diserupakan dengan mazhab dalam

politik, yang memiliki filsafat, dasar dan sistem yang didasarkan kepada Islam.17

Qaradhawi juga mengemukakan bahwa sebuah partai atau multi partai itu

harus mengakui Islam sebagai akidah dan syari'ah, dalam arti partai tersebut tidak

memusuhi dan tidak menolak Islam, kemudian partai itu tidak bekerja atas nama

pihak yang memusuhi Islam dan umatnya.18

2. “As-Siyasah Asy-Syar‟iyah”

Karya Qaradhawi lainnya yaitu yang diterjemahkan menjadi “Pedoman

Bernegara dalam Perspektif Islam”. Politik itu harus sejalan dengan syariat, bahkan

merupakan bagian darinya.19

Seorang pemimpin atau kepala negara dapat dipilih melalui berbagai macam

cara. Jika dilihat dalam realitas beberapa abad terakhir ini, maka akan dilihat dan

disaksikan bahwa kedudukan seorang kepala negara dapat diraih salah satunya

dengan perantara sebuah partai politik. Tujuan sebenarnya dibentuk partai dalam

konteks politik pada umumnya adalah untuk menghadirkan atau memilih seorang

kepala negara, dan juga sebagai kelompok oposisi dalam pemerintahan, terutama

terhadap lembaga legislatif. Karena hanya dengan kedudukan kepala negara atau

lembaga legislatif suatu otoritas atau kekuasaan politik dapat diraih.

Kuatnya penegakan agama harus ditopang dengan kekuasaan yang kuat juga.

Kedua hal ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian,

harus kembali pada politik menurut perspektif syariat ialah yang menjadikan syariat

16

Ibid, h. 208. 17

Ibid, h. 214. 18

Ibid, h. 208. 19

Yusuf al-Qaradhawi, “Pedoman Bernegara Dalam Perspektif Islam”, terj. Kathur Suhardi,

(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999), h. 40.

Page 33: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

22

sebagai pangkal tolak, kembali dan bersandar kepadanya, mengaplikasikannya di

muka bumi, menancapkan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsipnya di tengah manusia,

sekaligus sebagai tujuan dan sasarannya, sistem dan jalannya.20

3. “Ad-Din wa As-Siyasah”

Buku karangan Qaradhawi ini diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi

“Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik”. Buku ini menjelaskan tentang tidak

adanya dikotomi (pemisahan) antara Islam dan politik, bagaimana korelasi antara

agama dan politik, agama dan negara dalam Islam, dan sekularisme Islam.

Kehidupan manusia akan lebih baik bila dalam kehidupan politik mengikuti

norma agama dan kaidah-kaidah etika, yaitu sistem politik yang komitmen terhadap

pertimbangan baik dan buruk serta kebenaran dan kemunkaran, ketika dihubungkan

dengan agama, politik berarti keadilan untuk rakyat, persamaan hak antar manusia,

membantu rakyat yang teraniaya dan menghukum pelaku kejahatan, memberikan

kesempatan yang sama antar individu, melindungi sosial rakyat bawah anak yatim,

fakir miskin serta memenuhi hak-hak banyak orang.21

Masuknya agama dalam dunia politik akan memberikan pengaruh positif.

Agama yang benar tidak akan menerima segala bentuk kedzaliman, penipuan dan

penindasan. Jika agama masuk dalam dunia politik, akan senantiasa mencapai tujuan

utama yaitu mengesakan Allah, menciptakan umat yang istiqamah yang senantiasa

beribadah kepada Allah, menjadi khalifah yang menegakkan keadilan, mempererat

hubungan keluarga, meningkatkan solidaritas masyarakat, mendamaikan kehidupan

yang harmonis.22

4. “At-Tatharufu Al-„Ilmani fi Muwajahati Al-Islam”

Buku karya Qaradhawi lainnya adalah yang diartikan sebagai “Sekular

Islam”.

20

Ibid, h. 33. 21

Yusuf al-Qaradhawi, “Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik”, terj. Khairul Amru

Harahap, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), h. 78. 22

Ibid, h. 78.

Page 34: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

23

Sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan setiap individu orang

atau sosial dalam artian agama tidak boleh ikut berpartisipasi dan berperan dalam

pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum. Dalam kata lain Sekularisme berarti

tidak disertakannya Allah dalam hukum dan undang-undang manusia itu. Allah tidak

diperkenankan untuk mengatur mereka seolah-olah mereka sendiri adalah Tuhan-

Nya, bertindak semaunya dan mengatur hukum berdasarkan keinginan mereka.

Sekularisme sangat bertentangan dengan syariat Islam, karena syariat Islam

mempunyai tugas yaitu mengeluarkan manusia dari belenggu hawa nafsunya menuju

tuntunan Khaliq.23

Pada mulanya umat Islam mengenal pemisahan agama dari kehidupan setelah

penjajah menguasai negara-negara Islam. Mereka melakukan apa saja demi

memisahkan agama dari kehidupan yang ketika itu menyatu kuat dalam rangka

melangsungkan kekuasaannya. Para penjajah memotong syariat Islam sehingga

syariat Islam itu hanya ada dalam lingkup keluarga saja, sedangkan dalam lingkup

yang lebih luas diganti dengan undang-undang ciptaan manusia. Tatakrama, nilai-

nilai akhlak Islam terpinggirkan, dan digantikan dengan tatakrama asing dalam hal ini

budaya barat. Di antaranya yaitu tradisi menutup aurat dan budaya malu, yang

menjadi cermin adab Islami. Tradisi tersebut secara bertahap digantikan oleh tabarruj

dan buka aurat. Selain itu pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan (ikhtilath)

dibiarkan, perzinaan dianggap hal biasa, minuman keras diperjual-belikan, riba dan

sebagainya.24

23

Yusuf al-Qaradhawi, “Sekular Ekstrim”, terj. Nabhani Idris, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,

2000), h. 3. 24

Ibid, h. 106.

Page 35: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

24

BAB III

WACANA DEMOKRASI DALAM ISLAM

A. Pandangan Intelektual Muslim Tentang Demokrasi

Demokrasi selalu muncul sebagai isu sentral dalam setiap episode sejarah

peradaban manusia dan merupakan satu-satunya isu dan wacana yang mampu

menyatukan cita ideal manusia sejagad karena wacana demokrasi mampu melintasi

batas-batas geografis, suku bangsa, agama, dan kebudayaan. Menanggapi

permasalahan ini, kalangan intelektual Muslim saling berbeda pendapat.

1. Kelompok yang Berpendapat Bahwa Demokrasi dan Syura Sama Tetapi

Berbeda

Kelompok pertama, sebagian dari mereka memandang demokrasi dan syura

adalah dua hal yang identik akan tetapi terdapat juga perbedaan. Di antara

cendekiawan Muslim yang beranggapan demikian adalah Imam Khomeini. Ia

mengatakan bahwa di satu sisi Iran menganggap bahwa Tuhan sebagai penguasa

mutlak yang semua perintah-Nya harus diikuti, sedangkan di sisi lain sebagai negara

republik, Iran memandang perlunya partisipasi rakyat di bidang politik, ekonomi,

sosial, dan budaya, seperti lewat pemilu untuk memilih wakil mereka di parlemen,

pemilu presiden. Pemerintah Iran merupakan pemerintahan hukum Tuhan atas

manusia sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, tetapi juga dengan parlemen yang

bertugas menyusun program untuk berbagai kementerian, dengan kekuasaan tertinggi

di tangan seorang faqih.1

Cendekiawan Muslim lainnya yang masuk dalam kelompok ini adalah Taufiq

asy-Syawi dalam terjemahan bukunya “Fiqh al- Shura wa al-Istisharah” ia

mengatakan bahwa demokrasi merupakan bentuk syura versi Eropa. Meskipun

begitu, demokrasi tidak sama dengan syura karena tidak berpegang pada dasar syariat

Islam. Menurutnya, demokrasi konvensional sangat rentan terhadap perilaku diktator,

1 Sukron Kamil, “Pemikiran Politik Islam Tematik”, h. 51-53.

24

Page 36: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

25

karena demokrasi memungkinkan penguasa melakukan upaya tertentu merebut dan

mempengaruhi kekuasaan legislatif, lalu menciptakan undang-undang tersendiri yang

berfungsi untuk memperluas kekuasaannya. Dengan begitu ia menegaskan bahwa

sistem syura sebenarnya telah melangkah lebih maju dibanding sistem demokrasi

modern, karena sistem syura mewajibkan para penguasa berpegang pada syariat atau

sumber samawi yang lebih tinggi dari penguasa yang tidak memungkinkan mereka

mencampurinya, sekalipun pada persoalan yang tidak dijelaskan secara pasti, karena

itu wewenang ulama.2

Menurut Abu al-A’lâ al- Maududi, pendiri partai Jamati Islami, ada kemiripan

wawasan antara demokrasi dan Islam. Menurutnya ada kesamaan dengan Islam dalam

hal wawasan tentang keadilan, persamaan, akuntabilitas pemerintahan, musyawarah,

tujuan Negara, dan hak-hak oposisi.3

Abu al-A’lâ al- Maududi menambahkan istilah “teokrasi” lebih tepat sebagai

sebutan sistem Islam. Abu al-A’lâ al- Maududi lebih nyaman menyebut pemerintahan

Islam dengan sebutan, “teokrasi demokratis” atau Theodemokratis yaitu

pemerintahan yang berdasarkan ketuhanan yang bersifat demokratis”. Dalam hal ini

dikarenakan kaum Muslim diberikan wewenang, dan kekuasaan eksekutif tidak boleh

dijabat kecuali dengan melalui pemilihan kaum muslimin. Mereka berwenang untuk

menurunkan para eksekutif tersebut dari jabatannya.4

2. Kelompok yang Berpendapat Bahwa Demokrasi dan Syura saling

berlawanan

Kelompok ke dua, sebagian yang lain memandang berbeda yakni syura dan

demokrasi adalah dua hal yang saling berlawanan dan harus ditolak. Di antara

cendekiawan Muslim yang masuk dalam kategori ini adalah Syaikh Fadhallah Nuri,

2 Taufiq asy-Syawi, “Syura Bukan Demokrasi”, terj. Djamaluddin ZS (Jakarta: Gema Insani

Press, 2013), h. 18-20. 3 Sukron Kamil, “Pemikiran Politik Islam Tematik”, h. 97.

4 Fahmi Huwaydi, “Demokrasi, Oposisi, dan Masyarakat Madani”, terj. M. Abdul Ghofar

(Bandung: Mizan, 1996), h. 202-203.

Page 37: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

26

Sayyid Qutub, Ali Benhadj, Abd. Al-Qadim Zallum, dan Taufiq Muhammad asy-

Syawi.

Menurut Syaikh Fadhallah Nuri, demokrasi adalah persamaan semua warga

Negara, dan hal ini menurutnya sangatlah tidak mungkin dalam Islam. Dalam

demokrasi, perbedaan luar biasa yang tidak mungkin dihindari pasti terjadi. Misalnya,

antara yang beriman dan tidak beriman, antara yang kaya dan miskin, antara faqih

(ahli hukum) dan penganutnya. Tidak hanya itu, ia juga menolak legislasi oleh

manusia. Agama Islam menurutnya tidak memiliki kekurangan yang memerlukan

penyempurnaan dan dalam Islam tidak ada seorang pun yang diizinkan mengatur

hukum. Karena itu ia menegaskan bahwa demokrasi sangatlah bertentangan dalam

Islam.5

Nada mengecam terhadap demokrasi juga disampaikan oleh Sayyid Qutub, ia

mengatakan bahwa demokrasi adalah sebuah pelanggaran terhadap kekuasaan Tuhan

dan merupakan suatu bentuk tirani oleh sebagian orang kepada sebagian yang

lainnya. Menurutnya, mengakui kekuasaan Tuhan berarti ia melakukan penentangan

secara menyeluruh terhadap kekuasaan manusia dalam seluruh pengertian, bentuk,

sistem dan kondisi. Ia menambahkan bahwa agresi menentang kekuasaan Tuhan

adalah bentuk jahiliyah. Ia menegaskan bahwa negara Islam harus berlandaskan pada

prinsip musyawarah, karena Islam sebagai sebuah sistem hukum dan moral sudah

lengkap, sehingga dengan demikian tidak ada lagi undang-undang lain yang

mencampurinya. Pendapat serupa pula disampaikan oleh Mutawali al-Sya’rawi

seorang ulama besar asal Mesir yang mengatakan bahwa Islam dan demokrasi tidak

bersesuaian, dan syura tidak dengan sendirinya demokrasi mayoritas.6

Ali Benhadj seorang pemimpin FIS (Front Islamique du Salut) mengatakan

bahwa konsep demokrasi adalah sebuah konsep Yudeo-Kristen yang mesti digantikan

dengan prinsip-prinsip kepemimpinan yang inheren dalam Islam. Para teologi politik

Barat sendiri, kata Benhadj mulai meragukan sistem demokrasi karena mereka

5 Sukron Kamil, “Pemikiran Politik Islam Tematik”, h. 94.

6 Ibid, h. 95.

Page 38: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

27

melihat sistemnya yang cacat. Menurutnya demokrasi hanya dinilai baik jika lebih

menguntungkan Barat dari pada negara Islam itu sendiri.7

Pendapat yang sama disampaikan oleh Abd. Al-Qadim Zallum. Bagi Abd. Al-

Qadim Zallum, demokrasi adalah sistem kufur/non Islam yang bertentangan dengan

Islam. Beberapa pendapatnya antara lain: demokrasi adalah hasil produk akal

manusia, bukan Tuhan; demokrasi itu sendiri merupakan bagian sekularisme

(pemisahan antara agama dan Negara; dalam Islam kekuasaan tertinggi berada di

tangan syariat, bukan di tangan rakyat; dalam Islam, prinsip mayoritas tidak memiliki

signifikansi, karena yang penting adalah teks-teks syariat; dan kebebasan seperti

kebebasan beragama seseorang dalam Islam, menurutnya tidak ada, karena orang

murtad yang tidak mau bertaubat dalam fiqih harus dihukum mati.8

Menurut John L. Esposito dan James P. Piscatori bahwa sebagian umat

Muslim khawatir dengan model demokrasi Barat serta sistem pemerintahan yang

dicanangkan Inggris. Sebenarnya, reaksi negatif tersebut merupakan ungkapan dari

penolakan secara radikal terhadap kolonialisme Eropa, dan merupakan pembelaan

terhadap Islam dalam usaha mengurangi ketergantungan umat Islam terhadap negara-

negara Barat. Ungkapan penolakan terhadap kolonialisme Eropa tadi berakibat pada

penolakan terhadap sistem demokrasi Barat secara keseluruhan.9

3. Kelompok yang Berpendapat Bahwa Demokrasi dan Syura adalah dua

istilah yang mempunyai sisi persamaan

Kelompok ketiga, sebagai kelompok penyeimbang. Dengan maksud

mendamaikan dua kubu yang berlawanan di atas berpendapat bahwa antara syura dan

demokrasi adalah dua istilah yang mempunyai sisi persamaan. Di antara para

cendekiawan yang masuk dalam kelompok ini adalah Muhammad Abduh, Rasyid

Ridha, Fahmi Huwaydi, hingga Syaikh Mahmud Syaltut.

7 Sukron Kamil, “Pemikiran Politik Islam Tematik”, h. 95-96.

8 Ibid, h. 96-97.

9 Fahmi Huwaydi, “Demokrasi, Oposisi, dan Masyarakat Madani”, h. 153.

Page 39: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

28

Menurut Fahmi Huwaydi, demokrasi adalah sangat dekat dengan Islam dan

intinya sejalan dengan Islam. Argumentasi yang dihadirkan oleh Fahmi Huwaydi

adalah; Pertama, beberapa hadits menunjukkan bahwa Islam menghendaki

pemerintahan yang disetujui oleh rakyatnya.Kedua, penolakan Islam kepada

kediktatoran. Ketiga, dalam Islam, pemilu merupakan kesaksian rakyat dewasa untuk

kelayakan seorang kandidat dan mereka tentu saja seperti yang diperintahkan Al

quran. Keempat, demokrasi merupakan sebuah upaya mengembalikan sistem

kekhilafahan yang memberikan hak kebebasan kepada rakyat yang hilang ketika

beralihnya sistem kekuasaan Islam kepada sistem kerajaan. Kelima, negara Islam

adalah negara keadilan dan persamaan manusia di depan hukum. Kelima, suara

mayoritas tidaklah identik dengan kesesatan, kekufuran dan ketidaksyukuran.

Keenam, legislasi dalam parlemen tidaklah berarti penentangan terhadap legislasi

ketuhanan.10

Fahmi Huwaydi mempercayai jika dalam masyarakat yang mayoritas

Muslim, demokrasi akan berjalan sesuai dengan etika dan prinsip-prinsip Islam.11

Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Syaikh Mahmud Syaltut tentang

tulisan mereka tentang masalah sistem pemerintahan atau konsep politik Islam,

dikatakan seluruh ruang lingkupnya tidak ada yang bertentangan dengan nilai-nilai

demokrasi. Apa yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Rasyid

Ridha tentang musyawarah dalam Tafsir Al-Manar, juga apa yang telah disebutkan

oleh Syaikh Mahmud Syaltut dalam Al-Mabadi Al-Asasiyyah fi Al-Hukm, semua

menghilangkan ketidakjelasan tentang demokrasi dan Islam.12

Dari pendapat para intelektual Muslim di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pendapat yang terkuat dan dipilih adalah kelompok ketiga yang mengatakan bahwa

sistem demokrasi boleh diterapkan di negara Muslim. Hal ini dikarenakan kuatnya

dalil dan argumentasi kelompok ketiga ini. Menurut argumen Fahmi Huwaydi, Islam

sangat menolak kediktatoran, pengecaman terhadap rakyat yang hanya mengikuti saja

10

Sukron Kamil, “Pemikiran Politik Islam Tematik”, h. 101. 11

Fahmi Huwaydi, “Demokrasi, Oposisi, dan Masyarakat Madani”, h. 193-292. 12

Ibid, h. 194.

Page 40: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

29

perkataan pemimpin, pemilu sebagai kesaksian rakyat , negara Islam adalah negara

keadilan yang sangat menjunjung tinggi toleransi dan pluralitas, demokrasi juga

berarti mengembalikan sistem politik yang sudah dipraktekkan di masa

kepemimpinan Rasulullah serta para Khulafaur Rasyidin yang sempat lenyap pada

masa Mua’wiyah dan khalifah Islam selanjutnya.13

Selain itu, demokrasi merupakan sistem yang dapat menjadi perantara bagi

aspirasi dan keinginan rakyat. Demokrasi bahkan dapat menjadi perantara bagi

penerapan nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam di dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Hakikat demokrasi sudah dapat dipastikan sejalan dengan hakikat ajaran

Islam, apabila kita merujuk pada sumber-sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan hadits,

serta praktek yang dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin, dan bukan dari sejarah

penguasa yang zhalim, raja-raja yang menyimpang, serta tidak dari fatwa ulama-

ulama penguasa yang bertindak sekehendak mereka.14

Islam faktanya telah ada sebelum kemunculan demokrasi dengan seperangkat

kaidah-kaidah yang dijadikan dasar oleh hakikat demokrasi itu sendiri, akan tetapi

Islam tidak serta merta memberikan rinciannya tetapi membiarkan kaum Muslim

untuk berijtihad, yang mereka lakukan menurut dasar-dasar agama mereka, kebaikan-

kebaikan urusan dunia mereka, dan perkembangan kehidupan mereka sesuai dengan

waktu dan tempat mereka, serta pengaruh yang merubah kondisi mereka sepanjang

waktu.15

Pada dasarnya, Islam adalah agama yang shalih li kulli zaman wa makan,

dapat beradaptasi dan selalu diterapkan dengan perkembangan zaman dan di setiap

tempat.

13

Sukron Kamil, “Pemikiran Politik Islam Tematik”, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 107. 14

Fahmi Huwaydi, “Demokrasi, Oposisi, dan Masyarakat Madani”, terj. M. Abdul Ghofar

(Bandung: Mizan, 1996), h. 222-223. 15

Fahmi Huwaydi, “Demokrasi, Oposisi, dan Masyarakat Madani”, terj. M. Abdul Ghofar

(Bandung: Mizan, 1996), h. 220.

Page 41: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

30

B. Demokrasi Menurut Yusuf Al-Qaradhawi

Dahl menegaskan bahwa globalisasi mendukung demokratisasi. Karena dalam

globalisasi terdapat prinsip global village yang mengisyaratkan persamaan di antara

negara-negara.16

Persamaan ini kemudian menjadi sebuah proses demokratisasi.

Pertanyaannya adalah bagaimana Islam memahami demokrasi. Ketika berbicara

demokrasi dalam Islam maka banyak sekali keraguan dari dunia Barat termasuk

Amerika terhadap umat Islam dalam menjalankan praktek demokrasi. Dengan alasan

mereka melihat bahwa kurangnya umat Islam menjalankan demokrasi berasal dari

negara-negara Timur Tengah yang kebanyakan tidak menerapkan sistem demokrasi,

misalnya Arab Saudi, Kuwait, dan sebagainya. Maka dari contoh yang ada, Samuel

Huntington dan Francis Fukuyama menduga bahwa Islam tidak sejalan dengan

demokrasi. Memang harus diakui, karena kepentingan dan untuk mempertahankan

kekuasaan di negeri-negeri yang penduduknya Muslim sebagian menyampingkan

demokrasi.

Satu tulisan yang membahas mengenai revolusi musim semi Timur Tengah

adalah sebuah buku dengan judul “The Coming Revolutions: Struggle for Freedom in

Middle East” yang ditulis oleh Wahed Phares. Buku yang menjelaskan mengenai hal

apa yang membuat rakyat di Timur Tengah berani mengambil resiko kematian seperti

yang terjadi di Tunisia pada awal-awal revolusi akhir tahun 2010 lalu, tentu ada

banyak jawaban dari berbagai sudut pandang terhadap pertanyaan tersebut. Buku The

Coming Revolutions menjelaskan mengenai hal itu dan mengenai perubahan sosial

yang tengah berlangsung di Timur Tengah tersebut. Poin yang ingin disampaikan

oleh Wahed Phares dalam bukunya tersebut adalah mengenai adanya pergeseran

sosial politik yang hebat di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara yang disebabkan

perlawanan rakyat yang menginginkan demokrasi dan kebebasan dari kekuasaan

mutlak dan otokratik.

16

Robert A. Dahl, “Demokrasi dan Para Pengkritiknya”, Jilid 1, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1992), h. 312.

Page 42: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

31

Fareed Zakaria meneliti bahwa bentuk pemerintahan demokratis sedang

menjadi tren di dunia Internasional. Sekitar 62% negara di dunia mengklaim dirinya

sebagai negara demokratis dan berbagai negara di dunia masih terus mengupayakan

diri agar diakui sebagai negara yang menganut sistem demokrasi.17

Tidak bisa dipungkiri bahwa di dalam tubuh Islam sendiri terdapat banyak

keragaman tentang hubungan Islam dan politik termasuk di dalamnya dengan

demokrasi. Varian-varian pemikiran ini bisa terjadi karena Islam memang

memberikan ruang perbedaan. Kata Nabi Muhammad s.a.w, “perbedaan di antara

umatku adalah rahmat”. Jika dilihat dari basis empiris bahwa Islam dan demokrasi

memang berbeda. Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi berasal dari

manusia. Dengan demikian, agama memiliki aturannya sendiri. Namun begitu, tidak

ada halangan bagi agama untuk berdampingan dengan demokrasi.

Qaradhawi mengemukakan bahwa pengetahuan Islam harus tetap

berkembang, apabila pengetahuan Islam hanya merujuk pada pemikiran-pemikiran

ulama terdahulu (salaf) pengetahuan Islam tidak akan berkembang, pengetahuan

Islam haruslah disesuaikan dengan perkembangan saat ini, oleh karena itu umat Islam

harus melakukan terobosan-terobosan baru tentang pengetahuan Islam dengan

merumuskan suatu metode ijtihad baru, Qaradhawi mengemukakan bahwa ijtihad

yang kita perlukan untuk masa kini ada dua macam: (1) Ijtihad Intiqa’i (2) Ijtihad

Insya’i.18

1. Ijtihad intiqa’i

Yang dimaksud dengan ijtihad intiqa’i adalah memilih satu pendapat dari

beberapa pendapat yang terkuat yang terdapat pada fiqh Islam, yang penuh dengan

fatwa dan hukum.

Ijtihad yang diserukan disini adalah kita mengadakan studi komperatif

terdapat pendapat-pendapat itu dan meneliti kembali dalil-dalil nash atau dalil-dalil

17

Fareed Zakaria, “The Future of Freedom: Liberal Democracy at Home and Abroad, 2003”,

h. 13. 18

Yusuf al-Qaradhawi, “Reformasi Pemikiran Islam Abad 21”, (Surabaya: Bina Ilmu, 1998), h.

17.

Page 43: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

32

ijtihad yang dijadikan sandaran pendapat tersebut, sehingga pada akhirnya kita dapat

memilih pendapat yang terkuat dalilnya dan alasannyapun sesuai dengan kaidah

tarjih. Qaradhawi mengemukakan bahwa kaidah tarjih itu banyak, di antaranya

hendaknya pendapat tersebut mempunyai relevansi dengan kehidupan pada zaman

sekarang, hendaknya pendapat itu mencerminkan kelembutan-kelembutan dan kasih

sayang kepada manusia, hendaknya pendapat tersebut lebih mendekati kemudahan

yang ditetapkan oleh hukum Islam, hendaknya pendapat tersebut lebih

memprioritaskan untuk merealisasikan maksud-maksud syara’, kemaslahatan

manusia dan menolak marabahaya dari mereka.19

2. Ijtihad Insya’i

Yang dimaksud ijtihad kreatif (insya’i) adalah pengambilan konklusi hukum

baru dari suatu persoalan yang mana persoalan tersebut belum dikemukakan oleh

ulama-ulama terdahulu baik itu mengenai persoalan lama maupun persoalan baru,

dengan kata lain ijtihad insya’iruang lingkupnya bukan hanya pada persoalan-

persoalan baru saja, akan tetapi juga mengenai persoalan-persoalan lama, yaitu

dengan cara seorang mujtahid kontemporer untuk memiliki pendapat baru dalam

masalah tersebut yang belum didapati oleh pendapat ulama salaf, dan yang demikian

itu sah-sah saja.20

Setiap individu Muslim sangat berharap banyak kepada demokrasi. Mereka

mengharapkan bahwa demokrasi sebagai satu bentuk hukum, menjaminan kebebasan,

melindungi keamanan serta kediktatoran penguasa, sehingga demokrasi pada

hakikatnya dapat memenuhi kemauan umat, bukan kemauan para penguasa secara

pribadi dan kelompoknya.21

Dalam perspektif Islam terdapat nilai-nilai demokrasi meliputi syura

(musyawarah). Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan

yang secara lugas ditegaskan dalam Al Quran. Jelas bahwa musyawarah sangat

19

Yusuf al-Qaradhawi, “Reformasi Pemikiran Islam Abad 21”, h. 17-20. 20

Ibid, h. 35-37. 21

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif Al Qur’an dan Sunnah”, h. 203.

Page 44: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

33

diperlukan sebagai bahan pertimbangan dan tanggung jawab bersama dalam setiap

mengeluarkan keputusan. Dengan begitu maka setiap keputusan yang dikeluarkan

pemerintah akan menjadi tanggung jawab bersama. Sikap musyawarah juga

merupakan bentuk dari pemberian penghargaan terhadap orang lain karena pendapat-

pendapat yang disampaikan menjadi pertimbangan bersama.22

Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi

wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil untuk

melaksanakan dan menegakkan peraturan dan perundangan yang telah dibuat. Oleh

sebab itu, pemerintah memiliki tanggung jawab besar di hadapan rakyat dan Tuhan.

Dengan begitu, pemerintah harus amanah, memiliki sikap, dan perilaku yang dapat

dipercaya, jujur, dan adil.23

Pemikiran Qaradhawi dalam bidang keagamaan dan politik banyak diwarnai

oleh pemikiran Syaikh Hasan Al-Banna. Ia sangat mengagumi Syaikh Hasan Al-

Banna dan menyerap banyak pemikirannya. Baginya Syaikh Hasan Al-Banna

merupakan ulama yang konsisten mempertahankan kemurnian nilai-nilai agama

Islam tanpa terpengaruh oleh faham nasionalisme dan sekularisme yang diimpor dari

barat atau yang dibawa oleh penjajah ke Mesir dan dunia Islam.24

Walaupun sangat mengagumi tokoh-tokoh dari kalangan Ikhwanul Muslim

dan al-Azhar, ia tidak pernah mengikuti kepada mereka begitu saja. Hal ini dapat

dilihat dari perbedaan pandangan mengenai adanya multi partai dalam islam, Hasan

al Banna tidak menghendaki banyak partai karena menurutnya hanya akan membawa

kerusakan bagi umat karena yang terjadi hanyalah perpecahan umat akibat sifat

fanatik terhadap partai. Namun berbeda dengan Qaradhawi yang memandang partai

tunggal justru memberikan celah kepada diktatorisme seperti yang terjadi di Mesir

saat presiden Gamal Abdel Nasser melancarkan revolusi lalu menghapus partai-partai

dan menghimpun rakyat dalam jargon “persatuan nasional”. Dalam berbagai

22

Taufiq asy-Syawi, “Demokrasi atau Syura”, (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 138. 23

Fahmi Huwaydi, “Demokrasi, Oposisi, dan Masyarakat Madani”, h. 233. 24

Yusuf al-Qaradhawi, “70 Tahun Al-Ikhwan Al-Muslimun”, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,

1999), h. 203.

Page 45: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

34

tulisannya mengenai masalah hukum Islam, misalnya mengenai zakat penghasilan

profesi yang tidak dijumpai dalam pemikiran kitab-kitab klasik fiqh dan pemikiran

ulama lainnya.25

Di bidang politik Qaradhawi berbicara mengenai konsep al-Wasathiyyah.

Menurut Qaradhawi Islam adalah agama rahmat. Di masa lalu hingga saat ini umat

Muslim selalu dihadapkan pada dualisme atau multi pandangan dalam beragama. Hal

ini berawal dari perbedaan pemahaman terhadap tanda-tanda (ayat-ayat) Tuhan dalam

al-Qur’an, yang tentunya sikap tersebut dilatar-belakangi oleh situasi historis yang

turut mempengaruhi dan mengkondisikan. Perbedaan tersebut dikatakan sebagai

rahmat Tuhan (ikhtilaf ummati rahmatun), dan dinamika dalam berkehidupan,

bersosial serta berinteraksi diantara sesamanya. Maka pasti, perbedaan seharusnya

tidak mengarahkan pada perpecahan dan pelabelan Islam sebagai agama yang tidak

menjunjung nilai-nilai kedamaian dan kasih sayang. Sebab itu, umat Islam dituntut

menjadi “Ummatan Wasathan”, yaitu umat yang moderat, adil, dan seimbang dalam

bersikap, berinteraksi dan bersosial. Tuntutan sebagai umat moderat mendorong umat

Islam untuk menafikan dan menghilangkan pandangan di kalangan umat Islam yang

memiliki kecenderungan ekstrimis, ekslusif, radikal, dan antipati terhadap orang lain,

dikarenakan berbeda dengannya.Pandangan-pandangan tersebut (ekstrimis dan lain-

lain) pada dasarnya berlawanan dengan konsepsi Islam sebagai agama rahmat dan

kasih sayang (rahmatal lil’alamin) yang mengedepankan pesan kebaikan (al-ma’ruf)

dari pada melawan kemungkaran (nahy al-munkar), karena dianggap telah

mengabaikan nilai-nilai toleransi (tasamuh), dan keadilan (ta’adul) dalam beragama

dan bersikap. Sebab itu, karakter wasatiyyah dalam ber-Islam menolak sikap-sikap

yang akan merugikan Islam dan umat Islam itu sendiri.

Pemikiran Qaradhawi lainnya yaitu mengenai demokrasi. Salah satu pendapat

Qaradhawi mengenai Islam dan Demokrasi dalam buku fiqih daulah yang ditulisnya

adalah substansi (hakikat) demokrasi sejalan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai-

25

Yusuf al-Qaradhawi, “Reformasi Pemikiran Islam Abad 21”, h. 36-37.

Page 46: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

35

nilai Islam. Hakikat demokrasi yang dimaksud adalah yang sesuai dengan Islam,

seperti dijelaskan Qaradhawi bahwa Negara Islam dibangun berdasarkan berbagai

prinsip demokrasi yang baik namun bukan merupakan duplikat dari Negara

demokrasi barat. Negara Islam serupa dengan negara demokrasi barat dalam hal

keharusan memilih kepala negara. Rakyat bebas memilih dan tidak boleh dipaksa

untuk menerima pemimpin yang akan memimpin mereka. Dalam hal tanggung jawab

kepala negara di hadapan wakil-wakil rakyat, di mana wakil rakyat tersebut berhak

memecat bila kepala negara menyimpang dan melakukan kekeliruan serta tidak mau

mendengar nasehat yang benar. Demikian juga hak setiap individu baik laki-laki

maupun perempuan dalam menasehati penguasa untuk berbuat amar ma’ruf nahi

munkar dan menjadi kontrol untuk sesama Muslim.26

Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya

secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan

hukum) secara mutlak berada di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura

(Islam) kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah. Dialah pemegang kekuasaan

hukum tertinggi. Wewenang manusia hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum

sesuai dengan prinsip yang digariskan Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang tidak

diatur oleh ketentuan Allah. Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syâri’ (legislator)

sementara manusia berposisi sebagai faqîh (yang memahami sesuai batasan

kemampuannya dan menjabarkan) hukum Nya.27

Menurut Qaradhawi, hakikat demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa

dilihat dari beberapa hal. Misalnya, pertama, dalam demokrasi proses pemilihan

melibatkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak

memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan

memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam

26

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur’an dan Sunnah”, h. 52. 27

Ibid h. 195-196.

Page 47: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

36

menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak dikehendaki oleh makmum di

belakangnya.28

Kedua, usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan

dengan Islam. Bahkan amar ma’ruf dan nahi munkar serta memberikan nasihat

kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam. Ketika pemilihan umum termasuk

jenis pemberian saksi. Karena itu, siapa saja yang mempunyai hak pilih dan tidak

menggunakan hak pilihnya sehingga calon yang seharusnya pantas untuk dipilih

menjadi kalah dan suara mayoritas berada pada kandidat yang sebenarnya tidak

pantas, maka ia telah melanggar perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada

saat dibutuhkan.29

Ketiga, penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak

bertentangan dengan prinsip Islam. Berkenaan dengan hal ini, sikap Umar terhadap

enam orang yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat

khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi

khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara, yang lain yang tidak terpilih harus

taat dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih

seseorang yang dirasakan paling layak dari luar mereka, yaitu Abdullah Ibn Umar.30

Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah.

Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan

nash syariat secara tegas.

Menurut Qaradhawi justru inilah demokrasi yang sebenarnya. Demokrasi

semacam ini memberikan beberapa bentuk dan cara praktis dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Misalnya, pemilihan umum dan referendum umum,

mendukung pihak mayoritas, menerapkan sistem multipartai, memberikan hak

kepada minoritas untuk beroposisi, menjamin kebebasan pers dan kemandirian

peradilan. Rakyat diberikan kebebasan untuk memilih pemimpinnya dan mengoreksi

28

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur’an dan Sunnah”, h. 184. 29

Ibid, h.194. 30

Ibid, h. 200.

Page 48: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

37

perilakunya, mereka juga boleh menolak perintah penguasa yang bertentangan

dengan undang-undang dasar. Demokrasi semacam ini, menurut Qaradhawi, sejalan

dengan Islam. Di dalam Islam, rakyat boleh menolak perintah pemimpin yang

menyuruh atau memaksa melakukan maksiat, dan rakyat berhak memecat atau

menurunkan pemimpinnya bila menyimpang dan berlaku zalim, serta tidak pula

menanggapi nasihat dan peringatannya.

Qaradhawi melihat bahwa Demokrasi dalam politik dalam arti rakyat bebas

memilih pemimpinnya, dan menolak hukum diktator, Dan termasuk hak setiap orang

dari rakyat untuk menasehati penguasa, memerintahkan dia kebaikan, melarang

kemungkaran, memperhatikan adab yang wajib dalam hal itu, mentaatinya dalam

kebaikan dan menolak taat dalam kemaksiatan yang disepakati, yaitu maksiat yang

fulgar kemaksiatannya, dimana tidak ada ketaatan untuk makhluk dalam rangka

maksiat kepada penciptanya.31

Kekuasaan atau pemerintahan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan

peranan yang sangat penting dan strategis. Banyak hal yang dapat dilakukan dengan

mudah dalam sebuah lingkaran kekuasaan. Jika kekuasaan berada di tangan penguasa

yang adil, segala kebaikan dapat ditegakkan dan sebaliknya apabila kekuasaan berada

di tangan penguasa yang zalim, maka akan terjadi penindasan terhadap rakyat dan

segala macam bentuk ketidakadilan. Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa contoh

orang-orang yang sewenang-wenang di muka bumi, seperti Fir’aun,Haman, Qarun,

pasukan dan para pengikutnya.32

Menurut Qaradhawi demokrasi esensinya ialah, pemilihan umum yang

dilakukan oleh masyarakat dalam memilih orang-orang yang akan mengatur dan

mengurus urusan mereka.33

Qaradhawi dengan ungkapannya: “Semua yang tidak

dilarang secara tegas dalam al-Qur'an dan Sunnah adalah mubah”. Hal ini membuka

lebar-lebar ruang gerak penafsiran dan pembaruan hukum. Qaradhawi menegaskan

31

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur’an dan Sunnah”, h. 183. 32

Lihat (Q.S. Al Qashash; 8:40). 33

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur’an dan Sunnah”, h. 183.

Page 49: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

38

bahwa hukum harus diperbarui, ketika waktu, tempat dan kondisi kehidupan manusia

berubah.34

Peran partai politik sangat penting dan umat Islam dituntut untuk memiliki

andil dalam kancah perpolitikan dan mempelajari ilmu politik, karena secara teoritis,

politik adalah suatu ilmu yang memiliki urgensi dan kedudukan tersendiri. Secara

praktik, politik adalah suatu profesi yang memiliki kehormatan dan manfaat

tersendiri, karena menjadi alat untuk menghadapi dan melawan kekuasaan yang

menyeleweng kemudian membawanya kembali ke jalan atau koridor yang benar dan

dengan usaha menangani urusan manusia dengan cara sebaik-baiknya.35

Para ulama terdahulu telah memaparkan nilai dari keutamaan politik, sampai

Al- Imam Al- Ghazali pernah berkata seperti yang dikutip Qaradhawi dalam bukunya

Fiqih Daulah:

“Dunia ini merupakan ladang akhirat. Agama tidak akan menjadi sempurna

kecuali dengan dunia. Pemimpin dan agama merupakan anak kembar. Agama

merupakan dasar dan penguasa merupakan penjaga. Sesuatu yang tidak mempunyai

dasar pasti akan ambruk, dan sesuatu yang tidak mempunyai penjaga pasti akan

lenyap”.36

Di dalam Fiqih Daulah Qaradhawi berpendapat bahwa kebebasan berpolitik

merupakan kebutuhan pokok pada zaman sekarang. Islam tidak akan bangkit,

dakwahnya tidak akan menyebar, kekuatannya tidak akan muncul, dan penyakitnya

akan terus merusaknya, kecuali ia diberi kebebasan yang tidak hanya terbatas,

sehingga ada peluang baginya untuk berjalan beriringan dengan fitrah manusia yang

menyertainya, memperdengarkan adzan yang dirindukannya dan memberi kepuasan

yang dirindukannya.37

Dalam Islam di antara hak manusia dan bahkan menjadi kewajiban mereka

untuk memberikan nasihat kepada pemimpin dan mengembalikan pada kebenaran

jika ia menyimpang, memerintahkannya kepada yang benar dan mencegahnya dari

34

Yusuf al-Qaradhawi, “Reformasi Pemikiran Islam Abad 21”, h. 156. 35

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur’an dan Sunnah”, h. 210. 36

Ibid, h. 137. 37

Ibid, h. 202.

Page 50: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

39

perbuatan salah. Pemimpin merupakan salah seorang dari kaum muslimin, iabukan

orang yang terlepas dari berbagai macam salah dan khilaf sehingga tidak memerlukan

nasihat dan tidak bisa diperintah. Orang-orang Islam juga tidak dilarang untuk

memberi nasihat atau memerintah. Jika umat Islam tidak peduli akan amar ma’ruf

nahi munkar, maka lenyap begitu saja rahasia keistimewaan dan kebaikannya yang

pada akhirnya akan diikuti dengan ditimpahkannya laknat seperti yang dialami orang-

orang terdahulu sebelum mereka, itu karena mereka tidak bekerja bersama-sama

menghadapi dan melawan kemunkaran yang kerap dikerjakan.38

Islam menempatkan kekuasaan mutlak menjadi milik Allah. Sebagai

konsekuensinya hukum tertinggi adalah hukum Allah. Dalam hal ini, Islam

memandang bahwa syariat Islam adalah sebagai representasi kekuasaan Allah.

Kekuasaan dalam Islam terletak pada Tauhidullah (akidah) yang diyakini yakni

kekuasaan Allah yang terejawantahkan dalam Syariat Islam tidak selayaknya konsep

kekuasaan dalam demokrasi yang terletak pada kekuasaan rakyat yang “mayoritas”.

Sementara dasar pengambilan hukum yang diyakini adalah Syariat itu sendiri yang

menjadi dasar kehidupan bernegara, Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya

“Laa Thaa’ata limakhluqin fi ma’shiyatil khaliq”, tidak boleh ada ketaatan kepada

makhluk bila melakukan kedurhakaan kepada Khaliq.“Innama at-tha’atu fil

ma’rufi”, sesungguhnya ketaatan itu hanya boleh untuk kebaikan.

Meskipun terdapat hal-hal yang menolak demokrasi namun terdapat hal-hal

yang semua ulama Islam sepakat akan satu hal, bahwa penegakan syariat Islam dalam

kehidupan adalah mutlak hukumnya, meskipun berbeda pendapat tentang cakupannya

apakah dalam tataran pribadi atau tataran kekuasaan. Namun dari dalil-dalil di atas,

dan keyakinan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin, maka penegakan syariat

Islam dalam sistem ketatanegaraan adalah mutlak bagi setiap Muslim. Muslim harus

tunduk pada setiap aturan agama dalam apapun aktifitas hidupnya, termasuk dalam

menjalankan sistem kenegaraan. Maka dari itu memasuki wilayah politik yang

38

Ibid, h. 208-209.

Page 51: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

40

berkembang saat ini mungkin perlu dilakukan untuk mewujudkan cita-cita penegakan

syariat Islam. Namun pertimbangan utama dalam memasukinya adalah keterlibatan

dalam politik (siyasah) adalah untuk mengubah sistem siyasah yang sedang

berkembang saat ini (secular) menuju ke siyasah yang Islami.39

39

Ibid, h. 195-197.

Page 52: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

41

BAB IV

DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN

PERSPEKTIF YUSUF AL QARADHAWI

A. Pemilihan Umum

1. Pemilihan Umum Termasuk Jenis Pemberian Kesaksian

Pemilu atau pemilihan umum adalah salah satu pilar utama dari sebuah

demokrasi. Salah satu konsepsi modern menempatkan penyelenggaraan pemilihan

umum yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar

dapat disebut sebagai sebuah demokrasi. Partisipasi politik masyarakat berkaitan erat

dengan demokrasi suatu negara.

Menurut perspektif Qaradhawi di sini persyaratan bisa saja diringankan sesuai

dengan keadaan, sehingga rakyat dapat memberikan kesaksian sebanyak mungkin.

Semua orang berharap memberikan kesaksian, kecuali kandidat atau calon tersebut

adalah seorang yang telah terbukti di pengadilan melakukan tindak kriminal atau dosa

besar yang menodai kehormatan dan harga dirinya, karena sama dengan memberikan

kesaksian palsu.1

Demikian pula mengungkapkan kriteria calon dan persyaratan yang harus

dipenuhinya merupakan suatu yang diprioritaskan. Pada akhirnya dapat dijadikan

berbagai kaedah dan pengarahan sistem pemilihan ini sebagai sistem Islam, walaupun

pada mulanya berasal dari sistem lain.2

2. Kekuasaan Rakyat dan Kekuasaan Allah

Hal yang perlu ditegaskan sejak awal, bahwa substansi demokrasi adalah

sejalan dengan substansi Islam, yaitu apabila kita melihat kembali kepada rujukan

serta sumber-sumbernya yang asli, yaitu Al-Quran dan Sunnah serta kepemimpinan

masa Al-Khulafa’ur-rasyidun, bukan dari sejarah pemimpin-pemimpin yang khianat,

raja-raja yang buruk, serta fatwa-fatwa ulama yang sangat dekat dengan para

1 Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur‟an dan Sunnah”, h. 194.

2 Ibid, h. 194.

41

Page 53: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

42

penguasa dan yang menyesatkan, atau fatwa-fatwa dari orang-orang yang sebetulnya

mereka berhati ikhlas dan mulia, tapi memiliki pemahaman dangkal dan kerap

bertindak dengan tidak hati-hati.3

Para penyeru kebebasan dan liberal mengatakan, oleh karena demokrasi itu

adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, yang otomatis harus

menolak pendapat yang menyatakan bahwa kedaulatan pembuat hukum hanya milik

Allah, ini adalah suatu pendapat yang tidak bisa diterima. Prinsip kekuasaan milik

rakyat, yang merupakan fondasi demokrasi, tidak bertentangan dengan prinsip

kekuasaan milik Allah yang merupakan bagian dari penetapan hukum dalam Islam.

Tapi memang bertentangan dengan prinsip kekuasaan individu, yang merupakan

dasar pemerintahan diktator.4

Dalam hal memberlakukan sistem demokrasi bukan berarti harus menolak

kedaulatan Allah untuk menetapkan hukum bagi manusia. Mereka yang menyeru

kepada demokrasi sama sekali tidak pernah berpikir tentang ini. Tujuan dari sikap

perlawanan orang-orang tersebut hanya tertuju untuk menolak kekuasaan atau

pemerintahan diktator yang sewenang-wenang dimana dilakukan oleh para tiran yang

angkuh dan sombong. Hal inilah yang dinamakan oleh hadits Rasulullah dengan “raja

yang kejam” atau “raja yang bengis”, artinya raja yang angkuh dan dzalim.5

Menurut Qaradhawi, yang dimaksud dengan demokrasi bagi para

pendukungnya adalah bahwa rakyat bebas memilih pemimpinnya sesuai dengan

aspirasi dan kenginan mereka, tidak ada paksaan bagi mereka dalam memilih

pemimpinnya dan mengoreksi tindak tanduknya, mereka boleh menolak perintah

penguasa bila bertentangan dengan undang-undang dasar. Inilah demokrasi yang

berkesesuaian dengan Islam, itu juga dapat dilihat ketika Islam mengharamkan

3 Ibid, h. 195.

4 Ibid, h. 195.

5 Ibid, h. 195.

Page 54: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

43

pemimpin yang otoriter, dan pada sisi lain menghendaki pemimpin yang kuat, dapat

dipercaya, mampu melindungi rakyatnya, serta mempunyai wawasan yang luas.6

3. Konsep Kekuasaan Allah dan Demokrasi

Dalam bukunya Qaradhawi mengingatkan bahwa konsep “kekuasaan Allah”

adalah konsep Islam yang murni, yang telah ditetapkan oleh seluruh pakar ushul

dalam berbagai pembahasan mereka tentang “kekuasaan syariat” dan “penguasa”.

Semua mereka sepakat bahwa penguasa tunggal hanya Allah swt. Sedangkan Nabi

saw hanya sebagai penyampai. Allah-lah yang memerintah dan melarang, Dia-lah

yang menghalal dan mengharamkan, Dia-lah yang berkuasa dan membuat undang-

undang.7

Menurut perspektif Qaradhawi kekuasaan Allah terhadap makhluk adalah

suatu yang permanen.Kekuasaan itu ada dua (2) macam:8

a. Kedaulatan Penetapan Hukum Alam Berdasarkan Takdir (Kekuasaan

Kauni Kodrati)

Artinya hanya Allah-lah satu-satunya yang berwenang di jagad raya ini.Dia-

lah yang menata dengan kadar-Nya segala persoalan alam yang teratur ini.Dia-lah

yang mengatur alam semesta dengan sunnah-Nya, yang tidak berubah, yang tidak

diketahui. Hal ini seperti yang ternukil dalam firman-Nya: “Dan Apakah mereka

tidak melihat bahwa Sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang

kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?

dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat

menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah yang Maha cepat hisab-Nya”. (Ar-Ra’d:41).

Dalam ayat ini dipahami bahwa yang dimaksud dengan kekuasaan Allah adalah

ketetapan-Nya yang mengatur jagad raya, bukan syariat atau legislasi.

b. Kedaulatan Menetapkan Hukum (Kekuasaan Syariat)

6 Yusuf al-Qaradhawi, “Meluruskan Dikotomi Agama & Politik”, h. 188.

7 Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur‟an dan Sunnah”, h. 195-196.

8 Ibid, h. 196-197.

Page 55: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

44

Adalah kekuasaan untuk memberi tugas, memerintah, melarang,

membebankan kewajiban dengan paksa dan dengan pilihan.Untuk itu Allah mengutus

berbagai rasul, menurunkan beberapa kitab, membuat berbagai peraturan,

menggariskan berbagai tugas, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang

haram. Hal ini tidak seorang Muslim pun yang menolak, selama dia rela Allah

sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.

Orang Muslim mendukung demokrasi karena dia mengganggapnya suatu

mekanisme kekuasaan yang dapat mewujudkan prinsip-prinsip politik Islam, dalam

memilih Imam atau pemimpin, dalam mewujudkan musyawarah dan nasehat

menasehati, dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, dalam melawan

kedzaliman dan menolak kemaksiatan, khususnya bila sudah sampai ke tingkat

kekafiran nyata kepada Allah.9

Hal itu didukung oleh ketentuan undang undang dasar yang mengatakan

bahwa Islam adalah agama negara, dengan tetap berpegang kepada demokrasi, dan

bahwa syariat Islam adalah sumber hukum utama. Hal ini sebagai penegasan terhadap

kekuasaan Allah, artinya kekuasaan syariat-Nya, sebagai kekuasaan tertinggi. Dapat

pula ditambahkan dalam undang undang dasar satu paragraf yang jelas dan tegas,

bahwa setiap ketentuan atau peraturan yang bertentangan dengan berbagai ketentuan

syariat yang tegas dianggap batal. Hal ini pada dasarnya merupakan penegasan,

bukanlah sesuatu yang baru digariskan.10

Jadi, pendukung demokrasi menganggap kekuasaan rakyat sebagai ganti dari

kekuasaan Allah, karena antara kedua hal itu tidak terdapat pertentangan.Walaupun

hal itu dianggap suatu keharusan demokrasi, maka pendapat yang beredar di kalangan

ulama dan pemikiran Islam adalah bahwa hal itu bukanlah suatu yang esensial dalam

suatu mazhab. Karena itu tidak boleh mengkafirkan dan menuduh fasik orang-orang

9 Ibid, h. 197.

10

Ibid, h. 197.

Page 56: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

45

yang tidak komit dengan beberapa ketentuan mazhab-nya, dan barangkali mereka

tidak memikirkan hal itu sama sekali.11

4. Kekuasaan Mayoritas

Bagi sebagian kelompok Islam penentang demokrasi mengatakan bahwa

demokrasi adalah konsep impor dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan

Islam. Demokrasi ditegakkan berdasarkan pendapat mayoritas, dan mayoritas ini lah

yang berhak menunjukkan pimpinan, menata berbagai persoalan, mendukung salah

satu dari beberapa hal yang berbeda. Dalam sistem demokrasi, pemilihan dan

pemungutan suara merupakan suatu hal yang menentukan. Pihak manapun yang

menang dengan mayoritas mutlak, atau kadang-kadang dengan berkoalisi, maka

pendapatnya lah yang diberlakukan, yang mungkin saja salah dan batil.12

Sedangkan dalam Islam, menurut pandangan mereka, cara seperti itu tidak

dapat diterima. Islam tidak bisa mendukung suatu pendapat hanya karena pendapat

itu didukung oleh mayoritas. Tapi, Islam melihat kepada pendapat itu sendiri.Apakah

itu benar atau salah. Bila pendapat itu benar, maka diterima serta dilaksanakan,

sekalipun hanya didukung oleh satu suara, atau tidak ada yang didukungnya sama

sekali. Kalau pendapat itu salah maka ditolak dengan tegas, sekalipun didukung oleh

99% atau 100% suara.13

Menurut perspektif Qaradhawi, pendapat ini tidak bisa diterima karena terjadi

pencampuradukkan dan ketidakjelasan. Seharusnya kita membicarakan demokrasi

dalam masyarakat Islam yang kebanyakan mereka mengetahui, berakal, beriman serta

bersyukur. Seyogyanya bagi kita tidak perlu berbicara dengan apa yang terjadi pada

masyarakat kafir dan menyimpang dari jalan Allah.14

11

Ibid, h. 197. 12

Ibid, h. 197-198. 13

Ibid, h. 198. 14

Ibid, h. 198.

Page 57: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

46

5. Pemungutan Suara (Voting)

Menurut perspektif Qaradhawi, ada beberapa hal yang tidak boleh

dipersoalkan dan diadakan pemungutan suara, sebab semua itu sudah merupakan

sesuatu yang permanen yang tidak menerima perubahan, kecuali masyarakat itu

sendiri sudah berubah, dan tidak lagi sebagai masyarakat Islam.15

Tidak boleh diadakan pemungutan suara dalam berbagai masalah agama yang

permanen dan pasti. Pemungutan Suara (Voting) hanya boleh diadakan dalam

berbagai persoalan ijtihadi yang mengandung berbagai kemungkinan. Seperti

memilih salah satu calon untuk menduduki suatu jabatan, walaupun jabatan kepala

Negara, membuat undang-undang lalu lintas, menata gedung pertokoan, kawasan

industri dan rumah sakit, atau hal-hal lain yang termasuk ke dalam apa yang

dinamakan fuqaha dengan “mashlahah mursalah” (kepentingan umum), seperti

menetapkan keputusan untuk perang atau tidak, memberlakukan pajak tertentu atau

tidak, mengumumkan keadaan darurat atau tidak, pembatasan masa jabatan kepala

Negara, boleh atau tidak memilihnya sekali lagi, dan sebagainya.16

Dalam memihak, menurut Qaradhawi secara logika syariat dan kenyataan

menunjukkan perlu adanya pertimbangan apabila terjadi perselisihan pendapat. Pihak

yang harus didukung dalam hal ini adalah mayoritas. Sebab, pendapat dua orang lebih

dekat kepada kebenaran dari pada pendapat satu orang.17

6. Kebebasan Politik

Islam tidak akan bangkit, dakwahnya tidak akan tersebar, himbauannya tidak

akan lantang, kecuali bila dia mendapat kebebasan dan kesempatan yang diperlukan

untuk mengetuk fitrah manusia, yang selalu menunggunya, memperdengarkan

himbauannya kepada telinga-telinga yang selalu merindukannya, dengan demikian

Islam dapat meyakinkan akal yang memang sejalan dengannya.18

15

Ibid, h. 199. 16

Ibid, h. 199. 17

Ibid, h. 199. 18

Ibid, h. 202.

Page 58: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

47

Menurut Qaradhawi peperangan pertama yang dihadapi dakwah Islam,

kebangkitan Islam, dan pergerakan Islam di zaman kita sekarang adalah peperangan

demi mewujudkan kebebasan. Semua pihak pendukung Islam diminta untuk

menyatukan barisan demi terwujudnya kebebasan itu serta mempertahankannya.

Kebebasan sangat dibutuhkan dan tidak dapat diganti dengan yang lain.19

Qaradhawi, mengatakan bahwa beliau tidak terlalu fanatik dengan kata-kata

asing seperti “demokrasi”, namun tidak juga phobia dalam mengungkapkan nilai-nilai

Islam. Akan tetapi menurutnya, ialebih mengutamakan pemakaian istilah-istilah

Islam sendiri untuk mengungkapkan nilai-nilai dan konsep-konsep Islam. Hal inilah

yang pantas digunakan untuk mengangkat kepribadian kita.20

Namun demikian halnya pada istilah-istilah asing, Qaradhawi tidak antipati.

Bahkan banyak dari kalangan da’i dan penulis Muslim menggunakan kata

“demokrasi” dan mereka tidak menganggapnya apa-apa. Ustadz Abbas Al-Aqad

menulis sebuah buku dengan judul “demokrasi Islam”. Lebih dari itu, Ustadz Khalid

Muhammad Khalid menganggap demokrasi adalah Islam itu sendiri.21

Banyak dari kalangan tokoh Islam yang menginginkan demokrasi sebagai

bentuk pemerintahan, penjamin kebebasan dan keamanan dari kekejaman para

penguasa tiran. Tapi, demokrasi yang dimaksud adalah demokrasi yang hakiki, yang

mewakili kemauan umat, bukan kemauan individu dan jamaah yang memanfaatkan

demokrasi itu. Tidak hanya mengumandangkan slogan demokrasi palsu tanpa jiwa,

membungkam penuntut kebebasan dengan pecut dan penjara, dan mematahkan

perlawanan penuntut keadilan dengan kekerasan. Bukan demokrasi yang

menggunakan pengadilan militer untuk melumpuhkan lawan, memberlakukan

keadaan darurat untuk memburu setiap orang yang menginginkan kebebasan

19

Ibid, h. 202-203. 20

Ibid, h. 203. 21

Ibid, h. 203.

Page 59: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

48

pendapat, setiap orang yang berani mengatakan kepada penguasa: “kenapa begitu?”,

“saya tidak setuju!”.22

Menurut Qaradhawi, ia adalah orang yang menginginkan demokrasi sebagai

mekanisme pemerintahan untuk mewujudkan tujuan kehidupan yang mulia, suatu

kehidupan yang memberikan kebebasan kepada kita untuk mengajak manusia kepada

Allah dan Islam, seperti yang kita imani, tanpa menghadapi berbagai rintangan dan

kesulitan. Disamping itu demokrasi tersebut diharapkan mampu mewujudkan

kehidupan yang bebas dan terhormat bagi bangsa, sehingga mereka menikmati

haknya untuk memilih para pemimpin mereka dengan bebas, mengoreksi dan

memecat pemimpin-pemimpin itu bila menyimpang, tanpa ada kudeta dan

pembunuhan politik. Inilah demokrasi yang didambakan.23

7. Musyawarah

Sampai saat ini masih ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa Syura

sekedar untuk memberikan masukan dan bukan sebagai badan yang menetapkan.

Pemimpin dapat meminta pertimbangan, tetapi tidak harus patuh kepada pendapat

Ahli Syura, yang tidak bukan merupakan ahlul halli wal aqdi (badan legislatif).24

Menurut Qaradhawi, bahwa Syura tidak memiliki arti sama sekali apabila

seorang pemimpin meminta pertimbangan dari Ahli Syura, namun pada akhirnya dia

bertindak dengan pertimbangan yang terbaik menurut dirinya sendiri, sedang dia pun

mengabaikan pendapat Ahli Syura. Bagaimana mungkin mereka disebut ahlul halli

wal aqdi seperti yang kita ketahui dalam sejarah peninggalan kita, namun dalam

kenyataannya mereka kebingungan dalam menyimpulkan dan menyelesaikan

masalah.25

Apabila ada dua pendapat dalam satu masalah, maka di sana tetap ada

pernyataan untuk mengikuti Syura, walaupun umat kita sampai saat ini masih

22

Ibid, h. 203. 23

Ibid, h. 204. 24

Ibid, h. 204. 25

Ibid, h. 204.

Page 60: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

49

dikuasai otokrasi.26

Sekalipun terdapat perbedaan pendapat, apabila umat atau

segolongan lainnya berpendapat untuk kembali kepada pendapat Syura, jelas

perbedaan pendapat itu dapat disingkirkan, lalu mengikuti suatu pendapat yang

memang sudah disepakati bersama merupakan keharusan menurut syariat. Kalangan

Muslim memiliki hak untuk menetapkan syarat. Maka apabila seorang pemimpin

telah terpilih dengan syarat-syarat tersebut, yang bersangkutan harus memenuhinya

dan meminta pendapat orang lain.27

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Syura Islam serupa dengan ruh

demokrasi. Atau dengan bahasa lain dikatakan “Substansi demokrasi serupa dengan

ruh Syura Islam”.28

B. Memilih Pemimpin

1. Definisi Pemimpin

Menurut Qaradhawi29

, pemimpin seperti yang diketahui dalam Islam adalah

khalifah yang memimpin dan mengatur umat, sebagai penerus Rasulullah s.a.w dalam

mengokohkan agama dan mengatur dunia dengan agama itu. Dia merupakan seorang

pemimpin tertinggi bagi daulah Islam keseluruhan, seperti yang telah disebutkan

dalam hadits Nabawi dan yang telah tergambarkan fakta-fakta sejarah Al-Khulafa’ur-

Rasyidun sepeninggal Rasulullah saw.

Khalifah itu sendiri yang mengatur umat bersama orang-orang yang menjadi

wakilnya dalam menangani negara dan rakyat, atas dasar pilihan yang ditunjuk oleh

rakyat atau dia sendiri yang menunjuk, lalu ditempatkan di berbagai wilayah atau

menjadi komandan pasukan perang, lembaga, yayasan maupun institusi. Mereka

memerintah kekuasaan eksekutif dan mereka juga pantas untuk ditaati seperti

ketaatan terhadap pemimpin atau imam, selama masih dalam kerangka kebenaran.30

26

Ibid h. 204. 27

Ibid, h. 204-205. 28

Ibid, h.205. 29

Yusuf al-Qaradhawi, “Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam”, h. 50. 30

Ibid, h. 50.

Page 61: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

50

Menurut Qaradhawi pemimpin dapat diartikan sebagai imamah atau khalifah.

Makna imamah berarti kepemimpinan yang menjadi panutan manusia. Mereka

mengikuti dan belajar darinya, yang diambil dari istilah imamah dalam shalat. Imam

atau pemimpin pantas memimpin seluruh manusia, baik itu yang kecil maupun yang

besar. Adapun makna khalifah berarti perwakilan atas nama Rasulullah saw untuk

menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia, seperti yang dikemukakan oleh At-

Taftazany, Ibnu Khaldun dan lainnya.31

Imam, khalifah atau pemimpin adalah seseorang yang mungkin saja bertindak

benar atau salah, bisa berbuat baik atau jahat. Karena itu, kaum Muslimin diminta

mendukungnya bila dia berbuat baik atau benar, dan diminta untuk meluruskan bila

dia berbuat salah atau keliru. Seorang pemimpin tidak mempunyai sifat kekebalan

dan kesakralan yang membuatnya tidak bisa dijangkau oleh hukum. Jabatan yang

diembannya adalah beban, bukan penghormatan.32

Imam atau penguasa bukanlah orang yang terjaga dari kesalahan atau suci,

sehingga apa yang ada pada diri pemimpin tersebut tidak perlu dikoreksi atau jika ia

salah tidak dapat diproses hukum. Jabatan seorang pemimpin adalah beban kewajiban

dan bukan penghormatan.33

Pemimpin atau khalifah dalam Islam bukan berarti ia adalah wakil Allah,

tetapi ia merupakan wakil umat. Umatlah yang berhak memilih, mengontrol dan

mengoreksinya, dan ummat pula-lah yang memecatnya bila dianggap perlu.34

2. Kriteria Pemimpin

Dalam memilih pemimpin, Qaradhawi menetapkan beberapa kriteria-kriteria

dan tujuan dari seorang pemimpin sebagai berikut:

a. Adil (Al-‟adalah)35

31

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur‟an dan Sunnah”, h. 49. 32

Ibid, h. 49-50. 33

Ibid, h. 50. 34

Ibid,h. 83. 35

Ibid, h. 49.

Page 62: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

51

Artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai

jabatan, pemimpin harus melakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan

nepotisme. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini

ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-

Nahl:90; QS. as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58.

Pemimpin yang adil adalah yang dapat memastikan bahwa setiap orang, setiap

warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya.36

Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-

karimah dan dalam rangka al-amr bi-„l-ma‟ruf wa an-nahy „an al-„munkar, maka

tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai

adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik

dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam

suatu masyarakat, maka kedzaliman akan semakin merajalela. Jika suatu negara

konsisten dengan penegakan prinsip-prinsip atau elemen-elemen demokrasi di atas,

maka pemerintahan akan mendapat legitimasi dari rakyat. Sehingga dengan demikian

maka roda pemerintahan akan berjalan dengan stabil.

Seperti kisah Umar bin Abdil Aziz semasa menjadi khalifah, ia

memerintahkan para gubernurnya untuk membentengi kota dengan keadilan. Umar

menganggap negara menjadi aman tidak saja hanya dengan membangun benteng atau

pintu gerbang yang kokoh, namun benteng yang hakiki adalah melindungi negara dan

rakyat dengan cara mendirikan keadilan di setiap tempat, memberikan hak kepada

yang berhak, dan memerangi kedzaliman.37

Betapa prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada

ungkapan yang “ekstrim” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia

negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara (yang

mengatas namakan) Islam”. Pemimpin yang adil melindungi kaum tertindas dan

36

Ibid, h. 73. 37

Yusuf al-Qaradhawi, “Distorsi Sejarah Islam”, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2015), h. 38-39.

Page 63: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

52

lemah.Keadilan itu menuntut perlindungan kaum lemah dan mendukung mereka,

sehingga mendapatkan hak-haknya, baik moril maupun materil.38

b. Pandai Menjaga atau bertanggung jawab (Al-Masuliyyah) dan berpengetahuan

(Al-„ilmu)39

Sebagaimana diketahui bahwa, kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yang

harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab

bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Kekuasaan sebagai amanah ini

memiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan

rakyat dan juga amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan Tuhan. Seperti

yang dikatakan oleh Ibn Taimiyyah bahwa penguasa merupakan wakil Tuhan dalam

mengurus umat manusia dan sekaligus wakil umat manusia dalam mengatur dirinya.

Dengan dihayatinya prinsip al-masuliyyah (pertanggung jawaban) ini diharapkan

masing-masing orang berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi

masyarakat luas.

Seorang pemimpin/penguasa tidak ditempatkan pada posisi sebagai penguasa

umat (sayyid al-ummah), melainkan sebagai pelayan umat (khadim al-ummah).

Dengan demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa menjadi pertimbangan dalam

setiap pengambilan keputusan oleh para penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau umat

ditinggalkan. Selanjutnya berpengetahuan maksudnya seorang pemimpin harus

berilmu, ia tahu bagaimana mengurus urusan umat dan Negara.

Sebagaimana Hadits Rasulullah s.a.w. dari Abu Hurairah, bahwa jika amanah

telah diabaikan maka tunggulah saat kehancuran. Para sahabat bertanya apa makna

dari hadits tersebut yang kemudian dijawab oleh Rasulullah dengan menerangkan

bahwa jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka akan

banyak kesalahan yang ditimbulkan sehingga berakibat kehancuran.

c. Kuat dan jujur40

38

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur‟an dan Sunnah”, h. 59. 39

Merujuk firman Allah swt melalui lisan Nabi Yusuf kepada raja Mesir: “Berkata Yusuf:

Jadikanlah aku bendaharawan Negara, sesungguhnya aku orang yang pandai menjaga, lagi

berpengetahuan (Yusuf: 55).

Page 64: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

53

Seorang Muslim dengan kemampuan dan amanahnya dapat menduduki posisi

tertinggi tanpa adanya halangan dari agama. Setiap calon pejabat atau pemimpin

wajib memiliki dua kriteria dasar, yaitu kuat dan jujur, sebagaimana yang telah

disebutkan di dalam Al-Qur’an,

“Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada

kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (Al-Qashash: 26).

Maksud Kuat dalam ayat ini yaitu kuat untuk bekerja serta memiliki

kemampuan dan keahlian, yakni seseorang itu memiliki ilmu dan profesionalitas

dengan pengalamannya. Adapun maksud amanah (dipercaya) dalam ayat tersebut

adalah tidak berkhianat, tidak keluar dari jalan Allah bahkan ia takut kepadanya

sehingga demikian dapat selalu memelihara jabatan dan tugas yang diamanatkannya.

Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku

otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi

menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat. Dalam perspektif Islam, pemerintah

adalah orang atau institusi yang diberi wewenang dan kepercayaan oleh rakyat

melalui pemilihan yang jujur dan adil untuk melaksanakan dan menegakkan

peraturan dan undang-undang yang telah dibuat. Oleh sebab itu pemerintah memiliki

tanggung jawab besar di hadapan rakyat demikian juga kepada Tuhan.

Kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam konteks

kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus

mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab.

Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti ditegaskan Allah SWT dalam

surat an-Nisa’:58. Karena jabatan pemerintahan adalah amanah, maka jabatan

tersebut tidak bisa diminta, dan orang yang menerima jabatan seharusnya merasa

prihatin bukan malah bersyukur atas jabatan tersebut.

40

Yusuf al-Qaradhawi, “Sekular Ekstrim”, h. 81-82.

Page 65: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

54

Islam memanifestasikan akhlak yang luhur, yang Rasulullah saw diutus untuk

menyempurnakannya. Akhlak yang mulia itu adalah keadilan Allah di muka bumi

dan untuk manusia seluruhnya, baik yang dekat ataupun yang jauh.

3. Tujuan Pemimpin41

a. Memelihara dan melindungi rakyat

Seorang pemimpin harus memelihara dan melindungi rakyat (yang dipimpin)

seperti seorang bapak terhadap anak-anaknya sebagaimana dinyatakan dalam hadits

Muttafaq‟alaih, bahwa setiap individu adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan di

akhir jaman kelak akan di minta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya

dihadapan Allah swt.

Perhatikan bagaimana Islam menyerupakan perlindungan seorang pemimpin

terhadap rakyatnya dengan seorang bapak kepada keluarganya, serta seperti yang

telah dikatakan oleh Imam Hasan Al-Bashri kepada Umar bin Abdul Aziz ketika

mensifati pemimpin yang adil. Dia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, pemimpin

yang adil itu, terhadap rakyatnya seperti seorang bapak terhadap anaknya. Ia

mendidik dan memelihara mereka ketika kecil dan melindunginya setelah besar”.

b. Menjalankan amanah yang dipercayakan kepadanya

Seorang yang telah mendapat amanah sebagai pemimpin, dikarenakan ia

memang layak untuk menerimanya. Allah „Azza wa Jalla berfirman;

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya.” (An-Nisaa: 58).

c. Menegakkan keadilan bagi umat manusia

Keutamaan pemimpin yang adil diantaranya bahwa ia termasuk golongan

pertama dari tujuh golongan manusia yang mendapat naungan dari Allah pada hari

yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (kiamat). Lebih dari itu Al-Qur’an

menjadikan tegaknya keadilan sebagai tujuan dari para Nabi.

41

Ibid, h. 83-84.

Page 66: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

55

d. Mengokohkan agama di muka bumi

Dengan menanamkan akidah, menegakkan huduud (sanksi dan hukumannya)

dan menjalankan hukum serta pesan-pesannya, sebagaimana yang telah diisyaratkan

oleh sebuah ayat ketika mensifati orang-orang yang berhak mendapat pertolongan

Allah;

“Yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka

bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf

dan mencegah dari perbuatan yang munkar ..” (Al-Hajj: 41).

Memang dalam Islam, pemimpin itu serba terikat dan tidak bebas. Ia diikat

oleh syari’at dan nilai-nilai yang mengarahkannya serta hukum yang mengaturnya.

Hukum yang dibuat oleh Rabb (Tuhan) manusia, bukan dibuat oleh dirinya, oleh

partainya atau oleh pendamping dan pembantu-pembantunya, sehingga siapapun dia,

apakah raja, pemimpin, anggota parlemen, dewan revolusi, panitia inti atau kekuatan

lain di bumi ini tidak diperbolehkan dan tidak berhak merubah atau mengganti hukum

syari’at tersebut, jika hukum atau syari’at tersebut bersifat qat’i atau tetap.42

Adalah hak seorang Muslim dan Muslimah untuk tidak mematuhi perintah

pemimpin apabila perintah atau keputusan itu bertentangan dengan syari’at Allah.

Bahkan ia wajib untuk menolaknya, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam

bermaksiat kepada Allah.43

Berkaitan dengan Pemilu, maka Pemilu (Pemilihan Umum) adalah salah satu

bentuk dan sistem praktis dari konsepsi demokrasi sebagaimana bentuk-bentuk dan

sistem yang lain seperti meminta pendapat rakyat, ketetapan mayoritas, multi-partai,

kebebasan pers dan seterusnya. Pemilu ibarat sebuah kesaksian kelayakan yang

diberikan kepada kandidat; maka pemilih harus memenuhi syarat sebagai saksi antara

lain: adil, diridhoi perilakunya (baca: QSath-Thalaq: 2 dan 2: 282). Memilih kandidat

tanpa standar pemilihan (membeli kucing dalam karung) adalah serupa dengan

memberikan persaksian tidak benar dalam kepemimpinan. Maka memilih kandidat

42

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur‟an dan Sunnah”, h. 82. 43

Ibid, h. 82.

Page 67: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

56

yang tidak layak adalah perbuatan dosa karena ia memberikan kesaksian palsu (QS.

Al-Hajj: 30).44

Demikian pula motivasi memilih yang salah mengakibatkan bencana bagi

para pemilih itu sendiri (baca: QS. ath-Thalaq: 2). Motivasi salah tersebut seperti:

menerima suap, memilih karena saudara atau karena kawan dekat dan sebagainya,

bukan karena kriteria yang semestinya sebagai calon pemimpin dan negarawan

sejati.45

Seorang Muslim jika dimintai persaksiannya, maka ia harus memberikan

kesaksian yang benar (baca: QS al-Baqarah: 282-283); maka hendaknya setiap

muslim merenung akibat dari ketidakikutannya dalam pemilihan umum.

Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkan banyak orang untuk

mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan

mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka

sukai apalagi dengan dengan memberikan uang atau istilah umum di sebut politik

uang untuk tujuan agar dialah yang terpilih.

Mengingat buruknya akibat politik uang, maka hal ini harus dicegah. Agama

Islam sudah memiliki rumus untuk menanggulanginya. Orang yang memberi dan

yang diberi harus dihukumkan haram. Orang yang memberi uang agar terpilih berarti

sangat menginginkan suatu jabatan, dan hal ini pun dilarang oleh Islam. Hal ini

diterangkan oleh Qaradhawi, bahwa Orang yang memilih pemimpin melalui Pemilu

memiliki tanggung jawab dan konsekuensi. Jika mereka memilih calon yang tidak

layak sebagai pemimpin, karena menerima uang atau sogokan (money politics),

berarti ia telah melakukan dosa besar. Hal itu menurut Qaradhawi sama dengan

memberikan kesaksian palsu dalam perkara peradilan. Begitu juga jika rakyat pemilih

memberikan suaranya kepada calon dengan pertimbangan bahwa calon itu kerabat

44

Ibid, h. 194. 45

Ibid, h. 194.

Page 68: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

57

atau orang yang berasal satu daerah dengannya atau karena akan mendapatkan

keuntungan pribadi, berarti pemilih demikian telah menyalahi perintah Allah.46

C. Praktek Demokrasi dan Pelaksanaan Pemilu di Negara Berpenduduk Muslim

Menurut Perspektif al-Qaradhawi

Selanjutnya data yang ada dianalisis dengan memaparkan contoh dari negara

muslim yang telah mempraktekkan demokrasi dan telah melakukan pemilihan umum,

serta telah memilih pemimpin yang diinginkan oleh rakyat. Negara pertama yaitu

Indonesia. Pasca reformasi, Umat Islam Indonesia memanfaatkan momentum euforia

reformasi untuk menyusun kembali format perjuangan penegakan syariat Islam di

jalur politik. Di antaranya adalah mencuatnya kembali cita-cita menjadikan Islam

sebagai landasan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Menurut Nurcholich Madjid

dan M. Amien Rais, sila-sila di dalam Pancasila sendiri sebetulnya sudah

memberikan rumusan yang baik tentang sebagian konsep demokrasi. Karena itu, bila

bangsa Indonesia, khususnya umat Islam taat pada agamanya, maka dipastikan

mereka telah menjalankan nilai-nilai Pancasila, dan mereka sesungguhnya telah

menjalankan demokrasi.47

Menurut Nurcholish dan Amien, sila pertama Pancasila, "Ketuhanan yang

Maha esa" mengandung makna tauhid. Untuk itu, ia menjadi sila utama yang

menyinari dan menjadi dasar etis sila-sila lainnya. Sila pertama adalah sila vertikal

(habl min Allah): beriman kepada Allah. Sedangkan sila-sila selanjutnya adalah sila-

sila horizontal (habl min al-nas): beramal saleh kepada sesama.

Demokrasi di Indonesia pada saat ini justru semakin terkonsolidasi. Pada

tahap transisi, Indonesia telah berhasil melakukan reformasi politik, terutama dalam

bentuk amandemen UUD 1945, yang menekankan pada pembatasan kekuasaan

presiden, penguatan peran DPR, pemilu yang bebas dan jaminan kebebasan

46

Ibid, h. 193-194. 47

Idris Thaha, Islam dan Demokrasi di Indonesia: Studi Perbandingan Politik Nurcholis

Madjid dan M. Amien Rais Tentang Islam dan Demokrasi, Tesis, Perpustakaan Universitas Indonesia,

Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/ui/detail.jsp?id=82311&lokasi=lokal.

Page 69: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

58

berekspresi. Transisi ini dilalui pada 2004, meski transisi itu juga tidak terlepas dari

berbagai persoalan yang cukup krusial. Di antaranya munculnya konflik komunal

serta perdebatan kembali tentang posisi syariat Islam dalam amandemen UUD 1945.

Konsolidasi demokrasi di Indonesia memang masih menghadapi sejumlah

problem dan hambatan, antara lain masih banyaknya praktik korupsi, politik uang,

mafia hukum, konflik pilkada, konflik komunal, intoleransi, kekerasan, serta

radikalisme keagamaan. Namun, kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat

saat ini masih dalam koridor demokrasi, terutama adanya kontrol terhadap

penyelenggara negara, pemilu bebas, serta kebebasan berekspresi dan kebebasan

pers.48

Selanjutnya Negara yang menerapkan demokrasi adalah Negara Islam Iran.

Selepas revolusi Islam Iran mencapai kemenangannya pada tahun 1979, sistem

Republik Islam Iran (RII) telah dibentuk dan didirikan dengan suara mayoritas rakyat

Iran. Berlangsungnya berbagai pemilu dan keikutsertaan rakyat secara bebas dalam

menentukan nasib masa depan sistem Islam ini menarik minat ramai para pemikir

dunia. Karena mereka melihat dalam sebuah pemerintahan yang menolak kriteria

liberalisme barat dan menjadi Islam sebagai contoh memberi hak rakyat secara

menyeluruh. Dengan cara ini, pembentukan pemerintah RII menyebabkan sekali lagi

sistem dari pandangan Islam yakni demokrasi agama menjadi perhatian. Kini dengan

terbitnya fikiran dan ide Imam Khomeini pendiri RII dan Ayatollah Khomeini, sisi

dan keutamaan sistem ini menjadi semakin jelas.

Negara Muslim yang dianggap menerapkan demokrasi secara substantif

adalah Turki. Turki adalah salah satu negara berpenduduk mayoritas Muslim yang

secara resmi menganut "sekularisme". Hal ini disebutkan secara eksplisit dalam pasal

2 Konstitusi Turki, yakni: "Republik Turki adalah negara demokratis, sekuler dan

sosial yang diatur oleh hukum". Ini berarti bahwa di Turki tidak ada simbol dan

hukum agama yang diundangkan dalam negara. Meski demikian, dalam praktiknya,

48

Masykuri Abdillah, Model Demokrasi Di Negara Muslim, Artikel Harian Kompas, 30

Agustus 2016.

Page 70: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

59

pemisahan agama dan negara ternyata tidak sepenuhnya terjadi, karena adanya

lembaga negara semacam Departemen Agama (Diyanet İşleri Başkanlığı), sesuai

dengan pasal 136 Konstitusi, yakni: “Departemen Agama, yang berada dalam

administrasi umum, wajib melaksanakan tugasnya yang diatur dalam hukum tertentu,

sesuai dengan prinsip-prinsip sekularisme, terlepas dari semua pandangan dan ide-ide

politik, dan bertujuan untuk solidaritas dan integritas nasional”.49

Selain Turki negara muslim lainnya yang menerapkan demokrasi adalah

Tunisia. Konstitusi Tunisia secara eksplisit menyebutkan posisi Islam antara lain

dalam pasal 1, yakni "Tunisia adalah negara bebas, merdeka, dan berdaulat;

agamanya adalah Islam, bahasanya adalah Arab, dan sistemnya adalah republik”.

Tahap transisi demokrasi di negara ini telah berhasil dilalui, terutama dengan

terbentuknya Konstitusi 2014 dan penyelenggaraan Pemilu secara demokratis.

Masalah krusial yang terjadi di Tunisia pada masa-masa awal transisi demokrasi

adalah perdebatan tentang posisi agama (syariat Islam) dalam negara atara kelompok

sekuler dan kelompok agama. Namun perdebatan itu disertai juga dengan dialog dan

kompromi di antara kelompok-kelompok politik yang ada. Hasilnya antara lain

adalah bahwa ketentuan tentang posisi agama dalam Konstitusi 2014 tetap sama

dengan ketentuan dalam Konstitusi 1959.50

Dalam hal ini peran Rachid Ghannusi dan partai yang dipimpinnya, Partai

Ennahdah yang berhaluan Islamis, sangat penting. Partai yang memenangi Pemilu

tahun 2011 ini bersedia melakukan dialog dan kompromi secara damai dengan

kelompok oposisi yang beraliran sekuler. Dialog nasional juga didukung oleh empat

organisasi civil society, yang disebut Tunisian National Dialogue Quartet, yang

kemudian mendapatkan hadiah Nobel pada 2015. Mereka adalah Tunisian General

49

Masykuri Abdillah, Model Demokrasi Di Negara Muslim, Artikel Harian Kompas, 30

Agustus 2016. 50

Masykuri Abdillah, Model Demokrasi Di Negara Muslim, Artikel Harian Kompas, 30

Agustus 2016.

Page 71: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

60

Labour Union (UGTT), Tunisian Confederation of Industry, Trade and Handicrafts

(UTICA), dan Tunisian Human Rights League (LTDH).51

Dengan kompromi tersebut juga, pada awal 2014 pemerintahan Partai

Ennahdah bersedia mundur untuk memberi jalan bagi pembentukan pemerintahan

non-partisan yang akan bertugas sampai Pemilu yang dilaksanakan pada Oktober

2014. Pemilu 2014 ini dimenangkan oleh Partai beraliran sekuler, yakni Partai Nidaa

Tounes. Meski demikian, di negara ini telah terjadi perubahan tentang kehidupan

beragama. Sebelum revolusi tahun 2011, Tunisia memiliki tradisi dan sistem hukum

sekuler, walaupun di negara ini ada lembaga-lembaga keagamaan, seperti

Kementeriaan Agama. Setelah revolusi, posisi agama dalam kehidupan masyarakat

dan negara lebih menonjol daripada periode sebelumnya, sebagai akibat dari adanya

kebebasan berekspresi di negara ini yang semakin terjamin.52

Gambaran tentang demokrasi yang diimplementasikan berdasarkan perspektif

Qaradhawi di negara-negara dengan persentase penduduk muslim terbesar, dapat

dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Implementasi Demokrasi Berdasarkan Perspektif Qaradhawi di Negara-

negara Dengan Persentase Penduduk Muslim Terbesar

No.

Negara

%

Muslim

Demokrasi Perspektif

Al-Qaradhawi

Dasar

demokra

si adalah

agama

Penerapan

syura untuk

pengambilan

keputusan

Kebebasan

beraspirasi

1. Indonesia 88,1% * X X √

51

Masykuri Abdillah, Model Demokrasi Di Negara Muslim, Artikel Harian Kompas, 30

Agustus 2016. 52

Masykuri Abdillah, Model Demokrasi Di Negara Muslim, Artikel Harian Kompas, 30

Agustus 2016.

Page 72: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

61

2. Turki 98,6% * X X √

3. Pakistan 96,4% * X √ X

4. Bangladesh 90,4% * X √ X

5. Afghanistan 99,9% * X √ X

6. Mesir 94,7% * X X X

7. Nigeria 47,9% * X X X

8. Iran 99,6% * √ √ √

9. Tunisia 99% * √ √ √

10. Mali 92% ** √ √ X

11. Sudan 95% ** √ √ X

12. Albania 80% ** √ √ X

13. Azerbaijan 99% ** √ √ X

14. Uzbekistan 96% ** √ √ X

* Data dari The Pew Forum on Religion & Public Life pada tahun 2010

** Data dari Freedom House antara tahun 2010-2012

*** Keterangan √ : menerapkan dan X tidak menerapkan

Berdasarkan tabel di atas, negara Indonesia dan Turki adalah negara dengan

kesempatan untuk melakukan kebebasan berekspresi. Namun dalam hal dasar

demokrasi adalah agama dan penerapan syura untuk pengambilan keputusan,

Indonesia dan Turki sama-sama tidak termasuk di dalamnya walaupun masing-

masing negara tersebut memiliki Departemen Agama yang berkewajiban mengurus

kepentingan umat Islam. Hal itu Di sebabkan karena Indonesia bukan negara Islam

tetapi negara dengan ideologi Pancasila, sedangkan Turki adalah negara sekuler yang

memisahkan urusan negara dengan agama.53

53

Masykuri Abdillah, Model Demokrasi Di Negara Muslim, Artikel Harian Kompas, 30

Agustus 2016.

Page 73: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

62

Negara selanjutnya yaitu Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan yang telah

mengalami masa-masa panjang di dalam intervensi Barat yang telah berlangsung

lama. Akibat dari itu maka lahirlah kaum jihadis dan institusi tradisional seperti

Taliban menjadi semakin kuat, bukan hanya di Afganistan, namun juga merembet ke

negara-negara muslim tetangganya, khususnya Pakistan. Berdasarkan tabel di atas

negara Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan tidak melaksanakan dasar demokrasi

adalah agama dan kebebasan beraspirasi, karena dengan masifnya intervensi militer

ke negara ini, membentuk pandangan orang Afganistan bahwa Barat beserta nilai-

nilai budayanya, termasuk demokrasi adalah musuh bagi mereka.54

Namun penerapan

syura untuk pengambilan keputusan dilakukan oleh negara-negara ini karena hal

tersebut berasal dari syariat Islam.

Berikutnya adalah negara Mesir dan Nigeria, di negara ini terjadi kegagalan

demokrasi di kawasan ini, Schneier menyatakan salah satu faktor yang paling

menentukan adalah peran militer yang dominan dalam ranah politik. Militer lah

institusi politik yang paling berpengaruh di Mesir dan Nigeria. Fakta ini bisa

menjelaskan bahwa di Mesir ketika presiden Mohammed Morsi terpilih melalui

pemilu demokratis, dengan segera dapat digantikan oleh rezim militer kembali.

Kekuatan militer yang terlanjur menguasai sumberdaya ekonomi dan politik adalah

kunci dari sulitnya demokrasi di negara ini.55

Berdasarkan tabel di atas negara Mesir

dan Nigeria tidak melaksanakankan demokrasi menurut perspektif Qaradhawi.

Selanjutnya adalah negara Iran dan Tunisia, dari tabel 1 bisa dilihat bahwa

kedua negara ini adalah negara yang mengimplementasikan demokrasi menurut

Qaradhawi. Di negara Iran, telah berlangsungnya berbagai pemilu dan keikutsertaan

rakyat secara bebas dalam menentukan nasib masa depan sistem Islam ini menarik

minat ramai para pemikir dunia. Karena mereka melihat dalam sebuah pemerintahan

yang menolak kriteria liberalisme barat dan menjadi Islam sebagai contoh memberi

54

Rangga Eka Saputra, Islam, Demokrasi, dan Institusi Politik di Indonesia, Turki dan Dunia

Islam; review buku Edward Schneier (2016) “Muslim Democracy: Politics, Religion and Society in

Indonesia, Turkey and the Islamic World”, Jurnal Studia Islamika, Vol. 24, No. 1, 2017, h. 193. 55

Ibid, h. 191.

Page 74: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

63

hak rakyat secara menyeluruh.56

Sedangkan di negara Tunisia Tahap transisi

demokrasi di negara ini telah berhasil dilalui, terutama dengan terbentuknya

Konstitusi 2014 dan penyelenggaraan Pemilu secara demokratis. Konstitusi Tunisia

secara eksplisit menyebutkan posisi Islam antara lain dalam pasal 1, yakni "Tunisia

adalah negara bebas, merdeka, dan berdaulat; agamanya adalah Islam, bahasanya

adalah Arab, dan sistemnya adalah republik”.57

Berdasarkan tabel 1, dapat di lihat negara di benua Afrika seperti Mali, dan

Sudan, pada prakteknya melaksanakan dasar demokrasi adalah agama dan penerapan

syura untuk pengambilan keputusan. Namun dalam hal pelayanan publik dan

pembangunan ekonomi sangat lambat. Kondisi ini mengakibatkan melemahnya

kepercayaan rakyat terhadap negara. Sehingga berdampak pada tidak berjalannya

kebebasan beraspirasi. Begitu juga dengan negara-negara bekas jajahan Uni Sovyet,

seperti Albania, Azerbeijan, dan Uzbekistan, di lihat pada tabel 1 bahwa negara ini

melaksanakan dasar demokrasi adalah agama dan penerapan syura untuk

pengambilan keputusan, namun tidak berjalannya kebebasan beraspirasi. Hal ini

disebabkan karena sebagai bekas jajahan Uni Sovyet yang memiliki faham komunis

dan penuh tekanan-tekanan kepada umat Muslim, sehingga perlu pemulihan kondisi

baik fisik maupun mental dari umat muslim di negara ini secara perlahan-lahan.

Seiring dengan waktu akan tercipta kondisi yang lebih baik di negara ini.

Demokrasi yang diimplementasikan pada setiap negara pasti berbeda-beda,

tetapi subtansi demokrasi yang terpenting adalah adanya keterlibatan dan partisipasi

rakyat dalam memilih para pemimpin yang terwujud pada pemilihan umum yang

bebas dan jujur. Menurut Qaradhawi sikap apriori dari sebagian umat Islam terhadap

demokrasi berangkat dari perbedaan mendasar antara konsep demokrasi sekuler

dengan konsep politik Islam yang terletak pada pandangan tentang pemegang

kedaulatan. Konsep demokrasi menurut Qaradhawi adalah menuntut demokrasi agar

56

Masykuri Abdillah, Model Demokrasi Di Negara Muslim, Artikel Harian Kompas, 30

Agustus 2016. 57

Masykuri Abdillah, Model Demokrasi Di Negara Muslim, Artikel Harian Kompas, 30

Agustus 2016.

Page 75: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

64

digunakan sebagai sarana atau alat yang mudah untuk mewujudkan tujuan hidup

seorang muslim.58

58

Yusuf al-Qaradhawi, “Fiqih Daulah dalam Perspektif al Qur‟an dan Sunnah”, h. 202-204.

Page 76: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

65

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Menurut Yusuf al-Qaradhawi, substansi demokrasi pertama, dalam

demokrasi proses pemilihan melibatkan banyak orang untuk mengangkat

seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka.

Tentu saja, mereka tidak boleh dipaksakan untuk memilih sesuatu yang

mereka tidak sukai. Demikian juga halnya dalam Islam. Islam menolak

seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di

belakangnya.

Kedua, usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga

sejalan dengan Islam. Bahkan amar ma’ruf dan nahi munkar serta

memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam.

Ketiga, pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, siapa

saja yang tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya

layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang

sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk

memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.

2. Dalam memilih pemimpin, Qaradhawi menetapkan beberapa kriteria-kriteria

dan tujuan dari seorang pemimpin sebagai berikut:

a. Kriteria Pemimpin

1) Adil (Al-’adalah);

2) Pandai Menjaga atau bertanggung jawab (Al-Masuliyyah) dan

berpengetahuan (Al-‘ilmu);

3) Kuat dan jujur (Al-Amin).

b. Tujuan Pemimpin

1) Memelihara dan melindungi rakyat;

2) Menjalankan amanah yang dipercayakan kepadanya;

65

Page 77: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

66

3) Menegakkan keadilan bagi umat manusia;

4) Mengokohkan agama di muka bumi.

3. Berdasarkan analisis data, negara yang mengimplementasikan demokrasi

menurut perspektif al-Qaradhawi adalah negara Tunisia dan Iran.

B. SARAN

1. Penelitian ini membuka wacana demokrasi dalam Islam menurut perspektif

ulama besar dunia Yusuf Al Qaradawi menjadi lebih terang benderang. Masih

ada beberapa karya besar Yusuf Al Qaradhawi lainnya yang dapat dijadikan

bahan untuk penelitian selanjutnya.

2. Dalam mewujudkan konsep demokrasi yang berkesesuaian dengan Islam,

langkah yang harus dilakukan adalah seluruh warga atau sebagian besarnya

harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam sehingga aspirasi yang

mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.

Page 78: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

67

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1995.

Al-Qardhawi, Yusuf. 70 Tahun al-Ikhwan al-Muslimin. Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, 1999.

Al-Qardhawi, Yusuf. Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra. Ter. Hasan Abrori.

Jakarta: Pustaka Progresif, 1996.

Al-Qardhawi, Yusuf. Distorsi Sejarah Islam. Ter. Arif Munandar Riswanto.

Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005.

Al-Qardhawi, Yusuf. Fiqih Daulah Dalam Perspektif al-Qur’an dan Sunnah. Alih

Bahasa Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997.

Al-Qardhawi, Yusuf. Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik. Ter. Khoirul

Amru Harahap. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008.

Al-Qardhawi, Yusuf. Pedoman Bernegara Dalam Perspektif Islam. Alih Bahasa

Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999.

Al-Qardhawi, Yusuf. Reformasi Pemikiran Islam Abad 21. Ter. Farid Zaini.

Surabaya: Bina Ilmu, 1998.

Al-Qardhawi, Yusuf. Sekular Ekstrim. Ter. Nabhani Idris. Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, 2000.

Asy-Syawi, Taufiq Muhammad. Demokrasi atau Syura. Ter. Djamaluddin Z.S.

Jakarta: Penerbit Gema Insani, 2013.

Dahl, Robert A. Demokrasi dan Para Pengkritiknya. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1992.

Huwaidi, Fahmi. Demokrasi, Oposisi, dan Masyarakat Madani. Terj. M. Abdul

Ghofar. Bandung: Mizan, 1996.

Kamil, Sukron. Pemikiran Politik Islam Tematik. Jakarta: Penerbit Kencana,

2013.

Muhajir, N. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.

67

Page 79: DEMOKRASI; PEMILIHAN UMUM DAN KRITERIA PEMIMPIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36765/1/RIPYAL... · seorang ulama dari Kairo–Mesir menjabarkan tentang demokrasi,

68

Ranier, G. J. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Ter. Muin Umar. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1987.

Zakaria, Fareed. The Future of Freedom: Liberal Democracy at Home and

Abroad, 2003.

SKRIPSI/TESIS

Ani Fatikha. “Sistem Pendidikan Islam Menurut Yusuf al Qardhawi dan

Relevansinya dengan Sistem Pendidikan Islam Indonesia.” Skripsi

Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga,

2012.

Mulianti. “Pemikiran Yusuf Qardhawi Tentang Islam dan Politik.” Skripsi S1,

Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin.

Rashda Diana. “Partisipasi Politik Muslimah Dalam Pandangan Yusuf Qardhawi.”

Sripsi S1, Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor.

Sukron Ma’mun. “Studi Pemikiran Yusuf Al-Qardhawi Tentang Ide-Ide

Demokrasi Dalam Islam.” Tesis S2, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2007.

Yadi Ariyanto. “Pemikiran Yusuf al-Qardhawi Mengenai Sikap Politik Muslim

dan Non Muslim.” Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Antasari

Banjarmasin.

JURNAL

Sukron Ma’mun. “Pluralisme Agama dan Toleransi Dalam Islam Perspektif

Yusuf al-Qardhawi.” Jurnal Humaniora vol. 8 no. 2 Oktober 2013.

Ghunarsa Sujatmika. “Pengisian Jabatan Kepala Negara: Analisa Terhadap

Kriteria Calon dan Sistem Pemilihan Dalam Perspektif Islam.” Jurnal

Syariah Juli 2016.

Rangga Eka Saputra. “Islam, Demokrasi, dan Institusi Politik di Indonesia, Turki,

dan Dunia Islam.” Jurnal Studia Islamika volume 24 no.1 2017.

Muhammad Hanafi. “Kedudukan Musyawarah dan Demokrasi di Indonesia.”

Jurnal Cita Hukum vol. 1 no. 2 Desember 2013.