demam tifoid case

Upload: theresia-yoshiana

Post on 08-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kasus, definisi, diagnosis, penatalaksanaan demam tifoid

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

Presentasi KasusDemam Tifoid

Disusun Oleh :Theresia Yoshiana

Pembimbing :dr. Rusmin

Pembimbing:dr. Ratu

Tangerang Selatan2015ILUSTRASI KASUS

STATUS PASIENI. IDENTITASNama: Ny. SUmur: 44 TahunJenis Kelamin: Perempuan Agama: IslamAlamat: Sawah BaruPekerjaan: Ibu Rumah TanggaStatus Pernikahan: MenikahDirawat: 21 Agustus 2015

II. Keluhan UtamaPanas naik turun sejak 7 hari sebelum dirawat.

III. Keluhan TambahanMual, nyeri ulu hati, nafsu makan menurun, lemas, belum BAB 2 hari, dan pusing.

IV. Riwayat Penyakit SekarangSejak 7 hari sebelum dirawat, Os mengeluhkan badannya panas. Panas dirasakan naik turun, naik terutama pada sore hari menjelang maghrib dan malam hari, kemudian os menggigil juga berkeringat, lalu panas pun turun. Os juga merasakan mual selama 4 hari ini. Os merasa pusing, lemas dan tidak nafsu makan. Tidak ada sesak. Os juga merasakan nyeri di ulu hati, nyeri hilang timbul, seperti ditusuk- tusuk. Os belum BAB selama 2 hari. BAK lancar, berwarna kuning, jernih, dan tidak nyeri.

Os mengaku ada riwayat maag. Pilek disangkal Os. Bersin pagi hari juga disangkal oleh Os. Os menyangkal adanya asma, darah tinggi dan sakit kencing manis.

V. Riwayat Penyakit DahuluOs mengaku belum pernah mengalami sakit seperti yang dirasakan sekarang ini sebelumnya. Obat-obatan yang dikonsumsi untuk penyakit lain saat ini disangkal, serta obat-obatan yang pernah dikonsumsi dalam jangka waktu lama juga disangkal. Os memiliki riwayat sakit maag. Riwayat alergi terhadap obat ataupun makanan disangkal.

VI. Riwayat Penyakit KeluargaSeingat Os tidak ada anggota keluarganya yang pernah menderita penyakit seperti ini. Riwayat TB, hepatitis, kelainan jantung, dan penyakit berat lainnya disangkal.

PEMERIKSAAN FISIKDilakukan pada tanggal 21 Agustus 2015

A. KEADAAN UMUMKesan Sakit: sakit sedangStatus gizi: cukup Kesadaran: compos mentisCara bernafas: pasien bernapas normalOedem: tidak tampak oedem pada wajah dan ekstremitasWarna kulit: tidak tampak sianotik tidak tampak ikterik tidak tampak adanya eflouresensi kulit teraba lembab dan berkeringatSikap pasien: kooperatifB. TANDA VITALTekanan darah: 100/70 mmHgNadi: 80 x/menit volume sedang, irama teraturSuhu: 36,5 0C Pernafasan: 20x/menit, irama teraturBerat badan: 80 Kg

C. KEPALABentuk kepala: NormocephaliRambut: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, lembabWajah : Simetris, tidak ditemukan benjolan, tidak ditemukan hiperemisMata: Tidak ada oedem palpebra Alis mata hitam dan tersebar merata Palpebra tidak ditemukan ektropion dan entropion Conjungtiva anemis -/- Sclera ikterik -/- Tidak ditemukan strabismus Tidak ditemukan sekret pada mata Pupil isokor 3 mm, bulat Tidak ada kekeruhan pada lensa mata Reflek cahaya langsung +/+ Refleks cahaya tidak langsung +/+ Tekanan bola mata normal Refleks kornea +/+Telinga: Pada telinga luar tidak ditemukan oedem, hiperemis, sikatrik Tidak ada nyeri tekan pada telinga luar Tidak ditemukan nyeri tarik pada telinga Tidak ditemukan nyeri tekan pada mastoid Tidak ditemukan nyeri tekan pada trgus Membran timpani sulit dinilai Reflek cahaya telinga sulit dinilai Hidung: Bentuk simetris Tidak ditemukan deviasi septum Tidak ditemukan pernafasan cuping hidung Tidak ditemukan mukosa oedem dan hiperemis Konka nasalis tampak tidak hiperemis Tidak ditemukan nyeri tekan sinus frontalis Tidak ditemukan nyeri tekan sinus maksilarisMulut: Bibir tampak simetris, berwarna merah muda Lidah tidak kotor, tidak tremor, tidak hiperemis Uvula terletak ditengah, berwarna merah muda Faring tidak hiperemis Tonsila normal dengan T1-T1

D. LEHERTrakea: Trakea terletak ditengahKaku kuduk: Tidak terdapat kaku kudukA. carotis: Tidak terdengar bruitTiroid: Tiroid teraba normal tanpa pembesaran, tidak teraba benjolanKGB:Tidak teraba pembesaran pada KGB submental, submandibular, preaurikular, retroaurikular, cervical, dan supraclavikular.

E. THORAXInspeksi: Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis Tidak terdapat retraksi sela iga Tidak ditemukan eflouresensiPernafasan thorako abdominal dan tidak ada pernapasan yang tertinggal Ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan Gerak nafas simetris Angulus costae 80o Ictus cordis tidak teraba Tidak teraba thrill Vocal fremitus kiri sama dengan kananPerkusi: Perkusi sonor Batas paru hepar pada ICS V garis midklavikula kanan Batas paru lambung pada ICS VIII garis aksilaris anteriorkiri Tidak terdapat nyeri ketukAuskultasi: Suara nafas bronkovesikuler, ronchi -/-, wheezing-/- BJ I, BJ II regular, tidak terdengar murmur, tidak terdengar gallop

F. ABDOMENInspeksi: Bentuk perut rata tidak buncit Tidak terdapat striae Umbilicus normal bulat tidak menonjol Tidak terdapat eflouresensiAuskultasi: BU + normal Tidak terdengar artrial bruit Tidak terdengar venous humPerkusi: Terdengar timpani di keempat kuadran abdomen Batas atas hepar pada ICS IV garis midklavikularis kanan Shifting dullnes ()Palpasi: Dinding perut supel, turgor baik, defens muskular (-) Tidak teraba masa pada seluruh kuadran abdomen Terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium Hepar dan lien tidak teraba membesar Tidak teraba pembesaran vesika fellea, murphy sign (-) Ballotement ginjal -/- Undulasi () Nyeri ketok CVA -/- Nyeri tekan CVA -/-

G. EKSTREMITASEKSTREMITAS ATASInspeksi: Kedua extremitas atas terlihat proporsional dengan tubuh dan terlihat simetris Tidak terdapat atrofi, pembengkakan sendi, dan ulkus Tidak terlihat kelainan pada kuku Palpasi: Suhu kedua ekstremitas hangat sama kiri kanan Kulit kering pada kedua ekstremitas Tidak terdapat oedem dan nyeri Tidak terdapat rigiditas dan tremor EKSTREMITAS BAWAHInspeksi: Tidak terdapat deformitas Kedua extremitas bawah terlihat proporsional dengan tubuh dan simetris Tidak terdapat atrofi, eflorosensi, pembengkakan sendi, dan ulkus Tidak terlihat kelainan pada kuku dan jari-jariPalpasi: Suhu kedua ekstremitas hangat sama kiri kanan Kulit kering pada kedua ekstremitas Tidak terdapat oedem, nyeri, dan atrofi Tidak terdapat rigiditas dan tremor

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Darah Lengkap21 Agustus 2015Nilai normal

Hemoglobin14,4L: 13-18 g/dlP: 12-16 g/dl

Lekosit 10.8004.000-10.000/mm3

LED 1 jam-0-20 mm

Trombosit348.000150rb-400rb/mm3

Hematokrit39L: 40-54 %P: 36-47 %

Eritrosit -L: 4,5-6 jtP: 3,5-5 jt

Pemeriksaan WidalWidal testO AntigenH Antigen

S. Typi O+ 1/320Negatif

S. Paratyphi H+1/160Negatif

RESUMEPasien perempuan, 44 tahun, datang dengan keluhan demam sejak tujuh hari SMRS. Disertai dengan mual, nyeri ulu hati, tidak nafsu makan, pusing, lemas, badan pegal-pegal, dan konstipasi. Demam dirasakan naik turun, naik pada sore dan malam hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan widal test S. Typhi + 1/320 dan S. Paratyphi H + 1/160.

DIAGNOSIS BANDING1. Demam Tifoid2. Demam Berdarah DengueDIAGNOSIS KERJADemam Tifoid

Dasar Diagnosis: Demam naik turun selama 7 terutama sore hari Disertai gangguan pencernaan berupa mual, nyeri ulu hati dan konstipasi Ditemukan hasil pemeriksaan laboratorium Widal S. Typhi O + 1/320

TERAPI Non medikamentosa : Observasi keadaan umum & tanda vital Tirah baring Diet lunak (bubur), rendah serat Cek DPL

Medikamentosa : IVFD RL 24 tetes/menit Ciprofloxacin 2 x 500 mg po selama 6 hari Ranitidin 2 x 1 tab po Paracetamol 3 x 500 mg po

PROGNOSISDengan terapi yang cepat dan tepat,Ad Vitam: ad bonamAd fungsionam: ad bonamAd sanationam: ad bonam

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan demam naik turun, yang dirasakan lebih tinggi pada sore hingga malam hari dan menurun pada pagi dan siang hari. Hal ini sesuai dengan pola demam pada demam typhoid minggu pertama yaitu demam meningkat perlahan- lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.Pasien juga mengeluhkan adanya gangguan pada saluran pencernaannya yaitu berupa mual, muntah, nyeri ulu hati, belum BAB selama 2 hari, dan tidak nafsu makan. Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis demam tifoid yaitu gangguan saluran cerna yang dapat berupa konstipasi. Dari hasil penunjang didapatkan tes widal S. Typhi O + 1/320 dan S. Paratyphi H + 1/160. Hal ini menunjukkan adanya infeksi kuman Salmonella.Dari analisa kasus diatas, dapat ditegakkan diagnosis demam tifoid pada pasien ini.Terapi yang diberikan berupa:1. Tirah baring, dengan tujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.2. Diet lunak, dengan tujuan untuk mencegah komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.3. Pemberian antimikroba, ciprofloxacin, karena antibiotik golonga fluorokuniolon terbukti efektif untuk demam tifoid. Waktu pemberian juga singkat selama 6 hari.4. Pemberian antipiretik, paracetamol, untuk menurunkan demam.5. Pemberian anti histamin2 , ranitidin, untuk menurunkan produksi asam lambung yang menyebabkan gejala mual, muntah dan nyeri ulu hati.

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang- undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. DEFINISIDemam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis,Typhoid fever atau Enteric fever. Demam tifoid adalahpenyakit sistemikyang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S. typhi.

ETIOLOGIDemam tifoid disebabkan olehSalmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora.S. typhimemiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut.2Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob.Kuman ini mati pada suhu 56C dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu.EPIDEMIOLOGI Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini.Penyebaran Geografis dan MusimKasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.Penyebaran Usia dan Jenis KelaminSiapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.Usia Persentase12 29 tahun 70 80 %30 39 tahun 10 20 %> 40 tahun 5 10 %Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sebesar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 kasus per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi. PATOGENESISMasuknya kuman Salmonella typhhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel- sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat diddalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (menyebabkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteriemia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plaque Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. Typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jarjingan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serossa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi berupa gangguan pernapasan, neuropsikiatrik, kardiovaskular, dan gangguan organ lainnya.

MANIFESTASI KLINIS Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala- gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama, gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan teutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.

PEMERIKSAAN LABORATOROIUM1. Pemeriksaan RutinPada pemeriksaaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar laukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus. 2. Uji WidalDilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. Typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. Typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid, yaitu: a. Aglutinin O (dari tubuh kuman)b. Aglutinin H (flagella kuman), dan c. Aglutinin Vi (simpai kuman).Dari ketiga aglutinin tersebut, hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya, semakin tinggi kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal:1) Pengobatan dini dengan antibiotik2) Gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid3) Waktu pengambilan darah4) Daerah endemik atau non-endemik5) Riwayat vaksinasi6) Reaksi anamnestik (peningkatan titer akibat infeksi masa lalu atau vaksinasi)7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratoriumSaat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di berbagai laboratorium setempat.

3. Kultur DarahDarah yang diambil secara bedside, langsung dimasukkan kedalam media cair empedu utntutk pertumbuhan kuman. Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal:a. Telah mendapat terapi antibiotik, sehingga pertumbuhan kuman dalam media terhambat dan hasil mungkin negatifb. Volume darah yang kurang (5cc)c. Riwayat vaksinasid. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.

DIAGNOSISMenegakkan diagnosis demam tifoid pada anak merupakan hal yang tidak mudah mengingat gejala dan tanda- tanda yang tidak khas. Diagnosis demam tifoid dapat dibuat dari anamnesis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran. Untuk memastikan diagnosis tersangka demam tifoid maka perlu dilakukan pemeriksaan tambahan.

PENATALAKSANAAN1. Istirahat dan perawatanTirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. 2. Diet dan terapi penunjangMakanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun sehingga proses penyembuhan akan semakin lama. Awalnya diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan. Pemberian bubur saring ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini desebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

3. Pemberian antimikrobaa. Kloramfenikol Pilihan utama Dosis 4 x 500 mg per hari Secara peroral atau intra vena Diberikan sampai 7 hari bebas panasb. Tiamfenikol Dosis 4 x 500 mg Efek samping lebih rendah dibanding kloramfenikolc. Kotrimoksazol Dosis 2 x 2 tablet (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) Selama 2 minggud. Ampisilin dan Amoksisilin Dosis 50- 150 mg/kgBB Selama 2 minggue. Sefalosporin generasi ketiga Seftriakson dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc Diberikan selama 30 menit perinfus sekali sehari Selama 3-5 harif. Golongan Fluorokuinolon Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/ hari selama 7 hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari4. Kombinasi obat antimikrobaindikasi: Toksisk tifoid Peritonitis atau perforasi Syok septik (terdapat 2 macam organisme dalam kultur darah selain Salmonella)5. KortikosteroidDosis 3 x 5 mg intravenaIndikasi: Toksik tifoid Syok septik 6. Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil Obat yang dianjurkan: ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson. Pemberian kloramfenikol pada trimester ke-3 kehamilan dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol pada trimester pertama dapat menyebabkan efek teratogenik. Fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan.

KOMPLIKASI1. KOMPLIKASI INTESTINALDapat menyebabkan perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis, dan lain-lain.

2. KOMPLIKASI EKSTRA-INTESTINAL~ Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatanseptik), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis~ Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, dan /atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik~ Komplikasi paru : Pneumonia, empiema, dan pleuritis~ Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis~ Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis~ Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis~ Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.

DAFTAR PUSTAKA1. W. Sudoyo, Aru, dkk. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi Pertama. 2009. Jakarta ;Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2797-28062. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia: 37-463. Masjoer, Arif, dkk. Demam Tifoid. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. 2001. Jakarta; Media Aesculapius FKUI: 421-424.4. http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=365. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=Mutiara+Diagnosis+Demam+Tifoid&dn=200809050201436. http://koaskamar13.wordpress.com/metode-diagnostik-demam-tifoid-pada-anak/7. http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-demam-tifoid.html

21

10