delirium adalah faktor resiko kuat terjadinya demensia pada usia tua
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
1/13
1
DELIRIUM ADALAH FAKTOR RESIKO KUAT TERJADINYA
DEMENSIA PADA USIA TUA: PENELITIAN BERBASISKAN
POPULASI COHORT
Daniel H. J. Davis,Graciela Muniz Terrera, Hannah Keage,Terhi Rahkonen, Minna
Oinas, Fiona E. Matthews, Colm Cunningham, Tuomo Polvikoski, Raimo Sulkava,
Alasdair M. J. MacLullich and Carol Brayne
Penelitian saat ini menyatakan bahwa delirium berhubungan dengan resiko terjadinya
demensia dan juga mempercepat peningkatan demensia yang sedang terjadi. Akan
tetapi, penelitian sebelumnya tidak menjelaskan dasar status kognitif. Karena alasan
inilah, peneliti menggunakan sampel populasi nyata untuk menentukan delirium
sebagai faktor resiko terjadinya demensia dan penurunan kognitif. Peneliti juga
memeriksa efek delirium secara patologikal untuk menentukan hubungan antara
demensia dan marker neuropatologikal demensia pada pasien dengan dan tanpa riwayat
delirium. Penelitian Vantaa 85+ pada 553 individu (memenuhi syarat hingga 92%)
berusia 85 tahun dengan dasar 3,5,8 dan 10 tahun. Autopsi otak dilakukan pada 52%
sampel menggunakan model Fix dan Random efek Regresi untuk menilai hubunganantara (1) delirium dan insidensi demensia dan (2) penurunan skor Mini Mental State
Examination (MMSE) pada semua kelompok usia. Hubungan antara demensia dan
marker neuropatologi yang signifikan (Alzheimer tipe infark dan badan Lewy) adalah
model yang dibagi berdasarkan riwayat delirium. Delirium meningkatkan resiko
insidensi Demensia (Odds rasio 87, dengan tingkat kepercayaan 95%, interval 2,1-35).
Delirium juga berhubungan dengan memburuknya demensia (odds rasio 3,1 dengan
tingkat kepercayaan 95% interval 1,5 6,3) sama seperti penurunan skor fungsi global(odds rasio 2,8, tingkat kepercayaan 95% interval 1,4-5,5). Pada semua kelompok
penelitian, delirium berhubungan dengan hilangnya 1 atau lebih poin MMSE per tahun
(dengan tingkat kepercayaaan 95% interval 0,11-1,89) dibandingkan orang yang tidak
mempunyai riwayat delirium, semua keadaan patologi ini secara signifikan
berhubungan dengan demensia. Akan tetapi, pada individu dengan delirium dan
demensia (n=232) semua keadaan patologis secara signifikan berhubungan dengan
demensia. Pada individu dengan riwayat delirium dan demensia (n=58) tidak ada
hubungan antara demensia dan marker ini ditemukan. Sebagai contohnya, stadium
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
2/13
2
Higher Braak berhubungan dengan demensia dan ketika tidak ada riwayat delirium
(odds rasio 2,0, dengan tingkat kepercayaan 95% interval 0,2-6,7, P=0,02), tetapi pada
orang dengan adanya riwayat delirium, tidak ada hubungan signifikan (odds rasio 1,2,
tingkat kepercayaan 95% interval 0,2-6,7, P=0,85). Odds rasio terkini mendekati
kesatuan dalam delirium dan kelompok demensia diamati untuk status neuritic amyloid ,
apolipoprotein , keberadaan infark suatu synucleinopathy dan hilangnya neuron
dalam substansia nigra. Temuan ini pertama kali didemonstrasikan pada populasi yang
nyata bahwa delirium merupakan faktor resiko kuat dalam untuk terjadi demensia
Kata kunci: delirium; dementia; neuropatologi; basis populasi; epidemiologi
Singkatan: MMSE = Mini-Mental State Examination
PENDAHULUAN
Delirium merupakan keadaan yang akut, sindrom neuropsikiatrik yang mempengaruhi
sedikitnya 15% pada orang tua yang dirawat (Inouye, 2006; Siddiqi et al., 2006; Young
and Inouye, 2007; MacLullich and Hall, 2011). Banyak hal menarik mengenai apakah
delirium menjadi marker resiko terjadinya demensia di masa mendatang. Pada populasi
terhadap memori klinis pasien yang telah diidiagnosa dengan demensia, delirium
berhubungan erat dengan penurunan skor kognitif yang yang lebih cepat (Fong et al.,
2009). Delirium berhubngan dengan demensia di masa mendatang dalam sebuah
penelitian berbasiskan follow up rumah sakit pada usia 65 tahun (odds rasio (OR)
6,0, tingkat kepercayaan 95% interval (CI) 1,8-2,0] (Rockwood et al., 1999). Tingkat
diagnosis demensia yang lebih tinggi juga diamati pada subjek dengan delirium post
operasi diikuti dengan pembedahan pinggul (resiko relatif 1,9, 95% CI 1,1-13,3) (Kat et
al., 2008). Penelitian ini konsisten dengan tinjauan sistematik outcome demensia
berikut perawatan di rumah sakit dengan delirium (Witlox et al., 2010). Akan tetapi,
karena demensia itu sendiri adalah faktor resiko mayor terjadinya delirium dan sekitar
setengah dari jumlah demensia tidak dapat didiagnosa (Simpson et al., 2009), kunci
pertanyaan yang masih belum dapat dijawab adalah apakah delirium adalah faktor
resiko terjadinya demensia onset baru (MacLullich at al., 2009). Selain itu, penelitian
terhadap rumah sakit tertentu sampel memori klinik dapat menjadi bias terhadap
penyakit yang lebih berat. Menangkap batasan resiko demensia beserta delirium dalam
sebuah penelitian berbasiskan populasi akan menyediakan perkiraan resiko yang lebihmencakup secara umum.
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
3/13
3
Penelitian Vantaa 85+ adalah penelitain Cohort berdasarkan populasi yang nyata
terhadap 553 individu (memenuhi syarat hingga 92%) pada usia 85 tahun pada dasar
tahun 3,5,8 dan 10 tahun) (Polvikoski et al., 2001, 2006). Vantaa 85+ adalah salah satu
penelitian Cohort yang berdasarkan informasi neuropatologi (Zaccai et al., 2006), dan
hanya satu-satunya penelitian yang mempunyai delirium yang belum jelas. Selain itu,
dengan menggunakan data autopsi, standar pokok demensia yang berhubungan dengan
marker neuropatologi pada individu dengan atau tanpa riwayat delirium juga diperiksa.
Penelitian saat ini menyisakan 2 pertanyaan. Pertama, apakah delirium meningkatkan
resiko insidensi demensia? Kedua, pada orang dengan demensia terdapat riwayat
delirium yang berhubungan dengan peningkatan standar pokok marker neuropatologi
demensia? Peneliti juga menentukan apakah delirium berhubungan dengan penurunan
kognitif dan peningkatan keparahan demensia.
Metode dan Bahan
Karakteristik Sampel
Metode penelitian Cohort Vantaa + 85 sebelumnya telah dilaporkan secara jelas
(Polvikoski et al., 2006). Populasi penelitian terdiri dari 553 orang (mewakili 92% dari
601 orang tua berumur 85 tahun yang tinggal di daerah Vantaa, Finlandia tahun
1991). Sampel penelitian dieproleh dari semua populasi yang tidak dibatasi dengan
pemukiman atau status mental. Follow up insidensi demensia dan marker kesehatan
lainnya terjadi pada tahun ke 3 (n-227), 5 (n-65) dan 10 (n=25). Penelitian ini
mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Kota Vantaa.
Penilaian Klinis
Diagnosis demensia dengan DSM III-R ( Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders , edisi revisi III) (APA, 1987) yang disetujui oleh dua ahli neurologi secara
stimultan memeriksa masing-masing pasien. Subtipe demensia diklasifikasi
menggunakan National Institute of Neurological and Communicative Disorders dan
Stroke and the Alzheimers Disease and Related Disorders Association for Alzheimers
dementia (McKhann et al., 1984) dan National Institute of Neurological Disorders and
Stroke and Association Internationale pour la Recherche et lEnseignement en
Neurosciences for vascular dementia (Roman et al., 1993). Status kognisi dinilai
dengan MMSE ((Folstein et al., 1975), Short Portable Mental Status Questionnaire (Pfeiffer, 1975), dan the Clinical Dementia Rating Scale (Morris, 1993). Depresi dinilai
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
4/13
4
menggunakan Depression Status Inventory (Zung, 1972). Fungsi Abilitas (kemampuan)
dinilai dengan Personal and Instrumental Activities of Daily Living scales (Katz et al.,
1963; Lawton and Brody, 1969). Perawatan rumah sakit primer dan rekaman kerja
sosial juga mengidentifikasi insidensi demensia pada peserta penelitian antara penilaian
akhir dan kematian. Pasa setiap wawancara, ahli neurologi menilai peserta penelitian
dan informan untuk riwayat adanya episode baru terjadinya delirium, khususnya
menilai perubahan dalam fungsi kognitif, tingkat kesadaran, gejala psikotik dan
persepsi, dengan referensi menggunakan daftar kriteria DSM III-R untuk diagnosis
delirium (Rahkonen et al., 2001). Laporan riwayat dan jumlah episode delirium
dikolaborasikan dengan catatan rawatan di rumah sakit yang tersedia pada waktu
penilaian, dan banyak lagi episode yang mirip dengan episode delirium yang tidak
disebutkan oleh peserta penelitian atau informan yang tidak dapat ditentukan melalui
inspeksi lengkap catatan rumah sakit dan kasus rawatan. Oleh karena itu, penelitian
delirium yang tidak jelas secara retrospektif didapatkan dari sumber-sumber lain dan
semua diagnosis diterima jika pemeriksaan neurologi menilai adanya kejadian yang
nyata dari peserta penelitian dan ingatan informan dan/atau dari catatan kesehatan.
Dasar dan masing-masing gelombang berikutnya, keberadaan kondisi berikut dinilai
menggunakan wawancara dan rekam medik kesehatan seperti infark miokard, penyakit
jantung kongestif, penyakit serebrovascular, penyakit paru kronik, penyakit jaringan
ikat, hemiplegia, diabetes mellitus,diabetes dengan komplikasi, tumor, leukemia, dan
limfoma.
Kematian
Data kematian dikumpulkan dari data statistik Finlandia.
Neuropatologi
Otak difiksir dengan buffer formaldehid 4% sedikitnya 2 minggu. Semua pasien
diperiksa secara makroskopis dengan seorang ahli patologi (Tuomo Polvikoski),
menggunakan standarisasi diseksi protokol sampel. Infark miokard dan lakuna dapat
dilihat dengan mata telanjang diidentifikasi dengan pemeriksaan terhadap permukaan
otak dengan ketebalan 1 cm potongan koronal hemisfer otak, dari ketebalan transversal
5 cm dan serebelum dipotong sagital. Lesi infark ini kemudian diperiksa secara
histologi. Selain itu, standarisasi sampel diperoleh dari otak tengah, superiortemporaldan temporak tengah gyrus, lobus parietal inferior, regio badan uncal hipokampus,
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
5/13
5
gyrus cingulatum , lobus oksipital (termasuk korteks visual primer) dan otak tengah.
Protokol untuk menilai jenis Alzheimer [(stadium Braak 0-6); plak neuriticamyloid
(tidak ada (0) - berat (3)] (Polvikoskj et al., 1995, 2006), infark (ada atau tidak) (Rastas
et al., 2007; Ahtiluoto et al., 2010) dan badan Lewy [kehilangan neuron di substansia
Nigra (tidak ada (0) berat (3)]. ; sinukleinopati (tidak ada (0) hingga berat (3)] (Oinas
et al., 2009). Patologi yang telah dideskripsikan secara lengkap sebelumnya (material
tambahan
Uji Genetik
Genotipe Apolipropotein E (Apo E) ditampilkan menggunakan PCR dan solid-phase
mini sequencing techniques (Syvanen et al., 1993; Polvikoski et al., 2006).
Analisis Statistik
STATA 11.1 (Stata Corp) digunakan untuk menganalisa semua data. Regresi logistik
digunakan untuk menentukan episode delirium yang dihubungkan dengan onset baru
demensia. Karena neuropatologi demensia harus dicampur dalam populasi yang tidak
diseleksi (Matthews et al., 2009), peneliti tidak menilai hubungan delirium dengan
subtipe klinis demensia. Hanya episode delirium yang terjadi sedikitnya satu
gelombang yang menjadi peserta yang tidak mempunyai demensia yang dilakukan
pemeriksaan; subjek kontrolnya adalah yang menderita demensia yang tidak ditentukan
jenisnya menggunakan metode yang telah dideskripsikan sebelumnya. Regresi logistik
juga digunakan untuk menilai keparahan tingkat klinis demensia dengan skor dan
hubungannya dengan riwayat delirium. Analisis yang sama juga dilakukan untuk
sekuele fungsional, dimana outcome dalam model logistik diwakilkan dalam skor
fungsi global. Hubungan antara riwayat delirium pada dasar mortalitas ditentukan
dengan menggunakan Model proporsi Cox Hazards . Semua model disesuaikan
terhadap usia, jenis kelamin, komorbiditas (menggunakan berat ekuivalen dari index
komorbiditas Charison) (Charison et al., 1987). Uji post model termasuk pemeriksaan
Pearson residual model logistik dan residual Schoenfeld , dan Log-log plot survival
untuk proporsi model hazard.
Perubahan longitudinal dalam MMSE adalah model yang dianalisis dengan efek
random linear regresi untuk MMSE pada masukan penelitian ( intercept) dan tingkat
perubahan MMSE ( slope) , pertama dibandingkan terhadap intercept dan slopemenggunakan perkiraan maksimum. Waktu dalam penelitian digunakan sebagai waktu
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
6/13
6
metric . Metrik kovarian tidak terstruktur. Efek delirium pada garis dasar, rata-rata usia
tengah pada dasar jenis kelamin, dasar status fungsional pada intercept dan slope
dipertimbangkan dan model dinilai dengan menggunakan uji rasio. Model akhir
termasuk penyesuaian variabel-variabel ini untuk MMSE pada masukan penelitian
dengan tambahan penyesuaian untuk mempengaruhi delirium selama waktu metric
diuji. Setelah menyesuaikan model, asumsi dinilai dengan standaisasi residual
konstruksi plot Q-Q. Menjaga dengan metode sebelumnya, variabel neuropatologi
dibagi dua bagian yaitu tinggi atau rendah (Savva et al., 2009; Brayne et al., 2010).
Pendekatan ini mengijinkan interprestasi yang lebih sederhana dan lebih mirip.
Hubungan antara marker ini (pemajanan) dan demensia ( outcome) dievaluasi
menggunakan model regresi logistik, disesuaikan untuk jenis kelamin dan umur (Sayya
et al., 2009). Hubungan ini kemudian dinilai, distratifikasi dengan riwayat delirium,
untuk menentukan jika OR untuk demensia-hubungan patologi dibandingkan dengan
penderita dengan atau tanpa riwayat delirium. Kemungkinan interaksi statistik juga
diuji menggunakan istilah interaksi multiplikatif (patologi delirium) (material
tambahan).
Hasil
Karakteristik Peserta PenelitianKarakteristik peserta penelitian diringkaskan dalam Tabel 1. Gambar 1
menunjukkan aliran diagram untuk penelitian. Pada dasarnya terdapat 71 subjek (13%)
dengan riwayat delirium. Tidak ada perbedaan dalam usia, jenis kelamin, atau tahun
edukasi antara penderita dengan dan tanpa riwayat delirium. Akan tetapi, subjek
dengan riwayat delirium lebih mirip untuk menjadi prevalensi demensia (77% versus
33%, P < 0,01) dan skor MMSE enih rendah (15/30 versus 21/30, P
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
7/13
7
Tabel 1 Karakteristik Klinis Peserta Pada Garis Dasar
Tidak ada riwayat
delirium
episode
delirium
Nilai P
N pada garis dasar (%) 402 (87) 71 (13)
Orang/tahun 1901 164
Usia rata-rata (SD) 88 (2,9) 90 (3,1) 1,00
Jenis kelamin (% wanita) 385 (80) 55 (77) 0,64
Proporsi dengan > 4 tahun
Edukasi (%) a
98 (23) 10 (17) 0,31
Nilai rata-rata dalam penelitian
(tahun (IQR) b3,2 (1,6-5,91) 1,9 (0,9-3,2) < 0,01
Skor komorbiditas bebas pada
garis dasar (%)
3 (1-4) 24 (34) < 0,01
Prevalen Demensia 321 (67) 241 (34) < 0,01
MMSE 159 (33) 55 (77) < 0,01
- Garis dasar (IQR) 21 (17-26) 15 (10-19) < 0,01
- Follow up terkahir
(IQR)
19 (11-24) 13 (9-17) < 0,01
Total 121 peserta yang mengalami delirium pada setiap waktu menggunakan penelitian(21%). Berdasarkan hal ini, 50% adalah donor otak (48%) dan 232 donor otak tidak mempunyai riwayat delirium (p-0,26).a. Indeks komorbiditas menggunakan berat yang sama seperti indeks Charlson . Skormaksimum adalah 19.Secara fungsional bebas berhubungan dengan siapapun yang dilaporkan bebas secarapenuh atau membutuhkan asisten minor untuk melengkapi asisten minor untuk melengkapi aktivitas harian.b. Tahun pendidikan yang tidak dapat ditentukan pada 71 pesertaIQR interquartile range
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
8/13
8
Gambar 1 Aliran diagram follow up dalam penelitian Vantaa. Ilustasi menyebutkandemensia dan dan kejadian mortalitas dalam Vantaa setiap waktu. Gelombang A =1991, Gelombang B = 1994, Gelombang C = 1996, dan Gelombang D = 1999
Delirium dan Pembagian outcome
Riwayat delirium pada setiap gelombang untuk setiap subjek tanpa demensia
dihubungkan edngan resiko tinggi terjadinya demensia baru pada gelombang berikut
(OR 8,7, 95% CI 2,1-35) (Tabel 2). Untuk semua peserta, delirium juga dihubungakn
dengan skor Worse Clinical Dementia pada saat follow up (OR 3,1, 95% CI 1,5-6,3)
sama seperti penurunan skor fungsi global (OR2,8, 95% CI 1,4-5,5) (Tablel 2). Riwayat
delirium pada saat masukan penelitian dihubungkan dengan peningkatan mortalitas,
bahkan setelah penyesuaian komorbiditas ( hazard rasio 1,6, 95% CI 1,2-2,1] (Model
ini dapat dilihat pada Tabel tambahan 1)
Delirium dan Penurunan Skor MMSE
MMSE paling baik dideskripsikan dengan suatu model kuadratik ketika
dibandingkan dengan model linear (Gambar tambahan 1). Gambar 2 menunjukkan
prediksi dari model (Tabel tambahan 2). SKor MMSE pada garis dasar diperkirakan
pada 28,6 (95% CI 26,5-30,8), mewakili fungsi kognitif untuk setiap individu dengan
nilai 0 pada semua kovaritas. Pada semua populasi, fungsi penurunan kognitif pada
0,75 poin per tahun (955 CI 0,49-1,0) dengan suatu perubahan pada tingkat penurunan
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
9/13
9
tahunan 0,07 poin (95% CI 0,4-0,1). Garis dasar skor MMSE individu dengan riwayat
delirium adalah 3,0 poin (95% CI 1,4-4,5) lebih rendah daripada skor MMSE individu
tanpa delirium. Suatu riwayat delirium berhubungan dengan penurunan cepat skor
MMSE 0,1 (95% CI 0,11-1,89) poin MMSE per tahun terhadap siapapun tanpa
delirium.
Delirium, Demensia dan Marker Neuropatologi Demensia
Semua marker neuropatologi secara signifikan berhubungan dengan demensia.
Akan tetapi, stratifikasi grup dengan riwayat delirium, hubungan antara demensia dan
semua marker menjadi lebih kuat pada individu tanpa adanya riwayat delirium (semua
Ors secara konsisten lebih luas) (Gambar 3 dan Tabel pelengkap 3). Hal ini
berkebalikan dengan kelompok dengan delirium, disana tidak ada hubungan genotipe
(semua demensia ORS lebih dekat dalam kesatuan). Sebagai contoh, stadium Braak
yang lebih tinggi berhubungan dengan demensia tetapi tidak dengan delirium (OR 2,0,
95% CI 1,103,5, P=0,85). Pola ini telah diamati secara konsisten dengan neuritic
Amyloid, status ApoE, keberadaan infark, kehilangan synucleinopathy dan neuronal
dalam substansia nigra. Sementara ini meningkatkan kemungkinan bahwa hubungan
antar demensia dan marker neuropatologi dimodifikasi dengan riwayat delirium,
ukuran sampel berada dibawah, dilakukan secara statistik mengunakan interaksi (Tabel
pelengkap 4). Riwayat delirium itu sendiri tidak berhubungan dengan adanya marker
neuropatologi demensia status ApoE diantara donor otak (Tabel pelengkap 5).
Tabel 2 Hubungan antara Delirium dan Outcome Klinis
Outcome Delirium
(n)
(-) Delirium LCI UCI Nilai P
Demensia a 10 311 atau 8,65 2,13 35,12
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
10/13
10
a. Outcome demensia memberikan OR bahwa seseorang dengan riwayat delirium tetapi(-) demensia, kemudian didiagnosa dengan insiden demensia pada gelombang berikutb. Perburukan OR dalam demensia sedikitnya 1 poin menurunkan dalam klinisdemensia rating scale ) atau fungsi (sedikitnya kategori menurun dalam 5 poin skala
aksi dari bebas hingga terikat penuh untuk semua kebutuhan kesehatan) antara garisdasar dan follow up pada individu juga mengalami deliriumc. Hubungan antara komorbiditas dan mortalitas juga signifikan dalam model ini (HR1,2, 95%, CI 1,18 1,30) per poin pada indeks komorbiditas,Semua sisa Pearson dan Schoenfeld P > 0,1Model penuh diberikan dalam material tambahanHR = hazard ratio
Pembahasan
Ini adalah penelitian pertama yang memeriksa hipotesis bahwa delirium adalahfaktor resiko untuk demensia menggunakan populasi nyata berdasarkan sampel
individu usia tua. Hasil secara definitif menerima hipotesis ini. Ditambah, pada
individu dengan demensia yang ada, delirium berhubungan dengan perburukan
demensia, perburukan status fungsional global dan mortalitas yang lebih tinggi. Selain
itu, pada semua populasi, delirium adalah secara signifikan berhubungan dengan suatu
percepatan penurunan skor MMSE. Ini juga merupakan penelitian Cohort prospektif
untuk memeriksa efek potensial riwayat delirium antara demensia dan markerneuropatologi. Individu dengan demensia dan tidak ada riwayat delirium mempunyai
hubungan kuat dengan tipe Alzheimer, infark dan patologi badan Lewy. Sebaliknya,
penderita dengan demensia dan riwayat delirium menunjukkan tidak ada hubungan.
Walaupun ini menguatkan temuan ini, penelitian yang tidak dapat menentukan apakah
delirium berhubungan secara alamiah dengan pola perubahan patologi. Keberadaan
hasil konsisten dengan penelitian yang melaporkan penurunan kognitif setelah delirium
atau penyakit yang sedang terjadi dimana disana mempunyai penilaian kognisis pre
morbiditas. Seperti yang telah disebutkan diatas, follow up memori klinik pasien
menunjukkan deleirium berikutnya berhubungan dengan penurunan uji skor kognisi
yang lebih banyak (Fong et al., 2009). Sebagai tambahan, laporan dari perubahan
dewasa dalam penelitian ditemukan bahwa penyakit kritis (tanpa dipertimbangkan
delirium spesifik) berhubungan dengan insiden demensia ( hazard rasio 1,4, 95% CI
1,1-1,7) (Ehlenbach et al., 2010), Peserta dalam penelitian Healt and retirement yang
mempunyai episode terjadinya sepsis berat juga mempunyai resiko yang lebih tinggi
berikutnya didiagnosa dengan sepsis berat dan juga mempunyai resiko yang lebih
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
11/13
11
tinggi terhadap kerusakan kognitif berat berikutnya (OR 3,4, 95% Cl 1,5-7,3)
(Iwashyna et al., 2010). Ukuran efek yang lebih besar dalam penelitian sekarang dapat
merefleksikan usia yang lebih tua dalam penelitian Cohort ini.
Penelitian ini konsisten dengan fakta yang berasal dari model binatanag
delirium yang mendemonstrasikan bahwa hewan lemah, inflamasi sistemik dapat
menyebabkan penurunan reversibel sementara (Cunningham et al., 2011). Dosis
lipopolisakarida dosis menengah tunggal (sebagai mimik bakteri) atau asam
polynosinic polycytidylic (sebagai mimic virus), konsisten dengan inflamasi yang
secara tipikal menginduksi delirium pada manusia yang lemah dan rentan, telah
menunjukkan induksi ne novo neuronal pada binatang dengan penyakit degeneratif
yang telah ada sebelumnya (Cunningham et al., 2005; Field et al., 2010). Dan
mempercepat progresi penyakit tanpa efek nyata pada amyloidosis ekstraseluler
(Cunningham et al., 2019). Dalam konteksi ini, ini adalah catatan bahwa sebuah autopsi
kontrol kasus individu yang meninggal dengan delirium menunjukkan peningkatan
diferensial dalam IL 6 dan CD68 positif mikroglia (Munster et al., 2011). Konsisten
dengan temuan ini, penelitian saat ini menyatakan kemungkinan bahwa demensia
beserta delirium tidak terlalu kuat berikatan dengan marker neuropatologikal demensia
klasik. Pada siapapun tanpa riwayat delirium, tetapi selanjutnya bekerja dibutuhkan.
Penelitian ini mempunyai beberapa kekuatan. Cohort mempunyai kemampuan
generalisasi untuk kelompok usia tua, dan mempunyai tingkat autopsi yang tinggi
(Zaccai et al., 2006). Karakteristik donor otak menunjukkan tidak ada kejadian bias
sistematik (Brayne et al., 2010). Sementara ini telah ditunjukkan bahwa penilaian
neuropatologi dapat dibuat dengan tingkat tunggal (Mirra et al., 1994), ini adalah
keuntungan bahwa semua skor yang diinterprestasikan dengan ahli neuropatologis yang
sama. Terdapat gelombang pengukuran multipel selama satu dekade, hal ini
mengijinkan keakuratan penilaian perubahan longitudinal.
Beberapa keterbatasan penelitian ini sebaiknya dijawab. Hanya perubahan dari
usia 85 tahun yang dapat diteliti dan hasil ini dalam kehilangan untuk di follow up
karena mortalitas. Hal ini mirip dengan efek bertahan dan ini dapat menghasilkan
perbedaan selektifdalam karakteristik genetik dan klinis. Depresi juga mempunyai
hubungan kompleks dengan penilaian kognitif dan demensia, tidak ada analisis yang
dibuat saat ini. Hasil model efek random menghasilkan perkiraan.
Parameter dibandingkan dengan populasi lainnya berdasarkan penelitian umumpenurunan kognitif (Terrera et al., 2008). Akan tetapi, mirip dengan penelitian
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
12/13
12
prospektif usia, perhatian adalah signifikan dan kehilangan data dalam penelitian kami,
jumlah absolut kasus dalam masing-masing kategorri delirium adalah rendah. Laporan
diri sendiri (atau informasi yang dilaporkan) delirium mungkin dapat menyebabkan
bias, walaupun mitigasi dengan kolaborasi riwayat dengan rekam medik selama
wawancara. Walaupun riwayat delirium secara spesifik dinilai pada masing-masing
gelombang, pendekatan ini berada di bawah-deteksi delirium bahwa tingkat diagnosis
rutin praktik klinis secara umum dipertimbangkan di bawah prevalensi nyata (Flaherty
et al., 2007). Dalam ketiadaan delirium yang tidak belum dapat ditentukan ditempelkan
dalam perawatan rumah sakit rutin, hanya penelitian prespektif dimana peneliti dapat
menilai setiap pasien untuk delirium selama setiap rawatan rumah sakit dapat
mengatasi masalah ini. Ini adalah hal tidak dapat dipraktikkan, akan tetapi kombinasi
wawancara pasien dan informan dengan inspeksi catatan kasus telah divalidasi selama
diagnosis riwayat delirium (Inouye et al., 2006), dan keakuratan diagnostik untuk
episode sebelumnya mungkin lebih tinggi jika catatan kasus ditampilkan dalam
hubungan dengan wawancara klinis sama seperti kasus dalam penelitian saat ini.
Gambar 2 Trajektori longitudinal perubahan skor MMSE setiap waktu,Memprediksikan trajektori perubahan MMSE untuk penderita dengan atau tanpariwayat delirium pada garis dasar koefisien dan nilai P setiap waktu. Perkiraan untuk intercept dan slope diberikan ketika semua kovaritas = 0. Perkiraan perubahan denganpenambahan masing-masing kovariat, substraksi koefisien yang tepat dimana delirium= ya; umur per tahun: jenis kelamin; status fungsional meningkat dalam 5 poin skala.Model penuh, sebanyak 95% Cls untuk masing-masing perkiran dan grafik yang
berkaitan dalam material tambahan .
-
7/30/2019 Delirium Adalah Faktor Resiko Kuat Terjadinya Demensia Pada Usia Tua
13/13