deklarasi hasanuddin sumpah oemuda sumpah mahasiswa
DESCRIPTION
Deklarasi Hasanuddin Sumpah Oemuda Sumpah MahasiswaTRANSCRIPT
Konferensi Mahasiswa Kedokteran Indonesia
Sebuah perspektif seorang mahasiswa kedokteran biasa-biasa saja..
Tepat tanggal 17-21 Mei 2008 lalu mahasiswa kedokteran Indonesia berkumpul di
Makassar. Bukan perkumpulan biasa saja karena kumpul-kumpul yang sedianya
diprakarsai ISMKI dan Unhas itu adalah napak tilas dari apa yang dilakukan senior kita
di Boedi Oetomo 100 tahun yang lalu. Terlalu sentimentil tampaknya kita menyebut ini
sebagai latah sejarah, karena titelnya centenary, makanya dirayakan. Semuanya tampak
begitu normatif, karena memang akhir-akhir ini mahasiswa kedokteran seperti mabuk
kepayang oleh romantisme masa lalu (yang lalu sekali). Sebuah pertanyaan membatin
dalam ruang kecil di dada. “perlukah?”
Konferensi dibuka pada hari Sabtu tanggal 17 Mei dengan gala dinner di rumah Rektor
yang sayangnya gw belum dateng di situ karena harus menemani ayah ibu sebelum
mereka berangkat ke USA menjemput adik tersayang. Dilanjutkan dengan field study
pada hari berikutnya, rangkaian acara hari Minggu dipuncaki dengan perdebatan
pertama hingga larut malam tentang draft deklarasi dan pembagian komisi. Hari
berikutnya dimulai dengan seminar di pagi hari tentang jati diri mahasiswa kedokteran
dan pembahasan per komisi. Puncak acara adalah pada tanggal 20 Mei itu sendiri,
dimana perdebatan tentang pembahasan komisi dan deklarasi itu sendiri.
Mahasiswa kedokteran: dimana sekarang?
Beberapa waktu yang lalu gw masih inget banget bagaimana seorang senior angkatan
2002 „menyerang‟ gw di depan perwakilan HMD3, kastrat senat, dan BEM UI pada
sebuah pencerdasan tentang Tujuh gugatan Rakyat. Waktu itu gw digencet dengan
statement,
“….Kami tidak butuh pernyataan normatif dari anda saudara ketua kastrat.
Yang kami butuh adalah sebuah gerakan konkret dimana mahasiswa
kedokteran harus menjadi penggerak dan darah juang pergerakannya. FKUI
dikenal bukan karena pengmasnya yang sibuk dengan baksos, atau pendpro yang menye
dengan seminar-seminarnya, tapi olehkastratnya! hakikat Kita adalah di aspal
panasmembela rakyat yang haknya dirampas penguasa zalim. Dan ingat ini bung
ketua kastrat, UI dikenal karena FKUI baik oleh akademisnya maupun pergerakan
mahasiswanya karena memang semua hal itu bermula dari kampus ini! Kalau saudara
merasa pantas menjadi ketua kastrat, maka ini adalah tanggung jawab saudara! kalau
tidak sanggup, lebih baik saudara mundur sajakarena itu lebih baik daripada menodai
nama agung mahasiswa kedokteran!…”
Sebuah Pernyataan yang kental akan kebanggaan (dan sifat2 koleris lainnya) sekali
bukan? Memang, bahwa di 1908 ada sejawat kita Soetomo dkk. 1965 ada Arief Rahman
Hakim, 1974 ada Hariman Siregar, 1998 juga, merupakan tanggung jawab yang berat
sekali yang terkandung dalam nama mahasiswa kedokteran, Kita inisiator
pergerakan Indonesia. Sepintas, kalo gw seorang Maba yang baru masuk kampus
pertama kali di PSAU, mungkin gw akan terpukau dan bangga sebangga-bangganya diri.
Namun sekarang, sebagai seorang mahasiswa tingkat 2, miris rasanya kalo ternyata
bahkan gw bertanya“mana kebanggaan yang dulu digembor-gemborkan?”. kita
bahkan tak tahu apa dan siapa kita sekarang
Tampaknya doktrin maba begitu membius benak semua mahasiswa kedokteran, ketika
ditanya kita menjawab dengan bangga, kepala mendongak, hidung mendengus. merasa
superior. Pada realitanya, miris sekali melihatnya. Mahasiswa kedokteran sekarang
lebih concern kepada – setelah lulus mau jadi dokter spesialis apa, kuliah pulang-kuliah
pulang, bermain-main mencoba internet gratis fasilitas hotspot, bersembunyi di lorong
perpustakaan mencari referensi untuk tugas departemen galak macam Faal. Perlahan
tapi pasti, kita lupa hakikat mahasiswa kedokteran yang mengabdi!
Pergerakan fisik sekarang dipegang oleh mahasiswa non-kedokteran. Baik dari
kajiannya, inisiasinya, keterlibatannya. Tidak usah berpikir jauh-jauh dan muluk-muluk
bahwa mahasiswa kedokteran akan memimpin revolusi fisik, bahkan untuk partisipasi
organisasi saja, minim jika tak ingin dikatakan tidak ada sama sekali. Waktu belajar
yang terbatas dianggap sebagai justifikasinya. Penghapusan PTT dipandang biasa
bahkan dikatakan sebagai kemajuan karena mempercepat masa studi padahal itu
adalah sebuah penghianatan.
Deklarasi: Filosofi atau pernyataan Normatif saja?
Pada waktu rapat besar pembahasan komisi, gw agak tersentil dengan heroisme
masing-masing delegasi yang mengedepankan altruisme dan nilai-nilai luhur lainnya.
Namun gw agak terusik karena pembicaraan yang begitu panjangnya dan begitu
apiknya ternyata tidak diikuti dengan solusi konkret dan inovatif yang pasti selalu
ditunggu-tunggu. Terlalu terbawa oleh kebiasaan diagnosis yang terlena oleh gejala
tampak tanpa menghiraukan etiologi? Atau ego romantisme masa lalu yang belum
luntur juga? Kekhawatiran agak memuncak ketika pembahasan komisi ternyata tidak
begitu memuaskan. Konsepnya masih mentah dan kepastian tindak lanjutnya bahkan
belum jelas. Begitu pula begitu masuk pada pembahasan deklarasi. Sepintas terlihat
megah, karena kita berhasil merumuskan (baru merumuskan) janji yang sepintas mirip
dengan sumpah pemuda.
Sebegitu sajakah? belum. Yang jadi pertanyaan besar adalah, akankah kita bisa
konsisten dengan pernyataan kita? Konsistensi dan liabilitas mahasiswa kedokteran
sedang dipertaruhkan di sini dengan Senat Mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa
sebagai pelindung dan penjaganya. Sediakah kita menjawab amanat sebesar itu?
Revitalisasi Pergerakan: satulah mahasiswa kedokteran Indonesia!
Tanpa perlu menunggu lebih lama lagi, jika dibiarkan mahasiswa kedokteran akan terus
mengarah kepada kejatuhan dan hilang eksistensinya di dunia kemahasiswaan. Struktur
geopolitik negara ini sedianya dapat melemahkan konsolidasi ISMKI – wadah
bersatunya mahasiswa kedokteran Indonesia, namun hal ini tidak boleh menjadi
penghalang bagi kita. Revitalisasi pergerakan, itu yang kita butuhkan, baik revitalisasi
jati diri maupun revitalisasi peran mahasiswa kedokteran. Dari sini kita berangkat pada
sebuah penyadaran massal kepada teman-teman mahasiswa kedokteran lainnya.
Tulisan gw ini mungkin masih normatif bgt, cuma, percaya aja. Gw punya sebuah
mimpi besar untuk mahasiswa kedokteran dan mimpi itu sekarang lagi gw wujudkan.
Jadi, apa teman2 mahasiswa kedokteran siap berada di barisan yang sama dengan gw,
atau duduk melihat saja?
lihat nanti.
Deklarasi Mahasiswa Kedokteran Indonesia (Deklarasi Hasanuddin)
Kami Mahasiswa Kedokteran Indonesia, intelektual muda bangsa yang cinta tanah air
dan persatuan dengan berlandaskan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berjanji:
1. Menjunjung tinggi budi pekerti luhur dan martabat profesi kedokteran
2. Mengoptimalkan segala potensi dan sumber daya yang kami miliki demi kesehatan
bangsa
3. Menjadi teladan dan garda terdepan bagi pembangunan Indonesia
Makassar, 20 Mei 2008
Atas nama mahasiswa kedokteran Indonesia
catatan kaki:
Ini hasil konferensi mahasiswa kedokteran Indonesia di Makassar kemarin, apakah bisa
menjawab tantangan dan ekspektasi rakyat terhadap hakikat mahasiswa kedokteran?
kita yang tentukan jawabannya
Membaca Kembali Makna Sumpah Pemuda
Catatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2010
Oleh: Imran Thahir
Sebuah ungkapan klasik, telah berulangkali disebutkan bahwa sejarah perjalanan bangsa
Indonesia sejatinya tidak lepas dari keberadaan dan peran pemuda. Di republik ini, peran
pemuda sangat jelas terlihat pada awal perjuangan kemerdekaan, masa kemerdekaan itu
sendiri, dan pasca kemerdekaan bangsa. Singkat kata, dari prosesi tahapan-tahapan
momentum kebangsaan, kita akan selalu menemui jejak tapak eksponen kepemudaan.
Dalam berbagai dokumen dan referensi, tersebut kiprah pemuda di Indonesia diawali pada
permulaan tahun 1908 yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. Semangat kebangkitan ini
kemudian mengkristal dengan dideklarasikannya momentum besar, yakni Sumpah Pemuda,
pada tanggal 28 Oktober tahun 1928. Peristiwa ini memberi hikmah pertama catatan penting
dalam mempersatukan perjuangan pemuda dan perjuangan bangsa secara terpadu. Kedua,
Sumpah Pemuda meletakkan arah dan tujuan perjuangan menentang kolonialisme.
Sehingga, ketiga, Sumpah Pemudasejatinya adalah genealogi-politik menuju
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
“Kami putra-putri Indonesia”, begitu Sumpah Pemuda dibunyikan, bertanah air, berbangsa dan
berbahasa satu yakni tanah air, bangsa dan bahasa: Indonesia. Dalam torehan tinta sejarah
bangsa, momentum tersebut telah menemukan sebuah konsepsi geopolitik dan identitas
kebangsaan yang memaknai eksistensi sebuah negeri berlabel Indonesia. Dengan arti kata,
bahwa Sumpah Pemuda adalah sebuah pernyataan politik dan sekaligus gerakan kebudayaan
yang mengawali sebuah aktivisme pergerakan kepemudaan.
Minggu 28 Oktober 1928, selayaknya tidak hanya disebutkan sebagai hari sumpah pemuda
melainkan juga hari lahirnya bangsa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah tidak lain
sebuah factum unionis atau akta lahirnya sebuah definisi bangsa berikut unit geografi politiknya
(tanah air Indonesia) dan identitas nasional (bahasa Indonesia dan simbol merah putih). Definisi
itu lebih tegaskan dalam syair lagu Indonesia Raya yang diperdengarkan secara resmi untuk kali
pertama.
Ketika itu dalam dada kaum muda, Indonesia adalah sebuah ikon untuk mengenyahkan (me-
reflace) sebutan Hindia Belanda. Hal ini merupakan sebuah konsentiasi untuk menjadi sebuah
bangsa yang otonom dan mandiri. Sumpah Pemuda merefleksikan adanya unsur rakyat
Indonesia yang ketika itu mengihktiarkan sebuah negara yang merdeka, keluar dari
ketertindasan oleh penjajah kolonial Belanda. Pernyataan pemuda itu pula adalah aksentuasi
rakyat untuk berbangsa dan bertanah air yang merdeka, dengan bangunan karakter yang
dinyatakan sebagai Indonesia.
Lebih ekstrim juga dapat terbaca bahwa sejak saat itu, revolusi ke arah kemerdekaan bangsa
telah diawali. Disaat itu pula, sejatinya perjuangan bangsa telah menemukan gerbangnya.
Bangsa Indonesia adalah ibu pertiwi, demikian istilah pemuda-pemuda yang juga menyebutkan
dirinya sebagai anak-anak bangsa. Disisi ini, ada makna cinta-kasih sayang nan tulus antara ibu
dan anak. Si ibu menyapih si anak, sang anak bangsa menjadi harapan sang ibu pertiwi.
Sehingga pada medio 1928 itu, negeri Indonesia telah dapat terbayangkan wujud rupanya.
Terdapat unsur tanah air, terdapat unsur bahasa, terdapat pula lagu kebangsaan, dan juga
merah putih telah dipakai simbol bersama di dada mereka. Merdeka !, pekikan perjuangan
mulai menyemangati setiap derap langkah anak-anak bangsa sejak saat itu.
Pemuda-pemuda itu adalah unit politik yang hadir seperti Jong Java, Jong Ambon,Jong
Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda
Kaum Betawi, serta wakil pemuda golongan timur asing (tionghoa). mereka adalah entitas
politik yang sejatinya dapat saja mewujudkan sebuah negara merdeka pada saat itu pula. Hanya
sayangnya, pemuda di tahun 1928 belum siap dengan konsep negara yang merdeka dan
berdaulat. Bangsa yang mereka nyatakan tidak disempurnakan dengan ide pembentukan
pemerintahan sehingga melengkapi konsep bangunan sebuah negara berdaulat. Mereka butuh
waktu 17 tahun untuk sampai kepada pendirian sebuah negara berpemerintahan sendiri.
Akan tetapi, demikianlah sejarah telah terjadi dan makna kepeloporan pemuda tidak berkurang
karenanya. Mereka telah meraih emas-permata pada lembaran sejarah bangsa ini. Selain itu,
mereka pula telah menanamkan makna akan nilai-nilai yang sepatutnya menjadi pegangan
kaum muda selanjutnya. Di waktu setelahnya, titik-titik sejarah gerakan pemuda terus berlanjut
hingga dewasa ini.
Peran pemuda terlihat pada awal lahirnya Orde Baru tahun 1966 dengan tuntutanTritura. Tri
Tuntutan Rakyat adalah tiga tuntutan kepada pemerintah yang diserukan para mahasiswa yang
tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).Selanjutnya diikuti oleh kesatuan-
kesatuan aksi yang lainnya seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana
Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia
(KAGI) serta didukung penuh oleh Angkatan Bersenjata.
Pada era Orde Baru peran pemuda tampil lagi kemudian dengan mahasiswa sebagai kekuatan
intinya. Antara lain Peristiwa Malari tahun 1974, peristiwa ini dipandang sebagai demonstrasi
mahasiswa menentang modal asing, terutama Jepang. Beberapa pengamat melihat peristiwa
itu sebagai ketidaksenangan kaum intelektual terhadap Asisten pribadi (Aspri) Presiden
Soeharto yang memiliki kekuasaan teramat besar.
Di penghujung kekuasaan Orde Baru, kekuatan pemuda yang tetap mngedepankan kekuatan
mahasiswa kembali bangkit. Tahun 1998 menjadi satu catatan tersendiri dalam sejarah
perubahan di Indonesia. Dilatarbelakangi krisis ekonomi yang berkepanjangan dan berlanjut
menjadi krisis multi-dimensi, sebuah usaha perubahan sosial yang dimotori oleh gerakan
mahasiswa yang didukung oleh kesadaran bersama dari para mahasiswa. Momen ini kemudian
berkembang menjadi suatu gerakan bersama yang menuntut perubahan dibeberapa bidang,
khususnya sistem pemerintahan.
Alhasil, berbagai peristiwa menjadikan bukti nyata bahwa pemuda selalu menjadi garda
terdepan dalam usaha-usaha perbaikan bangsa. Benang merah dari berbagai peristiwa
tersebut, bahwa pemuda indonesia selalu menempatkan dirinya sebagai agen perubahan
(agent of change) bagi negerinya. Konsepsi peranan ini menempati pikiran dan tindakan
mereka untuk selalu menggelorakan perubahan sosial pada bangsa ini.
Pada tiap momentum perubahan yang dilakoni kalangan pemuda, selalu menyentuh nilai-nilai,
sikap dan pola perilaku dalam sistem sosial masyarakat. Dalam realitasnya, terjadi perubahan-
perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Dari catatan sejarah sejak
pencetusan ikrar Sumpah Pemuda, selain memberikan makna historis juga terdapat juga makna
filosopis. Makna filosopisnya adalah semangat perjuangan, dedikasi, dan pengorbanan untuk
persatuan dan kesatuan bangsa yang multikultural dengan nafas nasionalisme.
Dan kini, kepada anak bangsa sebagai generasi penerus dewasa ini perlu membaca ulang
makna sumpah pemuda dengan jiwa dan semangat kebangsaan serta keinginan bersatu yang
tinggi. Seperti pandangan Keith Foulcher (2008) yang menyoroti proses perkembangan Sumpah
Pemuda sebagai suatu simbol nasional yang penting sejak tahun 1928 hingga sekarang. Dalam
pemahamannya, Sumpah Pemuda yang kita kenal sekarang merupakan suatu hasil dari
akumulasi nilai-nilai yang disisipkan dan dititipkan sejak peristiwa 82 tahun silam itu.
Dapat di indera bahwa Sumpah Pemuda sejak tahun 1928 telah terdistorsi dari masa ke
masa, terutama pada hampir setengah abad belakangan ini. Olehnya, selayaknya dibutuhkan
proses penyadaran bersikap kritis atas diperalatnya sejarah Sumpah Pemuda untuk
kepentingan penguasa menghadapi tantangan zaman ke zaman. Foulcher mengajak semua
anasir bangsa memahami prosesnya secara historis sehingga Sumpah Pemuda menjadi
salahsatu simbol nasional yang penting dalam konteks untuk memahami Indonesia.
Semoga semangat aktivisme tetap terpatri di dada pemuda, meneruskan makna kesejarahan
Sumpah Pemuda dan memahamkan makna filosopisnya. Ikrar Satu nusa, satu bangsa dan satu
bahasa yakni Indonesia selayaknya tidak sekedar dibacakan pada seremoni tanggal 28 oktober
setiap tahunnya. Membaca Sumpah Pemuda mutlak pada makna yang lebih dalam, tidak
sekadar mengerti fakta sejarahnya.[
SOEMPAHPEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH
JANG SATOE,
TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG
SATOE,
BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA
PERSATOEAN,
BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928
Selamat Hari Sumpah Pemuda. Mungkin sebagian dari kita lupa bahwa tiap tanggal 28
Oktober kita memperingati hari Sumpah Pemuda dan mungkin sebagian dari kita juga
sudah lupa bagaimana bunyi Sumpah Pemuda.
Sumpah Pemuda mempunyai makna yang sangat mendalam bagi bangsa ini, sumpah
pemuda berisi ikrar bersatunya dan disatukannya tunas-tunas bangsa oleh kesamaan
tanah air, bangsa dan bahasa. Ini mengingatkan kembali jati diri kita sebagai bagian
dari NKRI yang harus senantiasa menjaga dan mempertahankan NKRI dari segala
macam tantangan, ancaman maupun krisis.
Sudah selayaknya kita bersatu dan memperkuat ikatan satu sama lain agar Indonesia
tetap kokoh dan bertahan di tengah krisis global yang mengancam ekonomi negeri ini.
Sumpah Pemuda membawa beritabaik bahwa sampai saat ini kita masih disatukan oleh
tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia. Persatuan dan Kesatuan merupakan langkah
dasar kemajuan suatu bangsa. Selamat Hari Sumpah Pemuda.
Sumpah Mahasiswa: Sebuah Filosofi Dasar atau Retorika Belaka
Kami Mahasiswa Mahasiswi Indonesia Bersumpah :
1. Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.
2. Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.
3. Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.
Pertama kali mendengar sumpah ini jujur benar-benar bangga dan memiliki apresisi tinggi
terhadap mahasiswa-mahasiswi pencetusnya. Diucapkan dengan nada-nada perjuangan,
semangat untuk mengubah negeri ini menjadi lebih baik, suara-suara yang bergema memenuhi
ruangan “Ospek” waktu itu. Setelah disuguhi dengan video demonstrasi mahasiswa tahun 1998
dan video serta berita-berita ketidakadilan negara dan berbagai penindasan terhadap
masyarakat arus bawah, para panitia “ospek” pun meminta kami untuk mengucapkan “Sumpah
Mahasiswa” yang suci tersebut.
Setelah acara itu perkuliahan pun berjalan. Saya mulai melihat bahwa, seperti semua hukum
yang berlaku di dunia ini, begitu mudah mahasiswa/i untuk mengucapkan sumpah semudah itu
pula mereka melupakannya. Berbagai tindakan dan perilaku para mahasiswa seolah tak
menunjukkan eksistensi dan loyalitas mereka terhadap sumpah tersebut.
1. Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.
Kejadian kekerasan di berbagai kampus, baik dalam lingkup militer,sipil, maupun umum tentu
sudah jelas mengoyak-oyak sumpah pertama yang setiap mahasiswa pernah ucapkan tersebut.
Berbagai hal, baik secara fisik maupun psikis sering mereka lakukan dengan dalil “ketegasan”
dan “kedisiplinan”.
2. Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.
Ketika saya berbicara tentang keadilan, maka perspektif yang saya gunakan adalah perspektif menyeluruh, baik dilihat dari mahasiswa, pemerintah, dan masyarakat luas pada umumnya. Bila kita lihat demonstrasi akhir-akhir ini, maka kita akan dengan mudah melihat bagaimana hampir setiap aksi mahasiswa selalu diwarnai dengan kekerasan. Ketika mereka berdalih bahwa mereka memboikot jalan ataupun membakar ban untuk menyampaikan aksinya, tanyakan juga pada mereka, “Apakah kalian tidak sedang mengganggu masyarakat yang ingin menggunakan fasilitas jalan tersebut? Apakah dengan cara ini kalian tidak sedang menghilangkan hak-hak pengguna jalan yang lain?” Mungkin itu contoh sederhana, tetapi bilakita ingat demonstrasi di Makassar beberapa bulan yang lalu, para mahasiswa dengan sikap arogansinya memboikot dan menghancurkan semua fasilitas umum hanya untuk menyampaikan aspirasi mereka, bahkan mereka melempari mobil ambulance yang sedang lewat. Apakah itu bentuk keadilan untuk masyarakat???
3. Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.
Untuk satu hal ini saya akan mencoba melihat dari sudut pandang akademik para mahasiswa. Mereka selalu berkata bahwa mereka ingin bahasa yang jujur tanpa kebohongan sama sekali. Sekarang coba tanyakan kepada para mahasiswa, “Apakah kalian jujur ketika ujian? Apakah kalian jujur ketika menyampaikan nilai IP kepada keluarga di rumah? Apakah kalian juga jujur ketika keluarga menanyakan apa kegiatan kalian di kampus?” Jika dilihat dari sisi lain, jujur saya tidak terlalu percaya bahwa mereka berjuang benar-benar murni untuk negara, karena beberapa teman aktivis saya ikut berdemonstrasi hanya untuk mendapatkan uang dan makanan bungkusan dari seorang yang berkepentingan akan adanya demo tersebut.
Melalui tulisan ini, saya tidak bermaksud untuk menggeneralisasikan bahwa semua mahasiswa
seperti yang saya ungkapkan tadi, dan saya juga tidak bermaksud untuk membuat mahasiswa
benci akan “aktivis” tapi untuk semua Mahasiswa Indonesia saya harapkan dapat lebih dewasa
dan mengerti bahwa mereka adalah pioner-pioner pembaharuan yang menjadi tolak ukur
kemajuan suatu bangsa. Kalau mahasiswa/i Indonesia masih seperti ini, maka jangan heran jika
ketika mereka menjadi “pembesar-pembesar” negeri ini mereka hanya bisa beretorika tanpa
ada bukti nyata perubahan bangsa.
“Perubahan yang dilakukan mahasiswa hanyalah sebatas ide, sampai mereka benar-benar
menjadi penguasa negeri ini dan mewujudkan perubahan tersebut”
Hidup Mahasiswa!!!
sangpenyampai.blogspot.com
Sumpah mahasiswa
Kami Mahasiswa Indonesia Bersumpah,
Bertanah Air Satu, Tanah Air Tanpa Penindasan
Kami Mahasiswa Indonesia Bersumpah,
Berbangsa Satu, Bangsa Cinta Keadilan
Kami Mahasiswa Indonesia Bersumpah,
Berbahasa Satu, Bahasa Tanpa Kebohongan