definisi-ebm

7
DEFINISI EBM EBM menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang sahih yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita yang sedang kita hadapi. Ini merupakan penjabaran bukti ilmiah lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan seiring dengan pengobatan rasional. (Iwan Darmansjah, Pusat Uji Klinik Obat FKUI, 2002) Menurut Sackett et al. (1996) Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. TUJUAN Tujuan utama dari EBM adalah membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik untuk kepentingan pencegahan, diagnosis, terapetik, maupun rehabilitatif yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian maka salah satu syarat utama untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klinik yang evidence-based, adalah dengan menyediakan bukti-bukti ilmiah yang relevan dengan masalah klinik yang dihadapi serta diutamakan yang berupa hasil meta-analisis, review sistematik, dan randomised controlled trial (RCT). LANGKAH-LANGKAH 1. Pasien Mulailah dari pasien, bisa berupa : Masalah klinis apa yang dimiliki pasien kita Pertanyaan yang dikemukakan oleh pasien kita sehubungan dengan perawatan penyakitnya

Upload: doni-purwanto

Post on 03-Feb-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

EBM menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yangsahih yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan padapenderita yang sedang kita hadapi. Ini merupakan penjabaran bukti ilmiahlebih lanjut setelah obat dipasarkan dan seiring dengan pengobatan rasional.(Iwan Darmansjah, Pusat Uji Klinik Obat FKUI, 2002)

TRANSCRIPT

Page 1: DEFINISI-EBM

DEFINISI EBM

EBM menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yangsahih yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan padapenderita yang sedang kita hadapi. Ini merupakan penjabaran bukti ilmiahlebih lanjut setelah obat dipasarkan dan seiring dengan pengobatan rasional.(Iwan Darmansjah, Pusat Uji Klinik Obat FKUI, 2002)

Menurut Sackett et al. (1996) Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya.

TUJUAN

Tujuan utama dari EBM adalah membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik untuk kepentingan pencegahan, diagnosis, terapetik, maupun rehabilitatif yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.Dengan demikian maka salah satu syarat utama untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klinik yang evidence-based, adalah dengan menyediakan bukti-bukti ilmiah yang relevan dengan masalah klinik yang dihadapi serta diutamakan yang berupa hasil meta-analisis, review sistematik, dan randomised controlled trial (RCT).

LANGKAH-LANGKAH

1. Pasien Mulailah dari pasien, bisa berupa :

Masalah klinis apa yang dimiliki pasien kita Pertanyaan yang dikemukakan oleh pasien kita sehubungan dengan perawatan

penyakitnya

2. Pertanyaan Masalah dari pasien seperti tersebut no 1 kemudian dibuat pertanyaan

3. Sumber Mulailah melakukan pencarian sumber journal melalui internet untuk menjawab pertanyan tersebut

4. Evaluasi Evaluasi apakah jurnal yang kita peroleh cukup valid , penting dan bisa

diaplikasikan 5. Pasien Aplikasikan temuan berdasarkan bukti ilmiah tersebut ke pasien dengan mempertimbangkan kepentinga atau kebutuhan pasien dan kemampuan klinis dokter

6. Evaluasi Evaluasi hasil perawatan pasien tersebut

Page 2: DEFINISI-EBM

PENERAPAN

PELAyanan KESEhatan : Konsep Evidence Based Medicine merupakan integrasi dari bukti- bukti penelitian yang terbaik dengan kemampuan klinik dan nilai-nilaiyang dimiliki pasien. Bukti-bukti penelitian yang terbaik biasanya berasal dari penelitian-penelitian klinik yang relevan. Kemampuan klinik merupakan komponen yang penting dalam penerapan konsep EBM, Nilai-nilai yang dimiliki pasien merupakan harapan dan keinginan pasien saat berobat, dan harus pula diintegrasikan dalam pengambilan keputusan klinik saat melayani pasien tersebut(5).

Ketiga elemen dasar tersebut harus diintegrasikan, sehingga dapat dicapai hasil penatalaksanaan yang optimal dan peningkatan kualitas hidup.

Penerapan EBM di Pusat pelayanan KesehatanUntuk dapat menerapkan pola pengambilan keputusan klinik yang berbasis pada bukti ilmiah terpercaya diperlukan upaya-upaya yang sistematik, terencana, dan melibatkan seluruh klinisi di bidang masing-masing. Pelatihan Evidence-based medicine perlu didukung dengan perangkat lunak dan perangkat keras yang memadai. Pada saat ini informasi-informasi ilmiah dapat diperoleh secara mudah dari journal-journal biomedik melalui internet. Oleh sebab itu sudah selayaknya setiap rumah-sakit melengkapi diri dengan fasilitas-fasilitas untuk searching dan browsing yang dapat diakses secara mudah oleh para klinisi.Pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan untuk membahas masalah-masalah klinik hendaknya difasilitasi dengan sumber-sumber informasi yang memadai. Untuk ini diperlukan staf pendukung yang mampu secara kontinvu men-down load full text paper dari berbagai journal biomedik. Informasi-informasi yang ada kemudian dapat digunakan untuk mem-back-up keputusan-keputusan klinik agar dapat berbasis pada bukti ilmiah yang terpercaya.Sudah saatnya pula dilakukan sosialisasi secara sistematik kepada seluruh jajaran pelayanan kesehatan untuk memanfaatkan hasil-hasil studi biomedik dalam pengambilan keputusan klinik. Pusat-pusat pelayanan kesehatan dapat bekerjasama dengan pusat-pusat pendidikan tinggi, khususnya Fakultas-fakultas kedokteran dalam memverifikasi dan menetapkan hasil-hasil penelitian yang valid yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan klinik.

Hambatan : Hambatan dalam praktek EBM

Hambatan dalam praktek EBM adalah: (1) kurangnya akses ter- hadap bukti ilmiah, (2) kurangnya pengetahuan dalam telaah kritis dan metodologi penelitian, (3) tidak adanya dukungan organisasi, dan (4) tidak adanya dukungan dari para kolega. Keterbatasan waktu para praktisi menuntut perlunya strategi dalam praktek EBM, yaitu : (1) pengembangan strategi yang lebih efisien untuk melacak dan melakukan analisis kritis terhadap berbagai penelitian (termasuk menilai validitas dan relevansinya),

Page 3: DEFINISI-EBM

(2) pengembangan sistem informasi, dan (3) pengembangan strategi cara belajar EBM. Keterbatasan waktu dan pemahaman yang tidak memadai atas metodologi penelitian dan biostatistik menyulitkan penerapan EBM. Pelacakan pada database pubmed (www.pubmed.com) meng-gunakan kata kunci hypertension menghasilkan lebih dari 250.000 artikel. Jumlah ini sangat banyak untuk ditelaah satu demi satu. Penggunaan logika Boolean dengan penggabungan kata kunci akan membantu mengkerucutkan hasil pencarian. Pertanyaan yang sering muncul adalah manakah bukti ilmiah yang paling baik

Secara lebih rinci,EBM merupakan keterpaduan antara best research evidence,clinical expertise dan patient values. Best research evidence merupakan bukti2 ilmiah yg berasal dari studi2 dgn metodologi terpercaya yg dilakukan secara benar. Studi yg dimaksud juga harus menggunakan variabel2 penelitian yg dapat diukur dan dinilai secara obyektif serta memanfaatkan metode2 pengukuran yg dapat menghindari risiko 'bias' dari peneliti. Utk bisa menjabarkan EBM dgn baik diperlukan kemampuan klinik (clinical expertise) yg memadai. Kemampuan tersebut mencakup pengidentifikasian secara cepat kondisi pasien,membuat perkiraan diagnosis secara cepat dan tepat,mengenali faktor2 yg menyertai,dan memperkirakan kemungkinan manfaat serta risiko dari bentuk penanganan yg akan diberikan. Kemampuan klinik ini hendaknya disertai pula dgn pengenalan secara baik terhadap nilai2 yg dianut dan harapan yg tersirat dari pasien (patient values).

Setiap pasien tentu mempunyai nilai2 tentang status kesehatan dan penyakitnya serta harapan atas upaya penanganan dan pengobatan yg diterimanya. Hal2 seperti itu harus dipahami benar oleh dokter agar setiap upaya pelayanan kesehatan yg dilakukan dapat diterima. Oleh karena itu,terapi harus berdasarkan bukti2 ilmiah yg mempertimbangkan nilai2 subyektif yg dimiliki pasien.

Alasan penerapan EBM adalah agar dapat memberikan terapi terbaik utk pasien. Selain itu,makin meningkatnya pengetahuan dan tingkat pendidikan pasien telah menuntut dokter utk melakukan yg terbaik menurut standar ilmu. EBM juga dapat melindungi dokter dari tuntutan malpraktek akibat keputusan terapi yg tidak berdasarkan bukti karena EBM merupakan sumber informasi terdepan mengenai diagnosis,prognosis,terapi dan pencegahan yg sangat dibutuhkan dalam praktik dokter.

SEJARAH :Ilmu Kedokteran berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan temuan baru yang segera menggugurkan teori yang ada sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya bisa saja segera ditinggalkan karena muncul pengujian-pengujian hipotesis baru yang lebih sempurna. Sebagai contoh, jika sebelumnya diyakini bahwa episiotomi merupakan salah satu prosedur rutin persalinan khususnya pada primigravida, saat ini keyakinan itu digugurkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa episiotomi secara rutin justru sering menimbulkan berbagai permasalahan yang kadang justru lebih merugikan bagi quality of life pasien.5,6 Demikian pula halnya dengan temuan obat baru yang dapat saja segera ditarik dari peredaran hanya dalam waktu beberapa bulan setelah obat tersebut dipasarkan, karena

Page 4: DEFINISI-EBM

di populasi terbukti memberikan efek samping yang berat pada sebagian penggunanya.

Pada waktu yang lampau dalam menetapkan jenis intervensi pengobatan, seorang dokter umumnya menggunakan pendekatan abdikasi (didasarkan pada rekomendasi yang diberikan oleh klinisi senior, supervisor, konsulen maupun dokter ahli) atau induksi (didasarkan pada pengalaman diri sendiri). Kedua pendekatan tersebut saat ini (paling tidak, dalam 10 tahun terakhir) telah ditinggalkan dan digantikan dengan pendekatan EBM, yaitu didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang ditemukan melalui studi-studi yang terpercaya, valid, dan reliable.

Efek dan khasiat obat yang ditawarkan oleh industri farmasi melalui duta-duta farmasinya (detailer) umumnya unbalanced dan cenderung misleading atau dilebih-lebihkan dan lebih berpihak pada kepentingan komersial. Penggunaan informasi seperti ini juga termasuk dalam pendekatan abdikasi, yang jika diterima begitu saja akan sangat berisiko dalam proses terapi.7,8

Secara ringkas, ada beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan,Bahwa informasi up-date mengenai diagnosis, prognosis, terapi dan pencegahan sangat dibutuhkan dalam praktek sehari-hari. Sebagai contoh, teknologi diagnostik dan terapetik selalu disempurnakan dari waktu ke waktu, sehingga bisa saja obat atau teknologi kesehatan yang sebelumnya diketahui terbaik di masanya dapat segera digantikan oleh obat atau teknologi kesehatan yang lebih efikasius dan aman.Bahwa informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat dalam text-book) tentang hal-hal di atas sudah sangat tidak adekuat pada saat ini; beberapa justru sering keliru dan menyesatkan (misalnya informasi dari pabrik obat yang disampaikan oleh duta-duta farmasi/detailer), tidak efektif (misalnya continuing medical education yang bersifat didaktik), atau bisa saja terlalu banyak sehingga justru sering membingungkan (misalnya cukup banyak jenis obat yang di negara asalnya sudah ditarik tetapi masih tetap beredar di Indonesia tanpa diketahui oleh praktisi medik).Dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang maka kemampuan/ketrampilan untuk mendiagnosis dan menetapkan bentuk terapi (clinical judgement) juga meningkat. Namun pada saat yang bersamaan, kemampuan ilmiah (akibat terbatasnya informasi yang dapat diakses) serta kinerja klinik (akibat hanya mengandalkan pengalaman, yang sering tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah) menurun secara signifikan.Dengan meningkatnya jumlah pasien, waktu yang diperlukan untuk pelayanan semakin banyak. Akibatnya, waktu yang dimanfaatkan untuk meng-up date ilmu (misalnya membaca journal-journal kedokteran atau menghadiri seminar-seminar ilmiah) sangatlah kurang. Dalam situasi tersebut bisa saja praktisi medik tidak menyadari bahwa prasat medik yang dilakukan sebenarnya sudah tidak lagi direkomendasikan pada saat ini. Jika tetap dilakukan, maka secara tidak sadar yang bersangkutan telah melakukan medical error, atau memberikan jenis terapi yang sudah usang (obsolete) atau bahkan tidak lagi dianjurkan (abandoned).

KONSEP : Konsep Evidence Based Medicine (EBM) merupakan integrasi dari bukti-bukti penelitian yang terbaik dengan kemampuan klinik dan nilai-nilai yang dimiliki pasien. Bukti-bukti penelitian yang terbaik biasanya berasal dari penelitian-penelitian klinik yang relevan.

Page 5: DEFINISI-EBM

Kemampuan klinik merupakan komponen yang penting dalam penerapan konsep EBM, Nilai-nilai yang dimiliki pasien merupakan harapan dan keiinginan yang dimiliki pasien pada saat berobat, dan harus pula diintegrasikan dalam pengamblan keputusan klinik pada saat melayani pasien tersebut (Sacket, 2000). Ketiga elemen dasar tersebut harus diintegrasikan, sehingga dapat dicapai hasil penatalaksanaan yang optimal dan peningkatan kualitas hidup

KELEBIHAN : EBM merupakan sirkulus yang diawali dari masalah pasien dan berakhir pada keuntungan pasien,,,EBM merupakan integrasi kompetensi profesional seorang dokter, dengan bukti dari penelitian yang sahih, dan preferensi atau nilai-nilai yang dimiliki sang pasien,,,,