de - copy

10
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA DASAR KI-3261 METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK Percobaan 7 PENENTUAN NILAI DE (DEXTROSE EQUIVALENT) DARI GULA ATAU LARUTAN PATI Nama : Nisrina Rizkia NIM : 10510002 Kelompok : 6 Tanggal Percobaan : 28 Maret 2013 Tanggal Laporan : 01 April 2013 Asisten Praktikum : Ka Fatiha LABORATORIUM BIOKIMIA PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Upload: nisrina-rizkia

Post on 05-Dec-2014

200 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: DE - Copy

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA DASAR

KI-3261 METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK

Percobaan 7

PENENTUAN NILAI DE (DEXTROSE EQUIVALENT)

DARI GULA ATAU LARUTAN PATI

Nama : Nisrina Rizkia

NIM : 10510002

Kelompok : 6

Tanggal Percobaan : 28 Maret 2013

Tanggal Laporan : 01 April 2013

Asisten Praktikum : Ka Fatiha

LABORATORIUM BIOKIMIAPROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMINSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2013

PENENTUAN NILAI DE (DEXTROSE EQUIVALENT)

Page 2: DE - Copy

DARI GULA ATAU LARUTAN PATI

I. Tujuan

Menentukan nilai DE (Dextrose Equivalent) dari sampel larutan menggunakan metode

Lane-Eynon.

II. Dasar Teori

Dextrose Equivalent (DE) merupakan satuan yangdinyatakan dalam persen yang

berkaitan dengan tingkat hidrolisis pati menjadi gula. Semakin tinggi nilai DE maka gula

yang dihasilkan semakin besar. Pati merupakan polimer jenis karbohidrat yang dihasilkan

oleh tanaman. Pati tersusun dari 2 makromolekul polisakarida yaitu, amilosa dan

amilopektin, yang keduanya tersimpan dalam bentuk butiran yang disebut granula pati.

Amilosa tersusun dari molekul-molekul glukosa yang terikat glikosidik α-1,4 yang

membentuk suatu linier, sedangkan amilopektin disamping disusun oleh struktur utama linier

juga memiliki struktur bercabang, dimana terdapat ikatan glikosidik β-1,6.

Penentuan gula pereduksi menurut metode Lane-Eynon untuk menentukan nilai DE.

Metode Lane-Eynon merupakan metode penentuan secara volumetric. Jumlah gula reduksi

diketahui dari tabel Lane-Eynon berdasarkan volume larutan sampel yang dibutuhkan untuk

titrasi. Metode Lane-Eynon digunakan untuk mennetukan dekstrosa, maltose dan gula terkait

yang terkandung dalam sampel dengan cara mereduksi Cu2SO4 dalam larutan Fehling

menjadi Cu2+.

III. Data Pengamatan

Page 3: DE - Copy

Larutan sampel Volume larutan gula (ml)

1 27.6

2 28.6

Rata-rata 28.1

Campuran larutan Fehling (berwarna biru) + larutan gula∆ larutan hijau

Metilen biru + Larutan merah ada endapan merah Larutan coklat kekuningan

Larutan berwarna biru ada endapan merah + dititasi larutan gula

Larutan kembali berwarna merah, warna biru tidak ada (masih ada sedikit di pinggir labu

Erlenmeyer), terdapat endapan merah

IV. Perhitungan dan Pengolahan Data

Menentukan nilai Dextrose Equivalent

A = 120.7 G = 56.112 gram

B = 28.1 mL D = 56 gram

DE =250 X A x10B xG x D x fp

DE =250 X 120.7 x 10

28.1 x 56.112x 50500

x56 x 50250

Page 4: DE - Copy

DE = 170.8705

V. Pembahasan

Pada percobaan kali ini ditentukan nilai dextrose equivalent dari larutan sampel

menggunakan metode Lane Eynon. Metode ini dilakukan berdasarkan kandungan gula

pereduksi yang terdapat pada larutan sampel. Analisis dilakukan secara volumetri dengan

titrasi/titrimetri. Reagen Fehling akan direduksi oleh gula-gula pereduksi. Penetapan

kandungan gula pereduksi dilakukan dengan pengukuran volume larutan gula pereduksi

standar yang dibutuhkan untuk mereduksi tembaga (II) menjadi tembaga (I) oksida. Titik

akhir titrasi ditunjukkan dengan hilangnya warna metilen biru karena kelebihan gula

pereduksi di atas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga (II). Reaksi yang

terjadi pada metode Lane-Eynon ini adalah:

R-CHO (gula pereduksi) + 2Cu2+ + 4OH- RCOOH + Cu2O + 2H2O

Pada metode ini digunakan reagen Fehling A yang berisi CuSO4.5H2O dan Fehling B

yang mengandung kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6.4H2O) dan NaOH. Larutan Fehling A

dan Fehling B kemudian dicampurkan, Fehling A yang mengandung Cu2+ akan direduksi

menjadi Cu+ ketika ditambahkan dengan larutan gula dan dipanaskan. Sedangkan Fehling B

mengandung OH- karena dalam reaksi ini terjadi dalam suasana basa untuk membentuk

endapan Cu2O. Larutan gula tersebut mengandung gula-gula pereduksi yang mampu

mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Sehingga terbentuklah endapan merah Cu2O yang

menandakan Cu2+ telah mengalami reduksi. Setelah itu ditambahkan dengan indikator

metilen biru sebagai indikator titik akhir titrasi agar dapat diketahui seberapa banyak larutan

gula yang harus ditambahkan. Ketika ditambahkan indikator metilen biru warna larutan

berwarna merah dengan sedikit gradasi warna biru. Titrasi dilakukan dengan kondisi larutan

tetap dipanaskan dengan tujuan udara yang mempengaruhi reaksi dikeluarkan dari campuran

reaktan. Pada titik akhir titrasi akan diamati bahwa warna biru dari larutan akan hilang dan

warna larutan kembali merah dengan adanya endapan merah bata, hal tersebut terjadi karena

Cu2+ yang ada pada reagen Fehling telah habis direduksi maka gula yang ditambahkan

berlebih ketika titrasi digunakan untuk mereduksi metilen biru yang mana metilen biru

dalam keadaan tereduksi adalah tidak berwarna (Kumar, 2012). Sebelum analisis yang

dilakukan terhadap larutan sampel maka harus dilakukan standarisasi terlebih dahulu

Page 5: DE - Copy

menggunakan larutan glukosa standar hal tersebut dilakukan dengan tujuan menstandarkan

larutan Fehling agar tepat larutan gula yang digunakan adalah 24.1 mL sesuai dengan tabel

faktor dextrose yang diberikan.

Keberhasilan metode Lane-Eynon dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pertama

yaitu suhu mendidihnya larutan ketika dititrasi, makin tinggi suhu maka gula dapat dipecah

menjadi gula sederhana lebih cepat sehingga dihasilkan gula pereduksi yang lebih banyak

sehingga larutan yang dibutuhkan untuk titrasi lebih sedikit. Kedua, standarisasi dari larutan

Fehling hal ini sangat penting untuk faktor koreksi terhadap titrasi yang akan dilakukan.

Ketiga, menggunakan EDTA untuk menghilangkan Kalsium dalam larutan. Karena reaksi

antara kalsium dengan gula pereduksi telah dilakukan sebelumnya, sehingga digunakan

EDTA untuk mengikat kalsium (Dunsmore, 1980). Namun, hal tersebut tidak dilakukan

dalam percobaan kali ini.

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan Dextrose Equivalent (DE) larutan sampel,

DE adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi pati atau produk modifikasi pati

dalam satuan persen. DE berhubungan dengan derajat polimerisasi (DP) yang menyatakan

jumlah unit monomer dalam satu molekul. Hubungan tersebut dihubungkan dengan sebuah

persamaan DE = 120/DP. Dengan demikian karbohidrat yang memiliki nilai DE 30 karena

rata-rata memiliki empat kelompok sakarida per molekul meskipun karbohidrat mengandung

monosakarida dan oligosakarida dengan berat molekul yang berbeda-beda.

Selain menggunakan metode Lane-Eynon nilai Dextrose Equivalent dapat ditentukan

juga dengan menggunakan dinitrosalicylic acid (DNS). DNS adalah senyawa aromatis yang

akan bereaksi dengan gula reduksi maupun komponen pereduksi lainnya untuk membentuk

3-amino-5-nitrosalicylic acid yaitu senyawa yang mampu menyerap gelombang

elektromagnetik pada panjang gelombang 575 nm. Serapan yang tinggi mneunjukkan

semakin banyak komponen pereduksi yang terdapat dalam sampel sehingga 3-amino-5-

nitrosalicylic acid banyak terbentuk. Reaksi antara DNS dengan gula pereduksi adalah reaksi

redoks pada gugus aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sedangkan DNS

sebagai oksidator tereduksi membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid. Reaksi ini

berlangsung dalam suasana basa sehingga perlu ditambahkan NaOH pada pembuatan reagen

DNS. Selain NaOH juga ditambahkan kalium natrium tartrat untuk menstabilkan warna

yang terbentuk. Apabila terdapat gula pereduksi dalam sampel maka larutan DNS yang

Page 6: DE - Copy

awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula pereduksi dan akan terbentuk warna

jingga kemerahan. Perbedaan gula pereduksi akan menyebabkan perbedaan intensitas warna

yang dihasilkan, sehingga penting untuk mengkalibrasi setiap gula. Selain untuk

mengoksidasi gugus karbonil dalam gula, 3,5-dinitrosalicylic acid pun dibutuhkan untuk

reaksi dekomposisi gula, sehingga dapat meningkatkan intensitas warna (Miller, 1959).

Meskipun metode ini cukup sederhana namun memiliki kespesifikan yang rendah, warna

yang dihasilkan harus dapat ditafsirkan dengan akurat. Reagen DNS larut dalam larutan basa

kuat dan telah digunakan untuk menentukan massa molekul dari hasil pemecahan pati.

Metode ini berdasarkan asumsi bahwa kebanyakan oligosakarida diawali dari maltose yang

akan bereaksi dengan reagen DNS sehingga dihasilkan larutan berwarna. Namun, studi

lanjut mengenai reaksi antara DNS dengan disakarida belum pernah dilaporkan.

grup aldehid oksidasi grup karboksil

3,5-dinitrosalicylic acid reduksi 3-amino-5-nitrosalicylic acid

Nilai Dextrose Equivalent ini berfungsi untuk pati termodifikasi. Maltodekstrin adalah

salah satu jenis pati termodifikasi, penggunaannya didasarkan pada nilai DE produk

tersebut. Maltodekstrin dengan nilai DE tertentu digunakan untuk kepentingan tertentu pula.

Maltodekstrin dapat diproduksi dari modifikasi pati singkong dengan cara hidrolisis

(Andriana, 2008). Secara komersial penggunaan pati dipengaruhi oleh nilai DE, semakin

besar DE semakin besar persentasi pati yang diubah menjadi gula pereduksi. Nilai DE

mempengaruhi karakteristik maltodekstrin (Lynn A. Kuntz, 1997). Apabila nilai DE tinggi

maka nilai plasticity, sweetness, solubility, osmolality, dan hygroscopicity juga tinggi. Pati

dengan nilai DE tinggi akan mudah mengalami proses browning. Bila nilai DE turun maka

yang akan meningkat adalah berat molekul, viscocity, cohesiveness dan film-forming

properties. Selain itu, nilai DE yang rendah dapat mengakibatkan pembentukan Kristal gula

yang besar dapat dicegah.

Sirup dapat diproduksi dengan hidrolisis dengan bantuan enzim atau asam pada waktu,

suhu dan pH tertentu. Mutu sirup glukosa yang dihasilkan ditentukan oleh nilai DE. Sirup

glukosa adalah larutan gula yang dipekatkan yang diperoleh dari pati dan mempunyai DE 20

Page 7: DE - Copy

atau lebih. DE menjadi faktor kemurnian sirup glukosa atau maltosa. Biasanya sirup glukosa

memiliki kisaran DE 18-73.

VI. Kesimpulan

Nilai Dextrose Equivalent larutan sampel adalah 170.8705

VII. Daftar Pustaka

A.Dunsmore, P. Mellet, M. Wolff, 1980, Some Factors Affecting The Lane and Eynon

Titration Method for Determining Reducing Sugars in Sugars Products,

Proceedings of The South African Sugar Technologists' Association, p.72-76.

A. Kuntz, Lynn. 1997. Making the Most of Maltodextrins.

Andriana, Yusuf, 2008, Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi untuk Produksi

Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka dengan Metode Hidrolisis Kering. Institut

Pertanian Bogor

C. S. Chidan Kumar, R. Mythily, S. Chandraju, 2012, Estimation of Sugars by Acid

Hydrolysis of Paddy Husk by Standard Methods, Journal of Chemical and

Pharmaceutical Research, 2012, 4(7):3588-3591

Miller, G.L., 1959, Use of Dinitrosalicylic Acid Reagent for Determination

of Reducing Sugar, Anal. Chem., 31, 426-428.

http://www.eng.umd.edu/~nsw/ench485/lab4a.htm (diakses tanggal 31 Maret 2013

pukul 15.32)

Lane, J.H., Eynon, L. (1923). Determination of Reducing Sugars by means of

Fehling’s Solusion with Methylene Blue as Internal Indicator. J. Soc. Chem. Ind.

Trnas. 32-36.

Lehninger, A.L. (2008), “Principles of Biochemistry”, 5th Ed., Worth Publisher, Inc.,

New York.