dd obstruksi mekanis

17
Obstruksi usus atau obstruksi saluran cerna adalah terjadinya sumbatan pada saluran cerna. Berdasarkan etiologinya, obstruksi dapat disebabkan oleh kelainan mekanis dan ileus (tidak ada kelainan organik yang nyata). Secara umum gejala dari obstruksi usus halus adalah nyeri abdominal periumbilikal, muntah (berwarna hijau apabila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, berwarna gelap jika obstruksi terjadi di bagian bawah distal usus halus), konstipasi/diare, serta kembung. Adapun gejala dari obstruksi usus besar antara lain nyeri di daerah pinggang, kembung di daerah pinggang dan pelvis, diare, konstipasi serta kembung (jarang ditemukan, kecuali pada kasus lanjut). Jika obstruksi disebabkan oleh tumor/keganasan maka gejalanya antara lain adanya kelemahan, ditemukan darah pada tinja, kehilangan selera makan serta penurunan berat badan. Kelainan mekanis 1. Intususepsi Intususepsi sering terjadi pada usia 3 bulan-6 tahun, di mana puncaknya adalah usia 5-10 bulan dan paling sering pada laki- laki. Intususepsi merupakan penyebab abdomen akut kedua paling sering pada kelompok usia ini. Pada intususepsi segmen proksimal usus mengalami invaginasi ke segmen distalnya, 95% terjadi di ileosekal. Sedangkan intususepsi ileoileal dan kolokolik jarang terjadi. Intususepsi ileoileal merupakan salah satu komplikasi bedah, misalnya pada penderita tumor Wilms. Anak dengan kelainan intususepsi akan menunjukkan gejala seperti nyeri abdominal/kolik yang sangat berat sehingga

Upload: agung-bahtiar

Post on 29-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

124

TRANSCRIPT

Page 1: Dd Obstruksi Mekanis

Obstruksi usus atau obstruksi saluran cerna adalah terjadinya sumbatan pada saluran cerna.

Berdasarkan etiologinya, obstruksi dapat disebabkan oleh kelainan mekanis dan ileus (tidak

ada kelainan organik yang nyata). Secara umum gejala dari obstruksi usus halus adalah nyeri

abdominal periumbilikal, muntah (berwarna hijau apabila obstruksi terjadi di bagian

proksimal usus halus, berwarna gelap jika obstruksi terjadi di bagian bawah distal usus

halus), konstipasi/diare, serta kembung. Adapun gejala dari obstruksi usus besar  antara lain

nyeri di daerah pinggang, kembung di daerah pinggang dan pelvis, diare, konstipasi serta

kembung (jarang ditemukan, kecuali pada kasus lanjut). Jika obstruksi disebabkan oleh

tumor/keganasan maka gejalanya antara lain adanya kelemahan, ditemukan darah pada tinja,

kehilangan selera makan serta penurunan berat badan.

Kelainan mekanis

1. Intususepsi

Intususepsi sering terjadi pada usia 3 bulan-6 tahun, di mana puncaknya adalah usia 5-10

bulan dan paling sering pada laki-laki. Intususepsi merupakan penyebab abdomen akut kedua

paling sering pada kelompok usia ini. Pada intususepsi segmen proksimal usus mengalami

invaginasi ke segmen distalnya, 95%  terjadi di ileosekal. Sedangkan intususepsi ileoileal dan

kolokolik jarang terjadi. Intususepsi ileoileal merupakan salah satu komplikasi bedah,

misalnya pada penderita tumor Wilms.

Anak dengan kelainan intususepsi akan menunjukkan gejala seperti nyeri abdominal/kolik

yang sangat berat sehingga terkadang anak menarik kedua tungkainya, gelisah, lethargy

hingga shock. Muntah terjadi pada awal kelainan dan 30% kasus muntahan mengandung

empedu. Tinja dapat mengandung darah dan mukus setelah 12 jam. Pada 20% kasus terdapat

suatu triad klasik untuk intususepsi: nyeri kolik yang hebat, massa yang dapat teraba dengan

palpasi, sertacurrant-jelly stools.

2. Atresia intestinal

Atresia merupakan suatu kelainan di mana terjadi absen/tidak terbentuknya suatu

bagian/porsi dari saluran cerna, sehingga membentuk saluran yang buntu. Atresia dapat

terjadi di duodenum, jejunum, ileum dan kolon. Atresia duodenum biasanya berhubungan

dengan sindrom Down. Penyebab terjadinya atresia adalah gangguan vaskular pada saat

embriologi (dalam uterus) terutama pada saat pembentukan saluran cerna, menyebabkan

perfusi dan iskemik sehingga lumen saluran cerna tidak terbentuk dengan baik bahkan

mengalami obliterasi. Selain itu gangguan/oklusi pada arteri mesenterika superior pada masa

embriologi dapat menyebabkan atresia intestinal.

Page 2: Dd Obstruksi Mekanis

Pada neonatus, atresia yang paling sering terjadi adalah atresia jejunoilealis dan stenosis

(okulsi intraluminal yang inkomplet).

Gejala yang timbul pada atresia antara lain distensi abdomen, muntah yang mengandung

empedu, jaundice pada 32% pasien, serta riwayat polyhidramnion.

3. Hernia inkarserasi

Hernia inkarserasi merupakan hernia di mana isi dari kantung hernia tidak bisa dikembalikan

ke rongga perut/asalnya. Hernia inkarserasi dapat berupa hernia inguinal, femoral atau

umbilikal. Mayoritas hernia inguinal adalah hernia indirek. Pada hernia inguinal, inkarserasi

terjadi pada 6-18% pasien dan dapat meningkat sampai 30% pada bayi berusia kurang dari 2

bulan. Sedangkan hernia femoral jarang terjadi. Adapun hernia umbilikal lebih jarang

inkarserasi dan dapat menutup spontan setelah usia 5 tahun.

Gejala dari hernia inkarserasi yang dihubungkan dengan obstruksi intestinal antara lain:

muntah yang mengandung empedu, distensi abdomen, konstipasi, massa yang teraba edema

dan pucat di daerah inguinal (dapat menjadi eritematosa apabila terjadi strangulasi), dan

demam apabila terjadi nekrosis dan perforasi.

4. Malrotasi dan volvulus

Malrotasi intestinal merujuk kepada kelainan embriologis, di mana usus tengah mengalami

gangguan perputaran terhadap sumbu arteri mesenterika superior. Bentuk malrotasi dapat

berupa nonrotasi, rotasi terbalik (situs inversus) dan gangguan fiksasi terhadap rongga

peritoneal di sekitarnya. Malrotasi selalu terjadi bersamaan dengan gastrokisis, omfalokel,

hernia diafragma dan sering dihubungkan dengan lesi lain seperti penyakit Hirschprung,

intususepsi dan atresia (jejunum, duodenum, esofagus)

Pada anak-anak, malrotasi sering terjadi karena proses perputaran yang inkomplet dan

ligamentum Treitz yang tidak terfiksasi dengan baik. Akibatnya volvulus (puntiran) terhadap

arteri mesenterika superior dapat terjadi, menyebabkan obstruksi dan berujung pada nekrosis.

Gejala dari volvulus adalah muntahan yang mengandung empedu, gagal tumbuh kembang,

terkadang nyeri kolik, feses yang menunjukkan hasil positif pada tes guaiac, serta darah yang

keluar dari rektum.

5. Perlekatan (adhesi) pascabedah

Perlekatan pascabedah merupakan salah satu komplikasi setelah pembedahan, namun

insidensnya berkurang semenjak ditemukannya prosedur laparoskopi. Pada perlekatan

pascabedah dapat ditemukan adanya pita jaringan ikat yang menyebabkan perlekatan segmen

saluran cerna. Perlekatan pasca bedah merupakan penyebab 7% dari obstruksi usus pada bayi

Page 3: Dd Obstruksi Mekanis

dan anak. Onset dapat terjadi mulai dari 2 hari hingga 10 tahun setelah bedah, dan 50% di

antaranya terjadi dalam waktu 3-6 bulan setelah bedah.

Gejala dari perlekatan pascabedah antara lain kram/nyeri perut, anoreksia, mual dan muntah.6. Pankreas anular

Pankreas anular merupakan suatu kelainan embriologis di mana jaringan pankreas memutar

mengelilingi duodenum pars descendens . Hal ini dapat bermanifestasi sebagai keadaan

asimtomatis, namun dapat juga menyebabkan kompresi eksternal terhadap duodenum

sehingga terjadi obstruksi sebagian atau total.

Gejala dari adanya  pankreas anular adalah muntah yang mengandung empedu, distensi

abdomen (proksimal dari obstruksi) dan ileus.

7. Hernia mesokolik

Hernia mesokolik merupakan kelainan yang dapat terjadi bersamaan malrotasi, di mana

mesenterium kolon/duodenal yang tidak terfiksasi dengan sempurna membentuk kantung

hernia dan memerangkap usus (kolon) yang sedang berotasi sehingga menyebabkan

obstruksi. Hal ini dapat diperparah dengan inkarserasi dan strangulasi. Angka insidensnya

tidak diketahui dengan pasti, namun kelainan ini cukup jarang terjadi.

8. Enterokolitis nekrotikans (NEC)Enterokolitis nekrotikans dapat menyebabkan striktur pada bayi–bayi prematur dan paling

sering terjadi di ileum dan kolon. Striktur tersebut dapat menyebabkan kematian pada 15%

bayi berusia lebih dari 1 minggu yang memiliki berat lahir rendah (<1500 gram). Sedangkan

pada yang lainnya striktur dapat terjadi 1-6 bulan setelah onset NEC. Penyebab NEC belum

diketahui secara pasti, namun berbagai faktor diduga terlibat seperti: iskemik, hipoksia

mukosa, invasi bakteri dan nekrosis intestinal.

Gejala dari NEC umumnya kurang spesifik, antara lain lethargy, suhu tubuh yang berubah-

ubah, palpasi menunjukkan abdomen yang lemah dan eritema.

9. Volvulus sekal

Volvulus sekal merupakan kelainan yang jarang terjadi, akibat sekum yang tidak terfiksasi.

Volvulus sekal terjadi akibat puntiran sekum, kolon ascendens dan ileum terminal. Gejalanya

antara lain nyeri, distensi, konstipasi dan muntah.

10. Kista duplikasiKista duplikasi merupakan sekelompok kelainan yang jarang terjadi berupa duplikasi saluran

cerna bagian tertentu dan s dapat terjadi di mana saja sepanjang saluran cerna, namun paling

sering terjadi di ileum terminal. 85% kasus dapat dideteksi sebelum usia 2 tahun. Anak

dengan kista duplikasi umumnya memberikan gejala sebagai berikut: distensi abdomen,

Page 4: Dd Obstruksi Mekanis

adanya massa yang bisa teraba dengan palpasi, muntah, perdarahan dan frekuensi berkemih

yang jarang.

11. Ileus mekoniumIleus mekonium terjadi pada pasien dengan kistik fibrosis, di mana sekresi pankreas eksokrin

yang tidak adekuat menyebabkan terbentuknya mekonium yang pekat. Akibatnya mekonium

dapat melekat pada mukosa usus halus dan menyebabkan obstruksi. Gejala ileus mekonium

antara lain muntah, kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 48 jam pertama serta distensi

abdomen. Dapat terjadi peritonitis.

13. Tumor/keganasanTumor dapat menyebabkan obstruksi dengan cara memblokade lumen saluran cerna.IleusIleus merupakan gangguan motilitas usus namun tidak ditemukan kelainan organik yang

nyata. Pada anak ileus sering dikaitkan dengan pascabedah atau infeksi (pneumonia,

peritonitis, gastroenteritis). Pada ileus sering ditemukan keadaan sebagai berikut: uremia,

hipokalemia, asidosis, atau adanya penggunaan obat-obatan tertentu seperti loperamid (obat

bersifat antimotilitas yang digunakan pada gastroenteritis). Ileus paralitik, disebut juga

pseudo-obstruksi, merupakan penyebab utama obstruksi saluran cerna pada bayi dan balita.

Penyebab ileus paralitik antara lain:

1. Kimia, elektrolit, atau gangguan mineral (seperti turunnya kadar potassium)

2. Komplikasi bedah intraabdominal

3. Cedera/penurunan suplai darah ke daerah abdominal

4. Infeksi intra abdominal

5. Penyakit ginjal dan paru

6. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti narkotik

Pada anak, ileus paralitik mungkin terkait dengan bakteri, virus, atau keracunan makanan

(gastroenteritis) yang sebagian diasosiasikan dengan peritonitis/apendisitis. Ileus dapat

ditandai dengan adanya distensi abdomen disertai nyeri perut, bising usus pada onset dan

gambaran air-fluid levels pada radiologi. Penatalaksanaan ileus dapat berupa dekompresi

nasogastrik atau penggunaan agen prokinetik seperti cisapride atau erytrhomicin.

DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik (dengan melihat tanda

dan gejala) serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dapat pemeriksaan

radiologis atau pemeriksaan lain seperti penanda tumor dll. Pada pemeriksaan radiologi untuk

melihat adanya obstruksi adalah pencitraan dengan modalitas:

Page 5: Dd Obstruksi Mekanis

1. Abdominal CT-SCAN2. Abdominal X-ray3. Barium enema

TatalaksanaTatalaksana bergantung kepada jenis obstruksi dan derajat keparahannya. Apabila obstruksi

bersifat parsial, maka akan diberikan cairan intravena sambil memantau apakah obstruksi

tersebut sudah hilang dengan sendirinya. Apabila tidak, maka dilakukan tindakan bedah.

Selain itu penggunaan Nasogastric Tube untuk mengevakuasi cairan dan gas di saluran cerna,

dengan demikian menghilangkan distensi dan muntah. Pada intususepsi dapat dilakukan

enema (udara, barium atau gastrografin) untuk menghilangkan obstruksi. Pemasangan stent

dapat dilakukan untuk membantu pengeluaran isi saluran cerna yang terganggu oleh

obstruksi.

Tindakan bedah diperlukan apabila penggunaan tube tidak menghilangkan simptom, atau

ditemukan adanya tanda-tanda kematian jaringan. Misalnya pada obstruksi akibat

divertikulitis, penyakit Crohn, volvulus atau keganasan. Tindakan bedah dapat dilakukan

dengan metode laparoskopi. Setelah pembedahan mungkin dilakukan pemasangan

kolostomi/ileostomi untuk jangka waktu sementara maupun permanen.

Obstruksi usus atau obstruksi saluran cerna adalah terjadinya sumbatan pada saluran cerna.

Berdasarkan etiologinya, obstruksi dapat disebabkan oleh kelainan mekanis dan ileus (tidak

ada kelainan organik yang nyata). Secara umum gejala dari obstruksi usus halus adalah nyeri

abdominal periumbilikal, muntah (berwarna hijau apabila obstruksi terjadi di bagian

proksimal usus halus, berwarna gelap jika obstruksi terjadi di bagian bawah distal usus

halus), konstipasi/diare, serta kembung. Adapun gejala dari obstruksi usus besar  antara lain

nyeri di daerah pinggang, kembung di daerah pinggang dan pelvis, diare, konstipasi serta

kembung (jarang ditemukan, kecuali pada kasus lanjut). Jika obstruksi disebabkan oleh

tumor/keganasan maka gejalanya antara lain adanya kelemahan, ditemukan darah pada tinja,

kehilangan selera makan serta penurunan berat badan.

Kelainan mekanis

1. Intususepsi

Intususepsi sering terjadi pada usia 3 bulan-6 tahun, di mana puncaknya adalah usia 5-10

bulan dan paling sering pada laki-laki. Intususepsi merupakan penyebab abdomen akut kedua

paling sering pada kelompok usia ini. Pada intususepsi segmen proksimal usus mengalami

invaginasi ke segmen distalnya, 95%  terjadi di ileosekal. Sedangkan intususepsi ileoileal dan

Page 6: Dd Obstruksi Mekanis

kolokolik jarang terjadi. Intususepsi ileoileal merupakan salah satu komplikasi bedah,

misalnya pada penderita tumor Wilms.

Anak dengan kelainan intususepsi akan menunjukkan gejala seperti nyeri abdominal/kolik

yang sangat berat sehingga terkadang anak menarik kedua tungkainya, gelisah, lethargy

hingga shock. Muntah terjadi pada awal kelainan dan 30% kasus muntahan mengandung

empedu. Tinja dapat mengandung darah dan mukus setelah 12 jam. Pada 20% kasus terdapat

suatu triad klasik untuk intususepsi: nyeri kolik yang hebat, massa yang dapat teraba dengan

palpasi, sertacurrant-jelly stools.

2. Atresia intestinal

Atresia merupakan suatu kelainan di mana terjadi absen/tidak terbentuknya suatu

bagian/porsi dari saluran cerna, sehingga membentuk saluran yang buntu. Atresia dapat

terjadi di duodenum, jejunum, ileum dan kolon. Atresia duodenum biasanya berhubungan

dengan sindrom Down. Penyebab terjadinya atresia adalah gangguan vaskular pada saat

embriologi (dalam uterus) terutama pada saat pembentukan saluran cerna, menyebabkan

perfusi dan iskemik sehingga lumen saluran cerna tidak terbentuk dengan baik bahkan

mengalami obliterasi. Selain itu gangguan/oklusi pada arteri mesenterika superior pada masa

embriologi dapat menyebabkan atresia intestinal.

Pada neonatus, atresia yang paling sering terjadi adalah atresia jejunoilealis dan stenosis

(okulsi intraluminal yang inkomplet).

Gejala yang timbul pada atresia antara lain distensi abdomen, muntah yang mengandung

empedu, jaundice pada 32% pasien, serta riwayat polyhidramnion.

3. Hernia inkarserasi

Hernia inkarserasi merupakan hernia di mana isi dari kantung hernia tidak bisa dikembalikan

ke rongga perut/asalnya. Hernia inkarserasi dapat berupa hernia inguinal, femoral atau

umbilikal. Mayoritas hernia inguinal adalah hernia indirek. Pada hernia inguinal, inkarserasi

terjadi pada 6-18% pasien dan dapat meningkat sampai 30% pada bayi berusia kurang dari 2

bulan. Sedangkan hernia femoral jarang terjadi. Adapun hernia umbilikal lebih jarang

inkarserasi dan dapat menutup spontan setelah usia 5 tahun.

Gejala dari hernia inkarserasi yang dihubungkan dengan obstruksi intestinal antara lain:

muntah yang mengandung empedu, distensi abdomen, konstipasi, massa yang teraba edema

dan pucat di daerah inguinal (dapat menjadi eritematosa apabila terjadi strangulasi), dan

demam apabila terjadi nekrosis dan perforasi.

4. Malrotasi dan volvulus

Page 7: Dd Obstruksi Mekanis

Malrotasi intestinal merujuk kepada kelainan embriologis, di mana usus tengah mengalami

gangguan perputaran terhadap sumbu arteri mesenterika superior. Bentuk malrotasi dapat

berupa nonrotasi, rotasi terbalik (situs inversus) dan gangguan fiksasi terhadap rongga

peritoneal di sekitarnya. Malrotasi selalu terjadi bersamaan dengan gastrokisis, omfalokel,

hernia diafragma dan sering dihubungkan dengan lesi lain seperti penyakit Hirschprung,

intususepsi dan atresia (jejunum, duodenum, esofagus)

Pada anak-anak, malrotasi sering terjadi karena proses perputaran yang inkomplet dan

ligamentum Treitz yang tidak terfiksasi dengan baik. Akibatnya volvulus (puntiran) terhadap

arteri mesenterika superior dapat terjadi, menyebabkan obstruksi dan berujung pada nekrosis.

Gejala dari volvulus adalah muntahan yang mengandung empedu, gagal tumbuh kembang,

terkadang nyeri kolik, feses yang menunjukkan hasil positif pada tes guaiac, serta darah yang

keluar dari rektum.

5. Perlekatan (adhesi) pascabedah

Perlekatan pascabedah merupakan salah satu komplikasi setelah pembedahan, namun

insidensnya berkurang semenjak ditemukannya prosedur laparoskopi. Pada perlekatan

pascabedah dapat ditemukan adanya pita jaringan ikat yang menyebabkan perlekatan segmen

saluran cerna. Perlekatan pasca bedah merupakan penyebab 7% dari obstruksi usus pada bayi

dan anak. Onset dapat terjadi mulai dari 2 hari hingga 10 tahun setelah bedah, dan 50% di

antaranya terjadi dalam waktu 3-6 bulan setelah bedah.

Gejala dari perlekatan pascabedah antara lain kram/nyeri perut, anoreksia, mual dan muntah.6. Pankreas anular

Pankreas anular merupakan suatu kelainan embriologis di mana jaringan pankreas memutar

mengelilingi duodenum pars descendens . Hal ini dapat bermanifestasi sebagai keadaan

asimtomatis, namun dapat juga menyebabkan kompresi eksternal terhadap duodenum

sehingga terjadi obstruksi sebagian atau total.

Gejala dari adanya  pankreas anular adalah muntah yang mengandung empedu, distensi

abdomen (proksimal dari obstruksi) dan ileus.

7. Hernia mesokolik

Hernia mesokolik merupakan kelainan yang dapat terjadi bersamaan malrotasi, di mana

mesenterium kolon/duodenal yang tidak terfiksasi dengan sempurna membentuk kantung

hernia dan memerangkap usus (kolon) yang sedang berotasi sehingga menyebabkan

obstruksi. Hal ini dapat diperparah dengan inkarserasi dan strangulasi. Angka insidensnya

tidak diketahui dengan pasti, namun kelainan ini cukup jarang terjadi.

8. Enterokolitis nekrotikans (NEC)

Page 8: Dd Obstruksi Mekanis

Enterokolitis nekrotikans dapat menyebabkan striktur pada bayi–bayi prematur dan paling

sering terjadi di ileum dan kolon. Striktur tersebut dapat menyebabkan kematian pada 15%

bayi berusia lebih dari 1 minggu yang memiliki berat lahir rendah (<1500 gram). Sedangkan

pada yang lainnya striktur dapat terjadi 1-6 bulan setelah onset NEC. Penyebab NEC belum

diketahui secara pasti, namun berbagai faktor diduga terlibat seperti: iskemik, hipoksia

mukosa, invasi bakteri dan nekrosis intestinal.

Gejala dari NEC umumnya kurang spesifik, antara lain lethargy, suhu tubuh yang berubah-

ubah, palpasi menunjukkan abdomen yang lemah dan eritema.

9. Volvulus sekal

Volvulus sekal merupakan kelainan yang jarang terjadi, akibat sekum yang tidak terfiksasi.

Volvulus sekal terjadi akibat puntiran sekum, kolon ascendens dan ileum terminal. Gejalanya

antara lain nyeri, distensi, konstipasi dan muntah.

10. Kista duplikasiKista duplikasi merupakan sekelompok kelainan yang jarang terjadi berupa duplikasi saluran

cerna bagian tertentu dan s dapat terjadi di mana saja sepanjang saluran cerna, namun paling

sering terjadi di ileum terminal. 85% kasus dapat dideteksi sebelum usia 2 tahun. Anak

dengan kista duplikasi umumnya memberikan gejala sebagai berikut: distensi abdomen,

adanya massa yang bisa teraba dengan palpasi, muntah, perdarahan dan frekuensi berkemih

yang jarang.

11. Ileus mekoniumIleus mekonium terjadi pada pasien dengan kistik fibrosis, di mana sekresi pankreas eksokrin

yang tidak adekuat menyebabkan terbentuknya mekonium yang pekat. Akibatnya mekonium

dapat melekat pada mukosa usus halus dan menyebabkan obstruksi. Gejala ileus mekonium

antara lain muntah, kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 48 jam pertama serta distensi

abdomen. Dapat terjadi peritonitis.

13. Tumor/keganasanTumor dapat menyebabkan obstruksi dengan cara memblokade lumen saluran cerna.IleusIleus merupakan gangguan motilitas usus namun tidak ditemukan kelainan organik yang

nyata. Pada anak ileus sering dikaitkan dengan pascabedah atau infeksi (pneumonia,

peritonitis, gastroenteritis). Pada ileus sering ditemukan keadaan sebagai berikut: uremia,

hipokalemia, asidosis, atau adanya penggunaan obat-obatan tertentu seperti loperamid (obat

bersifat antimotilitas yang digunakan pada gastroenteritis). Ileus paralitik, disebut juga

pseudo-obstruksi, merupakan penyebab utama obstruksi saluran cerna pada bayi dan balita.

Penyebab ileus paralitik antara lain:

Page 9: Dd Obstruksi Mekanis

7. Kimia, elektrolit, atau gangguan mineral (seperti turunnya kadar potassium)

8. Komplikasi bedah intraabdominal

9. Cedera/penurunan suplai darah ke daerah abdominal

10. Infeksi intra abdominal

11. Penyakit ginjal dan paru

12. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti narkotik

Pada anak, ileus paralitik mungkin terkait dengan bakteri, virus, atau keracunan makanan

(gastroenteritis) yang sebagian diasosiasikan dengan peritonitis/apendisitis. Ileus dapat

ditandai dengan adanya distensi abdomen disertai nyeri perut, bising usus pada onset dan

gambaran air-fluid levels pada radiologi. Penatalaksanaan ileus dapat berupa dekompresi

nasogastrik atau penggunaan agen prokinetik seperti cisapride atau erytrhomicin.

DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik (dengan melihat tanda

dan gejala) serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dapat pemeriksaan

radiologis atau pemeriksaan lain seperti penanda tumor dll. Pada pemeriksaan radiologi untuk

melihat adanya obstruksi adalah pencitraan dengan modalitas:

4. Abdominal CT-SCAN5. Abdominal X-ray6. Barium enema

TatalaksanaTatalaksana bergantung kepada jenis obstruksi dan derajat keparahannya. Apabila obstruksi

bersifat parsial, maka akan diberikan cairan intravena sambil memantau apakah obstruksi

tersebut sudah hilang dengan sendirinya. Apabila tidak, maka dilakukan tindakan bedah.

Selain itu penggunaan Nasogastric Tube untuk mengevakuasi cairan dan gas di saluran cerna,

dengan demikian menghilangkan distensi dan muntah. Pada intususepsi dapat dilakukan

enema (udara, barium atau gastrografin) untuk menghilangkan obstruksi. Pemasangan stent

dapat dilakukan untuk membantu pengeluaran isi saluran cerna yang terganggu oleh

obstruksi.

Tindakan bedah diperlukan apabila penggunaan tube tidak menghilangkan simptom, atau

ditemukan adanya tanda-tanda kematian jaringan. Misalnya pada obstruksi akibat

divertikulitis, penyakit Crohn, volvulus atau keganasan. Tindakan bedah dapat dilakukan

dengan metode laparoskopi. Setelah pembedahan mungkin dilakukan pemasangan

kolostomi/ileostomi untuk jangka waktu sementara maupun permanen.

Page 10: Dd Obstruksi Mekanis

DAFTAR PUSTAKA

1. Wein, A.J. Campbell-Walsh Urology. Ed.9. Philadelphia: Saunders, An imprint of

Elsevier. 2007

2. Landman. Kidney cyst (simple and complex). 2006. Kidney Cancer institute. Taken by :

http://www.kidneycancerinstitute.com/kidney-cyst.html

3. Anonym. Simple cyst. 2007.NIDDK. taken by :

http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/cysts .

4. Marion A. Kista Ginjal. 2009. NeoEase. Taken by: http://www.bedahugm.net/tag/kista-

ginjal/

5. Anonym. Tumor wilms. Available from http: //www. Ilmu-bedah.htm.

6. Anonym. Embriologi Urogenital. Available from http: //www. Embriologi-

urogenital.htm

7. Purnomo B. In: Dasar-Dasar Urologi.2nd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2003. p. 2-4

8. Tanagho EA, McAninch JW. In: Smith`s General Urology. 17 th ed. California: McGraw

Hill Lange; 2008. p. 671-91

9. Wein AJ. In: Campbell-Walsh Urology. 9th ed. Philapdelphia: Saunder Elsevier

Company; 2007. p. 1

10. Waugh A, Grant A. In: Ross and Wilson Anatomy and Physiology in Health and Ilness.

9th ed. Edinburgh: Chucrill Livingstone; 2001. p. 341

11. Guyton AC, Hall JE. In: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9 th ed. Jakarta: EGC; 1997. p.

400-1

12. Anonym .the kidney and How They Work. 2009. NIDDIK. Taken by: http://www .

Kidney .niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/yourkidneys/index.htm

13. Anatomi Ginjal 2010. Cited from: http://id.wikipedia.org/wiki/Ginjal

14. Anomym. Simple Kidney Cysts.2010. NIDDK. Taken by :

http://www.kidney.niddk.nih.gov

15. Ritz E, Nahm A. The simple renal cyst. 2000. Oxford Journals. Taken by:

http://www.simple cyst/1702.full.simple.htm

16. Curry NS, Cochran ST. Renal cyst. 2012. Wikipedia. Taken by :

http://www.renal_cyst1.html.

Page 11: Dd Obstruksi Mekanis