daya cerna bahan kering dan bahan organik pelet … · daging, kulit, kotoran dan beberapa jenis...
TRANSCRIPT
ii
DAYA CERNA BAHAN KERING DAN BAHAN
ORGANIK PELET PAKAN KOMPLIT
BERBASIS TONGKOL JAGUNG
DENGAN SUMBER PROTEIN
BERBEDAPADA KAMBING
SKRIPSI
EKO PRAMONO
I111 11 276
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
iii
DAYA CERNA BAHAN KERING DAN BAHAN
ORGANIK PELET PAKAN KOMPLIT
BERBASIS TONGKOL JAGUNG
DENGAN SUMBER PROTEIN
BERBEDAPADA KAMBING
SKRIPSI
EKO PRAMONO
I 111 11 276
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eko Pramono
NIM : I111 11 276
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya Skripsi ini, terutama dalam
Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian penyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Januari 2016
Eko Pramono
I111 11 276
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah
Skripsi. Penulis dengan rendah hati mengucapakan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan Skripsi ini
utamanya kepada :
1. Bapak Ir. Muhammad Zain Mide, M.S. sebagai pembimbing utama dan
Bapak Prof. Dr. Ir. Asmuddin Natsir, M.Sc. selaku pembimbing
anggota yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing,
mengarahkan dan memberikan nasihat serta motivasi dalam penyusunan
Skripsi ini.
2. Bapak Ir. Muhammad Zain Mide, M.S sebagai Pembimbing Akademik.
3. Kedua orang tua saya Musriono dan Milawardani dan saudara(i) Saya
yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan bagi penulis sehingga
makalah ini dapat terselesikan.
4. Teman-teman penelitian Herilimiansyah, Yuliana Padli, Asrianti, Andi
Nurfaini, Namira Arsa, Silva Indah Sari Nurwan, Suarti dan KKN87
Desa Mattampaalie serta teman-teman Penyala Makassar, rekan-rekan
Solandeven, FOSIL, KAMMI Kom. Unhas, UKM KPI, SENAT
FAPET, dan semua mahasiswa Fakultas Peternakan yang telah memberikan
bantuan dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis.
5. Saudari Nurfadhilah Wahid yang telah memberikan support selama
penelitian.
iii
6. Saudari Andi Nurfaini, S. Pt yang telah membantu selama penelitian dan
penyelesaian skripsi.
7. Teman – teman SMA Negeri 1 Mangkutana yang selalu memberikan
dukungan dan motivasi selama ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu penulis memohon saran untuk memperbaiki kekurangan
tersebut. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi saya sendiri.
Amin.
Makassar, Januari 2016
Penulis
iv
ABSTRAK
EKO PRAMONO (I 111 11 276). Daya Cerna Bahan Kering dan Bahan
Organik Pelet Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung Dengan Sumber Protein
Berbeda pada Kambing (Dibawah bimbingan MUHAMMAD ZAIN MIDE
sebagai Pembimbing Utama dan ASMUDDIN NATSIR sebagai Pembimbing
Anggota)
Salah satu limbah pertanian yang potensial dimanfaatkan menjadi pakan
untuk ternak ruminansia adalah tongkol jagung. Namun bentuknya yang besar dan
kandungan nutrisinya yang rendah membuatnya tidak dapat dikonsumsi langsung
ternak sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu misalnya pengolahan
menjadi pakan komplit dalam bentuk pelet. penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui daya cerna bahan kering dan bahan organik pelet pakan komplit
berbasis tongkol jagung dengan sumber protein berbeda pada kambing. Penelitian
ini di rancang dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) 4 4
(4 perlakuan dan 4 Periode). Keempat perlakuan tersebut antara lain pelet pakan
komplit P1 (mengandung tepung ikan), P2 (mengandung urea), P3 (mengandung
bungkil kedelai), dan P4 (mengandung tepung udang). Rataan daya cerna bahan
kering pada P1, P2, P3, dan P4 masing-masing sebesar 62,40%, 54,89%, 56,65%,
dan 63,97%. Rataan daya cerna bahan organik pada P1, P2, P3, dan P4 masing-
masing sebesar 61,98%, 51,50%, 53,77%, dan 60,64%. Hasil analisis ragam
memperlihatkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya
cerna bahan kering dan bahan organik ransum. Kesimpulan, penggunaan tepung
ikan atau tepung limbah udang sebagai sumber protein dalam pembuatan pelet
pakan komplit berbasis tongkol jagung menghasilkan daya cerna bahan kering dan
bahan organik ransum yang lebih tinggi dibanding penggunaan urea atau bungkil
kedelai sebagai sumber protein.
Kata Kunci: Daya Cerna Bahan Kering, Daya Cerna Bahan Organik, Pelet, Pakan
Komplit, Tongkol Jagung.
v
ABSTRACT
EKO PRAMONO (I 111 11 276).Drymatter and Organic Matter
Digestibility of Corn Cobs Based Complete Feed Pellet Containing Different
Protein Sources in Male KacangGoats (Under the supervision of Muhammad
ZAIN MIDE as the main supervisor and ASMUDDIN NATSIRas the Co-
supervisor).
One of agriculture byproduct that is potential to be used as feedstuff for
ruminant animals is corn cobs. However low palatability due to its form and low
nutrient contents make it can not be used directly and need to be processed, such
as in form of complete feed pellet, before being fed on the animal. The purpose of
this research was to study dry matter and organic matter digestibility of corn cobs
based complete feed pellet containing different protein sources. The experiment
was carried out according to latin square design (4 x 4). The treatments were P1
(complete feed containing fish meal, P2 (complete feed containing urea),
P3complete feed containing soybean meal), and P4 (complete feed containing
shrimp waste meal). The results of study indicated that the average dry matter
digestibility of treatments P1, P2, P3, and P4 was 62.40, 54.89, 56.65, and
63.97%, respectively while the average of organic matter digestibility was 61.98,
51.50, 53.77, and 60.64%, respectively for treatment P1, P2, P3, and P4. Analysis
of variance indicated that the treatments significantly affected (P<0.05) dry matter
and organic matter digestibility of the rations. In conclusion, the use of fish meal
or shrimp waste meal as a protein source in the formulation corn cobs based
complete feed pellet resulted in a higher dry matter and organic matter
digestibility compared with the use of urea or soy bean meal as protein source.
Keywords: Dry Matter digestibility, Organic Matter digestibility, Pellets,
Complete Feed, Corn Cobs.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Kacang .................................................................................... 4
Gambaran Umum Pelet Pakan Komplit .................................................. 6
Tongkol Jagung ....................................................................................... 7
Bahan Pakan Sumber Protein.................................................................. 8
Daya Cerna.............................................................................................. 11
Daya Cerna Bahan Kering ...................................................................... 13
Daya Cerna Bahan Organik .................................................................... 14
vii
HIPTESIS
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat .................................................................................. 15
Materi Penelitian ..................................................................................... 15
Metode Penelitian ................................................................................... 15
Prosedur Pembuatan Pelet Pakan Komplit ............................................. 17
Kandang Metabolisme ............................................................................ 18
Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 18
Pengambilan Sampel ............................................................................... 19
Analisis Laboratorium ............................................................................ 19
Parameter yang Diukur ........................................................................... 21
Analisis Statistik ..................................................................................... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Daya Cerna Bahan Kering ...................................................................... 22
Daya Cerna Bahan Organik .................................................................... 25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................. 27
Saran ....................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 28
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Denah Perlakuan Pelet Tongkol Jagung pada Kambing Kambing
Kacang Jantan selama Penelitian ......................................................... 16
2. Komposisi Bahan Pakan Tiap Perlakuan Pelet Tongkol Jagung pada
Kambing Kacang Jantan ....................................................................... 16
3. Kandungan Nutrisi Pelet Pakan Komplit pada setiap Perlakuan ........ 17
4. Rataan nilai daya cerna bahan kering dan bahan organik ................... 22
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Jenis Kambing Kacang ........................................................................ 5
2. Pelet ..................................................................................................... 7
3. Tongkol Jagung yang Melimpah .......................................................... 8
4. Prosedur Pembuatan Pelet Pakan Komplit Kambing Kacang Jantan .. 18
1
PENDAHULUAN
Kambing merupakan hewan yang termasuk dalam ternak kecil.
Pemeliharaan kambing saat ini oleh masyarakat bertujuan untuk memanfaatkan
daging, kulit, kotoran dan beberapa jenis kambing dapat dimanfaatkan sebagai
kambing perah. Kambing merupakan hewan kedua setelah sapi yang termasuk
dalam hewan berdaging merah yang digemari masyarakat Indonesia dan jenis
ternak ruminansia penghasil daging yang cukup potensial. Kambing dapat
memanfaatkan bahan alami dan hasil ikutan industri yang tidak dikonsumsi oleh
manusia sebagai bahan pakan. Makanan utama ternak kambing adalah hijauan
berupa rumput lapangan. Hijauan merupakan sumber energi dan vitamin yang
baik, namun kandungan protein kasarnya relatif rendah dibanding dengan bahan
pakan biji-bijian, misalnya kacang kedelai dan jagung (Rudiah, 2011).
Selain ketersediaan hijauan yang terbatas, kebiasaaan pemberian pakan
kepada kambing yang hanya menggunakan hijauan saja tidak efektif untuk
memberikan efek maksimal untuk pertumbuhan ternak. Hal tersebut terkait
dengan kurangnya energi dan juga protein yang terdapat dalam hijauan tersebut
(Purbowati, 2009). Perlu dilakukan inovasi terhadap ketersediaan hijauan yang
terbatas dan efektivitasnya rendah. Salah satu alternatif untuk mengatasi
kekurangan hijauan yaitu dengan memanfaatkan limbah hasil pertanian. Pada
umumnya sisa hasil pertanian memiliki kualitas yang rendah sehingga ternak yang
mengosumsi dalam waktu yang lama akan mempengaruhi kualitas ternak itu
sendiri (Krishna dan Umiyasih, 2007).
2
Salah satu jenis limbah pertanian yang dapat dijadikan sebagai alternatif
untuk pakan ternak kambing yaitu tongkol jagung. Selain ketersediaan yang
melimpah tongkol jagung memiliki potensi untuk dijadikan sebagai pakan ternak.
Namun bentuk tongkol jagung yang besar serta kandungan nutrisinya yang rendah
merupakan kendala dalam pemanfaatan tongkol jagung untuk pakan kambing.
Solusi terhadap permasalahan tersebut yaitu perlu dilakukan dengan perlakuan
fisik, biologi, kimiawi atau gabungan dari perlakuan tersebut. Pengolahan menjadi
pelet pakan komplit dapat dijadikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
tongkol jagung.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya cerna bahan
kering dan bahan organik pelet pakan komplit berbasis tongkol jagung dengan
berbagai bahan tambahan sumber protein yang berbeda pada kambing kacang
jantan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi kepada
masyarakat petani peternak tentang pengolahan tongkol jagung menjadi pelet
pakan komplit dengan menggunakan berbagai bahan pakan sumber protein yang
berbeda pada kambing kacang jantan.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Kacang
Kambing merupakan ternak ruminansia yang mengosumsi hijauan sebagai
bahan pakan. Kambing pada umumnya akan menolak pada makanan yang telah
disentuh oleh hewan lain dan tidak dapat mengosumsi pakan yang monoton dalam
waktu yang lama (Asminaya, 2007). Ensminger (2002) mengklasifikasikan
kambing ke dalam Kingdom Animalia (hewan); filum Chordata (bertulang
belakang); kelas Mammalia (menyusui); ordo Artiodactyla (berkuku genap);
famili Bovidae (memamah biak); genus Capra dan spesies Capra hircus (kambing
yang didomestikasi).
Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa profil kambing kacang
berbentuk lurus. Ekor kelihatan kecil dan tegang. Ambing kecil dengan
konformasi baik dengan puting yang besar. Bulu pendek serta kasar pada yang
betina, tetapi pada yang jantan lebih panjang. Kambing kacang tahan hidup pada
keadaan kondisi lingkungan yang sangat beragam dan sanggup beradaptasi pada
metode manajemen yang berubah-ubah dan sangat beragam. Umur ketika
mencapai pubertas sekitar enam bulan pada yang jantan. Umur beranak pertama
dicapai ketika umur 12 – 13 bulan. Menurut Murtidjo (2001) pada umumnya
kambing Kacang memiliki warna bulu, yakni: putih, hitam dan coklat, serta ada
kalanya campuran ketiga warna tersebut. Kambing Kacang jantan maupun betina
memiliki tanduk 8-10 cm. Berat tubuh kambing kacang dewasa rata-rata 17-30 kg.
4
Gambaran beberapa ciri kambing kacang dapat disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Jenis Kambing Kacang
Menurut Kartadisastra (1997), kambing Kacang mempunyai sistematika
sebagai berikut:
Fillum : Chordata
Sub Fillum : Vertebrata (Hewan bertulang belakang)
Marga : Gnastomata (Mempunyai rahang)
Kelas : Mammalia (Menyusui)
Suku : Ungulata (Berkuku)
Ordo : Artiodactyla (Berkuku genap)
Sub Ordo : Selenodontia (Ruminansia)
Famili : Bovidae
Sub Famili : Caprinus
Genus : Capra
Spesies : Capra hircus
5
Gambaran Umum Pelet Pakan Komplit
Pakan komplit mempunyai pengertian sebagai suatu jenis pakan yang
dirancang untuk produk komersial bagi ternak ruminansia dan di dalamnya sudah
mengandung bahan hijauan maupun konsentrat dalam imbangan memadai
(Lammers et. al., 2003). Menurut Chuzaemi (2002) ransum komplit merupakan
salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan
limbah pertanian yaitu dengan cara mencampurkan limbah pertanian dengan
tambahan pakan (konsentrat) dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi
ternak maupun zat makanan lainnya.
Dewasa ini ada kecenderungan pakan diberikan kepada ternak dalam
bentuk komplit karena dinilai sangat efektif, apalagi pakan tersebut dikemas
dalam bentuk pelet. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pakan komplit
berbentuk pelet lebih bisa diterima bagi ternak, disamping pemberiannyapun
relatif lebih mudah dan tidak berabu (Krisnan dan Ginting, 2009). Pembuatan
pelet adalah proses mengkompresikan pakan berbentuk tepung dengan bantuan
uap panas untuk menghasilkan bentuk pakan yang silindris. Peleting memberikan
keuntungan: pakan tidak berdebu, kandungan gizi seragam, kepadatan tinggi,
mengurangi sisa pakan, memaksa ternak tidak memilih pakan yang disukai saja
dan pada akhirnya akan meningkatkan performans ternak yang bersangkutan
(Sutardi, 1980).
Umumnya proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu 1)
pengolahan pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan dan penghancuran
menjadi tepung, 2) pembuatan pelet meliputi pencetakan, pendinginan dan
6
pengeringan, 3) perlakuan akhir meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan
(Tjokroadikoesoemo, 1989).
Gambaran mengenai bentuk pelet dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pelet
Tongkol Jagung
Tongkol jagung atau janggel, merupakan bagian dari buah jagung setelah
biji dipipil. Kandungan nutrisi tongkol jagung berdasarkan analisis meliputi kadar
air, bahan kering, protein kasar dan serat kasar berturut-turut sebagai berikut
29,54%; 70,45%; 2,67% dan 46,52% dalam 100% bahan kering (BK).
Palatabilitas tongkol jagung yang rendah masih dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ruminansia dengan pengolahan terlebih dahulu (Wardhani dan Musofie,
1991).
Tongkol jagung ini mempunyai kadar protein yang rendah (2,94) dengan
kadar lignin (5,2%) dan selulosa yang tinggi (30%), dan kecernaan ± 40%.
Tongkol jagung yang hanya digiling biasanya dipakai untuk campuran ransum
sapi potong hanya sebanyak 10% dari susunan ransum. Tongkol jagung sangat
mudah terkontaminasi oleh kapang Aspergilus flavus yang memproduksi senyawa
7
beracun sehingga perlu dicari cara pengawetannya sehingga dapat disimpan
dalam jangka waktu lama sebagai persediaan pakan saat rumput susah didapatkan
terutama saat musim kemarau (Yulistiani, 2012).
Berikut dapat dilihat berlimpahnya tongkol jangung dapat dilihat pada Gambar. 3
Gambar 3. Tongkol Jagung yang Melimpah
Bahan Pakan Sumber Protein
1. Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan salah satu bahan pakan yang berpotensi sebagai
sumber protein maupun lemak terutama asam lemak tak jenuh rantai panjang
(poly unsaturated fatty acids–PUFA) yang diketahui banyak berperan dalam
memperbaiki penampilan reproduksi ternak (Ashes dkk.,1992). Stallings
(2003) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan pakan yang kaya
protein tetapi palatabilitasnya rendah terutama bagi ternak ruminansia karena
aromanya yang tajam sehingga penggunaannya di dalam pakan harus dibatasi.
8
Menurut Barlow dan Windsor (1983) bahwa tepung ikan secara umum
mengandung protein tinggi yaitu antara 60,4 –72,0%.
Rocha dkk., (1995) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan
pakan sumber ruminally undegradable protein (RUP) yang kaya lisin dan
methionin yang merupakan dua asam amino pembatas (limiting amino acids)
pada ternak ruminansia. Kandungan lemak yang cukup tinggi dalam tepung
ikan dapat meningkatkan kandungan energi dalam pakan, sedangkan
kandungan asam lemak esensial dan asam lemak Omega 3 dan 6 dalam tepung
ikan dilaporkan mempunyai fungsi unik dalam meningkatkan produktivitas
dan kualitas produk ternak serta meningkatkan penampilan reproduksi ternak.
Tepung ikan yang baik mempunyai kandungan protein kasar 58-68%, air 5,5-
8,5%, serta garam 0,5-3,0% (Boniran, 1999). Kandungan protein atau asam amino
tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses
pembuatannya (Sitompul, 2004).
2. Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai mengandung protein yang cukup tinggi sehingga bahan
tersebut dapat digunakan sebagai pakan sumber protein pada pakan ternak.
Kandungan protein bungkil kedelai mencapai 43-48%. Bungkil kedelai juga
mangandung zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor yang dapat mengganggu
pertumbuhan ternak, namun zat antinutrisi tersebut dapat rusak oleh pemanasan
sehingga aman untuk ternak. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan
seperti pengambilan lemak, pemanasan, dan penggilingan (Boniran,1999).
9
Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12% (Hutagalung,
1999).
Bungkil kedelai merupakan salah satu bahan pakan yang sangat baik bagi
ternak. Kadar protein bungkil kedelai dapat mencapai 50% (Parakkasi, 1999).
Tingkat degradasi (protein) kedelai dalam rumen relatif tinggi dibandingkan
dengan sumber protein berkualitas baik lainnya, dapat mencapai 75% (Uhi, 2006).
Menurut Anggorodi (1995) bungkil kedelai mengandung nutrisi yang tinggi yaitu
PK 49%, SK 3,5%, LK 1,5%, Ca 0,32%, P 0,24%.
3. Urea
Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum
ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit efek
keracunan yang diakibatkannya dibandingkan dengan biuret. Secara fisik urea
berbentuk kristal padat berwarna putih dan higroskopis. Perlakuan amoniasi
dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang baik terhadap pakan.
Setelah terurai menjadi NH3 dan CO2, dengan adanya molekul air, NH3 akan
mengalami hidrolisis menjadi NH4+
dan OH-. Senyawa NH3 mempunyai pKa =
9,26, berarti bahwa dalam suasana netral (pH = 7) akan lebih banyak terdapat
sebagai NH+. Dengan demikian amoniasi akan serupa dengan perlakuan alkali.
Gugus OH dapat memutus ikatan hidrogen antara oksigen pada karbon nomor 2
molekul glukosa satu dengan oksigen karbon nomor 6 molekul glukosa lain yang
terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa dan lignohemiselulosa. Telah
diketahui bahwa dua ikatan terakhir ini bersifat labil alkali, yaitu dapat diputus
10
dengan perlakuan alkali. Dengan demikian pakan akan memuai dan lebih mudah
dicerna oleh mikroba rumen (Puastuti, 2010).
4. Tepung Rese/ Tepung Limbah Kepala Udang
Tepung udang mengandung asam amino glisin yang merupakan bahan
pengikat, yang dapat merangsang daya tarik ternak kepada pakan. Tepung kepala
udang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai sumber protein dan bahan pengikat
dalam pakan udang (Alava dkk., 1982). Selanjutnya menurut Murdinah (1989)
tepung kepala udang dibuat dari limbah udang yang masih mempunyai kandungan
protein yang tinggi. Tepung kepala udang mempunyai kandungan protein 15
sampai 20%. Daging udang mengandung asam amino esensial, seperti lisin,
histidin, arginin, tirosin, triptofan, dan sistin.
Daya Cerna
Kemampuan seekor ternak mengkonsumsi pakan tergantung pada hijauan,
temperatur lingkungan, ukuran tubuh ternak dan keadaan fisiologi ternak.
Konsumsi makanan akan bertambah jika aliran makanan cepat tercerna atau jika
diberikan makanan yang berdaya cerna tinggi. Penambahan makanan penguat atau
konsentrat ke dalam pakan ternak juga dapat meningkatkan palatabilitas pakan
yang dikonsumsi dan pertambahan berat badan (Anggorodi, 1994).
Kecernaan pakan akan ditentukan oleh karakteristik degradasi dan
kecepatan aliran (outflow wrate) atau laju dari zat pakan tersebut
meninggalkan rumen sedangkan konsumsi pakan akan ditentukan oleh kecernaan
pakan dan kapasitas rumen (Ismartoyo, 2011). Menurut Maynard et al. (1983)
Tongkol jagung tergolong pakan serat bermutu rendah, kecernaan dan
11
palatabilitasnya pun rendah. Rendahnya kecernaan disebabkan kandungan lignin
yang tinggi yang membentuk komplek dengan selulosa dan hemiselulosa, Oleh
karena itu agar nilai gizi dan kecernaannya dapat ditingkatkan perlu dilakukan
pengolahan.
Pakan yang masuk ke mulut akan mengalami proses pengunyahan atau
pemotongan secara mekanis sehingga membentuk bolus. Pada proses ini, pakan
bercampur dengan saliva kemudian masuk ke rumen melalui esofagus untuk
selanjutnya mengalami proses fermentatif. Bolus di dalam rumen akan dicerna
oleh enzim mikroba. Partikel pakan yang tidak dcerna di rumen dialirkan ke
abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim pencernaan. Hasil pencernan
tersebut akan diserap oleh usus halus dan selanjutnya masuk dalam darah (Sutardi,
1980). Rumen mengandung banyak tipe bakteri, protozoa dan jamur. Beberapa
spesies mikroba rumen mampu menghasilkan enzim selulase dan hemiselulase
yang dapat menghidrolisa isi sel dan dinding sel tanaman pakan. Degradasi pakan
oleh ternak ruminansia dilakukan di dalam rumen dan sebagian besar kebutuhan
zat makanan ternak ruminansia merupakan hasil degradasi sel tanaman pakan oleh
mikroba rumen. Dalam rumen, degradasi dan fermentasi pakan oleh mikroba
rumen terjadi baik secara sendiri-sendiri, bersama-sama maupun interaksi bakteri,
protozoa dan fungi rumen. Konsumsi pakan akan ditentukan oleh kecernaan
pakan dan kapasitas rumen, sedangkan kecernaan pakan akan ditentukan oleh
karakteristik degradasi dan kecepatan aliran (outflow rate) atau laju dari zat pakan
tersebut meninggalkan rumen (Ismartoyo, 2011).
12
Daya Cerna Bahan Kering
Kecernaan bahan kering dipengaruhi oleh kandungan protein pakan,
karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang
berbeda-beda. Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat
menentukan nilai pakan. Setiap jenis ternak ruminansia memiliki mikroba rumen
dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam mendegradasi ransum, sehingga
mengakibatkan perbedaan kecernaan (Sutardi 1979).
Kecernaan pakan dapat didefinisikan dengan cara menghitung bagian zat
makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan
tersebut telah diserap oleh ternak. Kecernaan pakan biasanya dinyatakan dalam
persen berdasarkan bahan kering. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan
antara lain komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan
satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam
pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald dkk., 2002). Daya cerna juga
merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang
hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang dimakan
dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses (Anggorodi, 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna bahan pakan adalah suhu,
laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik dari pakan, komposisi
ransum dan pengaruh perbandingan dengan zat lainnya (Anggorodi, 1994),
komposisi kimia bahan, daya cerna semu protein kasar, penyiapan pakan
(pemotongan, penggilingan, pemasakan, dan lain-lain), jenis ternak, umur ternak,
dan jumlah ransum (Tillman dkk., 1991).
13
Daya Cerna Bahan Organik
Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu,
komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan
asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Nilai kecernaan
bahan organik (KBO) didapatkan melalui selisih kandungan bahan organik (BO)
awal sebelum inkubasi dan setelah inkubasi, proporsional terhadap kandungan BO
sebelum inkubasi tersebut (Blümmel dkk., 1997).
Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi
kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat,
protein, lemak, dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan
tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses
pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut.
14
HIPOTESIS
Diduga bahwa penambahan berbagai bahan pakan sumber protein (tepung
ikan, tepung udang, bungkil kedelai dan urea) pada pelet pakan komplit berbasis
tongkol jagung akan meningkatkan daya cerna bahan kering dan bahan organik
pada kambing kacang jantan.
15
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2015.
Penelitian dimulai dengan pembuatan pelet pakan komplit dilaksanakan di
Laboratorium Industri Pakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang
kemudian dilanjutkan dengan analisis kandungan bahan kering dan bahan organik
berdasarkan analisis proksimat di Laboratorium Kimia Pakan Ternak Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin.
Materi Penelitian
Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung,
dedak padi, urea, tepung udang, tepung bungkil kedelai, tepung tapioka, tepung
jagung, tepung ikan, molases, mineral, dan garam dapur, serta ternak yang
digunakan untuk penelitian ini adalah kambing kacang jantan.
Peralatan yang digunakan adalah timbangan, grinder, corong plastic,
toples, mesin pelet, baskom, dan talang, serta kandang metabolisme
Metode Penelitian
Penelitian ini di laksanakan berdasarkan Rancangan Bujur Sangkar Latin
(RBSL) 4 4 (4 perlakuan dan 4 Periode). Keempat perlakuan tersebut sebagai
berikut:
P1 :Pelet pakan komplit mengandung tepung ikan
P2 :Pelet pakan komplit mengandung urea
P3 :Pelet pakan komplit mengandung bungkil kedelai
P4 :Pelet pakan komplit mengandung tepung udang
16
Adapun denah perlakuan pelet pakan komplit pada kambing kacang jantan
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Denah Perlakuan Pelet Tongkol Jagung pada Kambing Kacang
Jantan Selama Penelitian
Periode Kambing
A B C D
I P1 P2 P4 P3
II P2 P1 P3 P4
III P4 P3 P1 P2
IV P3 P4 P2 P1
Komposisi bahan pada setiap perlakuan tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Tiap Perlakuan Pelet Tongkol Jagung
pada Kambing Kacang Jantan
Bahan (%) Perlakuan
P1 P2 P3 P4
Tongkol Jagung 50,0 50,0 50,0 50,0
Dedak padi 10,0 12,5 9,0 10,0
Tepung Jagung 8,0 13,0 7,0 5,0
Bungkil Kelapa 5,0 5,0 5,0 5,0
Tapioka 1,0 1,0 1,0 1,0
Tepung udang 0 0,0 0 12,0
Bungkil Kedelai 0 0,0 11,0 0
Urea 0 1,5 0 0
Tepung Ikan 9,0 0,0 0 0
Molases 15,0 15,0 15,0 15,0
Garam 1,0 1,0 1,0 1,0
Mineral Mix 1,0 1,0 1,0 1,0
Total 100 100 100 100
17
Kandungan nutrisi dari bahan pakan yang digunakan dalam pembuatan
pelet pakan komplit berbasis tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Pelet Pakan Komplit pada setiap Perlakuan
Jumlah Perlakuan
P1 P2 P3 P4
Bahan Kering 87,31 85,93 87,20 87,53
Protein Kasar 10,42 10,19 10,29 10,24
Serat Kasar 15,35 15,30 15,09 16,89
Lemak Kasar 4,10 3,16 2,63 3,34
Ca 0,90 0,53 0,44 1,34
P 0,34 0,18 0,13 0,26
Sumber : Formulasi Ransum Pelet Pakan Komplit
Prosedur Pembuatan Pelet Pakan Komplit
Tongkol jagung dan bahan pakan lainnya yang masih kasar di giling halus
terlebih dahulu dengan menggunakan rinder (mesin penggiling). Kemudian setiap
bahan pakan ditimbang berdasarkan formulasi tiap perlakuan dan dicampur secara
merata. Untuk Molases ditambah air 10% kemudian dicampurkan dengan bahan
pakan yang telah dicampur dan dicetak dengan menggunakan mesin pelet
berukuran 0,5 cm.
Kandang Metabolisme
Penelitian ini menggunakan 4 ekor kambing kacang jantan dengan umur
1,5 – 2,0 tahun. Kambing ditempatkan dalam kandang metabolisme yang
dilengkapi tempat pakan dan urine. Kandang ini dipasangi ram plastik di bawah
lantai kandang yang berfungsi sebagai filtrasi feses dan urine, corong plastik dan
toples dipasang di bawah ram plastik untuk menadah urine, sehingga feses dan
urine tertampung dalam penampungan masing-masing.
18
Prosedur pembuatan pelet pakan komplit untuk kambing kacang jantan
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Prosedur Pembuatan Pelet Pakan Komplit
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini berlangsung 4 periode penelitian, tiap periode dibagi 2 tahap
yaitu tahap pertama pembiasaan selama 9 hari dan tahap kedua yaitu pengambilan
data selama 6 hari. Pembiasaan pakan dimasudkan agar ternak terbiasa dengan
pakan yang diberikan, dan semua pakan yang dimakan sebelumnya sudah keluar
semua selama 9 hari. Sedangkan periode koleksi atau pengambilan data selama 6
hari adalah data yang diambil merupakan pengaruh pakan perlakuan.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pakan, feses, dan urine dilakukan selama 6 hari
terakhir pada setiap periode. Sampel pakan yang terkumpul selama 6 hari di
sampel sebanyak 10%. Sampel feses dan urine disimpan dalam freezer dan hari
air 5 %
Bahan Pakan
Yang Masih
Kasar
Tongkol
Jagung
Penggilingan
Formulasi
Penimbangan
Mixing
Peleting
Pelet Pakan Komplit
19
terakhir dikompositkan kemudian diambil subsample 10% untuk keperluan
analisis di Laboratorium.
Analisis Laboratorium
Sampel feses dan pakan yang diperoleh pada periode sampling diovenkan
pada suhu 65o C selama 48 jam. Selanjutnya digiling halus untuk analisis
kandungan bahan pakan kering dan bahan organik. Penentuan bahan kering dan
bahan organic sampel feses dan pakan ditetapkan mengikuti prosedur dari AOAC
(2000) :
Bahan Kering
1. Cawan porselin yang bersih dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105°C
selama 2 jam. Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit
dan ditimbang (a gram).
2. Menimbang sampel sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam
cawan porselin (b gram).
3. Kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam dan
setelah kering didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali (c
gram).
Rumus yang digunakan adalah :
Berat Bahan Kering = Kadar Bahan Kering x Berat Feses Perhari
Keterangan : a : berat sampel setelah oven (gram)
b : berat sampel sebelum oven (gram)
20
Bahan Organik
1. Sampel ditambah cawan penetapan kadar air di atas dimasukkan ke
dalamtanur listrik selama 3 jam pada suhu 600°C.
2. Dibiarkan agak dingin (suhunya sekitar 200°C), kemudian dimasukkan
kedalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang (d gram).
Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar abu adalah:
–
x 100%
Kadar Bahan Organik = 100% − abu
Berat Bahan Organik = Kadar Bahan Organik x Berat Bahan
Kering
Keterangan: a = berat cawan kosong
b = berat cawan + sampel sebelum ditanur
d = berat cawan + sampel setelah ditanur
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kecernaan bahan kering
(KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) ternak kambing kacang terhadap ransum
komplit dengan kandungan protein berbeda.
Kecernaan dihitung berdasarkan rumus :
Keterangan : BK = Bahan Kering
BO = Bahan Organik
21
Analisis Data
Data dianalisis dengan analisis ragam berdasarkan Rancangan Bujur
Sangkar Latin 4 4 (4 perlakuan dan 4 ulangan). Perlakuan yang berpengaruh
nyata terhadap parameter yang diukur selanjutnya diuji dengan menggunakan uji
Duncan (Steel dan Tornie, 1981). Dengan model matematika sebagai berikut.
Yijk = µ + ßi + Κj + Ƭk + ξ ijk
µ = rataan umum
ßi = pengaruh baris ke-i (i = 1,2,3,4)
Κj = pengaruh kolom ke-j (j = 1,2,3,4)
Ƭk = pengaruh perlakuan ke k (k =1,2,3,4)
ξ ijk = pengaruh galat (ijk = 16)
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai rataan daya cerna bahan kering dan bahan organik pelet pakan
komplit berbasis tongkol jagung mengandung bahan pakan sumber protein
berbeda pada kambing dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan nilai daya cerna bahan kering dan bahan organik.
Parameter Perlakuan
P1 P2 P3 P4
Daya Cerna Bahan Kering (%) 62,40bc
54,89a 56,65
ab 63,97
c
Daya Cerna Bahan Organik (%) 61,98c 51,50
a 53,77
ab 60,64
bc
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
P1 = Pelet pakan komplit mengandung tepung ikan
P2 = Pelet pakan komplit mengandung Urea
P3 = Pelet pakan komplit mengandung bungkil kedelai
P4 = Pelet pakan komplit mengandung tepung limbah
udang
Daya Cerna Bahan Kering
Analisis ragam memperlihatkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap daya cerna bahan kering pakan. Uji Duncan menunjukkan
bahwa daya cerna perlakuan P1 dan P4 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding
dengan daya cerna perlakuan P2. Daya cerna perlakuan P4 lebih tinggi (P<0,05)
dibanding P3, tetapi tidak berbeda (P>0,05) dengan P1. Begitupula P1 dan P3
tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05).
Secara umum daya cerna bahan kering pelet pakan komplit yang
mendapatkan sumber protein tepung ikan dan tepung udang, relatif lebih baik
dibanding dengan daya cerna bahan kering pelet dengan sumber protein urea dan
bungkil kedelai. Hal ini kemungkinan disebabkan tepung ikan dan tepung udang
23
memiliki kandungan protein lebih baik dan asam amino yang lengkap dan mudah
dicerna. Sutardi (1979), menyatakan bahwa daya cerna bahan kering dipengaruhi
oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan
dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda. Kecernaan bahan organik
merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan. Didukung dengan
pernyataan Menurut Sutardi (1979), bahwa daya cerna bahan kering dipengaruhi
oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan
dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda. Kecernaan bahan organik
merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan. Setiap jenis ternak
ruminansia memiliki mikroba rumen dengan kemampuan yang berbeda-beda
dalam mendegradasi ransum, sehingga mengakibatkan perbedaan kecernaan.
Rendahnya daya cerna pada P2 (urea) disebabkan karena urea merupakan
nitrogen non protein (NPN) dan kemungkinan urea yang ada dalam pakan sangat
mudah terdegradasi dalam rumen menjadi amonia. Ketersediaan amonia tanpa
dibarengi ketersediaan energi mengakibatkan tidak optimalnya kondisi fermentasi
dalam rumen. Menurut Mathis (1997) urea dapat digunakan oleh mikroba rumen
sebagai sumber nitrogen dan sepenuhnya dapat didegradasi di rumen, namun
sifatnya sangat tidak palatabel dan harus digunakan seperlunya. Hal ini juga
didukung oleh Natsir (2012) kecernaan ramsum pada ternak domba yang
mendapat suplemen protein pakan cenderung lebih baik dibanding kecernaan
ramsum yang mendapat suplement nitrogen non protein (urea).
24
Daya Cerna Bahan Organik
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap daya cerna bahan organik pada kambing kacang jantan. Uji
Duncan menunjukkan bahwa daya cerna bahan kering pada P1 berbeda nyata
terhadap P2 dan P3 (P<0,05), namun tidak berbeda nyata terhadap P4 (P>0,05),
sementara P2 tidak berbeda nyata terhadap P3 (P>0,05), namun berbeda nyata
terhadap P4 (P<0,05), serta perlakuan P3 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan
P4 (P>0,05). Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P1 memberikan rataan
tertinggi yaitu sebesar 61,98. Semetara P2 memberikan rataan paling rendah
diantara perlakuan yaitu masing-masing sebesar 51. Daya cerna bahan organik
berkaitan erat dengan konsumsi bahan kering. Paramita et al., (2008) menyatakan
bahwa jumlah pakan akan mempengaruhi kecernaan. Kecernaan sangat erat
kaitannya dengan konsumsi pakan. Dengan demikian, tidak adanya perbedaan
antara daya cerna bahan kering organik juga disebabkan oleh tidak terdapatnya
perbedaan dalam konsumsi bahan kering dan bahan organik perlakuan.
Perlakuan P1 dan P4 memiliki rataan lebih tinggi dibanding P2 dan P3
yaitu masing-masing sebesar 61,98 dan 60,64. Hal ini kemungkinan disebabkan
kualitas pakan P1 (tepung ikan) dan P4 (tepung udang) yang memilki kualitas
yang baik. Hal ini didukung oleh Ali (2008) yang menyatakan bahwa
peningkatan konsumsi pakan bagi ternak selaras dengan meningkatnya kualitas
dan kecernaan pakan yang diberikan, sedang kecernaan pakan tergantung dari
kandungan serat yang tidak mampu dimanfaatkan ternak. Sedangkan perlakuan P2
dan P3 memiliki rataan rendah yaitu sebesar 51,50 dan 53,77 serta tidak berbeda
25
nyata (P>0,05) terhadap daya cerna bahan organik, artinya perlakuan ini
mempunyai pengaruh yang sama terhadap daya cerna bahan organik pada
kambing kacang jantan.
Data (Tabel 4) memperlihatkan bahwa pola kecernaan bahan kering itu
sama dengan pola kecernaan bahan organik, yang mana daya cerna bahan organik
pelet pakan komplit yang mengandung sumber protein tepung ikan atau tepung
limbah udang lebih baik dari pada daya cerna bahan organik pelet yang
mengandung urea atau bungkil kedelai. Hal ini dapat dimaklumi karena bahan
organik merupakan komponen terbesar dari bahan kering. Pernyataan tersebut
didukung dengan pendapat Murni dkk (2012) menyatakan bahwa tinggi
rendahnya konsumsi bahan organik akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
konsumsi bahan kering.
Secara umum, baik dalam aspek daya cerna bahan kering maupun daya
cerna bahan organik, sumber protein tepung ikan atau limbah udang itu lebih baik
dibanding urea atau bungkil kedelai namun hal ini belum bisa dijadikan sebagai
patokan dalam menentukan ransum terbaik. Beberapa parameter lain masih
diperlukan untuk sampai pada kesimpulan tersebut.
26
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan
tepung ikan dan tepung udang sebagai sumber protein dalam pembuatan pelet
pakan komplit berbasis tongkol jagung menghasilkan daya cerna bahan kering dan
bahan organik ransum yang lebih tinggi dibanding penggunaan urea dan bungkil
kedelai sebagai sumber protein.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penambahan sumber protein
dalam pelet pakan komplit berbasis tongkol jagung sebagai pakan ternak kambing
untuk melihat kinerja produksi dan efisiensi ekonomisnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alava, R. Veronica & C. Lim. 1982. The quantitative dietary protein
requirement.Environment. Aquaculture, 30: 53 – 61.
Ali, U. 2008. Pengaruh Penggunaan Onggok dan Isi Rumen Sapi dalam Pakan
Komplit Terhadap Penampilan Kambing Peranakan Etawah.Jurusan Nutrisi
dan Makanan Ternak Fakultas PeternakanUniversitas Islam,Malang.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
, 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Penerbit Gramedia Putaka
Utama. Jakarta.
AOAC. 2000. Association of official analytical chemists, Official methods of
analysis. 15 ed. Washington. DC, USA.
Ashes, J.R., B.D. Sieber, S.K. Gulati, A.Z. Cuthbertson, and T.W. . 1992.
Incorporation of fatty acids of fish oil into tissue and serum lipids of
ruminants. Lipids.27 (8) : 629-631.
Asminaya, N. A. 2007. Penggunaan Ransum Komplit Berbasis Sampah Sayuran
Pasar untuk Produksi dan Komposisi Susu Kambing Perah. IPB. Penerbit :
IPB Pers. Bogor.
Barlow, S.M. and M.L. Windsor. 1983. Fishery by-products. In “CRC Handbook
of Nutritional Supplements”.M. Rechcigl, Jr. (Ed.) Volume II.Agricultural
Use.CRC Press, Inc., Boca Raton, FL. pp. 253-272.
Blümmel, M., H. Steingass and K. Becker. 1997. The relationship between in
vitro gas production, in Vitro microbial biomass yield and 15N incorporated
and its implication for the prediction of voluntary feed intake of roughages.
Br. .Nutr. 77:911-921
Boniran, S. 1999. Quality control untuk bahan baku dan produk akhir pakan
ternak. kumpulan makalah feed quality management waaorkshop. American
soybean association dan balai penelitian ternak hal : 2-7.
Chuzaemi, S. 2002. Arah dan sasaran penelitian nutrisi sapi potong di Indonesia.
Makalah dalam workshop sapi potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan Bogor dan Loka Penelitian Sapi Potong, Malang 11-12 April
2002.
Devendra, C. dan M. Burns.1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis.
Terjemahan: IDK Haryaputra. ITB. Bandung.
28
Ensminger, M.E. 2002. Sheep and goat science (Animal Agriculture Series). 6th
Edition. Interstate Publishers, INC. Danville, Illinois.
Hutagalung, R.I 1999. Defenisi dan standar bahan baku pakan. Kumpulan
Makalah feed Qualy Managemen Worshop. America soybean
associationdan Balai Penelitian Ternak. Hlm 2-13.
Ismartoyo. 2011. Pengantar Teknik Penelitian Degradasi Pakan Ternak
Ruminansia. Penerbit Brilian Internasional. Surabaya.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak
Ruminansia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Krishna, N.H. dan U. Umiyasih. 2007. Studi potensi nutrisi biomass local
potensial: pemanfaatan-nya sebagai bagian dari strategi pe-ngembangan sapi
potong di Indonesia Timur. Prosiding Seminar Nasional. Fakultas
Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.hal. 7-12.
Krisnan, Rantan dan Ginting, S. P. 2009. Penggunaan solid ex-decanter sebagai
perekat pembuatan pakan komplit berbentuk pelet: evaluasi fisik pakan
komplit berbentuk pelet.Loka penelitian kambing potong.Wartazoa vol. 19
no. 2 th. 2009. 64-75.
Lammers, B. P., A. J. Heinrichs and V. A. Ishler. 2003. Use of total mixed rations
for diary cows. Departement of Dairy and Animal Science, The
Pennsylvania State University. http://www.das.psu.edu~dairynutritiod
documents. (24 Maret 2013).
Mathis, C.P. 1997. Protein and Energy Supplementation to Beef Cows Grazing
New Mexico Rangelands. Cooperative Extension Service, New Mexico
State University
Maynard, LA., JK Loosli, HF Hintz dan RG Warner, 1983. Animal
nutrition.Seventh Edition. Hill Publishing Company Limited. New Delhi.
McDonald, P., R. Edwards, J. Greenhalgh, and C. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. 6th
Edition.Longman scientific & Techinical, New York.
Murdinah. 1989. Studi stabilitas dalam air dan daya pikat pakan udang bentuk
pellet. Jurnal Penelitian Pascapanen Perikanan, 15: 29 – 36.
Murni, R., Akmal, dan Y. Okrisandi. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao yang
Difermentasi dengan Kapang Phanerochaete Chrysosporium sebagai
Pengganti Hijauan dalam ransum Ternak Kambing.Agrinak. Vol. 02 No. 1
Maret 2012:6-10.
29
Murtidjo, .2001. Memelihara Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Natsir, A. 2012. Fibre Utilization by Ruminants. Masagena Press, Makassar
Parakkasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit :
Universitas Indonesia. Jakarta.
Paramita, et al. (2008). Konsumsi dan Kercernaan Bahan Kering dan Bahan
Organik dalam Haylase Pakan Lengkap Ternak Sapi Peranakan Ongole.
Media Kedokteran Hewan Vol.24 (1): 59-62.
Puastuti, W. 2010.Urea dalam pakan dan implentasinya dalam rumen kerbau.
Seminar dan Loka Karya Kerbau 2010.Hal : 89-94.
Purbowati, E., C.I. Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S. Budhi dan W. Lestariana. 2009.
Pengaruh pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda pada
penggemukan domba lokal jantan secara feedlot terhadap konversi pakan.
prosiding seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 394-401.
Rocha, A., M. Carpena, B. Triplett, D.W. Forrest, and R.D. Randel. 1995. Effect
of ruminally undegradable protein from fish meal on growth and
reproduction of peripuberal brahman bulls. J. Anim. Sci. 73 : 947-953
Rudiah. 2011. Respon kambing kacang jantan terhadap waktu pemberian pakan.
Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. Jurnal .Hal : 67 –74.
Sitompul, s. 2004. Analisis Asam Amino dalan Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai.
Buletin Teknik Pertanian 9 (1).
Stallings, C.C. 2003. Consider these maximums and remember combinations
when formulating rations. Department of Dairy Science. Virginia Tech,
Blacksburg. Vol. 24, No. 4.
Steel.G.D.R and Torrie. H. J. 1981 Principles and Procedures of statistic A
biometrical approach. Mc Graw-Hill Broh
Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi mikroba
rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produuktivitas ternak.Prosiding
Seminar Penelitian dan Penunjangan Peternakan. LPP Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
, 1980. Peningkatan Mutu Hasil Limbah Lignoselulosa sebagai Makanan
Ternak.Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
30
Tillman, A. D., Hari H., Soedomo R., Soeharto P., dan Soekanto L. 1991. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Penerbit Gadjah Mada University Press. Fakultas
Peternakan UGM
Tjokroadikoesoemo, P.S. 1989.HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya.Penerbit : PT.
Gramedia, Jakarta.
Uhi, Harry Triely. Perbandingan suplemen katalitik dengan bungkil kedelai
terhadap penampilan domba (Comparative of Catalytic Supplement
andSoybean Meal on Performance of Sheep). Jurnal Ilmu Ternak, Juni 2006
Vol. 6 No. 1; 1 – 6.
Wardhani, N. K. dan A. Musofie. 1991. Jerami jagung segar, kering dan
teramoniasi sebagai pengganti hijauan pada sapi potong. Jurnal Ilmiah
Penelitian Ternak Grati. 2. (1):1-5.
Yulistiani, D. 2012. Silase Tongkol Jagung untuk Pakan Ternak Ruminansia.
Tabloid Sinartani Badan Litbang Pertanian. Edisi 18-24 Juli 2012 No.
3466
31
LAMPIRAN :
Kandungan mineral Sapi pelet pakan komplit perkilogram dapat dilihat
pada Table 1.
Tabel 1. Kandungan Mineral Sapi Perkilogram
Kandungan Jumlah (Mg)
Calcium 165.000
Phosphor 52.000
Sodium 157.000
Iron 2.500
Copper 2.500
Manganese 125
Iodine 50
Inc 5.000
Selenium 10
Sumber : Medion
Kandungan nutrisi dari bahan pakan yang akan digunakan dalam
pembuatan pelet pakan komplit dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrisi setiap Bahan Pakan Pelet Pakan Komplit
Sumber: a=Wahyono (2004). b= Suryaningrum (2011) .c= Anggorodi (1995).
BahanPakan BK
(%)
PK
(%)
SK
(%)
LK
(%) Ca P
Tongkol jagunga
76,61 5,62 25,55
1,58
0,12 0,04
TepungIkanc
89,70 59,00
5,70
9,00
5,50 2,60
Tepung Reseb
91,40 45,00 17,59 6,62 7,76 1,31
Urea
- 287,00 3,00 14,80 12,00 5,00
Bungkil kedelaic
88,60 49,00
3,50
1,50
0,32 0,24
Bungkil Kelapa 87,90 21,50 15,00 2,00 0,20 0,20
Dedak padic
89,60 12,90
11,40
13,00
0,04 0,21
Tepung Tapiokac
89,70 2,50
4,00
0,50
0,30 0,12
Tepung jagungc
89,10 9,00
2,00
4,00
0,02 0,10
Molasesc
87,50 4,00
0,38 0,08 1,50 0,10
Mineral Mix(Sapi) - - - - 16,20 5,20
Garam - - - - 0,10 -
32
Lampiran : Hasil Perhitungan Daya Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik
Bahan Kering
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:DCBK
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 837.238a 9 93.026 6.170 .019
Intercept 56604.737 1 56604.737 3.754E3 .000
PERIODE 126.404 3 42.135 2.795 .131
TERNAK 479.992 3 159.997 10.612 .008
PERLAKUAN 230.842 3 76.947 5.103 .043
Error 90.464 6 15.077
Total 57532.439 16
Corrected Total 927.702 15
a. R Squared = .902 (Adjusted R Squared = .756)
DCBK
PERLAKUA
N N
Subset
1 2 3
Duncana P2 4 54.898
P3 4 56.650 56.650
P1 4 62.395 62.395
P4 4 63.975
Sig. .547 .081 .586
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 15.077. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
33
Bahan Organik
BO
Perlakuan N
Subset
1 2 3
Duncana P2 4 51.502
P3 4 53.770 53.770
P4 4 60.645 60.645
P1 4 61.980
Sig. .457 .053 .656
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 16.274. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:BO
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 989.615a 9 109.957 6.757 .015
Intercept 51937.271 1 51937.271 3.191E3 .000
Peride 213.826 3 71.275 4.380 .059
Kambing 460.833 3 153.611 9.439 .011
Perlakuan 314.957 3 104.986 6.451 .026
Error 97.645 6 16.274
Total 53024.530 16
Corrected Total 1087.260 15
a. R Squared = .910 (Adjusted R Squared = .775)