dasar teori ( final )

Upload: ritana-cahyani

Post on 20-Jul-2015

582 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

A. Ordo Diptera Ordo diptera memiliki lebih dari 80 ribu spesies yang berasal dari kurang lebih 140 famili. Ia merupakan kelompok arthropoda yang paling berperan dalam penularan berbagai macam mikroorganisme penular penyakit. Diptera berasal dari bahasa Yunani yang artinya dua dan ptera yang artinya sayap. Sesuai dengan namanya, arthropoda ini hanya mempunyai 2 sayap oleh karena pasangan sayap asangan sayap yang posterior telah berubah bentuk dan fungsinya menjadi alat keseimbangan yang disebut halter. Ordo diptera mempunyai mata majemuk (compound eyes) dan umumnya juga memiliki 3 ocelli. Metamorfosa adalah lengkap, terdiri dari empat tahapan yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa (imago). Sebagian besar spesies lalat adalah berada di anatar ovaparous dan pupiparous. Semua anggota ordo diptera mempunyai mulut yang berfungsi untuk mengisap dengan berbagai macam variasi. Banyak di antaranya memiliki alat untuk menusuk yang berguna pula untuk mengisap darah.

Famili Culicidae

Famili culicidae atau nyamuk merupakan anggota ordo diptera yang berbentuk langsing, baik tubuhnya, sayap maupun proboscisnya. Proboscis adalah alat untuk menusuk dan menghisap cairan makanan atau darah. Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia mulai dari daerah kutub sampai ke daerah tropika, dapat dijumpai 5000 meter di atas permukaan

laut sampai kedalaman 1500 meter di bawah permukaan tanah di aderah pertambangan. Nyamuk dewasa hidup di udara, telur diletakkan di air sedangkan larva dan pupa hidup dalam air (aquatic). Breeeding place (tempat berkembang biak) adalah air yang sangat bervariasi jenisnya. Terdapat 3 subfamili dari nyamuk: 1. Toxorhynchitinae yang nyamuk dewasanya mempunyai ukuran yang besar, dengan sisisk-sisisk metalik, prboscis melengkung kuat ke bawah, pengisap cairan tanaman (bunga) dan larvanya adalah pemangsa larva atau binatang laian yang lebih kecil. 2. Culicinae yang palpus betinanya lebih pendek daripada separuh panjang proboscis, scutellum triboli dan betina mengisap darah. 3. Anophelinae yang mempunyai palpus yanga sama panjang dengan proboscis, baik yang betina maupun yanga jantan, scutellum rata dan hanya yang betina mengisap darah. Pada identifikasi dari nyamuk, terminalia yaitu bagian ujung dari abdomen, pada nyamuk jantan merupakan penentuan diagnosa spesies yang dapat diadalkan. Antena nyamuk jantan berbulu panjang (plumose) sedangkan antena nyamuk betina berbulu pendek (pilose).

Siklus hidup nyamuk Semua nyamuk mengalami metamorfosa sempurna (holometabola) yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Larva dan pupa memerlukan air untuk kehidupannya, sedangkan telur pada beberapa spesies dapat tahan hidup dalam waktu lama tanpa air, meskipun harus tetap dalam lingkungan yang lembap. Telur nyamuk diletakkan di permukaan air satu demi satu pada Anopheles, berderet-deret pada Culex atau ditempatkan di sepanjang tepi dari air, misalnya pada nyamuk Aedes. Masa inkubasi telur berlangsung selama beberapa hari dan sesudah masa tersebut lengkap, telur segera menetas jika diletakkan di air. Larva mengalami empat kali pergantian kulit dan segera berubah menjadi pupa. Bentuk pupa yaitu fase tanpa makan yng aktif dan sangat sensitif terhadp pergerakan air ini, hanya berlangsung dalam waktu 2 sampai 3 hari. Nyamuk dewasa jantan umumnya hanya tahan hidup selama 6 sampai 7 hari sedangkan yang betina dapat mencapai 2 minggu. Nyamuk-nyamuk di laboratorium yang dipelihara dengan cukup kardohidrat dalam kelembapan yang tinggi, dapat mencapai usia beberapa bulan.

Kebiasaan makan nyamuk Nyamuk jantan tidak mengisap darah melainkan mengisap madu ataupun cairan lain yang berasal dari tumbuhan. Nyamuk betina umumnya mengisap darah kecuali Toxorhynchitinae yang mengisap cairan tanaman. Sebagian besar spesies adalah zoophilous yang menyukai darah binatang.

Nyamuk betina umumnya mengisap darah sebelum bertelur agar reproduksi dapat berlangsung. Oleh karena kebiasaan makannya, maka hanya nyamuk-nyamuk yang mengisap darah yang penting dalam bidang kesehatan yaitu nyamuk Aedes, Culex, A nopheles, dan Mansonia.

Subfamili Culicinae

Ciri-ciri khas Semua anggota subfamili culicinae mempunyai scutellum yang triboli. Abdomen tertutup oleh sisik-sisik yang lebar mendatar, larva mempunyai siphon yang tumbuh langsing dengan pecten yang berbentuk sempurna dan umumnya mempunyai lebih dari satu kelompok hair tufts. Telur-telur diletakkan berderet-deret sepeti rakit di permukaan air atau atau dilekatkan pada dinding bejana. Telur subfamili initidak mempunyai pelampung. Dari 1500 spesies nyamuk yang termasuk dalam lebih dari 20 genus, hanya 2 genus yang penting yaitu genus Aedes dan genus Culex.

Genus Culex Sejumlah nyamuk yang termasuk dalam genus culex dikenal sebagai vektor penular arbovirus, demam kaki gajah dan malaria pada unggas. Pada umumnya mereka pengisap darah burung, yang betina mempunyai abdomen yang berujung tumpul dan juga pulvilli. Larvanya

mempunyai siphon yang khas, panjang langsing dengan beberapa hair tufts. Nyamuk yang penting dalam genus culex ini antara lain adalah Culex pipiens quinquefqsciatus yang sering disebut sebagai Culex fatigans yang menjadi vektor filiaris pada manusia, Culex pipiens vektor penular penyakit St. Louis enchepalitis dan Culex tarsalis vektor penting western enchepalitis dan St. Louis enchepalitis dan Culex

tritaeniorhynchus yang merupakan vektor utama Japanese enchepalitis yang banyak ditemukan di daerah Asia Timur dan Asia Tenggara. Tempat berkembang biak nyamuk Culex berbeda-beda jenisnya. Pada Culex pipiens complex tempat berkembang biak berupa air hujan dan air lainnya yang mempunyai kadar bahan organik yang tinggi, Culex tarsalis menyukai segala jenis genangan air terutama yang terkena sinar matahari, sedangkan Culex tritaeniorhynchus menyukai air tanah dan rawa-rawa. Genus Aedes Ciri yang khas dari genus ii adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci pada nyamuk-nyamuk lainnya. Larva Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing yang hanya memiliki satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna. Telur diletakkan satu demi satu pada permukaan air atau pada perbatasan air dan bejana tempat penyimpan air. Semua nyamuk betina spesies ini mengisap darah, banyak di antaranya pada siang hari, terutama pada petang hari. Di Indonesia nyamuk Aedes

yang paling penting adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, oleh karena keduanya merupakan vektor demam berdarah dengue. Aedes aegypti juga dikenal sebagai vektor penular penyakit demam kuning (yellow fever), oleh karena itu ia sering disebut juga yellow fever mosquito meskipun ia juga dapat menularkan virus dengue dan cikungunya. Nyamuk yang tersebar luas di dunia yang terletak di antara 40o lintang utara dan 40o lintang selatan ini, hanya mampu hidup pada suhu udara antara 8o celcius dan 37o celcius. Nyamuk dewasa mempunyai bercak-bercak putih keperakan atau putih kekuningan pada tubuhnya yang berwarna hitam. Di bagian dorsal dari thoraks terdapat bentuk bercak yang khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di tepinya. Telur Aedes aegypti dalam keadaan kering dapat tahan bertahuntahun lamanya. Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat nerkembang biak nyamuk ini, misalnya gentong air minum, bak kosong berisi air hujan, bak kamar mandi dan juga lipatanlipatan dan lekukan daun yang berisi air hujan. Aedes albopictus umumnya lebih menyukai genangan air alami yang terdapat di luar rumah sebagai tempat berkembang biaknya, misalnya potongan bambu pagar atau tebangan bambu, tempurung kelapa dan lubang-lubang pohon. Aedes albopictus mudah dibedakan bentuknya dengan Aedes aegypti oleh karena garis toraksnya tidak mempunyai garis yang melengkung. Selain itu Aedes albopictus sering dijumpai di luar rumah, berbeda dengan Aedes

aegypti yang lebih banyak dijumpai mencari mangsa di dalam rumah atau di sekitar rumah.

Subfamili Anophelia

Ciri-ciri khusus Nyamuk Anopheles merupakan genus yang terpenting pada subfamili ini oleh karena ia merupakan satu-satunya jenis nyamuk yang dapat menularkan penyakit malaria pada manusia. Nyamuk ini mudah dibedakan dengan nyamuk Culex maupun Aedes oleh karena pada kedua jenis kelamin nyamuk Anopheles ini palpusnya sama panjang dengan proboscis, pada nyamuk jantan palpus ujungnya membesar (club-shaped). Scutellum bulat, tidak mempunyai lobus. Kaki-kakinya panjang dan langsing, abdomen tidak mempunyai bercak. Terdapat lebih dari 300 spesies dan subspesies pada genus anopheles, 50 spesies di antaranya dapat menularkan malaria tetapi hanya 30 spesies yang bena-benar merupakan vektor malaria yang baik. Tempat berkembang biak nyamuk Anopheles sangat bervariasi, tergantung spesies nyamuk dan lingkungan hidup sekitarnya. Sebagai contoh nyamuk Anopheles sundaicus menyukai air payau yang banyak dijumpai di daerah selatan pulau Jawa sedangkan Anopheles aconitus lebih menyukai air tergenang yang terdapat di sawahsawah, oleh karena itu pemberantasan nyamuk Anopheles sangat

tergantung pada jenis nyamuk Anopheles yang menjadi vektor di daerah tertentu dan jga harus memperhatikan keadaan lingkungan hidup serta cara-cara hidup penduduk daerah malaria tersebut. Dalam siklus hidupnya, umumnya telur Anopheles telah menetas menjadi larva dalam waktu 1 atau 2 hari. Stadium larva berlangsung selama waktu antara 8 dan 12 hari, stadium pupa 2 sampai 3 hari dan nyamuk dewasa dapat mencapai umur sampai 1 bulan. Larva mempunyai palmate hair.

Famili Muscodiae

1. Pengertian lalat Lalat adalah serangga anggota ordo diptera terbesar ke empat dari kelas hexapoda atau insekta yang mempunyai jumlah genus dan spesies tersebar yaitu mencakup 60-70 % dari seluruh anthropoda yang menduduki posisi penting dalam bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat serta dalam bidang verteriter, kerumunan lalat dapat mengangu orang pada saat bekerja maupun beritirahat. Peranan lalat dalam kesehatan masyarakat maupun hewan telah banyak diketahui sehubungan dengan perilaku hidupnya samaph, makanan, dan pada tnja dari situlah lalat membawa berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Hal ini disebabkan karena lalat mempunyai tubuh semacam perekat. yang tertutup dengan bulu-bulu yang mengandung

Berbagai penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain virus, bakteri, protozoa, dan telur cacing yang menempel pada tubuh lalat dan tergantung dari spesiesnya. Lalat Musca domestika dapat membawa telur cacing ( Oxyrus vermiculris ), Trichuris trichiura, cacing tambang, dan Ascaris lumbricoides), protozoa ( Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan Balantidium coli ), virus polio. Treponema pertenue ( penyebab frambusia ), dan Mycobacterium tuberculosis. Lalat Musca domestica dapat bertindak sebagai vektor penyakit typus, disentri, kholera dna penyakit kulit. Lalat Fannia dewasa dapat menularkan berbagai jenis penyakit miasis dan enteric pseudomiasis ( walaupun jarang . Lalat hijau dapat menularkan nyasis mata, tulang dan organ lain melalui luka. Lalat Sarcophaga dapat menularkan paenyakis miasis kulit, hidung, sinus, jaringa, vagina dan usus.

1. Klasifikasi Lalat Klasifikasi lalat adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum Class Ordo : Arthropoda : Hexapoda : Diptera : Muscidae, Sachopagidae, Challiporidae, dll : Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, dll

Family Genus

Spesies : Musca domestica, Stomoxys calcitrans, Phenesia sp, Sarchopaga sp, dll

2. Siklus hidup lalat Lalat mengalami metamorfosis sempurna, dengan stadium telur, larva, atau tempayak, pupa dan lalat dewasa. Perkembangan lalat memerlukan waktu antara 7-22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia. Lalat betina telah mengasilkan telur pada usia 4 8 hari, dengan jumlah telur sebanyak 75 samapi 150 butir dalam sekali bertelur. Semasa hidupnya seekor lalat bertelur 5-6 kali. Berikut masing-masing fase dalam perkembangan lalat : 1. Fase telur Bentuk telur lalat adalah oval panjang dan berwarna putih. Telur diletakkan pada bahan organik yang lembab ( sampah dan kotoran binatang, dll). Pada tempat yang tidak langsung kena sinar matahari. Biasanya telur menetas setelah 8 30 jam, tergantung pada suhu sekitarnya. 2. Fase larva atau tempayak Tingkat I : Telur yang baru menetas disebut instar I, berukuran panjang 2 mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan ganas terhadap makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II.

Tingkat II

: Ukuran besarnya 2 kali dari instar I, setelah I sampai beberapa hari maka kulit akan mengelupas dan keluar instar III.

Tingkat III

: Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memerlukan waktu 3 sampai 9 hari. Larva mencari tempat dengan berpindah-pindah tempat, misalnya : pada gundukan sampah organik.

3. Fase pupa atau kepompong Pada fase ini jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa, stadium ini berlangsung 3-9 hari, setelah stadium ini selesai maka melalui celah lingkaran pada bagian anterior akan keluar lalat muda. 4. Lalat dewasa Proses pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih dari 15 jam dan setelah itu siap untuk mengadakan perkawinan. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2 4 minggu

A. Ordo scorpionida a. Morfologi Ordo ini memiliki abdomen yang bersegmen-segmen sangat jelas. Selain itu terdapat pemanjangan pada ujung abdomen yang berbentuk seperti ekor, yang berakhir sebagai alat sengat. Pedipalp

pada ordo scorpionida ini sangat membesar dengan 2 segmen yang terakhir membentuk catut. b. Biologi Kala ( scorpion ) adalah binatang malam yang banyak dijumpai di daerah beriklim panas. Siang hari ia banyak dijumpai bersembunyi dibawah batu, kayu, pasir atau tanah. Hewan ini bernapas dengan menggunakan paru-paru buku ( BOOKLUNGS) dan berkembang biak secara ovovivipar. Makanannya adalah serangga, laba-laba, dan rodent kecil. c. Kepentingan Medis Spesies yang kecil tidak menimbulkan gangguan. Spesies ukuran besar, yaitu yaitu genus Buthus dan genus Centruroides sengatannya sangat berbahaya. d. Gejala Klinis Racun yang dikeluarkan dapat menyebabkan paralyse, gangguan saraf, kejang-kejang. Gejala lokal berupa rasa panas seperti terbakar diiringi rasa gatal. Kematian terjadi karena gangguan pernapasan, oedema paru-paru, terutama pada anak-anak. e. Pengobatan Seperti pada keracunan laba-laba, dapat dilakukan pengikatan proximal luka. Rasa sakit lokal dikurangi dengan penyemprotan Ethylclorida atau suntikan Novocain di sekitar luka. Pengobatan sistemik preparat kortison dan suntika antivenin. Pencegahan dapat

dilakukan dengan penyemprotan rumah dengan insektisida (household insectisida). B. Ordo araneida a. Morfologi Laba-laba menunjukkan bentuk abdomen yang tidak bersegmen. Di antara abdomen dan cephalothorax terdapat batang sempit ( pedikel ) yang menghubungkan kedua bagian tersebut. Ordo ini mempunyai rahang ( chelicera ) yang masing-masing memiliki kelenjar racun yang terbuka di dekat puncak dari segmen kedua. Adanya pedipalp memberi kesan bahwa laba-laba mempunyai 5 pasang kaki, sedangkan sebenarnya ia hanya memiliki 4 pasang kaki. b. Biologi Ordo Araneida adalah binatang carnivora ( pemakan daging ) yang hidup di dalam lubang-lubang batu, jembatan, kamar mandi dan kasus latrine dan sebagai mangsanya adalah serangga atau binatang-binatang kecil lainya. Laba-laba ada yang beracun xdan 3 diantaranyayang paling dikenal adalah Tarantula, Latrodectus mactans atau Black widow spider dan loxosceles. C. Ordo hemiptera Ordo hemiptera mempunyai lebih dari 50.000 spesies, tetapi hanya beberapa spesies saja yang penting untuk bidang kesehatan. Sebagian anggota ordo ini bersayap memiliki pasangan sayap pertama yang tebal

pangkalnya sedangkan ujungnya membranous dengan yang terakhir ini menutupi bagian membranous dari sayap yang lain. Bentuk mulut sesuai untuk menusuk dan menghisap . Alat penusuk ( proboscis ) yang beruasruas, terdapat di bagian depan dari kepala dan pada waktu tidak digunaka, proboscis melipat di daerah thorax. Famili cimicidae Cimicidae tidak bersayap, hanya dapat dilihat terdapatnya sisa-sisa dari sayap depan. Binatang dewasa memiliki bentuk badan yang lonjong dan pipih dorso ventral. Tubuhnya tertutup oleh rambut-rambut pendek. Panjang badan sekitar 5.5 mm dengan yang betina lebih besar daripada yang jantan. Bentuk mata adalah majemuk ( compound eyes ) dan tidak didapatkan ocelli. Proboscis terdiri dari 3 segmen, sedangkan antena terdiri dari 4 segmen. Hampir semua anggota cimicidae mempunyai bau yang tidak enak. Ada 2 spesies yang penting untuk kesehatan manusia yaitu cimex lectularius yang terutama terdapat di daerah subtropik dan cimex hemipterus yang lebih banyak dijumpai di daerah tropik. Cimex aktif mencari makanan pada malam hari, menghisap darah manusia atau mamalia lainnya yang sangat dibutuhkannya dalam memproduksi telur. Siang hari ia bersembunyi dicelah-celah kayu lubanglubang kecil di tempat tidur atau dinding. Penyebaran yang berlangsung dari rumah ke rumah mudah terjadi melalui pakaian atau barang-barang lainnya. Siklus hidupnya adalah metamorfosa tidak lengkap yang terdiri dari telur-nimfa-dewasa. Untuk menjadi dewasa, dari stadium telur

dibutuhkan waktu kurang lebihsatu minggu dengan mengalami 5 sampai 6 kali pergantian kulit. Tanpa makanan, dimusim dingin ia mampu bertahan hidup selama lebih dari 1 tahun. Gigitan cimex akan menimbulkan bekas yang berwarna merah dan terasa gatal di daerah tersebut. Pada anak-anak yang peka, dapat terjadi urtikaria yang sistemik dan bahkan pada beberapa orang di antaranya dapat terjadi asthma. Keadaan ini terjadi akibat alergi terhadap air ludah yang dikeluarkannya sebelum ia menghisap darah. Cimex tidak menularkan penyakit.

D. Ordo Siphonaptera Pinjal atau flea yang disebut juga ordo Aphaniptera mempunyai anggota lebih dari 1900 spesies dan sub spesies. Sebagian besar pinjal misalnya pinjal tikus ( Xenopsylla cheopsis ), mudah berpindah induk semang baik yang sama maupun berbeda spesiesnya. Tidak adanya induk semang yang spesifik ini meningkatkan kemampuan pinjal dalam menularkan mikroorganisme penyebab penyakit. Ectoparasit ini

merupakan hewan kecil berukuran 3.5 sampai 4 mm, mempunyai tubuh pipih, berwarna coklat dan diliputi oleh lapisan kitin. Mulutnya berfungsi untuk menusuk dan menghisap, tersembunyi dalam suatu celah. Mata mempunyai rambut ( ocular bristle )yang penting dalam membedakan berbagai spesies kelas ini. Kaki pinjal panjang dan kuat, oleh karena itu dia mampu meloncat jauh. Abdomen terdiri dari 10 sampai 12 segmen.

Sebagian dari spesies mempunyai bentuk seperti sisir ( comb ) sedangkan sebagian yang lainnya tidak. Comb yang terdapat diatas mulut disebut dengan genal comb, sedangkan yang terdapat disegmen thoraks pertama disebut horacal comb. ada tidaknya comb pada suatu spesies sangat penting untuk membedakan spesies tersebut dari spesies lainnya. Comb tidak didapatkan pada Xenopsylla heopsis, pulex, irritans, tunga penetrans; pada Nosopsylius fasciacus hanya didapatka pronotal comb sedangkan pada Ctenocephalides canis dan Ctenocephalides felis didapatkan baik thoracal comb maupun genal comb. Ordo siphonaptera tidak mempunyai sayap, pada segmen kedelapan atau kesembilan, pinjal betina memiliki spermatheca yaitu suatu kantung kyang berfungsi untuk menampung sperma yang jantan. Bentuk spermatheca ini spesifik untuk tiap-tiap spesies, sehingga juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan diferensiasi spesies pinjal. Pada segmen kelima atau keenam pinjal jantan dapat ditemukan penis. Pinjal memiliki tingkat pertumbuhan yang terdiri dari telur, larva, pupa dan dewasa (metamorfosa lengkap). Seluruh siklus hidup pinjal berlangsung antara 14 sampai 27 hari. Pinjal dewasa dalam keadaan baik, mampu hidup sampai 1 tahun lamanya. Diferensial pinjal Sebenernya hanya Pulex irritans dan tunga penetrans yang menjadukan manusia sebagai induk semangnya. Pinjal yang lain hanya insidentil menjadikan manusia sebagai host. Dalam melakukan

pembernatasna penyakit-penyakit yang ditularkan oleh pinjal, menentukan spesies dari pinjal sangatlah penting. Xenopsylla cheopis tidak memiliki comb dan mempunyai ocular bristle yang terletak didepan mata. Ia harus dibedakan dengan Pulex irritans yang juga tidak memiliki comb tetapi memilki ocular bristle yang terletak dibawah mata, sedangkan tunga penetrans yang tidak memilki comb mempunyai ciri khas yaitu bentuk kepalanya yang besar ukurannya. Nosopsyllus fasciatus yang hanya pronotal comb mempunyai lebih dari satu ocular bristle. Genus pinjal yang memiliki baik genal comb maupun thoracal adalah ctenocephalides canis dan ctenocephalides felis. Kedua spesies yang terakhir ini dapat dibedakan dengan memperhatikan ukuran panjang kepala pinjal betina, ukuran panjang spina pada oral comb dan jumlah gigi sisir yang terdapat pada thoracal comb. Pada Ctenochepalides felis ukuran kepala pinjal betina lebih dari 2 kali ukuran tingginya sedangkan pada Ctenocephalides canis panjang kepalanya kurang dari 2 kali ukuran tinggi kepala sehingga pada yang terakhir ini tampak bentuk kepala yang tumpul. Ciri khas lainnya dari Ctenocephalides felis adalah bahwa spina pertama dari oral comb ukurannya sama panjang dengan spina yang kedua sedangkan pada Ctenocephalides canis spina pertama lebih pendek dari pada ukuran spina kedua. Perbedaan antara kedua spesies Ctenocephalides juga dapat dilihat dengan memperhatikan jumlah gigi sisir di thoracal comb. Pada Ctenocephalides felis terdapat 16 gigi sisir sedangkan pada Ctenocephalides canis terdapat 18 gigi sisir. Bentuk

yang khasdari spermatheca tiap-tiap spesies pinjal akan sangat memudahkan diferensiasi spesies dari pinjal. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pinjal Secara langsung pinjal dapat menimbulkan penyakit pada manusia oleh karena gigitannya dapat menimbulkan alergi dan dermatitis. Pada anak-anak reaksi gigitannya dapat menimbulkan akibat yang berat. Diantara golongan pinjal, yang paling sering menggigit adalah genus Ctenocephalides dan Pulex irritans. Tunga penetrans yang terdapat didaerah tropik Afrika dan Amerika, dapat menimbulkan dermatitis oleh karena pinjal betina menggali kulit kaki terutama yang terdapat dibawah kuku dan kemudian menghisap darah penderita. Akibatnya akan terjadi rasa gatal-gata yang hebat disertai dengan peradangan serta kemudian sering disertai dengan infeksi sekunder. Sebagai penular dari penyakit, pinjal dapat bertindak sebagai vektor penular maupun sebagai intermediete host. Sebagai vektor penular Xenopsyla cheopsis merupakan penular utama dari penyakit pes yang disebabkan oleh kuman Pasteurella pestis. Pinjal ini pada umumnya menjadi infektif dengan mikroorganisme penyebab penyakit oleh karena terjadinya wabah pes pada tikus-tikus, dan pinjal tetap infektif untuk waktu yang panjang. Jika populasi tikus telah musnah, maka pinjal akan mencari mangsa yang baru termasuk manusia, sehingga kemudian dapat terjadiepidemi penyakit pes diantara manusia. Adanya epidemi pes diantara tikus-tikus dapat dijadikan petunjuk untuk segera melaksanakan

persiapan pencegahan epidemi pes pada manusia. Selain Xenopsylla cheopsis maka Pulex irritans dapat merupakan vektor yang kedua dari kuman penyebab pes. Suatu penyakit yaitu endemic typhus yang disebabkan oleh Rickettsia mooseri yang sebenarnya secara alami merupakan infeksi juga pada tikus, ternyata vektor penularnya adalah juga Xenopsylla cheopsis dan kadang-kadang Nosopsyllus fasciatus. Penularan pada manusia terjadi melalui luka gigitan atau luka lecet yang terkontaminasi dengan tinja pinjal yang infektif atau dengan jaringan tubuh pinjal yang rusak. Penularan dengan tinja pinjal dapat juga melalui konjungtiva dan membrana mukosa. Sesudah mendapatkan infeksi, pinjal akam tetap infektif untuk seumur hidupnya.

E. Ordo Blattaria

Kecoa termasuk phyllum Arthropoda, klas Insekta. Para ahli serangga memasukkan kecoa ke dalam ordo serangga yang berbeda-beda. Maurice dan Harwood ( 1969 ) memasukkan kecoa ke dalam ordo Blattaria dengan salah satu familinya Blattidae; Smith ( 1973 ) dan Ross ( 1965 ) memasukkan kecoa kedalam ordo Dicyoptera dengan sub ordonya Blattaria; sedangkan para ahli serangga lainnya memasukkan kedalam ordo Orthoptera dengan sub ordo Blattaria dan famili Blattidae. Kecoa merupakan serangga yang hidup di dalam rumah, restoran, hotel, rumah sakit, gudang, kantor, perpustakaan, dan lain-lain. Seranga ini

sangat dekat kehidupannya dengan manusia, menyukai bangunan yang hangat, lembab dan banyak terdapat makanan, Hidupnya berkelompok, dapat terbang, aktif pada malam hari seperti di dapur, di tempat penyimpanan makanan, sampah, saluran-saluran air kotor, umumnya menghindari cahaya, siang hari bersembunyi di tempat gelap dan sering bersemnbunyi dicela-cela. Serangga ini dikatakan pengganggu karena mereka biasa hidup ditempat kotor dan dalam keadaan terganggu mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain : - Sebagai vector mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen. - Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing. - Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatalgatal dan pembengkakan kelopak mata. Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikro organisme patogen antara lain, Streptococcus, Salmonella dan lain-lain sehingga mereka berperan dalam penyebaran penyakit antara lain, Disentri, Diare, Cholera, Virus Hepatitis A, Polio pada anak-anak Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisme patogen sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai bibit penyakit tersebut

menkontaminasi makanan.

a. Morfologi Kecoa Kecoa adalah serangga dengan bentuk tubuh oval, pipih dorsoventral. Kepalanya tersembunyi di bawah pronotum, dilengkapi dengan sepasang mata majemuk dan satu mata tunggal, antena panjang, sayap dua pasang, dan tiga pasang kaki. Pronotum dan sayap licin, tidak berambut dan tidak bersisik, berwarna coklat sampai coklat tua. b. Jenis-jenis kecoa Di dunia terdapat kurang lebih 3.500 species kecoa, 4 (empat) spesies diantaranya umumnya terdapat di dalam rumah yaitu Periplaneta americana (American Cockroach), Blattela germanica (German

Cockroach), Blatta orientalis (Oriental Cockroach), dan Supella langipalpa (Brown Banded Cockroach) keempat species kecoa tersebut dari kapsul telur, nymfa dan dewasanya. c. Daur Hidup Kecoa adalah serangga dengan metamorfosa tidak lengkap, hanya melalui tiga stadia (tingkatan), yaitu stadium telur, stadium nimfa dan stadium dewasa yang dapat dibedakan jenis jantan dan betinanya. Nimfa biasanya menyerupai yang dewasa, kecuali ukurannya, sedangkan sayap dan alat genitalnya dalam taraf perkembangan. Telur kecoa berada dalam kelompok yang diliputi oleh selaput keras yang menutupinya kelompok telur kecoa tersebut dikenal sebagai kapsul telur atau Ootheca. Kapsul telur dihasilkan oleh kecoa betina dan diletakkan pada tempat tersembunyi atau pada sudut-sudut dan pemukaan

sekatan kayu hingga menetas dalam waktu tertentu yang dikenal sebagai masa inkubasi kapsul telur, tetapi pada spesies kecoa lainnya kapsul telur tetap menempel pada ujung abdomen hingga menetas. Jumlah telur maupun masa inkubasinya tiap kapsul telur berbeda menurut spesiesnya. Dari kapsul telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi nimfa yang hidup bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar dari kapsul telur berwarna putih seperti buturan beras, kemudian berangsur-angsur berubah menjadi berwarna coklat, Nimfa tersebut berkembang melalui sederetan instar dengan beberapa kali berganti kutikula sehingga mencapai stadium dewasa. Periplanetta americana Linnaeus dewasa dapat dikenal dengan adanya perubahan dari tidak bersayap pada stadium nimfa menjadi bersayap pada stadium dewasanya pada P.Americana yang dewasa terdapat dua pasang sayap baik pada yang jantan maupun betinanya. Daur hidup Periplaneta brunnea Burmeister dalam kondisi laboratorium dengan suhu rata-rat 29 C, dan kelembaban 78 % mencapai 7 bulan, terdiri atas masa inkubasi kapsul telur rata-rata 40 hari, perkembangan stadium nimfa 5 sampai 6 bulan. Masa inkubasi kapsul telur P.americana rata-rata 32 hari, perkembangan nimfa inkubasi antar 5 sampai 6 bulan, serangga dewasa kemudian berkopulasi dan satu minggu kemudian menghasilkan kapsul telur yang pertama sehingga daur hidup P americana memerlukan waktu rata-rata 7 bulan.

Daur hidup Neostylopyga rhombifolia (Stoll) mencapai 6 bulan, meliputi masa inkubasi kapsul telur rata-rata 30 hari, perkembangan nimfa antara 4 bulan dan 5 bulan. Serangga dewasa kemudian berkopulasi dan 15 hari kemudian yang betina menghasilkan kapsul telur. Daur hidup Periplaneta australasiae (Fabricius) mencapai 7 bulan, meliputi masa inkubasi kapsul telur rata-rata 35 hari, perkembangan nimfa memerlukan waktu antara 4 bulan sampai 6 bulan, serangga dewasa kemudian berkopulasi dan 10 hari kemudian yang betina menghasilkan kapsul telur yang pertama. d. Habitat Banyak spesies kecoa di seluruh dunia, beberapa diantaranya berada di dalam rumah dan sering didapatkan di restoran, hotel, rumah sakit, gudang, kantor dan perpustakaan. e. Kebiasaan Hidup Kecoa kebanyakan terdapat di daerah tropika yang kemudian menyebar ke daerah sub tropika atau sampai kedaerah dingin. Pada umumnya tinggal didalam rumah-rumah makan segala macam bahan, mengotori makanan manusia, berbau tidak sedap. Kebanyakan kecoa dapat terbang, tetapi mereka tergolong pelari cepat ( cursorial), dapat bergerak cepat, aktif pada malam hari, metamorfosa tidak lengkap, Kerusakan yang ditimbulkan oleh kecoa relatif sedikit, tetapi adanya kecoa menunjukkan bahwa sanitasi didalam rumah bersangkutan kurang baik.

Hubungan kecoa dengan berbagai penyakit belum jelas, tetapi menimbulkan gangguan yang cukup serius, karena dapat merusak pakaian, buku-buku dan mencemari makanan. Kemungkinan dapat menularkan penyakit secara mekanik karena pernah ditemukan telur cacing, protozoa, virus dan jamur yang patogen pada tubuh kecoa. Seekor P brunnea betina yang telah dewasa dapat menghasilkan 30 kapsul telur atau lebih dengan selang waktu peletakkan kapsul telur yang satu dengan peletakkan kapsul telur berikutnya berkisar antara 3 sampai 5 hari; tiap kapsul telur P.brunnea rata-rata berisi 24 telur, yang menetes rata-rata 20 nimfa dan 10 ekor diantaranya dapat mencapai stadium dewasa. Nimfa P.brunnea berkembang melalui sederetan instar dengan 23 kali berganti kutikula sebelum mencapai stadium dewasa. Hasil pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa seekor P.americana betina ada yang dapat menghasilkan 86 kapsul telur, dengan selang waktu peletakkan kapsul telur yang satu dengan kapsul telur berikutnya rata-rata 4 hari. Dari seekor N.rhombifolia betina selama hidupnya ada yang dapat menghasilkan 66 kapsul telur, sedangkan P.autralasiae betina dapat menghasikan 30-40 kapsul telur.

DAFTAR PUSTAKABiran S. 2003. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue di RSUP Sanglah Denpasar. Seminar Nasional Demam Berdarah Dengue. Denpasar Canyon DV, Hii JLK, Muller R. 1999. Adaptation of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) Oviposition Behavior in Respone to Humidity and Diet. J Insect Physiol, 45 (10). 959-964 Kasetyaningsih TW, Sri Sundari. 2006. Perbedaan antara House Indeks yang Melibatkan Pemeriksaan Sumur pada Survei Vektor Dengue di Dusun Pepe, Bantul, Yogyakarta. Jurnal Kedokteran Yarsi 14 (1) : 034-037 Natalia TW. 2006. Pengaruh Konsentrasi Air Sabun terhadap Daya Tetas Telur A.aegypti. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Paramasatiari. 2006. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Detergen terhadap Daya Tetas Telur A.aegypti. Laporan Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Samsi TK. 2001. Demam Berdarah Dengue: Pengamatan Klinik dan Penetalaksanaan di Rumah Sakit Sumber Waras. Ebers Papyrus, 7 (3), 163-173 Service MW. 1996. Medical Entomology. London Chapman & Hall. Sintorini MM.2007. Peran Lingkungan pada Kasus Kejadian Luar Biasa Demam

Berdarah Dengue. International Seminar on Mosquito and Mosquito-borne Disease Control Through Ecological Approach. Yogyakarta Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. London, Bailliere Tindal Sudarmaja IM. 2007. A Study on Fauna of Aedes at Graha Kerti and Kerta Petasikan Hamlets, Village of Sidakarya, Denpasar. International Seminar on Mosquito and Mosquito-borne Disease Control Through Ecological Approach. Yogyakarta. Sudarmaja IM. 2008. Pengaruh Air Sabun dan Detergen terhadap Daya Tetas Telur A.aegypti. Medicina 39 (1): 56-58 Troyo A, Calderon-Arguedas O, Fuller DO, Solano ME, Advendano A, Arheart KL, Chade DD, Beier JC. 2008. Seasonal Profiles of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) Larva habitats in an urban area of Costa Rica with a History of Mosquito Control. J Vector Ecology; 33(1), 76-88. Wulandari TK.2001. Vektor Demam Berdarah dan Penanggulangannya, Mutiara Medica, 1 (1), 27-30