dasar teori asfiksia
TRANSCRIPT
DASAR TEORI
ASFIKSIA NEONATORUM
A. Pengertian
Asfiksia adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbondioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dann jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen dalam alveoli paru-paru dengan
karbondioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia
dan kelebihan karbondioksida disebut hiperkapnia.
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga
bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang
dari tubuhnya. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan
pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-
gejala lanjut yang mungkin timbul.
Dalam kenyataannya, hipoksia merupakan gabungan dari empat kelompok dimana
masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri. Walaupun ciri
dan mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan menghasilkan
akibat yang sama bagi tubuh, kelompok tersebut adalah:
1. Hipoksik-hipoksia, dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam
sirkulasi darah.
2. Anemik-hipoksia, keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa
oksigen yang cukup untuk metabolisme dalam jaringan.
3. Stagnan-hipoksia, keadaan dimana oleh karena adanya suatu sebab kegagalan
sirkulasi.
4. Histotoksik-hipoksia, suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam
darah oleh karena suatu hal maka oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan
oleh jaringan.
B. Etiologi
1. Pada janin, kegagalan pernapasan disebabkan oleh beberapa hal sebagai
berikut:
a. Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, diantaranya disebabkan oleh
beberapa hal berikut:
1) Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan
dengan adanya lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan yang
kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan
tali pusat menumbung dan kehamilan lebih bulan (post-term).
2) Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang
menggunakan narkosa.
b. Faktor dari ibu selama kehamilan
1) Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang dapat
menyebabkan hipertoni.
2) Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta
yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara
mendadak.
3) Vasokonstriksi arterial pada kasus hipertensi kehamilan dan
preeklampsia dan eklampsia.
4) Kasus solusio plasenta yang menyebabkan gangguan
pertukaran gas (oksigen dan zat asam arang).
2. Menurut Towel, asfiksia bisa disebabkan oleh beberapa faktor yakni faktor
ibu, plasenta, fetus, dan neonatus.
a. Ibu
Apabila ibu mengalami hipoksia maka janin juga akan mengalami
hipoksia yang dapat berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi
lain.
b. Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c. Fetus
Kompresi umbilikus akan dapat mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin.
d. Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal sebagai berikut:
1) Pemakaian anastesi yang berlebihan pada ibu.
2) Trauma yang terjadi selama persalinan.
3) Kelainan kongenital pada bayi.
C. Klasifikasi dan Tanda serta Gejala
1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 )
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dan segera. Tanda dan gejala yang
muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung kecil yaitu < 40 kali/menit.
b. Tidak ada usaha nafas.
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
2. Asfiksia sedang ( nilai APGAR 4-6 )
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai
berikut:
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali/menit.
b. Usaha napas lambat.
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
e. Bayi tampak sianosis.
f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses
persalinan.
3. Asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-10 )
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai
berikut:
a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali/menit.
b. Bayi tampak sianosis.
c. Adanya retraksi dinding dada.
d. Adanya pernapasan cuping hidung.
e. Bayi kurang aktivitas.
f. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan
wheezing positif.
D. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan
tersebut. Penilaian selanjutnya merupakan dasar untuk menentukan kesimpulan dan
tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efisien dan efektif berlangsung melalui
rangkaian tindakan yaitu penilaian, pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda
penting yaitu pernafasan, denyut jantung dan warna kulit. Nilai APGAR tidak
digunakan untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi atau untuk membuat
keputusan mengenai jalannya resusitasi.
Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah
bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus dimulai segera setelah bayi lahir. Apabila
bayi tidak memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jatung
dan warna kulit bayi, maka penilaian ini harus segera dilakukan. Walaupun nilai
APGAR tidak penting dalam pengambilan keputusan pada awal resusitasi, tetapi
dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya
resusitasi.
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan
apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat
dilakukan dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan
setelah 5 menit. Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti
tersebut membutuhkan tindakan.
Observasi dan periksa :
A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi
denyut jantung dengan jari.
G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi
dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender
pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan
tenggorokannya dihisap.
A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan
tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan
dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan
pernapasannya.
TANDA 0 1 2 JUMLAH NILAIFrekwensi jantung
Tidak ada Kurang dari 100 x/menit
Lebih dari 100 x/menit
Usaha bernafas
Tidak ada Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh / lemas
Ekstremitas fleksi sedikit
Gerakan aktif
Refleks Tidak ada respon
Gerakan sedikit
Menangis batuk
Warna Biru / pucat Tubuh: kemerahan, ekstremitas: biru
Tubuh dan ekstremitas kemerahan
Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada
Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
E. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamila/persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan
ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.
Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan
frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian
diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak
sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula
bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan
asam dan basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut
terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen
tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada
kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian
udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah
paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian
atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
F. Manifestasi Klinis
1. Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus
neuromuscular menurun
2. Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan
megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah
(pasif), pernafasan makin lama makin lemah
TANDA-TANDA
STADIUM I STADIUM II STADIUM III
Tingkat kesadaran
Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor), koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks tendo / klenus
Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama, refleks cahaya jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
EEG Normal 1aktifitasVoltase rendah kejang-kejang
Supresi ledakan sampai isoelektrik
Lamanya 24 jam jika ada kemajuan
24 jam sampai 14 hari
Beberapa hari sampai beberapa minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian, defisit berat
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
8. Pengkajian spesifik
I. Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut:
1. Bersihkan jalan napas dengan penghisap lendir dan kasa steril.
2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik.
3. Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk/kain kering yang bersih dan
hangat.
4. Nilai status pernapasan, lakukan hal-hal berikut bila ditemukan tanda-tanda
asfiksia:
a. Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong
berdiri di sisi kepala bayi.
b. Miringkan kepala bayi.
c. Bersihkan mulut dengan kasa yang dibalut pada jari telunjuk.
d. Isap cairan dari mulut dan hidung.
5. Lanjutkan menilai status pernapasan.
Nilai status pernapasan apabila masih ada tanda asfiksia, caranya dengan
menggosok punggung bayi (melakukan rangsangan taktil). Bila tidak ada
perubahan segera lakukan ventilasi.
J. Penatalaksanaan Awal
1. Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan (hangatkan) dengan
menyelimuti seluruh tubuh bayi terutama bagian kepala dengan handuk yang
kering.
2. Bebaskan jalan napas: atur posisi, isap lendir.
3. Bersihkan jalan napas bayi dengan hati-hati dan pastikan bahwa jalan napas
bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam
paru-paru.
4. Ekstensi kepala dan leher sedikit lebih rendah dari tubuh bayi.
5. Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan napas bersih
dari cairan ketuban, mekonium/lendir dan menggunakan penghisap lendir De
Lee.
6. Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan
lendir/cairan ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnya merupakan
tindakan rangsangan belum cukup untuk menimbulkan pernapasan yang
adekuat pada bayi dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan tambahan.
Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan napas sudah dipastikan
bersih.
K. Komplikasi
Edema otak, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinemia,
anterokolitis, nekrotikans, kejang dan koma. Tindakan bag dan mask berlebihan dapat
menyebabkan pneumotoraks.
1. Otak: hipokistik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
2. Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan
paru, edema paru.
3. Ganstrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.
5. Hematologi: dic
L. Prognosis
1. Asfiksia ringan: tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
2. Asfiksia berat: dapat menimbulkan kejang sampai koma dan kelainan
neurologis permanen, misalnya retardasi mental.
M. Prinsip Dasar Resusitasi
Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,
A= memastikan saluran nafas terbuka.
B= memulai pernafasan .
C= mempertahankan sirkulasi (peredaran darah).
Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan
saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar
oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha
pernafasan lemah. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Daftar Pustaka
Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. EGC: Jakarta
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta
Nanny, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika: Jakarta
Neonatal. YBP-SP: Jakarta
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. YBP-SP: Jakarta
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. YBP-SP: Jakarta
Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC: Jakarta