dasar teori
DESCRIPTION
Bab2 skripsiTRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. BELAJAR
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku
atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang
diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya.( http://id.wikipedia.org/wiki/Belajar
diakses tanggal Februari 2015).
Menurut Wittig (dalam Muhibbin Syah, 2003:65-66)
mendefinisikan belajar sebagai : any relatively permanent change in an
organism’s behavioral repertoire that occurs as aresult of experience (
belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala
macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil dari
pengalaman.
Menurut Hilgard (Mudjijana, 2002), belajar merupakan proses
yang aktif untuk membangun pengetahuan dan keterampilan siswa.
Depdiknas (Mudjijana, 2002) menyatakan belajar sebagai kegiatan yang
menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri individu yang sedang
belajar, baik potensial maupun aktual. Pada intinya belajar memiliki hal-
hal pokok sebagai berikut.
a. Belajar membawa perubahan perilaku baik aktual maupun potensial
9
b. Perubahan didapat dengan peningkatan kecakapan
c. Perubahan terjadi karena siswa aktif melakukan aktivitas untuk
membangun sendiri pengetahuannya.
Hal ini didukung oleh teori belajar konstruktivisme di mana teori
konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi, mengecek informasi baru dengan aturan-
aturan lama dan merevisinya apabila aturanaturan itu tidak lagi sesuai.
Oleh karena itu, di dalam kelas guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa tetapi guru harus dapat membuat siswa
membangun sendiri pengetahuannya. Berdasarkan dari uraian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan untuk memperoleh suatu informasi dengan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan matematika sehingga siswa dapat terlibat aktif dan
tidak dipandang sebagai penerima pasif.
Menurut teori Bruner (Fadjar Shadiq, 2008: 29), ada tiga tahapan
belajar yang harus dilalui para siswa agar proses belajarnya dapat terjadi
secara optimal. Dalam arti akan terjadi internalisasi pada diri siswa
tersebut, yaitu suatu keadaan dimana pengalaman yang baru dapat
menyatu kedalam struktur kognitif siswa. Ketiga tahap pada proses belajar
tersebut adalah:
a. Tahap Enaktif
Pada tahap ini, para siswa dituntut untuk mempelajari
pengetahuan (matematika tentunya) dengan menggunakan benda
konkret atau menggunakan situasi yang nyata bagi para siswa. Dapat
10
ditambahkan bahwa istilah “konkret” atau “nyata” berarti dapat diamati
dengan menggunakan panca indera para siswa.
b. Tahap Ikonik
Pada tahap ini, siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam
bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang
menggunakan benda konkret atau nyata tadi.
c. Tahap Simbolik
Pada tahap ini, siswa sudah mampu menggunakan notasi tanpa
ketergantungan terhadap objek real.
2. Tujuan Belajar
Tujuan memiliki nilai yang sangat penting di dalam pengajaran.
Dapat dikatakan bahwa tujuan merupakan faktor yang terpenting dalam
kegiatan dan proses belajar mengajar (Oemar Hamalik, 2006:80).
Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat
dalam aktifitas internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi
ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (Dimyati dan Mudjiono,
2006:18).
Menurut Agus Suprijono (2011: 5) Tujuan belajar dibagi menjadi
2 yaitu bersifat eksplisit (instructional effects) yang diusahakan untuk
dicapai dengan tindakan instruksional, yang berbentuk pengetahuan dan
ketrampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan
belajar instruksional (nurturant effect), yang bentuknya berupa
11
kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis,
menerima orang lain dan sebagainya.
Ranah kognitif menurut Bloom ada enam jenis perilaku yaitu : (1)
pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis,dan
(6) evaluasi. Siswa yang belajar akan memperbaiki kemampuan
internalnya dari kemampuan awal pada pra-belajar, meningkat
memperolah kemampuan-kemampuan yang tergolong pada keenam jenis
perilaku yang dididikkan di sekolah (Dimyati dan Mudjiono, 2006:27).
Ranah afektif menurut Krathwhl, Bloom, dkk terdiri dari lima
perilaku yatu : (1) penerimaan, (2) kesiapan, (3) penilaian, (4)
organisasi,dan (5) pembentukan pola hidup. Siswa yang belajar akan
memperbaiki kemampuan-kemampuan internalnya yang afektif. Siswa
mempelajari kepekaan tentang sesuatu hal sampai pada penghayatan nilai
sehingga menjadi suatu pegangan hidup (Dimyati dan Mudjiono, 2006:29).
Ranah psikomotorik menurut Simpson terdiri dari tujuh jenis
perilaku sebagai berikut : (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) gerakan
terbimbing, (4) gerakan yang terbiasa, (5) gerakan kompleks, (6)
penyesuaian pola gerakan, (7) kreatifitas. Belajar berbagai kemampuan
gerak dapat dimulai dengan kepekaan memilah-milah sampai pada
kreatifitas pola gerak baru (Dimyati dan Mudjiono, 2006:32).
Sedangkan tujuan belajar yang lainnya adalah :
a. Belajar mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah laku.
b. Belajar bertujuan mengubah kebiasaan dari yang buruk menjadi baik.
c. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap, dari negative menjadi positif.
12
d. Belajar bertujuan untuk mengubah keterampilan.
e. Belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.
(Dalyono, 2005:49).
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
belajar adalah mengubah tingkah laku berbagai ranah (kognitif, afektif,
Psikomotorik) menjadi lebih baik.
3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Proses belajar mengajar selalu berkaitan dengan siswa yaitu
manusia yang belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Nana
Sudjana (1989), mengemukakan bahwa hasil belajar peserta didik di
sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar banyak jenisnya, tetapi menurut
Slameto (2003: 54 – 72) dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
Faktor intern (faktor dari dalam diri siswa) dan faktor ekstern
(faktor dari luar siswa).
a. Faktor Intern
Faktor intern individu merupakan faktor yang paling penting
dalam pencapaian hasil belajar yang optimal. Dalam melakukan proses
belajar, semua kemampuan yang dimiliki individu dicurahkan untuk
mencerna materi yang akan dipelajari. Faktor yang berasal dari diri
siswa sendiri meliputi dua faktor yaitu faktor jasmaniah dan psikologis.
13
1) Faktor jasmaniah
Secara umum kondisi jasmaniah dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, kondisi tubuh yang
lemah dapat menurunkan kualitas belajar siswa.
2) Faktor psikologis
Faktor psikologis dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor
psikologis terdiri dari tujuh faktor, yaitu :
a) Intelegensi
Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan
psikofisik seseorang dalam mereaksi rangsangan dengan cara
yang tepat. Tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan
keberhasilan siswa dalam belajar.
b) Perhatian
Siswa yang mempunyai perhatian terhadap bahan yang akan
dipelajari akan mempengaruhi hasil belajar yang lebih baik
dibanding dengan siswa yang tidak mempunyai perhatian
terhadap pelajaran tersebut.
c) Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada
suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa karena bila bahan
pelajaran yang dipelajari tidak sesuai minat, maka siswa tidak
akan belajar dengan sungguh-sungguh.
14
d) Bakat
Menurut Hilgard (Slameto, 2003: 57) bakat adalah kemampuan
untuk belajar. Kemampuan ini baru akan terealisasi menjadi
kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Bakat
merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan
hasil belajar seseorang karena seseorang yang mempunyai bakat
dalam suatu pekerjaan akan lebih cepat mengerjakan pekerjaan
tersebut jika dibandingkan dengan orang yang kurang berbakat
dibidang itu.
e) Motivasi
Motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang menodrong
seseorang untuk belajar. Penemuan-penemuan penelitian
menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika
motivasi untuk belajar bertambah.
f) Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan
seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk
melaksanakan kecakapan baru. Kematangan akan sangat
mempengaruhi hasil belajar siswa karena siswa yang cukup umur
akan dapat menerima pelajaran dengan baik dibanding siswa yang
belum matang dalam berfikir.
g) Kesiapan
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi.
Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan berhubungan
15
dengan kematangan. Kematangan berarti kesiapan untuk
melaksanakan kecakapan. Siswa yang telah memiliki kesiapan
dalam menerima pelajaran akan mempunyai hasil yang cukup
baik.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern individu dapat dibagi menjadi tiga faktor yaitu
faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Ketiga faktor ini
satu sama lain memberikan warna tersendiri pada perkembangan
individu, terutama dalam kegiatan belajar.
1) Lingkungan Keluarga
Lingkungan ini memberikan kontribusi yang berarti terhadap
perkembangan individu. Keluarga ini merupakan lingkungan yang
pertama dikenal oleh anak dan sebagian besar waktunya dilalui
bersama keluarga. Pengaruh keluarga bisa berasal dari kepedulian
orang tua berupa dukungan motivasi belajar.
2) Lingkungan Sekolah
Peranan sekolah dalam membekali seseorang dalam disiplin ilmu
tertentu merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang
berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mempelajari
sesuatu.
16
3) Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga sangat berpengaruh
terhadap beajar siswa. Faktor-faktor masyarakat yang dapat
mempengaruhi adalah sebagai berikut :
4) Kegiatan Siswa Dalam Masyarakat
Kegiatan yang positif di masyarakat dapat membawa dampak yang
positif pula terhadap perkembangan pribadi siswa dalam belajar.
5) Mass Media
Media terdiri dari media elektronik seperti televisi, radio, dan media
cetak seperti majalah, surat kabar, tabloid dan bukubuku. Mass
media yang baik dapat mendukung dalam perkembangan belajar
siswa.
6) Teman Bergaul
Teman bergaul sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
pribadi siswa. Teman yang baik akan membawa pengaruh yang baik,
sedangkan yang berkelakuan buruk dapat membawa pengaruh yang
buruk pula.
B. MEDIA PEMBELAJARAN
1. Pengertian Media Pembelajaran
Menurut Bovee dalam Ouda Teda Ena (2001: 2) “Media adalah
sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan”. Media
merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber pesan ataupun
penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut.
17
Menurut Azhar Arsyad (2002: 12) “Media pembelajaran adalah sebuah
alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran”. Media
pembelajaran merupakan salah satu komponen pendukung keberhasilan
proses belajar mengajar.
Menurut UU RI No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 20:
”Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Media dalam pembelajaran
memiliki fungsi sebagai alat bantu untuk memperjelas pesan yang
disampaikan guru. Media juga berfungsi untuk pembelajaran individual
dimana kedudukan media sepenuhnya melayani kebutuhan belajar siswa.
Menurut Edgar Dale Dalam Sigit Prasetyo (2007: 6) “Secara
umum media memiliki kegunaan yaitu: memperjelas pesan agar tidak
terlalu verbalistis, mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya
indra, menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid
dengan sumber belajar, memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan
bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya, memberi
rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan
persepsi yang sama”.
Sedangkan Kemp dan Dayton dalam Sigit Prasetyo (2007: 7)
mengemukakan manfaat penggunaan media dalam pembelajaran adalah:
1) Penyampaian materi dapat diseragamkan; 2) Proses pembelajaran
menjadi lebih jelas dan menarik; 3) Proses pembelajaran menjadi lebih
interaktif; 4) Efisiensi waktu dan tenaga; 4) Meningkatkan kualitas hasil
belajar siswa; 5) Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan
18
dimana saja dan kapan saja; 6) Media dapat menumbuhkan sikap positif
siswa terhadap materi dan proses belajar; dan 7) Mengubah peran guru
kearah yang lebih positif dan produktif.
Penggunaan media dalam pembelajaran memang sangat
disarankan, tetapi dalam penggunaannya tidak semua media baik. Ada hal-
hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media, antara lain tujuan
pembelajaran, sasaran didik, karakteristik media yang bersangkutan,
waktu, biaya, ketersediaan sarana, konteks penggunaan, dan mutu teknis.
Penggunaan media yang tepat akan sangat menunjang keberhasilan dalam
proses pembelajaran. Sebaliknya, penggunaan media yang tidak tepat
hanya akan menghambur-hamburkan biaya dan tenaga, terlebih bagi
ketercapaian tujuan pembelajaran akan jauh dari apa yang diharapkan.
Sebagai salah satu sarana pembelajaran, perguruan tinggi harus dapat
menyediakan media yang tepat untuk menunjang civitas akademika dalam
belajar agar tidak jenuh dalam menerima pembelajaran di kelas.
2. Fungsi Media Pembelajaran
Fungsi media pembelajaran secara umum menurut Arief S.
Sadiman, dkk (1986: 16) adalah:
1) Memperjelas penyajian agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam
bentuk kata – kata tertulis atau lisan belaka).
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti
misalnya:
19
a) Objek yang terlalu besar dapat digantikan dengan realita, gambar,
film atau model.
b) Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai
atau gambar.
c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan
timelapse atau high speed photo graphy.
3) Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi
dapat diatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pembelajaran
berguna untuk:
a) Menimbulkan kegairahan belajar.
b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara peserta didik
dengan lingkungan dan kenyataan.
c) Memungkinkan peserta didik belajar sendiri – sendiri menurut
kemampuan dan minatnya.
4) Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan
lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan
materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru
akan mengalami banyak kesulitan apabila semua itu diatasi sendiri.
Apalagi bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga
berbeda. Masalah inidapat diatasi dengan media pembelajaran, yaitu
dengan kemampuanya dalam:
a. Memberikan perangsang yang sama.
b. Mempersamakan pengalaman.
c. Menimbulkan persepsi yang sama.
20
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat
disimpulkan bahwa media pembelajaran mempunyai peranan yang
sangat penting dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran
mempunyai banyak fungsi diantaranya sebagai alat untuk memberikan
perangsang atau motivasi siswa untuk belajar, media digunakan untuk
memperjelas materi yang disampaikan oleh guru dan memungkinkan
dapat digunakan peserta didik untuk belajar mandiri.
3. Manfaat Media Pembelajaran
Beberapa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di
dalam proses belajar mengajar (Azhar Arsyad, 2002: 26-27) sebagai berikut:
a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian
anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih
langsung antara siswa dan lingkungannya dan kemungkinan dapat
digunakan siswa untuk belajar mandiri di luar sekolah.
c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan
waktu.
d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada
siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta
memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat
dan lingkungannya.
21
Berdasarkan deskripsi di atas maka dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan atau materi oleh pendidik baik secara sederhana
sampai dengan yang modern untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
dicapai. Media pembelajaran mempunyai peran penting untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa karena sebagai medium atau perantara
pengetahuan terhadap peserta didik.
C. MODUL
1. Pengertian Modul
Menurut Ditjen PMPTK (Juni:2008) ,modul merupakan bahan ajar
cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta
pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di
dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya,
pembaca dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar
secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat
dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan “bahasa
pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada
murid-muridnya. Maka dari itulah, media ini sering disebut bahan
instruksional mandiri. Pengajar tidak secara langsung memberi pelajaran
atau mengajarkan sesuatu kepada para murid-muridnya dengan tatap
muka, tetapi cukup dengan modul-modul ini.
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi
materi,metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang dirancang
22
secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya (Ditjen PMPTK
Depdiknas : 2008).
Modul dapat diartikan sebagai materi pelajaran yang disusun dan
disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembacanya diharapkan
dapat menyerap sendiri materi tersebut. Dengan kata lain sebuah modul
adalah sebagai bahan belajar dimana pembacanya dapat belajar mandiri
(Daryanto, 2013:31). Dengan diberikannya modul, diharapkan dapat
memotivasi siswa untuk belajar mandiri tanpa harus selalu dengan bantuan
guru.
Dari pernyataan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
modul merupakan sebuah sarana pembelajaran yang terdiri dari satuan unit
kompetensi yang disusun secara sistematis, operational, menarik dan
terarah untuk dipergunakan oleh pebelajar disertai pedoman operational
untuk pengajar, serta pebelajar harus menyelesaikan unit-unit kompetensi
secara utuh yang ditempuh secara bertahap sebelum melanjutkan ke
kompetensi berikutnya.
2. Karakteristik Modul
Ditjen PMPTK Depdiknas (2008) mengemukakan Sebuah modul
bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai
berikut:
23
1. Self Instructional
Yaitu melalui modul tersebut seseorang atau pebelajar mampu
membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk
memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus:
a. Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas.
b. Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit
kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas.
c. Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan
pemaparan materi pembelajaran.
d. Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang
memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat
penguasaannya.
e. Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan
suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya.
f. Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
g. Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
h. Terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan
penggunaan diklat melakukan “self assessment”.
i. Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur
atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi.
j. Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya
mengetahui tingkat penguasaan materi.
k. Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang
mendukung materi pembelajaran dimaksud.
24
2. Self Contained
Yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi
atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul
secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan
pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi
dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan
pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus
dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi
yang harus dikuasai.
3. Stand Alone (berdiri sendiri)
Yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media
lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media
pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak
tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari
dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih
menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang
digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media
yang berdiri sendiri.
4. Adaptive
Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan
ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap
25
“up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran
dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
5. User Friendly
Modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap
instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan
bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa
yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang
umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
3. Tujuan Penulisan Modul
Penggunaan modul sering dikaitkan dengan aktivitas pembelajaran
mandiri (self-instruction). Karena fungsinya yang seperti tersebut di atas,
maka konsekuensi lain yang harus dipenuhi oleh modul ini ialah adanya
kelengkapan isi; artinya isi atau materi sajian dari suatu modul haruslah
secara lengkap terbahas lewat sajian-sajian sehingga dengan begitu para
pembaca merasa cukup memahami bidang kajian tertentu dari hasil belajar
melalui modul ini. Kecuali apabila pembaca menginginkan pengembangan
wawasan tentang bidang tersebut, bahkan dianjurkan untuk menelusurinya
lebih lanjut melalui daftar pustaka (bibliografi) yang sering juga
dilampirkan pada bagian akhir setiap modul. Isi suatu modul hendaknya
lengkap, baik dilihat dari pola sajiannya, apalagi isinya.
Modul mempunyai banyak arti berkenaan dengan kegiatan belajar
mandiri. Orang bisa belajar kapan saja dan di mana saja secara mandiri.
26
Karena konsep belajarnya berciri demikian, maka kegiatan belajar itu
sendiri juga tidak terbatas pada masalah tempat, dan bahkan orang yang
berdiam di tempat yang jauh dari pusat penyelenggara pun bisa mengikuti
pola belejar seperti ini. Terkait dengan hal tersebut, Ditjen PMPTK (2008)
menyatakan bahwa penulisan modul memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbal.
b. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta
belajar maupun guru/ instruktur.
c. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk
meningkatkan motivasi dan gairah belajar; mengembangkan
kemampuan dalam berin- teraksi langsung dengan lingkungan dan
sumber belajar lainnya yang memungkinkan siswa atau pebelajar
belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.
d. Memungkinkan siswa atau pebelajar dapat mengukur atau
mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
Dengan memerhatikan tujuan-tujuan di atas, modul sebagai bahan
ajar akan sama efektifnya dengan pembelajaran tatap muka. Hal ini
tergantung pada proses penulisan modul. Penulis modul yang baik menulis
seolah-olah sedang mengajarkan kepada seorang peserta mengenai suatu
topik melalui tulisan. Segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis
saat pembelajaran, dikemukakan dalam modul yang ditulisnya.
Penggunaan modul dapat dikatakan sebagai kegiatan tutorial secara
tertulis.
27
4. Pembelajaran Menggunakan Modul
Penggunaan modul dalam kegiatan belajar mengajar bertujuan agar
tujuan pendidikan bisa dicapai secara efektif dan efisien. pembelajaran
dengan modul merupakan pembelajaran mandiri yang berfokuskan
penguasaan kompetensi dari bahan kajian yang dipelajari pebelajar dengan
waktu tertentu sesuai dengan potensi dan kondisinya. Sehingga pebelajar
dapat mengikuti program sesuai denga kecepatan dan kemampuan sendiri.
Tujuan digunakannya modul dalam interaksi belajar mengajar adalah:
a) Tujuan pendidikan atau pengajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien.
b) Pebelajar dapat mengikuti program pendidikan atau pengajaran sesuai
dengan kemampuannya sendiri.
c) Pebelajar dapat belajar sendiri sebanyak mungkin.
d) Pebelajar dapat mengetahui atau menilai hasil belajarnya secara
berkesinambungan.
e) Pebelajar menjadi pusat dalam kegiatan belajar mengajar.
f) Hasil belajar pebelajar akan semakin meningkat, sebab modul disusun
berdasarkan konsep “Mastery Learning” dan pebelajar tidak boleh jika
tidak mengikuti program berikutnya sebelum menguasai paling sedikit
75% dari bahan yang dipelajari.
Menurut Ditjen PMPTK Depdiknas (2008: 7) Pembelajaran
menggunakan modul bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:
28
a) Meningkatkan efektivitas pembelajaran tanpa harus melalui tatap muka
secara teratur karena kondisi geografis, sosial ekonomi, dan situasi
masyarakat.
b) Menentukan dan menetapkan waktu belajar yang lebih sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan belajar pebelajar.
c) Secara tegas mengetahui pencapaian kompetensi pebelajar secara
bertahap melalui kriteria yang telah ditetapkan dalam modul.
d) Mengetahui kelemahan atau kompetensi yang belum dicapai pebelajar
berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam modul sehingga tutor dapat
memutuskan dan membantu pebelajar untuk memperbaiki belajarnya
serta melakukan remediasi.
5. Model Pengembangan Modul
Model pengembangan terdiri dari tiga macam di antaranya berupa
model prosedural, model konseptual, dan model teoretik. Pengembang
akan memaparkan tiga model pengembangan sebagai pembanding dalam
pemilihan model pengembangan yang akan dipilih sebagai acuan
pengembangan. Berikut penulis paparkan dua model pengembangan yang
telah dikembangkan oleh Arif Sadiman, Dick and Carey, R & D.
a) Model Pengembangan Arif Sadiman
Model pengembangan menurut Sadiman dkk (2007:100) terdapat
komponen-komponen antara lain :
1. Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa
2. Merumuskan tujuan instruksional
29
3. Merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung
tercapainya tujuan
4. Mengembangkan alat pengukur keberhasilan Mengadakan tes dan
revisi
Gambar 2.1 Model Pengembangan Sadiman (Sadiman dkk, 2007:101)
b) Model Pengembangan Dick and Carey
Model pengembagan media menurut Dick and Carey memiliki
komponen dalam model sistem pengembangan yaitu :
1. Mengidentifikasi Tujuan Instruksional Umum (TIU)
2. Melakukan analisis instruksional
3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa
4. Menulis tujuan kriteria
5. Mengembangkan butir tes acuan patokan
6. Menyusun strategi instruksional
7. Mengembangkan dan memilih bahan instruksional
8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
Perumusan Butir
Materi
Perumusan Alat
Pengukur
Keberhasilan
Penulisan Naskah
Media
Tes Uji Coba
Naskah
Siap
Produksi
Perumusan
Tujuan
Identifikasi
Kebutuhan
Revisi?
Tidak
30
9. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif
Gambar 2.2 Model Pengembangan Dick and Carey (Trianto, 2007:62)
c) Model Pengembangan R & D
Model Research & Development (R&D) adalah model
pengembangan dari Sugiyono (2011:297). Gambaran metode
pengembangan R&D seperti diagram berikut ini.
Gambar 2.3 Model Pengembangan R&D (Sugiyono, 2010:409)
Potensi dan
Masalah
Pengumpulan
data
Desain Produk
Validasi
desain
Revisi
Desain
Uji Coba Produk Revisi
Produk
Uji Coba
Pemakaian
Revisi Produk Produksi Masal
31
Berdasarkan beberapa uraian mengenai model-model
pengembangan, maka model pengembangan yang digunakan pada
penelitian pengembangan media modul sistem transmisi otomatis ini
menggunakan model pengembangan yang prosedural yaitu
menggariskan langkah-langkah yang harus diikuti dalam menghasilkan
produk. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model
pengembangan R&D yang dianggap cukup sistematis dan sesuai
dengan media modul karena dalam model pengembangan ini
berorientasi pada produk, model ini memiliki tahap yang sampai pada
produksi masal, adanya tahap ujicoba media, dan juga ada revisi di
setiap uji coba produk media, sehingga dapat mengurangi tingkat
kekurangan terhadap produk media. Sedangkan pada model Arif
Sadiman model pengembanganya hanya sampai penulisan naskah dan
tidak sampai pada produksi media pengembangan dan untuk model
Dick and Carey lebih mengarah pada pengembangan instruksional,
yaitu pengembangan strategi dan bahan instruksional. Oleh karena itu
peneliti menggunakan model R&D yang dianggap cukup sistematis dan
sesuai dengan media modul karena dalam model pengembangan ini
berorientasi pada produk, model ini memiliki tahap yang sampai pada
produksi masal, adanya tahap uji coba media, dan juga ada revisi di
setiap uji coba produk media, sehingga dapat mengurangi tingkat
kekurangan terhadap produk media.
32
6. Prinsip Penulisan Modul
Modul merupakan media pembelajaran yang dapat berfungsi sama
dengan pengajar/pelatih pada pembelajaran tatap muka. Oleh karena itu,
penulisan modul perlu didasarkan pada prinsip-prinsip belajar dan
bagaimana pengajar/pelatih mengajar dan peserta didik menerima
pelajaran. Terkait hal tersebut, Ditjen PMPTK (2008) mengemukakan
penulisan modul dilakukan menggunakan prinsip-prinsip antara lain
sebagai berikut:
a. Peserta belajar perlu diberikan secara jelas hasil belajar yang menjadi
tujuan pembelajaran sehingga mereka dapat menyiapkan harapan dan
dapat menimbang untuk diri sendiri apakah mereka telah mencapai
tujuan tersebut atau belum mencapainya pada saat melakukan
pembelajaran menggunakan modul.
b. Peserta belajar perlu diuji untuk dapat menentukan apakah mereka telah
mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu, pada penulisan modul, tes
perlu dipadukan ke dalam pembelajaran supaya dapat memeriksa
ketercapaian tujuan pembelajaran dan memberikan umpan balik yang
sesuai.
c. Bahan ajar perlu diurutkan sedemikian rupa sehingga memudahkan
peserta didik untuk mempelajarinya. Urutan bahan ajar tersebut adalah
dari mudah ke sulit, dari yang diketahui ke yang tidak diketahui, dari
pengetahuan ke penerapan.
d. Peserta didik perlu disediakan umpan balik sehingga mereka dapat
memantau proses belajar dan mendapatkan perbaikan bilamana
33
diperlukan. Misalnya dengan memberikan kriteria atas hasil tes yang
dilakukan secara mandiri.
7. Prosedur Penulisan Modul
Penulisan modul merupakan proses penyusunan materi
pembelajaran yang dikemas secara sistematis sehingga siap dipelajari oleh
pebelajar untuk mencapai kompetensi atau sub kompetensi. Penyusunan
modul belajar mengacu pada kompetensi yang terdapat di dalam tujuan
yang ditetapkan. Ditjen PMPTK (2008) menjelaskan prosedur penulisan
modul sebagai berikut:
a. Analisis Kebutuhan Modul
Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis
kompetensi/ tujuan untuk menentukan jumlah dan judul modul yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu kompetensi tersebut. Penetapan judul
modul didasarkan pada kompetensi yang terdapat pada garis-garis besar
program yang ditetapkan. Analisis kebutuhan modul bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menetapkan jumlah dan judul modul yang harus
dikembangkan. Analisis kebutuhan modul dapat dilakukan dengan
langkah sebagai berikut:
a. Tetapkan kompetensi yang terdapat di dalam garis-garis besar
program pembelajaran yang akan disusun modulnya;
b. Identifikasi dan tentukan ruang lingkup unit kompetensi tersebut;
c. Identifikasi dan tentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dipersyaratkan;
34
d. Tentukan judul modul yang akan ditulis
e. Kegiatan analisis kebutuhan modul dilaksanakan pada periode awal
pengembangan modul
b. Penyusunan Draft
Penyusunan draft modul merupakan proses penyusunan dan
pengorganisasian materi pembelajaran dari suatu kompetensi atau sub
kompetensi menjadi satu kesatuan yang sistematis. Penyusunan draft
modul bertujuan menyediakan draft suatu modul sesuai dengan
kompetensi atau sub kompetensi yang telah ditetapkan. Penulisan draft
modul dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Tetapkan judul modul
2) Tetapkan tujuan akhir yaitu kemampuan yang harus dicapai oleh
peserta didik setelah selesai mempelajari satu modul
3) Tetapkan tujuan antara yaitu kemampuan spesifik yang menunjang
tujuan akhir
4) Tetapkan garis-garis besar atau outline modul
5) Kembangkan materi pada garis-garis besar
6) Periksa ulang draft yang telah dihasilkan
Kegiatan penyusunan draft modul hendaknya menghasilkan draft
modul yang sekurang-kurangnya mencakup:
1) Judul modul; menggambarkan materi yang akan dituangkan di dalam
modul;
35
2) Kompetensi atau sub kompetensi yang akan dicapai setelah
menyelesaikan mempelajari modul;
3) Tujuan terdiri atas tujuan akhir dan tujuan antara yang akan dicapai
peserta didik setelah mempelajari modul;
4) Materi pelatihan yang berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik;
5) Prosedur atau kegiatan pelatihan yang harus diikuti oleh peserta
didik untuk mempelajari modul;
6) Soal-soal, latihan, dan atau tugas yang harus dikerjakan atau
diselesaikan oleh peserta didik;
7) Evaluasi atau penilaian yang berfungsi mengukur kemampuan
peserta didik dalam menguasai modul;
8) Kunci jawaban dari soal, latihan dan atau pengujian
c. Uji Coba
Uji coba draft modul adalah kegiatan penggunaan modul pada
peserta terbatas, untuk mengetahui keterlaksanaan dan manfaat modul
dalam pembelajaran sebelum modul tersebut digunakan secara umum.
Uji coba draft modul bertujuan untuk;
1) mengetahui kemampuan dan kemudahan peserta dalam memahami
dan menggunakan modul;
2) mengetahui efisiensi waktu belajar dengan menggunakan modul; dan
3) mengetahui efektifitas modul dalam membantu peserta mempelajari
dan menguasai materi pembelajaran.
36
Untuk melakukan uji coba draft modul dapat diikuti langkah-
langkah sebagai berikut.
1) Siapkan dan gandakan draft modul yang akan diuji cobakan
sebanyak peserta yang akan diikutkan dalam uji coba.
2) Susun instrumen pendukung uji coba.
3) Distribusikan draft modul dan instrumen pendukung uji coba kepada
peserta uji coba.
4) Informasikan kepada peserta uji coba tentang tujuan uji coba dan
kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta uji coba.
5) Kumpulkan kembali draft modul dan instrumen uji coba.
6) Proses dan simpulkan hasil pengumpulan masukan yang dijaring
melalui instrumen uji coba.
Dari hasil uji coba diharapkan diperoleh masukan sebagai bahan
penyempurnaan draft modul yang diuji cobakan. Terdapat dua macam
uji coba yaitu uji coba dalam kelompok kecil dan uji coba lapangan. Uji
coba kelompok kecil adalah uji coba yang dilakukan hanya kepada 2 - 4
peserta didik, sedangkan uji coba lapangan adalah uji coba yang
dilakukan kepada peserta dengan jumlah 20 – 30 peserta didik.
d. Validasi
Validasi adalah proses permintaan persetujuan atau pengesahan
terhadap kesesuaian modul dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan
pengakuan kesesuaian tersebut, maka validasi perlu dilakukan dengan
melibatkan pihak praktisi yang ahli sesuai dengan bidang-bidang terkait
dalam modul. Validasi modul bertujuan untuk memperoleh pengakuan
37
atau pengesahan kesesuaian modul dengan kebutuhan sehingga modul
tersebut layak dan cocok digunakan dalam pembelajaran. Validasi
modul meliputi: isi materi atau substansi modul; penggunaan bahasa;
serta penggunaan metode instruksional.
Validasi dapat dimintakan dari beberapa pihak sesuai dengan
keahliannya masing-masing antara lain;
1) ahli substansi dari industri untuk isi atau materi modul;
2) ahli bahasa untuk penggunaan bahasa; atau
3) ahli metode instruksional untuk penggunaan instruksional guna
mendapatkan masukan yang komprehensif dan obyektif.
Untuk melakukan validasi draft modul dapat diikuti langkah-
langkah sebagai berikut.
1) Siapkan dan gandakan draft modul yang akan divalidasi sesuai
dengan banyaknya validator yang terlibat.
2) Susun instrumen pendukung validasi.
3) Distribusikan draft modul dan instrumen validasi kepada peserta
validator.
4) Informasikan kepada validator tentang tujuan validasi dan kegiatan
yang harus dilakukan oleh validator.
5) Kumpulkan kembali draft modul dan instrumen validasi.
6) Proses dan simpulkan hasil pengumpulan masukkan yang dijaring
melalui instrumen validasi.
Dari kegiatan validasi draft modul akan dihasilkan draft modul
yang mendapat masukkan dan persetujuan dari para validator, sesuai
38
dengan bidangnya. Masukkan tersebut digunakan sebagai bahan
penyempurnaan modul.
e. Revisi
Revisi atau perbaikan merupakan proses penyempurnaan modul
setelah memperoleh masukan dari kegiatan uji coba dan validasi.
Kegiatan revisi draft modul bertujuan untuk melakukan finalisasi atau
penyempurnaan akhir yang komprehensif terhadap modul, sehingga
modul siap diproduksi sesuai dengan masukkan yang diperoleh dari
kegiatan sebelumnya, maka perbaikan modul harus mencakup aspek-
aspek penting penyusunan modul di antaranya yaitu;
1) pengorganisasian materi pembelajaran;
2) penggunaan metode instruksional;
3) penggunaan bahasa; dan
4) pengorganisasian tata tulis dan perwajahan.
Mengacu pada prinsip peningkatan mutu berkesinambungan,
secara terus menerus modul dapat ditinjau ulang dan diperbaiki
8. Kualitas Modul
Secara umum kualitas modul ditentukan berdasarkan beberapa faktor
utama, yaitu : (1) format (2) konsep / materi (3) bahasa dan (4) ilustrasi.
a. Indikator format, modul berkualitas harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Setiap sendi atau bagian dapat diidentifikasikan secara jelas.
2) Sistem penomeran jelas.
39
3) Menimbulkan minat belajar.
4) Terdapat keseimbangan antara teks dan ilustrasi.
5) Menggunakan jenis dan ukuran (font) yang sesuai dengan
karakteristik pebelajar.
6) Secara visual, modul menarik untuk dibaca.
7) Tata letak (teks ilustrasi) sistematis.
b. Indikator konsep, modul berkualitas harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Konsep / materi modul ditulis secara akurat.
2) Konsep dikelompokkan secara logis.
3) Setiap kelompok konsep fleksibel untuk dicapai.
4) Konsep relevansi dengan kurikulum.
5) Konsep terkait dengan materi yang terdahulu.
6) Konsep didukung sumber belajar yang memadai.
7) Konsep dapat menumbuhkan motivasi belajar pebelajar.
8) Konsep dapat melatih pebelajar dalam berfikir secara sistematis.
c. Indikator bahasa, modul berkualitas harus memiliki kriteria sebagai
berikut:
1) Menggunakan tata bahasa yang benar.
2) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan
mental pebelajar.
3) Menumbuhkan motivasi untuk membaca lebih lanjut.
4) Menggunakan struktur kalimat yang sederhana atau jelas.
5) Petunjuk-petunjuk ditulis secara jelas.
40
d. Indikator ilustrasi, modul berkualitas harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Ilustrasi mendukung pemahaman konsep.
2) Terkait langsung dengan konsep yang tertulis pada teks.
3) Secara visual ilustrasi menarik.
4) Jelas.
5) Mudah dipahami.
9. Struktur Penulisan Modul
Penstrukturan modul bertujuan untuk memudahkan pebelajar
mempelajari materi. Satu modul dibuat untuk mengajarkan suatu materi
yang spesifik supaya pebelajar mencapai kompetetensi tertentu. Menurut
Ditjen PMPTK Depdiknas (2008 : 21) Struktur penulisan modul dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu
a. Bagian Pembuka
1) Judul
Judul modul perlu menarik dan memberi gambaran tentang materi
yang dibahas.
2) Daftar isi
Daftar isi menyajikan topik-topik yang dibahas. Topik-topik
tersebut diurutkan berdasarkan urutan kemunculan dalam modul.
3) Peta Informasi
Modul perlu menyertakan peta Informasi. Pada daftar isi akan
terlihat topik apa saja yang dipelajari, tetapi tidak terlihat kaitan
41
antar topik tersebut. Pada peta informasi akan diperlihatkan kaitan
antar topik-topik dalam modul. Peta informasi yang disajikan
dalam modul dapat saja menggunakan diagram isi bahan ajar yang
telah dipelajari sebelumnya.
4) Daftar Tujuan Kompetensi
Penulisan tujuan kompetensi membantu pembelajar untuk
mengetahui pengetahuan, sikap, atau keterampilan apa yang dapat
dikuasai setelah menyelesaikan pelajaran.
5) Tes Awal
Pebelajar perlu diberi tahu keterampilan atau pengetahuan awal apa
saja yang diperlukan untuk dapat menguasai materi dalam modul.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pre-tes. Pre-tes
bertujuan untuk memeriksa apakah pebelajar telah menguasai
materi prasyarat untuk mempelajari materi modul.
b. Bagian Inti
1) Pendahuluan/Tinjauan Umum Materi
Pendahuluan pada suatu modul berfungsi untuk; (1) memberikan
gambaran umum mengenai isi materi modul; (2) meyakinkan
pebelajar bahwa materi yang akan dipelajari dapat bermanfaat bagi
mereka; (3) meluruskan harapan pebelajar mengenai materi yang
akan dipelajari; (4) mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan
materi yang akan dipelajari; (5) memberikan petunjuk bagaimana
mempelajari materi yang akan disajikan. Dalam pendahuluan dapat
saja disajikan peta informasi mengenai materi yang akan dibahas dan
42
daftar tujuan kompetensi yang akan dicapai setelah mempelajari
modul.
2) Hubungan dengan materi atau pelajaran yang lain
Materi pada modul sebaiknya lengkap, dalam arti semua materi yang
perlu dipelajari tersedia dalam modul. Namun demikian, bila tujuan
kompetensi menghendaki pebelajar mempelajari materi untuk
memperluas wawasan berdasarkan materi di luar modul maka
pembelajar perlu diberi arahan materi apa, dari mana, dan bagaimana
mengkasesnya.
3) Uraian Materi
Uraian materi merupakan penjelasan secara terperinci tentang materi
pembelajaran yang disampaikan dalam modul.
4) Penugasan
Penugasan dalam modul perlu untuk menegaskan kompetensi apa
yang diharapkan setelah mempelajari modul.
5) Rangkuman
Rangkuman merupakan bagian dalam modul yang menelaah hal-hal
pokok dalam modul yang telah dibahas. Rangkuman diletakkan pada
bagan akhir modul.
c. Bagian penutup
1) Glossary atau daftar isitilah
Glossary berisikan definisi-definisi konsep yang dibahas dalam
modul. Definisi tersebut dibuat ringkas dengan tujuan untuk
mengingat kembali konsep yang telah dipelajari.
43
2) Tes Akhir
Tes-akhir merupakan latihan yang dapat pembelajar kerjakan setelah
mempelajari suatu bagian dalam modul. Aturan umum untuk tes-
akhir ialah bahwa tes tersebut dapat dikerjakan oleh pembelajar
dalam waktu sekitar 20% dari waktu mempelajari modul. Jadi, jika
suatu modul dapat diselesaikan dalam tiga jam maka tes-akhir harus
dapat dikerjakan oleh pebelajar dalam waktu sekitar setengah jam.
3) Indeks
Indeks memuat istilah-istilah penting dalam modul serta halaman
dimana istilah tersebut ditemukan. Indeks perlu diberikan dalam
modul supaya pebelajar mudah menemukan topik yang ingin
dipelajari. Indeks perlu mengandung kata kunci yang kemungkinan
pebelajar akan mencarinya.
10. Kedudukan Modul Dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Menurut pendapat Morris yang dikemukakan dalam AECT
(1977:108), ada 4 pola dasar pembelajaran yaitu:
a. Pembelajaran Tradisional
Gambar 2.4. Pola Pembelajaran Tradisional
Pola ini merupakan pola tradisional dan pola paling sederhana
dalam pembelajaran dengan bentuk tatap muka anatar guru dengan
siswa. Guru bertindak sebagai sumber informasi / pesan dalam
Tujuan Penetapan isi
dan metode
Guru Siswa
44
pembelajaran, sehingga guru dianggap sebagai komponen penting
dalam pembelajaran.
b. Pembelajaran tradisional dengan bantuan media
Gambar 2.5. Pola Pembelajaran Tradisional Berbantuan Media
Pola ini merupakan guru dengan media mempunyai peran yang
sama yaitu untuk membantu kegiatan pembelajaran. Namun Pola ini
masih memandang guru sebagai komponen utama dalam pembelajaran.
c. Pembelajaran guru dengan media
Gambar 2.6. Pola Pembelajaran Guru dengan Media
Pola pembelajaran ini mengandung pemanfaatan sistem
instruksional yang lengkap, meliputi pembelajaran bermedia dimana
guru terlibat dalam merancang dan menilai serta menyeleksi maupun
berperan dalam fungsi pemanfaatan untuk hal-hal yang belum tercakup
dalam sistem instruksional.
d. Pembelajaran Bermedia
Gambar 2.7. Pola Pembelajaran Bermedia
Tujuan Penetapan isi
dan metode
Guru dengan
Media Siswa
Tujuan Penetapan isi
dan metode
Media
Siswa
Guru
Tujuan Penetapan isi
dan metode
Media Siswa
45
Pola pembelajaran ini meliputi penggunaan sistem
pembelajaran yang lengkap dengan menempatkan media sebagai peran
utama dalam proses pembelajaran dimana guru tidak terlibat langsung.
Namun media tidak dapat menggantikan guru dalam hal mengajarkan
nilai-nilai kemanusian karena media tetaplah benda mati.
Berdasarkan pola pembelajaran di atas, peneliti telah
menetapkan menggunakan menganut pola pembelajaran yang ke tiga,
yaitu pola pembelajaran guru dengan media. Karena dengan pola ini
pembelajaran lebih fleksibel. Ada guru selain menyampaikan materi
tetapi dalam proses pembelajaran berperan juga sebagai fasilitator dan
membangun motivasi siswa dalam menggunakan media modul
transmisi otomatis mobil dalam pembelajaran.
D. TRANSMISI OTOMATIS
1. Jenis Dan Tipe Transmisi Otomatis
Pada kendaraan bertransmisi otomatis tidak dijumpai pedal
kopling, perpindahan ke gigi yang lebih tinggi atau yang lebih rendah
dilakukan secara otomatis, sesuai dengan besarnya penekanan pada pedal
akselerator dan kecepatan kendaraan. Berdasarkan posisi penggeraknya,
Transmisi otomatis dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
46
a. Transmisi Otomatis Penggerak Roda Belakang
Gambar 2.8. Transmisi otomatis penggerak roda belakang
b. Transmisi Otomatis Penggerak Roda Depan
Gambar 2.9. Transmisi otomatis penggerak roda depan
Kedua transmisi ini terlihat berbeda tetapi cara kerjanya sama,
keduanya mempunyai disain rangkaian roda gigi planet (planetary gear
train) yang digunakan dalam semua transmisi otomatis.
Berdasarkan pemindah dayanya transmisi dibagi atas :
a. Planetary Gear Transmission
Pada Tipe ini perbandingan roda gigi dilakukan oleh sebuah
roda gigi planet yang dikontrol secara hidrolik melalui sebuah Band
(Pita) yang menjepit poros yang terhubung dengan salah satu roda gigi.
47
Gambar 2.10. Mekanisme Planetary Gear dan bentuk transmisinya
b. Continously Variable Transmission
CVT (Continue Variable Transmision) adalah suatu sistem
penyalur tenaga secara otomatis dengan bantuan gaya sentrifugal(gaya
dorong yang disebabkan oleh putaran).
Gambar 2.11 Mekanisme CVT
CVT ini bekerja melalui 2 buah puley (piringan pemutar v-belt).
Semakin kecil diameter puley akan membentuk jarak semakin lebar dan
sebaliknya, semakin besar diameter puley akan membentuk jarak yang
sempit.Yang dimaksud jarak yaitu jarak yang terdapat pada sela-sela
puley.
Berdasarkan bentuk penyalur tenaganya dibagi atas 3 tipe, yaitu :
48
1) Tipe Sabuk (Belt CVT)
Pada tipe ini yang berfungsi sebagai pemindah daya pada puli
penggerak adalah sebuah sabuk Tipe ini digunakan pada hampir
seluruh mobil matik terutama pada honda dan toyota serta sepeda
motor.
Gambar 2.12. CVT model Belt
2) Tipe Rantai (Chain CVT)
Pada tipe ini pemindahan daya dari engine dilakukan melalui
sebuah rantai lebar tipe ini dipakai pada Audi.
Gambar 2.13. CVT model Chain
3) Tipe Toroidal (Toroidal CVT)
Menggunakan sebuah roller untuk memindahkan momen
diantara plat input (yang terhubung ke crankshaft) dan plat output (
yang terhubung ke poros penggerak) Sudut perubahan roller
berhubungan langsung pada poros menghasilkan perubahan
perbandingan roda gigi.
49
Gambar 2.14. CVT model Toroidal
2. Komponen – Komponen Transmisi Otomatis
Sebuah transmisi otomatis terdiri dari 3 bagian utama yang masing-
masing mempunyai fungsi khusus tersendiri.
Gambar 2.15.Bagian-bagian utama pada transmisi otomatis.
a. Torsi Konverter (Torque Converter)
Torsi konverter berfungsi sebagai pengubah tenaga putar yang
dihasilkan oleh mesin yang selanjutnya disalurkan ke unit roda gigi
planet (planetary gear unit).
50
Gambar 2.16. Torsi konverter.
b. Unit Roda Gigi Planet (Planetary Gear Unit)
Unit roda gigi planet berfungsi sebagai penerima input dari
torsi konverter dan pengubah kecepatan serta tenaga putar sesuai
dengan kondisi pengendaraan. Berbagai perbandingan roda gigi dalam
arah maju (forward) dan satu arah mundur (reverse) dibuat oleh unit
roda gigi planet. Disain unit roda gigi planet meliputi 2 susunan roda
gigi planet (planetary gear set) berupa roda gigi matahari (sun gear),
roda gigi pinion (pinion gear) yang dihubungkan oleh planetary carrier
dan sebuah roda gigi cincin
(ring gear). Bagian-bagian roda gigi planet ditahan dengan alat penahan
(holding device) agar tidak bergerak, alat-alat penahan ini dapat berupa
kopling multiplat (multiplate clutches) atau rem-rem (brakes), pita rem
(brake band) dan kopling-kopling satu arah (one way clutches).
Planetary gear unit terdiri dari beberapa planetary gear set dan
beberapa clutches serta brakes, sebuah planetary gear set terdiri dari
sebuah roda gigi matahari (sun gear), roda gigi pinion (pinion gear)
yang dihubungkan oleh planetary carrier dan sebuah roda gigi cincin
(ring gear).
51
Roda gigi matahari terletak di pusat, sementara roda gigi pinion
berputar di sekelilingnya, dan sebuah roda gigi cincin di sekitar roda
gigi pinion. Susunan roda gigi ini disebut roda gigi “planetary” karena
roda gigi pinion nampak seperti planet-planet yang berputar di
sekeliling matahari.
Gambar 2.17. Susunan roda gigi planet dan Layout susunan roda gigi planet.
c. Alat-Alat Penahan (Holding Devices) Susunan Roda Gigi Planet
Alat-alat penahan (Holding Devices) yang digunakan dalam
susunan roda gigi planet ada tiga jenis, yaitu meliputi; kopling-kopling
multiplat (multiplate clutches), pita rem (brake band), dan kopling satu
arah (one way clutches).
1) Kopling multiplat, menahan komponen planetary gear agar ikut
berputar.
2) Rem menahan komponen planetary gear unit agar tidak ikut
berputar.
a) Rem Pita(brake band)
b) Rem-rem multiplat (multiplate brakes)
3) Roller atau Sprag One Way Clucthes, menahan komponen planetary
gear dalam satu arah putaran.
52
Kopling multiplat dan rem multiplat adalah yang paling biasa
dipakai dari 3 jenis alat-alat penahan, karena mempunyai banyak
kegunaan dan fungsi. Pita rem (brake band) membutuhkan ruang yang
sedikit dalam rumah transmisi (transmission case) dan mempunyai luas
permukaan yang lebar agar gaya penahan (holding force) besar/kuat.
Kopling satu arah mempunyai ukuran yang kecil dan mudah untuk
dilepas atau dipasang.
Kopling multiplat dan rem multiplat adalah yang paling biasa
dipakai dari 3 jenis alat-alat penahan, karena mempunyai banyak
kegunaan dan fungsi. Pita rem (brake band) membutuhkan ruang yang
sedikit dalam rumah transmisi (transmission case) dan mempunyai luas
permukaan yang lebar agar gaya penahan (holding force) besar/kuat.
Kopling satu arah mempunyai ukuran yang kecil dan mudah untuk
dilepas atau dipasang.
d. Sistem Kontrol Hidrolik (Hydraulic Control System)
Operasi dari unit roda gigi planet dikontrol oleh sistem kontrol
hidrolik. Tekanan hidrolik dan titiktitik perpindahan gigi (shift) juga
diatur oleh sistem hidrolik berdasarkan kecepatan kendaraan dan posisi
throttle. Kopling-kopling dan rem-rem diatur oleh fluida yang mengalir
karena tekanan dari pompa oli (oil pump) melalui valve body sehingga
perbandingan putaran dari susunan roda gigi planet dapat dikontrol.
53
Gambar 2.18. Sistem Control hidrolik.