dasar teori

12
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT I. TUJUAN Mengenal, mempraktikkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya. II. DASAR TEORI Senyawa obat (farmaka) adalah senyawa yang bioaktif sebagai komponen aktif obat, bertujuan untuk mempengaruhi fungsi tubuh dan khususnya untuk mencegah penyakit, meringankan atau menyembuhkannya (Schunack, 1990). Obat yang diberikan pada pasien akan banyak mengalami proses sebelum tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi menjadi tiga tingkat atau fase yaitu: 1. Fase farmasetik atau biofarmasetik Fase ini meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh. 2. Fase farmakokinetik Fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. Obat harus diabsorpsi ke dalam darah yang akan segera didistribusikan melalui tiap-tiap jaringan dalam tubuh. Dalam darah obat dapat mengikat protein darah dan mengalami metabolisme, terutama dalam melintasi hati (hepar). Meskipun

Upload: amuharridhotussilmi

Post on 03-Jul-2015

567 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: dasar teori

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT

I. TUJUAN

Mengenal, mempraktikkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat

terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.

II. DASAR TEORI

Senyawa obat (farmaka) adalah senyawa yang bioaktif sebagai komponen aktif

obat, bertujuan untuk mempengaruhi fungsi tubuh dan khususnya untuk mencegah

penyakit, meringankan atau menyembuhkannya (Schunack, 1990).

Obat yang diberikan pada pasien akan banyak mengalami proses sebelum tiba

pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi

menjadi tiga tingkat atau fase yaitu:

1. Fase farmasetik atau biofarmasetik

Fase ini meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat hingga pelepasan zat

aktifnya ke dalam cairan tubuh.

2. Fase farmakokinetik

Fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan setelah

obat dilepas dari bentuk sediaan. Obat harus diabsorpsi ke dalam darah yang akan segera

didistribusikan melalui tiap-tiap jaringan dalam tubuh. Dalam darah obat dapat mengikat

protein darah dan mengalami metabolisme, terutama dalam melintasi hati (hepar).

Meskipun obat aakan didistribusikan melalui badan, tetapi hanmay sedikit yang tersedia

untuk diikat pada struktur yang telah ditentukan. Perlu diketahui bahwa jaringan yang

ditentukan tidak perlu identik dengan jaringan respon.

3. Fase farmakodinamik

Bila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membrane akan

menimbulkan respon biologik. Tujuan pokok dari fase ini adalah optimasi dari efek

biologik (Anief, 2002).

Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai

tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon. Tercapainya

konsentrasi obat tergantung dari jumlah obat yang diberikan, tergantung pada keadaan

Page 2: dasar teori

dan kecepatan obat diabsorpsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah

ke bagian yang lain dari badan (Anief, 2002).

Setelah dimasukkan dalam tubuh, obat harus dapat melewati berbagai sawar dan bersaing

dengan jalur yang berganti-ganti, sebelum akhirnya mencapai tempat aksi (reseptor sel)

di mana respon biologik yang berfaedah terjadi. Sebagai syarat dasar mencapai tempat

aksi seluler, semua zat yang mempunyai aktivitas biologik harus mempunyai atau

mencapai kelaruatan dalam cairan ekstraseluler yang polar dengan cara mengikat protein

transport atau dengan modifikasi kiami atau enzimatik (Wilson, 1982).

Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya

mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai ditempat kerja dan

menimbulkan efek. Kemudian, dengan atau tanpa mengalami biotransformasi, obat

diekskresi dari dalam tubuh (Gan, 1987).

Setiap obat memiliki reseptor yanhg spesifik seperti kunci dengan gembok. Salah

satu yang mempengaruhi kecepatan timbulnya efek adalah bagaimana cara pemberian

obat itu dimasukkan ke dalam tubuh (Rang, 1999).

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta

kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan maalah-masalah sebagai berikut:

a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik.

b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama.

c. Stabilitas obat di dalam lambung dan atau usus.

d. Keamanan relative dalampenggunaan melalui bermacam-macam rute.

e. Rute yang yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter.

f. Harga obat yang relative ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-

macam rute.

g. Kemampuan pasien menelan obat atau melelui oral (Anief, 2002)

Pemberian obat dapat melalui cara :

1. Enteral

a. Per oral

Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena

mudah, aman, dan murah. Kerugiannya adalah banyak faktor yang dapat mempengaruhi

bioavailibilitasnya. Bioavailibilitas adalah persentase obat yang diabsorpsi tubuh dari

Page 3: dasar teori

suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapetiknya. Kerugian

yang ditimbulkan dari cara per oral adalah dapat mengiritasi saluran cerna, dan

memerlikan kooperasi dari penderita (tidak dapat dilakukan bila pasien koma). Absorpsi

obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu absorpsi

mudah terjadi bila obat dalam bentuk non ion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi

obat di usus halus selalu jauh lebih cepat dibandingkan di lambung karena permukaan

epitel usus halus jauh lebih luas dibandingkan dengan epitel lambung (Gan, 1987).

b. Sublingual

Pemberian dengan sublingual adalah cara pemberian obat melalui mukosa mulut.

Keuntungan cara pemberian ini adalah obat lebih cepat diabsorpsi dibandingkan dengan

pemberian secara per oral. Nitrogliserin adalah obat yang sangat poten dan larut baik

dalam dalam lemak maka pemberian sublingual sudah cukup untuk menimbulkan efek.

Selain itu obat terhindar dari metabolisme lintas pertama (first past metabolisme) di hati

karena aliran darah dari mulut tidak melalui hati melainkan langsung menuju vena cava

superior. Kerugian dari cara pemberian ini adalah tidak dapat digunakan untuk obat-

obatan yang rasanya pahit dan tidak enak sehingga jenis obat yang dapat diberikan secara

sublingual terbatas (Gan, 1987).

c. Per rectal

Per rectal biasanya diberikan pada penderita muntah-muntah, tidak sadar, dan

bagi pasien pasca bedah. Umumnya metabolisme lintas pertamanya hanya 59%. Namun

per rectal memiliki efek mengiritasi mukosa rectum, absorpsi tidak lengkap dan tidak

teratur (Gan, 1987).

2. Pemberian secara suntikan (Parenteral)

Keuntungan pemberian obat secara suntikan efeknya timbul lebih cepat dan

teratur dibandingkan dengan pemberian per oral, dapat diberikan pada pasien yang tidak

koperatif, tidak sadar atau muntah-muntah, dan sangat berguna pada keadaan darurat.

Kerugiannya adalah dibutuhkan cara aseptis, sering disertai rasa nyeri, ada bahaya

penularan hepatitis serum, sukar dilakukan sendiri oleh penderita dan tidak ekonomis

(Gan, 1987).

Page 4: dasar teori

Cara suntikan bisa bermacam-macam di antaranya intravena, subcutan,

intramuscular, intraperitonial.

a. Intra vena

Injeksi intravena adalah yang paling cepat dari keseluruhan rute pemberian obat.

Pemberian lewat intravena tidak mengalami tahap absorpsi, maka memberikan kadar obat

yang tinggi dan akan segera mencapai jantung dan paru-paru dan sistem sirkulasi (Rang,

1999).

b. Intra muscular

Pada suntikan intramuscular, kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan

absorpsi.obat yang sukar larut dalam air pada pH fisiologis misalnya digoksin, fenitoin,

diazepam, akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat,

tidak lengkap dan tidak teratur. Obat yag larut falam air diabsorpsi cukup cepat,

tergantung dari aliran darah di tempayt suntikan. Absorpsi lebih cepat di deltoid atau

vastus lateralis daripada gluteus maksimus. Obat-obat dalam larutan minyakatau bentuk

suspensi akan diabsopsi dengan sangat lambat dan konstan (suntikan depot), misalnya

penisilin. Obat-obat yang yang terlalu iritatif untuk disuntikkan secara subkutan kadang-

kadang dapat diberikan secara intramuskular (Gan, 1987).

c. Sub cutan

Disuntikkan di bawah kulit ke dalamalveola dan obatnya lambat diabsorpsi jadi

intensitas efek sistemik dapat diatur (Anief, 2002)

d. Intra peritonial

Obat diinjeksikan pada rongga perut tanpa terkena usus atau terkena hati, karena

dapat mengakibatkan kematian. Suntikan intraperitonial tidak dilakukan pada manusia

karena bahaya ineksi dan adhesi terlalu besar (Gan, 1987).

3. Pemberian melalui paru-paru (inhalasi)

4. Pemberian Topikal

Page 5: dasar teori

III. ALAT DAN BAHAN

Alat:

Spuit injeksi dan jarum (1-2 ml), jarum berujung tumpul (untuk per oral), timbangan,

dan stopwatch.

Bahan:

Tiopenthal sodium dengan stok dosis 10 mg/ml, 15 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml.

Hewan Uji: Mencit ( 4 ekor).

IV. CARA KERJA

Bagian 1

Mahasiswa melihat video tentang jalannya percobaan

Diskusi

Bagian 2 Mahasiswa mengerjakan sendiri percobaan yang sama

Empat ekor mencit ditimbang satu per satu dan diberi tanda

Menghitung volume Na-tiopental yang akan diberikan

Na-tiopental diberikan secara

Peroral Subcutan Intramuskular intraperitonial

Mengamati dan mencatat waktu hilangnya reflek balik badan

Hitung onset dan durasi tiap-tiap mencit

Page 6: dasar teori

Hasilnya dibandingkan dengan kelompok lain menggunakan uji statistik “analisa varian

pola satu arah” dengan taraf kepercayaan 95 %

Analisa Data

Amati dan Catat waktu hilangnya reflek balik badan

Hitung onset dan durasi dari tiap percobaan

Bandingkan hasilnya dengan uji statistika

Analisis varian pola searah dengan taraf kepercayaan 95%

V. DATA DAN PERHITUNGAN

Dosis Tiopenthal = 90 mg/kg BB

Stok tersedia = 10 mg/ml, 15 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml.

Dosis untuk masing-masing mencit:

BBDosis = x 90 (mg/Kg BB)

1000

Volume Pemberian:

Dosis = ½ volume maksimal

Stok

Volume maksimum larutan yang bisa diberikan pada mencit (BB = 20-30 gram)

Cara pemberian Volume maksimum (ml)

Intra vena 0,5

Per oral 1,0

Subcutan 0,5-1,0*

Page 7: dasar teori

Intra muscular 0,05

Intra peritonial 1,0

* Didistribusikan ke daerah yag lebih luas

Data berat badan mencit

Nomor mencit Berat badan (gram)

1 26,2

2 34,6

3 24,7

4 32,3

Perhitungan dosis dan volume pemberian

1. Per oral (Berat mencit = 26,2 gram) 26,2

Dosis = x 90 mg/kg BB = 2,358 mg 1000

= 3,087 mg

2,358 Volume Na-tiopental =

10

= 0,2358 ml (0,20 ml)

2. Sub cutan (Berat mencit = 34,6 gram)

34,6Dosis = x 90

1000

= 3,114 mg

3,114Volume Na-tiopental =

10

= 0,3114 ml (0,31 ml)

Page 8: dasar teori

3. Intra muskular (Berat mencit = 24,7 gram)

24,7Dosis = x 90

1000

= 2,223 mg

2,223Volume Na-tiopental =

50

= 0,0445 (0,05 ml)

4. Intra peritonial (Berat mencit = 32,3 gram)

32,3 x 90Dosis =

1000 = 2,907 mg

2,907

Volume Na-tiopental = 10

= 0,2907 ml (0,3 ml)

Cara Pemberian KelompokWaktu (Menit)

Onset Durasi

P.O

1 0:00 0:00

2 00:03:57 6:23

3 0:00 0:00

4 0:00 0:00

5 0:00 0:00

I.P 1 2:46 2:58:14

2 9:34 2:59:53

Page 9: dasar teori

3 1:24 3:00:00

4

5

I.M

1

2

3

4

5

S.C

1

2

3

4

5