dasar teori
TRANSCRIPT
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT
I. TUJUAN
Mengenal, mempraktikkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat
terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.
II. DASAR TEORI
Senyawa obat (farmaka) adalah senyawa yang bioaktif sebagai komponen aktif
obat, bertujuan untuk mempengaruhi fungsi tubuh dan khususnya untuk mencegah
penyakit, meringankan atau menyembuhkannya (Schunack, 1990).
Obat yang diberikan pada pasien akan banyak mengalami proses sebelum tiba
pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi
menjadi tiga tingkat atau fase yaitu:
1. Fase farmasetik atau biofarmasetik
Fase ini meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat hingga pelepasan zat
aktifnya ke dalam cairan tubuh.
2. Fase farmakokinetik
Fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan setelah
obat dilepas dari bentuk sediaan. Obat harus diabsorpsi ke dalam darah yang akan segera
didistribusikan melalui tiap-tiap jaringan dalam tubuh. Dalam darah obat dapat mengikat
protein darah dan mengalami metabolisme, terutama dalam melintasi hati (hepar).
Meskipun obat aakan didistribusikan melalui badan, tetapi hanmay sedikit yang tersedia
untuk diikat pada struktur yang telah ditentukan. Perlu diketahui bahwa jaringan yang
ditentukan tidak perlu identik dengan jaringan respon.
3. Fase farmakodinamik
Bila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membrane akan
menimbulkan respon biologik. Tujuan pokok dari fase ini adalah optimasi dari efek
biologik (Anief, 2002).
Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai
tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon. Tercapainya
konsentrasi obat tergantung dari jumlah obat yang diberikan, tergantung pada keadaan
dan kecepatan obat diabsorpsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah
ke bagian yang lain dari badan (Anief, 2002).
Setelah dimasukkan dalam tubuh, obat harus dapat melewati berbagai sawar dan bersaing
dengan jalur yang berganti-ganti, sebelum akhirnya mencapai tempat aksi (reseptor sel)
di mana respon biologik yang berfaedah terjadi. Sebagai syarat dasar mencapai tempat
aksi seluler, semua zat yang mempunyai aktivitas biologik harus mempunyai atau
mencapai kelaruatan dalam cairan ekstraseluler yang polar dengan cara mengikat protein
transport atau dengan modifikasi kiami atau enzimatik (Wilson, 1982).
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya
mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai ditempat kerja dan
menimbulkan efek. Kemudian, dengan atau tanpa mengalami biotransformasi, obat
diekskresi dari dalam tubuh (Gan, 1987).
Setiap obat memiliki reseptor yanhg spesifik seperti kunci dengan gembok. Salah
satu yang mempengaruhi kecepatan timbulnya efek adalah bagaimana cara pemberian
obat itu dimasukkan ke dalam tubuh (Rang, 1999).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta
kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan maalah-masalah sebagai berikut:
a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik.
b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama.
c. Stabilitas obat di dalam lambung dan atau usus.
d. Keamanan relative dalampenggunaan melalui bermacam-macam rute.
e. Rute yang yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter.
f. Harga obat yang relative ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-
macam rute.
g. Kemampuan pasien menelan obat atau melelui oral (Anief, 2002)
Pemberian obat dapat melalui cara :
1. Enteral
a. Per oral
Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena
mudah, aman, dan murah. Kerugiannya adalah banyak faktor yang dapat mempengaruhi
bioavailibilitasnya. Bioavailibilitas adalah persentase obat yang diabsorpsi tubuh dari
suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapetiknya. Kerugian
yang ditimbulkan dari cara per oral adalah dapat mengiritasi saluran cerna, dan
memerlikan kooperasi dari penderita (tidak dapat dilakukan bila pasien koma). Absorpsi
obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu absorpsi
mudah terjadi bila obat dalam bentuk non ion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi
obat di usus halus selalu jauh lebih cepat dibandingkan di lambung karena permukaan
epitel usus halus jauh lebih luas dibandingkan dengan epitel lambung (Gan, 1987).
b. Sublingual
Pemberian dengan sublingual adalah cara pemberian obat melalui mukosa mulut.
Keuntungan cara pemberian ini adalah obat lebih cepat diabsorpsi dibandingkan dengan
pemberian secara per oral. Nitrogliserin adalah obat yang sangat poten dan larut baik
dalam dalam lemak maka pemberian sublingual sudah cukup untuk menimbulkan efek.
Selain itu obat terhindar dari metabolisme lintas pertama (first past metabolisme) di hati
karena aliran darah dari mulut tidak melalui hati melainkan langsung menuju vena cava
superior. Kerugian dari cara pemberian ini adalah tidak dapat digunakan untuk obat-
obatan yang rasanya pahit dan tidak enak sehingga jenis obat yang dapat diberikan secara
sublingual terbatas (Gan, 1987).
c. Per rectal
Per rectal biasanya diberikan pada penderita muntah-muntah, tidak sadar, dan
bagi pasien pasca bedah. Umumnya metabolisme lintas pertamanya hanya 59%. Namun
per rectal memiliki efek mengiritasi mukosa rectum, absorpsi tidak lengkap dan tidak
teratur (Gan, 1987).
2. Pemberian secara suntikan (Parenteral)
Keuntungan pemberian obat secara suntikan efeknya timbul lebih cepat dan
teratur dibandingkan dengan pemberian per oral, dapat diberikan pada pasien yang tidak
koperatif, tidak sadar atau muntah-muntah, dan sangat berguna pada keadaan darurat.
Kerugiannya adalah dibutuhkan cara aseptis, sering disertai rasa nyeri, ada bahaya
penularan hepatitis serum, sukar dilakukan sendiri oleh penderita dan tidak ekonomis
(Gan, 1987).
Cara suntikan bisa bermacam-macam di antaranya intravena, subcutan,
intramuscular, intraperitonial.
a. Intra vena
Injeksi intravena adalah yang paling cepat dari keseluruhan rute pemberian obat.
Pemberian lewat intravena tidak mengalami tahap absorpsi, maka memberikan kadar obat
yang tinggi dan akan segera mencapai jantung dan paru-paru dan sistem sirkulasi (Rang,
1999).
b. Intra muscular
Pada suntikan intramuscular, kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan
absorpsi.obat yang sukar larut dalam air pada pH fisiologis misalnya digoksin, fenitoin,
diazepam, akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat,
tidak lengkap dan tidak teratur. Obat yag larut falam air diabsorpsi cukup cepat,
tergantung dari aliran darah di tempayt suntikan. Absorpsi lebih cepat di deltoid atau
vastus lateralis daripada gluteus maksimus. Obat-obat dalam larutan minyakatau bentuk
suspensi akan diabsopsi dengan sangat lambat dan konstan (suntikan depot), misalnya
penisilin. Obat-obat yang yang terlalu iritatif untuk disuntikkan secara subkutan kadang-
kadang dapat diberikan secara intramuskular (Gan, 1987).
c. Sub cutan
Disuntikkan di bawah kulit ke dalamalveola dan obatnya lambat diabsorpsi jadi
intensitas efek sistemik dapat diatur (Anief, 2002)
d. Intra peritonial
Obat diinjeksikan pada rongga perut tanpa terkena usus atau terkena hati, karena
dapat mengakibatkan kematian. Suntikan intraperitonial tidak dilakukan pada manusia
karena bahaya ineksi dan adhesi terlalu besar (Gan, 1987).
3. Pemberian melalui paru-paru (inhalasi)
4. Pemberian Topikal
III. ALAT DAN BAHAN
Alat:
Spuit injeksi dan jarum (1-2 ml), jarum berujung tumpul (untuk per oral), timbangan,
dan stopwatch.
Bahan:
Tiopenthal sodium dengan stok dosis 10 mg/ml, 15 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml.
Hewan Uji: Mencit ( 4 ekor).
IV. CARA KERJA
Bagian 1
Mahasiswa melihat video tentang jalannya percobaan
Diskusi
Bagian 2 Mahasiswa mengerjakan sendiri percobaan yang sama
Empat ekor mencit ditimbang satu per satu dan diberi tanda
Menghitung volume Na-tiopental yang akan diberikan
Na-tiopental diberikan secara
Peroral Subcutan Intramuskular intraperitonial
Mengamati dan mencatat waktu hilangnya reflek balik badan
Hitung onset dan durasi tiap-tiap mencit
Hasilnya dibandingkan dengan kelompok lain menggunakan uji statistik “analisa varian
pola satu arah” dengan taraf kepercayaan 95 %
Analisa Data
Amati dan Catat waktu hilangnya reflek balik badan
Hitung onset dan durasi dari tiap percobaan
Bandingkan hasilnya dengan uji statistika
Analisis varian pola searah dengan taraf kepercayaan 95%
V. DATA DAN PERHITUNGAN
Dosis Tiopenthal = 90 mg/kg BB
Stok tersedia = 10 mg/ml, 15 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml.
Dosis untuk masing-masing mencit:
BBDosis = x 90 (mg/Kg BB)
1000
Volume Pemberian:
Dosis = ½ volume maksimal
Stok
Volume maksimum larutan yang bisa diberikan pada mencit (BB = 20-30 gram)
Cara pemberian Volume maksimum (ml)
Intra vena 0,5
Per oral 1,0
Subcutan 0,5-1,0*
Intra muscular 0,05
Intra peritonial 1,0
* Didistribusikan ke daerah yag lebih luas
Data berat badan mencit
Nomor mencit Berat badan (gram)
1 26,2
2 34,6
3 24,7
4 32,3
Perhitungan dosis dan volume pemberian
1. Per oral (Berat mencit = 26,2 gram) 26,2
Dosis = x 90 mg/kg BB = 2,358 mg 1000
= 3,087 mg
2,358 Volume Na-tiopental =
10
= 0,2358 ml (0,20 ml)
2. Sub cutan (Berat mencit = 34,6 gram)
34,6Dosis = x 90
1000
= 3,114 mg
3,114Volume Na-tiopental =
10
= 0,3114 ml (0,31 ml)
3. Intra muskular (Berat mencit = 24,7 gram)
24,7Dosis = x 90
1000
= 2,223 mg
2,223Volume Na-tiopental =
50
= 0,0445 (0,05 ml)
4. Intra peritonial (Berat mencit = 32,3 gram)
32,3 x 90Dosis =
1000 = 2,907 mg
2,907
Volume Na-tiopental = 10
= 0,2907 ml (0,3 ml)
Cara Pemberian KelompokWaktu (Menit)
Onset Durasi
P.O
1 0:00 0:00
2 00:03:57 6:23
3 0:00 0:00
4 0:00 0:00
5 0:00 0:00
I.P 1 2:46 2:58:14
2 9:34 2:59:53
3 1:24 3:00:00
4
5
I.M
1
2
3
4
5
S.C
1
2
3
4
5