dasar kebumian

Upload: hasyim-alie

Post on 08-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

geologi

TRANSCRIPT

Dasar-Dasar Kebumian

Di awal tahun 1960-an, penemuan teori lempeng tektonik membuat revolusi pada ilmu bumi. Sejak saat itu, ilmuwan mulai memeriksa kebenaran dan dan terus membaharui teori ini. Saat ini pengertian bagaimana bumi dibentuk oleh proses lempeng tektonik semakin lebih baik. Sekarang diketahui, lempeng tektonik secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi hampir semua proses geologi di masa lalu dan masa kini. Secara ekstrim, pengetahuan bagaimana permukaan bumi bergeser secara terus menerus telah mengubah cara pandang kita terhadap dunia.

Manusia di satu sisi mendapat keuntungan, dan pada pihak lain kehidupannya dapat sangat bergantung pada gaya-gaya yang dihasilkan lempeng tektonik. Tanpa ada peringatan, sebuah gempa atau letusan gunung api (erupsi) dapat mengeluarkan energi yang besarnya jauh dari apapun yang dapat kita bayangkan. Meskipun kita tidak bisa mengontrol proses lempeng tektonik, saat ini kita memiliki pengetahuan untuk belajar tentang prosesnya. Semakin kita mengetahui lempeng tektonik, semakin kita dapat menghargai kekuatan dan keindahan dari bumi yang kita diami, seperti juga memahami kehancuran yang kadang terjadi akibat kekuatan dahsyat bumi.Tulisan ini merupakan pendahuluan singkat konsep lempeng tektonik dan merupakan tambahan visual dan informasi tertulis dalamThis Dynamic Planet, sebuah peta yang diterbitkan USGS dan Smithsonian Institution.

Oldoinyo Lengai, sebuah gunung api aktif di Rift Zone Afrika Timur, dimana Afrika ditarik saling menajauh oleh proses lempeng tektonik. (Photograph by Jorg Keller, Albert-Ludwigs-Universitt Freiburg, Germany). Source: http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/graphics/Oldoinyo.gif

Dalam istilah geologi, lempeng adalah bongkahan batuan yang kaku dan padat. Kata tektonik berasal dari kata dasar Yunani, yang berarti membangun. Dengan menyatukan kedua kata tersebut kita mendapatkan istilah lempeng tektonik , yang mengacu tentang bagaimana permukan bumi dibangun oleh lempeng-lempeng.Teori lempeng tektonik menyatakan bahwa lapisan terluar bumi terdiri dari lusinan bahkan lebih lempeng-lempeng besar dan kecil yang terpisah dan mengapung di atas material sangat panas yang bergerak.Sebelum kelahiran teori lempeng tektonik, beberapa orang sudah terlebih dahulumeyakini bahwa benua-benua yang ada saat ini adalah hasil dari pecahan dari sebuah superbenua di masa lalu. Diagram di bawah ini memperlihatkan proses terpecahnya superbenuaPangaea(dalam bahasa Yunani artinya:semua daratan). Diagram ini terkenal dalam teori Pergeseran Benua (Continental Drift Theory)sebuah teori yang mendahului teori Lempeng Tektonik.

Menurut teori Pergeseran Benua, superbenua Pangaea mulai terpecah sekitar 225-220 juta tahun yang lalu, dan pada akhirnya terpecah menjadi benua-benua yang kita kenal sekarang. Source: http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/graphics/Fig2-5globes.gif

Lempeng Tektonik merupakan ilmu yang relatif masih baru, diperkenalkan sekitar 50 tahun yang lalu. Akan tetapi telah merevolusi pengertian kita tentang dinamika bumi yang kita diami. Teori ini telah menyatukan pengetahuan tentang bumi dengan menyatukan semua cabang-cabang dari ilmu-ilmu bumi, dari paleontology (pelajaran tentang fossil) hingga seismologi (pelajaran tentang gempa). Teori tersebut juga telah memberikan penjelasan tentang apa yang diperdebatkan ilmuwan selama berabad-abadseperti mengapa gempa dan letusan gunung api terjadi di lokasi tertentu di bumi, dan bagaimana dan mengapa rangkaian pegunungan besar seperti Alpen dan Himalaya terbentuk.Mengapa bumi sangat labil? Apa yang mengakibatkan bumi bergoyang dan membahayakan kehidupan, gunung api meletus dengan sangat eksplosif, dan rangkaian pegunungan besar bertambah tinggi hingga mempunyai ketinggian yang luar biasa? Ilmuwan, filsuf, dan teolog terjebak dengan pertanyaan ini selama ratusan tahun.Hingga tahun 1700-an kebanyakan orang Eropa secara biblikalmempercayai bahwa sebuah banjir besar memainkan peran besar dalam proses pembentukan permukaan bumi. Pemikiran seperti ini disebut sebagai katastropisme. Dan ilmu bumi (geologi) didasarkan atas kepercayaan bahwa semua perubahan di bumi terjadi secara tiba-tiba dan disebabkan oleh rangkaian katastrop tadi. Akan tetapi pada pertengahan abad ke-19 uniformitarianisme menggantikan katastropisme. Uniformitarianisme adalah sebuah pemikiran baru yang berpusat pada prinsip uniformitarianisme yang diusulkan oleh geologis Skotlandia, James Hutton pada tahun 1785. Secara umum prinsipnya dapat dinyatakan sebagai berikut: keadaan saat ini adalah kunci menuju masa lalu. Mereka yang mengikuti pandangan ini mempercayai bahwa proses-proses dan gaya-gaya geologisyang terjadi secara perlahan atau tiba-tibayang dialami bumi saat ini adalah sama dengan yang dialami secara geologis di masa lalu.

Lapisan bumi yang kita diami terdiri dari lusinan pelat kaku yang oleh geologist disebut lempeng tektonik. Lempeng ini bergeser dan bergerak relatif satu sama lainnya. Source: http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/graphics/Fig1.jpgKepercayaan bahwa di masa lalu, benua-benua tidak selalu tetap pada posisinya telah diprediksi jauh sebelum abad ke-20; pernyataan ini pertama sekali dikeluarkan oleh pembuat peta dari Belanda, Abraham Ortelius pada tahun 1596 dalam hasil karyanyaThesaurus Geographicus.Ortelius menyatakan bahwabenua Amerika terpisah dari Eropa dan Afrikaoleh gempa-gempa dan banjirdan selanjutnya pecahan-pecahannya adalah bukti-buktinya, yang dapat dilihat jika kita memperhatikan secara seksama tepi-tepi dari tiga benua tersebut. Ide Ortelius ini mengemuka kembali di abad 19.Akan tetapi barulah tahun 1912 teori ini dianggap sebagai teori ilmu yang lengkapdisebut sebagai teori Continental Drift (Pergeseran Benua)yang diiperkenalkan oleh meteorolog Jerman berusia 32 tahun, Lothar Wagener dalam dua buah artikelnya. Dia menyatakan bahwa sekitar 200 juta tahun yang lalu, superbenua Pangaea mulai pecah. Menurut pendukung teori Wagener, Prof Alexander Du Toit dari Universitas Witwatersrand, Pangaea pecah menjadi dua bagian benua besar, yaituLaurasiadi utara hemisfer danGondwanalanddi selatan hemisfer. Laurasia dan Gondwanaland kemudian terpecah-pecah menjadi benua-benua yang ada saat ini.

Gambar atas: Pada tahun 1858, ahli geografi Antonio Snider-Pellegrini membuat peta yang menunjukkan bagaimana dua benua Amerika dan Afrika dulunya bersatu dan kemudian terpisah. Kiri: Benua yang dulunya bersatu sebelum terpisah. Kanan: Benua-benua setelah terpisah. (Sumber: http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/graphics/avant.gif.)Teori Wagener didasarkan sebagian atas kenyataan yang kasat mata bahwa bentuk Amerika Selatan sangat pas jika disatukan dengan benua Afrika, yang saat ini dipisahkan oleh samudera Atlantik.Wagener juga tertarik pada keberadaan yang tidak biasa dari struktur geologi dan juga jenis fossil yang hampir sama yang ditemukan di tepi-tepi pantai dari Amerika Selatan dan Afrika. Menurutnya sangat sulit untuk membayangkan oganisme hidup atau binatang berenang menyeberangi samudera yang luas tersebut. Menurutnya spesies fossil yang identik di kedua tepi pantai dari kedua benua adalah bukti bahwa pada suatu waktu kedua benua pernah bersatu. Menurut Wagener, pergeseran benua-benua setelah pecahnya Pangaea, tidak hanya menerangkan keberadaan fossil yang sama, tetapi juga bukti dari adanya perubahan iklim di beberapa benua. Sebagai contoh, penemuan dari fossil dari tanaman tropis yang terkandung dalam deposit batu bara di Antartika membawa pada kesimpulan bahwa benua yang tertutup es ini pernah sangat dekat dengan ekuator, daerah yang lebih hangat dimana tanaman hijau membutuhkan kelembaban untuk dapat tumbuh.Teori Continental Drift (Pergeseran Benua) seharusnya menjadi cahaya yang memicu cara pandang tentang bumi kita. Akan tetapi pada masa Wagener, masyarakat ilmuwan sangat teguh pada pendirian bahwa bentuk benua-benua dan samudera yangmembentuk permukaan bumi adalah bentuk yang tetap. Tidaklah mengejutkan, bahwa teorinya tidak diterima dengan baik, walau bukti-bukti ilmu pengetahuan yang ada saat itu cocok dengan teorinya.Kelemahan yang sangat fatal dari teori ini adalah tidak dapat menerangkan secara mendasar gaya-gaya apa yang bisa menggerakkan benua-benua tersebut saling menjauhi. Gaya seperti apa yang kiranya sangat kuat untuk menggerakkan massa batuan padat yang sangat besar melalui jarak yang sangat jauh tersebut. Wagener menerangkan dengan sangat sederhana bahwa benua-benua bergerak di atas lantai/dasar samudera. Harold Jeffreys, seorang ahli geofisika terkenal dari Inggris mengatakan adalah tidak mungkin sebuah massa yang sangat besar tidak terpecah ketika bergerak di lantai samudera.

Sebaram Fossil di benua-benua. Source: http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/graphics/Fig4.gifTidak terpengaruh dengan penolakan tersebut, Wagener membaktikan sisa hidupnya untuk membuktikan teorinya. Beliau meninggal kedinginan pada sebuah misi ke Greenland pada tahun 1930, akan tetapi kontroversi yang dia mulai terus memanas.Setelah kematiannya, bukti-bukti baru dari ekplorasi dasar samudera/lautan dan studi lainnya memicu ketertarikan ulang atas teorinya. Hal ini secara luar biasa mengarahkan dimulainya pengembangan teori Plate Tectonic (Lempeng Tektonik).Penemuan teori Lempeng Tektonik adalah sama penting seperti penemuan struktur atom dalam fisika dan kimia, dan juga seperti penemuan teori evolusi dalam ilmu biologi. Walaupun teori Lempeng Tektonik telah diterima oleh sebagian besar komunitas ilmuwan, akan tetapi aspek-aspek teorinya masih terus diperdebatkan. Ironisnya, jawaban atas pertanyaan yang sama yang ditujukan terhadap teori Wagener yakni gaya apa yang menggerakkan lempeng belum terjawab. Ilmuwan juga berdebat apakah lempeng tektonik juga terjadi pada awal sejarah bumi dan apakah juga proses seperti ini terjadi di planet lainnya di tata surya.Lempeng tektonik tidaklah bergerak secara acak di permukaan bumi; lempeng-lempeng tersebut pastilah digerakkan oleh gaya-gaya yang belum diketahui. Walaupun para ilmuwan belum bisa menggambarkan dan mengerti gaya-gaya tersebut secara pasti, umumnya mereka percaya gaya-gaya relatif dangkal yang menggerakkan pelat litosfer adalah merupakan pasangan dari gaya-gaya yang berasal dari kedalaman bumi.

Apa yang Menggerakkan Lempeng?Dari bukti-bukti geofisika, gempa, dan percobaan laboratorium, para ilmuwan secara umum setuju dengan teori Harry Hess yang menyatakan bahwa gaya yang menggerakkan lempeng adalah gerakan lambat mantel yang panas dan lunak yang berada tepat di bawah lempeng-lempeng. Ide ini pertama sekali ditemukan oleh geologis Inggris, Arthur Holmes pada tahun 1930, dan kemudian mengilhami Harry Hess untuk berpikir tentang pergerakan dasar samudera.Holmes berspekulasi bahwa gerakan melingkar dari mantel yang mendukung benua-benua mirip demgan sabuk konveyor. Akan tetapi, pada masa Wagener mengusulkan teori Pergeseran Benua (Continental drift), kebanyakan ilmuwan masih percaya bahwa bumi terdiri dari material padat dan tidak bergerak.Sekarang, pengetahuan kita lebih baik. Pada tahun 1968, J. Tuzo Wilson mengatakan dengan sangat jelas, Bumi, alih-alih kelihatan seperti patung yang diam-, adalah benda yang hidup dan mobil. Permukaan dan interior terus bergerak. Di bawah lempeng litosfer, pada kedalaman tertentu mantel bumi meleleh dan dapat mengalir, meskipun lambat, sebagai reaksi terhadap gaya-gaya tunak yang diderita untuk jangka waktu yang lama. Layaknya materi padat lain seperti baja, jika terekspos terhadap panas dan tekanan, dan bisa menjadi melunak dan berubah bentuk, demikian juga yang terjadi dengan dengan batuan padat dalam mantel bumi ketika mengalami panas dan tekanan di dalam interior bumi dalam jangka jutaan tahun.

Atas: Gambar konseptual asumsi sel konveksi di dalam mantel. Di kedalam 700 km mantel bumi, lempeng yang tertekan ke dalam mantel akan melunak dan meleleh, dan kehilangan bentuknya. Bawah: Sketsa yang menunjukkan sel konveksi dapat dilihat waktu mendidihkan air atau sup. Analogi ini tentu saja tidak memperhitungkan perbedaan yang sangat jauh dalam ukuran dan rasio aliran dari sel-sel tersebut.

Batuan di bawah lempeng yang kaku dipercaya bergerak melingkar seperti gerakan air atau soup ketika dipanaskan hingga mendidih. Soup yang panas naik ke permukaan, menyebar hingga turun panasnya, dan akibatnya bergerak lagi ke bawah, dan setelah memanas, naik lagi ke permukaan. Proses ini terjadi berulang-ulang dan ilmuwan menyebutnya sel konveksi atau aliran konveksi. Jika aliran konveksi di dalam pot mudah dilihat dan diteliti, proses yang sama di dalam interior bumi sulit untuk diperlihatkan. Kita mengetahui bahwa konveksi di dalam bumi berlangsung sangat, sangat lambat dibanding proses mendidihkan soup, beberapa pertanyaan tidak terjawab muncul: Berapa sel konveksi yang terjadi? Dimana dan bagaimana munculnya? Bagaimana strukturnya?Konveksi tak akan terjadi tanpa ada sumber panas. Panas di dalam bumi datang dari dua sumber: uraian radio-aktif dan sisa-sisa panas. Penguraian radio-aktif, proses spontan yang dipakai sebagai jam isotop untuk menghitung umur batuan, akan mengeluarkan energi dalam bentuk panas ketika inti sel dari sebuah isotop(parent)kehilangan partikel-partikel untuk membentuk sebuah isotop baru(daughter). Panas ini dengan lambat berpindah ke permukaan bumi.

Sisa-sisa panas (residual heat) adalah energi gravitasi yang tertinggal pada masa-masa pembentukan bumi sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu. Bagaimana dan mengapa pelepasan panas interior dan menjadi terkonsentrasi di daerah tertentu untuk menghasilkam sel konveksi tetap menjadi misteri.

Hingga pada tahun 1990, penjelasan yang diterima untuk jawaban apa yang menggerakkan lempeng tektonik menekankan konveksi di mantel, dan kebanyakan ilmuwan tentang bumi percaya bahwa pergerakan dasar samudera adalah mekanisme primer. Material dingin dan padat terkonveksi ke bawah dan memanas, sedang material ringan naik karena gravitasi; pergerakan material ini adalah bagian penting dari konveksi. Para ilmuwan menganggap intrusi magma ke bubungan menambah gaya-gaya konveksi dan ikut mendorong dan memelihara pergerakan lempeng.Karenanya, proses subduksi dianggap mekanisme sekunder, konsekuensi logis dari pergerakan dasar samudera.

Akan tetapi saat ini keadaan seolah berbalik. Ilmuwan lebih condong ke pemikiran bahwa proses subduksi lebih penting dibanding pergerakan dasar samudera. Professor Seiya Ueda (Universitas Tokai, Jepang), seorang pakar terkemuka dunia di bidang lempeng tektonik, menyimpulkan dalam sebuah seminar pada tahun 1994 bahwa subduksi.memainkan peranan yang sangat fundamental dalam pembentukan fitur permukaan bumi dan menjalankan mesin lempeng tektonik. Tenggelamnya lempeng samudera yang dingin dan lebih padat akibat gravitasi ke dalam zona subduksi menarik keseluruhan sisa lempengsaat ini dianggap sebagai gaya penggerak lempeng tektonik.

Kita telah mengetahui gaya-gaya yang bekerja pada kedalaman interior bumi menggerakkan lempeng, akan tetapi kita mungkin tidak akan mengerti tentang detailnya. Saat ini, belum ada usulan mekanisme yang menjelaskan faktor-faktor pergerakan lempeng; dikarenakan gaya-gaya ini terkubur di sangat jauh di dalam bumi, dan tidak ada mekanisme yang dapat menguji secara langsung. Fakta bahwa lempeng tektonik sudah bergerak di masa lalu dan terus bergerak hingga hari ini sudah tidak diperdebatkan lagi, akan tetapi rincian mengapa dan bagaimana mereka bergerak akan terus menjadi tantangan bagi para ilmuwan di masa depan.