dampak sosial ekonomi objek wisata lappa laona …

141
DAMPAK SOSIAL EKONOMI OBJEK WISATA LAPPA LAONA KABUPATEN BARRU SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh NASRAH NIM. 105381115016 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI 2020

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DAMPAK SOSIAL EKONOMI OBJEK WISATA LAPPA LAONA

KABUPATEN BARRU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

NASRAH

NIM. 105381115016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

2020

vi

MOTTO

“Bukankah kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)?, dan kami pun telah

menurunkan bebanmu darimu, yang memberatkan punggungmu, dan kami tinggi

kan sebutan (nama) mu bagimu. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada

kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila

engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetap lah bekerja keras (untuk urusan

yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

(Q.S, Al-Insyirah : 1-8 )

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayahnya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Karya sederhana ini ku persembahkan untuk:

Kedua orang tuaku tercinta, yang selalu memberi dukungan kepada saya,

motivasi, saran dengan segala hal dan memberi kasih sayang yang sangat

besar dan semua itu tidak bisa ku balas dengan apapun.

Adik-adik saya, terimakasih telah membantuku dengan segalah hal yang

saya butuhkan dan selalu memberiku motivasi untuk semangat.

Dan sahabat-sahabat ku, terimakasih untuk segalanya yang selalu ada

ketika saya butuh bantuan.

vii

ABSTRAK

Nasrah, 2020. Dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa Laoana Kabupaten

Barru. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah

Makassar. Pembimbing I Kaharuddin dan Pembimbing II Risfaisal.

Pada objek wisata Lappa Laona belum tertata secara struktural oleh

pemerintah sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli di Lappa Laona.

Namun objek wisata Lappa Laona berdampak bagi masyarakat dalam menambah

pendapatannya dengan melakukan usaha kecil-kecilan di era objek wisata.

Skripsi ini mengunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan

pendekatan riset fenomenologi yang bertujuan untuk mengetahui proses

pembentukan objek wisata, dan dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa

Laona. Pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan 3 teknik yaitu

observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya objek wisata Lappa Laona

ini bisa membuka usaha kecil-kecilan untuk membuka lembaran yang baru dalam

menambah pendapatan sehari-harinya. Dampak sosial dalam perilaku masyarakat

terhadap lingkungan sekitar objek wisata yakni masyarakat yang secara langsung

terlibat dalam pembangunan objek wisata Lappa Laona. Adanya pariwisata di

Kabupaten Barru tentu dapat menyebabkan adanya dampak positif dan dampak

negatif di kalangan masyarakat.

Kata Kunci: Dampak Sosial, Ekonomi, Objek Wisata

viii

ABSTRACT

Nasrah, 2020. The socio-economic impact of the Lappa Laoana tourism object,

Barru Regency. Faculty of Teacher Training and Education. Muhammadiyah

University of Makassar. Advisor I Kaharuddin and Advisor II Risfaisal.

The tourism object of Lappa Laona has not been structurally organized by

the government so that there is no regulation in buying and selling at Lappa

Laona. However, Lappa Laona tourism has an impact on the community in

increasing their income by doing small businesses in the era of tourism objects.

This thesis uses descriptive qualitative research with a phenomenological

research approach which aims to determine the process of forming tourism objects

and the socio-economic impacts of tourism objects in Lappa Laona. Collecting

data in this study using 3 techniques, namely observation, interviews and

documentation.

The results showed that the Lappa Laona tourism object could open small

businesses to open new pages to increase their daily income. Social impact on

people's behavior towards the environment around the tourism object, namely the

community who is directly involved in the development of the Lappa Laona

tourism object. The existence of tourism in Barru Regency can certainly cause

positive impacts and negative impacts among the community.

Keywords: Social Impact, Economy, Tourism Object

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Dalam

penyusunan skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini,

baik dari hal pengetahuan,waktu dan waktu. Karena penulis yakin tanpa bantuan

dan dukungan tersebut, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Bapak Prof. Dr. H. Ambo

Asse, M. Ag serta para Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bapak Erwin Akib, S. Pd., M.

Pd., Ph. D serta para Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar. Ketua Program Studi Pendidikan

Sosiologi Bapak Drs. H. Nurdin, M. Pd. dan Sekretaris Program Studi Pendidikan

Sosiologi Bapak Kaharuddin, S. Pd., M. Pd., Ph. D beserta seluruh staf nya.

Bapak Kaharuddin, S. Pd., M. Pd., Ph. D. Sebagai pembimbing I (satu) dan Bapak

Risfaisal, S. Pd., M. Pd. Selaku pembimbing II (dua) yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bapak-bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Sosiologi FKIP

Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu atas bimbingan, arahan dan jasa-jasa yang tak ternilai harganya kepada

penulis. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis

haturkan dengan rendah hati rasa hormat kepada kedua orang tua penulis yang

tercinta, ayahanda Muhsin dan ibunda Aridah serta kakak dan adik penulis yang

dengan segala pengorbanannya tak akan pernah penulis lupakan atas jasa-jasa

mereka. Doa restu, nasihat dan petunjuk dari mereka yang merupakan dorongan

yang paling efektif bagi kelanjutan studi penulis hingga saat ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan, penulis ucapkan terima kasih. Adapun permohonan maaf

penulis yang sangat dalam jika dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan

serta masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan

saran agar dalam perbaikan skripsi kedepannya dapat menumbuhkan rasa syukur

kepada Allah SWT. Semoga apa yang kita lakukan dapat bernilai dan bermanfaat

bagi kita semua, Aamiin.

Makassar, November 2020

Nasrah

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iii

SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... iv

SURAT PERJANJIAN ........................................................................................... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ................................................................... vii

ABSTRAK BAHASA INGGRIS ...................................................................... viii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6

E. Definisi Operasional .................................................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep ............................................................................................. 9

xii

B. Kajian Teori .............................................................................................. 12

C. Kerangka Pikir ........................................................................................... 17

D. Penelitian Relevan ...................................................................................... 18

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................................ 26

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 27

C. Informan Penelitian .................................................................................... 28

D. Fokus Penelitian ........................................................................................ 29

E. Instrumen Penelitian .................................................................................. 30

F. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 30

G. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 31

H. Teknik Analisis Data ................................................................................. 32

I. Teknik Keabsahan Data ............................................................................ 34

J. Etika Penelitian ......................................................................................... 34

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Lokasi Penelitian .......................................................................... 35

B. Letak Geografi .......................................................................................... 37

C. Keadaan Penduduk ................................................................................... 38

D. Keadaan Pendidikan .................................................................................. 39

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 40

1. Dampak Sosial Objek Wisata Lappa Laona Di Era Covid-19 ............ 40

xiii

2. Dampak Ekonomi Masyarakat Objek Wisata Lappa Laona Di Era

Covid-19 .............................................................................................. 56

B. Pembahasan

1. Dampak Sosial Objek Wisata Lappa Laona Di Era Covid-19 ............ 60

2. Dampak Ekonomi Masyarakat Objek Wisata Lappa Laona Di Era

Covid-19 .............................................................................................. 70

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan Hasil Penelitian ................................................................... 74

B. Saran Penelitian ...................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Nama Tabel Halaman

Tabel III.1 Waktu Penelitian ...................................................................... 28

Tabel IV. 1 Batas Wilayah Desa Harapan ................................................. 37

Tabel IV. 2 Jumlah Penduduk Desa Harapan ............................................ 39

Tabel V. 1 Jumlah Fasilitas Yang Dibagun Di Objek Wisata .................... 68

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Nama Tabel Halaman

Gambar

Gambar II. 1 Kerangka Pikir ................................................................ 18

Gambar IV. 1 Peta Desa Harapan ......................................................... 38

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki keindahan alam yang mempunyai daya tarik dan

potensi sumber daya alam yang dikembangkan menjadi objek wisata, salah

satunya pariwisata lokal yang dimiliki Kabupaten Barru yaitu Lappa Laona

dan dikelola oleh Bumdes (Badan Usaha Milik Desa). Desa Harapan

digunakan sebagai daya tarik pariwisata dan sumber pendapatan daerah

masing-masing.

Pembangunan kepariwisataan nasional tercermin pada undang-undang

nomor 10 tahun 2009, yang menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan

diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan

dengan mempertahankan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya

dan alam serta kebutuhan manusia untuk berwisata (Pangestuti, 2018:2).

Pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Barru mulai meningkat dari Desa

ke Desa dan salah satunya termasuk Desa Harapan, Kelurahan Waruwue,

Kabupaten Barru. Pembangunan ini direncanakan oleh pemerintah melalui

kerja sama Bupati barru dan Bumdes.

Pembangunan pariwisata secara langsung dilakukan oleh masyarakat

setempat kemudian dikembangkan oleh Bumdes (Badan Usaha Milik Desa)

untuk memenuhi proses pengembangan objek wisata yang dapat mendukung

2

fasilitas yang disiapkan seperti, wahana-wahana, tempat beribadah, warung

makan, toilet serta fasilitas lainnya yang dapat dibutuhkan wisatawan.

Pembangunan wisata dapat menimbulkan dampak ekonomi terhadap

kehidupan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Dengan adanya wisata Lappa Laona ini membuat para wisatawan

berdatangan sehingga masyarakat setempat berinisiatif untuk berdagang di

kawasan ini dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian mereka.

Namun masyarakat setempat tidak menyadari bahwa adanya wisata Lappa

Laona dapat menimbulkan dampak yang harus diperhatikan oleh pengelolah

wisata atau masyarakat. Seperti terjadinya penumpukan sampah di sekitar

lingkungan, adanya pengunjung datang untuk berpacaran atau adanya konflik

antar sesama penjual di kawasan wisata Lappa Laona.

Perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada pariwisata dapat

melibatkan masyarakat setempat dengan berdagagang di kawasan ini. Namun

masyarakat merasa terbebani karena sering digeser untuk berpindah tempat

untuk berjualan, alasan merusak pandangan wisatawan nantinya. Perubahan

yang terjadi dalam aspek sosial dalam masyarakat tidak tertata secara

struktural oleh pemerintah sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli di

Lappa Laona. Sehingga timbul konflik di masyarakat karena mereka yang

menguasai arena perekonomian perhutanan dan tempat-tempat jualan di

Lappa Laona.

Penelitian yang mengkaji tentang sosial ekonomi terhadap objek wisata

telah ditemukan antara lain melalui sejumlah studi mengenai ekonomi dan

3

objek wisata dalam penelusuran penelitian, mulai dari dampak sosial ekonomi

pembangunan (Kurniawan, 2015; Rahma, 2017; Safriana, 2018), objek wisata

(Nahriyah, 2015; Anestya,2015; Aziz, 2016; Andika, 2017; Rulloh, 2017;

Anggraeni, 2018; Pangestuti, 2018).

Penelitian ini juga akan mengkaji tentang sosial ekonomi terhadap

objek wisata dengan fokus pada dampak sosial ekonomi objek wisata yang

ada di kabupaten barru sulawesi selatan. Penelitian yang saya akan lakukan

masih berkaitan dengan penelitian Windah Rahma (2017) mengkaji tentang

dampak sosial ekonomi dan budaya objek wisata, memberikan kontribusi

secara langsung terhadap peningkatan pendapatan penduduk Desa Salo.

Terbukanya lapangan pekerjaan baru karena Objek Wisata Sungai Hijau

berarti sumbangsih terbesar terhadap penurunan jumlah angka pengangguran

di Desa Salo. Lalu penelitian Rakhmi Safriana (2018) mengkaji tentang

dampak sosial ekonomi pengelolaan pariwisata pemerintah dan swasta

terhadap kondisi masyarakat lokal, memberikan dampak sosial ekonomi

terhadap kondisi masyarakat. Terbukti dengan terciptanya lapangan

pekerjaan, adanya kesempatan usaha, meningkatkan kenyamanan usaha,

perubahan pendapatan dan berubahnya gaya hidup masyarakat di wilayah

objek wisata. Namun penelitian yang ketiga ini lebih fokus untuk mengetahui

peningkatan, pengembangan dan lapangan pekerja tempat wisata. Sementara

penelitian ini, akan mengkaji dampak sosial ekonomi objek wisata, baik

dalam kaitannya dengan proses pembentukan objek wisata dan dampak sosial

ekonomi objek wisata. Saat ini wisata Lappa Laona masih dalam proses

4

perkembangan pembangunan wahana agar wisatawan banyak yang

berkunjung karena adanya wahana-wahana yang menarik seperti, flying fox

sepanjang 270 meter, gazebo, spot foto. Letak kabaruan peneliti ini pada

perkembangan objek wisata, yaitu perubahan sosial masyarakat,

pembangunan dan kemajuan objek wisata.

Potensi kepariwisataan yang ada di kabupaten barru, merupakan suatu

objek wisata yang berada di Lappa Laona dan terletak di dusun Waruwue,

Desa Harapan, Kecamatan Tanete Riaja, di Sulawesi Selatan. Tempat wisata

ini berada pada bukit sehingga pengunjung dapat merasakan suasana yang

bagus untuk melakukan aktivitas dan pengunjung pun dapat menikmati

pemandangan yang indah dan sejuk dari ketinggian bukit Lappa Laona yang

ada di Sulawesi Selatan. Namun kondisi perjalanan ke wisata alam Lappa

Laona cukup sempit dan menantang saat memasuki wilayah Desa Harapan,

karena memiliki jalanan yang menanjak dan cukup curam sehingga

pengunjung harus hati-hati untuk sampai di tempat wisata alam ini.

Tarif masuk ke objek wisata Lappa Laona dikenakan biaya sebesar

rp5.000. Objek wisata Lappa Laona terdapat berbagai macam fasilitas yang

akan disiapkan seperti: kios/warkop, mushola dan gazebo. Untuk

memperbaiki dan mengelola fasilitas tersebut seperti: gaji karyawan,

perawatan wahana dan biaya lainnya akan ditentukan oleh banyaknya

pengunjung yang datang.

Objek wisata Lappa Laona berada pada bukit yang tinggi dan memiliki

hamparan rumput yang luas, menghijau, dan sejuk. Sehingga banyak menarik

5

pengunjung ke wisata Lappa Laona. Lambat laun hamparan rumput yang luas

dan menghijau terjadi perubahan pada lingkungan objek wisata menjadi tidak

menghijau lagi. Objek wisata Lappa Laona juga menyiapkan wahana spot

selfie seperti mountain bike park dan uno stones. Namun wisata ini tetap

ramai disaat ada kegiatan yang dilakukan dan juga pada diakhir pekan,

sedangkan di hari lain hanya sedikit. Kelurahan Waruwue merupakan objek

wisata, memiliki keunikan, dan banyak perhatian pendatang baik yang ada di

Kabupaten Barru maupun dari luar Kabupaten Barru.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, adanya

pariwisata di Kabupaten Barru tentu dapat menyebabkan adanya dampak

positif dan dampak negatif di kalangan masyarakat. Maka dari itu peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Dampak Sosial Ekonomi

Objek Wisata Lappa Laona Kabupaten Barru” Studi Pada Masyarakat

Desa Harapan Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka

rumusan masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona di era covid-19?

2. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona di era

covid-19?

6

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang akan

diteliti. Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dampak sosial objek wisata Lappa Laona di era covid-

19.

2. Untuk mengetahui dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona

di era covid-19.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran

kepada masyarakat bagaimana dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa

Laona.

2. Secara Praktis

a. Bagi Masyarakat

Manfaatnya bagi masyarakat yakni mereka dapat mengetahui

bagaimana dampak sosial ekonomi di sekitar pariwisata. Dengan ini

dapat memberikan keuntungan pada masyarakat dan menjaga

kelestarian lingkungan dalam menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan

objek wisata.

7

b. Bagi Peneliti

Peneliti ini dapat mengetahui sebagai bekal dalam mengaplikasikan

pengetahuan teoritis terhadap masalah praktis, sekaligus dapat dijadikan

sebagai bahan rujukan peneliti-peneliti yang lain.

E. Definisi Operasional

Dampak adalah suatu pengaruh atau akibat yang terjadi pada setiap

tempat dan kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar lingkungan.

Sosial yaitu suatu perilaku yang dimiliki setiap orang yang dapat berkaitan

dengan proses sosial.

1. Dampak Sosial

Dampak sosial yang dimaksud oleh peneliti adalah suatu perilaku

manusia terhadap lingkungan sekitar objek wisata Lappa Laona yakni

masyarakat yang secara langsung terlibat dalam objek wisata Lappa Laona

seperti, pedagang, pengelola, pembersih dll.

2. Dampak Ekonomi

Ekonomi merupakan suatu usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan

hidup yang dapat dilakukan oleh setiap individu atau kelompok dalam

meningkatkan pendapatan.

Dampak ekonomi suatu usaha yang dilakukan manusia baik secara

individu atau kelompok dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar

objek wisata Lappa Laona.

8

3. Objek Wisata

Objek wisata adalah merupakan suatu tempat yang ada di setiap daerah

yang memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Agar orang-orang dapat

berkunjung ke tempat yang menarik dan memiliki banyak perhatian pada

wisatawan. Salah satu pariwisata yang membuat pengunjung untuk

meluangkan waktu dapat menikmati objek wisata Lappa Laona karena

memiliki keunikan tersendiri dari objek wisata yang lainya. Objek wisata

Lappa Laona memiliki pemandangan yang menghijau dan hamparan rumput

yang luas.

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep

1. Proses Pembentukan Objek Wisata Lappa Laona

Objek wisata Lappa Laona merupakan salah satu pariwisata yang

bisa ditempati untuk menghilangkan depressing atau sebagai menghibur

diri, karena suasana yang sejuk dan memiliki pandangan yang bagus.

Lappa Laona memiliki pandangan dan suasana yang berbeda pada waktu

yang tidak sama, seperti disaat pagi hari wisatawan dapat melihat matahari

terbit dan juga merasakan gelembung yang dingin, sedangkan pada siang

hari dapat melihat keindahan rumput yang luas dan menikmati kegiatan

yang dilakukan seperti camping, selfie, dan saat malam hari dapat

menikmati keseruan yang dilakukan dalam kegiatanya sambil

memandangi bintang. Namun wisata Lappa Laona belum sepenuhnya

memiliki fasilitas yang diinginkan pengunjung, karena wisata Lappa

Laona baru diresmikan pada tanggal 13 Mei 2018, sehingga fasilitasnya

masih kurang yang disediakan oleh pemerintah. Jarak tempuh untuk

menuju ke lokasi wisata sekitar 50 kilometer dari kota Barru. Waktu yang

dibutuhkan untuk sampai di bukit Lappa Laona dari kota barru sekitar satu

jam.

Saat sampai di Lappa Laona, wisatawan akan dimanjakan dengan

keindahan alam yang bagus dan suasana sejuk serta hamparan padang

10

rumput yang luas dan keindahan gunung sekitar yang menyambut

wisatawan, juga akan mengobati lelahnya perjalanan. Wisata Lappa Laona

juga dimanjakan dengan sejumlah fasilitas yang menarik dan berkesan,

diantaranya camping ground, spot selfie seperti mountain bike park dan

uno stones. Dan wisata Lappa Laona juga memiliki delapan fasilitas

gazebo, meski gazebo ini belum dioperasikan namun pengunjung dapat

ber selfie atau berfoto ria di tempat pariwisata (Akbar, minggu,

21/10/2018 ).

Untuk menikmati fasilitas yang tersedia, biayanya yang dikeluarkan

tak banyak dikeluarkan dari kantong wisatawan. Cukup membayar biaya

parkiran kendaraan lima ribu rupiah, pengunjung sudah bisa menikmati

fasilitas dan keindahan alam Lappa Laona. Pengunjung yang datang

berlibur diperbolehkan menginap tapi harus menyiapkan tenda kemah atau

perlengkapan sendiri untuk tidur. Namun kondisi Lappa Laona memiliki

jaringan yang tidak mendukung. Selain itu, di tempat tersebut juga masih

minim penjual makanan dan minuman, sehingga wisatawan disarankan

untuk membawa bekal sendiri.

2. Dampak Sosial Ekonomi

Dampak menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia, adalah benturan,

pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Peneliti

menyimpulkan yaitu dampak merupakan suatu hal yang menimbulkan

pengaruh dan akibat pada lingkungan pariwisata Lappa Laona baik dalam

pengaruh positif maupun negatif terhadap masyarakat. Pengaruh positif

11

yaitu suatu hal yang memiliki perubahan kearah lebih baik, sedangkan

pengaruh negatif yaitu suatu yang dapat menimbulkan kesempatan dalam

mencari keuntungan pribadi. Seperti adanya objek wisata Lappa Laona di

Desa Harapan dapat memberikan dampak pada masyarakat Desa Harapan.

Dampak yang dapat timbul tentunya dampak sosial dan ekonomi

masyarakat.

Dampak sosial merupakan suatu perilaku manusia terhadap lingkungan

masyarakat secara langsung terlibat pada pariwisata dengan wisatawan.

Sedangkan dampak ekonomi yaitu suatu usaha yang dilakukan manusia baik

secara individu atau kelompok dalam meningkatkan pendapatan

masyarakat.

Objek wisata Lappa Laona dapat memberikan peluang pada masyarakat

untuk mendorong membuka lapangan kerja. Seperti membuka warung-

warung makan, toilet, gazebo dll. Karena para wisatawan juga membutuhkan

konsumsi, toilet, tempat peristirahatan dll, selama melakukan aktivitas

kemping, berkemah atau berlibur. Dibukanya rumah warung-warung makan

atau tempat-tempat peristirahatan dapat juga membuka peluang lapangan

kerja pada masyarakat sekitar objek wisata.

3. Objek Wisata

Pariwisata berasal dari bahasa sansakerta yang terbagi menjadi dua

suku kata yaitu, pari dan wisata. Pari merupakan banyak, berkali-kali,

berputar-berputar, sedangkan wisata suatu perjalanan atau bepergian. Jadi

pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali

12

atau berkeliling. Sedangkan menurut undang-undang No. 10 tahun 2009

bahwa pariwisata bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,

tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Adanya objek wisata ini dapat

menambah pendapatan masyarakat dengan membuka usaha kecil-kecilan di

sekitar Lappa Laona.

Lappa Laona sebagai objek wisata yang menarik dikunjungi oleh

banyak orang dan berada pada bukit yang bagus untuk melakukan

perjalanan atau refreshing dengan suasananya yang sejuk, sehingga

pengunjung bisa merasakan pemandangan yang bagus dari kentiggian bukit

Lappa Laona yang ada di Sulawesi Selatan dan juga dapat beraktivitas

seperti berkemah, kemping, mengambil gambar, dll. Sehingga masyarakat

sekitar dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan perekonomian,

masyarakat mulai mengembangkan objek wisata Lappa Laona dan dapat

membangun berbagai macam fasilitas seperti: warung makan, mushola dan

gazebo sekitar Lappa Laona.

B. Kajian Teori

1. Teori perubahan sosial

Menurut Kingsely Davis (Soerjono Soekanto 2013: 262)

mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi

dalam struktur dan fungsi masyarakat. Perubahan yang terjadi pada

pariwisata dapat melibatkan masyarakat setempat dengan berdagang

dikawasan ini. Namun belum tertata secara struktural mengakibatkan

ketidak aturan dalam jual beli di objek wisata.

13

Maclever (Soerjono Soekanto 2013: 263) perubahan-perubahan

sosial dikatakannya sebagai perubahan terhadap keseimbangan

(eqiuilibrium) hubungan sosial. Gillin dan Gillin (Soerjono Soekanto

2013: 263) mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi

dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-

perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk,

ideology maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan

baru masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat dengan adanya

objek wisata dapat mempengaruhi dalam kehidupan sehari-harinya.

Karena masyarakat sebelum berdagang di Lappa Laona mereka

mendapatkan penghasilan dari hasil petani dan berkebun. Dengan adanya

obyek wisata ini masyarakat memiliki perubahan dalam pendapatan

sehari-harinya.

Selo Soemardjan (Soerjono Soekanto 2013:263) perubahan-

perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu

masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya

nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam

masyarakat. Dalam proses pembentukan objek wisata ini belum efektif

secara struktur pada pengelola sehingga mengakibatkan terjadinya

renggang komunikasi antara masyarakat dalam membangun objek wisata

dengan pihak pengelola. Karena adanya covid-19 ditengah-tengah

masyarakat mengakibatkan pembentukan pengelolaan pada objek wisata

tertunda (Kaharuddin, 2019: 54).

14

2. Teori konflik perspektif lewis coser

Coser menggambarkan konflik sebagai perselisihan mengenai

nila-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan

sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Pihak-

pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh

barang yang diinginkan, tetapi juga memojokkan, merugikan, atau

menghancurkan lawan mereka. Lebih lanjut Coser menyatakan,

perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara individu, kumpulan

(collectivities), atau antara individu dan kumpulan. Bagai manapun

konflik antar kelompok maupun yang intra kelompok senantiasa ada

ditempat orang hidup bersama. Coser juga menyatakan, konflik itu

merupakan unsur interaksi yang penting, dan sama sekali tidak boleh

dikatakan bahwa konflik selalu tidak baik atau memecah belah ataupun

merusak. Konflik bisa saja menyumbang banyak kepada kelestarian

kelompok dan memperarat hubungan antara anggotanya. Seperti

menghadapi musuh bersama dapat mengintegrasikan orang, menghasil

kan solidaritas dan keterlibatan, dan membuat orang lupa akan

perselisihan intern mereka sendiri (Sutaryo, 1992: 39 dalam Wirawan,

2012: 83).

Seperti yang kita lihat di atas penulis dapat mengaitkan teori ini

dengan penelitian yang saya teliti yaitu Dampak Sosial Ekonomi Objek

Wisata Lappa Laona Kabupaten Barru. Dengan mengembangkan

pembangunan objek wisata untuk membuka lowongan kerja pada

15

masyarakat sekitar Lappa Laona. Agar pendapatan masyarakat dapat

meningkat sebagai perekonomian sehari-hari. Objek wisata Lappa Laona

ini dapat memberikan dampak pada masyarakat untuk meningkatkan

pendapatannya dan juga dapat menghasilkan usaha pada kesempatan

kerja yang dibangun di objek wisata.

3. Teori Pilihan Rasional

Teori pilihan rasional berada dalam tataran middle range theory

yang berlandaskan kepada teori umum (grand theory), yakni tindakan

rasional yang digagas oleh Max Weber. Berlandaskan grand theory dari

Weber mengenai rasionalitas atau lebih spesifiknya adalah tindakan

rasional, serta perspektif pilihan rasional pada tataran middle range

theory seperti yang dikemukakan oleh Coleman, maka periode waktu

terakhir ini berkembang studi-studi yang mengkaji kapital sosial secara

umum dari sudut pandang Sosiologi Ekonomi, dikaitkan dengan

pengambilan keputusan transaksi sosial ekonomi.

Oleh karenanya, berdasarkan penjelasan di atas maka dalam

tindakan rasional ada beberapa kata kunci yang harus dikaitkan satu

dengan yang lainnya, yakni aktor (yang diasumsikan rasional); pilihan

dari beragam sumber yang tersedia; penguasaan atas sumber-sumber itu

oleh si aktor: dan kepentingan pribadi. Dengan demikian timbul

pertanyaan mengapa Coleman tidak mengacu kepada pemikiran

Fungsionalisme Struktural dalam menjelaskan teori pilihan rasional. Hal

16

ini tidak terlepas dari kritiknya terhadap aliran yang berupaya

menjelaskan kapital sosial hingga dekade 1980-an.

Kritik yang dikemukakan adalah mengenai cacat yang sangat fatal

bagi perkembangan teori yang tidak mempertimbangkan atau

mengabaikan aktor yang memiliki dalam tanda petik “mesin tindakan”.

Kritik itu ditujukan kepada aliran sosiologi yang menganggap aktor itu

dibentuk oleh lingkungan (sistem atau struktural), bersifat pasif, serta

tidak memiliki kekuatan dari dalam untuk menentukan tindakannya.

Faktanya dalam dunia sosial tidaklah demikian. Menurut Coleman,

individu manusia bukan hanya sekedar tempat ataupun media bagi

bekerjanya suatu struktural sosial. (Ketut, 2011:58-59)

Pembangunan objek wisata Lappa Laona dapat melibatkan tenaga

kerja terhadap masyarakat untuk mengembangkan pembangunan wisata

dalam membuka lowongan kerja. Dengan adanya pembangunan wahana

diharapkan untuk menambah daya tarik pengunjung ke Lappa Laona

agar pendapatan meningkat.

Dengan ini objek wisata memiliki struktur lembaga pengelolaan

dalam mengembangka objek wisata seperti, pengelola karcis, pengelola

wahana-wahana, pembersih. Dengan adanya struktur lembaga pengelola

akan membentuk hubungan interaksi pada masyarakat terhadap objek

wisata.

17

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir yang akan dilakukan dalam penelitian ini merupakan

alur berpikir peneliti dalam penelitian. Dan kerangka pikir ini akan disusun

sesuai permasalahan pokok yang telah ditentukan dengan mengunakan teori

yang ada kaitannya dengan permasalahan pokok penelitian. Pada penelitian

yang dilakukan ini untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan objek

wisata dan dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa Laona.

Pada variabel perkembangan tempat wisata dapat didefinisikan

sebagai suatu keadaan yang menggambarkan bagaimana proses pembentukan

sebuah tempat wisata yang ada di suatu daerah. Perkembangan tempat wisata

dapat diketahui berdasarkan keadaan tempat wisata sebelum pengembangan

dan sesudah pengembangan. Adapun indikator yang dipakai dalam variabel

perkembangan tempat wisata meliputi luas lahan, jumlah pengunjung, SDM

pengelola tempat wisata dan fasilitas di dalam tempat wisata. Sehingga dapat

dikatakan bahwa pariwisata Lappa Laona yang ada di desa harapan dilihat

sebagaimana kemajuan yang dimiliki dan dampak sosial ekonominya.

18

Bagan 1. Kerangka Pikir

D. Penelitian Relevan

Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini

adalah penelitian yang dilakukan oleh:

1. Ulfatun Nahriyah (2015) dalam judul Kajian Daya Objek Wisata Pantai

Suwuk Sebagai Sumber Pembelajaran IPS Kelas VIII Di SMP Negeri 2

Puring Kabupaten Kebumen Tahun 2014/2015”

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daya tarik objek wisata Pantai

Suwuk meliputi daya tarik wisata alam dengan kenampakan alam yang

sangat indah, penggunaan lahan yang sebagian besar adalah lahan pertanian,

daya tarik wisata sosial dan budaya dari aspek tradisi, aspek adaptasi dan

sejarah pantai suwuk, daya tarik minat khusus dari kegiatan agrowisata di

sekitar objek wisata Pantai Suwuk dapat dilihat dari aspek pendapatan,

Obyek wisata Lappa Laona

Proses Pembentukan

obyek wisata

Dampak Sosial ekonomi

Hasil

Positif Negatif

19

kegiatan ekonomi dan produk unggulannya. Berdasarkan hasil penelitian

tanggapan pengunjung objek wisata Pantai Suwuk, daya tarik wisata alam:

80,25% (tinggi), daya tarik wisata sosial budaya: 62,5% (sedang), dan daya

tarik minat khusus sebesar 63,125% (tinggi) sedangkan hasil dari

keseluruhan daya tarik objek wisata Pantai Suwuk 71,5% (tinggi). Hasil

wawancara, guru setuju bila daya tarik objek wisata Pantai Suwuk dikaitkan

dengan materi-materi IPS SMP kelas VIII dan dapat dijadikan sebagai

sumber pembelajaran IPS kelas VIII dan berdasarkan tanggapan siswa

diperoleh hasil 91,85% termasuk dalam kategori tinggi.

2. Difa Rizqa Anestya (2015) dalam judul Komodifikasi Kebudayaan

Tionghoa Pada Komunitas Pecinan Desa Karangturi Dalam Menunjang

Sektor Pariwisata Di kabupaten Rembang”

Adanya perkembangan zaman dan perkembangan pariwisata

menjadikan kebudayaan Tionghoa yang pada mulanya hanya dinikmati oleh

masyarakat Tionghoa menjadi dipublikasikan ke masyarakat luas.

Kebudayaan Tionghoa di Desa Karangturi Kecamatan Lasem Kabupaten

Rembang dijadikan sebagai salah satu aspek pariwisata di Kecamatan Lasem

Kabupaten Rembang sehingga hal tersebut menyebabkan munculnya

komodifikasi kebudayaan. Tujuan dalam penelitian ini adalah (1)

Mengetahui bentuk kemasan wisata yang dilakukan terhadap pola hidup

masyarakat Tionghoa di Desa Karangturi Kecamatan Lasem Kabupaten

Rembang, (2) Mengetahui apa saja faktor pendorong dan penghambat

komdodifikasi kebudayaan Tionghoa di Desa Karangturi Kecamatan Lasem

20

Kabupaten Rembang, (3) Mengetahui implikasi terhadap perkembangan

kebudayaan Tionghoa dan perkembangan pariwisata di Desa Karangturi

Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.

3. Amal Rizqi Aziz (2016) dalam judul Pengembangan Kawasan Pantai

Larangan Sebagai Objek Wisata Bahari (Studi Kasus Di Desa Munjung

Agung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal)”

Pengembangan dilakukan bertujuan memberikan nilai-nilai yang

positif bagi masyarakat dari yang tidak baik menuju ke arah yang lebih baik.

Tujuan penelitian: 1). Mengetahui alasan masyarakat membuka pantai

Larangan sebagai tempat wisata. 2). Mengetahui peran masyarakat dalam

pengembangan objek wisata pantai Larangan di Kabupaten Tegal. 3)

Mengetahui apa saja hambatan yang dialami masyarakat dalam

pengambangan pantai Larangan.

Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif. Informan

utama dalam penelitian ini adalah pedagang, tokoh masyarat dan masyarakat

yang ada di sekitar Pantai Larangan. Teknik pengumpulan data penelitian

dan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan

adalah analisis data miles dan Huberman. Keabsahan data dalam penelitian

ini adalah triangulasi data. Penelitian ini mengunakan konsep partisipasi.

4. Nasir Rulloh (2017) dalam judul Pengaruh Kunjungan Wisata Terhadap

Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Objek Wisata Berdasarkan Perspektif

Ekonomi Islam (Studi Pada Masyarakat Sekitar Objek Wisata Lumbok

Resort Kecamatan Lumbok Seminung Kabupaten Lampung Barat)”

21

Sektor pariwisata merupakan salah satu potensi ekonomi kerakyatan

yang perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan pembangunan daerah. Hal ini dilakukan secara menyeluruh

dan merata sehingga perlu adanya pembinaan yang terarah dan terkoordinir.

Disamping itu, konsep pariwisata memberikan dampak terhadap masyarakat

sekitarnya, dampaknya yaitu menghasilkan pendapatan bagi masyarakat,

memberikan lapangan pekerjaan, meningkatkan struktur ekonomi, membuka

peluang investasi dan mendorong aktivitas wirausaha. Hal tersebut

merupakan pengaruh positif usaha pariwisata dalam meningkatkan

hubungan dengan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sekitar objek wisata. Menurut pandangan islam kesejahteraan

masyarakat adalah merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai

kebahagian dunia dan akhirat (Falah) serta kehidupan baik dan terhormat

(al-hayah al-tayyibah).

5. Fitri Andika (2017) dalam judul Dampak Pengembangan Pariwisata

Terhadap Kesempatan Kerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Di

Pantai Labuhan Jukung, Kec. Pesisir Tengah, Kab. Pesisir Barat)”

Adanya pengembangan pariwisata di Pantai Labuhan Jukung

menunjukan dampak yang positif terhadap kesempatan kerja di Kawasan

Pantai Labuhan Jukung. Peluang/kesempatan kerja baru yang dibutuhkan

pengunjung namun belum ada di Kawasan Pantai Labuhan Jukung adalah

kios yang menjual cinderamata, spa, tempat bilas, toilet, dan rental motor

atau sepeda. Pengembangan Pariwisata syariah terdiri dari empat aspek,

22

yakni lokasi, transportasi, konsumsi, dan hotel. Namun pengembangan

Pantai Labuhan Jukung belum memenuhi kriteria pengembangan pariwisata

syariah, yaitu dari segi transportasinya. Akan tetapi baik pemerintah maupun

masyarakat selalu menjaga dan mempertahankan nilai-nilai agama dan

budaya setempat. Sedangkan usaha-usaha masyarakat yang ada di Kawasan

Pantai Labuhan Jukung telah memenuhi kriteria usaha pariwisata syariah.

6. Winda Rahmah (2017) dalam judul Dampak Sosial Ekonomi dan Budaya

Objek Wisata Sungai Hijau Terhadap Masyarakat terhadap Di Desa Salo

Kecamatan Salo Kabupaten Kampar.

Memberikan kontribusi secara langsung terhadap peningkatan

pendapatan penduduk Desa Salo. Terbukanya lapangan pekerjaan baru

karena Objek Wisata Sungai Hijau berarti sumbangsih terbesar terhadap

penurunan jumlah angka pengangguran di Desa Salo. Kebiasaan masyarakat

berubah seiring dengan meningkat dan berkembangnya Objek Wisata

Sungai Hijau sebagai destinasi wisata yang ramai disukai khalayak.

Perubahan nilai sosial ini dirasakan masyarakat sebab banyaknya nilai sosial

budaya yang dibawa pengunjung tersebut menjadi tontonan bagi kaum

muda yang masih dalam tahap perkembangan pencarian jati diri.

7. Rista Inggar Pangestuti (2018) dalam judul Respon Masyarakat terhadap

perkembangan tempat wisata hutan kota bukit pangonan (studi kasus pada

masyarakat kelurahan pajaresuk kecamatan pringsewu kabupaten

pringsewu)”

23

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon masyarakat terhadap

perkembangan tempat wisata Hutan Kota Bukit Pangonan di Kelurahan

Pajaresuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini

mengunakan metode kuantitatif tipe eksplanatori dengan jumlah populasi

sebesar 1862 Kepala Keluarga (KK) dan mengambil sampel sebanyak 95

orang yang tersebar di 4 lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara

respon masyarakat terhadap perkembangan tempat wisata dengan nilai

persamaan regresi linear sederhana sebesar Y = 1,851 + 0,426X. Hasil

perhitungan koefisien determinasi (R²) diperoleh nilai sebesar 0,693 yang

menunjukkan besarnya respon masyarakat terhadap perkembangan tempat

wisata yaitu 69,3 % dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,440 yang

berkategori sedang. Artinya masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi perkembangan tempat wisata. Sehingga harapan bagi peneliti

selanjutnya yaitu dapat melakukan penelitian sejenis dengan mengunakan

variabel atau indikator yang lain sehingga perkembangan tempat wisata

Hutan Kota Bukit Pangonan dapat menjadi lebih baik.

8. Rakhmi Safriana (2018) dalam judul Dampak sosial ekonomi pengelolaan

pariwisata pemerintah dan swasta terhadap kondisi masyarakat lokal (studi

pada objek wisata small world ketenger baturraden banyumas)”

Adanya objek wisata Small World memberikan dampak sosial

ekonomi terhadap kondisi masyarakat. Terbukti dengan terciptanya

lapangan pekerjaan, adanya kesempatan usaha, meningkatkanya

24

kenyamanan usaha, perubahan pendapatan dan berubahnya gaya hidup

masyarakat di wilayah objek wisata.

9. Rani Puspita Anggraeni (2018) dalam judul Dampak Pengembangan

Industri Pariwisata Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi

Di Pantai Embe Desa Merak Belantung Kalianda Lampung Selatan)”

Pariwisata adalah salah satu kegiatan pembangunan dengan prospek

pertumbuhan yang tinggi. Pengaruh positif dari pengembangan pariwisata

terhadap perubahan ekonomi masyarakat, terutama mata pencahariannya.

Pariwisata memberikan kesempatan pada perubahan mata pencaharian

masyarakat yang semakin luas. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan pariwisata pantai merak

belantung, mendeskripsikan dan menganalisis dampak pengembangan

wisata pantai merak belantung terhadap masyarakat sekitar. Analisis dalam

penelitian ini mengunakan reduksi data, penyajian dan kesimpulan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pengembangan pantai merak belantung

berdampak kepada kehidupan masyarakat sekitar. Banyak pengunjung yang

datang mengakibatkan perputaran arus uang di desa merak belantung,

sehingga pendapatan masyarakat baik yang bekerja disektor pariwisata

maupun non pariwisata meningkat. Salah satu dampak dari pengembangan

pariwisata di merak belatung adalah bangunannya fasilitas komersial di

kawasan pariwisata, mulai dari minimarket, hotel, dan pusat oleh-oleh,

setelah itu, tingkat pendidikan masyarakat meningkat dengan semakin

25

banyaknya masyarakat yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan

tinggi.

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif deskriptif dengan pendekatan riset fenomenologi. Dan peneliti

mengungkapkan atau menjelaskan bagaimana proses pembentukan objek

wisata Lappa Laona dan bagaimana dampak sosial ekonomi objek wisata

Lappa Laona. Alasan memilih jenis dan pendekatan ini untuk menggambarkan

dan mendeskripsikan lebih dalam proses pembentukan objek wisata bukit

Lappa Laona yang ada di desa harapan. Penelitian kualitatif dapat

mendeskripsikan data dari hasil observasi, wawancara dalam mengumpulkan

data. Penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang mengungkapkan suatu

gejala yang dialami atau dirasakan oleh peneliti. Fenomena merupakan suatu

fakta yang terjadi di lapangan dan menggambarkan permasalahan berdasarkan

data yang diperoleh oleh peneliti.

Pendekatan kualitatif menurut Santana (dalam Anita (2016:3)

menyatakan bahwa proses dalam mencarian gambaran data dari konteks yang

terjadi secara langsung sebagai upaya melukiskan peristiwa seperti kenyataan,

yang berarti terdapat berbagai kejadian, seperti mereka terlibat pada perspektif

(peneliti) yang partisipatif dalam berbagai kejadian, serta dapat mengunakan

pendikduksian dalam gambaran fenomena yang diamatinya”. Pendekatan

27

kualitatif merupakan suatu pendekatan yang memfokuskan pada proses

pencarian gambaran data.

Pendekatan penelitian ini dalam penelitian kualitatif deskriptif yaitu

pendekatan Riset Fenomenologi. Alasan peneliti mengambil pendekatan riset

fenomenologi yaitu untuk memahami dan mendalami yang terkait dengan

proses pembentukan objek wisata Lappa Laona di Kabupaten Barru.

Penelitian fenomenologi digunakan untuk mengungkapkan pengalaman suatu

individu. Penelitian fenomenologi merupakan suatu pendekatan yang

dilakukan peneliti dengan partisipan agar partisipan bersedia menceritakan

atau mengungkapkan pengalaman-pengalaman yang dialami secara detail dan

peneliti dapat mendengarkan cerita pengalaman partisipan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Harapan, Kecamatan Tanete

Riaja Kabupaten Barru. Alasan peneliti memilih lokasi wisata Lappa Laona

sebagai objek penelitian karena adanya pembangunan objek wisata

dibangun di Desa Harapan, Kabupaten Barru, agar masyarakat sekitar bisa

membuka lembaran baru dalam beraktivitas di sekitar bukit Lappa Laona.

Dan dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan perekonomian masyarakat

sekitar Lappa Laona.

Wisata Lappa Laona terletak di lokasi Kabupaten Barru dan berada

di kawasan Dusun Waruwue yang sudah lama dikenal masyarakat

sekitar wisata Lappa Laona. Namun baru-baru ini baru digemari banyak

28

orang untuk berkunjung/rekreasi di kawasan Lappa Laona. Wisata Lappa

Laona ini berjarak 60 km dari kota Barru dan membutuhkan waktu

tempuh sekitar 1 jam perjalanan jika kondisi perjalanan normal. Objek

wisata Lappa Laona terbentuk secara alami sejak dulu kemudian

dikembangkan oleh Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) untuk

memenuhi proses pengembangan objek wisata yang dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat sekitar.

2. Waktu Penelitian

N

o Jenis Kegiatan

Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1. Pengusulan

Judul

2. Penyusunan

Proposal

3. Konsultasi

Pembimbing

4. Seminar

Proposal

5. Pengurusan

Izin Penelitian

6. Penelitian

7. Konsultasi

Pembimbing

8. Seminar Hasil

C. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini dapat menentukan informan dengan cara sengaja

untuk memudahkan peneliti mengambil sampel dari sumber data. Sumber data

yang dimaksud ini yaitu orang tersebut bisa memberikan informasi terkait apa

diharapkan sesuai dengan kriteria ditentukan oleh peneliti. Dan bersedia

memberikan informasi mengenai dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa

29

Laona. Karena adanya COVID-19 maka peneliti mendapatkan informasi

dengan cara melalui kontak WhatsApp/ telepon. Dalam penelitian ini dapat

meliputi tiga macam informan yang dapat ditentukan yaitu:

1) Informan kunci, yaitu mereka mengetahui dan memiliki informasi pokok

yang diperlukan saat penelitian, dalam hal ini Kepala Desa, Kepala Dusun.

2) Informan ahli, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam objek

wisata Lappa Laona, yaitu pengelola, masyarakat yang berdagang sekitar

objek wisata.

3) Informan utama, yaitu peneliti sendiri yang akan terjun di lapangan

penelitian.

Informan dalam kriteria penelitian ini adalah untuk mendapatkan

informasi yang diinginkan yang dapat menjawab tentang pertanyaan peneliti

mengenai dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa Laona. Dan peneliti

dapat menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan informan

agar lebih mudah untuk mendapatkan informasi yang diinginkan peneliti

dengan mempertimbangkan karakteristik data yang diperoleh.

D. Fokus Penelitian

Penelitian ini dapat fokus untuk mengetahui bagaimana dampak sosial

ekonomi objek wisata Lappa Laona. Oleh karena itu peneliti dapat

menentukan beberapa informan yang dapat memberikan informasi berkaitan

dengan objek wisata. Informan yang dapat dipilih yaitu, Kepala Desa, Kepala

Dusun, pengelola, dan masyarakat yang berdagang di sekitar objek wisata

Lappa Laona.

30

E. Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen dapat

melakukan teknik pengumpulan data seperti, observasi (lembar observasi,

kamera), wawancara (lembar pertanyaan wawancara, rekaman, notulen), dan

dokumen (catatan wawancara, buku, artikel dll). Sehingga peneliti sendiri

dapat menyiapkan yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data agar

penelitian yang dilakukan berjalan dengan baik.

F. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data utama yang akan diperoleh peneliti pada sumber yang ditentukan

dari hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat desa harapan yang

berada di kawasan objek wisata Lappa Laona. Maka data yang diperoleh

dari hasil pengamatan di lapangan dan beberapa informan sebagai berikut:

a. Kepala Desa

b. Kepala Dusun

c. Pengelola objek wisata Lappa Laona

d. Masyarakat yang berdagang sekitar objek wisata

2. Data Sekunder

Data pelengkap yang berkaitan dengan penelitian ini dapat diperoleh

dengan cara dokumentasi dan catatan langsung yang diperoleh melalui

hasil observasi.

31

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu:

a. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan secara langsung di lapangan untuk

mengumpulkan catatan-catatan yang diperoleh secara langsung.

Pengamatan yang dilakukan peneliti yaitu melakukan observasi secara

langsung di objek wisata Lappa Laona dan merasakan fenomena yang

terjadi, untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan dalam

penelitianya. Berhubung Karena adanya covid 19 sehingga peneliti

terkendala melakukan observasi di lapangan melalui pengamatan di

lapangan, maka peneliti mendapatkan informasi melalui media dan

wawancara melalui kontak telepon/WhatsApp.

b. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dalam mengumpulkan data dari

daftar pertanyaan yang sudah disiapkan oleh peneliti sesuai dengan

rumusan masalah yang ditentukan peneliti yaitu bagaimana dampak sosial

ekonomi objek wisata Lappa Laona dengan melalui wawancara kepada

kepala Desa, pengelola, masyarakat yang berdagang sekitar objek wisata.

Wawancara yang dilakukan dalam pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi melalui tanya jawab sehingga dapat memperoleh data

yang dibutuhkan oleh peneliti. Namun wawancara ini dilakukan secara

langsung dan melalui via telepon/WhatsApp karena berhubung adanya

32

COVID-19 sehingga peneliti tidak bisa secara langsung kelapangan untuk

mengumpulkan data/informasi.

c. Dokumentasi

Data pendukung yang dikumpulkan sebagai penguat data observasi

dan wawancara yang berupa gambar, dan data yang sesuai dengan

kebutuhan peneliti mengenai dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa

Laona terhadap perkembangan pembangunan yang dilakukan masyarakat

sekitar lokasi objek wisata. Dan dokumen berbentuk catatan, gambar, foto,

dll. yang dapat membantu peneliti menyusun laporan penelitian yang ingin

dicapai.

H. Teknik Analisis Data

Dalam analisis data, peneliti fokus pada dampak soaial ekonomi objek

wisata. Teknik pengumpulan data merupakan pencarian data dan penyusunan

data yang melalui dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dalam

melakukan penelitian. Penelitian ini mengunakan analisis interaktif yang

dikemukakan oleh Hiberman dan Miles. Teknik analisis ini dijelaskan oleh

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011:334-343 dalam Yunita, 08), proses

analisis data ini mengunakan empat tahap yaitu:

a. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti saat kelapangan. Data

yang dikumpulkan oleh peneliti berasal dari hasil observasi, dan

wawancara terhadap masyarakat sekitar objek wisata Lappa Laona, dari

beberapa sumber. Data yang didapatkan oleh peneliti secara langsung

33

dilapangan dan melalui via telepon/WhatsApp karena berhubung adanya

COVID-19 sehingga peneliti terkendala kelapangan untuk mengumpulkan

data. Dan data yang didapatkan peneliti melalui via telepon/WhatsApp

dapat dikumpulkan menjadi satu file.

b. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang sudah dikumpulkan oleh peneliti yang secara langsung

kelapangan dan melalui via telepon/WhatsApp dalam bentuk catatan dan

terperinci. Kemudian catatan yang sudah dikumpulkan dapat direduksi

dengan merangkum dari hasil catatan yang didapatkan dan memilih hal-

hal yang penting untuk diperoleh dalam bentuk data. Kemudian disusun

lebih sistematis sehingga dapat mudah dipahami.

c. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data dapat menunjukkan kumpulan data dalam bentuk

catatan singkat atau informasi yang didapat, untuk mudah memahami apa

yang terjadi dilapangan. Dalam penyajian data ini berupa teks mengenai

dampak sosial ekonomi objek wisata melihat gambaran secara keseluruhan

dari data yang dikumpulkan.

d. Penarikan Kesimpulan (Conclusions drawing/verifying)

Suatu proses untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian

sehingga dapat ditentukan saran dan masukan agar mudah menyelesaikan

masalah dalam penelitian.

34

I. Teknik Keabsahan Data

Untuk memperoleh keabsahan data dari penelitian tentang dampak sosial

ekonomi objek wisata adalah dengan triangulasi. Hal ini dilakukan untuk

menganalisis data hasil penelitian yang berupa hasil wawancara dan observasi

melalui cek ulang dari berbagai informan.

a. Triangulasi Sumber dilakukan dengan menanyakan pertanyaan yang sama

pada informan yang berbeda mengenai dampak sosial ekonomi masyarakat

objek wisata Lappa Laona.

b. Triangulasi teknik dilakukan dengan melakukan observasi langsung

setelah melakukan wawancara dari berbagai informasi seperti data tentang

dampak sosial ekonomi objek wisata Lappa Laona.

c. Triangulasi waktu dilakukan untuk pengecekan hasil wawancara observasi

sehingga peneliti melakukan wawancara 3-5 orang informan dalam waktu

yang berbeda dan melakukan observasi dalam secara berkala.

J. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta izin

terlebih dahulu pada informan sebelum melakukan wawancara atau

mengambil gambar informan dan menjaga kerahasiaan informan.

35

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Lokasi Penelitian

Pada tahun 1961 Desa Harapan berasal dari Desa Lajoangin, yang di

nahkodai Oleh Bapak DG. Kambo selama 3 tahun dan pada tahun 1964 di

adakanlah pemilihan kepala Desa yang pertama yang terpilih pada saat itu

adalah Bapak H. Malik. R dari Kelurahan Lompo Riaja beliau memimpin

selama 24 tahun namun menjelang 2 tahun kepemimpinannya Menrong dan

tompo lemo-lemo keluar dari wilayah desa Libureng sehingga Kepala Desa

yang terpilih yaitu H. Malik. R menggabungkan wilayah tersebut Ke Desa

Lajoangin dan pada saat itu pula Desa Lajoangin Diubah Namanya menjadi

Desa Harapan dalam artian “bahwa masyarakat selalu berharap selalu ada

Harapan kedepan yang lebih baik” dan kantor Desa pun dipindahkan

pemilihan Kepala Desa yang keDua kalinya dan terpilih pada saat itu H. Arif.

Halim yang juga berasal dari Kelurahan Lompo Riaja beliau memimpin

Harapan selama 10 tahun. (Sumber, kantor Desa tanggal 14/09/2020)

Desa Harapan terbentuk karena dianggap perlu adanya pemekaran Desa

disebabkan Desa Libureng pada saat itu memiliki jangkauan wilayah terlalu

luas sehingga tata kelola Pemerintahan, Pembangunan, serta Pelayanan dan

pengawasan Pemerintah Desa sulit terjangkau, awalnya dibentuklah

Persiapan Pemekaran Desa dengan menamakan Desa Persiapan Lajoangin,

setelah menjadi Desa Definitif dinamakanlah Desa Harapan, dikatakan Desa

36

Harapan karena awalnya Desa ini Cuma 4 Dusun yaitu Dusun Menrong,

Dusun Lajoangin, Waruwue, Dusun Ammerung dan Dusun Ampiri pada

tahun 1994 terjadi lagi pemekaran Desa yaitu Desa Harapan terbagi 2 yaitu

Desa Harapan dan Desa Bacu-Bacu sehingga 2 Dusun terpisah dari Desa

Harapan kemudian masuk menjadi wilayah Desa Bacu-Bacu sehingga Desa

Harapan tinggal 4 Dusun yang menjadi wilayah binaanya:

Adapun Luas Wilayah Desa Harapan adalah 53.10 Ha Dengan Batas Wilayah

Yaitu:

Sebelah Utara : Desa Anabanua

Sebelah Selatan : Desa Bacu-Bacu

Sebelah Timur : Desa Gattareng Ka. Soppeng

Sebelah Barat : Desa Libureng

Untuk lebih jelasnya berikut silsilah Kepada Desa yang pernah memimpin

desa Harapan dari zaman dahulu sampai saat ini :

1. DG. KAMBO. Periode Tahun 1961-1963 (Pejabat)

2. H. MALIK. R Periode Tahun 1964-1998 ( Definitif)

3. H.ARIF. HALIM Periode Tahun 1989-1998 (Definitif)

4. NAHIRUDDIN Periode Tahun 1999-2001 (Pejabat)

5. SUKARDIMAN Periode Tahun 2001-2006 (Definitif)

6. H. NAHIRUDDIN. Periode Tahun 2007-2012 (Definitif)

7. DRS. H. SYARIFUDDIN T. Periode Tahun 2013-2016 (Pejabat)

8. LUKMAN HASI, SE Periode Tahun 2017-2023 (Definitif)

(Sumber, kantor Desa tanggal 14/09/2020)

37

Wilayah Desa Harapan terangkum dalam wilayah Kecamatan Tanete Riaja

Pada Tahun 1961.

Pada tahun 90an wisata Lappa Laona sudah ramai dalam 2 kali setahun

saat habis lebarang. Masyarakat berbondong-bondong ke Lappa Laona untuk

berfoto-foto dan juga cari jaringan karena jaringan di sana belum bisa

tejangkau seperti desa yang lain. Lappa Laona dapat terkenal karena adanya

dulu mobil outprut yang diadakan oleh anaknya bapak bupati yang bernama

Andi sahaluddin Rum. Karena masyarakat tidak pernah mengekspor foto-foto

dan disitu juga saat mulai canggih alat elektronik seperti hp dan jaman-

jamannya Facebook pada tahun 2008. Dan pada tahun 2012 pemerintah mulai

melirik di Lappa Laona dan mengembangkan menjadi wisata. Pada akhirnya

2018 mulai terkelolah dan membangun wahana-wahana sekaligus

meresmikannya. Kemudian tahun 2019 dibangunlah mushola dan pada tahun

2020 dibangun juga gazebo. (Sumber, Wawancara Dewantara, 14/09/2020)

B. Letak Geografi

Desa Harapan terletak di Daerah Wilayah Kecamatan Tanete Riaja

dengan luas wilayah 53.10 Ha/m2 dan objek wisata Lappa Laona terletak di

Dusun Waruwue dengan luas wilayah 20 hektar dan jarak tempuh dari ibu

kota Barru ke Lappa Laona 60 km. Desa Harapan terdiri dari 6 Dusun, 19

RT, Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru. Dengan batas wilayah sbb:

Batas Desa/kelurahan Kecamatan

Sebelah utara Desa Anabanua Barru

Sebelah selatan Desa Bacu-Bacu Pujananting

Sebelah timur Desa Gattareng Marioriwawo Kab. Soppeng

Sebelah barat Desa Libureng Tanete Riaja

Table. 4.1 batas wilayah Desa Harapan.

38

Secara visualisasi, wilayah administratif dapat dilihat dalam Peta

Wilayah Desa Harapan Sebagai berikut;

Gambar. 4.1 Peta Desa Harapan

(Sumber, kantor Desa tanggal 14/09/2020)

C. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Harapan termasuk kurang padat atau padat jika

dibandingkan dengan luas wilayah desa. Hal ini dapat dilakukan pada tahun

2016, tercatat jumlah penduduk Desa Harapan sekitar 3.924 jiwa dengan

perbandingan laki-laki 1.944 jiwa dan perempuan sebanyak 1980 jiwa.

Penduduk Desa Harapan merupakan salah satu aset desa dalam pelaksanaan

pembangunan. Hanya saja sumber manusia masyarakat belum memadai

karena rendahnya pendidikan, sehingga harapan untuk mengubah pola pikir

masih renda. Jumlah penduduk Desa Harapan dapat dilihat pada tabel di

bawah ini. (Sumber, kantor Desa tanggal 14/09/2020)

39

Keadaan penduduk yang tinggal di Desa Harapan terbagi menjadi dua

jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Jumlah penduduk Desa Harapan

dapat dilihat sebagai berikut:

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

1 Laki-laki 1889

2 Perempuan 1942

Total 3831

Table. 4.2 jumlah penduduk Desa Harapan

Sumber : Sensus Penduduk Profil Desa Harapan Tahun 2020

D. Keadaan Pendidikan

Keadaan pendidikan di Desa Harapan yang dimiliki rata-rata mayoritas

pendidikan tamat SD. Di Desa Harapan memiliki 5 kelompok bermain

sehingga keberadaan anak-anak yang usia dini dan tempat bermainnya.

Terdapat 2 sekolah dasar Negeri, Sekolah Dasar Inpres 5 sekolah dan 2

Madrasah Ibtidaiyah di Desa Harapan. Sekolah lanjut tingkat pertama di Desa

Harapan memiliki 3 bangunan. Sedangkan sekolah lanjut tingkat atas belum

ada, sehingga yang melanjutkan pendidikanya ke jenjang SMA harus keluar

Desa ada yang memiliki ke ibu kota Kecematan Tanete ke Kabupaten dan ada

juga yang melanjutkan pendidikannya di pesantren. (Sumber, kantor Desa

tanggal 14/09/2020)

40

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kesimpulan Hasil Penelitian

1. Dampak Sosial Objek Wisata Lappa Laona di Era Covid-19

Dampak sosial objek wisata sangat berdampak pada masyarakat

yang berdagang di Lappa Laona. Karena masyarakat berinisiatif

membuka usaha kecil-kecilan untuk menambah pendapatan sehari-

harinya. Dengan ini memiliki perubahan yang terjadi pada objek wisata

dapat melibatkan masyarakat setempat untuk berdagangan dikawasan ini.

Namun objek wisata Lappa Laona masih dalam proses pembentukan

mengakibatkan masyarakat tidak tertata secara struktural oleh pemerintah

sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli. Objek wisata Lappa

Laona berbentuk secara alami yang dikembangkan oleh BUMDES

(Badan Usaha Miliki Desa) sebagai daya tarik pariwisata dan sumber

pendapatan masyarakat.

“Lappa Laona ini terbentuk secara alami dan masih dalam

kawasan hutan korupsi yang dikelola oleh badan milik desa.

Banyaknya orang yang datang berkunjung di kawasan ini,

pemerintah melihat potensinya yang ada sehingga mengakibatkan

mendorong untuk dikembangkan.” (D.1/Observasi/08/09)

Pembangunan objek wisata ini terbentuk secara alami sudah sejak

lama namun melihat potensinya banyaknya pengunjung yang datang

berkunjung mengakibatkan pemerintah mendorong keinginan untuk

mengembangkan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar

41

objek wisata ini. Sehingga dibentuklah pembangunan ini untuk sebagai

pendapatan ekonomi masyarakat.

a. Dinamika Masyarakat di Objek Wisata Era Covid-19

Hubungan sosial masyarakat dengan objek wisata ini memiliki

interaksi sangat baik. Karena dengan adanya objek wisata Lappa Laona

ini bisa membuka usaha kecil-kecilan untuk membuka lembaran yang

baru dalam menambah pendapatan sehari-harinya. Namun tidak

disadari dengan adanya objek wisata juga melibatkan konflik pada

masyarakat di bagian distribusi karena sama-sama ingin mendapatkan

posisi yang sama dalam mengelola dibagian distribusi.

Dinamika masyarakat di objek wisata Lappa Laona di tengah

pandemik covid-19 mengakibatkan terjadinya renggang komunikasi

antara masyarakat dalam membangun objek wisata dengan pihak

pengelola.

“objek wisata ini belum terstrukturnya pengelola dengan baik

sehingga mengakibatkan renggang komunikasi terhadap

masyarakat dalam membangun.” (D.1/Observasi/08/09)

Pembangunan objek wisata ini belum terstrukturnya yang efektif

dalam pengelola mengakibatkan pola komunikasi masyarakat jarang

berinterakasi pada pengelola. Pengelola objek wisata ini pada masyarakat

yang berdagang memiliki komunikasi yang renggang dalam membangun

tanpa berdiskusi dengan masyarakat dia tetap bekerja.

Hadirnya objek wisata ini mengakibatkan interaksi pengelola

dengan masyarakat tidak baik karena pola komunikasi antara pengelola

42

tidak bekerjasama dalam mempertimbangkan pengelola objek wisata

sehingga penataan perdagangan tidak teratur. Dengan hasil wawancara

yang sama diutarakan oleh bapak (DT/ 20/09/2020) berikut:

Masyarakat dengan pengelola renggang komunikasi, pengelola

bekerja saja tanpa meminta pertimbangan dari masyarakat disini.

Tidak memberi izin pada masyarakat disini tanpa berdiskusi. Tapi

mulai sekarang itu karena pemuda sudah mendorong untuk

pengundian pengelola, koordinasi dengan masyarakat. Saya lihat

sudah mulai saat ini itu sudah, bahkan kedepannya itu kita

melakukan musyawara untuk pengembangan wisata Lappa Laona.

(D.4/WW/AR/L)

Belum terstrukturnya pengelola mengakibatkan terjadinya konflik

pada masyarakat karena tidak bekerjasama dalam mempertimbangkan

pengelolaan objek wisata sehingga penataan perdagangan tidak teratur.

Bentuk-bentuk dampak sosial di objek wisata terhadap masyarakat, yaitu

salah satunya covid-19 karena ditutupnya objek wisata sehingga proses

struktur pengelolaan wisata tertunda dan mengakibatkan belum efektif

pengelolaanya. Dengan hasil wawancara yang sama diutarakan oleh

bapak (DT/ 20/09/2020) berikut:

Tidak ada, karena mungkin itu belum adanya pengelola yang jelas

sebagaiamana tertera dalam sebuah sk, secara kan pengelola ini

per rt dia, belum ada yang kayak strukturnya secara organisasi

sebelum, sekaran masih tahap rintisan, karena itu mi. Salah satu

dampaknya itu karena covid ini, karena munking sebenarnya

seandainya belum ada covid yeah mungkin dari kemarin-kemarin

pengeelolaannya sudah efektif sebenarnya. Karena dari sejak

kemarin-kemarin sudah direncanakan tapi dengan tiba-tiba adanya

ini covid yeah terkendala mi semua. (D.2/WW/ DT/L)

Pada masyarakat yang berdagang di objek wisata secara

menyeluruh tidak terlalu berdampak karena mereka memiliki sumber

pendapatan yang lain selain dari perdaganganya karena masyarakat

43

sekitar objek wisata ini mayoritas petani dan perkebunan. Mereka yang

berdagang di objek wisata ini untuk menambah pendapatan sehari-

harinya. Objek wisata Lappa Laona masih proses pembentukan dan

masih tahap rintisan sehingga belum adanya pengelola yang jelas dan

tidak strukturnya dalam penataan dalam pengelolaan wisata. Dengan

hasil wawancara yang sama diutarakan oleh bapak (DT/ 20/09/2020)

berikut:

Pemerintah melarang, dulu yeah pada saat covid itu artinya lagi

marak-maraknya pemerintah itu melarang dibuka, pemerintah ini

bahwa pengelola menutup sementara objek wisata. Melarang keras

masyarakat membuka objek wisata karena persoalan jangan sampai

terjadi penularan di objek wisata. Orang kan pergi melepas penyakit

misalnya kan atau apalah intinya orang kesana itu pergi bersenang-

senang, ketika terjadi penularang kan nda baik kesanya.

(D.2/WW/DT/L)

Hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam

pengelolaan ini, interaksi masyarakat terhadap adanya wabah covid-19

mengikuti aturan protokol kesehatan dan mereka juga sempat tutup objek

wisata beberapa bulan. Disaat dibukanya kembali mereka tetap mengikuti

aturan protokol kesehatan seperti mengunakan masker, cek suhu tubuh

pengunjung sebelum masuk, dan sering mencuci tangan untuk menjaga

penularan di objek wisata.

b. Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembentukan Objek Wisata

Lappa Laona

Dalam pengembangan objek wisata ini memiliki potensi daya

tarik agar wisatawan yang berkunjung nyaman menikmati keindahan

alam dan fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh pemerintah untuk

44

meningkatkan pendapatan daerah seperti, gazebo, flying fox, spot foto.

Dalam hal ini masyarakat tidak di libatkan dalam pembentukan objek

wisata.

Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan saya melihat,

masyarakat yang dipanggil dalam menata pembangunan yang

dibangun pada objek wisata. Seperti memperbaiki fasilitas yang

dibangun, perjalanan masuk ke objek wisata.

(D.1/Observasi/08/09)

Setiap objek wisata tentunya dapat memerlukan penataan yang baik

agar daya tarik pengunjung semakin banyak. Dalam penataan ini

masyarakat yang di libatkan untuk merenovasi yang dibutuhkan di objek

wisata, dengan ini masyarakat juga memiliki pendapatan lain selain dari

hasil pertanian dan kebun nya. Dengan adanya objek wisata ini di tengah

masyarakat, mereka bisa mendapatkan penghasilan dari objek wisata.

Objek wisata ini terdapat pembentukan dalam pembangunan,

namun masyarakat tidak dirumuskan dalam pembentukan ini karena

belum terstrukturnya pengelola. Masyarakat nantinya terima jadi dalam

pembentukan objek wisata yang sudah dibentuk oleh Badan Usaha Milik

Desa (BUMDES). Dari hasil wawancara (LH/ 29/09/2020) sebagai

berikut:

“Ini kan Lappa Laona masih kawasan hutan korupsi, dikelola

melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), dan sementara

mengurus di pemerintah kehutanan. Kan nanti itu di atas

semenatara dikelola kan ada bangunan di atas, adapun daya tarik

apa dan sebagainya. Nantikan kalau pemerintah sudah mengijinkan

yah baru dibentuk pengelola di atas. Masyarakat di atas tidak di

libatkan dalam perumusan ini, karena ini kan masyarakat ceritanya

terima jadi, artinya sebagai pengelola tinggal dikasih masuk kan

mami. (D.1/WW/LH/L)

45

Objek wisata Lappa Laona merupakan kawasan hutan korupsi di

Desa Harapan dan masih sementara pengurusan di pemerintah.

Pembangunan ini masih proses pembentukan pada struktur organisasi

pengelolaan sehingga untuk sementara ini masih belum efektif

pengelolaannya. Dengan adanya pembangunan ini kedepannya akan

terkelolah dengan baik di saat struktur pengelolaan nya sudah tersusun

dan sudah ada izin dari pemerintah. Pembangunan ini di bangun untuk

meningkatkan pendapatan daerah agar masyarakat sekitar juga punya

inisiatif untuk memiliki usaha kecil-kecilan di objek wisata ini.

Dengan hasil wawancara yang sama diutarakan oleh bapak (DT/

20/09/2020) berikut:

“Terbentuk secara alami sebenarnya Ndi, artinya Tanpa di libatkan

masyarakat itu artinya pemerintah ini langsung berpikir bahwa yang

ini harus dikembangkan, karena tidak terencana bahwa kita buat

wisata lalu kita perkenalkan tidak, setelah melihat potensinya “ooh

bagusnya ini kalau kita kembangkan sebagai objek wisata.”

(D.2/WW/DT/L)

Proses pembentukan Lappa Laona pada umumnya berbentuk

secara alami yang banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar sehingga

pemerintah melihat potensi yang ada dibentuklah sebagai objek wisata.

Namun, wisata ini masih kawasan hutan korupsi sehingga masyarakat

yang kelolah atas nama BUMDES dan usaha-usaha lainya di pariwisata.

Dalam keterlibatan masyarakat pada objek wisata tidak

melibatkan masyarakat dalam perumusan pembentukan objek wisata,

karena masyarakat nantinya akan menerima jadi pembangunan objek

46

wisata dalam pengelolaan untuk dikembangkan setelah melihat dari

potensi yang ada di Lappa Laona.

c. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata

Lappa Laona

Pada kriteria/prasyarat dalam keterlibatan masyarakat sebagai

pengelolah wisata tidak ada kriteria. Namun masyarakat yang sebagai

pengelolah tetap dengan mengunakan persyaratan yang ada.

Dengan adanya objek wisata di tengah-tengah masyarakat dan

melihat banyaknya pengunjung yang datang sehingga masyarakat

berinisiatif membangun usaha kecil-kecilan untuk menambah

pendapatannya yang dulunya hanya mengandalkan lahan pertanian,

perkebunan untuk mencari nafkah.

Masyarakat di libatkan di objek wisata pada saat ada

pembangunan yang di bagun, seperti adanya fasilitas yang

dibangun masyarakatlah yang dipanggil untuk menata objek

wisata. (D.2/Observasi/08/09)

Di libatkannya masyarakat pada objek wisata dapat menambah

pendapatanya dari hasil kerjanya dalam membangun fasilitas yang

dibangun pemerintah. Tapi masyarakat yang di libatkan sebagai dalam

membangun di objek wisata. Dengan ini masyarakat dapat memiliki

penghasilan lain dari sebelumnya. Seperti yang diutarakan dari hasil

wawancara oleh (DT/ 20/09/2020) berikut:

“Kalau untuk sekaragn belum, artinya karena belum terlalu efektif

pengelolaanya. Tetapi kedepannya akan ada, nanti disitu

pengelolanya minimal pake ijasa, umur juga dibatasi (umur 45

tahun kebawa) karena banyak orang yang mau, harus ada

47

persyaratan-persyaratanya sehingga yang mengelola itu terbatas

karena pengelola wisata kan nda baik kalau terlalu banyak,

apalagi kalau baru pemula begitu. Setelah ini sekarang kan sudah

ada pokdarwis istilahnya kelompok sadar wisata, cuman belum

efektif itulah yang perlu dipol api ketika sudah ada pengurus

secara resmi artinya pengurus secara resmi ini pengurus yang ada

sk nya dari kabupaten, dinas pariwisata karena untuk sementara

kan pengelolanya itu atas dasar dari desa, artinya sekarang ini

pendapatanya Lappa Laona ini kan sudah masuk di daerah cuman

belum seefektif sebagaimana yang direncanakan.”

(D.2/WW/DT/L)

Pembentukan objek wisata ini tidak memiliki kriteria yang jelas

karena struktur pengelolaan ini belum efektif. Sehingga pengelolaan

objek wisata ini untuk sementara melakukan pergiliran pengelolaan per

RT agar pengelolaan nya di objek wisata ini adil dalam masyarakat.

Namun di saat keadaan sudah kembali seperti dulu objek wisata ini

pengelolanya sudah jelas karena sudah jelas struktur organisasi

pengelolanya. Tapi untuk saat ini belum diperlakukan karena

terkendalanya dengan adanya wabah covid-19.

Dalam melibatkan masyarakat dengan mengelola objek wisata agar untuk

mengembangka objek wisata dengan mengelolah apa yang dibutuhkan

seperti merawat lingkungan, berdagang, dll. Seperti yang diutarakan dari

hasil wawancara narasumber ole Dengan hasil wawancara yang sama

diutarakan oleh bapak (LH/ 29/09/2020) berikut:

“Oh jelas di libatkan disitu, artinya ada beberapa bumdes unit ini

membentuk masyarakat dibawa sebagai pengelola karcis, pungut

sampah di dalam dan sebagainya. Tetap ceritanya bumdes cuman

bahasa kasarnya kan masyarakat terlibat.” (D.1/WW/LH/L)

48

Dalam pengelolaan objek wisata ini masyarakat terlibat dalam

pengembangan daya tarik keindahan objek wisata dan keamanan

lingkungan wisata, agar pengunjung nyaman saat berkunjung.

Masyarakat terlibat dalam pembangunan yang dibangun di objek

wisata untu mengembangka daya tarik pengunjung dan agar masyarakat

juga bisa menambah pendapatan sehari-harinya dan tetap menjaga

kelestarian lingkungan objek wisata.

a. Dampak Negatif

Adanya pembangunan pada objek wisata tentu melibatkan adanya

dampak pada masyarakat yang tidak disadari. Dampak tentunya tidak

pernah tidak terlintas dalam objek wisata yang timbul di tengah-tengah

masyarakat. Dampak yang terjadi pada objek wisata seperti kurangnya

fasilitas yang disiapkan di Lappa Laona, terjadinya konflik dilakangan

masyarakat, belum terstrukturnya pengelola objek wisata, dan adanya

wabah covid-19.

Objek wisata ini belum lengkapnya fasilitas yang disiapkan seperti

tempat sampah, wc juga belum memadai mengakibatkan objek

wisata tidak terjaga lingkungannya dengan baik.

(D.1/Observasi/08/09)

Pada awal perkembangan objek wisata ini masih belum

terstrukturnya proses pengelolaan pada pembangunan fasilitas yang

disiapkan belum efektif terhadap objek wisata. Sehingga pengunjung di

objek wisata tidak memperhatikan kebersihan pada objek wisata

mengakibatkan rumput-rumput di sekeliling objek wisata mati. Dengan

hadirnya objek wisata ini karena hamparan rumputnya yang luas dan

49

menghijau mengakibatkan mati karena banyaknya pengunjung yang

datang dan tidak menjaga kebersihan di sekeliling objek wisata.

1. Belum adanya fasilitas yang lengkap

Objek wisata ini tidak dapat dipungkiri adanya pembangunan ini

dapat merusak lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif karena

belum lengkapnya fasilitas yang disipkan oleh pengelola seperti, tempat

sampah sehingga mengakibatkan sampah terserakah di pinggir jurang.

Seperti yang diutarakan dari hasil wawancara DT berikut:

“Dampak negatif : belum adanya fasilitas yang lengkap sehingga

sampah-sampah itu agak ini di Lappa Laona, mungkin juga

rumputnya mati dengan adanya orang terlalu banyak orang.

(D.2/WW/DT/20/09/2020)

Pembangunan objek wisata Lappa Laona belum teratur

pengelolaanya dan berdampak pada lingkungan objek wisata karena

kurangnya fasilitas yang disiapkan seperti belum adanya tempat sampah

yang disiapkan. Dijadika nya Lappa Laona objek wisata karena

pemandangan dari rumput-rumput yang luas dan memiliki pemandangan

yang indah mengakibatkan pengunjung yang banyak datang. Namun

banyaknya pengunjung yang datang dan tidak terstrukturnya pengelola

sehingga rumput-rumput Lappa Laona yang dulunya indah dilihat dari

kejauhan dalam mengambil foto mengakibatkan mati karena banyak nya

pengunjung yang datang.

2. Terjadinya konflik di kalangan masyarakat

Adanya pembangunan objek wisata di tengah-tengah masyarakat

melibatkan sering terjadinya konflik antar masyarakat di setiap objek

50

wisata. Tentunya di objek wisata Lappa Loana terjadi sedikit konflik

karena ketidak kesesuaian dalam memilih posisi dalam mengelola objek

wisata.

“Perna pertama-pertama, artinya mereka saling iri kan karena

tidak adanya sentral penjualan, jadi orang mengambil posisi

masing-masing yang bahwa disinilah yang terbaik. Itu sih kirsus-

kirsus yang terjadi. Orang-orang yang menjual nantinya itu akan

diatur dengan sekian rupah bahwa tempat penjualanya itu tidak

boleh kumuh, sekarang itu mungkin agak kumu karena bambu-

bambu yang dipakai dikasih seng. Maunya kami pemerintah yeah

membuat semacam kontainer-kontainer begitu supaya lebih

modern ki dilihat dan tidak mengganggu kenyamanan keindahan

Lappa Laona.” (D.2/WW/DT/L/20/09/2020)

Pembangunan ini pada awalnya terjadi perselisihan antar

masyarakat yang berdagang karena persoalan posisi yang tidak tertata

dengan baik. Dan perselisihan ini tidak berlangsung lama dalam

masyarakat karena masyarakat sama-sama ingin mendapatkan

pendapatan agar meningkatkan ekonominya masing-masing.

Sedangkan hasil wawancara dari narasumber AR sebagai berikut:

“Biasa terjadi konflik horizontal di kalangan masyarakat karena

belum ada regulasi yang jelas dari pengelola.”

(D.4./WW/AR/L/20/09/2020)

Belum terstrukturnya pengelolaan mengakibatkan terjadinya

konflik pada masyarakat karena tidak bekerjasama dalam

mempertimbangkan pengelolaan objek wisata sehingga penataan

perdagangan tidak teratur.

3. Belum terstrukturnya pengelola objek wisata

Objek wisata ini dalam sistem pengelolaan tentunya dalam

pembangunan memiliki struktur pengelola. Namun wisata Lappa Laona

51

ini belum terstruktur sistem pengelolaanya mengakibatkan adanya

pergeseran antara masyarakat dalam pengelola dan pedagang.

Dampak sosial di objek wisata terhadap masyarakat, yaitu salah

satunya covid-19 karena ditutupnya objek wisata sehingga proses

struktur pengelolaan wisata tertunda dan mengakibat kan belum efektif

pengelolaanya. Seperti yang diutarakan DT dari hasil wawancara berikut:

“Karena mungkin itu belum adanya pengelolaan yang jelas

sebagaiman tertera yang dalam sebuah sk, secara kan pengelola

ini masih per rt dia, belum ada yang kayak strukturnya secara

organisasi belum, sekaran masih tahap inti karena itu mi. struktur

pengelolanya karena dampak covid ini itu sebenarnya, karena

mungking sebenarnya seandainya tidak ada covid yeah mungkin

dari kemarin-kemarin pengeelolaannya sudah efektif sebenarnya.”

(D.2./WW/DT/L/20/09/2020)

Belum adanya pengelola yang jelas karena belum terbentuknya

struktur organisasi pengelolaan yang efektif akibat adanya wabah covid-

19. Sehingga belum dijalankannya struktur organisasi yang jelas dari

pengelola. Saat ini objek wisata masih dalam tahap rintisan sehingga

mengakibatkan struktur pengelolaanya tidak berjalan dengan baik.

4. Adanya wabah covid-19

Dampak sosial pada objek wisata Lappa Loana ini merupakan

dampak bagi masyarakat selama adanya covid-19 karena adanya

penurunan pendapatan akibat tertutupnya sementara wisata. Masyarakat

sekitar tidak dapat beraktivitas di wisata untuk berdagan. Namu

masyarakat sekitar Lappa Laona memiliki aktivitas lain selain berdagang

di objek wisata, karena masyarakat mayoritas petani, perkebunan jadi

52

mereka tetap memiliki hasil pendapatan, tetapi masyarakat yang

berdagang ini untuk meningkatkan pendapatan sehari-harinya.

“Berdampak bagi masyarakat yang berdagang di sekitar wisata ini

karena adanya wabah covid-19. Kita tidak bisa berdagan pada

awal-awal adanya wabah covid-19. dan ditutupnya juga objek

wisata untuk mencegah penularan di tengah-tengah wisata.”

(D.2./Observasi/15/8)

Adanya wabah covid-19 ini di tengah-tengah masyarakat dapat

berdampak bagi pedagang di objek wisata karena tidak berdagang akibat

ditutupnya objek wisata pada awalnya covid-19. Masyarakat di sekitar

wisata mengalami penurunan pendapatan yang berbeda saat mulainya

berdagang di wisata Lappa Laona pada saat dibukanya kembali objek

wisata. Saat terakhir penulis berkunjung sudah mulai meningkat karena

pengunjung sudah mulai berkunjung lagi.

Objek wisata dapat memberi dampak bagi masyarakat sekitar

dalam meningkatkan pendapatan perekonomianya, namun tidak

dipungkiri akan adanya wabah covid-19 di tengah-tengah masyarakat

yang membuat resah dengan hadirnya covid-19. Dan dengan mengatasi

rasa cemas masyarakat sehingga pengelola bertindak tutupnya objek

wisata untuk menghindari penularan covid-19 pada masyarakat dengan

pengunjung yang datang. Seperti hasil wawancara narasumber RS

berikut:

“Dampak negatif : pernah pengunjung mau masuk dihalangi

masuk di objek wisata, kalau sekarang itu kalau masuk

mengunakan masker (mematuhi peraturan/protokol kesehatan,

seperti diharuskan memakai masker, cek suhu tubuh sebelum

53

masuk dan mengunakan yang dapat mencegah covid-19 dari diri

ta. (D.3./WW/RS/L/09/08/2020)

Adanya wabah covid-19 ini sangat berdampak bagi pariwisata

karena adanya pengunjung yang mau masuk tapi dihalangi karena belum

dibukanya objek wisata beberapa bulan. Untuk menghindari penularan di

tengah-tengah masyarakat pada objek wisata sehingga pengelola

sementara menutup sampai ada izin dari pemerintah.

Sedangkan hasil wawancara dari narasumber DT berikut:

“Dampak seperti pada umumnya bahwa ekonomi tersendaklah,

pendapatan masyarakat diarea wisata berkurang karena dengan

adanya pemerintah membatasi orang-orang yang datang. Mungkin

dulu pendapatannya setiap hari 400rb/bersihkan per harinya tapi

adanya covid ini jadi 100rb/perhari.”

(D.2./WW/DT/L/20/09/2020)

Pendapatan masyarakat terjadi penurunan akibat adanya wabah

covid-19 karena kurangnya pengunjung saat awal-awal dibukanya

kembali objek wisata ini. Kemudian dari hasil wawancara yang

diutarakan berikut AR berikut:

“Luar biasa dampaknya, tentu sangat terpengaruh sama

pedagang-pedagang disini, karena beberapa bulan terakhir kan

sempat ditutup ini Lappa Laona. Jadi pedagang itu tidak memiliki

pekerjaan. Masyarakat disini sebenarnya banyak aktivitasnya

karena mayoritas petani, perkebunan jadi selain disini petani.”

(D.4./WW/AR/L/20/09/2020)

Dari hasil wawancara pada narasumber di atas terdapat penurunan

hasil pendapatan sehari-hari karena terkendalanya dengan adanya wabah

covid-19, sehingga masyarakat tidak dapat melakukan perdagangan di

objek wisata akibat tertutupnya wisata beberapa bulan. Dan masyarakat

54

juga harus menjalankan peraturan protokol kesehatan untuk menjaga

penularan covid-19, seperti mengunakan masker, mencuci tangan, cek

suhu tubuh dan tentunya tetap menjaga kesehatan.

b. Dampak Positif

Pada pembangunan objek wisata tentu melibatkan adanya dampak

pada masyarakat dalam meningkatkan pendapatan sehari-harinya.

Dampak pada pembangunan ini tentunya masyarakat sekitar objek wisata

dapat membuka lowongan kerja, membuka usaha, dan perekonomian

masyarakat bertambah.

“Adanya pembangunan objek wisata masyarakat bisa membuka

usaha kecil-kecil untuk pekerjaan sampingan dan menambah

penghasilannya.” (D.3/Observasi/08/09)

Objek wisata sangat berdampak bagi masyarakat, dengan ini

masyarakat dapat membangun usaha kecil-kecilan untuk menambah

penghasilan sehari-harinya dari hasil jualannya. Masyarakat sebelum

melakukan usaha kecil-kecilan mereka memiliki hasil pendapatan dari

hasil taninya dan perkebunannya. Dengan adanya objek wisata ini

masyarakat yang berjualan di objek wisata memiliki pendapatan yang

berbeda sebelumnya.

1. Membuka Lowongan Kerja

Adanya objek wisata di Lappa Laona di tengah-tengah

masyarakat sangat berdampak dalam ekonominya. Dengan objek wisata

ini masyarakat dapat menambah ekonominya dengan berjualan di sekitar

wisata.

55

Dampak positif: bahwa ekonomi masyarakat itu meningkat,

membuka lowongan pekerjaan yang baru, mungkin masyarakat

sebelumnya hanya pekerja di sawah/kebun sekarang sudah bisa

ada kegiatan baru, apakah itu membuat lapak-lapak.”

(D.2./WW/DT/L/20/09/2020)

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa dengan adanya objek

wisata Lappa Laona memberikan dampak positif bagi perekonomian

masyarakat yakni membuka lowongan kerja yang baru serta masyarakat

mendapat pekerjaan baru selain bekerja di sawah/kebun.

2. Membuka Usaha

Hubungan sosial masyarakat selama adanya objek wisata ini

interaksi sangat baik. Karena dengan adanya objek wisata Lappa Laona

ini bisa membuka usaha kecil-kecilan untuk membuka lembaran yang

baru dalam meningkatkan pendapatan sehari-hariya. Dengan

membukanya usaha kecil-kecilan di objek wisata masyarakat dapat

mengalami perubahan pada pendapatannya. Seperti yang diutarakan oleh

hasil wawancara narasumber DT berikut:

“Alhamdulillah baik, semua masyarakat mendukung adanya objek

wisata karena kenapa dengan adanya objek wisata ekonomi

masyarakat itu meningkat yang dulunya mungkin masyarakat takut

membuat usaha-usaha mikro, seperti menjual-jual campuran kan

dengan adanya objek wisata ini masyarakat bisa berbondong-

bondong dan mereka berani memulai usaha meskipun itu usaha

kecil-kecilan. Tapi itu artinya sudah salah satu bentuk dampaknya

lah itu adanya wisata.” (D.2./WW/DT/L/20/09/2020)

Dengan hasil wawancara di atas bahwa masyarakat pada objek

wisata ini memiliki respon yang baik karena adanya objek wisata ini

mereka bisa melakukan usaha-usaha kecil-kecilan.

56

2. Dampak Ekonomi Masyarakat Objek Wisata Lappa Laona

Objek wisata Lappa Laona dapat kita melihat hamparan rumput

yang luas, melihat pemandagan pegunungan dan juga terbitnya matahari.

Wisata Lappa Laona merupakan salah satu tempat kunjungan yang

banyak dikunjungi di Kabupaten Barru untuk berlibur oleh wisatawan

dan dapat dijangkau sekitar 1 jam dari kota barru. Salah satu daya tarik

wisata Lappa Laona ini yang membuat menarik adalah hamparan rumput

yang luas. Wisata Lappa Laona memiliki fasilitas belum cukup memadai.

Lokasi wisata ini ramai pada saat akhir pekan, di musim liburan seperti

habis lebaran atau tahun baru.

Objek wisata Lappa Laona memiliki fasilitas yang disediakan

oleh pemerintah seperti gazebo/villa, warung, musholla, spot foto.

Fasilitas yang dibangun ini dapat kembangkan agar masyarakat setempat

bisa memperluas usaha lapangan pekerjaannya. Sehingga masyarakat

setempat bisa memperoleh pendapatan atau meningkatkan

pendapatannya dari objek wisata Lappa Laona.

“Ekonomi masyarakat sangat berdampak bagi masyarakat sekitar

objek wisata karena pendapatan masyarakat sebelum ada wisata

hanya di sawah, kebun dan sekarang sudah ada pencarian baru di

objek wisata.” (D.2./Observasi/20/09)

Perubahan pendapatan masyarakat memiliki peningkatang saat

adanya objek wisata karena sebelumnya hanya memiliki hasil pendapatan

dari hasil petani dan kebun nya saja. Sejak adanya objek wisata mereka

sudah mendapatkan hasil setiap hari dari hasil dagangannya, berbeda

57

dengan hasil petani dan perkebunan karena harus menunggu beberapa

bulan baru mendapatkan hasil.

a. Dampak ekonomi bagi masyarakat

Dampak ekonomi bagi masyarakat setiap objek wisata memiliki

pengaruh yang besar bagi masyarakat di sekitar area objek wisata.

Adanya pembangunan objek wisata dapat meningkatkan pendapatan

sehari-hari. Seperti yang diutarakan dari hasil wawancara narasumber

oleh (LH/29/09/2020) sebagai berikut:

“Iya jelas mereka kemarin-kemarin yeah sessah cede too tapi

selama ada wisata pangeli bale, pangeli kaluru iyah bisa. Artinya

sangat berdampak bagi masyarakat disini.”

(D.I./WW/KADES/LH/L)

Maksud dari hasil wawancara peneliti di atas bahwa masyarakat

sebelumnya kesusahan dalam menghasilkan pendapatan. Namun adanya

wisata ini mereka sudah ada pendapatan sehari-harinya. Pembangunan

objek wisata ini sangat berdampak bagi masyarakat sekitar dengan ini

mereka bisa memanfaatkannya dengan membangun usaha kecil-kecilan

untuk meningkatkan pendapatan sehari-hari. Dan hasil wawancara yang

diutarakan oleh DT berikut:

“Iyah, bahwa dulunya ekonomi masyarakat pencarian hanya

kebun, sawah sekarang sudah ada pencarian yang baru apakah

mau jadi pekerja atau menjadi pengelolah Lappa Laona kah atau

membuat lapak-lapak kah artinya dampak ekonominya lah,

ekonomi masyarakat meningkat yang dulunya masyarakat takut

memulai membuat usaha sekarang mereka sudah berani orang

ke Lappa Laona.” (D.2./W/DT/L/20/09/2020)

Objek wisata Lappa Laona ini berdampak secara ekonomi bagi

masyarakat dalam membangun usaha kecil-kecilan untuk meningkatkan

58

perekonomian. Namun secara umum masyarakat sekitar wisata memiliki

pencarian sebagai mayoritas petani, kebun. Sehingga adanya

pembangunan objek wisata ini akan melibatkan mereka membuka

lembaran baru untuk membangun usaha kecil-kecilan dalam

meningkatkan pendapatanya.

Perubahan pendapatan masyarakat selama adanya wabah covid-

19 ini terjadi perubahan pada pendapatannya karena objek wisata pernah

ditutup sementara dalam beberapa bulan. Untuk menjaga penularan covid

di tengah-tengah objek wisata. Dari hasil wawancara bapak

(AR/20/2020)

“Perubahan drastis. Baik disini wisata Lappa Laona baik juga di

luar. Seperti apa itu kak perubahan yang dialami pendapatan ta,

onsenya itu sangat menurun sekali biasanya itu 1jt seminggu pada

saat ada covid saat ini sampai 200rb apa. Bahkan saat wabah itu

tidak ada penjualan disini Lappa Laona.”

(D.3./WW/AR/Pedagang.L)

Perubahan pendapatan masyarakat memiliki penurunan akibat

adanya wabah covid-19 baik di objek wisata maupun diluar wisata.

Pembangunan objek wisata ini terdapat kendala dengan para pedagang

karena sumber air yang dimiliki terlalu jauh sehingga harus mengangkut

air dari tabungan air. Seperti yang diutarakan dari hasil wawancara AR

berikut:

“Banyak sih kendalanya, semisal kita agak susah dengan air

karena mata air jauh dari sini. Sekitar 500 m jarak dari sini mata

air.” (AR/20/09/2020)

Objek wisata memiliki kesusahan dalam pembangunan objek

wisata ini karena kurangnya fasilitas yang disiapkan seperti tempat

59

sampah, jauhnya mata air dari objek wisata sekitar 500m. Mengakibatkan

masyarakat yang berdagang di era Lappa Laona ini mengharuskan

mereka mengangkut air dari mata air di dekat objek wisata Lappa Laona.

b. Respon Pemerintah Kepada Masyarakat Yang Berjualan Di Objek

Wisata Lappa Laona

Respon pemerintah pada masyarakat baik, mendorong masyarakat

melakukan usaha kecil-kecilan untuk meningkat kan pendapatan sehari-

harinya, seperti yang diutarakan dari hasil wawancara (LH/

29/09/2020)berikut:

“Kalau respon kami yeah sangat bagus maksudnya ada mi

pendapatanya, kami sangat respon nanti aka nada bunga rendah

yang pengelolah. Karena akan ditata nanti kami buatkan semacang

kontainer/box-box, nanti kami tata susunannya, diperbaiki semua,

supaya unik dilihat, itukan di atas kumuh-kumuh sudah mau rusak

sih sebenarnya.” (D.1./WW/LH/L)

Adanya objek wisata Lappa Laona ini pemerintah membiarkan

masyarakat mengelolah untuk mengembangkan daya tarik pengunjung.

Dan masyarakat dapat melakukan usaha kecil-kecilan di objek wisata ini

agar menambah pendapatanya. Dan hasil wawancara yang diutarakan

oleh (DT/20/09/2020) sebagai berikut:

“Bahwa semua penjual nanti ini, mungkin tahun ini kalau bukan

tahun depan akan ada bantuan kayak tempat penjual dari perintah

yg diponsori oleh BNI, nanti akan ada bantuan kios-kios sekitar 30

unit kalau nggak salah dari BNI, tapi ini baru wacana artinya

janjinya seperti itu kalau respon pemerintah membuat mushola,

rumah villa-villa (pemerintah daera). spot-spot foto, flying fox

(pemerintah desa). Kalau untuk penjual belum ada baru

direncanakan.” (D.4./WW/DT/L).

60

Respon pemerintah di objek wisata memiliki dukungan yang baik

terhadap adanya wisata ini yang banyak dikunjungi berbagai daerah

sehingga pemerintah melihat potensi yang ada di Lappa Laona dan

mendorong untuk mengembangkan pembangunan di objek wisata. Dalam

pembanguna membuat musholla, rumah villa-villa/gazebo (pemerintah

daera). spot-spot foto, flying fox (pemerintah desa).

B. Pembahasan

1. Dampak Sosial Objek Wisata Lappa Laona di Era Covid-19

a. Dinamika Masyarakat di Objek Wisata Era Covid-19

Wisata Lappa Laona terletak di Kabupaten Barru Kecamatan

Tanete Riaja Desa Harapan Dusun Waruwue sudah ada sejak nenek

moyang. Berdasarkan wawancara peneliti dengan Bapak Dewantara

sebagai kepala Dusun Waruwue bahwa wisata Lappa Laona ini terbentuk

secara alami tanpa melibatkan masyarakat mereka sudah berbondong-

bondong kesana. Sehingga pemerintah ini langsung berpikir bahwa yang

ini harus dikembangkan, karena sebelum terbentuknya sebagai objek

wisata pun orang sudah berbondong-bondong kesana. Dibangulah

wahana-wahana untuk meningkatkan pengunjung yang datang seperti

Flying Fox sepanjang 270 meter, Mountain Bike Park, Gazebo, dan Spot

Foto cantik di beberapa titik yakni di pinggir jurang dan di tengah padang

rumput serta Uno Stones yang diresmikan pada tanggal 13 Mei 2018 dan

masih dikelola oleh masyarakat. Wisata Lappa Laona dapat memungut

61

biaya tidak terlalu memeras uang pengunjung yaitu sekitar 5.000/motor

dengan harga yang bisa dijangkau oleh pengunjung.

Menurut Kingsely Davis (Soerjono Soekanto 2013: 262)

mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi

dalam struktur dan fungsi masyarakat. Perubahan yang terjadi pada

pariwisata dapat melibatkan masyarakat setempat dengan berdagang

dikawasan ini. Namun belum tertata secara struktural mengakibatkan

ketidak aturan dalam jual beli di objek wisata.

Maclever (Soerjono Soekanto 2013: 263) perubahan-perubahan

sosial dikatakannya sebagai perubahan terhadap keseimbangan

(eqiuilibrium) hubungan sosial. Gillin dan Gillin (Soerjono Soekanto

2013: 263) mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi

dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-

perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk,

ideology maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan

baru masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat dengan adanya

objek wisata dapat mempengaruhi dalam kehidupan sehari-harinya.

Karena masyarakat sebelum berdagang di Lappa Laona mereka

mendapatkan penghasilan dari hasil petani dan berkebun. Dengan adanya

obyek wisata ini masyarakat memiliki perubahan dalam pendapatan

sehari-harinya.

Selo Soemardjan (Soerjono Soekanto 2013:263) perubahan-

perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu

62

masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya

nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam

masyarakat. Dalam proses pembentukan objek wisata ini belum efektif

secara struktur pada pengelola sehingga mengakibatkan terjadinya

renggang komunikasi antara masyarakat dalam membangun objek wisata

dengan pihak pengelola. Karena adanya covid-19 ditengah-tengah

masyarakat mengakibatkan pembentukan pengelolaan pada objek wisata

tertunda (Kaharuddin, 2019: 54).

Perubahan yang terjadi pada masyarakat dengan adanya objek

wisata dapat mempengaruhi dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam

aspek sosial masyarakat tidak tertata secara struktural oleh pemerintah

sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli di Lappa Laona. Karena

masyarakat sebelum berdagang di Lappa Laona mereka mendapatkan

penghasilan dari hasil petani dan berkebun. Dengan adanya obyek wisata

ini masyarakat memiliki perubahan dalam pendapatan sehari-harinya.

Dengan ini objek wisata memiliki struktur lembaga pengelolaan

dalam mengembangka objek wisata seperti, pengelola karcis, pengelola

wahana-wahana, pembersih. Dengan adanya struktur lembaga pengelola

akan membentuk hubungan interaksi pada masyarakat terhadap objek

wisata.

63

b. Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembentukan Objek Wisata

Lappa Laona

Dalam keterlibatan pembangunan objek wisata ini pada

masyarakat tidak terlibat secara langsung. Objek wisata ini terbentuk

secara alami yang di kembangkan oleh pemerintah untuk sumber daya

tarik objek wisata. Masyarakat tidak di libatkan dalam perumusan

pembentukan objek wisata. Karena masyarakat dapat menerima jadi

pembangunan yang disiapkan oleh pemerintah untuk di kembangkan atau

dikelola.

Pengembangan objek wisata terdapat struktur organisasi

pengelolaan dalam pembentukan objek wisata. Namun struktur

pengelolaan objek wisata ini belum berjalan struktur pengelolaanya

sehingga mengakibatkan belum efektif pada masyarakat.

c. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata

Lappa Laona

Objek wisata ini dalam proses pengelolaanya masyarakat di

libatkan dalam membangun fasilitas-fasilitas dalam pengembangan objek

wisata. Masyarakat terlibat dalam pengelolaan pembangunan fasilitas-

fasilitas yang disiapkan oleh pemerintah sebagai hasil pendapatan yang

dibagun. Masyarakat sebagai pengelola di objek wisata agar masyarakat

dapat memiliki hasil pendapatan dari hasil pembangunan yang dikelola

selain berdagang, bertani, berkebun. Mereka bisa juga membuka

lembaran baru dalam meningkatkan hasil pendapatan sehari-harinya.

64

Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti yang dilakukan,

peneliti dapat mendeskripsikan bahwa dengan adanya perkembangan

pada objek wisata Lappa Laona sangat berdampak bagi masyarakat

sekitar karena masyarakat setempat dapat melakukan usaha kecil-kecilan

di area objek wisata.

Dalam teori ini penulis dapat mengaitkan ke teori Coser

menggambarkan konflik sebagai perselisihan mengenai nila-nilai atau

tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber-

sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Pihak-pihak

yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang

yang diinginkan, tetapi juga memojokkan, merugikan, atau

menghancurkan lawan mereka. Lebih lanjut Coser menyatakan,

perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara individu, kumpulan

(collectivities), atau antara individu dan kumpulan. Bagai manapun

konflik antar kelompok maupun yang antar kelompok senantiasa ada

ditempat orang hidup bersama. Coser juga menyatakan, konflik itu

merupakan unsur interaksi yang penting, dan sama sekali tidak boleh

dikatakan bahwa konflik selalu tidak baik atau memecah belah ataupun

merusak. Konflik biasa saja menyumbang banyak kepada kelestarian

kelompok dan mempererat hubungan antara anggotanya. Seperti

menghadapi musuh bersama dapat mengintegrasikan orang, menghasil

kan solidaritas dan keterlibatan, dan membuat orang lupa akan

65

perselisihan intern mereka sendiri (Sutaryo, 1992: 39 dalam Wirawan,

2012: 83).

Pembangunan objek wisata ini menimbulkan konflik pada

masyarakat akibat belum strukturnya pengelola yang efektif sehingga

terjadi adu mulut, karena sama-sama mau menjadi pengelolah objek

wisata. Namun saat ini sudah diatur oleh pemerintah sesuai posisi yang

ditentukan agar tidak terjadi lagi konflik pada masyarakat yang

berdagang. Dengan ini masyarakat dapat membuka usaha-usaha kecil

untuk mengembangka objek wisata dan meningkatkan pendapatannya

dalam pembangunan, meskipun pembangunan kios yang direncanakan

oleh pemerintah masil dalam perencanaan sehingga untuk sementara

masyarakat membuat kios sendiri.

Objek wisata Lappa Laona dapat memberikan peluang pada

masyarakat untuk mendorong membuka lapangan kerja, seperti

membuka warung-warung makan, toilet, tempat peristirahatan dll, selama

melakukan aktivitas kemping, berkemah atau berlibur. Dibukanya rumah

warung-warung makan atau tempat-tempat peristirahatan dapat juga

membuka peluang lapangan pekerja yang dapat menyiapkan tenaga kerja

pada masyarakat sekitar, dari beberapa penjelasan diatas dampak

pariwisata yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dampak

pengembangan objek wisata Lappa Laona antara lain:

66

1. Dampak Positif

Dampak positif yang ditimbulkan dalam pengembangan objek

wisata Lappa Laona yaitu:

a. Membuka lapangan kerja pada masyarakat sekitar

Adanya objek wisata ini masyarakat dapat membuka lembaran

kerja baru untuk menambah pendapatan sehari-harinya. Masyarakat

pada objek wisata ini berinisiatif untuk bekerja di kawasan objek

wisata Lappa Laona.

b. Bertambahnya pendapatan

Pada pembangunan ini masyarakat yang berdagang di objek

wisata memiliki pendapatan lain selain dari hasil tani dan

perkebunannya. Dengan adanya objek wisata ini masyarakat dapat

membuka usaha kecil-kecilan untuk menambah pendapatannya.

c. Mengembangkan pembangunan objek wisata

Dalam pengembangan objek wisata ini masih tahap rintisan

sehingga belum strukturnya pengelola mengakibatkan belum efektif

dalam menata dengan baik pada pembangunan ini.

d. Memperbaiki jalanan ke arah lokasi pariwisata agar perjalan ke objek

wisata mudah dijangkau dan masyarakat sekitar juga bisa menikmati

pembangunan yang sudah tersediah.

67

2. Dampak Negatif

Dengan dikembangkan objek wisata Lappa Laona, tidak hanya

menimbulkan dampak positif namun dapat juga menimbulkan dampak

negatif yaitu:

a. Adanya pengunjung tidak menjaga kebersihan sehingga lingkungan

objek wisata melibatkan banyak sampah.

b. Belum adanya fasilitas yang lengkap sehingga sampah-sampah

berserakan di objek wisata Lappa Laona.

c. Rumputnya mati dengan adanya orang terlalu banyak.

Perubahan sosial yang terjadi pada pariwisata dapat melibatkan

masyarakat setempat dengan berdagan di kawasan ini. Namun awalnya

masyarakat merasa terbebani karena seringnya berpindah-pindah tempat

untuk berjualan, sehingga pemerintah mengarahkan menjual di pinggir

jurang alasan merusak pandangan wisatawan nantinya. Perubahan yang

terjadi dalam aspek sosial dalam masyarakat tidak tertata secara

struktural oleh pemerintah sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli

di Lappa Laona. Sehingga timbul konflik di masyarakat karena mereka

yang menguasai arena perekonomian perhutanan dan tempat-tempat

jualan di Lappa Laona.

Dampak negatif pada objek wisata Lappa Laona ini belum

terstrukturnya pengelolaan objek wisata sehingga melibatkan lingkungan

tidak terjaga. Tapi objek wisata ini nanti kedepannya akan terstruktur

68

pengelolaanya namun karena masih adanya covid-19 ini sehingga

tertunda penyusunan struktur pengelolaanya.

Perkembangan wisata yang dilakukan oleh pemerintah untuk

meningkat kan daya tarik pengunjung sehingga di bangunlah fasilitas

yang bisa digunakan pengunjung. Wisata Lappa Laona tidak hanya

memiliki pemandangan dari tepi jurang dan hamparan rumput yang luas,

namun ada juga berbagai fasilitas yang sediakan dan bisa dinikmati juga

oleh pengunjung, seperti mushola, gazebo/villa, spot foto, flying fox

agar pengunjung dapat menikmatinya daya tarik wisata Lappa Laona.

Table. 5.1 jumlah fasilitas yang dibangun di Desa Harapan

Dalam penelitian Winda Rahma (2017) mengkaji tentang dampak

sosial ekonomi dan budaya objek wisata, memberikan kontribusi secara

langsung terhadap peningkatan pendapatan penduduk Desa Salo.

Terbukanya lapangan pekerjaan baru karena Objek Wisata Sungai Hijau

berarti sumbangsih terbesar terhadap penurunan jumlah angka

pengangguran di Desa Salo. Kebiasaan masyarakat berubah seiring

dengan meningkat dan berkembangnya Objek Wisata Sungai Hijau

No Nama Fasilitas Jumlah

1 Gazebo/Villa 15

2 Flying Fox 1

3 Spot Foto 2

4 Mushola 1

69

sebagai destinasi wisata yang ramai disukai khalayak. Perubahan nilai

sosial ini dirasakan masyarakat sebab banyaknya nilai sosial budaya yang

dibawa pengunjung tersebut menjadi tontonan bagi kaum muda yang

masih dalam tahap perkembangan pencarian jati diri.

Rakhmi Safriana (2018) mengkaji tentang dampak sosial ekonomi

pengelolaan pariwisata pemerintah dan swasta terhadap kondisi

masyarakat lokal, memberikan dampak sosial ekonomi terhadap kondisi

masyarakat. Terbukti dengan terciptanya lapangan pekerjaan, adanya

kesempatan usaha, meningkatkan kenyamanan usaha, perubahan

pendapatan dan berubahnya gaya hidup masyarakat di wilayah objek

wisata.

Penelitian di atas lebih fokus pada peningkatan, pengembangan

dan terbukanya lapangan kerja. Sementara penelitian yang dilakukan

penulis sama-sama mengkaji dampak sosial ekonomi objek wisata,

namun ini berbeda nilai kebaruan karena peneliti fokus dalam kaitannya

dengan proses pembentukan objek wisata dan dampak sosial ekonomi

objek wisata. Saat ini wisata Lappa Laona masih dalam proses

perkembangan pembangunan wahana agar wisatawan banyak yang

berkunjung karena adanya wahana-wahana yang menarik seperti, flying

fox sepanjang 270 meter, gazebo, spot foto. Dalam hal ini Lappa Laona

ini terbentuk secara alami dan masih kawasan hutan korupsi. Kemudian

dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa ( BUMDES). Letak kebaruan

70

peneliti ini pada perkembangan objek wisata, yaitu perubahan sosial

masyarakat, pembangunan dan kemajuan objek wisata.

2. Dampak Ekonomi Objek Wisata Lappa Laona Di Era Covid-19

Dampak ekonomi masyarakat dengan adanya objek wisata sangat

berdampak bagi masyarakat sekitar objek wisata. Dengan adanya objek

wisata ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdagang

atau sebagai pengelola di objek wisata. Karena masyarakat sangat

berinisiatif dengan adanya objek wisata mereka bisa memanfaatkan objek

wisata dengan berdagang atau sebagai pengelola untuk meningkatkan

pendapatan sehari-harinya.

Teori pilihan rasional berada dalam tataran middle range theory

yang berlandaskan kepada teori umum (grand theory), yakni tindakan

rasional yang digagas oleh Max Weber. Berlandaskan grand theory dari

Weber mengenai rasionalitas atau lebih spesifiknya adalah tindakan

rasional, serta perspektif pilihan rasional pada tataran middle range

theory seperti yang dikemukakan oleh Coleman, maka periode waktu

terakhir ini berkembang studi-studi yang mengkaji kapital sosial secara

umum dari sudut pandang Sosiologi Ekonomi, dikaitkan dengan

pengambilan keputusan transaksi sosial ekonomi.

Oleh karenanya, berdasarkan penjelasan di atas maka dalam

tindakan rasional ada beberapa kata kunci yang harus dikaitkan satu

dengan yang lainnya, yakni aktor (yang diasumsikan rasional); pilihan

dari beragam sumber yang tersedia; penguasaan atas sumber-sumber itu

71

oleh si aktor: dan kepentingan pribadi. Dengan demikian timbul

pertanyaan mengapa Coleman tidak mengacu kepada pemikiran

Fungsionalisme Struktural dalam menjelaskan teori pilihan rasional. Hal

ini tidak terlepas dari kritiknya terhadap aliran yang berupaya

menjelaskan kapital sosial hingga dekade 1980-an.

Kritik yang dikemukakan adalah mengenai cacat yang sangat fatal

bagi perkembangan teori yang tidak mempertimbangkan atau

mengabaikan aktor yang memiliki dalam tanda petik “mesin tindakan”.

Kritik itu ditujukan kepada aliran sosiologi yang menganggap aktor itu

dibentuk oleh lingkungan (sistem atau struktural), bersifat pasif, serta

tidak memiliki kekuatan dari dalam untuk menentukan tindakannya.

Faktanya dalam dunia sosial tidaklah demikian. Menurut Coleman,

individu manusia bukan hanya sekedar tempat ataupun media bagi

bekerjanya suatu struktural sosial (Ketut, 2011:58-59).

Pembangunan objek wisata Lappa Laona dapat melibatkan tenaga

kerja terhadap masyarakat untuk mengembangkan pembangunan wisata

dalam membuka lowongan kerja. Dengan adanya pembangunan wahana

diharapkan untuk menambah daya tarik pengunjung ke Lappa Laona

agar pendapatan meningkat.

Dalam proses pendirian objek wisata yang dikunjungi berbagai

daerah sehingga pemerintah melihat potensi yang ada di Lappa Laona

dan mendorong untuk mengembangkan pembangunan di objek wisata.

Dalam pembanguna membuat musholla, rumah villa-villa/gazebo

72

(pemerintah daera), spot-spot foto, flying fox (pemerintah desa).

Sedangkan dalam aspek distribusi di objek wisata Lappa Laona

masyarakat sekitar yang berdagan belum terstruktur penataan dalam jual

beli. Sehingga terjadi ketidak aturan dalam jual beli pada objek wisata

Lappa Laona.

a. Dampak Ekonomi Bagi Masyarakat

Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti yang dilakukan,

peneliti dapat mendeskripsikan bahwa dengan adanya objek wisata

Lappa Laona sangat berdampak bagi masyarakat sekitar karena

masyarakat setempat dapat melakukan usaha kecil-kecilan di area

objek wisata. Karena dulunya ekonomi masyarakat pencarian hanya

di kebun, sawah sekarang sudah ada pencarian yang baru di objek

wisata Lappa Laona seperti menjadi pengelola, pekerja, berdagang,

atau membuat lapak-lapak yang bisa meningkatkan perekonomian

masyarakat di area Lappa Laona.

1. Dampak Positif

a. Masyarakat bisa membuka usaha kecil-kecilan di wisata

untuk meningkatkan pendapatan, karena rata-rata masyarakat

yang berjualan hasil pendapatannya dari hasil pertanian dan

perkebunannya

b. Membuka pekerjaan baru

73

2. Dampak Negatif

a. Adanya wabah covid-19 membuat masyarakat resah karena

pendapatanya menurun dan juga takut akan ada penularan

pada wisatawan yang datang dari jauh.

b. Awal dibukanya objek wisata kurang pengunjung

b. Respon Pemerintah Kepada Masyarakat Yang Berjualan Di

Objek Wisata Lappa Laona

Adanya Lappa Laona ini pemerintah melihat potensi yang

ada pada objek wisata ini mendorong untuk membangun fasilitas-

fasilitas agar daya tarik pengunjung terhadap objek wisata menarik

bagi wisatawan. Pemerintah berpikir adanya pembangunan ini

masyarakat sekitar Lappa Laona bisa membuka usaha kecil-kecilan

di area objek wisata. Dengan adanya objek wisata ini masyarakat

bisa menambah pendapatan sehari-harinya dari hasil usaha kecil-

kecilannya.

74

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dampak sosial objek wisata Lappa Laona di era covid-19

Objek wisata Lappa Laona masih proses pembentukan penataan

dalam pembangunan sehingga belum terstruktur secara efektif

pengelolaannya. Hubungan sosial masyarakat dengan objek wisata ini

memiliki interaksi sangat baik. Karena dengan adanya objek wisata

Lappa Laona ini bisa membuka usaha kecil-kecilan untuk membuka

lembaran yang baru dalam menambah pendapatan sehari-harinya. Namun

tidak disadari dengan adanya objek wisata ini interaksi masyarakat

menimbulkan sedikit konflik di tengah-tengah masyarakat dibagian

distribusi karena sama-sama ingin mendapatkan posisi yang sama dalam

mengelola dibagian distribusi.

Dampak sosial pada objek wisata Lappa Loana ini merupakan

dampak bagi masyarakat selama adanya covid-19 karena adanya

penurunan pendapatan akibat tertutupnya sementara wisata. Masyarakat

sekitar tidak dapat beraktivitas di wisata untuk berdagang. Namun

masyarakat sekitar Lappa Laona memiliki aktivitas lain selain berdagang

di objek wisata, karena masyarakat mayoritas petani, perkebunan jadi

mereka tetap memiliki hasil pendapatan, tetapi masyarakat yang

75

berdagang ini untuk menambah pendapatan sehari-harinya. Hubungan

sosial masyarakat selama adanya objek wisata ini ada sedikit interaksi

masyarakat yang menimbulkan terjadinya konflik antara mereka karena

belum terbentuknya struktur distribusi, penjualan sehingga terjadi

keributan akibat tidak tertatanya penjualan. Namun itu tidak lama

berlangsung karena sudah ada proses yang sementara berjalan, dan sudah

ditata. Perubahan pendapatan masyarakat selama adanya wabah covid-19

ini terjadi perubahan pada pendapatannya karena objek wisata pernah

ditutup sementara dalam beberapa bulan.

2. Dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona di era

covid-19

Dampak ekonomi masyarakat dengan adanya objek wisata sangat

berdampak bagi masyarakat sekitar objek wisata. Dengan adanya objek

wisata ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdagang

atau sebagai pengelola di objek wisata. Karena masyarakat sangat

berinisiatif dengan adanya objek wisata mereka bisa memanfaatkan objek

wisata dengan berdagang atau sebagai pengelola untuk meningkatkan

pendapatan sehari-harinya.

Objek wisata Lappa Laona dapat memberikan peluang pada

masyarakat untuk mendorong membuka lapangan kerja, seperti

membuka warung-warung makan, toilet, tempat peristirahatan dll, selama

melakukan aktivitas kemping, berkemah atau berlibur. Dibukanya rumah

76

warung-warung makan atau tempat-tempat peristirahatan dapat juga

membuka peluang lapangan pekerja yang dapat menyiapkan tenaga kerja

pada masyarakat sekitar.

B. Saran Penelitian

Setelah melihat hasil penelitian ini, beberapa hal menjadi sangat penting

untuk peneliti sarankan bagi beberapa pihak berikut ini:

Objek wisata ini kedepanya lebih baik struktur pengelolaanya agar

masyarakat merasa nyaman mengelola objek wisata Lappa Laona dan tetap

menjaga kelestarian lingkungan dalam menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan

objek wisata, seperti tempat sampah, menyediakan wc.

77

DAFTAR PUSTAKA

Anestya Rizqa Difa . 2015. Komodifikasi Kebudayaan Tionghoa Pada Komunitas

Pecinan Desa Karangturi Dalam Menunjang Sektor Pariwisata Di

kabupaten Rembang.Jurusan Sosiologi Dan Antropologi. Skripsi. Fakultas

Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. 2015

Andika Fitri, 2017, Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kesempatan

Kerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi di Pantai Labuhan Jukung,

Kec. Pesisir Tengah, Kab. Pesisir Barat). Skripsi. Fakultas Ekonomi Bisnis

Islam. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 1438 H / 2017 M

Anggraeni Puspita Rani. 2018. Dampak Pengembangan Industri Pariwisata

Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi Di Pantai Embe

Desa Merak Belantung Kalianda Lampung Selatan).

Aziz Rizqi Amal. 2016. Pengembangan Kawasan Pantai Larangan Sebagai

Objek Wisata Bahari (Studi Kasus Di desa Munjung Agung, Kecamatan

Kramat, Kabupaten Tegal).

Barru.com Tribun HS/ Akbar. 2018. Suasana Destinasi Wisata Lappa Laona Di

Dusun Waruwue, Desa Harapan, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten

Barru, Sulawesi Selatan (Sulsel), Minggu (21/10/2018).

Gunawan Sulistiyaning Anita, Hamid Djamhur, N.P Endang Wi Goretti Maria.

2016. Analisis Pengembangan Pariwisata Terhadap Sosial Ekonomi

Masyarakat (Studi pada Wisata Religi Gereja Puhsarang Kediri). Jurnal

Administrasi bisnis (JAB)|Vol.32 No. 1 Maret 2016|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

John W. Creswell. 2016. Research Design Pendekatan Metode Kualitatif,

Kuantitatif, dan Campuran. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Kaharuddin, Risfaisal, Chandra Wandi. 2019. Multifungsi Masjid Islamic Center

Dato Sebagai Atraksi Wisata Religi Di Kabupaten Bulukumba. PUSTAKA:

Journal of Tourism, Hospitality, Travel and Business Event Volume 1, No.2

(2019) 53-58 ISSN 2656-1336 (Print)

Kurnianto Tri Bambang. 2017. Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Akibat

Pengembangan Lingkar Wilis Di Kabupaten Tulungagun. Jurnal Agribisnis

Fakultas Pertanian Unita-Oktober 2017.

Majah Ibnu. 2015. Laweyan Dalam Periode Krisis Ekonomi Hingga Menjadi

Kawasan Wisata Sentra Industri Batik Tahun 1998-2004. Skripsi. Jurusan

Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.

78

Mudiarta Gede Ketut. 2011. Perspektif Dan Peran Sosiologi Ekonomi Dalam

Pembangunan Ekonomi Masyarakat. Forum Penelitian Agro Ekonomi,

Volume 29 No.1, Juli 2011:55-66.

Nahriyah Ulfatun. 2015. Kajian Daya Obyek Wisata Pantai Suwuk Sebagai

Sumber Pembelajaran IPS Kelas VIII Di SMP Negeri 2 Puring Kabupaten

Kebumen Tahun 2014/2015. Skripsi. Jurusan Geografi. Fakultas Ilmu

Sosial. Universitas Negeri Semarang. 2015

Rahmah Winda. 2017. Dampak Sosial Ekonomi Dan Budaya Objek Wisata

Sungai Hijau Terhadap Masyarakat Di Desa Salo Kecamatan Salo

Kabupaten Kampar. JOM FISIP Vol. 4 No. 1 – Februari 2017

Rulloh Nasir. 2017. Pengaruh Kunjungan Wisata Terhadap Kesejahteraan

Masyarakat Sekitar Objek Wisata berdasarkan Perspektif Ekonomi Islam

(Studi Pada Masyarakat Sekitar Obyek Wisata Lumbok Resort Kecamatan

Lumbok Seminung Kabupaten Lampung Barat).

Safriana Rakhmi. 2018. Dampak Sosial Ekonomi Pengelolaan Pariwisata

Pemerintah Dan Swasta Terhadap Kondisi Masyarakat Lokal (Studi Pada

Obyek Wisata Small World Ketengar Baturraden Banyumas).

Pagestuti Inggar Rista. 2018. Respon Masyarakat Terhadap Perkembangan

Tempat Wisata Hutan Kota Bukit Pangonan (Studi Kasus Pada Masyarakat

Kelurahan Pajeresuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu).

Pinasti Sri Indah. V dan Rahmayanti Dwi Yunita. 2017. Dampak Keberadaan

Objek Wisata Waduk Sermo Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi

Masyarakat Di Sermo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal

Pendidikan Sosiologi. Universitas Negeri Yogyakarta.

PROF. DR. I.B. Wirawan. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma

(Fakta Sosial, Definisi Sosial & Perilaku Sosial).

L

A

M

P

I

R

A

N

Lampiran 1:

Surat izin penelitian

Surat selesai penelitian

Lembar persetujuan proposal

Kartu kontrol proposal

Berita acara dan lembar perbaikan proposal

Kartu kontrol bimbingan skripsi

Lampiran II

Lampiran Observasi

Lampiran Wawancara

Lampiran Dokumentasi

PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana proses pembentukan obyek wisata Lappa Laona?

a. Apakah masyarakat di libatkan dalam perumusan pembentukan obyek

wisata Lappa Laona?

b. Apakah ada kriteria/prasyarat untuk terlibat sebagai pengelola obyek

wisata?

c. Apakah masyarakat di libatkan dalam pengelola obyek wisata?

d. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolan obyek wisata

Lappa Laona?

2. Bagaimana dampak sosial obyek wisata Lappa Laona di era covid-19?

a. Apakah dampak sosial obyek wisata selama covid 19 di obyek wisata

selama covid 19?

b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di obyek

wisata Lappa Laona?

c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada obyek wisata?

d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam

pengelolaan obyek wisata selama covid 19?

e. Dampak negatif dan positif selama ada obyek wisata Lappa Laona?

f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?

3. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat obyek wisata Lappa Laona?

a. Apakah obyek wisata Lappa Laona berdampak secara ekonomi bagi

masyarakat?

b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?

c. Apakah saja kendala yang dialami selama bejualan di obyek wisata Lappa

Laona?

d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di obyek

wisata Lappa Laona?

BIODATA INFORMAN

Peneliti melakukan wawancara kepada informan sebanyak 6 (enam)

1. Nama : Lukman Hasi, Se

Umur : -

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Kepala Desa

2. Nama : Dewantara

Umur : 26

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Kepala Dusun

3. Nama :Rusman

Umur : 70

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Petani

4. Nama : Saferuddin

Umur : 70

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Petani

5. Nama : Arwan

Umur : 25

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Wirawasta

6. Nama : Anti

Umur : 22

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mengajar

PEDOMAN WAWANCARA

Nama : Lukman Hasi, Se

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Kepala Desa

1. Bagaimana proses pembentukan objek wisata Lappa Laona?

a. Apakah masyarakat dilibatkan dalam perumusan pembentukan objek wisata

Lappa Laona?

Ini kan Lappa Laona masih kawasan hutan korupsi, kenapa lappa laona

bisa dikelola hanya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Yeah

makanya kami itu sementara mengurus di pemerintah kehutanan. Kan

nanti itu diatas sementara kita kelolah kan ada bangunan diatas, adapun

daya tarik apa dan sebagainya. Nantikan kalau pemerintah sudah

mengijinkan yeah baru dibentuk pengelola diatas. Masyarakat diatas,

masyarakat e… apa masih begitu. Jadi maksudnya dilibatkan perumusan

pembentukan objek wisata itu kan masyarakat tidak dilibatkan dalam

perumusan ini, karena ini kan masyarakat ceritanya terima jadi, artinya

sebagai pengelola tinggal dikasih masuk kan mami. Jadi ini wisata lappa

laona berbentuk alami? Iyakan alami cuman kita kan poles-poles sedikit

lah kemarin too, cuman itupun paling ada bangunan di satukan untuk

menambah daya tariknya untuk wisata-wisatawan too. Jadi kalau masalah

dilibatkan dengan permasalahan objek wisata itu iyah tidak dilibatkan

karena meman masyarakat langsung sebagai pengelola di situ too dibawa

nama BUMDES dan untuk usaha-usaha lainya di pariwisata.

b. Apakah ada kriteria/prasyarat untuk terlibat sebagai pengelola objek wisata?

Tidak ada, kayaknya tidak ada ji kriteria yang jelas intinya e… digilir lah

atau karena kan diatas pake ijaza atau apa ndak ada kriteria, intinya

begitu. Siapa pun mau tapi dalam artian ada aturanya to, kalau kriteria itu

nda ada ji persyaratan.

c. Apakah masyarakat dilibatkan dalam pengelola objek wisata?

Oh jelas dilibatkan disitu, kenapa dilibatkan pak bukan bumdes yang

kelolah? Nda itu kan bumdes badan usaha bos ji ceritanya dia yang

menempuh menajer, tetap anggota-anggota dibawakan masyarakat

dilibatkan too, bumdeskan ada ketua sekertaris mendalam di bawahnya

ada unit-unit misalnya pariwisata, simpang pinjam, perdagangan, dll.

Artinya ada beberapa bumdes unit ini membentuk masyarakat dibawa

sebagai pengelola karcis, pungut sampah di dalam dan sebagainya. Tetap

ceritanya bumdes cuman bahasa kasarnya kan masyarakat terlibat.

d. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata

Lappa Laona?

Jelas, apapun itu diatas kalau ada bangunan masyarakat di panggil diatas

mengerjakan itu.

2. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?

a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama

covid 19?

Kalau dampak sosialnya yeah itu kurang karena adanya corona ini,

apakah masyarakat berdampak selama ini covid? Iya dong, maksudnya

selama covid too, ditutupnya apa semua artinya dampaknya yeah

sangat berdampak apalagi kurang pengunjung pendapatan disitu kan

tidak ada, pedagang-pedagang di dalam itu yeah berkurang anunya.

b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek

wisata Lappa laona?

c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?

Yeah kemarin ada sedikit pembentukan agak pergesekan-pergesekan

begitu, tapi sekarang kan sudah bagus kerjasamanya. Pergesekan

bagaimana pak? Maksudnya pada elo i too tapikan sudah ditata mi,

misalnya itu sudah memahami posisi masing-masing.

d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam

pengelolaan objek wisata selama covid 19?

Awalnya iya, maksudnya mappangewa tacedde mi. tapi sekarang tidak

mi

e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?

f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?

Tidak pernah

3. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?

a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi

masyarakat?

Iya jelas mereka kemarin-kemarin yeah sessah cede too tapi selama ada

wisata pangeli bale, pangeli kaluru iyah bisa. Artinya sangat berdampak

bagi masyarakat disini

b. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek

wisata Lappa laona?

Kalau respon kami yeah sangat, artinya bagus maksudnya ada mi

pendapatanya, kami sangat respon nanti aka nada bunga rendah yang

pengelolah. Karena kan ditata nanti diatas, kami sudah buatkan ini

semacang konter/box-box, nanti kami tata susunannya nanti diperbaiki

semua. Jadi itu nanti penatanya satu titik? Yeaah satu areal supaya unik

diliat, itukan diatas kumuh-kumuh sudah mau rusak sih sebenarnya.

PEDOMAN WAWANCARA

Nama : Dewantara

Umur : 26

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Kepala Dusun

1. Bagaimana proses pembentukan objek wisata Lappa Laona?

a. Apakah masyarakat dilibatkan dalam perumusan pembentukan objek wisata

Lappa Laona?

Terbentuk secara alami sebenarnya Ndi, artinya “Tanpa dilibatkan

masyarakat itu artinya pemerintah ini langsung berpikir bahwa yang ini

harus dikembangkan, karena sebelum terbentuknya sebagai objek wisata

pun orang sudah berbondong-bondong kesana. Artinya ini tidak

terencana bahwa kita buat wisata lalu kita perkenalkan tidak, artinya ini

orang dulu kesana setelah melihat potensinya “ooh bagusnya ini kalau

kita kembangkan sebagai objek wisata”. Tapi melihat potensi yang ada

sehingga pemerintah ini terbentuklah wisata ini, karena sampai terbentuk

pun masyarakat sudah berbondong-bondong untuk kesana.

b. Apakah ada kriteria/prasyarat untuk terlibat sebagai pengelola objek wisata?

Kalau untuk sekarang belum, artinya karena belum terlalu efektif

pengelolaanya. Tetapi kedepannya akan ada, nanti disitu pengelolanya

minimal pake ijaza, umur juga dibatasi (umur 45 tahun kebawa) karena

banyak orang yang mau, Cuma artinya itu tadi harus ada persyaratan-

persyaratanya sehingga yang mengelola itu terbatas karena pengelola

wisata kan nda baik kalau terlalu banyak, apalagi kalau baru pemula

begitu. Kapan mulai berlaku itu persyaratanya pak? Setelah ini sekarang

kan sudah ada pokdarwis istilahnya kelompok sadar wisata, cuman

belum efektif. Kenapa belum efektif karena orang ini masih baku ribut-

ribut karena persoalan bagi-baginya mungking tidak rata mungking ada

yang misalnya datang sore/pagi artinya baginya sama kan gajinya sama,

itulah yang perlu dipol api ketika sudah ada pengurus secara resmi

artinya pengurus secara resmi ini pengurus yang ada sk nya dari

kabupaten, dinas pariwisata karena untuk sementara kan pengelolanya itu

atas dasar dari desa, artinya sekarang ini pendapatanya Lappa laona ini

kan sudah masuk di daerah cuman belum seefektif sebagaimana yang

direncanakan.

c. Apakah masyarakat di libatkan dalam pengelola objek wisata?

Oo yea jelas, artinya kalau bukan masyarakat disana yang kelolah kan

siapa lagi, masa orang dari luar yang kelolah kan tidak mungkin.

d. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata

Lappa Laona?

Yaah keterlibatanya itu menjamu orang-orang yang datang kesana

dengan baik. Artinya masyarakat ini menjadi pelayang lah, artinya

meskipun ada kisruh-kisruh yang ada di internal mereka itu jadi rahasia

untuk pengelola, tetapi ketika pengunjung sebagai pengelola baik

kelihatan artinya pelayanan yang super baik. Keterlibatan nya hanya itu-

itu menjaga lingkungan, menjaga ketertiban aman pengunjung. Menegur

pengujung saat ketika ada yang keliru atau kah terlalu berbuat apa

didalam, kalau persolan kayak membatasi orang bahwa harus lewat sini-

lewat sini untuk sementara belum ada, kalau keterlibatan nya menjaga

lingkungan itu hanya sekitar itu kayak ketika sampah terlalu banyak

masyarakat yang turun ambil untuk membersihkan.

2. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?

a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama

covid 19?

Dampak yeeah seperti pada umumnya bahwa ekonomi tersendaklah,

pendapatan masyarakat diarea wisata berkurang karena dengan adanya

pemerintah membatasi orang-orang yang datang. Mungkin dulu

pendapatannya setiap hari 400rb/bersihkan per harinya tapi adanya covid

ini jadi 100rb/perhari.

b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek

wisata Lappa laona?

Tidak ada, karena mungkin itu belum adanya pengelola yang jelas

sebagaimana tertera dalam sebuah sk, secara kan pengelola ini per rt dia,

belum ada yang kayak strukturnya secara organisasi sebelum, sekaran

masih tahap rintisan, karena itu mi. Salah satu dampaknya itu karena

covid ini, karena munkin sebenarnya seandainya belum ada covid yeah

mungkin dari kemarin-kemarin pengelolaanya sudah efektif sebenarnya.

Karena dari sejak kemarin-kemarin sudah direncanakan tapi dengan tiba-

tiba adanya ini covid yeah terkendala mi semua.

c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?

Alhamdulillah baik, semua masyarakat mendukung adanya objek wisata

karena kenapa dengan adanya objek wisata ekonomi masyarakat itu

meningkat yang dulunya mungkin masyarakat takut membuat usaha-

usaha mikro, seperti menjual-jual campuran kan dengan adanya objek

wisata ini masyarakat bisa berbondong-bondong dan mereka berani

memulai usaha meskipun itu usaha kecil-kecilan. Tapi itu artinya sudah

salah satu bentuk dampaknya lah itu adanya wisata.

d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam

pengelolaan objek wisata selama covid 19?

Pemerintah melarang, dulu yeaah pada saat covid itu artinya lagi marak-

maraknya pemerintah itu melarang dibuka, pemerintah ini bahwa

pengelola menutup sementara objek wisata. Melarang keras masyarakat

membuka objek wisata karena persoalan jangan sampai terjadi penularan

di objek wisata. Orang kan pergi melepas penyakit misalnya kan atau

apalah intinya orang kesana itu pergi bersenang-senang, ketika terjadi

penularang kan nda baik kesanya.

e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?

Dampak negatif : belum adanya fasilitas yang lengkap sehingga sampah-

sampah itu agak ini di lappa laona, mungkin juga rumputnya mati dengan

adanya orang terlalu banyak orang.

Dampak positif : bahwa ekonomi masyarakat itu meningkat,membuka

lowongan pekerjaan yang baru, mungkin masyarakat sebelumnya hanya

pekerja di sawah/kebun sekarang sudah bisa ada kegiatan baru, apakah

itu membuat lapak-lapak.

f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?

Perna pertama-pertama, artinya mereka saling iri kan karena tidak

adanya sentral penjualan, jadi orang mengambil posisi masing-masing

yang bahwa disinilah yang terbaik. Itu sih kirsus-kirsus yang terjadi, tapi

kalau sampai baku hantam-hantam nda pernah, hanya semacam perang-

perang mulut karena masih mau mendapatkan tempat yang strategis lah

istilahnya. Nanti ada, jadi semua penjual ditata semua ini tempat,

kemudian orang-orang yang menjual nantinya itu akan diatur dengan

sekian rupiah bahwa tempat penjualanya itu tidak boleh kumuh, sekarang

itu mungkin agak kumuh karena bambu-bambu yang dipake dikasih

seng. Maunya kami pemerintah yeaah membuat semacam kontainer-

kontainer begitu supaya lebih moderen ki diliat dan tidak mengganggu

kenyamanan keindahan Lappa Laona.

3. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?

a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi

masyarakat?

Iyah, bahwa dulunya ekonomi masyarakat pencarian hanya kebung,

sawah sekarang sudah ada pencarian yang baru apakah mau jadi pekerja

atau menjadi pengelolah lappa laona kah atau membuat lapak-lapak kah

artinya dampak ekonominya lah, ekonomi masyarakat meningkat yang

dulunya masyarakat takut memulai membuat usaha sekarang mereka

sudah berani orang ke lappa laona.

b. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek

wisata Lappa laona?

Bahwa semua penjual nanti ini, mungkin tahun ini kalau bukan tahun

depan akan ada bantuan kayak tempat penjual dari perintah yg disponsori

oleh BNI, nanti akan ada bantuan kios-kios sekitar 30 unit kalau nggak

salah dari BNI, tapi ini baru wacana artinya janjinya seperti itu kalau

respon pemerintah membuat mushola, rumah villa-villa/gazebo

(pemerintah daera). spot-spot foto, flying fox (pemerintah desa). Kalau

untuk penjual belum ada baru direncanakan.

PEDOMAN WAWANCARA

Nama : Rusman

Usia : 70

Pekerja : Petani (sebagai pengelola wisata Lappa Laona)

1. Bagaimana proses pembentukan objek wisata Lappa Laona?

a. Apakah masyarakat dilibatkan dalam perumusan pembentukan objek wisata

Lappa Laona?

Iya, Alasannya demi menjaga keamanan dan melestarikan lingkungan

disekitar lappa laona

b. Apakah ada kriteria/prasyarat untuk terlibat sebagai pengelola objek wisata?

Ada, ada misalkan karcis too, kita jalankan itu karcis kalau nda ada

karcisnya sebenarnya itu nda bisa, pasti ada karcis kita bagi

kepengunjung kalau ada pengunjung kita bagi itu karcis, kalau dia masuk

apa dia bayar kalau bukan karcis too. Kalau tidak ada karcis dia tidak

bisa masuk?

Dia bilang bisa masuk, bisa masuk tapi jangan ambil uangnya orang

(fully) jangan kau ambil uangnya tanpa karcis itu untuk masyarakat saja

itu, tidak bisa itu sebenarnya kalau bagi saya begitu.

c. Apakah masyarakat di libatkan dalam pengelola objek wisata?

Iya kalau masyarakat tidak ada menuntut ketuanya disitu mengatur

masyarakat dia turun terlibat juga.

d. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan objek wisata

Lappa Laona?

Kerja sama, gotong royong. Alasannya

2. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?

a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama

covid 19?

Selama ada covid 19 kurang pengunjung, bukan kurang tapi pernah

tertutup sehingga yang pengunjung yang datang ke objek wisata kurang

pengunjung pas awal-awal dibukanya kembali objek wisata lappa laona.

b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek

wisata Lappa laona?

Tidak ada, itu kita tutup ini karena pengelolanya tutupki, ditutup untuk

sementara untuk mencegah penyebaran covid-19.

c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?

Baik-baik aja, tidak pernah ada pertengkaran

d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam

pengelolaan objek wisata selama covid 19?

Ada kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat

e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?

Dampak negatif : pernah pengunjung mau masuk dihalangi masuk di

objek wisata, kalau sekarang itu kalau masuk menggunakan masker

(mematuhi peraturan/protokol kesehatan, seperti diharuskan memakai

masker, cek suhu tubuh sebelum masuk dan menggunakan yang dapat

mencegah covid-19 dari diri ta).

Dampak positif : kita melakukan yang terbaik, kita tetap menjaga,

melestarikan lappa laona selama ada covid too, kita jaga, menata untuk

tetap menjaga dan melestarikan wisata lappa laona

f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?

Tidak pernah

3. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?

a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi

masyarakat?

Terpengaruh

b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?

Ada, Alasannya kurangnya pengunjung

c. Apakah saja kendala yang dialami selama berjualan di objek wisata Lappa

Laona?

Tidak ada

d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek

wisata Lappa laona?

Pemerintah mendukung dengan baik

PEDOMAN WAWANCARA

Nama : Saferuddin

Umur : 70

Pekerjaan : Petani

1. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?

a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata

selama covid 19?

Tidak bakudatangi

b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek

wisata Lappa laona?

Tidak ada, waktunya covid-19 pernah tertutup jadi tidak ada pengunjung.

Selama terbuka banyak mi pengunjung. Waktunya covid berkendala juga

dengan penjualan, dibukanya kembali tidak terlalumi.

c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?

Baik, ndak ada yang saya dengar menganai ini ini kalau saya

d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam

pengelolaan objek wisata selama covid 19?

Baik, nda ada ji kudengar saya juga mengenai apa-apa itu, tidak ada.

e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?

Dampak negatif : tidak ada

Dampak positif : bisa dibilang saya sebagai pengunjung disitu, baru liat-

liat ooh saya bisa pergi disini berjualan supaya ada penghasilan.

f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?

Tidak pernah

2. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?

a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi

masyarakat?

Iya berdampak, kan dengan berjualan-jualan disini ekonomi ta bagus,

asalkan bersatu semua ji masyarakat.

b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?

Iya ada perubahan karena adanya covid-19 pengunjung kurang yang

datang. Tapi selama terbukanya mi sudah ada perubahan lagi dengan

pendapatan. Sebelum covid-19 perubahan pendapatan ada tapi tidak

menentu tergantung dari pengunjung.

c. Apakah saja kendala yang dialami selama bejualan di objek wisata Lappa

Laona?

Air sama WC

d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek

wisata Lappa laona?

Respon pemerintah kepada masyarakat dibiarkan berusaha seperti

berjualan yang bisa dibutuhkan pengunjung.

PEDOMAN WAWANCARA

Nama : Arwan

Umur : 25

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Wiraswasta

1. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?

a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama

covid 19?

Luar biasa dampaknya, tentu sangat terpengaruh sama pedagang-

pedagang disini, karena beberapa bulan terakhir kan sempat ditutup ini

Lappa Laona. Jadi pedagang itu tidak memiliki pekerjaan. Masyarakat

disini sebenarnya banyak aktivitasnya karena mayoritas petani,

perkebunan jadi selain disini petani.

b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek

wisata Lappa laona?

Bentuk-bentuknya secara menyeluruh di masyarakat tidak terlalu

berdampak sebenarnya masyarakat disini, karena mayoritas bertani

cuman kita memang yang sebagai pedagang di wisata Lappa Laona. Luar

biasa dampaknya karena tidak ada yang menjual baru tidak ada juga

pengunjung, kalau ada pengunjung kan kita tetap antisipasi penularan

covid.

c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?

Interaksinya sesama masyarakat, kalau saya lihat secara pribadi justru

hadirnya ini wisata lappa laona justru menimbulkan sedikit konflik di

tengah-tengah masyarakat. Konflik seperti apa itu? Seperti konflik

dibagian distribusi, karena belum membentuk struktur secara resmi

pengeolaan wisata Lappa Laona. Masyarakat itu kayak berlomba-lomba

datang untuk di bagian distribusi, berjualan. Jualan tidak ditata dengan

baik jadi begini kondisinya.

d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam

pengelolaan objek wisata selama covid 19?

Masyarakat dengan pengelola renggang komunikasi, pengelola bekerja

saja tanpa meminta pertimbangan dari masyarakat disini. Tidak memberi

izin pada masyarakat disini tanpa berdiskusi. Tapi mulai sekarang itu

karena pemuda sudah mendorong untuk pengundiang pengelola,

koordinasi dengan masyarakat. Saya liat sudah mulai saat ini itu sudah,

bahkan kedepannya itu kita melakukan musyawara untuk pengembangan

wisata Lappa Laona.

e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?

Dampak negatif : ini ternaknya masyarakat disini jadi merasa terganggu,

karena dulunya disini semua bina sapih, kerbau tempatnya disini, titik

kumpulnya disini cari makan. Tapi saat ramai dikunjungi otomatis

terpengaruh, jadi terpengaruh juga sama masyarakat. Yang kedua kadang

terjadi konflik horizontal dikalangan masyarakat karena belum ada

regulasi yang jelas dari pengelola.

Dampak positif : masyarakat bisa membuka usaha kemudian wisata

lappa laona ini mulai dikenal pemerintah juga sudah sangat terpengaruh

dengan akses jalanan, masukmi juga listrik.

f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?

Selama ini belum ada, karena kita sesama pegadang sesama mencari

2. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?

a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi

masyarakat?

Jelas, karena sebagian masyarakat mulai membuka usaha kayak saya

misalnya

b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?

Perubahan drastis. Baik disini wisata lappa laona baik juga di luar.

Seperti apa itu kak perubahan yang dialami pendapatan ta, onsenya itu

sangat menurun sekali biasanya itu 1jt seminggu pada saat ada covid saat

ini sampai 200rb apa. Bahkan saat wabah itu tidak ada penjualan disini

lappa laona.

c. Apakah saja kendala yang dialami selama berjualan di objek wisata Lappa

Laona?

Banyak sih kendalanya, semisal kita agak susah dengan air karena mata

air jauh dari sini. Sekitar 500 m jarak dari sini mata air.

d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek

wisata Lappa laona?

Respon pemerintah baik sajah sih nggak pernah, nda tau dengan penjual

lain. Karena kalau dengan saya nda pernah komunikasi sama penjualan-

penjualan disini. Jadi saya simpulkan respo nya baik karena kami tidak

dapat teguran

PEDOMAN WAWANCARA

Nama : Anti

Usia : 22

Pekerjaan : Mengajar

1. Bagaimana dampak sosial objek wisata Lappa Laona diera covid-19?

a. Apakah dampak sosial objek wisata selama covid 19 di objek wisata selama

covid 19?

Hari ini ji pergi menjual disini hari mulai jumat, sabtu, sama ahad cuman

tiga hari. Oh tidak menentuki pergi menjual? Tidak, tidak hari-hari kan

disini itu banyak orang itu cuman itu hari sabtu minggu.

b. Apakah bentuk-bentuk dampak sosial yang terjadi selama covid 19 di objek

wisata Lappa laona?

Selama ini masih aman ji, maksudnya tidak ada ji yang terjadi

c. Bagaimana hubungan sosial masyarakat selama ada objek wisata?

Yeah senang, karena maksudnya adanya wisata to banyak pengunjung

ada tommi pendapatannya orang.

d. Bagaimana hubungan sosial masyarakat dengan pemerintah dalam

pengelolaan objek wisata selama covid 19?

Saling bekerja sama, kan ada mentong mi disini kan dulunya di bagian

dibawa-bawa disitukan tidak diperbolehkan jadi dipindahkan kesini, iya

bisa ji menjual asalkan jangan di ganggu kayak pemandangan-

pemandangan dibawa situ too jadi makanya disitu disuruh menjual atau

di pinggir-pinggir sanakah, kan dulu banyak orang yang menjual tapi

tidak dibolehkan katanya merusak pemandangan jadi di pinggir-pinggir

lah kalau bisa.

e. Dampak negatif dan positif selama ada objek wisata Lappa Laona?

Dampak negatif : mungkin karena banyak mi orang masuk mungkin

kayak ketakutan lah begitu, ketakutan bagaimana itu? Maksudnya

misalnya ada dari luar negri apa kan maksudnya ini sekarang kan covid

jadi mungkin kek ada ketakutanya lah bilang dari luar sana, ooh ada

ketakutan kepada masyarakat? Yeah sebagian berpendapat begitu,

sebagian juga endak mi. ada too bilang kek takut-takut ki karena banyak

mi orang masuk to, kek banyak mi orang awan, karena bukan ji yang

sekitar sini yang sering datang kesini? Bukan ada dari luar negri apa itu,

sering datang kesini kayak cina-cina banyak mi datang kesini, adalah

sedikit ketakutan masyarakat.

Dampak positif : yang bagian yang menjual-jual ada pendapatannya

setiap hari walaupun sedikit

f. Apakah perna terjadi konflik sosial antar penjual?

Aman ji, nda ada ji

2. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat objek wisata Lappa Laona?

a. Apakah objek wisata lappa laona berdampak secara ekonomi bagi

masyarakat?

Sebagian, karena yang pergi menjual begini ji yang dapat.

b. Apakah ada perubahan pendapatan selama wabah covid-19 terjadi?

Beginiji kasian kalau ada yang beli, kalau soal pendapatan tetap ji ada,

ada sedikit

c. Apakah saja kendala yang dialami selama berjualan di objek wisata Lappa

Laona?

Mungkin karena disini kan banyak pekerjaan begitu toh, kayak pergi di

sawah, pergi kebun, itu salah satunya misalnya nda bisa menjual karena

pergi ke sawah, kebun.

d. Bagaimana respon pemerintah kepada masyarakat yang berjualan di objek

wisata Lappa laona?

Bagus ki, membangun justru membangun bilang bagus kalau pergi

menjual dapat penghasilan. Justru pemerintahlah yang mengarahkan

kesini bilang pergi ki menjual.

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Wawancara narasumber Rusman

Wawancara narasumber Saferuddin

Wawancara narasumber Arwan

Wawancara narasumber Anti

Foto wahana spot foto

Foto gazebo belum jadi

Foto gazebo sudah jadi

Mushollah

Foto obyek wisata Lappa Laona

RIWAYAT HIDUP

Nasrah, Dilahirkan di Tokkene Kabupaten Barru pada tanggal

29 Juni 1998, anak pertama dari tujuh bersaudara, dari pasangan

Muhsin dan Aridah. Penulis memulai pendidikan di SD Inpres

Watu pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2010. Pada tahun

yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 3 Tanete Riaja dan

tamat pada tahun 2013. Dan penulis melanjutkan pendidikan di MA

Muhammadiyah Ele dan tamat pada tahun 2016. Kemudian pada tahun yang sama

penulis melanjutkan pendidikannya di Universits Muhammadiayah Makassar

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada program studi Pendidikan Sosiologi

dan selesai pada tahun 2020 dengan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).

Penulis sangat bersyukur karena berkat kesempatan yang diberikan oleh

Allah S.W.T penulis bisa menimbah ilmu dan mendapatkan gelar sarjana, penulis

berharap ilmu yang selama ini di dapatkannya dapat berguna bagi dirinya,

keluarga serta orang lain.