dampak rusunawa

Upload: faisal-teuku

Post on 06-Apr-2018

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    1/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    DAMPAK KEHADIRAN RUSUNAWA

    BAGI PENATAAN BANGUNAN & INFRASTRUKTUR

    DI DAERAH SEKITAR KAWASAN TERBANGUN

    I n d a r t o y oDosen Tetap Jurusan Arsitektur FTSP Universitas Trisakti

    dan Dosen Tidak tetap Jurusan Arsitektur Universitas Budi Luhur

    Jl. Kiyai Tapa No:1, Grogol, Jakarta Barat-11440e-mail: [email protected]

    ABSTRAK

    Berbagai program penyediaan rumah susun sederhana sewa (RUSUNAWA), telah

    diimplementasikan hingga saat ini, namun pada beberapa lokasi penanganan justru terjadi

    perkembangan yang kurang menguntungkan, seperti terjadinya pengembangan rumah-rumah

    tinggal yang tidak terkendali, tumbuhnya fasilitas layanan yang tidak teratur, diantaranya justrubanyak terjadi di sekitar lokasi pembangunan RUSUNAWA.

    Melalui pembahasan pada empat kasus pembangunan RUSUNAWA di Indonesia, dapat

    disimpulkan bahwa kehadiran RUSUNAWA diprediksi akan meningkatkan jumlah penduduk,sehingga secara signifikan akan menyebabkan; (1). peningkatan kebutuhan lahan, (2). peningkatan

    jumlah dan volume infrastruktur, (3). peningkatan limbah, (4). bertambah padatnya lalu lintas, (5).

    perubahan iklim mikro di sekitar kawasan, (6). berkurangnya daya serap tanah terhadap air hujan,dan (7). hadirnya komunitas baru, yang secara otomatis akan; (8). meningkatkan harga jual tanah,

    (9). memperbanyak bangunan kumuh, (10). pengetatan aturan pembangunan, dan (11).

    memerlukan usaha-usaha fisik dan sosial untuk mencapai integrasi antar penduduk.

    Untuk itu Rencana Penataan Bangunan dan Infrastruktur (PSD) di kawasan sekitarRUSUNAWA sebagai suatu konsep peremajaan permukiman perkotaan yang integratif menangani

    masalah penataan lingkungan permukiman perkotaan serta penyediaan kebutuhan perumahan

    kota, harus dikaji secara hati-hati, cermat dan matang.

    Kata kunci: dampak kehadiran, rusunawa, dan rencana penataan bangunan dan infrastruktur..

    1. PENDAHULUAN

    Kebutuhan akan rumah di

    berbagai daerah perkotaan meningkat

    setiap tahunnya. Berdasarkan hasil kajian

    tim studi pasar perumahan di Indonesia

    (HOMI Project), menunjukkan bahwa

    jumlah penduduk berpenghasilan rendah

    merupakan jumlah terbesar, yaitu sekitar

    65% dari total jumlah penduduk

    perkotaan di Indonesia. Dengan tingkat

    pertumbuhan penduduk 4,2% sepanjang

    tahun 1990-2000, kebutuhan perumahan

    yang diperlukan dapat mencapai sekitar

    800.000 rumah baru pada setiap

    tahunnya, tetapi ternyata hanya 20% dari

    total kebutuhan rumah yang dapat

    dipenuhi. Migrasi penduduk yang sangat

    cepat telah menimbulkan dampak di

    daerah perkotaan, salah satunya adalah

    tumbuhnya permukiman kumuh di lahan

    ilegal.

    Penanganan masalah perumahan

    dan permukiman telah dilakukan oleh

    pemerintah dengan segala upaya agar

    dapat menyentuh hak dasar setiap warga

    negara. Salah satu upaya yang telah nyata

    dilakukan adalah penataan kawasan

    permukiman yang telah terdegradasi daya

    dukung dan kondisi bangunan rumah

    serta infrastruktur pendukungnya.

    Gagasan pembangunan perumahan secara

    vertikal belum banyak diminati oleh

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    2/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    masyarakat, sehingga dalam program

    jangka panjang, pemerintah akan

    berkonsentrasi membangun rumah susun

    sederhana berbasis sewa (RUSUNAWA)

    secara bertahap.

    Berbagai program pemberdayaankomunitas di bidang sosial, ekonomi

    serta lingkungan maupun perbaikan dan

    atau penyediaan prasarana dan sarana

    lingkungan, pemugaran dan atau

    penyediaan rumah susun sewa sederhana,

    telah diimplementasikan hingga saat ini,

    namun pada beberapa lokasi penanganan

    justru terjadi perkembangan yang kurang

    menguntungkan, seperti terjadinya

    pengembangan rumah-rumah tinggal

    yang tidak terkendali, tumbuhnya fasilitas

    layanan yang tidak teratur, yang justru biasanya terjadi di sekitar lokasi

    pembangunan rumah susun sederhana

    sewa (RUSUNAWA).

    Padahal konsepsi dasar

    pembangunan RUSUNAWA yang

    dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal

    Cipta Karya adalah sebagai stimulan awal

    untuk mengatasi berkembangnya

    lingkungan kumuh perkotaan dalam

    konteks peremajaan permukiman

    perkotaan. Dengan adanya program

    pembangunan RUSUNAWA oleh

    pemerintah pusat, diharapkan dapat

    berlangsung proses kerjasama antar

    pihak-pihak yang terkait di daerah. Untuk

    itu rencana Penataan bangunan

    Infrastruktur (PSD) RUSUNAWA

    sebagai suatu konsep peremajaan

    permukiman perkotaan yang integratif

    dalam menangani masalah penataan

    lingkungan permukiman perkotaan serta

    penyediaan kebutuhan perumahan kota,

    harus dikaji dengan matang. Konsepsikawasan yang bankable, terlebih dahulu

    harus disiapkan dan direncanakan dengan

    perhitungan yang matang.

    2. KEBIJAKAN PEMERINTAH

    UNTUK PERUMAHAN.

    Kebijakan dan Strategi Nasional

    Penyelenggaraan Perumahan dan

    Permukiman (KSNPP) dirumuskan

    berdasarkan berbagai pertimbangan yang

    bersifat struktural sehingga secara

    nasional diharapkan dapat berlaku dalam

    rentang waktu yang cukup, dapat

    mengakomodasi berbagai ragam kondisikontekstual masing-masing daerah, dan

    dapat memudahkan penjabaran pada

    tingkat yang lebih operasional oleh

    pelaku pembangunan. Kebijakan nasional

    dirumuskan kedalam 3 (tiga) struktur

    pokok, yaitu: (1). Melembagakan sistem

    penyelenggaraan perumahan dan

    permukiman dengan pelibatan

    masyarakat sebagai pelaku utama. (2).

    Mewujudkan pemenuhan kebutuhan

    perumahan (papan) bagi seluruh lapisan

    masyarakat, sebagai salah satu kebutuhandasar manusia. (3). Mewujudkan

    permukiman yang sehat, aman, harmonis,

    dan berkelanjutan guna mendukung

    pengembangan jati diri, kemandirian, dan

    produktivitas masyarakat

    Sementara Direktorat Jenderal

    Cipta Karya Departemen Pekerjaan

    Umum untuk menangani masalah

    permukiman, memiliki visi yaitu ingin

    terwujudnya permukiman perkotaan dan

    perdesaan yang layak huni, produktif dan

    berkelanjutan melalui penyediaan

    infrastruktur yang handal, pengembangan

    sistem penyediaan air minum,

    pengembangan penyehatan lingkungan

    permukiman dan penataan bangunan

    maupun lingkungan. Serta memiliki misi

    untuk; (1). Meningkatkan pembangunan

    prasarana dan sarana (infrastruktur)

    permukiman di perkotaan dan perdesaan

    yang layak huni, berkeadilan sosial,

    sejahtera, berbudaya, produktif, aman,

    tenteram, dan berkelanjutan. (2).Mewujudkan kemandirian daerah melalui

    peningkatan kapasitas pemerintah daerah,

    masyarakat dan dunia usaha dalam

    penyelenggaraan pembanguna

    infrastruktur permukiman, termasuk

    pengembangan sistem pembiayaan dan

    pola investasinya. (3). Melaksanakan

    pembinaan penataan kawasan perkotaan

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    3/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    dan perdesaan serta pengelolaan

    bangunan gedung dan rumah negara yang

    memenuhi standar keselamatan dan

    keamanan bangunan. (4). Menyediakan

    infrastruktur permukiman bagi kawasan

    kumuh/nelayan, daerah perbatasan,kawasan terpencil, pulau-pulau kecil

    terluar dan daerah tertinggal, serta air

    minum dan sanitasi bagi masyarakat

    miskin dan rawan air. (5). Memperbaiki

    kerusakan infrastruktur permukiman dan

    penanggulangan darurat akibat bencana

    alam dan kerusuhan sosial. (6).

    Mewujudkan organisasi yang efisien, tata

    laksana yang efektif dan SDM yang

    profesional, serta pengembangan NSPM,

    dengan menerapkan prinsip good

    govermance.3. KEHADIRAN RUSUNAWA DI

    KAWASAN PERKOTAAN.

    Melalui studi pada 4 (empat)

    RUSUNAWA yang dibangun di Medan

    Labuhan Medan, Cingesed Bandung,

    Sleman Yogyakarta dan Penjaringan Sari

    Surabaya, dapat diketahui bahwa lokasi

    pembangunan RUSUNAWA biasanya

    terletak di bagian pinggir kota, Dan

    sesuai dengan arahan yang terdapat di

    dalam Rencana Detail Tata Ruang

    (RDTR) Kota, biasanya kawasan yang

    dipilih memang diperuntukkan sebagai

    daerah permukiman, sehingga tidak perlu

    menghadirkan penambahan fasilitas atau

    infrastruktur yang berlebihan. Dengan

    luas tapak yang berkisar antara 20.000

    m2 sampai dengan 30.000 m2, makauntuk memperoleh efisiensi dan

    efektifitas pembangunan, biasanya

    RUSUNAWA yang prioritasnya

    diperuntukkan bagi masyarakat

    berpenghasilan dibawah Rp 500.000,-

    per-bulan, dibangun dengan jumlah blok

    masa lebih dari satu (gubahan massa

    majemuk), bahkan RUSUNAWA yang

    ada di Medan memiliki 8 Twinblok (16

    blok), dimana untuk setiap blok yang

    biasanya berlantai empat atau lima, dapat

    dibangun 48 - 96 unit hunian, denganluas rata-rata per-unit = 21 m2. Apabila

    setiap unit diasumsikan dihuni oleh 3

    (tiga) orang (standard kebutuhan ruang

    untuk satu orang = 7,2 m2 ), maka dalam

    satu blok (96 unit) bisa dihuni oleh 288

    orang, sehingga dalam satu komplek

    RUSUNAWA yang memiliki 16 blok

    (768 unit), dapat dihuni oleh 2.304 orang.

    sedangkan RUSUNAWA yang memiliki

    5 blok (480 unit), dapat dihuni oleh 1.440

    orang.

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    4/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    ---------------------------------------------------------------------------------------------------Gambar 01 :

    RUSUNAWA DI SLEMAN YOGYAKARTA.

    Sebagai fasilitas tambahan bagi penghuni, pada setiap blok disediakan fasilitas

    untuk umum, seperti: Ruang-ruang untuk usaha (berupa kios atau space), WC Umum,

    Ruang Pengelola, Ruang Serba Guna, Mushola, Parkir motor dan Parkir Mobil. Sementara

    untuk kompleks dilengkapi dengan sarana / prasarana, seperti: Masjid, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Lapangan Olah Raga, Taman, Sirkulasi kendaraan, Pedestrian dan

    Plaza. Untuk pengadaan air bersih biasanya diambil dari sumur bawah tanah, terus

    dialirkan melalui reservoir bawah dan atas, sedangkan kotoran (Black Water) diolah

    menggunakan septictank sebanyak 2 (dua) buah pada setiap blok, dan untuk air kotor

    (Grey Water) diolah melalui sumur resapan dan dialirkan menuju saluran drainase.

    Dalam satu komplek RUSUNAWA, untuk pembuangan sampah biasanya

    dibuatkan satu TPS (Tempat Pembuangan Sampah), yang dapat menampung sampah yang

    berasal dari gerobak-gerobak sampah yang diletakkan di depan blok, di dalam bangunan

    yang terpisah, sehingga memudahkan perawatan dan pengelolaan sampah. Selanjutnya

    setelah penuh, sampah dari masing-masing blok disatukan didalam TPS yang dapat

    menampung sampah dalam skala kompleks. Untuk sumber listrik biasanya diambilkan dari

    sambungan PLN, sementara untuk telpon memakai jaringan telpon dari Telkom, sertauntuk pemadam kebakaran menggunakan hydrant pipe pada lantai dasar dan tabung

    pemadam kebakaran pada masing-masing lantai di atasnya

    Pengadaan rumah susun sewa sederhana (RUSUNAWA), telah diimplementasikan

    diseluruh Indonesia hingga saat ini, namun pada beberapa lokasi penanganan justru terjadi

    perkembangan yang kurang menguntungkan, seperti terjadinya pengembangan rumah-

    rumah tinggal yang tidak terkendali, tumbuhnya fasilitas layanan yang tidak teratur, yang

    justru biasanya terjadi di sekitar lokasi pembangunan RUSUNAWA.

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    5/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    4. DAMPAK KEHADIRAN RUSUNAWA.

    Melalui studi terhadap 4 (empat) RUSUNAWA yang dibangun di Medan Labuhan

    Medan, Cingesed Bandung, Sleman Yogyakarta dan Penjaringan Sari Surabaya, dapat

    diketahui bagaimana dampak kehadiran RUSUNAWA di sekitar kawasan pembangunan.

    Apabila disekitar RUSUNAWA diketahui memiliki 3 (tiga) jenis fungsi lahan yang

    dominan; (1). fungsi hunian yang umumnya berbentuk perumahan (Real Estate), (2).fungsi umum dan komersial yang umumnya berbentuk toko, warung, perkantoran,

    sekolahan, peribadahan atau fasilitas kesehatan, dan (3). lahan kosong, maka fungsi

    pertama dan kedua dapat dianggap sebagai tata guna lahan eksisting yang tidak dapat

    diubah, sehingga dengan demikian bagian dari kawasan studi yang masih bisa diubah

    adalah jenis ketiga yang masih berupa lahan kosong. Dengan hadirnya RUSUNAWA

    diprediksi akan meningkatkan jumlah penduduk, sehingga secara signifikan akan

    menyebabkan ledakan jumlah kebutuhan ruang, sehingga lahan yang diperuntukkan bagi

    kepentingan umum, seperti: bantaran sungai, akan diisi oleh pemulung dengan rumah-

    rumah kumuhnya, sementara lahan-lahan kosong banyak diincar oleh Pengembang ataupun

    badan-badan swasta lainnya untuk pembangunan perumahan atau fasilitas yang lain,

    sehingga secara otomatis akan meningkatkan harga jual tanah di kawasan tersebut.

    Kehadiran RUSUNAWA diprediksi akan meningkatkan jumlah penduduk,sehingga secara signifikan akan meningkatkan jumlah kebutuhan infrastruktur, termasuk

    kemungkinan terjadinya peningkatan volume dan frekuensi lalu lintas kendaraan serta

    pejalan kaki disekitar RUSUNAWA. Apabila pada beberapa titik muncul atau terdapat

    kemacetan lalulintas, kondisi jalan menjadi penting untuk difikirkan. Lebar jalan yang

    terlalu sempit dan pertemuan antara jalan yang menghubungkan dua pusat kegiatan dengan

    jalan-jalan lingkungan mempunyai potensi untuk berkembang secara fisik dengan berbagai

    aktifitas sehingga sebelum berkembang secara tidak terkendali dan dapat menyebabkan

    kemacetan, jalan sempit dan titik persimpangan seperti itu perlu diperhatikan dan ditata.

    Dampak yang ketiga dari kehadiran RUSUNAWA ialah terjadinya perubahan iklim

    mikro di sekitar kawasan, sebagai akibat hadirnya bangunan baru di kawasan tersebut..

    Salah satu iklim mikro yang harus diperhatikan adalah arah dan kecepatan angin yang

    melalui kawasan. Sirkulasi udara yang baik dapat membawa heat-gains atau pertambahan

    panas dan kelembaban pada diri manusia sehingga dapat secara efektif meningkatkan

    kenyamanan manusia dalam suatu ruang. Udara akan bersirkulasi bila ada in-let dan out-

    lettertentu bagi udara. Oleh karena itu sirkulasi udara adalah hal yang paling penting untuk

    diciptakan dalam suatu kawasan di sebuah negara beriklim tropis-lembab seperti

    Indonesia. Sirkulasi udara dapat diciptakan dengan cara memperhatikan sirkulasi eksisting

    dan selanjutnya memperkuat dan mengarahkan sirkulasi udara tersebut. Oleh karena itu,

    Penataan Bangunan dan Infrastruktur (PSD) hendaknya juga mengandung suatu aturan

    yang ditujukan untuk menjamin agar sirkulasi udara aksisting tidak terhambat oleh letak

    dan orientasi dari bangunan-bangunan yang bakal tumbuh di kawasan tersebut.

    Dampak pembangunan RUSUNAWA yang paling signifikan diperkirakan adalah

    dampak terhadap tata air permukaan. Seperti yang terlihat pada survei lapangan hal inidisebabkan oleh karena teknik pembangunan yang dilakukan pada Kawasan Studi selama

    ini melibatkan proses pengurukan lahan. Dari hasil studi yang dilakukan, terlihat bahwa

    Kawasan Studi pada umumnya ada di bawah elevasi atau peil jalan. Karena bila dilihat

    dari sejarah Kawasan Studi, terlihat bahwa sebelumnya sebagian besar lahan adalah sawah

    teknis atau tambak. Jadi berdasarkan sejarah itu sebagian besar lahan pada Kawasan Studi

    adalah tempat penampungan air permukaan. Bila pola pembangunan dengan pengurukan

    dilanjutkan maka dikhawatirkan akan terjadi pergeseran daerah genangan ke kawasan lain.

    Oleh karena itu dalam penataan bangunan dan infrastruktur (PSD) pembangunan harus

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    6/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    diatur dengan baik agar dampak pembangunan tidak menyebabkan kawasan lain

    mengalami limpahan air permukaan yang seharusnya diperankan oleh Kawasan Studi.

    Dampak lain dari kehadiran Rusunawa yang bisa dikatakan signifikan ialah

    bertambahnya limbah yang dihasilkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan

    pembangunan lingkungan. Sampah bisa diatur pengelolaannya dengan sistem tempat

    pembuangan sementara (TPS) di titik-titik tertentu pada Kawasan Studi dan selanjutnya

    dibawa ke tempat pembuangan akhir di luar kawasan. Limbah cair dan padat yang

    umumnya berasal dari kotoran manusia bisa ditangani dengan sistem setempat dengan

    catatan sistem penyediaan air bersih dilakukan oleh PDAM dan bukan dari sumur artesis

    dari masing-masing persil. Biasanya peningkatan jumlah limbah akan diikuti dengan

    peningkatan jumlah pemulung disekitar kawasan, sehingga dengan demikian jumlah rumah

    kumuh akan bertambah pula. Hal ini memerlukan pemecahan yang cukup serius. Belum

    adanya kebijakan yang terperinci untuk pengembangan dan perencanaan kawasan studi

    akan menyebabkan terjadi perkembangan yang tidak terarah dan kurang terkoordinasi.

    Kehadiran RUSUNAWA dipastikan akan meningkatkan volume air kotor serta

    mengurangi daya serap tanah terhadap air hujan (sebab luas permukaan tanah yang ditutup

    oleh bangunan akan menjadi semakin besar), sehingga akan meningkatkan volume airhujan dalam sistim drainasi yang ada. Padahal kondisi drainase di kota-kota Indonesia pada

    umumnya masih belum baik, artinya belum memiliki sistem drainase teknis yang baik.

    Belum baiknya sanitasi, akan lebih diperparah dengan banyaknya tanah kosong. Tidak

    terdapatnya sistem drainase teknis pada daerah-daerah permukiman, dapat menjadikan

    berkurangnya kualitas lingkungan hidup. Drainase lingkungan yang ada sekarang masih

    mengikuti jalan yang ada, dan sebagian besar bukan merupakan drainase teknis yang baik.

    Drainase jalan hanya berfungsi untuk menampung air hujan dari jalan tersebut, bukan

    untuk menampung air hujan dari halaman-halaman rumah. Hal itu semakin diperparah

    karena sampai saat ini masih banyak rumah-rumah yang belum mempunyai sisitim

    drainase yang dihubungkan dengan sistim drainase yang ada di pinggir jalan.

    Adanya komunitas baru yang diprediksikan berasal dari berbagai wilayah kota diIndonesia, terutama karyawan yang bekerja disektor informal dan bekerja di kawasan pusat

    perdagangan yang terletak di sekitar RUSUNAWA, dapat dipastikan akan berinteraksi

    dengan penduduk asli, sehingga diperlukan usaha untuk mencapai integrasi antar penduduk

    tersebut, antara lain dengan menghadirkan sarana prasarana pendukung interaksi sosial

    yang memadai, seperti lapangan olah raga, pasar, sekolah dan ruang-ruang umum lainnya.

    5. PENATAAN BANGUNAN & INFRASTRUKTUR DI SEKITAR KAWASAN.

    Seperti telah diterangkan di depan, konsepsi dasar pembangunan RUSUNAWA

    oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah sebagai stimulan awal untuk mengatasi

    berkembangnya lingkungan kumuh perkotaan dalam konteks peremajaan permukiman

    perkotaan. Dimana dengan adanya program pembangunan RUSUNAWA oleh pemerintah

    pusat tersebut, diharapkan dapat berlangsung proses kerjasama antar pihak-pihak yang

    terkait di daerah. Untuk itu rencana Penataan Bangunan dan Infrastruktur (PSD) yang

    terletak disekitar RUSUNAWA, dapat dipandang sebagai suatu konsep peremajaan

    permukiman perkotaan yang integratif dalam menangani masalah penataan lingkungan

    permukiman perkotaan serta penyediaan kebutuhan perumahan kota, termasuk untuk

    mengatasi berkembangnya lingkungan kumuh di perkotaan, harus dikaji secara matang.

    Studi Penataan Bangunan dan Infrastruktur (PSD) di sekitar RUSUNAWA,

    minimal meliputi studi tentang; (1). Tata guna lahan: (a). Exsisting tata guna lahan dan

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    7/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    fungsi lahan, (b). Trend demografi, dan (c). Lahan yang tersedia, (2). Sistim hubungan,

    terdiri dari: (a). Exsisting jalan, (b). Penggunaan jalan dan (c). Rencana jalan, (3). Penataan

    masa bangunan, terdiri dari: (a). Typologi fungsi dan (b). Orientasi bangunan, (4).

    Penataan ruang terbuka, (5). Kelengkapan sarana (Utilitas) dan (6). Jalur hijau.

    (1). STUDI TATA GUNA LAHAN.(a). Exsisting tata guna lahan dan fungsi lahan.

    Tata guna lahan dan fungsi lahan dapat bersifat eksisting dalam arti, ketika studi

    dilakukan lahan tersebut sudah ada dan berfungsi seperti apa adanya. Hal ini diperlukan

    untuk membedakan tata guna lahan yang belum terwujud nyata pada lahan karena masih

    berupa rencana yang belum terealisasikan di lapangan. Berdasarkan pengertian itu,

    eksisting tata guna dan fungsi lahan dapat dianalisis berdasarkan hal-hal sebagai berikut:

    Jumlah dan luasan jenis fungsi dan tata guna lahan yang tidak bisa diubah lagi

    Jumlah dan luasan jenis fungsi dan tata guna lahan yang masih bisa diubah, yang

    harus diubah, dan yang sudah direncanakan.

    Apabila dalam sebuah studi diketahui bahwa kawasan tersebut memiliki 3 (tiga) jenisfungsi lahan yang dominan. (1). fungsi hunian yang umumnya berbentuk perumahan (Real

    Estate), (2). sebagai fungsi umum dan komersial yang umumnya berbentuk toko, warung,

    perkantoran, sekolahan, peribadahan atau fasilitas kesehatan, dan fungsi yang (3) yaitu

    lahan kosong. Fungsi pertama dan kedua dapat dianggap sebagai tata guna lahan eksisting

    yang tidak dapat diubah dan dianggap bersifat given dalam studi. Sehingga semua bentuk

    penataan bangunan dan lingkungan harus dilakukan untuk memberi nilai tambah kepada

    fungsi jenis pertama dan kedua. Dengan demikian bagian dari kawasan studi yang masih

    bisa diubah ialah tata guna lahan jenis ketiga yang masih berupa lahan kosong. Oleh sebab

    itu, Penataan Bangunan dan Lingkungan harus memberi arahan yang relatif lengkap bagi

    lahan jenis ketiga ini agar pembangunan baru dapat lebih terarah dan terencana.

    (b). Trend Demografis.Berbagai rencana yang dilakukan oleh manusia, pada dasarnya sangat

    antroposentris, atau meletakkan manusia sebagai pusat perhatian rencana. Oleh karena itu

    dalam menentukan jenis, besaran dan alokasi spatial fungsi-fungsi tertentu harus mengacu

    pada trend demografis yang bisa diperkirakan akan berkembang dan mempengaruhi

    Kawasan Studi. Selajutnya dari trend demografis tersebut, dapat diperkirakan jumlah

    manusia yang harus diwadahi oleh satuan ruang atau spatial tertentu.

    Dengan mengunakan standar tertentu, dapat diketahui besaran dan intensitas ruang

    yang harus dimiliki oleh sebuah kawasan. Berdasarkan data demografis selama dari BPS

    yang diolah dalam RDTRK, dapat dipekirakan prosentase perkembangan jumlah penduduk

    kota per tahun. Sehingga dengan demikian, ketika Rencana Penataan Bangunan dan

    Infrastruktur (PSD) diimplementasikan, jumlah penduduk kota dapat diperkirakan.

    Apabila kawasan studi diharapkan akan menjadi penyangga dari pusat kegiatan baru, maka paling sedikit fungsi-fungsi yang akan diwujudkan pada kawasan tersebut, harus dapat

    melayani sekitar 10 % kebutuhan penduduk kota.

    (c). Lahan yang tersedia.

    Lahan yang tersedia dapat dikategorikan berdasarkan variabel-variabel berikut:

    (1). Jenis kepemilikan lahan. Lahan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum, seperti:

    bantaran sungai, jalan bisanya dimiliki oleh pemerintah, sementara lahan-lahan yang

    dipersiapkan untuk komplek perumahan biasanya dimiliki oleh Pengembang atau badan-

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    8/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    badan swasta lainnya, sedangkan lahan-lahan yang dipergunakan untuk perumahan

    penduduk biasanya dimiliki oleh masing-masing penduduk (2). Kualitas bangunan: kondisi

    fisik bangunan di daerah studi, dan (3). Luasan persil; Persil-persil yang sudah ada

    bangunannya biasanya memiliki luasan yang standar untuk perumahan, yaitu sekitar 100

    m2 s/d 1000 m2, sementara lahan-lahan yang masih kosong, memiliki luasan yang lebih

    lebar. Bedasarkan ketiga variabel tersebut, bisa ditentukan strategi penataan bangunan danlingkungan studi. yang tersedia di Kawasan Studi.

    (2). STUDI SISTIM HUBUNGAN.

    (A). Exsisting jalan.

    Memberi gambaran existing keadaan jalan pada Kawasan Studi menurut jenis,

    kelas, ukuran, panjang serta letaknya. Apabila pada beberapa titik muncul atau terdapat

    kemacetan lalulintas, kondisi jalan menjadi penting untuk difikirkan. Pertemuan antara

    jalan yang menghubungkan dua pusat kegiatan dengan jalan-jalan lingkungan mempunyai

    potensi untuk berkembang secara fisik dengan berbagai aktifitas sehingga sebelum

    berkembang secara tidak terkendali dan dapat menyebabkan kemacetan dan lain-lain, titik

    persimpangan seperti itu perlu diperhatikan dan ditata dengan segera.

    (b). Rencana Jalan

    Sesuai dengan RDTRK (Rencana Detail Tata Ruang Kota), pada kawasan studi

    perlu dilihat terdapat atau tidak terdapat rencana jalan baru. Selain itu, ada beberapa hal

    yang perlu diperhatikan. antara lain, seperti: (1). Apabila pada beberapa bagian jalan, lebar

    jalan terlalu sempit (hanya memiliki lebar jalan sekitar 6-7 m), padahal jalan tersebut

    merupakan jalan utama diperlukan pelebaran jalan menjadi sekitar 8-12 m, sehingga akan

    dapat dilalui oleh dua kendaraan yang berlawanan arah. (2). Pada beberapa kawasan studi

    yang memiliki tingkat kemacetan tinggi, perlu direncanakan sebuah jalan bypass yang

    dapat menghubungkan kawasan permukiman baru dengan jalan utama.

    (c). Trend Penggunaan Jalan

    Sesuai dengan trend penduduk dan sifat jalan yang ada, menurut RDRTK paling

    sedikit dibutuhkan penambahan jalan lokal, sehingga cukup mampu menangani kebutuhan

    transportasi di masa depan. Sehingga dengan demikian ruang-ruang lain yang masih ada,

    bisa dimanfaatkan dan diutamakan peruntukannya bagi ruang publik lain selain jalan.

    (3). STUDI PENATAAN MASSA BANGUNAN.

    (a). T i p o l o g i F u n g s i .

    Secara garis besar terdapat 3 (tiga) jenis fungsi dalam Kawasan Studi. yang terdiri

    dari: (1). fungsi hunian, (2). fungsi komersial dan (3). fungsi sosial. Oleh karena itu, sesuai

    dengan jenis fungsinya tersebut bangunan juga dapat diklasifikasikan menjadi Bangunan

    Hunian, Bangunan Komersial dan Bangunan Sosial. Agar identitas fungsi-fungsi tersebutdi atas dapat ditampilkan, dalam penataan bangunan dan infrastruktur (PSD) hendaknya

    diatur juga berbagai karakteristik fisik dari fungsi-fungsi yang telah diterangkan di atas.

    Sebagai contoh perangkat bangunan komersial tentu akan berbeda dengan perangkat

    bangunan kantor pemerintahan. Bila perkantoran swasta memerlukan akses kepada

    konsumen dan tak terlalu mementingkan perangkat bagi kegiatan seremonial, maka

    bangunan pemerintahan sebaliknya memerlukan perangkat bagi berbagai kegiatan

    seremonial dan protokoler. Oleh karena itu fungsi dari bangunan pemerintah memerlukan

    ruang antara yang memadai di antara zona privat dengan zona publiknya. Sebaliknya

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    9/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    bangunan dan fungsi komersial justru menginginkan jarak yang sekecil mungkin antara

    kegiatan privat dengan zona publiknya.

    Bentuk serta warna bangunan sosial atau pemerintahan juga membutuhkan ciri-ciri

    formal yang terbatas sedang bagunan komersial dan privat memliki kebebasan yang relatif

    lebih besar dalam menentukan bentuk dan warnanya. Sebagai contoh bangunan formal

    membutuhkan warna-warna formal dan akses visual yang lebih seimbang sehingga

    membutuhkan sumbu simbolik tertentu. Bangunan komersial tidak terlalu membutuhkan

    aspek-aspek simbolik pada bentuk dan penampilannya.

    (b). Orientasi Bangunan.

    Orientasi bangunan sangat terkait dengan: (1). Arah peredaran matahari, tiupan

    angin dan berbagai aspek iklim mikro lainnya. (2). lajur sirkulasi manusia (3). landmark

    atau pusat-pusat gubahan dan (4). sumber bencana seperti banjir dan lain-lain. Orientasi

    bangunan dapat diarahkan sesuai dengan arah matahari, angin dan berbagai aspek iklim

    lainnya. Sebagai kawasan yang beriklim tropis-lembab, bangunan hendaknya

    diorientasikan ke arah tertentu, perlindungan ruang terhadap radiasi matahari, hujan dan

    aliran air hujan (run-off), serta pemanfaataln aliran (sirkulasi) udara untuk mengurangikelembaban dan menurunkan suhu udara dapat tercapai.

    Dengan demikian orientasi bangunan hendaknya ditujukan untuk mengurangi

    waktu ekspose ruang-ruang publik terhadap radiasi matahari dari waktu ke waktu. Pada

    Kawasan Studi, orientasi geografis koridor sirkuasi yang ada adalah dari Utara ke Selatan.

    Hal ini berarti akan ada bagian tertentu dari ruang publik yang akan mengalami ekspose

    terhadap radiasi matahari secara maksimum. Sebagai contoh, ruang-ruang publik yang ada

    di sebelah timur jalan akan relatif mendapat radiasi matahari lebih banyak dari pada ruang

    publik yang berada di barat jalan tersebut. Karena ruang publik yang berada di sebelah

    barat akan dilindungi oleh bangunan-bangunan yang ada di sepanjang jalan tersebut.

    Sedangkan ruang publik yang ada di sebelah timur tidak mempunyai pelindung dari

    matahari barat yang relatif lebih intens radiasinya. Dengan keadaan seperti ini dalam

    Penataan Bangunan dan Infrastruktur (PSD) perlu dipikirkan tentang bagaimana cara yangdapat digunakan untuk mengurangi radiasi matarahi dari arah barat bagi ruang publik yang

    ada di sebelah timur. Selain itu, perlu juga dipikirkan cara memperbaiki kemampuan ruang

    publik yang ada di sebelah barat dalam mengatasi radiasi matahari. Dengan demikian bisa

    diharapkan dapat tercipta ruang publik yang nyaman secara thermis sehingga pemanfaatan

    ruang publik dapat ditingkatkan. Sebagai negara yang beriklim tropis-lembab, perlu

    dipikirkan cara-cara yang optimum untuk mengatasi berbagai permasalahan yang

    ditimbulkan oleh hujan. Idealnya walaupun hujan, kegiatan manusia tidak perlu mengalami

    gangguan baik karena tempias, genangan air (banjir) atau aliran run-off.

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    10/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    Gambar 02

    RUSUNAWA DI CINGESED BANDUNG

    Dari hasil survei dapat diketahui bahwa pada umumnya, sistim pembangunan

    cenderung dilakukan dengan cara pengurukan lahan, yang biasanya sampai melelbihi

    tinggi elevasi (permukaan) jalan.. Selain itu, rata-rata kawasan juga belum memiliki sistim

    drainase yang terpadu sehingga kemungkinan akan terjadi genangan air ketika curah hujan

    tinggi. Hal ini bila tidak diatasi dengan sistim drainase yang baik dan terpadu, akan

    mengakibatkan aliran run-offyang relatif deras ke arah bagian lahan yang belum diurug

    yang sering juga dikenal sebagai banjir lokal.

    Sirkulasi udara yang baik dapat membawa heat-gains atau pertambahan panas dan

    kelembaban pada diri manusia sehingga dapat secara efektif meningkatkan kenyamanan

    manusia dalam suatu ruang. Udara akan bersirkulasi bila ada in-let dan out-let tertentu

    bagi udara. Oleh karena itu sirkulasi udara adalah hal yang paling penting untuk diciptakandalam suatu kawasan di sebuah negara beriklim tropis-lembab seperti Indonesia. Sirkulasi

    udara dapat diciptakan dengan cara memperkuat sirkulasi eksisting dan selanjutnya

    mengarahkan sirkulasi udara tersebut. Oleh sebab itu, dalam Penataan Bangunan dan

    Infrastruktur (PSD) hendaknya mengandung suatu aturan yang menjamin agar sirkulasi

    udara tidak terhambat oleh pembangunan yang berkembang di kawasan tersebut.

    (c). View dan Vista.

    Melalui studi pada 4 (empat) RUSUNAWA yang trepilih sebagai kasusu, tidak

    dijumpai adanya suatu penanda yang signifikan. Walaupun Kantor pemerintahan yang ada

    seperti kantor Kecamatan dan kantor Kelurahan secara dimensional ralatif besar, tapi

    karena posisinya yang kurang potensial, tidak bisa dkategorikan sebagai penanda yang

    dominan. Walaupun demikian, tepat ditengah-tengah lokasi Rusunawa ada yang memilikiplaza atau Masjid yang secara spatial bisa menjadi penanda yang baik.

    Vista adalah pemandangan yang dibingkai oleh suatu frame visual. Sifat

    memanjang jalan yang melintang di tengah-tengah kawasan studi sangat potensial bagi

    penciptaan vista ke arah jalan tersebut. Walaupun melalui studi belum terlihat adanya

    sebuah tetenger yang baik, maka dalam penataan bangunan dan infrastruktur (PSD) perlu

    diusulkan hadirnya tetenger untuk memperkuat kondisi jalan. Hendaknya tetenger tersebut

    bisa dinikmati sebagai sebuah vista, dengan bangunan dan berbagai elemen ruang yang ada

    pada kawasan bertindak sebagai bingkai bagi tetenger tersebut.

    (4). STUDI PENATAAN RUANG TERBUKA.

    Ruang publik atau ruang terbuka harus dipandang sebagai suatu bagian penting darisebuah penataan bangunan dan infrastruktur (PSD). Pada dasarnya yang dimaksud dengan

    lingkungan pada penataan bangunan dan infrastruktur (PSD) adalah ruang publik. Sedang

    bangunan lebih dipandang sebagai elemen pembentuk ruang publik. Yang termasuk

    sebagai ruang publik dalam hal ini adalah: (1). Jalan bagi kendaraan bermotor ataupun

    tidak bermotor (sepeda misalnya), (2). Arkade atau selasar baik yang ada di depan,

    samping ataupun belakang bangunan. (3). Plaza atau ruang terbuka umum yang dibentuk

    oleh bangunan yang mengelilingi plaza tersebut. Ruang terbuka bisa merupakan ruang

    terbuka hijau ataupun lapangan terbuka dengan pengerasan. Walaupun penting dalam

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    11/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    memberi kesan ruang pada sebuah plaza, bentuk fisik plaza harus bisa mewadahi fungsi

    sosialnya sebagai fasilitas umum sehingga manusia bisa berinteraksi secara nyaman.

    Dalam hal ini bangunan ataupun ruang publik lainnya (seperti: arkade, jalan dsb)

    dapat memperkuat fungsi publik sebuah plaza. Jalan bagi kendaraan bermotor pada

    dasarnya sudah direncanakan baik dimensi maupun jenisnya. Dalam penataan bangunan

    dan infrastruktur (PSD) hanya perlu ditekankan agar secara fisik dan pada level tertentusecara visual jalan bagi kendaraan bermotor harus dipisahkan dari tempat manusia

    berinteraksi. Secara fisik jalan bagi kendaraan bermotor sudah jelas dipisahkan dari ruang

    publik lainnya. Dalam penataan bangunan dan infrastruktur (PSD) perlu ditekankan

    pemisahan visual antara jalan kendaraan bermotor dengan ruang-ruang publik lainnya

    tempat manusia berinterkasi. Dengan demikian bisa memberi rasa keamanan bagi

    pengguna ruang publik dari bahaya yang mungkin disebabkan oleh kendaraan bermotor.

    Hanya perlu diperhatikan bahwa pemisahan visual tersebut tidak boleh bersifat total, tapi

    harus cukup terbuka untuk bisa memberi cukup peluang bagi manusia dan mengantisipasi

    sirkulasi kendaraan bermotor.

    (5). STUDI KELENGKAPAN SARANA (UTILITAS).

    Sarana atau utilitas yang dimaksud dalam pembahasan ini, adalah: jaringan jalan,sarana jalan kaki, halte kendaraan, jaringan listrik, telepon. air bersih, sampah, air kotor &

    air hujan. Analisis kebutuhan utilitas memerlukan beberapa perkiraan yang menyangkut

    penentuan kebutuhan utilitas, antara lain adalah: (a). Trend penduduk serta kebutuhan akan

    utilitas dan (b). Trend kendaraan serta jalan. Melalui 2 (dua) trend tersebut dapat

    diperkirakan jumlah kebutuhan terhadap utilitas yang harus dibangun pada kawasan

    (a). Trend Penduduk dan Kebutuhan akan Utilitas.

    Melalui survey pada instansi terkait, perkiraan trend jumlah penduduk yang akan

    diwadahi oleh Kawasan Studi dapat diketahui. sehingga kebutuhan akan listrik, telepon, air

    bersih, persampahan, pengolahan limbah dapat dihitung.

    (b). Trend Kendaraan dan Jalan.

    Melalui survey, trend perkembangan jumlah kendaraan dapat diperkirakan,

    sehingga kebutuhan jalan, sistem pejalan kaki dan halte kendaraan umum, dapat dihitung.

    (6). STUDI JALUR HIJAU.

    Jalur hijau mempunyai fungsi klimatis, pembentuk kualitas ruang dan sekaligus

    bisa mengandung nilai-nilai simbolis-historis. Dalam UU no.4 tahun 1992 tentang

    Perumahan dan Permukiman disebutkan bahwa perbadingan luasan antara daerah

    terbangun dengan yang tidak terbangun adalah 60 : 40. Hal ini diatur seperti itu karena

    pengerasan permukaan lahan berarti akan mengurangi kemampuan alam untuk meyerap

    air, sehingga dapat mennyebabkan banjir atau tanah longsor. Selain itu, luasan yang tidak

    terbangun juga diangap sebagai ruang yang berpotensi untuk vegetasi. Walaupun vegetasi

    bisa ditanam di lahan yang sudah terbangun, namun pada umumnya vegetasi ditanam di

    lahan yang belum terbangun. Dengan demikian perbandingan antara luasan terbangun

    dengan luasan yang tidak terbangun juga berarti penetapan luasan lahan bagi vegetasi.

    Vegetasi berfungsi juga sebagai komponen utama lingkungan dalam

    memperbaharui udara dari polusi dan penghasil oksigen. Oleh karena itu perbadingan 60 :

    40 juga berfungsi untuk memastikan fungsi paru-paru kota ada pada sebuah kawasan.

    Selain itu vegetasi juga berfungsi sebagai pelindung manusia dari radiasi matahari. Hal ini

    juga menunjukan bahwa dengan mematuhi standar 60 : 40 bisa dipastikan adanya vegetasi

    dalam suatu kawasan sehingga heat-gains matahari dapat dikendalikan.

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    12/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    Pada bangunan komersial atau Ruko, kecenderungan pemilik lahan ialah untuk

    membangun seluruh luasan persil yang ia miliki. Walaupun demikian, dari survei lapangan

    yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ada rata-rata KDB di persil Ruko adalah 62 %

    atau sama dengan 62 bagian terbangun dan 38 bagian tidak terbangun Walaupun sudah

    sesuai dengan SNI, bila diperhatikan lebih rinci, 38 bagian yang tidak terbangun

    sebenarnya berfungsi sebagai sirkulasi dan parkir kendaraan yang diperkeras. Jadi tidak100 % dari 38 bagian yang tidak terbangun itu mempunyai sifat yang sesuai bagi

    penyerapan air permukaan, tempat tumbuhnya vegetasi dan terlindung dari radiasi

    matahari. Dari 38 bagian lahan ruko yang tidak terbangun rata-rata hanya 8 % yang

    diperuntukkan bagi vegetasi dan tidak diperkeras, 30 % terlindungi dari matahari oleh

    vegetasi. Dengan kata lain hanya 3 % dari seluruh persil yang bervegetasi, dan 11% dari

    luasan persil yang terlindungi dari radiasi matahari oleh vegetasi serta 90.2 % luasan persil

    diperkeras sehingga tidak dapat menyerap air. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari segi

    perbandingan luasan lahan yang terbagun dan tidak terbangun, dapat dibedakan, dengan

    perbandingan sebagai berikut::

    Pada kawasan komersial perbandingan terbangun dan tidak terbangun 90,2 : 9,8.

    Pada kawasan perkantoran pemerintahan dengan perbandingan 50:50

    melihat hal itu, agar perbandingan antara daerah terbangun dengan daerah tidak terbangun

    bisa mencapai rasio perbandingan 60:40, maka pada penataan bangunan dan infrastruktur

    (PSD) suatu kawasan perkotaan, perlu diatur KDB dan KLB dengan ketat.

    DAFTAR PUSTAKA.

    1. Sastra M, Suparno dan Endy Marlina, Perencanaan dan Pengembangan

    Perumahan (Yogyakarta, Penerbit Andi, 2006).

    2. Kuswartojo, Tjuk, Perumahan dan Pemukiman di Indonesia; Upaya membuat

    perkembangan kehidupan yang berkelanjutan (Bandung: Penerbit ITB, 2005).

    3. Laporan Akhir PSD Rusunawa di Kawasan Cingesed Bandung (2006), Medan

    Labuhan (2006), Penjaringan sari Surabaya (2006) dan Sleman Yogyakarta (2005)..

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    13/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    DAMPAK KEHADIRAN RUSUNAWA

    DI KAWASAN PERKOTAAN INDONESIA

    O l e h :

    I N D A R T O Y O

    NIK: 1519/USAKTI

  • 8/2/2019 Dampak Rusunawa

    14/14

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Dibuat dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Arsitektur

    PERENCANAAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

    Tgl. 28 Pebruari 2007, di Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan.

    JURUSAN ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

    UNIVERSITAS TRISAKTI

    2 0 0 7