kondisi lingkungan dalam implementasi kebijakan rusunawa …
TRANSCRIPT
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
70
KONDISI LINGKUNGAN DALAM IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN RUSUNAWA CINGISED KOTA BANDUNG
Oleh:
Diani Indah
Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Email: [email protected]
ABSTRAK
Dengan semakin kompleksitasnya permasalahan Pengelolaan Rumah Susun
Sederhana Sewa (rusunawa) khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah
maka pemerintah dengan berbagai kebijakan telah melakukan terobosan dengan
segala upaya untuk memberdayakan masyarakat melalui penguatan kelembagaan
Sosial, Ekonomi serta bantuan dalam berbagai aspek kehidupan. Program 1000 tower
yang dilakukan oleh Pemerintah merupakan realisasi dari kebijakan pemerintah yang
mempunyai tujuan untuk membantu keluarga yang mempunyai keterbatasan
ekonomi dalam memperoleh tempat tinggal. Penelitian ini tentang pelaksanaan
kebijakan rusunawa oleh Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dalam
peningkatan program 1000 tower di Kota Bandung. Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui metode kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi dan
kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan pentingnya integrasi dan koordinasi dalam
implementasi kebijakan desentralisasi pengelolaan rusunawa. Integrasi antara
kebijakan pemerintah pusat dan kebijakan pemerintah daerah saat ini, dan kebijakan
pemerintah daerah di masa mendatang penting untuk mengurangi resiko tidak
efektifnya pengelolaan rusunawa di daerah. Sedangkan integrasi antara kebijakan
pembangunan rusunawa dengan kebijakan pengelolaannya sebelum pembangunan
rusunawa penting untuk meningkatkan efektivitas pembangunan rusunawa.
Kata kunci: pengelolaan, rumah susun sederhana sewa, implementasi kebijakan
ABSTRACT
With the growing complexity of management problems Simple Flats Rent
particularly for low-income communities, the government and the various policies
have made a breakthrough with every effort to empower communities through
strengthening of social and economic institution, as well as providing assistance in
various aspects of life. A 1000 tower program undertaken by the Government is the
realization of government policy whose objective was to help families with economic
limitations in obtaining residence. This study on the implementation of the policy on
simple flats rent by the Head of Human Settlements and Spatial Planning in the 1000
tower program in the city of Bandung. Data collection techniques performed through
qualitative method through in-depth interviews, observation and questionnaires. The
results showed the importance of integration and coordination in the implementation
of the decentralization policy on simple flat management. Integration between the
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
71
policies of the central government and local government policy at this time, and the
government policy in the future is important to reduce the risk of ineffective
management of public housing in the area. While the integration between
development policy on simple flat with management prior to the construction of
public housing policies important to improve the effectiveness of public housing
construction.
Keywords: management, modest apartment rental, policy implementation
PENDAHULUAN
Menurut Cheema and Rondinelli,
(1983), kondisi lingkungan
(environment conditions) meliputi:
Physical Infrastructure.
Spacial and Physical requirement.
Social, economic, and political
setting from which policies emerge;
A nation’s structure politic;
Characteristic of local power
structures; dominant position to the
rural elite/traditional local elites,
paternalisctic.
Social and cultural characteristic of
groups of involved in policymaking
and administration; Traditional
cultural and behavioral
characteristic.
Dalam pandangan Cheema dan
Rondinelli (1983) tersebut, kondisi
lingkungan yang dimaksudkan dapat
dilihat dari dua aspek yaitu fisik dan
non fisik. Dari aspek fisik meliputi
kondisi keberadaan infrastruktur atau
fasilitas publik dan keadaan geografis
kewilayahan, sedangkan aspek
nonfisik meliputi kondisi sosial,
ekonomi dan politik. Di dalam aspek
non fisik terdapat aspek struktur
politik dan supra struktur politik di
tingkat lokal yang meliputi antara lain,
sosial budaya, berbagai organisasi
kepentingan, dan partisipasi
masyarakat. Selanjutnya, struktur
politik nasional, ideologi, dan proses-
proses yang digunakan dalam
perumusan kebijakan, semuanya
mempengaruhi arah dan kecepatan
implementasi. Selain itu, karakteristik
struktur lokal, kelompok-kelompok
sosial budaya yang terlibat dalam
perumusan kebijakan, organisasi
kepentingan dan kondisi infrastruktur
juga berperan penting.
Kondisi lingkungan sosial-
ekonomi dan politik yang khusus dan
kompleks akan melahirkan suatu
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
72
kebijakan yang tidak hanya akan
mewarnai substansi kebijakan itu
sendiri, melainkan juga pola-pola
hubungan inter-organisasi dan
karakteristik badan-badan pelaksana di
lapangan, serta berpengaruh terhadap
ketersediaan jumlah dan jenis sumber
daya yang diperlukan untuk
pelaksanaannya.
Lingkungan adalah segala
sesuatu yang berada di sekitar suatu
objek. Lingkungan terbagi menjadi
lingkungan internal dan lingkungan
eksternal. Lingkungan internal
misalnya, sumber daya manusia,
pendanaan, peraturan dalam
organisasi, infrastruktur organisasi,
struktur organisasi dan tugas pokok
dan fungsi setiap jabatan dalam
organisasi. Sedang lingkungan
eksternal adalah masyarakat umum,
keadaan politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan,
kompetitor dan bencana alam. Dengan
demikian, kondisi lingkungan internal
di rusunawa adalah para pengelola
rusunawa atau pegawai Dinas Tata
Ruang dan Cipta Karya Kota
Bandung, khususnya bidang
perumahan, penghuni rusunawa,
pendanaan rusunawa, peraturan
walikota tentang petunjuk teknis
pengelolaan rusunawa, struktur
organisasi dinas tata ruang dan cipta
karya Kota Bandung. Kemudian,
lingkungan eksternalnya adalah
kondisi politik yang berkaitan dengan
rusunawa di Cingised, kondisi
ekonomi masyarakat terutama
masyarakat berpenghasilan rendah,
kondisi sosial di sekitar rusunawa
Cingised, kondisi budaya masyarakat
disekitar rusunawa Cingised, kondisi
keamanan termasuk dari bencana alam
banjir yang sering terjadi di daerah
Cingised.
Kondisi Lingkungan yang
kondusif terhadap implementasi
kebijakan pengelolaan rusunawa sewa
di Kota Bandung, meliputi proses
pembuatan keputusan daerah, faktor-
faktor sosial budaya dan ketersediaan
infrastruktur fisik yang menunjang
program perumahan rusunawa.
Menurut hasil wawancara dengan
salah satu penghuni1, kondisi
lingkungan sesama penghuni dan
masyarakat cukup baik. Kondisi
1 Hasil wawancara dengan salah seorang
penghuni, tanggal 15 September 2013
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
73
budaya masyarakat justru sangat
mendukung dengan keberadaan
rusunawa yang sudah terbangun.
Dengan terbangunnya rusunawa
diharapkan masyarakat dapat
menempati rusunawa.2 Tetapi dari
hasil pengamatan lapangan terlihat
bahwa bangunan rusunawa belum
seluruhnya bisa dimanfaatkan secara
maksimal bagi masyarakat/warga yang
berpenghasilan menengah kebawah
untuk menikmati hunian vertikal yang
terjangkau, Selain kultur warga yang
belum terbiasa dengan hunian vertikal.
Selain itu, kondisi ekonomi
masyarakat masih banyak yang belum
mampu untuk memiliki rumah.
Partisipasi Stakeholder di Kota
Bandung belum memahami
sesungguhnya apa yang diinginkan
oleh masyarakat terutama mereka
yang sudah tinggal di rusunawa.
Kondisi politik yang berlaku
belum mendukung sepenuhnya akan
keberadaan rusunawa. Kondisi politik
di sini adalah segala hal yang
berkaitan dengan proses pengambilan
keputusan oleh elite politik di Kota
2 Hasil wawancara dengan staf pengelola UPT
Pengelola rusunawa Cingised, tanggal 12
januari 2013
Bandung, dan struktur kekuasaan
daerah. Dari hasil wawancara dengan
kepala bidang perumahan Cingised3,
bahwa proses pembuatan keputusan
dalam mengimplementasikan
keberadaan rusunawa, hanya sepihak
di kalangan elite politik dengan tidak
berkoordinasi dengan pihak pengelola
ataupun masyarakat sebagai pelaksana
program. Struktur kekuasaan daerah
sebenarnya cukup baik hanya perlu
pembinaan dan pengimplementasian di
lapangan yang perlu tanggung jawab
dan konsisten dalam kerjanya.
Faktor lingkungan yang terdiri
atas struktur dan gaya politik,
karakteristik struktur kekuasaan
daerah, keterbatasan sumber daya, dan
akses pada infrastruktur fisik sangat
mempengaruhi suksesnya
implementasi kebijakan desentralisasi.
Implementasi kebijakan desentralisasi
mempunyai dua dimensi: administrasi
dan politik. Keduanya membentuk
sistem lingkungan yang kompleks dan
tali temali. Pembuatan keputusan,
proses dan prosedur kerja, teknik
melakukan kerja, dan manajemen
3 Hasil wawancara dengan ketua bidang
perumahan, tanggal 12 januari 2013
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
74
pelaksanaan berpadu dengan budaya,
kepentingan politik aspirasi kelompok
dan komunikasi desa, lembaga politik,
dan lembaga swadaya masyarakat
(Cheema dan Rondinelli, 1983).
Dalam the enviromental context
tercakup berbagai faktor seperti
struktur politik nasional, proses
perumusan kebijakan, infrastruktur
politik, dan suprastruktur politik di
tingkat lokal, sosial budaya, berbagai
kelompok kepentingan serta
tersedianya sarana dan prasarana fisik.
Di banyak negara berkembang,
implementasi kebijakan desentralisasi
terhambat karena gaya dan struktur
politik lokal, karakteristik struktur
kekuasaan lokal, keterbatasan sumber
daya dan akses pada infrastruktur
fisik.
Dalam pengelolaan pelayanan
hunian bagi masyarakat perkotaan
melalui pemanfaatan rumah susun
sederhana sewa diperlukan pengaturan
dan perlindungan hukum bagi pihak-
pihak terkait. Penerbitan produk
hukum diperlukan untuk mendukung
terwujudnya tujuan pembangunan dan
pemanfaatan rumah susun sederhana
sewa.Berdasarkan kaidah penyediaan
produk hukum, pengelolaan rumah
susun sederhana sewa di Kota
Bandung masih terbatas berupa
Peraturan Walikota Bandung No. 413
Tahun 2010 tentang Pembentukan dan
Susunan Organisasi Unit Pelaksana
Teknis pada Lembaga Teknis Daerah
dan Dinas Daerah di Lingkungan
Pemerintah Kota Bandung, yaitu Pasal
10, tentang UPT Pengelolaan Rumah
Susun Sederhana Sewa sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) pada Dinas
Tata Ruang dan Ciptakarya. Hal ini
diduga disesuaikan dengan jumlah aset
yang sudah diserahkan ke Pemda Kota
Bandung, yaitu 2 aset dari 5 aset
rumah susun sederhana sewa yang
telah dibangun dan difungsikan.
Sebagaimana Pedoman Pembentukan
Kelembagaan Rumah Susun Sewa
Sederhana (Rusunawa) oleh Dinas
Tata Ruang dan Permukiman
Pemerintah Propinsi Jawa Barat,
produk hukum tentang pengelolaan
rusunawa cukup diterbitkan berupa
Peraturan Walikota/Bupati jika:
a) Rusunawa yang telah dan atau akan
selesai dibangun dengan kapasitas
hunian terbatas (≤ 2 twin block)
serta harus segera dimanfaatkan
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
75
untuk memenuhi kebutuhan tempat
tinggal bagi masyarakat;
b) Pembangunan dan pengelolaan
rusunawa tidak termasuk dalam
perencanaan strategis (renstra)
bidang perumahan dan permukiman
di daerah atau termasuk dalam
renstra tetapi dengan kapasitas
hunian terbatas.
Mengkaji Peraturan Walikota
Bandung No. 413 Tahun 2010 yang
dimaksud, tampak bahwa peraturan
yang saat ini ada masih terbatas
mengatur kelembagaan pengelolaan
rumah susun dan belum mengatur hal-
hal lain yang diperlukan, yaitu: objek
pengaturan rumah susun, penghunian
rumah susun, keuangan pengelolaan
rumah susun, hak dan kewajiban, serta
larangan dan sanksi (sebagaimana
merujuk kepada Pedoman
Pembentukan Kelembagaan Rumah
Susun Sewa Sederhana). Kurang
memadainya Peraturan Walikota
Bandung No. 413 Tahun 2010 dapat
berekses kepada: ketidak-tepatan
sasaran penghunian rumah susun,
yaitu masyarakat berpenghasilan
rendah, ketidak-sesuaian penghunian
rumah susun sesuai persyaratan, dan
ketidak-merataan penghunian rumah
susun (berkaitan dengan penghunian
rumah susun). Demikian juga ketidak-
jelasan pengusahaan pengelolaan yang
dapat berekses pada tidak tercapainya
surplus; ketidak-jelasan pembiayaan,
baik untuk pengelolaan, rehabilitasi,
dan reinvestasi rumah susun dari
APBD yang berekses pada
menurunnya kualitas aset; serta
ketidak-jelasan nilai sewa rumah
susun yang dapat berekses pada tidak
sesuainya sasaran pengusahaan dengan
kebutuhan biaya pengelolaan rumah
susun; dan ketidak-adilan dan ketidak-
wajaran nilai sewa (berkaitan dengan
keuangan pengelolaan rumah susun).
Selain itu juga tidak seimbangnya hak
dan kewajiban masing-masing pihak
yang berkepentingan serta tingginya
penyalah-gunaan rumah susun akibat
tidak jelasnya larangan dan sanksi
(berkaitan dengan larangan dan
sanksi).
Berkaitan dengan masih adanya
aset yang belum diserahkan
pengelolaannya kepada Pemda,
demikian juga masih lemahnya produk
hukum yang ada saat ini, maka produk
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
76
hukum yang segera perlu ditetapkan
dan diberlakukan adalah Peraturan
Daerah tentang Pengelolaan Rumah
Susun Sederhana Sewa. Jika
Pemerintah Daerah Kota Bandung
juga tertarik dalam Penyertaan Modal
Pemerintah (PMP) dari APBD, maka
Perda yang diperlukan dapat diperluas
menjadi Peraturan Daerah tentang
Pembangunan dan Pengelolaan Rumah
Susun Sederhana Sewa.
Belumadanya Peraturan Daerah
tentang Pembangunan dan
Pengelolaan Rumah Susun Sederhana
Sewa turut berekses pada tidak
terjaminnya kejelasan hukum atas
rencana dan operasionalisasi
pengelolaan rumah susun sederhana
sewa oleh UPT Pengelolaan Rumah
Susun Sederhana Sewa. Walaupun
UPT Pengelolaan Rumah Susun
Sederhana Sewa telah berinisiatif
untuk menerbitkan rencana dan
pedoman teknis operasional
pengelolaan rumah susun sederhana
sewa secara mandiri, namun hal ini
dinilai belum memadai. Baik dalam
menjamin kepastian hukum yang
mengatur objek pengaturan rumah
susun, penghunian rumah susun,
keuangan pengelolaan rumah susun,
hak dan kewajiban penyewa dan
pengelola, serta larangan dan sanksi.
Peran UPT Pengelolaan Rumah
Susun Sederhana Sewa dalam
pelaksanaan operasional pengelolaan
rumah susun sederhana sewa,
sebagaimana tercantum dan rincian
tugas UPT Pengelolaan Rumah Susun
Sederhana Sewa dalam stuktur
organisasi Dinas Tata Ruang dan Cipta
Karya Kota Bandung masih terbatas
pada memberikan arahan teknis
kepada masyarakat mengenai tata
ruang dan bangunan sesuai dengan
izin yang telah ditetapkan.
Ketatausahaan pengelolaan rumah
susun sederhana sewa masih terbatas
pada menginvetarisir dan menghimpun
data bangunan rumah susun serta
melaksanakan pengelolaan
administrasi yang berkaitan dengan
pengawasan tata ruang dan bangunan.
Demikian juga prosedur pengawasan,
pengendalian, evaluasi dan pelaporan
kegiatan pengelolaan rumah susun
sederhana sewa juga masih belum
diatur dengan jelas.
Khusus yang terkait dengan
implementasi kebijakan desentralisasi,
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
77
Cheema dan Rondinelli (1983),
menyatakan bahwa:“… four sets of
factorsthat seem influence the
implementation of decentralization
policies in developing countries that
follow: environment conditions,
interorganizational relationship,
resources for policy an program
implementation, characteristics of
implementing agencies”.
Dalam pandangan Cheema dan
Rondinelli, implementasi kebijakan
desentralisasi khususnya di negera-
negera berkembang dipengaruhi empat
variabel yang saling berkaitan, yaitu:
(1) kondisi lingkungan, (2) hubungan
antar-organisasi, (3) sumber daya
untuk implementasi kebijakan dan
program, dan (4) karakteristik agen
pelaksana kebijakan.
Adanya ketidakjelasan
pelaksanaan desentralisasi juga
menunjukkan kurangnya dukungan
politik dalam pengelolaan rusunawa
yang disebabkan oleh faktor
egosektoral antar lembaga dan
pemerintahan, baik di pusat
(Kemenpera) maupun di daerah
(Pemerintah dan DPRD Kota
Bandung). Hal ini berakibat pada tidak
adanya peraturan yang mengatur
pengelolaan rusunawa di Kota
Bandung, sehingga berimbas kepada
belum efektifnya implementasi
pengelolaan rusunawa. Hal ini
didukung pendapat informan4 sebagai
berikut: “bahwa sungguh disayangkan
bangunan-bangunan rusunawa ini
menjadi terbengkalai hanya karena
belum adanya aturan pemerintah Kota
Bandung tentang pengelolaan
rusunawa ini, padahal masyarakat
sangat mendukung dengan adanya
rusunawa”.
Diperlukan dukungan politik
yang lebih besar dari pembuat dan
pelaksana kebijakan di Kota Bandung
untuk mempercepat penyusunan dan
penetapan produk hukum
pembangunan dan atau pengelolaan
rusunawa di Kota Bandung, baik
Perwal yang khusus tentang itu (tidak
hanya Perwal saat ini yang hanya
memuat tentang kelembagaan
pengelolaan rusunawa) maupun Perda
tentang pembangunan dan/atau
pengelolaan rusunawa. Selain itu juga
diperlukan peningkatan koordinasi
4Hasil wawancara dengan salah seorang
anggota Dewan di Kota Bandung, tanggal 11
Januari 2014
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
78
antarorganisasi kelembagaan dari
pemerintah pusat (Kemenpera),
pemerintah Provinsi Jawa Barat,
danpemerintah Kota Bandung, baik
dalam kaitannya dengan
pengembangan kebijakan maupun
implementasi kebijakan pembangunan
dan/atau pengelolaan rumah susun
sederhana.
Sedangkan hasil wawancara
dengan Kepala UPT Pengelola
Rusunawa Kota Bandung,5 bahwa:
“Ketersediaan infrastruktur fisik masih
banyak yang memprihatinkan. Banyak
bangunan rusunawa yang terbengkalai.
Selain menimbulkan kesan kumuh,
kondisi rusunawa yang semrawut juga
berpotensi untuk melakukan aksi
kriminalitas6. Demikian juga hasil
wawancara dengan penghuni/Satpam
rusunawa Cingised, bahwa: “kondisi
lingkungan di rusunawa Cingised
dalam adalah semrawut dan dari pihak
pemerintah daerah belum pernah ada
yang datang untuk berkomunikasi
5 Hasil wawancara dengan kepala UPT
pengelola Rusunawa Kota Bandung. tanggal
15 Juni 21012 6 Hasil wawancara dengan Kepala
UPTPengelola Rusunawa Kota Bandung, 15
Juni 2012.
dengan para penghuni rusunawa7.
Sedangkan dari hasil pengamatan di
rusunawa Cingised, memperlihatkan
bahwa bangunan yang sudah ada sejak
Tahun 2008 – 2009, sampai saat ini
belum terisi sehingga menyebabkan
bangunan rusunawa tidak terawat,
padahal banyak masyarakat yang ingin
menempati bangunan tersebut.
Sementara bangunan yang sudah
terbangun belum ada yang menempati
tetapi di lain pihak pemerintah sudah
membangun lagi 2 twin blok di
sebelah belakang dari bangunan yang
sudah ada.
Efek dari masih rendahnya
dukungan politik ini menyebabkan
pengelolaan rusunawa tidak berjalan
dengan baik dan berekses pada
menurunnya kualitas lingkungan fisik
rusunawa. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa semua rusunawa
yang ada di Kota Bandung yaitu
Rusunawa: Cingised, Sadang Serang,
Industri Dalam, dan Rancasili, kondisi
lingkungan fisiknya masih jauh dari
sempurna, atau tidak terawat.
7 Hasil wawancara dengan penghuni/satpam
rusunawa indal, tanggal 14 Maret 2013
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
79
Kenyataan yang terungkap di
lapangan menunjukkan bahwa belum
efektifnya implementasi pengelolaan
rusunawa yang berada di bawah
Permenpera No. 14 Tahun 2007 juga
dikondisikan oleh rendahnya
dukungan lingkungan. Implementasi
kebijakan publik adalah aktivitas dari
administrasi publik, yakni salah satu
proses kegiatan yang dilakukan oleh
unit-unit administratif atau unit-unit
birokratik. Pada berbagai tingkat
pemerintahan baik bersifat vertikal
maupun horizontal dalam proses
kebijakan publik. Di mana proses
kebijakan publik dapat dikelompokkan
ke dalam tiga fungsi, yaitu:
”perumusan kebijakan publik,
implementasi kebijakan publik,
pengawasan dan evaluasi (hasil)
kebijakan publik”.
Berdasarkan pandangan tersebut
di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
proses implementasi kebijakan
sesungguhnya tidak hanya
menyangkut perilaku badan-badan
administratif yang bertanggung jawab
dalam pengelolaan rusunawa untuk
melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan pada diri
kelompok sasaran (target group),
melainkan pula menyangkut jaringan
kekuatan politik, ekonomi dan sosial
yang langsung atau tidak langsung
dapat mempengaruhi perilaku dari
semua pihak yang terlibat dalam
pengelolaan dan pengguna rusunawa
dan pada akhirnya berpengaruh
terhadap dampak baik yang
diharapkan (intended) maupun yang
tidak diharapkan (unintended negative
effects).
Sebaliknya keseluruhan proses
implementasi kebijakan dapat
dievaluasi dengan cara mengukur atau
membandingkan antara hasil akhir dan
program-program tersebut dengan
tujuan-tujuan kebijakan.
Dari penjelasan di atas telah
dikemukakan bahwa proses
implementasi kebijakan pengelolaan
rusunawa sejalan dengan pandangan
Van Meter dan Van Horn yang
mengemukakan keterhubungan
berbagai variabel dan faktor yang
mempengaruhi kebijakan publik,
yakni aktivitas implementasi dan
komunikasi antar organisasi,
karakteristik agen pelaksana, kondisi
ekonomi, sosial dan politik,
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
80
kecenderungan (disposition)/pelaksana
(implementors). Pendekatan ini
dianggap lebih kondusif di dalam
memahami kompleksitas persoalan
implementasi yang seringkali terjadi di
dalam kegiatan dan aktifitas
implementasi kebijakan publik,
khususnya di area rusunawa Cingised.
Edwards III (1980)
mengemukakan bahwa ada tiga
indikator yang dapat digunakan dalam
mengukur keberhasilan variabel
komunikasi, ketiga indikator tersebut
adalah: (1) Transmission. Distribution
of good communication will be able to
produce a good implementation too.
Often there are problems in the
distribution of communications that is
a misunderstanding (miscommuni-
cation) caused many levels of
bureaucracy that must be passed in
the communication process, so that
what is expected to be distorted in the
middle of the road; (2) Clarity.
Communications received by the
policy implementers (street-level-
bureaucrats) must be clear and not
confusing or ambiguous /ambivalent;
(3) Consistency. Commands given in
the implementation of a
communication should be consistent
and clear to set or run. If the
command is given frequent changes, it
can cause confusion for implementers
in the field.
Ketiga indikator tersebut saling
berhubungan dan saling
mempengaruhi satu sama lain.
Sejatinya, penyaluran komunikasi
yang baik akan dapat menghasilkan
suatu implementasi yang baik pula.
Tetapi, implementasi yang baik tidak
terlepas dari kejelasan komunikasi
yang disampaikan atau diterima oleh
pelaksana kebijakan tersebut.
Kejelasan informasi dan komunikasi
belumlah memadai bila komunikasi
tidak konsisten untuk ditetapkan atau
dijalankan.
Pada kategori komunikasi
misalnya dijelaskan bahwa prospek-
prospek tentang implementasi yang
efektif ditentukan oleh kebijakan dan
kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-
tujuan yang dinyatakan dan oleh
ketepatan dari konsistensi dalam
mengkomunikasikan ukuran-ukuran
dan tujuan-tujuan. Di rusunawa
Cingised, karena komunikasi yang ada
tidak efektif menyebabkan belum
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
81
adanya kejelasan peraturan untuk
mengatur rusunawa Cingised. Hal ini
didukung oleh hasil wawancara kepala
UPT Cingised yang mengatakan
bahwa “ketidakjelasan aturan
membingungkan para pelaksana yang
ada di lapangan untuk menertibkan
penghuni dan untuk menarik uang
sewa. Tidak terjalinnya Komunikasi
antara pelaksana UPT dengan pihak
eksekutif dan legislatif Kota Bandung
kurang harmonis”.14
Sedangkan pada kategori
karakteristik agen pelaksana Van
Meter dan Van Horn (1975)
mengetengahkan beberapa unsur yang
mungkin berpengaruh terhadap suatu
organisasi dalam mengimplementasi-
kan kebijakan, (1) kompetensi dan
ukuran staf suatu badan, (2) tingkat
pengawasan hierarkis terhadap
keputusan-keputusan sub unit dan
proses-proses dalam badan-badan
pelaksana, (3) sumber-sumber politik
suatu organisasi, (3) tingkat
komunikasi terbuka, dan (4) kaitan
formal dan informal suatu badan
dengan pembuat keputusan atau
pelaksana keputusan.
Variabel ketiga yang
mempengaruhi terhadap implementasi
kebijakan adalah kondisi-kondisi
sosial, ekonomi, sosial dan politik,
dampak dari faktor-faktor ini akan
mempengaruhi terhadap pencapaian
badan-badan pelaksana.Sedangkan
pada variabel ke empat kecenderungan
pelaksana, ada 3 unsur tanggapan
pelaksana yang mungkin
mempengaruhi kemampuan untuk
melaksanakan kebijakan, yaitu kognisi
(komprehensi, pemahaman), macam
tanggapan (penerimaan, penolakan)
dan intensitas tanggapan itu.
PENUTUP
Kebijakan pengelolaan rumah
susun sederhana sewa (rusunawa) di
Kota Bandung belum di implementasi-
kan secara efektif. Tingkat
pemanfaatan rusunawa oleh kelompok
sasaran masih rendah, rusunawa
banyak ditempati oleh masyarakat
yang bukan kelompok sasaran. Di lain
pihak, kelompok sasaran yang telah
menempati banyak yang mengalihkan
haknya kepada orang lain yang bukan
kelompok sasaran. Tidak efektifnya
implementasi kebijakan pengelolaan
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
82
rusunawa disebabkan belum memadai-
nya faktor kondisi lingkungan,
hubungan antar organisasi, keter-
sediaan sumberdaya, dan karakteristik
instansi pelaksana.
Kondisi lingkungan ekonomi,
sosial, budaya dan ketahanan
masyarakat mendukung pelaksanaan
kebijakan akan tetapi kondisi
lingkungan politik tidak mendukung.
Dukungan Pemerintahdan DPRD Kota
Bandung untuk menetapkan kebijakan
penjelasan yang diperlukan dalam
implementasi kebijakan desentralisasi
pengelolaan rusunawa belum
memadai, demikian pula
pendampingan dari Kemenpera
mewakili pemerintah pusat. Kebijakan
penjelas yang ada baru berupa
Peraturan Walikota tentang
keberadaan Unit Pelaksana Teknis
Pengelolaan Rusunawa di bawah
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya
dalam SOTK, yang belum memadai
untuk mengatur pengelolaan rusunawa
secara teknis. Belum adanya peraturan
daerah tentang pembangunan dan
pengelolaan rusunawa juga
mengakibatkan tertundanya serah
terima pengelolaan blok-blok susulan
yang sudah dibangun dari pemerintah
pusat ke Pemerintah Kota Bandung.
Hubungan antar lembaga dalam
implementasi kebijakan belum terjalin
dengan baik terutama dalam hal
komunikasi yang disebabkan oleh
kepentingan egosektoral, sebagaimana
ditandai oleh belum adanya serah
terima pengelolaan rusunawa dari
Kemenpera ke Pemerintah Kota
Bandung secara resmi. Ketersediaan
sumberdaya pelaksanaan program,
baik dari segi ketersediaan dan
ketepatan penggunaan anggaran,
belum mendukung pelaksanaan
kebijakan pelaksanaan rusunawa,
karena belum ada serah terima aset
tetap. Terkecuali Rusunawa Cingised
blok I dan blok II baru serah terima
aset pada tahun 2012, padahal
bangunan sudah ada sejak tahun 2008.
Sedangkan dari segi karakteristik agen
pelaksana, ketersediaan personil yang
memiliki kemampuan khusus
menangani permasalahan di bidang
pengelolaan unit pengelolaan teknis
(UPT) masih kurang, sehingga
kebijakan dilaksanakan secara
tradisional mengikuti apa yang
dilakukan sebelumnya, serta belum
Kondisi Lingkungan dalam Implementasi Kebijakan.........(Diani Indah)
SOSIOHUMANITAS, XV (2), Agustus 2013
83
adanya biaya sosialisasi ke penghuni
rusunawa.
DAFTAR PUSTAKA
Cheema, G. S. Dan Rondinelli, D.A.
(Eds.) (1983). Decentralization
and Development: Policy
Implementation in Developing
Countries, Beverly Hills. Sage
Publications.
Edward III, G. C. (1980).
Implementing Public Policy.
USA: Congressional Quarterly
Inc.
Reita C.T. (2010). Implementasi
Kebijakan Rumah Susun
Sederhana Sewa di Provinsi DKI
Jakarta. Disertasi. Bandung:
Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran.
Van Meter D. S dan Van Horn, K.
(1975). The Policy Implemen-
tation Proces: a Conceptual
Framework. Administration and
Society, 6 : 445-4