dampak keberadaan tempat pembuangan akhir … · erli wahyuni, aya livia, vidya dwi astari,...

94
DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPAS) “NAMO BINTANG” TERHADAP MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang) FEBRIANA ADIYA RANGKUTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: tranxuyen

Post on 11-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

i

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH

(TPAS) “NAMO BINTANG” TERHADAP MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu,

Kabupaten Deli Serdang)

FEBRIANA ADIYA RANGKUTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

ii

ii

i

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Keberadaan

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap

Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu,

Kabupaten Deli Serdang) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya

melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Febriana Adiya Rangkuti

NIM H44090004

ii

ii

ABSTRAK

FEBRIANA ADIYA RANGKUTI. Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan

Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa

Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang). Dibimbing

oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA.

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terletak di

Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. TPAS “Namo Bintang”

merupakan salah satu TPAS di Kota Medan yang menerapkan sistem pengelolaan

sampah open dumping. Pengelolaan sampah dengan menerapkan sistem tersebut

mengakibatkan eksternalitas negatif berupa penurunan tingkat kesehatan dan

kualitas lingkungan sekitar. Di sisi lain, keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga

memberikan dampak positif bagi masyarakat antara lain sebagai sumber

pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan sampah. Berdasarkan hal tersebut

diperlukan identifikasi terhadap persepsi masyarakat, estimasi dampak positif dan

eksternalitas negatif, dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

penurunan kualitas lingkungan yang timbul akibat keberadaan TPAS “Namo

Bintang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi

terhadap kondisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) tergolong baik.

Pengolahan sampah menjadi pupuk kompos menggunakan Analisis Nilai Tambah

Metode Hayami. Nilai tambah pupuk kompos bernilai sebesar Rp.100,546 yaitu

43,251% per kilogram bahan baku dan menghasilkan keuntungan sebesar

Rp.15,477 per kilogram bahan baku yang diolah sebesar 15,369%. Estimasi

eksternalitas negatif diukur dari biaya kesehatan dengan pendekatan cost of illness

dan biaya konsumsi air bersih dengan pendekatan replacement cost. Berdasarkan

perhitungan, total biaya kesehatan sebesar Rp.56.249.600 per bulan dan biaya

konsumsi air bersih sebesar Rp.108.350.792 per bulan, sehingga nilai eksternalitas

negatif sebesar Rp.164.600.392 per bulan. Faktor–faktor yang mempengaruhi

penurunan kualitas lingkungan diukur dari biaya konsumsi air bersih dengan

menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis regresi linear

berganda menunjukkan lima variabel yang mempengaruhi penurunan kualitas

lingkungan yaitu tingkat pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat

tinggal, dan kebersihan lingkungan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat

dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Medan untuk pengembangan

pengelolaan dan pengolahan TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik.

Kata kunci: Open dumping, Penurunan Kualitas Lingkungan, Pupuk Kompos,

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS), TPAS “Namo

Bintang”

iii

ABSTRACT

FEBRIANA ADIYA RANGKUTI. The Impact of “Namo Bintang” Landfill to

the Local Society (Case Study: Namo Bintang Village, Pancur Batu Sub-District,

Deli Serdang Regency) Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI and

NUVA.

“Namo Bintang” landfill is located in Pancur Batu sub-district, Deli Serdang

Regency. “Namo Bintang” landfill is one of the landfill in Medan that use the

"open dumping" system. The open dumping waste management system usually

affect more negative externalities such as reducing the level of health care and

environmental deterioration. At the other side, it could also provides positive

impact for the society such as a source of income and added value gathered from

waste processing. Based on that problems, thus it’s important to identify society

and labor perceptions, the estimation of positive impact and negative

externalities, and factors that affect the environmental deterioration due to the

existence of the “Namo Bintang” landfill. The result showed that respondents

have good perceptions about the condition of natural resources and

environmental. The positive impact that arising from the existence of the landfill

are the absorption of labor and value added of trash into compost which is

analyzed using Hayami Analysis Added Value Method. The added value of

fertilizer compost is IDR 100,546 which is 43,251% per kilogram of raw material

and produce a big profit IDR 15,477 per kilogram raw material that processed of

15,369%. The estimation of the negative externalities seen from the society

expense for health care costs with approach of the cost of illness and clean water

consumption with replacement cost approach. Based on the calculations, total

calculation for health care IDR 56.249.600 per month and clean water

consumption cost IDR 108.350.792 per month, so the negative externalities value

are IDR 164.600.392 per month. The factors that affect the environmental

deterioration cost measured from the cost of clean water consumption by using

Multiple Linear Regression Analysis. Based on regression analysis, there are five

variables that affect the expense which is income level, occupation, number of

dependents, distance to “Namo Bintang” landfill, and the environmental clean.

Therefore, the result of this research can be used as a consideration material for

the government in Medan for the management development and for better

cultivation in “Namo Bintang” landfill.

Key words: Compost Fertilizer, Environmental Deterioration, Landfill, “Namo

Bintang” Landfill, Open Dumping

iv

iv

i

i

FEBRIANA ADIYA RANGKUTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH

(TPAS) “NAMO BINTANG” TERHADAP MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu,

Kabupaten Deli Serdang)

ii

ii

i

i

Judul Skripsi : Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah

(TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus:

Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli

Serdang)

Nama : Febriana Adiya Rangkuti

NIM : H44090004

Disetujui oleh

Dr. Ir. Eka Intan K Putri, M.S

Pembimbing I

Nuva, S.P, M.Sc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

ii

ii

iii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Dampak

Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang”

terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu,

Kabupaten Deli Serdang). Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan

pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan

skripsi ini terutama kepada:

1. Kedua orangtua tercinta yaitu Papa Eri Rangkuti, Mama Tengku Teviana,

dan keluarga besar tercinta serta Hafizd Adityo yang selalu memberikan

kasih sayang, doa, dan motivasi.

2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan K Putri, M.S dan Mba Nuva, S.P, M.Sc selaku dosen

pembimbing yang telah mendidik dan mengarahkan penulis sehingga dapat

menyelesakan skripsi dengan baik.

3. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T selaku dosen penguji utama dan Bapak

Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang

telah memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB yang telah memberikan ilmu,

dukungan, dan bantuan kepada penulis selama masa studi.

5. Dinas Kebersihan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli

Serdang dan Kota Medan, Bidan Desa Namo Bintang, Tenaga Kerja

Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang, dan Masyarakat Desa

Namo Bintang yang telah memberikan informasi selama pengambilan data.

6. Rekan-rekan satu bimbingan (Rahayu, Aisya, Agustina, Silmi, Laila,

Hilman, dan Akmal) atas kerja sama, dukungan, dan saran selama

pembuatan skripsi berlangsung hingga selesai.

iv

iv

7. Sahabat-sahabat di dalam lingkungan Departemen Ekonomi Sumberdaya

dan Lingkungan IPB (Fernando, Yuki, Rizqiyyah, Khoirunissa, Citra,

Charista, Charra, Resty, Sandra, Nita, Renita, Susan, Miranty, Reyna,

Adina, Nur Cahaya, Intan, Nurul, Verry, Yulis, Annisa, Dear, Gugat,

Laode, dan seluruh sahabat ESL 46) atas kebersamaan, bantuan, doa, dan

dukungannya.

8. Sahabat-sahabat di dalam lingkungan Institut Pertanian Bogor (Wahid,

Gradisny, Marsha, Nurhalimah, Nandha, Wilona, Karina, Bob, Winda,

Rekha, Tantyna, Arsy, Anindila, Monika, Haifa, dan lain-lain) atas doa dan

dukungannya.

9. Sahabat-sahabat di “Indonesian Youth Conference” (Adiyat Yori Rambe,

Nidya Febriani, Afianka Maunaza, Nadia Tuscany, Izna Amalia, Dhimas

Ibnu, Agung Ruswandi, Risang Condro, Shena Malsiana, dan lain-lain) atas

doa dan dukungannya.

10. Erli Wahyuni, Aya Livia, Vidya Dwi Astari, Arindini Putri, Rinda Chindra,

Nollie Filiza, dan sahabat-sahabat di Medan yang selalu memberikan

dukungan, doa, dan motivasi.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi

ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penulisan

yang kebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Februari 2014

Febriana Adiya Rangkuti

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. viii

I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 6

2.1 Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) ...................... 6

2.2 Pengelolaan dan Pengolahan Sampah ....................................................... 7

2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 9

III KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................... 12

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................................. 12

3.1.1 Nilai Tambah Metode Hayami...................................................... 12

3.1.2 Eksternalitas .................................................................................. 13

3.1.3 Averting Behavior Method ............................................................ 15

3.1.4 Model Regresi Linear Berganda ................................................... 16

3.2 Kerangka Operasional ............................................................................. 17

3.3 Hipotesis Penelitian................................................................................. 20

IV METODE PENELITIAN......................................................................................... 21

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 21

4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 21

4.3 Metode Pengambilan Data ...................................................................... 21

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 22

4.4.1 Identifikasi Persepsi Masyarakat terhadap TPAS “Namo

Bintang”......................................................................................... 22

4.4.2 Estimasi Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Akibat

Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ............................................ 24

4.4.2.1 Dampak Positif .................................................................. 24

4.4.2.1.1 Analisis Nilai Tambah ........................................ 24

4.4.2.2 Eksternalitas Negatif ......................................................... 25

vi

vi

4.4.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness) ....................... 26

4.4.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost) .................. 26

4.5 Pengujian Parameter Regresi ................................................................... 29

V GAMBARAN UMUM ................................................................................................ 33

5.1 Karakteristik Lokasi ................................................................................ 33

5.2 Karakteristik Responden ......................................................................... 34

5.2.1 Karakteristik Responden Masyarakat ............................................ 34

5.2.2 Karakteristik Responden Tenaga Kerja ......................................... 37

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 40

6.1 Persepsi Responden terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ....... 40

6.1.1 Persepsi Responden Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS

“Namo Bintang” ............................................................................. 40

6.1.2 Persepsi Responden Tenaga Kerja terhadap Keberadaan TPAS

“Namo Bintang” ............................................................................. 42

6.2 Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo

Bintang” ................................................................................................ 44

6.2.1 Dampak Positif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” .................... 44

6.2.1.1 Sumber Pendapatan Masyarakat ........................................ 45

6.2.1.2 Analisis Nilai Tambah ....................................................... 45

6.2.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ........... 48

6.2.2.1 Biaya Kesehatan ................................................................ 48

6.2.2.2 Biaya Pengganti ................................................................ 50

6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan ...... 52

6.4 Implikasi dan Rekomendasi .................................................................... 57

VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 59

7.1 Simpulan .................................................................................................. 59

7.2 Saran ........................................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 61

LAMPIRAN ..................................................................................................................... 65

RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... 78

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Medan 2007-2011 ...... 2

2 Jumlah timbulan sampah Kota Medan tahun 2011-2012 ......................... 3

3 Penelitian terdahulu mengenai nilai tambah ............................................ 10

4 Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas negatif ................................ 11

5 Matriks metode analisis data .................................................................... 22

6 Kategori dan indikator persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ...................................................................... 23

7 Perhitungan nilai tambah Metode Hayami ............................................... 25

8 Variabel dan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan

kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” ............ 29

9 Karakteristik responden masyarakat pemulung dan non

pemulung TPAS “Namo Bintang” .......................................................... 35

10 Karakteristik responden tenaga kerja TPAS “Namo Bintang” ................ 38

11 Persepsi responden masyarakat pemulung dan non

pemulung terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ......................... 41

12 Persepsi responden tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS

“Namo Bintang” ....................................................................................... 43

13 Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah

di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 ........................ 46

14 Daftar penyakit yang diderita akibat TPAS “Namo Bintang”

dan biaya kesehatan responden masyarakat Desa Namo Bintang ............ 50

15 Total biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Desa

Namo Bintang .......................................................................................... 50

16 Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang masyarakat

Desa Namo Bintang...................................................................................51

17 Total biaya pengganti konsumsi air bersih masyarakat Desa

Namo Bintang .......................................................................................... 52

18 Hasil regresi linear berganda biaya pengganti terhadap biaya

konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang .............................. 53

viii

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kurva eksternalitas negatif ..................................................................... 15

2 Diagram alur kerangka berpikir ................................................................. 19

3 Peta lokasi penelitian ................................................................................. 33

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Data rumah tangga, penduduk, dan rata-rata penduduk per rumah

tangga di Kecamatan Pancur Batu tahun 2011 ......................................... 66

2 Biaya Kesehatan ....................................................................................... 67

3 Biaya konsumsi air bersih ......................................................................... 69

4 Rincian analisis nilai tambah pupuk kompos di TPAS “Namo Bintang”

pada Januari-Februari 2013 ...................................................................... 72

5 Hasil model regresi linear berganda ......................................................... 73

6 Dokumentasi penelitian ............................................................................ 77

1

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan kepadatan penduduk di Indonesia yang terus meningkat

terutama di daerah perkotaan dapat menimbulkan berbagai permasalahan sosial,

ekonomi, dan lingkungan. Permasalahan lingkungan merupakan salah satu

masalah yang sering terjadi dan cenderung sulit untuk diatasi, seperti adanya

penumpukan sampah dan limbah hasil konsumsi masyarakat. Perubahan gaya

hidup masyarakat secara tidak langsung juga berpotensi memberikan kontribusi

yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Kuantitas

sampah terus bertambah seiring dengan penambahan jumlah penduduk, namun

pengelolaan dan pengolahan sampah masih terbatas dan kurang efektif di

beberapa daerah. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan volume

timbulan sampah.

Peningkatan jumlah timbulan sampah secara tidak langsung menimbulkan

eksternalitas negatif, namun jika sampah dikelola dengan baik akan menimbulkan

dampak positif seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat

terjadi dikarenakan pengelolaan sampah mendukung adanya penyerapan tenaga

kerja, seperti terbukanya lapangan pekerjaan baru dan manfaat ekonomi dari

pengolahan sampah serta perbaikan kualitas lingkungan yang secara tidak

langsung terjadi. Pemanfaatan sampah skala besar juga bisa menghasilkan sumber

listrik, seperti pengelolaan sampah di China, Swedia, dan Indonesia. Pemanfaatan

sampah menjadi tenaga listrik di Indonesia telah diaplikasikan di Kota Bekasi,

yang mampu menghasilkan listrik sebesar 26 MW oleh PT.Godang Tua Jaya

sebagai pengelola TPST Bantar Gebang.1

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) adalah tempat pembuangan

akhir sampah di suatu lokasi yang telah ditentukan oleh pemerintah (Perda Kota

Medan No.8/2002, pasal 1 huruf y). Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

bukan solusi utama dalam penanggulangan permasalahan sampah, tetapi salah

satu upaya untuk mengurangi eksternalitas negatif dari keberadaan sampah.

1http://www.alpensteel.com/article/56-110-energi-sampah--pltsa/2588--sampah-di-bekasi-hasilkan-energi-

listrik-26mw diakses pada tanggal 9 November 2013

2

2

Sebagian besar TPAS di perkotaan belum menggunakan sistem pengelolaan

sanitary landfill, seperti yang dipaparkan oleh Sudrajat (2009) bahwa mayoritas di

kota-kota besar menerapkan sistem pengelolaan sampah tumpukan. Hal ini

disebabkan karena keterbatasan alat dan kondisi keuangan suatu kota serta

kepedulian pemerintah daerah setempat akan kesehatan lingkungan. Menurut UU

No. 18 Tahun 2008 Pasal 44, “Pemerintah daerah harus menutup TPAS yang

menggunakan sistem open dumping paling lama lima tahun terhitung sejak

berlakunya Undang-Undang”. Keberhasilan pengelolaan sampah juga sangat

ditentukan oleh faktor non teknis yang terdiri atas perilaku masyarakat,

kelembagaan, regulasi, sistem keuangan, dan kemauan politik pemerintah (Dinas

Kebersihan Kota Medan 2011).

Sistem pengelolaan sampah open dumping banyak diterapkan di TPAS

perkotaan sebagai pengganti sistem pengelolaan sanitary landfill, dimana sistem

ini memiliki beberapa kelemahan yaitu adanya pencemaran lingkungan baik

tanah, air, dan udara serta terganggunya kesehatan masyarakat (Dinas Kebersihan

Kota Medan 2010).

Kota Medan termasuk salah satu kota besar di Indonesia dengan kepadatan

penduduk yang tinggi (Tabel 1). Hal tersebut merupakan penyebab utama

peningkatan jumlah timbulan sampah di Kota Medan. Pemerintah Kota Medan

dalam upaya mengatasi permasalahan sampah mendirikan TPAS “Namo Bintang”

dan TPAS “Terjun”. TPAS “Namo Bintang” merupakan TPAS terbesar dan

terluas di Kota Medan yang menerapkan sistem open dumping.

Tabel 1 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Medan 2007-2012 Tahun Luas Wilayah (km2) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

2007 265,10 2 083 156 7.858

2008 265,10 2 102 105 7.932

2009 265,10 2 121 053 8.001

2010 265,10 2 123 126 8 009

2011 265,10 2 117 224 7.987

2012 265,10 2 122 804 8 008 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan (2013)

TPAS “Namo Bintang” sudah tidak memadai untuk menampung dan

mengelola sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Medan.2 Sistem

pengelolaan sampah open dumping yang diterapkan di TPAS “Namo Bintang”

2 http://www.medanpunya.com/arsip/2424-sampah-terus-jadi-masalah-kota-medan diakses pada tanggal 30

November 2013

3

menimbulkan eksternalitas negatif dan dampak positif terhadap masyarakat

sekitar. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai dampak

keberadaan dari TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” merupakan

TPAS terbesar di Kota Medan yang memiliki lahan seluas 176.392.m2. TPAS

“Namo Bintang” melakukan pengoperasian sistem pengelolaan sampah sanitary

landfill pada awal tahun 1987, namun sejak tahun 2010 hingga saat ini TPAS

“Namo Bintang” beralih menerapkan sistem pengelolaan open dumping

dikarenakan keterbatasan anggaran dana pengelolaan sampah Kota Medan. TPAS

“Namo Bintang” menampung sampah dari tiga wilayah di Kota Medan (Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah timbukan sampah dan truk sampah Kota Medan berdasarkan

wilayah Tahun 2011-2012 2011 2012

Wilayah Rata-rata produksi

sampah per hari (ton)

Truk (unit) Rata-rata produksi

sampah per hari (ton)

Truk (unit)

Wilayah I 387,12 55 531,46 60

Medan Area 57,99 13 99,65 13

Polonia 32,03 5 38,33 5

Maimun 23,79 5 45,99 6

Kota 43,60 15 114,98 15

Denai 85,12 6 81,76 8

Johor 75,27 6 89,43 7

Amplas 69,33 5 61,32 6

Wilayah II 377,33 50 490,56 54 Medan Barat 42,53 10 76,65 10

Medan Baru 23,74 6 45,99 6

Medan Tuntungan 49,08 4 61,32 6

Medan Petisah 37,10 8 61,32 8

Medan Sunggal 67,75 7 81,76 8

Medan Selayang 59,99 5 61,32 6

Medan Helvetia 97,14 10 102,20 10

Wilayah III 515,82 45 518,67 47

Medan Timur 65,25 13 76,65 10

Medan Labuhan 67,39 3 45,99 3

Medan Belawan 57,40 3 45,99 3

Medan Marelan 87,47 3 61,32 4

Medan Deli 102,01 5 91,98 6

Medan Tembung 80,21 7 89,43 7

Medan Perjuangan 56,09 11 107,31 14

Total 1 280,27 150 1 540,69 161 Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan (2012)

Pada akhir tahun 2010, jumlah penduduk Kota Medan meningkat hingga

mencapai 2.123.126 jiwa (Tabel 1), sehingga menghasilkan volume sampah

mencapai 5.666.m3 per hari sama dengan 1.417 ton per hari dengan ratio setiap

jiwa menghasilkan sampah 0,60 kilogram sampah padat per hari. Setiap harinya

4

4

TPAS “Namo Bintang” hanya mampu menampung sampah sebanyak 4.020 m3

per hari sama dengan 1.050.ton per hari (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011).

Peningkatan pertumbuhan penduduk di Kota Medan dan urbanisasi

mengakibatkan adanya perubahan pola konsumsi dan produksi, sehingga volume

timbulan sampah juga meningkat dan berakibat pada lahan TPAS yang semakin

lama semakin sempit.

Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat peningkatan rata-rata produksi sampah

per hari dan jumlah truk pada wilayah I, II, dan III dari tahun 2011 sampai 2012.

Terjadi penurunan rata-rata produksi sampah per hari pada tahun 2011 yang

dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang juga menurun dan menghasilkan sampah

sebanyak 1.280 ton setiap harinya yang di angkut dengan menggunakan 157 unit

truk sampah.3 Keterbatasan akan lahan yang mengakibatkan kelebihan kapasitas

tampung sampah di TPAS “Namo Bintang” menimbulkan eksternalitas negatif

seperti penurunan tingkat kesehatan dan kualitas lingkungan. Keberadaan TPAS

“Namo Bintang” juga menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar

melalui kegiatan pemanfaatan sampah yang ada, seperti memilah sampah dan

menjual kembali. Masyarakat sekitar dalam rangka mengurangi eksternalitas

negatif melakukan pengolahan sampah dalam bentuk mengolah tanah endapan

sampah menjadi pupuk kompos yang menghasilkan suatu nilai tambah.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian dapat dirumuskan dengan

beberapa pertanyaan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo

Bintang”?

2. Bagaimana dampak positif dan eksternalitas negatif yang timbul dari adanya

TPAS “Namo Bintang”?

3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan

akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”?

3 http://sumutpos.co/2012/04/31399/ketika-sampah-masih-dianggap-masalah diakses pada tanggal 30 Januari

2014

5

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dampak keberadaan

TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat sekitar. Berdasarkan rumusan

pertanyaan masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan tujuan dari

penelitian, yaitu:

1. Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo

Bintang”.

2. Mengestimasi dampak positif dan eksternalitas negatif yang timbul dari

adanya TPAS “Namo Bintang”.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas

lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini fokus pada responden masyarakat yang tinggal

di Desa Namo Bintang karena lokasi ini dekat TPAS “Namo Bintang”. Sampel

penelitian yang digunakan adalah tenaga kerja yang bekerja di kantor TPAS

“Namo Bintang”, supir Dinas Kebersihan Kota Medan, dan masyarakat yang

bekerja baik sebagai pemulung dan non pemulung. Dampak positif dapat dilihat

adanya sumber pendapatan rumah tangga di TPAS “Namo Bintang” dan adanya

nilai tambah dari hasil pengolahan sampah, sedangkan eksternalitas negatif dapat

dilihat dari penurunan kualitas lingkungan seperti biaya pengobatan, biaya

pengganti, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan

yang diukur dari biaya pengganti responden masyarakat terhadap air bersih akibat

tercemarnya air sumur dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”.

6

6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sampah adalah sesuatu bahan atau

benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang

sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Pasal 1

Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa “Sampah adalah sisa kegiatan sehari-

hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat”. Berdasarkan definisi

sampah di atas maka dapat dikatakan bahwa sampah adalah bahan-bahan hasil

dari kegiatan masyarakat yang tidak digunakan lagi dan umumnya berupa benda

padat, baik yang mudah membusuk maupun yang tidak mudah membusuk,

kecuali kotoran yang keluar dari tubuh manusia, yang ditinjau dari segi sosial

ekonomi sudah tidak berharga, dari segi keindahan dapat mengganggu dan

mengurangi nilai estetika dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan

pencemaran atau gangguan kelestarian lingkungan.

Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan

cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah

(mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme

alam. Ditinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan

menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria, yaitu:

ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan, mudah dicapai oleh

kendaraan-kendaraan pengangkut sampah, dan aman terhadap lingkungan

sekitarnya (Sudrajat 2009).

Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah merupakan salah

satu program nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan tempat

penampungan akhir sampah. UU No 18 Tahun 2008 menyatakan pada BAB XVI

Ketentuan Peralihan Pasal 44 bahwa “Pemerintah daerah harus membuat

perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan

sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya

Undang-Undang ini”. Hal ini mengakibatkan masing-masing kota atau kabupaten

wajib untuk merencanakan TPA yang berbasiskan sanitary landfill atau controlled

7

landfill terhitung 1 tahun sejak undang-undang ini diberlakukan (Undang-undang

No. 18, 2008).

Mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan oleh adanya tempat

pembuangan akhir sampah maka tempat tinggal penduduk harus memliki jarak

tentu ke TPA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BKLH mengenai

AMDAL bahwa tidak ada pemukiman penduduk yang boleh berjarak kurang dari

satu kilometer (Bujangusti 2009).

Dinas Kebersihan Kota Medan memaparkan bahwa dalam menciptakan

kualitas kebersihan kota memiliki kendala dalam pelaksanaan operasional sampah

seperti meningkatnya volume timbulan sampah, dimana setiap tahunnya volume

sampah Kota Medan mengalami peningkatan. Banyak fasilitas perumahan/

pemukiman di Kota Medan yang tidak dilengkapi dengan TPS. Adanya tong

sampah komunal karena tidak tertibnya masyarakat dalam pembuangan sampah

lewat dari jadwal yang telah ditentukan (Dinas Kebersihan Kota Medan 2010).

2.2 Pengelolaan dan Pengolahan Sampah

Sudrajat (2009) menjelaskan model pengelolaan sampah di Indonesia ada

dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Urugan atau model buang dan pergi

merupakan cara yang paling sederhana dengan membuang sampah di lembah atau

cekungan tanpa memberikan perlakuan, umunya dilakukan untuk kota yang

menghasilkan volume sampah tidak terlalu besar. Pengelolaan sampah yang kedua

yang biasanya diterapkan di kota besar, yaitu tumpukan yang perlu dilakukan

secara lengkap dengan teknologi aerobik yang memenuhi prasyarat kesehatan

lingkungan.

Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas:

1. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga,

tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

2. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial,

kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan

fasilitas lainnya.

3. Sampah spesifik meliputi:

8

8

a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun.

c. Sampah yang timbul akibat bencana.

d. Puing bongkaran bangunan.

e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

f. Sampah yang timbul secara tidak periodik (Pasal 2 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah).

Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan

memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan

lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah

dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya

bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat

lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak

menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar 1990).

Sudradjat (2009) menjelaskan bahwa pengolahan sampah di TPA yang ada

di kota-kota besar mengalami masalah keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial,

dan lain-lain, sehingga harus memenuhi prasyarat seperti memanfaatkan lahan

TPA yang terbatas dengan efektif, memilih teknologi yang mudah, murah, dan

ramah lingkungan. Hal itu juga didukung dengan pemilihan teknologi yang dapat

memberikan produk yang dapat dijual dan memberi manfaat yang besar kepada

masyarakat.

Naria (1999) menyatakan pengelolaan sampah semakin berkembang seiring

dengan perkembangan terhadap jenis sampah yang akan dikelola. Terdapat

beberapa cara pengelolaan akhir sampah yang dilakukan oleh masyarakat, seperti

pengomposan, pembakaran, penghancuran, pemanfaatan ulang, controlled

landfill, sanitary landfill, dan open dumping. Metode open dumping adalah

metode yang melakukan penimbunan sampah di lokasi TPA tanpa aplikasi

teknologi yang memadai. Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi

atau cairan yang timbul karena pembusukan sampah, melalui kapiler-kapiler air

dalam tanah hingga mencemari sumber air tanah terlebih pada saat musim hujan.4

4http://kompasiana.com/metode-pengelolaan-sampah-kota diakses tanggal 9 November 2013

9

(SNI 19-2454-2002) tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan

menyatakan bahwa metode controlled landfill merupakan sistem penimbunan dan

pengalihan open dumping dan sanitary landfill dengan penutupan sampah dengan

lapisan tanah yang dilakukan setelah TPA penuh hingga mencapai periode

tertentu, sedangkan metode sanitary landfill adalah sistem pembuangan akhir

sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian

di tutup dengan tanah sebagai lapisan penutup yang dilakukan setiap hari pada

akhir jam operasi.

Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah-sampah organik) yang telah

mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme

(bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya (Deddy 2005). Bintoro (2008)

menyatakan salah satu sistem pengomposa adalah sistem anaerob dimana

pengolahan kompos mirip dengan sistem penambangan dan sistem aerob.

Persamaannya membuat tumpukan sampah (pile), perbedaannya pile-pile tersebut

dibiarkan begitu saja tanpa ada proses pembalikan pile. Dikarenakan tidak ada

pembalikan, maka dekomposisi berlangsung lama dengan suhu pile maksimum

40° C, sehingga benih-benih gulma tidak mati. Setelah matang, kompos diayak.

Dalam keadaan anaerob, gas yang keluar adalah gas methane.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dampak keberadaan TPAS, analisis nilai tambah, dan

eksternalitas negatif sudah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu

dibagi menjadi dua bagian, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Maimun (2009),

Yusuf (2012), dan Fazaria (2013) yang berkaitan dengan nilai tambah dan

penelitian yang dilakukan oleh Suhan (2009), Tampubolon (2011), dan Sandjoyo

(2013) yang berkaitan dengan eksternalitas negatif (Tabel 3 dan 4). Penelitian ini

memiliki perbedaan dari penelitian terdahulu yang menjadi referensi. Perbedaan

terletak pada lokasi penelitian yang dilakukan di TPAS “Namo Bintang”. Input

yang digunakan dalam analisis nilai tambah, menggunakan tanah endapan sampah

yang menghasilkan pupuk kompos dengan metode anaerob.

10

10

Tabel 3 Penelitian terdahulu mengenai nilai tambah No Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

1 Maimun

(2009)

Analaisis Pendapatan

Usahatani dan Nilai

Tambah Saluran Pemasaran Kopi Arabika

Organik dan Non

Organik (Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi

Ulee Kareng di Banda Aceh)

1. Menganalisis pendapatan usahatani kopi arabika

organik dan non organik berdasarkan

penerimaan petani dan total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani.

2. Menganalisis lembaga pemasaran yang terlibat

dalam saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik dan peran dari setiap lembaga

yang terlibat. 3. Menganalisis efesiensi pemasaran kopi arabika

organik dan non organik dengan menghitung

marjin dan farmer’s share. 4. Menganalisis nilai tambah bubuk organik dan

non organik industri pengolahan bubuk kopi

Ulee Kareng.

Analisis Pendapatan

Analisis Deskriptif

Analisis Marjin

Metode Hayami

Pendapatan usahatani kopi arabika organik sebesar Rp.30.450.000, sedangkan

kopi arabika non organik sebesar Rp.24.375.000 dimana kopi arabika organik

lebih besar dibandingkan kopi arabika non organik, sehingga lebih menguntungkan.

Memiliki satu saluran dan lembaga pemasaran yang sama antara kopi arabika

organik dan non organik. Berdasarkan dari biaya saluran pemasaran kopi arabika non organik lebih efisien.

Marjin pemasaran kopi arabika organik lebih besar dibandingkan dengan kopi

non organik, sedangkan farmer’s share kopi arabika non organik lebih besar.

Nilai tambah bubuk kopi arabika lebih besar dibandingkan kopi non organik. Industri bubuk kopi Ulee Kareng ada industri padat modal dilengkapi oleh

mesin-mesin produksi mekanis yang tidak membutuhkan tenaga kerja yang

terlalu banyak. 2 Yusuf

(2012)

Analisis Nilai Tambah

Pengolahan Sampah

Organik Menjadi Pupuk Kompos (Studi Kasus:

Rumah Griya Melati,

Kelurahan Bubulak, Kota Bogor)

1. Mengidentifikasi pola operasional pengelolaan

sampah yang dilakukan oleh Rumah Kompos

Griya Melati. 2. Menganalisis besarnya nilai tambah yang

dihasilkan dari pengolahan sampah padat

organik menjadi pupuk kompos.

3. Mengkaji perangkat kebijakan yang dimiliki

4. pemerintah untuk keberlangsungan usaha

pengelolaan sampah.

Analisis Deskriptif

Analisis Nilai Tambah

Metode Hayami

Analisis Deskriptif

Pola operasional pengelolaan sampah telah sesuai dengan standar tata cara

pengelolaan sampah di pemukiman.

Pengelolaan sampah organik menjadi kompos memberikan nilai tambah yang

tinggi sebesar 499.17 atau 95.08% per kg bahan baku dan keuntungan sebesar

435.89 per kg atau 83.03% per kg bahan baku yang diolah. Perangkat kebijakan pemerintah mendukung keberlangsungan usaha

pengelolaan sampah dalam bentuk peraturan perundang-undang tentang

pengelolaan sampah dan program bentuk nyata. Pemerintah Daerah Kota

Bogor memberikan alat-alat kompos seperti pengayak, mesin pencacah

sampah, dan motor bak.

3 Fazaria (2013)

Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan

Limbah Serbuk Gergaji

1. Menganalisis karakteristik dari usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag

log pada unit usaha non plasma A dan non

plasma B. 2. Menghitung pendapatan dan nilai tambah dari

pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag

log pada unit usaha non plasma A dan plasma B.

3. Menghitung penyerapan tenaga kerja yang

dapat dihasilkan oleh usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada

unit usaha non plasma A dan non plasma B.

Analisis Deskriptif

Analisis Pendapatan

Usaha dan Nilai Tambah Dengan Metode Hayami

Rumus Pertumbuhan Dari Perubahan

Kesempatan Kerja

(HOK)

Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log termasuk ke dalam usaha mikro. Pemasaran langsung kepada konsumen. Unit usaha non plasma

B lebih menguntungkan daripada non plasma A.

Nilai tambah limbah serbuk gergaji unit usaha non plasma A lebih besar

dibandingkan non plasma B sebesar Rp.1.716.19 per kg serbuk gergaji.

Unit usaha non plasma B memberikan manfaat tidak langsung brupa

penyerapan tenaga kerja lebih besar dibandingkan non plasma A, dimana non plasma B mampu menyerap tenaga kerja sebesar 234 HOK/bulan yang setara

dengan Rp.6.060.559 per bulan

11

11

Tabel 4 Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas negatif No Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian

1 Suhan

(2009)

Estimasi Nilai

Penurunan Kualitas Lingkungan Terhadap

Harga Lahan Di Sekitar

Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung

Kota Depok Jawa Barat

1. Deskripsi kondisi lingkungan

pemukiman di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden.

2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar

TPAS Cipayung.

3. Estimasi besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat

keberadaan TPAS Cipayung.

Analisis deskriptif

Analisis regresi logistik dengan Microsoft Office Excel

dan SPSS 16

Metode dose-respon

Masyarakat sekitar TPAS Cipayung secara umum menilai

keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan dan responden mengalami beberapa dampak negatif dari

keberadaan TPAS Cipayung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung adalah jarak tempat tinggal, biaya kesehatan, luas

bangunan, status lahan.

Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung sebesar Rp.97.870.215 setiap bulan, tetapi

belum mencerminkan seluruh nilai ekonomi penurunan kualitas

lingkungan. 2 Tampubolon

(2011)

Analisis Willingness To

Accept Masyrakat

Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan

Penambangan Batu

Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan

Klapanunggal,

Kabupaten Bogor)

1. Mengkaji dampak eksternalitas negatif

yang timbul akibat penambangan batu

gamping.

2. Mengkaji peluang kesediaan menerima

dana kompensai. 3. Menghitung nilai WTA masyarakat

akibat eksternalitas negatif kegiatan

penambangan batu gamping. 4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi besarnya nilai WTA.

Analisis deskriptif kualitatif

Analisis logistik dengan SPSS

15.0 CVM

Analisis regresi berganda

dengan SPSS 15.0

Eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan

getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas

dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati.

Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana

kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden sebesar Rp.137.500 per

bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA sebesar

Rp.447.975.000. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA

responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan

keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.

3 Sandjoyo

(2013)

Estimasi Nilai Ekonomi

Penurunan Kualitas

Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat

Pemprosesan Akhir

Sampah Cipayung, Depok

1. Menginterpretasikan persepsi

masyarakat mengenai kondisi

lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung.

2. Mengestimasi nilai ekonomi dari

penurunan kualitas lingkungan di TPAS Cipayung.

3. Menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi biaya pengganti pembelian air minum di sekitar TPAS

Cipayung.

Analisis deskriptif

Cost of illness dan

Replacement cost

Analisis regresi linear

berganda

Masyarakat sekitar menilai keberadaan TPAS Cipayung

menurunkan kualitas lingkungan. Perubahan yang paling

dirasakan oleh responden yaitu pencemaran udara dan kesulitan mendapatkan air bersih.

Total nilai penurunan kualitas lingkungan dari adanya biaya

kesehatan dan biaya pengganti air minum sebesar Rp.2.496.632.904 per tahun.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata yaitu tingkat

pendapatan, jumlah kebutuhan air, dan jarak tempat tinggal.

12 12

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini meliputi konsep nilai

tambah dengan Metode Hayami, teori eksternalitas, teori Averting Behavior

Method (ABM), dan analisis regresi linear berganda. Teori-teori ini dijadikan

sebagai landasan dalam menjawab tujuan-tujuan penelitian.

3.1.1 Nilai Tambah Metode Hayami

Metode Hayami merupakan alat analisis yang umum digunakan untuk

mengestimasi besaran nilai tambah yang dihasilkan dalam suatu proses produksi.

Penggunaan Metode Hayami (Hayami et al 1987) bertujuan untuk memperoleh

informasi berupa:

a. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp);

b. Rasio nilai tambah yang dihasilkan terhadap nilai produk yang dihasilkan

(%) menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk;

c. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh

tenaga kerja langsung;

d. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan

presentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah;

e. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima

pengusaha (pengolah) karena menanggung resiko usaha;

f. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%) menunjukkan

presentase keuntungan terhadap nilai tambah;

g. Marjin pengolah (Rp) menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi

selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi;

h. Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%);

i. Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%);

j. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%).

Analisis nilai tambah terbagi atas tiga komponen pendukung, yaitu faktor

konversi dimana menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan

13

13

input, sedangkan faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga

kerja langsung yang dibutuhkan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai

produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.

Adapun analisis lain merupakan seluruh korbanan yang terjadi selama proses

perlakuan untuk menambah nilai output selain bahan baku dan tenaga kerja

langsung. Korbanan tersebut mencangkup modal berupa biaya penolong dan biaya

overhead pabrik lainnya yakni upah tenaga kerja tidak langsung.

Metode Hayami memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang

dimiliki Metode Hayami adalah dapat mengetahui besarnya nilai tambah, nilai

output, produktivitas serta besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi.

Selain itu dapat diterapkan pula untuk subsistem lain diluar pengolahan seperti

dalam kegiatan pemasaran. Adapun kekurangan dari Metode Hayami seperti

ketidaktepatan dalam pendekatan rata-rata apabila diterapkan pada unit usaha

yang menghasilkan banyak produksi dari satu jenis bahan baku, tidak dapat

menjelasnya produk sampingan, dan sulit untuk menentukan pembanding agar

dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah balas jasa terhadap pemilik faktor

produksi tersebut layak atau tidak layak.

3.1.2 Eksternalitas

Eksternalitas adalah pengaruh/dampak/efek samping yang diterima oleh

beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi

atau pertukaran yang dilakukan oleh pihak lain. Eksternalitas bersifat

menguntungkan/positif (positive externalities) atau merugikan/negatif (negative

externalities). Eksternalitas positif terjadi saat kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang atau kelompok memberikan manfaat pada pihak lain (Sankar 2008).

Eksternalitas terjadi jika ada kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak

mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak dinginkan dan

pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang

terkena dampak (Fauzi 2010).

Friedman dalam Fauzi (2010) menyatakan eksternalitas dan barang publik

merupakan dua cara pandang yang berbeda dalam melihat masalah yang sama.

Eksternalitas positif melahirkan barang publik, sementara eksternalitas negatif

14

14

melahirkan barang publik yang negatif. Artinya jika eksternalitas negatif tidak

diproduksi, maka akan menghasilkan barang publik. Mangkoesoebroto (1993)

menyatakan eksternalitas positif adalah dampak menguntungkan pihak lain dari

kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu, pihak yang diuntungkan tidak

memberikan kompensasi sedangkan eksternalitas negatif adalah dampak yang

merugikan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan pihak tertentu dan tidak

menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut. Adanya eksternalitas yang

ditimbulkan oleh pihak tertentu membuat pihak tersebut mengeluarkan biaya

tambahan untuk memproses limbahnya agar dapat diterima lingkungan. Biaya

tambahan tersebut disebut biaya eksternal. Biaya eksternal dapat berupa biaya

restorasi (biaya perbaikan) dan biaya kompensasi. Biaya restorasi merupakan

biaya perbaikan kerusakan akibat kegiatan ekonomi yang dilakukan, seperti biaya

perbaikan memproses limbah hingga mencapai ambang batas limbah sehat. Biaya

kompensasi merupakan biaya dana kompensasi yang diberikan oleh pihak yang

menimbulkan eksternalitas terhadap pihak yang terkena eksternalitas.

Eksternalitas akan menimbulkan inefisiensi, yaitu tindakan seseorang yang

mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga dan akan

mencapai efisiensi apabila semua dampak positif maupun negatif dimasukkan

perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi.

Mangkoesoebroto (1993) menyatakan efisiensi terjadi pada saat:

MSC = MPC + MEC

MSB = MPB + MEB

Efisiensi ekonomi terjadi apabila MSC.=.MSB, namun adanya eksternalitas

produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan

jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini yang menyebabkan kecenderungan

produksi memproduksi pada tingkat yang cukup besar, sehingga perhitungan

biaya menjadi sangat murah dibandingkan dengan biaya yang dirasakan oleh

masyarakat. Gambar 1 menunjukkan kurva eksternalitaas negatif. Tingkat output

yang optimum terjadi pada tingkat produksi sebesar 0Q1 dengan tingkat harga di

H1. Produsen menetapkan tingkat produksi sebesar 0Q2 dengan tingkat harga di

H2 dimana MSB memotong MPC yang menunjukkan bahwa jumlah produksi

terlalu banyak dibandingkan dengan tingkat produksi yang optimum. Apabila

dalam melakukan kegiatan produksi timbul suatu eksternalitas negatif, maka

15

15

MEC.>.0.dan MEB.=,0. Jadi disimpulkan bahwa MPC.<.MSC dan

MSC.=.MPC.+.MEC.> MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi

mencapai optimum.

Sumber: Mangkoesoebroto (1993)

Gambar 1 Kurva eksternalitas negatif

keterangan:

MSC = Marginal Social Cost

MPC = Marginal Private Cost

MEC = Marginal External Cost

MSB = Marginal Social Benefit

MPB = Marginal Private Benefit

MEB = Marginal External Benefit

3.1.3 Averting Behavior Method

Pendekatan Averting Behavior Method (ABM) ini digunakan untuk

mengestimasi biaya yang dikeluarkan oleh responden dengan tujuan mencegah

atau mengurangi dampak dari adanya degradasi lingkungan (Garrod dan Willis

1999). Metode ini menggunakan biaya dari pembelian produk tertentu untuk

menilai kualitas lingkungan. Pendekatan ini terbagi menjadi tiga teknik, yaitu:

1. Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure)

Metode untuk mengestimasi biaya pengeluaran langsung yang dilakukan

oleh masyarakat dengan tujuan usaha pencegahan atau pengurangan dampak

degradasi lingkungan dan perlindungan rumah tangga dari penurunan

kesejahteraan. Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam penilaian ekosistem yang

menyediakan perlindungan dalam bentuk alami (Jones et al. 2000).

MSC = MPC + MEC

MPC

MEC

MSB

Rp

H1

H2

0 Q1 Q2 Jumlah Produksi

16

16

2. Biaya Pengganti (Replacement Cost)

Metode untuk mengestimasi kerusakan lingkungan berdasarkan biaya yang

dikeluarkan oleh masyarakat untuk menggantikan manfaat dan jasa lingkungan

yang hilang atau rusak dengan nilai jasa lingkungan yang tidak mengalami

kerusakan ataupun hilang (Jones et al. 2000).

3. Biaya Substitusi (Subtitute Cost)

Metode untuk mengestimasi biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk

mensubtitusi barang dan jasa yang hilang akibat dari degradasi lingkungan yang

dapat dilakukan menggunakan teknologi (Jones et al. 2000).

3.1.4 Model Regresi Linear Berganda

Gujarati (2007) menjelaskan model regresi dua variabel dimana variabel tak

bebas merupakan fungsi dari hanya satu variabel penjelas (variabel bebas). Dalam

analisis ini menggunakan metode kuatdrat terkecil biasa ((Ordinary Least

Squares) (OLS)). Penaksir OLS yang disebut sebagai penaksir tak bias linear

terbaik ((Best Linear Unbiased Estimators) (BLUE)) memiliki sifat-sifat sebagai

berikut: 1).Penaksiraan OLS tidak bias, 2) Penaksiran OLS memiliki varian yang

minimum, 3) Konsisten, 4) Efisien, dan 5) Linear (Gujarati 2003).

Firdaus (2004) menyatakan asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam model

regresi linear berganda adalah:

1. E ( ) = 0 untuk setiap i.

2. Cov ( ) = 0, i ≠ j. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya

korelasi berurutan atau tidak ada korelasi.

3. Var ( ) = , untuk setiap i. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi

homoskedastisitas atau varians sama.

4. Cov ( ) = Cov ( ) = 0, artinya kesalahan pengganggu dan

variabel bebas X tidak berkorelasi.

5. Tidak ada multikolinearitas yang berarti tidak terdapat hubungan linearitas

yang pasti di antara variabel bebas.

Secara umum (model populasi) menurut Juanda (2009), persamaan model

regresi linear berganda dapat dituliskan sebagai berikut:

17

17

Jika semua pengamatan bernilai 1, maka model diatas menjadi:

keterangan:

Y = Peubah tak bebas

i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi)/ n (sampel)

= Pengamatan ke-i untuk peubah bebas

= Intersep

= Parameter penduga

= Pengaruh sisa (error term)

4.4 Kerangka Operasional

Jumlah dan aktifitas penduduk Kota Medan yang cenderung terus

mengalami peningkatan akan berdampak terhadap jumlah konsumsi dan produksi.

Secara tidak langsung, hal ini menyebabkan semakin banyak volume sampah

yang dihasilkan.Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang”

ditunjuk sebagai salah satu TPAS wilayah Kota Medan yang memiliki lahan

cukup luas. Permasalahan yang terjadi pada TPAS “Namo Bintang” adalah

penurunan kualitas lingkungan akibat dari keberadaan TPAS. Peningkatan volume

sampah yang semakin hari terus bertambah, sehingga diperlukan perluasan pada

TPAS “Namo Bintang” dan pengelolaan serta pengolahan sampah yang lebih

baik.

Keberadaan TPAS “Namo Bintang” mengakibatkan timbulnya

permasalahan, baik dampak positif dan eksternalitas negatif bagi masyarakat

sekitar. Dampak positif dari keberadaan TPAS “Namo Bintang” dapat berupa

manfaat yang menjadikan TPAS sebagai sumber pendapatan dan adanya

pengolahan sampah yang menghasilkan nilai tambah. Saat ini di TPAS “Namo

Bintang” banyak terdapat pemulung dan pengepul sampah. Eksternalitas negatif

dari keberadaan TPAS yaitu adanya penurunan kualitas lingkungan seperti adanya

pencemaran air, udara, lingkungan dan tingkat kesehatan yang menurun. Hal ini

dipengaruhi dari meningkatnya aktifitas pengangkutan sampah di Kota Medan,

sehingga volume timbulan sampah juga meningkat. Lingkungan yang tidak

bersih, air dan udara yang tercemar mempengaruhi masyarakat tersebut secara

tidak langsung.

18

18

Guna mengetahui persepsi masyarakat sekitar dari adanya keberadaan

TPAS “Namo Bintang” dengan mengambil sampel dari data deskriptif kualitatif.

Estimasi dampak positif yang dilihat nilai tambah dari pengolahan tanah endapan

sampah menjadi pupuk kompos di TPAS “Namo Bintang” menggunakan Metode

Hayami. Estimasi eksternalitas negatif akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”

terdiri dari adanya biaya pengobatan yang diestimasi dengan pendekatan Cost of

Illness dan biaya pengganti dari konsumsi air bersih dengan pendekatan

Replacement Cost. Setelah mengestimasi eksternalitas negatif yang ada, perlu

menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan kualitas

lingkungan dari biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih akibat adanya

TPAS “Namo Bintang”. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

penurunan kualitas lingkungan menggunakan alat analisis regresi linear berganda.

Hasil analisis tersebut dapat menunjukkan seberapa pentingnya biaya konsumsi

air bersih untuk digunakan sehari-hari.

Penelitian ini memberikan rekomendasi dan diharapkan dapat memberikan

informasi besarnya penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS

“Namo Bintang”, sehingga dapat digunakan sebagai rekomendasi yang dapat

diambil oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang

dalam meminimalisir eksternalitas negatif yang timbul untuk pengembangan

pengelolaan TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik. Berdasarkan uraian

pemikiran di atas, maka dapat digambarkan alur kerangka berpikir yang

dilaksanakan untuk mencapai tujuan penelitian yang ditampilkan pada Gambar 1.

19

19

Gambar 2 Diagram alur kerangka berpikir

keterangan: Aliran

Batasan penelitian

Peningkatan

Jumlah Konsumsi

Peningkatan

Jumlah Produksi

Peningkatan Jumlah dan Aktifitas Penduduk

di Kota Medan

Peningkatan

Volume Sampah

TPAS “Namo Bintang”

Permasalahan dari TPAS “Namo Bintang”

- Sumber Pendapatan

- Nilai Tambah dari

Pengelolahan Sampah

- Tingkat Kesehatan Menurun

- Penurunan Kualitas

Lingkungan

Dampak

Positif

Eksternalitas

Negatif

- Sumber Pendapatan

- Nilai Tambah dari

Pengolahan Sampah

- Tingkat Kesehatan Menurun

- Penurunan Kualitas

Lingkungan

Analisis Faktor-faktor

yang Mempengaruhi

Penurunan Kualitas

Lingkungan Akibat

Keberadaan TPAS

“Namo Bintang”

Persepsi Masyarakat

dari Adanya TPAS

“Namo Bintang”

Estimasi Dampak Positif

dari Adanya TPAS

“Namo Bintang”

Analisis Nilai

Tambah dengan

Metode Hayami

Analisis Deskriptif

Kualitatif

Analisis Regresi

Linear Berganda

Pengelolaan dan Pengolahan Sampah di TPAS

“Namo Bintang” yang Lebih Baik

Estimasi Eksternalitas

Negatif dari Adanya

TPAS “Namo Bintang”

Cost of Illness dan

Replacement Cost

20

20

4.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah:

1. Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang”

mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.

2. Kualitas lingkungan yang menurun akibat dari beroperasinya TPAS “Namo

Bintang” antara lain kualitas udara dan kualitas air yang tercemar.

3. Kesehatan masyarakat Desa Namo Bintang yang mengalami gangguan yang

diakibatkan dari penurunan kualitas lingkungan.

4. Adanya sumber pendapatan di TPAS “Namo Bintang” dan adanya nilai

tambah dari pengolahan sampah.

5. Penurunan kualitas lingkungan diukur dari biaya pengganti untuk konsumsi

air bersih dengan menganalisis faktor-faktor terhadap variabel seperti umur,

tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah tanggungan,

jarak tempat tinggal, persepsi terhadap kebersihan lingkungan tempat

tinggal, kualitas air, dan tingkat kesehatan.

21

21

IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

“Namo Bintang”, Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli

Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive)

dikarenakan TPAS “Namo Bintang” adalah TPAS terbesar di Kota Medan yang

memiliki lahan yang cukup luas, memiliki jumlah timbulan sampah yang banyak

yang dapat dilihat pada Tabel 2, dan terdapat masyarakat yang mengolah sampah.

Proses pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga

Februari 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data cross section yang didapat dari hasil

wawancara kepada responden yang akan dipergunakan sebagai data utama.

Adapun responden dalam penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar

TPAS “Namo Bintang” dan tenaga kerja yang terkait pada TPAS “Namo

Bintang”. Responden masyarakat dibagi menjadi dua kategori yaitu pemulung dan

non pemulung. Data sekunder didapatkan dari data-data yang terkait dengan

penelitian, seperti Dinas Kebersihan Kota Medan, Badan Pusat Statistik

Kabupaten Deli Serdang, jurnal, buku, internet, dan penelitian terdahulu untuk

mendukung data primer.

4.3 Metode Pengambilan Data

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik nonprobability sampling,

artinya teknik yang tidak memberi peluang sama bagi setiap unsur atau anggota

populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono 2012). Penelitian ini

menggunakan salah satu metodenya dengan purposive sampling, yaitu

pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang yang menjadi

responden mengetahui permasalahan yang terjadi di dalam topik (Martono 2010).

22

22

Pertimbangan pemilihan responden dalam penelitian ini berdasarkan keterkaitan

masyarakat dengan pekerjaan yang berkaitan dengan TPAS, yaitu masyarakat

pemulung dan non pemulung.

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 90 responden yang terdiri

dari 51 responden masyarakat pemulung, 32 responden masyarakat non

pemulung, dan tujuh responden tenaga kerja. Pemilihan jumlah sampel didasarkan

pada kaidah rata-rata sampel dari besaran sampel sekurang-kurangnya 30

observasi akan mendekati normal (Gujarati 2007a).

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif.

Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program

komputer seperti Microsoft Office Word dan SPSS 16. Matriks metode analisis

yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Matriks metode analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1 Mengidentifikasi persepsi

masyarakat terhadap TPAS

“Namo Bintang”

Data primer: Wawancara

kepada responden dengan

menggunakan kuesioner

Analisis Deskriptif

Kualitatif

2 Mengestimasi eksternalitas

positif dan negatif yang timbul

dari adanya TPAS “Namo

Bintang”

Data primer: Wawancara

kepada responden dengan

menggunakan kuesioner

Analisis Nilai Tambah

Metode Hayami,

Pendekatan Cost of

Illness, Replacement Cost

3 Menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi penurunan

kualitas lingkungan akibat

keberadaan TPAS “Namo

Bintang”

Data primer: Wawancara

kepada responden dengan

meggunakan kuesioner

Analisis Regresi Linear

Berganda

4.4.1 Identifikasi Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo

Bintang”

Identifikasi persepi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”

meliputi kebersihan lingkungan tempat tinggal, kualitas air, kualitas udara, tingkat

kesehatan, jenis penyakit, dan tingkat keamanan. Persepsi dari masyarakat

dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan cara

memberikan pertanyaan yang ada dalam kuesioner, terkait dengan lingkungan

tempat tinggal dengan kebradaan TPAS “Namo Bintang” kepada responden.

Nazir (2011) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam

meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

23

23

pemikiran pada masa sekarang. Tujuan analisis deskriptif untuk membuat

deskripsi, gambaran secara sistematis, 23ndicat dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Beberapa kategori dan

indikator dalam mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS

“Namo Bintang” dapat dilihat pada Tabel.6.

Tabel 6 Kategori dan indikator persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS

“Namo Bintang” No Kategori Indikator Keterangan

1 Kebersihan

lingkungan

Sangat Baik Tidak terdapat sampah di halaman rumah, sampah

tertata rapi, tidak berbau

Baik Tidak terdapat sampah di halaman rumah, sampah

tertata rapi, agak berbau

Cukup Baik Tidak terdapat sampah di halaman rumah, sampah

tidak tertata rapi, agak berbau

Kurang Baik Terdapat sampah di halaman rumah, sampah tidak

tertata rapi, agak berbau

Tidak Baik Banyak sampah di halaman rumah, tidak tertata rapi,

berbau

2 Kualitas Air Sangat Baik Tidak berwarna, tidak berbau, tidak memiliki rasa,

dapat dikonsumsi

Baik Tidak berwarna, agak berbau, tidak memiliki rasa,

dapat dikonsumsi

Cukup Baik Sedikit berwarna, berbau, tidak memiliki rasa, tidak

dapat dikonsumsi

Kurang Baik Berwarna, berbau, tidak memiliki rasa, tidak dapat

dikonsumsi

Tidak Baik Berwarna, berbau, memiliki rasa, tidak dapat

dikonsumsi sama sekali

3 Kualitas Udara Sangat Baik Tidak berdebu, tidak panas, segar saat bernafas, tidak

tercium bau sampah sama sekali

Baik Tidak berdebu, tidak panas, segar saat bernafas,

tercium bau sampah

Cukup Baik Tidak berdebu, tidak panas, tidak segar saat bernafas,

tercium bau sampah

Kurang Baik Berdebu, tidak panas, tidak segar saat bernafas,

tercium bau sampah

Tidak Baik Berdebu, panas, tidak segar saat bernafas, sangat

tercium bau sampah

4 Tingkat

Kesehatan

Sehat Tidak terserang penyakit, jarang berobat ke Bidan

Tidak Sehat Terserang penyakit, rutin berobat ke Bidan

5 Tingkat

Keamanan

Sangat Aman Tidak ada kriminalitas, hidup rukun, memiliki

kerjasama yang baik

Aman Tidak ada kriminalitas, hidup rukun, kurang adanya

kerjasama yang baik

Cukup Aman Tidak ada kriminalitas, hidup kurang rukun, kurang

adanya kerjasama yang baik

Kurang Aman Pernah terjadi kriminalitas, hidup kurang rukun,

kurang adanya kerjasama yang baik

Tidak Aman Sering terjadi kriminalitas, hidup kurang rukun, tidak

ada kerjasama yang baik

24

24

Wardhana (1995) menyatakan bahwa pengamatan indikator pencemaran air

lingkungan dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, kimiawi, dan

biologis. Pengamatan terhadap komponen pencemaran air juga dikelompokkan

dari bahan buangan padat, organik, anorganik, olahan bahan makanan, cairan

minyak, zat kimia. Pengamatan yang dapat dilakukan di sekitar TPAS Namo

Bintang adalah pengamatan secara fisis berdasarkan tingkat kejernihan air,

perubahan rasa, dan warna air, sedangkan komponen pencemaran air dibuktikan

dari seluruh kelompok yang dipaparkan.

4.4.2 Estimasi Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Akibat

Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Estimasi dampak positif dan eksternalitas negatif akibat keberadaan TPAS

“Namo Bintang” bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh baik

keuntungan maupun kerugian yang dirasakan oleh masyarakat atas keberadaan

TPAS.

4.4.2.1 Dampak Positif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Dampak positif diestimasi dengan nilai tambah dari pupuk kompos yang

dilakukan oleh tiga responden pemulung yang menggunakan Metode Hayami.

Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga menjadikan sumber pendapatan rumah

tangga masyarakat sekitar TPAS “Namo Bintang”.

4.4.2.1.1 Analisis Nilai Tambah

Pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos menghasilkan suatu

besaran nilai tambah. Analisis nilai tambah ini menggunakan Metode Hayami.

Perhitungan nilai tambah menggunakan satuan berat yang sudah dikonversi.

Penelitian ini menggunakan analisis nilai tambah dengan Metode Hayami.

Menjadikan sampah organik menjadi pupuk kompos yang menghasilkan besaran

nilai tambah. Perhitungan nilai tambah menggunakan satuan berat yang sudah

dikonversi menjadi kilogram dan data yang digunakan adalah data produksi dalam

satu bulan.

25

25

Analisis nilai tambah terdiri dari tiga komponen yang terkait, yaitu faktor

konversi untuk menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan

input, koefisien tenaga kerja yang menunjukkan tenaga kerja langsung yang

diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai output atau produk yang

menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Nilai faktor

konversi untuk mengetahui berapa banyak output yang dihasilkan dari setiap

pengolahan bahan baku satu kilogram tanah endapan.

Perhitungan nilai tambah dari pupuk kompos dengan Metode Hayami

disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Perhitungan nilai tambah Metode Hayami No. Variabel Nilai

Output, Input dan Harga

1 Pupuk kompos yang dihasilkan (kg/hari) A

2 Tanah endapan yang digunakan (kg/hari) B

3 Tenaga kerja (HOK) C

4 Faktor konversi (1/2) D = A/B

5 Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B

6 Harga pupuk kompos (Rp/kg) F

7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G

Pendapatan dan keuntungan

8 Harga tanah endapan (Rp/kg bahan baku) H

9 Sumbangan input lain (Rp/kg output) I

10 Nilai pupuk kompos (4 x 6) (Rp) J = D x F

11 a. Nilai tambah (10 – 9 – 8) (Rp) K = J – H – I

b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) 1 (%) = (K/J) x 100%

12 a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp) M = E x G

b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) N (%) = (M/K) x 100%

13 a. Keuntungan (11a – 12a) (Rp)

b. Tingkat Keuntungan ((13a/11a) x 100%)

O = K – M

P (%) = (O/K) x 100%

Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi

14 Marjin (10 – 8) (Rp) Q = J – H

a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14) x 100%) R (%) = (M/Q) x 100%

b. Sumbangan input lain ((9/14)x 100 %) S (%) = (I/Q) x 100%

c. Keuntungan perusahaan ((13a/14) x 100%) T (%) = (O/Q) x 100% Sumber : Hayami et al. (1987)

4.4.3 Eksternalitas Negatif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Eksternalitas negatif diestimasi dari biaya yang dikeluarkan responden

terhadap penurunan tingkat kesehatan dan kualitas lingkungan. Penurunan tingkat

kesehatan diestimasi dengan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness) yang

dilihat dari biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh responden. Penurunan

kualitas lingkungan diestimasi dengan pendekatan biaya pengganti (replacement

cost) dari biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan oleh responden.

26

26

4.4.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness)

Biaya kesehatan diestimasi dari biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh

responden untuk kunjungan ke bidan bagi responden itu sendiri ataupun keluarga

yang menjadi tanggungan responden per bulannya. Rata-rata biaya pengobatan

yang dikeluarkan oleh responden dihitung dengan persamaan berikut:

keterangan:

= Rata-rata biaya pengobatan (Rp/bulan)

BOi = Biaya pengobatan responden i (Rp/bulan)

n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n)

keterangan:

= Total biaya pengobatan (Rp/bulan)

= Jumlah rumah tangga (KK)

4.4.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost)

Biaya pengganti dari konsumsi air bersih merupakan biaya yang dikeluarkan

untuk air galon isi ulang dan PAM. Penggunaan air bersih dihitung berdasarkan

dari konsumsi responden setiap bulan. Responden masyarakat non pemulung

menggunakan air PAM untuk konsumsi sehari-hari, sedangkan responden

masyarakat pemulung tidak menggunakan air PAM hanya menggunakan air galon

isi ulang. Biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan oleh responden dihitung

dengan persamaan berikut:

keterangan:

= Rata-rata biaya air galon isi ulang (Rp/bulan)

BAi = Biaya konsumsi air galon isi ulang responden i (Rp/bulan)

n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n)

keterangan:

27

27

= Total biaya air galon isi ulang (Rp/bulan)

= Rata-rata biaya air galon isi ulang (Rp/bulan)

= Jumlah rumah tangga (KK)

keterangan:

= Rata-rata biaya PAM (Rp/bulan)

BPi = Biaya konsumsi PAM responden i (Rp/bulan)

n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n)

keterangan:

= Total biaya PAM (Rp/bulan)

= Rata-rata biaya PAM (Rp/bulan)

= Jumlah rumah tangga (KK)

4.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan

Penurunan kualitas lingkungan diukur dari adanya biaya pengganti terhadap

pembelian air bersih oleh responden masyarakat akibat dari air sumur yang

tercemar dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Adapun analisis yang

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penurunan kualitas lingkungan dengan

menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Fungsi analisis regresi

linear berganda sebagai berikut:

Ln Y = ln + lnX1 + lnX2 + lnX3 + X4 + lnX5 + lnX6 + X7 +

X8 + X9 +

keterangan:

Ln = Log-linear

Y = Biaya konsumsi air bersih (Rp/bulan)

= Intersep

= Koefisien regresi

= Umur (tahun)

= Tingkat pendapatan (Rp/bulan)

= Tingkat pendidikan (tahun)

= dummy Pekerjaan (1=pemulung; 0=non pemulung)

= Jumlah tanggungan (orang)

= Jarak tempat tinggal (meter)

= dummy Kualitas air (1=baik; 0=tidak baik)

= dummy Kualitas lingkungan (1=baik; 0=tidak baik)

= dummy Tingkat kesehatan (1=sehat; 0=tidak sehat)

= Pengaruh sisa (error term)

28

28

Nilai estimasi yang diharapkan (hipotesis):

Variabel tidak bebas (dependent variable) terdiri dari biaya konsumsi air

bersih. Variabel bebas (independent variable) yang digunakan meliputi variabel

umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan,

jarak tempat tinggal, kualitas air, kualitas lingkungan, dan kesehatan. Variabel

umur berpengaruh positif dengan masyarakat semakin tua umur seseorang,

semakin lama tinggal di sekitar TPAS, maka biaya konsumsi air bersih

meningkat. Variabel tingkat pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap

biaya konsumsi air bersih. Tingginya tingkat pendapatan responden maka semakin

besar pengeluaran terhadap biaya konsumsi air bersih.

Variabel tingkat pendidikan juga diduga berpengaruh positif untuk

mengeluarkan biaya konsumsi air bersih karena semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka semakin mengetahui akan pentingnya mengkonsumsi air bersih

sehingga biaya konsumsi air bersih meningkat. Variabel dummy pekerjaan diduga

berpengaruh negatif terhadap biaya konsumsi air bersih karena pekerjaan sebagai

pemulung akan mengeluarkan biaya lebih sedikit dibandingkan pekerjaan sebagai

non pemulung. Variabel jumlah tanggungan diduga berpengaruh positif terhadap

biaya konsumsi air bersih, semakin banyak jumlah tanggungan seseorang maka

dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air bersih. Variabel jarak

tempat tinggal ke lokasi TPAS diduga berpengaruh negatif karena semakin jauh

jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi TPAS, semakin kecil eksternalitas

negatif yang dirasakan, maka biaya konsumsi air bersih jadi menurun.

Variabel dummy kualitas air diduga berpengaruh negatif, semakin kurang

baik kualitas air, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih yang

dikeluarkan. Variabel dummy kebersihan lingkungan tempat tinggal diduga

berpengaruh negatif, semakin kurang baik kebersihan lingkungan tempat tinggal

seseorang, maka biaya konsumsi air bersih akan lebih besar. Variabel dummy

tingkat kesehatan diduga berpengaruh positif, semakin lebih baik tingkat

kesehatan seseorang, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih. Beberapa

variabel dan indikator dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

29

29

penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Variabel dan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan

kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” No Variabel Keterangan Variabel Cara Pengukuran

1 Y Biaya Pengeluaran (Rp/bulan) Biaya pengganti konsumsi air bersih setiap

bulannya

2 X1 Umur (tahun) Dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu:

a. 20 – 35

b. 36 – 50

c. > 50

3 X2 Tingkat Pendapatan (Rp/bulan) Dibedakan menjadi empat kelas, yaitu:

a. ≤ 1.200.000

b. 1.200.001 – 2.100.000

c. 2.100.001 – 3.000.000

d. > 3.000.000

4 X3 Tingkat Pendidikan (tahun) Dibedakan menjadi lima kelas, yaitu:

a. Tidak Sekolah

b. Sekolah Dasar (SD)

c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

d. Sekolah Menengah Atas (SMA)

e. Perguruan Tinggi

5 X4 Pekerjaan (dummy) Merupakan variabel peubah boneka (dummy)

yang dibedakan menjadi “1=pemulung;

0=bukan pemulung”

6 X5 Jumlah Tanggungan Dibedakan menjadi empat kelas, yaitu:

a. Tidak Memiliki

b. 1-2

c. 3-4

d. > 4

7 X6 Jarak Tempat Tinggal (meter) Dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu:

a. < 1 000

b. 1 001 – 2 000

c. > 2 000

8 X7 Kualitas Air (dummy) Merupakan variabel peubah boneka (dummy)

yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik”

9 X8 Kebersihan Lingkungan

(dummy)

Merupakan variabel peubah boneka (dummy)

yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik”

10 X9 Tingkat Kesehatan (dummy) Merupakan variabel peubah boneka (dummy)

yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik”

4.5 Pengujian Parameter Regresi

Dalam regresi linear berganda perlu dilakukan uji parameter untuk

mengetahui apakah fungsi permintaan layak atau tidak. Uji parameter tersebut

antara lain adalah uji statistik dan uji ekonometrika. Pengujian secara statistik

terhadap model dapat dilakukan dengan cara:

1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien R2

disebut sebagai koefisien determinasi (sampel) untuk

mengukur kecocokan dan kesesuaian dari suatu garis regresi. Rumus untuk

menentukan koefisien determinasi (R2), yaitu:

30

30

keterangan:

= Koefisien Determinasi

JKR =Jumlsh Kuadrat Regresi

JKT = Jumlah Kuadarat Total

Secara verbal, R2

mengukur bagian atau persentase total variasi Y yang dijelaskan

oleh model regresi. Ada dua sifat R2, pertama R

2 bukan merupakan besaran

negatif, kedua besaran selang nilai adalah 0 < R2<1. Apabila nilai R

2 sebesar 1

berarti seluruh variasi Y dapat dijelaskan oleh regresi, sedangkan nilai R2

sebesar.0 berarti tidak ada hubungan sama sekali anatara Y dan X. Model yang

baik adalah model yang memiliki nilai R2

tinggi karena variabel dependen dapat

dijelaskan oleh variabel independen (Gujarati 2007a).

2. Uji F

Juanda (2009) menjelaskan uji F digunakan untuk mengetahui apakah

variabel-variabel independen yang digunakan dalam model berpengaruh nyata

terhadap variabel dependen. Uji F dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

⁄ …………………………………………………………(11)

keterangan:

JKK = jumlah kuadrat nilai tengah kolom

JKG = jumlah kuadrat galat

n = jumlah sampel

k = jumlah peubah

Kriteria keputusan sebagai berikut:

Fhitung> Ftabel (k-1; n-k) maka tolak H0

Fhitung< Ftabel (k-1; n-k) maka terima H0

Jika tolak H0, maka model tersebut memiliki minimal satu variabel bebas yang

berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dan sebaliknya jika terima H0,

maka tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap output.

31

31

3. Uji-t

Juanda (2007) menjelaskan bahwa uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah

variabel bebas yang digunakan satu per satu berpengaruh nyata secara statistik

terhadap besarnya variabel tidak bebas. Uji-t dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

…………………………………………..……….(12)

keterangan:

= nilai koefisien regresi dugaan

= simpangan baku koefisien dugaan

Hipotesis yang digunakan, yaitu:

thitung> ttabel (α; n-k) atau p-value< α maka tolak H0

thitung< ttabel (α; n-k) atau p-value> α maka terima H0

Jika tolak H0 maka variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak

bebas, sedangkan jika terima H0 maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata

terhadap variabel tidak bebas.

Pengujian secara ekonometrika terhadap model juga dapat dilakukan.

Suliyanto (2005) menjelaskan model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat

terkecil biasa ((Ordinary Least Square) (OLS)) yang merupakan model regresi

yang menghasilkan estimator linear tidak bias yang terbaik ((Best Linear Unbias

Estimator) (BLUE)) yang terjadi jika dipenuhi dengan beberapa asumsi yang

disebut dengan asumsi klasik sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau

tidak. Nilai residual berdistribusi normal merupakan kurva yang berbentuk

lonceng (bell-shaped curve) yang kedua sisinya melebar sampai tidak terhingga

dan dikatakan menyebar dengan normal apabila nilai Kolmogorov-Smirnov.Z ≤ Z

tabel; atau nilai asymp.sig. (2-tailed) > α dan distribusi tidak normal karena

terdapat nilai ekstrem dalam data yang diambil (Suliyanto 2005).

2. Uji Multikolinearitas

Adanya korelasi (mendekati sempurna) antarvariabel bebas, jika pada model

terdapat persamaan regresi yang mengandung gejala multikolinearitas dengan

32

32

melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel bebas

terhadap variabel terikatnya. Gujarati (2007b) menjelaskan bahwa nilai VIF yang

tidak lebih dari sepuluh (VIF < 10), maka model tersebut tidak mengandung

masalah multikolinearitas yang artinya tidak ada hubungan antar variabel bebas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini untuk mengetahui model tersebut ada heteroskedastisitasnya atau

tidak, jika terdapat heteroskedastisitas artinya ada varian variabel dalam model

yang tidak sama (konstan) (Gujarati 2007b). Mendeteksi gejala heteroskedastisitas

ini ada atau tidak, dapat dideteksi dengan melihat pola yang terdapat pada grafik,

apabila sebaran titik-titik tidak mengumpul pada satu titik maka dapat dikatakan

tidak terjadi heteroskedastisitas pada model (Lind et al.)

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah ada atau tidak ada korelasi

antara residual dengan residual lain. Uji yang digunakan untuk mendeteksi

autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada

diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak adanya autokorelasi (Firdaus

2004).

33

33

V GAMBARAN UMUM

5.1 Karakteristik Lokasi

Desa Namo Bintang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Luas desa secara keseluruhan sebesar

495,2 hektar yang terdiri dari 50 hektar daerah pemukiman, 35 hektar daerah

pertanian sawah, 200 hektar daerah perladangan, dan 150 hektar daerah

perkebunan, serta 60,2 hektar untuk fasilitas umum dan lain-lain. Secara

administratif Desa Namo Bintang berbatasan dengan Kota Medan di sebelah

Utara, Desa Namo Simpur Kecamatan Pancur Batu di sebelah Selatan, Desa

Durin Tonggal Kecamatan Pancur Batu di sebelah timur dan berbatasan dengan

Desa Baru Kecamatan Pancur Batu di sebelah Barat.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2012)

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

keterangan: Lokasi TPAS Namo Bintang

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terletak di

sebelah Utara Desa Namo Bintang dan memiliki luas sebesar 176,392 m2. Jarak

dari Kotamadya Medan ke TPAS “Namo Bintang” berkisar 17 km. Areal TPAS

34

34

“Namo Bintang” ini mulai dioperasikan sejak 5 Juli 1987 dan menggunakan

sistem pemusnahan open dumping (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011). Saat ini

jarak antara TPAS dengan lokasi tempat tinggal masyarakat terdekat adalah 300

meter, dimana masyarakat yang mendiami lokasi tersebut adalah masyarakat yang

mayoritas bekerja sebagai pemulung.

5.2 Karakteristik Responden

Responden utama dalam penelitian ini adalah masyarakat dan tenaga kerja.

Karakteristik responden diuraikan berdasarkan jenis kelamin, umur, status, jumlah

tanggungan, tingkat pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, sumber

pendapatan lain, lama tinggal, dan jarak tempat tinggal ke lokasi TPAS.

5.2.1 Karakteristik Responden Masyarakat

Responden masyarakat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pemulung

dan non pemulung. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di lokasi

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden masyarakat pemulung

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 responden (56,86%), sedangkan responden

masyarakat non pemulung memiliki jumlah yang sama antara laki-laki dan

perempuan sebesar 16.responden (50,00%). Kondisi di lapang menjunjukkan di

lokasi TPAS Namo Bintang yang bekerja sebagai pemulung lebih banyak laki-laki

karena mengeluarkan tenaga yang cukup banyak, sedangkan yang bukan non

pemulung cendrung merata karena kebanyakan memiliki usaha milik sendiri

seperti warung.

Karakteristik umur responden Desa Namo Bintang dibagi berdasarkan umur

produktif dan umur tidak produktif. Umur produktif berada antara umur 20 tahun

hingga 50 tahun, sedangkan umur tidak produktif berada diatas umur 50 tahun.

Tabel 8 menunjukkan responden masyarakat pemulung umur 20 tahun hingga 35

tahun sebanyak 27 responden (52,94%) dan responden masyarakat non pemulung

sebanyak 16 responden (50,00%). Hal ini menunjukkan bahwa responden Desa

Namo Bintang berada pada umur produktif. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata

responden berstatus sudah menikah baik responden masyarakat pemulung dan non

pemulung sebanyak 43 responden (84,31%) dan 31 responden (96,88%).

35

35

Begitupun dalam jumlah tanggungan, 23 responden masyarakat pemulung

(45,10%) dan 20 responden masyarakat non pemulung (62,50%) memiliki

tanggungan sebanyak satu hingga dua orang. Berikut merupakan data karakteristik

responden masyarakat yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Karakteristik responden masyarakat pemulung dan non pemulung TPAS

“Namo Bintang”

No. Karakteristik

Pemulung Non Pemulung

Σ % Σ %

1 Jenis Kelamin

a. Laki – Laki 29 56,86 16 50,00

b. Perempuan 22 43,14 16 50,00

Total 51 100,00 32 100,00

2 Umur (Tahun)

a. 20 - 35 27 52,94 16 50,00

b. 36 - 50 15 29,41 12 37,50

c. > 50 9 17,65 4 12,50

Total 51 100,00 32 100,00

3 Status

a. Belum Menikah 8 15,69 1 3,13

b. Sudah Menikah 43 84,31 31 96,88

Total 51 100,00 32 100,00

4 Jumlah Tanggungan

a. Tidak Memiliki 11 21,57 2 6,25

b. 1 – 2 23 45,10 20 62,50

c. 3 – 4 15 29,41 9 28,13

d. > 4 2 3,92 1 3,13

Total 51 100,00 32 100,00

5 Tingkat Pendidikan Formal

a. Tidak Sekolah 4 7,84 3 9,38

b. Sekolah Dasar (SD) 24 47,06 9 28,13

c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 13 25,49 13 40,63

d. Sekolah Menengah Atas (SMA) 9 17,65 5 15,63

e. Perguruan Tinggi 1 1,96 2 6,25

Total 51 100,00 32 100,00

6 Pekerjaan (Sumber Pendapatan Utama)

a. Buruh 0 0,00 3 9,38

b. Pedagang 0 0,00 12 37,50

c. Pemulung 51 100,00 0 0,00

d. Lainnya 0 0,00 17 53,13

Total 51 100,00 32 100,00

7 Pendapatan (Rp/bulan)

a. ≤ 1 200 000 30 58,82 7 21,88

b. 1 200 001 – 2 100 000 17 33,33 17 53,13

c. 2 100 001 – 3 000 000 3 5,88 2 6,25

d. > 3 000 000 1 1,96 6 18,75

Total 51 100,00 32 100,00

8 Sumber Pendapatan Lain

a. Tidak Memiliki 34 66,67 29 90,63

b. Memiliki 17 33,33 3 9,38

Total 51 100,00 32 100,00

9 Lama Tinggal (Tahun)

a. ≤ 20 18 35,29 12 37,50

b. 21 – 40 25 49,02 16 50,00

c. 41 – 60 8 15,69 3 9,38

d. > 60 0 0,00 1 3,13

Total 51 100,00 32 100,00

10 Jarak (Meter)

< 1000 37 72,55 7 21,88

1001 – 2000 10 19,61 20 62,50

> 2000 4 7,84 5 15,63

Total 51 100,00 32 100,00

36

36

Tingkat pendidikan formal dibagi menjadi lima kategori, yaitu tidak

sekolah, tingkat sekolah dasar, tingkat sekolah menengah pertama, tingkat sekolah

menengah atas, dan tingkat perguruan tinggi. Berdasarkan data yang dipaparkan

pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa masyarakat yang tinggal berdekatan dengan

lokasi TPAS baik pemulung dan non pemulung memiliki tingkat pendidikan yang

tidak terlalu tinggi. Mayoritas responden masyarakat pemulung menyelesaikan

tingkat pendidikan di bangku sekolah dasar, yaitu sebanyak 24 responden

(47,06%) dan responden masyarakat non pemulung menyelesaikan tingkat

pendidikan hingga tingkat sekolah menengah pertama sebanyak 13 responden

(40,63%). Hal ini menunjukkan bahwa responden masyarakat pemulung tidak

memiliki biaya untuk melanjutkan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan

memilih untuk menjadi sebagai pemulung karena rendahnya tingkat pendidikan

tidak membutuhkan persyaratan lulus sekolah, sedangkan responden masyarakat

non pemulung merasa menyelesaikan wajib sembilan tahun sudah cukup.

Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar TPAS “Namo Bintang” juga

merefleksikan jenis pekerjaan sebagai sumber pendapatan utama dan pendapatan

yang diperoleh. Responden masyarakat pemulung bekerja sebagai pemulung di

TPAS “Namo Bintang” sebagai sumber pendapatan utama dengan penghasilan

mayoritas lebih kecil atau sama dengan Rp.1.200.000 per bulan sebanyak 30

responden (58,82%), tetapi adapula masyarakat pemulung yang memiliki sumber

pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhannya. Sebanyak 17 responden

(33,33%) masyarakat pemulung memiliki sumber pendapatan lain untuk

mencukupi kebutuhannya. Sumber pendapatan lain diantaranya beternak,

mengompos, buruh, pegawai, pendaur ulang bola lampu, dan penjual stek

mangga. Responden pendaur ulang bola lampu hanya memulung bola lampu

ataupun alat elektronik yang tidak dipergunakan lagi, dengan keahliannya

responden dapat mendaur ulang kembali menjadi bola lampu yang dapat berfungsi

seperti layaknya bola lampu yang baru dengan daya tahan yang lebih lama dari

bola lampu baru pada umumnya. Begitupun dengan penjual stek mangga yang

hanya memulung bekas biji mangga yang ada di TPAS “Namo Bintang” dan

diperbaharui menjadi stek biji mangga yang dapat dijual menggunakan polybag

(kantongan tanaman plastik). Responden masyarakat non pemulung mayoritas

37

37

memiliki sumber pendapatan utama dari usaha sendiri, sebanyak 17 responden

(53,13%) memiliki pendapatan dari Rp.1.200.001 hingga Rp.2.100.000 per bulan.

Usaha yang terdapat di sekitar TPAS “Namo Bintang” adalah warung, tukang

jahit, dan penjual sayur. Hal tersebut adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan

oleh masyarakat non pemulung.

Berdasarkan hasil penelitian yang terkait dengan lama tinggal, responden

masyarakat pemulung sebanyak 25 responden (49,02%) dan non pemulung

16.responden (50,00%) sudah tinggal selama 21 hingga 40 tahun di lingkungan

sekitar TPAS “Namo Bintang”. Hal ini dikarenakan rata-rata responden

masyarakat pemulung dan non pemulung merupakan penduduk asli setempat.

Adapun alasan responden masyarakat pemulung dan non pemulung yang baru

tinggal di Desa Namo Bintang dikarenakan untuk mencari pekerjaan ataupun

karena ikut dengan suami atau istri yang sudah berstatus penduduk asli Desa

Namo Bintang.

Jarak lokasi TPAS ke tempat tinggal dibedakan menjadi tiga zona, yaitu

zona pertama yang berjarak kurang dari satu kilometer, zona kedua berjarak satu

hingga dua kilometer, dan zona ketiga berjarak lebih dari dua kilometer dari pusat

TPAS “Namo Bintang” dimana pembagian jarak mengacu pada penelitian

Bujangusti yang didasari oleh penelitian BKLH (Bujangusti 2009). Responden

masyarakat pemulung mayoritas tinggal dijarak yang tidak selayaknya yaitu lebih

kecil dari 1000 meter sebanyak 37 responden (72,55%), sedangkan responden

masyarakat non pemulung banyak yang tinggal pada jarak antara 1001 hingga

2000 meter dari lokasi dengan jumlah 20 responden (62,50%). Berdasarkan hasil

penelitian jarak tempat tinggal masyarakat terdekat dengan jarak 300 meter,

kondisi ini terjadi karena mereka sudah tinggal sebelum dari adanya TPAS

dibangun. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tinggal yang memiliki jarak dekat

dari TPAS tidak dijadikan suatu masalah bagi masyarakat pemulung.

5.2.2 Karakteristik Responden Tenaga Kerja

Responden tenaga kerja terdiri dari koordinator kantor dan lapang TPAS

“Namo Bintang”, pegawai kantor TPAS “Namo Bintang”, mandor, dan supir

Dinas Kebersihan Kota Medan, serta hansip mandor angkutan/retribusi. Data

38

38

karakteristik responden tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 10. Responden

tenaga kerja hanya diambil tujuh sampel dan seluruh tenaga kerja di kantor TPAS

“Namo Bintang” berjenis kelamin laki-laki. Umur dari responden tenaga kerja

berdasarkan umur produktif dan umur tidak produktif, dimana responden berumur

36 hingga 50 tahun sebanyak lima responden (71,43%) masih tergolong umur

produktif dengan berstatus sudah menikah sebanyak tujuh responden.

Tabel 10 Karakteristik responden tenaga kerja TPAS “Namo Bintang” No Karakteristik Σ %

1 Jenis Kelamin

a. Laki – Laki 7 100,00

b. Perempuan 0 0,00

Total 7 100,00

2 Umur (Tahun)

a. 20 – 35 1 14,29

b. 36 – 50 5 71,43

c. > 50 1 14,29

Total 7 100,00

3 Status

a. Belum Menikah 0 0,00

b. Sudah Menikah 7 100,00

Total 7 100,00

4 Jumlah Tanggungan (Orang)

a. Tidak Memiliki 0 0,00

b. 1 - 2 3 42,86

c. 3 - 4 2 28,57

d. > 4 2 28,57

Total 7 100,00

5 Tingkat Pendidikan Formal

a. Tidak Sekolah 0 0,00

b. Sekolah Dasar (SD) 2 28,57

c. Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 42,86

d. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 0 0,00

e. Perguruan Tinggi 2 28,57

Total 7 100,00

6 Pekerjaan (Sumber Pendapatan Utama)

a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2 28,57

b. Tenaga Harian Lepas (THL) 5 71,43

Total 7 100,00

7 Pendapatan (Rp/bulan)

a. ≤ 1 200 000 0 0,00

b. 1 200 001 – 2 100 000 5 71,43

c. 2 100 001 – 3 000 000 2 28,57

d. > 3 000 000 0 0,00

Total 7 100,00

8 Sumber Pendapatan Lain

a. Tidak Memiliki 6 85,71

b. Memiliki 1 14,29

Total 7 100,00

9 Lama Bekerja (Tahun)

a. 1 - 10 2 28,57

b. 11 - 20 3 42,86

c. > 20 2 28,57

Total 7 100,00

39

39

Pengelompokan jumlah tanggungan dibedakan atas tenaga kerja yang tidak

memiliki anak, satu hingga dua orang, tiga hingga empat orang, dan lebih dari

empat orang. Responden memiliki tanggungan sebesar satu hingga dua orang

sebanyak tiga responden (42,86%) dengan alasan responden mengikuti kegiatan

keluarga berencana. Tingkat pendidikan formal responden tenaga kerja berada

pada tingkat sekolah menengah atas sebanyak tiga responden (42,86%).

Tenaga kerja dalam penelitian ini merupakan orang yang ikut serta di dalam

kantor TPAS “Namo Bintang” yang menjadi bagian dari sumber daya manusia

dinas kebersihan Kota Medan. Tenaga kerja ada yang Pegawai Negeri Sipil (PNS)

dan Tenaga Harian Lepas (THL). Tenaga kerja PNS adalah koordinator lapang

yang mengawasi bagian lapang di TPAS “Namo Bintang” dan koordinator kantor

TPAS “Namo Bintang”. Tenaga kerja THL adalah tenaga kerja harian lepas

seperti melati (penyapu jalan), bestari (beca/gerobak sampah), supir/kenek,

mekanik, petugas TPAS, hansip mandor angkutan/retribusi. Rata-rata upah THL

sudah berada diatas upah minimum kabupaten (UMK) sebesar 0,76% dengan

jumlah Rp.1.300.000.5 Responden tenaga kerja memiliki pekerjaan sebagai tenaga

harian lepas (THL) sebanyak lima responden (71,43%) dan koordinator bagian

lapang dan kantor sebanyak dua responden (28,57%). Tingkat pendapatan tenaga

kerja mayoritas berkisar antara Rp.1.200.001 hingga Rp.2.100.000 per bulan

sebanyak lima responden (71,43%) dan hanya satu responden (14,29%) yang

memiliki sumber pendapatan lain. Lamanya bekerja sebagai tenaga kerja dinas

kebersihan antara 11 hingga 20 tahan sebanyak tiga responden (42,86%) dan satu

hingga 10 tahun dan lebih dari 20 tahun memiliki proporsi masing-masing dua

responden (28,57%).

5 http://medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/umk-deli-serdang-naik-10,25% diakses tanggal 11 Desember

2013

40

40

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Responden terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Persepsi responden merupakan penilaian atau pendapat yang diberikan

masyarakat dan tenaga kerja akibat adanya Tempat Pembuangan Akhir Sampah

(TPAS) “Namo Bintang” baik dari kebersihan lingkungan, kualitas air, kualitas

udara, kesehatan, jenis penyakit yang diderita, dan keamanan lingkungan. Pada

penelitian ini persepsi responden dilihat berdasarkan keterkaitan antara pekerjaan

dengan tempat tinggal, seperti masyarakat pemulung, masyarakat non pemulung,

dan tenaga kerja guna untuk mengetahui pengaruh dari adanya keberadaan TPAS

“Namo Bintang”. Persepsi dari masyarakat dan tenaga kerja dapat dijadikan

masukan untuk pengelola TPAS “Namo Bintang” dalam pengembangan konsep

pengelolaan TPAS yang lebih baik dan terpadu.

6.1.1 Persepsi Responden Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo

Bintang”

Responden masyarakat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pemulung dan

non pemulung, dimana responden tersebut merupakan masyarakat yang

berdomisili disekitar TPAS “Namo Bintang”. Persepsi responden masyarakat

pemulung terhadap kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal adalah baik yang

dinilai oleh 35 responden (68,63%) dengan alasan karena selalu dibersihkan dan

sudah terbiasa dengan lingkungannya tersebut. Responden masyarakat non

pemulung juga menyatakan kebrsihan lingkungan baik, yaitu sebanyak

17.responden (53,13%) dengan alasan lingkungan tempat tinggal setiap harinya

selalu dibersihkan dan keberadaan sampah di TPAS “Namo Bintang” tidak

terlihat mempengaruhi kebersihan lingkungan secara langsung.

Penilaian responden masyarakat pemulung terhadap kualitas air di sekitar

TPAS “Namo Bintang” adalah kualitas air dengan kondisi baik sebanyak

34.responden (66,67%). Sumber air pada 51 responden berasal dari galian sumur.

Masyarakat pemulung lebih memilih untuk menggunakan air sumur karena

mengurangi biaya pengeluaran mereka, tetapi air sumur tidak digunakan untuk air

minum yang digantikan dengan air galon isi ulang. Berbeda dengan masyarakat

41

41

non pemulung yang menggunakan PAM untuk kebutuhan sehari-hari. Sebanyak

24 responden (75,00%) memiliki kualitas air yang baik karena air tidak tercemar

oleh keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Masyarakat non pemulung

menggunakan PAM karena mereka merasa air sumur sudah tercemar dengan air

lindi/limbah sampah.

Tabel 11 Persepsi responden masyarakat pemulung dan non pemulung terhadap

keberadaan TPAS “Namo Bintang”

No Karakteristik Pemulung Non Pemulung

Σ % Σ %

1 Kebersihan Lingkungan

a. Sangat Baik 0 0,00 3 9,38

b. Baik 35 68,63 17 53,13

c. Cukup Baik 14 27,45 9 28,13

d. Kurang Baik 2 3,92 3 9,38

e. Tidak Baik 0 0,00 0 0,00

Total 51 100,00 32 100,00

2 Kualitas Air

a. Sangat Baik 0 0,00 2 6,25

b. Baik 34 66,67 24 75,00

c. Cukup Baik 12 23,53 0 0,00

d. Kurang Baik 5 9,80 6 18,75

e. Tidak Baik 0 0,00 0 0,00

Total 51 100,00 32 100,00

3 Kualitas Udara

a. Sangat Baik 1 1,96 0 0,00

b. Baik 37 72,55 25 78,13

c. Cukup Baik 10 19,61 2 6,25

d. Kurang Baik 3 5,88 2 6,25

e. Tidak Baik 0 0,00 3 9,38

Total 51 100,00 32 100,00

4 Kesehatan

a. Sehat 20 39,22 25 78,13

b. Tidak Sehat 31 60,78 7 21,88

Total 51 100,00 32 100,00

5 Penyakit

a. Sakit Kepala 2 6,45 2 28,57

b. Diare 9 29,03 2 28,57

c. Demam 5 16,13 3 42,86

d. ISPA 15 48,39 0 0,00

Total 31 100,00 7 100,00

6 Keamanan

a. Sangat Aman 51 100,00 18 56,25

b. Aman 0 0,00 14 43,75

c. Cukup Aman 0 0,00 0 0,00

d. Kurang Aman 0 0,00 0 0,00

e. Tidak Aman 0 0,00 0 0,00

Total 51 100,00 32 100,00

Penilaian kualitas udara juga memiliki indikator yang dapat dipilih oleh

responden, yaitu kualitas udara tidak baik hingga sangat baik. Mayoritas

responden masyarakat pemulung menyatakan bahwasannya kualitas udara di

sekitar pemukiman mereka adalah baik. Bagi 37 responden masyarakat pemulung

(72,55%) kualitas udara dinilai baik karena responden tersebut sudah terbiasa

42

42

akan bau yang timbul dari sampah. Selanjutnya 25 responden masyarakat non

pemulung (78,13%) juga menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat

tinggal responden tergolong baik. Hal ini dikarenakan jarak tempat tinggal

masyarakat tersebut tidak terlalu dekat dengan TPAS “Namo Bintang”, walaupun

bau yang ditimbulkan oleh TPAS juga mengganggu responden masyarakat

tersebut. Bau terutama berasal dari truk pengangkut sampah serta bau yang timbul

pada saat musim hujan.

Kesehatan merupakan hal yang penting bagi manusia. Berdasarkan hasil

penelitian, diketahui sebanyak 31 responden masyarakat pemulung (60,78%)

mengalami gangguan kesehatan, berbanding terbalik dengan masyarakat non

pemulung. Sebanyak 25 responden (78,13%) tidak mengalami gangguan

kesehatan terkait dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Responden

masyarakat pemulung menyatakan bahwa sudah terbiasa akan adanya sampah

karena keberadaan tempat tinggal responden juga di sekitar TPAS “Namo

Bintang”, sehingga penyakit jarang menghampiri tubuh responden. Penyakit yang

diderita adalah sakit kepala, diare, demam, dan infeksi saluran pernapasan (ISPA).

Mayoritas masyarakat pemulung mengalami penyakit ISPA sebanyak 15

responden (48,39%).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 51 responden (100%) masyarakat

pemulung dan 18 responden (56,25%) masyarakat non pemulung menyatakan

keamanan Desa Namo Bintang sangat aman. Hal ini menunjukkan lingkungan

sekitar TPAS “Namo Bintang” sangat aman karena tidak pernah terjadi kejahatan,

kriminalitas, memiliki kerja sama yang baik dalam menjaga keamanan Desa

Namo Bintang, dan memiliki hubungan sosial yang erat.

6.1.2 Persepsi Responden Tenaga Kerja terhadap Keberadaan TPAS “Namo

Bintang”

Responden tenaga kerja yang bekerja di kantor TPAS “Namo Bintang”

memiliki persepsi terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Tenaga kerja

tidak bertempat tinggal di sekitar TPAS “Namo Bintang”, tetapi keseharian tenaga

kerja tidak terlepas dari TPAS. Persepsi responden tenaga kerja dipaparkan pada

Tabel.12. Responden tenaga kerja menghabiskan waktu dari pagi hingga sore di

43

43

kantor TPAS. Penilaian tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”

tidak berpengaruh. Sebanyak lima responden (71,43%) yang merasa TPAS

“Namo Bintang” sangat tidak mengganggu dengan alasan tempat tinggal sangat

jauh.

Responden tenaga kerja merasakan eksternalitas negatif dari keberadaan

TPAS “Namo Bintang”, yaitu pencemaran air dan udara. Air dikonsumsi oleh

mereka sehari-hari ketika berada di kantor, tetapi tidak untuk dikonsumsi untuk

diminum. Dari lima responden (71,43%) menilai kualitas air cukup baik dan dua

responden (28,57%) menilai kualitas air kurang baik. Begitupun dengan kualitas

udara yang dirasakan oleh seluruh responden tenaga kerja yang beranggapan

kualitas udara cukup baik. Keamanan sekitar TPAS “Namo Bintang” menurut

responden tenaga kerja juga terbilang aman karena masyarakat TPAS “Namo

Bintang” memiliki kerjasama yang baik dan tidak pernah terjadi kriminalitas di

Desa Namo Bintang.

Tabel 12 Persepsi responden tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo

Bintang”

No Karakteriskik Σ %

1 Keberadaan TPA

a. Sangat Tidak Mengganggu 5 71,43

b. Tidak Mengganggu 2 28,57

c. Biasa Saja 0 0,00

d. Mengganggu 0 0,00

e. Sangat Mengganggu 0 0,00

Total 7 100,00

2 TPA berdampak negatif

a. Ya 7 100,00

b. Tidak 0 0,00

Total 7 100,00

3 Kualitas Air

a. Sangat Baik 0 0,00

b. Baik 0 0,00

c. Cukup Baik 5 71,43

d. Kurang Baik 2 28,57

e. Tidak Baik 0 0,00

Total 7 100,00

4 Kualitas Udara

a. Sangat Baik 0 0,00

b. Baik 0 0,00

c. Cukup Baik 7 100,00

d. Kurang Baik 0 0,00

e. Tidak Baik 0 0,00

Total 7 100,00

5 Keamanan

a. Sangat Aman 0 0,00

b. Aman 7 100,00

c. Cukup Aman 0 0,00

d. Kurang Aman 0 0,00

e. Tidak Aman 0 0,00

Total 7 100,00

44

44

Tenaga kerja menyatakan bahwa keberadaan TPAS “Namo Bintang” tidak

mengganggu kepada aktivitas keseharian mereka. Responden tenaga kerja juga

memahami arti penting keberadaan TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat

pemulung sebagai sumber penghasilan utama. Selain itu, adanya TPAS “Namo

Bintang” akan membuka peluang pekerjaan yang dapat mengurangi tingkat

pengangguran. Terkait dengan permasalahan kualitas lingkungan yang timbul

karena adanya TPAS “Namo Bintang”, para pekerja menyatakan bahwa hal ini

salah satunya dapat diatasi dengan peningkatan penghijauan agar dapat

meminimalisasi pencemaran udara.

6.2 Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo

Bintang”

Keberadaan TPAS “Namo Bintang” menimbulkan dampak positif dan

eksternalitas negatif. Adanya sumber pendapatan rumah tangga yang didapat dari

sampah dan nilai tambah dari hasil olahan sampah memberikan keuntungan bagi

masyarakat. Kerugian juga dirasakan oleh masyarakat yang diestimasi dari biaya

pengeluaran untuk pengobatan dan konsumsi air bersih.

6.2.1 Dampak Positif Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Dampak positif dalam penelitian ini dijadikannya TPAS “Namo Bintang”

sebagai sumber penghasilan utama bagi masyarakat pemulung. Terdapat nilai

tambah yang diperoleh tiga responden masyarakat berupa pengolahan tanah

endapan menjadi pupuk kompos. Berbeda dengan biasanya, mengompos yang

terjadi di TPAS “Namo Bintang” hanya dengan menggunakan sistem anaerob

yang menggunakan tanah endapan yang awalnya tertimbun oleh sampah organik

dan anorganik. Sampah organik terurai secara langsung tanpa ada pengolahan

tertentu, sehingga menjadi tanah endapan dan menghasilkan nilai tambah.

Mayoritas dari responden menyatakan bekerja sebagai pemulung adalah pekerjaan

yang menyenangkan, tidak memiliki tekanan serta perintah dari siapapun, tidak

membutuhkan sikap disiplin akan waktu, dan dapat bereksplor dengan sendirinya.

45

45

6.2.1.1 Sumber Pendapatan Masyarakat

Adanya TPAS “Namo Bintang” dijadikan suatu sumber pendapatan bagi

masyarakat sekitar TPAS “Namo Bintang”. Hal ini dijelaskan dari hasil

penelitian, bahwa mayoritas masyarakat Desa Namo Bintang memanfaatkan

keberadaan TPAS dengan bekerja sebagai pemulung, adapula yang bekerja

sebagai pengepul sampah dan pengolah sampah. Masyarakat pemulung bekerja

setiap harinya tanpa ada penentuan waktu, mayoritas masyarakat berangkat ke

lokasi TPAS di pagi hari. Setiap harinya memilah sampah yang diinginkan seperti

sampah plastik es, plastik atom, kaleng bekas, alumunium, kaca, dan lain-lain

yang dikonsumsi oleh manusia pada umumnya. Sampah yang paling banyak

dicari oleh responden adalah sampah plastik atom karena harga sampah plastik

atom sebesar Rp.2.500 per kg. Pendapatan dengan nominal besar atau kecil,

tergantung dari usaha per individu setiap hari. Rata-rata pendapatan yang

diperoleh responden berkisar antara Rp.20.000 hingga Rp.75.000 per hari.

Pendapatan diperoleh dari hasil memulung yang dijual kepada pengepul, ada pula

yang tidak menjual hasil memulung setiap hari.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden yang bekerja sebagai

pengepul, pendapatan yang dihasilkan sangat mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Setiap hari atau setiap minggu masyarakat pemulung

menjual hasil mulungnya kepada masyarakat pengepul, dimana masyarakat

pengepul akan menjual kembali sampah yang telah dipilah tersebut. Biasanya

dibeli oleh pabrik-pabrik besar yang menghasilkan pendapatan yang tinggi.

Sampah di TPAS “Namo Bintang” juga dimanfaatkan oleh tiga responden

masyarakat pemulung dengan mengolah tanah endapan sampah menjadi pupuk

kompos. Selain berguna untuk mengurangi timbulan sampah yang ada di TPAS

dan pengolahan tersebut juga menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat.

6.2.1.2 Analisis Nilai Tambah

Proses pengolahan tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos

berimplikasi pada adanya nilai tambah produk tersebut, sehingga harga jual pupuk

kompos menjadi lebih tinggi daripada harga jual tanah endapan itu sendiri.

46

46

Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui seberapa besar nilai tambah,

imbalan tenaga kerja, imbalan bagi modal dari sampah yang diolah menjadi pupuk

kompos. Pengolahan kompos pada penelitian ini dilakukan pada tiga responden

masyarakat pemulung dan perhitungan nilai tambah untuk empat kali produksi

dalam satu bulan. Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah

menjadi pupuk kompos menggunakan Metode Hayami dapat dilihat pada

Tabel.13.

Tabel 13 Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah di TPAS

“Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 No Variabel Perhitungan Nilai

Output, Input, dan Harga

1 Output yang dihasilkan (kg/bulan) A 13 333,333

2 Bahan baku yang digunakan (kg/bulan) B 15 333,333

3 Tenaga kerja (HOK/bulan) C 26,667

4 Faktor konversi (1/2) D = A/B 0,866

5 Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B 0,002

6 Harga output (Rp/kg) F 266,667

7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) G 50 000,000

Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input)

8 Harga bahan baku (Rp/kg input) H 50,000

9 Sumbangan input lain (Rp/kg output) I 80,704

10 Nilai output (4x6) (Rp/kg input) J = D x F 231,250

11 a. Nilai tambah (10-9-8) (Rp/kg input) K = J – H – I 100,546

b. Rasio nilai tambah ((11a/10)x100%) L = K/J 43,251

12 a. Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp/kg input) M = E x G 85,069

b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100%) N = M/K 84,631

13 a. Keuntungan (11a-12a) (Rp/kg input) O = K – M 15,477

b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) P = O – J 15,369

Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi

14 Marjin (10-8) (Rp/kg) Q = J – H 181,250

a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) R = M/Q 46,809

b. Sumbangan input lain ((9/14)x100% S = I/Q 44,672

c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) T = O/Q 8,519

Bahan baku utama adalah tanah endapan sampah dan rata-rata penjualan

pupuk kompos sekitar Rp.266,667 per kilogramnya. Pembuatan pupuk kompos di

TPAS Namo Bintang menggunakan sistem anaerob yang membutuhkan waktu

kurang lebih lima hingga enam jam per hari dengan syarat cuaca panas. Setiap

bulannya responden menggunakan rata-rata tanah endapan sebanyak 13.333,333

kilogram. Tanah endapan sampah yang masih tercampur dengan sampah

anorganik tersebut dapat menghasilkan rata-rata kompos sebanyak 15.333,33

kilogram dengan rata-rata faktor konversi sebesar 0,866, yang artinya satu kg

tanah endapan sampah dapat menghasilkan rata-rata 0,866 kilogram pupuk

kompos.

47

47

Tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali pengolahan hanya

menggunakan tenaga kerja orang kerja yang berjenis kelamin laki-laki dan

perempuan. Sistem upah di TPAS “Namo Bintang” dibayarkan dengan upah

sebesar Rp 50.000 per HOK. Responden membutuhkan waktu tujuh hingga

delapan jam dalam satu hari untuk mengolah pupuk kompos. Tenaga kerja

memaksimalkan waktu sebaik mungkin karena pada kondisi hujan tidak dapat

melakukan kegiatan mengolah pupuk kompos. Disela-sela waktu pengolahan

pupuk kompos, responden memanfaatkan waktu dengan melakukan kegiatan

memulung sampah sembari mengeringkan tanah endapan yang sudah diayak.

Pemasaran akan pupuk kompos dilakukan ke gudang penjualan kompos dan sudah

dipasarkan penjualan ke luar daerah seperti Aceh, Riau, dan Batam.

Rata-rata perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) sebesar 26,667 dengan rata-

rata koefisien tenaga kerja sebesar 0,002 yang didapat dari pembagian jumlah

HOK dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Nilai koefisien tenaga kerja

menunjukkan bahwa jumlah HOK dari tanah endapan sampah sebesar 0,002

HOK. Rata-rata harga jual pupuk kompos sebesar Rp.266,667 per kilogram.

Adapun tanah endapan sebagai bahan baku senilai Rp.50 per kilogram. Nilai

sumbangan input lain merupakan pembagian setiap bahan dengan jumlah bahan

baku yang digunakan. Rata-rata sumbangan input lain sebesar Rp.80,704, yaitu

harga lahan, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan dari peralatan yang

digunakan.

Rata-rata nilai tambah merupakan pengurangan dari nilai pupuk kompos

sebagai output dengan sumbangan input lain dan harga tanah endapan sampah

sebagai bahan baku utama per kilogram dibagi dengan jumlah pengolah yang

mendapatkan hasil pengolahan produk dengan jumlah sebesar Rp.100,546 per

kilogram sama dengan rasio nilai tambah sebesar 43,251%. Rata-rata imbalan

tenaga kerja diperoleh dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata

tenaga kerja per HOK sebesar Rp.85,069 per kg. Bagian tenaga kerja adalah

84,631% yang merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Keuntungan

ini merupakan nilai tambah bersih dari penjualan pupuk kompos yang didapatkan

oleh pelaku usaha sebesar sebesar Rp.15,477 per kg dengan tingkat keuntungan

adalah 15,369% yang menunjukkan dari harga jual merupakan keuntungan yang

48

48

diterima responden. Marjin berguna untuk menunjukkan kontribusi fakor-fakor

produksi selain bahan baku. Besaran marjin dapat dilihat balas jasa terhadap fakor

produksi yang terdiri dari balas jasa tenaga kerja, sumbangan input lain dan

keuntungan perusahaan.

Pembuatan pupuk kompos sebagian besar marjin yang diterima unit usaha

didistribusikan pada keuntungan unit usaha. Pendapatan tenaga kerja sebesar

46,809 yang menjelaskan seberapa besar imbalan untuk tenaga kerja dengan

marjin yang dihasilkan. Adanya keuntungan dari nilai sumbangan input lain yang

digunakan sebesar 44,672, dihasilkan dari keuntungan yang didapat dari hasil

pengolahan tanah endapan. Sebanyak 8,519 keuntungan yang didapat oleh

pemilik usaha pupuk kompos.

Hasil produksi total pupuk kompos dari tiga responden masyarakat

pemulung sebesar 40.000 kg per bulan. Pengolahan tanah endapan menjadi pupuk

kompos menghasilkam nilai tambah, sehingga diestimasi total nilai manfaat

ekonomi yang diperoleh setiap bulannya sebesar Rp.628.852 dalam tahun 2013.

Nilai tersebut didapat dari perkalian jumlah produksi setiap bulan dengan

keuntungan per kg bahan baku. Terdapat potensi untuk peningkatan nilai tambah

dari sampah-sampah yang terdapat di TPAS “Namo Bintang”.

6.2.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga memiliki eksternalitas negatif

seperti penurunan kualitas lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat pemulung

dan non pemulung. Kualitas lingkungan yang tercemar dari adanya TPAS “Namo

Bintang” menyebabkan kualitas air dan udara serta lingkungan sekitar menurun,

sehingga masyarakat mengeluarkan biaya pengobatan dan biaya konsumsi air

bersih. Biaya konsumsi air bersih dapat dilihat dari biaya air galon isi ulang dan

PAM.

6.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness)

Responden masyarakat pemulung menyatakan bahwa TPAS “Namo

Bintang” tidak memberikan eksternalitas negatif apapun karena responden

menjadikan sampah di TPAS sebagai sumber penghasilan. Banyak masyarakat

49

49

pemulung yang membawa anak berumur satu tahun kebawah, ke TPAS “Namo

Bintang” yang sangat mengganggu pada kesehatan bayi. Hal itu tidak dapat

dipungkiri dengan adanya dampak dari keberadaan TPAS “Namo Bintang” secara

tidak langsung. Terlihat dari tingkat kesehatan yang terganggu bagi responden

masyarakat pemulung sebanyak 31.responden (60,78%) dimana harus

mengeluarkan biaya kesehatan setiap bulannya. Sebagian responden pemulung

terganggu kesehatannya, akan tetapi mereka tidak menganggap hal tersebut suatu

masalah yang serius.

Berdasarkan hasil penelitian, bagi responden masyarakat non pemulung

kesehatan tidak terlalu terganggu sebanyak 25 responden (78,13%), sedangkan

tujuh responden (21,88%) mengalami gangguan kesehatan. Responden non

pemulung mengatakan bahwa sangat tidak nyaman dengan adanya keberadaan

TPAS yang mengganggu penciuman terhadap udara di lingkungannya, tetapi

disisi sosial responden melihat adanya TPAS “Namo Bintang” adalah tempat

dimana masyarakat pemulung mencari kehidupan. TPAS dapat merubah

pendapatan masyarakat pemulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Keadaan air juga menjadi buruk, maka dari itu responden non pemulung baik

yang memiliki jarak jauh dari lokasi, tetap menggunakan air yang bersumber dari

PAM. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat penurunan kualitas lingkungan yang

disebut juga eksternalitas negatif dari adanya TPAS “Namo Bintang”.

Berdasarkan keterangan dari Bidan Desa Namo Bintang, penyakit yang

mayoritas diderita pada tahun 2012 adalah demam, diare, ISPA, dan sakit kepala,

namun demam dan sakit kepala bukan penyakit yang diakibatkan oleh keberadaan

TPAS “Namo Bintang”. Tabel 14 hanya mencantumkan penyakit diare dan ISPA

karena berkaitan langsung dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Biaya

kesehatan dihitung per kepala keluarga yang didapatkan dari hasil wawancara

terhadap responden berkunjung untuk berobat dan membeli obat setiap bulannya.

Menurut responden, penyakit ini bukan penyakit parah dan tidak mengganggu

mereka dalam bekerja, sehingga tetap mendapatkan penghasilan.

50

50

Tabel 14 Daftar penyakit yang diderita akibat TPAS “Namo Bintang” dan biaya

kesehatan responden masyarakat Desa Namo Bintang Nama Penyakit Jumlah Responden (orang) Total Biaya Pengobatan (Rp/bulan)

Diare 11 375.000

ISPA 15 540.000

Total 26 915.000

Pada Tabel 14 terdapat biaya kesehatan yang terkait dengan keberadaan

TPAS “Namo Bintang” yang dikeluarkan oleh responden masyarakat, yaitu diare

dan ISPA. Penyakit yang banyak diderita adalah ISPA (Infeksi Saluran

Penapasan) sebanyak 15 responden. Total biaya pengobatan ISPA terbesar karena

responden yang menderita juga banyak. Jika dilihat dari rata-rata per responden

pun biaya yang terbesar adalah ISPA sebesar Rp.36.000 karena pengeluaran akan

obat yang dibutuhkan lebih banyak. Biaya kesehatan tidak terlalu mahal karena

jarak yang tidak jauh dan masyarakat cenderung berobat ke bidan ataupun klinik

di Desa Namo Bintang dikarenakan letak puskesmas yang terlalu jauh. Biaya

pengobatan yang dikeluarkan oleh seluruh responden sebesar Rp 915.000 per

bulan dari 26.orang. Rata-rata biaya yang dikeluarkan responden sebesar

Rp.35.200 per bulan sehingga didapat total biaya pengobatan yang dikeluarkan

masyarakat di Desa Namo Bintang sebesar Rp.56.249.600 per bulan atau

Rp.674.995.200 per tahun dari total rumah tangga sebanyak 1.598 KK dapat

dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Total biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Desa Namo

Bintang Hal Nilai

Total biaya pengobatan (Rp/bulan) (A) 915.000

Jumlah responden (orang) (B) 26

Rata-rata biaya pengobatan (Rp/bulan) (C=A/B) 35.200

Jumlah rumah tangga (KK) (D) 1.598

Total biaya pengobatan (Rp/bulan) (E=CxD) 56.249.600

6.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost)

Biaya pengganti responden dilihat dari biaya konsumsi air bersih yang

digunakan. sebagai air galon isi ulang. Bagi masyarakat pemulung untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari masih menggunakan air sumur yang terdapat

dalam rumah masing-masing, sedangkan masyarakat non pemulung untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari menggunakan air PAM. Masyarakat Namo

Bintang ada yang mengkonsumsi air galon isi ulang dan air galon kemasan

bermerk. Berdasarkan Tabel.16 hampir keseluruhan masyarakat Namo Bintang

51

51

membeli air minum pada pengecer dengan sistem air galon isi ulang dengan harga

yang bervariasi sekitar Rp.3.000 hingga Rp.6.500 per galon. Sebanyak 83

responden melakukan pembelian air galon dengan sistem air galon isi ulang.

Dapat dilihat rata-rata responden membeli air galon isi ulang yang seharga

Rp.4.000 per galon sebanyak 35 responden, tetapi jika dilihat dari jumlah

konsumsi banyak yang mengkonsumsi air galon dengan harga Rp.5.000 sebanyak

191 galon. Hal ini dikarenakan banyak responden yang membeli air galon di kelas

tengah dan harga masih terjangkau.

Tabel 16 Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang masyarakat Desa Namo

Bintang Harga Air Galon

(Rp)

Jumlah Responden

(orang)

Jumlah Konsumsi Air

Galon (Galon/bulan)

Total Biaya Pengeluaran

(Rp/bulan)

3.000 4 16 48.000

3.500 3 10 35.000

4.000 35 140 560.000

5.000 30 191 955.000

6.000 8 53 318.000

6.500 3 6 39.000

Total 83 416 1.955.000

Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang dari 83 responden untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari selama satu bulan dapat dihitung dari jumlah

konsumsi air galon dikalikan dengan harga air galon tersebut. Total biaya

pengeluaran air galon isi ulang masyarakat Desa Namo Bintang sebesar

Rp.23.554 per bulan. Biaya konsumsi air bersih masyarakat di Desa Namo

Bintang tidak hanya dari pembelian air galon isi ulang, tetapi juga pengeluaran

terhadap PAM. Rata-rata biaya pengeluaran PAM sebesar Rp.44.250. Biaya

pengeluaran PAM hanya dikeluarkan oleh responden masyarakat non pemulung

karena masyarakat non pemulung khawatir untuk menggunakan air sumur yang

ada di sekitar TPAS Namo Bintang. Berdasarkan Tabel.17 diketahui total biaya

konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang sebesar Rp.108.350.792 per

bulan atau Rp.1.300.209.504 per tahun yang diperoleh dari penjumlahan biaya

pengeluaran air galon isi ulang dan PAM. Data mengenai total biaya pengganti

konsumsi air bersih di Desa Namo Bintang dapat dilihat pada Tabel 17.

52

52

Tabel 17 Total biaya pengganti konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo

Bintang Jenis Sumber Air Jumlah

Responden

(orang)

(A)

Total Biaya

Pengeluaran

(Rp/bulan)

(B)

Rata-rata Biaya

Pengeluaran

(Rp/bulan)

(C=B/A)

Jumlah

Rumah

Tangga (KK)

(D)

Total Biaya

Pengganti

(Rp/bulan)

(E=CxD)

Air Galon Isi Ulang 83 1.955.000 23.554 1.598 37.639.292

PAM 32 1.416.000 44.250 1.598 70.711.500

Total Biaya Konsumsi Air Bersih yang Dikeluarkan Masyarakat (Rp/bulan) 108.350.792

Biaya yang harus dikeluarkan oleh responden masyarakat pemulung dan

non pemulung adalah biaya pengobatan dan biaya pengganti terhadap konsumsi

air bersih. Estimasi total biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat sebanyak

Rp.164.600.392 per bulan atau Rp.1.975.204.704 per tahun. Hasil tersebut

didapat dari penjumlahan biaya pengobatan dan biaya pengganti terhadap

konsumsi air bersih dikalikan dengan jumlah kepala keluarga yang ada di Desa

Namo Bintang.

6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan

Keberadaan TPAS “Namo Bintang” mengakibatkan adanya pencemaran

terhadap air sumur, sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan. Pada

penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas

lingkungan diukur dari biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih yang

dikeluarkan oleh masyarakat dengan menggunakan analisis regresi linear

berganda. Fungsi penurunan kualitas lingkungan sebagai variabel tidak bebas

(dependent variable), yaitu biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih yang

diduga berpengaruh terhadap variabel bebas (independent variable), yaitu umur

(X1), tingkat pendapatan (X2), tingkat pendidikan (X3), dummy pekerjaan (X4),

jumlah tanggungan (X5), jarak tempat tinggal (X6), dummy kualitas air (X7),

dummy kebersihan lingkungan (X8), dan tingkat kesehatan (X9).

Berdasarkan hasil persamaan model regeresi linear yang disajikan pada

Tabel 18 sebagai berikut:

Ln Y = 10,337 – 0,039 ln X1 + 0,107 ln X2 + 0,006 ln X3 – 1,690 X4 (dummy) +

0,017 ln X5 – 0,074 ln X6 – 0,066 X7 (dummy) – 0,200 X8 (dummy) +

0,001 X9 (dummy)

53

53

Tabel 18 Hasil regresi linear berganda terhadap biaya konsumsi air bersih

masyarakat Desa Namo Bintang Unstandardized

Coefficients

Collinearity

Statistics

Model B t Sig VIF

(Constant) 10,337 11,016 0,000

X1 (Umur) -0,039 -0,373 0,711 1,122

X2 (Tingkat Pendapatan) 0,107 2,013 **0,049 1,183

X3 (Tingkat Pendidikan) 0,006 0,804 0,425 1,513

X4 (Pekerjaan) (dummy) -1,690 -25,361 *0,000 1,539

X5 (Jumlah Tanggungan)

X6 (Jarak)

X7 (Kualitas Air)

(dummy)

X8 (Kebersihan Lingkungan)

(dummy)

X9 (Tingkat Kesehatan)

(dummy)

0,017

-0,074

-0,066

-0,200

0,001

2,866

-1,321

-0,689

-1,563

0,016

*0,006

****0,191

0,493

***0,123

0,987

1,232

1,417

1,333

1,273

1,134

R-square 94,7%

R-square adj. 93,9%

Durbin Watson 2,234

Sig. F 0,000a

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,485

keterangan: **** nyata pada taraf α = 20% dan berpengaruh sebesar 80%

*** nyata pada taraf α = 15% dan berpengaruh sebesar 85%

** nyata pada taraf α = 5% dan berpengaruh sebesar 95%

* nyata pada taraf α = 1% dan berpengaruh sebesar 99%

Berdasarkan hasil regresi, dilihat nilai R-square adj. yang dihasilkan sebesar

93,9% yang berguna untuk melihat keakuratan model. Dijelaskan bahwa 93,9%

keragaman eksternalitas negatif dapat dijelaskan oleh variabel bebas (independent

variable) yaitu umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah

tanggungan, jarak tempat tinggal, kualitas air, kualitas lingkungan, dan kesehatan,

sedangkan 6,1% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Model regresi linear

berganda yang baik adalah model regresi yang memenuhi asumsi klasik, yaitu uji

normalitas, tidak terdapat heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.

Hasil uji tersebut sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilihat dari kurva normal pada histogram yang tertera pada

Lampiran 5 dapat dikatakan bahwa model berdistribusi normal dengan mean

sebesar 2,47 e-14

. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual berada di sekitar nol

dan dikatakan terstandarisasi menyebar secara normal. Lebih tepatnya dilakukan

uji chi square atau Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov

dengan menggunakan software SPSS.16 yang tertera pada Lampiran 5, untuk

54

54

menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,485, dimana nilai Asymp.Sig.

(2-tailed) lebih besar dari (α=0,20). Hal ini menunjukkan nilai residual menyebar

secara normal.

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilihat dari sebaran pola yang ada pada scatterplot.

Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas (Lampiran 5) terlihat tidak membentuk

pola dan menyebar bebas. Hal ini menunjukkan tidak terdapat pelanggaran

heteroskedastisitas pada model regresi.

3. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilihat dari nilai VIF. Nilai VIF yang kurang dari

sepuluh (VIF<10) menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil

regresi terhadap model tidak terdapat pelanggaran multikolinearitas karena dilihat

dari masing-masing variabel memiliki VIF kurang dari sepuluh (VIF<10) yang

terdapat pada Lampiran 5.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson (DW). Firdaus

(2004) menyatakan nilai DW diantara 1,55 dan 2,46 menunjukkan tidak ada

autokorelasi. Hasil pengolahan data diketahui nilai DW sebesar 2,234, hal ini

membuktikan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi ini.

Berdasarkan hasil model regresi tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik, hal

ini menunjukan bahwa model layak untuk digunakan. Data pada Tabel 17

menjelaskan variabel-variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap

model regresi pada α=1%, α=5%, α=15%, dan α=20% adalah variabel tingkat

pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, dan kebersihan

lingkungan, sedangkan variabel lain yaitu umur, tingkat pendidikan, kualitas air,

dan tingkat kesehatan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan).

Variabel tingkat pendapatan (X2) memiliki P-value sebesar 0,049 yang

artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 5%.

Koefisien variabel tingkat pendapatan bertanda positif (+) dan memiliki nilai

sebesar 0,107. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa tingginya pendapatan yang

diperoleh seseorang dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air

bersih. Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang sebesar 1% maka

55

55

diduga besarnya pengeluaran untuk biaya konsumsi air bersih meningkat sebesar

0,107% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Responden yang

memiliki pendapatan tinggi akan merasa berkecukupan untuk menanggulangi

eksternalitas negatif yang ada dengan mengeluarkan biaya konsumsi air bersih.

Variabel dummy pekerjaan (X4) memiliki P-value sebesar 0,000 yang

artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 1%.

Koefisien variabel dummy pekerjaan bertanda negatif (-) dan memiliki nilai

sebesar -1,690. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa pekerjaan sebagai pemulung

lebih sedikit mengeluarkan biaya konsumsi air bersih dibandingkan dengan

pekerjaan sebagai non pemulung. Artinya besarnya biaya konsumsi air bersih

terhadap pekerjaan sebagai pemulung lebih sedikit 1%, maka diduga biaya

konsumsi air bersih pemulung lebih sedikit dibandingkan dengan pekerjaan

sebagai non pemulung sebanyak 1,690% dengan asumsi peubah bebas lain tetap

(cateris paribus). Hal ini disebabkan masyarakat pemulung sudah terbiasa dengan

keadaan disekitar sampah dan responden yang tidak bekerja sebagai pemulung

mengeluarkan biaya pengeluarannya untuk air bersih.

Variabel jumlah tanggungan (X5) memiliki P-value sebesar 0,006 yang

artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 1%.

Koefisien variabel jumlah tanggungan bertanda positif (+) dan memiliki nilai

sebesar 0,017. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin banyak jumlah

tanggungan seseorang, maka dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi

air bersih. Artinya semakin banyak jumlah tanggungan seseorang sebesar 1%

maka diduga besarnya pengeluaran untuk biaya konsumsi air bersih meningkat

sebesar 0,017% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Hal ini

disebabkan karena semakin banyak jumlah tanggungan seseorang dalam satu

keluarga akan membutuhkan air yang lebih banyak.

Variabel jarak tempat tinggal (X6) memiliki P-value sebesar 0,191 yang

artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 20%.

Koefisien variabel jarak tempat tinggal bertanda negatif (-) dan memiliki nilai

sebesar -0,074. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin jauh jarak tempat

tinggal masyarakat ke lokasi TPAS, maka besarnya biaya konsumsi air bersih

akan menurun. Artinya semakin jauh jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi

56

56

TPAS sebesar 1%, maka diduga besarnya biaya pengganti terhadap konsumsi air

bersih akan menurun sebesar 0,074% dengan asumsi peubah bebas lain tetap

(cateris paribus). Hal ini disebabkan karena semakin jauh jarak tempat tinggal

seseorang dari TPAS, menyebabkan air yang tercemar lebih kecil.

Variabel dummy kebersihan lingkungan (X8) memiliki P-value sebesar

0,123 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata

(α) 15%. Koefisien variabel dummy kebersihan lingkungan bertanda negatif (-)

dan memiliki nilai sebesar -0,200. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin

kurang baik kebersihan lingkungan tempat tinggal seseorang, maka biaya

konsumsi air bersih akan lebih besar. Artinya semakin kurang baik kebersihan

lingkungan tempat tinggal sebesar 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih

akan lebih besar 0,200% dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus).

Variabel umur (X1) memiliki nilai P-value sebesar 0,711 yang artinya

variabel tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 20%.

Koefisien variabel umur bertanda negatif (-) dan memiliki nilai sebesar -0,039.

Tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tua umur seseorang, semakin

lama tinggal di sekitar TPAS maka biaya konsumsi air bersih meningkat. Artinya

semakin muda umur seseorang sebesar 1% dan baru tinggal di sekitar TPAS,

maka diduga konsumsi air bersih menurun 0,039% dengan asumsi peubah lain

tetap (cateris paribus). Hal ini tidak sesuai karena berdasarkan keadaan di lapang

umur responden tidak mencerminkan lama tinggal seseorang, tidak semakin tua

umur responden semakin lama tinggal di sekitar TPAS tersebut.

Variabel tingkat pendidikan (X3) memiliki nilai P-value sebesar 0,425 yang

artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 20%. Koefisien

variabel tingkat pendidikan bertanda positif (+) dan memiliki nilai sebesar 0,006.

Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka semakin mengetahui akan pentingnya mengkonsumsi air bersih sehingga

biaya konsumsi air bersih meningkat. Artinya semakin tinggi pendidikan

seseorang sebesar 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih meningkat 0,006%

dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus). Hal ini disebabkan karena

pengetahuan seseorang tentang air bersih lebih tinggi, sehingga tidak masalah

untuk mengeluarkan biaya konsumsi air bersih lebih banyak.

57

57

Variabel dummy kualitas air (X7) memiliki P-value sebesar 0,493 yang

artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 20%. Koefisien

variabel kualitas air bertanda negatif (-) dan memiliki nilai sebesar -0,066. Sesuai

dengan hipotesis awal bahwa semakin kurang baik kualitas air, maka akan lebih

besar biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan. Artinya semakin kurang baik

kualitas air 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih lebih besar 0,066%

dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus).

Variabel dummy tingkat kesehatan (X9) memiliki P-value sebesar 0,987

yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 20%.

Koefisien variabel tingkat kesehatan bertanda positif (+) dan memiliki nilai

sebesar 0,001. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin lebih baik tingkat

kesehatan seseorang, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih. Hal ini

disebabkan karena tingkat kesehatan berpengaruh terhadap air yang dikonsumsi.

6.4 Implikasi dan Rekomendasi

Pengelolaan sampah terkait Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 dalam

Pasal 20 mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan

kegiatan dalam menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap,

memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan, memfasilitasi

penerapan label produk yang ramah lingkungan, memfasilitiasi kegiatan

mengguna ulang dan mendaur ulang, dan memfasilitasi pemasaran produk-produk

daur ulang. Selain itu, pada Pasal 26 dalam bagian kerjasama dan kemitraan

dalam pengelolaan sampah, pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama antar

pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah. Hal ini berkaitan

dengan Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang berisi akan pemberian hak kepada setiap orang untuk

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Berdasarkan peraturan pengelolaan sampah di atas dapat disimpulkan

implikasi dari penelitian ini, yaitu mengadakan kerjasama antara Pemerintah Kota

Medan, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dengan masyarakat untuk membuat

suatu kelembagaan pengelolaan sampah seperti mengadakan sosialisai akan

pengelolaan sampah yang lebih baik. Sosialisasi pengolahan sampah menjadi

58

58

kompos berupaya untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat

memanfaatkan ekonomi langsung dari sampah yang bermanfaat bagi masyarakat

sekitar dan pemerintah. Selain dapat mengurangi jumlah sampah yang ada di

TPAS “Namo Bintang”, pengolahan sampah menjadi kompos juga dapat

memberikan insentif tambahan bagi masyarakat sekitar. Insentif tersebut berupa

pemasukan dalam bentuk uang tunai yang dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Menetapkan kebijakan yang lebih baik lagi dengan menetapkan

peraturan jarak keberadaan tempat tinggal masyarakat terhadap lokasi TPAS

“Namo Bintang”, demi terwujudnya lingkungan hidup yang baik dan sehat,

sehingga masyarakat pemulung tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk

membeli konsumsi air bersih.

59

59

VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Persepsi mayoritas masyarakat pemulung maupun non pemulung terhadap

kondisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) akibat keberadaan

TPAS “Namo Bintang” adalah baik. Bagi responden masyarakat pemulung,

kualitas lingkungan dirasa baik karena sudah terbiasa dengan keberadaan

TPAS “Namo Bintang”. Masyarakat non pemulung juga tidak terlalu

merasakan gangguan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” dan tidak

merasakan masalah kesehatan.

2. Keberadaan TPAS “Namo Bintang” memiliki dampak positif dan esternalitas

negatif. Dampak positif yaitu adanya sumber pendapatan bagi masyarakat

sekitar dan adanya nilai tambah dari pengolahan pupuk kompos yang

dilakukan oleh masyarakat pemulung. Rata-rata nilai tambah sebesar

Rp.100,546 dengan presentase sebesar 43,251%. Hal ini juga ditunjukkan

dari tingkat keuntungan yang dihasilkan sebesar Rp 15,477 per kilogram

bahan baku yang diolah dengan presentase sebesar 15,639%. Selain memiliki

dampak positif, juga memiliki eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif

dapat dilihat dari adanya biaya pengobatan dan adanya biaya pengganti akan

konsumsi air bersih.

3. Variabel-variabel dalam faktor-faktor penurunan kualitas lingkungan yang

berpengaruh secara nyata adalah tingkat pendapatan, pekerjaan, jumlah

tanggungan, jarak tempat tinggal, dan kebersihan lingkungan.

7.2 Saran

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola TPAS

“Namo Bintang” dan Dinas Kebersihan Kota Medan untuk pengelolaan dan

pengolahan sampah di TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik.

2. Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran masyarakat pemulung untuk dapat

terlibat langsung dalam kegiatan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos

dengan menjalin kerjasama antara pihak TPAS “Namo Bintang”, Pemerintah

60

60

Daerah dengan masyarakat untuk mengadakan pelatihan pembuatan pupuk

kompos agar pengurangan sampah bertahap dapat berjalan dan adanya

insentif dari tambahan bagi masyarakat sekitar serta berkurangnya penurunan

kualitas lingkungan yang ada.

3. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai faktor-

faktor penurunan kualitas lingkungan dengan menggunakan variabel tingkat

pengetahuan masyarakat dalam tingkat pemilahan sampah rumah tangga.

61

61

DAFTAR PUSTAKA

Azwar A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta (ID): Mutiara

Sumberwidya.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka Biro

Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang. Sumatera Utara (ID): Badan Pusat

Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka Biro

Pusat Statistik Kota Medan. Sumatera Utara (ID): Badan Pusat Statistik.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI

19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan.

Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum.

Bintoro HMH. 2008. Sampah Kota, Kompos dan Banjir. Bogor (ID): IPB Press.

Bujangusti Y. 2009. Estimasi Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat

Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir: Studi Kasus di TPA Bantar

Gebang, Kota Bekasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Deddy A. 2005. Peluang Pasar Kompos Hasil Pengomposan Sampah Pasar

Prosiding Lokakarya Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta. 2005 Feb

17; Bogor (ID): Fakultas Pertanian IPB.

Dinas Kebersihan Kota Medan. 2002. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8

Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan. Medan (ID): Dinas

Kebersihan Kota Medan.

Dinas Kebersihan Kota Medan. 2010. Manajemen Pengelolaan Persampahan Kota

Medan. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan 2010.

Dinas Kebersihan Kota Medan. 2011. Laporan Akuntabilitas Dinas Kebersihan

Kota Medan 2010. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan 2011.

Dinas Kebersihan Kota Medan. 2012. Jumlah Timbulan Sampah Kota Medan

2011-2012. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan.

Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.

Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Fazaria DA. 2013. Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji

[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): PT

Bumi Aksara.

Garrod G, Kenneth GW. 1999. Economic Valuation of the Environment Methods

and Case Studies. United Kingdom (UK): Edward Elgar Publishing.

Gujarati DN. 2003. Basic Econometric 4th

edition. New York (USA): Mc Graw

Hill-Irvine.

Gujarati DN. 2007a. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid I. Jakarta (ID): Penerbit

Erlangga.

62

62

Gujarati DN. 2007b. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 2. Jakarta (ID): Penerbit

Erlangga.

Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and

Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor

(ID): CGPRT Centre.

Jones GE, Ben D, Salman H. 2000. Ecological Economic an Introduction.

England (UK): Blackwell Science Ltd Oxford.

Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB

Press.

Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Profil Kota Medan.

http://ciptakarya.pu.go.id/profil/barat/sumut/medan.pdf diakses tanggal 29

Juni 2013.

Lind DA, William GM, Samuel AW. 2008. Teknik-teknik Statistika dalam Bisnis

dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global Edisi 13 Buku 2.

Jakarta (ID): Salemba Empat.

Maimun. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran

Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik (Studi Kasus

Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh) [Skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Mangkoesoebroto G. 1993. Ekonomi Publik. Yogyakarta (ID): Gajah Mada

University Press.

Marimin, Maghfiroh N. 2011. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam

Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.

Martono N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data

Sekunder. Jakarta (ID): PT Rajagrafindo Persada.

Naria E. 1999. Insektisida Nabati untuk Rumah Tangga. Info Kesehatan

Masyarakat Vol. IX No. 1. Medan (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU

Nazir M. 2011.Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.

Notoatmodjo. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta

Sandjoyo AB. 2013. Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan

Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung,

Depok [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sankar. 2008. Environmental Externalities. Chennai (IN): Madras School of

Economics.

Sudradjat HR. 2009. Mengelola Sampah Kota. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed

Methods). Bandung (ID): Alfabeta.

63

63

Suhan YG. 2009. Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap Harga

Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok

Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia

Indonesia.

Tampubolon BA. 2011. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat

Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus di

Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan

Sampah.

Wardhana WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi).

Yogyakarta (ID): Andi Offest.

Yusuf R. 2012. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Sampah Organik Menjadi

Pupuk Kompos (Studi Kasus di Rumah Kompos Griya Melati, Kelurahan

Bubulak, Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

64

64

65

65

LAMPIRAN

66

66

Lampiran 1 Data rumah tangga, penduduk, dan rata-rata penduduk per

rumah tangga di Kecamatan Pancur Batu tahun 2011 No

Desa Rumah Tangga

(RT)

Penduduk Rata-rata/RT

1 Bintang Meriah 292 1.126 4

2 Sugau 335 1.229 4

3 Tiang Layar 392 1.386 4

4 Salam Tani 365 1.337 4

5 Namo Riam 414 1.592 4

6 Durin Simbelang A 639 2.483 4

7 Durin Tunggal 664 2.557 4

8 Pertampilen 363 1.497 4

9 Hulu 915 3.813 4

10 Namo Simpur 325 1.229 4

11 Namo Bintang 1.598 6.180 4

12 Simalingkar A 849 3.469 4

13 Perumnas Simalingkar 1.665 7.307 4

14 Baru 1.659 6.901 4

15 Lama 1.353 5.555 4

16 Kampung Tengah 531 2.472 4

17 Namorih 306 1.189 4

18 Durian Jangak 499 1.856 4

19 Tuntungan II 1.144 4.580 4

20 Tuntungan I 845 3.427 4

21 Gunung Tinggi 436 1.611 4

22 Sei Gelugur 1.461 6.099 4

23 Suka Raya 983 3.921 4

24 Tanjung Anom 2.341 9.918 5

25 Sembahe Baru 797 3.000 4 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang 2012

67

67

Lampiran 2 Biaya kesehatan

Responden Kesehatan Jenis Penyakit Biaya Berobat (Rp/bulan)

1 0 Demam 20 000

2 0 Diare 50 000

3 0 Demam 15 000

4 0 Diare 25 000

5 0 Demam 20 000

6 1 Tidak Ada 0

7 0 ISPA 25 000

8 1 Tidak Ada 0

9 1 Tidak Ada 0

10 1 Tidak Ada 0

11 0 ISPA 30 000

12 0 Diare 30 000

13 0 ISPA 50 000

14 0 Diare 50 000

15 1 Tidak Ada 0

16 0 ISPA 35 000

17 1 Tidak Ada 0

18 0 Demam 35 000

19 1 Tidak Ada 0

20 1 Tidak Ada 0

21 0 ISPA 50 000

22 0 ISPA 40 000

23 1 Tidak Ada 0

24 1 Tidak Ada 0

25 0 ISPA 35 000

26 0 ISPA 30 000

27 1 Tidak Ada 0

28 0 Diare 40 000

29 1 Tidak Ada 0

30 0 ISPA 40 000

31 0 Demam 25 000

32 1 Tidak Ada 0

33 0 ISPA 40 000

34 0 Diare 30 000

35 0 ISPA 40 000

36 0 ISPA 25 000

37 1 Tidak Ada 0

38 0 Sakit Kepala 35 000

39 0 Sakit Kepala 20 000

40 0 Diare 25 000

41 0 Diare 30 000

68

68

Lampiran 2 Lanjutan

Responden Kesehatan Jenis Penyakit Biaya

42 1 Tidak Ada 0

43 1 Tidak Ada 0

44 1 Tidak Ada 0

45 0 ISPA 35 000

46 0 ISPA 25 000

47 0 ISPA 40 000

48 1 Tidak Ada 0

49 1 Tidak Ada 0

50 1 Tidak Ada 0

51 0 Diare 20 000

52 1 Tidak Ada 0

53 1 Tidak Ada 0

54 1 Tidak Ada 0

55 1 Tidak Ada 0

56 1 Tidak Ada 0

57 1 Tidak Ada 0

58 1 Tidak Ada 0

59 1 Tidak Ada 0

60 1 Tidak Ada 0

61 0 Diare 45 000

62 0 Demam 25 000

63 0 Diare 30 000

64 1 Tidak Ada 0

65 1 Tidak Ada 0

66 1 Tidak Ada 0

67 1 Tidak Ada 0

68 1 Tidak Ada 0

69 1 Tidak Ada 0

70 0 Demam 25 000

71 1 Tidak Ada 0

72 1 Tidak Ada 0

73 0 Sakit Kepala 15 000

74 1 Tidak Ada 0

75 1 Tidak Ada 0

76 1 Tidak Ada 0

77 1 Tidak Ada 0

78 1 Tidak Ada 0

79 0 Sakit Kepala 20 000

80 0 Demam 25 000

81 1 Tidak Ada 0

82 1 Tidak Ada 0

83 1 Tidak Ada 0

Biaya Pengobatan (Rp/bulan) 915 000

Responden (Orang) 26

Rata-rata Biaya Pengobatan (Rp/bulan) 35 200

Populasi Rumah Tangga (KK) 1 598

Total Biaya Pengobatan (Rp/bulan) 56 249 600

69

69

Lampiran 3 Biaya pengganti konsumsi air bersih

Responden JT

(Orang)

Harga Air

Galon

(Rp)

Konsumsi

(Galon)

Biaya Air

Galon

(Rp/bln)

PAM

(Rp/bln)

Total Biaya

(Rp/bln)

1 3 5 000 3 15 000 0 15 000

2 5 5 000 5 25 000 0 25 000

3 3 5 000 3 15 000 0 15 000

4 2 4 000 2 8 000 0 8 000

5 0 4 000 2 8 000 0 8 000

6 3 3 000 4 12 000 0 12 000

7 0 4 000 2 8 000 0 8 000

8 2 4 000 2 8 000 0 8 000

9 4 4 000 5 20 000 0 20 000

10 3 3 500 4 15 000 0 15 000

11 4 4 000 5 20 000 0 20 000

12 2 4 000 2 8 000 0 8 000

13 3 5 000 3 15 000 0 15 000

14 4 4 000 5 20 000 0 20 000

15 2 4 000 2 8 000 0 8 000

16 0 4 000 2 8 000 0 8 000

17 2 4 000 2 8 000 0 8 000

18 3 3 000 4 12 000 0 12 000

19 2 5 000 2 10 000 0 10 000

20 1 4 000 2 8 000 0 8 000

21 0 4 000 2 8 000 0 8 000

22 1 4 000 2 8 000 0 8 000

23 0 5 000 2 10 000 0 10 000

24 3 5 000 3 15 000 0 15 000

25 0 4 000 2 8 000 0 8 000

26 3 5 000 3 15 000 0 15 000

27 5 5 000 5 25 000 0 25 000

28 0 4 000 2 8 000 0 8 000

29 2 4 000 2 8 000 0 8 000

30 2 4 000 2 8 000 0 8 000

31 0 4 000 2 8 000 0 8 000

32 3 5 000 3 15 000 0 15 000

33 2 5 000 2 10 000 0 10 000

34 4 4 000 5 20 000 0 20 000

35 1 4 000 2 8 000 0 8 000

36 0 4 000 2 8 000 0 8 000

37 0 4 000 2 8 000 0 8 000

38 0 4 000 2 8 000 0 8 000

70 70

Lampiran 3 Lanjutan

Responden JT

(Orang)

Harga Air

Galon

(Rp)

Konsumsi

(Galon)

Biaya Air

Galon

(Rp/bln)

PAM

(Rp/bln)

Total Biaya

(Rp/bln)

39 2 5 000 2 10 000 0 10 000

40 1 4 000 2 8 000 0 8 000

41 2 5 000 2 10 000 0 10 000

42 1 4 000 2 8 000 0 8 000

43 2 5 000 2 10 000 0 10 000

44 1 4 000 2 8 000 0 8 000

45 1 4 000 2 8 000 0 8 000

46 2 5 000 2 10 000 0 10 000

47 3 5 000 3 15 000 0 15 000

48 2 5 000 2 10 000 0 10 000

49 1 6 500 2 13 000 0 13 000

50 2 4 000 3 12 000 0 12 000

51 3 3 000 5 15 000 0 15 000

52 2 6 000 3 18 000 38 000 56 000

53 3 5 000 4 20 000 45 000 65 000

54 0 5 000 2 10 000 40 000 50 000

55 0 6 000 2 12 000 33 000 45 000

56 4 5 000 5 25 000 30 000 55 000

57 4 5 000 5 25 000 35 000 60 000

58 6 6 000 7 42 000 33 000 75 000

59 4 5 000 5 25 000 30 000 55 000

60 1 6 500 2 13 000 80 000 93 000

61 1 5 000 2 10 000 50 000 60 000

62 2 6 000 3 18 000 57 000 75 000

63 2 5 000 3 15 000 60 000 75 000

64 1 6 000 1 6 000 45 000 51 000

65 1 5 000 2 10 000 40 000 50 000

66 1 5 000 2 10 000 45 000 55 000

67 1 5 000 2 10 000 35 000 45 000

68 2 6 500 2 13 000 55 000 68 000

69 3 4 000 3 12 000 40 000 52 000

70 3 5 000 3 15 000 55 000 70 000

71 2 5 000 3 15 000 40 000 55 000

72 1 4 000 3 12 000 35 000 47 000

73 1 5 000 3 15 000 45 000 60 000

74 2 4 000 2 8 000 65 000 73 000

75 2 6 000 3 18 000 35 000 53 000

76 1 4 000 2 8 000 30 000 38 000

71

71

Lampiran 3 Lanjutan

Responden JT

(Orang)

Harga Air

Galon

(Rp)

Konsumsi

(Galon)

Biaya Air

Galon

(Rp/bln)

PAM

(Rp/bl

n)

Total Biaya

(Rp/bln)

77 3 4 000 4 16 000 45 000 61 000

78 1 6 000 2 12 000 35 000 47 000

79 2 3 500 3 10 500 40 000 50 500

80 2 3 000 3 9 000 47 000 56 000

81 2 3 500 3 10 500 38 000 48 500

82 3 4 000 5 20 000 55 000 75 000

83 3 6 000 4 24 000 60 000 84 000

Responden Konsumsi Air Galon Isi Ulang (Orang) 83

Total Biaya Air Galon Isi Ulang (Rp/bulan) 1 955 000

Rata-rata Biaya Konsumsi Air Galon Isi Ulang (Rp/bulan) 23 554

Populasi Rumah Tangga (KK) 1 598

Total Biaya Pengganti Air Galon Isi Ulang (Rp/bulan) 37 639 292

Responden Konsumsi PAM (Orang) 32

Total Biaya PAM (Rp/bulan) 1 416 000

Rata-rata Biaya Konsumsi PAM (Rp/bulan) 44 250

Populasi Rumah Tangga (KK) 1 598

Total Biaya Pengganti PAM (Rp/bulan) 70 711 500

Total Biaya Pengganti terhadap Konsumsi Air Bersih (Rp/bulan) 108 350 792

72

Lampiran 4 Rincian Analisis Nilai Tambah Pupuk Kompos di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013

No. Uraian 1 2 3 Rata-rata

Output, input dan harga

1 Output yang dihasilkan (Kg/bulan) 14 000,000 16 000,000 10 000,000 13 333,333

2 Bahan baku yang digunakan (kg/bulan) 16 000,000 18 000,000 12 000,000 15 333,333

3 Tenaga kerja (HOK/bulan) 25,000 37,500 17,500 26,667

4 Faktor konversi (1/2) 0,875 0,889 0,833 0,866

5 Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,002 0,002 0,001 0,002

6 Harga output (Rp/kg) 250,000 300,000 250,000 266,667

7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) 50 000,000 50 000,000 50 000,000 50 000,000

Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input)

8 Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) 50,000 50,000 50,000 50,000

9 Sumbangan input lain (Rp/kg output) 78,585 93,103 70,422 80,704

10 Nilai output (4 x 6) (Rp/kg) 218,750 266,667 208,333 231,250

11 a. Nilai tambah (10 - 9 - 8) (Rp/kg) 90,165 123,564 87,911 100,546

b. Rasio nilai tambah ((11a/10x100%) 41,218 46,336 42,197 43,251

12 a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/kg) 78,125 104,167 72,917 85,069

b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100% 86,647 84,302 82,944 84,631

13 a. Keuntungan (11a-12a)(Rp/kg) 12,040 19,397 14,994 15,477

b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) 13,353 15,698 17,056 15,369

Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi

14 Marjin (10-8) (Rp/kg) 168,750 216,667 158,333 181,250

a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) 46,296 48,077 46,053 46,809

b. Sumbangan input lain ((9/14)x100%) 46,569 42,971 44,477 44,672

c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) 7,135 8,952 9,470 8,519

73

Lampiran 5 Hasil Model Regresi Linear Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 10,337 0,938 11,016 0,000

X1 -0,039 0,103 -0,012 -0,373 0,711 0,891 1,122

X2 0,107 0,053 0,065 2,013 **0,049 0,846 1,183

X3 0,006 0,008 0,029 0,804 0,425 0,661 1,513

X4 -1,690 0,067 -0,934 -25,361 *0,000 0,650 1,539

X5 0,017 0,006 0,094 2,866 *0,006 0,812 1,232

X6 -0,074 0,056 -0,047 -1,321 ****0,191 0,706 1,417

X7 -0,066 0,095 -0,024 -0,689 0,493 0,750 1,333

X8 -0,200 0,128 -0,052 -1,563 ***0,123 0,786 1,273

X9 0,001 0,056 0,001 0,016 0,987 0,882 1,134

a. Dependent Variable: Y

keterangan: **** nyata pada taraf α = 20% dan berpengaruh sebesar 80%

*** nyata pada taraf α = 15% dan berpengaruh sebesar 85%

** nyata pada taraf α = 5% dan berpengaruh sebesar 95%

* nyata pada taraf α = 1% dan berpengaruh sebesar 99%

Uji F

H0: Semua variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas

H1: Semua variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel bebas

Sig. (P-value) (,000a) < (α=0,20) maka tolak H0, artinya semua variabel bebas

berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (model signifikan).

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 52,071 9 5,786 119,359 0,000a

Residual 2,908 60 0,048

Total 54,979 69

a. Predictors: (Constant), X9, X8, X2, X5, X1, X6, X7, X3, X4

b. Dependent Variable: Y

Uji Normalitas

H0: Data residual berdistribusi normal

H1: Data residual tidak bersdistribusi normal

Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,458 > (α=0,20), maka asumsi nilai residual menyebar

normal terpenuhi.

74

74

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 70

Normal Parametersa Mean 0,0000000

Std. Deviation 0,20530524

Most Extreme Differences Absolute 0,100

Positive 0,100

Negative -0,064

Kolmogorov-Smirnov Z 0,837

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,485

a. Test distribution is Normal

Nilai mean = 2,47 e-14

dimana mendekati nol yang artinya normal.

75

75

Uji Heteroskedastisitas

Dapat dilihat dari scatterplot, plot tidak berpola atau tidak membentuk pola

apapun dengan kata lain menyebar bebas, sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak terjadi pelanggaran heteroskedastisitas pada model.

Uji Multikolinearitas

Berdasarkan hasil regresi semua variabel bebas memiliki nilai VIF kurang dari 10

(VIF < 10), artinya tidak terdapat pelanggaran multikolinearitas.

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

X1 0,891 1,122

X2 0,846 1,183

X3 0,661 1,513

X4 0,650 1,539

X5 0,812 1,232

X6 0,706 1,417

X7 0,750 1,333

X8 0,786 1,273

X9 0,882 1,134

a. Dependent Variable: Y

76

76

Uji Autokorelasi

Hasil regresi memiliki nilai Durbin-Watson 2,234 yang menunjukkan tidak terjadi

pelanggaran autokorelasi karena berada pada selang antara 1,55 dan 2,46 (Firdaus

2004).

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-

Watson

1 0,973a 0,947 0,939 0,2201653 2,234

a. Predictors: (Constant), X9, X8, X2, X5, X1, X6, X7, X3, X4

b. Dependent Variable: Y

77

77

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 TPAS “Namo Bintang” Gambar 2 Tumpukan sampah

plastik es

Gambar 3 Pengayakan tanah

endapan sampah

Gambar 4 Penjemuran tanah

endapan sampah

Gambar 5 Keadaan tempat pengomposan

di TPAS “Namo Bintang”

Gambar 6 Hasil pupuk kompos yang

sudah dikemas

78

78

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Februari 1992 dan putri satu-

satunya dari pasangan Eri Rangkuti dan Tengku Teviana. Penulis memulai

pendidikan di TK Sarah School Medan pada tahun 1996, kemudian melanjutkan

pendidikan di SD Harapan 1 Medan tahun 1997, selanjutnya di SMP Negeri 1

Medan pada tahun 2003, dan SMA Negeri 1 Medan pada tahun 2006. Pada tahun

2009 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan di IPB penulis aktif mengikuti organisai

kemahasiswaan di IPB seperti Himpunan Mahasiswa Profesi (HIMPRO)

Resources and Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai

staff Divisi Campus Social Responsibility (CSR) tahun 2010-2011 dan aktif

mengikuti berbagai kepanitiaan di dalam kampus IPB. Penulis juga bergabung di

Indonesian Youth Conference (IYC) tahun 2012.