dampak keberadaan tempat pembuangan akhir … · erli wahyuni, aya livia, vidya dwi astari,...
TRANSCRIPT
i
i
DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH
(TPAS) “NAMO BINTANG” TERHADAP MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu,
Kabupaten Deli Serdang)
FEBRIANA ADIYA RANGKUTI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
i
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Keberadaan
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap
Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu,
Kabupaten Deli Serdang) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Febriana Adiya Rangkuti
NIM H44090004
ii
ii
ABSTRAK
FEBRIANA ADIYA RANGKUTI. Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan
Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa
Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang). Dibimbing
oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA.
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terletak di
Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. TPAS “Namo Bintang”
merupakan salah satu TPAS di Kota Medan yang menerapkan sistem pengelolaan
sampah open dumping. Pengelolaan sampah dengan menerapkan sistem tersebut
mengakibatkan eksternalitas negatif berupa penurunan tingkat kesehatan dan
kualitas lingkungan sekitar. Di sisi lain, keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga
memberikan dampak positif bagi masyarakat antara lain sebagai sumber
pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan sampah. Berdasarkan hal tersebut
diperlukan identifikasi terhadap persepsi masyarakat, estimasi dampak positif dan
eksternalitas negatif, dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penurunan kualitas lingkungan yang timbul akibat keberadaan TPAS “Namo
Bintang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi
terhadap kondisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) tergolong baik.
Pengolahan sampah menjadi pupuk kompos menggunakan Analisis Nilai Tambah
Metode Hayami. Nilai tambah pupuk kompos bernilai sebesar Rp.100,546 yaitu
43,251% per kilogram bahan baku dan menghasilkan keuntungan sebesar
Rp.15,477 per kilogram bahan baku yang diolah sebesar 15,369%. Estimasi
eksternalitas negatif diukur dari biaya kesehatan dengan pendekatan cost of illness
dan biaya konsumsi air bersih dengan pendekatan replacement cost. Berdasarkan
perhitungan, total biaya kesehatan sebesar Rp.56.249.600 per bulan dan biaya
konsumsi air bersih sebesar Rp.108.350.792 per bulan, sehingga nilai eksternalitas
negatif sebesar Rp.164.600.392 per bulan. Faktor–faktor yang mempengaruhi
penurunan kualitas lingkungan diukur dari biaya konsumsi air bersih dengan
menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis regresi linear
berganda menunjukkan lima variabel yang mempengaruhi penurunan kualitas
lingkungan yaitu tingkat pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat
tinggal, dan kebersihan lingkungan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat
dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Medan untuk pengembangan
pengelolaan dan pengolahan TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik.
Kata kunci: Open dumping, Penurunan Kualitas Lingkungan, Pupuk Kompos,
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS), TPAS “Namo
Bintang”
iii
ABSTRACT
FEBRIANA ADIYA RANGKUTI. The Impact of “Namo Bintang” Landfill to
the Local Society (Case Study: Namo Bintang Village, Pancur Batu Sub-District,
Deli Serdang Regency) Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI and
NUVA.
“Namo Bintang” landfill is located in Pancur Batu sub-district, Deli Serdang
Regency. “Namo Bintang” landfill is one of the landfill in Medan that use the
"open dumping" system. The open dumping waste management system usually
affect more negative externalities such as reducing the level of health care and
environmental deterioration. At the other side, it could also provides positive
impact for the society such as a source of income and added value gathered from
waste processing. Based on that problems, thus it’s important to identify society
and labor perceptions, the estimation of positive impact and negative
externalities, and factors that affect the environmental deterioration due to the
existence of the “Namo Bintang” landfill. The result showed that respondents
have good perceptions about the condition of natural resources and
environmental. The positive impact that arising from the existence of the landfill
are the absorption of labor and value added of trash into compost which is
analyzed using Hayami Analysis Added Value Method. The added value of
fertilizer compost is IDR 100,546 which is 43,251% per kilogram of raw material
and produce a big profit IDR 15,477 per kilogram raw material that processed of
15,369%. The estimation of the negative externalities seen from the society
expense for health care costs with approach of the cost of illness and clean water
consumption with replacement cost approach. Based on the calculations, total
calculation for health care IDR 56.249.600 per month and clean water
consumption cost IDR 108.350.792 per month, so the negative externalities value
are IDR 164.600.392 per month. The factors that affect the environmental
deterioration cost measured from the cost of clean water consumption by using
Multiple Linear Regression Analysis. Based on regression analysis, there are five
variables that affect the expense which is income level, occupation, number of
dependents, distance to “Namo Bintang” landfill, and the environmental clean.
Therefore, the result of this research can be used as a consideration material for
the government in Medan for the management development and for better
cultivation in “Namo Bintang” landfill.
Key words: Compost Fertilizer, Environmental Deterioration, Landfill, “Namo
Bintang” Landfill, Open Dumping
i
i
FEBRIANA ADIYA RANGKUTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH
(TPAS) “NAMO BINTANG” TERHADAP MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu,
Kabupaten Deli Serdang)
i
i
Judul Skripsi : Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah
(TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus:
Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli
Serdang)
Nama : Febriana Adiya Rangkuti
NIM : H44090004
Disetujui oleh
Dr. Ir. Eka Intan K Putri, M.S
Pembimbing I
Nuva, S.P, M.Sc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
iii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Dampak
Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang”
terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu,
Kabupaten Deli Serdang). Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan
pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan
skripsi ini terutama kepada:
1. Kedua orangtua tercinta yaitu Papa Eri Rangkuti, Mama Tengku Teviana,
dan keluarga besar tercinta serta Hafizd Adityo yang selalu memberikan
kasih sayang, doa, dan motivasi.
2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan K Putri, M.S dan Mba Nuva, S.P, M.Sc selaku dosen
pembimbing yang telah mendidik dan mengarahkan penulis sehingga dapat
menyelesakan skripsi dengan baik.
3. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T selaku dosen penguji utama dan Bapak
Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang
telah memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan skripsi ini.
4. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB yang telah memberikan ilmu,
dukungan, dan bantuan kepada penulis selama masa studi.
5. Dinas Kebersihan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli
Serdang dan Kota Medan, Bidan Desa Namo Bintang, Tenaga Kerja
Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang, dan Masyarakat Desa
Namo Bintang yang telah memberikan informasi selama pengambilan data.
6. Rekan-rekan satu bimbingan (Rahayu, Aisya, Agustina, Silmi, Laila,
Hilman, dan Akmal) atas kerja sama, dukungan, dan saran selama
pembuatan skripsi berlangsung hingga selesai.
iv
iv
7. Sahabat-sahabat di dalam lingkungan Departemen Ekonomi Sumberdaya
dan Lingkungan IPB (Fernando, Yuki, Rizqiyyah, Khoirunissa, Citra,
Charista, Charra, Resty, Sandra, Nita, Renita, Susan, Miranty, Reyna,
Adina, Nur Cahaya, Intan, Nurul, Verry, Yulis, Annisa, Dear, Gugat,
Laode, dan seluruh sahabat ESL 46) atas kebersamaan, bantuan, doa, dan
dukungannya.
8. Sahabat-sahabat di dalam lingkungan Institut Pertanian Bogor (Wahid,
Gradisny, Marsha, Nurhalimah, Nandha, Wilona, Karina, Bob, Winda,
Rekha, Tantyna, Arsy, Anindila, Monika, Haifa, dan lain-lain) atas doa dan
dukungannya.
9. Sahabat-sahabat di “Indonesian Youth Conference” (Adiyat Yori Rambe,
Nidya Febriani, Afianka Maunaza, Nadia Tuscany, Izna Amalia, Dhimas
Ibnu, Agung Ruswandi, Risang Condro, Shena Malsiana, dan lain-lain) atas
doa dan dukungannya.
10. Erli Wahyuni, Aya Livia, Vidya Dwi Astari, Arindini Putri, Rinda Chindra,
Nollie Filiza, dan sahabat-sahabat di Medan yang selalu memberikan
dukungan, doa, dan motivasi.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penulisan
yang kebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Februari 2014
Febriana Adiya Rangkuti
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. viii
I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 5
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 6
2.1 Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) ...................... 6
2.2 Pengelolaan dan Pengolahan Sampah ....................................................... 7
2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 9
III KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................... 12
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................................. 12
3.1.1 Nilai Tambah Metode Hayami...................................................... 12
3.1.2 Eksternalitas .................................................................................. 13
3.1.3 Averting Behavior Method ............................................................ 15
3.1.4 Model Regresi Linear Berganda ................................................... 16
3.2 Kerangka Operasional ............................................................................. 17
3.3 Hipotesis Penelitian................................................................................. 20
IV METODE PENELITIAN......................................................................................... 21
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 21
4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 21
4.3 Metode Pengambilan Data ...................................................................... 21
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 22
4.4.1 Identifikasi Persepsi Masyarakat terhadap TPAS “Namo
Bintang”......................................................................................... 22
4.4.2 Estimasi Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Akibat
Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ............................................ 24
4.4.2.1 Dampak Positif .................................................................. 24
4.4.2.1.1 Analisis Nilai Tambah ........................................ 24
4.4.2.2 Eksternalitas Negatif ......................................................... 25
vi
vi
4.4.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness) ....................... 26
4.4.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost) .................. 26
4.5 Pengujian Parameter Regresi ................................................................... 29
V GAMBARAN UMUM ................................................................................................ 33
5.1 Karakteristik Lokasi ................................................................................ 33
5.2 Karakteristik Responden ......................................................................... 34
5.2.1 Karakteristik Responden Masyarakat ............................................ 34
5.2.2 Karakteristik Responden Tenaga Kerja ......................................... 37
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 40
6.1 Persepsi Responden terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ....... 40
6.1.1 Persepsi Responden Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS
“Namo Bintang” ............................................................................. 40
6.1.2 Persepsi Responden Tenaga Kerja terhadap Keberadaan TPAS
“Namo Bintang” ............................................................................. 42
6.2 Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo
Bintang” ................................................................................................ 44
6.2.1 Dampak Positif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” .................... 44
6.2.1.1 Sumber Pendapatan Masyarakat ........................................ 45
6.2.1.2 Analisis Nilai Tambah ....................................................... 45
6.2.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ........... 48
6.2.2.1 Biaya Kesehatan ................................................................ 48
6.2.2.2 Biaya Pengganti ................................................................ 50
6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan ...... 52
6.4 Implikasi dan Rekomendasi .................................................................... 57
VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 59
7.1 Simpulan .................................................................................................. 59
7.2 Saran ........................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 61
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 65
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... 78
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Medan 2007-2011 ...... 2
2 Jumlah timbulan sampah Kota Medan tahun 2011-2012 ......................... 3
3 Penelitian terdahulu mengenai nilai tambah ............................................ 10
4 Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas negatif ................................ 11
5 Matriks metode analisis data .................................................................... 22
6 Kategori dan indikator persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ...................................................................... 23
7 Perhitungan nilai tambah Metode Hayami ............................................... 25
8 Variabel dan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan
kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” ............ 29
9 Karakteristik responden masyarakat pemulung dan non
pemulung TPAS “Namo Bintang” .......................................................... 35
10 Karakteristik responden tenaga kerja TPAS “Namo Bintang” ................ 38
11 Persepsi responden masyarakat pemulung dan non
pemulung terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ......................... 41
12 Persepsi responden tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS
“Namo Bintang” ....................................................................................... 43
13 Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah
di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 ........................ 46
14 Daftar penyakit yang diderita akibat TPAS “Namo Bintang”
dan biaya kesehatan responden masyarakat Desa Namo Bintang ............ 50
15 Total biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Desa
Namo Bintang .......................................................................................... 50
16 Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang masyarakat
Desa Namo Bintang...................................................................................51
17 Total biaya pengganti konsumsi air bersih masyarakat Desa
Namo Bintang .......................................................................................... 52
18 Hasil regresi linear berganda biaya pengganti terhadap biaya
konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang .............................. 53
viii
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Kurva eksternalitas negatif ..................................................................... 15
2 Diagram alur kerangka berpikir ................................................................. 19
3 Peta lokasi penelitian ................................................................................. 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Data rumah tangga, penduduk, dan rata-rata penduduk per rumah
tangga di Kecamatan Pancur Batu tahun 2011 ......................................... 66
2 Biaya Kesehatan ....................................................................................... 67
3 Biaya konsumsi air bersih ......................................................................... 69
4 Rincian analisis nilai tambah pupuk kompos di TPAS “Namo Bintang”
pada Januari-Februari 2013 ...................................................................... 72
5 Hasil model regresi linear berganda ......................................................... 73
6 Dokumentasi penelitian ............................................................................ 77
1
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan dan kepadatan penduduk di Indonesia yang terus meningkat
terutama di daerah perkotaan dapat menimbulkan berbagai permasalahan sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Permasalahan lingkungan merupakan salah satu
masalah yang sering terjadi dan cenderung sulit untuk diatasi, seperti adanya
penumpukan sampah dan limbah hasil konsumsi masyarakat. Perubahan gaya
hidup masyarakat secara tidak langsung juga berpotensi memberikan kontribusi
yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Kuantitas
sampah terus bertambah seiring dengan penambahan jumlah penduduk, namun
pengelolaan dan pengolahan sampah masih terbatas dan kurang efektif di
beberapa daerah. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan volume
timbulan sampah.
Peningkatan jumlah timbulan sampah secara tidak langsung menimbulkan
eksternalitas negatif, namun jika sampah dikelola dengan baik akan menimbulkan
dampak positif seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat
terjadi dikarenakan pengelolaan sampah mendukung adanya penyerapan tenaga
kerja, seperti terbukanya lapangan pekerjaan baru dan manfaat ekonomi dari
pengolahan sampah serta perbaikan kualitas lingkungan yang secara tidak
langsung terjadi. Pemanfaatan sampah skala besar juga bisa menghasilkan sumber
listrik, seperti pengelolaan sampah di China, Swedia, dan Indonesia. Pemanfaatan
sampah menjadi tenaga listrik di Indonesia telah diaplikasikan di Kota Bekasi,
yang mampu menghasilkan listrik sebesar 26 MW oleh PT.Godang Tua Jaya
sebagai pengelola TPST Bantar Gebang.1
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) adalah tempat pembuangan
akhir sampah di suatu lokasi yang telah ditentukan oleh pemerintah (Perda Kota
Medan No.8/2002, pasal 1 huruf y). Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)
bukan solusi utama dalam penanggulangan permasalahan sampah, tetapi salah
satu upaya untuk mengurangi eksternalitas negatif dari keberadaan sampah.
1http://www.alpensteel.com/article/56-110-energi-sampah--pltsa/2588--sampah-di-bekasi-hasilkan-energi-
listrik-26mw diakses pada tanggal 9 November 2013
2
2
Sebagian besar TPAS di perkotaan belum menggunakan sistem pengelolaan
sanitary landfill, seperti yang dipaparkan oleh Sudrajat (2009) bahwa mayoritas di
kota-kota besar menerapkan sistem pengelolaan sampah tumpukan. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan alat dan kondisi keuangan suatu kota serta
kepedulian pemerintah daerah setempat akan kesehatan lingkungan. Menurut UU
No. 18 Tahun 2008 Pasal 44, “Pemerintah daerah harus menutup TPAS yang
menggunakan sistem open dumping paling lama lima tahun terhitung sejak
berlakunya Undang-Undang”. Keberhasilan pengelolaan sampah juga sangat
ditentukan oleh faktor non teknis yang terdiri atas perilaku masyarakat,
kelembagaan, regulasi, sistem keuangan, dan kemauan politik pemerintah (Dinas
Kebersihan Kota Medan 2011).
Sistem pengelolaan sampah open dumping banyak diterapkan di TPAS
perkotaan sebagai pengganti sistem pengelolaan sanitary landfill, dimana sistem
ini memiliki beberapa kelemahan yaitu adanya pencemaran lingkungan baik
tanah, air, dan udara serta terganggunya kesehatan masyarakat (Dinas Kebersihan
Kota Medan 2010).
Kota Medan termasuk salah satu kota besar di Indonesia dengan kepadatan
penduduk yang tinggi (Tabel 1). Hal tersebut merupakan penyebab utama
peningkatan jumlah timbulan sampah di Kota Medan. Pemerintah Kota Medan
dalam upaya mengatasi permasalahan sampah mendirikan TPAS “Namo Bintang”
dan TPAS “Terjun”. TPAS “Namo Bintang” merupakan TPAS terbesar dan
terluas di Kota Medan yang menerapkan sistem open dumping.
Tabel 1 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Medan 2007-2012 Tahun Luas Wilayah (km2) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
2007 265,10 2 083 156 7.858
2008 265,10 2 102 105 7.932
2009 265,10 2 121 053 8.001
2010 265,10 2 123 126 8 009
2011 265,10 2 117 224 7.987
2012 265,10 2 122 804 8 008 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan (2013)
TPAS “Namo Bintang” sudah tidak memadai untuk menampung dan
mengelola sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Medan.2 Sistem
pengelolaan sampah open dumping yang diterapkan di TPAS “Namo Bintang”
2 http://www.medanpunya.com/arsip/2424-sampah-terus-jadi-masalah-kota-medan diakses pada tanggal 30
November 2013
3
menimbulkan eksternalitas negatif dan dampak positif terhadap masyarakat
sekitar. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai dampak
keberadaan dari TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” merupakan
TPAS terbesar di Kota Medan yang memiliki lahan seluas 176.392.m2. TPAS
“Namo Bintang” melakukan pengoperasian sistem pengelolaan sampah sanitary
landfill pada awal tahun 1987, namun sejak tahun 2010 hingga saat ini TPAS
“Namo Bintang” beralih menerapkan sistem pengelolaan open dumping
dikarenakan keterbatasan anggaran dana pengelolaan sampah Kota Medan. TPAS
“Namo Bintang” menampung sampah dari tiga wilayah di Kota Medan (Tabel 2).
Tabel 2 Jumlah timbukan sampah dan truk sampah Kota Medan berdasarkan
wilayah Tahun 2011-2012 2011 2012
Wilayah Rata-rata produksi
sampah per hari (ton)
Truk (unit) Rata-rata produksi
sampah per hari (ton)
Truk (unit)
Wilayah I 387,12 55 531,46 60
Medan Area 57,99 13 99,65 13
Polonia 32,03 5 38,33 5
Maimun 23,79 5 45,99 6
Kota 43,60 15 114,98 15
Denai 85,12 6 81,76 8
Johor 75,27 6 89,43 7
Amplas 69,33 5 61,32 6
Wilayah II 377,33 50 490,56 54 Medan Barat 42,53 10 76,65 10
Medan Baru 23,74 6 45,99 6
Medan Tuntungan 49,08 4 61,32 6
Medan Petisah 37,10 8 61,32 8
Medan Sunggal 67,75 7 81,76 8
Medan Selayang 59,99 5 61,32 6
Medan Helvetia 97,14 10 102,20 10
Wilayah III 515,82 45 518,67 47
Medan Timur 65,25 13 76,65 10
Medan Labuhan 67,39 3 45,99 3
Medan Belawan 57,40 3 45,99 3
Medan Marelan 87,47 3 61,32 4
Medan Deli 102,01 5 91,98 6
Medan Tembung 80,21 7 89,43 7
Medan Perjuangan 56,09 11 107,31 14
Total 1 280,27 150 1 540,69 161 Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan (2012)
Pada akhir tahun 2010, jumlah penduduk Kota Medan meningkat hingga
mencapai 2.123.126 jiwa (Tabel 1), sehingga menghasilkan volume sampah
mencapai 5.666.m3 per hari sama dengan 1.417 ton per hari dengan ratio setiap
jiwa menghasilkan sampah 0,60 kilogram sampah padat per hari. Setiap harinya
4
4
TPAS “Namo Bintang” hanya mampu menampung sampah sebanyak 4.020 m3
per hari sama dengan 1.050.ton per hari (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011).
Peningkatan pertumbuhan penduduk di Kota Medan dan urbanisasi
mengakibatkan adanya perubahan pola konsumsi dan produksi, sehingga volume
timbulan sampah juga meningkat dan berakibat pada lahan TPAS yang semakin
lama semakin sempit.
Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat peningkatan rata-rata produksi sampah
per hari dan jumlah truk pada wilayah I, II, dan III dari tahun 2011 sampai 2012.
Terjadi penurunan rata-rata produksi sampah per hari pada tahun 2011 yang
dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang juga menurun dan menghasilkan sampah
sebanyak 1.280 ton setiap harinya yang di angkut dengan menggunakan 157 unit
truk sampah.3 Keterbatasan akan lahan yang mengakibatkan kelebihan kapasitas
tampung sampah di TPAS “Namo Bintang” menimbulkan eksternalitas negatif
seperti penurunan tingkat kesehatan dan kualitas lingkungan. Keberadaan TPAS
“Namo Bintang” juga menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar
melalui kegiatan pemanfaatan sampah yang ada, seperti memilah sampah dan
menjual kembali. Masyarakat sekitar dalam rangka mengurangi eksternalitas
negatif melakukan pengolahan sampah dalam bentuk mengolah tanah endapan
sampah menjadi pupuk kompos yang menghasilkan suatu nilai tambah.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian dapat dirumuskan dengan
beberapa pertanyaan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo
Bintang”?
2. Bagaimana dampak positif dan eksternalitas negatif yang timbul dari adanya
TPAS “Namo Bintang”?
3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan
akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”?
3 http://sumutpos.co/2012/04/31399/ketika-sampah-masih-dianggap-masalah diakses pada tanggal 30 Januari
2014
5
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dampak keberadaan
TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat sekitar. Berdasarkan rumusan
pertanyaan masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan tujuan dari
penelitian, yaitu:
1. Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo
Bintang”.
2. Mengestimasi dampak positif dan eksternalitas negatif yang timbul dari
adanya TPAS “Namo Bintang”.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas
lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini fokus pada responden masyarakat yang tinggal
di Desa Namo Bintang karena lokasi ini dekat TPAS “Namo Bintang”. Sampel
penelitian yang digunakan adalah tenaga kerja yang bekerja di kantor TPAS
“Namo Bintang”, supir Dinas Kebersihan Kota Medan, dan masyarakat yang
bekerja baik sebagai pemulung dan non pemulung. Dampak positif dapat dilihat
adanya sumber pendapatan rumah tangga di TPAS “Namo Bintang” dan adanya
nilai tambah dari hasil pengolahan sampah, sedangkan eksternalitas negatif dapat
dilihat dari penurunan kualitas lingkungan seperti biaya pengobatan, biaya
pengganti, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan
yang diukur dari biaya pengganti responden masyarakat terhadap air bersih akibat
tercemarnya air sumur dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”.
6
6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)
Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sampah adalah sesuatu bahan atau
benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang
sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Pasal 1
Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa “Sampah adalah sisa kegiatan sehari-
hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat”. Berdasarkan definisi
sampah di atas maka dapat dikatakan bahwa sampah adalah bahan-bahan hasil
dari kegiatan masyarakat yang tidak digunakan lagi dan umumnya berupa benda
padat, baik yang mudah membusuk maupun yang tidak mudah membusuk,
kecuali kotoran yang keluar dari tubuh manusia, yang ditinjau dari segi sosial
ekonomi sudah tidak berharga, dari segi keindahan dapat mengganggu dan
mengurangi nilai estetika dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan
pencemaran atau gangguan kelestarian lingkungan.
Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan
cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah
(mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme
alam. Ditinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan
menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria, yaitu:
ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan, mudah dicapai oleh
kendaraan-kendaraan pengangkut sampah, dan aman terhadap lingkungan
sekitarnya (Sudrajat 2009).
Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah merupakan salah
satu program nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan tempat
penampungan akhir sampah. UU No 18 Tahun 2008 menyatakan pada BAB XVI
Ketentuan Peralihan Pasal 44 bahwa “Pemerintah daerah harus membuat
perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan
sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya
Undang-Undang ini”. Hal ini mengakibatkan masing-masing kota atau kabupaten
wajib untuk merencanakan TPA yang berbasiskan sanitary landfill atau controlled
7
landfill terhitung 1 tahun sejak undang-undang ini diberlakukan (Undang-undang
No. 18, 2008).
Mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan oleh adanya tempat
pembuangan akhir sampah maka tempat tinggal penduduk harus memliki jarak
tentu ke TPA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BKLH mengenai
AMDAL bahwa tidak ada pemukiman penduduk yang boleh berjarak kurang dari
satu kilometer (Bujangusti 2009).
Dinas Kebersihan Kota Medan memaparkan bahwa dalam menciptakan
kualitas kebersihan kota memiliki kendala dalam pelaksanaan operasional sampah
seperti meningkatnya volume timbulan sampah, dimana setiap tahunnya volume
sampah Kota Medan mengalami peningkatan. Banyak fasilitas perumahan/
pemukiman di Kota Medan yang tidak dilengkapi dengan TPS. Adanya tong
sampah komunal karena tidak tertibnya masyarakat dalam pembuangan sampah
lewat dari jadwal yang telah ditentukan (Dinas Kebersihan Kota Medan 2010).
2.2 Pengelolaan dan Pengolahan Sampah
Sudrajat (2009) menjelaskan model pengelolaan sampah di Indonesia ada
dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Urugan atau model buang dan pergi
merupakan cara yang paling sederhana dengan membuang sampah di lembah atau
cekungan tanpa memberikan perlakuan, umunya dilakukan untuk kota yang
menghasilkan volume sampah tidak terlalu besar. Pengelolaan sampah yang kedua
yang biasanya diterapkan di kota besar, yaitu tumpukan yang perlu dilakukan
secara lengkap dengan teknologi aerobik yang memenuhi prasyarat kesehatan
lingkungan.
Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas:
1. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga,
tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan
fasilitas lainnya.
3. Sampah spesifik meliputi:
8
8
a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun.
c. Sampah yang timbul akibat bencana.
d. Puing bongkaran bangunan.
e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. Sampah yang timbul secara tidak periodik (Pasal 2 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah).
Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan
memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah
dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya
bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat
lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak
menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar 1990).
Sudradjat (2009) menjelaskan bahwa pengolahan sampah di TPA yang ada
di kota-kota besar mengalami masalah keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial,
dan lain-lain, sehingga harus memenuhi prasyarat seperti memanfaatkan lahan
TPA yang terbatas dengan efektif, memilih teknologi yang mudah, murah, dan
ramah lingkungan. Hal itu juga didukung dengan pemilihan teknologi yang dapat
memberikan produk yang dapat dijual dan memberi manfaat yang besar kepada
masyarakat.
Naria (1999) menyatakan pengelolaan sampah semakin berkembang seiring
dengan perkembangan terhadap jenis sampah yang akan dikelola. Terdapat
beberapa cara pengelolaan akhir sampah yang dilakukan oleh masyarakat, seperti
pengomposan, pembakaran, penghancuran, pemanfaatan ulang, controlled
landfill, sanitary landfill, dan open dumping. Metode open dumping adalah
metode yang melakukan penimbunan sampah di lokasi TPA tanpa aplikasi
teknologi yang memadai. Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi
atau cairan yang timbul karena pembusukan sampah, melalui kapiler-kapiler air
dalam tanah hingga mencemari sumber air tanah terlebih pada saat musim hujan.4
4http://kompasiana.com/metode-pengelolaan-sampah-kota diakses tanggal 9 November 2013
9
(SNI 19-2454-2002) tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan
menyatakan bahwa metode controlled landfill merupakan sistem penimbunan dan
pengalihan open dumping dan sanitary landfill dengan penutupan sampah dengan
lapisan tanah yang dilakukan setelah TPA penuh hingga mencapai periode
tertentu, sedangkan metode sanitary landfill adalah sistem pembuangan akhir
sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian
di tutup dengan tanah sebagai lapisan penutup yang dilakukan setiap hari pada
akhir jam operasi.
Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah-sampah organik) yang telah
mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme
(bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya (Deddy 2005). Bintoro (2008)
menyatakan salah satu sistem pengomposa adalah sistem anaerob dimana
pengolahan kompos mirip dengan sistem penambangan dan sistem aerob.
Persamaannya membuat tumpukan sampah (pile), perbedaannya pile-pile tersebut
dibiarkan begitu saja tanpa ada proses pembalikan pile. Dikarenakan tidak ada
pembalikan, maka dekomposisi berlangsung lama dengan suhu pile maksimum
40° C, sehingga benih-benih gulma tidak mati. Setelah matang, kompos diayak.
Dalam keadaan anaerob, gas yang keluar adalah gas methane.
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai dampak keberadaan TPAS, analisis nilai tambah, dan
eksternalitas negatif sudah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu
dibagi menjadi dua bagian, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Maimun (2009),
Yusuf (2012), dan Fazaria (2013) yang berkaitan dengan nilai tambah dan
penelitian yang dilakukan oleh Suhan (2009), Tampubolon (2011), dan Sandjoyo
(2013) yang berkaitan dengan eksternalitas negatif (Tabel 3 dan 4). Penelitian ini
memiliki perbedaan dari penelitian terdahulu yang menjadi referensi. Perbedaan
terletak pada lokasi penelitian yang dilakukan di TPAS “Namo Bintang”. Input
yang digunakan dalam analisis nilai tambah, menggunakan tanah endapan sampah
yang menghasilkan pupuk kompos dengan metode anaerob.
10
10
Tabel 3 Penelitian terdahulu mengenai nilai tambah No Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Maimun
(2009)
Analaisis Pendapatan
Usahatani dan Nilai
Tambah Saluran Pemasaran Kopi Arabika
Organik dan Non
Organik (Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi
Ulee Kareng di Banda Aceh)
1. Menganalisis pendapatan usahatani kopi arabika
organik dan non organik berdasarkan
penerimaan petani dan total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani.
2. Menganalisis lembaga pemasaran yang terlibat
dalam saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik dan peran dari setiap lembaga
yang terlibat. 3. Menganalisis efesiensi pemasaran kopi arabika
organik dan non organik dengan menghitung
marjin dan farmer’s share. 4. Menganalisis nilai tambah bubuk organik dan
non organik industri pengolahan bubuk kopi
Ulee Kareng.
Analisis Pendapatan
Analisis Deskriptif
Analisis Marjin
Metode Hayami
Pendapatan usahatani kopi arabika organik sebesar Rp.30.450.000, sedangkan
kopi arabika non organik sebesar Rp.24.375.000 dimana kopi arabika organik
lebih besar dibandingkan kopi arabika non organik, sehingga lebih menguntungkan.
Memiliki satu saluran dan lembaga pemasaran yang sama antara kopi arabika
organik dan non organik. Berdasarkan dari biaya saluran pemasaran kopi arabika non organik lebih efisien.
Marjin pemasaran kopi arabika organik lebih besar dibandingkan dengan kopi
non organik, sedangkan farmer’s share kopi arabika non organik lebih besar.
Nilai tambah bubuk kopi arabika lebih besar dibandingkan kopi non organik. Industri bubuk kopi Ulee Kareng ada industri padat modal dilengkapi oleh
mesin-mesin produksi mekanis yang tidak membutuhkan tenaga kerja yang
terlalu banyak. 2 Yusuf
(2012)
Analisis Nilai Tambah
Pengolahan Sampah
Organik Menjadi Pupuk Kompos (Studi Kasus:
Rumah Griya Melati,
Kelurahan Bubulak, Kota Bogor)
1. Mengidentifikasi pola operasional pengelolaan
sampah yang dilakukan oleh Rumah Kompos
Griya Melati. 2. Menganalisis besarnya nilai tambah yang
dihasilkan dari pengolahan sampah padat
organik menjadi pupuk kompos.
3. Mengkaji perangkat kebijakan yang dimiliki
4. pemerintah untuk keberlangsungan usaha
pengelolaan sampah.
Analisis Deskriptif
Analisis Nilai Tambah
Metode Hayami
Analisis Deskriptif
Pola operasional pengelolaan sampah telah sesuai dengan standar tata cara
pengelolaan sampah di pemukiman.
Pengelolaan sampah organik menjadi kompos memberikan nilai tambah yang
tinggi sebesar 499.17 atau 95.08% per kg bahan baku dan keuntungan sebesar
435.89 per kg atau 83.03% per kg bahan baku yang diolah. Perangkat kebijakan pemerintah mendukung keberlangsungan usaha
pengelolaan sampah dalam bentuk peraturan perundang-undang tentang
pengelolaan sampah dan program bentuk nyata. Pemerintah Daerah Kota
Bogor memberikan alat-alat kompos seperti pengayak, mesin pencacah
sampah, dan motor bak.
3 Fazaria (2013)
Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan
Limbah Serbuk Gergaji
1. Menganalisis karakteristik dari usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag
log pada unit usaha non plasma A dan non
plasma B. 2. Menghitung pendapatan dan nilai tambah dari
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag
log pada unit usaha non plasma A dan plasma B.
3. Menghitung penyerapan tenaga kerja yang
dapat dihasilkan oleh usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada
unit usaha non plasma A dan non plasma B.
Analisis Deskriptif
Analisis Pendapatan
Usaha dan Nilai Tambah Dengan Metode Hayami
Rumus Pertumbuhan Dari Perubahan
Kesempatan Kerja
(HOK)
Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log termasuk ke dalam usaha mikro. Pemasaran langsung kepada konsumen. Unit usaha non plasma
B lebih menguntungkan daripada non plasma A.
Nilai tambah limbah serbuk gergaji unit usaha non plasma A lebih besar
dibandingkan non plasma B sebesar Rp.1.716.19 per kg serbuk gergaji.
Unit usaha non plasma B memberikan manfaat tidak langsung brupa
penyerapan tenaga kerja lebih besar dibandingkan non plasma A, dimana non plasma B mampu menyerap tenaga kerja sebesar 234 HOK/bulan yang setara
dengan Rp.6.060.559 per bulan
11
11
Tabel 4 Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas negatif No Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian
1 Suhan
(2009)
Estimasi Nilai
Penurunan Kualitas Lingkungan Terhadap
Harga Lahan Di Sekitar
Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung
Kota Depok Jawa Barat
1. Deskripsi kondisi lingkungan
pemukiman di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden.
2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar
TPAS Cipayung.
3. Estimasi besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat
keberadaan TPAS Cipayung.
Analisis deskriptif
Analisis regresi logistik dengan Microsoft Office Excel
dan SPSS 16
Metode dose-respon
Masyarakat sekitar TPAS Cipayung secara umum menilai
keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan dan responden mengalami beberapa dampak negatif dari
keberadaan TPAS Cipayung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung adalah jarak tempat tinggal, biaya kesehatan, luas
bangunan, status lahan.
Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung sebesar Rp.97.870.215 setiap bulan, tetapi
belum mencerminkan seluruh nilai ekonomi penurunan kualitas
lingkungan. 2 Tampubolon
(2011)
Analisis Willingness To
Accept Masyrakat
Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan
Penambangan Batu
Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan
Klapanunggal,
Kabupaten Bogor)
1. Mengkaji dampak eksternalitas negatif
yang timbul akibat penambangan batu
gamping.
2. Mengkaji peluang kesediaan menerima
dana kompensai. 3. Menghitung nilai WTA masyarakat
akibat eksternalitas negatif kegiatan
penambangan batu gamping. 4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai WTA.
Analisis deskriptif kualitatif
Analisis logistik dengan SPSS
15.0 CVM
Analisis regresi berganda
dengan SPSS 15.0
Eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan
getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas
dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati.
Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana
kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden sebesar Rp.137.500 per
bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA sebesar
Rp.447.975.000. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA
responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan
keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.
3 Sandjoyo
(2013)
Estimasi Nilai Ekonomi
Penurunan Kualitas
Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat
Pemprosesan Akhir
Sampah Cipayung, Depok
1. Menginterpretasikan persepsi
masyarakat mengenai kondisi
lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung.
2. Mengestimasi nilai ekonomi dari
penurunan kualitas lingkungan di TPAS Cipayung.
3. Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi biaya pengganti pembelian air minum di sekitar TPAS
Cipayung.
Analisis deskriptif
Cost of illness dan
Replacement cost
Analisis regresi linear
berganda
Masyarakat sekitar menilai keberadaan TPAS Cipayung
menurunkan kualitas lingkungan. Perubahan yang paling
dirasakan oleh responden yaitu pencemaran udara dan kesulitan mendapatkan air bersih.
Total nilai penurunan kualitas lingkungan dari adanya biaya
kesehatan dan biaya pengganti air minum sebesar Rp.2.496.632.904 per tahun.
Faktor-faktor yang berpengaruh nyata yaitu tingkat
pendapatan, jumlah kebutuhan air, dan jarak tempat tinggal.
12 12
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini meliputi konsep nilai
tambah dengan Metode Hayami, teori eksternalitas, teori Averting Behavior
Method (ABM), dan analisis regresi linear berganda. Teori-teori ini dijadikan
sebagai landasan dalam menjawab tujuan-tujuan penelitian.
3.1.1 Nilai Tambah Metode Hayami
Metode Hayami merupakan alat analisis yang umum digunakan untuk
mengestimasi besaran nilai tambah yang dihasilkan dalam suatu proses produksi.
Penggunaan Metode Hayami (Hayami et al 1987) bertujuan untuk memperoleh
informasi berupa:
a. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp);
b. Rasio nilai tambah yang dihasilkan terhadap nilai produk yang dihasilkan
(%) menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk;
c. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh
tenaga kerja langsung;
d. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan
presentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah;
e. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima
pengusaha (pengolah) karena menanggung resiko usaha;
f. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%) menunjukkan
presentase keuntungan terhadap nilai tambah;
g. Marjin pengolah (Rp) menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi
selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi;
h. Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%);
i. Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%);
j. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%).
Analisis nilai tambah terbagi atas tiga komponen pendukung, yaitu faktor
konversi dimana menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan
13
13
input, sedangkan faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga
kerja langsung yang dibutuhkan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai
produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.
Adapun analisis lain merupakan seluruh korbanan yang terjadi selama proses
perlakuan untuk menambah nilai output selain bahan baku dan tenaga kerja
langsung. Korbanan tersebut mencangkup modal berupa biaya penolong dan biaya
overhead pabrik lainnya yakni upah tenaga kerja tidak langsung.
Metode Hayami memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang
dimiliki Metode Hayami adalah dapat mengetahui besarnya nilai tambah, nilai
output, produktivitas serta besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi.
Selain itu dapat diterapkan pula untuk subsistem lain diluar pengolahan seperti
dalam kegiatan pemasaran. Adapun kekurangan dari Metode Hayami seperti
ketidaktepatan dalam pendekatan rata-rata apabila diterapkan pada unit usaha
yang menghasilkan banyak produksi dari satu jenis bahan baku, tidak dapat
menjelasnya produk sampingan, dan sulit untuk menentukan pembanding agar
dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah balas jasa terhadap pemilik faktor
produksi tersebut layak atau tidak layak.
3.1.2 Eksternalitas
Eksternalitas adalah pengaruh/dampak/efek samping yang diterima oleh
beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi
atau pertukaran yang dilakukan oleh pihak lain. Eksternalitas bersifat
menguntungkan/positif (positive externalities) atau merugikan/negatif (negative
externalities). Eksternalitas positif terjadi saat kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok memberikan manfaat pada pihak lain (Sankar 2008).
Eksternalitas terjadi jika ada kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak
mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak dinginkan dan
pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang
terkena dampak (Fauzi 2010).
Friedman dalam Fauzi (2010) menyatakan eksternalitas dan barang publik
merupakan dua cara pandang yang berbeda dalam melihat masalah yang sama.
Eksternalitas positif melahirkan barang publik, sementara eksternalitas negatif
14
14
melahirkan barang publik yang negatif. Artinya jika eksternalitas negatif tidak
diproduksi, maka akan menghasilkan barang publik. Mangkoesoebroto (1993)
menyatakan eksternalitas positif adalah dampak menguntungkan pihak lain dari
kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu, pihak yang diuntungkan tidak
memberikan kompensasi sedangkan eksternalitas negatif adalah dampak yang
merugikan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan pihak tertentu dan tidak
menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut. Adanya eksternalitas yang
ditimbulkan oleh pihak tertentu membuat pihak tersebut mengeluarkan biaya
tambahan untuk memproses limbahnya agar dapat diterima lingkungan. Biaya
tambahan tersebut disebut biaya eksternal. Biaya eksternal dapat berupa biaya
restorasi (biaya perbaikan) dan biaya kompensasi. Biaya restorasi merupakan
biaya perbaikan kerusakan akibat kegiatan ekonomi yang dilakukan, seperti biaya
perbaikan memproses limbah hingga mencapai ambang batas limbah sehat. Biaya
kompensasi merupakan biaya dana kompensasi yang diberikan oleh pihak yang
menimbulkan eksternalitas terhadap pihak yang terkena eksternalitas.
Eksternalitas akan menimbulkan inefisiensi, yaitu tindakan seseorang yang
mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga dan akan
mencapai efisiensi apabila semua dampak positif maupun negatif dimasukkan
perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi.
Mangkoesoebroto (1993) menyatakan efisiensi terjadi pada saat:
MSC = MPC + MEC
MSB = MPB + MEB
Efisiensi ekonomi terjadi apabila MSC.=.MSB, namun adanya eksternalitas
produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan
jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini yang menyebabkan kecenderungan
produksi memproduksi pada tingkat yang cukup besar, sehingga perhitungan
biaya menjadi sangat murah dibandingkan dengan biaya yang dirasakan oleh
masyarakat. Gambar 1 menunjukkan kurva eksternalitaas negatif. Tingkat output
yang optimum terjadi pada tingkat produksi sebesar 0Q1 dengan tingkat harga di
H1. Produsen menetapkan tingkat produksi sebesar 0Q2 dengan tingkat harga di
H2 dimana MSB memotong MPC yang menunjukkan bahwa jumlah produksi
terlalu banyak dibandingkan dengan tingkat produksi yang optimum. Apabila
dalam melakukan kegiatan produksi timbul suatu eksternalitas negatif, maka
15
15
MEC.>.0.dan MEB.=,0. Jadi disimpulkan bahwa MPC.<.MSC dan
MSC.=.MPC.+.MEC.> MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi
mencapai optimum.
Sumber: Mangkoesoebroto (1993)
Gambar 1 Kurva eksternalitas negatif
keterangan:
MSC = Marginal Social Cost
MPC = Marginal Private Cost
MEC = Marginal External Cost
MSB = Marginal Social Benefit
MPB = Marginal Private Benefit
MEB = Marginal External Benefit
3.1.3 Averting Behavior Method
Pendekatan Averting Behavior Method (ABM) ini digunakan untuk
mengestimasi biaya yang dikeluarkan oleh responden dengan tujuan mencegah
atau mengurangi dampak dari adanya degradasi lingkungan (Garrod dan Willis
1999). Metode ini menggunakan biaya dari pembelian produk tertentu untuk
menilai kualitas lingkungan. Pendekatan ini terbagi menjadi tiga teknik, yaitu:
1. Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure)
Metode untuk mengestimasi biaya pengeluaran langsung yang dilakukan
oleh masyarakat dengan tujuan usaha pencegahan atau pengurangan dampak
degradasi lingkungan dan perlindungan rumah tangga dari penurunan
kesejahteraan. Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam penilaian ekosistem yang
menyediakan perlindungan dalam bentuk alami (Jones et al. 2000).
MSC = MPC + MEC
MPC
MEC
MSB
Rp
H1
H2
0 Q1 Q2 Jumlah Produksi
16
16
2. Biaya Pengganti (Replacement Cost)
Metode untuk mengestimasi kerusakan lingkungan berdasarkan biaya yang
dikeluarkan oleh masyarakat untuk menggantikan manfaat dan jasa lingkungan
yang hilang atau rusak dengan nilai jasa lingkungan yang tidak mengalami
kerusakan ataupun hilang (Jones et al. 2000).
3. Biaya Substitusi (Subtitute Cost)
Metode untuk mengestimasi biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk
mensubtitusi barang dan jasa yang hilang akibat dari degradasi lingkungan yang
dapat dilakukan menggunakan teknologi (Jones et al. 2000).
3.1.4 Model Regresi Linear Berganda
Gujarati (2007) menjelaskan model regresi dua variabel dimana variabel tak
bebas merupakan fungsi dari hanya satu variabel penjelas (variabel bebas). Dalam
analisis ini menggunakan metode kuatdrat terkecil biasa ((Ordinary Least
Squares) (OLS)). Penaksir OLS yang disebut sebagai penaksir tak bias linear
terbaik ((Best Linear Unbiased Estimators) (BLUE)) memiliki sifat-sifat sebagai
berikut: 1).Penaksiraan OLS tidak bias, 2) Penaksiran OLS memiliki varian yang
minimum, 3) Konsisten, 4) Efisien, dan 5) Linear (Gujarati 2003).
Firdaus (2004) menyatakan asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam model
regresi linear berganda adalah:
1. E ( ) = 0 untuk setiap i.
2. Cov ( ) = 0, i ≠ j. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya
korelasi berurutan atau tidak ada korelasi.
3. Var ( ) = , untuk setiap i. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi
homoskedastisitas atau varians sama.
4. Cov ( ) = Cov ( ) = 0, artinya kesalahan pengganggu dan
variabel bebas X tidak berkorelasi.
5. Tidak ada multikolinearitas yang berarti tidak terdapat hubungan linearitas
yang pasti di antara variabel bebas.
Secara umum (model populasi) menurut Juanda (2009), persamaan model
regresi linear berganda dapat dituliskan sebagai berikut:
17
17
Jika semua pengamatan bernilai 1, maka model diatas menjadi:
keterangan:
Y = Peubah tak bebas
i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi)/ n (sampel)
= Pengamatan ke-i untuk peubah bebas
= Intersep
= Parameter penduga
= Pengaruh sisa (error term)
4.4 Kerangka Operasional
Jumlah dan aktifitas penduduk Kota Medan yang cenderung terus
mengalami peningkatan akan berdampak terhadap jumlah konsumsi dan produksi.
Secara tidak langsung, hal ini menyebabkan semakin banyak volume sampah
yang dihasilkan.Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang”
ditunjuk sebagai salah satu TPAS wilayah Kota Medan yang memiliki lahan
cukup luas. Permasalahan yang terjadi pada TPAS “Namo Bintang” adalah
penurunan kualitas lingkungan akibat dari keberadaan TPAS. Peningkatan volume
sampah yang semakin hari terus bertambah, sehingga diperlukan perluasan pada
TPAS “Namo Bintang” dan pengelolaan serta pengolahan sampah yang lebih
baik.
Keberadaan TPAS “Namo Bintang” mengakibatkan timbulnya
permasalahan, baik dampak positif dan eksternalitas negatif bagi masyarakat
sekitar. Dampak positif dari keberadaan TPAS “Namo Bintang” dapat berupa
manfaat yang menjadikan TPAS sebagai sumber pendapatan dan adanya
pengolahan sampah yang menghasilkan nilai tambah. Saat ini di TPAS “Namo
Bintang” banyak terdapat pemulung dan pengepul sampah. Eksternalitas negatif
dari keberadaan TPAS yaitu adanya penurunan kualitas lingkungan seperti adanya
pencemaran air, udara, lingkungan dan tingkat kesehatan yang menurun. Hal ini
dipengaruhi dari meningkatnya aktifitas pengangkutan sampah di Kota Medan,
sehingga volume timbulan sampah juga meningkat. Lingkungan yang tidak
bersih, air dan udara yang tercemar mempengaruhi masyarakat tersebut secara
tidak langsung.
18
18
Guna mengetahui persepsi masyarakat sekitar dari adanya keberadaan
TPAS “Namo Bintang” dengan mengambil sampel dari data deskriptif kualitatif.
Estimasi dampak positif yang dilihat nilai tambah dari pengolahan tanah endapan
sampah menjadi pupuk kompos di TPAS “Namo Bintang” menggunakan Metode
Hayami. Estimasi eksternalitas negatif akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”
terdiri dari adanya biaya pengobatan yang diestimasi dengan pendekatan Cost of
Illness dan biaya pengganti dari konsumsi air bersih dengan pendekatan
Replacement Cost. Setelah mengestimasi eksternalitas negatif yang ada, perlu
menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan kualitas
lingkungan dari biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih akibat adanya
TPAS “Namo Bintang”. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan kualitas lingkungan menggunakan alat analisis regresi linear berganda.
Hasil analisis tersebut dapat menunjukkan seberapa pentingnya biaya konsumsi
air bersih untuk digunakan sehari-hari.
Penelitian ini memberikan rekomendasi dan diharapkan dapat memberikan
informasi besarnya penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS
“Namo Bintang”, sehingga dapat digunakan sebagai rekomendasi yang dapat
diambil oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang
dalam meminimalisir eksternalitas negatif yang timbul untuk pengembangan
pengelolaan TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik. Berdasarkan uraian
pemikiran di atas, maka dapat digambarkan alur kerangka berpikir yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan penelitian yang ditampilkan pada Gambar 1.
19
19
Gambar 2 Diagram alur kerangka berpikir
keterangan: Aliran
Batasan penelitian
Peningkatan
Jumlah Konsumsi
Peningkatan
Jumlah Produksi
Peningkatan Jumlah dan Aktifitas Penduduk
di Kota Medan
Peningkatan
Volume Sampah
TPAS “Namo Bintang”
Permasalahan dari TPAS “Namo Bintang”
- Sumber Pendapatan
- Nilai Tambah dari
Pengelolahan Sampah
- Tingkat Kesehatan Menurun
- Penurunan Kualitas
Lingkungan
Dampak
Positif
Eksternalitas
Negatif
- Sumber Pendapatan
- Nilai Tambah dari
Pengolahan Sampah
- Tingkat Kesehatan Menurun
- Penurunan Kualitas
Lingkungan
Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi
Penurunan Kualitas
Lingkungan Akibat
Keberadaan TPAS
“Namo Bintang”
Persepsi Masyarakat
dari Adanya TPAS
“Namo Bintang”
Estimasi Dampak Positif
dari Adanya TPAS
“Namo Bintang”
Analisis Nilai
Tambah dengan
Metode Hayami
Analisis Deskriptif
Kualitatif
Analisis Regresi
Linear Berganda
Pengelolaan dan Pengolahan Sampah di TPAS
“Namo Bintang” yang Lebih Baik
Estimasi Eksternalitas
Negatif dari Adanya
TPAS “Namo Bintang”
Cost of Illness dan
Replacement Cost
20
20
4.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah:
1. Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang”
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.
2. Kualitas lingkungan yang menurun akibat dari beroperasinya TPAS “Namo
Bintang” antara lain kualitas udara dan kualitas air yang tercemar.
3. Kesehatan masyarakat Desa Namo Bintang yang mengalami gangguan yang
diakibatkan dari penurunan kualitas lingkungan.
4. Adanya sumber pendapatan di TPAS “Namo Bintang” dan adanya nilai
tambah dari pengolahan sampah.
5. Penurunan kualitas lingkungan diukur dari biaya pengganti untuk konsumsi
air bersih dengan menganalisis faktor-faktor terhadap variabel seperti umur,
tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah tanggungan,
jarak tempat tinggal, persepsi terhadap kebersihan lingkungan tempat
tinggal, kualitas air, dan tingkat kesehatan.
21
21
IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)
“Namo Bintang”, Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive)
dikarenakan TPAS “Namo Bintang” adalah TPAS terbesar di Kota Medan yang
memiliki lahan yang cukup luas, memiliki jumlah timbulan sampah yang banyak
yang dapat dilihat pada Tabel 2, dan terdapat masyarakat yang mengolah sampah.
Proses pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga
Februari 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data cross section yang didapat dari hasil
wawancara kepada responden yang akan dipergunakan sebagai data utama.
Adapun responden dalam penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar
TPAS “Namo Bintang” dan tenaga kerja yang terkait pada TPAS “Namo
Bintang”. Responden masyarakat dibagi menjadi dua kategori yaitu pemulung dan
non pemulung. Data sekunder didapatkan dari data-data yang terkait dengan
penelitian, seperti Dinas Kebersihan Kota Medan, Badan Pusat Statistik
Kabupaten Deli Serdang, jurnal, buku, internet, dan penelitian terdahulu untuk
mendukung data primer.
4.3 Metode Pengambilan Data
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik nonprobability sampling,
artinya teknik yang tidak memberi peluang sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono 2012). Penelitian ini
menggunakan salah satu metodenya dengan purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang yang menjadi
responden mengetahui permasalahan yang terjadi di dalam topik (Martono 2010).
22
22
Pertimbangan pemilihan responden dalam penelitian ini berdasarkan keterkaitan
masyarakat dengan pekerjaan yang berkaitan dengan TPAS, yaitu masyarakat
pemulung dan non pemulung.
Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 90 responden yang terdiri
dari 51 responden masyarakat pemulung, 32 responden masyarakat non
pemulung, dan tujuh responden tenaga kerja. Pemilihan jumlah sampel didasarkan
pada kaidah rata-rata sampel dari besaran sampel sekurang-kurangnya 30
observasi akan mendekati normal (Gujarati 2007a).
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif.
Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program
komputer seperti Microsoft Office Word dan SPSS 16. Matriks metode analisis
yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Matriks metode analisis data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1 Mengidentifikasi persepsi
masyarakat terhadap TPAS
“Namo Bintang”
Data primer: Wawancara
kepada responden dengan
menggunakan kuesioner
Analisis Deskriptif
Kualitatif
2 Mengestimasi eksternalitas
positif dan negatif yang timbul
dari adanya TPAS “Namo
Bintang”
Data primer: Wawancara
kepada responden dengan
menggunakan kuesioner
Analisis Nilai Tambah
Metode Hayami,
Pendekatan Cost of
Illness, Replacement Cost
3 Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penurunan
kualitas lingkungan akibat
keberadaan TPAS “Namo
Bintang”
Data primer: Wawancara
kepada responden dengan
meggunakan kuesioner
Analisis Regresi Linear
Berganda
4.4.1 Identifikasi Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo
Bintang”
Identifikasi persepi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”
meliputi kebersihan lingkungan tempat tinggal, kualitas air, kualitas udara, tingkat
kesehatan, jenis penyakit, dan tingkat keamanan. Persepsi dari masyarakat
dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan cara
memberikan pertanyaan yang ada dalam kuesioner, terkait dengan lingkungan
tempat tinggal dengan kebradaan TPAS “Namo Bintang” kepada responden.
Nazir (2011) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
23
23
pemikiran pada masa sekarang. Tujuan analisis deskriptif untuk membuat
deskripsi, gambaran secara sistematis, 23ndicat dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Beberapa kategori dan
indikator dalam mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS
“Namo Bintang” dapat dilihat pada Tabel.6.
Tabel 6 Kategori dan indikator persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS
“Namo Bintang” No Kategori Indikator Keterangan
1 Kebersihan
lingkungan
Sangat Baik Tidak terdapat sampah di halaman rumah, sampah
tertata rapi, tidak berbau
Baik Tidak terdapat sampah di halaman rumah, sampah
tertata rapi, agak berbau
Cukup Baik Tidak terdapat sampah di halaman rumah, sampah
tidak tertata rapi, agak berbau
Kurang Baik Terdapat sampah di halaman rumah, sampah tidak
tertata rapi, agak berbau
Tidak Baik Banyak sampah di halaman rumah, tidak tertata rapi,
berbau
2 Kualitas Air Sangat Baik Tidak berwarna, tidak berbau, tidak memiliki rasa,
dapat dikonsumsi
Baik Tidak berwarna, agak berbau, tidak memiliki rasa,
dapat dikonsumsi
Cukup Baik Sedikit berwarna, berbau, tidak memiliki rasa, tidak
dapat dikonsumsi
Kurang Baik Berwarna, berbau, tidak memiliki rasa, tidak dapat
dikonsumsi
Tidak Baik Berwarna, berbau, memiliki rasa, tidak dapat
dikonsumsi sama sekali
3 Kualitas Udara Sangat Baik Tidak berdebu, tidak panas, segar saat bernafas, tidak
tercium bau sampah sama sekali
Baik Tidak berdebu, tidak panas, segar saat bernafas,
tercium bau sampah
Cukup Baik Tidak berdebu, tidak panas, tidak segar saat bernafas,
tercium bau sampah
Kurang Baik Berdebu, tidak panas, tidak segar saat bernafas,
tercium bau sampah
Tidak Baik Berdebu, panas, tidak segar saat bernafas, sangat
tercium bau sampah
4 Tingkat
Kesehatan
Sehat Tidak terserang penyakit, jarang berobat ke Bidan
Tidak Sehat Terserang penyakit, rutin berobat ke Bidan
5 Tingkat
Keamanan
Sangat Aman Tidak ada kriminalitas, hidup rukun, memiliki
kerjasama yang baik
Aman Tidak ada kriminalitas, hidup rukun, kurang adanya
kerjasama yang baik
Cukup Aman Tidak ada kriminalitas, hidup kurang rukun, kurang
adanya kerjasama yang baik
Kurang Aman Pernah terjadi kriminalitas, hidup kurang rukun,
kurang adanya kerjasama yang baik
Tidak Aman Sering terjadi kriminalitas, hidup kurang rukun, tidak
ada kerjasama yang baik
24
24
Wardhana (1995) menyatakan bahwa pengamatan indikator pencemaran air
lingkungan dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, kimiawi, dan
biologis. Pengamatan terhadap komponen pencemaran air juga dikelompokkan
dari bahan buangan padat, organik, anorganik, olahan bahan makanan, cairan
minyak, zat kimia. Pengamatan yang dapat dilakukan di sekitar TPAS Namo
Bintang adalah pengamatan secara fisis berdasarkan tingkat kejernihan air,
perubahan rasa, dan warna air, sedangkan komponen pencemaran air dibuktikan
dari seluruh kelompok yang dipaparkan.
4.4.2 Estimasi Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Akibat
Keberadaan TPAS “Namo Bintang”
Estimasi dampak positif dan eksternalitas negatif akibat keberadaan TPAS
“Namo Bintang” bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh baik
keuntungan maupun kerugian yang dirasakan oleh masyarakat atas keberadaan
TPAS.
4.4.2.1 Dampak Positif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang”
Dampak positif diestimasi dengan nilai tambah dari pupuk kompos yang
dilakukan oleh tiga responden pemulung yang menggunakan Metode Hayami.
Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga menjadikan sumber pendapatan rumah
tangga masyarakat sekitar TPAS “Namo Bintang”.
4.4.2.1.1 Analisis Nilai Tambah
Pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos menghasilkan suatu
besaran nilai tambah. Analisis nilai tambah ini menggunakan Metode Hayami.
Perhitungan nilai tambah menggunakan satuan berat yang sudah dikonversi.
Penelitian ini menggunakan analisis nilai tambah dengan Metode Hayami.
Menjadikan sampah organik menjadi pupuk kompos yang menghasilkan besaran
nilai tambah. Perhitungan nilai tambah menggunakan satuan berat yang sudah
dikonversi menjadi kilogram dan data yang digunakan adalah data produksi dalam
satu bulan.
25
25
Analisis nilai tambah terdiri dari tiga komponen yang terkait, yaitu faktor
konversi untuk menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan
input, koefisien tenaga kerja yang menunjukkan tenaga kerja langsung yang
diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai output atau produk yang
menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Nilai faktor
konversi untuk mengetahui berapa banyak output yang dihasilkan dari setiap
pengolahan bahan baku satu kilogram tanah endapan.
Perhitungan nilai tambah dari pupuk kompos dengan Metode Hayami
disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Perhitungan nilai tambah Metode Hayami No. Variabel Nilai
Output, Input dan Harga
1 Pupuk kompos yang dihasilkan (kg/hari) A
2 Tanah endapan yang digunakan (kg/hari) B
3 Tenaga kerja (HOK) C
4 Faktor konversi (1/2) D = A/B
5 Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B
6 Harga pupuk kompos (Rp/kg) F
7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G
Pendapatan dan keuntungan
8 Harga tanah endapan (Rp/kg bahan baku) H
9 Sumbangan input lain (Rp/kg output) I
10 Nilai pupuk kompos (4 x 6) (Rp) J = D x F
11 a. Nilai tambah (10 – 9 – 8) (Rp) K = J – H – I
b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) 1 (%) = (K/J) x 100%
12 a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp) M = E x G
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) N (%) = (M/K) x 100%
13 a. Keuntungan (11a – 12a) (Rp)
b. Tingkat Keuntungan ((13a/11a) x 100%)
O = K – M
P (%) = (O/K) x 100%
Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi
14 Marjin (10 – 8) (Rp) Q = J – H
a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14) x 100%) R (%) = (M/Q) x 100%
b. Sumbangan input lain ((9/14)x 100 %) S (%) = (I/Q) x 100%
c. Keuntungan perusahaan ((13a/14) x 100%) T (%) = (O/Q) x 100% Sumber : Hayami et al. (1987)
4.4.3 Eksternalitas Negatif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang”
Eksternalitas negatif diestimasi dari biaya yang dikeluarkan responden
terhadap penurunan tingkat kesehatan dan kualitas lingkungan. Penurunan tingkat
kesehatan diestimasi dengan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness) yang
dilihat dari biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh responden. Penurunan
kualitas lingkungan diestimasi dengan pendekatan biaya pengganti (replacement
cost) dari biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan oleh responden.
26
26
4.4.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness)
Biaya kesehatan diestimasi dari biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh
responden untuk kunjungan ke bidan bagi responden itu sendiri ataupun keluarga
yang menjadi tanggungan responden per bulannya. Rata-rata biaya pengobatan
yang dikeluarkan oleh responden dihitung dengan persamaan berikut:
∑
keterangan:
= Rata-rata biaya pengobatan (Rp/bulan)
BOi = Biaya pengobatan responden i (Rp/bulan)
n = Jumlah responden (orang)
i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n)
keterangan:
= Total biaya pengobatan (Rp/bulan)
= Jumlah rumah tangga (KK)
4.4.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost)
Biaya pengganti dari konsumsi air bersih merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk air galon isi ulang dan PAM. Penggunaan air bersih dihitung berdasarkan
dari konsumsi responden setiap bulan. Responden masyarakat non pemulung
menggunakan air PAM untuk konsumsi sehari-hari, sedangkan responden
masyarakat pemulung tidak menggunakan air PAM hanya menggunakan air galon
isi ulang. Biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan oleh responden dihitung
dengan persamaan berikut:
∑
keterangan:
= Rata-rata biaya air galon isi ulang (Rp/bulan)
BAi = Biaya konsumsi air galon isi ulang responden i (Rp/bulan)
n = Jumlah responden (orang)
i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n)
keterangan:
27
27
= Total biaya air galon isi ulang (Rp/bulan)
= Rata-rata biaya air galon isi ulang (Rp/bulan)
= Jumlah rumah tangga (KK)
∑
keterangan:
= Rata-rata biaya PAM (Rp/bulan)
BPi = Biaya konsumsi PAM responden i (Rp/bulan)
n = Jumlah responden (orang)
i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n)
keterangan:
= Total biaya PAM (Rp/bulan)
= Rata-rata biaya PAM (Rp/bulan)
= Jumlah rumah tangga (KK)
4.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan
Penurunan kualitas lingkungan diukur dari adanya biaya pengganti terhadap
pembelian air bersih oleh responden masyarakat akibat dari air sumur yang
tercemar dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Adapun analisis yang
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penurunan kualitas lingkungan dengan
menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Fungsi analisis regresi
linear berganda sebagai berikut:
Ln Y = ln + lnX1 + lnX2 + lnX3 + X4 + lnX5 + lnX6 + X7 +
X8 + X9 +
keterangan:
Ln = Log-linear
Y = Biaya konsumsi air bersih (Rp/bulan)
= Intersep
= Koefisien regresi
= Umur (tahun)
= Tingkat pendapatan (Rp/bulan)
= Tingkat pendidikan (tahun)
= dummy Pekerjaan (1=pemulung; 0=non pemulung)
= Jumlah tanggungan (orang)
= Jarak tempat tinggal (meter)
= dummy Kualitas air (1=baik; 0=tidak baik)
= dummy Kualitas lingkungan (1=baik; 0=tidak baik)
= dummy Tingkat kesehatan (1=sehat; 0=tidak sehat)
= Pengaruh sisa (error term)
28
28
Nilai estimasi yang diharapkan (hipotesis):
Variabel tidak bebas (dependent variable) terdiri dari biaya konsumsi air
bersih. Variabel bebas (independent variable) yang digunakan meliputi variabel
umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan,
jarak tempat tinggal, kualitas air, kualitas lingkungan, dan kesehatan. Variabel
umur berpengaruh positif dengan masyarakat semakin tua umur seseorang,
semakin lama tinggal di sekitar TPAS, maka biaya konsumsi air bersih
meningkat. Variabel tingkat pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap
biaya konsumsi air bersih. Tingginya tingkat pendapatan responden maka semakin
besar pengeluaran terhadap biaya konsumsi air bersih.
Variabel tingkat pendidikan juga diduga berpengaruh positif untuk
mengeluarkan biaya konsumsi air bersih karena semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka semakin mengetahui akan pentingnya mengkonsumsi air bersih
sehingga biaya konsumsi air bersih meningkat. Variabel dummy pekerjaan diduga
berpengaruh negatif terhadap biaya konsumsi air bersih karena pekerjaan sebagai
pemulung akan mengeluarkan biaya lebih sedikit dibandingkan pekerjaan sebagai
non pemulung. Variabel jumlah tanggungan diduga berpengaruh positif terhadap
biaya konsumsi air bersih, semakin banyak jumlah tanggungan seseorang maka
dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air bersih. Variabel jarak
tempat tinggal ke lokasi TPAS diduga berpengaruh negatif karena semakin jauh
jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi TPAS, semakin kecil eksternalitas
negatif yang dirasakan, maka biaya konsumsi air bersih jadi menurun.
Variabel dummy kualitas air diduga berpengaruh negatif, semakin kurang
baik kualitas air, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih yang
dikeluarkan. Variabel dummy kebersihan lingkungan tempat tinggal diduga
berpengaruh negatif, semakin kurang baik kebersihan lingkungan tempat tinggal
seseorang, maka biaya konsumsi air bersih akan lebih besar. Variabel dummy
tingkat kesehatan diduga berpengaruh positif, semakin lebih baik tingkat
kesehatan seseorang, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih. Beberapa
variabel dan indikator dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
29
29
penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Variabel dan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan
kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” No Variabel Keterangan Variabel Cara Pengukuran
1 Y Biaya Pengeluaran (Rp/bulan) Biaya pengganti konsumsi air bersih setiap
bulannya
2 X1 Umur (tahun) Dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu:
a. 20 – 35
b. 36 – 50
c. > 50
3 X2 Tingkat Pendapatan (Rp/bulan) Dibedakan menjadi empat kelas, yaitu:
a. ≤ 1.200.000
b. 1.200.001 – 2.100.000
c. 2.100.001 – 3.000.000
d. > 3.000.000
4 X3 Tingkat Pendidikan (tahun) Dibedakan menjadi lima kelas, yaitu:
a. Tidak Sekolah
b. Sekolah Dasar (SD)
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
d. Sekolah Menengah Atas (SMA)
e. Perguruan Tinggi
5 X4 Pekerjaan (dummy) Merupakan variabel peubah boneka (dummy)
yang dibedakan menjadi “1=pemulung;
0=bukan pemulung”
6 X5 Jumlah Tanggungan Dibedakan menjadi empat kelas, yaitu:
a. Tidak Memiliki
b. 1-2
c. 3-4
d. > 4
7 X6 Jarak Tempat Tinggal (meter) Dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu:
a. < 1 000
b. 1 001 – 2 000
c. > 2 000
8 X7 Kualitas Air (dummy) Merupakan variabel peubah boneka (dummy)
yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik”
9 X8 Kebersihan Lingkungan
(dummy)
Merupakan variabel peubah boneka (dummy)
yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik”
10 X9 Tingkat Kesehatan (dummy) Merupakan variabel peubah boneka (dummy)
yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik”
4.5 Pengujian Parameter Regresi
Dalam regresi linear berganda perlu dilakukan uji parameter untuk
mengetahui apakah fungsi permintaan layak atau tidak. Uji parameter tersebut
antara lain adalah uji statistik dan uji ekonometrika. Pengujian secara statistik
terhadap model dapat dilakukan dengan cara:
1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien R2
disebut sebagai koefisien determinasi (sampel) untuk
mengukur kecocokan dan kesesuaian dari suatu garis regresi. Rumus untuk
menentukan koefisien determinasi (R2), yaitu:
30
30
keterangan:
= Koefisien Determinasi
JKR =Jumlsh Kuadrat Regresi
JKT = Jumlah Kuadarat Total
Secara verbal, R2
mengukur bagian atau persentase total variasi Y yang dijelaskan
oleh model regresi. Ada dua sifat R2, pertama R
2 bukan merupakan besaran
negatif, kedua besaran selang nilai adalah 0 < R2<1. Apabila nilai R
2 sebesar 1
berarti seluruh variasi Y dapat dijelaskan oleh regresi, sedangkan nilai R2
sebesar.0 berarti tidak ada hubungan sama sekali anatara Y dan X. Model yang
baik adalah model yang memiliki nilai R2
tinggi karena variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel independen (Gujarati 2007a).
2. Uji F
Juanda (2009) menjelaskan uji F digunakan untuk mengetahui apakah
variabel-variabel independen yang digunakan dalam model berpengaruh nyata
terhadap variabel dependen. Uji F dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
⁄
⁄ …………………………………………………………(11)
keterangan:
JKK = jumlah kuadrat nilai tengah kolom
JKG = jumlah kuadrat galat
n = jumlah sampel
k = jumlah peubah
Kriteria keputusan sebagai berikut:
Fhitung> Ftabel (k-1; n-k) maka tolak H0
Fhitung< Ftabel (k-1; n-k) maka terima H0
Jika tolak H0, maka model tersebut memiliki minimal satu variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dan sebaliknya jika terima H0,
maka tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap output.
31
31
3. Uji-t
Juanda (2007) menjelaskan bahwa uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel bebas yang digunakan satu per satu berpengaruh nyata secara statistik
terhadap besarnya variabel tidak bebas. Uji-t dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
…………………………………………..……….(12)
keterangan:
= nilai koefisien regresi dugaan
= simpangan baku koefisien dugaan
Hipotesis yang digunakan, yaitu:
thitung> ttabel (α; n-k) atau p-value< α maka tolak H0
thitung< ttabel (α; n-k) atau p-value> α maka terima H0
Jika tolak H0 maka variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak
bebas, sedangkan jika terima H0 maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel tidak bebas.
Pengujian secara ekonometrika terhadap model juga dapat dilakukan.
Suliyanto (2005) menjelaskan model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat
terkecil biasa ((Ordinary Least Square) (OLS)) yang merupakan model regresi
yang menghasilkan estimator linear tidak bias yang terbaik ((Best Linear Unbias
Estimator) (BLUE)) yang terjadi jika dipenuhi dengan beberapa asumsi yang
disebut dengan asumsi klasik sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Uji untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau
tidak. Nilai residual berdistribusi normal merupakan kurva yang berbentuk
lonceng (bell-shaped curve) yang kedua sisinya melebar sampai tidak terhingga
dan dikatakan menyebar dengan normal apabila nilai Kolmogorov-Smirnov.Z ≤ Z
tabel; atau nilai asymp.sig. (2-tailed) > α dan distribusi tidak normal karena
terdapat nilai ekstrem dalam data yang diambil (Suliyanto 2005).
2. Uji Multikolinearitas
Adanya korelasi (mendekati sempurna) antarvariabel bebas, jika pada model
terdapat persamaan regresi yang mengandung gejala multikolinearitas dengan
32
32
melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikatnya. Gujarati (2007b) menjelaskan bahwa nilai VIF yang
tidak lebih dari sepuluh (VIF < 10), maka model tersebut tidak mengandung
masalah multikolinearitas yang artinya tidak ada hubungan antar variabel bebas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini untuk mengetahui model tersebut ada heteroskedastisitasnya atau
tidak, jika terdapat heteroskedastisitas artinya ada varian variabel dalam model
yang tidak sama (konstan) (Gujarati 2007b). Mendeteksi gejala heteroskedastisitas
ini ada atau tidak, dapat dideteksi dengan melihat pola yang terdapat pada grafik,
apabila sebaran titik-titik tidak mengumpul pada satu titik maka dapat dikatakan
tidak terjadi heteroskedastisitas pada model (Lind et al.)
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah ada atau tidak ada korelasi
antara residual dengan residual lain. Uji yang digunakan untuk mendeteksi
autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada
diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak adanya autokorelasi (Firdaus
2004).
33
33
V GAMBARAN UMUM
5.1 Karakteristik Lokasi
Desa Namo Bintang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Luas desa secara keseluruhan sebesar
495,2 hektar yang terdiri dari 50 hektar daerah pemukiman, 35 hektar daerah
pertanian sawah, 200 hektar daerah perladangan, dan 150 hektar daerah
perkebunan, serta 60,2 hektar untuk fasilitas umum dan lain-lain. Secara
administratif Desa Namo Bintang berbatasan dengan Kota Medan di sebelah
Utara, Desa Namo Simpur Kecamatan Pancur Batu di sebelah Selatan, Desa
Durin Tonggal Kecamatan Pancur Batu di sebelah timur dan berbatasan dengan
Desa Baru Kecamatan Pancur Batu di sebelah Barat.
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2012)
Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian
keterangan: Lokasi TPAS Namo Bintang
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terletak di
sebelah Utara Desa Namo Bintang dan memiliki luas sebesar 176,392 m2. Jarak
dari Kotamadya Medan ke TPAS “Namo Bintang” berkisar 17 km. Areal TPAS
34
34
“Namo Bintang” ini mulai dioperasikan sejak 5 Juli 1987 dan menggunakan
sistem pemusnahan open dumping (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011). Saat ini
jarak antara TPAS dengan lokasi tempat tinggal masyarakat terdekat adalah 300
meter, dimana masyarakat yang mendiami lokasi tersebut adalah masyarakat yang
mayoritas bekerja sebagai pemulung.
5.2 Karakteristik Responden
Responden utama dalam penelitian ini adalah masyarakat dan tenaga kerja.
Karakteristik responden diuraikan berdasarkan jenis kelamin, umur, status, jumlah
tanggungan, tingkat pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, sumber
pendapatan lain, lama tinggal, dan jarak tempat tinggal ke lokasi TPAS.
5.2.1 Karakteristik Responden Masyarakat
Responden masyarakat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pemulung
dan non pemulung. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di lokasi
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden masyarakat pemulung
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 responden (56,86%), sedangkan responden
masyarakat non pemulung memiliki jumlah yang sama antara laki-laki dan
perempuan sebesar 16.responden (50,00%). Kondisi di lapang menjunjukkan di
lokasi TPAS Namo Bintang yang bekerja sebagai pemulung lebih banyak laki-laki
karena mengeluarkan tenaga yang cukup banyak, sedangkan yang bukan non
pemulung cendrung merata karena kebanyakan memiliki usaha milik sendiri
seperti warung.
Karakteristik umur responden Desa Namo Bintang dibagi berdasarkan umur
produktif dan umur tidak produktif. Umur produktif berada antara umur 20 tahun
hingga 50 tahun, sedangkan umur tidak produktif berada diatas umur 50 tahun.
Tabel 8 menunjukkan responden masyarakat pemulung umur 20 tahun hingga 35
tahun sebanyak 27 responden (52,94%) dan responden masyarakat non pemulung
sebanyak 16 responden (50,00%). Hal ini menunjukkan bahwa responden Desa
Namo Bintang berada pada umur produktif. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata
responden berstatus sudah menikah baik responden masyarakat pemulung dan non
pemulung sebanyak 43 responden (84,31%) dan 31 responden (96,88%).
35
35
Begitupun dalam jumlah tanggungan, 23 responden masyarakat pemulung
(45,10%) dan 20 responden masyarakat non pemulung (62,50%) memiliki
tanggungan sebanyak satu hingga dua orang. Berikut merupakan data karakteristik
responden masyarakat yang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Karakteristik responden masyarakat pemulung dan non pemulung TPAS
“Namo Bintang”
No. Karakteristik
Pemulung Non Pemulung
Σ % Σ %
1 Jenis Kelamin
a. Laki – Laki 29 56,86 16 50,00
b. Perempuan 22 43,14 16 50,00
Total 51 100,00 32 100,00
2 Umur (Tahun)
a. 20 - 35 27 52,94 16 50,00
b. 36 - 50 15 29,41 12 37,50
c. > 50 9 17,65 4 12,50
Total 51 100,00 32 100,00
3 Status
a. Belum Menikah 8 15,69 1 3,13
b. Sudah Menikah 43 84,31 31 96,88
Total 51 100,00 32 100,00
4 Jumlah Tanggungan
a. Tidak Memiliki 11 21,57 2 6,25
b. 1 – 2 23 45,10 20 62,50
c. 3 – 4 15 29,41 9 28,13
d. > 4 2 3,92 1 3,13
Total 51 100,00 32 100,00
5 Tingkat Pendidikan Formal
a. Tidak Sekolah 4 7,84 3 9,38
b. Sekolah Dasar (SD) 24 47,06 9 28,13
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 13 25,49 13 40,63
d. Sekolah Menengah Atas (SMA) 9 17,65 5 15,63
e. Perguruan Tinggi 1 1,96 2 6,25
Total 51 100,00 32 100,00
6 Pekerjaan (Sumber Pendapatan Utama)
a. Buruh 0 0,00 3 9,38
b. Pedagang 0 0,00 12 37,50
c. Pemulung 51 100,00 0 0,00
d. Lainnya 0 0,00 17 53,13
Total 51 100,00 32 100,00
7 Pendapatan (Rp/bulan)
a. ≤ 1 200 000 30 58,82 7 21,88
b. 1 200 001 – 2 100 000 17 33,33 17 53,13
c. 2 100 001 – 3 000 000 3 5,88 2 6,25
d. > 3 000 000 1 1,96 6 18,75
Total 51 100,00 32 100,00
8 Sumber Pendapatan Lain
a. Tidak Memiliki 34 66,67 29 90,63
b. Memiliki 17 33,33 3 9,38
Total 51 100,00 32 100,00
9 Lama Tinggal (Tahun)
a. ≤ 20 18 35,29 12 37,50
b. 21 – 40 25 49,02 16 50,00
c. 41 – 60 8 15,69 3 9,38
d. > 60 0 0,00 1 3,13
Total 51 100,00 32 100,00
10 Jarak (Meter)
< 1000 37 72,55 7 21,88
1001 – 2000 10 19,61 20 62,50
> 2000 4 7,84 5 15,63
Total 51 100,00 32 100,00
36
36
Tingkat pendidikan formal dibagi menjadi lima kategori, yaitu tidak
sekolah, tingkat sekolah dasar, tingkat sekolah menengah pertama, tingkat sekolah
menengah atas, dan tingkat perguruan tinggi. Berdasarkan data yang dipaparkan
pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa masyarakat yang tinggal berdekatan dengan
lokasi TPAS baik pemulung dan non pemulung memiliki tingkat pendidikan yang
tidak terlalu tinggi. Mayoritas responden masyarakat pemulung menyelesaikan
tingkat pendidikan di bangku sekolah dasar, yaitu sebanyak 24 responden
(47,06%) dan responden masyarakat non pemulung menyelesaikan tingkat
pendidikan hingga tingkat sekolah menengah pertama sebanyak 13 responden
(40,63%). Hal ini menunjukkan bahwa responden masyarakat pemulung tidak
memiliki biaya untuk melanjutkan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan
memilih untuk menjadi sebagai pemulung karena rendahnya tingkat pendidikan
tidak membutuhkan persyaratan lulus sekolah, sedangkan responden masyarakat
non pemulung merasa menyelesaikan wajib sembilan tahun sudah cukup.
Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar TPAS “Namo Bintang” juga
merefleksikan jenis pekerjaan sebagai sumber pendapatan utama dan pendapatan
yang diperoleh. Responden masyarakat pemulung bekerja sebagai pemulung di
TPAS “Namo Bintang” sebagai sumber pendapatan utama dengan penghasilan
mayoritas lebih kecil atau sama dengan Rp.1.200.000 per bulan sebanyak 30
responden (58,82%), tetapi adapula masyarakat pemulung yang memiliki sumber
pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhannya. Sebanyak 17 responden
(33,33%) masyarakat pemulung memiliki sumber pendapatan lain untuk
mencukupi kebutuhannya. Sumber pendapatan lain diantaranya beternak,
mengompos, buruh, pegawai, pendaur ulang bola lampu, dan penjual stek
mangga. Responden pendaur ulang bola lampu hanya memulung bola lampu
ataupun alat elektronik yang tidak dipergunakan lagi, dengan keahliannya
responden dapat mendaur ulang kembali menjadi bola lampu yang dapat berfungsi
seperti layaknya bola lampu yang baru dengan daya tahan yang lebih lama dari
bola lampu baru pada umumnya. Begitupun dengan penjual stek mangga yang
hanya memulung bekas biji mangga yang ada di TPAS “Namo Bintang” dan
diperbaharui menjadi stek biji mangga yang dapat dijual menggunakan polybag
(kantongan tanaman plastik). Responden masyarakat non pemulung mayoritas
37
37
memiliki sumber pendapatan utama dari usaha sendiri, sebanyak 17 responden
(53,13%) memiliki pendapatan dari Rp.1.200.001 hingga Rp.2.100.000 per bulan.
Usaha yang terdapat di sekitar TPAS “Namo Bintang” adalah warung, tukang
jahit, dan penjual sayur. Hal tersebut adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan
oleh masyarakat non pemulung.
Berdasarkan hasil penelitian yang terkait dengan lama tinggal, responden
masyarakat pemulung sebanyak 25 responden (49,02%) dan non pemulung
16.responden (50,00%) sudah tinggal selama 21 hingga 40 tahun di lingkungan
sekitar TPAS “Namo Bintang”. Hal ini dikarenakan rata-rata responden
masyarakat pemulung dan non pemulung merupakan penduduk asli setempat.
Adapun alasan responden masyarakat pemulung dan non pemulung yang baru
tinggal di Desa Namo Bintang dikarenakan untuk mencari pekerjaan ataupun
karena ikut dengan suami atau istri yang sudah berstatus penduduk asli Desa
Namo Bintang.
Jarak lokasi TPAS ke tempat tinggal dibedakan menjadi tiga zona, yaitu
zona pertama yang berjarak kurang dari satu kilometer, zona kedua berjarak satu
hingga dua kilometer, dan zona ketiga berjarak lebih dari dua kilometer dari pusat
TPAS “Namo Bintang” dimana pembagian jarak mengacu pada penelitian
Bujangusti yang didasari oleh penelitian BKLH (Bujangusti 2009). Responden
masyarakat pemulung mayoritas tinggal dijarak yang tidak selayaknya yaitu lebih
kecil dari 1000 meter sebanyak 37 responden (72,55%), sedangkan responden
masyarakat non pemulung banyak yang tinggal pada jarak antara 1001 hingga
2000 meter dari lokasi dengan jumlah 20 responden (62,50%). Berdasarkan hasil
penelitian jarak tempat tinggal masyarakat terdekat dengan jarak 300 meter,
kondisi ini terjadi karena mereka sudah tinggal sebelum dari adanya TPAS
dibangun. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tinggal yang memiliki jarak dekat
dari TPAS tidak dijadikan suatu masalah bagi masyarakat pemulung.
5.2.2 Karakteristik Responden Tenaga Kerja
Responden tenaga kerja terdiri dari koordinator kantor dan lapang TPAS
“Namo Bintang”, pegawai kantor TPAS “Namo Bintang”, mandor, dan supir
Dinas Kebersihan Kota Medan, serta hansip mandor angkutan/retribusi. Data
38
38
karakteristik responden tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 10. Responden
tenaga kerja hanya diambil tujuh sampel dan seluruh tenaga kerja di kantor TPAS
“Namo Bintang” berjenis kelamin laki-laki. Umur dari responden tenaga kerja
berdasarkan umur produktif dan umur tidak produktif, dimana responden berumur
36 hingga 50 tahun sebanyak lima responden (71,43%) masih tergolong umur
produktif dengan berstatus sudah menikah sebanyak tujuh responden.
Tabel 10 Karakteristik responden tenaga kerja TPAS “Namo Bintang” No Karakteristik Σ %
1 Jenis Kelamin
a. Laki – Laki 7 100,00
b. Perempuan 0 0,00
Total 7 100,00
2 Umur (Tahun)
a. 20 – 35 1 14,29
b. 36 – 50 5 71,43
c. > 50 1 14,29
Total 7 100,00
3 Status
a. Belum Menikah 0 0,00
b. Sudah Menikah 7 100,00
Total 7 100,00
4 Jumlah Tanggungan (Orang)
a. Tidak Memiliki 0 0,00
b. 1 - 2 3 42,86
c. 3 - 4 2 28,57
d. > 4 2 28,57
Total 7 100,00
5 Tingkat Pendidikan Formal
a. Tidak Sekolah 0 0,00
b. Sekolah Dasar (SD) 2 28,57
c. Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 42,86
d. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 0 0,00
e. Perguruan Tinggi 2 28,57
Total 7 100,00
6 Pekerjaan (Sumber Pendapatan Utama)
a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2 28,57
b. Tenaga Harian Lepas (THL) 5 71,43
Total 7 100,00
7 Pendapatan (Rp/bulan)
a. ≤ 1 200 000 0 0,00
b. 1 200 001 – 2 100 000 5 71,43
c. 2 100 001 – 3 000 000 2 28,57
d. > 3 000 000 0 0,00
Total 7 100,00
8 Sumber Pendapatan Lain
a. Tidak Memiliki 6 85,71
b. Memiliki 1 14,29
Total 7 100,00
9 Lama Bekerja (Tahun)
a. 1 - 10 2 28,57
b. 11 - 20 3 42,86
c. > 20 2 28,57
Total 7 100,00
39
39
Pengelompokan jumlah tanggungan dibedakan atas tenaga kerja yang tidak
memiliki anak, satu hingga dua orang, tiga hingga empat orang, dan lebih dari
empat orang. Responden memiliki tanggungan sebesar satu hingga dua orang
sebanyak tiga responden (42,86%) dengan alasan responden mengikuti kegiatan
keluarga berencana. Tingkat pendidikan formal responden tenaga kerja berada
pada tingkat sekolah menengah atas sebanyak tiga responden (42,86%).
Tenaga kerja dalam penelitian ini merupakan orang yang ikut serta di dalam
kantor TPAS “Namo Bintang” yang menjadi bagian dari sumber daya manusia
dinas kebersihan Kota Medan. Tenaga kerja ada yang Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan Tenaga Harian Lepas (THL). Tenaga kerja PNS adalah koordinator lapang
yang mengawasi bagian lapang di TPAS “Namo Bintang” dan koordinator kantor
TPAS “Namo Bintang”. Tenaga kerja THL adalah tenaga kerja harian lepas
seperti melati (penyapu jalan), bestari (beca/gerobak sampah), supir/kenek,
mekanik, petugas TPAS, hansip mandor angkutan/retribusi. Rata-rata upah THL
sudah berada diatas upah minimum kabupaten (UMK) sebesar 0,76% dengan
jumlah Rp.1.300.000.5 Responden tenaga kerja memiliki pekerjaan sebagai tenaga
harian lepas (THL) sebanyak lima responden (71,43%) dan koordinator bagian
lapang dan kantor sebanyak dua responden (28,57%). Tingkat pendapatan tenaga
kerja mayoritas berkisar antara Rp.1.200.001 hingga Rp.2.100.000 per bulan
sebanyak lima responden (71,43%) dan hanya satu responden (14,29%) yang
memiliki sumber pendapatan lain. Lamanya bekerja sebagai tenaga kerja dinas
kebersihan antara 11 hingga 20 tahan sebanyak tiga responden (42,86%) dan satu
hingga 10 tahun dan lebih dari 20 tahun memiliki proporsi masing-masing dua
responden (28,57%).
5 http://medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/umk-deli-serdang-naik-10,25% diakses tanggal 11 Desember
2013
40
40
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Persepsi Responden terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang”
Persepsi responden merupakan penilaian atau pendapat yang diberikan
masyarakat dan tenaga kerja akibat adanya Tempat Pembuangan Akhir Sampah
(TPAS) “Namo Bintang” baik dari kebersihan lingkungan, kualitas air, kualitas
udara, kesehatan, jenis penyakit yang diderita, dan keamanan lingkungan. Pada
penelitian ini persepsi responden dilihat berdasarkan keterkaitan antara pekerjaan
dengan tempat tinggal, seperti masyarakat pemulung, masyarakat non pemulung,
dan tenaga kerja guna untuk mengetahui pengaruh dari adanya keberadaan TPAS
“Namo Bintang”. Persepsi dari masyarakat dan tenaga kerja dapat dijadikan
masukan untuk pengelola TPAS “Namo Bintang” dalam pengembangan konsep
pengelolaan TPAS yang lebih baik dan terpadu.
6.1.1 Persepsi Responden Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo
Bintang”
Responden masyarakat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pemulung dan
non pemulung, dimana responden tersebut merupakan masyarakat yang
berdomisili disekitar TPAS “Namo Bintang”. Persepsi responden masyarakat
pemulung terhadap kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal adalah baik yang
dinilai oleh 35 responden (68,63%) dengan alasan karena selalu dibersihkan dan
sudah terbiasa dengan lingkungannya tersebut. Responden masyarakat non
pemulung juga menyatakan kebrsihan lingkungan baik, yaitu sebanyak
17.responden (53,13%) dengan alasan lingkungan tempat tinggal setiap harinya
selalu dibersihkan dan keberadaan sampah di TPAS “Namo Bintang” tidak
terlihat mempengaruhi kebersihan lingkungan secara langsung.
Penilaian responden masyarakat pemulung terhadap kualitas air di sekitar
TPAS “Namo Bintang” adalah kualitas air dengan kondisi baik sebanyak
34.responden (66,67%). Sumber air pada 51 responden berasal dari galian sumur.
Masyarakat pemulung lebih memilih untuk menggunakan air sumur karena
mengurangi biaya pengeluaran mereka, tetapi air sumur tidak digunakan untuk air
minum yang digantikan dengan air galon isi ulang. Berbeda dengan masyarakat
41
41
non pemulung yang menggunakan PAM untuk kebutuhan sehari-hari. Sebanyak
24 responden (75,00%) memiliki kualitas air yang baik karena air tidak tercemar
oleh keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Masyarakat non pemulung
menggunakan PAM karena mereka merasa air sumur sudah tercemar dengan air
lindi/limbah sampah.
Tabel 11 Persepsi responden masyarakat pemulung dan non pemulung terhadap
keberadaan TPAS “Namo Bintang”
No Karakteristik Pemulung Non Pemulung
Σ % Σ %
1 Kebersihan Lingkungan
a. Sangat Baik 0 0,00 3 9,38
b. Baik 35 68,63 17 53,13
c. Cukup Baik 14 27,45 9 28,13
d. Kurang Baik 2 3,92 3 9,38
e. Tidak Baik 0 0,00 0 0,00
Total 51 100,00 32 100,00
2 Kualitas Air
a. Sangat Baik 0 0,00 2 6,25
b. Baik 34 66,67 24 75,00
c. Cukup Baik 12 23,53 0 0,00
d. Kurang Baik 5 9,80 6 18,75
e. Tidak Baik 0 0,00 0 0,00
Total 51 100,00 32 100,00
3 Kualitas Udara
a. Sangat Baik 1 1,96 0 0,00
b. Baik 37 72,55 25 78,13
c. Cukup Baik 10 19,61 2 6,25
d. Kurang Baik 3 5,88 2 6,25
e. Tidak Baik 0 0,00 3 9,38
Total 51 100,00 32 100,00
4 Kesehatan
a. Sehat 20 39,22 25 78,13
b. Tidak Sehat 31 60,78 7 21,88
Total 51 100,00 32 100,00
5 Penyakit
a. Sakit Kepala 2 6,45 2 28,57
b. Diare 9 29,03 2 28,57
c. Demam 5 16,13 3 42,86
d. ISPA 15 48,39 0 0,00
Total 31 100,00 7 100,00
6 Keamanan
a. Sangat Aman 51 100,00 18 56,25
b. Aman 0 0,00 14 43,75
c. Cukup Aman 0 0,00 0 0,00
d. Kurang Aman 0 0,00 0 0,00
e. Tidak Aman 0 0,00 0 0,00
Total 51 100,00 32 100,00
Penilaian kualitas udara juga memiliki indikator yang dapat dipilih oleh
responden, yaitu kualitas udara tidak baik hingga sangat baik. Mayoritas
responden masyarakat pemulung menyatakan bahwasannya kualitas udara di
sekitar pemukiman mereka adalah baik. Bagi 37 responden masyarakat pemulung
(72,55%) kualitas udara dinilai baik karena responden tersebut sudah terbiasa
42
42
akan bau yang timbul dari sampah. Selanjutnya 25 responden masyarakat non
pemulung (78,13%) juga menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat
tinggal responden tergolong baik. Hal ini dikarenakan jarak tempat tinggal
masyarakat tersebut tidak terlalu dekat dengan TPAS “Namo Bintang”, walaupun
bau yang ditimbulkan oleh TPAS juga mengganggu responden masyarakat
tersebut. Bau terutama berasal dari truk pengangkut sampah serta bau yang timbul
pada saat musim hujan.
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi manusia. Berdasarkan hasil
penelitian, diketahui sebanyak 31 responden masyarakat pemulung (60,78%)
mengalami gangguan kesehatan, berbanding terbalik dengan masyarakat non
pemulung. Sebanyak 25 responden (78,13%) tidak mengalami gangguan
kesehatan terkait dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Responden
masyarakat pemulung menyatakan bahwa sudah terbiasa akan adanya sampah
karena keberadaan tempat tinggal responden juga di sekitar TPAS “Namo
Bintang”, sehingga penyakit jarang menghampiri tubuh responden. Penyakit yang
diderita adalah sakit kepala, diare, demam, dan infeksi saluran pernapasan (ISPA).
Mayoritas masyarakat pemulung mengalami penyakit ISPA sebanyak 15
responden (48,39%).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 51 responden (100%) masyarakat
pemulung dan 18 responden (56,25%) masyarakat non pemulung menyatakan
keamanan Desa Namo Bintang sangat aman. Hal ini menunjukkan lingkungan
sekitar TPAS “Namo Bintang” sangat aman karena tidak pernah terjadi kejahatan,
kriminalitas, memiliki kerja sama yang baik dalam menjaga keamanan Desa
Namo Bintang, dan memiliki hubungan sosial yang erat.
6.1.2 Persepsi Responden Tenaga Kerja terhadap Keberadaan TPAS “Namo
Bintang”
Responden tenaga kerja yang bekerja di kantor TPAS “Namo Bintang”
memiliki persepsi terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Tenaga kerja
tidak bertempat tinggal di sekitar TPAS “Namo Bintang”, tetapi keseharian tenaga
kerja tidak terlepas dari TPAS. Persepsi responden tenaga kerja dipaparkan pada
Tabel.12. Responden tenaga kerja menghabiskan waktu dari pagi hingga sore di
43
43
kantor TPAS. Penilaian tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”
tidak berpengaruh. Sebanyak lima responden (71,43%) yang merasa TPAS
“Namo Bintang” sangat tidak mengganggu dengan alasan tempat tinggal sangat
jauh.
Responden tenaga kerja merasakan eksternalitas negatif dari keberadaan
TPAS “Namo Bintang”, yaitu pencemaran air dan udara. Air dikonsumsi oleh
mereka sehari-hari ketika berada di kantor, tetapi tidak untuk dikonsumsi untuk
diminum. Dari lima responden (71,43%) menilai kualitas air cukup baik dan dua
responden (28,57%) menilai kualitas air kurang baik. Begitupun dengan kualitas
udara yang dirasakan oleh seluruh responden tenaga kerja yang beranggapan
kualitas udara cukup baik. Keamanan sekitar TPAS “Namo Bintang” menurut
responden tenaga kerja juga terbilang aman karena masyarakat TPAS “Namo
Bintang” memiliki kerjasama yang baik dan tidak pernah terjadi kriminalitas di
Desa Namo Bintang.
Tabel 12 Persepsi responden tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo
Bintang”
No Karakteriskik Σ %
1 Keberadaan TPA
a. Sangat Tidak Mengganggu 5 71,43
b. Tidak Mengganggu 2 28,57
c. Biasa Saja 0 0,00
d. Mengganggu 0 0,00
e. Sangat Mengganggu 0 0,00
Total 7 100,00
2 TPA berdampak negatif
a. Ya 7 100,00
b. Tidak 0 0,00
Total 7 100,00
3 Kualitas Air
a. Sangat Baik 0 0,00
b. Baik 0 0,00
c. Cukup Baik 5 71,43
d. Kurang Baik 2 28,57
e. Tidak Baik 0 0,00
Total 7 100,00
4 Kualitas Udara
a. Sangat Baik 0 0,00
b. Baik 0 0,00
c. Cukup Baik 7 100,00
d. Kurang Baik 0 0,00
e. Tidak Baik 0 0,00
Total 7 100,00
5 Keamanan
a. Sangat Aman 0 0,00
b. Aman 7 100,00
c. Cukup Aman 0 0,00
d. Kurang Aman 0 0,00
e. Tidak Aman 0 0,00
Total 7 100,00
44
44
Tenaga kerja menyatakan bahwa keberadaan TPAS “Namo Bintang” tidak
mengganggu kepada aktivitas keseharian mereka. Responden tenaga kerja juga
memahami arti penting keberadaan TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat
pemulung sebagai sumber penghasilan utama. Selain itu, adanya TPAS “Namo
Bintang” akan membuka peluang pekerjaan yang dapat mengurangi tingkat
pengangguran. Terkait dengan permasalahan kualitas lingkungan yang timbul
karena adanya TPAS “Namo Bintang”, para pekerja menyatakan bahwa hal ini
salah satunya dapat diatasi dengan peningkatan penghijauan agar dapat
meminimalisasi pencemaran udara.
6.2 Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo
Bintang”
Keberadaan TPAS “Namo Bintang” menimbulkan dampak positif dan
eksternalitas negatif. Adanya sumber pendapatan rumah tangga yang didapat dari
sampah dan nilai tambah dari hasil olahan sampah memberikan keuntungan bagi
masyarakat. Kerugian juga dirasakan oleh masyarakat yang diestimasi dari biaya
pengeluaran untuk pengobatan dan konsumsi air bersih.
6.2.1 Dampak Positif Keberadaan TPAS “Namo Bintang”
Dampak positif dalam penelitian ini dijadikannya TPAS “Namo Bintang”
sebagai sumber penghasilan utama bagi masyarakat pemulung. Terdapat nilai
tambah yang diperoleh tiga responden masyarakat berupa pengolahan tanah
endapan menjadi pupuk kompos. Berbeda dengan biasanya, mengompos yang
terjadi di TPAS “Namo Bintang” hanya dengan menggunakan sistem anaerob
yang menggunakan tanah endapan yang awalnya tertimbun oleh sampah organik
dan anorganik. Sampah organik terurai secara langsung tanpa ada pengolahan
tertentu, sehingga menjadi tanah endapan dan menghasilkan nilai tambah.
Mayoritas dari responden menyatakan bekerja sebagai pemulung adalah pekerjaan
yang menyenangkan, tidak memiliki tekanan serta perintah dari siapapun, tidak
membutuhkan sikap disiplin akan waktu, dan dapat bereksplor dengan sendirinya.
45
45
6.2.1.1 Sumber Pendapatan Masyarakat
Adanya TPAS “Namo Bintang” dijadikan suatu sumber pendapatan bagi
masyarakat sekitar TPAS “Namo Bintang”. Hal ini dijelaskan dari hasil
penelitian, bahwa mayoritas masyarakat Desa Namo Bintang memanfaatkan
keberadaan TPAS dengan bekerja sebagai pemulung, adapula yang bekerja
sebagai pengepul sampah dan pengolah sampah. Masyarakat pemulung bekerja
setiap harinya tanpa ada penentuan waktu, mayoritas masyarakat berangkat ke
lokasi TPAS di pagi hari. Setiap harinya memilah sampah yang diinginkan seperti
sampah plastik es, plastik atom, kaleng bekas, alumunium, kaca, dan lain-lain
yang dikonsumsi oleh manusia pada umumnya. Sampah yang paling banyak
dicari oleh responden adalah sampah plastik atom karena harga sampah plastik
atom sebesar Rp.2.500 per kg. Pendapatan dengan nominal besar atau kecil,
tergantung dari usaha per individu setiap hari. Rata-rata pendapatan yang
diperoleh responden berkisar antara Rp.20.000 hingga Rp.75.000 per hari.
Pendapatan diperoleh dari hasil memulung yang dijual kepada pengepul, ada pula
yang tidak menjual hasil memulung setiap hari.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden yang bekerja sebagai
pengepul, pendapatan yang dihasilkan sangat mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Setiap hari atau setiap minggu masyarakat pemulung
menjual hasil mulungnya kepada masyarakat pengepul, dimana masyarakat
pengepul akan menjual kembali sampah yang telah dipilah tersebut. Biasanya
dibeli oleh pabrik-pabrik besar yang menghasilkan pendapatan yang tinggi.
Sampah di TPAS “Namo Bintang” juga dimanfaatkan oleh tiga responden
masyarakat pemulung dengan mengolah tanah endapan sampah menjadi pupuk
kompos. Selain berguna untuk mengurangi timbulan sampah yang ada di TPAS
dan pengolahan tersebut juga menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat.
6.2.1.2 Analisis Nilai Tambah
Proses pengolahan tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos
berimplikasi pada adanya nilai tambah produk tersebut, sehingga harga jual pupuk
kompos menjadi lebih tinggi daripada harga jual tanah endapan itu sendiri.
46
46
Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui seberapa besar nilai tambah,
imbalan tenaga kerja, imbalan bagi modal dari sampah yang diolah menjadi pupuk
kompos. Pengolahan kompos pada penelitian ini dilakukan pada tiga responden
masyarakat pemulung dan perhitungan nilai tambah untuk empat kali produksi
dalam satu bulan. Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah
menjadi pupuk kompos menggunakan Metode Hayami dapat dilihat pada
Tabel.13.
Tabel 13 Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah di TPAS
“Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 No Variabel Perhitungan Nilai
Output, Input, dan Harga
1 Output yang dihasilkan (kg/bulan) A 13 333,333
2 Bahan baku yang digunakan (kg/bulan) B 15 333,333
3 Tenaga kerja (HOK/bulan) C 26,667
4 Faktor konversi (1/2) D = A/B 0,866
5 Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B 0,002
6 Harga output (Rp/kg) F 266,667
7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) G 50 000,000
Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input)
8 Harga bahan baku (Rp/kg input) H 50,000
9 Sumbangan input lain (Rp/kg output) I 80,704
10 Nilai output (4x6) (Rp/kg input) J = D x F 231,250
11 a. Nilai tambah (10-9-8) (Rp/kg input) K = J – H – I 100,546
b. Rasio nilai tambah ((11a/10)x100%) L = K/J 43,251
12 a. Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp/kg input) M = E x G 85,069
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100%) N = M/K 84,631
13 a. Keuntungan (11a-12a) (Rp/kg input) O = K – M 15,477
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) P = O – J 15,369
Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi
14 Marjin (10-8) (Rp/kg) Q = J – H 181,250
a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) R = M/Q 46,809
b. Sumbangan input lain ((9/14)x100% S = I/Q 44,672
c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) T = O/Q 8,519
Bahan baku utama adalah tanah endapan sampah dan rata-rata penjualan
pupuk kompos sekitar Rp.266,667 per kilogramnya. Pembuatan pupuk kompos di
TPAS Namo Bintang menggunakan sistem anaerob yang membutuhkan waktu
kurang lebih lima hingga enam jam per hari dengan syarat cuaca panas. Setiap
bulannya responden menggunakan rata-rata tanah endapan sebanyak 13.333,333
kilogram. Tanah endapan sampah yang masih tercampur dengan sampah
anorganik tersebut dapat menghasilkan rata-rata kompos sebanyak 15.333,33
kilogram dengan rata-rata faktor konversi sebesar 0,866, yang artinya satu kg
tanah endapan sampah dapat menghasilkan rata-rata 0,866 kilogram pupuk
kompos.
47
47
Tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali pengolahan hanya
menggunakan tenaga kerja orang kerja yang berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Sistem upah di TPAS “Namo Bintang” dibayarkan dengan upah
sebesar Rp 50.000 per HOK. Responden membutuhkan waktu tujuh hingga
delapan jam dalam satu hari untuk mengolah pupuk kompos. Tenaga kerja
memaksimalkan waktu sebaik mungkin karena pada kondisi hujan tidak dapat
melakukan kegiatan mengolah pupuk kompos. Disela-sela waktu pengolahan
pupuk kompos, responden memanfaatkan waktu dengan melakukan kegiatan
memulung sampah sembari mengeringkan tanah endapan yang sudah diayak.
Pemasaran akan pupuk kompos dilakukan ke gudang penjualan kompos dan sudah
dipasarkan penjualan ke luar daerah seperti Aceh, Riau, dan Batam.
Rata-rata perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) sebesar 26,667 dengan rata-
rata koefisien tenaga kerja sebesar 0,002 yang didapat dari pembagian jumlah
HOK dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Nilai koefisien tenaga kerja
menunjukkan bahwa jumlah HOK dari tanah endapan sampah sebesar 0,002
HOK. Rata-rata harga jual pupuk kompos sebesar Rp.266,667 per kilogram.
Adapun tanah endapan sebagai bahan baku senilai Rp.50 per kilogram. Nilai
sumbangan input lain merupakan pembagian setiap bahan dengan jumlah bahan
baku yang digunakan. Rata-rata sumbangan input lain sebesar Rp.80,704, yaitu
harga lahan, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan dari peralatan yang
digunakan.
Rata-rata nilai tambah merupakan pengurangan dari nilai pupuk kompos
sebagai output dengan sumbangan input lain dan harga tanah endapan sampah
sebagai bahan baku utama per kilogram dibagi dengan jumlah pengolah yang
mendapatkan hasil pengolahan produk dengan jumlah sebesar Rp.100,546 per
kilogram sama dengan rasio nilai tambah sebesar 43,251%. Rata-rata imbalan
tenaga kerja diperoleh dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata
tenaga kerja per HOK sebesar Rp.85,069 per kg. Bagian tenaga kerja adalah
84,631% yang merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Keuntungan
ini merupakan nilai tambah bersih dari penjualan pupuk kompos yang didapatkan
oleh pelaku usaha sebesar sebesar Rp.15,477 per kg dengan tingkat keuntungan
adalah 15,369% yang menunjukkan dari harga jual merupakan keuntungan yang
48
48
diterima responden. Marjin berguna untuk menunjukkan kontribusi fakor-fakor
produksi selain bahan baku. Besaran marjin dapat dilihat balas jasa terhadap fakor
produksi yang terdiri dari balas jasa tenaga kerja, sumbangan input lain dan
keuntungan perusahaan.
Pembuatan pupuk kompos sebagian besar marjin yang diterima unit usaha
didistribusikan pada keuntungan unit usaha. Pendapatan tenaga kerja sebesar
46,809 yang menjelaskan seberapa besar imbalan untuk tenaga kerja dengan
marjin yang dihasilkan. Adanya keuntungan dari nilai sumbangan input lain yang
digunakan sebesar 44,672, dihasilkan dari keuntungan yang didapat dari hasil
pengolahan tanah endapan. Sebanyak 8,519 keuntungan yang didapat oleh
pemilik usaha pupuk kompos.
Hasil produksi total pupuk kompos dari tiga responden masyarakat
pemulung sebesar 40.000 kg per bulan. Pengolahan tanah endapan menjadi pupuk
kompos menghasilkam nilai tambah, sehingga diestimasi total nilai manfaat
ekonomi yang diperoleh setiap bulannya sebesar Rp.628.852 dalam tahun 2013.
Nilai tersebut didapat dari perkalian jumlah produksi setiap bulan dengan
keuntungan per kg bahan baku. Terdapat potensi untuk peningkatan nilai tambah
dari sampah-sampah yang terdapat di TPAS “Namo Bintang”.
6.2.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang”
Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga memiliki eksternalitas negatif
seperti penurunan kualitas lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat pemulung
dan non pemulung. Kualitas lingkungan yang tercemar dari adanya TPAS “Namo
Bintang” menyebabkan kualitas air dan udara serta lingkungan sekitar menurun,
sehingga masyarakat mengeluarkan biaya pengobatan dan biaya konsumsi air
bersih. Biaya konsumsi air bersih dapat dilihat dari biaya air galon isi ulang dan
PAM.
6.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness)
Responden masyarakat pemulung menyatakan bahwa TPAS “Namo
Bintang” tidak memberikan eksternalitas negatif apapun karena responden
menjadikan sampah di TPAS sebagai sumber penghasilan. Banyak masyarakat
49
49
pemulung yang membawa anak berumur satu tahun kebawah, ke TPAS “Namo
Bintang” yang sangat mengganggu pada kesehatan bayi. Hal itu tidak dapat
dipungkiri dengan adanya dampak dari keberadaan TPAS “Namo Bintang” secara
tidak langsung. Terlihat dari tingkat kesehatan yang terganggu bagi responden
masyarakat pemulung sebanyak 31.responden (60,78%) dimana harus
mengeluarkan biaya kesehatan setiap bulannya. Sebagian responden pemulung
terganggu kesehatannya, akan tetapi mereka tidak menganggap hal tersebut suatu
masalah yang serius.
Berdasarkan hasil penelitian, bagi responden masyarakat non pemulung
kesehatan tidak terlalu terganggu sebanyak 25 responden (78,13%), sedangkan
tujuh responden (21,88%) mengalami gangguan kesehatan. Responden non
pemulung mengatakan bahwa sangat tidak nyaman dengan adanya keberadaan
TPAS yang mengganggu penciuman terhadap udara di lingkungannya, tetapi
disisi sosial responden melihat adanya TPAS “Namo Bintang” adalah tempat
dimana masyarakat pemulung mencari kehidupan. TPAS dapat merubah
pendapatan masyarakat pemulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Keadaan air juga menjadi buruk, maka dari itu responden non pemulung baik
yang memiliki jarak jauh dari lokasi, tetap menggunakan air yang bersumber dari
PAM. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat penurunan kualitas lingkungan yang
disebut juga eksternalitas negatif dari adanya TPAS “Namo Bintang”.
Berdasarkan keterangan dari Bidan Desa Namo Bintang, penyakit yang
mayoritas diderita pada tahun 2012 adalah demam, diare, ISPA, dan sakit kepala,
namun demam dan sakit kepala bukan penyakit yang diakibatkan oleh keberadaan
TPAS “Namo Bintang”. Tabel 14 hanya mencantumkan penyakit diare dan ISPA
karena berkaitan langsung dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Biaya
kesehatan dihitung per kepala keluarga yang didapatkan dari hasil wawancara
terhadap responden berkunjung untuk berobat dan membeli obat setiap bulannya.
Menurut responden, penyakit ini bukan penyakit parah dan tidak mengganggu
mereka dalam bekerja, sehingga tetap mendapatkan penghasilan.
50
50
Tabel 14 Daftar penyakit yang diderita akibat TPAS “Namo Bintang” dan biaya
kesehatan responden masyarakat Desa Namo Bintang Nama Penyakit Jumlah Responden (orang) Total Biaya Pengobatan (Rp/bulan)
Diare 11 375.000
ISPA 15 540.000
Total 26 915.000
Pada Tabel 14 terdapat biaya kesehatan yang terkait dengan keberadaan
TPAS “Namo Bintang” yang dikeluarkan oleh responden masyarakat, yaitu diare
dan ISPA. Penyakit yang banyak diderita adalah ISPA (Infeksi Saluran
Penapasan) sebanyak 15 responden. Total biaya pengobatan ISPA terbesar karena
responden yang menderita juga banyak. Jika dilihat dari rata-rata per responden
pun biaya yang terbesar adalah ISPA sebesar Rp.36.000 karena pengeluaran akan
obat yang dibutuhkan lebih banyak. Biaya kesehatan tidak terlalu mahal karena
jarak yang tidak jauh dan masyarakat cenderung berobat ke bidan ataupun klinik
di Desa Namo Bintang dikarenakan letak puskesmas yang terlalu jauh. Biaya
pengobatan yang dikeluarkan oleh seluruh responden sebesar Rp 915.000 per
bulan dari 26.orang. Rata-rata biaya yang dikeluarkan responden sebesar
Rp.35.200 per bulan sehingga didapat total biaya pengobatan yang dikeluarkan
masyarakat di Desa Namo Bintang sebesar Rp.56.249.600 per bulan atau
Rp.674.995.200 per tahun dari total rumah tangga sebanyak 1.598 KK dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Total biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Desa Namo
Bintang Hal Nilai
Total biaya pengobatan (Rp/bulan) (A) 915.000
Jumlah responden (orang) (B) 26
Rata-rata biaya pengobatan (Rp/bulan) (C=A/B) 35.200
Jumlah rumah tangga (KK) (D) 1.598
Total biaya pengobatan (Rp/bulan) (E=CxD) 56.249.600
6.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost)
Biaya pengganti responden dilihat dari biaya konsumsi air bersih yang
digunakan. sebagai air galon isi ulang. Bagi masyarakat pemulung untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari masih menggunakan air sumur yang terdapat
dalam rumah masing-masing, sedangkan masyarakat non pemulung untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari menggunakan air PAM. Masyarakat Namo
Bintang ada yang mengkonsumsi air galon isi ulang dan air galon kemasan
bermerk. Berdasarkan Tabel.16 hampir keseluruhan masyarakat Namo Bintang
51
51
membeli air minum pada pengecer dengan sistem air galon isi ulang dengan harga
yang bervariasi sekitar Rp.3.000 hingga Rp.6.500 per galon. Sebanyak 83
responden melakukan pembelian air galon dengan sistem air galon isi ulang.
Dapat dilihat rata-rata responden membeli air galon isi ulang yang seharga
Rp.4.000 per galon sebanyak 35 responden, tetapi jika dilihat dari jumlah
konsumsi banyak yang mengkonsumsi air galon dengan harga Rp.5.000 sebanyak
191 galon. Hal ini dikarenakan banyak responden yang membeli air galon di kelas
tengah dan harga masih terjangkau.
Tabel 16 Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang masyarakat Desa Namo
Bintang Harga Air Galon
(Rp)
Jumlah Responden
(orang)
Jumlah Konsumsi Air
Galon (Galon/bulan)
Total Biaya Pengeluaran
(Rp/bulan)
3.000 4 16 48.000
3.500 3 10 35.000
4.000 35 140 560.000
5.000 30 191 955.000
6.000 8 53 318.000
6.500 3 6 39.000
Total 83 416 1.955.000
Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang dari 83 responden untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari selama satu bulan dapat dihitung dari jumlah
konsumsi air galon dikalikan dengan harga air galon tersebut. Total biaya
pengeluaran air galon isi ulang masyarakat Desa Namo Bintang sebesar
Rp.23.554 per bulan. Biaya konsumsi air bersih masyarakat di Desa Namo
Bintang tidak hanya dari pembelian air galon isi ulang, tetapi juga pengeluaran
terhadap PAM. Rata-rata biaya pengeluaran PAM sebesar Rp.44.250. Biaya
pengeluaran PAM hanya dikeluarkan oleh responden masyarakat non pemulung
karena masyarakat non pemulung khawatir untuk menggunakan air sumur yang
ada di sekitar TPAS Namo Bintang. Berdasarkan Tabel.17 diketahui total biaya
konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang sebesar Rp.108.350.792 per
bulan atau Rp.1.300.209.504 per tahun yang diperoleh dari penjumlahan biaya
pengeluaran air galon isi ulang dan PAM. Data mengenai total biaya pengganti
konsumsi air bersih di Desa Namo Bintang dapat dilihat pada Tabel 17.
52
52
Tabel 17 Total biaya pengganti konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo
Bintang Jenis Sumber Air Jumlah
Responden
(orang)
(A)
Total Biaya
Pengeluaran
(Rp/bulan)
(B)
Rata-rata Biaya
Pengeluaran
(Rp/bulan)
(C=B/A)
Jumlah
Rumah
Tangga (KK)
(D)
Total Biaya
Pengganti
(Rp/bulan)
(E=CxD)
Air Galon Isi Ulang 83 1.955.000 23.554 1.598 37.639.292
PAM 32 1.416.000 44.250 1.598 70.711.500
Total Biaya Konsumsi Air Bersih yang Dikeluarkan Masyarakat (Rp/bulan) 108.350.792
Biaya yang harus dikeluarkan oleh responden masyarakat pemulung dan
non pemulung adalah biaya pengobatan dan biaya pengganti terhadap konsumsi
air bersih. Estimasi total biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat sebanyak
Rp.164.600.392 per bulan atau Rp.1.975.204.704 per tahun. Hasil tersebut
didapat dari penjumlahan biaya pengobatan dan biaya pengganti terhadap
konsumsi air bersih dikalikan dengan jumlah kepala keluarga yang ada di Desa
Namo Bintang.
6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan
Keberadaan TPAS “Namo Bintang” mengakibatkan adanya pencemaran
terhadap air sumur, sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan. Pada
penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas
lingkungan diukur dari biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih yang
dikeluarkan oleh masyarakat dengan menggunakan analisis regresi linear
berganda. Fungsi penurunan kualitas lingkungan sebagai variabel tidak bebas
(dependent variable), yaitu biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih yang
diduga berpengaruh terhadap variabel bebas (independent variable), yaitu umur
(X1), tingkat pendapatan (X2), tingkat pendidikan (X3), dummy pekerjaan (X4),
jumlah tanggungan (X5), jarak tempat tinggal (X6), dummy kualitas air (X7),
dummy kebersihan lingkungan (X8), dan tingkat kesehatan (X9).
Berdasarkan hasil persamaan model regeresi linear yang disajikan pada
Tabel 18 sebagai berikut:
Ln Y = 10,337 – 0,039 ln X1 + 0,107 ln X2 + 0,006 ln X3 – 1,690 X4 (dummy) +
0,017 ln X5 – 0,074 ln X6 – 0,066 X7 (dummy) – 0,200 X8 (dummy) +
0,001 X9 (dummy)
53
53
Tabel 18 Hasil regresi linear berganda terhadap biaya konsumsi air bersih
masyarakat Desa Namo Bintang Unstandardized
Coefficients
Collinearity
Statistics
Model B t Sig VIF
(Constant) 10,337 11,016 0,000
X1 (Umur) -0,039 -0,373 0,711 1,122
X2 (Tingkat Pendapatan) 0,107 2,013 **0,049 1,183
X3 (Tingkat Pendidikan) 0,006 0,804 0,425 1,513
X4 (Pekerjaan) (dummy) -1,690 -25,361 *0,000 1,539
X5 (Jumlah Tanggungan)
X6 (Jarak)
X7 (Kualitas Air)
(dummy)
X8 (Kebersihan Lingkungan)
(dummy)
X9 (Tingkat Kesehatan)
(dummy)
0,017
-0,074
-0,066
-0,200
0,001
2,866
-1,321
-0,689
-1,563
0,016
*0,006
****0,191
0,493
***0,123
0,987
1,232
1,417
1,333
1,273
1,134
R-square 94,7%
R-square adj. 93,9%
Durbin Watson 2,234
Sig. F 0,000a
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,485
keterangan: **** nyata pada taraf α = 20% dan berpengaruh sebesar 80%
*** nyata pada taraf α = 15% dan berpengaruh sebesar 85%
** nyata pada taraf α = 5% dan berpengaruh sebesar 95%
* nyata pada taraf α = 1% dan berpengaruh sebesar 99%
Berdasarkan hasil regresi, dilihat nilai R-square adj. yang dihasilkan sebesar
93,9% yang berguna untuk melihat keakuratan model. Dijelaskan bahwa 93,9%
keragaman eksternalitas negatif dapat dijelaskan oleh variabel bebas (independent
variable) yaitu umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah
tanggungan, jarak tempat tinggal, kualitas air, kualitas lingkungan, dan kesehatan,
sedangkan 6,1% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Model regresi linear
berganda yang baik adalah model regresi yang memenuhi asumsi klasik, yaitu uji
normalitas, tidak terdapat heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.
Hasil uji tersebut sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilihat dari kurva normal pada histogram yang tertera pada
Lampiran 5 dapat dikatakan bahwa model berdistribusi normal dengan mean
sebesar 2,47 e-14
. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual berada di sekitar nol
dan dikatakan terstandarisasi menyebar secara normal. Lebih tepatnya dilakukan
uji chi square atau Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov
dengan menggunakan software SPSS.16 yang tertera pada Lampiran 5, untuk
54
54
menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,485, dimana nilai Asymp.Sig.
(2-tailed) lebih besar dari (α=0,20). Hal ini menunjukkan nilai residual menyebar
secara normal.
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilihat dari sebaran pola yang ada pada scatterplot.
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas (Lampiran 5) terlihat tidak membentuk
pola dan menyebar bebas. Hal ini menunjukkan tidak terdapat pelanggaran
heteroskedastisitas pada model regresi.
3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilihat dari nilai VIF. Nilai VIF yang kurang dari
sepuluh (VIF<10) menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil
regresi terhadap model tidak terdapat pelanggaran multikolinearitas karena dilihat
dari masing-masing variabel memiliki VIF kurang dari sepuluh (VIF<10) yang
terdapat pada Lampiran 5.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson (DW). Firdaus
(2004) menyatakan nilai DW diantara 1,55 dan 2,46 menunjukkan tidak ada
autokorelasi. Hasil pengolahan data diketahui nilai DW sebesar 2,234, hal ini
membuktikan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi ini.
Berdasarkan hasil model regresi tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik, hal
ini menunjukan bahwa model layak untuk digunakan. Data pada Tabel 17
menjelaskan variabel-variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap
model regresi pada α=1%, α=5%, α=15%, dan α=20% adalah variabel tingkat
pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, dan kebersihan
lingkungan, sedangkan variabel lain yaitu umur, tingkat pendidikan, kualitas air,
dan tingkat kesehatan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan).
Variabel tingkat pendapatan (X2) memiliki P-value sebesar 0,049 yang
artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 5%.
Koefisien variabel tingkat pendapatan bertanda positif (+) dan memiliki nilai
sebesar 0,107. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa tingginya pendapatan yang
diperoleh seseorang dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air
bersih. Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang sebesar 1% maka
55
55
diduga besarnya pengeluaran untuk biaya konsumsi air bersih meningkat sebesar
0,107% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Responden yang
memiliki pendapatan tinggi akan merasa berkecukupan untuk menanggulangi
eksternalitas negatif yang ada dengan mengeluarkan biaya konsumsi air bersih.
Variabel dummy pekerjaan (X4) memiliki P-value sebesar 0,000 yang
artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 1%.
Koefisien variabel dummy pekerjaan bertanda negatif (-) dan memiliki nilai
sebesar -1,690. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa pekerjaan sebagai pemulung
lebih sedikit mengeluarkan biaya konsumsi air bersih dibandingkan dengan
pekerjaan sebagai non pemulung. Artinya besarnya biaya konsumsi air bersih
terhadap pekerjaan sebagai pemulung lebih sedikit 1%, maka diduga biaya
konsumsi air bersih pemulung lebih sedikit dibandingkan dengan pekerjaan
sebagai non pemulung sebanyak 1,690% dengan asumsi peubah bebas lain tetap
(cateris paribus). Hal ini disebabkan masyarakat pemulung sudah terbiasa dengan
keadaan disekitar sampah dan responden yang tidak bekerja sebagai pemulung
mengeluarkan biaya pengeluarannya untuk air bersih.
Variabel jumlah tanggungan (X5) memiliki P-value sebesar 0,006 yang
artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 1%.
Koefisien variabel jumlah tanggungan bertanda positif (+) dan memiliki nilai
sebesar 0,017. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin banyak jumlah
tanggungan seseorang, maka dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi
air bersih. Artinya semakin banyak jumlah tanggungan seseorang sebesar 1%
maka diduga besarnya pengeluaran untuk biaya konsumsi air bersih meningkat
sebesar 0,017% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Hal ini
disebabkan karena semakin banyak jumlah tanggungan seseorang dalam satu
keluarga akan membutuhkan air yang lebih banyak.
Variabel jarak tempat tinggal (X6) memiliki P-value sebesar 0,191 yang
artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 20%.
Koefisien variabel jarak tempat tinggal bertanda negatif (-) dan memiliki nilai
sebesar -0,074. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin jauh jarak tempat
tinggal masyarakat ke lokasi TPAS, maka besarnya biaya konsumsi air bersih
akan menurun. Artinya semakin jauh jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi
56
56
TPAS sebesar 1%, maka diduga besarnya biaya pengganti terhadap konsumsi air
bersih akan menurun sebesar 0,074% dengan asumsi peubah bebas lain tetap
(cateris paribus). Hal ini disebabkan karena semakin jauh jarak tempat tinggal
seseorang dari TPAS, menyebabkan air yang tercemar lebih kecil.
Variabel dummy kebersihan lingkungan (X8) memiliki P-value sebesar
0,123 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata
(α) 15%. Koefisien variabel dummy kebersihan lingkungan bertanda negatif (-)
dan memiliki nilai sebesar -0,200. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin
kurang baik kebersihan lingkungan tempat tinggal seseorang, maka biaya
konsumsi air bersih akan lebih besar. Artinya semakin kurang baik kebersihan
lingkungan tempat tinggal sebesar 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih
akan lebih besar 0,200% dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus).
Variabel umur (X1) memiliki nilai P-value sebesar 0,711 yang artinya
variabel tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 20%.
Koefisien variabel umur bertanda negatif (-) dan memiliki nilai sebesar -0,039.
Tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tua umur seseorang, semakin
lama tinggal di sekitar TPAS maka biaya konsumsi air bersih meningkat. Artinya
semakin muda umur seseorang sebesar 1% dan baru tinggal di sekitar TPAS,
maka diduga konsumsi air bersih menurun 0,039% dengan asumsi peubah lain
tetap (cateris paribus). Hal ini tidak sesuai karena berdasarkan keadaan di lapang
umur responden tidak mencerminkan lama tinggal seseorang, tidak semakin tua
umur responden semakin lama tinggal di sekitar TPAS tersebut.
Variabel tingkat pendidikan (X3) memiliki nilai P-value sebesar 0,425 yang
artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 20%. Koefisien
variabel tingkat pendidikan bertanda positif (+) dan memiliki nilai sebesar 0,006.
Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
maka semakin mengetahui akan pentingnya mengkonsumsi air bersih sehingga
biaya konsumsi air bersih meningkat. Artinya semakin tinggi pendidikan
seseorang sebesar 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih meningkat 0,006%
dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus). Hal ini disebabkan karena
pengetahuan seseorang tentang air bersih lebih tinggi, sehingga tidak masalah
untuk mengeluarkan biaya konsumsi air bersih lebih banyak.
57
57
Variabel dummy kualitas air (X7) memiliki P-value sebesar 0,493 yang
artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 20%. Koefisien
variabel kualitas air bertanda negatif (-) dan memiliki nilai sebesar -0,066. Sesuai
dengan hipotesis awal bahwa semakin kurang baik kualitas air, maka akan lebih
besar biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan. Artinya semakin kurang baik
kualitas air 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih lebih besar 0,066%
dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus).
Variabel dummy tingkat kesehatan (X9) memiliki P-value sebesar 0,987
yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 20%.
Koefisien variabel tingkat kesehatan bertanda positif (+) dan memiliki nilai
sebesar 0,001. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin lebih baik tingkat
kesehatan seseorang, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih. Hal ini
disebabkan karena tingkat kesehatan berpengaruh terhadap air yang dikonsumsi.
6.4 Implikasi dan Rekomendasi
Pengelolaan sampah terkait Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 dalam
Pasal 20 mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan
kegiatan dalam menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap,
memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan, memfasilitasi
penerapan label produk yang ramah lingkungan, memfasilitiasi kegiatan
mengguna ulang dan mendaur ulang, dan memfasilitasi pemasaran produk-produk
daur ulang. Selain itu, pada Pasal 26 dalam bagian kerjasama dan kemitraan
dalam pengelolaan sampah, pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama antar
pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah. Hal ini berkaitan
dengan Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berisi akan pemberian hak kepada setiap orang untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Berdasarkan peraturan pengelolaan sampah di atas dapat disimpulkan
implikasi dari penelitian ini, yaitu mengadakan kerjasama antara Pemerintah Kota
Medan, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dengan masyarakat untuk membuat
suatu kelembagaan pengelolaan sampah seperti mengadakan sosialisai akan
pengelolaan sampah yang lebih baik. Sosialisasi pengolahan sampah menjadi
58
58
kompos berupaya untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat
memanfaatkan ekonomi langsung dari sampah yang bermanfaat bagi masyarakat
sekitar dan pemerintah. Selain dapat mengurangi jumlah sampah yang ada di
TPAS “Namo Bintang”, pengolahan sampah menjadi kompos juga dapat
memberikan insentif tambahan bagi masyarakat sekitar. Insentif tersebut berupa
pemasukan dalam bentuk uang tunai yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Menetapkan kebijakan yang lebih baik lagi dengan menetapkan
peraturan jarak keberadaan tempat tinggal masyarakat terhadap lokasi TPAS
“Namo Bintang”, demi terwujudnya lingkungan hidup yang baik dan sehat,
sehingga masyarakat pemulung tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk
membeli konsumsi air bersih.
59
59
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Persepsi mayoritas masyarakat pemulung maupun non pemulung terhadap
kondisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) akibat keberadaan
TPAS “Namo Bintang” adalah baik. Bagi responden masyarakat pemulung,
kualitas lingkungan dirasa baik karena sudah terbiasa dengan keberadaan
TPAS “Namo Bintang”. Masyarakat non pemulung juga tidak terlalu
merasakan gangguan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” dan tidak
merasakan masalah kesehatan.
2. Keberadaan TPAS “Namo Bintang” memiliki dampak positif dan esternalitas
negatif. Dampak positif yaitu adanya sumber pendapatan bagi masyarakat
sekitar dan adanya nilai tambah dari pengolahan pupuk kompos yang
dilakukan oleh masyarakat pemulung. Rata-rata nilai tambah sebesar
Rp.100,546 dengan presentase sebesar 43,251%. Hal ini juga ditunjukkan
dari tingkat keuntungan yang dihasilkan sebesar Rp 15,477 per kilogram
bahan baku yang diolah dengan presentase sebesar 15,639%. Selain memiliki
dampak positif, juga memiliki eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif
dapat dilihat dari adanya biaya pengobatan dan adanya biaya pengganti akan
konsumsi air bersih.
3. Variabel-variabel dalam faktor-faktor penurunan kualitas lingkungan yang
berpengaruh secara nyata adalah tingkat pendapatan, pekerjaan, jumlah
tanggungan, jarak tempat tinggal, dan kebersihan lingkungan.
7.2 Saran
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola TPAS
“Namo Bintang” dan Dinas Kebersihan Kota Medan untuk pengelolaan dan
pengolahan sampah di TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik.
2. Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran masyarakat pemulung untuk dapat
terlibat langsung dalam kegiatan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos
dengan menjalin kerjasama antara pihak TPAS “Namo Bintang”, Pemerintah
60
60
Daerah dengan masyarakat untuk mengadakan pelatihan pembuatan pupuk
kompos agar pengurangan sampah bertahap dapat berjalan dan adanya
insentif dari tambahan bagi masyarakat sekitar serta berkurangnya penurunan
kualitas lingkungan yang ada.
3. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai faktor-
faktor penurunan kualitas lingkungan dengan menggunakan variabel tingkat
pengetahuan masyarakat dalam tingkat pemilahan sampah rumah tangga.
61
61
DAFTAR PUSTAKA
Azwar A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta (ID): Mutiara
Sumberwidya.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka Biro
Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang. Sumatera Utara (ID): Badan Pusat
Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka Biro
Pusat Statistik Kota Medan. Sumatera Utara (ID): Badan Pusat Statistik.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI
19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan.
Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum.
Bintoro HMH. 2008. Sampah Kota, Kompos dan Banjir. Bogor (ID): IPB Press.
Bujangusti Y. 2009. Estimasi Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat
Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir: Studi Kasus di TPA Bantar
Gebang, Kota Bekasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Deddy A. 2005. Peluang Pasar Kompos Hasil Pengomposan Sampah Pasar
Prosiding Lokakarya Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta. 2005 Feb
17; Bogor (ID): Fakultas Pertanian IPB.
Dinas Kebersihan Kota Medan. 2002. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8
Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan. Medan (ID): Dinas
Kebersihan Kota Medan.
Dinas Kebersihan Kota Medan. 2010. Manajemen Pengelolaan Persampahan Kota
Medan. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan 2010.
Dinas Kebersihan Kota Medan. 2011. Laporan Akuntabilitas Dinas Kebersihan
Kota Medan 2010. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan 2011.
Dinas Kebersihan Kota Medan. 2012. Jumlah Timbulan Sampah Kota Medan
2011-2012. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan.
Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Fazaria DA. 2013. Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): PT
Bumi Aksara.
Garrod G, Kenneth GW. 1999. Economic Valuation of the Environment Methods
and Case Studies. United Kingdom (UK): Edward Elgar Publishing.
Gujarati DN. 2003. Basic Econometric 4th
edition. New York (USA): Mc Graw
Hill-Irvine.
Gujarati DN. 2007a. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid I. Jakarta (ID): Penerbit
Erlangga.
62
62
Gujarati DN. 2007b. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 2. Jakarta (ID): Penerbit
Erlangga.
Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and
Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor
(ID): CGPRT Centre.
Jones GE, Ben D, Salman H. 2000. Ecological Economic an Introduction.
England (UK): Blackwell Science Ltd Oxford.
Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB
Press.
Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Profil Kota Medan.
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/barat/sumut/medan.pdf diakses tanggal 29
Juni 2013.
Lind DA, William GM, Samuel AW. 2008. Teknik-teknik Statistika dalam Bisnis
dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global Edisi 13 Buku 2.
Jakarta (ID): Salemba Empat.
Maimun. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran
Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik (Studi Kasus
Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh) [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Mangkoesoebroto G. 1993. Ekonomi Publik. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
Marimin, Maghfiroh N. 2011. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Martono N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder. Jakarta (ID): PT Rajagrafindo Persada.
Naria E. 1999. Insektisida Nabati untuk Rumah Tangga. Info Kesehatan
Masyarakat Vol. IX No. 1. Medan (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU
Nazir M. 2011.Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta
Sandjoyo AB. 2013. Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan
Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung,
Depok [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sankar. 2008. Environmental Externalities. Chennai (IN): Madras School of
Economics.
Sudradjat HR. 2009. Mengelola Sampah Kota. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung (ID): Alfabeta.
63
63
Suhan YG. 2009. Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap Harga
Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok
Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia
Indonesia.
Tampubolon BA. 2011. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat
Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus di
Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan
Sampah.
Wardhana WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi).
Yogyakarta (ID): Andi Offest.
Yusuf R. 2012. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Sampah Organik Menjadi
Pupuk Kompos (Studi Kasus di Rumah Kompos Griya Melati, Kelurahan
Bubulak, Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
66
66
Lampiran 1 Data rumah tangga, penduduk, dan rata-rata penduduk per
rumah tangga di Kecamatan Pancur Batu tahun 2011 No
Desa Rumah Tangga
(RT)
Penduduk Rata-rata/RT
1 Bintang Meriah 292 1.126 4
2 Sugau 335 1.229 4
3 Tiang Layar 392 1.386 4
4 Salam Tani 365 1.337 4
5 Namo Riam 414 1.592 4
6 Durin Simbelang A 639 2.483 4
7 Durin Tunggal 664 2.557 4
8 Pertampilen 363 1.497 4
9 Hulu 915 3.813 4
10 Namo Simpur 325 1.229 4
11 Namo Bintang 1.598 6.180 4
12 Simalingkar A 849 3.469 4
13 Perumnas Simalingkar 1.665 7.307 4
14 Baru 1.659 6.901 4
15 Lama 1.353 5.555 4
16 Kampung Tengah 531 2.472 4
17 Namorih 306 1.189 4
18 Durian Jangak 499 1.856 4
19 Tuntungan II 1.144 4.580 4
20 Tuntungan I 845 3.427 4
21 Gunung Tinggi 436 1.611 4
22 Sei Gelugur 1.461 6.099 4
23 Suka Raya 983 3.921 4
24 Tanjung Anom 2.341 9.918 5
25 Sembahe Baru 797 3.000 4 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang 2012
67
67
Lampiran 2 Biaya kesehatan
Responden Kesehatan Jenis Penyakit Biaya Berobat (Rp/bulan)
1 0 Demam 20 000
2 0 Diare 50 000
3 0 Demam 15 000
4 0 Diare 25 000
5 0 Demam 20 000
6 1 Tidak Ada 0
7 0 ISPA 25 000
8 1 Tidak Ada 0
9 1 Tidak Ada 0
10 1 Tidak Ada 0
11 0 ISPA 30 000
12 0 Diare 30 000
13 0 ISPA 50 000
14 0 Diare 50 000
15 1 Tidak Ada 0
16 0 ISPA 35 000
17 1 Tidak Ada 0
18 0 Demam 35 000
19 1 Tidak Ada 0
20 1 Tidak Ada 0
21 0 ISPA 50 000
22 0 ISPA 40 000
23 1 Tidak Ada 0
24 1 Tidak Ada 0
25 0 ISPA 35 000
26 0 ISPA 30 000
27 1 Tidak Ada 0
28 0 Diare 40 000
29 1 Tidak Ada 0
30 0 ISPA 40 000
31 0 Demam 25 000
32 1 Tidak Ada 0
33 0 ISPA 40 000
34 0 Diare 30 000
35 0 ISPA 40 000
36 0 ISPA 25 000
37 1 Tidak Ada 0
38 0 Sakit Kepala 35 000
39 0 Sakit Kepala 20 000
40 0 Diare 25 000
41 0 Diare 30 000
68
68
Lampiran 2 Lanjutan
Responden Kesehatan Jenis Penyakit Biaya
42 1 Tidak Ada 0
43 1 Tidak Ada 0
44 1 Tidak Ada 0
45 0 ISPA 35 000
46 0 ISPA 25 000
47 0 ISPA 40 000
48 1 Tidak Ada 0
49 1 Tidak Ada 0
50 1 Tidak Ada 0
51 0 Diare 20 000
52 1 Tidak Ada 0
53 1 Tidak Ada 0
54 1 Tidak Ada 0
55 1 Tidak Ada 0
56 1 Tidak Ada 0
57 1 Tidak Ada 0
58 1 Tidak Ada 0
59 1 Tidak Ada 0
60 1 Tidak Ada 0
61 0 Diare 45 000
62 0 Demam 25 000
63 0 Diare 30 000
64 1 Tidak Ada 0
65 1 Tidak Ada 0
66 1 Tidak Ada 0
67 1 Tidak Ada 0
68 1 Tidak Ada 0
69 1 Tidak Ada 0
70 0 Demam 25 000
71 1 Tidak Ada 0
72 1 Tidak Ada 0
73 0 Sakit Kepala 15 000
74 1 Tidak Ada 0
75 1 Tidak Ada 0
76 1 Tidak Ada 0
77 1 Tidak Ada 0
78 1 Tidak Ada 0
79 0 Sakit Kepala 20 000
80 0 Demam 25 000
81 1 Tidak Ada 0
82 1 Tidak Ada 0
83 1 Tidak Ada 0
Biaya Pengobatan (Rp/bulan) 915 000
Responden (Orang) 26
Rata-rata Biaya Pengobatan (Rp/bulan) 35 200
Populasi Rumah Tangga (KK) 1 598
Total Biaya Pengobatan (Rp/bulan) 56 249 600
69
69
Lampiran 3 Biaya pengganti konsumsi air bersih
Responden JT
(Orang)
Harga Air
Galon
(Rp)
Konsumsi
(Galon)
Biaya Air
Galon
(Rp/bln)
PAM
(Rp/bln)
Total Biaya
(Rp/bln)
1 3 5 000 3 15 000 0 15 000
2 5 5 000 5 25 000 0 25 000
3 3 5 000 3 15 000 0 15 000
4 2 4 000 2 8 000 0 8 000
5 0 4 000 2 8 000 0 8 000
6 3 3 000 4 12 000 0 12 000
7 0 4 000 2 8 000 0 8 000
8 2 4 000 2 8 000 0 8 000
9 4 4 000 5 20 000 0 20 000
10 3 3 500 4 15 000 0 15 000
11 4 4 000 5 20 000 0 20 000
12 2 4 000 2 8 000 0 8 000
13 3 5 000 3 15 000 0 15 000
14 4 4 000 5 20 000 0 20 000
15 2 4 000 2 8 000 0 8 000
16 0 4 000 2 8 000 0 8 000
17 2 4 000 2 8 000 0 8 000
18 3 3 000 4 12 000 0 12 000
19 2 5 000 2 10 000 0 10 000
20 1 4 000 2 8 000 0 8 000
21 0 4 000 2 8 000 0 8 000
22 1 4 000 2 8 000 0 8 000
23 0 5 000 2 10 000 0 10 000
24 3 5 000 3 15 000 0 15 000
25 0 4 000 2 8 000 0 8 000
26 3 5 000 3 15 000 0 15 000
27 5 5 000 5 25 000 0 25 000
28 0 4 000 2 8 000 0 8 000
29 2 4 000 2 8 000 0 8 000
30 2 4 000 2 8 000 0 8 000
31 0 4 000 2 8 000 0 8 000
32 3 5 000 3 15 000 0 15 000
33 2 5 000 2 10 000 0 10 000
34 4 4 000 5 20 000 0 20 000
35 1 4 000 2 8 000 0 8 000
36 0 4 000 2 8 000 0 8 000
37 0 4 000 2 8 000 0 8 000
38 0 4 000 2 8 000 0 8 000
70 70
Lampiran 3 Lanjutan
Responden JT
(Orang)
Harga Air
Galon
(Rp)
Konsumsi
(Galon)
Biaya Air
Galon
(Rp/bln)
PAM
(Rp/bln)
Total Biaya
(Rp/bln)
39 2 5 000 2 10 000 0 10 000
40 1 4 000 2 8 000 0 8 000
41 2 5 000 2 10 000 0 10 000
42 1 4 000 2 8 000 0 8 000
43 2 5 000 2 10 000 0 10 000
44 1 4 000 2 8 000 0 8 000
45 1 4 000 2 8 000 0 8 000
46 2 5 000 2 10 000 0 10 000
47 3 5 000 3 15 000 0 15 000
48 2 5 000 2 10 000 0 10 000
49 1 6 500 2 13 000 0 13 000
50 2 4 000 3 12 000 0 12 000
51 3 3 000 5 15 000 0 15 000
52 2 6 000 3 18 000 38 000 56 000
53 3 5 000 4 20 000 45 000 65 000
54 0 5 000 2 10 000 40 000 50 000
55 0 6 000 2 12 000 33 000 45 000
56 4 5 000 5 25 000 30 000 55 000
57 4 5 000 5 25 000 35 000 60 000
58 6 6 000 7 42 000 33 000 75 000
59 4 5 000 5 25 000 30 000 55 000
60 1 6 500 2 13 000 80 000 93 000
61 1 5 000 2 10 000 50 000 60 000
62 2 6 000 3 18 000 57 000 75 000
63 2 5 000 3 15 000 60 000 75 000
64 1 6 000 1 6 000 45 000 51 000
65 1 5 000 2 10 000 40 000 50 000
66 1 5 000 2 10 000 45 000 55 000
67 1 5 000 2 10 000 35 000 45 000
68 2 6 500 2 13 000 55 000 68 000
69 3 4 000 3 12 000 40 000 52 000
70 3 5 000 3 15 000 55 000 70 000
71 2 5 000 3 15 000 40 000 55 000
72 1 4 000 3 12 000 35 000 47 000
73 1 5 000 3 15 000 45 000 60 000
74 2 4 000 2 8 000 65 000 73 000
75 2 6 000 3 18 000 35 000 53 000
76 1 4 000 2 8 000 30 000 38 000
71
71
Lampiran 3 Lanjutan
Responden JT
(Orang)
Harga Air
Galon
(Rp)
Konsumsi
(Galon)
Biaya Air
Galon
(Rp/bln)
PAM
(Rp/bl
n)
Total Biaya
(Rp/bln)
77 3 4 000 4 16 000 45 000 61 000
78 1 6 000 2 12 000 35 000 47 000
79 2 3 500 3 10 500 40 000 50 500
80 2 3 000 3 9 000 47 000 56 000
81 2 3 500 3 10 500 38 000 48 500
82 3 4 000 5 20 000 55 000 75 000
83 3 6 000 4 24 000 60 000 84 000
Responden Konsumsi Air Galon Isi Ulang (Orang) 83
Total Biaya Air Galon Isi Ulang (Rp/bulan) 1 955 000
Rata-rata Biaya Konsumsi Air Galon Isi Ulang (Rp/bulan) 23 554
Populasi Rumah Tangga (KK) 1 598
Total Biaya Pengganti Air Galon Isi Ulang (Rp/bulan) 37 639 292
Responden Konsumsi PAM (Orang) 32
Total Biaya PAM (Rp/bulan) 1 416 000
Rata-rata Biaya Konsumsi PAM (Rp/bulan) 44 250
Populasi Rumah Tangga (KK) 1 598
Total Biaya Pengganti PAM (Rp/bulan) 70 711 500
Total Biaya Pengganti terhadap Konsumsi Air Bersih (Rp/bulan) 108 350 792
72
Lampiran 4 Rincian Analisis Nilai Tambah Pupuk Kompos di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013
No. Uraian 1 2 3 Rata-rata
Output, input dan harga
1 Output yang dihasilkan (Kg/bulan) 14 000,000 16 000,000 10 000,000 13 333,333
2 Bahan baku yang digunakan (kg/bulan) 16 000,000 18 000,000 12 000,000 15 333,333
3 Tenaga kerja (HOK/bulan) 25,000 37,500 17,500 26,667
4 Faktor konversi (1/2) 0,875 0,889 0,833 0,866
5 Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,002 0,002 0,001 0,002
6 Harga output (Rp/kg) 250,000 300,000 250,000 266,667
7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) 50 000,000 50 000,000 50 000,000 50 000,000
Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input)
8 Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) 50,000 50,000 50,000 50,000
9 Sumbangan input lain (Rp/kg output) 78,585 93,103 70,422 80,704
10 Nilai output (4 x 6) (Rp/kg) 218,750 266,667 208,333 231,250
11 a. Nilai tambah (10 - 9 - 8) (Rp/kg) 90,165 123,564 87,911 100,546
b. Rasio nilai tambah ((11a/10x100%) 41,218 46,336 42,197 43,251
12 a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/kg) 78,125 104,167 72,917 85,069
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100% 86,647 84,302 82,944 84,631
13 a. Keuntungan (11a-12a)(Rp/kg) 12,040 19,397 14,994 15,477
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) 13,353 15,698 17,056 15,369
Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi
14 Marjin (10-8) (Rp/kg) 168,750 216,667 158,333 181,250
a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) 46,296 48,077 46,053 46,809
b. Sumbangan input lain ((9/14)x100%) 46,569 42,971 44,477 44,672
c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) 7,135 8,952 9,470 8,519
73
Lampiran 5 Hasil Model Regresi Linear Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 10,337 0,938 11,016 0,000
X1 -0,039 0,103 -0,012 -0,373 0,711 0,891 1,122
X2 0,107 0,053 0,065 2,013 **0,049 0,846 1,183
X3 0,006 0,008 0,029 0,804 0,425 0,661 1,513
X4 -1,690 0,067 -0,934 -25,361 *0,000 0,650 1,539
X5 0,017 0,006 0,094 2,866 *0,006 0,812 1,232
X6 -0,074 0,056 -0,047 -1,321 ****0,191 0,706 1,417
X7 -0,066 0,095 -0,024 -0,689 0,493 0,750 1,333
X8 -0,200 0,128 -0,052 -1,563 ***0,123 0,786 1,273
X9 0,001 0,056 0,001 0,016 0,987 0,882 1,134
a. Dependent Variable: Y
keterangan: **** nyata pada taraf α = 20% dan berpengaruh sebesar 80%
*** nyata pada taraf α = 15% dan berpengaruh sebesar 85%
** nyata pada taraf α = 5% dan berpengaruh sebesar 95%
* nyata pada taraf α = 1% dan berpengaruh sebesar 99%
Uji F
H0: Semua variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
H1: Semua variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel bebas
Sig. (P-value) (,000a) < (α=0,20) maka tolak H0, artinya semua variabel bebas
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (model signifikan).
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 52,071 9 5,786 119,359 0,000a
Residual 2,908 60 0,048
Total 54,979 69
a. Predictors: (Constant), X9, X8, X2, X5, X1, X6, X7, X3, X4
b. Dependent Variable: Y
Uji Normalitas
H0: Data residual berdistribusi normal
H1: Data residual tidak bersdistribusi normal
Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,458 > (α=0,20), maka asumsi nilai residual menyebar
normal terpenuhi.
74
74
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 70
Normal Parametersa Mean 0,0000000
Std. Deviation 0,20530524
Most Extreme Differences Absolute 0,100
Positive 0,100
Negative -0,064
Kolmogorov-Smirnov Z 0,837
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,485
a. Test distribution is Normal
Nilai mean = 2,47 e-14
dimana mendekati nol yang artinya normal.
75
75
Uji Heteroskedastisitas
Dapat dilihat dari scatterplot, plot tidak berpola atau tidak membentuk pola
apapun dengan kata lain menyebar bebas, sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi pelanggaran heteroskedastisitas pada model.
Uji Multikolinearitas
Berdasarkan hasil regresi semua variabel bebas memiliki nilai VIF kurang dari 10
(VIF < 10), artinya tidak terdapat pelanggaran multikolinearitas.
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
X1 0,891 1,122
X2 0,846 1,183
X3 0,661 1,513
X4 0,650 1,539
X5 0,812 1,232
X6 0,706 1,417
X7 0,750 1,333
X8 0,786 1,273
X9 0,882 1,134
a. Dependent Variable: Y
76
76
Uji Autokorelasi
Hasil regresi memiliki nilai Durbin-Watson 2,234 yang menunjukkan tidak terjadi
pelanggaran autokorelasi karena berada pada selang antara 1,55 dan 2,46 (Firdaus
2004).
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 0,973a 0,947 0,939 0,2201653 2,234
a. Predictors: (Constant), X9, X8, X2, X5, X1, X6, X7, X3, X4
b. Dependent Variable: Y
77
77
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian
Gambar 1 TPAS “Namo Bintang” Gambar 2 Tumpukan sampah
plastik es
Gambar 3 Pengayakan tanah
endapan sampah
Gambar 4 Penjemuran tanah
endapan sampah
Gambar 5 Keadaan tempat pengomposan
di TPAS “Namo Bintang”
Gambar 6 Hasil pupuk kompos yang
sudah dikemas
78
78
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Februari 1992 dan putri satu-
satunya dari pasangan Eri Rangkuti dan Tengku Teviana. Penulis memulai
pendidikan di TK Sarah School Medan pada tahun 1996, kemudian melanjutkan
pendidikan di SD Harapan 1 Medan tahun 1997, selanjutnya di SMP Negeri 1
Medan pada tahun 2003, dan SMA Negeri 1 Medan pada tahun 2006. Pada tahun
2009 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di IPB penulis aktif mengikuti organisai
kemahasiswaan di IPB seperti Himpunan Mahasiswa Profesi (HIMPRO)
Resources and Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai
staff Divisi Campus Social Responsibility (CSR) tahun 2010-2011 dan aktif
mengikuti berbagai kepanitiaan di dalam kampus IPB. Penulis juga bergabung di
Indonesian Youth Conference (IYC) tahun 2012.