d1215072.docx  · web viewdi sini, mengacu pada penelitian youtube stickiness yang diungkapkan...

30
JURNAL INSTAGRAM STICKINESS (Analisis Kuantitatif Korelasi Motivasi Penggunaan Instagram dan Instagram Stickiness di Kalangan Siswa dan Siswi SMA Negeri 1 Sukaresmi Tahun 2018) Oleh : RITA KURNIA INDAWATI D1215072 PROGRAM ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Upload: nguyenthuan

Post on 15-Oct-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

JURNAL

INSTAGRAM STICKINESS

(Analisis Kuantitatif Korelasi Motivasi Penggunaan Instagram dan Instagram

Stickiness di Kalangan Siswa dan Siswi SMA Negeri 1 Sukaresmi Tahun 2018)

Oleh :RITA KURNIA INDAWATI

D1215072

PROGRAM ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA

2018

Page 2: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

INSTAGRAM STICKINESS

(Analisis Kuantitatif Korelasi Motivasi Penggunaan Instagram dan Instagram

Stickiness di Kalangan Siswa dan Siswi SMA Negeri 1 Sukaresmi Tahun 2018)

Rita Kurnia IndawatiLikha Sari Anggreni

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta

AbstractIt’s almost impossible for many people nowadays get away from social

media. It becomes an important thing for so many people’s life today. Then, it might save to say if now we see face to face communication is starting to fade away or it comes to the end. Mostly for those who we know as Gen-Z, they are the true native internet generation, who was born in the internet era, and some of them don’t even remember the time before social media exist. One of the most famous and use by so many people nowadays is Instagram.

As many people become more sticky with social media, in this research provide to know if there’s a correlation between motivation of using Instagram and Instagram stickiness, between the student of SMA Negeri 1 Sukaresmi. This research use quantitative method, which the primer data collected using questioner, the sample were selected using non-probability sampling, next all the data that have been collected analyzed using Spearman’s rho.

The result then show if there’s a significant and positive correlation between them. Which means, if the motivation of using Instagram is getting bigger or higher, Instagram users will become sticky, they will use it more often and spent more time to access it. And if we rank from the most strong correlated motivation of using Instagram, it’s escapism, archiving, self-expression, information seeking, and last social interaction.Key Words : Social Media, Gen-Z, Instagram, Motivation, Instagram Stickiness

1

Page 3: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

PendahuluanSaat ini penggunaan media sosial di kalangan masyarakat semakin

meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini juga diikuti dengan perkembangan dari

media sosial tersebut. Tidak heran jika beberapa waktu ke belakang kita melihat

banyak media sosial yang bermunculan, atau mungkin nantinya di masa yang

akan datang akan lebih banyak lagi media sosial yang muncul. Media sosial ini

selain digunakan sebagai sarana berbagi, juga digunakan orang-orang sebagai

media untuk berkomunikasi. Nasrullah (2015:11) mendefinisikan media sosial

sebagai medium yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya

maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna

lainnya, dan membentuk ikatan sosial secara virtual.

Penggunaan media sosial saat ini bisa dibilang tidak bisa atau sulit untuk

dilepaskan dari seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut Urista, Dong,

dan Day (2009:219) banyak individu yang menggunakan internet dengan

keinginnan untuk sosialisai dengan orang lain. Sebagai hasil pembelajaran, media

sosial sama pentingnya dengan komunikasi sosial (Miller dkk, 2016:7).

Faktanya menurut Cal Newport, seorang Associate Professor of Computer

Science di Georgetown University, pada saat menjadi pembicara di TEDx Tysons,

ia mengungkapkan jika media sosial didesain untuk menjadi adiktif. Sinek

(2014:258) mempercayai jika remaja mengembangkan kecanduan (addiction)

menjadi gangguan (distraction), atau sebaliknya, untuk efek produksi dopamin

dari teknologi digital dan aktivitas online yang mengganggu mereka. Berdasarkan

fakta yang disebutkan sebelumnya, maka tidak heran jika banyak orang yang sulit

untuk melepaskan diri dari media sosial, serta terus menerus mengakses media

sosial tersebut secara berkala.

Salah satu media sosial yang saat ini banyak digunakan adalah Instagram.

Berdasarkan data dari Internet Live Stats (www.internetlivestats.com, 2017) ada

796 foto yang diunggah di Instagram setiap satu detiknya. Hasil penelitian yang

dilakukan Lee dkk (2015:555) menyarankan bahwa Instagram telah menjadi

medium pemberdayaan, baru, dan presentasi diri, terutama di kalangan remaja.

Berdasarkan hasil analisis dari globalwebindex.net di mana 50% dari pengguna

2

Page 4: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

internet di seluruh dunia kecuali China, menggunakan Instagram. Pihak dari

Instagram sendiri mencatat jika ada lebih dari 45 juta pengguna aktif tiap

bulannya di Indonesia (jakartaglobe.id : 27 July 2017).

Fakta lainnya, berdasarkan berita yang diposting oleh Bloomberg.com

pada 2 Agustus 2017, Instagram merupakan media sosial yang paling populer

dikalangan anak muda yang berusia kurang dari 25 tahun, di mana rata-rata

mereka mengakses Instagram selama 32 menit perharinya. Penelitian yang

dilakukan di England terhadap siswa usia 11 sampai 18 tahun, memperlihatkan

jika Instagram merupakan tempat di mana mereka menyambut orang asing yang

dapat mengapresiasi unggahan foto mereka (Miller dkk, 2016:5).

Generasi remaja saat ini, mereka yang berusia 13 sampai 19 tahun masuk

sebagai Generasi Z. Berdasarkan artikel yang diterbitkan The New York Times

pada 18 September 2015, dengan judul “Move Over, Millennials, Here Comes

Generation Z”, menyebutkan jika Generasi Z adalah generasi pertama yang

dibesarkan dieranya smartphone, banyak diantara mereka yang tidak mengingat

masa sebelum adanya media sosial. Gen Z tidak bisa mengingat masa-masa

sebelum adanya media sosial (The Center for Generational Kinetics, 2016:14).

Berdasarkan temuan yang didapat oleh The Center for Generational Kinetics

(2016:15), banyak remaja, setidaknya 42% dari Gen Z ini yang mengungkapkan

jika media sosial mempengaruhi bagaimana orang lain melihat diri seseorang.

Sehingga dapat kita katakan jika media sosial saai ini memiliki perngaruh tertentu

terhadap kehidupan remaja saat ini.

Sebelumnya sudah banyak penelitian mengenai media sosial yang

menggunakan teori uses and gratification. Jika melihat media sosial yang user-

generated content, di mana pengguna bukan hanya sebagai pihak yang

mengkonsumsi konten, melainkan sebagai yang menghasilkan konten juga.

Kepuasan pribadi ditemukan sebagai perilaku kepercayaan yang menonjol

terhadap Instagram, di mana hal ini sebagai ekspresi perilaku seseorang yang

memuaskan keinginannya (Ting dkk, 2015:22). Berkaitan dengan penggunaan

media sosial sendiri, khalayak termasuk ke dalam khalayak aktif. Seperti halnya

dengan penelitian yang sebelumnya, peneliti dalam penelitian ini pun

3

Page 5: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

menggunakan teori uses and gratification, hal ini dikarenakan peneliti ingin

melihat hubungan dari motivasi penggunaan Instagram sebagai media sosial dan

Instagram stickiness dikalangan remaja.

Anak muda yang beralih ke media sosial secara inordinately, tidak sadar

akan meningkatnya waktu yang mereka habiskan di situs tersebut, dan mulai

untuk mengabaikan tanggung jawab dari waktu ke waktu (Kirik dkk, 2015:112).

Selain itu banyak anggapan dengan melakukan dua kegiatan komunikasi tatap

muka dengan komunikasi bermedia secara bersamaan, mereka menganggap diri

mereka sedang multitasking. Namun, berdasarkan peneliti otak, multitasking yang

sebenarnya tidak benar-benar ada (Sinek, 2014:256). multitasking ternyata tidak

membuat kita menjadi lebih cepat dan efisien, melainkan membuat kita menjadi

lambat (Sinek, 2014:256).

Sebelumnya sudah pernah ada penelitian yang serupa dan keduanya meneliti tentang Youtube Stickiness. Kedua penelitian tersebut membahas tentang hubungan antara continuance motivation dan sharing bevahior dengan Youtube Stickiness. Sementara dalam penelitian kali ini yang akan diteliti adalah Instagram Stickiness dan sejauh ini belum ditemukan penelitian mengenai hal ini. Instagram sendiri dipilih karena saat ini sedang populer di kalangan remaja. Sebelumnya pun sudah disebutkan jika media sosial ini semakin populer, terlihat dari semakin banyaknya pengguna media sosial ini. Percaya atau tidak Instagram bisa dikatakan sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial bahkan bisa juga disebut sebagai gaya hidup beberapa orang sekarang. Selain sebagai media berbagi, media ini juga bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan pengguna lainnya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara memberikan pesan dengan fasilitas Direct Message kepada pengguna lain, atau melalui kolom komentar yang tersedia.

Pada penelitian ini, lain dengan penelitian sebelumnya, peneliti ingin mengetahui hubungan atau korelasi dari motivasi

4

Page 6: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

penggunaan media sosial Instagram dengan Instagram stickiness itu sendiri. Seperti yang kita ketahui, seseorang melakukan hal mereka lakukan tentunya karena didasari oleh adanya dorongan tertentu, dalam hal ini kita mengenalnya sebagai motivasi. Kaitannya dengan penggunaan media sosial sendiri tentunya adalah di mana pengguna memili motivasi yang membuat mereka akhirnya menggunakan media sosial tersebut.

Ketika motivasi mereka terpenuhi, serta mereka mendapatkan kepuasan dari media sosial tersebut, maka mereka akan mengakses media sosial ini kembali. Hal ini yang kemudian mendorong peneliti untuk mencari korelasi antara motivasi penggunaan Instagram dan Instagram stickiness. Dengan kata lain, jika tidak mungkin pengguna tidak kembali mengakses atau menggunakan sebuah media sosial jika tidak ada motivasi dari diri mereka untuk mendapatkan tujuan yang mereka inginkan. Kemudian, apabila tujuan tersebut terpenuhi, mereka akan mendapatkan kepuasan. Sehingga apabila mereka ingin kembali mendapatkan tujuan yang sama, hal tersebut membuat mereka kembali untuk mengakses atau menggunakan media sosial tersebut untuk mendapatkan kepuasan yang sama atau bisa jadi yang lebih dari sebelumnya. Hal ini juga yang menurut peneliti dirasa cocok dengan teori uses and gratification yang digunakan dalam penelitian ini. Perbedaan dari penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya adalah media sosial yang dikaji kali ini Instagram, di mana meskipun karakteristik dari Instagram maupun Youtube sebagai media sosial hampir sama, tetapi untuk beberapa hal mereka berbeda.

Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat korelasi antara

5

Page 7: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

motivasi penggunaan Instagram dengan Instagram Stickiness di kalangan siswa

dan siswi SMA Negeri 1 Sukaresmi tahun 2018?”

Telaah Pustaka1. Komunikasi

Komunikasi (communication) adalah sebuah proses sistematis di mana

orang berinteraksi dengan dan melalui simbol untuk menciptakan dan

menafsirkan makna (Wood, 2013:3). Simbol merupakan dasar dari bahasa,

pemikiran, dan kebanyakan perilaku nonverbal (Wood, 2013:18). Fajar (2009:55)

mengungkapkan karakteristik saluran komunikasi dibagi menjadi tiga, yaitu

media cetak, media elektronik, dan komunikasi tatap muka. Sarjana dan praktisi

komunikasi biasanya menganggap komunikasi tatap muka adalah metode

pertukaran informasi yang paling langsung, kuat, dan lebih disukai (Fajar,

2009:54). Sementara, oleh para ahli komunikasi diakui bahwa keefektifan dan

efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang

bersifat informatif (Effendy, 2013:17).

Selain itu, menurut Fajar (2009:57-58) ada 5 Hukum Komunikasi yang

Efektif (The 5 Inevitable Laws of Effectice Communication), yang disingkat

menjadi REACH, yaitu:

1. Respect; sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang

kita sampaikan.

2. Emphaty; Kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau

kondisi yang dihadapi oleh orang lain.

3. Audible; Dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik, berarti pesan yang

kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan.

4. Clarity; Kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi

interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan.

5. Humble; Sikap rendah hati

2. New Media dan Media Sosial

6

Page 8: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

Saat seseorang menggunakan istilah new media yang akan telintas

dipikirannya mungkin adalah internet, yang lain mungkin memikirkan hal lain

seperti TV digital, virtual environment, computer game, atau blog (Lister dkk,

2009:12). Syaibani (2011:2) mengungkapkan jika new media merupakan studi

tentang sebuah medium komunikasi yang secara luas terintergrasi ke dalam

sebuah jaringan/ internet/ electronic media. Selain itu, Lister dkk (2009:13)

meyatukan kata “new media” mengacu kepada berbagai macam perubahan dalam

produksi, penyebaran, dan penggunaan media.

Era media sosial yang kita pahami hari ini mungkin dimulai sekitar 20

tahun yang lalu, saat Bruce dan Susan Abelson menemukan “open diary”, social

networking site awal yang membawa penulis online diary ke satu komunitas

(Kalpan dan Haenlein, 2010:60). Media Sosial yang juga merupakan salah satu

bentuk teknologi ini memberikan kita potensi untuk komunikasi dan interaksi

yang sebelumnya tidak kita punya (Miller dkk, 2016:1). Bahkan menurut Bala

(2014:2), media sosial muncul sebagai sebagai alat yang paling vital dari berbagai

jenis komunikasi yang dilengkapi dengan kemampuan untuk berbagi informasi.

Karakteristik dari media sosial sendiri meliputi jaringan (network),

informasi (information), arsip (archive), interaksi (interactivity), simulasi sosial

(simulation of society), dan konten oleh pengguna (user-generated content)

(Nasrullah, 2015:16). Media sosial memilki posisi yang penting berdampingan

dengan perkembangan dalam teknologi internet, dan telah membukakan

cakrawala baru dalam ranah komunikasi dengan strukurnya yang komprehensif

dan interaktif (Kirik dkk, 2015:121).

3. MotivasiMotivasi merupakan keinginan untuk mencapai tujuan dan juga sebuah

fenomena yang kompleks (Chiang dan Hsiao, 2015:87). Menurut Risawandi

(2013:97), motivasi dapat didefinisikan sebagai kesiapan khusus dari individu

untuk melakukan serangkaian perilaku yang ditujukan untuk mencapai beberapa

sasaran. Sementara itu, ada yang kita kenal dengan motif. Motif atau pendorong

adalah kebutuhan yang terangsan sehingga seseorang berupaya untuk

7

Page 9: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

memuaskannya atau memenuhinya (Riswandi, 2013:97). Penelitian yang

dilakukan oleh Lee dkk (2015:555), mengungkapkan terdapat lima motif utama

sosial dan psikologis pengguna Instagram, yaitu social interaction (interaksi

sosial), archiving (pengarsipan), self-expression (ekspresi diri), escapism

(pelarian), dan peeking (mengintip).

4. Instagram StickinessInstagram merupakan salah satu media sosial untuk berbagi video maupun

foto, yang setiap postingan bisa ditambahkan caption oleh pengunggahnya.

Instagram bediri sejak tahun 2010, di mana Kevin Systrom sebagai CEO dan co-

founder, sementara Mike Krieger sebagai CTO dan juga co-founder media sosial

ini. Stickiness biasanya digunakan untuk mengindikasi seberapa baik sebuah

webite mengubah seorang pengunjung menjadi konsumen dan tetap ada (Hsu dan

Liao, 2014:836). Penelitian yang dilakukan Chiang dan Hsiao (2015), stickiness

diukur berdasarkan durasi kunjungan dan jumlah kunjungan. Stickiness

merupakan hasil dari sebuah website yang menawarkan nilai keuntungan kepada

pengunjungnya (Dubelaar dkk, 2003:2). Instagram stickiness di sini, mengacu

pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao

(2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung untuk

menghabiskan waktu, menggunakan, dan membuka Instagram.

5. Audiens MediaPengguna internet bukan hanya memberi kontribusi dan berinteraksi,

mereka juga mengontrol konten dan bentuk media baru (Moriarty, Mitchell, dan

Wells, 2011: 346). Sehingga dapat dikatakan jika audiens media sosial adalah

audiens yang aktif, di mana ia memilih media apa dan konten atau informasi apa

yang ingin ia unggah dan dapatkan. Seperti halnya salah satu karakteristik dari

media sosial yang menurut Nasrulla (2016:16), yaitu user-generated content.

Konten oleh pengguna ini adalah sebagai penanda bahwa di media sosial khalayak

tidak hanya memproduksi konten di ruang yang disebut, tetapi juga mengonsumsi

konten yang diproduksi pengguna lain (Nasrullah, 2015:31).

8

Page 10: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

6. Teori Uses and Gratification

Teori penggunaan dan kepuasan menjelaskan mengenai kapan dan

bagaimana audien sebagai konsumen media menjadi lebih aktif atau kurang aktif

dalam menggunakan media dan akibat atau konsekuensi dari penggunaan media

itu (Morissan, Wardhani, Hamid U, 2010:78). Dengan kata lain, teori ini melihat

bagaimana pengguna menggunakan media, mengenai apa, kapan, dan bagaimana,

atau mungkin untuk apa media tersebut mereka gunakan. Selain itu, menurut

Morissan (2014: 508-509), teori penggunaan dan kepuasan memfokuskan pada

audiensi konsumen media massa, dan bukan pada pesan yang disampaikan.

Menurut McQuail dan rekan (1972) yang dikutip oleh Morissan dkk (2014:510),

terdapat empat alasan mengapa audien menggunakan media, yaitu:

1. Pengalihan; untuk melarikan diri dari rutinitas atau masalah sehari-hari.

2. Hubungan personal; terjadi apabila seseorang menggunakan media sebagai

pengganti teman.

3. Identitas personal; cara untuk memperkuat nilai-nilai individu.

4. Pengawasan; yakni informasi mengenai bagaimana media dapat membantunya

mencapai sesuatu.

7. Sharing Behavior

Membahas mengenai media sosial tentunya tidak bisa lepas dengan

sharing behavior. Hal ini dirasa erat kaitannya dengan karakteristik media sosial

yang user-generated content. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chiang dan

Hsiao (2015:87), sharing behavior berkaitan dengan keinginan individu untuk

berbagi vidio mereka dengan yang lainnya di Youtube. Menurut Qiu dkk

(2013:108), ada dua tipe sharing behavior dalam Social Networking Sites (SNSs)

yang dimotivasi oleh perbedaan kebutuhan, yaitu:

1. Tipe yang pertama, pengguna mengunggah pembaruan status, foto, vidio, atau

komentar mengenai diri mereka untuk tujuan self disclosure atau self

promotion.

2. Tipe yang kedua, pengguna membagikan informasi yang berguna, yang

memberikan keuntungan bagi orang lain.

9

Page 11: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

MetodologiPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Menurut Jujun

Suriasumantri (1978) dalam Sinambela (2014:18), penelitian kuantitatif

didasarkan pada paradigma positivism yang bersifat logico-hypothetico-varifikatif

dengan berdasarkan pada asusmi mengenai objek empiris. Metode penelitian

dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif disebut

juga survei, di mana metode ini umumnya selain menggambarkan suatu

fenomena, juga berusaha menggambarkan hubungan, menguji hipotesis,

memprediksi serta melihat implikasinya (Sinambela, 2014:67). Peneliti

menggunakan kuesioner sebagai teknik pengumpulan data dalam penelitian ini.

Objek penelitiannya adalah seluruh siswa dan siswi SMA Negeri 1 Sukaresmi

tahun 2018. Penelitian di khususkan untuk mereka yang memiliki akun Instagram

dan aktif mengakses media sosial tersebut. Pemilihan sampel ini dengan cara

nonprobability sampling. Teknik sampling yang digunakan yaitu sampel

aksidental. Analisis yang akan digunakan selanjutnya adalah uji spearman,

mengingat karena data yang akan digunakan dalam kuesioner adalah data nominal

dan ordinal.

Sajian dan Analisis DataResponden dalam penelitian ini total berjumlah 158 orang responden,

terdiri dari 93 (58.9%) orang siswa perempuan dan 65 (41.1%) orang siswa laki-

laki. Responden tersebut berasal dari kelas X sampai dengan kelas XII, yang juga

berasal dari tiga jurusan, yaitu IPA, IPS, dan Bahasa. Rentang usia responden

sendiri mulai dari usia 14 tahun sampai dengan 18 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Instagram menempati tempat

kedua sebagai media sosial yang paling sering digunakan oleh responden.

Sementara di tempat pertama ditempati oleh WhatsApp, media sosial ini biasanya

lebih sering digunakan untuk melakukan komunikasi oleh penggunanya. Saat

ditanyakan berapa lama waktu yang dihabiskan oleh responden setiap kali

melakukan akses atau membuka Instagram, mayoritas atau sebesar 41.1%

menjawab 5 sampai dengan 15 menit waktu yang mereka habiskan setiap kali

10

Page 12: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

mengakses Instagram. Bahkan ada 12% diantara mereka yang menghabiskan lebih

dari 30 menit setiap kali mengakses Instagram.

Sementara itu, ternyata banyak dari responden yang menjawab jika mereka

mengakses Instagram bisa lebih dari sepuluh kali dalam sehari, tepatnya sebanyak

38%. Selanjutnya ada 31,6% dari responden yang membuka Instagram sebanyak 2

sampai dengan 5 kali dalam sehari, diikuti dengan mereka yang membuka 6

sampai 10 kali dalam sehari sebanyak 22,8%, terakhir hanya 7,6% dari responden

yang membuka Instagram sekali dalam sehari.

Sebanyak 71.5% dari responden juga mengakui jika mereka pernah

mengakses Instagram saat sedang belajar kelompok maupun sedang belajar

sendiri, bahkan 22.8% lainnya mengakui sering melakukan hal tesebut. Hal

tesebut bahkan dilakukan selama pelajaran di kelas berlangsung, di mana 67.1%

pernah melakukan hal tersebut, dan 5.7% lainnya sering melakukannya. Mereka

yang pernah dan sering mengakses Instagram selama pelajaran berlangsung

mengakui kalau hal tersebut membuat mereka tidak dapat menangkap sepenuhnya

pelajaran tersebut, setidaknya ada 33% yang menjawab setuju dan 12% yang

menjawab sangat setuju.

Saat ditanyakan apakah responden membuka atau memeriksa Instagram

saat mereka sedang mengobrol, tatap muka dengan teman mereka, 69,6%

responden terkadang melakukannya, 16,5% bahkan mengiyakan, hanya 11,4%

responden yang tidak pernah melakukan hal ini, sementara itu ada 2,5% yang

menjawab jika sebenarnya mereka tidak ingin melakukan hal tersebut, namun

mereka tidak bisa menahan diri, hingga akhirnya membuka atau mengakses

Instagram saat sedang mengobrol.

Selanjutnya peneliti menanyakan apakah sebuah hal yang biasa jika

seseorang membuka atau mengakses Instagram saat sedang mengobrol secara

tatap muka. Hasilnya 55,7% responden, yang berarti lebih dari setengahnya

menjawab jika hal tersebut adalah sebuah hal biasa, sisanya yang 44,3% yang

menjawab jika perilaku tersebut tidaklah bisa. Sehingga tidak dengan demikian

hal ini sudah menunjukkan jika memang media sosial memang sudah tidak bisa

dilepaskan dari kehidupan sebagian manusia.

11

Page 13: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

Tabel 1 Rekap Data Kuesioner

Sangat Setuju

Setuju NetralTidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

Social InteractionMelalui Instagram Saya dapat berinteraksi dengan sejumlah orang.

29.1% 57.6% 12% 0.6% 0.6%

Saya dapat berkomunikasi dengan keluarga ataupun teman melalui media sosial ini.

24% 50% 20% 6% -

Melalui Instagram saya dapat terhubung ataupun bertemu dengan orang-orang yang memiliki ketertarikkan yang sama.

15.2% 39.2% 37.3% 8.2% -

Mendapatkan atau mengetahui update mengenai keluarga atau teman dekat saya.

25.9% 57% 15.2% 1.9% -

Instagram membantu saya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.

16.5% 33.5% 43.7% 5.7% 0.6%

ArchivingSaya menggunakan Instagram untuk merekam kejadian atau aktivitas sehari-hari melalui foto atau video.

5.7% 32.3% 48.7% 12.7% 0.6%

Instagram saya manfaatkan untuk merekam jejak saya (seperti: perjalanan hidup atau traveling)

14.6% 34.8% 40.5% 9.5% 0.6%

Saya memanfaatkan Instagram untuk blogging. 1.9% 12% 50% 32.9% 3.2%Instagram memudahkan saya untuk mengakses kembali foto atau video saya.

19% 58.2% 22.2% 0.6% -

Instagram bagaikan album atau portofolio hidup bagi saya. 15.8% 28.5% 37.3% 17.1% 1.3%Self-expressionSaya mengekspresikan diri melalui Instagram 7% 30.4% 54.4% 7% 1.3%Saya membagikan informasi memngenai personal saya melalui profil ataupun postingan konten yang saya buat.

3.2% 24.7% 53.2% 18.4% 0.6%

Saya mencoba untuk menggambarkan diri saya melalui media sosial ini.

1.9% 19.6% 56.3% 19.6% 2.5%

Saya menggunakan Instagram untuk pamer. 1.9% 2.5% 12% 40.5% 43%Saya menggunakan Instagram untuk menunjukkan atau mengungkapkan pandangan saya akan suatu hal.

3.2% 21.5% 51.9% 19% 4.4%

EscapismSaya memanfaatkan Instagram untuk melarikan diri dari kenyataan.

1.3% 5.1% 16.5% 41.8% 35.4%

Saya mengakses Instagram saat ingin melupakan sebuah permasalahan.

5.1% 20.3% 35.4% 23.4% 15.8%

Untuk menghindari kesendirian saya mengakses Instagram. 11.4% 43% 29.1% 10.1% 6.3%Untuk relaksasi atau relax. 12.7% 49.4% 31.6% 5.7% 0.6%Information SeekingSaya menggunakan Instagram untuk mencari foto yang berhubungan dengan ketertarikkan pribadi.

24.7% 50% 19.6% 5.7% -

Saya menggunakan Instagram untuk mencari kehidupan sehari-hari dari artis atau tokoh idola saya.

20.3% 41.8% 31% 5.1% 1.9%

Saya menggunakan Instagram untuk mencari tahu kehidupan sehari-hari dari orang-orang di berbagai belahan dunia.

12.7% 39.2% 39.9% 7.6% 0.6%

Saya menggunakan Instagram untuk mencari informasi seputar produk ataupun jasa.

16.5% 58.9% 23.4% 1.3% -

Saya menggunakan Instagram untuk mencari informasi 29.1% 46.2% 24.1% 0.6% -

12

Page 14: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

Escapism

Information seeking

Archiving

Self-Expression

Social Interaction

InstagramStickiness

0.400

0.342

0.330

0.286

0.223

seputar berita terbaru atau yang sedang hangat diperbincangkan.Instagram StickinessSaya bersedia untuk mengakses Instagram lebih lama. 5.1% 20.3% 55.7% 16.5% 2.5%Saya akan mengakses Instagram selama yang saya bisa. 5.7% 33.5% 46.2% 10.8% 3.8%Saya akan mengakses Instagram sesering yang saya bisa. 3.2% 17.7% 46.8% 24.1% 8.2%Saya bersedia untuk seterusnya mengakses Instagram. 3.2% 17.7% 57.6% 17.1% 4.4%

Hasilnya dari uji korelasi memperlihatkan terdapat hubungan yang

signifikan antara motivasi penggunaan Instagram dengan Instagram stickiness.

Hasil korelasinya kurang dari 0,01 yang menandakan korelasi keduanya signifikan

dengan koefisien korelasi yang positif yang nilainya 0,462. Hubungan ini pun

merupakan hubungan yang positif, dalam arti, semakin tinggi atau besar motivasi

seseorang untuk menggunakan Instagram maka semakin lengket (sticky) pula ia

dengan Instagram.

Selanjutnya dilakukan uji korelasi dari tiap-tiap indikator motivasi

penggunaan Instagram. Berdasarkan hasil uji korelasi yang ada, dapat dilihat jika

yang paling kuat korelasinya bila diurutkan adalah escapism, archiving, self-

expression, information seeking, terakhir social interaction.

Berdasarkan teori uses and gratification pengguna media sosial masuk dalam kategori pengguna media sosial masuk dalam audiens aktif. Begitu pula hasil dalam penelitian ini menunjukkan jika pengguna Instagram di sini masuk dalam

13

Gambar 1 Grafik Rekap Hasil Uji Korelasi Masing-masing Indikator

Page 15: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

kategori audiens yang aktif. Hal ini dapat terlihat dari mereka yang bukan sekedar menikmati konten, namun mereka pun membuat konten sendiri dan menyebarkannya melalui akun Instagram milik mereka. Bisa dilihat kembali pada sajian data, di mana pada beberapa pertanyaan dalam kuesioner tidak hanya berkaitan dengan mereka yang mengkonsumsi konten di Instagram, tetapi mereka juga aktif membuat dan menyebarkan konten yang mereka buat.

Selain itu, pengguna juga didorong oleh motivasi mereka masing-masing, di mana terlihat jika motivasi mereka tinggi, hal ini kemudian akan mempengaruhi durasi serta frekuensi mereka dalam menggunakan Instagram. Pada penggunaan Instagram ini, terlihat jika motivasi yang paling mempengaruhi terhadap Instagram stickiness responden adalah escapism.

Pada tinjauan pustaka disebutkan terdapat 4 alasan mengapa audien menggunakan media oleh McQuail dan rekannya, yaitu untuk pengalihan, hubungan personal, identitas personal, dan pengawasan. Berdasarkan hasil uji korelasi ini, bisa dilihat jika responden akan semakin lengket dengan Instagram untuk dengan Instagram adalah untuk pengalihan, dalam artian untuk melarikan diri dari rutinitas atau masalah sehari-hari. Hal ini dalam motivasi escapism, seperti untuk relaksasi, menghandari kesendirian, melarikan diri dari kenyataan, atau untuk sekedar ingin melupakan sebuah permasalahan. Selanjutnya yang membuat responden semakin lengket menunjukkan identitas personal dan pengalihan, baru kemudian diikuti oleh yang lainnya yaitu hubungan personal dan pengawasan. Melihat archiving dalam hal ini digunakan untuk kegiatan seperti merekam jejak moment penting dalam hidup ataupun travelling, ataupun hanya sekedar untuk merekam

14

Page 16: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

kejadian atau aktivitas sehari-hari dalam bentuk foto ataupun video, sebagai portofolio kehidupan responden, sebagai sebuah blog, serta memberikan kemudahan untuk akses kembali data dari konten yang sudah mereka unggah.

Selanjutnya, yang berada pada urutan ketiga adalah self-expression. Hal ini tidak bisa terlepas dari kebiasaan berbagi yang dimiliki apabila dikaitkan dengan penggunaan media sosial, yakni self disclosure atau self promotion. Pengguna berbagi mengenai informasi personal mereka, mengekspresikan dan menggambarkan diri mereka, menunjukkan atau mengungkapkan pandangannya, atau bahkan untuk pamer. Selanjutnya ada social interaction, di mana indikator ini pun masih memiliki korelasi dengan Instagram stickiness. Di mana pemanfaatan Instagram untuk berinteraksi dengan sejumlah orang, berkomunikasi dengan keluarga ataupun teman atau sekedar untuk mengetahui update terbaru tentang mereka, menghubungkan pengguna dengan yang memiliki ketertarikkan yang sama dengan mereka, atau hanya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Korelasi diantaranya tidak begitu kuat mungkin dikarenakan ada media sosial lainnya yang mereka gunakan untuk melakukan information seeking. Ternyata penggunaan Instagram untuk mencari foto yang berhubungan dengan ketertarikkan pengguna, untuk mencari tahu kehidupan sehari-hari artis atau tokoh idola mereka, atau pun kehidupan orang lain di berbagai belahan dunia, mencari informasi produk ataupun jasa, dan sekedar mencari informasi seputar berita yang sedang hangat diperbincangkan tidak begitu membuat responden menjadi lengket dengan Instagram. Baru yang terakhir yang memiliki korelasi paling lemah diantara Indikator, yaitu interaksi sosial. Seperti pada data di mana WhatsApp

15

Page 17: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

menempati tempat pertama sebelum Instagram sebagai media sosial yang paling sering responden gunakan.

KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian yang ada, menunjukkan terdapat korelasi

yang positif dan signifikan antara motivasi penggunaan Instagram terhadap

Instagram Stickiness di kalangan siswa dan siswi SMA Negeri 1 Sukaresmi tahun

2018. Semakin besar atau tinggi motivasi pengguna untuk menggunakan

Instagram, maka semakin lengket (sticky) pula mereka terhadap Instagram, yang

berarti semakin mereka bersedia untuk menggunakan lebih lama dan lebih sering.

Lima motivasi penggunaan yang diangkat dalam penelitian ini, yang korelasinya

paling kuat adalah escapism, di mana responden sebagai pengguna Instagram

cenderung akan menjadi semakin lengket, melakukan kembali penggunaan media

sosial ini, kembali mengaksesnya untuk hal-hal seperti menghindari kejenuhan,

kebosanan, kesendirian. Bahkan untuk menghindari permasalahan yang sedang

mereka hadapi, atau melarikan diri dari kenyataan, ataupun hanya sekedar untuk

relaksasi. Selanjutnya ada motivasi untuk archiving, di mana pengguna cenderung

untuk menggunakan Instagram sebagai media rekam jejak seperti travelling

ataupun moment berharga lainnya dalam hidup mereka, kemudahan Instagram

bagi pengguna untuk mengakses kembali foto ataupun video yang sudah mereka

unggah dimanapun dan kapanpun, serta penggunaan Instagram layaknya sebuah

portofolio bagi pengguna.

Daftar PustakaChiang, H. S. dan Hsiao, K. L. 2015. Youtube stickiness: the needs, personal, and

enviromental perspective. Internet Research. Vol. 25, No. 1. 85-106. Dubelaar, C., Leong, M., dan Alpert, F. 2003. Impact of Interactivity on the

stickiness of online gift store. Journal of Asia Pacific Marketing. Vol 2. No. 2. 22-41.

Effendy, O. U. 2013. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Fajar, M. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.Frier, S. 2017. Instagram Says Younger Users Spend 32 Minutes a Day on Its

App. https://www.bloomberg.com/news/articles/2017-08-02/instagram-

16

Page 18: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

says-younger-users-spend-32-minutes-a-day-on-its-app. diakses pada Rabu, 9 Agustus 2017 pukul: 20.43.

Ganesha, A. 2017. Instagram Has 45 Million Users in Indonesia, the Largest in Asia Pacific. http://jakartaglobe.id/news/instagram-45-million-users-indonesia-largest-asia-pacific/ . Diakses pada Selasa, 8 Agustus 2017 pukul: 19.23.

Hsu, C. L. dan Liao Y. C. 2014. Exploring the linkages between perceived information accessibility and microblog stickiness: The moderating role of a sense of community. Information & Management. 51. 833-844.

Internet Live Stats. http://www.internetlivestats.com/one-second/#youtube-band . Diakses pada Selasa, 8 Agustus 2017 pukul: 19.15.

Kalpan, A. M. dan Haenlein, M. 2010. Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media. Business Horizon. 59-68.

Kirik, A. M., Arslan, A., Çeti̇nkaya, A., dan Gül, M. 2015. A Quantitative Research on the Level of Social Media Addiction among Young People in Turkey. International Journal of Science Culture and Sport. 3 (3). 108-122. Doi: 10.14486/IntJSCS444

Lee, E., Lee, J. A., Moon, J. H., dan Sung, Y., 2015. Picture Speak Louder than Words: Motivation for Using Instagram. Cyberpsychology, behavior, and Social Networking. Vol. 18. No. 9. 552-556.

Lister, M., Dovey, J., Giddings, S., Grant, I., dan Kelly, K. 2009. New Media a Critical Introduction, Second Edition. New York: Routledge.

Miller, D., Costa, E., Haynes, N., McDonald, T., Nocolescu, R., Sinanan, J., Spyer, J., Venkatraman, S., Wang, X. 2016. How the World Change Social Media. London: UCL Press.

Moriarty, S., Mitchell, N., & Wells, W. 2011. Advertising. Jakarta: Prenada Media Group.

Morissan, Wardhani, A. C., & Hamid U F. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Morissan. 2014. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: KENCANA, Prenada Media Group.

Nasrullah, R. 2015. Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Newport, C. 2016. Quit Social Media. Youtube: TEDx Talks Channel. https://www.youtube.com/watch?v=3E7hkPZ-HTk diakses pada Senin, 31 Juli 2017 pukul: 02.03.

Qiu, L., Lin, H., dan Leung, A. K. Y. 2013. Cultural Differences and Switching of In-Group Sharing Behavior Between an American (Facebook) and a Chinese (Renren) Social Networking Site. Journal of Cross-Cultural Psychology. Vol. 44 (1). 106-121. http://doi.org/10.1177/0022022111434597

Riswandi. 2013. Psikologi Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.Sinambela, L. P. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif: untuk Bidang Ilmu

Administrasi, Kebijakan Publik, Ekonomi, Sosiologi, Komunikasi, dan Ilmu Sosial laninnya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

17

Page 19: D1215072.docx  · Web viewdi sini, mengacu pada penelitian Youtube stickiness yang diungkapkan oleh Chiang dan Hsiao (2015), maka diartikan sebagai perilaku penguna yang cenderung

Sinek, S. 2014. Leader Eat Last: Why Some Teams Pull Together and Others Don’t. New York: Portfolio/ Penguin.

Syaibani, Y. A. 2011. New Media: Teori dan Perkembangannya. New Media: Teori dan Aplikasi. Jawa Tengah: Lindu Pustaka. 1-36.

The Center for Generational Kineticts. 2016. Gen Z Tech Disruption: 2016 National Study on Technology and the Generation after Millennials. GenHQ.com

Ting, H., Ming W. W. P., de Run, E. C., dan Choo, S. L. Y. 2015. Beliefs about the Use of Instagram: An Exploratory Study. International Journal of Business and Innovation. Vol.2, Issue 2. 15-31. IRC Publishers.

Urista, M. A., Dong, Q., dan Day, K. D. 2009. Explaining Why Young Adults Use MySpace and Facebook Through Uses and Gratifications Theory. Human Communication. A Publication of the Pacific and Asian Communication Association. Vol. 12, No. 2. 215 - 229.

Williams, A. 2015. Move Over, Millennials, Here Comes Generation Z. The New York Times.http://www.nytimes.com/2015/09/20/fashion/move over millennials here - comes generation z.html?_r=0. diakses pada Senin, 09 Agustus 2017 pukul: 02.17.

Wood, J. T. 2013. Komunikasi: Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan Kita) Edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika.

Young, K. 2016. Instagram membership approaches 50. http://blog.globalwebindex.net/chart-of-the-day/instagram-membership-approaches-50/. Diakses pada Selasa, 8 Agustus 2017 pukul: 20.12.

18