cuci tangan dg diare
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
1/19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian DiareMenurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan
perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan
tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan
menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya
perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari .
Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau
bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap
kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila
diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan
(Soegijanto, 2002).
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu
( Depkes RI, 2007):
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balitayang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI
penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
2/19
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kumankarena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai
selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus
yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare.
Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jampada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidakberbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam besar,
tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: (1) infeksi yang dapat
disebabkan: a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan vibrio, bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas; b) virus
misal: Rotavirus, Norwalkdan norwalk like agen dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing
perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba
histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi, (4)
keracunan yang dapat disebabkan; a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
3/19
yang dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, (5)
Imunodefisiensi dan (6) sebab-sebab lain (Widaya, 2004).
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat
kelompok yaitu:
1) Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurangdari tujuh hari),
2) Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,3) Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus
menerus,
4) Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkinjuga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta gangguan
asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia, (2)
Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan
atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan
berlebihan karena diare dan muntah (Soegijanto, 2002).
Diare mengakibatkan terjadinya:
a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, danasidosis metabolik.
b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagaiakibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perpusi jaringan berkurang
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
4/19
sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila
tak cepat diobati penderita dapat meninggal.
Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan
muntah, kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan karena takut
bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk
diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah
menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat
hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma
(Suharyono, 2008).
2.2. Gejala DiareDiare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama
natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap
kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari
tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15%
(Soegijanto, 2002).
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau
lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu
makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului
diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare,
muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula
mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak
demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-
kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
5/19
Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien
cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai
lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita
benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan
menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering.
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang
berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi
pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi
yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.
2.3. Pencegahan Penyakit Diare
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan
pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
2.3.1. Pencegahan PrimerPencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan
dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme
penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
6/19
tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian
imunisasi.
1. Penyediaan air bersihAir adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh
manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan
pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan
kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai
kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit
menular termasuk diare (Sanropie, 1984).
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang
merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air
tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti
hujan dan salju (Soemirat, 1996).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya
penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta
penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat
membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit
(Soemirat, 1996).
Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat
diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air
sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk
pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
7/19
bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali,
sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis
(Sanropie, 1984).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang
terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan
kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang
bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan
untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).
2. Tempat pembuangan tinjaPembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit
tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang
air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada
jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah
anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran
manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila
memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
8/19
permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan
dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan
risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga
yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo,
2003). Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak balita berasal dari keluarga yang
menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4%
terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki
septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada
keluaga yang mempergunakan sungai sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota
dan 12,7% di desa.
3. Status giziStatus gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan
penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi.
Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah;
1) konsumsi makanan; 2) pemeriksaan laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4)
pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan
untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami.
Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil
(Canada, 28,4 permil). Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
9/19
kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan
nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986).
4. Pemberian air susu ibu (ASI)ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi.
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui
dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau
susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir,
serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik
dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh
mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI
yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama
kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi
yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih
rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya
mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya
mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan (Suryono,
1988).
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
10/19
5. Kebiasaan mencuci tanganDiare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan
perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar
tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan
seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih
makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan
penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta
menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan
mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare.
Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak,
sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian
diare makanan terutama yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol
susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak (Howard &
Bartram, 2003).
Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan oleh
Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan
sebelum merawat anak, anak mempunyai risiko lebih besar terkena diare. Heller (1998) juga
mendapatkan adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan ibu dengan kejadian diare pada
anak di Betim-Brazil.
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
11/19
Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama
yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi penularan diare bagi
orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga dapat menjadi carrier
asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu cara membuang tinja
anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Aulia dkk., (1994) di Sumatera Selatan, kebiasaan ibu membuang
tinja anak di tempat terbuka merupakan faktor risiko yang besar terhadap kejadian diare
dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja anak di jamban.
6. ImunisasiDiare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi
campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak
secepat mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).
2.3.2. Pencegahan SekunderPencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare
atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan
yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan
mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan,
bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis
pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas
penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan
spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan.
Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
12/19
menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit.
Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk
dokter (Fahrial Syam, 2006).
2.3.3. Pencegahan TertierPencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan
pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan
usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang
dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga
keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap
memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak
yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus
dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan
teman sepermainan.
2.4. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
13/19
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R atau
Stimulus Organisme Respon.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang
dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.4.1. Klasifikasi Perilaku KesehatanPerilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku
kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
14/19
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar
tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atas sering disebut
perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit
dan atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkunganAdalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya,
dan sebagainya
2.4.2. Model Perilaku KesehatanHealth Belief Model
Faktor-faktor yang menentukan model-model perilaku kesehatan sangat banyak dan
rumit, menurut Mckinly dalam Muzaham (1995) mengidentifikasikan enam pendekatan
utama yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan yaitu ; dari sudut ekonomi,
sosiodemografi, psikologi sosial, sosial budaya dan organisasional. Masing-masing model
yang dikemukakan berbeda sesuai dengan pandangan teori masing-masing.
Salah satu model perilaku kesehatan adalah Model Perilaku Kesehatan
(Health Belief Model). Model perilaku ini dikembangkan pada tahun 50-an dan didasarkan
atas partisipasi masyarakat pada program deteksi dini tuberculosis. Analisis terhadap
berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada program tersebut kemudian
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
15/19
dikembangkan sebagai model perilaku. Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial
;
1.Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit ataumemperkecil risiko kesehatan.
2.Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.3.Perilaku itu sendiri.
Menurut Rosenstock dalam Muzaham (1995), dalam model ini adalah orang tidak
akan mencari pertolongan medis atau pencegahan penyakit mereka kurang memunyai
pengetahuan dan motivasi minimal yang relevan dengan kesehatan, bila mereka memandang
keadaan tidak cukup berbahaya, bila tidak yakin terhadap keberhasilan suatu tindakan medis
atau pencegahan, dan bila mereka melihat adanya beberapa kesulitan dalam melaksanakan
perilaku kesehatan yang disarankan.
Pada dasarnya, model ini terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1. Persepsi Individu tentang kerentanandirinya terhadap suatu penyakit. Misal: seorang klien
perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada
keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit
jantung.
2. Persepsi Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu. Dipengaruhi oleh variabel
demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak
(misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
16/19
3. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil. Seseorang
mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan
kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.
Hipotesis HBM adalah perilaku pada saat mengalami gejala penyakit dipengaruhi
secara langsung oleh persepsi individu mengenai ancaman penyakit dan keyakinannya
terhadap nilai manfaat dari suatu tindakan kesehatan. Bagaimanapun juga, rasa sakit dan
kurang enak badan yang berkaitan dengan gejala penyakit dapat memengaruhi persespsi
individu terhadap ancaman penyakit dan juga memengaruhi perilaku, sedangkan karakteristik
sosial, tingkat toleransi seseorang terhadap rasa sakit, kekurangan daya dan semangat
diperkirakan memunyai pengaruh tidak langsung atas suatu tindakan atau perilaku.
Gambar 2.1. Skema Konsep Health Belief Models
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
17/19
2.5. Persepsi
Menurut Rakhmat (2005), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Dengan demikian persepsi merupakan gambaran arti atau interprestasi yang bersifat subjektif,
artinya persepsi sangat tergantung pada kemampuan dan keadaan diri yang bersangkutan.
Dalam kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan seseorang terhadap
segala sesuatu di lingkungannya dengan menggunakan indera yang dimilikinya, sehingga
menjadi sadar terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan tersebut.
Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami
informasi mengenai lingkungannya. Dalam hubungannya dengan perilaku orang-orang dalam
suatu organisasi, ada tiga hal yang berkaitan, yakni pemahaman lewat penglihatan,
pendengaran, dan perasaan. Dalam menelaah timbulnya proses persepsi ini, menunjukkan
bahwa fungsi persepsi itu sangat dipengaruhi oleh tiga variabel berikut : (1) Objek atau
peristiwa yang dipahami (2) lingkungan terjadinya persepsi, dan (3) orang-orang yang
melakukan persepsi. Dengan demikian, persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang
dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat
penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami
persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran
yang unik terhadap situasi bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi (Thoha,
1999).
Menurut Notoatmojo (2003) setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek
kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui,
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
18/19
proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui
atau disikapinya. Inilah yang disebut praktik kesehatan, atau dapat dikatakan sebagai perilaku
kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan ini sangat berkaitan dengan persepsi.
Menurut Wolinsky (1998) bahwa masyarakat mengembangkan pengertian sendiri
tentang sehat dan sakit sesuai dengan pengalaman hidupnya atau nilai-nilai yang diturunkan
oleh generasi sebelumnya, maka pencegahan penyakit diare yang sering dilaporkan terjadi
akibat lingkungan yang buruk tergantung persepsi masyarakat tentang diare. Artinya, jika
diare dipersepsikan sebagai suatu penyakit tidak serius dan tidak mengancam kehidupannya
maka perilaku pencegahan akan penyakit diare pun tidak terlalu serius dilakukan. Sebaliknya,
jika mereka mempersepsikan bahwa diare merupakan masalah kesehatan yang perlu
diwaspadai, otomatis mereka akan bereaksi serius terhadap penyakit ini dengan
mengembangkan perilaku-perilaku pencegahan.
Dengan demikian masalah persepsi akan penyakit merupakan aspek penting dalam
memahami perilaku sehat di kalangan masyarakat. Karena itu masalah yang hendak diangkat
dalam penelitian ini menyangkut hubungan antara persepsi masyarakat yang tinggal di
kawasan kumuh dengan perilaku pencegahan yang dikembangkannya dalam menghadapi
penyakit diare.
Tindakan dalam hal ini adalah tindakan ibu balita dalam melakukan pencegahan
khususnya pencegahan primer diare. Pencegahan ini meliputi , tindakan ibu dalam
penyediaan air bersih, tindakan pencegahan yang erat kaitannya dengan tempat pembuangan
tinja, tindakan ibu dalam peningkatan status gizi, tindakan ibu dalam pemberian air susu ibu
Universitas Sumatera Utara
-
7/31/2019 Cuci Tangan Dg Diare
19/19
(ASI), dan tindakan ibu yang berkaitan dengan kebiasaan mencuci tangan dan pemberian
imunisasi pada balita.
2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
2.7. Definisi Konsep
Dalam penelitian ini dikaji dua variabel bebas dan satu variabel terikat dengan
definisi konsep sebagai berikut :
1. Persepsi tentang keseriusan penyakit adalah pandangan seseorang tentang keparahanatau kemungkinan akibat fisik bila seseorang terkena penyakit
2. Persepsi tentang kerentanan penyakit adalah pandangan seseorang tentang mudahtidaknya dirinya terserang penyakit
3. Pencegahan diare adalah usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka menghindari danmengurangi resiko terjadinya suatu penyakit
Persepsi
1. Persepsi tentang keseriusan penyakit
2. Perse si tentan kerentanan terhada
Pencegahan Diare