creeping eruption

7
CREEPING ERUPTION (Mukhraeni) I. Pendahuluan Cutaneous larva mirans atau creeping eruption merupakan kelainan kulit bermanifestasi sebagai lesi serpiginous yang disebabkan oleh berpenetrasinya parasite nematode. Cacing tambang yang biasanya berasal dari anjing dan kucing berupa Ancylostoma caninum or Ancylostoma braziliense.Penderita biasanya mendapatkan infeksi dari tanah yang basah atau kotoran hewan. biasanya terdapat di lokasi afrika, amerika selatan, asia timu dan selatan, dan USA. Di jepang, penyebab utama dari creeping eruption adalah Gnathostoma hispidum, G. nipponicum,dan G. doloresi. Penderita biasanya mendapatkan dari memakan ikan mentah, salmon, ular, dan ikan tawar. 1 Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika selatan dan barat, di Indonesia pun banyak dijumpai. 2 CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan penelitian yang ada, terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik dari pada terapi topikal. 2,3 II. Defenisi

Upload: intan-permata-sari-arifin-dia

Post on 21-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

IPKK

TRANSCRIPT

CREEPING ERUPTION(Mukhraeni)I. PendahuluanCutaneous larva mirans atau creeping eruption merupakan kelainan kulit bermanifestasi sebagai lesi serpiginous yang disebabkan oleh berpenetrasinya parasite nematode. Cacing tambang yang biasanya berasal dari anjing dan kucing berupa Ancylostoma caninum or Ancylostoma braziliense.Penderita biasanya mendapatkan infeksi dari tanah yang basah atau kotoran hewan. biasanya terdapat di lokasi afrika, amerika selatan, asia timu dan selatan, dan USA. Di jepang, penyebab utama dari creeping eruption adalah Gnathostoma hispidum, G. nipponicum,dan G. doloresi. Penderita biasanya mendapatkan dari memakan ikan mentah, salmon, ular, dan ikan tawar.1Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika selatan dan barat, di Indonesia pun banyak dijumpai.2CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan penelitian yang ada, terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik dari pada terapi topikal.2,3II. DefenisiCutaneus larva migrans adalah kelainan kulit yang khas berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif. Disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing.4III. Epidemiologi

IV. EtiologiPenyebab utama dari creeping eruption adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma brazilienes (spesies yang paling sering ditemukan pada manusia) dan Ancylostoma caninum. Di Asia timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada bebrapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloideus sterconalis, dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya.3V. PathogenesisCreeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang binatang yang didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang terkontaminasi feses anjing atau kucing. Hospes normal cacing tambang ini adalah kucing dan anjing. Telur cacing diekskresikan ke dalam feses, kemudian menetas pada tanah berpasir yang hangat dan lembab. Kemudian terjadi pergantian bulu dua kali sehingga menjadi bentuk inefektif (larva stadium tiga). Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kulitnya. Biasanya migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari.2,5Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per hari, biasanya antara stratum granulosum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit bergerak tanpa arah tujuan yang pasti sepanjang dermoepidermal. Hal ini menginduksi reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.2,4Larva bermigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes penderita dan larva tidak mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang diekskresi larva menyebabkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi siklus hidup, larva sering kali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrat paru. Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa hari sampai beberapa bulan.4,5,6VI. Gejala klinisMasuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok (snakelike appearance), menimbul dengan diameter 2-3 mm, berwarna merah segar, atau merah muda, dan terasa gatal. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Waktu dari terekspos sampai adanya onset dari gejala biasanya memakan waktu 1-6 hari. (2,4)Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa milimeter sampai sentimeter setiap harinya. Bisa terdapat satu lesi maupun beberapa lesi. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Terowongan yang sudah lama akan mengering dan menjadi krusta dan bila pasien sering menggaruk akan menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder.(2,5)Tempat predileksi adalah tungkai, plantar, tangan (unilateral/ bilateral), pinggang, bahu, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.(4,8)

VII. DiagnosisVIII. Diagnosis bandingIX. PenatalaksaaanX. Prognosis

1. White G, Cox N. Infection and Tropical Disorders . In: White G, Cox N eds. Diseases of the skin.USA:W.B.Saunders,2002,Chapter 232. Elizabeth M.W., Caumes E. Helminthic infections In: Wolf K., Goldsmith L.A., Katz S.I., editors. Fizpatricks Dermatology in General Medicine. 8thEd. New York: McGrawHill; 2008. P. 2023-43. Aisah S. Creeping eruption. Dalam: Djuanda A., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Ed-5. Jakarta: Fk-UI; 2010. H. 125-64. Lopez F.V., Hay R.J. Parasitic Worms and Protozoa. In: Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C., editors. Rooks Textbook of Dermatology. 8thEd. Oxford: Blackwell; 2004. Chapter 205. Caumes E. Treatment of Cutaneous Larva Migrans. CID 2000;30:811-46. Vano S.G., Gil M.M., Truchuelo M., Jaen P. Cutaneus larva migrans: a case report. Cases Journal 2009;2:1127.