credit union ”angudi laras” di gkj purworejo (tinjauan … · 2017. 2. 13. · 0 . credit union...

40
0 CREDIT UNION ”ANGUDI LARAS” di GKJ PURWOREJO (Tinjauan Teologis Terhadap Usaha Gereja Meningkatkan Kesejahteraan Umat) Oleh : JOSEF PRIJO HADIJANTO 712008019 Fakultas Teologi UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 0

    CREDIT UNION ”ANGUDI LARAS” di GKJ PURWOREJO

    (Tinjauan Teologis Terhadap Usaha Gereja Meningkatkan Kesejahteraan Umat)

    Oleh :

    JOSEF PRIJO HADIJANTO

    712008019

    Fakultas Teologi

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2014

  • 1

    CREDIT UNION ”ANGUDI LARAS” di GKJ PURWOREJO

    (Tinjauan Teologis Terhadap Usaha Gereja Meningkatkan Kesejahteraan Umat)

    Oleh :

    JOSEF PRIJO HADIJANTO

    712008019

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

    disusun sebagai salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

    (S.Si. Teol)

    Program Studi Teologi

    Fakultas Teologi

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2014

  • 2

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR

    Yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : JOSEF PRIJO HADIJANTO

    NIM : 712008019

    Fakultas : Teologi – Universitas Kristen Satya Wacana

    menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul:

    CREDIT UNION ”ANGUDI LARAS” di GKJ PURWOREJO

    (Tinjauan Teologis Terhadap Usaha Gereja Meningkatkan Kesejahteraan Umat)

    yang dibimbing oleh:

    1. Pendeta Dr. Daniel Nuhamara, M.Th.

    adalah benar-benar hasil karya saya.

    Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat sebagian atau keseluruhan tulisan atau gagasan

    orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian

    kalimat atau gambar atau simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa

    memberi pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.

    Salatiga, 1 Juni 2014

    Yang membuat pernyataan,

    JOSEF PRIJO HADIJANTO

  • 3

  • 4

  • CREDIT UNION ”ANGUDI LARAS” di GKJ PURWOREJO

    (Tinjauan Teologis Terhadap Usaha Gereja Meningkatkan Kesejahteraan Umat)

    Oleh: JOSEF PRIJO HADIJANTO

    Dalam tubuh gereja, banyak permasalahan yang ada dalam kehidupan warga jemaat yang

    menyangkut kehidupan sehari-hari. Salah satu permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini

    adalah masalah ekonomi dalam kaitan dengan kesejahteraan umat. Seringkali gereja tidak siap

    ketika diharapkan bisa menolong masalah kemiskinan jemaatnya. Selain membawakan dalam

    doa, gereja juga harus turun tangan untuk bertindak semampunya yaitu dengan kemampuan

    yang dimilikinya untuk membantu warga jemaat mengatasi permasalahan tersebut. GKJ

    Purworejo mencoba ikut terlibat campur tangan dalam meningkatkan kesejahteraan umat

    dengan pembelajaran bersama melalui Credit Union. Credit Union adalah sebuah sistem

    pembelajaran pengelolaan keuangan bersama yang didasarkan atas kesetiakawanan/solidaritas

    bagi sesama orang miskin atau golongan ekonomi menengah ke bawah dengan memanfaatkan

    aset yang dimilikinya, dihimpun, dan digunakan bersama secara bijaksana, dengan aturan-

    aturan yang dibuat bersama, agar pengelolaannya berjalan dengan cara profesional yang tidak

    menyebabkan kerugian. Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode wawancara

    dengan pelaku dan pendiri Credit Union Angudi Laras, mengikuti seminar Credit Union serta

    penelusuran literatur yang berhubungan dengan Credit Union. Penulis ingin menyajikan

    keunggulan Credit Union ini, juga membandingkan dengan lembaga keuangan yang ada agar

    jelas kelebihan Credit Union, disamping ingin mengajak gereja-gereja lain untuk melakukan

    hal yang sama demi perjuangan menyejahterakan umat secara ekonomi. Credit Union ini

    belum banyak dikerjakan oleh gereja-gereja, sehingga tulisan ini mungkin dapat menjadikan

    inspirasi bagi banyak gereja untuk juga melakukan hal yang sama, demi kesejahteraan umat.

    Kata Kunci: Credit Union, GKJ Purworejo, Kesejahteraan Umat

  • 5

    CREDIT UNION ”ANGUDI LARAS” di GKJ PURWOREJO

    (Tinjauan Teologis Terhadap Usaha Gereja Meningkatkan Kesejahteraan Umat)

    Oleh: JOSEF PRIJO HADIJANTO

    Dalam tubuh gereja, banyak permasalahan yang ada dalam kehidupan warga jemaat yang

    menyangkut kehidupan sehari-hari. Salah satu permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini

    adalah masalah ekonomi dalam kaitan dengan kesejahteraan umat. Seringkali gereja tidak siap

    ketika diharapkan bisa menolong masalah kemiskinan jemaatnya. Selain membawakan dalam

    doa, gereja juga harus turun tangan untuk bertindak semampunya yaitu dengan kemampuan

    yang dimilikinya untuk membantu warga jemaat mengatasi permasalahan tersebut. GKJ

    Purworejo mencoba ikut terlibat campur tangan dalam meningkatkan kesejahteraan umat

    dengan pembelajaran bersama melalui Credit Union. Credit Union adalah sebuah sistem

    pembelajaran pengelolaan keuangan bersama yang didasarkan atas kesetiakawanan/solidaritas

    bagi sesama orang miskin atau golongan ekonomi menengah ke bawah dengan memanfaatkan

    aset yang dimilikinya, dihimpun, dan digunakan bersama secara bijaksana, dengan aturan-

    aturan yang dibuat bersama, agar pengelolaannya berjalan dengan cara profesional yang tidak

    menyebabkan kerugian. Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode wawancara

    dengan pelaku dan pendiri Credit Union Angudi Laras, mengikuti seminar Credit Union serta

    penelusuran literatur yang berhubungan dengan Credit Union. Penulis ingin menyajikan

    keunggulan Credit Union ini, juga membandingkan dengan lembaga keuangan yang ada agar

    jelas kelebihan Credit Union, disamping ingin mengajak gereja-gereja lain untuk melakukan

    hal yang sama demi perjuangan menyejahterakan umat secara ekonomi. Credit Union ini

    belum banyak dikerjakan oleh gereja-gereja, sehingga tulisan ini mungkin dapat menjadikan

    inspirasi bagi banyak gereja untuk juga melakukan hal yang sama, demi kesejahteraan umat.

    Kata Kunci: Credit Union, GKJ Purworejo, Kesejahteraan Umat

    I. Pendahuluan

    Dewasa ini dampak dari globalisasi dan kapitalisme sudah tidak terbendung lagi, baik

    dampak positif maupun dampak negatifnya. Berbagai kota yang ada di Indonesia, juga

    merasakan dampak tersebut, termasuk kota Purworejo yang ada di Jawa Tengah. Gereja

    hidup dan tumbuh di tengah-tengah jemaat dan masyarakat yang sedang mengalami dinamika

    sosial yang terus berkembang yang juga mendapatkan imbas globalisasi dan kapitalisme.

    Bahkan hari ini gereja tengah berhadapan dengan gaya kehidupan post modern.

    Pemilik perusahan atau pemilik modal selalu membutuhkan si miskin untuk membantu

    pekerjaan-pekerjaan yang membuat pemilik modal/perusahaan tetap/semakin kaya dengan

    tenaga dan waktu dari si miskin. Dalam hal ini si kaya butuh subsidi dari apa yang dimiliki

    dari si miskin, berupa tenaga dan waktu. Dan sebenarnya si kaya butuh kondisi agar si miskin

    tetap setia bekerja padanya/miskin agar senantiasa bergantung dan membutuhkan si kaya.

    Maksudnya adalah agar si miskin tetap ada eksistensinya, demi melakukan pekerjaan-

    pekerjaan rendah/kasar yang memerlukan tenaga besar yang tidak mampu dilakukan oleh si

    kaya.

    Masyarakat miskin, kebanyakan tidak berpengetahuan ekonomi secara memadai, harus

    bersaing dengan para pemilik modal yang berpendidikan dan berpengetahuan ekonomi secara

  • 6

    formal dengan pengalaman yang lebih luas karena lebih menguasai teknologi ataupun

    informasi. Tentu saja masyarakat miskin, yang hidup dalam tempat dan waktu yang sama

    dengan para pemilik modal tersebut, akan kalah dalam bersaing secara ekonomi. Masyarakat

    miskin untuk mengupayakan kegiatan ekonomi produktif, tidak mempunyai pengetahuan,

    disamping itu juga tidak memiliki akses modal yang mudah.

    Frans Magnis Suseno (1996) dalam presentasinya yang diberi judul : ”Peranan Agama

    di Pasar Global: Perspektif Indonesia” yang ia sampaikan di Universitas Kristen Petra

    Surabaya, menyebutkan bahwa keberadaan Pasar Global adalah suatu hal yang tak terelakkan.

    Namun, yang kemudian ’yang menjadi masalah kita’ adalah: apakah hal itu bahwa proses

    perekonomian harus begitu saja diserahkan kepada kekuatan-kekuatan ekonomis di pasar

    global itu, ataukah manusia tetap dapat mengemudikan proses perekonomian demi tujuan-

    tujuan yang mau dicapainya? Pandangan kritis Romo Magnis terhadap dogma liberalisme

    ekonomi Adam Smith (pasar bebas pada akhirnya akan menemukan keseimbangannya

    sendiri, dan pada saat itulah akan tercapai kesejateraan umum dan keadilan yang optimal):

    tanpa adanya kontrol dan peraturan, yang akan terjadi adalah hanya pelimpahan keuntungan

    pada pihak-pihak yang menguasai permainan ekonomi seperti para pemilik perusahaan dan

    modal. Dalam hal ini menurut Magnis Suseno, gereja seharusnya terpanggil untuk juga

    berperan mendampingi kaum ekonomi lemah agar tidak selalu menjadi korban pemilik modal.

    Gereja sering kali dianggap hanya sebagai institusi yang menangani masalah-masalah

    kerohanian dan pembinaan mental serta spiritual saja. Namun sebenarnya sejak gereja mula-

    mula ada, gereja juga menangani hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan sosial yang ada

    di masyarakat. Gereja diperkenankan Tuhan untuk hadir di tengah-tengah kehidupan sosial

    justru sebenarnya untuk mewartakan kabar baik serta menolong jemaat dalam berbagai aspek

    kehidupan sosialnya. Gereja diharapkan tidak hanya menyuarakan suara kenabian di tengah

    masyarakat melalui khotbah dan perenungan-perenungan saja, namun lebih dari itu, gereja

    diharapkan dapat melakukan hal-hal praksis untuk menolong masyarakat yang membutuhkan

    pertolongan sesuai dengan visi dan misi gereja.

    Ada hubungan yang erat antara diakonia dengan misi. Bahkan menurut Singgih

    diakonia merupakan norma yang berpengaruh terhadap kehidupan umat Kristen di Asia,

    termasuk kehidupan ekonomi mereka. Bahkan menurutnya, dalam konteks Asia, misiologi

    adalah diakonia. Pemahaman misi tidak lagi dipahami sebagai upaya untuk mencari jiwa

    tetapi lebih luas daripada itu. 1

    Perhatian pada lingkungan hidup, perbaikan sosial ekonomi,

    serta mereka yang terisingkir dan dirampok, seharusnya menjadi bagian dari misi Allah yang

    harus dilakukan oleh orang percaya (gereja). Misi Allah datang ke dunia melalui Yesus

    1 Emanuel Gerrit Singgih, ”Globalisasi dan Kontekstualisasi”. Dalam Teologi Ekonomi. Jakarta : BPK Gunung

    Mulia, 2002, hal. 28

  • 7

    Kristus dan ditampakkan dalam seluruh kehidupan dan pelayanan Yesus. Misi Allah bukan

    sekedar membawa manusia dibaptis dalam gereja tetapi mewujudkan tanda-tanda

    pemerintahan Allah di tengah dunia.2 Tujuan diakonia adalah untuk mewujudkan manusia

    yang baru dan dunia yang baru. Diakonia tidak dimaksudkan sekedar untuk menciptakan

    hubungan antara pemberi dan penerima. Diakonia harus dijalankan dalam rangka Missio Dei,

    yaitu kehadiran pemerintahan Allah di dunia. Lingkup diakonia tidak dibatasi oleh tembok

    dinding gereja tetapi mencakup setiap sudut kehidupan, baik sosial ekonomi maupun politik.3

    Lebih tegas, Josef P. Widiatmadja mengarahkan gereja terlibat dalam diakonia

    transformatif, yaitu diakonia yang memberikan pembelajaran dan membebaskan, yaitu

    digambarkan sebagai diakonia yang memampukan seseorang untuk menjadi kuat berjalan

    sendiri (mandiri). Diakonia transformatif atau diakonia pembebasan adalah diakonia yang

    bertujuan untuk membebaskan rakyat kecil dari belenggu struktural yang tidak adil yang

    mengepung mereka. Diakonia transformatif berupa pemberdayaan/ pengorganisasian rakyat

    kecil, yang tidak hanya didorong oleh rasa belas kasihan, namun didasari dengan perjuangan

    mendapatkan keadilan.4

    Namun dalam hal ini pandangan gereja tidaklah lebih superior/ekskusif dari masyarakat

    atau kaum yang dilayaninya. Gereja bukan bekerja untuk kaum miskin, kaum miskin bukan

    hanya merupakan obyek dari pekerjaan gereja. Namun gereja bersama-sama kaum miskin

    untuk berjuang mendapatkan suasana kehidupan masyarakat yang lebih baik. Jadi, gereja

    bersama masyarakat merupakan subyek yang menjadi agen-agen dan pengemban-pengemban

    Missio Dei.

    Salah satu kebutuhan yang terkait dengan dinamika sosial-ekonomi di masyarakat

    secara umum, adalah sulitnya mendapat akses permodalan bagi usaha mikro bagi

    pengembangan usaha ekonomi produktif. Padahal laju pertumbuhan ekonomi sangat

    bergantung pada kinerja di sektor riil, justru sektor riil inilah yang tersebar di tengah

    masyarakat. Namun pelaku sektor riil juga membutuhkan permodalan, pembimbingan dan

    pendampingan. Gereja bisa berperan dalam sisi ini, karena tidak semua pelaku sektor riil ini

    seluruhnya terlayani oleh pemerintah/negara.

    Meskipun saat ini Lembaga Keuangan/pembiayaan baik berasal dari pemerintah

    maupun swasta (BRI, Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro, BPR, Lembaga Finance, dan

    lain-lain) telah banyak didirikan untuk membantu rakyat kecil melalui program-program yang

    menjadi produknya, namun fungsi dan peranannya tidak menyentuh kebutuhan yang

    sesungguhnya agar rakyat kecil sadar ekonomi atau melék ekonomi. Lembaga keuangan

    2 Josef P. Widiatmadja, ”Yesus dan Wong Cilik”, Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2010, hal.10.

    3Ibid., hal. 11.

    4 Ibid., hal. 44-45.

  • 8

    semacam ini hanya mengejar target keuntungan, hanya membantu menyalurkan pinjaman

    dengan imbal balik yang cukup mahal, tanpa memberikan pendidikan ekonomi yang sehat.

    Hal tersebut mempunyai prisip sangat berbeda dengan yang ditetapkan oleh Credit Union,

    dimana dengan prinsip-prinsip: struktur yang demokratis, memperhatikan kebutuhan finansial

    angotanya dan pelayanannya bersifat sosial (non-profit oriented), namun tetap menjunjung

    profesionalisme dalam pengelolaan keuangan. Adapun 3 pilar utama yang diperjuangkan

    dalam Credit Union, yaitu : pendidikan, swadaya dan setia kawan.

    Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap usaha ekonomi produktif (Usaha Kecil dan

    Menengah) telah lebih baik, misalnya dengan adanya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di

    setiap desa dan kecamatan, namun pada praktek pelaksanaannya belum dapat menyentuh

    kebutuhan masyarakat secara luas dan merata.5 Kredit Usaha Rakyat ini diberikan oleh

    pemerintah kepada masyarakat yang telah mempunyai usaha mikro, melalui bank milik

    pemerintah tanpa agunan dengan plafon kredit minimal Rp. 20.000.000,- (dua puluh lima juta

    rupiah) dengan suku bunga pinjaman yang ringan (22%).6 Dari tingkat suku bunga 22% per

    tahun bukanlah bunga yang ringan, dan dalam praktek pengucurannya kepada masyarakat

    masih menemui banyak kendala, antara lain : harus sudah mempunyai usaha mikro yang

    stabil, bank tetap mensyaratkan agunan, tidak adanya pembelajaran yang mendampingi

    kreditor. Sehingga seringkali sasaran penggunaan bantuan kredit tidak sesuai dengan harapan

    upaya menolong/mengembangkan upaya ekonomi produktif, namun justru membawa

    masyarakat/pengguna kredit masuk lebih dalam ke dalam dunia konsumerisme dengan

    penggunaan kredit pinjaman tersebut untuk kebutuhan yang tidak sebagaimana mestinya

    (misalnya dipakai oleh pengguna kredit untuk membeli barang-barang konsumsi non-

    produktif). Hal semacam ini tentu sangat berbeda dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh

    Credit Union.

    Gereja Kristen Jawa dalam dalam pengajarannya, mengacu pada tiga tolok ukur

    berjenjang, yaitu: Alkitab, Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa dan Tata Gereja dan

    Tata Laksana Gereja Kristen Jawa. Pada Tata Laksana Gereja Kristen Jawa, khususnya pasal

    54 diatur tentang Pelayanan Sosial Ekonomi: (1) Pelayanan sosial ekonomi adalah tindakan

    untuk memberdayakan warga gereja mengatasi kesulitan dalam hal kebutuhan sosial ekonomi

    demi terpelihara imannya, (2) Pelayanan sosial ekonomi yang dilakukan oleh Gereja dapat

    bersifat konsumtif/pemberian (khariatif), pemberdayaan (reformatif) dan penyadaran

    (transformatif).7

    5 Dewi Indriastuti, ” Mendorong UMKM ” Kolom Perbankan, Harian Kompas edisi Kamis, 22 Februari 2012.

    6 Direktorat Pembiayaan Pertanian – Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian, Kementrian Pertanian.

    Pedoman Teknis Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sektor Pertanian. Jakarta: Kementrian Pertanian 2012, hal. 11. 7 Tim Revisi PPA GKJ, Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, Salatiga: Sinode GKJ, 2005, hal.106.

  • 9

    Gereja Kristen Jawa Purworejo (GKJ Purworejo) adalah gereja yang telah hadir di kota

    Purworejo sudah lebih dari 113 tahun. Gereja Kristen Jawa Purworejo tumbuh dan

    berkembang bersama jemaat dan masyarakat umum di kota Purworejo, seiring dengan

    dinamika sosial dengan berbagai masalah sosial, ekonomi maupun politik yang ada di

    dalamnya. Dengan demikian gereja ditantang untuk ikut terlibat secara langsung dalam

    dinamika sosial-ekonomi tersebut. Untuk itulah GKJ Purworejo memutuskan untuk terlibat

    dalam masalah tersebut secara langsung dengan menolong masyarakat mempermudah

    mendapatkan akses kredit, namun juga disertai upaya pendampingan dan pembelajaran

    bersama agar pengguna kredit lebih bijaksana dalam memakai dan mengelola keuangannya.

    Credit Union ”Angudi Laras” dibentuk oleh GKJ-GKJ di Klasis Purworejo untuk menangani

    masalah ekonomi mikro jemaat lokal maupun masyarakat umum yang ingin bergabung dan

    terlibat di dalamnya. Credit Union ”Angudi Laras” menghimpun dana dari jemaat dan

    masyarakat untuk kembali dipergunakan oleh para penghimpun secara bergantian menurut

    skala prioritas. Kelebihan dari Credit Union ini adalah : akses permodalan yang tidak

    berbelit, suku bunga pinjaman yang lebih rendah namun suku bunga simpanan yang lebih

    tinggi dari bank milik pemerintah, adanya pendampingan dan pembelajaran kepada

    anggotanya secara berkala dan berkelanjutan untuk menekan sifat konsumerisme, serta

    menumbuhkembangkan rasa ingin menabung.

    Prinsip kerja Credit Union ini mengadopsi dari pendirinya, Friedrich Wilhelm

    Raiffeisen seorang walikota Flammersfield (Jerman), yang menyatakan bahwa ”kesulitan si

    miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang

    secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman

    harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan

    pinjaman adalah watak si peminjam/anggota.”8

    Credit Union juga sering dikaitkan dengan upaya pembelajaran yang diberikan gereja

    kepada jemaat/masyarakat dalam menyikapi imbas kapitalisme yang sudah lagi tidak bisa lagi

    dibendung. Karena di dalam Credit Union tidak hanya sekedar fungsi kredit atau pinjam

    meminjam saja, namun di dalamnya ada pembelajaran untuk bersikap lebih arif dalam

    menahan keinginan yang bersifat selalu ingin membeli / konsumtif. Wahono menyatakan

    bahwa musuh dari Credit Union adalah “sifat dan tindak mengumbar keinginan”. Keinginan

    pasti tanpa batas, dan cenderung menabrak kepentingan dan kebutuhan orang lain. Keinginan

    akhirnya menciptakan persaingan, persaingan akhirnya menciptakan ketidakadilan,

    8 Agung KN, ” Friedrich Wilhelm Raiffeisen” http://www.cubg.or.id/index.php/sejarah/pelopor-dunia, diunduh

    30 Januari 2014 jam 12.30 WIB

    http://mesinpercetakan.com/cara-hitung-zakat-dgn-software-gratis/http://www.cubg.or.id/index.php/sejarah/pelopor-dunia

  • 10

    ketidakadilan akhirnya menciptakan pemiskinan dan pembodohan, yang pada gilirannya

    menjadi kondisi atas perang, kebencian, ketidakdamaian. 9

    II. Gereja dan Perjuangan Keadilan Ekonomi untuk Kaum Miskin

    Gereja tidak dapat dipisahkan dengan ’kaum miskin’ sebab, selama dunia ini ada,

    menurut Yesus Kristus, kaum miskin selalu saja ada.10

    Perhatian dan kepedulian Yesus

    Kristus terhadap orang miskin lebih terasa dari pada orang kaya, meskipun orang kaya juga

    mendapat tempat dalam perhatian Yesus Kristus (seperti dalam kisah Zakheus dalam Lukas

    19). Dalam Perjanjian Baru, tidak ada satu ayatpun yang membuat Yesus Kristus ingin

    mengubah keadaan orang miskin menjadi kaya. Namun Yesus Kristus cenderung mengajak

    pendengarNya untuk mengambil sikap peduli kepada kaum miskin. Ivan Illich mengatakan

    bentuk kepedulian ini dinyatakan dengan kata-kata ’gereja untuk kaum miskin’ bukan ’gereja

    dari kaum miskin’, bukan gereja yang membutuhkan kaum miskin sebagai obyek

    pelayanannya, namun justru gerejalah yang membutuhkan kaum miskin bila gereja ingin

    dekat dengan Tuhannya.11

    II.1. Pengertian Kemiskinan

    Kemiskinan adalah kondisi orang dimana tidak menguasai sarana-sarana fisik

    secukupnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, untuk mencapai tingkat minimum

    kehidupan yang masih dapat dinilai manusiawi.12

    Ignasius Suharyo mengatakan bahwa miskin bukanlah sebuah cita-cita. Orang miskin

    adalah mereka yang mau tidak mau harus membungkuk di adapan orang yang lebih kuat,

    berkuasa atau orang kaya; tidak tepandang dan hidup dari belas kasihan orang lain. Orang

    miskin adalah orang yang dianggap rendah tidak mampu menuntut agar hak-haknya

    dihormati.13

    Kemiskinan menurut sosiolog dari UGM, Selo Sumardjan (1980:5), menggolongkan

    kemiskinan menjadi 2 bagian, yaitu:

    1. Kemiskinan Individual, adalah kemiskinan yang dialami seseorang oleh karena ia

    malas bekerja atau oleh karena ia sakit secara permanen.

    9 Francis Wahono, ” Gerakan Credit Union Sebagai Perwujudan Ekonomi Kerakyatan Baru”, Makalah seminar

    credit union di Sinode GKJ, Salatiga, pada tanggal 11 Juli 2011. 10

    Matius 6:11 Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama

    kamu. 11

    David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah. Jakarta:

    BPK Gunug Mulia, 2011, hal. 668. 12

    J.B. Banawiratma (Ed.), Kemiskinan dan Pembebasan, Yogyakarta: Kanisius, 1987, hal. 37. 13

    Ibid., hal. 38.

  • 11

    2. Kemiskinan Struktural, adalah kemiskinan yang dialami seseorang karena struktur

    sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang

    sebenarnya tersedia di sekitar mereka.14

    Menurut Widiastuti (2010:18) ketika memahami kemiskinan struktural, yang banyak dilihat

    adalah struktur yang ada disekitar orang miskin. Misalnya struktur perekonomian,

    ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, perkreditan, jaminan sosial, dan sebagainya. Bahkan

    struktur terkecil dalam masyarakat yang juga berpeluang untuk menyebabkan terjadinya

    kemiskinan struktural, adalah keluarga. (Perilaku pengambil kebijakan dalam keluarga).

    a. Kemiskinan dari Dimensi Teori Sosial

    Dalam teori sosial, ada banyak definisi atau batasan tentang kemiskinan maupun

    pendapat beberapa ahli tentang kemiskinan ini. Kemiskinan, menurut Suryawasita dalam

    Banawiratma (1987:17-18) dapat dipandang dari beberapa aspek ideologi menggolongkan

    pandangan kemiskinan menurut 2 model, yaitu :

    1. Model/kerangka berpikir Konsensus, yang terbagi menjadi

    - kemiskinan menurut ideologi konservatif

    - kemiskinan menurut ideologi liberal

    2. Model/kerangka berpikir Konflik

    b. Kemiskinan menurut ideologi konservatif

    Umumnya kaum konservatif melihat masalah kemiskinan sebagai kesalahan pada

    orang miskin sendiri. Orang miskin dinilai umumnya bodoh, malas, tidak punya motivasi

    berpretasi yang tinggi, tidak punya ketrampilan dan lain sebagainya. Maka kaum

    konservatif sering berbicara mengenai kultur dan mentalitas orang miskin yang mereka

    anggap sebagai sebab kemiskinan. Karena kaum konservatif selalu cenderung menilai

    positif struktur sosial yang sudah ada, maka orang-orang yang miskin dianggap sebagai

    orang-orang yang gagal menyesuaikan diri dalam tata sosial yang ada atau bahkan

    menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diharapkan dan sudah disetujui oleh

    masyarakat.

    Pada umumnya, kaum konservatif tidak memandang masalah kemiskinan sebagai

    masalah yang serius. Kaum konservatif percaya bahwa masalah kemiskinan akan

    terselesaikan dengan sendirinya. Dalam jangka panjang melalui proses sosial yang

    naturalbakan berjalan dan akan menguntungkan semua anggota masyarakat. Oleh karena

    itu kaum konservatif tidak mendukung adanya campur tangan pemerintah untuk mengatasi

    kemiskinan. Kaum konservatif juga menentang campur tangan pemerintah (misalnya

    14

    Alfian, Melly G. Tan, Selo Soemardjan, Kemiskinan Struktural: Suatu Bunga Rampai, Jakarta: Yayasan Ilmu-

    ilmu Sosial, 1980, hal. 5.

  • 12

    memberi jaminan sosial bagi penganggur, bagi mereka yang berpendapatan rendah),

    karena hal tersebut bagi kaum konservatif menganggap hanya akan membuat orang miskin

    semakin malas dan justru akan mengurangi daya rangsang bagi kelompok lain.

    c. Kemiskinan menurut ideologi liberal

    Kaum liberal memandang kemiskinan sebagai masalah yang serius, karenanya

    perlu dipecahkan. Masalah kemiskinan menurut kaum liberal dapat diselesaikan dalam

    struktur politik, ekonomi yang sudah ada. Yang penting ialah diciptakannya kesempatan

    yang sama untuk berusaha bagi setiap orang tanpa diskriminasi. Ada kepercayaan kuat

    pada kaum liberal, bahwa orang miskin pasti dapat mengatasi kemiskinan mereka asal

    mereka dapat kesempatan berusaha yang memadai. Untuk mengatasi kemiskinan mereka

    mengusulkan untuk diperbaikinya pelayanan-pelayanan bagi kaum miskin, membuka

    kesempatan-kesempatan kerja baru, membangun perumahan dan menyebarkan pendidikan.

    Tentang kultur orang miskin, kaum liberal mempunyai pandangan yang lebih

    optimistis daripada pandangan kaum konservatif. Menurut kaum liberal, untuk

    membebaskan kaum miskin dari kultur yang memiskinkan mereka, perlu diadakan

    perubahan-perubahan terhadap lingkungan dan situasi hidup mereka. Perubahan ini

    meliputi dihapuskannya diskriminasi dalam mencari kerja, perumahan dan pendidikan;

    perlu juga diciptakannya lapangan-lapangan kerja dan latihan-latihan ketrampilan dan

    diperbaikinya pelayanan-pelayanan lainnya. Kalau kondisi sosial dan ekonomi telah

    diperbaiki dan kesempatan-kesempatan baru telah terbuka bagi orang-orang miskin, maka

    orang miskin ini menurut kaum liberal akan siap menyesuaikan diri dengan kultur dominan

    dalam masyarakat dan meninggalkan kultur mereka.

    Baik kaum konservatif maupun kaum liberal mempertahankan struktur sosial yang

    sudah ada, bedanya kaum konservatif cenderung membiarkan kaum miskin bahkan

    menyalahkan; namun kaum liberal lebih berupaya bagaimana kaum miskin lebih

    memungkinkan hidup dalam struktur sosial yang sudah ada. Namun di sisi lain liberalisme

    juga menaruh hak dan kepentingan pribadi ekonomi manusia sebagai suatu yang harus

    diperjuangkan demi untuk melindungi individu-individu terhadap kesewenang-wenangan

    negara.

    d. Kemiskinan dalam pandangan Model Konflik

    Terkait dengan kemiskinan, pandangan teori konfik, tentang struktur sosial

    bukanlah hasil konsensus seluruh warga masyarakat, namun karena dominasi dari

    sekelompok kecil yang memerintah dan mempertahankan kepentingannya. Penganut teori

    konflik tidak mempersoalkan bagaimana orang miskin bisa hidup, dan berprestasi dalam

  • 13

    struktur sosial yang sudah ada sebagaimana ditekankan kaum liberal, tetapi mereka

    mempersoalkan struktur sosial itu sendiri dan menganggapnya sebagai penyebab

    kemiskinan.

    Penganut model teori konflik, memandang kemiskinan dalam masyarakat memang

    sengaja dipertahankan sebab orang-orang miskin dianggap mempunyai fungsi. Sistem

    ekonomi, kepentingan kelompok penguasa dan elite membutuhkan kelanggengan

    kemiskinan, sebab kemiskinan akan menjamin masyarakat adanya pekerjaan kotor yang

    harus dikerjakan oleh orang miskin. Dengan kata lain, kemiskinan berfungsi menyediakan

    tenaga-tenaga kerja murah yang mau menangani pekerjaan kotor dengan upah murah.

    Orang miskin ini sebenarnya memberikan subsidi yang menguntungkan bagi orang kaya.

    II.2. Globalisasi dan Kemiskinan

    Memasuki abad 21, dunia ditandai dengan semakin meluasnya sistem globalisasi, baik

    dalam bidang teknologi, informasi ataupun perdagangan bebas. Widyatmadja mengatakan

    bahwa suka atau tidak suka, globalisasi sudah menjadi bagian dari manusia yang hidup di

    bawah kolong langit. Kawasan Asia memasuki babak baru dengan berlakunya perdagangan

    bebas AFTA dan ACFTA (Asean-China Free Trade Agreement). Dampak negatif maupun

    positif pasar bebas akan terjadi dalam kehidupan manusia di seluruh dunia. Banyak ilmuwan

    berusaha untuk mendefinisikan ’globalisasi’ dengan pandangan dan pendekatan yang berbeda.

    Ada yang hanya melihat sisi positif globalisasi, tetapi ada juga yang melihat dari sisi negatif

    dan dampaknya bagi orang miskin. Globalisasi bukan sekedar proses pembukaan sekat

    ekonomi oleh kekuatan global, tetapi juga pendobrakan tatanan sosial politik dan budaya.

    Globalisasi telah menciptakan ekonomi kasino, yang di dalamnya perputaran modal dan

    saham bisa membuat suatu negara mengalami kebangkrutan seperti yang terjadi di Asia dan

    Amerika Latin pada krisis moneter tahun 1997.15

    Held dan McGrew mendefinisikan globalisasi sebagai pelebaran, pendalaman, dan

    percepatan interkoneksi dunia dalam berbagai aspek kehidupan mulai dari budaya hingga

    kriminalitas, dari keuangan hingga spiritualitas. “Pelebaran” berarti jangkauan spasial dalam

    pola relasi yang tidak mengenal batas negara lagi (borderless world). Kata “pendalaman”

    merujuk kepada intensitas dan kualitas relasi antarindividu yang semakin besar. Sedangkan

    “percepatan” dimaksudkan sebagai kapasitas globalisasi untuk mempersingkat waktu yang

    dibutuhkan dalam komunikasi maupun informasi.16

    Penolakan terhadap globalisasi semakin mencuat terutama dalam karakternya yang

    paling dominan, yaitu globalisasi ekonomi dengan ditandainya akumulasi kapital, semakin

    15

    Josef P. Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010, hal. 174-175. 16

    D. Held & A. McGrew, Global Transformation: Politics, Economics and Culture. University Press: Stanford,

    1999, hal. 7.

  • 14

    tingginya intensitas arus investasi, keuangan, dan perdagangan global. Di samping

    karakteristik lain dari globalisasi, seperti kemajuan dan inovasi teknologi, intensitas

    perpindahan manusia, serta semakin meningkatnya ketergantungan dan keterkaitan tidak

    hanya antar bangsa tetapi juga antar masyarakat. Dengan globalisasi ekonomi, ketidaksetaraan

    itu sangat mungkin terjadi, karena globalisasi memunculkan eksploitasi negara maju atas

    negara yang kurang beruntung. Hal ini memungkinkan karena dalam dunia yang semakin

    global, ketidaksetaraan dalam power (baik itu berupa ilmu pengetahuan, kapital, sumber daya,

    dan akses informasi) masih tetap terjadi. Sebagaimana yang diungkapkan Lesourne mengenai

    dampak negatif globalisasi, “Ketika ketidaksetaraan masyarakat industrial tengah mengalami

    perubahan akan muncul pola-pola ketidaksetaraan yang baru dalam kondisi pekerjaan atau

    perburuhan dan akses terhadap informasi”. Ketidaksetaraan ini akan memunculkan relasi

    kekuasaan dan pemerintahan yang eksploitatif bagi pihak yang lebih lemah.17

    Globalisasi memiliki sisi negatifnya – penyisihan, diikuti dengan terjadinya proses

    disintegrasi sosial. Kapilatalisme selalu diikuti oleh ketidakseimbangan sosio-ekonomis serta

    kurangnya perlindungan untuk mengatasi kemiskinan dan kepapaan. Pengayaan dan

    penyisihan bukanlah dua proses yang berbeda dan terpisah. Thucydides, sejarawan Yunani

    Kuno, mengatakan pendapatnya berdasarkan struktur global produksi, keuangan, dan

    perdagangan : ”Yang kuat berbuat sesuai dengan kekuatannya dan yang lemah menerima

    takdirnya”18

    Di negara yang padat penduduk seperti Indonesia, kemiskinan merupakan masalah

    laten. Semua sistem ekonomi yang pernah dan sedang diterapkan di Indonesia belum terbukti

    mampu mengatasi masalah ini. Maka fokus pada nasib kaum miskin, seperti ditekankan kubu

    antikapitalis, jelas sangat penting untuk dipertahankan. Dalam konteks masyarakat Indonesia

    yang majemuk, pendekatan dialogis lintas agama dan tradisi kearifan lain merupakan suatu

    kebutuhan dalam membangun etika ekonomi yang aktual.19

    Di pasar terjadi persaingan antara penjual (produsen baik keahlian maupun produk)

    dan pembeli (konsumen keahlian maupun produk). Pasar merupakan ruang dimana masing-

    masing perorangan dengan keahliannya masing-masing dan produk masing-masing bersaing

    ketat. Orang miskin akan sulit terlibat dalam pasar, karena tidak mempunyai kemampuan

    menghasilkan keahlian maupun produk ditengah persaingan yang ketat itu. Apalagi orang

    miskin tidak menguasai pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan sikap (attitude) yang

    17

    Kaplinsky & Morris, A Handbook for Value Chain Research. IDRC-International Development Research

    Center, 2003, hal. 3-10. 18

    Bas de Gaay Fortman dan Berma Klein Goldewijk, Allah dan harta benda: ekonomi global dalam

    perspektif peradaban. Terjemahan Bambang Subandrijo, Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2001, hal.12-13. 19

    Yahya Wijaya. Kesalehan Pasar. Kajian teologis Terhadap Isu-isu Ekonomi dan Bisnis Indonesia.

    Jakarta: Grafika KreasIndo, 2010, hal. 38-39.

  • 15

    memadai. Dalam persaingan di pasar global, orang-orang miskin akan tersingkir dan menjadi

    orang yang kalah. Untuk itu, selain bantuan agar mereka mampu membeli, pendidikan dan

    pelatihan (pendampingan) merupakan cara yang dianggap tepat. Tujuannya adalah untuk

    menambah pengetahuan dan keahlian serta membentuk sikap. Harapannya, jika orang

    memiliki pengetahuan, keahlian dan sikap yang baik, dia dapat bekerja dan membangun

    usaha. 20

    II.3. Ketidakadilan Bagi Orang Miskin

    Dalam konteks Asia, bisa ditambahkan, bahwa kemiskinan juga desebabkan oleh

    masa kolonialisme yang panjang saat dimana bangsa-bangsa Asia berada dalam penindasan

    imperialisme Barat yang menghancurluluhkan jiwa bangsa Asia, semangat kreatifnya serta

    rasa percaya dirinya. Ketika masa lalu yang pahit itu berakhir, bangsa-bangsa Asia tetap

    menderita karena pengendalian ekonomi masih berada di tengah segelintir orang, pihak

    penguasa dan pihak pemilik modal besar yang membentuk elite baru yang kemudian

    bekerjasama dengan wajah baru ’kolonialisme ekonomi’ dari Barat dan Jepang. Jadi, masalah

    kemiskinan sosial ekonomi di Asia adalah masalah ketidakadilan politik, baik yang terjadi di

    dalam negara masing-masing maupun ketidakadilan politik dalam sistem ekonomi dunia.21

    Di Indonesia, kepemimpinan nasional yang lebih demokratis, sudah berganti beberapa

    kali, mulai dari BJ. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri sampai

    dengan Soesilo Bambang Yudhoyono, namun permasalahan bangsa tetap diwarnai dengan

    penyelewengan kekuasaan, korupsi, penggaran HAM, dan masalah kemiskinan akibat dari

    ketidakadilan.22

    Kemiskinan, menurut para pemikir dari kelompok demokrasi-sosial, disebabkan oleh

    ketidakadilan dan ketimpangan akibat tersumbatnya kesempatan kelompok miskin.

    Pasar/ruang persaingan yang dikuasai oleh kelompok neo-liberalisme, memberikan ruangan

    bagi praktik ketidakadilan, bahkan ada pula yang menggunakan kekuasaan pemerintahan.23

    Menurut Widiastuti (2010:13) kemiskinan merupakan persoalan multidimensi yang

    mencakup politik, sosial, ekonomi, aset, maupun akses. Hal ini mengakibatkan orang miskin

    tersingkir dari proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka sendiri. Lebih

    dari itu, segala pekerjaan/usaha yang dilakukan tidak punya akses, termasuk informasi yang

    memadai ke berbagai sumberdaya kunci yang dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup

    mereka secara layak.

    20

    Kusumaatmadja (Ed.), Politik dan Kemiskinan. Depok : Koekoesan, 2007, hal. 15. 21

    Widi Arianto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2008,

    hal. 111. 22

    Ibid., hal. 244. 23

    Kusumaatmadja (Ed.), Politik dan Kemiskinan. Depok : Koekoesan, 2007, hal. 17.

  • 16

    Menurut Muller kemiskinan relatif (karena tidak memiliki akses ke sumber-sumber

    pendapatan) menunjukkan adanya ketidakmerataan kesempatan dan peluang di segala bidang

    kehidupan.24

    Modal atau akses ke lembaga pemberi modal, juga merupakan salah satu

    penyebab langgengnya kemiskinan. Pinjaman modal hanya dapat diberikan bila ada

    kepercayaan dari pemberi pinjaman. Kepercayaan itu hanya bisa dipenuhi melalui jaminan

    yang diberikan oleh pengguna modal. Pertanyaannya, lalu apa yang bisa dijadikan orang

    miskin sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman? 25

    Bank sebagai institusi umum untuk pemberi modal, lebih berminat memberikan modal

    kepada yang memiliki jaminan. Hal itu pulalah yang pernah dialami oleh Mohamad Yunus

    pendiri Grameen Bank, ia menghubungkan orang miskin sudah bekerja keras namun masih

    melarat, dengan pihak bank; tapi usahanya tidak mendapat tanggapan dari pihak bank. 26

    Di Indonesia, pada awal 1987, peraturan pemerintah tentang pendirian Bank

    dipermudah. Namun kemudian bank-bank yang didirikan bukan untuk membantu

    menyalurkan kredit pada rakyat miskin tetapi dana yang terkumpul di bank (dari masyarakat)

    dipakai untuk mendanai proyek-proyek besar justru milik orang/grup-grup orang kaya. Tahun

    1994 empat per lima atau 75% jumlah total kredit bank, yang sebagian besar dari bank milik

    negara disalurkan untuk kredit megaproyek grup-grup bisnis para konglomerat (Prasetyo,

    2006:4, 49).

    II.4. Gereja dan Kemiskinan

    Pembahasan tentang gereja dan kemiskinan, tidak bisa lepas dari pandangan teori

    teologi pembebasan dari Gutierrez. Teologi, menurut Gutierrez, adalah refleksi kritis tentang

    praksis Kristen dalam terang firman Allah, atau refleksi kritis tentang firman Allah yang

    diterima di dalam gereja.27

    Menurut Paus Yohanes Paulus II, Teologi Pembebasan bukanlah

    suatu ”teologi baru”, melainkan suatu tahap baru dalam berteologi. Bukan suatu mode/trend,

    tetapi suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk membuat iman berarti bagi zaman pasca

    modern.28

    Penginjilan bukan hanya pemberitaan verbal.29

    Tentang orang kaya dan orang miskin, tidaklah cuma kita jumpai dalam Perjanjian

    Baru, tetapi juga dalam Perjanjian Lama.30

    Tetapi Allah juga tidak anti kekayaan atau secara

    apriori anti orang kaya, maka harus pula ditentukan bahwa Allah tidak mengidealisir dan

    meromantisir kemiskinan. Namun, amat jelas bahwa Allah selalu memihak yang lemah,

    24

    Johanes Müller, Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal. 7. 25

    Kusumaatmadja (ed.), 2007. Politik dan Kemiskinan. Depok : Koekoesan, hal. 6. 26

    Ibid., hal. 68. 27

    David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah. Jakarta:

    BPK Gunug Mulia, 2011, hal. 649. 28

    Ibid., hal. 685. 29

    Ibid., hal. 643. 30

    Eka Darmaputera, Iklan bagi Anak Hilang. Jakarta: Gloria Grafa, 2002, hal. 87.

  • 17

    miskin dan tertindas.31

    Oleh karena itu, gereja-gereja di Indonesia harus berdiri di dalam

    solidaritas dengan si miskin dan bertekad bulat memerangi segala sesuatu yang menjadi

    penyebab kemiskinan maupun pemiskinan.32

    Melengkapi pandangan Gutierrez, Eka Darmaputra menyatakan bahwa gereja tidak

    boleh menjadi penyulut api kebencian, tetapi harus menjadi pembawa obor kesetiakawanan.

    Namun sekali lagi, itu tidak berarti bahwa gereja dapat bersikap netral, sama sekali tidak.

    Gereja mesti menegaskan diri dimana ia berdiri: di pihak si miskin. Gereja mesti menegaskan

    sikapnya yang pasti: menentang segala bentuk ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Dan

    apapun yang gereja lakukan, gereja melakukannya bukan dengan sikap ingin menjadi

    pahlawan, melainkan dengan sikap kerendahan hati.33

    Secara global perkembangan pemikiran tentang keadilan di kalangan gereja-gereja

    Protestan dapat dilihat melalui Dewan Gereja-gereja Sedunia (DGD). Sejak tahun 1960-an,

    DGD mulai mengembangkan apa yang disebut dengan teologi pembangunan. Teologi yang

    memberi perhatian pada soal-soal kemiskinan, ketertindasan yang terjadi di banyak belahan

    dunia. Yang membahas tentang: bagaimana masyarakat miskin yang tertindas (terutama

    secara sosial-ekonomi-politik) bisa keluar dari kemiskinan dan ketertindasan, bagaimana

    mereka bisa hidup dengan hak-hak hidup yang layak, bagaimana supaya keadaan yang

    membuat mereka miskin dan tertindas mengalami pembaruan menjadi baik. Kemudian pada

    sidang raya DGD ke-5 di Nairobi, Gereja-gereja Protestan dan gerakan oikumene pada

    umumnya melakukan langkah perubahan yang sangat substansial terhadap komitmen mereka

    pada keadilan. Keadilan bukan lagi menjadi isu sosial-ekonomi-politik semata, melainkan

    jelas-jelas menjadi persoalan kemanusiaan. Keadilan menjadi perhatian yang sangat penting

    dan menjadi prioritas di kalangan Gereja-gereja untuk diperjuangkan. Karena itu melalui

    gerakan oikumenis sedunia, Gereja-gereja diajak untuk menyadarkan warganya, siapapun

    untuk melawan semua kekuatan yang tidak adil, menindas, yang membuat masyarakat

    menjadi semakin miskin dan tertindas. Juga gereja-gereja dipanggil untuk melawan kekuatan-

    kekuatan yang menindas itu, mendukung orang-orang yang melawan penindasan itu yang

    berusaha mencari akar ketidakadilan itu. Gereja ditantang bukan saja terhadap keberadaannya

    secara institusional, tetapi hal yang lebih mendasar, yaitu soal keimanannya. Karena Gereja-

    gereja tidak berada di luar konteks proses pemiskinan dan penindasan itu, tetapi justru berada

    di dalamnya.34

    31

    Ibid., hal. 88. 32

    Ibid., hal. 89. 33

    Ibid., hal. 90 34

    Al. Andang L. Binawan dan A. Prasetyoko (Eds.), Keadilan Sosial: Upaya Mencari Makna Kesejahteraan

    Bersama di Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004, hal. 239-240.

  • 18

    Penginjilan tidak dapat dipisahkan dari pemberitaan dan praktek keadilan.35

    Tugas dan

    tanggung jawab ini merupakan respon teologis Gereja-gereja, atau orang-orang Kristen

    terhadap keadaan nyata kemanusiaan manusia, suatu respon yang berkaitan dengan

    pergumulan nyata manusia terutama yang miskin, lemah, kecil dan tidak berdaya di dalam

    masyarakat. Mereka memerlukan pembelaan, terutama berhadapan dengan kekuasaan-

    kekuasaan struktur ekonomi-sosial-politik yang menindas dan melemahkan mereka. Inilah

    yang seharusnya terjadi bila gereja-gereja di Indonesia ingin sungguh-sungguh menjadi

    komunitas iman para murid Yesus. Gereja-gereja tidak mempunyai pilihan lain kecuali tetap

    mau berada di pihak mereka yang menjadi korban kekuasaan. Sebagai kekuatan liberatif

    (pembebas) sekaligus kekuatan yang mampu memberdayakan (empowering) manusia, Gereja-

    gereja di Indonesia memiliki potensi yang cukup untuk melakukan itu, tetapi pertanyaannya

    adalah : apakah gereja bersedia dan berani melakukannya? Atau, apakah selama ini Gereja-

    gereja melakukannya?

    Yesus Kristus menyebut Allah (Bapa) sebagai sosok yang adil36

    dan sangat menentang

    praktek keagamaan yang mengabaikan keadilan dan mengabaikan belas kasihan.37

    Dan Pulus

    juga mengingatkan jemaat Efesus untuk juga berbuah kebaikan dan keadilan dan kebenaran,

    karena hal seperti itulah yang berkenan kepada Tuhan.38

    Bassham dalam Bosh (2012)

    mengajak orang Kristen untuk ikut serta bertanggung jawab dalam masyarakat manusia,

    termasuk berusaha demi kesejahteraan manusia dan keadilan.39

    II.5. Gereja Kristen Jawa dan Kepedulian terhadap Pelayanan Ekonomi

    GKJ (Gereja Kristen Jawa) dalam kehidupan bergereja, mempunyai pokok-pokok

    ajaran, sebagai pedoman di dalam menjalani kehidupan dan melaksanakan tugas

    panggilannya. Ajaran gereja GKJ diberi nama ”Pokok-pokok Ajaran GKJ” (PPA GKJ).40

    PPA

    GKJ disusun berdasarkan Alkitab, melalui proses penafsiran Alkitab yang disesuaikan dengan

    konteks peradaban zaman. PPA GKJ mendefinisikan gereja adalah suatu kehidupan bersama

    religius yang berpusat pada Yesus Kristus, yang sekaligus merupakan buah pekerjaan

    penyelamatan Allah dan jawab manusia terhadap penyelamatan Allah, yang di dalamnya Roh

    Kudus bekerja dalam rangka pekerjaan penyelamatan Allah.41

    35

    David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah. Jakarta:

    BPK Gunug Mulia, 2011, hal. 640. 36

    Yohanes 17:25 37

    Matius 23:23 38

    Efesus 5:9-10 39

    David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah. Jakarta:

    BPK Gunug Mulia, 2011, hal. 618. 40

    Tim Revisi PPA GKJ, Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, Salatiga: Sinode GKJ, 2005, hal. 1. 41

    Ibid., hal. 29.

  • 19

    Gereja Kristen Jawa (GKJ) mempergunakan tiga tolok ukur berjenjang yaitu Alkitab,

    Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ untuk menentukan

    apakah hidup, karya dan keberadaannya sebagai gereja dapat dipertanggungjawabkan kepada

    Tuhan Raja Gereja. Itu berarti bahwa difungsikannya Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja

    tersebut sangat diperlukan untuk menata kehidupan GKJ. Tata Gereja GKJ, yaitu tatanan

    kehidupan gereja untuk menyatakan sikap percaya terhadap penyelamatan Allah, menghayati

    dan mengungkapkan hubungannya dengan Allah serta untuk melaksanakan tugas

    panggilannya di dalam pekerjaan penyelamtan Allah. Secara eksplisit, Tata Gereja dan Tata

    Laksana GKJ berisi mukadimah yang menyatakan pemahaman hakiki tentang eklesiologi, dan

    pasal-pasal yang mengatur hal-hal principal berkenaan dengan hidup dan karya gereja, dan

    memuat Tata Laksana yang mengatur hal-hal yang menyangkut prosedur pelaksanaan Tata

    Gereja.42

    Bekenaan dengan pelayanan sosial ekonomi, dalam Tata Laksana GKJ dalam Pasal 54

    ayat 1 – 2 menyatakan sebagai berikut :

    (1) Pelayanan sosial ekonomi adalah tindakan yang dilakukan oleh gereja untuk

    memberdayakan warga Gereja mengatasi kesulitan dalam hal kebutuhan sosial

    ekonomi demi terpeliharanya imannya.

    (2) Pelayanan sosial ekonomi yang dilakukan oleh Gereja dapat bersifat konsumtif

    (Kharitatif), pemberdayaan (Reformatif) dan penyadaran (Transformatif).43

    Tentunya tidak hanya GKJ yang mempunyai tatanan tertulis tentang kepedulian

    terhadap kehidupan sosial ekonomi seperti ini, gereja-gereja lain juga tentu punya tatanan

    yang hampir mirip. Juga dalam beberapa persidangan antar gereja baik di lingkup sinode,

    antar sinode ataupun antar Negara seringkali cara pandang dan cara bersikap terhadap

    kemiskinan menjadi bahan khotbah, bahan renungan, materi diskusi, atau materi persidangan.

    Sayangnya kadang-kadang hal tersebut hanya menjadi kalimat normatif yang tidak

    diimplementasikan bagi kaum miskin secara umum. Segundo dalam Bosch (2012) mengkritisi

    hal demikian dengan mengatakan, ada banyak retorika kosong dalam rumusan-rumusan yang

    kelihatan sangat hebat.44

    Siregar (2012) mengatakan gereja bukan hanya penonton dan bukan sebatas bertugas

    untuk pengabaran Injil. Gereja justru harus ikut serta dalam menyelesaikan masalah ekonomi

    rakyat terutama membantu masyarakat yang kurang mampu. Gereja harus inklusif, artinya

    terbuka, kehadirannya harus berdampak posisti terhadap kehidupan masyarakat, yang

    42

    Moderamen Sidang Non Reguler GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Jawa, Salatiga: Sinode

    GKJ, 2005, hal iii-v. 43

    Ibid., hal. 106. 44

    David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah. Jakarta:

    BPK Gunug Mulia, 2011, hal. 680.

  • 20

    diwujudkan dengan melakukan berbagai upaya seperti community development;

    pemberdayaan ekonomi rakyat, pendampingan terhadap petani, buruh dan nelayan. Tugas

    orang Kristen bukan hanya selalu berbicara tentang surga, tetapi juga bangaimana

    menghadirkan kehendak Allah di bumi, bukan di surga. Sehingga keimanan kita berdampak

    bahkan bagi orang lain yang tidak seiman. Gereja tidak (boleh) mengembangkan konsep

    ekonomi ketamakan. Sebagai tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia, yaitu dengan mencoba

    menyejahterakan orang miskin.45

    II.6. Credit Union Sebagai Suatu Alternatif Diakonia Transformatif Pelayanan

    Ekonomi bagi Kaum Miskin

    Credit Union berasal dari dua kata, yaitu credit dan union. Credit dalam bahasa Latin

    adalah ’credere’ artinya saling percaya. Sedangkan ’union (unio)’ berarti kumpulan. Jadi,

    ’Credit Union’ artinya kumpulan orang-orang yang saling percaya. Di Indonesia, Credit

    Union diterjemahkan sebagai Koperasi Kredit. Menurut beberapa literatur, ada beberapa

    definisi tentang Credit Union.

    Pertama, Credit Union adalah koperasi keuangan yang dijalankan secara demokratis

    dan profit sharing (bagi hasil), menawarkan berbagai produk simpanan dan pinjaman

    berbunga rendah kepada anggotanya.

    Kedua, Credit Union adalah sebuah lembaga keuangan koperasi yang dimiliki dan

    diawasi oleh para anggotanya dan dioperasikan untuk tujuan mendorong pola hidup hemat,

    menyediakan pinjaman dengan suku bunga bersaing, dan menyediakan berbagai pelayanan

    keuangan lain kepada para anggotanya.

    Ketiga, World Council of Credit Union (WOCCU) mendefinisikan Credit Union

    sebagai ”not-for-profit cooperative institutions” (lembaga koperasi yang bukan untuk mencari

    keuntungan).

    Keempat, Credit Union adalah koperasi keuangan yang didirikan dari, oleh dan untuk

    anggota dimana para anggota adalah penabung, peminjam, dan sekaligus pemegang saham.

    Credit Union beroperasi dengan bisnis tidak untuk mencari keuntungan. Credit Union

    menawarkan banyak pelayanan perbankan, seperti pinjaman konsumtif dan pinjaman

    komersial (biasanya lebih rendah dari suku bunga pasar), simpanan sukarela berjangka (suku

    bunga biasanya lebih tinggi dari suku bunga pasar), kartu kredit, dan asuransi. Pajaknya

    rendah, bahkan dibeberapa negara seperti USA dan Thailand, bebas pajak.

    Kelima, Credit Union adalah koperasi keuangan yang tidak mencari keuntungan (not-

    for-profit) yang kehadirannya bertujuan melayani para anggota yang berada dalam satu

    45

    Nelson Flores Siregar, ”Credit Union, Media Gereja Mengentaskan Kemiskinan”, Tabloid Reformata, No.

    156, Tahun IX, 2012, hal. 36.

  • 21

    ikatan pemersatu (common-band) seperti wilayah tempat tinggal, profesi, tempat kerja dan

    lain-lain. Credit Union dioperasikan secara demokratis oleh para anggotanya dan diurus oleh

    para pengurus dan pengawas yang melayani anggota secara sukarela (voluntarily). Tujuan

    utama dari Credit Union adalah melayani para anggota agar permasalahan dan kebutuhan

    keuangan mereka teratasi.

    Keenam, sebuah lembaga keuangan koperasi yang dimiliki dan dikendalikan oleh

    anggotanya. Credit Union tidak-untuk-profit (not-for-profit) dan hadir untuk memberi tempat

    yang aman, nyaman bagi anggota untuk menyimpan uang dan memperoleh pinjaman dan

    pelayanan keuangan lainnya dengan harga yang bersaing. Para anggota diikat dalam suatu

    ikatan pemersatu, seperti pekerjaan, tempat tinggal, atau gereja.

    Dari keenam definisi itulah Credit Union yang ada di Indonesia memjadikan dirinya

    berbeda dengan lembaga keuangan lainnya yang sudah ada. Lembaga keuangan lain seperti

    bank, bertujuan mengoptimalkan keuntungan bagi para pemegang saham. Sementara dalam

    Credit Union, pengelola dan pengurus memberikan pelayanan secara sukarela (tanpa digaji).

    Credit Union juga memiliki tradisi memberikan memberikan pendidikan kepada anggota

    melalui seminar atau berbagai jenis pendidikan anggota, mulai dari bagaimana membeli mobil

    sampai bagaimana mempersiapkan masa pensiun. Hal penting yang perlu dicatat adalah

    tujuan sosial Credit Union adalah : pendidikan yang berlangsung secara terus menerus,

    kerjasama antar Credit Union dan tanggung jawab sosial.46

    Beberapa tahun terakhir Indonesia muncul istilah Credit Union yang oleh banyak

    pihak dinyatakan sebagai jawaban atas kebutuhan muncuknya sistem ekonomi kerakyatan

    yang lebih ideal. Beberapa media masa lokal maupun nasional juga mengeksposnya. Bahkan

    Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada awal minggu pertama Januari 2006 menerbitkan

    sebuah dokumen tentang pembangunan sektor keuangan yang menyeluruh demi

    pembangunan. Dokumen tersebut dikenal dengan nama ”Blue Book” (Buku Biru) yang

    merupakan titik puncak dari kerja PBB dan dianggap sebagai sebuah penemuan terhadap

    bagaimana sektor keuangan ini memperluas akses pelayanan keuangan untuk membantu

    mengurangi kemiskinan. PBB mengakui bahwa Credit Union dari awal mulanya telah

    menjadi pembaharu (inovator) dalam sistem keuangan mikro, dan Credit Union telah terbukti

    menunjukkan kinerja operasionalnya dengan biaya rendah dan efisiensi tertinggi

    dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya, dan sasaran utamanya adalah masyarakat

    miskin.47

    46

    AM Lilik Agung (Ed..), Credit Union: Kendaraan Menuju Kemakmuran. Jakarta: Elex Media Komputindo,

    2012, hal. 2-3. 47

    Sudarwanto Yustianus,”Prospek Credit Union”, Majalah Tetruka, Edisi Agustus 2011-Oktober 2011, hal. 16-

    17.

  • 22

    III. Credit Union Angudi Laras Purworejo

    III.1. Sekilas Kabupaten Purworejo

    Kabupaten Purworejo wilayahnya seluas 1.034 km2, terdiri atas 16 kecamatan, yang

    dibagi lagi atas sejumlah 469 desa dan 25 kelurahan. Secara geografis letak wilayah

    Kabupaten ini ada di terletak pada posisi 109o 47’28” – 110

    o 8’20” Bujur Timur dan 7

    o 32’ –

    7o 54 Lintang Selatan. Batas sebelah utara adalah Kabupaten Magelang dan Wonosobo, batas

    sebelah timur adalah Kabupaten Kulonprogo (DIY), batas sebelah selatan adalah Samudra

    Hindia, sedangkan batas sebelah Barat adalah Kabupaten Kebumen.

    Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Purworejo. Penduduknya, berdasarkan

    sensus 2010 adalah sebanyak 948.000 jiwa dengan angka kepadatan 916,83 jiwa/km2. Berikut

    adalah data jumlah penduduk Purworejo per kecamatan menurut Jenis Kelamin:

    Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Purworejo per Kecamatan

    DATA JUMLAH PENDUDUK

    NO. NAMA

    KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

    1. GRABAG 22,720 27,887 50,607

    2. NGOMBOL 20,928 21,459 42,387

    3. PURWODADI 25,248 26,282 51,530

    4. BAGELEN 19,008 19,452 38,460

    5. KALIGESING 18,602 18,366 36,968

    6. PURWOREJO 48,480 49,221 97,701

    7. BANYUURIP 25,023 25,755 50,778

    8. BAYAN 29,532 30,101 59,633

    9. KUTOARJO 37,597 38,096 75,693

    10. BUTUH 26,261 26,694 52,955

    11. PITURUH 32,689 32,236 64,925

    12. KEMIRI 33,451 32,731 66,182

    13 BRUNO 29,167 28,016 57,183

    14. GEBANG 24,680 24,509 49,189

    15. LOANO 21,525 20,967 42,492

    16. BENER 31,545 30,403 61,948

    Sumber : Data Monografi Kabupaten Purworejo

    Dari segi upah minimum kabupaten (UMP), Kabupaten Purworejo menduduki

    peringkat terendah yaitu Rp910.000,00 per bulan pada tahun 2014, dari 35 kabupaten/kotadi

    Provinsi Jawa Tengah (BPS Jawa Tengah, 2014).

    III.2. Gereja Kristen Jawa di Purworejo

    GKJ Purworejo adalah awal sejarah Gereja Kristen Jawa, yang didirikan oleh Kyai

    Sadrach yang memisahkan diri dari Zending ZGKN, komunitas Kristen ini menyebut dirinya

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kecamatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Desahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kelurahanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Purworejo,_Purworejo

  • 23

    "Golongane Wong Kristen Jowo kang Mardhiko". Majelis GKJ Purworejo diteguhkan pada

    tanggal 4 Februari 1900.48

    III.3. Visi GKJ Purworejo saat ini

    GKJ Purworejo mencanangkan visinya diselaraskan dengan berdasarkan jati diri

    Gereja-gereja Kristen Jawa, yaitu : menjadi gereja yang senan tiasa memperbaharui diri,

    bertumbuh dalam Kristus dan berperan aktif mewartakan Rahmat Allah.

    III.4. Misi GKJ Purworejo saat ini

    Misi merupakan operasionalisasi dari visi tersebut, yaitu:

    1. Terus-menerus memantapkan diri dalam spiritualitas yang mampu menjawab tantangan

    zaman.

    2. Terus-menerus memantapkan diri dalam kemandirian membangun mentalitas

    berkelimpahan.

    3. Terus-menerus membanggun kebersamaan, baik internal maupun eksternal, bagi pemulihan

    martabat manusia.

    4. Terus-menerus mengoptimalkan pendayagunaan segenap potensi GKJ. (disalin dari Buku

    Materi Sidang Majelis Terbuka GKJ Purworejo tahun 2012/2013)

    III.5. Data Jumlah Warga Jemaat GKJ Purworejo

    Pendeta Tetap yang melayani ada 2 orang, dan majelis berjumlah 40 orang.

    Tabel 1.2. Jumlah Warga GKJ Purworejo

    WARGA DEWASA ANAK-ANAK TOTAL

    Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

    474 537 1011 117 140 257 1268

    Sumber: Buku Materi Sidang Majelis Terbuka GKJ Purworejo tahun 2012/2013

    Namun hingga kini (setelah + 113 tahun), menurut data angka tahun 2013 di Sinode

    GKJ, berdasarkan jumlah pendapatan persembahan gereja-gereja, GKJ Klasis Purworejo ada

    dalam urutan terbawah dari 32 Klasis GKJ se-Sinode GKJ. Hal ini tentu saja membuat GKJ

    Purworejo harus melihat kenyataan bahwa secara finansial (baik dari sisi UMK Kabupaten

    dan Persembahan Klasis), jemaat GKJ Purworejo rata-rata dalam urutan terbawah. Namun

    kenyataan tersebut juga yang membuat GKJ Purworejo harus berfikir lebih keras, bagaimana

    menemukan suatu konsep yang sekaligus dapat ditindaklanjuti untuk meningkatkan

    kesejahteraan jemaat GKJ Purworejo khususnya. Pendeta Eko Lukas Sukoco mengatakan,

    tidak mungkin membangun kesejahteraan umat hanya di pikirkan dan ditangani oleh 1 orang

    saja, meskipun hal tersebut baru embrionya, maka wacana peningkatan kesejahteraan umat

    48

    Soekotjo, SH. Sejarah Gereja-gereja Kristen Jawa (Jilid 1). Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen. 2009, hal.

    282.

  • 24

    dijadikan topik diskusi antar teman-teman pendeta dalam satu klasis, yaitu Klasis

    Purworejo.49

    IV.1. Credit Union sebagai Alternatif Baru Pengembangan Ekonomi Jemaat GKJ

    Purworejo

    Di lingkup pelayanan GKJ Purworejo, wacana Credit Union sudah menjadi

    pembicaraan selama 3 tahun sebagai konsep alternatif pelayanan ekonomi jemaat, pengganti

    koperasi gereja yang lama yang telah ada. Hal itu menjadi pembicaraan antar pendeta GKJ

    dalam satu klasis (GKJ Klasis Purworejo). Akhirnya setelah menjadi wacana pembicaraan

    dan diskusi selama 3 tahun, Credit Union tidak menggantikan koperasi yang sudah ada,

    namun sebagai substitusi atau alternatif koperasi yang telah ada. Pada tanggal 3 Januari 2011

    Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) Klasis Purworejo memfasilitasi lahirnya CREDIT

    UNION "Angudi Laras". Mereka sebagian besar adalah para Pendeta dan keluarganya. Credit

    Union yang dibentuk sebagai model gerakan ekonomi jemaat, yang untuk sementara fungsi

    dan keanggotaannya diutamakan ditujukan bagi jemaat miskin.50

    Namun hal penting yang perlu dicatat, bahwa Credit Union harus berdiri sendiri

    sebagai suatu lembaga mandiri, tidak boleh di bawah institusi gereja ataupun klasis, apalagi

    tergantung kepada gereja/klasis, meskipun inisiator Credit Union adalah para pendeta;

    mengingat kelak Credit Union akan menjadi sebuah institusi keuangan yang memiliki badan

    hukum sendiri. Credit Union adalah lembaga non profit yang dimiliki oleh anggota, dan

    untuk mengupayakan kesejahteraan bersama. Credit Union "meletakkan" pelayanan kepada

    anggota diatas keuntungan. Namun meskipun Credit Union adalah lembaga non profit, Credit

    Union harus dikelola secara profesional terutama dalam pembuatan keputusan keuangan dan

    kebijakan financial, agar Credit Union menjadi institusi yang bisa membiayai diri sendiri

    bahkan memberi keuntungan kepada stiap anggotanya, baik keuntungan finansial maupun

    keuntungan pembelajaran ekonomi produktif. Hubungan dengan gereja adalah simbiosis

    mutualisme, dimana akan terjadi saling menguntungkan tanpa adanya saling dominasi.

    Meskipun badan hukum Credit Union Angudi Laras dibawah Kementrian Koperasi RI,

    dengan nomor yang didaftarkan di notaris adalah 184/BH/XIV.21/2012, namun ada

    perbedaan secara prinsipiil dengan koperasi masa kini, terutama dalam hal permodalan.

    Credit Union tidak menerima titipan modal dari luar anggota, maupun hibah dari pemerintah

    yang sering disebut sebagai ”bantuan modal koperasi”. Inilah perbedaan mendasar antara

    Credit Union dengan Koperasi. Credit Union Angudi Laras meskipun lahir di jaman ini,

    49

    Wawancara dengan Pdt. Eko Lukas Sukoco (Pendeta GKJ Purworejo), tgl. 20 Maret 2014, jam 10.30 WIB). 50

    Wawancara dengan Maria Ch (Manager CU Angudi Laras), 24 Maret 2014, 13.00 WIB.

  • 25

    namun mengadopsi prinsip-prinsip koperasi mula-mula yang digagas dan didirikan oleh

    Friedrich Wilhelm Raiffeisen pada tahun 186451

    .

    Visi Credit Union Angudi Laras: Credit Unionyang terpercaya dan berkesinambungan

    di Kabupaten Purworejo sedangkan misinya adalah: memberikan pelayanan keuangan yang

    prima bagi anggota, memberdayakan anggota menuju kemandirian sosial ekonomi. Dengan

    misi tersebut, Credit Union Angudi Laras mewajibkan anggotanya untuk mengikuti

    pendidikan dasar keuangan/ekonomi. Pendidikan dasar ini akan diteruskan dengan

    pendidikan-pendidikan lanjutan. Hal ini adalah merupakan upaya agar setiap anggota Credit

    Union, yang kebanyakan adalah kaum awam tidak berpendidikan ekonomi dan dari golongan

    ekonomi kelas bawah, melek keuangan dan bijak dalam membelanjakan uang yang

    dimilikinya (tidak hanya untuk tujuan konsumtif). Materi pendidikan-pendidikan lanjutan

    bagi anggota juga diperlengkapi dengan kursus-kursus tentang kegiatan ekonomi produktif

    dan ekonomi kreatif dengan mendatangkan berbagai nara sumber pelaku mikro enterpreneur

    yang kompeten dan relevan. Visi dan misi Credit Union Angudi Laras ini selaras dengan visi

    dan misi GKJ Purworejo. Bahkan juga selaras dengan Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja

    dalam Pasal 54 (ayat 2) yang berbunyi: Pelayanan sosial ekonomi yang dilakukan oleh greja

    dapat bersifat transformatif. Bahkan Credit Union Angudi Laras juga membuat jejaring intern

    anggota dan antar anggota dengan pihak lain dalam hal memasarkan barang ataupun jasa yang

    diproduksi oleh anggota Credit Union Angudi Laras, juga anggota diberikan informasi

    diversifikasi usaha mikro sekala rumah tangga.52

    Ada beberapa perbedaan prinsipiil antara Credit Union dengan bank dan lembaga

    keuangan mikro masa kini. Berikut ini perbedaan fundamentalnya:

    Tabel 1.3. Perbedaan Credit Union, Bank Komersial dan Lembaga Keuangan Mikro

    CREDIT UNION

    BANK

    KOMERSIAL

    Lembaga

    Keuangan Mikro

    Struktur Koperasi keuangan yang dimiliki oleh anggota dan tidak

    mencari keuntungan, sebagian

    besar di danai dari simpanan

    sukarela anggota.

    Bank berorientasi pada

    keuntungan dan

    dimiliki oleh para

    pemegang saham atau

    saham pemerintah

    Pada umumnya LKM

    didanai oleh pemilik/

    investor/hibah dari pihak

    luar atau dari pinjaman

    dari pihak luar.

    Fokus pelayanan Anggota Nasabah Nasabah

    Anggota Para anggota diikat dalam suatu ikatan pemersatu (berbasis

    komunitas). Pelayanan kepada

    orang miskin dipadukan dengan

    pelayanan kepada spectrum

    polpulasi yang lebih luas yang

    memungkinkan Credit Union

    menawarkan harga yang

    bersaing.

    Tidak ada ikatan

    pemersatu.

    Kekhasannya adalah

    melayani NASABAH

    berpenghasilan

    menengah ke atas.

    Target anggota/nasabah

    adalah dari kalangan

    bawah.

    51

    Wawancara dengan Pdt. Eko Lukas Sukoco (Pendeta GKJ Purworejo), tgl. 20 Maret 2014, jam 10.45 WIB. 52

    Wawancara dengan Maria Ch (Manager CU Angudi Laras Purworejo), tgl. 24 Maret 2014, jam 13.00 WIB.

  • 26

    CREDIT UNION

    BANK

    KOMERSIAL

    Lembaga

    Keuangan Mikro

    Tata Kelola Anggota memilih pengurus/pengawas sebagai

    sukarelawan (tanpa digaji)

    dari para anggota sendiri yang

    memenuhi syarat.

    Dalam memilih para

    pengurus/pengawas, satu

    anggota berhak atas satu

    suara, tanpa

    mempertimbangkan berapa

    jumlah uang yang disimpan di

    Credit Union.

    Para pemegang saham

    memilih pengurus dan

    digaji, dapat berasal

    dari luar

    masyarakat/pengguna

    jasa bank.

    Banyaknya suara

    ditentukan dengan

    jumlah saham yang

    dimiliki oleh masing-

    masing pemegang

    saham.

    Lembaga ini dijalankan

    oleh pengurus yang

    ditunjuk dan digaji.

    Pendapatan

    (Earnings)

    Pendapatan bersih digunakan

    agar suku bunga pinjaman

    rendah dan suku bunga

    simpanan tinggi atau

    digunakan untuk

    pengembangan produk dan

    pelayanan baru.

    Pemegang saham

    menerima keuntungan

    sebanding dengan

    sahamnya.

    Pendapatan bersih

    digunakan untuk

    membangun cadangan

    atau dibagikan kepada

    para investor.

    Produk dan

    Pelayanan

    Rentang pelayanan keuangan

    yang luas, terutama produk

    simpanan, kredit, transfer

    uang dan asuransi.

    Ada pendidikan dasar dan

    berkala serta pembinaan

    anggota.

    Rentang pelayanan

    yang luas, produk

    simpanan, kredit,

    transfer uang dan

    asuransi, termasuk

    berbagai peluang

    investasi.

    Tidak ada pendidikan

    dasar dan berkala

    serta pembinaan

    nasabah, kecuali para

    karyawan/staff.

    Fokus pada kredit

    mikro.

    Tidak ada pendidikan

    dasar dan berkala serta

    pembinaan nasabah,

    kecuali para

    karyawan/staff.

    Tanggungjawab Sosial Komersial Komersial

    Sumber : Lilik Agung (Ed.) Credit Union: Kendaraan menuju Sukses. 2012. Hal 29-30

    Hal tersebut, merupakan jawaban mengapa layanan kesejahteraan umat miskin tidak

    tercukupi dengan adanya koperasi maupun lembaga keuangan mikro atau perbankan yang

    sudah ada di Purworejo. Menurut pemaparan Maria Ch., Manager Credit Union Angudi

    Laras, Bank maupun lembaga keuangan mikro yang ada sekarang ini, bukanlah lembaga

    sosial namun lembaga komersial, jadi pasti harus ada untung yang diperoleh dari setiap

    nasabah. Keuntungan yang diperoleh menjadi keuntungan pemilik saham Bank maupun

    lembaga keuangan mikro tersebut. Sedangkan pada Credit Union, jika ada keuntungan, maka

    keuntungan tersebut akan menjadi keuntungan pemilik Credit Union (dalam hal ini, seluruh

    anggota adalah pemilik Credit Union). Credit Union melayani masyarakat ekonomi bawah

    dan bersifat sosial. Namun meskipun demikian Credit Union harus bekerja dengan

    praofesional agar tidak merugi, namun justru semakin berkembang dengan membiayai dirinya

    sendiri tanpa harus memohon belas kasihan dari pihak luar.53

    53

    Wawancara dengan Ibu Maria Ch (Manager CU Angudi Laras Purworejo), tgl. 24 Maret 2014, jam 13.00 WIB

  • 27

    Pemegang struktur tertinggi dalam organisasi Credit Union adalah RAT (Rapat

    Anggota Tahunan) adapun struktur organisasi Credit Union Angudi Laras adalah sebagai

    berikut:

    Struktur Organisasi Credit Union Angudi Laras

    Sumber : Buku Pola Kebijakan Pengurus Tahun Buku 2013 Credit Union Angudi Laras

    Keterangan : Dalam rapat anggota, setiap anggota mempunyai 1 suara, tidak berdasarkan

    besar/kecilnya simpanan. Pengurus/Dewan Pimpinan dan Dewan Pengawas dipilih melalui

    RAT, dan bertugas membuat Peraturan dan Kebijakan Organisasi.

    Meskipun Pengurus/Dewan Pimpinan dan Dewan Pengawas dipilih secara demokratis oleh

    RAT, namun kebanyakan yang duduk di dalamnya adalah para Sarjana Ekonomi dan para

    Pendeta yang tidak digaji, namun peduli dengan masalah kesejahteraan ekonomi golongan

    ekonomi lemah / kaum miskin.

    Tabel 1.4. Data anggota Credit Union Angudi Laras Purworejo menurut asal gereja.

    No. ASAL GEREJA JUMLAH PERSENTASE (%) 1. GKJ Bener 10 1.8

    2. GKJ Pituruh 2 0.4

    3. GKJ Jatirejo 5 0.9

    4. GKJ Jenar 25 4.4

    5. GKJ Kaligesing 19 3.4

    6. GKJ Kutoarjo 50 8.8

    7. GKJ Purworejo 235 41.5

    8. GKJ Purworejo Selatan 44 7.8

    9. GKJ Sidorejo 11 1.9

    10. GKJ Tlepok 15 2.7

    11. GKJ di luat Klasis 27 4.8

    12. Non- GKJ 43 7.6

    13. MUSLIM 80 14.1

    TOTAL 566 100

    Sumber : Data Keanggotaan CUAL Berdasarkan Asal Gereja, Desember 2013.

    Dewan Penasihat

    Pengurus/

    Dewan Pimpinan

    Dewan Pengawas

    Manager

    (Teknis Oprasional)

    ANGGOTA

    RAPAT ANGGOTA TAHUNAN

  • 28

    Dari seluruh anggota Credit Union Angudi Laras (566 orang), hingga akhir tahun 2013

    (3 tahun) terkumpul aset dan pendapatan, sebagai berikut :

    Tabel 1.5. Tabel Asset dan Pendapatan CU Angudi Laras dalam 3 tahun (2011-2013)

    No Bulan ASSET PENDAPATAN

    TH. 2011 TH. 2012 TH. 2013 TH. 2011 TH. 2012 TH. 2013

    1 Jan 87.190.250 905.789.954 1.812.077.766 2.407.500 14.519.253 31.831.015

    2 Feb 151.365.030 1.046.048.635 1.906.061.652 4.314.912 30.170.882 58.026.629

    3 Mrt 224.587.804 1.080.027.903 2.000.806.251 7.230.780 47.528.389 90.230.607

    4 Apr 273.080.201 1.163.669.795 2.057.337.619 11.325.364 66.522.469 122.383.970

    5 Mei 350.164.126 1.250.573.585 2.094.018.012 15.859.495 86.744.484 155.599.011

    6 Jun 392.084.681 1.292.127.544 2.134.452.313 21.605.203 108.994.499 185.543.426

    7 Jul 507.361.331 1.393.788.670 2.242.441.631 30.010.350 131.285.589 219.233.877

    8 Agts 579.570.124 1.490.306.616 2.323.111.005 38.798.795 156.137.607 255.427.410

    9 Sept 643.156.858 1.571.565.655 2.372.919.949 49.184.166 179.282.750 289.222.226

    10 Okt 705.952.409 1.633.768.566 2.504.149.859 59.521.508 206.202.261 332.446.613

    11 Nov 801.263.263 1.675.714.386 2.602.101.186 73.121.425 233.824.009 370.516.745

    12 Des 859.552.518 1.750.462.289 2.695.687.140 86.407.857 263.951.099 412.080.590

    Sumber : Data Asset dan Pendapatan CUAL tahun 2013

    Pada awalnya terbentuk 33 orang anggota yang berkomitmen untuk mendirikan Credit

    Union Angudi Laras, dan bersedia mengikuti Pendidikan Dasar Planning Strategy I yang

    difasilitatori oleh Francis Wahono, pendiri Credit Union Cindelaras Tumangkar –

    Yogyakarta. Dan saat launching/pembukaan perdana pada tanggal 3 Januari 2011, terkumpul

    183 anggota perdana dengan iuran perdana terkumpul sebesar 183 x Rp80.000,00/orang =

    Rp14.640.000,00. Pada bulan pertama, asset yang juga diperhitungkan adalah peralatan

    pendukung (furniture, komputer, dll) yang pengadaannya melalui cara gotong royong antar

    anggota mula-mula diperhitungkan secara nominal sebagai tabungan yang disepakati bersama

    untuk tidak diambil atau tetap diperhitungkan, dan akan dikembalikan ketika Credit Union

    Angudi Laras sudah mendapatkan keuntungan. Adapun tempat operasionalnya masih pinjam

    di salah satu bagian kantor Klasis GKJ Purworejo. Namun jika dilihat keuntungan pada tabel

    di atas, maka ada pendapatan yang sangat baik dengan trend yang semakin naik.54

    Ada hal menarik lainnya dalam operasional Credit Union Angudi Laras, yang sangat

    berbeda dengan sistem lembaga keuangan komersial lainnya, yaitu dimana bunga pinjaman

    adalah 2% menurun setiap tahunnya. Sedangkan bunga simpanannya adalah 6% pertahun

    untuk tabungan harian, yang langsung ditambahbukukan ke dalam buku simpanan yang

    bersangkutan setiap akhir bulan. Sedangkan untuk tabungan berjangkanya diberi nama

    SIHARTA (Simpanan Hari Tua), mirip deposito dengan syarat minimal mengendap selama 5

    tahun diberi bunga jasa simpanan 14%, namun besaran bunga akan langsung

    54

    Wawancara dengan Maria Ch (Manager CU Angudi Laras Purworejo), tgl. 24 Maret 2014, jam 13.00 WIB

  • 29

    ditambahbukukan ke buku tabungan setiap akhir bulan.55

    Ini juga merupakan perbedaan

    dengannya dengan koperasi yang Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi dibagikan di akhir tahun,

    namun pada Credit Union keuntungan ditambahkan/didebetkan langsung setiap bulan dalam

    bentuk bunga tabungan, sehingga akan sesuai dengan keaktifan anggota dalam menabung atau

    meminjam kredit. Bunga Kredit yang sebesar 2% menurun juga akan menjadi keuntungan

    peminjam kredit.

    Solduka adalah solidaritas dukacita antar anggota Credit Union Angudi Laras. Besaran

    iuran uang solduka adalah Rp10.000,00 per tahun untuk tiap anggota. Solduka merupakan

    bentuk solidaritas dan turut belasungkawa terhadap anggota yang meninggal, berupa santunan

    secara tunai. Ini mirip asuransi jiwa yang sederhana. Ini merupakan wujud kesetiakawanan

    yang dirancang dalam suatu sistem iuran wajib yang tidak memberatkan, namun akan sangat

    berguna bagi ahli waris anggota yang tengah mengalami dukacita.56

    V.1. Hal yang telah dilakukan GKJ Purworejo

    Berdasarkan kenyataan besaran UMP Kabupaten Purworejo dan Data Pendapatan

    Gereja-gereja, maka perlu dilakukan suatu upaya untuk menyikapi hal tersebut dengan

    menggunakan sumber daya yang ada di lokasi setempat. Kata-kata inspiratif ”kesulitan si

    miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang

    secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman

    harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan

    pinjaman adalah watak si peminjam/anggota.” oleh Friedrich Wilhelm Raiffeisen pada tahun

    1864, menjadikan inspirasi Pendeta Eko Lukas Sukoco dalam mengajak warga jemaat GKJ

    dengan menggunakan SDM manusia yang telah ada untuk mencoba mempraktekannya,

    dengan merintis berdirinya Credit Union di sekitar GKJ Purworejo. Setelah melalui diskusi

    panjang antar pendeta GKJ se-klasis Purworejo, maka dicari model yang dianggap tepat dan

    paling memungkinkan untuk dilakukan dalam rangka peningkatan kesejahteraan umat yang

    akan dimulai dari jemaat di lingkup GKJ Klasis Purworejo. Dan model yang sedang cukup

    aktual dalam hal pengembangan kesejahteraan umat adalah Credit Union, yang juga telah

    cukup berhasil dilaksanakan di Yogyakarta (Credit Union Cindelaras Tumangkar,

    Yogyakarta, yang dikelola oleh umat Katholik).

    Membangun suatu sistem ekonomi masyarakat yang menuju kemandirian ekonomi

    produktif, merupakan sesuatu yang tidak mudah dan dibutuhkan cukup tenaga pemikiran dan

    konsep yang matang dan jelas arah yang akan dicapai. Apalagi jika sistem ekonomi produktif

    yang berbasis komunitas lokal tersebut berbasis pada kekuatan diri sendiri yang sudah ada,

    55

    Cahyono, Nur Edi. Pola Kebijakan Pengurus Credit Union Angudi Laras tahun buku 2013. Purworejo: Credit

    Union Angudi Laras, 2013, hlm. 8. 56

    Wawancara dengan Ibu Maria Ch (Manager CU Angudi Laras Purworejo), tgl. 24 Maret 2014, jam 13.00 WIB

    http://mesinpercetakan.com/cara-hitung-zakat-dgn-software-gratis/

  • 30

    tidak mengandalkan belas kasihan dari komunitas lain (Self-Financing). Namun sebuah

    harapan besar dan hal-hal yang sulit akan dicapai dengan di mulai dari satu langkah kecil dan

    sederhana. Warga jemaat (sumberdaya yang telah ada) yang peduli ambil bagian dan yang

    mempunyai kapabilas/mengerti tentang kegiatan ekonomi, juga dilibatkan dalam proses

    pembentukan Credit Union Angudi Laras, sekaligus menjadi anggota mula-mula.57

    Sebagai salah satu inisiator berdirinya Credit Union Angudi Laras, GKJ Purworejo terus

    mendorong agar semua jemaat, khususnya golongan ekonomi menengah ke bawah untuk

    menjadi anggota Credit Union. Hal ini memang belum seluruh warga jemaat GKJ Purworejo

    yang termasuk kategori tersebut mau bergabung dengan Credit Union Angudi Laras. Jika

    dilihat dari data yang ada, baru 235 orang dari 1268 total warga GKJ Purworejo yang menjadi

    anggota Credit Union Angudi Laras (18,8%), atau 235 dari 1.011 warga dewasa (23.2%)

    warga dewasa. Melihat angka-angka ini merupakan potensi yang besar untuk

    mengembangkan Credit Union Angudi Laras, untuk berkembang lebih besar lagi. Apalagi jika

    dilihat dalam 3 tahun saja, asset yang dimiliki oleh Credit Union Angudi Laras sudah

    bertumbuh menjadi Rp2.695.687.140,00 dengan pendapatan bulanan yang terus meningkat.

    Salah satu keuntungan dari nyata dari adanya Credit Union Angudi Laras bagi warga

    GKJ Purworejo adalah tidak jatuhnya warga jemaat ke jeratan rentenir atau lembaga

    keuangan yang menereapkan bunga pinjaman yang tinggi (4% tetap / flat dari total pinjaman,

    atau bahkan lebih besar lagi). Juga berkurangnya praktek hutang-menghutang antar warga

    jemaat yang berpotensi timbulnya perpecahan antar warga jemaat jika si penghutang tidak

    segera melunasi hutangnya. Jika diadakan penelitian, mungkin adanya Credit Union Angudi

    Laras ini juga memberi kontribusi yang signifikan dalam meningkatkannya jumlah

    persembahan gereja, namun hal ini perlu diadakan penelitian lebih lanjut dan mendetail.58

    Hal penting yang harus dilakukan GKJ Purworejo adalah terus menerus mendorong

    warga jemaatnya agar mau dan segera bergabung dengan menjadi anggota Credit Union

    Angudi Laras, agar warga jemaat mandiri dalam hal ekonomi bahkan mengarah kepada

    pertumbuhan ekonomi kreatif. Jika dilihat tren kenaikan jumlah asset dan pendapatan,

    dengan anggota yang masih relatif kecil maka, jika semakin banyak orang terlibat dalam

    Credit Union Angudi Laras tentu akan meningkatkan asset maupun pendapatannya. Jika

    demikian, minimal akan lebih banyak warga jemaat maupun warga masyarakat yang lebih

    pintar dalam hal keuangan.

    Melihat adanya animo untuk menjadi anggota Credit Union dari warga non-kristiani

    sudah ada yaitu sebanyak 14,1% anggota yang beragama Muslim (Tabel 1.4.), maka tidak

    menutup kemungkinan, bahwa kelak Credit Union fungsinya juga akan dapat dirasakan

    57

    Wawancara dengan Maria Ch (Manager CU Angudi Laras Purworejo), tgl. 24 Maret 2014, jam 13.00 WIB. 58

    Wawancara dengan Pdt. Eko Lukas Sukoco (Pendeta GKJ Purworejo), tgl. 20 Maret 2014, jam 11.15 WIB.

  • 31

    komunitas lain di luar tubuh gereja. Ini juga berarti akan membawa keluar semangat inklusif

    ke-Kristen-an dari sekedar pelayanan internal komunitas. Bahkan kenyataan ini adalah kabar

    sukacita dari komunitas Credit Union yang semula berbasis komunitas warga gereja dengan

    ruh teologi gereja, dapat dinikmati oleh komunitas lain diluar tubuh gereja. Bukankah ini

    merupakan ’terang gereja’ bagi komunitas lain?

    Menariknya, GKJ Purworejo adalah satu dari 319 GKJ dalam lingkup Sinode GKJ,

    yang berani membawa pemikiran ekonomi dalam tataran praktis (operasional) ke tengah

    kehidupan gereja. Jika saja 318 gereja (GKJ) lainnya yang ada dalam lingkup Sinode GKJ

    melakukan hal yang sama, maka hal ini akan menjadi potensi pembelajaran bersama dalam

    upaya nyata gereja dalam menyikapi kemiskinan serta tindakan meningkatkan kesejahteraan

    warga gereja pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. GKJ Purworejo bersama-

    sama dengan GKJ se-Klasis Purworejo (Klasis yang mempunyai persembahan terkecil se-

    Sinode GKJ), mulai menyuarakan Credit Union bagi 31 Klasis lain di lingkup Sinode GKJ,

    baik melalui siomposium, seminar, lokakarya, maupun kegiatan promorsi Credit Union

    melalui jejaring media sosial melalui internet.

    V.2. Kendala yang dihadapi

    Penolakan dari intern warga jemaat GKJ Purworejo sendiri atau kampanye negatif

    (kampanye pesimistif) dari para pelaku renten (rentenir) dan dari beberapa anggota jemaat

    juga muncul, terutama dari warga jemaat yang bekerja di kalangan perbankan atau koperasi

    atau lembaga keuangan, yang memandang Credit Union Angudi Laras justru akan berpotensi

    mengurangi keuntungan lembaga keuangan tempat jemaat tersebut bekerja. Pendeta GKJ

    Purworejo menyikapi ini dengan melakukan pendekatan dan dialog, bahwa Credit Union

    Angudi Laras adalah ditujukan untuk membangun dan mendidik ekonomi produktif golongan

    kelas bawah (ekonomi lemah), sementara perbankan saat ini justru sangat dibutuhkan untuk

    golongan ekonomi menengah ke atas.59

    Di samping hal tersebut kendala lainnya adalah tingkat kepercayaan warga yang masih

    menganggap bahwa Credit Union adalah penjelmaan ’koperasi lama’ yang pernah ada atau

    mirip dengan lembaga keuangan mikro lainnya. Hal ini kemudian disikapi oleh Pendeta,

    Pengurus, maupun para anggota Credit Union Angudi Laras yang telah tertolong dengan

    adanya Credit Union ini. Para anggota yang telah menikmati manfaat Credit Cnion ini

    memberi kesaksian tentang keuntungan-keuntungan yang didapatnya, hal inilah yang akan

    membuat promorsi Credit Union berdasarkan kesaksian dari mulut ke mulut.60

    59

    Wawancara dengan Pdt. Eko Lukas Sukoco (Pendeta GKJ Purworejo), tgl. 20 Maret 2014, jam 11.45 WIB. 60

    Wawancara dengan Pdt. Eko Lukas Sukoco (Pendeta GKJ Purworejo), tgl. 20 Maret 2014, jam 11.45 WIB.

  • 32

    V.3. Tantangan

    Dalam waktu kurang lebih 3 tahun Credit Union Angudi Laras beroperasi melayani

    anggota dan warga gereja (sebagian besar termasuk kategori miskin), mampu mengajak 566

    orang untuk bergabung, dengan aset yang dikelola sebesar Rp2.695.687.140,00 dan akumulasi

    keuntungan di akhir tahun ke tiga sebesar Rp412.080.590,00. Tantangannya adalah jika asset

    maupun keuntungan semakin besar, dan warga jemaat yang semula miskin sudah berubah

    ’dari miskin menjadi kaya/sukses’ apakah Credit Union masih tetap akan bekerja untuk tujuan

    sosial dan masih peduli dengan anggota miskin yang baru bergabung? Atau jika anggota

    Credit Union yang dari non-kristen sudah semakin banyak (bahkan kemungkinan lebih

    banyak dari anggota yang Kristen), apakah ruh ke-Kristen-an yang menjiwai Credit Union,

    akan masih dapat dipertahankan? Pertanyaan ini belum bisa terjawab.

    VI. Penutup

    Gereja sebagai komunitas religi dan sosial juga merupakan bagian dari negara dan

    masyarakat ini, maka permasalahan yang muncul di tengah-tengah negara dan masyarakat,

    khususnya dalam bidang ekonomi, juga merupakan tantangan bagi gereja untuk berbuat

    sesuatu. Gereja seharusnya juga terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam mengatasi

    permasalahan sosial dalam bentuk praksis. Gereja tidak hanya menyuarakan kerajaan Allah

    dalam bentuk verbal saja. Melalui Credit Union yang dipelopori oleh gereja, menjadikan

    gereja benar-benar menghadirkan kerajaan Allah dalam bentuk layanan sosial-ekonomi,

    khususnya bagi komunitas golongan ekonomi lemah yang awam terhadap praktek ekonomi

    produktif.

    Di Indonesia, Credit Union dibangun dengan landasan ruh gereja, hampir seluruh Credit

    Union mengadopsi prinsip-prinsip teologi gereja dalam operasional pelayanannya. Credit

    Union meskipun sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1976,61

    namun belum banyak

    komunitas yang mempraktekannya. Di kalangan komunitas Katholik atau komunitas Kristen,

    istilah Credit Union beberapa tahun ini sudah mulai dikenal. Namun banyak komunitas gereja

    masih menjadikannya sebatas wacana diskusi. Credit Union Angudi Laras merupakan salah

    satu bentuk upaya kepedulian GKJ Purworejo dan gereja-gereja di sekitarnya dalam bidang

    ekonomi warga jemaat, yang tujuannya adalah menyejahterakan jemaat secara ekonomi

    melalui pendidikan dan praksis secara nyata.

    Credit Union Angudi Laras inilah yang merupakan perwujudan keberpihakan gereja

    terhadap orang miskin yang tidak mempunyai akses permodalan/kredit/bantuan (Widiastuti,

    2013:13) dan tindakan gereja terlibat dalam hal ini bukan untuk mencari keuntungan secara

    61

    CU. Tunas Muda, ”Sejarah Credit Union” http://cu-tunasmuda.blogspot.com/2011/03/sejarah-credit-

    union.html, diunduh 30 Januari 2014, jam 12.40

    http://cu-tunasmuda.blogspot.com/2011/03/sejarah-credit-union.htmlhttp://cu-tunasmuda.blogspot.com/2011/03/sejarah-credit-union.html

  • 33

    finansial, tetapi merupakan wujud keberpihakan dan jawaban atas panggilan gereja secara

    inklusif untuk ikut serta dalam menyelesaikan masalah ekonomi rakyat terutama bagi

    golongan masyarakat yang kurang mampu