cover edukasi v12 n3 2014 (a4) set01 15.01.12...

34
PEMBINA Kepala Badan Litbang dan Diklat PENGARAH Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan PENANGGUNG JAWAB Drs. Suprapto, M.Pd MITRA BESTARI Prof. Dr. Azyumardi Azra MA. (Sejarah dan Sosiologi Pendidikan UIN JKT) Prof. Ronald A. Lukens-Bull, Ph.D. (Antropologi University North of Florida, USA) Prof. Dr. HM Bambang Pranowo, MA. (Antropologi Agama UIN JKT) Dr. H. Muhaimin AG (Sosiologi Pendidikan UIN JKT) Prof. Dr. Muhammad Hisyam, MA. (Sejarah ‑ LIPI) PEMIMPIN REDAKSI Achmad Habibullah (Pendidikan Agama) SEKRETARIS REDAKSI Ta’rif (Pendidikan Agama) TIM PENYUNTING Husen Hasan Basri (Agama dan Tradisi Keagamaan) Farida Hanun (Evaluasi Pendidikan) Hayadin (Manajemen Pendidikan) Rudi Subiyantoro (Manajemen Pendidikan) Wahid Khozin (Agama dan Tradisi Keagamaan) Nurudin (Manajemen Pendidikan) Imam Tholkhah (Pendidikan Agama) Abdul Muin M (Evaluasi Pendidikan) Soemanto (Evaluasi Pendidikan) Qowaid (Manajemen Pendidikan) Imran Siregar (Pendidikan Agama) SEKRETARIAT Priwahyudi - Muali Endang Kartikarini - M. Yusuf DAFTAR ISI Kata Pengantar >> iii–iv Pendidikan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu di Kota Yogyakarta >> 311–323 A.M. WIBOWO Pendidikan Karakter di Madrasah Ibtidaiyah Modern Sahid, Bogor, Jawa Barat >> 324–339 SUMARSIH ANWAR Strategi Pendidikan Karakter pada Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 01 Purbalingga, Jawa Tengah >> 340–354 UMI MUZAYANAH Evaluasi Kebijakan Madrasah Ibtidaiyah Negeri sebagai Satuan Kerja Kementerian Agama >> 353–364 WAKHID KOZIN, NURUDIN, MUHAMMAD RAIS Efektifitas Pembinaan Madrasah Diniyah di Kota Yogyakarta >> 365–380 ABD. MUIN M Prospek Program Studi Agama dan Umum di STAIN Pontianak, Kalimantan Barat, dan STAIN Curup Bengkulu >> 381–397 NURUDIN Sikap Sosial Keagamaan Rohis di SMA pada Delapan Kota di Indonesia >> 398–412 ACHMAD HABIBULLAH Paham Keagamaan Dosen PAI Universitas Pasundan Bandung >> 413–428 SUPRAPTO Konsep Pedagogik dalam Pemikiran Ibnu Sahnun dan Al‑Qabisi >> 429–440 SAIFULLAH Pandangan Kiyai tentang Peningkatan Mutu Kajian Kitab Kuning di Pesantren >> 441–456 NUNU AHMAD AN‑NAHIDL Ketentuan dan Pedoman Penulisan >> 457–459 Indeks Isi >> 460–480 Indeks Mitra Bestari >> 481 Indeks Penulis >> 482–483 Diterbitkan tiga kali setahun oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat ‑ Kementerian Agama RI sebagai media informasi dan diskusi tentang isu pendidikan agama dan keagamaan ALAMAT REDAKSI Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jalan MH Thamrin Nomor 6 Jakarta Pusat. Telp. & Fax. 021‑021‑3920379 e‑mail: [email protected] EDUKASI JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN AGAMA DAN KEAGAMAAN Volume 12 | Nomor 3 | sePTemBer-desemBer 2014 EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 2 26/01/2015 09:47:54

Upload: haanh

Post on 26-Mar-2018

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

PEmbInA Kepala badan Litbang dan Diklat

PEnGARAHKepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan

PEnAnGGUnG JAWAbdrs. Suprapto, m.Pd

mItRA bEStARIProf. dr. azyumardi azra ma. (Sejarah dan Sosiologi Pendidikan UIn JKt)Prof. ronald a. lukens-Bull, Ph.d. (Antropologi University north of Florida, USA)Prof. dr. Hm Bambang Pranowo, ma. (Antropologi Agama UIn JKt)dr. H. muhaimin ag (Sosiologi Pendidikan UIn JKt)Prof. dr. muhammad Hisyam, ma. (Sejarah ‑ LIPI)

PEmImPIn REDAKSIachmad Habibullah (Pendidikan Agama)

SEKREtARIS REDAKSI ta’rif (Pendidikan Agama)

tIm PEnyUntInGHusen Hasan Basri (Agama dan tradisi Keagamaan)Farida Hanun (Evaluasi Pendidikan)Hayadin (manajemen Pendidikan)rudi Subiyantoro (manajemen Pendidikan)Wahid khozin (Agama dan tradisi Keagamaan)Nurudin (manajemen Pendidikan)Imam tholkhah (Pendidikan Agama)abdul muin m (Evaluasi Pendidikan)Soemanto (Evaluasi Pendidikan)Qowaid (manajemen Pendidikan)Imran Siregar (Pendidikan Agama)

SEKREtARIAtPriwahyudi - muali endang kartikarini - m. Yusuf

Daftar IsI

Kata Pengantar >> iii–ivPendidikan Karakter melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Islam terpadu di Kota yogyakarta >> 311–323

∴ A.m. WIboWo

Pendidikan Karakter di madrasah Ibtidaiyah modern Sahid, bogor, Jawa barat >> 324–339

∴ SUmARSIH AnWAR

Strategi Pendidikan Karakter pada madrasah tsanawiyah muhammadiyah 01 Purbalingga, Jawa tengah >> 340–354

∴ UmI mUzAyAnAH

Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan Kerja Kementerian Agama >> 353–364

∴ WAKHID KozIn, nURUDIn, mUHAmmAD RAIS

Efektifitas Pembinaan Madrasah Diniyah di Kota yogyakarta >> 365–380

∴ AbD. mUIn m

Prospek Program Studi Agama dan Umum di StAIn Pontianak, Kalimantan barat, dan StAIn Curup bengkulu >> 381–397

∴ nURUDIn

Sikap Sosial Keagamaan Rohis di SmA pada Delapan Kota di Indonesia >> 398–412

∴ ACHmAD HAbIbULLAH

Paham Keagamaan Dosen PAI Universitas Pasundan bandung >> 413–428

∴ SUPRAPto

Konsep Pedagogik dalam Pemikiran Ibnu Sahnun dan Al‑Qabisi >> 429–440

∴ SAIFULLAH

Pandangan Kiyai tentang Peningkatan mutu Kajian Kitab Kuning di Pesantren >> 441–456

∴ nUnU AHmAD An‑nAHIDL

Ketentuan dan Pedoman Penulisan >> 457–459Indeks Isi >> 460–480Indeks mitra bestari >> 481Indeks Penulis >> 482–483

Diterbitkan tiga kali setahun oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan badan Litbang dan Diklat ‑ Kementerian Agama RI

sebagai media informasi dan diskusitentang isu pendidikan agama dan keagamaan

ALAmAt REDAKSIPuslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan,

badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIJalan mH thamrin nomor 6 Jakarta Pusat.

telp. & Fax. 021‑021‑3920379e‑mail: [email protected]

EDUKASIJurNal PeNelItIaN PeNdIdIkaN agama daN keagamaaN

Volume 12 | Nomor 3 | sePTemBer-desemBer 2014

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 2 26/01/2015 09:47:54

Page 2: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

365EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

EfEKtIfItas PEMbINaaN MaDrasaH DINIYaH DI KOta YOGYaKarta

abd. muin mPeneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan

balitbang dan Diklat Kementerian Agama RIJl. mH. thamrin no. 6 Jakarta PusatEmail: [email protected]

abstractThe issue in this research is the effectiveness of coaching committed by the Ministry of Religion of

Yogyakarta to improve teaching skills of madrasah diniyah teachers. To that end, this study aims to describe the effectiveness of coaching to improve madrasah diniyah teachers’ skills and abilities. This study uses descriptive qualitative method with primary data collection through focus group discussions (FGDs), in-depth interviews, and observation while secondary is data obtained through documentation. The study showed that the Ministry of Religious Yogyakarta City officials have not been effective to guide the improvement of capabilities of madrasah diniyah teachers’ teaching skills because the Ministry of Religious Affairs has not programmed ability and teaching skills development of teachers with adequate budget.

Keywords: effectiveness, coaching, teacher, madrasah diniyah.

abstrakPermasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat efektifitas pembinaan yang dilakukan aparat

Kementerian Agama Kota Yogyakarta untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar guru madrasah diniyah? Untuk itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tingkat efektifitas pembinaan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar guru madrasah diniyah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data primer melalui focus group discussion (FGD), wawancara mendalam, dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa aparat Kementerian Agama Kota Yogyakarta belum efektif melakukan pembinaan terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar guru madrasah diniyah. Hal ini disebabkan karena Kementerian Agama belum memogramkan pembinaan kemampuan dan keterampilan mengajar guru dengan anggaran yang memadai.

kata kunci: efektifitas, pembinaan, guru, madrasah diniyah.

Naskah diterima 27 oktober 2014. revisi pertama, 21 November 2014. revisi kedua, 25 November 2014 dan revisi terakhir 4 desember 2014.

PeNdaHuluaN

madrasah diniyah sebagai pendidikan keagamaan Islam, umumnya diselenggarakan oleh masyarakat sebagai perwujudan pen‑didikan dari, oleh dan untuk masyarakat. Karena itu, keberadaan madrasah diniyah berbasis masyarakat menjadi sangat penting dan strategis, terutama karena bersumber

dari aspirasi masyarakat dan sekaligus men‑cerminkan kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya terhadap jenis layanan pendidikan.

madrasah diniyah sebagai bentuk pendidikan keagamaan Islam secara kelem‑bagaan mengalami pertumbuhan dan per‑kembangan yang pesat sebagai akibat adanya dugaan masyarakat bahwa pendidikan agama

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 365 26/01/2015 09:48:02

Page 3: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

366 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ABd. muiN m

Islam di sekolah (jalur pendidikan formal) dinilai mengalami berbagai keterbatasan. Karena itu, Peraturan menteri Agama RI nomor 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Agama Islam Pasal 1 ayat (1) menyebutkan Diniyah takmiliyah yang selanjutnya disebut madrasah Diniyah takmiliyah adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam pada jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang sebagai pelengkap pelaksanaan pendidikan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Juga pada Pasal 46 ayat (1) menyebutkan bahwa pendidikan diniyah takmiliyah diselenggarakan untuk melengkapi, memperkaya dan memperdalam pendidikan agama Islam pada mI/SD, mts/SmP, mA/SmA/mAK/SmK dan pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWt.

oleh karena itu, madrasah diniyah tak‑miliyah berperan untuk memperkuat, meleng kapi dan memperdalam pendidikan agama Islam pada jalur pendidikan formal, ternyata tidak hanya diselenggarakan dalam lingkungan pondok pesantren, tapi juga cukup banyak diselengggarakan oleh masyarakat di luar pondok pesantren seperti; di masjid, mushalla, rumah ustadz dan tempat‑tempat lainnya yang dipandang layak. madrasah diniyah, terutama yang diselenggarakan di luar lingkungan pondok pesantren cukup banyak diselenggarakan oleh tokoh‑tokoh masyarakat yang tidak berlatar belakang pendidikan pondok pesantren (pendidikan keagamaan), mereka mendirikan madrasah diniyah takmiliyah dengan motivasi kuat untuk mendidik anak‑anak melalui internalisasi nilai‑nilai pendidikan agama yang secara terprogram, terstruktur dan terarah melalui pendidikan keagamaan nonformal (madrasah diniyah takmiliyah).

begitupun, guru‑guru (asatidz) di mad‑rasah diniyah sebagian besar mereka tidak berlatar belakang ilmu pendidikan dan keguruan, misalnya; ilmu tarbiyah dan

ilmu ta’dib, bahkan di antara guru‑guru tersebut terdapat lulusan tingkat pendidikan menengah, khususnya guru pendidikan agama. Karena itu, jika guru‑guru tersebut tidak memperoleh pembinaan profesi guru yang efektif, maka bagaimana mungkin mereka memiliki kemampuan dan keterampilan yang handal dalam proses pembelajaran.

Pendidikan diniyah (madrasah diniyah takmiliyah) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan nasional. Dalam hal ini, sebagai komponen sistem pendidikan nasional seharusnya berhak memperoleh kesempatan untuk menikmati pembinaan dari pemerintah. Sedangkan pihak pemerintah, terutama Kementerian Agama berkewajiban memberikan layanan pembinaan yang efektif, sebagaimana pembinaan terhadap lembaga‑lembaga pendidikan lainnya. Karena itu, apakah Kementerian Agama telah melakukan pembinaan yang efektif tehadap madrasah diniyah, khususnya pembinaan dalam peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar guru‑guru madrasah diniyah ?

berdasarkan data1 Kanwail Kementerian Agama Provinsi Daerah Istimewa yogyakarta tahun 2014 terdapat 304 madrasah diniyah baik yang diselenggarakan di lingkungan pondok pesantren maupun di luar pondok pesantren, misalnya di masjid, mushalla, rumah ustadz. madrasah diniyah yang materi pembelajarannya berfokus kepada “pendidikan keagamaan” baik secara teori maupun peraktek (pembiasaan penanaman nilai‑nilai ajaran Islam), jika dibina secara efektif, maka akan menjadi potensi yang sangat besar untuk memperkuat dan memperdalam pemahaman terhadap ajaran Islam sebagai “rahmatan lil’alamin” dalam berbagai aspek kehidupan.

Hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan bekerjasama dengan IAIn Raden Fatah tahun 2003 tentang “Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan

1Sumber: bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Daerah Istimewa yogyakarta, tahun 2014.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 366 26/01/2015 09:48:02

Page 4: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

367EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

eFekTiFiTAs PemBiNAAN mAdrAsAH diNiYAH di koTA YoGYAkArTA

Diniyah”, antara lain menyimpulkan, bahwa pembinaan terhadap penyelenggaraan madrasah diniyah belum dilaksanakan dengan memadai. Juga Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun 2005 melakukan penelitian tentang “masyarakat Pendukung madrasah Diniyah”, antara lain hasilnya adalah umumnya pendukung penyelenggaraan madrasah diniyah adalah masyarakat yang terdiri dari latar pendidikan dasar dan menengah dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah, tapi memiliki relegiutas yang kuat. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa jika pihak Kementerian Agama belum efektif melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan madrasah diniyah, maka bagaimana mungkin masyarakat pendukungnya melakukan pembinaan yang memadai, sebab mereka hanya berpendidikan dasar dan menangah, maka kapan kualitas pendidikan madrasah diniyah sebagai benteng aqidah dan pemelihara akhlaqul karimah bagi masyarakat dapat terwujud ? Karena itu, posisi penelitian ini untuk memperkuat atau menolak hasil penelitian sebelumnya.

berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa secara umum permasalahan penelitian ini (research problems) adalah bagaimana tingkat efektifitas pembinaan madrasah diniyah. mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan dana yang tersedia, peneliti membatasi permasalahan penelitian dengan fokus pada “Efektifitas Pembinaan Profesi Guru madrasah Diniyah”, khususnya tentang pembinaan terhadap “kemampuan dan keterampilan guru” dalam mengajar. Hal ini dirumuskan sebagai permasalahan penelitian dengan alasan, bahwa peningkatan kualitas komponen‑komponen sistem pendidikan yang paling utama berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan adalah komponen “guru/pendidik” (human resources), sebab komponen‑komponen pendidikan lainnya, seperti kurikulum, sarana pendidikan (material reseorces) tidak dapat bermanfaat secara maksimal dalam proses pembelajaran, jika tidak didukung oleh adanya guru yang

berkemampuan dan berketerampilan tinggi dalam mengajar.

Atas dasar fokus permasalahan penelitian di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan tingkat efektifitas pembinaan guru madrasah diniyah. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan bagaimana tingkat efektifitas pembinaan kemampuan dan keterampilan guru madrasah diniyah dalam mengajar. Untuk itu, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi Ditjen Pendidikan Islam, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Kanwil Kementerian Agama Provinsi DI yogyakarta dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kab/Kota dalam menyusun dan menetapkan kebijakan pembinaan yang efektif terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar guru‑guru madrasah diniyah.

kerangka konseptual

Pada dasarnya efektifitas dapat me-nunjukkan sampai di mana tingkat keter‑capaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Goodall dan Culhane, efektifitas merupakan kondisi yang dapat mengandung suatu pengertian tentang terjadinya akibat yang diharapkan.2 Sejalan dengan ini, Prawirosentono mengemukakan bahwa efek‑tifitas sangat berkaitan dengan masalah ten tang bagaimana mencapai tujuan/hasil, bagaimana tingkat daya fungsi komponen suatu organisasi dan bagaimana mencapai tingkat kepuasan organisasi.3 Selain itu, menurut Armand efektifitas adalah adanya suatu konsistensi perbuatan yang kuat untuk

2Goodall m & b Culhane. 1991. Teaching Strategies for a Clever Country. Australia: Association for the Gifted talented, h. 205.

3Sujadi Prawirosentono. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan: Kiat membangun organisasi Kompetetif menjelang Perdagangan bebas Dunia. yogyakarta: bPFE, h. 2.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 367 26/01/2015 09:48:02

Page 5: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

368 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ABd. muiN m

mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan bersama. 4

Dari berbagai konsep efektifitas di atas, dapat ditarik kesimpulkan bah wa efektifitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan sampai di mana tingkat pen capaian tujuan atau target yang telah diten tukan terlebih dahulu.

Adapun pembinaan profesi guru, me‑nurut oemar adalah program yang secara terstruktur dan dapat mendorong terjadinya peningkatan profesionalisme guru.5 Seirama dengan pendapat ini, David mengemukakan bahwa pembinaan merupakan suatu proses, perbuatan dan tindakan yang dilakukan secara sengaja dan efektif untuk mencapai hasil yang lebih baik. 6

Sehubungan dengan itu, guru sebagai jabatan profsi harus memiliki kemampuan dan keterampilan yang handal dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, menurut Danim kemampuan adalah perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang diper‑syaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.7 Sedangkan kemampuan ber‑kaitan dengan profesi guru, Wijaya dan Rusyan mengemukakan, bahwa kemampuan dapat diterjemahkan sebagai suatu gambaran hakekat kualitatif dari perilaku guru yang nampak sangat berarti. 8 Karena itu, suatu kemampuan dalam suatu profesi yang berbeda menuntut adanya kemampuan yang berbeda pula. Sedangkan kemampuan dalam profesi guru tampak dengan jelas pada kemampuan pengalaman dari kompetensi guru itu sendiri.

Apabila memperhatikan dengan cermat pengertian kemampuan tersebut, berarti setiap profesi yang diemban seseorang harus

4Armand, Feigenbaum. 1989. Total Quality Control. London: mcGraw Hill, h. 183.

5oemar Hamalik. 2009. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: bumi Aksara, 47.

6 David A Garvin. 2000. Learning in Action. boston: Harvard business Press. h. 199.

7 Sudarwan Danim. 1994. Tranformasi Sumber Daya Manusia. Jakarta: bumi Aksara, h. 12.

8 Wijaya dan tabrani Rusyan. 1992. Profesionalisme Tenaga Kependidikan. bandung: nine Karya Jaya, h. 7.

disertai dengan kemampuan, di mana profesi itu sendiri dibatasi sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. 9

Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Karena itu, untuk mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas diperlukan berbagai keterampilan mengajar. Keterampilan mengajar merupakan kompetensi pedagogik yang cukup kompleks karena merupakan integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Ini berarti, bahwa keterampilan mengajar guru merupakan seperangkat kecakapan guru dalam melatih dan membimbing berbagai aktivitas dan pengalaman santri serta membantunya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar dan layak.

Uraian di atas, menujukkan bahwa efek‑tifitas pembinaan kemampuan dan kete-rampilan mengajar guru‑guru madrasah diniyah sangat penting dan strategis untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah diniyah takmiliyah, sehingga lulusannya mampu memahami, menghayati dan mengamalkan secara mendalam nilai‑nilai ajaran Islam dalam berabagai aspek kehidupan.

Dengan demikian, efektifitas pembinaan profesi guru dalam penelitian ini berkaitan dengan masalah seberapa jauh atau bagaimana tingkat ketercapaian tujuan aparat Kementerian Agama dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara konsisten sebagai pembina profesi guru yang mampu memotivasi guru madrasah diniyah untuk lebih meningkatkan profesionelismenya sehingga efektif dapat memuaskan guru khususnya dan umumnya warga madrasah diniyah. Hal ini berarti, bahwa pembinaan kemampuan dan keterampilan guru

9 Am Sardiman. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali, h. 131.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 368 26/01/2015 09:48:02

Page 6: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

369EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

eFekTiFiTAs PemBiNAAN mAdrAsAH diNiYAH di koTA YoGYAkArTA

dalam mengajar yang dilakukan oleh aparat Kementerian Agama dapat dikategorikan efektif, jika pembinaan tersebut dilakukan secara konsisten sehingga dapat memuaskan guru‑guru (asatidz) madrasah diniyah, karena dapat memiliki kemampuan dan keterampilan yang handal dalam menjalankan profesinya sebagai pengajar dan pendidik. Jika tidak, maka pembinaan tersebut dapat dikategorikan belum efektif.

metodologi Penelitian

Di Daerah Istimewa yogyakarta terdapat 304 madrasah diniyah yang tersebar pada 5 kabupaten/kota, yaitu: Kota yogyakarta 28 (9,21%), Kab. Kulon Progo 35 (11,51%), Kab. bantul 69 (22,70%), Kab. Gunung Kidul 97 (31,91%) dan Kab. Sleman 75 (24,67%) madrasah diniyah.10 Peneliti menetapkan Kota yogyakarta sebagai lokasi penelitian dengan asumsi, bahwa jumlah madrasah diniyah di Kota yogyakarta jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan daerah lainnya. Selain itu, lokasi dan lingkungan madrasah diniyah di Kota yogyakarta umumnya relatif lebih mudah dijangkau dibanding dengan daerah lainnya. Hal ini sangat penting, sebab di antara faktor yang dapat mempengaruhi tingkat efektifitas suatu pekerjaan adalah masalah lokasi dan lingkungan. Karena itu, jika guru‑guru madrasah diniyah di Kota yogyakarta belum efektif mendapatkan pembinaan, maka patut diduga bahwa guru‑guru madrasah diniyah di daerah lainnya (Kab. Kulon Progo, Kab. Kab. bantul, Kab. Gunung Kidul dan Kab. Slemen) jauh lebih tidak efektif lagi mendapatkan pembinaan.

Di samping itu, jika aparat Kementerian Agama Kota yogyakarta berhasil melakukan pembinaan kemampuan dan keterampilan guru‑guru madrasah diniyah secara efektif,

10 Sumber: bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Daerah Istimewa yogyakarta, tahun 2014 (data diolah oleh Peneliti).

berarti guru‑guru madrasah diniyah telah mendapatkan pembinaan yang efektif. Ini menunjukkan, bahwa aparat Kementerian Agama dan guru‑guru madrasah diniyah di Kota yogyakarta dapat dijadikan contoh (studi banding) dari aparat Kementeria Agama dan guru‑guru madrasah diniyah di Kab. Kulon Progo, Kab. Kab. bantul, Kab. Gunung Kidul dan Kab. Slemen, mengingat secara geografis letak Kota yogyakarta berada di tengah‑tengah Provinsi DI yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan alasan, antara lain; menurut Glaser penelitian kualitatif dilakukan karena sifat dan masalah penelitian itu sendiri menuntut untuk menggunakan metode kualitatif. Selain itu, penelitian bertujuan untuk mengungkapkan apa yang tersembunyi di balik fenomena yang sulit untuk diungkapkan dengan metode penelitian kuantitatif.11 Sejalan pendapat ini, Alwasilah mengemukakan: (a) metode kualitatif lebih memungkinkan peneliti mengidentifikasi berbagai realitas di lapangan, sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara intens antara peneliti dengan informan yang lebih eksplisit dan mudah dilakukan. (b) tujuan penelitian ini lebih diwarnai oleh adanya interaksi di antara realitas. Karena itu, untuk memaknai kegiatan interaktif ini peneliti seyogiayanya berinteraksi secara langsung dengan para informan baik melalui wawancara maupun observasi dalam latar alamiah, sehingga dapat memperoleh pemahaman emik (menurut pendapat informan, bukan pendapat peneliti).12

teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui: (1) Focus group discussion yang dihadiri 29 orang, terdiri dari: 14 guru dan 13 kepala madrasah diniyah, 1 orang tokoh masyarakat, 1 orang Ketua Forum Komunikasi Diniyah takmiliyah (FKDt) bertempat di Aula

11 barney Glaser & Anselm L. Strauss. 1980. The Discovery of Grounded Theory. new york: Aldine Publishing Company, h. 72.

12 A. Chaedar Alwasilah. 2003. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, h. 103‑105.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 369 26/01/2015 09:48:02

Page 7: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

370 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ABd. muiN m

Kantor Kementerian Agama Kota yogyakarta pada hari Jum’at 7 maret 2014, (2) Wawancara mendalam dengan sejumlah narasumber kunci (key informan), yaitu, mereka yang terlibat secara langsung sesuai peran aktif yang dimilikinya. Jumlah narasumber, peneliti tidak membatasi jumlahnya, tapi sesuai kecukupan data/informasi yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian ini, (3) observasi, bertujuan untuk mengetahui secara langsung (obyektif) bagaimana kemampuan dan keterampilan guru yang sedang mengajar. Kegiatan observasi dilakukan di madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo, ini diselenggarakan di luar lingkungan pondok pesantren. Juga observasi dilaksanakan di madrasah Diniyah Pondok Pesantren Al barokah Karangwaru, ini diselenggarakan di lingkungan pondok pesantren. Sedangkan data sekunder ditelusuri melalui studi dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen utama. namun, peneliti tetap menggunakan pedoman wawancara dan observasi. Hal ini dilakukan, agar peneliti bisa berempati, berinteraksi secara aktif dan dapat memahami perspektif informan.

Adapun pedoman observasi yang peneliti gunakan dalam mengobservasi proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru madrasah diniyah, adalah model observasi menurut Flander dalam Gay, 13 sebagai berikut:

13 L. R. Gay. 1987. Educational Research: Competencies for Analysis and Application. Columbus: marril Publishing Company, h. 108.

g

u

r

u

Aspek Observasi

Lima menit ke . . . .1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jml

memahami perasaanmemberikan pujianmenerima dan atau menggali idemengajukan pertanyaan menjelaskan memberi pengarahan mengkritik/menegakkan wibawamerespon guru

S

I

S

W

A

berinisiatif untuk berbicaradiam

bingung

Untuk menetapkan keabsahan data, peneliti menggunakan kriteria: derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).14 Sedangkan teknik pemeriksaan keabsahan data peneliti melakukannya melalui: 1) Ketekunan observasi, menemukan ciri‑ciri dan unsur‑unsur dalam sistuasi yang sangat relevan dengan persoalan atau issu yang sedang diteliti, kemudian peneliti memusatkan diri pada hal‑hal tersebut secara rinci.15 2) triangulasi: (a) triangulasi sumber, peneliti membandingkan data/informasi hasil observasi dengan hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi dan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan, dan (b) triangulasi

14Lexy J. moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. bandung: Remaja Rosdakarya, h. 324.

15 Lexy J. moleong. 2004. Ibid., h. 329.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 370 26/01/2015 09:48:03

Page 8: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

371EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

eFekTiFiTAs PemBiNAAN mAdrAsAH diNiYAH di koTA YoGYAkArTA

metode, peneliti melakukan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data/informasi dengan metode yang sama.16

Pada dasarnya, analisis data kualitatif dilakukan ketika peneliti masih dalam proses pengumpulan data lapangan. Dalam hal ini, teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah teknik analisis data menurut miles dan Huberman, terdiri dari: (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) menarik kesimpulan/verifikasi.17

Reduksi data, ini merupakan proses dalam pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian dan pentransformasikan data kasar yang diperoleh baik melalui obeservasi, wawancara maupun dokumen‑dokumen terkait. Proses ini dilakukan peneliti selama penelitian berlangsung. Awalnya, melalui permasalahan dan kerangka konseptual. Selama penelitian berlangsung, peneliti membuat ringkasan, coding, mencatat berbagai dokumen terkait dan sebagainya. Dalam hal ini, reduksi data merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari analisis, ini berfungsi untuk lebih menajamkan, mengidentifikasi, mengarahkan dan mengorganisasikan, sehingga penafsiran data mudah dilakukan. Karena itu, dalam mereduksi data, peneliti berupaya mencari dan menemukan data yang benar‑benar valid. Jika, terdapat data yang meragukan kebenarannya, maka peneliti melakukan triangulasi.

Penyajian data, merupakan data/infor‑masi yang terkumpul dan tersusun, sehingga memungkinkan peneliti mengambil suatu kesimpulan dalam bentuk, seperti naratif. Ini bertujuan untuk lebih memudahkan peneliti membaca dan mengambil kesimpulan. Dalam hal ini, penyajian data, juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari analisis, bahkan meliputi pula reduksi data. Proses

16michael Quinn Patton. 1987. Qualitative Evaluation Methods. beverly Hills: Sage Publication, h. 329 – 331.

17miles mattew b & A. michael Huberman. 1984. Qualitative Data Analysis. new york: Sage Publication, Inc., h. 15 ‑ 18.

penyajian data, peneliti mengidentifkasi dan mengkategorisasi data kepada beberapa kategori. Setiap kategori data dapat menunjukkan tipologi data berdasarkan rumusan masalah penelitian. Karena itu, dalam proses ini peneliti lebih fokus untuk mengklasifikasi dan mengidentifikasi data/informasi sesuai dengan tema‑tema inti berdasarkan kebutuhan.

Menarik kesimpulan/verifikasi, merupa-kan bagian dari konfigurasi yang utuh. Dalam kegiatan ini, berbagai kesimpulan telah ditetapkan dalam penelitian yang sedang berlangsung dapat diverifikasi, sehingga kesimpulan tersebut dapat teruji kebenarannya, ini dilakukan oleh peneliti untuk menjaga tingkat validitas. Selain itu, peneliti membuat rumusan proposisi dengan tetap mengutamakan prinsip logika, sehingga dapat dijadikan sebagai temuan penelitian.

HaSIl daN PemBaHaSaN

Pembinaan kemampuan dan keterampilan guru

Sesungguhnya faktor kemampuan dan keterampilan merupakan kompetensi guru yang tidak bisa dipisahkan, kerena keduanya memiliki keterkaitan yang saling mendukung dan sangat berperan dalam menentukan kualitas proses pembelajaran yang pada gilirannya dapat lebih meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah diniyah sebagai‑mana yang diharapkan. Dalam hal ini, pada hakekatnya komponen yang menjadi kategori kemampuan mengajar guru, menurut Sudiarto dalam Imron, adalah: (1) kemampuan merencanakan pengajaran, (2) kemampuan melaksanakan pengajaran, dan (3) kemampuan mengevaluasi pengajaran.18 Ini berarti, kemampuan mengajar guru merupakan pencerminan penguasaan guru tersebut atas kompetensinya. Sedangkan yang

18 Ali Imron. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya, h. 168

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 371 26/01/2015 09:48:03

Page 9: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

372 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ABd. muiN m

termasuk komponen keterampilan mengajar guru menurut Usman, yaitu: (1) keterampilan bertanya, (2) keterampilan memberikan penguatan, (3) keterampilan mengadakan variasi, (4) keterampilan menjelaskan infor‑masi, (5) keterampilan membuka dan menutup pembelajaran, (6) keterampilan membimbing diskusi, (7) keterampilan mengelola kelas, dan (8) keterampilan meng ajar kelompok kecil dan perorangan.19

mengenai pembinaan kemampuan dan keterampilan mengajar guru, muchlisin mengemukakan bahwa pada saat ini pengaruh nilai‑nilai budaya global yang sangat cenderung hedonistik, matrialistik, dan sekularastik yang melanda berbagai aspek kehidupan, terutama di Daerah Istimewa yogyakarta sebagai salah satu daerah terbesar tujuan wisata, setiap saat anak‑anak dipertontonkan berbagai sikap dan perilaku wisatawan asing yang tidak sejalan dengan ajaran‑ajaran Islam, khususnya dalam masalah berpakaian, pergaulan bahkan penggunaan obat‑obat terlarang.

Kondisi yang demikian ini pendidikan diniyah (madrasah diniyah takmiliyah) se‑makin meningkatkan kepercayaan masya‑rakat terhadap pendidikan diniyah. Hal ini mengharuskan setiap guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya, terutama berkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar. Jika tidak, maka guru akan ketinggalan, termasuk santrinya. Karena itu, kemampuan dan keterampian guru dalam mendidik dan mengajar seharusnya senantiasa lebih ditingkatkan “hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, jika hari ini sama saja dengan hari kemarin, berarti rugi” ini merupakan prinsip dalam kehidupan yang harus diwujudkan. Hal ini dapat terwujud melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengajar. Sedangkan kualitas guru yang demikian ini dapat diperoleh melalui pembinaan yang efektif. Sementara itu, selama

19 Uzer Usman. 2010. Menjadi Guru Profesional. bandung: Remaja Rosdakarya, h. 73 ‑75.

ini efektifitas pembinaan terhadap madrasah diniyah takmiliyah, khususnya pembinaan tentang peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar guru‑guru madrasah diniyah takmiliyah masih dipertanyakan, terutama dari kalangan masyarakat yang memasukkan anaknya ke madrasah diniyah takmiliyah. Artinya, madrasah diniyah yang sangat diharapkan oleh umat Islam untuk lebih memperkuat dan memperdalam pendidikan agama Islam bagi anak sulit tercapai, maka di mana lagi umat Islam mendidik anak‑anaknya dengan pendidikan agama yang memadai, kalau di pesantren, pesantren sekarang sudah madrasah dan pendidikan agamanya sudah berkurang.20 Hal ini menunjukkan, bahwa betapa pentingnya seorang guru untuk mendapatkan pembinaan yang efektif, terutama berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan guru dalam mendidik dan mengajar. Ini berarti, bahwa pada hakekatnya pembinaan yang efektif dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar guru, dan sekaligus dapat memenuhi harapan masyarakat. Sebaliknya, jika pembinaan tidak dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar guru madrasah diniyah akan membuat masyarakat “kecewa”.

Di samping itu, dalam focus group dis‑cussion 21 dari sejumlah pendapat yang ber kembang berkaitan dengan pembinaan guru, khususnya “pembinaan kemampuan dan keterampilan mengajar guru”, dapat disimpulkan bahwa umumnya peserta dis‑kusi mengemukakan, kegiatan pembinaan kemampuan dan keterampilan mengajar guru sangatlah penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas guru, mengingat guru‑guru di madrasah diniyah cukup banyak tidak berpendidikan sebagai guru, sehingga jika

20Hasil wawancara dengan bapak muchlisin, Ketua Forum Komunikasi Diniyah takmiliyah (FKDt) Kota yogyakarta, tanggal 6 maret 2014.

21FGD dilaksanakan pada tgl 7 maret 2014, bertempat di Aula Kantor Kementerian Agama Kota yogyakarta yang dihadiri oleh unsur‑unsur dari guru‑guru dan Kepala madrasah Diniyah, tokoh masyarakat, Forum Komunikasi madrasah Diniyah (FKmD).

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 372 26/01/2015 09:48:03

Page 10: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

373EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

eFekTiFiTAs PemBiNAAN mAdrAsAH diNiYAH di koTA YoGYAkArTA

guru‑guru tersebut berkualitas dalam proses pembelajaran, maka jelas pada akhirnya pendidikan di madrasah diniyah berkualitas. Karena itu, jika masyaraakat mengahrapkan pendidikan di madrasah diniyah berkualitas, maka terlebih dahulu harus berkualitas adalah “guru‑guru madrasa diniyah”.

Selama ini, pembinaan guru‑guru di madrasah diniyah biasanya dilakukan oleh kepala madrasah diniyah. Karena kepala madrasah diniyah sibuk ceramah di berbagai majelis ta’lim, maka mereka jarang melakukan pembinaan terhadap guru. Kalaupun kepala madrasah diniyah sempat melakukan pembinaan, biasanya hanya berkaitan dengan masalah‑masalah administrasi kesiswaan dan keuangan. Sedangkan pembinaan terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar sering tidak dilakukan. Bahkan aktifitas guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran sering tidak terpantau, sehingga mereka kurang mengetahui bagaimana tingkat kemampuan dan keterampilan guru dalam proses pembelajaran, khususnya bagi guru‑guru yang masih baru, (belum banyak memiliki pengalaman mengajar). Karena guru‑guru di madrasah diniyah umumnya berstatus sebagai guru honorer, maka pengurus yayasan tidak dapat menolak permintaan bagi guru yang akan berhenti mengajar, misalnya, karena guru tersebut sibuk dalam pekerjaan lainnya. Sehingga pengurus yayasan berupaya mencari dan mendapatkan guru penggantinya, sebagai akibatnya hampir setiap tahun ada beberapa guru yang tergolong masih baru, jelas guru baru tersebut sangat memerlukan pembinaan, khususnya pembinaan dalam proses pembelajaran.

Sedangkan Kementerian Agama sebagai pihak dari pemerintah yang berkewajiban melakukan pembinaan terhadap madrasah diniyah takmiliyah, khususnya pembinaan tentang peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar guru, selama ini jarang melakukan pembinaan dengan berbagai

alasan, khususnya pembinaan kemampuan dan keterampilan mengajar guru. Ada kecenderungan, bahwa mungkin aparat Kementerian Agama belum sepenuhnya menyadari bahwa pembinaan terhadap guru sangat berarti dalam meningkatkan kinerja guru. meraka biasanya membina guru hanya ketika mereka hadir (memenuhi undangan) di madrasah diniyah di waktu rapat guru‑guru madrasah diniyah untuk memberi pengarahan, misalnya, pengarahan tentang penggunaan kurikulum madrasah diniyah yang disusun oleh Kementerian Agama. Padahal pembinaan yang semacam ini, tampaknya tidak efektif untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru madrasah diniyah. namun, sesungguhnya Kementerian Agama telah berupaya meningkatkan kemampuan guru madrasah diniyah melalui orientasi, workshop dan pertemuan‑pertemuan lainnya. tapi, pembinan tersebut tidak fokus kepada peningkatan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar. Selain itu, tidak semua guru‑guru madrasah diniyah diundang, hanya guru‑guru tertentu saja. Akhirnya kegiatan tersebut, entahlah bagaimana hasilnya.

Uraian di atas menunjukkan, bahwa peng angkatan pejabat Kementerian Agama yang menangani pembinaan madrasah diniyah hendaknya tidak asal‑asalan. tapi, sangat diharapkan pejabat yang pernah belajar (mengenyam pendidikan di madrasah diniyah), sehingga mereka dapat merasakan dan menghayati secara mendalam bagaimana kondisi sesungguhnya guru‑guru di madrasah diniyah. minimal pejabat Kementerian Agama yang menangani pembinaan madrasah diniyah dapat memiliki “komitmen dan kepedulian yang tinggi” terhadap pentingnya pembinaan terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar guru. Ini ini berarti, bahwa peserta focus group discussion (kepala dan guru‑guru madrasah diniyah, tokoh masyarakat, dan pengurus forum komunikasi madsarah diniyah takmiliyah) sangat mengharapkan adanya “profesionalisme” betul‑betul menjadi pertimbangan dalam

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 373 26/01/2015 09:48:03

Page 11: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

374 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ABd. muiN m

mengangkat pejabat Kementerian Agama yang menangani pembinaan madrasah diniyah, khususnya pembinaan peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar guru. mungkin yang berwenang dalam mengangkat pejabat lupa akan pentingnya kehadiran seorang yang profesional sehingga masalah profesionalisme kurang mendapat perhatian. memang benar, bagaimana bisa melaksanakan tugas untuk membina guru madrasah diniyah kalau tidak pernah merasakan kehidupan di madrasah diniyah, minimal pernah menjadi santri di madrasah diniyah, bahkan lebih baik lagi jika pernah menjadi guru madrasah diniyah. Aparat Kementerian Agama, seharusnya menyadari bahwa salah satu keberhasilan Kementerian Agama, adalah jika Kementerian Agama dapat membina kemampuan dan keterampilan mengajar guru, sehingga mutu pendidikan di madrasah diniyah dapat lebih berkualitas, sehingga pendidikan keagamaan di madrasah diniyah takmiliyah dapat berperan secara maksimal untuk memperkuat, melengakapi, memperkaya dan memperdalam pendidikan agama Islam pada jalur pendidikan/sekolah formal, sebagaimana amanah yang terkandung dalam keputusan menteri Agama RI tersebut.

Sedangkan menurut nurdin selama ini jika masyarakat baik secara perorangan maupun berbentuk yayasan (organisasi keagamaan/masyarakat) akan mendirikan lembaga pendidikan keagamaan, seperti madrasah diniyah terlebih dahulu harus mendapat izin dari Kementerian Agama. Untuk itu, pihak Kementerian Agama lah yang berkewajiban untuk membina guru‑guru madrasah diniyah, jangan hanya mengizinkan pendirian madrasah diniyah, tapi setelah itu seolah‑olah tidak peduli lagi, bahkan nurdin yakin bahwa sampai saat ini masih terdapat sejumlah madrasah diniyah yang belum pernah dikunjungi oleh aparat Kementerian Agama, jika begini kondisinyaa bagaimana melakukan pembinaan yang efektif. Selanjutnya, nurdin menuturkan, bahwa di DI yogyakarta ini pendirian madrasah diniyah di luar pondok pesantren, seperti; masjid dan

musholla mengalami perkembangan yang sangat menggembirakan. Karena pada akhir‑akhir ini masyarakat umumnya menginginkan anaknya belajar agama di madrasah diniyah, kalau pagi sekolah di SD atau SmP, bahkan ada dari mI atau mts, kalau siang sampai sore belajar agama di madrasah diniyah. Karena itu, pada akhir‑akhir ini beberapa tPA/tPQ yang diselenggarakan di masjid atau mushalla berubah menjadi madrasah diniyah karena mengikuti tuntutan dan kebutuhan masyarakat, misalnya; tPA/tPQ masjid baitul Amin, setahun yang lalu berubah menjadi madrasah Diniyah takmiliyah dengan jenjang pendidikan I’dad, Ula dan Wustha. tapi, apakah pihak Kementerian Agama memiliki program pembinaan, khususnya pembinaan peningkatan kemampuan guru‑guru madrasah diniyah ? Padahal berkembangnya madrasah diniyah di tengah‑tengah masya‑rakat merupakan potensi yang sangat besar tidak hanya bagi umat Islam, tapi juga bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Jika pihak Kementerian Agama tidak melakukan pembinaan secara efektif, maka kesempatan emas ini akan hilang begitu saja. menurut nurdin, sesungguhnya masyarakat yang mendirikan dan menyelenggarakan madrasah diniyah takmiliyah telah berhasil membuat madrasah diniyah untuk menarik minat masyarakat memasukkan anaknya. Karena itu, menurut nurdin pihak Kementerian Agama seharusnya mengapresiasi hal ini dengan melakukan pembinaan terhadap guru‑guru madrasah diniyah. 22

Uraian di atas, jika dicermati dengan baik dapat disimpulkan bahwa madrasah diniyah sebagai komponen sistem pendidikan nasional berhak untuk memperoleh pem‑binaan, sedangkan Kementerian Agama berkewajiban memberikan pembinaan yang efektif, sebagaimana yang dilakukan terhadap satuan atau lembaga pendidikan keagamaan

22 Hasil wawancara dengan bapak H. nurdin tokoh masyarakat dan pemerhati madrasah diniyah, pada tgl. 6 maret 2014

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 374 26/01/2015 09:48:03

Page 12: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

375EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

eFekTiFiTAs PemBiNAAN mAdrAsAH diNiYAH di koTA YoGYAkArTA

Islam lainnya, seperti; pondok pesantren. namun, tampaknya nurdin sebagai tokoh masyarakat dan sekaligus sebagai tokoh agama dengan berdasarkan kepada pengamatannya terhadap aktifitas yang dilakukan oleh pihak Kementerian Agama, cenderung meragukan bahwa pihak Kementerian Agama telah melakukan pembinaan secara efektif, khususnya pembinaan terhadap peningkatan kemampuan dan ketarampilan guru‑guru madrasah diniyah. Ini berarti, bahwa adanya tokoh masyarakat ini tampak ragu dan tidak puas terhadap pembinaan guru‑guru madrasah diniyah, menunjukkan bahwa Kementerian Agama tidak efektif dalam melakukan pembinaan guru‑guru madrasah diniyah. Selain itu, faktor yang menunjukkan bahwa Kementerian Agama tidak efektif dalam melakukan pembinaan guru‑guru adalah tidak adanya konsistensi dalam melakukan pembinaan guru‑guru.

Untuk mengetahui secara langsung, apakah guru‑guru madrasah diniyah takmiliyah memiliki kemampuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran, maka peneliti melakukan observasi terhadap guru yang sedang mengajar di kelas. berdasarkan observasi23 terhadap ustadzah Dyah tri24 yang sedang mengajar Ilmu Hadis di madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo dapat diketahui bahwa tingkat kemampuan dan keterampilannya dalam mengajar tergolong “baik”. Hal ini dapat diketahui dari mulai kemampuan merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan sampai kepada mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Demikian juga, telah memiliki keterampilan yang baik dalam proses pembelajaran, dengan sejumlah indikator, antara lain: meningkatkan par‑tisipasi santri dalam kegiatan belajar‑

23 Hasil observasi yang dilakukan pada tgl. 5 maret 2014

24Dyah tri (23 tahun), salah seorang ustadzah di madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo, masih berstatus sebagai mahasiswi Universitas Gajah mada

mengajar, membangkitkan minat dan rasa ingin tahu santri terhadap suatu masalah yang sedang dibicarakan, mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari santri, pertanyaannya jelas dan mudah dimengerti oleh santri, melibatkan santri untuk berfikir dengan memecahkan masalah, menganalisis pandangan santri, memberikan respon yang ramah dan menyenangkan sehingga santri percaya diri dan memiliki keberanian untuk menjawab pertanyaan atau bertanya kepada guru, dapat memusatkan perhatian santri pada tujuan atau topik diskusi, memperluas masalah atau urutan pendapat, menganalisis pandangan santri, guru menyebarkan kesempatan kepada santri untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi.

Gambaran guru dalam proses pembelajaran di atas, menunjukkan bahwa guru tersebut telah memiliki kemampuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran dengan indikator, antara lain: dapat memahami dengan baik perasaan santri, mampu dan terampil dalam menggali dan mengangkat berbagi ide yang berkaitan dengan materi pembelajaran, dapat memberi penjelasan dan pengaharahan dengan kritikan‑kritikan, namun tetap menyampaikan pujian atau sanjungan kepada santri. Selain itu santri dapat merespon yang pada gilirannya siswa tersebut berinisiatif untuk aktif dalam proses pembelajaran.

menurut ustadz Sadirin di madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo ini telah diprogramkan “Pembinaan Ustadz/ah Dasar dan Syahadah”, dalam kegiatan ini termasuk diklat pembinaan peningkatan kemampuan dan keterampilan ustadz/ah dalam mengajar. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam setahun dengan tujuan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo. Juga Sadirin menuturkan, bahwa tolak ukur sebuah madrasah diniyah yang berkualitas adalah terletak pada kualitas asatidz/ah yang mempuni dan secara kuantitas mencukupi.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 375 26/01/2015 09:48:03

Page 13: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

376 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ABd. muiN m

Untuk itu, program diklat pembinaan peningkatan kemampuan dan keterampilan ustadz/ah dalam mengajar adalah merupakan program “prioritas” di madrasah diniyah ini.

Selanjutnya Sadirin menuturkan, bahwa dari tiga kali program diklat pembinaan ustadz/ah tersebut tidak semuanya dilakukan dalam bentuk kegiatan pertemuan, seperti; seminar atau workshop. tapi, di antaranya dilakukan dalam bentuk “studi banding” ke lembaga‑lembaga madrasah diniyah yang dipandang memiliki keunggulan atau keistimewaan, baik dari aspek manajemen, administrasi, sumber keuangan maupun menajemen peningkatan kemampuan dan keterampilan guru. Hasil studi banding tersebut, dapat dijadikan sebagai salah satu bahan (materi) diskusi dalam diklat yang menghadirkan narasumber yang ahli dalam bidangnya.

begitupun, dalam wawancara Sadirin mengungkapkan bahwa setiap diselenggarakan diklat pembinaan peningkatan kemampuan dan keterampilan ustadz/ah dalam mengajar, semua ustadz/ah madrasah diniyah ini yang berjumlah 14 orang dapat mengikutinya. Acara pembinaan ini setiap kali diselenggarakan berlangsung selama 5 hari (dari pagi sampai sore) tentunya diselang‑selingi waktu istirahat untuk makan dan shalat. nara sumber didatangkan dari Universitas negeri yogyakarta (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dan Universitas Islam negeri Sunan Kalijaga (Fakultas tarbiyah) dengan materi, antara lain: kemampuan merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran dan keterampilan dalam membangkitkan minat dan motivasi santri dan lainnya yang berkaitan dengan keterampilan guru dalam proses pembelajaran. Sedangkan metode, teknik dan pendekatan diklat yang diterapkan adalah “andragogik”.25

25Hasil wawancara dengan ustadz Sadirin Kepala madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo pada tanggal 5 maret 2014

Dari hasil wawancara di atas menunjukkan, bahwa adanya ustadzah tersebut memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengajar tergolong “baik”, karena inisiatif kepala madrasah diniyah yang mendapat dukungan kuat dari guru‑guru dan para pengurus madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo ini untuk melaksanakan diklat pembinaan ustadz/ah yang sangat efektif, yaitu tiga kali dalam setahun (sekali dalam empat bulan), yaitu setiap catur wulan dengan mendatangkan para ahli dalam bidangnya. tentunya kegiatan ini sangat baik, namun hampir dapat dipastikan bahwa kegiatan ini menggunakan biaya yang relatif besar. Apakah mampu pengurus madrasah diniyah lainnya ? Dapat diduga pengurus madrasah diniyah lainnya secara ekonomi tidak memiliki kemampuan. Sebab sampai saat ini ternyata hanya di madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo yang melaksanakan kegiatan pembinaan ustadz/ah dengan biaya sendiri. Ini berarti, bahwa adanya asatidz/ah madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo dapat memiliki kemampuan dan keterampilan yang baik dalam mengajar, karena melalui pembinaan yang telah diprogramkan dan dianggarkan dengan memadai, bukan hasil pembinaan dari aparat Kementerian Agama.

begitupun observasi26 terhadap ustadz Qoribul Husni yang sedang mengajar Hadis Al Arbain Annawawi di madrasah Diniyah Pondok Pesantren Al barokah tegalrejo dapat diketahui bahwa tingkat kemampuan dan keterampilannya dalam mengajar hanya tergolong “cukup baik”. Hal ini dapat diketahui dari mulai kemampuan merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan sampai kepada mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran, masih terdapat beberapa tahapan kadang‑kadang belum dapat berlangsung dengan lancar. begitupun, belum memiliki keterampilan yang baik dalam proses pembelajaran, misalnya dalam

26 observasi dilakukan pada tgl. 6 maret 2014

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 376 26/01/2015 09:48:03

Page 14: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

377EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

eFekTiFiTAs PemBiNAAN mAdrAsAH diNiYAH di koTA YoGYAkArTA

mengajukan pertanyaan kepada santri, pertanyaannya masih kadang‑kadang bersayap (bisa mengadung beberapa pengertian), juga pada saat pemebelajaran berlangsung, cenderung belum memiliki kemampuan untuk lebih menggairahkan minat santri untuk memperhatikannya, kadang‑kadang perhatiannya hanya tertuju kepada santri tertentu, lebih cenderung bertanya kepada santri yang menurut dia lebih pintar dari teman‑temannya.

Gambaran guru dalam proses pembelajaran di atas, menunjukkan bahwa guru tersebut belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi dalam proses pembelajaran dengan indikator, antara lain: belum banyak memahami perasaan santri, masih kurang mampu dan terampil dalam menggali dan mengangkat berbagi ide yang berkaitan dengan materi pembelajaran, kurang memberi penjelasan dan pengaharahan dengan kritikan‑kritikan yang menyejukkan santri. Akhirnya santri belum banyak merespon penjelasan guru dan santri masih kurang berinisiatif untuk aktif dalam proses pembelajaran.

menurut Ustadz Fika Fauzi, S.Si Kepala madrasah Diniyah Pondok Pesantren Al barokah, bahwa ustadz Qoribul Husni ini secara resmi belum pernah mendapat pembinaan, khususnya pembinaan pening‑katan kemampuan dan keterampilan mengajar guru dari aparat Kementerian Agama. Juga demikian halnya dengan asatidz/ah lainnya, meskipun aparat Kementerian Agama kadang‑kadang berkunjung ke pondok pesantren ini, tapi secara khusus memberikan pembinaan tentang kemampuan dan keterampilan mengajar guru selama ini belum pernah. Ustadz Qoribul Husni memang pernah mengikuti pembinaan guru, tapi hanya sedikit materinya yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam mengajar. Acara ini dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DI yogyakarta, pada saat itu ustadz Qoribul Husni diundang bukan sebagai guru madrasah diniyah, tapi

sebagai guru madrasah tsanawiyah. Selain itu, ustadz Qoribul Husni ini telah memiliki pengalaman mengajar yang sangat memadai.27

Hasil observasi dan wawancara di atas, menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dan keterampilan mengajar guru di madrasah Diniyah tergolong “baik” dapat diperoleh melalui pembinaan yang telah diprogramkan secara memadai dan dilaksanakan dengan biaya sendiri dan diduga pembinaan tersebut menggunakan biaya yang relatif besar, apalagi sebanyak tiga kali dalam setahun. Apakah setiap madrasah diniyah di Kota yogyakarta secara ekonomi memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan pembinaan kemam puan dan ketarampilan mengajar guru dengan biaya sendiri ? Jika tidak, maka hampir dapat dipastikan bahwa umumnya guru‑guru madrasah diniyah belum pernah secara intensif memperoleh pembinaan yang khusus berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan mengajar guru, padahal pembinaan yang semacam ini sangat berperan dalam menentukan tingkat kemampuan dan keterampilan mengajar guru dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah diniyah.

berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya guru‑guru (asatidz/ah) madrasah diniyah di Kota yogya‑karta meskipun sebagian besar tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan dan ilmu pendidikan, tapi ternyata umumnya telah memiliki bibit‑bibit kompetensi pedagogik dan kompetensi professional, sehingga dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dapat memiliki kemampuan dan keterampilan yang tergolong “baik” dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat pada guru madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo yang setiap tahun secara terprogram mengikuti diklat peningkatan

27Hasil wawancara dengan Ustadz Fika Fauzi Kepala madrasah Diniyah Pondok Pesantren Al barokah blunyahrejo Karangwaru tegalrejo, pada tanggal 5 maret 2014

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 377 26/01/2015 09:48:03

Page 15: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

378 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ABd. muiN m

kemampuan dan keterampilan mengajar. Artinya, guru madrasah Diniyah takmiliyah Al Qur’an ‘Aisyiyah ini jauh lebih baik dalam hal kemampuan dan keterampilan mengajar, jika dibanding dengan guru madrasah Diniyah Pondok Pesantren Al barokah yang tidak memiliki program diklat peningkatan kemampuan dan keterampilan guru mengajar

namun, bibit‑bibit kompetensi pedagogik dan kompetesnis professional tersebut kurang mendapat siraman air dan pupuk berupa pembinaan peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar. Akibatnya kompetensi pedagogik dan kompetesnis professional guru tersebut bagaikan tanaman yang tumbuh di tanah gersang, kurang berperan dalam menentukan kualitas pendidikian di madrasah diniyah. Hal ini dapat berimplikasi kepada masih rendahnya kualitas pendidikan di madrasah diniyah, sehingga pendidikan di madrasah diniyah dari sejak dulu sampai sekarang dan bahkan sampai pada masa yang akan datang seakan‑akan berjalan di tempat. Pada hal, disadari atau tidak sesungguhnya pendidikan di madrasah diniyah adalah merupakan “pondasi pembentukan karakter” bangsa Indonesia.

Di samping itu, melalui wawancara28 dengan Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama Kota yogyakarta mengemukakan, bahwa madrasah diniyah di Kota yogyakarta meng‑alami perkembangan yang cukup baik, ini dibuktikan dengan antusias masyarakat mendirikan dan menyelenggarakan madrasah diniyah, sehingga jumlah madrasah diniyah yang terdaftar di Kantor Kementerian Agama Kota yogyakarta sampai tahun 2014 ini dapat mencapai 28 satuan pendidikan. beliau mengakui bahwa selama ini pembinaan yang dilakukan oleh pihak Kementerian Agama belum optimal. Selama ini pembinaan yang telah dilakukan, antara lain berkaitan dengan penggunakan kurikulum yang disusun oleh

28 Wawancara dilakukan pada tanggal 7 maret 2014

Kementerian Agama. Juga, dalam wawancara Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren mengemukakan:

1. Untuk peningkatan peran lembaga pen‑didikan diniyah, maka dilakukan penataan dan peran‑peran masing‑masing struktur dalam kelembagaan tersebut.

2. monitoring dan supervisi terhadap peng‑gunaan kurikulum madrasah diniyah yang disusun oleh Kementerian Agama.

3. memperhatikan masalah kesejahteraan guru/ustadz madrasah diniyah.

4. Penelusuran minat dan bakat santri terkait dengan pemberian beasiswa

5. metode pembelajaran, perlu adanya pembinaan metodologi pembelajaran yang menarik

6. Sarana dan fasilitas pendidikan di madrasah diniyah masih banyak mengalami keku‑rangan, ini penting dilengkapi untuk menunjang keberhasilan pendidikan di madrasah diniyah.

7. Sistem pengelolaan madrasah diniyah, masih terbatas terutama dalam menajemen organisasi/lembaga.

Apabila memperhatikan hasil wawancara dengan Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama Kota yogyakarta di atas, dapat diduga bahwa kegelisahan masyarakat terhadap kualitas pendidikan di madrasah diniyah belum menemukan titik terang. Artinya, masalah pembinaan kemampuan dan keterampilan mengajar guru di madrasah diniyah belum tersentuh dengan efektif oleh pihak yang berkewajiban melakukan pembinaan, yaitu pihak aparat Kementerian Agama. Ini berarti, bahwa kualitas pendidikan keagamaan di madrasah diniyah yang sangat dirindukan oleh masyarakat masih jauh dari kenyataan.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 378 26/01/2015 09:48:03

Page 16: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

379EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

eFekTiFiTAs PemBiNAAN mAdrAsAH diNiYAH di koTA YoGYAkArTA

PeNutuP

kesimpulan

Pertama, pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Karena itu, untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas diperlukan berbagai kemampuan dan keterampilan mengajar guru. Hal ini dapat terwujud melalui pembinaan yang efektif dari bebagai pihak, khususnya pihak Kementerian Agama.

Kedua, aparat Kementerian Agama Kota yogyakarta kurang efektif melakukan pembinaan secara khusus dan intensif ter‑hadap peningkatan kemampuan dan kete‑rampilan guru‑guru madrasah diniyah. Ini dapat diketahui dari adanya kurang kepuasan guru‑guru terhadap pembinaan yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Hal ini dapat terjadi, karena Kementerian Agama cenderung belum memiliki target untuk lebih meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru mengajar, sebagai akibatnya kurang memprioritaskan pembinaan peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar guru madrasah diniyah.

Ketiga, guru yang telah memiliki kemam‑puan dan keterampilan mengajar yang memadai diperoleh dari hasil inisiatif para kepala, guru‑guru yang mendapat dukungan kuat dari pengurus yayasan untuk melak‑sanakan diklat tentang “pembinaan guru” dengan biaya sendiri. Hal ini, berarti bahwa kalau seandainya Kementerian Agama secara efektif telah melakukan pembinaan kemam‑puan dan keterampilan guru mengajar, maka paling tidak sebagian besar guru‑guru madrasah diniyah dapat memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai.

rekomendasi

Diharapkan kepada Ditjen Pendidikan Islam, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kantor Wilayah

Kementerian Agama Provinsi DI yogyakarta, bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kantor Kementerian Agama Kota yogyakarta, Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren untuk lebih memprioritas pembinaan kemampuan dan keterampilan mengajar guru‑guru madrasah diniyah. Sebab, guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah diniyah. Jika tidak, maka madrasah diniyah takmiliyah yang diselengggarakan untuk melengkapi, memperkaya dan memperdalam pendidikan agama Islam di sekolah‑sekolah formal sulit terwujud.

SumBer BaCaaN

Alwasilah, A. Chaedar (2003): Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

bidang Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kanwil Kementerian Agama Provinsi D. I yogyakarta, tahun 2014.

Culhane, Goodall m & b (1991): Teaching Strategies for a Clever Country. Australia: Association for the Gifted talented.

Danim, Sudarwan (1994): Tranformasi Sumber Daya Manusia. Jakarta: bumi Aksara.

Feigenbaum, Armand (1989): Total Quality Control. London: mcGraw Hill

Garvin, David A (2000): Learning in Action. boston: Harvard business Press.

Gay. L. R (1987): Educational Research: Com peten-cies for Analysis and Application. Columbus: marril Publishing Company

Glaser & Anselm L. Strauss, barney (1980): The Discovery of Grounded Theory. new york: Aldine Publishing Company.

Hamalik, oemar (2009): Pendidikan Guru Ber-dasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: bumi Aksara.

Imron, Ali (1995): Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 379 26/01/2015 09:48:04

Page 17: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

380 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ABd. muiN m

moleong, Lexy J (2004): Metodologi Penelitian Kualitatif. bandung: Remaja Rosdakarya.

michael Huberman, miles mattew b & A. (1984): Qualitative Data Analysis. new york: Sage Publication, Inc.

Patton, michael Quinn (1987): Qualitative Evaluation Methods. beverly Hills: Sage Publication.

Peraturan menteri Agama RI nomor 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.

Prawirosentono, Sujadi (1999): Kebijakan Kinerja Karyawan: Kiat membangun orga‑

nisasi Kompetetif menjelang Perdagangan bebas Dunia. yogyakarta: bPFE.

Sardiman, Am (1996): Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.

Usman, Uzer (2010): Menjadi Guru Profesional. bandung: Remaja Rosdakarya.

Wijaya dan tabrani Rusyan (1992): Pro fesio-nalisme Tenaga Kependidikan. bandung: nine Karya Jaya.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 380 26/01/2015 09:48:04

Page 18: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

381EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

PrOsPEK PrOGraM stUDI aGaMa DaN UMUM DI staIN PONtIaNaK, KaLIMaNtaN barat, DaN staIN

CUrUP bENGKULUN u r u d I N

Peneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Kementerian Agama Republik Indonesia

Jln. m.H. thamrin 6 Jakarta, tel. +6221 3920379 Email: [email protected]

abstractThe tendency of an Islamic university to open general subject faculties or program can be seen from the

process of transformation and institutional change of the university. STAINs that are mandated to develop Islamic study are experiencing dilemma between following the trend of people need and being consistent with developing Islamic teaching. This study discusses about STAIN Pontianak that develops religious study programs and STAIN Curup that develops general study programs. This study uses qualitative descriptive method and shows that religious study programs in STAIN Pontianak can be developed due to its ability while general courses in STAIN Curup is popular as marked by the increasing number of graduates of general courses and high absorption in the formal sector. Challenge in the development of flagship study programs in STAIN is the parallel between Islamic values and general competence as the requirement of the region. The government is required to provide certainty in the development of study program in STAINs to actualize the development of excellent and competitive study program.

keywords: study programs, general, religion.

abstrakKecenderungan PTAI menyelenggarakan fakultas ataupun program studi umum dapat dilihat dari proses

transformasi dan perubahan kelembagaan PTAI itu sendiri. STAIN yang mengemban mandat pengembangan keilmuan keislaman mengalami situasi dilematis, antara mengikuti trend kebutuhan masyarakat ataukah konsisten dengan aturan mengembangkan disiplin keIslaman semata. Penelitian ini menggambarkan STAIN Pontianak yang mengembangkan prodi agama dan STAIN Curup yang mengembangkan prodi umum. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil studi menunjukkan bahwa, Program studi agama di STAIN Pontianak potensial dikembangkan karena daya dukung yang memadai. Sedangkan Program studi umum di STAIN Curup sangat diminati masyarakat, ditandai dengan peningkatan jumlah mahasiswa pada prodi umum dan tingkat keterserapan lulusan pada sektor formal yang tinggi. Tantangan desain pengembangan prodi unggulan di STAIN adalah keselarasan nilai-nilai KeIslaman dan kompetensi umum sebagai kebutuhan daerah. Pemerintah dituntut memberikan kepastian regulasi pengembangan prodi di STAIN, sehingga arah dan tujuan pengembangan Prodi yang unggul dan kompetitif dapat terwujud.

kata kunci: program studi, umum, agama.

Naskah diterima 20 oktober 2014. revisi pertama, 12 November 2014. revisi kedua, 19 November 2014 dan revisi terakhir 5 desember 2014.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 381 26/01/2015 09:48:04

Page 19: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

382 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

N u r u d i N

PeNdaHuluaN

Pendidikan tinggi Agama Islam (PtAI) saat ini telah menyelenggarakan fakultas/program studi umum. Hal demikian dapat kita lihat dari proses transformasi dan perubahan Institut Agama Islam negeri (IAIn) menjadi Universitas Islam negeri (UIn) bukan sekedar perubahan gedung dan sarana‑prasarana fisik tetapi transformasi dan perubahan paradigma ilmu‑ilmu keIslaman. Pada kasus Sekolah tinggi Agama Islam negeri (StAIn), persoalan Program Studi (Prodi) umum yang dikembangkan bukan hanya persoalan keilmuan semata, bahkan secara kelembagaan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan tinggi bab III Pasal 6 menggariskan bahwa Sekolah tinggi hanya menyelenggarakan program pendidikan akademik dan atau profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu, atau dalam konteks StAIn adalah lingkup ilmu pengetahuan agama, sehingga kebijakan StAIn membuka beragam jurusan justru dianggap menyalahi peraturan dan keluar dari garis kebijakan yang ditetapkan.1

Alasan yang dikemukakan pengelola StAIn dalam pengembangan prodi umum beraneka ragam, antara lain: Pertama, secara regulasi didasarkan pada interpretasi Keputusan menteri Agama RI nomor 387 tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Program Studi pada PTAI, yang menyebutkan bahwa “Program studi/jurusan pada PtAI diselenggarakan berdasarkan bidang ilmu, profesi atau vokasi dalam kelompok ilmu agama Islam, atau bidang ilmu, profesi atau vokasi dalam kelompok ilmu‑ilmu lain yang diintegrasikan dengan ilmu Agama Islam (Pasal 1)”; hal ini disikapi secara variatif oleh pendidikan tinggi. terkait regulasi juga terdapat pemahaman yang berbeda atas

1 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Kementerian Agama, Laporan Seminar nasional “Penyelenggaraan Program Studi Umum di PTAI dan Pengaruhnya terhadap Prospek Prodi Agama” di Hotel Horison, Februari 2009.

keputusan menteri Agama tentang Statuta yang berlaku di masing‑masing StAIn, yaitu tujuan pendirian StAIn adalah mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama Islam dan teknologi serta kesenian yang bernafaskan Islam, dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat serta memperkaya kebudayaan nasional. mengembangkan kesenian dan teknologi dan agama dimaknai secara luas sebagai landasan bagi pengem‑bangan program studi umum di StAIn. Kedua, Konsep yang utuh tentang “integrasi ilmu‑ilmu lain dengan ilmu agama Islam” menjadikan perdebatan terkait paradigma dan epistimologi keilmuan, distribusi dan pemilahan peran yang jelas antara StAIn, IAIn, dan UIn dalam penyelenggaraan PtAI di Indonesia. Persoalan dikotomi keilmuan (agama dan umum) di lingkungan PtAI dalam kajian dan forum yang beragam mengalami pasang surut, sehingga kajian tentang bangunan ilmu menjadi tema tersendiri yang senantiasa hangat diperbincangkan di lingkungan PtAI.2

Perubahan beberapa IAIn menjadi UIn melalui perluasan mandat “wider mandate” menjadikan pembahasan tugas dan fungsi PtAI (StAIn, IAIn, dan UIn) kembali menemukan momentum. Apakah hanya UIn yang bisa mengembangkan prodi umum dan integrasi keilmuan? Ataukah pemaknaan integrasi keilmuan dalam pandangan fakar epistimologi keilmuan Islam telah mencapai kesepakatan? bagaimana juga dengan aspek kebijakan dan regulasinya? Sekedar mengingatkan, bahwa kita telah disuguhi berbagai pendekatan dalam mengkaji perspektif epistimologi keilmuan ini, misalnya: UIn malang dengan gambar “pohon Ilmu”, UIn bandung menggambarkan dengan “Roda Pedati”, UIn Jogja dengan “Jaring Laba‑laba” StAIn Surakarta dengan “bunga Ilmu” dan seterusnya.

2 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Kementerian Agama, Penelitian tentang ”Pengembangan Prodi Umum di STAIN dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Islam” 2008.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 382 26/01/2015 09:48:04

Page 20: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

383EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ProsPek ProGrAm sTudi AGAmA dAN umum di sTAiN PoNTiANAk, kAlimANTAN BArAT, dAN sTAiN CuruP BeNGkulu

muhibbin menyatakan bahwa perundang‑undangan kita saat ini tidak lagi menjadikan fakultas atau jurusan menjadi ujung tombak dalam penyelenggaraan pembelajaran, tetapi justru program studi, meskipun keberadaan fakultas dan jurusan masih tetap diperlukan. Itulah sebabnya program studi, disamping lembaga perguruan tingginya yang diakreditasi dan bukan jurusan ataupun fakultas. Kalau untuk mewujudkan PtAI ideal seperti yang kita inginkan menurut muhibbin cukup berat dan tidak memungkinkan dalam waktu dekat, setidaknya harus ada ghirah besar dari pengelola PtAI untuk membangun program studi unggul yang nantinya dapat dijadikan kebanggaan, terutama dalam hal pengelolaan dan lulusannya.3 Secara umum PtAI belum mempunyai program studi unggul yang dapat dibanggakan, hanya saja barangkali ada beberapa program studi yang mendapatkan perhatian secara khusus, diberikan beasiswa dan ada pembinaan di luar kelas, sehingga mereka dapat dilihat lebih baik, meskipun harus kita akui bahwa justru program studi tersebut merupakan prodi yang kurang diminati masyarakat. membangun prodi unggul tentu diharapkan menjadi prodi yang dilihat dari berbagai segi menguntungkan, sehingga memunculkan keinginan masyarakat untuk bergabung.

Permasalahan dalam penelitian ini ada‑lah: bagaimana gambaran program studi (Prodi) agama dan pengembangan prodi umum di StAIn? bagaimana daya dukung kelembagaan prodi agama dan prodi umum (sarana‑prasarana, animo peserta didik, SDm, pembiayaan, kerjasama) di StAIn? bagai mana strategi pengembangan prodi agama dan pengembangan prodi umum yang memiliki karakter dan berkeunggulan melalui

3 muhibbin, Eksistensi Penguatan Fakultas Unggul di PTAI: Pokok-pokok Pikiran tentang Upaya Memperkuat Prodi Keislaman, makalah Simposium nasional Reinventing pendidikan Islam Unggul dan kompetitif, di yogyakarta, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2011, hal. 313‑315.

pengembangan kurikulum, SDm, program dan budaya kampus?

Sedangkan penelitian ini menggunakan metode kualitatif tipe deskriptif. Sasaran penelitian yaitu StAIn Pontianak sebagai kasus pengembangan prodi agama, sedang‑kan StAIn Curup, Propinsi bengkulu untuk kasus pengembangan prodi umum. narasumber dalam penelitian ini adalah bagian administrasi Ketua StAIn, Pembantu Ketua, Dosen, Pengelola program studi dan UPt, Dosen, mahasiswa sebagai data primer. Adapun data‑data sekunder yang diolah berupa profil STAIN, data kapasitas kelembagaan, Data pengembangan sumber daya manusia dan keuangan (pendanaan) meliputi model‑model pengembangan, sumber‑sumber pemberdayaan, manajemen, laporan kemajuan dan sistem evaluasinya, Data sarana prasarana, dukungan pendanaan masyarakat serta data terkait strategi pengembangan prodi agama yang berkarakter dan berkeunggulan. Penelitian ini dilaksanakan tahun 2011 sebelum terjadi perubahan StAIn Pontianak menjadi IAIn.

Paradigma Pengembangan Program Studi PtaI

mengutip tulisan Azra,4 dalam dunia yang tengah berubah sangat cepat, terdapat kebutuhan mendesak bagi adanya visi dan paradigma baru Perguruan tinggi. Paradigma baru itu, mau tidak mau, melibatkan reformasi besar yang mencakup perubahan kebijakan yang lebih terbuka, transparan, dan akuntabel. Dengan reformasi dan perubahan Perguruan tinggi dapat melayani kebutuhan yang lebih beragam bagi lebih banyak orang dengan kandungan pendidikan (contents), metode, dan penyampaian pendidikan berdasarkan jenis dan bentuk‑bentuk baru hubungan dengan

4Azyumardi Azra, IAIN Di Tengah Paradigma Baru Perguruan Tinggi dalam http://www.ditpertais.net/ artikel/ azyu01.asp 7 Sep 2011.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 383 26/01/2015 09:48:04

Page 21: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

384 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

N u r u d i N

masyarakat dan sektor‑sektor masyarakat lebih luas.

D.A. tisna Amijaya5 memberikan model pengembangan perguruan tinggi melalui identifikasi lima masalah yang dihadapi Perguruan tinggi secara umum. Pertama, produktivitas yang rendah; kedua, keterbatasan daya tampung; ketiga keterbatasan kemampuan berkembang; keempat, kepincangan di antara berbagai Perguruan tinggi; dan kelima, distribusi yang tidak seimbang dalam bidang‑bidang ilmu yang disediakan Perguruan tinggi, khususnya di antara ilmu‑ilmu sosial dan humaniora dengan ilmu‑ilmu eksakta. Untuk mengatasi berbagai kelemahan ini, Amijaya mengajukan lima program besar. Pertama, peningkatan produktivitas Perguruan tinggi; kedua, peningkatan daya tampung; ketiga, peningkatan pelayanan kepada masyarakat; keempat peningkatan bidang keilmuan eksakta atau iptek; kelima, peningkatan kemampuan berkembang.

makalah tentang kurikulum PtAI oleh Ditpertais6 memberikan gambaran kondisi problematis PtAI dalam menjawab tuntutan paradigma perguruan tinggi kedepan, yakni terdapat banyak kendala dalam implementasi program di PtAI, karena lingkungan Perguruan tinggi dan kebijakan pendidikan nasional yang belum memberikan keleluasaan dalam kerangka otonomi perguruan tinggi. Di sisi lain konsep program pengembangan Perguruan tinggi jangka panjang, sedikit berbeda diperkenalkan Sukadji Ranuwihardjo7, beberapa konsep program yang dirumuskan, yakni, pertama, peningkatan kualitas Perguruan tinggi; kedua, peningkatan produktivitas; ketiga, peningkatan relevansi; keempat, perluasan kesempatan memperoleh

5 D.A. tisna Amijaya, Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 1976-1985 (Jakarta: Dirjen Dikti, 1976).

6 makalah “Analisis Kritis Kurikulum PtAI, ditpertais.net/artikel/azyu01.htm, hal. 5‑10.

7 Sukadji Ranuwihardjo, Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 1986-1995 (Jakarta: Dirjen Dikti, 1985).

pendidikan. Konsep‑konsep ini kemudian dirumuskan dalam “paradigma baru” Perguruan tinggi sebagaimana terdapat dalam Rencana Jangka Panjang Ketiga (1996‑2005) meliputi: peningkatan kualitas Perguruan tinggi secara berkelanjutan melalui peningkatan kualitas manajemen yang telah diperbaiki, di mana otonomi, akuntabilitas dan akreditasi merupakan komponen‑komponen terpenting.

Secara eksternal implementasi dikeluarkannya “World Declaration on Higher Education for the twenty‑First Century: Vision and Action” oleh UnESCo8, menjadi sumber baru bagi konsep paradigma baru Perguruan tinggi di Indonesia yang memuat dasar‑dasar bagi misi dan fungsi Perguruan tinggi; peranan etis, otonomi, tanggungjawab dan fungsi antisipatif Perguruan tinggi; perumusan visi baru Perguruan tinggi; penguatan partisipasi dan peranan perempuan dalam Perguruan tinggi; pengembangan ilmu pengetahuan di Perguruan tinggi melalui riset dalam bidang ilmu‑ilmu sosial, humaniora, dan sains dan teknologi, dan penyebaran hasil‑hasilnya; pengembangan orientasi jangka panjang Perguruan tinggi berdasarkan relevansi; penguatan kerjasama Perguruan tinggi dengan dunia kerja, dan analisis dan antisipasi terhadap kebutuhan masyarakat; diversifikasi pemerataan kesempatan pendidikan; pen‑dekatan baru terhadap pendidikan secara inovatif; pemberdayaan mahasiswa sebagai aktor utama Perguruan tinggi; pengembangan evaluasi kualitatif terhadap kinerja akademis dan administratif; antisipasi terhadap tantangan teknologi; penguatan manajemen dan pembiayaan Perguruan tinggi; peningkatan kerjasama Perguruan tinggi dengan berbagai pihak (stakeholders).

Program studi di PtAI terus berkembang seiring perubahan paradigma perguruan tinggi secara nasional, bahkan model

8 UnESCo, Higher Education in the Twenty-First Century, dan juga lihat, A. malik Fadjar et. Al., Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 384 26/01/2015 09:48:04

Page 22: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

385EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ProsPek ProGrAm sTudi AGAmA dAN umum di sTAiN PoNTiANAk, kAlimANTAN BArAT, dAN sTAiN CuruP BeNGkulu

pengembangan perguruan tinggi luar negeri turut memengaruhi. Kebijakan nasional dan tuntutan masyarakat sebagai bagian penting bagi pengembangan PtAI dalam memilih strategi pengembangan keilmuan, termasuk munculnya program studi umum pada fase‑fase kekinian.

epistimologi keilmuan PtaI: modernisme, dikotomi Ilmu dan agama

Dalam Islam, ancaman modernitas telah dibahas melibatkan banyak penulis. Karya Fazlur Rahman Islam and Modernity9 telah menjadi karya klasik dan tergolong cukup baik dalam menggambarkan tantangan umat menghadapi modernitas yang dicirikan oleh paham sekuler tersebut. tidak kalah menarik adalah karya muhammad mumtaz Ali, cukup ringkas namun mampu memberi gambaran relatif holistik dan komprehensif tentang problem modernitas yang dihadapi umat Islam.10 Untuk melihat problem modernitas di kalangan umat Islam tetapi dengan pandangan agak pejoratif, karya bernard Lewis amat membantu.11 Hingga batas‑batas tertentu, ketiga buku Lewis dimaksud punya andil besar dalam menggelorakan image bahwa Islam terkait dengan terorisme. buku pertama diterbitkan oleh Lewis segera setelah terjadinya kasus 11 September yang terkenal itu.12 Dalam buku yang menjadi best seller waktu itu, Lewis menekankan akan

9 Fazlur Rahman, Islam & Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: the University of Chicago Press, 1982).

10 muhammad mumtaz Ali, ”A Study of Western Scholarship on the Compability and Incompability of Islam and modernization,” Islamic Quarterly XLVI no 2 (2002), 189‑219.

11 bernard Lewis, What Went Wrong? The Clash between Islam and Modernity in the Middle East (new york: oxford University Press, 2002); idem, The Crisis of Islam: Holy War and Unholy Terror (new york: the modern Library, 2003); idem, From Babel to Dragomans: Interpreting the Middle East (oxford: oxford University Press, 2004).

12 Karya penting terkait dengan Serangan 11 September, terutama dalam kaitannya dengan agama dan masyarakat agama biasa dibaca dalam Ian markham dan Ibrahim m. Abu‑Rabi,’ eds. II September: Religious

sulitnya (jika bukan tidak mungkin) Islam untuk mampu menghadapi modernitas. buku kedua ingin memaksa pembaca untuk percaya bahwa reaksi ketidak mampuan Islam dalam menghadapi modernitas (barat) seringkali negatif yang mewujud dalam bentuk teror. buku ketiga semakin menekankan image bahwa Islam adalah tempat kaum teroris. Dalam bahasa dia sendiri: ”the struggle is on at the moment. It is in the guerrilla or, as some people would put it, the terrorist phase.” Karya‑karya bernard Lewis menarik karena beberapa alasan. Pertama, ia adalah Guru besar dalam bidang Islamic Studies yang amat prolific. Kedua, karya‑karyanya menjadi salah satu rujukan penting di sejumlah perguruan tinggi di barat, tetapi pada waktu yang sama, pandangannya seringkali dipandang terlalu bias, antara lain karena ia dikenal sebagai penganut yahudi tulen. Sikap “anti” Islam/Arab ini sudah terihat ketika menulis Resensi buku (Book Review) terhadap karya Edward Said, Orientalism, yang terkenal itu.13 yang menarik Resensi buku ini14 kemudian direspon oleh Edward W. Said melalui media yang sama dengan menunjukkan kesalahan sejumlah asumsi dasar yang digunakan oleh bernard Lewis.15 barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa polemik antara keduanya bisa digambarkan sebagai polemik antara sarjana dalam bidang studi Islam yang berbeda pandangan dasarnya: bernard Lewis yang lebih merupakan representasi sarjana barat dan mengagungkan barat dengan Edward Said yang membela tradisi timur sekaligus amat krtis terhadap tradisi barat (orientalis).16

Perspectives on the Causes and Consequences (oxford: oneworld, 2002).

13 Edward W. Said, Orientalism (new york: Vintage books, 1979).

14 bernard Lewis, “the Question of orientalism,” dalam The New York Review (24 Juni 1982), 49‑56.

15 Edward W. Said, “orientalism: An Exchange” The New York Review (12 Agustus 1982), 44‑46.

16 Hal yang sama juga bisa dilihat pada polemik antara Patricia Crone dengan R.b. Serjeant. baca antara lain, R.b. Serjeant, Review terhadap Qur’anic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation, oleh J. Wansbrough dan juga Review terhadap Hagarism: The

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 385 26/01/2015 09:48:04

Page 23: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

386 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

N u r u d i N

pengetahuan memadai tentang astronomi, dan mengembangkan sistem dan pemikiran filosofis yang pada dasarnya berbasis ilmu-ilmu kealaman, tapi mereka juga berusaha untuk merekonsiliasi dan menghubungkan agama dan ilmu (to reconcile and to interrelate religion and science), sehingga tidak terjadi kontradiksi terminologi dalam konsep Islam tentang akal.. Filosof kenamaan awal dalam Islam adalah al‑Kindi (c. 800‑870), dengan karyanya lebih dari 200 menyangkut filsafat, kedokteran, matematika, fisika, kimia, asronomi, dan juga musik. Semua filosof dan juga para penguasa pada waktu itu, selalu memberi perhatian sungguh‑sungguh bidang astronomi, dan juga mengkaji bintang dan dimensi penting menyangkut bumi, prediksi cuaca dan juga ketersedian air—semuanya itu mengandung nilai praktis sesuai dengan tuntutan masyarakat pada waktu itu. Karya‑karya penting Ibn Ishaq, Ibn Sina, dan para sarjana lainnya menjadi bahan kajian penting di hampir seluruh belahan dunia termasuk daratan Eropah yang masuk melalui bagian selatan India dan juga Andalusia. Karya Ibn Sina terutama Kitab al-Thibb (Canon Medicine) menjadi karya standar (a major textbook) sekolah‑sekolah kedokteran di Barat. Para ahli fisika dunia Arab (Islam) ketika itu bukan hanya meneruskan hasil‑hasil ilmu yang ada sebelumnya kepada generasi setelah Islam (barat) tetapi juga mengembangkannya yang kemudian menjadi landasan penting bagi perkembangan medis di Eropah pada masa Renaissance. tentu saja, hal ini tidak hanya terbatas pada fisika tetapi juga ilmu-ilmu lain seperti telah disebut sebelumnya. Dalam bahasa toby E. Huff, “kekayaan ilmu pengetahuan yunani dan Arab [Islam] telah berperan besar dalam mengantarkan revolusi ilmu modern yang berkembang di barat.”19

19 toby E. Huff, The Rise of Early Modern Science: Islam, China, and the West (Cambridge: Cambridge University Press, 1995), 90. baca pula Sayid mujtaba dan Rukni musawi Lari, Western Civilizaion Through Muslim Eyes (Houston: Free Islamic Literature, 1979); Stephen F. mason, A History of the Sciences (new york: Collier books, 1962); Robert m. Palter, ed. Toward Modern Science (new york: E.P. Dutton & Co., 1969); R.m. Savory, ed. Introduction

terlepas dari semua itu, masa modern dengan ciri sekuler telah merasuk ke jantung umat Islam. Hal ini antara lain bisa dilihat dalam dunia pendidikan, yang merupakan satu sarana amat strategis bagi masa depan umat. Dengan pembahasan yang menarik, yadullah Kazmi17 telah memberi gambaran adanya dikhotomi dalam dunia pendidikan antara ilmu agama dan ilmu umum (dan juga antara ilmu dan agama), yang kemudian menjadi ciri di hampir seluruh dunia Islam termasuk Indonesia. Dalam karyanya ini, Kazmi mengajak umat Islam untuk mengakhiri dikhotomi dunia pendidikan tersebut dan perlu mengembangkan model pendidikan yang mengajarkan makna penting dari perjalanan sejarah peradaban umat Islam (juga umat manusia pada umumnya) yang ia sebut dengan ”education of tradition” dan bukan mereproduksi atau sekedar daur‑ulang dari hal‑hal yang telah ada tanpa kritik, kreatif, dan innovatif yang ia sebut ”traditional education.”

Apakah Islam mengenal dikhotomi ilmu dan agama? Dikhotomi ilmu dan agama dan juga ilmu agama dan ilmu umum merupakan realitas yang kita saksikan sejak lahirnya masa modern hingga saat ini. Dengan demikian, seperti akan dijelaskan berikut ini, sejarah awal Islam tidak mengenal pandangan dikhotomik tersebut.

Kita lihat, misalnya, markus Hattstein18 yang menjelaskan bahwa, satu hal yang amat menarik dalam Islam adalah, pandangan universal dari para ilmuwannya. Para pemikir masa awal Islam hampir semuanya terdidik dalam ilmu fisika dan juga menguasai ilmu kedokteran. mereka juga mempunyai

Making of the Islamic World, oleh Patricia Crone dan michael Cook, Journal of Royal and Asiatic Studies (1978), 7678; R.b. Serjeant, Review terhadap Slaves on Horses: The Evolution of the Islamic Polity, oleh Patricia Crone, Journal of Royal and Asiatic Society (1981), 210; R.b. Serjeant, Review terhadap Meccan Trade and the Rise of Islam oleh Patricia Crone, Journal of Arabic and Oriental Studies 110 (1990), dan respon terhadapnya bisa dibaca pada Patricia Crone, “methodes et Debats,” Arabica 39 (1992), 216‑240.

17 yadullah Kazmi, ”Islamic Education: traditional Education or Education of tradition?” Islamic Studies 42:2 (2003), 259‑288.

18 markus Hattstein, “Science in Islam.”

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 386 26/01/2015 09:48:04

Page 24: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

387EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ProsPek ProGrAm sTudi AGAmA dAN umum di sTAiN PoNTiANAk, kAlimANTAN BArAT, dAN sTAiN CuruP BeNGkulu

memang diakui bahwa ada sejumlah kalangan yang mencoba meminimalisr sumbangan dunia Islam terhadap perkembangan ilmu dan peradaban dunia. Sekedar menyebut satu contoh, hal tersebut bisa dilihat dalam pandangan bernard Lewis. Seperti dimaklumi, ketika mengkaji tentang masyarakat, budaya, dan juga peradaban, maka nama Ibn Khaldun (1332‑1406) amat dikenal, terutama sumbangannya terhadap ilmu sosial berupa sejarah dan sosiologi (atau ilmu soail‑budaya). Hampir‑hampir tidak ada kajian perkembangan ilmu sosial‑budaya yang bisa melepaskan diri dari peran Ibn Khaldun.20 yang menarik, ketika berbicara ilmu sosial‑budaya ini, bernard Lewis tidak bisa untuk tidak menyebut nama Ibn Khaldun, tetapi disertai catatan tentang tidak terlalu sentralnya peran Ibn khaldun. Ia, misalnya, mengatakan: “Seseorang mungkin akan merujuk ke Ibn Khladun ketika berbicara tentang budaya dan peradaban…. tetapi sebenarnya orang pertama yang berperan besar di dalamnya adalah oswald Spengler.”21

tidak kalah menarik tulisan George Sarton tentang sejarah ilmu (history of science),22 yang antara lain menyebutkan: Pada masa itu, aktivitas para ulama dan ilmuwan muslim amat superior. mereka betul‑betul menjadi ujung‑tombak sekaligus penentu peradaban dunia pada masa itu. Karya‑karya mereka amat mendominasi pada hampir semua aspek ilmu pengetahuan. mereka meluangkan waktu cukup untuk melakukan penelitian unggulan dalam bidang‑bidang seperti matematika, astronomi, kimia, fisika, teknologi, geografi, dan kedokteran. Semakin menarik ketika Sarton mengatakan bahwa semua penelitian

to Islamic Civilization (Cambridge: Cambridge University Press, 1976); Rom Landau, The Arab Heritage of Western Civilization (new york: the League of Arab States, 1975)..

20 Dua karya berikut bisa memberikan gambaran pemikiran Ibn Khaldun: Aziz Al‑Azmeh, Ibn Khaldun (new york: Routledge, 1982; Fuad baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun and Islamic Thought-Styles: A Social Perspective (massachusetts: G.K. Hall and Co., 1981).

21 Lewis, From Babel to Dragomans, 394.22 George Sarton, Introduction to the History of Science

(Cambridge: Carnegie Institution of Washington, 1953).

dan pengembangan ilmu tersebut tidak lepas dari basis kehidupan umat berupa al‑Qur’an. Ia mengatakan: “bagaimana mungkin kita bisa memahami ilmu Islam jika kita tidak memiliki pengetahuan memadai seputar ajaran al‑Qur’an?” Sikap mental yang demikian ini merupakan sikap universal selama kurun waktu abad tengah. teologi merupakan inti dari ilmu (core of science) sekaligus landasan agama (prop of the religion). Karena itu, ilmu dan agama tidak terpisah, dan kita tidak bisa berharap mampu memahami yang satu tanpa yang lainnya. yang penting untuk dicatat, pada waktu itu bahasa al‑Qur’an menjadi sarana komunikasi internasional dalam perkembangan ilmu. Gustave Le bon23 juga menulis bahwa bagdad, Kairo, toledo, Kordova, dan lain‑lain mempunyai universitas yang dilengkapi dengan laboratorium, observatoris, perpustakaan‑perpustakaan besar, dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kegitan penelitian ilmiah. Di Sepanyol saja, misalnya, terdapat tujuh puluh perpustakaan umum. Perpustakaan Khalifah al‑Hakim di Kordova memiliki koleksi tidak kurang dari enam ratus ribu volume, disertai dengan tidak kurang empat puluh empat katalog.

Sebagai gambaran pentingnya ilmu pada masa kemajuan Islam, barangkali ada baiknya jika disebut sejumlah ilmuwan sekaligus ilmu yang ditekuni. Ibn batutah dikenal sebagai penjelajah (traveler) abad ke‑14, Al‑makmun dikenal dengan bayt al‑Hikmah (the House of Wisdom, 828), menerjemahkan karya‑karya asli bahasa yunani, membangun Pusat observatori Astronomi di baghdad (829); Al‑battani dan al‑Fargani: Astronomi Ptolemaik, ecliptik, perubahan pusaran matahari; Al‑Khawarizmi (835): matematika, al‑jabar (angka berasal dari India dan juga metode kalkulasi); Abul Qasim al‑Ira’i dan Aidamir al‑Jildaki: kimia; Abu bakar muhammab Ibn zakariyya al‑Razi/Rhazes (865-925): teologi, filsafat, dan fisika terutama

23 Gustave Le bon, The World of Islamic Civilization, trans. David macrae (barcelona: tudor Publishing Company, 1974).

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 387 26/01/2015 09:48:04

Page 25: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

388 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

N u r u d i N

tentang masalah‑masalah kedokteran dengan karyanya lebih dari seratus, dan yang paling populer adalah Comprehensive Book; Abu Ali Ibn zina/Avicenna (980‑1037) dikenal sebagai al-mu’allim al-thani: (orang kedua setelah Aristotle): fisika, karya monumentalnya adalah Canon of Medicine; Jabir Ibn Hayyan/Geber (sering disebut sebagai ahli sufi): kimia, belakangan kemudian dikenal sebagai pendiri kelompok sufi “Penyucian Jiwa” (Brethren of Purity) yang menolak deduktif, geometrical kind of reasoning (semacam pandangan sufi), juga menulis karya Book of Mystery; Ibn al‑Haithan/Al‑Hazen (965‑1038): Kitab optik (The Optics Kitab al-Manazhir), juga karya berupa Treatise on Perspectives; Al‑masudi (d. 1009) menulis karya sejarah alam secara ensiklopedik (an encyclopedic natural history) yang antara lain berisi penjelasan/ gambaran tentang mesin pengubah jagung menjadi tepung dengan memanfaatkan angin (windmills); Al‑Kindi dan Hunain Ibn Ishaq (809-877): fisika; Abu Raihan al‑biruni (“the master,” 973‑1048) melakukan penelitian tentang gratifikasi khusus tentang metal, batu‑batu mulia, dan mineral; Abd Aziz Ismail Ibn Razzaz al‑Jazari tentang mekanik melalui karyanya al-Kitab fi Ma’rifat al-Hiyal al-Handasiyyah (The Book of the Knowledge of Ingenious geometrical/mechanical Contrivances) dan juga al‑Khazizi dalam karyanya al-Kitab Mizan al-Hikmah (The Book of the Balance of Wisdom).24

Penjelasan diatas yang diadaptasi dari tulisan Akhmad minhaji, memberi gambaran bahwa pada awal Islam tidak ada model dikotomi keIlmuan.25Landasan ini penting dimunculkan sebagai critical review bagi pengembangan prodi umum maupun agama di StAIn di Indonesia.

24 Data tersebut diambil dari sejumlah buku, dan masih dalam proses tambahan malalui karya‑karya yang akan dibaca lebih lanjut.

25 Akhmad minhaji, transformasi Paradigma Ilmu‑ilmu keIslaman PtAI di Indonesia, makalah Simposium nasional Reinventing Pendidikan Islam Unggul dan kompetitif, di yogyakarta, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2011.

Prospek Program Studi agama di StaIN Pontianak

StAIn Pontianak bermula dari dibentuknya yayasan Sadar pada tahun 1965, yang diketuai oleh bapak A. muin Sanusi, Walikota Pontianak pada saat itu. Selain yayasan, dibentuk pula Dewan Kurator yang diketuai oleh brigjend Ryacudu, Pangdam XII tanjungpura. Di dalam yayasan dan Dewan Kurator inilah ulama, aparatur Pemerintah Daerah dan masyarakat bekerja sama mewujudkan berdirinya lembaga pendidikan tinggi agama Islam. Singkawang, dinegerikan berdasarkan pada Surat Keputusan (SK) menteri Agama no. 26 tahun 1969 tanggal 6 Agustus 1969 sebagai cabang dari IAIn Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian pada tahun 1973, Fakultas Ushuluddin IAIn Syarif Hidayatullah Cabang Singkawang dipindahkan ke Pontianak dan dilebur dengan Fakultas tarbiyah IAIn Syarif Hidayatullah Cabang Pontianak berdasarkan Keputusan menteri Agama no. 93 tahun 1973 tentang Pemindahan Fakultas Ushuluddin IAIn Syarif Hidayatullah di Singkawang ke Fakultas tarbiyah di Pontianak. Surat Keputusan tersebut ditandatangani oleh H. A. mukti Ali selaku menteri Agama RI pada bulan oktober 1973.

melalui Keputusan Presiden no. 11 tanggal 21 maret 1997, bertepatan dengan tanggal 12 Dzulqaidah 1417 H., Fakultas tarbiyah IAIn Syarif Hidayatullah Jakarta di Pontianak, bersama‑sama dengan 32 Fakultas Jauh IAIn lainnya di seluruh Indonesia, berubah menjadi Sekolah tinggi Agama Islam negeri (StAIn). Sejak itu pula, istilah Fakultas tarbiyah IAIn Syarif Hidayatullah Jakarta di Pontianak berubah menjadi Sekolah tinggi Agama Islam negeri (StAIn) Pontianak. Dengan demikian, StAIn Pontianak beserta StAIn‑StAIn lain memperoleh kesempatan untuk mandiri, tidak lagi bergantung kepada IAIn induk.

Penataan infra‑struktur dan supra‑struktur telah terlihat di StAIn Pontianak, pada tahun akademik 1997/1998 dikembangkan dua disiplin ilmu baru, disamping tarbiyah

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 388 26/01/2015 09:48:04

Page 26: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

389EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ProsPek ProGrAm sTudi AGAmA dAN umum di sTAiN PoNTiANAk, kAlimANTAN BArAT, dAN sTAiN CuruP BeNGkulu

yang sudah berjalan. Dengan demikian, StAIn Pontianak sekarang ini memiliki tiga jurusan yaiyariah memiliki Prodi Ekonomi Islam dan muamalah. Jurusan Dakwah memiliki Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam dan bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Disamping itu StAIn Pontianak juga telah memiliki program magister, yang pengusulannya dimulai tahun 2007, dan tahun 2010 telah keluar izin operasional pembukaan Program Pascasarjana Pendidikan Agama Islam StAIn Pontianak, sekaligus beroperasi. Upaya operasionalisasi program magister telah dilakukan seperti penyiapan gedung kuliah (tiga lantai) dan kantor, perpustakaan dan tenaga doktor yang relevan dengan program yang akan dibuka.

Visi dan misi StAIn Pontianak berdasarkan Keputusan menteri Agma RI no. 109 tahun 2008 dijabarkan sebagai berikut; Visi StAIn Pontianak adalah “Terwujudnya STAIN Pontianak sebagai Pusat Kajian, Pengembangan dan Pengamalan Ajaran Islam serta Budaya Lokal”. Visi ini kemudian diturunkan ke dalam rumusan misi sebagai berikut: meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran; meningkatkan kualitas penelitian; meningkatkan kualaitas pengabdian kepada masyarakat; melestarikan budaya lokal yang Islami; mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Prodi agama di StAIn Pontianak meliputi, Jurusan tarbiyah yang memiliki dua prodi; Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan bahasan Arab. Jurusan tarbiyah memiliki Jurusan tarbiyah StAIn Pontianak pada dasarnya merupakan kelanjutan dari Fakultas tarbiyah IAIn Syarif Hidayatullah Cabang Pontianak. Jika demikian halnya, maka Jurusan tarbiyah sudah terbentuk sejak tahun 1965 yang secara resmi ditetapkan sebagai Fakultas tarbiyah IAIn Syarif Hidayatullah Cabang Pontianak, pada tahun 1969. Pada tahun 1982, istilah cabang dihapus dan berubah menjadi Fakultas tarbiyah IAIn Syarif Hidayatullah di Pontianak. Setelah penghapusan istilah cabang tersebut kemudian di tahun yang

sama 1982, Fakultas tarbiyah beralih status menjadi Fakultas madya. Ketika StAIn Pontianak berdiri pada tahun 1997, nama Fakultas tarbiyah harus disesuaikan lagi dengan status kelembagaan yaitu Jurusan tarbiyah. Dalam perkembangannya, jurusan tarbiyah menjadi jurusan paling populer di kalangan StAIn Pontianak. Hal ini bisa dilihat dari jumlah peminat yang paling banyak untuk masuk jurusan ini. Calon mahasiswa yang mendaftar pada jurusan tarbiyah PAI, mencapai 618 orang, sementara daya tampung yang ada hanya 315. Akan tetapi karena pertimbangan antisipatif dan pengalaman, sebagian mahasiswa ada yang tidak mendaftar ulang, maka jumlah mahasiswa yang diterima 365 orang. Pada kenyataannya, benar adanya, bahwa mahasiswa yang mendaftar ulang dan tetap konsisten di jurusan tarbiyah hanya 327 orang. tidak sebesar pada tarbiyah PAI, pada tarbiyah PbA hanya memiliki dayab tampung 70 sementara yang mendaftar 94. Dari jumalah pendaftar tersebut yang diterima 65 dan yang mendaftar ulang hanya 50 orang.

Jurusan Syari’ah memiliki program studi Ekonomi Islam dan muamalah. Jurusan Syariah baik prodi Ekonomi Islam maupun muamalah mulai mendapat izin operasi tahun 2007. Dalam perkembangannya jurusan Syariah relatif stabil dalam pengertian perbandingan antara kemampuan daya tampung, jumlah pendaftar sampai mahasiswa yang diterima dan mendaftar ulang. Hal yang sama terjadi pada Prodi muamalah. Jurusan Syariah Ekonomi Islam memiliki daya tampung 105, jumlah yang mendaftar 162. Jumlah mahasiswa yang diterima 91 dan yang mendaftar ulang 76 orang. Prodi Syariah mualmalah memiliki daya tampung 35 dengen jumlah pendaftar 35 orang. terjadi penurunan yang aneh pada prodei ini karena perbandingan antara daya tampung dengan jumlah pendaftar dan jumlah mahasiswa yang diterima, kemudian mendaftar ulang malah menurun. Dari daya tampung 35 dan jumlah pendaftar 35, logikanya akan diterima semua, tetapi ternyata yang diterima

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 389 26/01/2015 09:48:05

Page 27: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

390 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

N u r u d i N

hanya 23 orang dan yang mendaftar ulang hanya 13 orang.

Jurusan Dakwah, memiliki program unggulan yang telah dikembangkan StAIn Pontianak yaitu Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) merupakan program studi pada Jurusan Dakwah, Prodi KPI juga mulai mendapat izin operasional pada tahun 2007. Jurusan Dakwah, baik Prodi KPI maupun bPI memiliki kecenderungan yang sama yaitu relatif stabil dalam arti jumlah peminat yang masuk. Akan tetapi, proyeksi ke depan, justru prodi KPI yang diperkirakan akan menjadi favorit karena penyebaran alumni yang cukup cepat di berbagai wilayah Kalimantan barat. Penyebaran alumni ini diakui oleh unsur pimpinan StAIn bahwa mereka mampu mengambil peran strategis dalam dunia kerja dan dakwah Islam. Posisi demikian, menjadi cermin bagi masyarakat untuk terus berupaya terhadap alumni Prodi KPI ini. oleh karena itu, StAIn Pontiakan justru menaruh Prodi KPI pada posisi depan untuk mengangkat lembaga dan menjadikan Prodi sebagai Prodi Unggulan. Prodi ini memiliki daya tampung 35 orang mahasiswa dengan jumlah pendaftar 77. Dari jumlah tersebuit diterima 43 orang dan yang mendaftar ulang 30 orang. Sedangkan Prodi bimbingan dan Penyuluhan Islam (bPI) memiliki daya tampung 35 dengan jumlah pendaftar 41 orang diterima 30 dan yang mendaftar ulang hanya 20 orang.

StAIn Pontianak konsisten mengembangkan prodi‑prodi agama, namun dari usulan proposal perubahan StAIn menjadi IAIn Pontianak terlihat proyeksi yang berbeda terhadap pengembangan prodi agama. StAIn Pontianak tidak pernah berhenti untuk melakukan pengembangan dan menemukan innovasi baru dalam rangka meningkatkan kualitas dan pelebaran sayapnya. Secara kelembagaan, bahkan menginginkan adanya perubahan status dari StAIn ke IAIn. Keinginan tersebut sudah diwujudkan dalam bentuk usulan Pengembangan Kelembagaan

dan Sumber Daya manusia “Perubahan bentuk StAIn ke IAIn”.

Upaya pengembangan juga dilakukan dengan pembukaan Program Studi baru misalnya, Jurusan tarbiyah dikembangkan Program Studi Pendidikan Guru madrasah Ibtidaiyah, Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jurusan Syari’ah Prodi Akhwalu Syakhsiah, Prodi Ilmu Falaq, Prodi manajemen Keuangan Syari’ah, Prodi Akuntansi Keuangan Syari’ah. Untuk kasus Jurusan Syari’ah ini sudah dilakukan studi Kelayakan, persiapan dan penyusunan Draft Usulan Seminar/Workshop. Jurusan Dakwah Prodi manajemen Dakwah, Prodi Psikologi, Prodi Sosiologi, Prodi Al‑Qur’an dan Hadits, Prodi Komunikasi Lintas Agama, Prodi Perkembangan Pemikiran modern Dalam Islam. bukan hanya itu, StAIn Pontianak memproyeksikan untuk penambahan tenaga Pendidik dan Kependidikan pada Jurusan tarbiyah (S2 dan S.3), Dosen manajemen Pendidikan Islam, Dosen Pendidikan Fiqih dan Al‑Qur’an Hadits Dosen Pendidikan SKI dan Aqidah Akhlak, Dosen Pendidikan bahasa Inggris dan Dosen Pendidikan Ekonomi. tenaga Pendidik Jurusan Syari’ah (min.S2) Dosen Akhwalu Syakhsiah Dosen Ilmu Falaq Dosen manajemen Keuangan Syari’ah Dosen Akuntansi keuangan Syari’ah. tenaga Pendidik Jurusan Dakwah (min.S2):Dosen manajemen Dakwah Dosen Psikologi. Dosen Sosiologi. Dosen A‑Qur’an dan Hadits Dosen Komunikasi Lintas Agama Dosen Perkembangan Pemikiran modern Dalam Islam.

StAIn Pontianak menargetkan, tenaga pendidikan minimal S1. tenaga Arsiparis, tenaga Keuangan, tenaga Pustakawan, tenaga Programmer, tenaga operator Komputer, tenaga mekanik, tenaga Administrasi Umum, tenaga Listrik, tenaga Audio, Video, tenaga Elektronik, tenaga Perhotelan, tenaga Public Relation, tenaga medis/Keperawatan, tenaga Hukum dan Perundang‑undangan akan menjadi pemikiran yang serius dan sedapat mungkin diwujudkan.

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 390 26/01/2015 09:48:05

Page 28: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

391EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ProsPek ProGrAm sTudi AGAmA dAN umum di sTAiN PoNTiANAk, kAlimANTAN BArAT, dAN sTAiN CuruP BeNGkulu

Strategi yang dikembangkan StAIn Pontianak tergambar dalam aspek peningkatan akses melalui menjaga, mempertahankan, dan mengembangkan eksistensi StAIn dengan memperkuat prodi agama.Peningkatan kualitas input StAIn melalui pemberian beasiswa bagi yang tidak mampu secara ekonomi namun memiliki academic excellence. Strategi: kerjasama dengan Pemda setempat. Aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, adalah penyiapan akreditasi prodi agar ada kontrol kualitas akademik. Dalam jangka waktu lima tahun diharapkan 90% prodi di StAIn sudah terakreditasi. Hal ini penting karena berdasarkan undang‑undang pendidikan semua prodi harus terakreditasi. Peningkatan kualifikasi tenaga pendidik StAIn sehingga dalam lima tahun ke depan semua tenaga pendidik telah memenuhi standar pendidik (minimal S2). Peningkatan kualifikasi tenaga pendidik bisa dilakukan dengan pelbagai macam cara: (a) memberikan bantuan beasiswa bagi tenaga pendidik yang belum memenuhi standar kualifikasi dosen; (b) mendorong mereka untuk meningkatkan kualifikasi akademik dengan biaya mandiri atau mencari bantuan funding dari pihak lain. Peningkatan kompetensi profesional dan kompetensi pedagogis tenaga pendidik StAIn melalui pelbagai pelatihan dan workshop. Hal ini penting untuk meng‑upgrade kompetensi profesional dan kompetensi pedagogis mereka. Peningkatan budaya riset di kalangan tenaga pendidik StAIn melalui pelatihan metodologi penelitian dan pemberian bantuan penelitian.Peningkatkan sarana dan prasarana StAIn. Sedangkan aspek manajemen dan tata kelola, dikembangkan melalui peningkatan kualitas manajerial StAIn agar lebih profesional berbasiskan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan efisiensi melalui pelbagai training dan workshop. merekrut tenaga pendidik dan administrasi yang memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi.

berbagai kendala yang dihadapi StAIn Pontianak adalah penyiapan SDm, apalagi untuk pelaksanaan program S2 dan S3. Kasus

StAIn Pontianak, Sumber Daya manusia (SDm) masih jauh dari memadai, baik tenaga pendidik (dosen), tenaga kependidikan (administrasi) dan tenaga fungsional (seperti pustakawan, arsiparis, laboran dan tekhnisi). Untuk persoalan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sedikit demi sedikit dapat teratasi dengan adanya pengangkatan setiap tahunnya, namun jumlah pengangkatan tersebut masih terlalu kecil oleh karena itu sebagai alternatif lain mengatasi persoalan tersebut yaitu dengan memberikan kesempatan kepada tenaga pendidik untuk melanjutkan studi sesuai dengan bidang keilmuan yang dibutuhkan sesuai dengan program studi yang tersedia. Penciptaan academic society adalah bagaimana merancang dan menciptakan lingkungan yang kondusif masyarakat belajar di lingkungan StAIn. bagaimanapun, masyarakat belajar harus dimulai dengan mengedepankan atau memrioritaskan semua sivitas akademika untuk terlibat langsung terhadap pembentukan masyarakat belajar yang diinginkan. Seperti yang bisa dilihat, di StAIn Pontianak kultur keilmuan dan kompetisi akademik, khususnya di kalangan dosen, seperti aktivitas menulis, seminar dan penelitian, belum terbangun. Sejauh ini dosen baru menjalankan kegiatan belajar mengajar (Kbm)/perkuliahan, sementara kegiatan menulis, seminar dan penelitian masih rendah frekuensinya. Kuantitas dan frekuensi karya ilmiah masih tergolong kecil, belum menghasilkan karya‑karya yang dapat berkompetisi di tingkat nasional meskipun harus diakui juga, setidaknya dalam 3 tahun terakhir, produktivitas kegiatan ilmiah dan penulisan buku dan jurnal ilmiah sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, namun geliat ini belum menjadi gerakan kolektif. Ke depan memang selain peningkatan secara kuantitas, juga harus diimbangi dengan seleksi kualitas (quality assesment) yang baik dan terencana, serta melibatkan lebih banyak orang.

Hal tersebut terjadi karena memang belum didukung oleh infrastruktur pengembangan ilmu yang belum memadai, baik pada tingkat

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 391 26/01/2015 09:48:05

Page 29: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

392 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

N u r u d i N

dosen maupun mahasiswa. Infrastruktur pengembangan ilmu seperti penguasaan bahasa asing khususnya Arab dan Inggris masih sangat terbatas. meskipun StAIn telah memiliki pusat pengembangan bahasa (UPt bahasa) dan tenaga‑tenaga profesional pada bidangnya, namun aspek pemanfaatannya mungkin yang masih belum optimal.

Sebagai gambaran, tenaga pendidik yang ada meliputi S2.9, S1 23, Diploma.4, SmA.7. Sementara jumlah mahasiswa secara keseluruhan 1875 orang yang terbagi ke dalam 6 prodi: Pendidikan Agama Isalam, Pendidikan bahasa Arab, Ekonomi Islam, mUA, Komunikasin Penyiaran Islam, bimbingan Konseling Islam. Dari jumlah prodi yang ada tersebut, penyebaran mahasiswa kelihatan tidak seimbang. Hal ini terkait dengan daya tampung masing‑masing prodi yang memang tidak sama. Akibatnya, daya serap mahasiswa baru sangat kurang dan terjadi penumpukan mahasiswa pada salah satu program studi, yaitu Pendidikan Agama Islam.

Pada persoalan kurikulum nampak masih belum tersusun dengan rapi (mata Kuliah yang ditawarkan, Kode mata Kuliah, penawaran mata kuliah persemester). Kondisi ini harus ditata dengan melakukan penataan (kurikulum) sesuai dengan jurusan dan program studi yang dibuka, dengan melihat kebutuhan pasar terhadap lulusan yang dihasilkan, sehingga memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan di bidang pendidikan dalam bentuk daya serap lulusan.

Perpustakaan, Jumlah buku referensi masih terbatas terutama buku‑buku berbahasa asing (Arab dan Inggris) Pelayanan masih bersifat manual, belum bisa: Ketersediaan referensi yang memadai diharapkan StAIn Pontianak menjadi pusat Kajian Islam Kalimantan barat, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bergabung menjadi anggota perpustakaan StAIn Pontianak, dengan prosedur administrasi yang tidak rumit.

Persoalan lain yang masih harus diting‑katkan adalah pada peningkatan kuantitas dan kualitas penelitian. Penelitian yang dirasa masih sangat terbatas baik dilihat dari jumlah judul dan frekuensinya maupun anggaran yang ditawarkan. yang lebih terasa justru hasil‑hasil penelitian yang adapun belum bisa dipublikasikan dan disosialisasikan secara maksimal kepada masyarakat dan perguruan tinggi lainnya. Walaupun sudah banyak hasil‑hasil penelitian yang dibukukan, namun publikasi yang masih terbatas. Hal ini terkait dengan dukungan finansial (finance supporting) yang masih terbatas dari lembaga. Sementara dari sisi eksternal StAIn Pontianak juga memberlakukan akreditasi mutu pendidikan dan mutu lulusan (out come) pada tiap‑tiap jurusan, sehingga belum diketahui matrik perkembangan mutu pendidikannya.

StAIn Pontianak memerlukan adanya perubahan pola pikir dan pandangan kalangan civitas akademika ke arah yang lebih produktif, kompetitif, inovatif dan orientasi ke depan (the future oriented). Kemudian Civitas Akademika StAIn Pontianak harus mampu melakukan transformasi kesadaran dari sikap‑sikap dan tindakan yang lokal (tindakan tradisional dan afektual) menuju kepada sikap rasional instrumentalis secara lebih terbuka (egaliter), kosmopolit dan beretika.

Sebenarnya, StAIn Pontianak merupakan satu‑satunya Perguruan tinggi Agama Islam negeri (PtAIn) di Kalbar, dan sejauh ini telah berperan sebagai Pembina bagi Perguruan tinggi Agama Islam Swasta (PtAIS) lainnya di Kalbar. modal lain yang dimiliki adalah tersedianya beberapa kelengkapan sarana dan prasarana yang relatif memadai, seperti perpustakaan, Laboratorium bahasa, Komputer dan Praktikum masing‑masing Jurusan. Kondisi ini pada dasarnnya bisa menjadi mopdal yang cukup baik untuk pengembangan kelembagaan StAIn ke depan.

modal lain yang dimiliki adalah besarnya animo masyarakat yang masih tetap memilih StAIn Pontianak sebagai Perguruan tinggi

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 392 26/01/2015 09:48:05

Page 30: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

393EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ProsPek ProGrAm sTudi AGAmA dAN umum di sTAiN PoNTiANAk, kAlimANTAN BArAT, dAN sTAiN CuruP BeNGkulu

tempat belajar bagi generasi sekarang. Dari tahun ke tahun jumlah peminat terus meningkat jumlahnya dan ini bukankah bisa menjadi cermin akan kepercayaan dan sekaligus ekspektasi masyarakat yang begitu besar terhadap StAIn Pontianak. Dukungan dari berbagai pihak nampak terus terjadi dan konsisten untuk terus mengembangkan StAIn.

Prospek Program Studi umum di StaIN Curup

Kenyataan di lapangan menunjukkan StAIn membuka bidang‑bidang di luar disiplin ilmu keislaman dalam rangka mengakomodasi kebutuhan stakeholder setempat. Kenya‑taannya peminat untuk bidang‑bidang non‑studi keislaman cukup besar, sedangkan peminat untuk studi‑studi keislaman menurun. Pembukaan bidang‑bidang studi non‑keislaman di StAIn dilakukan secara formal atas ijin dari Diknas dan Depag. Di sini StAIn berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi, pembukaan prodi‑prodi di luar studi‑studi keislaman menyalahi aturan PP no 60 1999. namun di sisi lain, jika tidak mengakomodasi kebutuhan stakeholder di tingkat lokal maka keberadaan StAIn terancam, sebab StAIn akan ditinggalkan stakeholder. bagaimana Diktis menegosiasikan antara peraturan perundangan yang ada dan kenyataan di lapangan yang berbeda? Jika PP yang menjadi pegangan maka prodi‑prodi non‑keislaman di StAIn perlu ditata ulang, dengan resiko akan ada penurunan minat stakeholder untuk kuliah di StAIn dan menghambat perkembangan dan kemajuan StAIn. Jika Diktis membiarkan prodi‑prodi non‑keislaman tetap eksis maka tidak saja akan memberikan inspirasi bagi StAIn yang lain untuk membuka prodi sejenis tapi juga menyalahi PP yang ada. mungkinkah StAIn mampu mewujudkan profesionalisme kelembagaan dan keunggulan dalam mengembangkan ilmu‑ilmu keislaman dengan input yang kurang kompetitif, sementara dari 2.461 tenaga pendidik tetap yang dimiliki saat ini, 533 atau 21,66% masih berkualifikasi S1,

1.809 atau 73.51% berkualifikasi S2, dan 119 atau 4,84% berkualifikasi S3.

Sedangkan StAIn Curup di propinsi bengkulu pada awalnya adalah Fakultas Ushuluddin Curup yang didirikan pada tahun 1963 dan berstatus swasta. Pada tahun 1964 dengan SK menteri Agama RI nomor 66 tahun 1964 Fakultas Ushuluddin Curup di negerikan dengan menginduk ke IAIn Raden Fatah Palembang perkembangan selanjutnya, maka pada tahun 1982 menjadi Fakultas Ushuluddin IAIn Raden Fatah Cabang Curup dengan SK menteri Agama RI nomor 64 tahun 1982 tanggal 27 Juli 1982 Fakultas Ushuluddin IAIn Raden Fatah Cabang Curup meningkat Statusnya dari Fakultas Muda menjadi Fakultas Madya dan menjadi Fakultas Ushuluddin Curup yang berdiri sendiri (tidak menginduk ke Fakultas Ushuluddin IAIn Raden Fatah Palembang).Dengan perjalanan waktu kemudian berdasarkan Keputusan Presiden no. 11 tahun 1997 tanggal 21 maret 1997. Fakultas Ushuluddin Curup diubah namanya menjadi StAIn Curup.

Pengembangan program studi umum pada StAIn Curup menurut ketua StAIn didasarkan pada interpretasi Keputusan menteri Agama nomor 502 tahun 2002 tentang StAtUtA StAIn Curup. Pada bab III pasal 8 ayat 2 bahwa tujuan pendirian StAIn adalah mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama Islam dan teknologi serta kesenian yang bernafaskan Isla, dan mengupayakan peggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat serta memperkaya kebudayaan nasional. mengembangkan kesenian dan teknologi dan agama dimaknai secara luas sebagai landasan bagi pengembangan program studi umum di StAIn Curup.

Aspek lainnya merujuk pada landasan filosofis, visi STAIN Curup menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan, peng‑abdian pada masyarakat memiliki komitmen, mampu menghasilkan lulusan kompetitif, mantap dalam aqidah dan unggul dalam Ilmu pengetahuan. Sehingga misi yang

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 393 26/01/2015 09:48:05

Page 31: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

394 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

N u r u d i N

dikembangkan adalah meningkatkan dan mengembangkan penataan Struktur orga‑nisasi. meningkatkan pelaksanaan tugas kelembagaan, dan meningkatkan kualitas SDm yang Islami.

Jenjang pendidikan dan program studi yang dilaksanakan dan dikembangkan StAIn Curup adalah program Strata Satu (S.1) dilaksanakan pada dua jurusan, yaitu Jurusan tarbiyah dengan prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Pendidikan bahasa Inggris (PbI), Pendidikan bimbingan dan Konseling (bK), Pendidikan bahasa Arab (PbA), Pendidikan Guru madrasah Ibtidaiyah (PGmI). Sedangkan jurusan dakwah hanya ada satu prodi, yaitu prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Pada program Diploma tiga (D.3) yang dilaksanakan StAIn Curup adalah Program D.3 Komputer.

Pengembangan StAIn dengan membuka program studi umum menurut ketua StAIn sangat menguntungkan, melihat kenyataan perkembangan masyarakat terhadap kebutuh‑an adanya prodi umum (stake holder sangat membutuhkan lulusan komputer, bimbingan Konseling, bahasa Inggris, Komu nikasi dan Penyiaran Islam dan lain‑lain). Penyelarasan kemampuan output yang menguasai nilai‑nilai agama dan kompetensi umum adalah karakteristik output yang diharapkan. Idealnya terwujud sarjana muslim yang ahli dalam bidang umum dan mempunyai karakteristik keIslaman yang memadai.

menurut pembantu Ketua Satu StAIn Curup, pengembangan prodi umum pada prinsipnya menjalankan misi StAIn Curup yang sejalan dengan tugas tri Dharma Perguruan tinggi, yakni menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat dalam rangka ikut serta membentuk masyarakat Indonesia yang bermoral Islami dan berkepribadian Indonesia, serta mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan bangsa Indonesia khususnya dan kemaslahatan umat manusia pada umumnya.

Pembantu ketua dua menyatakan bahwa tujuan StAIn Curup mengembangkan prodi umum adalah melihat animo masyarakat yang tinggi terhadap adanya prodi umum tersebut, selain itu respon masyarakat yang tinggi ditandai dengan peningkatan jumlah mahasiswa pada prodi umum dari tahun ketahun. Pemerintah Daerah juga merespon baik terhadap keberadaan StAIn, bahkan tanah yang dimiliki StAIn Curup dulunya pemberian bupati ma’ali (1963/1964) dan diberikan juga kendaraan sebagai penghargaan pemda terhadap StAIn. Kedepan StAIn Curup dengan bantuan Pemda dan masyarakat menginginkan pengembangan StAIn menjadi UIn, dengan mengembangkan prodi umum secara lebi intensif. StAIn Curup yang merupakan penyangga bagi Kabupaten Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten musi Rawas, dan Kabupaten Pagar Alam. masyarakat mendukung keberadaan StAIn karena beberapa alasan yaitu, letak geografis StAIn yang relative mudah dijangkau, secara klimatologis cocok untuk proses pembelajaran, dan biaya yang sangat terjangkau. Ditambahkan pembantu ketua dua, StAIn memiliki tanggung jawab moral karena StAIn merupakan satu‑satunya Ptn di wilayah ini. Wilayah sekitar masuk ke StAIn ini mereka juga jauh dari wilayah. Kebutuhan masyarakat terhadap syarat‑syarat umum tapi tidak hanya meniru pendidikan umum yang sudah ada tapi harus ada cirri khas. Pengembangan kurikulum prodi umum secara penuh memberi ilmu umum tapi ditambah juga ilmu agar sebagai nilai. Secara kompetensi kurikulum tidak ada yang dikurangi tapi ditambah agama. tanggapan masyarakat dan pemerintah sebagai mitos sangat luar biasa (sangat mendukung), bahkan ke arah pengembangan UIn.

Profil lulusan prodi umum sangat positif, Sudah meluluskan 100‑an mahasiswa dari 2 generasi dan 95% sudah bekerja sesuai dengan bidangnya dan sebagian adalah PnS. Prodi umum peminatnya lebih besar dari prodi agama, namun diakui terjadi perilaku keagamaan yang berbeda antar mahasiswa

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 394 26/01/2015 09:48:05

Page 32: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

395EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ProsPek ProGrAm sTudi AGAmA dAN umum di sTAiN PoNTiANAk, kAlimANTAN BArAT, dAN sTAiN CuruP BeNGkulu

prodi agama dan umum. Sikap keagamaan siswa prodi umum dirasakan kurang memiliki rasa keagamaan yang kuat. Prodi bahasa inggris misalnya mampu mengembangkan program kunjungan/penelitian dari luar tentang kebahasaan; mengirim ke luar negeri untuk belajar. Lama menyelesaikan pendidikan rata‑rata relatif cepat yakni 4,5 tahun. Demikian halnya prodi manajemen informatika yang cukup diminati masyarakat. Prodi ini didorong mampu memberikan penguasaan dasar‑dasar ilmiah dan keterampilan dalam bidang keahlian tertentu sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di dalam kawasan keahliannya. menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan keahlian dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama.

Pengembangan kelembagaan dan Program Studi StaIN kedepan

Keberadaan StAIn merupakan jawab‑an kebutuhan masyarakat akan lahir‑nya perguruan tinggi Islam di daerah yang berkualitas. StAIn lahir dikarenakan kebu‑tuhan masyarakat daerah akan adanya perguruan tinggi Islam berkualitas yang dekat dan secara geografis terjangkau. Stra-tegi pengembangan StAIn dalam tiga ranah yaitu, Perluasan dan Pemerataan Akses; Peningkatan mutu, Relevansi, dan Daya Saing; dan Penguatan manajemen dan tata Kelola. Perluasan dan pemerataan akses pada StAIn berfokus pada tiga hal pokok, yaitu: ketersediaan daya tampung, keterjangkauan ekonomi, dan keterjangkauan wilayah. Aspek keterjangkauan ekonomi, diharapkan mahasiswa miskin berpotensi akademik tinggi yang diterima di StAIn meningkat. Sedangkan dari keterjangkauan wilayah, keberadaan StAIn menjadi pendidikan tinggi penyangga di daerah.

Peningkatan mutu, Relevansi, dan daya saing di fokuskan pada input mahasiswa, lulusan, dosen, karya ilmiah dan penelitian, per pustakaan, kurikulum, kelembagaan, dan jaringan kerjasama. terkait dengan input mahasiswa diharapkan kualitas input maha‑siswa S1 meningkat. Peningkatan kualitas input mahasiswa S1 di StAIn ditandai dengan nilai passing grade (standar nilai kelulusan) berada pada level menengah ke atas. Lulusan StAIn yang melanjutkan pendidikan pascasarjana diharapkan meningkat kedepan. Aspek yang penting juga pengembangan institusi StAIn dituntut mampu mengembangan jaringan kerjasama dalam pengelolaan institusi termasuk pembiayaan dengan lembaga pen didikan tinggi dan pemerintah daerah setempat.

Pada aspek penguatan manajemen dan tata kelola, pelayanan akademik di StAIn diharapkan semakin baik dan profesional. Perencanaan program jangka panjang StAIn memiliki Rencana Strategis sehingga pemi‑lihan prodi dapat direncanakan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarkat peng‑guna. memulai membangun prodi unggul tentu harus disiapkan berbagai hal yang nantinya diharapkan dapat mendukung terwujudnya prodi unggul dengan mengoptimalkan prodi yang tersedia. Sedangkan beberapa hal yang perlu disiapkan antara lain: 1). Sumber daya manusia yang handal. Artinya para pengelola yang kapabel, menguasai ilmu manejemen dan penerapannya. Demikian juga dengan dosen yang disamping menguasai bidang ilmu yang ditekuni secara baik, juga ada kemauan untuk membina mahasiswa dan memajukan lembaga melalui ilmu yang dikuasai. 2). Sarana dan prasarana yang cukup. Artinya dari aspek gedung, baik perkuliahan, laboratorium, perpustakaan, pengembangan ilmu, beserta kelengkapannya tersedia dengan cukup. Demikian juga fasilitas akses beberapa referensi melalui internet, tersedia dengan cukup. 3). Proses pembelajaran yang mendorong mahasiswa untuk maju. Artinya perkuliahan dilakukan dengan menggunakan

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 395 26/01/2015 09:48:05

Page 33: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

396 EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

N u r u d i N

pengantar bahasa asing (Arab dan Inggris) dan menggunakan metode Active Learning for Higher Education, sehingga tidak ada seorang mahasiswapun yang tidak terlibat dalam pembahasan materi kuliah dan kajian‑kajian lainnya. 4). Diasramakan. Artinya seluruh mahasiswa ditempatkan pada suatu tempat, baik di ma’had ataupun ditempat tertentu, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pembinaan yang intensif dalam berbagai hal (pembinaan akhlak, penguatan bahasa, pengkajian kitab dan lain‑lain).

Untuk mewujudkan prodi yang didesain seperti ini semua PtAI dapat melaksanakannya, meskipun baru dimulai dari satu prodi saja. Atas dasar pemikiran ini perlu kiranya StAIn mampu mengembangkan prodi yang unggul dan kompetitif dalam kapasitasnya sebagai pengembang keilmuan keIslaman.

PeNutuP

kesimpulan

Program studi agama di StAIn Pontianak potensial terus dikembangkan, terlihat dari trend input mahasiswa yang stabil. Kondisi geografis dan demografis Kalimantan Barat sebagai medan dakwah sebagai kekuatan pengembangan prodi‑prodi agama, sedangkan daya dukung yang memadai, menunjang pembelajaran dan peningkatan skill mahasiswa. Strategi pengembangan prodi agama yang memiliki karakter dan berkeunggulan terlihat pada prodi KPI yang jumlah mahasiswanya tidak terlalu besar namun lulusannya secara keseluruhan dapat diterima di masyarakat, lembaga pemerintah dan swasta.

rekomendasi

Program studi umum di StAIn Curup sangat diminati masyarakat, ditandai dengan peningkatan jumlah mahasiswa pada prodi umum dan tingkat keterserapan lulusan pada sektor formal yang tinggi. Penyelenggaraan

prodi umum berjalan cukup baik bahkan terkesan lebih di prioritaskan oleh pengelola StAIn.

Kedepan, StAIn semestinya didesain mengembangkan prodi unggulan yang ber‑tujuan mewujudkan keselarasan output yang menguasai nilai‑nilai agama dan kompetensi umum serta kebutuhan daerah setempat. Pemerintah (Kementerian Agama) perlu memberikan kepastian regulasi pembukaan prodi di StAIn, sehingga arah dan tujuan pengembangan Prodi yang unggul dan kompetitif, berorientasi pada kebutuhan masyarakat daerah dapat terwujud.

SumBer BaCaaN

Akhmad minhaji, transformasi Paradigma Ilmu‑ilmu keIslaman PtAI di Indonesia, makalah Simposium nasional Reinventing Pendidikan Islam Unggul dan kompetitif, di yogyakarta, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2011.

Azyumardi Azra, IAIN Di Tengah Paradigma Baru Perguruan Tinggi dalam http://www.ditpertais.net/ artikel/ azyu01.asp 7 Sep 2011.

bernard Lewis, What Went Wrong? The Clash between Islam and Modernity in the Middle East (new york: oxford University Press, 2002); idem, The Crisis of Islam: Holy War and Unholy Terror (new york: the modern Library, 2003); idem, From Babel to Dragomans: Interpreting the Middle East (oxford: oxford University Press, 2004).

D.A. tisna Amijaya, Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 1976-1985 (Jakarta: Dirjen Dikti, 1976).

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Renstra Pendidikan Islam 2010-2014, Jakarta, 2010.

Edward W. Said, “orientalism: An Exchange” The New York Review (12 Agustus 1982).

Fazlur Rahman, Islam & Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: the University of Chicago Press, 1982).

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 396 26/01/2015 09:48:05

Page 34: Cover Edukasi v12 n3 2014 (A4) set01 15.01.12 flatbalitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/downloads/Edukasi Sept-Des... · Evaluasi Kebijakan madrasah Ibtidaiyah negeri sebagai Satuan

397EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014

ProsPek ProGrAm sTudi AGAmA dAN umum di sTAiN PoNTiANAk, kAlimANTAN BArAT, dAN sTAiN CuruP BeNGkulu

George Sarton, Introduction to the History of Science (Cambridge: Carnegie Institution of Washington, 1953).

Gustave Le bon, The World of Islamic Civilization, trans. David macrae (barcelona: tudor Publishing Company, 1974).

makalah “Analisis Kritis Kurikulum PtAI, ditpertais.net/artikel/azyu01.

muhammad mumtaz Ali, ”A Study of Western Scholarship on the Compability and Incompability of Islam and modernization,” Islamic Quarterly XLVI no 2 (2002).

muhibbin, Eksistensi Penguatan Fakultas Unggul di PTAI: Pokok-pokok Pikiran tentang Upaya Memperkuat Prodi Keislaman, makalah Simposium, yogyakarta, 4‑6 oktober 2011.

Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Laporan Penelitian “Pengembangan Program Studi Umum pada STAIN dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Islam”, Jakarta, 2008.

Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Kementerian Agama, Laporan Seminar nasional “Penyelenggaraan Program Studi Umum di PTAI dan Pengaruhnya terhadap Prospek Prodi Agama” di Hotel Horison, Februari 2009.

STAIN Pontianak, Profil STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pontianak Tahun 2010.

Sukadji Ranuwihardjo, Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 1986-1995 (Jakarta: Dirjen Dikti, 1985).

UnESCo, Higher Education in the Twenty-First Century, dan juga lihat, A. malik Fadjar et. Al., Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

yadullah Kazmi, ”Islamic Education: traditional Education or Education of tradition?” Islamic Studies 42:2 (2003).

EDUKASI v12_n3_2014 (A4) isi set3.indd 397 26/01/2015 09:48:05