cosmos caudatus) menggunakan metode ...repository.ub.ac.id/1231/1/dian rahmat yuneri .pdf2. kedua...
TRANSCRIPT
EKSTRAKSI SENYAWA FENOLIK DARI DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus) MENGGUNAKAN METODE MICROWAVE
ASSISTED EXTRACTION (MAE) DENGAN VARIASI RASIO PELARUT DAN WAKTU EKSTRAKSI
SKRIPSI
Oleh:
Dian Rahmat Yuneri
NIM 135100600111013
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017
ii
EKSTRAKSI SENYAWA FENOLIK DARI DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus) MENGGUNAKAN METODE MICROWAVE
ASSISTED EXTRACTION (MAE) DENGAN VARIASI RASIO PELARUT DAN WAKTU EKSTRAKSI
Oleh:
Dian Rahmat Yuneri NIM 135100600111013
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul TA : Ekstraksi Senyawa Fenolik dari Daun
Kenikir (Cosmos caudatus) Menggunakan
Metode Microwave Assisted Extraction
(MAE) dengan Variasi Rasio Pelarut dan
Waktu Ekstraksi
Nama Mahasiswa : Dian Rahmat Yuneri
NIM : 135100600111013
Program Studi : Teknologi Bioproses Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian Pembimbing Pertama, Prof. Dr.Ir. Sumardi H.S., MS
Pembimbing Kedua, Shinta Rosalia Dewi, S.Si, M.Sc
NIP. 19540112 198002 1 001 NIK. 201201861218 2 001 Tanggal Persetujuan:
Tanggal Persetujuan:
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul TA : Ekstraksi Senyawa Fenolik dari Daun
Kenikir (Cosmos caudatus) Menggunakan
Metode Microwave Assisted Extraction
(MAE) dengan Variasi Rasio Pelarut dan
Waktu Ekstraksi
Nama Mahasiswa : Dian Rahmat Yuneri
NIM : 135100600111013
Program Studi : Teknologi Bioproses Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian Dosen Penguji I, Prof. Dr.Ir. Sumardi H.S., MS
Dosen Penguji II, Shinta Rosalia Dewi, S.Si, M.Sc
NIP. 19540112 198002 1 001 NIK. 201201861218 2 001 Dosen Penguji III, Yusuf Wibisono, STP, M.Sc,
Ph. D NIP. 19800107 200212 1
Ketua Jurusan, La Choviya Hawa, STP, MP.,Ph.D NIP. 19780307 200012 2 001
Tanggal Lulus TA:
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nagari Matua Hilia, Kecamatan Matur,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada tanggal 17 April 1995
dari ayah yang bernama Yurnal Fahmi dan Ibu Eri Yanis. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 10 Matur pada
tahun 2007, kemudian menlanjutkan studi ke sekolah menengah
pertama di SMP Negeri 1 Matur dengan tahun kelulusan 2010
dan melanjutkan studi ke jenjang sekolah menengah atas di SMA
Negeri 1 Matur dan lulus pada tahun 2013.
Pada tahun 2017 penulis telah berhasil menyelesaikan
pendidikannya di Universitas Brawijaya Malang pada program
studi Teknologi Bioproses Jurusan Keteknikan Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjalani pendidikan di
Universitas Brawijaya penulis mendapat Beasiswa Bidikmisi.
Pada masa pendidikannya, penulis aktif sebagai: asisten
praktikum beberapa mata kuliah, anggota Kementrian Kajian Aksi
dan Strategi BEM FTP 2015, anggota bidang Biodiesel Tim
AGEENT Himateta 2015 di Fakultas Teknologi Pertanian. Selain
itu penulis juga aktif dalam Forum Organisasi Daerah Sumatera
Barat di Malang yang bernama Ikatan Pemuda Pelajar Bundo
Kanduang Malang.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama Mahasiswa : Dian Rahmat Yuneri
NIM : 135100600111013
Program Studi : Teknologi Bioproses Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian Judul TA : Ekstraksi Senyawa Fenolik dari Daun
Kenikir (Cosmos caudatus) Menggunakan
Metode Microwave Assisted Extraction
(MAE) dengan Variasi Rasio Pelarut dan
Waktu Ekstraksi
Menyatakan bahwa, Tugas Akhir dengan judul diatas merupakan karya asli penulis
tersebut. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak
benar maka saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.
Malang, 11 Juni 2017
Pembuat Pernyataan,
Dian Rahmat Yuneri
vii
Dian Rahmat Yuneri. 135100600111013. Ekstraksi Senyawa Fenolik dari Daun Kenikir (Cosmos caudatus) Menggunakan Metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dengan Variasi Rasio Pelarut dan Waktu Ekstraksi. Skripsi. Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Sumardi HS, MS. dan Shinta Rosalia Dewi, S.Si, M.Sc. Penguji: Yusuf Wibisono STP, M.Sc, Ph.D
RINGKASAN
Kenikir adalah tanaman yang sering dimanfaatkan untuk sayur. Bagian tanaman kenikir yang dikonsumsi adalah daun. Daun kenikir mempunyai kandungan senyawa fenolik yang bersifat antioksidan. Salah satu cara untuk mengambil senyawa fenolik dari daun kenikir adalah ekstraksi. Metode ekstraksi yang paling umum digunakan adalah maserasi, perkolasi, digesti, refluks dan sokletasi. Namun beberapa metode ini memiliki kelemahan seperti waktu ekstraksi yang lama dan kebutuhan pelarut yang banyak. Oleh sebab itu pada penelitian ini proses ekstraksi senyawa fenolik dari daun kenikir menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) yang memiliki kelebihan seperti waktu ekstraksi yang lebih pendek, kebutuhan pelarut yang rendah dan rendemen ekstraksi yang tinggi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan yaitu rasio pelarut (1:4, 1:6 dan 1:8 (b/v)) dan waktu ekstraksi (2, 3, dan 4 menit). Dari kedua faktor ini diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh rasio pelarut dan waktu ekstraksi pada metode MAE terhadap total fenol dan IC50 ekstrak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan rasio pelarut
terhadap nilai total fenol dan IC50, namun tidak terjadi interaksi antara kedua faktor tersebut. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan rasio pelarut 1:4 (b/v) dan waktu ekstraksi 3 menit dengan nilai total fenol 2,978 mg GAE/ g ekstrak dan nilai IC50
4,203 mg/ml. Kata kunci: Daun Kenikir, IC50, Microwave Assisted Extraction (MAE), Senyawa Fenolik
viii
Dian Rahmat Yuneri. 135100600111013. Extraction Phenolic Compounds from Kenikir Leaves (Cosmos caudatus) using Microwave Assisted Extraction (MAE) Method with Variation Solvent Ratio and Extraction Time. Minithesis. Supervisor: Prof. Dr. Ir. Sumardi HS, MS. dan Shinta Rosalia Dewi, S.Si, M.Sc. Examiner: Yusuf Wibisono STP, M.Sc, Ph.D
SUMMARY Kenikir is a plant that is often used for vegetables. Part of the plants usual consumed is the leaves. Kenikir leaves contain phenolic compounds that are antioxidants. One way to take phenolic compounds from kenikir leaves is extraction. The most commonly extraction method used is maceration, percolation, digestion, reflux and soxhletation. However, some of these methods have disadvantages such as long extraction time and need for large amount of solvent. Therefore, in this study the process of extraction of phenolic compounds from kenikir leaves using Microwave Assisted Extraction (MAE) with advantages such as the extraction time is shorter, need low solvents and high yield extract. This study used a Randomized Block Design (RBD) with 2 treatment factors: solvent ratio (1:4, 1:6 and 1:8 (w/v)) and extraction time (2, 3, and 4 minutes). From these two factors obtained 9 treatment combinations and repeated as much as 3 times to obtain 27 unit of experiments. This study aimed to analyze the effect of solvent ratio and extraction time of MAE method on value of total phenol and IC50 of extract. The results showed that the treatment of solvent ratio and extraction time value of phenol and IC50, but no interaction between the two factors. The best treatment was obtained from the treatment of 1:4 (w/v) solvent ratio and 3 minutes extraction time with total phenol value is 2,978 mg GAE / g extract and IC50 4,203 mg/ml. Keywords: IC50, Kenikir Leaves, Microwave Assisted Extraction (MAE), Phenolic Compounds
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang judul
Ekstraksi Senyawa Fenolik dari Daun Kenikir (Cosmos
caudatus) Menggunakan Metode Microwave Assisted Extraction
(MAE) dengan Variasi
dengan baik. Selama proses penelitian dan penulisan Tugas
Akhir ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardi HS, MS sebagai dosen
pembimbing I, Ibu Shinta Rosalia Dewi, S.Si, M.Sc sebagai
dosen pembimbing II dan Bapak Yusuf Wibisono STP, M.Sc,
Ph.D sebagai dosen penguji yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama proses penyusunan dan
penyelesaian Tugas Akhir. 2. Kedua orang tua, Bapak Yurnal Fahmi dan Ibu Eri Yanis, yang
telah memberikan doa dan dukungan moral maupun materil,
demi terselesaikannya Tugas Akhir ini. 3. Bapak Angky Wahyu Putranto, STP, MP dan Ibu
STP, MT yang telah membantu dan memberikan bimbingan
serta arahan selama proses penelitian dan penyusunan Tugas
Akhir.
x
4. Ibu La Choviya Hawa, STP, MP.,Ph.D selaku Ketua Jurusan
Keteknikan Pertanian Universitas Brawijaya.
5. Ibu Dr. Eng. Evi Kurniati, MT selaku Sekretaris Jurusan
Keteknikan Pertanian Universitas Brawijaya.
6. Teman-teman Program Studi Teknologi Bioproses angkatan
2013 yang telah mendukung dan memberi semangat selama
proses pembuatan Tugas Akhir ini.
7. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam memberi
fasilitas baik alat dan sebagainya.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir (skripsi) ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Malang, 11 Juni 2017
Dian Rahmat Yuneri Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ........................................................... i HALAMAN JUDUL .............................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................... iv RIWAYAT HIDUP ................................................................ v PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ....................... vi RINGKASAN ....................................................................... vii SUMMARY .......................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................... xvi I. PENDAHULUAN .............................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................ 4 1.5 Batasan Penelitian ........................................................ 5 1.6 Hipotesis Penelitian ....................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 6 2.1 Senyawa Fenolik ........................................................... 6 2.2 Kenikir ........................................................................... 10
2.2.1 Klasifikasi Tanaman ................................................. 12 2.2.2 Kandungan Kimia Daun Kenikir dan Aktivitas
Antioksidan ............................................................... 12 2.3 Ekstraksi ....................................................................... 15 2.4 Microwave Assisted Extraction (MAE) ........................... 19
2.4.1 Pengertian Metode MAE .......................................... 19 2.4.2 Mekanisme Kerja MAE ............................................. 20 2.4.3 Kelebihan MAE dibanding Metode Ekstraksi Lain ..... 21
xii
2.4.4 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Metode MAE ......................................................................... 22
2.5 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Uji DPPH ....... 24
III. METODE PENELITIAN .................................................. 27 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................... 27 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................. 27
3.2.1 Alat Penelitian .......................................................... 27 3.2.1 Bahan Penelitian ...................................................... 28
3.3 Tahapan Penelitian ....................................................... 28 3.3.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah ........................ 30 3.3.2 Studi Pustaka ........................................................... 30 3.3.3 Penelitian Pendahuluan ............................................ 31 3.3.4 Rancangan Percobaan ............................................. 31 3.3.5 Pelaksanaan Penelitian ............................................ 32 3.3.6 Parameter Pengamatan ............................................ 35
3.3.6.1 Uji Total Fenol ................................................... 35 3.3.6.2 Uji Aktivitas Antioksidan ..................................... 35 3.3.6.3 Analisis Data ...................................................... 36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 37 4.1 Ekstraksi Metode Microwave Assisted Extraction (MAE) 37 4.2 Hasil Uji Total Fenol Ekstrak ......................................... 40
4.2.1 Pengaruh Rasio Pelarut terhadap Total Fenol Ekstrak ..................................................................... 42
4.2.2 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Total Fenol Ekstrak ..................................................................... 44
4.3 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak ........................... 47 4.3.1 Pengaruh Rasio Pelarut terhadap Aktivitas
Antioksidan Ekstrak .................................................. 49 4.3.2 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Aktivitas
Antioksidan Ekstrak .................................................. 51 4.4 Korelasi antara Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan ... 53 4.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik ........................................ 54
xiii
4.5.1 Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Kontrol Tanpa Pemanasan ................................................... 55
4.5.2 Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Kontrol Pemanasan Waterbath ............................................. 56
4.5.3 Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Metode Ekstraksi Lain ........................................................... 57
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 61 5.1 Kesimpulan ................................................................... 61 5.2 Saran ............................................................................ 61 DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 63 LAMPIRAN .......................................................................... 69
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman 2.1 Klasifikasi senyawa fenolik berdasarkan jumlah atom
karbon ........................................................................... 8 2.2 Kandungan kimia daun kenikir ...................................... 13 3.1 Daftar peralatan yang digunakan dalam penelitian ........ 27 3.2 Daftar bahan yang digunakan dalam penelitian ............. 28 3.3 Kombinasi perlakuan ekstraksi daun kenikir .................. 32 4.1 Uji BNT pengaruh rasio pelarut terhadap total fenol ...... 43 4.2 Uji BNT pengaruh waktu ekstraksi terhadap total fenol . 45 4.3 Uji BNT pengaruh rasio pelarut terhadap aktivitas
antioksidan .................................................................... 50 4.4 Uji BNT pengaruh waktu ekstraksi terhadap aktivitas
antioksidan ................................................................... 51 4.5 Perbandingan perlakuan terbaik dengan kontrol tanpa
pemanasan ................................................................... 55 4.6 Perbandingan perlakuan terbaik dengan kontrol
pemanasan waterbath ................................................... 56 4.7 Perbandingan perlakuan terbaik dengan penelitian lain 57
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman 2.1 Struktur kimia fenol ....................................................... 7 2.2 Tumbuhan kenikir ......................................................... 11 2.3 Reaksi DPPH dengan antioksidan ................................ 26 3.1 Diagram alir tahapan penelitian ..................................... 29 3.2 Diagram alir pelaksanaan penelitian ............................. 34 4.1 Grafik suhu bahan setelah ekstraksi akibat perlakuan
rasio pelarut (b/v) dan lama ekstraksi ............................ 39 4.2 Grafik rerata total fenol ekstrak daun kenikir segar
akibat perlakuan rasio pelarut (b/v) dan lama ekstraksi . 40 4.3 Reaksi senyawa fenol dengan reagen Folin-Ciocalteu .. 42 4.4 Grafik rerata IC50 ekstrak daun kenikir segar akibat
perlakuan rasio pelarut (b/v) dan lama ekstraksi ........... 48 4.5 Grafik korelasi antara total fenol dan IC50 ...................... 54
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman 1. Prosedur Analisis .......................................................... 70
1.1 Analisis Total Fenol..................................................... 70 1.2 Analisis Aktivitas Antioksidan dengan Metode Uji
DPPH ......................................................................... 71 1.3 Prosedur Pemilihan Perlakuan Terbaik ....................... 72
2. Data Hasil Pengujian ...................................................... 75 2.1 Data Pembuatan Kurva Standar ................................. 75 2.2 Data Hasil Pengujian Total Fenol ................................ 75 2.3 Data Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Uji
DPPH ......................................................................... 77
3. Data Hasil Analisis ......................................................... 81 3.1 Data Hasil Analisis ANOVA dan Uji Lanjut BNT Total
Fenol .......................................................................... 81 3.2 Data Hasil Analisis ANOVA dan Uji Lanjut BNT IC50 ... 86 3.3 Data Hasil Analisis Penentuan Perlakuan Terbaik ...... 91 3.4 Data Hasil Analisis Uji t Perlakuan Terbaik dengan
Kontrol ........................................................................ 92
4. Dokumentasi Penelitian ................................................. 94
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kenikir adalah tanaman yang sering dimanfaatkan untuk
sayur atau lalapan. Bagian tanaman kenikir yang biasa
dikonsumsi adalah daunnya. Daun kenikir memiliki aroma
yang cukup khas, sedikit wangi dan rasa agak getir. Selain
sebagai bahan pangan daun kenikir juga digunakan sebagai
obat lemah lambung, meningkatkan sirkulasi darah dan
mengusir serangga (Andarwulan dan Fitri, 2012). Pada
berbagai penelitian daun kenikir juga dipercaya dapat
mencegah atau mengobati penyakit kanker karena
mengandung senyawa fenolik yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan.
Andarwulan et al. (2010), telah melakukan penelitian
mengenai kandungan flavonoid dan sifat antioksidan
beberapa sayuran seperti daun katuk, kenikir, kedondong
cina, antanan, kemangi, beluntas, mangkokan, daun
gingseng, pohpohan, kecombrang dan krotot dan
menunjukkan hasil bahwa kandungan total fenolik dan
antioksidan tertinggi terdapat pada daun kenikir. Menurut
Liliwirianis (2011), pada bagian daun kenikir terdapat
berbagai jenis senyawa fenolik seperti alkaloid, saponin,
steroid, asam fenolik, flavonoid dan terpenoid. Golongan
flavonoid terdapat pada daun kenikir yaitu kuersetin dan
rutin. Sementara senyawa dari golongan asam fenolik yang
2
terdapat pada daun kenikir adalah asam klorogenik asam
neoklorogenik, asam kriptoklorogenik, asam kafeik dan asam
ferulik. Senyawa fenolik sendiri memiliki manfaat yang baik
untuk kesehatan diantaranya untuk antioksidan (Mustafa et
al., 2010), antikanker (Sharifuldin, 2014), antijamur (Solehan
et al., 2013), anti-inflammasi (Ajaykumar et al., 2012) dan
antimikroba (Rasdi et al., 2010). Dengan manfaat yang
banyak ini maka senyawa fenolik banyak diekstrak dari
tanaman yang nantinya dapat digunakan untuk industri
farmasi, kosmetik, kesehatan, bahan tambahan pangan, dan
lain-lain.
Metode yang paling umum digunakan untuk ekstraksi
senyawa fenolik dari tanaman seperti maserasi, perkolasi,
digesti, refluks dan sokletasi. Abdullah et al. (2015)
melakukan ekstraksi senyawa fenolik dari daun kenikir
menggunakan metode refluks dengan pelarut akuades
sebanyak 1 liter, suhu ekstraksi 60ºC dan waktu ekstraksi 3
jam. Selain itu pada penelitian Amna et al. (2013), proses
ekstraksi daun kenikir dilakukan dengan metode maserasi
yaitu dengan merendam sampel dalam pelarut etanol 80%
sebanyak 1,5 liter selama 3 hari. Dari kedua penelitian
sebelumnya proses ekstraksi senyawa fenolik dari daun
kenikir mempunyai kelemahan yaitu waktu ekstraksi yang
lama dan membutuhkan pelarut yang banyak. Oleh karena
itu proses ektraksi senyawa fenolik dapat dimodifikasi
dengan metode yang lain seperti metode Microwave
3
Assisted Extraction (MAE). Kelebihan ekstraksi dengan
menggunakan metode MAE adalah waktu ekstraksi dan
kebutuhan pelarut yang relatif rendah (Mandal et al., 2007)
serta menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih banyak
(Anggia et al., 2007). Pada metode MAE gelombang mikro
yang dihasilkan dapat meningkatkan suhu pelarut pada
bahan yang dapat menyebabkan dinding sel pecah dan zat-
zat yang terkandung dalam sel keluar menuju pelarut,
sehingga rendemen yang dihasilkan meningkat (Chemat dan
Giancarlo, 2013).
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan ekstraksi
senyawa fenolik dari daun kenikir dengan metode MAE
sehingga proses ekstraksi akan lebih cepat untuk
mendapatkan ekstrak yang nantinya akan diuji kandungan
total fenol dan aktivitas antioksidannya.
1.2 Rumusan Masalah Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Apakah ekstraksi dengan menggunakan metode
Microwave Assisted Extraction (MAE) dapat
menghasilkan ekstrak dengan kandungan senyawa
fenolik dan aktivitas antioksidan yang tinggi?
2. Bagaimana pengaruh rasio pelarut dan waktu ekstraksi
metode Microwave Assisted Extraction (MAE) terhadap
hasil kandungan senyawa fenolik pada dan aktivitas
antioksidan ekstrak daun kenikir?
4
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh rasio pelarut dan lama waktu
ekstraksi pada proses ekstraksi dengan metode
Microwave Assisted Extraction (MAE) terhadap
kandungan senyawa fenolik ekstrak daun kenikir.
2. Mengetahui pengaruh rasio pelarut dan lama waktu
ekstraksi pada proses ekstraksi dengan metode
Microwave Assisted Extraction (MAE) terhadap sifat
aktivitas antioksidan yang direpresentasikan dalam
bentuk Inhibition Concentration (IC50).
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi masyarakat: memberikan informasi bagi masyarakat
tentang kandungan senyawa fenolik serta aktivitas
aktioksidan dari ekstrak daun kenikir.
2. Bagi peneliti: menambah informasi tentang ekstraksi daun
kenikir dengan metode Microwave Assisted Extraction
(MAE) serta dapat mengetahui pengaruh variasi rasio
pelarut dan waktu ekstraksi terhadap kandungan total
fenol serta uji aktivitas antioksidan ekstrak daun kenikir.
3. Bagi peneliti selanjutnya: penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.
5
1.5 Batasan Penelitian Supaya pembahasan dalam penelitian ini dapat terarah
dan tidak melebar maka perlu dilakukan pembatasan
masalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium.
2. Bahan yang digunakan adalah kenikir segar yang dibeli di
Pasar Merjosari.
3. Variabel yang diteliti hanya rasio pelarut dan waktu
ekstraksi.
4. Parameter yang diuji adalah kandungan total fenol dan uji
aktivitas antioksidan.
5. Tidak membahas pengaruh suhu dan lama waktu
evaporasi terhadap kandungan total fenol.
6. Tidak membahas analisis energi dan ekonomi.
1.6 Hipotesis Penelitian Berikut adalah hipotesis dari penelitian ini:
1. Ada peningkatan hasil ekstraksi senyawa fenolik dari
daun kenikir dengan menggunakan metode MAE
dibandingkan metode konvensional.
2. Semakin lama waktu ekstraksi, semakin tinggi nilai total
fenol dan semakin tinggi aktivitas antioksidan ekstrak
daun kenikir (nilai IC50 semakin rendah).
3. Semakin besar rasio pelarut terhadap daun kenikir,
semakin tinggi nilai total fenol dan semakin tinggi aktivitas
antioksidan ekstrak daun kenikir (nilai IC50 semakin
rendah).
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Senyawa Fenolik Seyawa fenolik merupakan senyawa metabolit sekunder
yang dapat disintesis tumbuhan sebagai respon terhadap
berbagai kondisi sepert infeksi, radiasi UV, dan lain
sebagainya. Semua senyawa fenolik berupa senyawa
aromatik sehingga semuanya menunjukkan serapan kuat di
daerah spektrum UV. Selain itu, secara khas senyawa fenolik
menunjukkan geseran batokrom pada spektrumnya bila
ditambahkan basa (Renhoran, 2012). Senyawa fenolik
adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
hidroksil yang menempel pada cincin aromatik. Dengan kata
lain, senyawa fenolik adalah senyawa yang sekurang-
kurangnya memiliki satu gugus fenol seperti yang terlihat
pada Gambar 2.1. Senyawa fenolik lebih sering ditemukan
sebagai ester atau glikosida daripada senyawa bebas. Hal ini
penting untuk disadari jika ingin mengekstrak fenol dari
jaringan tanaman (Vermerris dan Ralph, 2006).
Terkait dengan senyawa fenolik, seringkali terjadi
disalah artikan sebagai bentuk polimerisasi senyawa fenolik,
padahal polifenol hanya merupakan satu senyawa yang
memiliki lebih dari satu gugus fenol. Senyawa fenol
merupakan kelas utama antioksidan yang berada dalam
tumbuhan (Andarwulan dan Fitri, 2012).
7
Gambar 2.1 Struktur kimia fenol
Senyawa fenolik sekurang-kurangnya memiliki satu
gugus fenol. Gugus fenol tersusun atas cincin benzena yang
tersubstitusi hidroksil (OH). Benzena merupakan cincin yang
terbentuk oleh enam buah atom karbon yang terikat secara
semi rangkap. Secara umum senyawa fenolik merupakan
asam lemah. Tingkat keasaman senyawa fenol berada
diantara asam karboksilat dan alkohol alfiatis. Pada senyawa
fenolik juga terdapat ikatan hidrogen yang terjadi akibat
adanya gugus hidroksil pada fenol. Keberadaan ikatan
hidrogen meningkatkan titik didih dan titik lebur fenol. Selain
itu ikatan hidrogen juga dapat mengubah spectrum UV dan
IR senyawa tersebut. Senyawa fenolik juga dapat
berpartisipasi dalam pembentukan ester karena adanya
gugus hidroksil dan karboksil. Jika senyawa fenolik
teroksidasi dapat mengakibatkan timbulnya warna coklat
pada tanaman. Oksidasi senyawa fenolik juga dapat
menyebabkan terbentuknya metabolit yang beracun
terhadap tanaman sehingga menyebabkan kerusakan
pangan. Namun disisi lain kemudahan senyawa fenolik
teroksidasi menjadikan beberapa dari senyawa ini digunakan
sebagai antioksidan pada minyak untuk mencegah terjadinya
okidasi lemak (Andarwulan dan Fitri, 2012).
8
Kelompok senyawa fenolik memiliki banyak sekali
anggota karena banyak sekali variasi gugus yang mungkin
tersubstitusi pada kerangka utama fenol. Terdapat lebih dari
8.000 jenis senyawa yang termasuk golongan senyawa
fenolik. Anggota senyawa fenolik mulai dari yang paling
sederhana dengan berat molekul yang kecil hingga dengan
senyawa yang kompleks yang memiliki berat molekul lebih
dari 30.000 Da (Andarwulan dan Fitri, 2012). Pada literatur
Vermerris dan Ralph (2006) mengklasifikasikan senyawa
fenolik berdasarkan jumlah atom karbon seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi senyawa fenolik berdasarkan jumlah atom karbon
Struktur Kelas C6 Fenolik sederhana C6-C1 Asam fenolat dan senyawa yang
berhubungan lainnya C6-C2 Asetofenon dan asam fenilasetat C6-C3 Asam sinamat, sinamil aldehid, sinamil
alkohol C6-C3 Koumarin, isokoumarin, kromon C15 Kalkon, Auron, dihidrokalkon C15 Flavan C15 Flavon C15 Flavanon C15 Flavanonol C15 Antosianidin C15 Antosianin C30 Biflavonil C6-C1-C6, C6-C2-C6 Benzofenon, xanton, stilben C6, C10, C14 Kuinon C18 Betasianin Lignan, neolignan Dimer Lignin Polimer Tanin Oligomer atau polimer
9
Kandungan senyawa fenolik dan flavonoid yang
ditemukan pada tanaman dapat beraktivitas sebagai
antioksidan. Penelitian Angkasa (2011) membuktikan bahwa
tingginya senyawa fenolik dan flavonoid dari beberapa
tanaman menunjukan aktivitas antioksidan yang kuat.
Semakin tinggi kadar senyawa fenolik dan flavonoid maka
aktivitas pengangkap radikal bebas juga akan semakin kuat.
Aktivitas antioksidan dari senyawa fenolik berhubungan
dengan struktur senyawa fenolik tersebut. Keberadaan grup
hidroksil atau metoksi pada posisi orto ataupun para dari
turunan asam benzoat, penilpropanoid atau flavonoid
(isoflavon) diketahui dapat meningkatkan aktivitas
antioksidan dari senyawa fenol. Sementara keberadaan dua
grup hidroksi pada posisi orto atau para dapat menghasilkan
struktur quinoid yang stabil, dan grup metoksi pada posisi
orto atau para adalah elektron donor yang efektif dalam
menstabilkan radikal bebas yang terbentuk, sehingga
meningkatkan aktivitas dari senyawa fenol (Meskin et al.,
2002 dalam Nuraini, 2007). Selain memiliki sifat antioksidan
senyawa fenolik juga memiliki kemampuan yang baik dalam
aktivitas antimikroba. Mekanisme antimikroba senyawa
fenolik adalah mengganggu kerja didalam membran
sitoplasma mikroba. Termasuk diantaranya adalah
mengganggu transport aktif dan kekuatan proton (Davidson,
1993 dalam Nuraini, 2007).
10
2.2 Kenikir Tanaman kenikir merupakan salah satu tanaman yang
mengandung senyawa fenolik yang berasal dari daerah
tropis di Amerika Tengah Amerika Latin, namun telah tumbuh
menyebar dan mudah didapati di Florida, Amerika Serikat,
Malaysia, serta negara negara di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia. Di Indonesia tanaman kenikir merupakan
tanaman yang banyak dijumpai dan banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai sayuran. Kenikir dengan nama
ilmiah Cosmos caudatus adalah tanaman yang biasanya
tumbuh tegak dengan tinggi 75-100 cm yang termasuk
tanaman perdu dari keluarga Asteraceae. Batang tanaman
ini memiliki ciri-ciri seperti berdiri tegak, berbentuk
segiempat, beralur membuju, bercabang banyak, beruas
dengan warna hijau keunguan. Kenikir biasanya tumbuh
musiman. Daun kenikir memiliki ciri-ciri seperti majemuk,
bersilang berhadapan, berbagi menyirip, ujung runcing, tepi
rata, berwarna hijau dengan panjang 15-25 cm seperti
terlihat pada Gambar 2.1 (Andarwulan dan Fitri, 2012).
Pada tanaman kenikir juga dijumpai bunga. Bunga
tanaman kenikir ditemukan soliter atau terkumpul dalam
kelompok majemuk pada satu tangkai dan biasanya
berwarna ungu, atau kemerahan, kadang berwarna putih
atau kuning. Pada setiap bagian bawah bunga terdapat
pembalut daun berwarna hijau dan berbentuk seperti
lonceng. Buahnya keras, berbentuk jarum, ujungnya
11
berambut, berbiji tunggal, panjangnya 1-3 cm dan berwarna
hitam (Hasan, 2006 dalam Rahman, 2013).
Gambar 2.2 Tumbuhan kenikir
Tanaman kenikir memiliki karakter yang unik, dengan
aroma yang menarik sehingga menambah cita rasa pada
makanan. Kenikir juga digunakan sebagai penyedap
makanan serta merangsang nafsu makan (Abas et al., 2006).
Di daerah Jawa Timur daun kenikir banyak dimanfaatkan
sebagai lalapan dan pecel. Selain itu kenikir juga sering
disebut sebagai tanaman herbal karena daun kenikir dapat
dimanfaatkan sebagai obat lemah lambung, mengurangi
tekanan darah, penguat tulang, memperbaiki sirkulasi darah,
penambah nafsu makan dan untuk mengobati atau
mencegah kanker (Sarmin, 2011).
12
2.2.1 Klasifikasi Tanaman Menurut Batari (2007) tanaman kenikir merupakan
tanaman yang berasal dari famili Asteraceae dan kindom
Plantae. Kedudukan tanaman kenikir dalam taksonomi
tumbuhan adalah sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Divisi : Spematophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicoyledone
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceaea
Genus : Cosmos
Spesies : Cosmos caudatus
2.2.2 Kandungan Kimia Daun Kenikir dan Aktivitas Antioksidannya
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk
mengidentifikasi berbagai senyawa kimia pada bagian
tanaman kenikir baik itu pada daun, akar dan batang. Daun
kenikir mengandung berbagai jenis senyawa fenolik seperti
alkaloid, saponin, steroid, asam fenolik, flavonoid dan
terpenoid (Liliwirianis, 2011). Menurut Bunawan et al. (2014),
daun kenikir mengandung senyawa kimia seperti pada Tabel 2.2.
13
Tabel 2.2 Kandungan kimia daun kenikir. Senyawa Kelas Catechin Flavonoid Chlorogenic Acid Asam Fenolik Neochlorogenic Acid Asam Fenolik Crytohlorogenic Acid Asam Fenolik Caffeic Acid Asam Fenolik Ferulic Acid Asam Fenolik Quercetin 3-O-glucoside Flavonoid Quercetin pentose Flavonoid Quercetin deoxyl-hexose Flavonoid
Mustafa et al. (2010) menyebutkan beberapa kandungan
senyawa fenolik jenis flavanol (katekin and epikatekin),
flavanon (naringenin) dan flavon (apigenin dan luteolin) juga
terdapat pada daun kenikir. Berdasarkan penelitian
Sukrasno et al. (2011) ada 2 jenis senyawa dari golongan
flavonoid terdapat pada daun kenikir yaitu quercitrin dan
rutin. Sementara senyawa dari golongan asam fenolik yang
terdapat pada daun kenikir adalah asam klorogenik, asam
neoklorogenik, asam kriptoklorogenik, asam kafeik dan asam
ferulik (Andarwulan dan Fitri, 2012). Mediani et al. (2012)
menyebutkan bahwa komponen biologis aktif yang terdapat
didalam ekstrak daun kenikir adalah quertin 3-o-rhamnoside,
quertin 3-o- -arabinofuranoside, quecetin 3-o- -glucide,
quecetin, proanthocyanidin, crypto-chlorogenic acid, neo-
chlorogenic acid, chlorogenic acid, catechin, epicatechin,
myricetin dan naringenin. Selain itu pada analisis gas
kromatografi minyak esensial daun kenikir didapatkan
kandungan zat volatil organik sebanyak 19 jenis komponen
14
volatil dengan -cadinence sebagai komponen volatil paling
besar (Lee dan Vairappan, 2011).
Berbagai jenis kandungan senyawa kimia yang terdapat
pada daun kenikir ini memiliki manfaat yang baik terhadap
kesehatan. Ekstrak senyawa fenolik ini memberikan manfaat
seperti sebagai antioksidan (Mustafa et al., 2010), antikanker
(Sharifuldin, 2014), antijamur (Solehan et al., 2013), anti-
imfammasi (Ajaykumar et al., 2012) dan antimikroba (Rasdi
et al., 2010). Dengan manfaat yang sangat banyak ini maka
akan banyak industri yang akan menggunakan esktrak
senyawa fenolik daun kenikir ini sebagai bahan baku untuk
produk seperti pangan, obat ataupun kosmetik.
Salah satu manfaat daun kenikir dalam bidang kesehatan
adalah aktivitas antioksidannya. Pada penelitian Sukrasno et
al. (2015) ekstrak daun kenikir memilki aktivitas antioksidan
yang cukup tinggi karena adanya senyawa flavonoid. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Shui et al. (2005) diketahui
bahwa kenikir memiliki aktivitas antioksidan yang sangat
tinggi juga, yaitu setara dengan sekitar 2400 mg asam
askorbat per 100 gram sampel segar. Jenis flavonoid yang
banyak pada daun kenikir adalah kuersetin 3-o-gluksida,
kuersetin pentosa dan kuersetin deoksil-heksosa. Aktivitas
aktioksidan pada daun kenikir adalah sebesar 70% dan ini
dapat digunakan sebagai penangkal radikal bebas (Bunawan
et al., 2014).
15
Daun kenikir memiliki potensi yang besar sebagai bahan
antioksidan (Sulaiman et al., (2011). Dari hasil penelitiannya
didapatkan bahwa kandungan senyawa flavonoid pada daun
kenikir adalah 27,7 ± 1,0 mg Quercetin Equivalent (QE)/g
berat basis kering. Pada penelitian lain juga dilakukan
analisis kandungan total fenol pada sebelas jenis sayuran di
Indonesia dan ternyata daun kenikir mengandung total fenol
1,52 mg Gallic Acid Equivalent (GAE) / 100 g dari berat segar
tanaman. Berdasarkan Rafat et al. (2010) dalam uji aktivitas
dismutase superoksida dan uji potensi menangkap radikal
bebas tertinggi adalah dari daun kenikir dengan angka
86.85% dan 98,56%. Sedangkan hasil uji DPPH ekstrak
daun kenikir didapatkan hasil IC50 sebesar 21,3 µg/ml yang
mana nilai ini setara dengan alfa tokoferol atau BHA (Mustafa
et al., 2010). Dan pada penelitian Nashiela (2015)
dibandingkan aktivitas antioksidan daun kenikir muda,
masak dan tua. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
nilai kandungan total fenol tertinggi dan uji DPPH terbaik
adalah pada daun kenikir muda dengan nilai berturut turut
adalah 66,2986 ± 5,1997 mg GAE/ml ekstrak dan 1055,3655
± 42,3797 µg/ml ekstrak.
2.1 Ekstraksi Kandungan senyawa fenolik yang terdapat pada daun
kenikir dapat diambil dengan berbagai cara, salah satunya
adalah ekstraksi. Ekstraksi merupakan suatu cara untuk
memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen
16
komponen yang terpisah (Winarno et al., 1973 dalam
Andriyanti, 2009). Ekstraksi adalah suatu proses penarikan
komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan
menggunakan pelarut tertentu. Pelarut yang digunakan
harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa
melarutkan material lainnya (Putri, 2015). Pelarut yang
digunakan seharusnya memiliki titik didih yang rendah,
murah, tidak toksik dan tidak mudah terbakar.
Daun kenikir merupakan bahan yang padat. Ekstraksi
dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan
dapat larut dalam solven (pelarut) pengekstraksi atau istilah
ini lebih dikenal dengan ekstraksi padat-cair. Setelah terjadi
transfer massa selama ekstraksi biasanya dilanjutkan
dengan proses distilasi, evaporasi maupun pengeringan
untuk mendapatkan zat yang lebih murni. Menurut Putri
(2015) proses ekstraksi padat cair dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Pelarut bercampur dengan padatan sehingga
permukaan padatan dilapisi oleh pelarut.
b. Terjadi difusi massa pelarut pada permukaan padatan
ke dalam pori padatan inert tersebut. Laju difusi ini
tergolong lambat karena pelarut harus menembus
dinding sel padatan.
c. Solut yang terdapat dalam padatan larut dalam pelarut.
d. Campuran solut dalam pelarut berdifusi keluar dari
permukaan padatan dan bercampur dengan pelarut.
17
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor
seperti sifat dari bahan, daya penyesuaian dengan tiap
macam metode ekstraksi, dan kepentingan dalam
memperoleh ekstrak yang sempurna. Metode ekstraksi yang
umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, dan
sokhletasi. Ketiga metode ini tergolong metode yang
konvensional. Metode maserasi digunakan dengan cara
merendam sampel dengan pelarut yang sesuai, baik murni
maupun campuran. Metode perkolasi dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
Sedangkan metode sokhletasi adalah metode ekstraksi
menggunakan menggunakan pelarut yang selalu baru yang
biasanya menggunakan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi yang kontinu dengan jumlah pelarut yang konstan
dengan adanya pendingin (Dede, 2010).
Pada penelitian terdahulu proses ekstraksi senyawa
fenolik dari daun kenikir masih menggunakan metode
konvensional ini. Contohnya pada penelitian Abdullah et al.
(2015), untuk mengekstrak senyawa fenolik dari daun kenikir
peneliti menggunakan metode refluks dan ini menggunakan
pelarut akuades sebanyak 1 liter bersuhu 60ºC dengan
waktu ekstraksi selama 3 jam, lalu pada penelitian Amna et
al. (2013) proses ekstraksi daun kenikir dilakukan dengan
metode maserasi yaitu dengan merendam sampel dalam
pelarut etanol 80% sebanyak 1,5 liter dengan waktu ekstraksi
selama 3 hari dan pada penelitian Ajaykumar et al. (2012)
18
ekstraksi senyawa fenolik pada daun kenikir menggunakan
metode maserasi dengan merendam bubuk daun kenikir
kering selama 6 hari pada berbagai macam pelarut seperti
petroleum eter, metanol, kloroform dan akuades. Dari ketiga
contoh penelitian sebelumnya ini proses ekstraksi senyawa
fenolik dari daun kenikir mempunyai kelemahan diantaranya
adalah mempunyai waktu ekstraksi yang lama,
membutuhkan banyak pelarut serta hasil ekstrak yang
kurang banyak.
Untuk mengatasi masalah pada metode ekstraksi
konvensional maka proses ekstraksi dapat dilakukan dengan
memodifikasi metode tersebut. Salah satu metode yang
dapat dimodifikasi adalah metode maserasi dengan
treatment ultrasonik, PEF (Pulse Electric Field) atau
microwave. Metode ekstraksi dengan menggunakan
microwave dapat memperpendek waktu ekstraksi dan
mengurangi penggunaan pelarut serta menaikkan hasil
ekstrak. Metode maserasi temodifikasi dengan microwave
lebih dikenal dengan istilah MAE (Microwave Assisted
Extraction). MAE memiliki kelebihan yaitu mempercepat
tranfer massa zat terlarut dari matriks sampel ke dalam
pelarut dibandingkan dengan metode maserasi konvensional
(Mandal et al., 2007).
19
2.2 Microwave Assisted Extraction (MAE)
2.4.1 Pengertian Metode MAE Microwave merupakan suatu peralatan yang
menghasilkan gelombang mikro. Microwave terdiri dua
bidang tegak lurus berosilasi yaitu medan listrik dan medan
magnet bertanggung jawab untuk pemanasan. Tidak seperti
pemanas konvensional yang tergantung pada fenomena
konduksi-konveksi yang akhirnya banyak energi panas yang
hilang ke lingkungan. Pada microwave pemanasan terjadi
dengan cara yang ditargetkan dan selektif sehingga hampir
tidak ada panas yang hilang ke lingkungan sebagai akibat
dari pemanasan sistem tertutup (Mandal et al., 2007).
Istilah Microwave Assisted Extraction (MAE) memiliki arti
proses ekstraksi yang dibantu oleh panas yang dihasilkan
oleh gelombang mikro. Ekstraksi dengan MAE merupakan
teknik ekstraksi yang relatif baru, di mana microwave bekerja
dengan memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik
non ionik yang berada di antara frekuensi 300 MHz hingga
300 GHz. Mekanisme pemanasan yang unik pada
microwave dapat secara signifikan mengurangi waktu
ekstraksi (biasanya kurang dari 30 menit) dibandingkan
dengan Soxhlet (Mandal et al., 2007). Salah satu jenis
ekstraksi yang dapat dilakukan dengan metode MAE adalah
ekstraksi padat cair.
Metode ekstraksi MAE merupakan salah satu metode
yang cukup efektif jika dibandingkan dengan metode yang
20
lain, terutama maserasi. Hal tersebut disebabkan karena
metode MAE dapat menghasilkan rendemen senyawa yang
lebih tinggi, suhu yang lebih rendah dan membutuhkan waktu
yang singkat pada proses ekstraksi (Rafiee et al., 2011).
Metode MAE merupakan salah metode ekstraksi yang cukup
baik karena metode MAE mampu mengekstraksi senyawa
dan mampu diaplikasikan dalam skala besar maupun kecil
(Zhang et al., 2011).
2.4.2 Mekanisme Kerja MAE Metode MAE merupakan metode yang
mengkombinasikan pelarut dengan gelombang mikro.
Metode ini membutuhkan waktu yang cukup singkat
sehingga tergolong lebih efisien. Secara fundamental
metode MAE berbeda dengan ekstraksi secara konvensional
seperti maserasi karena pada metode ini ekstraksi terjadi
akibat perubahan struktur sel akibat gelombang mikro.
Gelombang mikro yang dihasilkan dapat meningkatkan suhu
pelarut pada bahan yang dapat menyebabkan dinding sel
pecah dan zat-zat yang terkandung dalam sel keluar menuju
pelarut, sehingga rendemen yang dihasilkan meningkat
(Chemat dan Giancarlo, 2013). Suhu yang lebih tinggi yang
dicapai oleh radiasi gelombang mikro dapat menghidrolisis
ikatan eter dari selulosa, yang merupakan konstituen utama
dari dinding sel tanaman, dan dapat dikonversi menjadi fraksi
larut dalam 1 sampai 2 menit (Mandal et al., 2007).
21
Pada MAE kecepatan ekstraksi dan hasil yield yang tinggi
kemungkinan dicapai sebagai hasil kombinasi sinergis antar
dua fenomena transport yaitu gradient massa dan panas
yang bekerja pada arah yang sama. Hal ini berbeda dengan
ekstraksi menggunakan panas konvensional yang mana
proses transfer massa terjadi dari dalam keluar, sementara
perpindahan panas terjadi dari luar ke dalam substrat. Selain
itu pada ekstraksi menggunakan panas konvensional panas
di transfer dari media pemanas untuk interior sampel, tetapi
pada MAE panas didisipasikan secara volumetrik dalam
media iradiasi (Chemat dan Giancarlo, 2013).
2.4.3 Kelebihan MAE dibanding Metode Ekstraksi Lain Menurut Putri (2015), berikut adalah kelebihan metode
MAE dibandingkan metode ekstraksi yang lain yaitu:
a) MAE dapat menyelesaikan ekstraksi dalam beberapa
menit lebih cepat dibandingkan dengan metode ekstraksi
lain. b) Penggunaan pelarut yang sedikit sehingga mengurangi
biaya pembelian pelarut. c) MAE menghasilkan ekstrak dengan yield lebih besar
daripada metode ekstraksi lain. d) MAE menggunakan energi listrik lebih kecil dibandingkan
metode ekstraksi yang lain.
22
2.4.5 Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Metode MAE Menurut Mandal et al. (2007), faktor-faktor yang
berpengaruh pada metode ekstraksi MAE adalah sebagai
berikut:
a) Volume Pelarut
Volume pelarut harus cukup untuk memastikan bahwa
padatan selalu terendam dalam seluruh pelarut selama
iradiasi berlangsung. Semakin tinggi volume pelarut
maka semakin besar yield yang dihasilkan dalam metode
ekstraksi konvensional. Namun, dalam MAE semakin
tinggi volume pelarut maka semakin kecil yield yang
dihasilkan. Hal ini disebabkan karena dengan jumlah
pelarut yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah
padatan yang sedikit, pelarut akan lebih banyak
menyerap gelombang mikro yang besar untuk menaikkan
suhunya, sedangkan solid hanya menyerap sisa energi
gelombang mikro yang ada. Hal ini menyebabkan tidak
semua senyawa fenolik dapat keluar dari sel bahan
sehingga senyawa fenolik tidak dapat terekstrak dengan
sempurna.
b) Waktu Radiasi
Semakin lama waktu ekstraksi menyebabkan waktu
radiasi dalam microwave semakin lama sehingga pelarut
akan menyerap gelombang mikro yang lebih banyak.
Namun dengan waktu radiasi yang terlalu lama maka
analit akan terdegradasi oleh panas yang dihasilkan oleh
23
gelombang mikro. Oleh karena itu, ekstraksi MAE harus
dilakukan dengan waktu radiasi yang optimum.
c) Power Microwave
Power microwave dan waktu radiasi adalah dua faktor
yang saling berpengaruh. Semakin besar power
microwave yang digunakan dalam ekstraksi MAE, maka
semakin cepat pecahnya dinding sel karena jika
digunakan power yang lebih tinggi maka suhu akan naik
dengan cepat, sehingga analit yang diinginkan lebih
cepat keluar dari dalam sel dan berdifusi ke dalam
pelarut. Besar power microwave harus dipilih dengan
benar untuk menghindari kenaikan suhu yang tinggi,
yang dapat menyebabkan analit terdegradasi.
d) Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel berarti semakin besar luas
permukaan kontak antara partikel dan pelarut selama
iradiasi dalam ekstraksi MAE sehingga efisieni akan
meningkat. Namun yang perlu diperhatikan adalah jika
partikel terlalu kecil maka akan menimbulkan masalah
teknis seperti pada pemisahan filtrat dengan analit yang
sudah terlarut pada pelarut. Filtrat yang terlalu halus
maka akan menyebab proses pemisahan yang susah
sehingga diutuhkan tahap pemisahan seperti sentrifugasi
dan filtrasi dengan filter berpori kecil.
24
e) Suhu
Suhu ekstraksi dalam proses MAE tergantung pada
power microwave yang digunakan. Power yang besar
akan mempercepat kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu
ekstraksi berarti semakin besar tekanan internal pada sel
partikel sehingga dinding sel cepat pecah dan analit dari
dalam sel akan keluar larut dalam pelarut. Pada ekstraksi
MAE diperlukan suhu yang optimum untuk menjaga agar
analit tidak terdegradasi oleh panas yang dihasilkan
gelombang mikro.
2.3 Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa fenolik yang terdapat pada daun kenikir
merupakan senyawa yang memiliki sifat antioksidan. Dalam
pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa
pemberi elektron (elektron donor). Secara biologis,
pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu
menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam
tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu
elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsi,
2007 dalam Andriyanti, 2009). Berdasarkan sumbernya
antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan
sintetis (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi
kimia) dan antioksidan alami (Andriyanti, 2009).
Antioksidan berfungsi untuk menetralisasi radikal bebas,
sehingga atom dan elektron yang tidak berpasangan
25
mendapatkan pasangan elektron dan menjadi stabil.
Keberadaan antioksidan dapat melindungi tubuh dari
berbagai macam penyakit degeneratif dan kanker. Selain itu
antioksidan juga membantu menekan proses penuaan
(Tapan, 2005 dalam Andriyanti, 2009). Aktivitas
penghambatan antioksidan dalam reaksi oksidasi
berdasarkan keseimbangan reaksi oksidasi reduksi. Molekul
antioksidan akan bereaksi dengan radikal bebas dan
membentuk molekul yang tidak reaktif dan dengan demikian
reaksi berantai pembentukan radikal bebas dapat dihentikan.
Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal bebas
segera setelah senyawa tersebut terbentuk.
Metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas
antioksidan suatu bahan adalah dengan menggunakan
radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). DPPH
adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas
dengan cara mendelokasi elektron bebas pada suatu
molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif
sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses delokalisasi ini
ditunjukkan dengan adanya warna ungu (violet) pekat yang
dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi (Molyneux, 2004).
Menurut Rehnhoran (2012) ada tiga tahap reaksi antara
DPPH dengan zat antioksidan, yang dapat dicontohkan
dengan reaksi antara DPPH dengan senyawa monofenolat
(antioksidan). Tahap pertama meliputi delokalisasi satu
elektron pada gugus yang tersubstitusi dari senyawa
26
tersebut, kemudian memberikan atom hidrogen untuk
mereduksi DPPH. Tahap berikutnya meliputi dimerisasi
antara dua radikal fenoksil, yang akan mentransfer radikal
hidrogen dan akan bereaksi kembali dengan radikal DPPH.
Tahap terakhir adalah pembentukan kompleks antara radikal
hidroksil dengan radikal DPPH. Pembentukan dimer maupun
kompleks antara zat antioksidan dengan DPPH tergantung
pada kestabilan dan potensial reaksi dari struktur
molekulnya. Ketika DPPH menerima elektron atau radikal
hidrogen, maka akan terbentuk molekul diamagnetik yang
stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara
transfer elektron atau radikal hidrogen, akan menetralkan
karakter radikal bebas. Sementara itu antioksidan yang telah
melepaskan elektron akan berubah menjadi turunan radikal
antioksidan tetapi memiliki keadaan yang lebih stabil dari
pada radikal bebas seperti terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Reaksi DPPH dengan antioksidan
27
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017
sampai Maret 2017. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Jurusan
Keteknikan Pertanian, Laboratorium Teknologi Agrokimia
dan Laboratorium Bioindustri Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya, Malang.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Daftar peralatan yang digunakan dalam penelitian No Alat Fungsi 1 Microwave (Merk Samsung
tipe MG23H3185) Sumber gelombang mikro sebagai variasi perlakuan dalam proses ekstraksi
2 Blender (Merk Philips tipe HR 2106)
Untuk memperkecil ukuran daun kenikir
3 Glassware Tempat ekstraksi, pengukur volume ekstrak, wadah ekstrak
5 Rotary Vacuum Evaporator (Merk Heidolph)
Untuk mengurangi pelarut ekstrak daun kenikir
7 Spektrofotometer UV-Vis (Merk Spectronic Genesys 10 S UV)
Untuk pengujian aktivitas antioksidan dan total fenol
8 Neraca Digital (Merk Camry tipe EK5055 dan Merk Mettler tipe PM460)
Untuk menimbang massa bahan
28
3.2.2 Bahan Penelitian Daftar bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Daftar bahan yang digunakan dalam penelitian No Nama Bahan Keterangan 1 Daun kenikir segar Bahan utama penelitian 2 Kertas saring Alat bantu penyaringan 2 Akuades Pelarut ekstraksi 3 Asam Galat Bahan analisis total fenol 4 Larutan Natrium Karbonat Bahan analisis total fenol 5 Larutan Folin Ciocalteau Bahan analisis total fenol 6 Metanol Bahan analisis antioksidan 7 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) Bahan analisis antioksidan
3.3 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dibagi menjadi tujuh bagian yaitu
identifikasi dan perumusan masalah, studi pustaka,
penelitian pendahuluan, penentuan rancangan percobaan,
pelaksanaan penelitian, pengujian parameter pengamatan
dan analisis data. Diagram alir prosedur penelitian dapat
dilihat pada Gambar 3.1.
29
Gambar 3.1 Diagram alir tahapan penelitian
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Studi Pustaka
Mulai
Penelitian Pendahuluan
Penentuan Variabel Rancangan Percobaan:
1. Faktor I: Rasio Pelarut 2. Faktor II: Waktu Ekstraksi
Pelaksanaan Penelitian
Pengujian Parameter Pengamatan
1. Uji Total Fenol 2. Uji Aktivitas Antioksidan
Analisis Data
Selesai
30
3.3.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah Identifikasi dan perumusan masalah merupakan tahap
pertama dalam setiap penelitian. Identifikasi masalah dan
perumusan masalah bertujuan untuk memberi arahan
penelitian yang akan dilakukan selanjutnya. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
mendapatkan rasio pelarut (b/v) dan waktu ekstraksi yang
tepat sehingga didaptakan ekstrak dengan nilai total fenol
dan nilai aktivitas antioksidan yang paling baik.
Konsep yang mendasari penelitian adalah bahwa daun
kenikir merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan
masyarakat sebagai bahan makanan akan tetapi disisi lain
memiliki manfaat sebagai tanaman herbal. Daun kenikir
mengandung senyawa fenolik yang tinggi dan aktivitas
antioksidan yang sangat baik. Namun selama ini untuk
mendapatkan senyawa fenolik dari daun kenikir
menggunakan metode ekstraksi yang konvensional dan
memiliki beberapa kelemahan seperti waktu ekstraksi yang
lama dan kebutuhan pelarut yang tinggi. Dengan metode
yang ditawarkan pada penelitian ini yaitu metode Microwave
Assisted Extraction (MAE) diharapkan dapat memperbaiki
kelemahan pada metode ekstraksi konvensional.
3.3.2 Studi Pustaka Studi pustaka adalah tahapan pengumpulan informasi
dari berbagai sumber penelitian. Hal ini dilakukan untuk
31
mendapatkan landasan penulis dalam melakukan penelitian
yang akan dilakukan. Adapun sumber pustaka ini berasal
dari buku, jurnal penelitian dan laporan hasil penelitian. Studi
pustaka dilakukan untuk mendapatkan literatur dalam
penulisan laporan penelitian yang meliputi latar belakang,
tinjauan pustaka, pembahasan dan analisis data penelitian.
3.3.3 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk
meletakkan dasar dasar pada penelitian serta mencoba
menentukan estimasi waktu ketika sudah masuk kedalam
tahapan pelakasanaan penelitian. Pada tahap penelitian
pendahuluan ini penulis mencoba mencari power microwave
dan waktu ekstraksi yang tepat untuk penelitian ini sehingga
suhu ekstraksi sesuai dengan sifat bahan yang akan
diekstrak. Selain itu pada tahapan juga penentuan waktu
yang tepat dalam proses evaporasi sampel.
3.3.4 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan menggunakan 2 faktor yaitu rasio pelarut
terhadap kenikir segar (b/v) dan waktu ekstaksi. Rasio
pelarut terhadap kenikir segar yang digunakan yaitu terdiri
atas 3 level yaitu 1:4 (37,5 gram daun kenikir : 150 ml
akuades),1:6 (25 gram daun kenikir : 150 ml akuades), dan
1:8 (18,75 gram daun kenikir : 150 ml akuades) sedangkan
32
variasi waktu yang digunakan terdiri atas 3 level yaitu 2, 3
dan 4 menit. Dari kedua faktor ini diperoleh kombinasi
perlakuan seperti pada Tabel 3.3 ditambah dengan 1
perlakuan kontrol dan setiap kombinasi perlakuan dilakukan
3 kali perulangan.
Tabel 3.3 Kombinasi perlakuan ekstraksi daun kenikir
Rasio Pelarut (b/v) (A)
Waktu (B) B1
(2 menit) B2
(3 menit) B3
(4 menit) A1 (1 : 4 ) A1B1 A1B2 A1B3 A2 (1 : 6 ) A2B1 A2B2 A2B3 A3 (1 : 8 ) A3B1 A3B2 A3B3
Keterangan:
A1B1 = Rasio pelarut 1:4 (b/v) dengan waktu ekstraksi 2 menit.
A1B2 = Rasio pelarut 1:4 (b/v) dengan waktu ekstraksi 3 menit.
A1B3 = Rasio pelarut 1:4 (b/v) dengan waktu ekstraksi 4 menit.
A2B1 = Rasio pelarut 1:6 (b/v) dengan waktu ekstraksi 2 menit.
A2B2 = Rasio pelarut 1:6 (b/v) dengan waktu ekstraksi 3 menit.
A2B3 = Rasio pelarut 1:6 (b/v) dengan waktu ekstraksi 4 menit.
A3B1 = Rasio pelarut 1:8 (b/v) dengan waktu ekstraksi 2 menit.
A3B2 = Rasio pelarut 1:8 (b/v) dengan waktu ekstraksi 3 menit.
A3B3 = Rasio pelarut 1:8 (b/v) dengan waktu ekstraksi 4 menit.
3.3.5 Pelaksanaan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
daun kenikir segar. Sebelum memasuki proses ekstraksi,
daun kenikir disortasi terlebih dahulu berdasarkan warna dan
kesegaran, lalu ditimbang sesuai dengan rasio yang
33
dibutuhkan, kemudian dicuci hingga bersih dan ditiriskan.
Daun kenikir bersama pelarut akuades dengan rasio masing-
masing 1:4, 1:6 dan 1:8 (b/v) dihancurkan dengan blender
selama 2 menit sampai homogen. Proses ekstraksi dilakukan
dengan memasukkan campuran kenikir-akuades ke dalam
gelas beaker dan dimasukan kedalam microwave. Kemudian
power microwave diatur sebesar 180 watt dengan cara
mengatur pada tombol. Percobaan dilakukan dengan waktu
ekstraksi 2, 3, dan 4 menit. Setelah proses ekstraksi selesai,
campuran kenikir-akuades dikeluarkan dari microwave.
Suspensi hasil ekstraksi dengan microwave kemudian
disaring dengan menggunakan kertas saring. Cairan hasil
ekstrak kemudian disimpan pada botol.
Cairan yang didapatkan pada pada proses ekstraksi
kemudian memasuki proses pemurnian dari pelarut. Proses
pemurnian dari pelarut ekstrak menggunakan rotary vacuum
evaporator dengan suhu 55°C, kecepatan putar 65 rpm dan
tekanan 100 mbar. Setelah ekstrak cukup murni kemudian
ditimbang dan diukur volume untuk mengetahui densitas dari
ekstrak. Hasil ekstrak kemudian ditempatkan dalam botol
berwarna gelap dan disimpan pada suhu rendah untuk
mencegah terjadinya degradasi senyawa yang terkandung
dalam ekstrak akibat paparan sinar maupun suhu dari luar
sebelum dilakukan analisis. Hasil ekstrak tersebut dilakukan
pengujian total fenol dan aktivitas antioksidan. Diagram alir
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.
34
Gambar 3.2 Diagram alir pelaksanaan penelitian
Mulai
Daun Kenikir Segar
Pembersihan dan Sortasi
Pengecilan Ukuran dengan Blender
Dimasukkan ke Gelas Beaker 500 ml
Ekstraksi Microwave (Power 180 watt dan Variasi Waktu 2,3,4 menit)
Penyaringan dengan Kertas Saring
Ekstrak
Pemurnian Ekstrak dengan Rotary Vacuum Evaporator
Selesai
Uji Total Fenol Uji Aktivitas Antioksidan
Penimbangan Sesuai Rasio Pelarut
Akuades 150 ml
35
3.3.6 Parameter Pengamatan 3.3.6.1 Uji Total Fenol (Modifikasi Liu et al., 2013)
Penentuan kandungan total fenol dilakukan dengan
metode Folin-Ciocalteau dengan asam galat sebagai
standar. Sampel yang telah disiapkan akan direaksikan
dengan reagen Folin-Ciocalteau 10% dan reagen Natrium
Karbonat (Na2CO3) 7,5%. Reaksi ini akan menghasilkan
kompleks warna biru yang menandakan sampel
mengandung senyawa fenol. Pengukuran kandungan total
fenol menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Untuk
detail prosedur pengujian total fenol terdapat pada Lampiran 1.1.
3.3.6.2 Uji Aktivitas Antioksidan (Modifikasi Liu et al., 2013) Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode 1,1-
difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Prinsip kerjanya adalah
berdasarkan kemampuan sampel yang digunakan dalam
mereduksi radikal bebas stabil DPPH. Aktivitas
penghambatan radikal bebas oleh antioksidan dari sampel
akan terlihat jika larutan DPPH yang berwarna biru berubah
menjadi warna kuning. Persentase penghambatan aktivitas
radikal bebas diperoleh dari nilai absorbansi sampel. Untuk
detail prosedur pengujian aktivitas antioksidan terdapat pada
Lampiran 1.2
36
3.3.7 Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan
analisis sidik seragam atau ANOVA (Analysis of Variance)
metode Rancangan Acak Kelompok dilanjutkan dengan uji
DMRT (Duncan Multiple Range Test) jika terdapat interaksi
antara kedua faktor atau uji BNT (Beda Nyata Terkecil) jika
tidak terdapat interaksi kedua faktor dengan selang
kepercayaan 5%. Penentuan perlakuan terbaik dengan
menggunakan metode Multiple Attribute (Zeleny,1982 dalam
Farida, 2014).
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstraksi Metode Microwave Assisted Extraction (MAE)
Pada penelitian ini proses ekstraksi senyawa fenolik dari
daun kenikir dilakukan dengan metode Microwave Assisted
Extraction (MAE) yang mana proses ekstraksi daun kenikir
dibantu oleh gelombang mikro yang menghasilkan panas. Daun
kenikir yang digunakan adalah daun kenikir segar yang berasal
dari Pasar Merjosari Kota Malang, Jawa Timur. Daun kenikir
segar yang berasal dari pasar dilakukan proses sortasi dan dicuci
untuk mendapatkan daun kenikir dengan kualitas terbaik sebelum
masuk ke tahap ekstraksi. Kelebihan proses ekstraksi dengan
menggunakan bahan yang segar dibandingkan dengan ekstraksi
daun dikeringkan adalah untuk mengurangi degradasi senyawa
yang bersifat termolabil.
Setelah bahan disortasi dan dicuci kemudian ditimbang
sesuai variasi rasio pelarut terhadap bahan yaitu 1:4, 1:6 dan 1:8
(b/v). Setelah bahan ditimbang kemudian dimasukkan kedalam
blender dan ditambahkan akuades sesuai dengan rasio pelarut.
Lakukan proses pengecilan ukuran dan pelarutan bahan dengan
blender selama kurang lebih 2 menit dengan kecepatan sesuai
dengan pengaturan pada blender. Selama proses pengecilan
ukuran tidak terjadi perubahan suhu yang signifikan pada bahan
karena suhu bahan masih berada pada suhu ruang. Proses
pengecilan ukuran bertujuan untuk memperbesar kontak antara
38
bahan dengan pelarut sehingga bisa lebih banyak analit yang
terlarut dalam pelarut.
Proses ekstraksi dilakukan dengan menempatkan sampel
yang berbentuk seperti jus didalam gelas beaker 500 ml. Proses
ekstraksi dengan microwave dilakukan dengan lama waktu
sesuai dengan variasi yang telah ditetapkan yaitu 2, 3 dan 4
menit. Lama proses ekstraksi yang berbeda menghasilkan trend
suhu seperti pada Gambar 4.1. Suhu bahan setelah ekstraksi
pada rasio pelarut 1:4 adalah 46ºC pada waktu ekstraksi 2 menit,
53ºC pada waktu ekstraksi 3 menit dan 62ºC pada waktu
ekstraksi 4 menit. Lalu pada rasio pelarut 1:6 suhu bahan setelah
ekstraksi adalah 45ºC pada waktu ekstraksi 2 menit, 55ºC pada
waktu ekstraksi 3 menit dan 65ºC pada waktu ekstraksi 4 menit.
Dan pada rasio pelarut 1:8 suhu bahan setelah ekstraksi adalah
46ºC pada waktu ekstraksi 2 menit, 55ºC pada waktu ekstraksi 3
menit dan 66ºC pada waktu ekstraksi 4 menit. Dari data ini terlihat
bahwa rasio pelarut tidak menghasilkan perbedaan suhu yang
signifikan pada waktu ekstraksi yang sama. Ini dikarenakan
secara volumetrik setiap perlakuan rasio pelarut tidak ada
perbedaan yang terlalu jauh. Namun semakin lama waktu
ekstraksi maka terjadi peningkatan suhu yang relatif besar yakni
kurang lebih 10°C pada masing-masing rasio pelarut.
Peningkatan suhu merupakan efek yang ditimbulkan dari kontak
gelombang mikro dengan bahan yang akhirnya menimbulkan
efek panas yang berpengaruh pada proses ekstraksi. Semakin
tinggi suhu semakin banyak analit yang didapatkan.
39
Gambar 4.1 Grafik suhu bahan setelah ekstraksi akibat perlakuan rasio
pelarut (b/v) dan lama ekstraksi
Setelah proses ekstraksi selesai lalu dilanjutkan dengan
proses filtrasi yang menggunakan kertas saring kasar yang tidak
diketahui ukuran porinya untuk memisahkan padatan dengan
cairan. Padatan yang telah terpisah kemudian dibuang dan filtrat
coklat dilanjutkan ke tahap evaporasi suhu 55°C, kecepatan putar
65 rpm dan tekanan 100 mbar. Tujuan dari proses evaporasi
adalah untuk mendapatkan ekstrak yang lebih pekat dan murni.
Penggunaan tekanan vakum bertujuan untuk menurunkan titik
didih akuades sehingga akuades lebih cepat terevaporasi dan
analit yang berupa senyawa fenolik yang bersifat termolabil tidak
rusak akibat suhu yang terlalu tinggi. Rata-rata suhu aktual cairan
selama proses evaporasi adalah berkisar 39ºC yang mana suhu
ini diukur setelah proses evaporasi selesai. Selanjutnya, ekstrak
010203040506070
Rasio Pelarut 1:4(b/v)
Rasio Pelarut 1:6(b/v)
Rasio Pelarut 1:8(b/v)
46 45 4653 55 55
62 65 66
Suh
u ba
han
sete
lah
eskt
raks
i (ºC
)
Waktu ekstraksi 2 menit Waktu ekstraksi 3 menit
Waktu ekstraksi 4 menit
40
hasil evaporasi diuji total fenol dengan metode Folin-Ciocalteau
dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH.
4.2 Hasil Uji Total Fenol Ekstrak
Pada penelitian ini penentuan nilai total fenol bertujuan untuk
mengetahui kandungan senyawa fenolik yang pada ekstrak daun
kenikir yang diekstrak dengan menggunakan metode MAE
dengan variasi rasio pelarut yaitu 1:4, 1:6 dan 1:8 (b/v) serta
variasi waktu ekstraksi 2, 3 dan 4 menit. Berdasarkan hasil uji
total fenol ekstrak dari penelitian ini diperoleh nilai total fenol
berkisar antara 1,982 sampai 2,978 mg Gallic Acid Equivalent
(GAE) / g ekstrak seperti pada Lampiran 2.2. Grafik rerata nilai
total fenol ekstrak daun kenikir segar akibat perlakuan rasio
pelarut dan lama waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik rerata total fenol ekstrak daun kenikir segar akibat
perlakuan rasio pelarut (b/v) dan lama ekstraksi
41
Dari Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai total fenol ekstrak
daun kenikir segar dengan perlakuan rasio pelarut dan lama
waktu ekstraksi mendapatkan nilai tertinggi pada rasio pelarut 1:4
(b/v) dengan lama waktu ekstraksi 3 menit yaitu 2,978 mg GAE/
g ekstrak dan terendah pada rasio pelarut 1:8 (b/v) dengan lama
waktu ekstraksi 2 menit yaitu 1,981 mg GAE/ g ekstrak. Selain itu
dari Gambar 4.2 juga terlihat bahwa pada setiap rasio pelarut
nilai total fenol akan cenderung naik seiring meningkatnya lama
waktu ekstraksi yaitu waktu 2 dan 3 menit lalu cenderung turun
pada lama waktu ekstraksi 4 menit.
Hasil analisis ANOVA pada Lampiran 3.1 menunjukkan
bahwa variasi rasio pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh
terhadap nilai total fenol yang terkandung
pada ekstrak. Namun pada interaksi kombinasi kedua variabel
tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai
total fenol pada ekstrak.
Uji total fenol merupakan uji yang digunakan untuk
menentukan kandungan total fenol dari sampel yang dianalisis
dengan cara mengestimasi nilai senyawa fenolik secara
keseluruhan. Untuk mengetahui kandungan total fenol dari suatu
ekstrak dilakukan uji dengan metode Folin-Ciocalteu. Metode
Folin-Ciocalteu memberikan nilai estimasi senyawa fenolik
secara keseluruhan dari kandungan total fenol yang dianalisis
serta tidak membedakan jenis komponen fenolik, tetapi semua
jenis fenol dideteksi dengan sensitivitas yang bervariasi
(Khadambi, 2007 dalam Dede, 2010). Prinsip kerja metode ini
42
didasarkan pada kemampuan suatu sampel mereduksi reagen
folin yang mengandung senyawa asam fosfomolibdat-
fosfotungstat, membentuk senyawa kompleks yaitu molibdenum
tungstan yang berwarna biru, reaksi ini terlihat pada Gambar 4.3.
Semakin pekat intensitas warna biru menunjukkan semakin
tingginya kandungan fenol suatu sampel (Kanopa et al., 2012
dalam Ayunda, 2014).
H3PO4(MoO3)12 +
OH
+ H2O
O
O
+ H6(PMo12O40)
Folin-ciocalteu senyawa fenolik kuinon kompleks molybnedum-blue Gambar 4.3 Reaksi senyawa fenol dengan reagen Folin-Ciocalteu
4.2.1 Pengaruh Rasio Pelarut terhadap Total Fenol
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) didapat
bahwa pada penelitian ini variabel rasio pelarut (b/v) memberikan
pengaruh yang nyata terhadap nilai total fenol ekstrak daun
kenikir segar. Oleh sebab itu dilakukan uji lanjut beda nyata
. Dan berdasarkan uji BNT
didapatkan bahwa masing masing nilai variabel rasio pelarut
berbeda nyata terhadap nilai rerata total fenol seperti pada Tabel 4.1.
43
Tabel 4.1 Uji BNT pengaruh rasio pelarut terhadap total fenol Rasio Pelarut
(b/v) Rerata Total Fenol (mg GAE/g ekstrak) Notasi BNT
1:4 2,828 a 0,1008 1:6 2,390 b
1:8 2,061 c Ket: Nilai yang tidak didampingi huruf notasi yang sama menunjukan berbeda nyata.
Pada penelitian ini rasio pelarut paling kecil yaitu 1:4 (b/v)
menghasilkan nilai rerata total fenol paling besar yaitu 2,828 mg
GAE/g ekstrak, lalu rasio 1:6 (b/v) menghasilkan nilai rerata fenol
2,390 mg GAE/g ekstrak dan rasio 1:8 (b/v) menghasilkan nilai
rerata total fenol paling kecil yaitu 2,061 mg GAE/g ekstrak. Rasio
pelarut 1:4 (b/v) memberikan nilai rerata total fenol yang besar
karena terjadinya kontak yang lebih efektif antara bahan dengan
pelarut jika dibandingkan dengan rasio pelarut (b/v) yang lain.
Sementara itu rasio pelarut 1:8 memberikan nilai rerata total fenol
yang paling kecil karena gelombang mikro yang dipaparkan oleh
microwave cenderung diserap oleh pelarut dan hanya sebagian
kecil yang terisisa untuk diserap oleh bahan (Chemat dan
Giancarlo, 2013). Rasio pelarut (b/v) merupakan perbandingan
jumlah bahan yang akan diekstrasi dengan jumlah pelarut yang
digunakan. Dalam ekstraksi metode Microwave Assited
Extraction (MAE) rasio pelarut (b/v) merupakan parameter yang
cukup penting untuk diperhatikan. Volume pelarut harus cukup
untuk menjamin bahwa seluruh bahan dalam pelarut selama
proses radiasi gelombang mikro oleh microwave. Namun disisi
lain ketika terlalu banyak pelarut yang digunakan akan membuat
44
tidak optimalnya proses ekstraksi tersebut karena gelombang
mikro cenderung lebih terserap oleh pelarut yang banyak
dibandingkan untuk mengeluarkan analit dari bahan (Chemat dan
Giancarlo, 2013).
Jika dibandingkan pada penelitian lain terlihat bahwa rasio
pelarut yang optimal bukan pada rasio pelarut yang tertinggi.
Pada penelitian Purwanto (2010) yang melakukan ekstraksi
minyak jahe berkadar zingiberene tinggi dengan metode
Microwave Assisted Extraction (MAE) dengan variasi rasio
pelarut 1:5, 1:6, 1:7, 1:8, 1:9 dan 1:10 (b/v) dan variasi daya 100
dan 300 watt. Dari penelitian ini didapat bahwa rasio pelarut
paling optimal adalah 1:8 (b/v). Lalu pada penelitian Magdalena
dan Joni (2015) yang meneliti tentang pengaruh variasi daya
microwave 320, 560 dan 800 watt serta variasi rasio pelarut 1:25,
1:35, dan 1:45 (b/v) pada ekstraksi daun gambir dengan metode
Microwave Assisted Extraction (MAE) terhadap nilai total fenol
ekstrak kasar daun gambir dan didapat hasil bahwa nilai total
fenol terbesar adalah pada rasio 1:35 (b/v).
4.2.2 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Total Fenol Ekstrak
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) didapat
bahwa pada penelitian ini variabel waktu ekstraksi memberikan
pengaruh yang nyata terhadap nilai total fenol ekstrak daun
kenikir segar. Oleh sebab itu dilakukan uji lanjut beda nyata
terkecil (BNT) de
45
didapatakan bahwa waktu ekstraksi 2 menit dan 4 menit tidak
berbeda nyata tetapi waktu ekstraksi 3 menit berbeda nyata
terhadap nilai rerata total fenol seperti pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Uji BNT pengaruh waktu ekstraksi terhadap total fenol Waktu
Ekstraksi Rerata Total Fenol
(mg GAE/ g ekstrak) Notasi BNT
2 menit 2,351 a 0,1008 4 menit 2,365 a
3 menit 2,563 b Ket: Nilai yang tidak didampingi huruf notasi yang sama menunjukan berbeda nyata.
Pada penelitian ini waktu ekstraksi 2 menit (suhu bahan 46ºC)
menghasilkan nilai rerata total fenol paling kecil yaitu sebesar
2,351 mg GAE/g ekstrak, waktu ekstraksi 3 menit (suhu bahan
54ºC) menghasilkan nilai rerata total fenol paling besar yaitu
2,563 mg GAE/g ekstrak kemudian nilai rerata total fenol turun
pada waktu ekstraksi 4 menit (suhu bahan 65ºC) yaitu sebesar
2,365 mg GAE/g ekstrak. Dari hasil ini terlihat bahwa waktu
ekstraksi yang semakin yang lama cenderung membuat nilai
rerata total fenol menjadi menurun. Hal ini dikarenakan semakin
lama proses ekstraksi akan membuat semakin meningkatnya
suhu pada bahan maka ini akan membuat senyawa termolabil
seperti fenolik akan terdegradasi. Degradasi senyawa fenolik ini
terjadi pada waktu ekstraksi 4 menit karena suhu bahan telah
mencapai 65ºC dan ini telah melewati batas suhu aman untuk
senyawa fenolik. Menurut Sari (2013) degradasi senyawa fenolik
terjadi karena kandungan senyawa fenolik yang ada pada bahan
sudah habis sehingga efek panas yang dihasilkan gelombang
46
mikro bukan lagi sebagai driving force ekstrak tetapi lebih
cenderung untuk merusak senyawa fenolik yang sudah terekstrak
atau yang terlarut didalam pelarut.
Waktu ekstraksi juga merupakan salah satu faktor yang
sangat dipertimbangkan dalam metode Microwave Assisted
Extraction (MAE). Dalam hal ini waktu ekstraksi yang dimaksud
adalah waktu kontak antara gelombang mikro dengan bahan
yang akan diekstrak. Pada ekstraksi konvensional seperti
maserasi semakin lama proses ekstraksi, maka kontak antara
pelarut dengan zat terlarut akan semakin lama sehingga proses
pelarutan analit akan terus berlangsung dan berhenti sampai
pelarut jenuh terhadap analit. Akan tetapi pada proses ekstraksi
menggunakan metode MAE waktu ekstraksi cenderung lebih
cepat dibandingkan metode konvensional hal ini terjadi karena
peningkatan suhu lebih cepat pada metode MAE. Namun yang
perlu diperhatikan waktu kontak yang terlalu lama akan membuat
suhu meningkat lebih tinggi dan cenderung merusak analit
(Chemat dan Giancarlo, 2013).
Jika dibandingkan dengan penelitian lain fenomena
penurunan nilai total fenol juga terjadi seiring dengan semakin
lamanya waktu ekstraksi khusunya pada metode MAE. Pada
penelitian Sari (2013) tentang isolasi senyawa fenolik rumput laut
Euceuma cottonii menggunakan metode MAE yang mana
penelitian ini mengkaji variasi suhu 50, 55, 60, 65 ºC dan waktu
ekstraksi 1, 2, 4 ,6, 8, 10 menit. Dari hasil penelitian ini didapat
hasil bahwa penurunan nilai total fenol terjadi pada suhu ekstraksi
47
60 dan 65 ºC mulai pada menit ke-6 dan semakin turun sampai
menit ke-10. Pan et al. (2003) melakukan penelitian tentang
ekstraksi senyawa polifenol dan kafein dari daun teh hijau
menggunakan metode MAE dengan variasi konsentrasi pelarut
etanol (0, 20, 40, 60, 80 dan 100%), waktu ekstraksi (0,5, 1, 2, 3,
4, 5, 6, 7 dan 8 menit) serta rasio pelarut : bahan (10:1, 12,5:1,
15:1, 17,5:1, 20:1, 22,5:1 dan 25:1). Dari hasil penelitian ini
terlihat bahwa penurunan nilai senyawa polifenol terjadi menit ke-
5 dan terus menurun sampai menit ke-8 pada konsentrasi pelarut
50% dan rasio pelarut : bahan 20:1.
4.3 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Pada penelitian ini penentuan nilai aktivitas antioksidan yang
diekspresikan dengan nilai IC50 bertujuan untuk mengetahui
besarnya aktivitas antioksidan ekstrak daun kenikir yang di
ekstrak dengan menggunakan metode MAE dengan variasi rasio
pelarut yaitu 1:4, 1:6 dan 1:8 (b/v) serta variasi waktu ekstraksi 2,
3 dan 4 menit. Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan dari
penelitian ini diperoleh aktivitas antioksidan yang diekspresikan
dengan IC50 maka nilainya berkisar antara 4,203 sampai 7,308
mg/ml seperti pada Lampiran 2.3. Grafik rerata nilai IC50 ekstrak
daun kenikir segar akibat perlakuan rasio pelarut dan lama waktu
ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.4.
48
Gambar 4.4 Grafik rerata IC50 ekstrak daun kenikir segar akibat
perlakuan rasio pelarut (b/v) dan lama ekstraksi
Dari Gambar 4.4 menunjukkan bahwa IC50 ekstrak daun
kenikir segar dengan perlakuan rasio pelarut dan lama waktu
ekstraksi mendapatkan nilai terbaik/terendah pada rasio pelarut
1:4 (b/v) dengan lama waktu ekstraksi 3 menit yaitu 4,203 mg/ml
dan terburuk/tertinggi pada rasio pelarut 1:8 (b/v) dengan lama
waktu ekstraksi 3 menit yaitu 7,308 mg/ml. Selain itu dari Gambar 4.4 juga terlihat bahwa pada setiap rasio pelarut nilai IC50 akan
cenderung menunjukan penurunan nilai seiring meningkatnya
lama waktu ekstraksi yaitu waktu 2 dan 3 menit lalu cenderung
naik pada lama waktu ekstraksi 4 menit. Kenaikan nilai IC50 pada
waktu ekstraksi 4 menit diakibatkan oleh mulai rusaknya senyawa
fenolik yang bersifat antioksidan karena pengaruh suhu mulai
berkisar diatas 60ºC. Hasil analisis ANOVA pada Lampiran 3.2 menunjukkan
bahwa variasi rasio pelarut dan waktu ekstraksi berpengaruh
49
50 ekstrak.
Namun pada interaksi kombinasi kedua variabel tersebut tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai nilai IC50 pada
ekstrak.
Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat
menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas,
sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Dalam uji
aktivitas antioksidan dengan metode DPPH, DPPH berperan
sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan sampel sehingga
DPPH akan berubah menjadi difenilpikrilhidrazil yang bersifat
non-radikal. Ketika terjadi reaksi antara sampel dengan larutan
DPPH maka warna radikal bebas yang awalnya berwarna violet
berubah menjadi kuning seperti terlampir pada Lampiran 4. Perubahan warna ini karena proses reduksi dengan donasi
elektron (Renhoran, 2012). Hasil uji aktivitas antioksidan ini lalu
direpresentasikan dengan nilai IC50. IC50 didefinisikan sebagai
konsentrasi sampel yang akan mereduksi aktivitas DPPH
sebesar 50%. Semakin besar nilai IC50 maka nilai aktivitas
antioksidan akan semakin kecil artinya nilai aktivitas antioksidan
yang baik adalah ketika nilai IC50 rendah (Molyneux, 2004).
4.3.1 Pengaruh Rasio Pelarut terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam (ANOVA) didapat
bahwa pada penelitian ini variabel rasio pelarut (b/v) memberikan
pengaruh yang nyata terhadap nilai rerata IC50. Oleh sebab itu
50
. Dan
berdasarkan uji BNT didapatakan bahwa masing masing nilai
variabel rasio pelarut berbeda nyata terhadap nilai rerata IC50
seperti pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Uji BNT pengaruh rasio pelarut terhadap aktivitas antioksidan Rasio Pelarut IC50(mg/ml) Notasi BNT
1:8 7,092 a 0,46617 1:6 5,739 b
1:4 4,611 c Ket: Nilai yang tidak didampingi huruf notasi yang sama menunjukan berbeda nyata
Pada penelitian ini rasio pelarut paling kecil yaitu 1:4 (b/v)
menghasilkan nilai rerata nilai rerata IC50 paling bagus yaitu 4,611
mg/ml. Rasio pelarut 1:4 (b/v) memberikan nilai rerata IC50 yang
baik karena nilai rerata total fenol pada rasio tersebut juga paling
baik. Sementara itu rasio pelarut 1:8 memberikan nilai rerata IC50
yang paling buruk. Pada penelitian ini nilai rerata total fenol
terbesar terdapat pada rasio 1:4 (b/v) maka nilai sifat antioksidan
yang terbaik dalam hal ini direpresentasikan dengan IC50 juga
terdapat pada rasio 1:4 (b/v). Begitupun dengan nilai IC50 pada
rasio 1:8 (b/v) memiliki nilai yang terendah karena pada rasio
tersebut nilai total fenol juga yang paling buruk.
Jika dibandingkan penelitian lain bahwa pengaruh rasio
pelarut terhadap aktivitas antioksidan cukup berbeda pada
penelitian ini. Karena pada penelitian Farida (2014) yang
melakukan proses ekstraksi senyawa antosianin yang juga
memiliki sifat antioksidan menggunakan metode MAE dengan
variasi waktu ekstraksi (5, 10 dan 15 menit) dan variasi rasio
51
pelarut akuades-asam sitrat terhadap bahan (1:10, 1:20 dan 1:30
(b/v)). Dari penelitiannya didapat fakta bahwa aktivitas
antioksidan yang paling optimal yaitu pada rasio pelarut 1:20
(b/v). Rasio pelarut yang semakin tinggi akan meningkatkan
jumlah senyawa target yang terekstrak sampai pada taraf tertentu
sebelum akhirnya turun jika rasio pelarut terus ditingkatkan.
Peningkatan perbandingan pelarut sampai pada taraf tertentu
tersebut menyebabkan kadar antosianin yang terekstrak semakin
banyak, sehingga aktivitas antioksidan juga meningkat.
4.3.2 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) didapat
bahwa pada penelitian ini variabel waktu ekstraksi memberikan
pengaruh yang nyata terhadap nilai total fenol ekstrak daun
kenikir segar. Oleh sebab itu dilakukan uji lanjut beda nyata
n berdasarkan uji BNT
didapatakan bahwa waktu ekstraksi 2 menit dan 4 menit tidak
berbeda nyata tetapi waktu ekstraksi 3 menit berbeda nyata
terhadap nilai rerata total fenol seperti pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Uji BNT pengaruh waktu ekstraksi terhadap aktivitas
antioksidan Waktu
Ekstraksi IC50(mg/ml) Notasi BNT
4 menit 6,066 a 0,46617 2 menit 5,950 a
3 menit 5,426 b Ket: Nilai yang tidak didampingi huruf notasi yang sama menunjukan berbeda nyata.
52
Pada penelitian ini waktu ekstraksi 2 menit (suhu bahan
46°C) menghasilkan nilai rerata IC50 yaitu sebesar 6,066 mg/ml,
waktu ekstraksi 3 menit (suhu bahan 54°C) menghasilkan nilai
rerata IC50 sebesar 5,426 mg/ml dan pada waktu ekstraksi 4 menit
(suhu bahan 65°C) yaitu sebesar 5,426 mg/ml. Dari hasil ini
terlihat bahwa nilai rerata IC50 yang paling baik dihasilkan oleh
waktu ekstraksi 3 menit. Namun pada waktu ekstraksi yang
semakin yang lama cenderung membuat nilai rerata IC50 menjadi
naik. Kenaikan nilai IC50 diakibatkan telah banyak senyawa
fenolik yang rusak akibat paparan panas oleh gelombang mikro
yang mana suhu bahan telah mencapai 65ºC dan ini telah
melewati batas suhu aman untuk senyawa fenolik.
Senyawa yang bersifat antioksidan memiliki sifat yang peka
terhadap panas. Waktu ekstraksi yang lama terutama yang
menggunakan panas sebagai driving force ekstraksi maka
cenderung akan merusak senyawa yang bersifat antioksidan.
Menurut Sari (2013) rusaknya senyawa fenolik yang besifat
antioksidan terjadi pada kisaran suhu 60 - 70ºC.
Jika dibandingkan dengan penelitian lain fenonema
kerusakan senyawa fenol yang berdampak terhadap tidak
bagusnya nilai IC50 juga terjadi pada penelitian lain. Seperti pada
penelitian Farida (2014) yang melakukan proses ekstraksi
senyawa antosianin yang juga memiliki sifat antioksidan
menggunakan metode MAE dengan variasi waktu ekstraksi (5,
10 dan 15 menit) dan variasi rasio pelarut akuades-asam sitrat
terhadap bahan (1:10, 1:20 dan 1:30 (b/v)). Dari penelitiannya
53
didapat fakta bahwa waktu ekstraksi 10 menit memberikan nilai
aktivitas antioksidan yang paling baik dan mengalami degradasi
senyawa antikoksidan ketika waktu ekstraksi 15 menit.
4.4 Korelasi antara Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan
Korelasi antara nilai total fenol dan nilai aktivitas antioksidan
yang direpresentasikan dalam nilai IC50 pada penelitian ini
berkorelasi positif. Pada penelitian ini terlihat bahwa nilai total
fenol yang semakin besar akan membuat nilai IC50 yang semakin
kecil artinya semakin sedikit esktrak yang dibutuhkan untuk
menghambat radikal bebas sebesar 50%. Korelasi positif antara
nilai total fenol dan IC50 terlihat nilai R2 pada grafik sebesar 0,974
seperti terlihat pada Gambar 4.5. Nilai R2 sebesar 0,974 berarti
hampir 97,4% nilai total fenol berpengaruh terhadap nilai IC50 dan
hanya 2,6% saja nilai IC50 dipengaruhi oleh faktor lain.
Nilai IC50 sangat dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa
fenolik yang ada pada ekstrak. Aktivitas antioksidan dari senyawa
fenolik ditandai dengan aktivitas reaktif yang tinggi sebagai donor
hidrogen atau elektron dan kemampuan turunan radikal senyawa
fenol untuk menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak
berpasangan. Jika dibandingkan dengan penelitian lain, korelasi
yang positif antara nilai total fenol dan aktivitas antioksidan juga
terdapat pada penelitian Angkasa (2011). Pada penelitiannya
korelasi antara nilai total fenol dan aktivitas antioksidan daun
hantap sebesar 99,14% sedangkan pada penelitian Sandrasari
54
(2008) menunjukkan bahwa total fenol menyumbang lebih dari
89% aktivitas antioksidan.
Gambar 4.5 Grafik korelasi antara total fenol dan IC50
4.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik
Perlakuan terbaik akibat pengaruh lama ekstraksi dan rasio
pelarut dipilih menggunakan metode Multiple Attribute (Zeleny,
1982 dalam Farida, 2014). Penilaian meliputi 2 parameter yaitu
nilai rerata Total Fenol dan IC50. Perlakuan terbaik dipilih
berdasarkan tingkat kerapatannya, dimana perlakuan yang
memiliki tingkat kerapatan yang paling kecil dinyatakan sebagai
perlakuan terbaik. Perhitungan pemilihan perlakuan terbaik dapat
dilihat pada Lampiran 1.3. Berdasarkan perhitungan tersebut
didapat bahwa perlakuan terbaik adalah pada perlakuan dengan
rasio pelarut 1:4 (b/v) dan lama waktu ekstraksi 3 menit dengan
kisaran suhu kurang lebih 54 ºC seperti pada Lampiran 3.3. Dari
perlakuan terbaik ini dilakukan perbandingan dengan kontrol
melalui uji t berpasangan seperti pada Lampiran 3.4.
y = -3.1519x + 13.462R² = 0.974
0.0001.0002.0003.0004.0005.0006.0007.0008.000
0.000 1.000 2.000 3.000 4.000
IC50
(mg/
ml)
Total Fenol (mg GAE/g ekstrak)
55
4.5.1 Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Kontrol Tanpa Pemanasan
Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah pada rasio
pelarut 1:4 (b/v) dengan lama waktu ekstraksi 3 menit. Dan
sebagai perlakuan kontrol dibuat sampel dengan rasio pelarut
yang sama dan tanpa pemanasan dengan microwave atau lebih
dikenal dengan istilah maserasi. Untuk perbandingan hasil
perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Perbandingan perlakuan terbaik dengan kontrol tanpa pemanasan
Parameter Perlakuan Terbaik
Kontrol tanpa Pemanasan (Maserasi)
Notasi
Total Fenol (mg GAE/g ekstrak) 2,978 2,261 **
IC50 (mg/ml) 4,203 6,689 ** Ket
Pada Tabel 4.5 terlihat bagaimana nilai total fenol dari
perlakuan terbaik jauh lebih besar jika dibandingkan dengan
perlakuan kontrol dimana nilai total fenol pada perlakuan terbaik
sebesar 2,978 mg GAE/g ekstrak dan pada perlakuan kontrol
2,261 mg GAE/g ekstrak. Jika dilihat berdasarakan uji t seperti
pada Lampiran 3.4 maka nilai total fenol antara perlakuan terbaik
dan perlakuan kontrol berbeda nyata pada
dengan nilai IC50 juga menunjukan perbedaan yang nyata antara
kedua perlakuan. Pada perlakuan terbaik didapat nilai IC50
sebesar 4,203 mg/ml dan pada perlakuan kontrol 6,689 mg/ml.
Jika dilihat dari hasil ini maka terlihat bahwa driving force proses
esktraksi yang berupa gelombang mikro memberikan pengaruh
56
yang cukup besar selama ekstraksi dibanding yang hanya
direndam biasa.
4.5.2 Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Kontrol Pemanasan Waterbath
Pemanasan dengan microwave berbeda dengan pemanasan
konvensional. Sebagai pembanding perlakuan terbaik maka
dilakukan juga perbandingan dengan perlakuan dengan
pemanasan waterbath. Hasil perbandingan nilai total fenol dan
IC50 terlihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Perbandingan perlakuan terbaik dengan kontrol pemanasan waterbath
Parameter Perlakuan Terbaik
Kontrol Pemanasan Waterbath
Notasi
Total Fenol (mg GAE/g ekstrak) 2,978 2,163 **
IC50 (mg/ml) 4,203 6,352 ** Ket
Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa nilai total fenol dari perlakuan
terbaik jauh lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan
pemanasan waterbath dimana nilai total fenol pada perlakuan
terbaik sebesar 2,978 mg GAE/g ekstrak dan pada perlakuan
pemanasan waterbath 2,163 mg GAE/g ekstrak. Jika dilihat
berdasarkan uji t seperti pada Lampiran 3.4 maka nilai total fenol
antara perlakuan terbaik dan perlakuan pemanasan waterbath
berbeda nyata pada 50 juga
menunjukan perbedaan yang nyata antara kedua perlakuan.
Pada perlakuan terbaik didapat nilai IC50 sebesar 4,203 mg/ml
dan pada perlakuan pemanasan waterbath 6,352 mg/ml.
57
Dari hasil uji tersebut dapat terlihat bahwa ekstraksi dengan
metode MAE cukup memberikan hasil yang baik jika
dibandingkan dengan teknik ekstraksi konvensional atau
maserasi. Proses MAE yang membutuhkan waktu ekstraksi yang
cepat juga menghasilkan yield yang lebih besar jika dibandingkan
dengan metode maserasi biasa. Hal ini terjadi karena pemanasan
dengan gelombang mikro berdasarkan tumbukan langsung
dengan material polar atau pelarut dan dipengaruhi oleh dua
fenomena yaitu konduksi ionik dan rotasi dipol yang berlangsung
secara simultan. Dan jika dibandingkan dengan pemanasan
konvensional, perpindahan panas terjadi hanya pada permukaan
bahan melalui fenomena konveksi, konduksi atau radiasi melalui
gradien panas sedangkan pada pemanasan dengan
menggunakan gelombang mikro pemanasan terjadi melalui
interaksi langsung antara material dengan medan
elektromagnetik melalui konversi energi elektromagnetik menjadi
energi panas (Chemat dan Giancarlo, 2013).
4.5.3 Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Metode Ekstraksi Lain
Metode ekstraksi MAE merupakan metode yang cukup baik
dalam proses ekstraksi senyawa fenolik dari daun kenikir.
Sebagai pembanding dengan metode ekstraksi lain maka
dilakukan perbandingan dengan metode ekstraksi maserasi
dalam penelitian Mustafa et al. (2010) dan Nashiela et al. (2015).
Mustafa et al. (2010) melakukan ekstraksi senyawa fenolik
dari daun kenikir yang telah dikeringkan pada suhu 50°C selama
58
1 hari yang kemudian dilanjutkan dengan proses pengecilan
ukuran menggunakan blender. Proses ekstraksi dilakukan
dengan cara merendam 10 gram daun kenikir kering dalam
metanol murni selama 2 jam pada suhu 40°C. Selanjutnya
ekstrak dimurnikan dengan menggunakan rotary vacuum
evaporator bersuhu 40°C dan kemudian ekstrak murni disimpan
di ruang bersuhu -20°C. Sedangkan Nashiela et al. (2015)
melakukan ekstraksi senyawa fenolik dari daun kenikir dengan
umur yang berbeda. Daun kenikir yang digunakan berumur 8, 10
dan 12 minggu. Daun kenikir ini kemudian dikeringkan pada suhu
50°C selama 8 jam menggunakan pengering kabinet. Daun
kering kemudian dikecilkan ukuran dan disaring menggunakan
saringan berukuran 2 mm. Proses ekstraksi dilakukan dengan
cara merendam 2 g daun kenikir kering yang telah dimasukkan
kedalam sebuah wadah kemudian wadah ini direndam pada 200
ml air yang mendidih selama 3 menit. Dari dua literatur
pembanding ini peniliti sama-sama melakukan pengujian total
fenol menggunakan metode Folin-Ciocalteu dan uji aktivitas
antioksidan menggunakan metode DPPH tetapi dengan
modifikasi. Hasil pengujian total fenol dan aktivitas antioksidan
dari dua literatur kemudian dibandingkan dengan perlakuan
terbaik pada penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 4.7.
59
Tabel 4.7 Perbandingan perlakuan terbaik dengan penelitian lain
Metode Total Fenol (mg GAE/ g
ekstrak)
Aktivitas Antioksidan
(µg/ml ekstrak) (1) Maserasi 704 21,31 (2) Maserasi 66,29 1055,36 (3) Perlakuan Terbaik 2,978 4203 Ket: (1) Mustafa et al., 2010 (2) Nashiela et al., 2015 (3) Penelitian ini
Dari Tabel 4.7 terlihat bahwa kandungan total fenol dan nilai
IC50 perlakuan terbaik penelitian ini terlihat lebih rendah jika
dibandingkan dengan dua literatur tersebut. Beberapa faktor
yang mungkin menjadi penyebab hal tersebut adalah:
1. Perbedaan jenis pelarut yang digunakan yang digunakan
saat ekstraksi. Setiap pelarut mempunyai kemampuan
yang berbeda dalam melarutkan analit.
2. Perbedaan daun kenikir yang digunakan baik dari segi
umur, lokasi tumbuh, praktek budidaya dan proses
pemroses komersil. Beberapa hal ini memungkinkan
adanya perbedaan jumlah kandungan senyawa fenolik
yang ada pada daun kenikir.
3. Perbedaan perlakuan awal bahan seperti pengeringan
dan pengecilan ukuran. Proses pengeringan dan
pengecilan ukuran yang berbeda dapat membuat
perbedaan pada kandungan senyawa fenolik yang
terekstrak. Proses pengeringan bertujuan untuk membuat
bahan lebih stabil karena kadar air cukup rendah.
Sementara proses pengecilan ukuran berdampak pada
kontak yang lebih optimal antara bahan dengan pelarut.
60
4. Perbedaan kemurnian ekstrak. Ekstrak yang tidak murni
berdampak gangguan pada proses pengujian kandungan
senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan.
5. Perbedaan modifikasi pada metode pengujian. Walaupun
sama-sama menggunakan metode Folin-Ciocalteu dan
metode DPPH tetapi secara pelaksanaan pengujian pada
penelitian ini berbeda dengan dua peneliti tersebut karena
modifikasi yang berbeda.
61
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Variasi perlakuan rasio pelarut 1:4, 1:6 dan 1:8 (b/v) serta
waktu ekstraksi 2, 3 dan 4 menit memberikan pengaruh
yang nyata terhadap nilai rerata total fenol, namun tidak
terjadi interaksi antara kedua jenis perlakuan tersebut.
2. Variasi perlakuan rasio pelarut 1:4, 1:6 dan 1:8 (b/v) serta
waktu ekstraksi 2, 3 dan 4 menit memberikan pengaruh
yang nyata terhadap nilai IC50, namun tidak terjadi
interaksi antara kedua jenis perlakuan tersebut.
3. Perlakuan terbaik pada penelitian ini terdapat pada
perlakuan rasio pelarut 1:4 (b/v) dan waktu ekstraksi 3
menit dengan nilai rerata total fenol 2,978 mg GAE/g
ekstrak dan nilai IC50 4,203 mg/ml.
4. Berdasarkan uji t berpasangan, perlakuan terbaik
penelitian ini menunjukkan nilai yang berbeda nyata jika
dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional baik
maserasi biasa dan maserasi dengan pemanasan
waterbath.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan proses evaporasi yang lebih lama lagi
agar didapatkan ekstrak yang lebih murni sehingga nilai
total fenol dan IC50 dapat dibandingkan dengan hasil pada
penelitian lain.
62
2. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut tentang komposisi
senyawa fenolik yang ada pada ekstrak daun kenikir.
3. Perlu dilakukan optimasi waktu ekstraksi daun kenikir
agar didapat nilai total fenol dan IC50 yang lebih optimal.
4. Perlu dilakukan modifikasi microwave seperti
penambahan sistim kontrol suhu maupun penambahan
sistim pengadukan agar proses ekstraksi dapat
berlangsung lebih baik.
63
DAFTAR PUSTAKA
Abas F, Lajis NH, Israf DA, Khozirah S and Umi Kalsom Y. 2006. Antioxidant and Nitric Oxide Inhibition Activities of Selected Malay Traditional Vegetables. Journal Food Chemistry 95(4): 566-573.
Abdullah A, Dhaliwal KK, Nabillah N, Roslan F and Lee C. 2015. The Effect of Cosmos Caudatus (Ulam Raja) on Detoxxifying Enzymes in Extrahepatic Organs in Mice. Journal of Applied Pharmaceutical Science 5(01): 082-088.
Ajaykumar, T.V., K. Anandarajagopal, J. Anbu Jeba Sunilson, Adibah Arshad, R.A.M. Jainaf and N. Venkateshan. 2012. Anti-Inflammatory Activity of Cosmos caudatus. Journal of Universal Pharmacy and Bio Sciences 1(2): 40-48.
Amna, O. Farah, H.Nooraain, A. Noriham and A.H. Azizah. 2013. Acute and Oral Subacute Toxicity Study of Ethanolic Extract of Cosmos Caudatus Leaf in Sprague Dawley Rats. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics 3(4): 301-305.
Andarwulan, N. dan RH Fitri Faradilla. 2012. Senyawa Fenolik pada Beberapa Sayuran Indigenous dari Indonesia. South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Andarwulan, N., Batari, R., Sandrasari, D.A., Bolling B. and Wijaya H. 2010. Flavonoid Content and Antioxidant Activity of Vegetables from Indonesia. Journal Food Chemistry 121(4): 1231 1235.
Andriyanti R. 2009. Ekstraksi Senyawa Aktif Antioksidan dari Lintah Laut (Discodoris Sp.) Asal Perairan Kepulauan Belitung. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
64
Anggia F.T., Yuharmen, dan Balatif N. 2014. Perbandingan Isolasi Minyak Atsiri dari Bunga Kenanga (Cananga odorata (Lam.) Hook.f & Thoms) Cara Konvensional dan Microwave serta Uji Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan. Jurnal Online Mahasiswa Bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 1 (2) : 344-351.
Angkasa, Dudung. 2011. Pengembangan Minuman Fungsional Sumber Serat dan Antioksidan dari Daun Hantap (Sterculia Oblongata R. Brown.). Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ayunda, Dara Rahmah. 2014. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Serai (Cymbopogon citratus) dan Potensinya Sebagai Pencegah Oksidasi Lipid. Skripsi. Departemen Biokimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Batari, Ratna. 2007. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bunawan H., Syarul N.B., Siti N.B., Norika M.A. and Normah M.N. 2014. Cosmos Caudatus Kunth: A Traditional Medicinal Herb. Global Journal of Pharmacology 8(3): 420-426.
Chemat F. and Giancarlo. 2013. Microwave Assisted Extraction for Bioactive Compound. Springer Science+Business Media New York. USA.
Dede, Sugiat. 2010. Penetapan Kadar Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Dedak Beberapa Varietas Padi (Oriza sativa L). Skripsi. Program Studi Farmasi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok.
65
Farida, Rita. 2014. Ekstraksi Antosianin dari Limbah Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Metode Microwave Assisted Extraction (Kajian Lama Ekstraksi dan Rasio Bahan:Pelarut). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Lee T.K. and Vairrapan C.S. 2011, Antioxidant, Antibacterial and Cytotoxic Activities of Essential Oils and Ethanol Extracts of Selected South East Asian Herbs. Journal Medical Plant Research 5(21): 5284-5290.
Liliwirianis N, Musa N.L.W., Zain W.Z.W.M, Kassim J. and Karim S.A. 2011. Premilinary Studies on Phytochemical Screening of Ulam and Fruit from Malaysia. E-Journal of Chemistry 8(1): 285-288.
Liu Y., Shoulian W. and Miaochan L. 2013. Optimization of Ultrasonic Extraction of Phenolic Compounds from Euryale ferox Seed Shells using Response Surface Methodology. Journal Industrial Crops and Products 49(1): 837 843.
Magdalena NV. dan Joni K. 2015. Antibakteri dari Ekstrak Kasar Daun Gambir (Uncaria gambir var cubadak) Metode Microwave-Assisted Extraction terhadap Bakteri Patogen. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(1): 124-135.
Mandal, V., Mohan Y. and S. Hemalata. 2007. Microwave Assisted Extraction An Innovative and Promising Extraction Tool for Medical Plant. Research, Pharmacognosy Reviews 1(1): 7-8.
Mediani, A., Abas F., Khatib A., H. Maulidiani, Shaari K., Choi Y.H. and Lajis N.H. 2012. 1H-NMR-Based Metabolomics Approach to Understanding the Drying Effects on the Phytochemicals in Cosmos caudatus. Journal Food Research International 49(2): 763 770.
66
Molyneux P. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Journal Science Technology 26(2): 211-219.
Mustafa R.A, Abdul H.A., Mohamed S. and Bakar F.A. 2010. Total phenolic Compounds, Flavonoids, and Radical Scavenging Activity of 21 Selected Tropical Plants. Journal Food Science 75(1): 1750-3841.
Nashiela-Dian F., Noriham A., Naoorain H., and Azizah A.H. 2015. Antioxidant Activity of Herbal Tea Prepared from Cosmos caudatus Leaves at Different Maturity Stages. International Food Research Journal 22(3): 1189-1194.
Nuraini A.D. 2007. Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan dari Biji Teratai (Nymphaea pubescens Willd). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pan X., Guoguang N. and Huizhou L. 2003. Microwave-Assisted Extraction of Tea Polyphenols and Tea Caffeine from Green Tea Leaves. Journal Chemical Engineering and Processing 42(2): 129-133.
Purwanto, Helmi. 2010. Pengembangan Microwave Assisted Extractor (MAE) pada Produksi Minyak Jahe dengan Kadar Zingiberene Tinggi. Jurnal Ilmiah Momentum 6(2): 9-16.
Putri M.K. 2015. Ekstraksi Senyawa Fenolik pada Kulit Ari Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.) Menggunakan Irradiasi Microwave dan Uji Aktivitas Antioksidan. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
67
Rafat A., Philip K. and Muniandy S. 2010. Antioxidant Potential and Phenolic Content of Ethanolic Extract of Selected Malaysian Plants. Research Journal of Biotechnology 5(1): 16-19.
Rafiee Z. S., M. Jafari, M. Alami and M. Khomeiri. 2011. Microwave-Assisted Extraction of Phenolic Compounds from Olive Leaves; A Comparison with Maceration. The Journal of Animal & Plant Sciences, 21(4): 738-745.
Rahman, Afif Fathur. 2013. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Liquid Daun Kenikir (Cosmos caudatus) terhadap SeL Fibrolas BHK-21. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Airlangga. Surabaya.
Rasdi, N.H.M., Othman A.S., Abubakar S. and Qamar U. 2010. Antimicrobial Studies of Cosmos caudatus Kunth (Compositae). Journal of Medicinal Plants Research 4(8): 669-673.
Renhoran, Mawaddah. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Ekstrak Sargassum polycystum. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sandrasari, Diny Agustini. 2008. Kapasitas Antioksidan dan Hubungannya dengan Nilai Total Fenol Ekstrak Sayuran Indigenous. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sari D.K., Dyah H.W. dan Aji P. 2013. Kajian Isolasi Senyawa Fenolik Rumput Laut Euceuma cottonii Berbantu Gelombang Micro dengan Variasi Suhu dan Waktu. Jurnal Teknik Kimia 19(3): 38-43.
Sarmin. 2011. Studi Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos Caudatus Kunt) sebagai Green Corrosion Inhibitor pada Baja Karbon dalam Larutan 0,5 M H2SO4. Tesis. Program Studi Metalurgi dan Material. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Depok.
68
Sharifuldin, Munira. 2014. Profiling and Quantification of Cosmos caudatus Kunth and Centella Asiatica Linn. and In Vitro Anticancer Activity of Cosmos caudatus. University Sains Malaysia.
Shui G., Leong L.P. and Wong S.P. 2005. Rapid screening and characterisation of Antioxidants of Cosmos caudatus Using Liquid Chromatography Coupled with Mass Spectrometry. Journal of Chromatography B. Analytical Technologies in the Biomedical and Life Sciences 827 (1): 127-138.
Solehan N.M., Sariah M. and Intan S.I. 2013. Antifungal Activity of Cosmos caudatus Extracts against Seven Economically Important Plant Pathogens. International Journal of Agriculture and Biology 15(5) .
Sukrasno S., Fidriany I., Anggadiredja K., Handayani W.A. and Anam K. 2011. Influence of Drying Method on Flavonoid Content of Cosmos caudatus (Kunth) Leaves. Research Journal Medical Plant 5(2): 189-195.
Sulaiman S.F., Azliana A.B.S., Kheng L.O., Suprianto and Eng M.S. 2011. Effect of Solvents in Extracting Polyphenols and Antioxidants of Selected Raw Vegetables. Journal of Food Composition and Analysis 2(4-5): 506-515.
Vermerris W. dan Ralph N. 2006. Phenolic Compound Biochemistry. Springer Science+Business Media B.V. USA.
Zhang H.F., Yang X.H and Ying W. 2011. Microwave Assisted Extraction of Secondary Metabolites from Plants: Current Status and Future Directions. The Journal of Food Science & Technology 22(12): 672-688.