copy of hubungan riwayat kejang demam dengan kejadian retardasi mental.pptx
TRANSCRIPT
HUBUNGAN RIWAYAT KEJANG DEMAM DENGAN KEJADIAN RETARDASI MENTAL
VIRGINIA MAJESTICA S
LATAR BELAKANG Di indonesia, Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam menyatakan bahwa angka kejadian kejang demam 2-4% terjadi pada anak berumur 6 bulan – 5 tahun
Dari penelitian di RS Dr. Soetomo Surabaya 69 anak kejang demam kompleks :
1/3 anak mengalami retardasi mental 1/3 lainnya mengalami gangguan pada
memori, berbahasa, membaca dan berhitung 1/3 lainnya normal
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah timbul pertanyaan:
Bagaimana hubungan riwayat kejang demam dengan kejadian retardasi mental ?
TUJUAN PENELITIAN
TUJUAN UMUMUntuk mengetahui hubungan riwayat
kejang demam dengan retardasi mental.
TUJUAN KHUSUSMengetahui proporsi anak retardasi
mental dengan riwayat kejang demam.
Mengetahui hubungan riwayat kejang demam dengan retardasi mental
KEJANG DEMAM
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.6
Menurut Hauser, insidensi kejang demam di Eropa dan Amerika Serikat adalah antara 2-5% untuk anak berumur di bawah 5 tahun, di Jepang sekitar 9% - 10%.
RETARDASI MENTAL
Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 Retardasi mental yaitu : Kelemahan atau ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal (IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; keterampilan merawat diri, ADL; keterampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan lain-lain
HUBUNGAN RIWAYAT KEJANG DEMAM DENGAN KEJADAIN RETARDASI MENTAL
Serangan kejang yang lama dan berulang menyebabkan terjadinya hipoksi dan iskemi. Hipoksia dan iskemi menyebabkan peningkatan cairan dan natrium intraseluler sehingga terjadi edema otak. Semakin lama terjadi hipoksia, semakin berat kerusakan otak yang terjadi dan semakin besar kemungkinan terjadi kejang. Daerah yang rentan terhadap kerusakan antara lain adalah hipokampus. Serangan kejang yang berulang akan menyebabkan kerusakan otak juga semakin luas
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian analitik dengan pendekatan case control.
Lokasi dan Waktu Penelitian YPAC Kota Palembang dan SD Xaverius 4 Kota Palembang pada bulan Oktober hingga Desember 2011
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi Populasi target
Populasi target dalam penelitian ini adalah anak-anak dengan retardasi mental yang bersekolah di YPAC Kota Palembang usia 9 – 12 tahun.
Populasi kontrolPopulasi kontrol dalam penelitian ini
adalah anak-anak dengan IQ normal ( > 75) yang bersekolah di SD Xaverius 4 Kota Palembang usia 9 – 12 tahun
SAMPEL DAN BESAR SAMPEL
BESAR SAMPEL minimal = 85 anak
untuk penelitian diambil 100 anak
Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria inklusi untuk populasi kasus Anak dengan IQ < 70 Tidak memiliki riwayat epilepsi, infeksi intrakranium, kejang
tanpa disertai demam.Kriteria inklusi untuk populasi kontrol Anak dengan IQ > 75 Tidak memiliki riwayat epilepsi, infeksi intrakranium, kejang
tanpa disertai demam.Kriteria eksklusi untuk populasi kasus
1. Orang tua yang tidak ingat pada riwayat kejang demam anak. Kriteria eksklusi untuk populasi kontrol
1. Anak yang tidak kooperatif melakukan tes WISC sehingga hasil tes tidak valid.2. Orang tua yang tidak ingat pada riwayat kejang demam anak
VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel Independen : Kejang Demam
2. Variabel Dependen : Retardasi Mental
Kejang DemamKejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, yang terjadi secara terus-menerus dimulai pada usia 6 bulan – 5 tahun.
Alat Ukur : Wawancara dan kuesioner Cara Ukur : Pengisian kuesioner Hasil Ukur : Kejang demam
- Kejang demam sederhana- Kejang demam kompleks-Tidak kejang demam
Retardasi Mental Retardasi mental adalah kelemahan
atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal (IQ = 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lainnya.
Alat Ukur :WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) dan data rekam medik
Cara Ukur : Pengisian tes WISC Hasil Ukur : nilai IQ
Kerangka Operasional
Metode Pengumpulan Data
Data PrimerData primer diperoleh melalui wawancara
langsung dengan responden dan pengukuran pada sampel, dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan tes IQ. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner disusun sedemikian rupa sehingga mencakup semua variabel yang akan diamati.
Data SekunderSumber data sekunder yaitu berupa tes IQ
anak-anak retardasi mental dan diperoleh dari YPAC Kota Palembang
Teknik Pengolahan dan Analisis Data uji statistik Chi Square yang akan
diolah dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Product and Service Solution (SPSS) 18 for Windows.
ANGGARAN : Rp 7.310.000
HASIL
KARAKTERISTIK SAMPELRerata umur subyek pada kelompok kasus 10,64 + 1.083 dan pada kelompok kontrol 9,94 + 0,740 tahun. Ada perbedaan bermakna secara statistik pada kedua kelompok dengan nilai p = 0.000. Jenis kelamin terbanyak pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol adalah laki-laki. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok penelitian.
RIWAYAT KEJANG DEMAM Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 100
sampel sebagian besar responden tidak mengalami kejang demam sebanyak 79%.
HUBUNGAN RIWAYAT KEJANG DEMAM DENGAN KEJADIAN RETARDASI MENTAL
Dari hasil uji chi-square didapat nilai p adalah 0,220 (p>0,05), maka H0 diterima tidak ada hubungan antara riwayat kejang demam dengan kejadian retardasi mental. Nilai Odd Ratio sebesar 1,845 dengan 95% CI sebesar 0,689-4,941 kejang demam bukan faktor resiko maupun faktor protektif terjadinya kejang demam
PEMBAHASAN KEJADIAN KEJANG DEMAM
Dari 100 sampel didapatkan 21 anak (21%) mengalami kejang demam sedangkan yang tidak mengalami kejang demam sebanyak 79 anak (79%)
Di Negara Asia dilaporkan angka kejadiannya lebih tinggi meningkat menjadi 10-15%, di Jepang angka kejadian kejang demam adala sebesar 9-10%.26
Kelompok kontrol 8 anak KDS (16%) Kelompok kasus 11 anak KDS (22%)
2 anak KDK (4%)
Maka dapat disimpulkan kejang demam yang lebih
banyak dialami oleh anak-anak adalah kejang demam
sederhana dengan persentase sebesar 90,5% sedangkan
kejang demam kompleks sebesar 9,5%. Sesuai dengan
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam, kejadian
kejang demam sederhana sebesar 80% dibandingkan tipe
kejang lainnya.4 Serupa dengan penelitian Verity CM dkk
yang mendapatkan kejang demam sederhana sebesar
80% sampai 90% dari semua tipe kejang demam.33
Hubungan Riwayat Kejang Demam dengan Retardasi
Mental Dari analisis data dengan Chi-square dan didapatkan nilai p=0,220 (p>0,05)
Ho diterima =
TIDAK ADA HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KEJANG DEMAM DENGAN
KEJADIAN RETARDASI MENTAL
Odds Ratio (OR) hasil penelitian = 1,845 (OR>1)
95% Coefficient Interval (CI) = 0,689-4,941
faktor risiko yang diteliti, yaitu riwayat kejang demam, buka faktor risiko untuk terjadinya retardasi mental.
BUKTI EPIDEMIOLOGI6 penelitian cohort anak dengan
riwayat KD memiliki perkembangn neurokognitif menyeluruh dan academic achievement yang sama baiknya dengan kelompok kontrol (verity cm,koflen,ellenberg, huang cc)
Baik KD rekuren atau KDK tidak berhubungan dengan defisit IQ (kuwait jurnal, NCPP)
Shinnar S dan C Waruiru dkk. menyatakan tidak ada hubungan baik kejang demam sederhana maupun kejang demam kompleks dengan retardasi mental, kelainan neurologis, fungsi kognitif keseluruhan, maupun gangguan memori.28,29
NEUROIMAGING
MRI menyatakan adanya edema pada lobus temporal pada anak yang mengalami kejang demam kompleks. Tetapi setelah 12 bulan dilakukan MRI ulang pada tempat yang mengalami edema, didapatkan hasil adanya perbaikan di lobus temporal yang mengalami edema, dan tidak menunjukkan adanya atropi hipokampus atau sklerosis temporal mesial (chao chang)
UJI pada HEWAN
Tidak ada kerusakan maupun kematian neuron di hipokampus
Penelitian Sankar R dkk, menyatakan otak yang imatur relatif tahan dan terlindungi dari kerusakan neuron yang dipicu oleh kejang dan pembentukan sinapsis baru terlihat di otak matur. Investigasi laboratorium menunjukkan kejang demam tidak mengubah struktur neuron
MEKANISME RECOVERY SETELAH CEDERA OTAK PADA ANAK TEORI KENNARDpenyembuhan kerusakan otak akan
lebih sempurna pada otak yang sedang berkembang dibandingkan otak dewasa.
Reorganisasi pada otak setelah mengalami cedera pada otak yang berkembang
outcome setelah cedera otak juga dipengaruhi oleh lingkungan, psikososial, dan pengobatan.
NEURAL PLASTICITY
Kemampuan otak dan sistem saraf untuk berubah secara struktural dan fungsional sebagai akibat dari input lingkungan bahkan hingga dewasa.
Lingkungan dapat mengubah perilaku dan kognisi dengan mengubah koneksi anatara neuron yang ada dan melalui neurogenesis di hipokampus dan bagian otak lainnya termasuk cerebellum.
Dari hasi wawancara, kebanyakan kejang demam (90,5%) terjadi kurang dari 15 menit sehingga tidak mengakibatkan gangguan peredaran darah ke otak. Jika peredaran darah tidak terganggu selama terjadinya kejang, maka tidak terjadi hipoksia sehingga tidak terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan tidak menimbulkan edema otak yang dapat mengakibatkan kerusakan sel neuron otak
KESIMPULAN Pada penelitian ini didapatkan angka
kejadian kejang demam sebesar 21% (21 anak) dari seluruh sampel; 13 anak pada kelompok kasus (26%) dan 8 anak dari kelompok kontrol (16%); kejadian kejang demam sederhana sebanyak 19 anak (90,5%) dan kejang demam kompleks sebanyak 2 anak (9,5%).
Tidak ada hubungan antara riwayat kejang demam dengan kejadian retardasi mental dengan p=0.022, OR=1,845, 95% CI (0,689-4,941).
SARAN
Perlu diupayakan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan power lebih atau sama dengan 95%.
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat sebaiknya digunakan rekam medik.
Untuk dapat mengembangkan dan menyempurnakan penelitian ini, sebaiknya dalam penelitian selanjutnya menggunakan jenis penelitian cohort, serta menganalisis faktor-faktor lainnya,yaitu riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, genetik, serta pengaruh rekurensi kejang demam
TERIMA KASIH