retardasi mental1
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Keluarga
1.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal disuatu tempat
dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998 dalam
Santun S & Agus Citra D, 2008)
Menurut Friedman, 1998 dalam Santun S & Agus Citra D, (2008) keluarga
merupakan kesatuaan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada
hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lainnya, dan di dalamnya terdapat peranan
dari masing-masing anggota, menciptakan serta mempertahankan kebudayaan
yang telah ada (Salvicion G Baillon dan Aracelis Maglaya dalam Sujono Riyadin,
2009).
1.2 Struktur Keluarga
Menurut Friedman dalam Satun Setiawati (2008) menyebutkan elemen
struktur keluarga terdiri dari:
7
Universitas Sumatera Utara
1). Struktur peran keluarga
a. Struktur peran keluarga; menggambarkan peran masing-masing anggota
keluarga baik didalam keluarganya sendiri maupun peran dilingkungan
masyarakat.
b. Nilai atau norma keluarga; menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari
dan diyakini dalam keluarga.
c. Pola komunikasi keluarga; menggambarkan bagaimana cara dan pola
komunikasi diantara orang tua, orang tua dan anak, diantara anggota keluarga
ataupun dalam keluarga besar.
d. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota keluarga
untuk mengendalikan atau mempengaruhi orang lain dalam perubahan prilaku
ke arah positif.
2). Ciri-ciri struktur keluarga
Menurut Satun Setiawati (2008) ciri-ciri struktur keluarga yaitu:
a. Terorganisasi
Keluarga adalah cerminan organisasi, dimana masing-masing anggota
keluarga memiliki peran dan fungsi masing-masing sehingga tujuan keluarga
dapat tercapai.
b. Keterbatasan
Dalam mencapai tujuan, setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung
jawabnya masing-masing sehingga dalam berinteraksi setiap anggota tidak
bisa semena-mena, tetapi mempunyai keterbatasan yang dilandasi oleh
tanggung jawab, masing-masing anggota keluarga.
Universitas Sumatera Utara
c. Perbedaan dan kekhususan
Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing – masing
anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi yang berbeda dan hak seperti
halnya peran ayah sebagai pencari nafkah utama, peran ibu yang merawat
anak-anak.
3). Dominasi struktur keluarga
Menurut Satun Setiawati (2008), dominasi struktur keluarga terbagi
menjadi tiga bagian yaitu :
1). Dominasi jalur hubungan darah
a) Patrilineal : Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis
ayah.
b) Matrilineal : Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis
ibu.
2). Dominasi keberadaan tempat tinggal
a) Patrilokal: Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan
keluarga dari pihak suami.
b) Matrilokal: Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan
keluarga sedarah dari pihak istri.
3). Dominasi pengambilan keputusan
1) Patriakal : Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak suami.
2) Matriakal : Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak istri.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tipe-tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai
macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga
juga berkembang mengikutinya. Berikut adalah berbagai tipe keluarga menurut
Sri Setyowati (2008):
1. Tipe keluarga tradisional
a. Keluarga Inti : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan
anak ( kandung atau angkat ).
b. Keluarga Besar : yaitu keluarga inti yang ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah.
c. Keluarga Dyad : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri
tanpa anak.
d. Single Parent : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
(ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan
oleh perceraian atau kematian.
e. Single Adult : yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa
(misalnya, seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja
atau kuliah).
2. Tipe keluarga non tradisional
a. The unmarriedteenege mather : keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The stepparent family : keluarga dengan orang tua tiri.
Universitas Sumatera Utara
c. The stepparent family: beberapa keluarga yang tidak ada hubungan
saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,
pengalaman yang sama : sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok atau membesarkan anak bersama.
d. The non marital heterosexual cohibitang family : keluarga yang hidup
bersama dan berganti – ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e. Gay dan lesbian family : seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup
bersama sebagaimana pasangan suami istri.
f. Cohabiting couple : orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group marriage family : beberapa orang dewasa menggunakan alat – alat
rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu
termasuk sexual dan membersarkan anaknya.
h. Group network family : keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai –
nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
menggunakan barang – barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan
tanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster family : keluarga yang menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga
yang aslinya.
Universitas Sumatera Utara
j. Homeless family : keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan
dengan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
k. Gang : sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang – orang muda
yang mencari ikatan emosional dan yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
1.4 Fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (1986) adalah:
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan
keluarga. Didalamnva terkait dengan saling mengasihi, saling mendukung dan
saling menghargai antar anggota keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam
keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat
individu untuk belajar bersosialisasi.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarganya yaitu: makan, pakaian, dan tempat tinggal.
Universitas Sumatera Utara
f. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah
terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan.
1.5 Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku
dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di
dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Peranan Ayah : Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung/ pengayon, pemberi rasa aman bagi setiap
anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial
tertentu.
2. Peranan Ibu: ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik
anak- anak, pelindung keluarga dan pencari nafkah tambahan keluarga dan
juga sebagai anggota masyarakat sosial tertentu.
3. Peran Anak: Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan
tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual (Seriadi,
2008)
1.6 Peran Keluarga dibidang kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfugsi unruk melaksanakan praktek asuhan
kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau
Universitas Sumatera Utara
merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan
asuhan kesehatan memengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dan tugas kesehatan keluarga
yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas keseharan berarti
sanggup menyelesaikan masalah kesehatan (Setyowati, 2008).
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:
1. Mengenal masalah kesehatan.
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
4. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.
5. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan
masyarakat (Setyowati, 2008).
1.7 Peran Keluarga Dalam Merawat Anak Retardasi Mental
Orang tua hendaknya memperhatikan benar perawatan diri anak retardasi
mental, sehubungan dengan fungsi peran anak dalam merawat diri kurang. Orang
tua perlu mengetahui bahwa anak yang menderita retardasi mental bukanlah
kesalahan dari mereka, tetapi merupakan kesalahan orang tua seandainya tidak
mau berusaha mengatasi keadaan anak yang retardasi mental. Menyarankan
kepada orang tua anak retardasi mental, agar anak tersebut dimasukkan di dalam
pendidikan atau latihan khusus yaitu di Sekolah Luar Biasa agar mendapat
perkembangan yang optimal (syazili mustofa, 2010). Anak dengan Retardasi
mental bisa dilatih agar tak terlalu bergantung.
Universitas Sumatera Utara
Ashinfina Handayani dalam wila (2009), mengatakan hal pertama yang
perlu diberikan kepada anak dengan Retardasi mental adalah kepercayaan diri
dalam melakukan sesuatu. Caranya, di antaranya orang-orang terdekat harus
selalu diberikan pujian atas apa yang telah dilakukan, meskipun hasilnya tidak
sempurna. Dengan begitu, si anak merasa apa yang dia lakukan sudah benar.
"Sehingga, timbul rasa percaya diri, berani tampil di depan orang lain. Minimal
dia merasa diperhatikan
Yang dibutuhkan anak Retardasi mental menurut wila kertia,(2009) yaitu :
1. Keikhlasan dan kekompakan orang tua beserta anggota keluarga lainnya
2. Kerja keras orang tua, tidak sekadar menunggu keajaiban anak bisa
mandiri.
3. Pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial
4. Toilet training
5. Pendekatan perilaku
6. Upaya menumbuhkan kepercayaan diri dan penghargaan atas apa yang
telah dikerjakan.
7. Sering konsultasi kepada ahli
8. Nutrisi dan stimulans yang cukup.
1.8 Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (1998) dalam Akhmadi (2009), dukungan keluarga adalah
sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota
keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
Universitas Sumatera Utara
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Jenis dukungan keluarga
ada empat yaitu : dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan
penilaian , dan dukungan emosional. Studi-studi tentang dukungan keluarga telah
mengkopseptulisasi dukungan social sebagai koping keluarga, baik dukungan-
dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat
(Setiadi, 2008).
1) .Fungsi dukungan keluarga
Caplan (1964) dalam Akhmadi (2009), menjelaskan bahwa keluarga memiliki
beberapa fungsi dukungan yaitu:
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)
informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota
keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.
Universitas Sumatera Utara
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,
istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan
serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan
emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya
kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
2). Sumber dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang
oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga
(dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial
kelurga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara
kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998) dalam
Akhmadi (2009).
3). Manfaat dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-
tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan,
dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
Universitas Sumatera Utara
kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan
adaptasi keluarga (Friedman, 1998) dalam Akhmadi (2009).
Wills (1985) dalam Akhmadi (2009), menyimpulkan bahwa baik efek-efek
penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap
kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi
akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga
dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi
berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang
adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah
sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan
emosi (Ryan dan Austin, Friedman(1998), dalam Akhmadi (2009).
4). Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Menurut Friedman (1998) dalam Akhmadi (2009), ada bukti kuat dari hasil
penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara
kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak
yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-
anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua
(khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia.
ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau
mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu
yang lebih tua.Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya
adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliput i
tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam
Universitas Sumatera Utara
keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil
mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih
otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah
mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada
orang tua dengan kelas sosial bawah.
2. Anak Retardasi Mental
2.1 Definisi Retardasi Mental
Definisi yang dikemukakan oleh lCD 10 (WHO Geneva, 1992 dalam
Lumbantobing, 2001), retardasi mental ialah suatu keadaan perkembangan mental
yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya
(impairment) keterampilan (kecakapan, skills) selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada semua tingkat intehgensia, yaitu kemampuan kognitif,
bahasa, motorik dan sosial.
Selanjutnya Nelson Waldo E. (2001) menambahkan retardasi mental
adalah keadaan yang penting secara klinis, sosial. Kelainan ini ditandai oleh
keterbatasan kemampuan yang diakibatkan oleh gangguan yang bermakna dalam
inteligensi yang terukur dan perilaku penyesuaian diri (adaptasi). Reterdasi mental
juga mencakup status sosial, hal ini dapat lebih menyebabkan kecacatan daripada
cacat khusus itu sendiri. Karena batas-batas antara “normalitas” dan “retardasi”
sulit digambarkan.
Anak retardasi mental adalah anak – anak yang mengalami keadaan
perkembangan daya pikir yang kurang atau tidak lengkap, termasuk kecacatan
Universitas Sumatera Utara
dalam fungsi intelektual dan sosial. Anak – anak dengan masalah mental juga
mengalami masalah dalam pembelajaran karena tingkat mental yang rendah dan
kurang memiliki kemampuan dalam menjalani aktivitas sehari–sehari
(muhammad, 2008).
lstilah Retardasi mental digunakan jika intelegensi dan kemampuan
seorang anak untuk bereaksi terhadap lingkungan sekitarnya secara mencolok di
bawah rata-rata dan mempengaruhi cara dia belajar serta mengembangkan
keterampilan yang baru. Semakin berat keterbelakangan ini, semakin tidak ma-
tang tingkah laku anak tersebut untuk usianya (Shelov, 2005).
Banyak ahli setuju bahwa karakteristik orang dengan Retardasi mental
berkembang dicara yang sama seperti orang tanpa retardasi mental, tetapi pada
tingkat yang lebih lambat. Lain-lain menunjukkan bahwa orang-orang dengan
retardasi mental memiliki kesulitan dalam khusus bidang pemikiran dasar dan
pembelajaran seperti perhatian, persepsi, atau memori. Tergantung pada sejauh
mana penurunan - ringan, sedang, berat, atau mendalam - individu dengan
retardasi mental akan mengembangkan berbeda dalam, sosial, dan keterampilan
kejuruan akademik (Nichcy, 1997).
2.2. Ciri-ciri Retardasi Mental
Anak-anak cacat mental berbeda dari anak-anak lain dalam aspek berikut:
Proses kognitif (terbatas dan menghambat prestasi dalam bidang akademis);
Pemerolehan dan penggunaan bahasa: kurang benar dalam hal struktur dan
maknanya; Kemampuan fisik dan motorik (termasuk penglihatan dan
Universitas Sumatera Utara
pendengaran serta penggunaan motorik ringan); Ciri-ciri pribadi dan sosial
(kurang daya konsentrasi, bermasalah dalam tingkah laku) (Muhammad, 2008).
Adapun cici – cirri yang lainnya yaitu lambatnya ketrampilan ekspresi dan
resepsi bahasa, Gagalnya melewati tahap perkembangan yang utama, Lingkar
kepala diatas atau dibawah normal (kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil
dari ukuran normal), Kemungkinan lambatnya pertumbuhan Kemungkinan tonus
otot abnormal (lebih sering tonus otot lemah).(mimi ilmiyati, 2010).
2.3. Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR dalam judarwanto (2009) yaitu:
1. Retardasi mental berat sekali
IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari orang yang terkena
retardasi mental.
2. Retardasi mental berat
IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang yang terkena
retardasi mental.
3. Retardasi mental sedang
IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang yang terkena
retardasi mental.
4. Retardasi mental ringan
IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang terkena retardasi
mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak
dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua
disekolah.
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi menurut DSM IV (American Psychiatric Association,
Washington, 1994) yang dikutip Lumbantobing (2001), bahwa terdapat 4 tingkat
gangguan intelektual, yaltu : ringan, sedang, berat dan sangat berat.
1). Retardasi mental ringan
Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi
yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk sebagian besar (sekitar
85%) dan kelompok retardasi mental. Pada usia prasekolah (0-5 tahun) dapat
mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif, mempunyai sedikit hendaya
dalam bidang sensorimotor, dan sering tidak dapat dibedakan dan anak yang tanpa
retardasi mental, sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka
dapat memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat enam
(kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai kecakapan
sosial dan vokasional cukup sekedar untuk berdikari, namun mungkin
membutuhkan supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama bila mengalami
tekanan sosial atau tekanan ekonomi. Dengan bantuan yang wajar, penyandang
retardasi mental ringan biasanya dapat hidup sukses di dalam masyarakat, baik
secara berdikari atau dengan pengawasan.
2). Retardasi mental sedang
Retardasi mental sedang secara kasar setara dengan kelompok yang biasa
disebut: dapat dilatih (trainable). Kelompok individu dan tingkat retardasi ini
mernperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak dini. Mereka rnemperoleh
manfaat dan latihan vokasiona, dan dengan pengawasan yang sedang dapat
mengurus atau merawat din sendiri. Anak tersebut dapat memperoleh manfaat dari
Universitas Sumatera Utara
latihan kecakapan sosial dan akupasional namun rnungkin tidak dapat rnelampaui
pendidikan akademik Iebih dari tingkat 2 (kelas 2 SD). Mereka dapat bepergian di
Iingkungan yang sudah dikenal.
3). Retardasi mental berat
Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari kelompok retardasi
mental. Selama masa anak-anak sedikit saja atau tidak mampu berkomunikasi
bahasa. Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar bicara dan dapat dilatih dalam
kecakapan mengurus diri yang sederhana. Sewaktu usia dewasa mereka dapat
melakukan kerja yang sederhana bila diawasi secara ketat. Kebanyakan dapat
menyesuaikan diri pada kehidupan di masyarakat bersama keluarganya, jika tidak
didapatkan hambatan yang menyertai yang membutuhkan perawatan khusus.
4). Retardasi mental sangat berat
Kelompok retardasi mental sangat berat membentuk sekitar 1-2% dan
kelompok retardasi mental. Pada sebagian besar individu dengan diagnosis ini
dapat diidentifikasi kelainan neurologik, yang rnengakibatkan retardasi
rnentalnya. Sewaktu masa anak-anak, menunjukkan gangguan yang berat dalam
bidang sensorimotor. Perkembangan motorik dan mengtirus diri dan kemampuan
komunikasi dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan yang adekuat, Beberapa di
antaranya dapat melakukan tugas sederhana di tempat yang disupervisi dan
dilindungi.
Ada pakar yang mengklasifikasi retardasi mental atas 2 kelompok, yaitu:
1) retardasi mental patologik, yang gangguan mentalnya berat dan 2). retardasi
Universitas Sumatera Utara
mental subkultural, fisiologik atau familial, yang gangguan mentalnya kurang
berat (Lumbantobing, 2001).
2.4. Etiologi
Terdapat banyak penyebab cacat mental, seperti penyakit yang diderita
semasa kehamilan, terusakan dalam metabolisme, penyakit pada otak polamal,
daan yang tidak baik, dan perawatan yang tidak sesuai. Laporan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan bahwa 30% dari anak-anak yang cacat
mental serius disebabkan oleh ketidaknormalan genetik, seperti down syndrom,
25% disebabkan oleh cerebrum palsy, 30% disebabkan oleh meningitis dan
masalah pranatal sedangkan 15% sisanya belum dapat ditemakan (Muhammad,
2008),
Grossman (1983) dalam Muhammad (2008), memaparkan 9 faktor yang
menjadi penyebab timbulnya cacat mental : penyakit yang disebabkan minuman
keras, trauma, metabolisme atau pola makan yang tidak baik dan penyakit dalam
otak, pengaruh saat masa kehamilan yang tidak diketahui, kromosom yang
abnormal, gangguan semasa kehamilan, gangguan psikiatris dan pengaruh
Iingkungan.
Anak yang mengalami retardasi mental dapat disebabkan beberapa faktor
diantara faktor genetik atau juga kelainan dalam kromosom, faktor ibu selama
hamil dimana terjadi gangguan dalam gizi atau penyakit pada ibu seperti rubella,
atau adanya virus lain atau juga faktor setelah lahir dimana dapat terjadi
kerusakan otak apabila terjadi infeksi seperti terjadi meningitis, ensefalitis, dan
lain-lain (Hidayat, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Etiologi retardasi mental menggambarkan pengaruh kait-mengkait antara
faktor bakat (turunan) dan faktor lingkungan. Menurut Lumbantobing (2001)
penyebab atau yang dicurigai sebagai penyebab retardasi mental (RM) antara
faktor bakat (turunan) dan faktor lingkungan. Dalam mengkaji etiologi retardasi
mental perlu disimak 3 faktor berikut, yaitu:
1. Predisposisi genetik, termasuk kepekaan yang dipengaruhi oleh faktor genetik
terhadap agens atau faktor ekologis.
2. Faktor lingkungan yang dapat mengganggu organisme yang sedang tumbuh,
misalnya keadaan nutrisi, radiasi, dan juga keadaan lingkungan psikososial.
3. Waktu terjadinya pemaparan, saat terjadinya pemaparan dapat memengaruhi
beratnya kerusakan.
Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur
4 tahun sangat memepengaruhi perkembangan otak dan dapat juga mengakibatkan
retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum
umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan bergizi,
intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
Beberapa penyebab retardasi mental yang dapat dicegah atau diobati Selain
penyebab di atas, masih banyak penyebab retardasi mental yang dapat dicegah
dan diobati dan cukup banyak pula yang penyebabnya sampai saat ini belum
dapat diobati. Di antara penyebab yang dapat dicegah yaitu asfiksia lahir dan
trauma lahir, infeksi, malnutrisi berat dan defisiensi yodium (Lumbantobing,
2001).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.
Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang
muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan
fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai
keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara
dan berbahasa, kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan,
ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri ,
kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca
natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak
(Mimi Ilmiyati, 2010).
2.6. Pencegahan Retardasi Mental
Menurut Judarwanto (2009) pencegahan anak retardasi mental yaitu:
1. Pencegahan primer : dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada
masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan
kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan
yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan
pencegahan peradangan otak pada anak-anak).
2. Pencegahan sekunder : meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan
otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat,
Universitas Sumatera Utara
dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak
menolong).
3. Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus
sebaiknya disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah,
hiperaktif atau dektrukstif.
Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan
tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena
mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak
diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang
belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang
dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.
2.7. Kelainan yang Menyertai
Retardasi mental sering disertai kerusakan otak yang fokal atau yang luas,
dan sering disertai gangguan susunan saraf pusat lainnya. Lumpuh otak (cerebral
palsy), epilepsi, gangguan visus, dan pendengaran, lebih sering dijumpai pada
penyandang retardasi mental daripada populasi umum (Lumbantobing, 2001).
2.8. Masalah Psikiatrik dan Perilaku pada Retardasi Mental
Anak dengan retardasi mental jauh lebih banyak yang menunjukkan
abnormalitas psikiatrik yang sedang dan berat dibanding anak dengan inteligensi
normal. Dan penelitian di Swedia didapatkan bahwa lebih dari setengah anak
sekolah dengan retardasi ringan dan hampir duapertiga dari mereka dengan
Universitas Sumatera Utara
retardasi mental dapat menderita masalah psikiatrik dan perilaku yang berat
(Gillberg et al, 1986 dalam Lumbantobing, 2001).
2.9. Latihan Dan Pendidikan Yang Dapat Diterima Anak Retardasi Mental
Menurut jevuska (2010), Latihan dan pendidikan yang diberikan kepada anak
retardasi mental yaitu:
a). Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:
1. Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
2. Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
3. Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah
kelak.
Latihan anak-anak ini lebih sukar dari pada anak-anak biasa karena perhatian
mereka mudah sekali tertarik kepada hal-hal yang lain. Harus diusahakan untuk
mengikat perhatian mereka dengan merangsang panca indera, misalnya dengan
alat permainan yang berwarna atau yang berbunyi, dan semuanya harus konkrit,
artinya dapat dilihat, didengar dan diraba. Prinsip-prinsip ini yang mula - mula
dipakai oleh fiabel dan Pestalozzi, sehingga sekarang masih digunakan ditaman
kanak-kanak (Judarwanto, 2009).
b). Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :
1. Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian
sendiri, kebersihan badan.
2. Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.
Universitas Sumatera Utara
3. Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan
sosial.
4. Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa
yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu
disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.
Universitas Sumatera Utara