coping ibu terhadap kematij~n anak diajukan kepada...
TRANSCRIPT
COPING IBU TERHADAP KEMATIJ~N ANAK
Diajukan kepada Fakultas Psikologi sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh :
Elisa Maynasari 103070028989
FAKUL TAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SY ARIF HIDA YATULLAH JAKARTA
1429 H / 2008 M /' -~,~'''•«,,
/ //}J}; ,,,,,
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul COPING IBU TERHADAP KEMATIAN ANAK telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Maret 2008. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Psikologi.
Jakarta, 27 Maret 2008
Sidang Munaqasyah
Pembimbing I
Nenenq Tati Sumi ti, M.Si. Psi NIP: 150238773
Anggota:
Sekretaris M£• angkap Aggota,
ah M. Si
Penguji II
Ne"0.;11~ti, M.SL Psi NIP: 1502387'73
Pembimbing II
Yufi Adriani,Jtl.Si. Psi NIP:
Motto
Menjadi pribadi berbudi, berpotensi, dan selalu
di nanti
~uku adalah sebaik-baik teman,
1aka bergadanglah dengan buku,
~manilah ilmu, dan pergaulilah pengetahuan.
(DR. 'Awadh Bin Muhamrr1ad AL-Qarni)
'l(u persem6ahkgn teruntuk_;,
I6u e1, <Bapa~ fi.!!Cuarga tercinta, serta
~seorang yang se{alu menyanyangi dan setia mendampingik,u.
Jfanya untaian kgta terimaftasih yang dapat ftu ucap,
semoga fi.!!Ca.ftaftu dapat mem6aCa.s jasa dan menjacfi
fi.!!6an,ggaan kg,Eian.
(A). Fakultas Psikologi (8). Februari 2008 (C). Elisa Maynasari
ABSTRAK
(D). Coping lbu Terhadap Kematian Anak (E). CIX 94 Hal + 4 Lampiran (F). Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan untuk
dapat mengisi kekurangan masing-masing dengan cara yang halal, yaitu menikah dengan tujuan memperoleh keturunan sebagai pelengkap hidup, sebagai generasi penerus dalam keluarga, dan sebagai penawar konflik yang terjadi dalam rumah tangga. Akan tetapi, kebahagiaan itu seolah terhenti ketika orang tua harus di hadapkan pada keadaan sakit yang menyebabkan kematian anak mereka.
Kematian oleh para ulama didefinisikan sebagai "ketiadaan hidup" atau "antonym dari hidup". Kehilangan salah satu anggota keluarga yang berusia muda (anak) umumnya menjadi peristiwa traumatis bagi orang tua dalam hal ini khususnya ibu. Hal inilah yang menirnbulkan reaksi emosional yang kuat (grief) pada orang yang ditinggalkan. Akan tetapi, anggota keluarga harus dapat mengatasi keadaan tersebut dengan baik, karena jika tidak, dapat menimbulkan patological grief atau gejala gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, diperlukan sejurnlah usaha yang harus dilakukan untuk menanggulangi, menangani, mengatasi, atau berusaha dengan cara yang sebaik-baiknya menurut l<emampuan individu, meskipun merasa dirinya tertekan dan tidal< nyaman, maka secara otomatis ia akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapinya. Hal ini sering dinamakan dengan coping, yang memiliki dua jenis srtategi yaitu pertama problem-focused coping, yang terdiri dari active coping, planning, seeking social support for Instrument reasoan, suppression of competing activities dan restraint coping. Sedangkan yang kedua yaitu emotional-focused coping terdiri dari seeking social support for emotional reason, positive reinterpretation and growth, denial dan acceptance.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana coping ibu terhadap kematian anaknya. Dengan metode kualitatif diharapkan bisa mendapatkan hasil penelitian yang mehdrullm·deogan teknik observasi dan wawancara. Sample yang diguna~an ;>~~<;inX~k.tiga orang dengan jenis kelamin perempuan. / .• . · ·• ' · · .·.
Hasil penelitian yang diperoleh dari ketiga subyek menunjukan bahwa kernatian anak adalah suatu peristriwa nyata yang sulit di terirna. Sehingga dapat dilihat adanya reaksi psikologis yang rnuncul seperti; rnenyangkal, rnarah, teriak, pingsan dan sebagainya. Reaksi psikologis tersebut rnuncul karena adanya faktor yang rnernperkuat diantaranya; keadaan ekonorni yang kurang rnendukung, kematian anak karena sakit yang relative singkat, dan sebagainya. Sehingga para subyek rnernilih rnenggunakan strategi coping Problem Focused Coping dengan jenis Seeking Social Support for lnstrumenral Reason, dan strategi Emotion Focused Coping dengan jenis Denial, Possitive Reint1:irpretation and Growth, Acceptance, dan Turning to Religion.
Kesirnpulan hasil penelitian menunjukan bahwa adanya perbedaan reaksi psikologis yang dimunculkan, sehingga strategi coping yang dilakukan juga terdapat sedikit perbedaan. ·Dari penelitian yang · diperoleh, di harapkan dapat di jadikan referensi apabila terdapat kasus atau masalah yang sama.
(G). Daftar bacaan: 22 buku, 4 penelitian/skripsi, 2 website~
KAT A PENGANTAR
Puji serta syukur tiada henti terucap kehadirat Allah SWf k:arena dengan
Rahmat dan hidayah yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selawat beserta salam kehadirat suri
tauladan ummat sedunia, Nabi Muhammad SAW, karena dengan segenap
perjuangannya penulis dapat menikmati nikmat keberagarnan dunia.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyarata11 Akademik
fakultas Psikologi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk
memperoleh gelar sarjana psikologi. Penulis menyadari dalam penulisan
skripsi yang berjudul "Coping lbu Terhadap Kematian Ana~:" tidak luput dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis rnengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang tulus pada seluruh pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada :
1. lbu Ora. Netty Hartaty, M.si selaku Oekan Fakultas Psikologi dan lbu Ora.
Zahrotun Nihayah M. Si selaku Pembantu Oekan beserta jajarannya.
2. lbu Neneng Tati Sumiati, M.si. Psi dan lbu Yufi Adriani, M.si. Psi yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Kedua Orang tuaku lbu Aisyah dan Bapak Epin S atas cinta & kasih
sayang, untaian doa yang sungguh menjadi penyejuk hati, cucuran air
mata dan keringat yang telah diteteskan. Hanya karya sederhana ini yang
dapat puterimu berikan. Semoga dapat menjadi keberkahan puterimu
kelak menuju jalan kesuksesan, amin.
4. Keluarga besarku di Bekasi, Mba Ecih & A' Agus, Mba Erni & A' Herl, Mba
Erna & A' Abeng, A' Endang & Teh Liza, Mba Ani & A' Lall, Mba Elly & A'
Lili, Mba Evi & Mas Zai, atas kasih sayang, dukungan moral maupun
material yang telah di berikan, semoga Allah membalas dengan ridho dan
keberkahan yang berlipat untuk keluarga mba & AA'. Keponakan
keponakan tereinta, cepat besar ya sayang! semoga Allah menjadikan
kalian anak-anak yang berguna bagi orang tua, agama, nusa dan bangsa.
Saudaraku Ce' Konar, atas kesediaannya merawat penulis sewaktu di
Rumah Sakit, Een atas kesediaannya membantu meng13tik skripsi. I Love
You All.
5. Seluruh Dosen dan Akademik Fakultas Psikologi, atas semua llmu &
pelayanan administratif yang diberikan kepada penulis selama
penyelesaian kuliah di Fakultas Psikologi.
6. Pelayanan perpustakaan Fakultas Psikologi, perpustakaan utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan-perpustakaan umum
lainnya yang membatu dalam proses penulisan skripsi.
7. "AA" (Saeful Anwar) Keikhlasan, Pengertian, Kesabaran, dan
Pengorbananmu akan terukir abadi dalam sanubariku. semoga Allah
meridhoi kebersamaan kita, menuju perjalanan akhir yang pasti. Dan juga
keluarga keduaku: lbu Salbiah & Lina, sungguh keikhlas;an doa dan
dukungan kalian menjadi penyemangat penulis. Semoga Allah memberi
kemudahan untuk kita.
8. Teman-teman kelas A, Yeyen, Maya, Tika, lta, Leni, Dian, Vivi, Fuji,
Ridha, Kiki, lkhca, Kang Ramdan, Yusuf, dan semua teman-teman
angkatan 2003, yang selalu berbagi pengalaman dan saling memberi
dukungan kepada penulis. semoga perjalanan kita dilnudahkan-Nya.
9. Teman-temanku di Alisan, Teh Nita, K' Teti, K' Cece, K' Tini, K' Vicka,
Yulisa, Neng Afiah, Faiz atas persaudaraan yang diberilean.
10. Sahabat tersayang, Siti Nurjanah, Neneng Hasanah & F'uteri atas doa dan
dukungan yang di berikan. Bang Juri, atas bantuannya dalam proses
pengetikan penyusunan skipsi ini.
11. Semua keluarga, teman, sahabat yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terima kasih.
Akhir kata penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dan bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi kemajuan penulis dimasa
yang akan datang, semoga Allah berkenan membalas seluruh kebaikan dan
kemudahan yang telah diberikan. Amin Yaa Robal a/amin.
Jakarta, 27 Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISi
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... .
HALAMAN PENGESAHAN. ....... ...... .. .. ... ...... ....... .............. ......... .... ..... .. .. .. . ii
MOTTO ........................................................................................................ iii
LEMBAR PERSEMBAHAN .. .. ....................................... .... ......................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFT AR ISi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. . x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFT AR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
BAB1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.... ... . .. ... . .. ... .. ... ... ...... .. . .. . . ........ .. .. ... 1
1.2. ldentifikasi Masalah.............................................................. 7
1.3. Perumusan dan Pembatasan Masalah ........... ............. ... .. ... 8
1.3.1 Perumuan Masalah ................................................... 8
1.3.2. Pembatasan Masalah................................................ 8
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................. 9
1.4.1 Tujuan Penelitian ................. ............ ......... .. ...... .... ..... 9
1.4.2 Manfaat Penelitian. ... .. .......... ..... .. ..... ... .. .. .. .. .. ...... ...... 9
1.5. Sistematika Penulisan .... ...... .. ....... ... .. . .. ....... .......... ..... ...... .. . 1 O
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2. 1. Deskripsi T eoritik.................................................................. 11
2.1.1. Pengertian Coping..................................................... 11
2.1.2. Macarn-rnacarn Strategi Coping ..... ... .. .. ............... .. .. . 12
2.1.3. Faktor-faktor yang Mernpengaruhi Strategi Coping ... 18
2.2. Kernatian. ...... ....... ... .. ..... .... ... .... ......... ... .... .. . . ..... ...... ....... .. ... 19
2.2.1. Kernatian Ditinjau dari Sudut Pandang Agarna ......... 20
2.2.2. Kernatian Ditinjau Dari Sudut Pandang Medis ........... 22
2.2.3. Kernatian Ditijau Dari Sudut Pandan!~ Psikologi ........ 22
2.3. Grief (Reaksi Ernosional) ..................................................... 23
2.3.1. Tahapan-tahapan Grief ............................................. 25
2.3.2. Pathological Grief ...................................................... 26
2.4. Bereavement (Perasan Kehilangan) .................................... 29
2.5. Pengaruh Kernatian Anak Bagi Orang Tua .......................... 30
2.6. Nilai I Arti Anak Bagi Orang Tua .......................................... 31
2.7. Kerangka Berpikir ................................................................. 34
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jen is Penelitian ................................................................... 38
3.1.1 Metode Penelitian ...................................................... 38
3.1.2. Pendekatan Penelitian ............................................... 39
3.2. Pengarnbilan Sarnpel ........................................................... 40
3.2.1 Populasi dan Sarnpel.. ............................................... 40
3.2.2 Teknik Pengarnbilan Sarnpel. .................................... 41
3.3. Metode Pengurnpulan Data .................................................. 41
3.3.1 Wawancara ............................................................... 42
3.3.2 Observasi .................................................................. 42
3.4 lnstrurnen Pengurnpulan Data .............................................. 43
3.5 Teknik Analisa Data ............................................................. 44
3.6 Teknik Prosedur Penelitian ·····r~--,.,, ...................................... 44 I ..
l:ffD,I ,,,
3.6.1. Tahapan Persiapan ................................................... 44
3.6.2. Tahapan Pelaksanaan .............................................. .
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA
4.1 Gamba ran Umum Subyek Penelitian ................................... 46
4.2 Gambaran dan Analisa Kasus .............................................. 47
4.2.1. Kasus SA ................................................................... 48
4.2.2. Kasus L ..................................................................... 61
4.2.3. Kasus Y ...................................................................... 73
4.3 Analisis Antar Kasus ............................................................ 82
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .......................................................................... 86
5.2. Diskusi. ................................................................................. 87
5.3. Saran .................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 93
LAMPI RAN
DAFTAR TABEL
TABEL l-lalaman
Tabel 4.1. Gambaran Umum Subyek .................................................... 47
Tabel 4.2.1. Gambaran Reaksi Psikologis Kasus SA. .............................. 58
Tabel 4.2.2. Strategi Coping Kasus SA .................................................... 60
Tabel 4.2.3. Gambaran Reaksi Psikologis Kasus L ................................. 70
Tabel 4.2.4. Streategi Coping Kasus L. .................................................... 72
Tabel 4.2.5. Gambaran Reaksi Psikologis Kasus Y ................................. 80
Tabel 4.2.6. Strategi Coping Kasus Y ...................................................... 82
Tabel 4.3.1 Gambaran Reaksi Antar Kasus ............................................ 83
Tabel 4.3.2. Faktor yang Memperkuat Reksi Psikologis Antar Kasus ...... 84
Tabel 4.3.3 Gambaran Strategi Coping Antar Kasus .............................. 85
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
DAFT AR LAMPI RAN
Pedoman Wawancara
Lembar Observasi
Pengantar Wawancara
Pernyataan Kesediaan
1.1 Latar Belakang
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan di dunia, Allah SWT telah menciptakan laki-laki dan
perempuan untuk saling berpasangan. Dimana diantara yang saling
berpasangan itu sudah seharusnya saling rnengisi kekurangan dan kelebihan
satu sama lain dengan cinta dan sayang rnelalui ikatan dan hubungan
pernikahan yang sah menurut syariat ajaran agama Islam.
Keputusan seseorang untuk menikah dan berumah tangga bukan sekedar
ingin terus berada bersama pasangan yang dicintainya. Akan tetapi di
dalamnya juga terjadi semacarn proses kesatuan yang berkumpul dari dua
pribadi yang berbeda, untuk menghasilkan keturunan yang berkualitas
sebagai penerus keturunannya kelak, yaitu anak-anak yang shaleh dan
shalehah serta yang selalu bersyukur kepada Allah swr.
Kelahiran seorang anak merupakan tujuan hidup yang paling penting demi
melestarikan kelangsungan spesies manusia. Tanpa memcindang hal itu pun,
kita juga merasakan bahwa kelahiran anak di butuhkan demi terciptanya
keseimbangan dalam keluarga. Karena itu, rumah yang kosong dari
2
keberadaan anak-anak akan menjadi hampa, mematikan jiwa, serta sepi dari
canda tawa serta kegembiraan. Anak adalah salah satu unisur kebahagiaan
lahir batini serta dunia akhirat dalam kehidupan manusia. Seperti firman Allah
dalam surat Al-Kahfi ayat: 46
Artinya: "Harta dan anak-anak ada/ah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi sa/eh adalah /ebih baik paha/anya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan".
Ayat di atas menjelaskan bahwa harta dan anak adalah perhiasan kehidupan
didunia ini, dengan demikian unsur yang menjadikan manusia merasakan
adanya kesenangan, kehormatan, dan hiburan apabila pada dirinya terdapat
harta kekayaan dan anak sekaligus. Akan tetapi, apabila hanya harta
kekayaan saja yang dimiliki, maka rasa bangga dan hiburannya kurang,
begitu pula jika hanya mendapat anak, sedang kekayaan anak tidak ada,
maka kebanggaan dan hiburan yang diperolehnya hanya sebagian saja.
Akan tetapi jika dibandingkan harta dan anak maka anak lebih besar
memberikan kebanggaan dan hiburan dari pada harta.
Nilai anak bagi orang tua dalam kehidupan sehari-hari dapat di ketahui, antar
lain dari adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat orang tua
3
mencurahkan kasih sayang, anak merupakan sumber kebahagiaan keluarga,
anak sering dijadikan bahan pertimbangan oleh sepasang suami isteri untuk
bercerai, kepada anak nilai-nilai dalam keluarga disosialisasikan dan harta
keluarga diwariskan dan anak juga menjadi tempat orang tua
menggantungkan harapan.
Hal tersebut sependapat dengan disertasi yang telah dilakukan oleh Sudraji
Sumapraja (1980) bahwa kehadiran seorang anak sangat loerarti dalam
keluarga. Salah satu nilai atau arti seorang anak yaitu sebagai generasi
penerus keturunan dari orang tua mereka, karena manusia mengidam
idamkan kesinambungan hidupnya sesudah mati maka mempunyai anak
merupakan manifestasi dari pengembangan diri dari orang tua yang berarti
bahwa dengan mempuyai anak seolah-olah bahwa kehidupan orang tua akan
dilanjutkan oleh anaknya.
Bagi seorang istri, kedudukannya dalam keluarga akan terasa lebih le1ngkap
apabila dapat memberikan keturunan yang shaleh dan shalehah pada suami
dan keluarganya. Kihajar Dewantoro dalam bukunya Saal Wanita
mengatal<an bahwa fungsi wanita yang terpenting dalam keiluarga adalah
sebagai ibu. Wanita sebagai pemangl<u pertama keturunan pada pertama
kalinya berkewajiban menunaikan tugasnya yang paling mulia. Demikian
4
mulianya kedudukan dan tugas seorang ibu, Kihajar Dewantoro memberi
nama seorang ibu sebagai Ratu Ke/uarga (Noto putro:1997).
Begitu pentingnya peranan seorang ibu dalam kehidupan berumah tangga,
dari mulai mengurus anak sampai pada melakukan tugas-tugas rumah, maka
Conny Semiawan dkk,. (1996) memaparkan tugas-tugas yang dilakukan oleh
seorang ibu sebagai berikut:
a. Merawat janin dalam kandungan.
b. Melahirkan anak
c. Menyusui anak
d. Memperhatikan anak
e. Mengurus anak
Kebahagiaan itupun seolah terhenti sejenak ketika mereka dihadapkan pada
keadaan sakit yang menyebabkan kematian pada anak meireka. Kematian
seorang anak bagi orang tua khususnya ibu merupakan ujian yang sangat
berat dirasakan. Dimana ia harus bertaruh antara keimanain dengan
keikhlasan atas ujian yang diberikan oleh Allah swr.
Fenomena kasus:
Seorang ibu dijogja mengalami shock ketika ia dihadapkan pada kenyataan bahwa anak keduanya tak terselamatkan karena telat dibawa berobat. Karena awalnya pihak puskesmas sebagai pertolongan pertama yang di/akukan sang ibu hanya mengatakan bahwa anaknya hanya terkena
5
demam biasa. Tetapi selang tiga hari anaknya tak kunjung reda dari panas tinggi. Setelah dibawa kerumah sakit, anaknya dinyatakan positif terkena Demam Berdarah stadium darurat. Ketika ditanya seperti <tpa rasanya ditinggal pergi oleh anak sendiri, sang ibu mengatakan "Rasanya setiap melangkah, kaki selatu amblas kebumi. Seperti betjalan diatas Lumpur". Tak kuat menahan sedih dan rasa bersalah karena telat membawa anaknya berobat, ia shock dan selalu pingsan. Selain itu, ia juga jadi lebih respon jika ada anaknya yang mengeluh sakit karena trauma dan tak mau kejadian sama terulang kembali (pejalanjauh.blogspot.com).
Hal sarna terjadi di daerah Ciputat ketika; seorang ibu mengetahui anaknya tak terselamatkan akibat sakit yang tidak ia ketahui sebelumnya. Awalnya sang anak hanya mengeluh seluruh tubuhnya pegal-pegal dan minta dipijiti oleh ayahnya. Sampai akhimya ia mendapati anaknya demam tinggi. Dan ketika dibawa kerumah sakit, anaknya sudah tidak bisa diselamatkan. Anaknya mengalami Iuka dalam akibat hantaman keras pada seluruh tubuhnya. Hal itu diketahui pada saat jasad anaknya dimandikan dan dikafani seluruh badannya membiru, kepalanya bengkak dan keluar cairan berwama putih dari hidungnya. Karena ketidaktahuannya, temyata penyebab anaknya meninggal adalah setelah terkuaknya kasus anak meningga/ karena smack down di Bandung. Rizky (nama anak tersebut) temyata miminggal al<ibat perbuatan teman-temannya yang menirukan tayangan sme1ck down dengan menjatuhkan diri pada tubuhnya karena diantara teman-temannya tubuhnya yang lebih kecil. Dari kejadian yang di alami anaknya, Asrofah (nama /bu tersebut) hanya bias sedih dan menyesal karena tidak menghiraukan keluhan anak laki-lakinya tersebut (http://www.tabloidnova.com).
Kasus serupa juga terjadi pada; /bu Cut Yati di Sumatra Utara. Anaknya Riki yang saat itu berusia 4 bu/an tak terse/amatkan akibat si~kit infeksi paru-paru dan gizi buruk yang dideritanya. Selain itu, ia juga sangat menyayangkan pihak rumah sakit Haji Mina di Medan yang menolak untuk memberikan perawatan hanya karena dari keluarga tidak mampu. Hingga akhimya ada salah satu kerabat yang menyarankan untuk mengurus surat keterangan tidak mampu barulah pihak rumah sakit bersedia merawat .Riki, itupun hanya beri infus tanpa obat. Hingga akhimya kondisi yang semakin parah menyebabkan sang buah hati menghadap Sang Kuasa (httplwww.tabloidnova.com).
Dari beberapa kasus yang terjadi diatas, penyebab kematian anak adalah
orang tua yang tidak merespon penyakit yang diderita anal< dengan baik, hal
tersebut dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang kurang mendukung untuk
pengobatan anak.
6
Secara psikologis, kematian anal< bagi seorang ibu tentunya sangat berat
dirasakan. Perasaan sedih dan kehilangan akibat kematian (bereavement)
memunculkan reaksi emosional yang menyertai kehilangan (grief) dan
ekspresi dari kehilangan dan emosi yang menyertainya (mourning). Akan
tetapi, dalam keadaan tertekan akibat kehilangan seseorang, patut
ditegaskan bahwa reaksi emosional yang muncul (grief) aclalah merupakan
reaksi normal. Griefbukanlah reaksi patologis yang harus disembuhkan,
sebaliknya orang yang sedang berduka harus menyelesaikan proses
griefnya. Karena kematian adalah suatu kejadian yang membutuhkan
keikhlasan yang tulus dari orang-orang yang ditinggalkan, tak heran jika hal
itu tidak dapat diatasi dengan baik akan memberikan dampak buruk bagi
lndividu yang memiliki ikatan emosional dengan almarhum/almarhumah,
seperti; marah, menyangkal, depresi, serta dapat menimbulkan gejala atau
bahkan penyakit kejiwaan. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk
menanggulangi, mengatasi, menangani, dimana individu melakukan interaksi
dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaik:an sesuatu dalam
bentuk tugas atau masalah-masalah. Hal tersebut dinama~;an dengan coping
(Bachtiar Lubis dalam Islam M.S, 2003).
7
Menurut Lazarus (1989) coping dibedakan dalam dua jenis. Ada coping yang
terpusat pada masalah (Problem-Focused Coping) yaitu usaha yang
dilakukan individu untuk mencari penyelesaian dari masalah untuk
menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan masalah. Selain itu
ada juga coping terpusat pada emosi (Emotion-Focused Coping) yaitu usaha
individu mengatur emosinya untuk meenyesuaikan diri derigan dampak yang
ditimbulkan oleh kondisi yang penuh tekanan. Di samping ijtu, Carver (1998)
juga menambahkan jenis coping lain, yaitu coping maladaptif. Coping ini
adalah jenis coping yang cenderung kurang berguna atau 1:ifektif.
Dari permasalahan diatas, peneliti merasa tertarik untuk menggali lebih
dalam lagi tentang bagaimana coping ibu terhadap kematian anaknya,
bagaimana cara atau strategi coping yang dilakukan ibu, s1~rta dukungan
moral apa saja yang didapatkan dari keluarga dan lingkun~1an sekitarnya,
yang mungkin pada tiap pasangan membutuhkan coping, strategi coping, dan
dukungan moral yang sama ataupun berbeda dengan pasangan suarni isteri
yang lain pasangan suami istri yang lain.
1.2 ldentifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah dikernukakan, terdapat bebeirapa masalah
yang teridentifikasi. Adapun perrnasalahan tersebut adalah:
1. Bagaimana dampak kematian anak terhadap ibu?
2 Bagaimana coping yang ibu lakukan terhadap kematian anaknya?
3. Bagaimana dukungan yang ibu dapatkan baik dari keluarga maupun
lingkungan untuk menyelesaikan masalahnya?
1.3 Perumusan dan Pembatasan Masalah
1.3.1 Perumusan 11/iasalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah
coping ibu terhadap kematian anak".
1.3.2 Pembatasan 11/iasalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
a. Yang dimaksud coping disini adalah usaha untuk menanggulangi,
mengatasi, menangani, dimana individu melakukan interaksi dengan
lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan se•suatu dalam
bentuk tugas atau masalah, dan masalah yang dimaksud dalam hal ini
adalah kematian anak.
b. Kematian yang dimaksud adalah segala keadaan yang telah ditetapkan
oleh para dokter, melalui penelitian klinis, penggarisan otak listrik,
pewarnaan syaraf otak,dan pemotretan otak melalui computer, bahwa
otak telah berhenti bekerja karena sel-selnya yang kuat telah mati,
meskipun jantung amasih bekerja dan berdenyut.
8
c. Subyek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki anak berusia 0
bulan sampai 5 tahun yang meninggal karena sakit.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan dasar pemikiran dan permasalahan penelitian yang
telah dikemukakan, maka secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana coping ibu terhadap kematian anal<nya.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara keseluruhan.
Karena itu peneliti membaginya menjadi dua yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
pengembangan teori mengenai perilaku coping secara l<husus, dan
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya psikolog1i.
b. Manfaat Praktis.
9
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan
mengenai coping, cara atau semacam usaha yang harus dilakukan
seseorang jika mengalami kejadian atau masalah yang sama, dalam hal
ini kematian anak. Sehingga dapat mengantisipasi masalah yang dihadapi
dan memilih coping yang efektif untuk digunakan.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
Bab 1 Merupakan pendahuluan, meliputi latar belakan£J masalah,
perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat
panalitian, serta sistematika penulisan.
10
Bab 2 Merupakan kajian pustaka yang meliputi kajian t13ori yang terdiri
dari definisi coping, jenis-jenis coping dan strate!~i coping, definisi
kematian dari sudt pandang agama, medis, psikologi, nilai/arti anak
bagi orang tua, pengaruh kematian anak bagi ibu, bereavement
(rasa kehilangan). dan kerangka berpikir.
Bab 3 Merupakan metodologi penelitian yang mencakup pendekatan dan
metode penelitian, pengambilan sampel, teknik pengambilan
sampel, pengumpulan data, dan prosedur penelitian.
Bab 4 Merupakan hasil penelitian.
Bab 5 Merupakan kesimpulan, diskusi, dan saran.
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab 2 ini akan dibahas tentang definisi coping, jenis-jenis dan stategi
coping. Selanjutnya akan dibahas pula definisi kematian dari sudut pandang
agama, medis, dan psikologi, grief, tahapan grief, pathological grief,
bereavement (rasa kehilangan), pengaruh kematian anak bagi orang tua,
nilai/arti anak bagi orang tua, dan kerangka berpikir.
2.1 Deskripsi Teoritik
2.1.1 Pengertian Coping
Coping behavior dalam kamus psikologi diartikan sebagai tingkah laku atau
tindakan penanggulangan; sembarang perbuatan dalam mana individu
melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan
menyelesaikan sesuatu tugas atau masalah (J.P. Chaplin: 1995).
Menurut Lazarus & Folkman (1989) Coping adalah usaha untuk mengubah
secara konstan aspek kognitif dan perilaku untuk mengelol1a tuntutan-tuntutan
eksternal maupun internal yang dinilai sebagai beban dan atau telah
melampui sumber daya individu.
12
Bachtiar Lubis dalam Islam M.S (2003) mendefinisikan coping sebagai
sejumlah usaha untuk menanggulangi, mangatasi menangani atau berurusan
dengan cara yang sebaik,sebaiknya menurut kemampuan individu, meskipun
merasa dirinya tertekan dan merasa tidak nyaman, maka secara otomatis ia
akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapL
Dari definisi yang telah diajukan oleh beberapa ahli di atas maka peneliti
mengambil kesimpulan bahwa coping adalah suatu proses usaha yang
dilakukan oleh individu untuk menekan atau meminimalisasikan stress dari
masalah yang sedang dihadapinya baik mental maupun perilaku untuk
memperoleh rasa aman.
2.1.2 Macam-macam Strategi Coping
Lazarus & Folkman membedakan dua jenis strategi coping, yaitu:
a. Coping terpusat pada masalah (Prob/em-Focused Coping), yaitu usaha
berupa perilaku individu untuk mengatasi masalah, teka:nan, tantangan
dengan mengubah kualitas hubungan dengan lingkungan. Dalam hal ini
individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk
menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan masalah.
b. Coping terpusat emosi (Emotion-Focused Coping), yaitu sebuah upaya
untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman dan memperkecil tekanan
yang dirasakan individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur
emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan darnpak yang
ditimbulkan oleh kondisi atau situasi yang penuh tekanan (Lazarus &
Folkman: 1998).
13
Walaupun hampir semua stressor mendatangkan kedua jeinis coping di atas
problem-focused coping cenderung mendominasi bilamana individu merasa
bahwa ia dapat melakukan sesuatu yang konstruktif dan seicara aktif mencari
penyelesaian dari masalah. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk
memecahkan masalah atau mengubah suatu situasi yang rnenjadi sumber
stress. Coping jenis ini cenderung dipergunakan saat individu merasa
memiliki tenaga untuk mengatasi suatu situasi yang menimbulkan stress dan
merasa yakin bahwa hal tersebut dapat diubah dengan me~akukan sesuatu
yang konstruktif.
Sedangkan emotion-focused coping merupakan sesuatu yang harus
dilakukan bilama seseorang merasa bahwa stressor merupakan sesuatu
yang harus ditahan. Pada emotion-focused coping individu melibatkan usaha
usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan
akibat yang akan ditimbulkan oleh suatu situasi atau kondisi yang penuh
tekanan.
14
Selain itu, Lazarus & Folkman dalam Carver dkk (1998) .iuga menambahkan
dimensi coping yang malac:laptif, yaitu kecenderungan coping yang kurang
berguna atau efektif. Sehingga jenis coping olehnya di golongkan menjadi
tiga jenis, yaitu problem-focused coping, emotion-focus coping, dan coping
maladaptif,
1. Strategi coping problem-focused coping diantaranya:
a. Active coping, proses pengambilan langkah untuk mencoba
memindahkan atau menyiasati stressor atau mengurangi efeknya.
Pengambilan strategi coping ini dapat dikatakan bahwa seorang
individu telah menghadapi dan berusaha memecahkan secara
langsung masalah yang dihadapi.
b. Planning, yaitu memikirkan atau membuat rencana untuk menghadapi
masalah yang sedang dihadapi. Dalam menghadapi masalah, individu
tidak langsung mengambil tindakan untuk menyelesaikannya. la
cenderung membuat, merancang, man memilah-milah rencana
rencana dan langkah-langkah yang akan ia jalankan sebagai solusi
terbaik.
c. Seeking social support for instrumental reason, untuk menghaclapi
masalah yang menekan individu mencari nasehat atau saran, bantuan
dan dukungan atau informasi dari berbagai sumber dengan demikian
ia dapat menenarik pelajaran dan pengalaman dari luar.
15
d. Suppression of competing activities, yang dimaksud agar dapat
menangani masalah yang sedang dihadapinya dengan baik, individu
mengesampingkan tugas-tugas atau aktivitas lain, menghindari
gangguan dari situasi lain, dengan tujuan untuk menangani stressor.
e. Restraint coping, yang dimaksud disini adala menahan diri, menunggu
dan tidak bertindak terlalu dini, sampai ada keempatan yang tepat
unutk bertindak. Dalam penangannya terhadap masalah, coping jenis
ini dapat dianggap sebagai coping akitf, tapi dengan penundaan ini,
coping ini dianggap sebagai strategi pasif.
2. Strategi coping emotion-focussed coping meliputi:
a. Seeking social support for emotional reason, usaha mendapatkan
dukungan moral, simpati, atau pengertian orang lain dengan cara
banyak menceritakan masalah yang sedang dihadapi. Secara
konseptual, dukungan sosial ini berbeda dengan dukungan sosial
pada problem focused coping, namun pada prakteknya keduanya
sering terjadi bersamaan. Kecenderungan untuk mencari dukungan
sosial emosional ini merupakan pedang bermata dua. Di satu pihak,
tindakan tersebut nampaknya efektif. Orang-orang yang merasa tidak
aman dengan stress yang dialaminya dapat ditenangkan melalui
dukungan sosial emosional yang diterimanya. Di lain pihak, sumber
sumber dukungan simpati biasanya lebih digunakan :sebagai tempat
untuk mengeluarkan perasaan-perasaan saja. Hal ini yang
menyebabkan penggunaan dukungan sosial emosional tidak terlalu
adaptif.
16
b. Positive reinterpretation and growth, Coping ini lebih ditunjukkan untuk
menata distress emosional daripada untuk menangani stressor.
Dengan memandang kejadian-kejadian yang membuat stress sebagai
sesuatu yang positif, secara instrinsik dapat membawa seseorang
kepada problem focused coping secara aktif.
c. Denial, usaha untuk menolak kenyataan atau kejadian-kejadian yang
membuat stress (stressor).disatu sisi denial dapat bmguna untuk
menanggulang distress, sehingga dapat memudahkan seseorang
untuk mengadakan coping. Akan tetapi disatu sisi, p,enolakan yang
dilakukan justru akan memperparah masalah sehingga mempersulit
terbentuknya coping.
d. Acceptance, menerima kenyataan bahwa masalah atau kejadian
kejadian yang membuat stress memang ada dan nyata.
e. Turning to religion, usaha individu untuk meningkatkan keterlibatannya
pada kegiatan-kegiatan religius. Hal ini dapat dilakuk:an jika ia rnerasa
bahwa dengan pendekatan religius dapat membantunya menjelaskan
masalah dihadapinya.
3. Strategi coping maladaptif, yaitu:
a. Focusing on and venting of emotions, kecenderungan untuk
memusatkan perhatian pada hal-hal yang dirasakan seseorang
sebagai distress dan kemudian melepaskan perasaan-perasaan
tersebut.
17
b. Behavioral disengagement, pada kondisi seperti ini, seorang individu
tidak lagi memiliki dorongan untuk berusaha mengui:angi usaha untuk
melawan stressor yang sedang dihadapinya. Pada kondisi seperti ini
dapat digambarkan sebagaimana seseorang yang mengalami
ketidakberdayaan atau disebut helplessness.
c. Mental disengagement, coping ini terjadi saat individ!u tidak lagi
menginginkan untuk memikirkan atau mendekati hal yang dapat
mengingatkannya pada masalah yang pernah dihadapinya dengan
melakukan perbuatan lain seperti; menonton televisi, bioskop, bermain
video games, dll.
Mu'tadin (2003) mengutip penelitian yang dilakukan oleh Lazarus &
Folkaman mengemukakan bahwa untuk mengatasi berbagai masalah yang
menekan dalam berbagai lingkup kehidupan sehari-hari, kebanyakan individu
menggunakan variasi dari kedua jenis coping tersebut (Problem Focused
Coping & Emotion Focused Coping), terkait dengan pembagian yang
tergolong pada kedua jenis coping itu. Adapun factor yang menentukan
strategi mana yang apaling banyak atau coping digunakan :sangat tergantung
pada kepribadian seseorang dan kondisi atau masalah yan1~ dialaminya.
18
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Coping
Menurut Mu'tadin (2003) untuk menangani situasi yang mengandung tekanan
dapat ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik
atau energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan social dan
dukungan social dan materi (mu'tadin, 2003).
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stress indiviidu dituntut mengerahkan tenaga yang cukup
besar.
b. Keyakinan atau Pandangan Positif
Keyakinan menjadi sumberdaya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan
individu pada ketidakberdayaan (helpness) yang akan rnenurunkan
strategi coping tipe: problem - solving focused coping.
c. Keterampilan Memecahkan Masalah
Hal ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,
mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghai;ilkan alternative
tindakan, kemudian mempertimbangkan alternative tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan
rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan Sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai social
yang berlaku di masyarakat.
e. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, baran9-barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
2.2 Kematian
Kehilangan salah seorang anggota keluarga karena kematian merupakan
salah satu ujian yang sulit untuk di terima. Oleh karena itu, pada sebagian
besar orang menganggap hal tersebut adalah sumber masalah yang dapat
menyebabkan konflik panjang dalam rumah tangga.
Rice dalam Lifina (2004) mengemukkan bahwa pada beberapa individu,
proses griefing yang dialami oleh anggota keluarga yang ditinggalkan
merupakan suatu proses yang tidak mudah. Peristiwa kehilangan ini dapat
membuat hubungan antar anggota keluarga yang ditinggalkan menjadi
semakin erat, atau sebaliknya menimbulkan masalah baru yang
19
rnenyebabkan perpecahan dalarn hubungan antar anggota keluarga yang
rnasih hidup.
2.2.1 Kematian ditinjau dari sudut pandang Agama
Al-Qur'an berbiGara tentang kernatian dalarn banyak ayat sernentara pakar
rnernperkirakan tidak kurang dari tiga ratusan ayat yang berbicara tentang
berbagai aspek kernatian, dan kehidupan sesudah kernatian kedua (M.
Quraish Shihab, 1996).
20
Definisi kernatian oleh sernentara ularna didefinisikan sebagai "ketiadaan
hidup" atau "antonym dari hidup". Kernatian sebagairnana clikenal oleh
rnanusia adalah berpindahnya ruh pada kehidupan ruh saja, yaitu dialarn
barzakh tanpa tubuh dan jiwa. Hal ini sesuai dengan kernatian pernaharnan al
Qur'an, yaitu sebagai perpindahan ruh dari kehidupan pertarna ke kehidupan
baru di alarn barzakh (Adnan Syarif: 2002).
Nurcholis Majid rnenjelaskan kernatian adalah "pintu" untuk rnernasuki
kehidupan rnanusia selanjutnya, suatu kehidupan yang sama sekali lain dari
yang sekarang sedang kita alarni, yaitu kehidupan ukhrowi (Nurcholis Madjid:
1995).
Sedangkan rnenurut Abdul Mujib, kematian adalah fase dirnana nyawa (al
hayah) telah hilang dari jasad rnanusia. Hilangnya nyawa menunjukkan
21
terpisahnya ruh dan jasad manusia, yang merupakan hari dari akhir
kehidupan dunia. Kematian terjadi ada yang dikarenakan batas kehidupan
(ajal) telah tiba, ada pula karena organ·organ fisik yang vital terjadi kerusakan
atau terputus seperti karena terkena penyakit, dibunuh, buinuh diri dan
sebagainya (Abdul Mujib & Jusuf Muzakir: 2001).
Semua makhluk yang bernyawa tanpa terkecuali akan rnenjumpai dan
menghadapi kematian, meskipun dengan cara yang berbeda dan situasi yang
berbeda pula. Ada yang menempuhnya dengan kemuliaan dan
menjumpainya dengan penuh kebahagiaan, sehingga ingin mati dalam
keadaan seperti itu berkali-kali. Seperti firman Allah dalam al-Qur'an surah al-
Baqarah ayat 154:
{ 1ot :o_AJI} Artinya: " Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang
gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati: bahkan (sebenamya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya". (Q.S. AlBaqarah: 154)
Adapun yang menempuhnya dengan kehinaan dan menJumpainya dengan
penuh penderitaan, Firman Allah dalam al-Qur'an surat Al-Baqarah: 161:
'-"'lfllj a.S:.i1f:l1j ~1 ~ r e:I~ d.J.i )£ ~j 1_)Gj IJ~ ::.,..J1 01 ,,,. ,.., ,... ,, ,,. ,,. / ,,.
{1·11 :o_Ajl} ~f ,
22
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati da/am keadaan kafir, mereka itu mendapat la ·nat Allah, para malaikat dan manusia se/uruhnya". (Q.S. Al-Baqarah: 161)
2.2.2. Kematian ditinjau dari sudut pandang medis
Kematian menurut pengertian secara medis sampai abad ke-20 terbatas
pada fenomena berhentinya denyut jantung yang sebelumnya berlangsung
secara terus menerus. Namun penemuan medis terbaru m•:mgemukakan
bahwa kematian ialah segala keadaan yang telah ditetapka1n oleh para
dokter, melalui penelitian klinis, penggarisan otak listrik, pewarnaan syarat
otak, dan pemotretan otak dengan komputer, bahwa otak tE~lah berhenti
bekerja karena sel-selnya yang kuat telah mati, meskipun jantung masih
bekerja dan berdenyut (Adnan Syarif: 2002).
2.2.3 Kematian ditinjau dari sudut pandang psikoloui
Psikologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji pikiran, perasaan, dan perilaku
seseorang memandang kematian sebagai suatu peristiwa dahsyat yang
sesungguhnya sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang.
Menurut Qomarudin Hiclayat (2006)mbahas soal kematian bisa menimbulkan
sebuah pemberontakan yang menyimpan kepedihan kepada setiap jiwa
manusia. Yaitu kesadaran dan keyakinan mati pasti akan tiba dan punahlah
semua yang dicintai dan dinikmati dalam hidup ini. Kesadaran ini lalu
memunculkan sebuah protes berupa penolakan bahwa mai>ing-masing kita
23
tidak rnau rnati. Setiap orang berusaha rnenghindari sernua jalan yang
rnendekatkan kepintu kernatian. Karena jiwa kita selalu mendarnbakan dan
rnernbayangkan keabadian. Jika ditelusuri lebih dalarn sesungguhnya semua
rnanusia rnenolak kernatian.
Dari beberapa pendapat dan uraian di atas dapat disirnpullcan bahwa
kematian merupakan suatu kejadian yang semua orang akan melaluinya,
yaitu terpisahnya ruh dari jasad untuk mengahadap kernbali kepada Sang . . - .
Pencipta dengan memberikan pertanggung jawaban ses.uai dengan amal
ibadahnya.
2.3 Grief (Reaksi Emosional)
Grief merupakan suatu pengalaman emosional yang pribacli pada setiap
individu. Beberapa orang membutuhkan waktu hingga beberapa tahun untuk
dapat mengatasi perasaannya serta rnampu menerima kenyataan bahwa
orang yang ia cintai sudah tiada. Kematian keluarga dekat atau sahabat
merupakan pengalaman emosional yang dialami seseoran!} disertai dengan
perasaan kehilangan. Masa berkabung bagi orang yang ditinggalkan tidak
berakhir setelah pemakaman usai, namun sebaliknya, emosi yang dirasakan
setelah kematian orang yang dicintai semakin mendalarn s1:!telah ia
ditinggalkan seorang diri (Aiken: 1994).
24
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa grief adalah suatu reaksi
emosional yang terjadi pada individu dari keadaan atau situasi yang menekan
akibat kematian atau kehilangan seseorang yang memiliki ikatan emosional
yang kuat dengan yang ditinggalkan.
Setiap individu mengalami jenis, intensitas, durasi serta cara
mengekspresikan grief yang berbeda-beda, lntensitas dan durasi dari grief
yang dialami bervariasi sehubungan dengan siapa yang meninggal, dan
siapa yang ditinggalkan. Seseorang mengalami grief yang lebih mendalam
jika mengalami kematian keluarga dekat atau kematian sahabat (Aiken:
1994).
Harper dalam Lifina (2004) menjelaskan mengenai hal-hal )lang berpengaruh
pada proses grieving yang dialami oleh seseorang yang me•ngalami kematian
seseorang yang dekat dengannya, yaitu:
1. Usia orang yang ditinggalkan
2, Jenis kelamin orang yang ditinggalkan
3. Pengalaman hidup yang telah dialami oleh orang yang ditinggalkan
4. Kepribadian, cara coping, penyesuaian diri pada orang yang ditinggalkan
5. Komunikasi dalam keluarga dari orang yang ditinggalkan, mitos-mitos dan
sikap terhadap kehilangan dan kematian.
6. Latar belakang keluarga dan lingkungan orang yang ditinggalkan.
25
7. Kesehatan fisik orang yang ditinggalkan.
8. Support system dari orang yang ditinggalkan.
9. Sumber-sumber yang dapat membantu grief yang dialami oleh orang
yang ditinggalkan.
10.Sumber keuangan pada orang yang ditinggalkan.
11. Hubungan antara orang yang ditinggalkan dan orang yang telah tiada.
12. "Persiapan" yang dilakukan dalam menghadapi kematian.
13. Penyebab kematian.
2.3.1 Tahapan-tahapan Grief
Proses grieving dialami dalam beberapa tahapan yang tidak dapat
diinterpretasikan sebagai tahapan tertentu yang harus dilalui oleh orang yang
berduka cita tanpa kecuali. Turner & Helms dalam Lifina (~~004) memberikan
analisa terperinci mengenai tahapan-tahapan grief, yaitu:
1. Denial dari kahilangan yang dialami
2. Menyadari (realization) kehilangan yang dialami.
3. Timbulnya perasaan ditinggalkan, kekhawatiran dan l<egelisahan.
4. Keputusasaan, menangis, physical numbness, mental confusion,
kebimbingan dan l<eragu-raguan.
5. Restlessness (yang muncul dari kecemasan), keresahan, kegelisahan,
dan insomnia, hilang nafsu makan, lekas marah, menurunnya control diri
dan wandering mind.
6. Keadaan merana (pining) berupa sakit fisik dan penderitaan atas grief
yang dialami juga usaha mencari benda-benda sebagai kenangan
kenangan yang mengingatkan pada orang yang telah meninggal.
7. Kemarahan
8. Rasa bersalah
26
9. Rasa kehilangan atas dirinya sendiri atau merasakan kekosongan secara
menyeluruh.
10. Longing, berupa kerinduan dan rasa sakit atas kesepiani atau kehampaan
yang tidak hilang, bahkan saat bersama dengani orang lain.
11. ldentifikasi dengan orang yang telah meninggal dengan meniru beberapa
traits, attitudes atau mannerism dari orang yang telah meninggal.
12. Depresi yang amat dalam, kadangkala disertasi dengan keinginan dengan
keinginan untuk mati.
13. Pemunculan aspek patologis, seperti minor aches dan penyakit ringan
dan ditandai kecenderungan terhadap hypochondria, reaksi yang
umumnya muncul adalah "siapa yang akan menjaga dan memperhatikan
saya sekarang?"
2.3.2 Pathological Grief
Grief bukan merupakan suatu penyakit, namun efek yang ditimbulkan dapat
menjadi sedemikian berat sehingga menimbulkan suatu penyakit. Jika grief
tidak terselesaikan/tidak disadari, seseorang dapat mengalami konsekwensi
27
yang lebih serius dalam jangka waktu yang lebih lama. Menurut Atwater
dalam Lifina (2004) semakin lama penyesuaian grief tertunda, semakin parah
simtom yang dialami. Beberapa jenis pathological grief yang dikemukakan
adalah:
1. Delayed grief: merupakan periode grief yang tertunda, dengan periode
penundaan yang bervariasi antara berminggu·minggu hingga bertahun·
tahun. Grief dapat dinyatakan bertunda jika kemunculannya
membutuhkan waktu lebih dari dua minggu setelah peristiwa kematian,
2. Absent grief: ditunjukkan dengan tidak muncul atau tidak adanya Eikspresi
grief yang umum, pengingkaran (denial) perasaan terhadap kehilangan,
tidak ada tanda-tanda fisik dari grieving dan tetap bersi~;ap seolah-olah
tidak ada apapun yang terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh hubungan
yang tidak disertai kedekatan (attachment) dalam kualitas yang
mendalam.
3. Chronic grief: merupakan periode grief yang berkepanjangan, tidak
berakhir dan tidak menunjukkan perubahan, disertai dengan depresi, rasa
bersalah dan menyalahkan diri sendiri, ditandai dengan kesedihan,
menarik diri, preokupasi berkepenjangan terhadap oran1~ yang telah
meninggal, serta distress yang berkepanjangan dan tida1k berkesudahan.
Selama bertahun·tahun orang yang ditinggalkan menunjukkan grief yang
intens dan berkepanjangan seolah-olah grief yang ia alami baru saja
terjadL Hal ini sering terjadi bentuk hubungan yang memiliki kelekatan
28
(clinging) dan ketergantungan (dependent). Chronic Grief merupakan pola
yang umum ditemui pada wanita yang mengalami kematian anak usia
remaja karena kematian mendadak dan tidak diperkirakan sebelumnya.
4. Inhibited grief: digambarkan sebagai orang yang ditinggalkan tidak
mampu untuk sepenuhnya membicarakan; menyadari dan
mengekspresikan kehilangan yang dialami, atau berupa respon grief yang
terbatas atau parlia/. Inhibited grief dapat merupakan suatu kontinum dari
absent griefhingga perilaku yang munculnya disorsi seperti kemarahan
atau rasa salah yang berlebihan dengan tidak adanya perilaku grieving
lainnya yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya sejarah
depensi atau ambivalensi dalam hubungan dengan orang yang telah
meninggal sehingga memunculkan sindrom seperti conl1icted grief atau
clinging grief.
5. Unresolved grief. dapat diekspresikan dalam beberapa bentuk; dari
keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan hingga keluhan psikologis. Hal
tersebut berhubungan dengan kehilangan yang dialami individu tersebut.
Orang yang ditinggalkan mengalami kesulitan bertoleransi dengan hal-hal
menyakitkan atau tidak adanya kekuatan dalam diri untuk melalui periode
tersebut dan menghadapi grief yang dialami. Pada beberapa kasus, grief
yang tidak terselesaikan dimunculkan dengan lebih tersamar.
29
2.4 Bereavement (Perasaan Kehilangan)
Kematian tidak hanya melibatkan individu yang meninggal. Namun yang lebih
penting adalah mereka yang ditinggalkan harus dapat mengatasi kematian
tersebut serta menyesuaikan diri dengan rasa kehilangan orang yang dicintai.
Turner. J,S & Helms, D.B dalam b.ifina (2004) mendefinisik:an bereavement
sebagai kehilangan seseorang yang di cintai karena kematian.
Berdasarkan definisi tersebut, maka Bereavement dapat diartikan sebagai
situasi dimana kita mengalami kehilangan karena meninggalnya seseorang
yang kita cintai.
Kehilangan anak karena kematian merupakan suatu peristiwa yang traumatis
bagi orang tua. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam r>espon orangtua
terhadap kematian anak adalah ikatan kedekatan (attachment bond) antara
orangtua dan anak. Rasa bersalah dan depresi yang di alami orang tua yang
mengalami kematian anak sering kali di sertai dengan perasaan tidak
berdaya, frustasi, dan kemarahan atas hal yang terjadi serta terhadap
ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu yang dapat me1r1cegah kematian
anaknya.
Rasa marah dapat ditujukan pada semua orang yang diharapkan
bertanggung jawab atas tragedi yang terjadi, seperti pihak rumah sakit,
30
dokter, orangtua itu sendiri, bahkan Tuhan. Perasaan ini dapat menjadi
sedemikian mendalam sehingga kondisi orangtua tidak pernah sepenuhnya
menjadi lebih baik. Masalah emosional sehubungan dengan kematian masih
dapat muncul hingga bertahun-tahun setelah kematian anak (Aiken: 1994).
2.5 Pengaruh K.ematian Anak bagi Orang tua
Menghadapi kematian seorang anak merupakan salah satu hal yang paling
sulit dihadapi dalam kehidupan orangtua. Kematian anak seringkali
membawa pengaruh yang mendalam bagi kehidupan orangtuanya. Sering
kali orangtua merasa kehilangan tujuan hidup yang diikuti clengan perasaan
bahwa masa depan maupun masa lalunya telah "dirampas".
Kematian anak bagi orang tua, khususnya seorang ibu merupakan musibah
atau ujian yang sangat berat. Dunia seolah terhenti sejenak ketika ibu harus
dihadapkan pada kematian anaknya, yang telah dilahirkannya, disusui,
dirawat dan dipeliharanya. Meskipun beberapa nash menerangkan, bahwa
orang tua yang kematian anaknya yang masih kecil (belum baligh) mendapat
jaminan masuk syurga. Akan tetapi untuk seorang ibu tetap saja kejadian
awal dari kematian sangatlah membuat hatinya bersedih dan kehilangan.
Orang tua yang mendapat jaminan masuk surga ketika kernatian anaknya
yang masih kecil (belum baligh) ialah ketika anak itu mati, ibu dan ayahnya
menerima musibah kematian anak itu dengan iman dan sabar. Artinya,
31
walaupun bersedih atas kehilangan namun tetap sabar dan ikhlas ata1s takdir
Allah SWT (Drs, H. Abujamin Roham: 1993).
Artinya: "Allah berfirman: "Tiadalah bagi hamba-Ku yang mukmin, disisiKu sebagai balasan apabila kekasihnya Aku ambil, la/u ia sabar menerimanya, melainkan surga" (H.R. Bukhari).
2.6 Nilai I Arti Anak Bagi orang Tua
Dalam disertasi Sudraji Sumapraja, nilai anak bagi oran~1 tua dapat dibagi
menjadi 8 kategori yaitu:
1. Status Kedewasaan & ldentitas Sosial
Status kedewasaan bagi masyarakat lebih dari menamatkan sekolah;
pekerjaan dan perkawinan serta mempunyai anak. Hal ini sangat terasa
kepada wanita yang terhormat dan berwibawa: lain hal dengan "nyonya"
atau "nona". Seorang pejabat wanita atau istri seorang pejabat terasa
lebih tepat dipanggil "ibu" dari pada "nyonya".
2. Pengembangan Diri
Manusia mengidam-idamkan kesinambungan hidupnya sesudah mati
maka mereka mempunyai anak merupakan manifestasi dari
pengembangan diri dari orang tua yang berarti bahwa d1~ngan mempuyai
anak seolah-olah bahwa kehidupan orang tua akan dilanjutkan oleh
anaknya.
32
Anak merupakan tumpuan harapan orang tua serta anak akan membuat
orang tua merasa diperlukan dan disalurkan untuk memberi. Anak dapat
digunakan untuk pengembangan diri dari orang tua yang artinya bahwa orang
tua akan mengajarkan pengalamannya semasa kecil kepada anaknya dan
orang tua akan merasa lebih baik.
a. Moralitas
Secara moral bahwa mempunyai anak sering dianggap sebagai sikap
bermoral, mematuhi ajaran agama, berbuat kebajikan, bekerja keras
untuk orang lain. Di samping itu bahwa mempunyai anak seolah-olah
dipercaya Tuhan karena mempunyai anak adalah karuniia Tuhan.
b. lkatani Kelompok
Dalam keluarga, ikatan anak terhadap orang tua akan IHbih besar
dibandingkan ikatan orang tua sendiri sehingga anak dianggap sebagai
pemersatu orang tua. Dengan demikian, mempunyai anak seolah-olah
mempunyai kelompok yang sangat kuat.
c. Perangsang, Sesuatu yang Baru, Kesenangan
Mempunyai anak membuat suasana hangat; tidak terduga-duga dan
menggairahkan di dalam kehidupan sehingga dapat rnengurangi
kebosanan atau kerutinan kehidupan orang tua. Misalnya bercanda
dengan anak, seolah-olah mengenang orang akan kehidupan masa
mudanya sehingga orang tua lupa akan kesusahan yan1~ artinya orang tua
akan menemukan keseimbangan hidupnya.
33
d. Kreativitas, Keberhasilan dan Kemampuan
Pada masyarakat yang maju atau masyarakat yang telah berkecukupan
kebutuhan primernya (sandang, pangan dan papan), orang akan
menuntut kreativitas, keberhasilan dan kemampuan untuk memuaskan
hidupnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan
cara menikmati kemajuan perkembangan atau pendidikan anaknya. Jadi
kepuasan orang tua bukan hanya keberhasilan orang tua melahirkan
anaknya saja melainkan hasil yang dicapai anak, atas je~rih payah orang
tua.
e. Kekuasaan dan Pengaruh
Pada masyarakat tertentu anak mendatangkan kekuasaan, terutarna
dirasakan oleh menantu wanita terhadap mertuanya, apalagi kalau
anaknya berjenis laki-laki. Kekuasaan itu dapat diungkap dalam bentuk
lain, seperti kekuasaan menentukan nasib anaknya, anak dapat
memberikan perasaan unggul atau bangga pada orang tuanya, suami
yang kurang dapat kekuasaan dalam pekerjaannya cenderung mencari
kekuasaan yan9 dapat diperoleh dari beranak banyak.
f. Kegunaan Ekonomi
Di negara-negara yang sedang berkembang, yang lebih mengutamakan
tradisional, anak mempunyai kegunaan ekonomi yang sangat besar. Anak
dianggap sebagai sumber tenaga dan jaminan bagi orang tua di hari
tuanya. Kadang-kadang anak juga penting sebagai sumber penghasilan
dari perkawinannya. Di negara-negara yang sedang berkembang,
khususnya yang mulai memasuki industrialisasi, di mana hanya ayah
yang bekerja mencari nafkah, bantuan anak-anak ini tidak dapat
diperlukan. lndustriliasasi dan urbanisasi telah menurunkan nilai anak
untuk kegunaan ekonomi. Nilai anak hanya akan menonjol kalau belum
ada lembaga pemerintah atau pun swasta yang dapat menjamin orang
tua di hari tua.
2.7 Kerangka Berpikir
Dalam kehidupan didunia, Allah swr telah menciptakan laki-laki dan
perempuan untuk saling berpasangan melalui ikatan yang sah yaitu
perkawinan menurut syariat agama islam.
34
Dalam pernikahan, bukan hanya sekedar berkumpulnya seseorang al<an
tetapi tentu saja ada semacam tujuan yang hendak dicapai yaitu membentuk
keluarga bahagia yang dianugerahi keturunan yang shaleh dan shalehah.
Dalam kehidupan berumah tangga, keturunan merupakan suatu anugerah
yang tak ternilai harganya. Kelahiran anak pada pasangan suami-isteri selain
sebagai penerus keturunan mereka juga dapat mempengaruhi status social
mereka dalam bermasyarakat. Betapa bahagianya pasangan suami-isteri
apabila dalam rumah tangganya dilengkapi dengan kelahiran seorang anak.
Ditambah lagi jika anak mereka memiliki kelebihan yang dapat dibanggakan.
Begitu diharapkan dan dinantikannya kahadiran seorang anak ditengah
keluarga, maka tak heran jika berbagai cara mereka tempu1h untuk
mendapatkannya seperti; meminum ramuan, sampai pada pemeriksaan
medis. Akan tetapi, kebahagiaan itupun seolah terhenti sejenak ketika
mereka harus di hadapkan pada kematian.
35
Kematian adalah suatu kejadian dimana setiap orang pasti akan melaluinya,
yaitu berpisahnya ruh manusia dari jasadnya. Kematian anak bagi orang tua
merupakan ujian yang sangat berat bagi orang tua. Dimana mereka haru
bertaruh antara keimanan dengan keikhlasan mereka atas ujian yang
diberikan Allah Swt. Kehilangan seorang anak karena kematian bagi orang
tua merupakan suatu peristiwa traumatis yang sangat membekas dan sulit
hilang. Hal ini disebabkan karena ikatan antara orang tua rnerupakan ikatan
yang kuat dan mendalam dalam sejarah kehidupan dan struktur psikologis
orang tua. Tak heran, jika kematian anak dapat menimbulkan grief (reaksi
emosional) yang lebih mendalam jika dibandingkan dengan kehilangan
pasangan atau orang tua. Dalam hal ini, perlu ditegaskan bahwa jika proses
grief dapat terselesaikan dengan baik, maka reaksi emosional yang muncul
dianggap normal. Karena jika proses grief tidak terselesaikan maka dapat
menimbulkan pathological grief, seperti; kemarahan, rasa bersalah, simtom
simtom fisik, depresi, dan kehilangan makna serta tujuan hidup. Oalam hal
ini, jelas terlihat bahwa anak merupakan harta yang berhaga bagi orang tua.
Anak merupakan tumpuan harapan yang dapat memberikan sesuatu bagi
masa depan orang tua, bahkan setelah mereka meninggal. Perasaan sedih
dan kehilangan (bereavement) karena kematian anak dapat menyebabkan
berubahnya rencana yang telah disusun oleh orang tua untuk masa depan
anak tersebut.
36
Kesedihan dan kehilangan atas kematian menyebabkan para orang tua,
khususnya ibu yang merupakan subyek dari penelitian ini menunjukan
perilaku coping, yaitu usaha yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk
mengatasi dan menyelesaikan sesuatu dalam bentuk tugas atau masalah
pada orang tersebut.
Lazarus membedakan coping kedalam dua jenis, yaitu: Coping terpusat pada
masalah (Problem-Focused Coping) dan Coping terpusat pada emosi
(Emotion-Focused Coping). Selain itu, stategi coping juga dibedakan
kedalam tiga jenis, yaitu: Strategi Problem-Focused Coping terdiri dari; Active
Coping, Planning, Seeking Social Support for Instrumental Reason,
Suppression of Competing Activities dan Restraint Coping. Pada Strategi
Coping Emotion-Focused Coping terdiri dari: Seeking Social Support for
Emotional Reason, Positive Reinterpretation and Growth; Denial,
Acceptance, Turning to Religion. Sedangkan Stategi Copin~J Maladaptif,
37
yaitu: Focusing on and Venting of Emotions, Behavioral Disengagement dan
Mental Disengagement.
Akan tetapi, dari penelitian yang dilakukan oleh para ahli ditemukan bahwa
manusia dalam menghadapi masalah yang dihadapinya cenderung
menggunakan strategi Problem-Focused Coping & Emotion-Focused Coping
secara bergantian sesuai dengan kondisi dan masalah yang mereka hadapi.
Bagan:
lndividu - Menikah i-
Memiliki l--1> Kematian (Berkeluarga) Keturunan (Anak) Anak
~ Active Coping, Planning, Seeking
Problem Grief & Social Support for Instrumental '""" Reason, Suppression of Competing - Focused Coping Bereavement
Activities dan Restraint Coping ~
Seeking Social for Emotional Emotion Coping
Reason, Positive Reinterpretation Focused Coping '""" and Growth Denial Acceptance -Turning to Religion.
Coping Focusing on and Venting of
Emotions, Behavioral - Maladaptif -Disengagement dan Mental
Disengagement
BAB3
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab 3 akan penulis kemukakan bagairnana rnetode yang digunakan
dalarn penelitian ini. Yang rneliputi: jenis penelitian, cara pengarnbilan
sample, rnetode pengumpulan data, teknik analisa data, teknik dan prosedur
penelitian dan pelaksanaan.
3.1 Jenis Penelltian
3.1.1 Metode Penelitian
Pada penelitian ini, penulis rnenggunakan rnetode penelitian kualitatif.
Menurut Bogdan & Taylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2000) bahwa
rnetode kualitatif rnerupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari subyek yang dapat diarnati.
Alasan rnenggunakan metode kualitatif adalah sebagairnana rnenurut Lexy J.
Moleong (2000) bahwa metode kualitatif digunakan l<arena beberapa
pertirnbangan, yaitu:
a. Metode ini mampu menyesuaikan seraca lebih mudah untuk berhadapan
dengan kenyataan ganda.
b. Metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti . .
dan responden.
39
c. Metode ini lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan dengan banyak
penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha memahami ge!jala tingkah laku
manusia menurut penghayatan perilaku melalui sudut pandang psikologi.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis juga berusaha dengan cermat
mengamati perilaku ibu yang anaknya telah meninggal dunia. Karena dengan
metode kualitatif ini penulis dapat lebih mudah menggali atau berinteraksi
dengan informan secara langsung untuk dapat menjelaskan peristiwa yang
berlangsung di lapangan.
1.1.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi kasus, guna
membantu tercapainya tujuan penelitian. Menurut Kristi Poenwandari (2001)
dalam pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manm;ia, bahwa studi
kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang
terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan kasus
tidak sepenuhnya jelas. Dengan pendekatan studi kasus ini peneliti dapat
memperoleh pemahaman utuh dan integrasi mengenai inte1rrelasi berbagai
fakta dan dimensi dari kasus tersebut.
3.2 Pengambilan Sampel
3.2.1 Populasi dan Sampel
40
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi seperti dalam
penelitian kuantitatif, tetapi oleh Spradley yang dikutif oleh Sugiono (2007)
dinamakan "social situation" atau situasi social yang terdiri atas tiga elemen,
yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity). Penelitian
kualitiatif yang berangkat dari suatu kasus tertentu dan pada situasi social
tertentu nantinya akan dapat ditransfer hasilnya pada tempat atau situasi
social yang sama. Jumlah subyek yang penulis ambil dalam penelitian ini
adalah 3 orang, meskipun sebenarnya tidal< ada ketentuan baku dalam
panelitian kualitatif.
Dengan demikian dalam penelitian ini, karakteristik subyek yang akan diteliti
adalah:
1. Subyek adalah ibu-ibu yang anaknya telah meninggal dunia.
2, Kondisi psikis ibu sehat dan tidak mengalami gangguan atau sakit jiwa
sehingga peneliti dapat menjalin komunikasi dengan baik dan
memperoleh informasi sesuai dengan yang diharapkan.
3. Anak yang meninggal yakni berusia O bulan sampai 5 talhun karena sakit.
Menurut teori daya tarik interpersonal, bayi manusia adalah ciptaan lemah
yang membutuhkan perawatan, perlindungan, pemberian makanan dan
kehangatan yang ekstra dari seorang ibu. Karena pada usia tersebut
seorang anak masih sangat rentan dari bahaya dan penyakit.
3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel
41
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample yang digunakan adaiah
purposive sampling, yaitu sample dipilih dengan pertimbangan dan tujuan
tertentu. Menurut Lincoln dan Guba (1985) yang dikutip oleh Sugiono, ciri-ciri
khusus sample purposif, yaitu:
1. Emergent sampling design, yaitu penentuan sample sementara tau
selama penelitian berlangsung.
2. Serial selection of sample units, yaitu peneliti memilih orang tertentu yang
dipertimbangkan akan memberikan data yang diperluka1n.
3. Continuous adjustment of fOcusing of the sample, yaitu unit sample yang
dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan makin terarahnya focus
pemelitian.
4. Selection to the point of redundancy, yaitu dipilih sampai jenuh.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu
kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat
diperlihatkan penggunaannya melalui: angket, pengamatan, ujian (tes),
dokumentasi, dan lainnya (Ridwan:2007). Dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode wawancara mendalam, observasi, dan analisi
dokumen untuk menjawab permasalahan yang diteliti.
3.3.1 Wawancara
42
Untuk memperoleh data yang diperlukansalah satu teknik yang digunakan
penulid adalah dengan metode wawancara. Wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (lnteTViewei) dan yang mengajukan pertanyaan, dan yang
diwawancarai (lnteTViewee)yang memberi jawaban atas pertanyaan itu (Lexy
J. Moleong: 2000). Maksud rdari pengadaan wawancara adalah agar penulis
dapat berkomunikasi secara langsung menggali lebih dalam dengan pihak
pihak yang secara professional memadai dan benar-benar menguasai
dengan permasalahan yang diteliti. Teknik wawancara yan~1 dipakai adalah
(indepth inteTView) wawancara mendalam.
3.3.2 Observasi
Selain wawancara, penulis juga menggunakan metode obs1~rvasL Metode
observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati, mencatat, secara sistematis gejala yang diselidiki (Lexy J.
Moleong: 2000).observasi dalam penelitian ini berfungsi sebagai data
penunjang dari wawancara. Yaitu melalui pengamatan langung berupa
kegiatan melihat, mendengar, atau kegiatan dengan alat indera lain atas
reaksi atau respon yang muncul dari responden baik dari dirinya sencliri
maupun dari keadaan atau situasi disekelilingnya pda saat wawancara
berlangsung.
3.4 lnstrumen Pengumpulan Data
43
lnstrumen pengumpulan data adalah alat Bantu yang dipilih dan digunakan
oleh penulis dalam kegiatannya mengumpulkan data agar f(egiatan tersebut
menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Suharsimi Arikunto: 1995,
sebagaimana dikutip oleh Ridwan (2007). Dalam penelitian ini instrument
yang digunakan untuk pengumpulan data adalah pedoman wawancara,
lembar observasi, tape recorder, dan buku catatan. Pedomaan wawancara
digunakan agar lebih focus menggali yang menjadi objek pE~nelitian, IE~mbar
observasi sebagai pedoman untuk melakukan observasi terhadap
penampilan, sikap dan perilaku subyek, keadaan tempat, SE!rta catatan
khusus selama wawancara berlangsung. Sedangkan tape r,ec0rder
digunakan untuk merekam perkataan subyek, dan buku mencatatkan hal-hal
yang terekam/ tercermati/ yang tidak jelas.
44
3.5 Teknik Analisa Data
Analisa data adalah tahapan setelah semua data dapat dikatakan terkumpul,
yang kemudian diolah menjadi suatu laporan. Analisa data adalah proses
pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kaltegori, dan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumusl<an hipotesis kerja
(Lexy J. Moleong: 2000). Oleh karena itu, teknik analisa data yang penulis
lakukan adalah dengan menggambarkan data hasil rekama1n secara kualitatif,
untuk memberikan makna pada data tersebut dan menjelaskan pola atau
kategori, dan mencari hubungan antar berbagai konsep. Kemudian hasil
wawancara yang telah dilaksanakan akan diverbatimkan kedalam lembar
yang telah disiapkan untuk dikelompokan-kelompokan kE~dalam teori yang
sesuai dengan keadaan subyek yang sebenarnya. Dan pada tahap akhir,
semua data dapat diinterpretasikan dengan bahasa yang mudah dipahami.
3.6 Teknik Prosedur Penelitian
3.6.1 Tahap Persiapan
Sebelum melakukan tahap penelitian ini maka peneliti melakukan persiapan
sebagai berikut:
1. Peneliti menyusun pedoman wawancara yang berhubungan dengan
keadaan para subyek, sebelum meninggal, keadaan keluarga dan
45
masalah-masalahnya, coping, dan dukungan sosial yan1,g di dapatkan para
subyek,
2. Menunjukan pedoman wawancara pada pembimbing skripsi untuk
mendapatkan masukan-masukan.
3. Melakukan perb<:iiki:m dan tarnl:l<:ih<:in Y<:tll9 giperluk<:in t~rh<:id<:tp pedom<:in
wawancara.
4. Kembali merumuskan verbalisasi untuk wawancara.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan
Setelah persiapan untuk melakukan wawancara dilakukan, kemudian langkah
selanjutnya yaitu:
a. Peneliti mendatangi subyek penelitian dan meminta kesediaannya untuk
menjadi subyek penelitian.
b. Setelah subyek bersedia, peneliti menjelaskan kembali rnaksud
diadakannya penelitian ini dan peneliti meminta ijin untull< menggunakan
tape recorder pada saat wawancara berlangsung.
c. Wawancara yang dilakukan pada subyek dilakukan sE1banyak dua kali,
wawancara dilakukan di kediaman para subyek. Hal ini clilakukan agar
subyek merasa nyaman ketika wawancara berlangsung.
BAB4
PRESENTASI DAN ANALISA DATA
Pada bab 4 akan penulis uraikan bagaimana hasil pengolahan data yang
terkllmPLll, me!iputi: gambarnn umum $ubyek pene!itian, gambaran ka$U$,
analisa kasus, dan perbandingan antar kasus.
4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian
Subyek yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah para
ibu yang anaknya telah meninggal dunia. Responden yang dicari adalah ibu
yang anaknya meninggal karena sakit. Subyek penelitian ini berjumlah tiga
orang, Pene!itian di!akukan di rumah re$ponden mYl<ii t<ing~J<i! 22 November
sampai Februari 2008.
Nama-nama subyek dalam penelitian ini sengaja penulis samarkan dengan
menggun!3kan ini$i<i! huruf, $ehingg<:i kerah<'l$iaan subyek p«~nelitian daP<it
terpenuhi, sebagaimana yang diisyaratkan dalam etika penelitian. Berikut
gambaran umum subyek:
No Nama Ag a ma
1. SA Islam
2. L Islam
3. y Islam
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subyek
Usia Jmlh Status Anak Anak
25th 2 Anak Pertama
43 th 4 Anak ke Dua
51 th 4 Anak Pertama, ke dua, ke tiga
4.2 Gambaran dan Analisa Kasus
47
Usia Anak Lamanya
yang Usia
Kematian Meninggal
Anak
2th 3th
4,5th 18th
1.5 th, 8 26th,22 bin, 4th th, 17th
Uraian mengenai gambaran masing-masing kasus disajikan dalam bentuk
observasi subyek, mencakup; identitas subyek, status praesens, status
psikis, status fisik, observasi umum dan khusus. Gambaran kasus yang
mencakup; riwayat kehidupan sebelum anak meninggal dan kondisi saat ini.
Kemudian analisis kasus yang mencakup; reaksi emosional yang dirasakan
akibat kehilangan anak, penyebab reaksi munculnya reaksi emosional, dan
strategi coping yang dilakukan.
4.2.1 Kasus lbu S.A
Observasi SubYel<
Nama
Jenis Kelamin
: S.A
: Perempuan
Tempi:it Ti:inggi:il Li:thir : 6eki:tsi 21 April 1982
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Pekerji:ti:tn : I RT
Tanggal Wawancara : 22 November 2007
48
Tempat Wawancara : Rumah responden (JI. Pulo Utama. Kp. Kelapa
a. Observasi Umum
Dui:i Rt 002 Rw 09 Pi:tc:lurenan Mustiki:tii:tYi:t
Bekasi Timur 17156).
SA adalah seorang wanita polos, ramah dan pendiam. Memiliki berat badan
sekitar 50 kg dan tinggi badan 156 cm. SA cenderung memiliki wajah yang
ovi:il, bentuk tubuh seimbang i:intarn beri:it c:lan ti11ggi badamiya, berkulit Putih
dan rambut ikal sebahu. SA menggunakan baju gamis panjang berwama biru
tua, tetapi tidak berkerudung, rambutnya dikuncir dengan ticlak menggunakan
make-up dan asesoris aPaPun.
Ketika diminta untuk menjadi responden dalam penelitian ini, SA langsung
bersedia sarnbil tertawa dan berkata:
"tapi jangan susah- susah, nanyanya ya el .. ?"
49
Sebelum wawancara di lakukan, penulis terlebih dahulu mengadakan
pendekat<!n dengan SA dengan bersilaturahrni kerurnah SA. agar ia bersedia
menjadi responden dalam penelitian. Perkenalan penulis demgan SA sudah
sangat lama. Sehingga SA yang merupakan teman penuiis dari kecil
langsung bersedia rnernbantY penulis Yntuk meniacli sarnpel penelitian.
Wawancara dilakukan selama dua hari. Wawancara pertama dilakukan pada
hari kamis 22 November 2007 pukul 13.05 sarnpai denQan ·14,25 W16.
Kemudian wawancara kedua dilakukan pada hari jumat 23 November 2007
pada pukul 13.00 sampai dengan 13.45 WIB. Wawancara pertama dan
kedYa dilakYkan dirYrnah responden tepatnYa diruang tarnu.
Awai wawancara SA kelihatan sedikit canggung dan bingung, hal itu dapat
terlihat ketika penulis menge!yarkan tape recorder, SA berk:;ili- kali berkata
kepada penulis untuk tidak ditanya dengan pertanyaan yan~1 sulit di mengerti.
"El ... jangan susah- susah ya nanyanya, kita mah ngga ngerti ... ".
50
Namun setelah dijelaskan bahwa pertanyaan yang akan diberikan bukan
untuk dinil<:1i ben<:1r <:1t<:1u s<:1lah dan data yang di<:1mbil <:1kan be11<:1r- benm
dijaga kerahasiaannya, SA baru mengerti dan sedikit santai. Hal itu terdengar
dari ucapan SA yang berkata:
"Q ..• kciyE1 curhE1t <;/c>E1ng YEI t:;I .. ?"
Pada saat wawancara baru dimulai, SA yang saat itu sedang memasak air
mernint<:1 izin untuk rnengangkat 13ir Yang sudl:lh masl:lk dl:ln .iuga rneng<:1yun
anaknya. Hal tersebut membuat penulis kurang focus pada proses
wawancara sehingga penulis sulit untuk bertanya lebih dalam (melakukan
probing),
b. Observasi Khusus
Pada saat rneniawab pertanYaan tentang awal mula kernati~111 anaknya. SA
merendahkan volume suaranya dan mengusap matanya yang saat itu terlihat
sedikit mengeluarkan air mata. Selain itu, saat bicara SA jug a sering menelan
ludah dan makin lama suaranya terdengar sernakin gernetar.
Gambaran Kasus
a. Riwayat Kehidupan Sebelum Anak meninggal
SA (25 tahun) adalah seorang perempuan muslim yang dilahirkan di Bekasi
pada tanggal 28 April 1982. Menikah pada usia 21 tahun yang terpaut 6
51
tahun dengan suaminya dan dikaruniai seorang putra. Layaknya keluarga
kebahagiaannya karena menurutnya kelahiran seorang anak adalah rezeki
yang tidak boleh ditolak sehingga pada awal pernikahannya SA tidak
dinyatakan positif hamil dan tentu saja SA, suami, dan sEiluruh keluarga
besarnya pun ikut bahagia, terutama keluarga SA sendiri karena anak SA
ac:lalah cucu pertama c:likelui;irganya, SA sengaja ingin seigera memiliki anak
karena menurutnya kebahagiaan keluarga akan terasa lebih lengkap jika ada
seorang anak.
"Ya ... pengen punya anak tu supaya keluE1rga kita lengkap El ... lagian suami kita ngga pengen kita nunda-nunda hamil, polmnya ... kalo ada anak tu jadi terhibur ... gitu, gembira ... gitu" (Wawancara kamis, 22 November 2007).
Walaupun banyak para ibu rumah tangga berkata bahwa mengurus anak dan
keluarga sangat repot, akan tetapi tidak menurunkan semangatnya untuk
segera memiliki momongan karena menurutnya hal itu sudah menjadi
"Biasa aja ... repot mah udah pasti, tapi mo gimana Jagi ya ... ? Udah tanggung jawab kita kan, harus ngurusin kalo udah dilahirin mah ... " (Wawancara kamis, 22 November 2007).
Layaknya ibu rumah tangga yang lain, SA juga sangat sayang mengasuh dan
mernwi:it anaknyi:i. Terlebih kareni:i SA b<=!rU c:likarunii:ii satu or<ing anakiac:li
52
SA yang mengurus semua kebutuhan anaknya. Sehingga SA mengatakan
tidak terlalu repot dalam pengasuhan anaknya.
"Sama aja, kata saya mah ... saya mah namanya anak mah kaya rezeki, jadinya ngga ngebeda-bedain gitu, mao anak perempuan juga, tapi berhubung saya mah be/um punya anak perempuan, jadi ngga tau ya ... tapi kata saya mah sama ah El ... dibilang repot mah repot namanya ngurusin anak mah tapinya mah kayanya mah sama dah, kata kita mah" (Wawancara kamis, 22 November 2007)
Kedekatan SA dengan anaknya pun makin terasa dari pada dengan
suaminya, karena sang suami bekeria sebagai tukang ojek disekitar
perumahan tak jauh dari rumah SA. Mulai sekitar pukul 06.00 sampai dengan
pukul 20.00 WIB.
"/yf) El ... sf)ngf)t dekat kekita dari p;;ida bapakny;;i m;;i/1 .. . orangan kapanan bapaknya mah ngojek dari pagi ampe ma/am. Emang, pu/ang siang buat makan, tapi abis itu ngojek lagi ampe jam delapanan." (Kamis, 22 November 2007).
Tak beda dengan anak normal lainnya, saat usia 1,5 tahun anak SA tumbuh
normal dan menurut SA, 0 anaknya sangat cerdas dan penurut.
"Normal aja El ... ngurusinnya mah, udah gitu anaknya mah diamah penurut /agi. Terus cerdas El anaknya ... asa/ dibilangin ama diajarin ge gitu m<Jksudnya, nurut. Emang ge belon ·'iflkola, ya ... tapi ngomongnya ngga cade/ gitu ... kan ada ya anak yang ngomongnya cadel apa gimana gitu ya, tapi dia mah ngga gitu ... ". (Kamis, 22 November 2007).
Ketika berusia 2 tahun 0 mulai terlihat sering sakit. Puncaknya ketika 0
menm11ami s<ikit y<ing sampai merenggut nyawanya.
"Sakitnya... pertama kembung, trus abis kembung... sakit-sakit trus perutnya ngga brenti-brenti." (Kamis 22 November 2007).
53
Ketika dihadapkan pada keadaan demikian, SA sangat bin~iung dan gelisah.
Terlebih lagi ketika 0 ditanya sakit apa, 0 l<urang bisa menielaskan aPa yang
dirasakan.
"Wah ... bukan maen El bingungnya ... ya ... pertama mah pokolmya badannya kurus gitu.ya ... ngeluhnya perutnya kembung, emang si kembung tu ya,,. ngefuh bae, katany1i'pen1t O sakit ma.,. kembung ... "gitu. Trus makannya juga kurang. trus waktu kembung bae mah itu blon sakit, pas udah... apa namanya , pas lama-lama masih kembung tetep. Trus sakit-sakit gitu perutnya, triak-triak, jerit-jeritan. Ampe ini El ... loncat-loncatan gitu, kalo /agi sakit ... dipegangin bae perutnya melilit-lilit, gitu ... " (Kamis, 22 November 2007}
Melihat anak yang mengeluh kesakitan SA tidak hanya duduk diam dan
pasrah menerirna saja dengan terus cemas dan gelisah tanpa berbuat dan
berusaha apa-apa. Walaupun keadaan ekonominya kurang mendukung,
namun SA tidak menyerah untuk mengobati anaknya.
"/tu rencananya mau dibawa ke Rumah Sakit Umum Bekasi, orang di Ru mah Sakit kecil mah diaper-aper mulu ngga ada yang sanggup ..• katanya, ini mah kudu dibawa kesono, kudu masuk ruaog gawat darurat ... diruang apa namanya tuh ... ? ICU, ya ... sebab udah koma gitu, kata dokter yang di Rumah Sakit Nanoh (klinik) ... udah bikin surat keterangan ngga mampu ... eh, orang jaraknya jauh ya ... pas pertengahan jalan. Anaknya kaya ngga mao gitu ... brontak-brontak, kejang, trus muntah-muntah kaya macem ada darahnya gitu... udah kebanyakan obat kali ya ... ? Dari dokter, trus jamu dari mami dewi bu/an (shinshe), ngga kuat kali gitu kayanya udah penuh kebanyakan obat. Trus sodara ipar saya ada yang nyaranin ... "Udah ngga mao kayanya nih bocah, udah dah kita bawa pulang aja ... ngga mao ngerepotin orang tuanya lama- lama kali dia ... ?" ya udah, dibawa pulang. Tapi suami saya maonya dibavva pulang ke rumah mertua saya aja, ya udah jadinya dia meninggal di sono ... " (Wawancara Jumat, 23 November 2007}
54
Demi kesembuhan anaknya, berbagai cara SA lakukan. Mulai obat-obatan
tradisional dari dedaunan dan jamu yang diberikan oleh se<>rang shinshe,
obat medis oleh dokter, bahkan air putih yang diberikan oleh ustad dan
dukun.
"Ud;;Jh banyak. Kebi<Jan, ke<Jokter, keli!hinli!he mami i(u <Jewi bu/;;Jn, keustad ampe kedukun. Hampir semuanya dah. Semua udah diusahain gitu, kemana aja. Bukan pagimana-pagimana gitu El, kan Allah Juga tau ya. Kan katanya ge kalo buat obat mah makan daging babi ge boleh bae, yang penting sembuh ... !" ( Wawancara Jumat, 23 November 2007)
Untuk mengetahui perjalanan sakit dan proses pengobatan medis yang
diambil oleh SA untuk kesembuhan anaknya. Penulis mencoba untuk
menggali hal tersebut, dengan bertanya lebih mendalam (melakukan
probing). Berikut ini petikan wawancara yang dilakukan penulis denga SA:
• lya saya tau, trus waktu berobat ke dokter, kata dokter anak teteh sakit
apa ... ?
"Disuruh USG, berobat mah udah ... pas gitu katanya disuruh USG biar ketauan jefas penyakitnya apa ... ? Soa/nya waktu berobat baru cum a dikira-kiro aja katanya fambungnya kena lah, ususnya bengkak /ah tapi be/on pasti ... cuman ... anaknya pas mao diketjain (USG) ngga mao ... brontak-brontak, melilit-lilit gitu, kan jadinya ngga bisa jadi gaga/ hasilnya ... "
• Tapi udah sempet di USG?
"/ya, udah ... udah sempet... udah, udah, udah daftar gitu, udah dikerjain, di Rumah Sakit Rawa Lumbu"
55
.. Kalo ke Bidan apa katanya?
"Sama,,, cuman ngasih obat sirup, ngi/angin sakit perut katanya,,,"
• 0 ... gitu, trus kalo ke Ustad sama ke Dukun di apain?
"ya, kalo k1;1situ mah cuman minta aer ama didoanin ... katanya kan ada dukun pinter El yang bisa ngobatin ... orang buta aja di obtain ama dia bisa melek gitu, makanya kan manggil dia, ka/i dia bisa gitu, bukannya kita ngedu/uin Allah ya ... kan sareat mah datengnya dari mana aja ya ... ? Trus dateng tu orangnya, di obtain ... waktu di obtain, ditanya tanggal lahimya hari apa, pas gitu saya bilang jumat k/iwon. Nah ... yang ngobatin itu, lahimya legi ... dia bilang ga sanggup, soalnya kliwon ama legi kalo di ibaratin perguruan mah tinggian kliwon gitu ... jadi dukun itu ilmunya kalah gitu, ngga bisa ngobatin ... kalah menang ama ilmu kliwon ... pokonya ngobatin lama tapi tetep ngga bisa, trus dia pulang ... pas dia pulang, di anterin kan ya, sekitar jem dua lewat trus pas jem setengah tiganya anak saya meninggal"
• Teteh ada disampingnya waktu meninggal?
"/ya .. , ada semua, nemenin dia". ma/ah umpamanya kita pe/uk sambi/ megangin dia gitu"
• Berarti, meninggalnya di pangkuan teteh?
"Ngga dipangku, cuman dihadepin aja gitu, rame-rame nemenin, dibacain yasin ... diliatin dia meninggalnya, cuman ngga di pangku ... orang abis di obtain yang ama dukun itu, ditaro di tiket: Make bantal". (wawancara jumat, 23 Novemer 2007).
Walaupun SA sangat sedih dan berat kehilangan buah hatinya, namun SA
yakin bahwa Allah sudah menentukan yang terbaik untuk anaknya, yaitu
berada tenang di sisi-Nya. SA tetap berusaha tegar dan ikhlas karena
57
"lnget mah inget si El ... tapi udah di ikhlasin aja ... ada emang .. kadang ada ke ingetannya, karena kita sayang gitu, ya ... karena itu aja, tapi kit? lupain /agi aja, ya maksudnya ka/o /agi inget cepet-cepet kita lupain"
• Bagaimana cara teteh buat ngelupainnya lagi kalo lagi inget?
"Biasa aja ... maksudnya, dibawa ngobrol ama sodara-sodara gitu, di ajak becanda, trus ka/o /agi inget yang misa/nya ampe sedih bangat mah banyak- banyak istigfar, ya pokonya kita nyari kesibukan, dengan masak atau ngapain gitu ... ntar juga lupa sendiri ... " (Wawancara jumat, 23 November 2007).
Sebagai seorang ibu, SA tidak akan pernah rnelupakan putra pertamanya
tersebut. Dan baginya, anaknya akan tetap dikenang seb<:1gai anak yang
manis, penurut, dan cerdas.
"Ngga ada bagi saya mah ibunya yang ke ingetan ampe sekarang anak saya mah baik semua ya ... apa/agi dia mah nurut kalo dibilangin, kalo dibilangin jangan naka/, dia ngga nakal". . .. " (Wawancara jumat, 23 November 2007).
Analisa Kasus
a. Reaksi Psikologis yang Muncul Akibat Kehilangan Anak
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan SA, diketahui adanya gejala
stres yang mengakibatkan munculnya reaksi psikologis. Hal tersebut timbul
akibat dari perasaan sedih, marah, merasa bersalah, karena kehilangan anak
yang meninggal. Seperti yang di gambarkan pada table beirikut ini:
58
Tabel 4.2.1
Gambaran Reaksi Psikologis Kasus SA
Aspek lndikator Keterangan Psikologis
Perubahan - Merasa kehilangan 3 bulan Emosi -sedih setelah
- Merasa keseplan kematian anak
- cem.:1s - gelisah
Perubahan - sulit berkonsentrasi Bulan cara berpikir - muncul ingatan yang berulang tentan~f pertama
peristiwa kematian anak setelah anak
- putus asa meninggal
Perubahan - mudah termenung Bulan dalam - mudah menangis pertama perilaku & - lebih pendiam hingga sikap sekarang
Dari indikator tersebut terlihat dalam diri SA muncul reaksi Psikologis akibat
kehilangan anaknya yang meninggal. Akibatnya, SA pun mengalami
beberapa perubahan psikologis yang dapat dilihat pada tiga aspek yakni
aspek emosi, kognitif (cara berfikir) dan konatif (perilaku dan sikap). Dimana
perubahan-perubahan tersebut mengganggu aktivitas kes•:1harian yang
dilakukan oleh SA dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, perubahan
psikologis yang dialami oleh SA diantaranya ada yang ber:sifat menetap; lebih
pendiam dan perasaan kehilangan.
59
b. Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis
lmpian dan harapan SA menjadi seorang ibu dengan mengasuh dan
mengurus anaknya terhenti ketika kematian menjemput anaknya yang saat
itu menderita sakit. Perasaan kesepian dan kehilangan yang diderita SA
karena kepergian anak yang selama ini diharapkan dapat menjadi pelengkap
dalam rumah tangganya sangat berat dirasakannya.
Faktor kerentanan yang merupakan penyebab munculnya reaksi psikologis
pada diri SA adalah;
(1) Keadaan ekonomi yang kurang mendukung untuk m1~ngobati anaknya,
sehingga SA merasa bersalah karena tidak bisa menyembuhkan
penyakit yang di derita anaknya, sehingga anaknya meninggal.
(2) Merasa tertekan karena anak SA adalah cucu pertarna dari orang
tuanya yang selama ini dinantikan.
(3) Kematian anak yang relatif cepat, anak SA meninggal setelah proses
pengobatan selarna satu minggu.
c. Strategi Coping yang di lakukan pada Kasus SA
Dalam mengatasi masalah yang di alaminya, pada awalnya SA menolak
(denial) kejadian tersebut. Selain itu, cara yang dipilih SA adalah dengan
mencari alternatif-alternatif penyembuhan anaknya, rnencari bantuan
ekonomi untuk kesembuhan anaknya (selama proses pen!JObatan anaknya)
60
dan dukungan dari keluarga untuk ikhlas (setelah kematian anak) hal ini
menunjukan bahwa SA mencoba mencari dukungan sosial (seeking social
support for instrumental reason). Selanjutnya SA berusaha melupakan
kekecewaannya dengan merasionalkan keadaan dengan berfikir dan
menganggap situasi yang ada sebagai takdir (Acceptance). Yang pada
akhirnya SA meningkatkan ibadahnya kepada Tuhan Yan~1 Maha Esa, dan
meyakinkan diri bahwa Allah akan memberinya banyak anak lagi (Turning to
religion). Dalam strstegi coping seperti ini SA termasuk kedalam coping
Terpusat pada emosi (Emotion Focused-Coping) dengan jenis Turning To
Religion, yaitu dengan meningkatkan keterlibatannya pada kegiatan-kegiatan
religius, agar dapat membantunya menjelaskan masalah yang dihadapinya.
Untuk lebih jelas, penulis mencoba menggambarkan sepe1ti pada tatel
berikut:
Tabel 4.2.2.
Strategi Coping Kasus S.A
No Strategi Coping Jenis Coping lndikator Keterangan
Seeking Social Mencari alternatif- Setelah Support For alternatif kematian Instrumental pengobatan anak anak Reason Mencari bantuan Sebelum
1 Problem ekonomi untuk kematian
Focused Coping pengobatan anak anak
Mencari dukun!~an Sebelum kely;;irg;;i kem;;iti;;in
anak
61
Denial Kesedihan yang Setelah lama kematian
anak
Positive Memiliki asumsi Setelah Reinterpretation bahwa kematian kematian and Growth anak adalah takdir ank
Tuhan
2 Emotion Acceptance Mengikhlaskan Setelah Focused Coping kematian anak kematian
anak
Turning to Menggunakan St el ah Religion busana muslimah kematian
anak
Raj in Setelah melaksanakan kematian shalat lima waktu anak
4.2.2. Kasus l
Observasi Subyek
Nama L
Jenis kelamin Perempuan
Ternpat/Tanggal lahir Bekasi, 10 Juli 1969
Pendidikan : Tidak sekolah
Ag a ma Islam
Pekerjaan Pernbantu
Tanggal wawancara : 31 Desember 2007
Tempat wawancara Rumah responden (kp. Kelapa dua RT 02/09
Padurenan Mustikajaya Bekasi Timur 17156)
62
a. Observasi Umum
L memiliki berat badan 55 kg dan tinggi 158 cm. L cenderung memiliki wajah
bulat persegi, bentuk tubuh seimbang antara tinggi dan barat badannya (tidak
kurus dan tidak terlalu gemuk) berkulit coklat dan rambut ilurus pendek
sebahu dikuncir. L menggunakan baju tidur pendek dengan warna dasar
merah yang bermotif loreng, memakai sandal jepit warna orange, tidak
bermake up dan hanya menggunakan anting giwang berukuran kecil.
L adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat sederhana. Ketika diminta
untuk menjadi responden awalnya L menolak dengan alai;an tidak bisa
menjawab.katanya "et, ngapain si Lisa ... ma'L mah engga ngerti ah ... engga
bisa ngomongnya neng ... " akan tetapi setelah penulis menjelaskan maksud
dan tujuan penulis yang dibantu dengan bantuan anak tertua L (lulusan SMU)
yang merupakan teman penulis, barulah L bersedia untuk menjadi responden
dalam penelitian ini.
"Ya udah, dah.. Tapi pake bahasa kita aja ya Lisa, takut ma' Lis engga rt
. ,, nge 1. ..
Wawancara dilakukan selama dua hari bersamaan dengan melakukan
observasi. Wawancara pertama dilakukan pada hari jumat 14 Desember
2007 pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 11.45 WIB. l<emudian
wawancara kedua dilakukan pada hari sabtu 15 Desember 2007 pada pukul
13.00 sampai dengan pukul 14.00 WIB. Wawancara pertama dan keclua
dilakukan dirumah responden tepatnya diteras depan.
63
Awai wawancara berlangsung, L kelihatan sangat tegang, dengan posisi
duduk yang tegap, wajah lurus kedepan menatap penulis. Hal itu menunjukan
bahwa L sangat kaku dan tidak santai. Terlebih ketika penulis mengeluarkan
tape recorder dan alat-alat untuk wawancara (buku catatan dan pulpen).
Namun, ketika pertanyaan yang penulis ucapkan mengalir seperti ngobrol
biasa, L mulai terlihat lebih rileks.
Ketika wawancara dengan L, penulis merasa kurang nyaman dan fokus
karena ditempat wawancara ada dua anak L yang menemani (anak pertama
dan anak bungsu L). terlebih ketika anak L yang berusia lima tahun
merengek minta diambilkan makan. Akan tetapi, kehadiran anak pertama L
dirasakan penulis cukup membantu, apabila L diam dan tidak mengerti atau
tidak tahu harus menjawab apa, maka anak pertama L membantu penulis
untuk menjelaskan kepada ibunya.
b. Observasi khusus
Ketika penulis mulai mengarahkan pertanyaan kepada L tientang anak
keduanya yang telah meninggal, L sering mengusap wajahnya dengan kedua
tangannya. Selain itu, saat lebih diarahkan tentang proses perawatan yang
64
dilakukan sampai anaknya meninggal, L sangat antusias untuk menceritakan
tentang kejadian tersebut.
Gambaran Kasus
a. Riwayat Kehidupan Sebelum Anak Meninggal
L (43 tahun) adalah seorang wanita yang lahir di Bekasi, 10 Juli 1965. L anak
kedua dari empat bersaudara. Menikah pada usia 19 tahun dan dianugerahi
4 orang anak (2 laki-laki dan 2 perempuan). Walaupun keadaan ekonomi
yang hanya berkecukupan, L yang awalnya hanya berprofosi sebagai ibu
rumah tangga ini sangat optimis menjalani kehidupannya sebagai istri untuk
suami dan ibu untuk anak-anaknya. L sangat sayang kepada anaknya karena
menurut L anak adalah pelengkap rumah tangga yang akan menjadi penerus
keturunannya kelak.
"/ya pengen punya anak, pengen punya keturunan, pengen bahagia gitu hidupnya gitu, berumah tangga gitu ... ketenangan gitu ... " (Wawancara Jumat, 14 Desember 2007).
Menurut L dalam mengasuh dan mengurus anak tidak ada istilah repot,
karena L sadar bahwa itu semua adalah konsekuensi yan!~ harus L terima.
"A/hamdulillah gampang ... ! engga ada yang susah gitu, ya ... ngurusin ini anak udah 4 ge' ini. Gampang-gampang gitu, ngga ada yang susah gitu ... ka nada orang yang bilang gitu, ngurusin anak ada yang susah, ada yang gampang. Tapi ini mah a/hamdu/illah gampang semua." "Kalo K (almarhum) gampang banget ngurusinnya ya, tapi geneng gampang juga ya pegihnya gitu ... " (Wawancara Jumat, 14 Desember 2007).
65
L adalah seorang ibu yang sangat tulus, pengabdiannya ke,pada suami serta
mengurus anak tidak pernahmengeluh, meskipun l<eadaannya hanya
sekedar cukup. Suami L yang hanya bekerja jil<a ada yang mengajak
berbisnis, L tidal< mengeluh. Kedekatan anal<-anal< L l<epada L dijadikan
penawar semua l<eluh kesahnya.
"Ya ... anak-anak mah dekat-dekat gitu, ampe ini(samt>il menunjuk kearah anak pertamanya) dia ge dekat juga gitu, bagEm sekarang udah kawin ge gitu geneng ... "
" Kalau bapak?
'ya, dekatjuga tapinya lebih dekat kesaya,gitu ... " (wawancara jumat, 14 Oesember 2007).
Walaupun hanya berkecukupan, al<an tetapi L berusaha mengurus anaknya
dengan baik, hingga anak pertamanya berusaha 12 tahun L baru memiliki
anak lagi. L tidak pernah menbeda-bedakan antara anal< laki-laki dan anak
perempuan. Karena menurut L, baik anal< laki-laki ataupun anak perempuan
adalah kerurunannya yang harus dirawat dengan baik.
"Sama bae ah, kata saya mah anak laki-laki atau pemmpuan ge ... anak kita-kita juga gitu .. . mao bagaimana lagi, udah dikasihnya ... sedikasihnya ge, kita ngurusinnya gitu ... " (wawancara Jumat, 14 Desember 2007).
Layaknya keluarga bahagia yang lain, hidup L yang hanya berkecukupan itu
dirasakannya sudah lengkap dengan memiliki suami dan :2 anaknya
(perempuan dan laki-laki). Akan tetapi kebahagiaan L itu dirasanya cul<up
66
singkat, l<etika L dihadapkan pada keadaan sakit anak keduanya yang sangat
rnendadak dan berujung pada kernatian.
"Dia ... siangnya mah ngga ngapa-ngapa ... pas ma/em jem 1 jem 2 tu kerasa ... kejang-kejang gitu ya, kedinginan ya, trus matanya mendelik gitu ngatas-ngatas gitu. Ya, trus ampe pagi. Pas pagi,. dibawa ke Rumah Sakit Nanoh (klinik). Di Rumah Sakit katanya "ngga apa-apa ini mah" gitu katanya ... padahal mah ya ... kon udah ... uadah .l<ejang gitu, udah ngga ada anunya dah gitu, dibawa ke Rumah Sakit g1-;J .. " (Wawancara Jurnat, 14 Desernber 2007)
Keadaan panik karena K (anak L) yang saat itu belurn ada perubahan sangat
cernas dan tidak sabar untuk rnernbawa K berobat kernana pun (alternatif)
anaknya agar bisa sernbuh.
"Dukun ge udah banyak, dukun mana aja gitu, udah ampe kemari gitu ... tapi ga masuk itu dukun, udah di pencet diapain ge Y•~ ongkoh baf>
't " g1 u ...
" Waktu dibawa ke Rurnah Sakit, kata dol<ternya apa?
" Ya ngga bilang apa-apa, tu ya kon kita ngerasa kese/nya begitu ya ama dokter bilang begitu doang. Andenya kon ya emang anak kita, udah pecicilan begitu dibi/ang ora ngapa-ngapa ... "
.. Waktu itu badannya panas ga?
"Ngga ... ngga panas, cuman dingin gitu ... menggigil, matanya mendelik ngatas, terus jem 1 siang udah dah meninggal. Waktu meninggal itu mao dibawa ke Rumah Sakit lagi, tapi ngga kuat dianya, ya udah dah ... " (Wawancara 14 Desernber 2007)
Meskipun bisa dibilang cukup singkat, akan tetapi L rneras.a usaha untuk
rnenyelarnatkan anaknya sudah cukup banyak, dari mulai rnedis hingga ke
alternatif. Walaupun usaha yang di lakukannya tidak berhasil dengan baik.
"Udah banyak usaha yang saya ama bapaknya /akuin, tapi ngga ada yang masuk, cuman sehari sema/em itu ... " (Wawancara Jumat, 14 Desember 2007)
Sebagai seorang ibu, kedaan tersebut tentunya berat bagi L. akan tetapi, L
sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengikhlaskan kepergian K
yang sangat disayanginya.
"/ya, ada ... emangan ama kita, tapi dipangkunya mah ama bapaknya. Kita disampingnya gitu ngga mingser-mingser".
67
(Wawancara Jumat, 14 Desember 2007).
Kematian anak yang dirasa cukup singkat, sesaat membuat L lupa dan
seolah menyalahkan takdir dan orang (dokter) yang pada saat itu tidak bisa
lagi menolong anaknya.
'ya pagimana ya rasanya, gitu ... udah ngga inget apcr-apa dah gitu, udah ngga ada rasanya ... "
• Saat itu pingsan ngga?
"Ya, iya ... 11
• Teriak- teriak ngga?
"Ya, udah ngga inget apa-apa ... dah, gitu ... kita sambatan ge ... "
• Mukul, maki, atau guling-guling ngga?
"Ngga begitu mah, cuman sambatan doang gitu, gimana ya orang kaga sakit /agi gitu namanya ngga sakit Jama, cuman sema/E1man doang jadinya pikiran kita pagimana gitu" (Wawancara Sabtu, 15 Desember 2007)
68
b. Kondisi Saat lni
Sebagai seorang yang beragarna akhirnya L pun sadar bahwa hal itu sudah
rnenjadi kehendak Tuhan yang harus dijalaninya. Sehingga sedikit demi
sedikit, L rnencoba untuk rnengikhlaskan kepergian anaknya.
"Ya ... bagaimana ya, ya udah dah. Udah begini mah ya kalo kita orang kampong mah gitu, udah nasibnya kali ya ... udah ninggangnya gitu, ya mudah-mudahan barang kuat ge gitu iman kita, pikirain kita, dah ngeredainnya gitu". (Wawancara Sabtu, 14 Desember 2007)
Akan tetapi, walaupun L rnencoba untuk rnelupakan semuanya, tetap saja ia
rnasih ingat kejadian tersebut dan tidak akan pernah bisa rnelupakannya.
"Kato /agi pikiran pagimana ... gitu, ya sokan keingetan gitu ya ... sokan keingeatan, ya mananya meninggal ngga sakit /agi gitu ... " (Wawancara Sabtu, 14 Desernber 2007).
Dukungan keluarga, saudara dan kerabat dekat dirasakan sebagai obat yang
sedikit dapat mengurangi kesedihan L karena kernatian anaknya.
"Ya gimana ya ... taronyajuga kita udah ada tiga ini ... yang masih idup, udah dah gitu dia biarenak aja gitu di sono ... kalo tai1i ke ingetan mah kita memaen ge gitu ... kita nenangga ... masak ... targe i/ang /agi, gitu pikiran kita ... untungnya ge, kita punya tetangga deke•t-deket gitu, pada bae semua, pada ngedukung kita gitu barang ikh/as, sabar, gitu selain suami, tetangga ge gitu pada bae ... "
• Kalo keluarga, sodara-sodara ngedukung juga apa ng~1a?
"Ya ngedukung mah ngedukung ... cuman kon disini (di rumah mertua) pada sibuk ... kon si Kiar mah matinya bareng pisan ama emak (mertua) hajatan ... ngawinin namah (adik ipar L) ... jadinya ya pagimana ya sodara. sodara ge bolak-balik bae gitu, ntar ke kita ... ntar kerumah emak nganuin tamu ... jadi itu ge, tetangga- tetangga abis kondangan pada kekita gitu ngasih dukungan biar supaya sabar .. "
69
Kenangan akan K dalam benak L pun tak pemah bisa L lupakan. Terlebih
menurut L, K pemah punya kenangan buruk dengan saudara ipar L
"Anaknya mah nurut bangat ... terus dia /agi idupnya ctu/u pemah dimarahin ama sodara terus dia adanya di po'on pisang di pinggir empang. Anak gua ... dimarah-marahin orang, /agi nyompot bae di po'on pisang di pinggir empang gitu dia ... tu sedihnya ya itu, yang ampe karang masih ke ingetan ... ama sodara pemah begitu ama dia ... "
Tak beda dengan seorang ibu yang lain, akhimya L pun hanya bisa pasrah
terhadap nasib yang dialaminya (kehilangan anak karena fcematian). L pun
hanya bisa berdoa semoga Allah menghendakinya untuk ciiberi anak laki-laki
lagi sebagai pengganti anak keduanya tersebut.
"Ada ... ya kepikiran begitu ya, mudah-mudahan biar dikasih anak /aki· laki lagi gitu. Ya, emang yang meningga/ anak laki-laki biar dikasih anak /aki-/aki lagi, ya itu geneng datengnya ling (anak ketiga yang pada saat terakhir wawancara baru pulang dari seko/ah)". (Wawancara Sabtu, 15 Desember 2007).
Analisa Kasus
a. Reaksi Psikologis yang Muncul Akibat Kehilangan i!\nak
Berdasarkan wawancara yang penulis laksanakan dengan subyek, dapat
diketahui adanya reaksi psikologis yang terjadi akibat dari kematian anaknya.
Sehingga hal tersebut dapat di katakan sebagai gejala streis yang
menyebabkan perubahan dalam hidup L. Seperti yang digambarkan pada
table berikut:
70
Table 4.2.3 Gambaran Reaksi Psikologh; Kasms• !.
Asoek osikoloais lndikator li<eteranaan Sedih Gelisah Saat Anak Sakit Ce mas
Perubahan Emosi Teriak-teriak Saat Anak Meninggal Pinasan Merasa kesepian Setelah kematian anak Merasa Kehilanaan sarnpai sekarang Sulit berkonsentrasi Saat anak sakit
Perubahan cara outus asa Sae1t anak sekarat
berpikir muncul ingatan yang Minggu pertama sampai berulang tentang kejadian 2 bulan pertama terse but
Perubahan Sikap mudah termenuna Minaau oertama dan Perilaku mudah menangis Minggu kedua
Pada kasus L, reaksi Psikologis yang dapat dilihat adalah dengan
perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan dalam aspek-aspek
psikologi. Pada aspek emosi pada awal kematian anaknya L mengalami
shock, teriak-teriak dan mengakibatkan L tidak sadarkan diri (pingsan). Pada
aspek kognitif (cara berfikir) terdapat perubahan pada diri L seperti; sulit
berkonsentrasi, dan munculnya ingatan yang berulang tentang kematian
anaknya. Dan pada aspek konatif (perilaku dan sikap) pada diri L terdapat
perubahan seperti; mudah termenung, mudah menangis dan lebih pendiam.
71
b. Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis
Perasaan sedih dan kehilangan yang dialami L dirasakannya sangat
mendalam, ketika L dihadapkan pada kematian anak keduanya. Faktor
kerentanan yang menjadi penyebab timbulnya stress pada diri L adalah:
(1) Keadaan sakit yang tidak lama dan tidak jelas apa yan~1 dialami K
membuat L merasa tidak terima ketika dokter berkata tak apa-apa atas
penyakit yang di derita anaknya.
(2) Keadaan ekonomi yang kurang mendukung untuk penyembuhan
anaknya.
(3) Keadaan lain (resepsi pernikahan adik ipar L) yang bensamaan dengan
kemaatian anaknya dirasa L sangat membuatnya tertekan.
c. Strategi Coping yang dilakukan pada Kasus L
Dalam mengatasi kesedihan akibat kehilangan anaknya, L berusaha
menghilangkan kesedihannya sedikit demi sedikit dengan lberdoa dan berpikir
bahwa kelak Allah akan memberinya anak laki-laki lagi.
"Ya ... mudah-mudahan barang kuat, gitu ya lwat iamn kita, pikiran kita dah ngeredainnya gitu. Ya ... pasrah bae dah kita biardikasih lagi anak /aki-l;aki gitu ya ... emang yang meninggal /aki-laki." (Wawancara Jumat, 14 Des 2007).
Adanya ketegaran dan keimanan yang dimiliki L membuatnya dapat bertahan
dalam situasi yang menekan saat itu. Walaupun L sendiri belum yakin, akan
langkah kehidupannya kelak. Akan tetapi L memfokuskan penyelesaian
72
masalahnya dengan mengatur terlebih dahulu keadaan emosinya (emotion
focused coping) dengan jenis positive reinterpretation and growth yaitu
dengan memandang kejadian-kejadian yang di anggap sebagai maslah
menjadi sesuatu yang positif, dengan bertujuan untuk mengendalikan emosi-
emosi yang tidak menyenangkan.
No Strategi Coping
1 Problem Focused Coping
Emotion 2 Focused Coping
Tabet4.2.4
Strategi Coping Kasus L
Jenis Coping lndikator
Mencari alternatif-
Seeking Social alternatif pengobatan
Support For anak Instrumental
Reason Mencari dukungan keluarga dan kerabat dekat
Denial Kesedihan yang lama
Positive Memiliki asumsi Reinterpretation bahwa
and Growth kematian ana1k adalah takdir Tuhan
Acceptance Mengikhlaskan kematian anak
Turning to Tawakal dan berserah diri
Religion pada Tuhan.
Keterangan
Setelah kematian anak
Setelah kematian anak
Setelah kematian anak
Setelah kematian anak
Setelah kematian anak
Stelah kematian anak
4.2.3 Kasus Y
Observasi Subyek
Nama : Y
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat Tgl. Lahir Bekasi, 17 juli 1957
Pendidikan : Tidak Sekolah
Agama Islam
Pekerjaan lbu Rumah Tangga/Petani
Tgl. Wawancara : 29 Februari 2008
73
Tempat Wawancara Rumah Responden (Cimunin!l Rt 05/07 Buaran
Mustikajaya Bekasi Timur 171156)
a. Observasi Umum
Y memiliki berat badan sekitar 65 kg, dengan tinggi badan sekitar 160cm. Y
cenderung memiliki wajah yang bulat, berkulit sawo matang dan rambut lurus
di konde. Y menggunakan baju kuning pendek, dengan kain panjang bermotif
batik cokelat dan tidak menggunakan asesoris dan make-up sedikitpun.
Y adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat polos, dan pendiam. Ketika
di minta untuk menjadi responden dan di wawancarai, Y hanya
memperlihatkan ekspresi datar tanpa terlihat sedih sedikitpun, dengan alasan
74
ia sudah mengikhlaskan kejadian tersebut karena kejadian tersebut sudah
lama.
Wawancara dilakukan pada tanggal 29 Febrruari 2008 pada pukul 15.30
sampai dengan 16.1 O WIB. Wawancara dilakukan di rumah responden. Awai
peneliti mendatangi rumah Y untuk wawancara, Y kelihatan sangat bingung.
Akan tetapi, setelah penulis yang di temani oleh seorang t,eman penulis yang
merupakan tetangga rumah Y menjelaskan maksud dan tujuan penulis, Y
mulai sedikit mengerti dan sedikit membuka diri kepada p€lnulis.
"Ngapain Nung ... ?" (Teman penulis)
• Eh .. ini mak, temen saya ada yang mao nanya-nanya ...
"N ? anya apaan. ...
• Nanya itu, nanya anak-anak mak ndung (panggilan Y) yang udah pada
meninggal, saya ada tug as dari sekolaan .. mao ya mak ... ?
"' Tapijangan susah-susah nung ... gua mah ngga ngerti ...
• lya ...
b. Observasi Khusus
pada saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di berikan, Y terlihat kaku
dan tidak faham meskipun penulis sudah berusaha mengaikrabkan diri dan
bertanya dengan mencoba menggunakan bahasa yang sama dengan nya.
75
Ketika ditanya tentang kematian anaknya, Y terlihat enggan ditanya lebih
dalam. la seolah tertutup dengan hanya menjawab pertanyaan seperlunya
saja dengan alasan hal tersebut sudah sangat lama sehin!iga ia sudah lupa
akan kejadian tersebut.
Gambaran Kasus
a. Riwayat kehidupan sebelum anak meninggal
Y adalah seorang perempuan yang sangat polos. Kehidupannya semasa
kecil hingga sekarang hanya di desa dan bekerja di sawah untuk menanam
padi. Y, dilahirkan di Cimuning, pada tanggal 17 juli 1957. Y menikah muda
pada usia kurang lebih 15th. Semasa perkawinannya, Y tidak pernah
merasakan hidup mewah. Meskipun demikian, ia tidak pemah mengeluh dan
selalu bersabar.
Dalam berumah tangga, Y tidak pernah mengikuti program KB, oleh
karenanya, di usia perkawinan yang masih muda, ia langsung dianugerahi
seorang anak. Menurutnya, keturunan itu adalah rezeki dari Tuhan yang tidak
boleh ditolak. Selain itu, ia juga ingin menjadi seorang wanita yang
sempurna dengan menjadi seorang ibu dengan keturunannya yang dapat
mengurus kehidupan di hari tuanya kelak.
"Ya .. .iya, kali .... kalo punya anak mah nanti ka/o saya udah tua ada nyang ngurusin saya,. .. "
76
Soal keturunan, Y tidak pernah membeda-bedakan jenis k'elamin, ia
menerima apapun yang diberikan Tuhan kepadanya, karena menurutnya
jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan sama saja. Sama-sama makhluk
titipan Tuhan yang harus diasuh dan dirawat dengan penuh rasa cinta dan
sayang,
"Sama bae, kalo kata saya mah .... anak perempuan, anak laki-laki ge ... "
Y adalah seorang ibu yang sangat sayang dengan anak-anaknya.meskipun
kehidupan rumah tangganya sederhana tapi Y sangat sabar untuk mengurus
anak-anak dan suaminya.
"Lha iya .... deket-deket ama saya mah .... "
" Kalo bapak
"deket juga, sama bae ... "
Akan tetapi, kebahagiaan yang Y rasakan seolah hanya kebahagiaan
sesaat, ketika Y dihadapkan pada keadaan sakit mendadak yang
menyebabkan kematian.
"/ya anak saya mah sakitnya ngga lama padaan, cuman semalem semuanya nga kecuali yang keempat aja itu sekitnya ampe 4 bulanan, di Cipto ....
" Emang anak emak yang mati ada berapa?
"Ada 3 dari em pat .... "
• Yang pertama jenis kelaminnya apa?
77
"cewe .... "
• Yang kedua dan 3?
"Yang kedua cowo, trus yang satunya lagi bukan yang ketiga, tapi yang keempat cowo, baru dah yang ke 3 cowo, juga itu yang nyisa tingga/ dia doang satu-satunya ..
" Maksudnya, anak emak yang meninggal ada 3 tapi yang ke 1, 2 dan 4? Terus yang sisa tinggal yang ke 3? "/ya ... dia doang ampe karang ninggangnya udah gede .... yang /aen mah lagi masih kecil adaan matinya, tapi yang keempat itu waktu umur 5 f f;J h !Jr/"
" Anak emak yang ke 1, 2 dan 4 itu sakitnya apa sebelum meninggal?
"Sakitnya kalo yang yang pertama ama yang kedua mah panas ... ngga lama, itu ge sakitnya cuman ada yang dua ma/em ama semaleman doang ... panas nggigil gitu ... yang dua mah nggalama dah pokonya ... kalo yang bontot, tu sakitnya apa tau itu ... ? Matanya jadi gede gitu ampe kaya tutup termos .... katanya mah tangker, apa ... apa tau itu, .kaga ngerti saya ge ... "
Kejadian yang sangat memilukan tersebut tentu saja sangat membuat Y
merasa terpukul. Akan tetapi, menurut Y itu memang kehendak Tuhan YMS.
"Ya abis mao gimana /agi .... ya emang udah nasib saya kali punya anak pada mati bae ... diobatin ya udah .... tapi geneng ya gitu ... "
• Emang waktu sakit udah diobatin kemana bae mak?
"Udah semua-mua ... di kampung udah daon-daonan, orang pinter udah, dokter udah ... apa lagi yang bontot mah itu .. udahan sedara-sedaranya mah ngga lama sakitnya, kalo dia mah kan ilu ... ampe J'ama."
• Kalo di bawa ke dokter diapaian mak? Sempet dirawat ke RS ga'?
"Lah. ... lama bangel. Ampe berapa bu/an dulu .... ada kal'i mah empat bu/anan gitu ... mana di Cipto, sono jauh bangat..."
78
Sebagai seorang ibu, Y tentu saja merasa tertekan atas kejadian tersebut.
Akan tetapi, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa pasrah dan
berusaha ikhlas mendampingi kepergian anak-anaknya.
"Lah .... orang kita nyeng nemenin. ... ada ... "
" Dipangkuan emak meninggalnya ..... ?
"Kagak .... ouman disamping doang kitanya, kita adepin gitu .... kita dekap d " oang ....
b. Kondisi Saat lni
Perasaan pedih, karea kehilangan orang yang dicintai tentu saja merupakan
ujian berat yang harus dijalani oleh Y. Terlebih jika harus k:ehilangan 3 orang
sekaligus secara berurut. Akan tetapi Y berusaha melupak:an kejadian
tersebut dan berusaha tetap bahagia dengan kehidupannya sekarang.
"Ya .... sedih. .... udah lama banget .... udah /upa ..... "
• Tapi dari anak yang pertama, kedua ama keempat itu e1mak teriak-teriak,
pingsan, atau gimana, gitu mak?
"Teriak-teriak dikit, tapi orang ampe sesambatan banget ..... " tapi saya disuruh istigfar bae .... ya saya istigfar ge ... "
• Sapa yang suruh istigfar?
"Laki saya, emak saya, sudara-sudara saya, empo saya .. . nyuruh saya nyebut ... 'ikhlas' gitu katanya .... "
Meskipun demikian, Y tetap tidak bisa melupakan bahwa ia memiliki 4 orang
anak, walaupun yang hidup hanya satu orang saja.
79
"Kato /agi pikirin gimana ... . gitu ya saya suka inget .... "
" Terus cara emak buat ngelupainnya gimana?
''.Ya dilupain /agi bae ge .... "
" lya caranya gimana, gitu mak ... ?
"Pagimana ya ... ya kita .... ya pagimana andenya targe lupa lagi gitu .... kita bawa masak ge /upa /agi .... ya emangan kerjanya tebang masak ama tani .... pa/ingan abis itu ke rumah sodara apa nenangga ... gitu .... "
" Yang masih keingetan ampe karang kenangannya apa mak?
''Anak kita mah orangan matinya masih keci/-kecil, jadi ora banyak kenanyannya. Apa/agi nyeng buruk-buruknya mah be/on ada, masih be/on ada dosanya semua .... "
Tak beda dengan ibu yang lain, Y pun hanya bisa pasrah akan kejadian pahit
yang menimpa anak-anaknya. L hanya bisa berdoa semo~1a Tuhan
menghendakinya untuk diberikan kepercayaan mengurus anaknya yang
masih hidup terlebih juga jika ia diberi kesempatan lagi untuk memiliki anak.
"La .... saya mah dikasihnya bae ... saya terima .... "
Analisa Kasus
a. Reaksi Psikologis yang Muncul Akibat Kehilangan Anak
Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan dengan responden,
dapat diketahui reaksi Psikologis yang muncul pada diri subyek , seperti yang
digambarkan pada tabel berikut ini:
80
Tabel 4.2.5
Gambaran Reaksi Psikologis kasus Y
Aspek Psikologis lndikator l<eterangan
Sedih
Gelisah Saat Anak Sakit
eemas
Perubahan Emosi Teriak-teriak Saat Anak Meninggal
Pingsan
merasa kesepian Setelah kematian anak
Merasa Kehilangan sarnpai sekarang
$1Jlit bi;irkonsentrasi S<1at anak sakit
Perubahan cara putus asa Saat anak sekarat
berpikir muncul ingatan yang Minggu pertama sampai berulang tentang kejadian 1 bulan pertama tersebut
Perubahan Sikap mudah termenung Minggu pertama dan Perilaku mudah menangis Minggu pertama
Dari indikator yang ada pada kasus Y, reaksi psikologis yang dapat di lihat
adalah adanya perubahan perilaku yang di munculkan dalam aspek
psikologis. Pada awal kematian anaknya, aspek emosi yang muncul adalah
shock, teriak-teriak hingga tidak sadarkan diri. Pacla aspek kognitif (cara
berpikir), perubahan yang terjadi adalah sulit berkonsenterasi. Sedangkan
pada aspek konatif (sikap & perilaku) adalah mudah termenung.
b. Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis
Status Y menjadi seorang ibu seolah di rampas keberadaannya ketika Y
dihadapkan pada kematian tiga orang anaknya yang masih kecil-kecil.
Perasaan sedih, kehilangan, dan kesepian yang di derita Y membuatnya
seolah enggan untuk di ingatkan tentang kejadian tersebut.
81
Faktor kerentanan yang menjadi penyebab munculnya reaksi psikologis pada
diri Y adalah:
(1) Merasa tertekan karena tiga dari empat anaknya meninggal dunia.
(2) Keadaan ekonomi yang kurang mendukung untuk mengobati anknya.
c. Strategi Coping yang dilakukan pada Kasus Y
Awalnya strategi coping yang dilakukan Y adalah (Denial), atau menolak
kejadian tersebut. Selain itu cara yang dipilih Y adalah dengan mencari
alternatif-alternatif pewnyembuhan anaknya, mencari bantuan ekonomi
(menjual tanah dan sawah untuk proses penyembuhan anaknya). Dan
dukungan dari keluarga. Hal ini menunjukan bahwa Y mencari dukungan
sosial (seeking support for instrumental reason). Selanjutnya Y berusaha
menerima dan melupakan kejadian tersebut dengan merasionalkan pikiran
dengan menganggap kejadian tersebut merupakan takdir lruhan (acceptance
& positive reinterpretation and growth). Untuk lebih jelas, penulis mencoba
menggambarkan seperti pada tabel berikut
Tabel 4.2.6
Strategi Coping Kasus Y
82
No Strategi Coping Jenis Coping lndikator Keterangan
Mencari Setelah alternatif- kematian
Seeking Social alternatif anak
1 Problem Support For pengobatan anak
Focused Coping Instrumental Mencari Setelah Reason dukungan kematian
keluarga dan anak kerabat dekat
Denial Kesedihan yang Setelah lama kematian
anak
Positive Berasumsi Setelah
Emotion Reinterpretation bahwa kematian kematian 2
Focused Coping and Growth anaknya adalah anak suatu atakdir
Acceptance Menerima dan Setelah melupakan kematian kematian anak anak
4.3 Analisis Antar Kasus
Berdasarkan penjelasan dari setiap kasus di atas, peneliti melakukan
penarikan kesimpulan tentang reaksi psiklogis yang di munculkan pada tiap
subyek yang menunjukan adanya grief dan bereavement akibat kematian
anak mereka dan strategi coping yang dilakukan oleh setiap subjek
penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatakan gambaran yang utuh
dari perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap subjek penelitian.
83
4.3.1. Reaksi Psikologis Akibat Kematian Anak Antar l{asus
Berdasarkan penjelasan tentang reaksi psikologis yang di munculkan oleh
setiap subjek penelitian. Peneliti dapat menarik kesimpulan tentang adanya
reaksi-reaksi psikologis yang muncul sebagai akibat dari rasa kehilangan
ditinggal mati oleh anak. Perubahan tersebut menyangkut; perubahan emosi,
perubahan cara berfikir dan perubahan sikap dan perilaku. Seperti pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4.3.1
Gambaran Reaksi Psikologis Antar Kasus
No Aspek Psikologis lndikator Subjek
SA L y
Sedih '1 '1 '1 Menangis '1 '1 '1 Shock '1 '1 '1
1 Perubahan Emosi T eriak-teriak '1 '1 Pingsan '1 '1 Merasa kehilangan '1 '1 '1 Merasa kesepian '1 '1 '1 Sulit berkonsentrasi '1 '1 '1
2 Perubahan Cara Putus asa '1 '1 '1 Berfikir Muncul ingatan yang berulang '1 '1 Mudah menangis '1 '1
3 Perubahan sikap
Mudah termenung '1 '1 '1 dan perilaku Lebih pendiam '1
84
4.3.2. Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis Antar Kasus
Berdasarkan analisa dari tiap kasus di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa
reaksi psikologis yang muncul pada individu di sebabkan oleh beberapa
faktor. Hal inilah yang menjadi pemicu timbulnya perilaku·-perilaku yang tidak
dapat di kontrol, seperti; menyangkal. Marah, teriak-teriak, pingsan, dan
sebagainya. Seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.3.2.
Faktor yang Memperkuat Reaksi Psikologis
Faktor yang Memperkuat Reaksi psikologis Subyek
SA L y
Keadaan ekonomi yang kurang mendukung untuk
" " " pengobatan anak
Merasa tertekan karena ada tuntutan anak adalah cucu
" pertama dari pihak keluarga
Kematioan anak yang relatif cepat " " " Kematian anak bersamaan dengan keadaan lain yang 1 " kurang mendukung (resepsi pernikahan)
Merasa tertekan karena tiga dari keempat anaknya
" meninggal dunia
4.3.3. Strategi Coping Antar Kasus.
Berdasarkan penjelasan tentang strategi coping yang dilakukan oleh setiap
subjek penelitian. Peneliti dapat menarik kesimpulan tentang gambaran
strategi coping yang dilakukan dan dimunculkan oleh setiap subjek penelitian
dalam perilaku dan sikap keseharian mereka. Dimana perilaku dan sikap ini
85
dimunculkan pada saat anaknya meninggal, dan ada beberapa perilaku dan
sikap yang menjadi suatu kebiasaan baru bagi setiap subjEik penelitian.
Tabel 4.3.2.
Gambaran Strategi Coping Antar Kasu1s
No Strategi Coping lndikator Subyek
SA L y
Active Coping
--- - -------------- ·-- ... !"ICl[]n~nJL. --------.---- ------ _.._ ... --·-- -
1 Problem Focused Seeking Social Support for ..j ..j ..j
coping Instrumental Reason
Suppresion of Competing Activities
Restraint Coping
Seeking Social Support for Emotion~1I Reason
Emotion Focused Positive Reinterpretation and Growth ..j ..j ..j
2 Coping Denial ..j v v
Acceptance ..j v ..j
Turning to Religion ..j ..j ..j
Focusing on and venting of Emotions
3 Maladaptif Coping Behavioral Disengagement
Mental Disengagement
BABS
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN Stl\RAN
Pada pembahasan bab akhir ini, penulis akan menguraika11 kesimpulan,
diskusi, dan saran. Kesimpulan berisi gambaran umum ha:sil penelitian.
Diskusi merupakan perbandingan antara teori yang ada dengan hasil
penelitian yang diperoleh dilapangan. Sedangkan saran bmupa masukan
masukan yang sekiranya dapat diperhatikan oleh pihak-pihak yang terkait
dengan persoalan kematian.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan tentang strategi coping yang
dilakukan oleh seorang ibu yang anaknya meninggal dunia. Menunjukan
adanya perbedaan munculnya reaksi emosional yang dilakukan setiap
individu (seorang ibu) akibat kematian anaknya. Perbedaan reaksi emosional
yang muncul pada dasarnya sangat di pengaruhi oleh situasi dan kondisi
yang menyertai, dalam hal ini proses kematian anak (anak mengalami sakit
yang relatif singkat atau lama), kelekatan antara ibu deng<m anak, tuntutan
atau harapan ibu dan pihak keluarga besar terhadap anak serta dukungan
sosial yang diberikan oleh pihak keluarga, yang pada akhirnya sangat
mempengaruhi penerimaan dari setiap ibu.
87
Pada ketiga subyek dalam penelitian ini, umumnya menggunakan dua
strategi coping yang biasa digunakan yaitu; Problem Focused Coping dan
Emotion Focused Coping. Akan tetapi, jenis strategi copin11 yang cenderung
lebih banyak di pillih adalah jenis coping dari strategi Emotion Focused
Coping yaitu; Denial, Positive Reinterpretation and Growth, Acceptance dan
Turning to Religion. Sedangkan dari strategi Problem Focused Coping yang
di pilih hanya Seeking Sicial Support for Instrumental Reason.
5.2 Diskusi
Usia dewasa adalah usia dimana seseorang biasanya sudah berpikir kearah
yang lebih serius dalam menjalani hidup. Artinya, pada usia ini, individu
sudah mulai memikirkan rencana hidup bersama dengan pasangan yang di
anggap dapat memberikan· kenyamanan dan kebahagiaan hidup dengan
memiliki keturunan dimasa tuanya kelak. Tetapi, pada kenyataannya
kehidupan dalam berumah tangga tidak saja diwarnai denuan kebahagiaan
semata. Masalah-masalah yang dapat menimbulkan konflik kerap datang ikut
mewarnai kehidupan dalam berkeluarga. Hal ini bisa dianggap wajar, karena
bukan hal mudah menyatukan dan menyamakan tujuan yang ada pada dua
insan yang memiliki perbedaan karakter dan kepribadian pada masing
masing individu tersebut. Tentu saja dibutuhkan kerjasamci, perasaan
menghargai, dan solidaritas yang sangat besar untuk dapat menyiasati
88
perbedaan tersebut agar jangan sampai menibulkan konflil< fatal. Kehadiran
seorang anak ditengah keluarga dapat dijadil<an sebagai pelengkap hidup
dalam berumah tangga, dimana keturunan bagi pasangan yang berkomitmen
menikah dianggap sebagai penerus keturunan mereka kelak. Selain itu,
kehadiran seorang anak ditengah keluarga juga di anggap sebagai penengah
atau penyelesaian konflik yang ada dalam berumah tangga. Akan tetapi,
kehadiran seorang anak di tengah keluarga, selain di anggap sebagai kabar
baik, ada juga yang menganggapnya sebagai kabar buruk .. Baiknya, karena
mereka telah menjadi seorang ayah dan ibu bagi anak yang dilahirkannya.
Buruknya jika mereka belum memiliki kesiapan secara psilcis ataupun
kesiapan secara materi. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan
kemurungan, yang mana Hurlok (2000) menyebutnya dennan istilah
"kemurungan orang tua baru".
Lebih lanjut Hurlok (2000) menjelaskan bahwa kemurungan atau keadaan
sedih ini, banyak melanda orang tua baru. Terutama kaum ibu dari pada
ayah. Dan lebih banyak dialami orang tua yang baru mempunyai anak
daripada yang sudah mempunyai satu anak atau lebih. Penyebabnya dapat
berupa hal-hal fisik. Seperti adanya perubahan kelenjar yang menyertai
kehamilan dan persalinan, kelelahan saat melahirkan, dan kondisi lemah
yang terus berlangsung setelah persalinan yang normal, yang kesemuanya
menjadi kesedihan ibu. Selain itu, faktor psikologis seperti disebabkan
89
keprihatinan selama merawat anak, bertambahnya biaya, dan perubahan
dalam pola kehidupan (menghadapi tugas-tugas dirumah clan mengurus
anak) juga ikut berperan. Lebih parah lagi, jika anak yang selama ini diasuh
dan dirawat mengalami sakit yang menyebabkan kematian. Keadaan yang
membutuhkan penerimaan secara ikhlas ini pada awalnya selalu dianggap
sebagai keadaan buruk yang tentu saja sulit diterima, terlebih jika sakit yang
menyebabkan kematian pada anak waktunya relatif singkat. Alhasil, diawal
kejdian banyak orang (ibu) yang ditinggalkan tidak menerirna atau menolak
(Denial). Meskipun setelah itu orang yang ditinggalkan sadar dan harus
menerima kenyataan bahwa orang yang dicintainya telah tiada (Acceptance),
akan tetapi hal tersebut membutuhkan proses panjang yang harus dilalui
untuk dapat mengikhlaskan dan melupakan kejadian terselbut, diantaranya;
orang yang ditinggalkan harus benar-benar sadar dengan !Depikir lebih
rasional bahwa setiap insan pasti mati, dan hal tersebut sudah menjadi takdir
dari Tuhan (Positive Reinterpretation and Growth). Akan tetapi, walaupun
usia kematian anak sudah sangat lama seperti yang telah di kemukakan
pada bab 4 yakni; 32 tahun, 17 tahun, 18 tahun, 22 tahun, sampai dengan 26
tahun tetap saja bagi orang tua khususnya seorang ibu hal tersebut bukanlah
suatu hal yang sangat mudah untuk dilupakan, dan masih lekat dalam
ingatan. Terlebih jika kejadian tersebut belum lama terjadi, sehingga kejadian
tersebut dapat memunculkan reaksi spikologis dari seoran9 ibu. Dan
bagaimana ia merespon itu disebut coping.
90
Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasa cligunakan oleh
individu, yaitu strategi Problem Focused Coping, dimana individu secara aktif
mencari penyelesaian dan masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi
yang menimbulkan stress, yang terdiri dari; Active coping, Planning, Seeking
social supporl for interpretation reason, Suppresion of competing activities,
dan Restraint coping. Dan selanjutnya adalah strategi Emotion Fcused
Coping dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk me•ngatur emosinya
dalam rangka menyesuikan diri dengan dampak yang akan menimbulkan
kondisi atau situasi yang penuh tekanan, yang terdiri dari; Seeking supporl
for emotional reason, Positive reinterpretation and growth, Denial,
Acceptance, dan Turning to religion.
Pada penelitian yang telah penulis lakukan, dapat di ketahui bahwa subyek
n:ienggunakan coping secara bergantian sesuai dengan kc•ndisi mereka dan
masalah yang mereka hadapi . Ketika menghadapi masalah-masalah yang
menurutnya bisa dikontrol, mereka cenderung menggunakan problem
focused coping seperti saat anaknya sakit, ia bawa ke Rumah Sakit untuk
berobat. Saat tidak percaya dengan Rumah Sakit, mereka mau merawat
sendiri anaknya.Sedangkan emotional focused coping cenderung dipilih jika
menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti dalam
menghadapi rasa sedih saat dihadapkan pada kematian sang anak, rasa
kehilangan, dan penerimaan, dan sebagainya.
91
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dikutip dari sebuah situs internet
yang menyatakan bahwa kebanyakan individu menggunakan variasi dari ke
dua jenis coping yang ada (Problem Focused Coping & Emotion Focused
Coping), terkait dengan penetuan strategi mana yang paling banyak dipilih
atau di gunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang, dan sejauh
mana tingkat stres dari suatu kondisi atau rnasalah yang di alaminya
(Mu'tadin, 2002).
5.3 Saran
Sebagai tahapan akhir dalam penelitian, pada bagian ini akan penulis uraikan
saran-saran yang berhubungan dengan hasil penelitian yang telah penulis
lakukan. Dalam hal ini penulis membaginya menjadi saran metodologis,
praktis dan teoritis (pengembangan penelitian).
5.3.1 Saran Metodologis
Pada ketiga subyek pemunculan reaksi psikologis yang terjadi di pengaruhi
oleh lamanya usia kematian anak. Makin lama usia kematian anak, maka
reaksi psikologis yang muncul relatif sedikit, karena para subyek sudah
semakin bisa melupakannya. Sehingga sebaiknya dalam penelitian
selanjutnya di batasi lamanya usia kematian anak. Agar dapat melihat lebih
jelas proses grief yang ada.
92
5.3.2. Saran Praktis
Dukungan moral rnerupakan suatu kebutuhan utarna bagi ibu yang berada
pada keadaan sedih, karena kehilangan anak yang telah rneninggal.
Kernatian anggota keluarga rnernang rnerupakan ujian yang sangat berat
untuk dapat di terirna, akan tetapi jika kita rnengingat bahwa tadir adalah
rencana Tuhan yang harus terjadi rnaka sudah rnenjadi keharusan kita untuk
dapat rnenerirna hal tersebut. Sehingga dalarn hal ini sudah tentu keluarga
perlu untuk lebih rnerespon dan rnengerti kondisi tersebut
5.3.3 Saran Teoritis
Setelah pengurnpulan data berhsil diperoleh, peneliti rnelihat banyak hal yang
dapat digali untuk di teliti dari para ibu yang rnengalarni kernatian anak.
Terutarna dalarn aspek psikologis yang banyak mengalami perubahan
perubahan emosional yang muncul akibat penolakan dari lkejadian yang
alami. Perasaan kehilangan, sedih, merasa bersalah, bahkan sesaat
menyalahkan TakdirTuhan inilah yang menjadikan subyek memunculkan
bermacarn perubahan dari aspek emosi, kognitif, dan konatif.
Selain itu, dapat juga dilihat bagaimana usaha atau coping yang di lakukan
seorang ibu untuk dapat menghadapi serta mengatasi mai;alah akibat
kematian anak. Dari hal-hal tersebut, dapat di jadikan masukan berupa
aspek-aspek apa saja yang dapat dijadikan terna untuk pengembangan
penelitian selanjutnya. Diantaranya adalah pengaruh Psik1:>-religius terhadap
penerimaan keluarga yang anggota keluarganya meninggal dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, LR. (1994). Dying, Death and Bereavement (3rd ed.). Massachuyetts: Allyn and Bacon.
Al-Qarni, A'idh, Dr., MA., dkk., (2006), Ma/am Pertama di Alam Kubur, Solo: Aqwam.
Chaplin, J.P. (1995), Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Djalal, H. Abdul Munir & H. Ali Umar Chatib (2005), Perjalanan Hidup Sesudah Mati, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Hadawiyah (2002), Perilaku Coping dan Dulwngan Sosial Pada Remaja Putri Yang Menikah Terpaksa, FK UIN Jakarta.
Hardjo, Notopuro (1997), Peranan Wanita Dalam Masa Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hidayat, Qomarudin (2006), Psikologi Kematian. Mengubah Kematian Menjadi Optimisme (Edisi Revisi). Bandung: Hikmah Zaman Baru.
lhromi, T.O (1999), Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta: Yayasan Obor.
Islam, M.S (2003). Copig /bu yang Melahirkan Anak Prematur: Studi Kasus du Rumah SakitMuhammadiyah Taman Puring lndah, Jakarta, FK UIN Jakarta.
Lazarus & Folkman, Assessing Coping Strategies: A Theo.ritically Based Approach, Journal of Personality and Social psychology,Amrican Psychological Association, Inc. 1989, Vol. 56, No. 2.
Lexy, j., Moleong (2002), Medodo/ogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta
: Madjid, Nurcholis (1995), Islam Agama Peradaban, Jakarta: Paradigma. \
I tylujib Abdul, & Jusuf Muzakir (2001), Nuansa-nuansa Psikologi Islam, · Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
94
Pohan, Dewi Lifina (2004), Gambaran Grief pada Orang tua yang Mengalami Kematian Anak Usia Remaja, FK UI Depok.
Poerwandari, Kristi (2001), Pendekatan Kualitatif untuk Pe•rilaku Manusia, Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Penguk:uran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.
Qaimi, Ali (2002), Buaian /bu Diantara Surga Dan Neraka, Bogor: Cahaya.
Rahmawati (2003), Gambaran Stress dan Coping pada /bu Rumah Tangga Yang Be/um Dikaruniai Anak, FK UIN Jakarta.
Riduan (2007), Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Bandung: Alf ab eta
Roham, H. Abujamin, Drs., (1993) Dari Orang Hidup Kepada Orang Mati, Jakarta: Media Dakwah.
Ronald (2006), Peran Orang tua dalam Meningkatkan KuE1litas Hidup, Mendidik dam Mengmbangkan Moral Anak, Bandung : CV Yrama Widya.
Shihab, M. Quraish (1996) Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan.
Semiawan, Conny (1996), Kiprah Wanita Islam dalam Keluarga, Karir, dan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Antara.
Sugiono (2006), Metodologi Penelitian Kualitatif & R&D, Bandung : Alfabeta
Sumapraja, Sudraji (1980), Beberapa Hal Penelitian K/inik Pasangan lnfertil, Depok: FKM UI.
Syarif, Adnan (2002), Psikology Qur'an, Bandung: Pustaka Hidayah.
Zaini, Syah Minan (1996), Arti Anak Bagi Seorang Muslim, Surabaya: Allkhlas.
Internet:
Mu'tadin. Z (2002), Strategi Coping, http://www.e.psi.com www.google.com.
Pedoman Wawancara
I. Pertanyaan yang berhubungan dengan konsep anak dan kematian
A. Anak
a). Bagaimana pendapat ibu tentang :
Anak laki-laki?
Anak perempuan?
b). Bagaimana nilai atau arti anak bagi ibu?
Anak laki•laki?
Anak perempuan?
c). Bagaimana kedekatan ibu dengan anak?
Anak laki•laki?
Anak perempuan?
B. Kematian
a). Apa penyebab kematian anak ibu?
b). Usaha apa yang ibu lakukan pada saat itu?
c). Apakah ibu ada disisi anak ibu pada saat menin!~gal?
II. Pertanyaan yang berhubungan dengan coping (grief dan bereavement)
a). Bagaimana perasaan ibu pada saat anak ibu meninggal?
b). Perilaku apa yang muncul pada saat itu?
c). Bagaimana cara ibu untuk meredakannya?
d). Apakah masih ada perasaan sedih, atau yang lainnya, yang masih
mengganjal dihati ibu?
e). Bagaimana usaha ibu untuk mengatasinya?
f). Apakah kenangan positif dan negatifyang masih ibu1 ingat dari anak ibu
yang meninggal?
g). Adakah keinginan ibu untukmemiliki anak lagi?
LEMBAR OBSERVASI
Subyek
Wawancara ke
Tempat
Catatan Lapangan:
:1/2/3 Tanggal
Jam
1. Keadaan tempat wawancara, cuaca, dan kehadiran pihak lain di sekitar
tempat wawancara.
2. Gambaran fisik dan penampilan subyek saat wawancara berlangsung.
3. Ringkasan awal dan akhir wawancara: (yang terekam): (a pa saja yang
dilakukan oleh interviewer dan interview).
4. Ringkasan subyek selama jalannya wawancara: (suara, intonasi, posisi
tubuh, antusiasme, sikap dan respon subyek pada interviewer).
5. Gangguan dan hambatan selama wawancara.
6. Catatan khusus selama wawancara.
PERNYAT AAN KESEDIAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nam a
Usia
Agama:
Usia Anak Saat Meninggal
Jumlah Anak
Lamanya Usia Kematian Anak
Alamat
Menyatakan bahwa:
1. Saya bersedia menjadi responden menjadi penelitian yang dilakukan oleh
saudari Elisa Maynasari.
2. Saya percaya data saya terjamin kerahasiaannya dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian semata.
3. Karena rasa kepercayaan ini, saya akan tuliskan data saya pada lembar
berikutnya.
Bekasi, November 2007
Interviewee lnte:rviewer
( ) (Elisa Maynasari)
PENGANTAR WAWANCARA
Assalarnu'alaikurn Wr. Wb.
Saya adalah rnahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta, yang saat ini sedang rnelaksanakan penelitian rnengenai "Coping lbu ·rerhadap Kematian Anak." Penelitian ini dilakukan dalarn rangka menyusun skripsi saya, guna memenuhi persyaratan ujian sarjana.
Untlik keperluan tersebut, saya memoutuhkan kesediaan saudara untuk memberi informasi mengenai masalah di atas. Terpilihnya saudara sebagai responden adalah semata-rnata karena rnemenuhi karaktE~ristik yang dibutuhkan. Saya akan sangat bertema kasih, jika saudara bersedia rneluangkan waktu untuk menceritakan hal tersebut.
Seluruh identitas dan informasi yang suadara berikan akan dijarnin kerahasiaannya. Semua informasi yang saudara berikan akan digunakan semata-mata untuk tujuan penelitian. Selain itu, tidak ada penelitian benar atau salah atas seluruh jawaban yang suadara berikan. Karena yang saya harapkan adalah perasaan, penghayatan, dan pengalaman saudara dalarn rnenghadapi kematian anak anda.
lnforrnasi yang saudara berikan akan sangat bernilai untuk mernberikan manfaat yang besar bagi pemahaman rnengenai coping pi~da ibu yang anaknya telah meninggal dunia. Dan diharapkan akan memberikan masukan untuk mernbantu penyelesaian kasus yang sama.
Sebelurn dan sesudahnya saya mengucapkan terirna kasih atas kesediaan dan kerjasama saudara. Apabila diperkenankan, saya ingin meminta kesediaan saudara unfllk diwawancara kembali apabila terdapat informasi yang kurang atau terlewat.
HormatSaya
Elisa Maynasari