analisa kecelakaan chernobyl - ansn.bapeten.go.id · saat pasokan uap ke turbin terhenti. ......
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
ANALISA KRONOLOGI
KECELAKAAN REAKTOR CHERNOBYL1
Nanang Triagung Edi Hermawan2
ABSTRAK
ANALISA KRONOLOGI KECELAKAAN REAKTOR CHERNOBYL. Pemanfaatan teknologi nuklir untuk pembangkitan energi telah memberikan sumbangan 17% kebutuhan listrik dunia saat ini. Hingga dewasa ini beberapa pihak menentang penggunaan energi nuklir terkait tiga hal, yaitu ketakutan akan risiko terjadinya kecelakaan nuklir(nuclear safety issue), kekhawatiran penyalahgunaan tenaga nuklir untuk senjata(nuclear nonproleferation issue), dan keberadaan limbah radioaktif sebagai residu kegiatan(radioactive waste management issue). Kebanyakan kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia yang tidak bisa terlepas dari kondisi ideologi politik, sosial budaya, ekonomi, dan pertahanan keamanan negara bersangkutan. Kecelakaan Chernobyl memberikan pengalaman berharga untuk pengembangan sumber daya manusia nuklir yang kompeten dan berdisiplin tinggi, peningkatan standar keselamatan, dan budaya keselamatan.Kata kunci: kecelakaan nuklir, faktor manusia, kecelakaan Chernobyl.
ABSTRACT
ANALYSIS OF CHERNOBYL ACCIDENT CRONOLOGY. Nuclear energy uses for energy generation have supported about 17% of electric demand in the world today. In this day, some party resist with nuclear energy application in three aspects:nuclear safety issue, nuclear non proleferation issue, dan radioactive waste management issue. Most of the accidents was caused by human factor that couldn’t free from ideology, politics, sosiocultures, econimics, system defend condition. Chernobyl accident gives experiences to improve human resources with high competencies and diciplines, safety standard, and safety culture.Keywords: nuclear accidents, human factors, Chernobyl accident.
1Disampaikan pada Seminar Nasional Keselamatan Nuklir 2009
2 MREN ITB
1
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Pasca Perang Dunia II,
pemanfaatan tenaga nuklir berkembang
di luar sektor persenjataan militer. Salah
satu bidang yang berkembang pesat
adalah penggunaan tenaga nuklir di
bidang energi pada Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor nuklir
yang pertama kali membangkitkan listrik
adalah stasiun pembangkit percobaan
EBRI pada 20 Desember 1951 di dekat
Arco, Idaho, Amerika Serikat. Pada 27
Juni 1954, PLTN pertama dunia yang
menghasilkan listrik untuk jaringan listrik
(power grid) mulai beroperasi di
Obninsk, Uni Soviet. PLTN skala
komersil pertama adalah Calder Hall di
Inggris yang dibuka pada 17 Oktober
1956.[1]
Di akhir tahun 2006, 439 PLTN
telah beroperasi dan 55 PLTN baru dalam
tahap konstruksi di 33 negara di seluruh
dunia. Keseluruhan PLTN tersebut
memberikan sumbangan kurang lebih
17% bagi kebutuhan listrik dunia. Di
beberapa negara seperti Prancis bahkan
kontribusi listrik dari PLTN melebihi
70%, dan sebagian diantaranya diekspor
ke negara tetangga. PLTN memproduksi
listrik dengan tingkat kehandalan tinggi,
ramah lingkungan dan tanpa
menghasilkan gas rumah kaca.[2]
Sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi,
teknologi nuklir juga kian berkembang
mengikuti tuntutan jaman. Disain yang
lebih sempurna, efisiensi yang lebih
tinggi, kapasitas yang semakin besar,
tingkat keselamatan yang lebih terjamin
merupakan beberapa aspek yang
senantiasa ditingkatkan. Secara
kronologis, perkembangan teknologi
nuklir dari generasi pertama hingga ke
empat saat ini dapat dilihat dalam
Gambar 1.
Pengalaman operasional dari
tahun ke tahun, juga pelajaran dari
beberapa insiden dan kecelakaan
kritikalitas (criticality accidents) di
beberapa fasilitas pemrosesan bahan
nuklir, maupun kecelakaan (Three Mile
Island dan Chernobyl) memberikan
pelajaran yang sangat berarti untuk
peningkatan standar keselamatan di masa
depan.
Disamping perbaikan dari sisi teknologi,
standar, persyaratan dan pedoman
pengoperasian PLTN juga senantiasa
ditinjau ulang oleh International Atomic
2
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
Energy Agency maupun oleh pemegang otoritas di masingmasing negara yang
memanfaatkan tenaga nuklir.
Gambar 1. Perkembangan disain PLTN[1].
3
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
BAB II
PERMASALAHAN
Meskipun keberadaan penerapan
teknologi nuklir dari waktu ke waktu
semakin menunjukkan tingkat
kehandalan yang tinggi, namun beberapa
kalangan tertentu baik para politisi, tokoh
masyarakat maupun aktivis lingkungan
hidup selalu menentang pengembangan
teknologi tersebut. Isu pokok yang selalu
menjadi landasan penolakan teknologi
nuklir diantaranya adalah ketakutan akan
risiko terjadinya kecelakaan nuklir
(nuclear safety issue), kekhawatiran
penyalahgunaan tenaga nuklir untuk
senjata (nuclear nonproleferation issue),
dan keberadaan limbah radioaktif sebagai
residu kegiatan (radioactive waste
management issue).[2]
Kasus kecelakaan reaktor
Chernobyl merupakan ”hantu” yang
selalu menakuti di setiap saat dan
menjadi trauma tersendiri bagi sebagian
masyarakat yang pernah mendengar
bencana teknologi tersebut. Oleh karena
itu dalam pemaparan makalah ini akan
disampaikan mengenai analisa
kecelakaan Chernobyl untuk memberikan
sedikit gambaran mengenai
kronologinya.
TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya
analisa kronologi kecelakaan Chernobyl,
diantaranya adalah:
a. Memberikan gambaran peristiwa
yang melatar belakangi kecelakaan
tersebut;
b. Menganalisa penyebab utama pemicu
kecelakaan; dan
c. Memberikan sarana pembelajaran
bagi perbaikan di masa depan.
METODOLOGI
Dalam penyusunan analisa
keselamatan pada kecelakaan reaktor
Chernobyl ini dilakukan dengan metode
diskriptif melalui studi pustaka dengan
tahapan langkah meliputi pengumpulan
literatur dan informasi pendukung,
analisa, serta penyusunan laporan.
Lingkup pembahasan dititikberatkan
4
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
mengenai kronologi dan penyebab
terjadinya kecelakaan.
REAKTOR RBMK
Reaktor Chernobyl merupakan
reaktor jenis RBMK 1000 (reactor
bolshoi moshnostikanalye), atau reaktor
air didih dengan tenaga tinggi, atau
disebut juga sebagai high power pressure
tube reactor.[3] Chernobyl terletak di
negara Ukraina (dulu merupakan bagian
USSR) sebelah barat daya Rusia. Kota
Chernobyl berpenduduk 12.500 jiwa
berada 15 km sebelah tenggara reaktor.
Sedangkan sebagian pekerja reaktor
bermukim di Pripyat (sebuah kota satelit)
dengan kepadatan 45.000.[4](lihat peta
dalam Gambar 2)
Reaktor ini telah dikembangkan
disainnya sejak tahun 1954 di Obninsk
dan merupakan tipe reaktor khusus yang
hanya dimiliki oleh Uni Soviet (kecuali
reaktor HanfordN di Amerika Serikat,
yang memiliki prinsip fisika sejenis).[5]
Reaktor RBMK yang pertama
berkapasitas 1000 MWe dibangun di
Leningrad dan mulai beroperasi pada
tahun 19731975. Pada tahun 1986 di Uni
Soviet terdapat 14 reaktor RBMK yang
beroperasi dan 8 masih dalam tahap
konstruksi.[4]
5
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
Gambar 2. Peta Posisi Chernobyl.
RBMK sering dijuluki juga sebagai
“boilingwater, graphiteuranium high
power reactor” dan “thermal neutron
channeltype(pressure tube) reactor.
Empat ciri utama disain reaktor RBMK
1000 adalah[4]:
a. Kanal vertikal yang berisi bahan
bakar dan pendingin, dapat diisi
ulang bahan bakarnya secara lokal
pada saat operasi;
b. Bahan bakar dalam bentuk bundel
silindris yang terbuat dari
uranium dioksida dalam
kelongsong zirkonium(zirconium
cladding);
c. Moderator grafit pada tiap kanal
bahan bakar; dan
d. Pendingin air ringan yang
mendidih pada berbagai saluran
bertekanan dengan umpan uap
langsung ke turbin.
Secara sederhana skema reaktor RBMK
1000 dapat dilihat dalam Gambar 3.
Gambar 3. Skema diagram Reaktor RBMK 1000.
6
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
KATEGORI KECELAKAAN
Kecelakaan Chernobyl unit 4
dipicu oleh kejadian kritikalitas teras
reaktor yang tidak terkendali dalam
waktu sangat singkat. Kecelakaan
kritikalitas sering disebut sebagai
excursion atau power excursion terjadi
pada saat bahan nuklir, baik uranium
diperkaya atau plutonium, mengalami
reaksi fisi berantai tanpa kendali.
Kebocoran radiasi netron yang
menyertainya merupakan ancaman
bahaya yang sangat tinggi bagi pekerja di
sekitarnya dan juga menyebabkan
pelepasan radiasi ke lingkungan sekitar.
[6]
Kritikalitas yang meningkat
dalam waktu singkat menyebabkan
kenaikan daya reaktor secara cepat
disebut sebagai promt excursion. Hal ini
menyebabkan uap bertekanan sangat
tinggi juga terbentuk secara spontan
sehingga memicu ledakan teras dan
terhamburnya zat radioaktif produk fisi
ke udara.
Ditinjau dari dampak yang
diakibatkan berdasarkan The
International Nuclear Event Scale,
kecelakaan reaktor Chernobyl
dikategorikan sebagai kecelakaan sangat
parah(severe accident) atau masuk
kategori kelas 7(major accident). Ciri
dari kategori kelas 7 adalah dampak luar
biasa terhadap lingkungan maupun
kesehatan masyarakat hingga area di luar
tapak.[7]
KRONOLOGI KECELAKAAN[4]
Rangkaian kecelakaan diawali
oleh keputusan manajemen reaktor dan
tim ahli untuk melakukan percobaan guna
menguji respon turbingenerator dalam
menggerakkan pompa pendingin pada
saat pasokan uap ke turbin terhenti. Pada
tengah malam 25 April 1986 percobaan
dimulai. Daya reaktor diturunkan menjadi
1600 MWt, kemudian turbin nomor 7
dimatikan dan keempat aliran uap
dialirkan semuanya ke turbin nomor 8.
Sebagai bagian dari percobaan
pada pukul 14.00, sistem pendingin teras
darurat(emergency core cooling system)
diputus. Percobaan sempat tertunda
karena permintaan untuk tetap memasok
listrik ke jaringan Kiev hingga jam 23.10.
Celakanya pada saat penyambungan
kembali jaringan, sistem pendingin teras
darurat tidak difungsikan kembali.
Percobaan kemudian dilanjutkan
kembali sesuai dengan prosedur
percobaan dengan menurunkan daya
menjadi antara 700 sampai dengan 1000
MWt. Pada pukul 00.28 tanggal 26 April
untuk menurunkan daya lagi, seperangkat
7
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
batang kendali otomatis lokal(local
automatic control rods) tidak diaktifkan
dan sejumlah batang kendali
otomatis(ACs) diaktifkan. Akan tetapi
operator melakukan kesalahan
pengesetan ACs, sehingga daya reaktor
turun secara drastis menjadi hanya 30
MWt, padahal prosedur
mempersyaratkan daya antara 7001000
MWt.
Pada pukul 01.00 operator
berhasil menaikkan daya reaktor menjadi
200 MWt dengan cara mengangkat
sejumlah batang kendali dari reaktor.
Daya tersebut sebenarnya masih jauh di
bawah daya yang diperlukan untuk
percobaan, dan semestinya percobaan
tidak boleh dilanjutkan.
Pukul 01.03 dan 01.07 dua pompa
sirkulasi cadangan dihidupkan, sehingga
secara keseluruhan terdapat delapan
pompa yang bekerja bersamaan. Hal ini
membuat beberapa pompa melakukan
kerja di bawah batas kinerja standarnya
dan memicu penurunan produksi uap
serta turunnya tekanan dalam drum uap.
Pukul 01.19 operator mencoba
menaikkan tekanan dan level air dengan
menggunakan pompa pengumpan.
Reaktor seharusnya dimatikan karena
sinyal trip menyala, namun hal tersebut
diabaikan oleh operator dan bersikeras
untuk tetap melanjutkan percobaan.
Pukul 01.19,30 level air yang
diperlukan dalam drum uap tercapai,
namun operator terus menambahkan air
pengumpan. Air dingin memasuki teras
reaktor dan pembangkitan uap menurun
tajam, demikian tekanan uap juga
semakin menurun. Untuk mengatasi hal
ini, operator mengangkat sejumlah batang
kendali otomatis dan juga batang kendali
manual agar daya tetap bertahan 200
MWt.
Pukul 01.20,30 kran bypass turbin
ditutup untuk memperlambat penurunan
tekanan uap. Hal ini menyebabkan
kenaikan suhu air yang memasuki teras,
selanjutnya ACs mulai diturunkan untuk
mencegah kenaikan kualitas uap.
Pukul 01.22,30 operator melihat
cetakan parameter sistem reaktor pada
monitor pemantau. Data menunjukkan
bahwa operator harus segera men
shutdown reaktor dalam situasi
mekanisme shutdown otomatis tidak
bekerja tersebut. Namun yang terjadi
operator tetap melanjutkan percobaan.
8
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
Modeling kumputer menunjukkan pada
saat tersebut hanya terdapat enam, tujuh,
atau delapan batang kendali dalam teras,
padahal semestinya tidak boleh kurang
dari 30 batang kendali(sesuai instruksi
manual).
Pada pukul 01.23,04 percobaan
dimulai lagi dengan daya 200 MWt, dan
katup aliran uap utama menuju turbin
nomor 8 dimatikan. Sistem proteksi
keselamatan otomatis yang akan aktif
pada saat kedua turbin mati sengaja
dimatikan oleh operator, meskipun hal ini
tidak termasuk prosedur percobaan.
Selanjutnya daya reaktor mulai naik dari
200 MWt dan ACs turun.
Sedetik kemudian aliran air
pendingin utama dan air umpan
dikurangi, hal ini menyebabkan kenaikan
suhu air yang memasuki reaktor dan
meningkatkan pembangkitan uap. Sejurus
kemudian daya reaktor naik secara
cepat(promt critical excursion) dan
mandor yang berjaga memerintahkan
untuk segera menshutdown reaktor.
Namun perintah tersebut sangat terlambat
karena untuk menurunkan batang kendali
secara otomatis dibutuhkan waktu 20
detik, padahal baru 0,03 detik berselang
alarm sudah berbunyi.
Sistem keadaan darurat tidak
mampu mengatasi kondisi tersebut, daya
reaktor naik menjadi 530 MWt dalam
waktu 3 detik untuk kemudian naik
secara drastis secara eksponensial yang
menyebabkan terjadinya pembangkitan
uap serentak. Uap dengan tekanan sangat
tinggi yang terbentuk serentak tersebut
menimbulkan ledakan dahsyat. Kurang
dari sedetik setelah ledakan pertama
segera disusul ledakan kedua yang
disebabkan oleh masuknya udara ke teras
yang menyebabkan bahan bakar dan
beberapa elemen bereaksi dengan
oksigen dan terbakar dahsyat.
KERUGIAN AKIBAT
KECELAKAAN
Ledakan yang terjadi
menyebabkan terhamburnya kurang lebih
1200 ton bahan radioaktif ke atmosfer.
Material tersebut setara dengan aktivitas
sebesar 14 EBq(1018 Bq), sebagian
diantaranya merupakan gas mulia yang
sangat mudah masuk ke jaringan
biologis. Gas yang paling dominan
diperkirakan adalah xenon, setengahnya
merupakan iodine dan caesium dan kira
kira 5% bahan bakar dalam teras ikut
terlempar keluar.[6]
Korban jiwa pertama adalah para
pemadam kebakaran dan termasuk
petugas yang tersulut api pada permukaan
rumah turbin. Paparan radiasi di hari
9
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
pertama diperkirakan sampai dengan
20.000 mSv. Dalam empat bulan
berselang jumlah korban meninggal
sebanyak 28 orang dan disusul 19 orang
kemudian.[6]
Sebanyak lebih dari 135.000
penduduk di kota Pripyat dan Chernobyl,
serta daerah sekitar pada jangkauan 30
km harus dievakuasi dan direlokasi.
Kontaminasi lingkungan mengakibatkan
tercemarnya udara, tanaman, tanah, dan
air, bahkan kontaminan terbawa angin
sampai kawasan Skandinavia.
Dekontaminasi harus dilakukan di
berbagai kawasan dan negara untuk
memastikan keselamatan penduduk.
Reaktor Unit 4 tidak bisa
dioperasikan lagi dan bangunan reaktor
harus ditutup dengan suatu “sarkopagus”
yang terbuat dari beton dengan kerangka
besi baja. Sekian triliun rubel dana
dialokasikan untuk mengatasi dampak
kecelakaan hingga lebih dari sepuluh
tahun pasca kecelakaan. Bahkan di awal
tahun 1990 dihabiskan dana hingga
US$400 juta untuk perbaikan banguan
reaktor yang tersisa. Berbagai perbaikan
disain dan sistem keselamatan harus
ditambahkan pada reaktor RBMK yang
lain.
BAB III
PEMBAHASAN
Kecelakaan reaktor RBMK 1000
Chernobyl yang terjadi pada tanggal 26
April 1986 dapat dikategorikan sebagai
kecelakaan reaktor yang dipicu oleh
adanya kenaikan kritikalitas bahan nuklir
dalam teras reaktor yang tidak terkendali.
Reaktor RBMK mempunyai spesifikasi
sangat rentan terjadi perubahan
kritikalitas pada daya rendah. Pada saat
umpan air pendingin kurang, maka suhu
dan tekanan teras akan naik. Karena
moderator yang digunakan berupa batang
grafit, maka pada kondisi ini moderasi
terhadap netron cepat tetap berlangsung.
Hal ini justru menyebabkan peningkatan
reaksi fisi, dan berlanjut kepada kenaikan
daya reaktor. Kondisi demikian dikatakan
bahwa reaktor RBMK memiliki koefisien
reaktivitas positif.
Berdasarkan urutan kronologi
kejadian sebagaimana telah dipaparkan di
muka dapat dilakukan analisa kegagalan
sistem sebagai berikut:
a. Mekanisme(mechanisme)
Adanya kenaikan daya secara
tibatiba menyebabkan tekanan uap
meningkat secara cepat dan memicu
ledakan pada teras reaktor dua kali
berturutturut dalam selang waktu
kurang dari dua detik. Ledakan
pertama diakibatkan oleh tekanan uap
10
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
yang sangat tinggi, kemudian akibat
adanya kontak dengan udara
menyebabkan bahanbahan dalam
teras bereaksi dengan oksigen
maupun nitrigen hingga memicu
kebakaran dan akhirnya terjadi
ledakan kedua.
b. Kondisi(condition)
Keadaan yang mengiringi
terjadinya kecelakaan, diantaranya
adalah:
• Pelanggaran prosedur kerja
Beberapa pelanggaran prosedur
kerja yang dilanggar oleh operator
reaktor yaitu:
1) Tindakan mematikan sistem
pendingin teras
darurat(emergency core
cooling system);
2) Kesalahan pengesetan batang
kendali sehingga daya turun
drastis menjadi 30 MWt;
3) Pemakaian semua pompa,
termasuk pompa cadangan,
pada saat salah satu turbin
dimatikan;
4) Pengabaian sinyal untuk men
shutdown reaktor pada saat
level air pendingin pada
pembangkit uap menurun;
5) Tindakan tetap melanjutkan
percobaan dengan hanya 68
batang kendali, padahal
saharusnya tidak boleh kurang
dari 30 batang kendali;dan
6) Tindakan menutup saluran
uap ke turbin nomor 8 dan
pengabaian sistem proteksi
keselamatan otomatis.
• Operator yang kurang terlatih
Tindakan operator yang spekulatif
dan hanya mencobacoba pada
saat memberikan tanggapan
terhadap adanya penyimpangan
sistem disebabkan kurangnya
ketrampilan dan pengetahuan
yang dimilikinya. Hal ini masih
ditambah dengan kurangnya
persiapan dalam melakukan
percobaan dan rendahnya
kesadaran adanya kemungkinan
bahaya pada saat pelaksanaan
percobaan.
• Kelemahan disain reaktor
Dua poin penting yang menjadi
kelemahan reaktor RBMK adalah:
1) Koefisien reaktivitas positif,
dimana dengan adanya
kenaikan temperatur dan
tekanan teras, akan semakin
menambah daya reaktor; dan
2) Tidak adanya sistem
pengungkung dan
penyungkup teras reaktor
11
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
yang berakibat saat terjadi
ledakan sebagian material
dalam teras reaktor terhambur
ke udara dan mengakibatkan
kontaminasi.
c. Kendala(constraint)
• Budaya kerja yang buruk
Budaya kerja yang
mengutamakan keselamatan
sebagai prioritas utama
merupakan filosofi dasar untuk
menekan risiko kegagalan. Pada
peristiwa kecelakaan Chernobyl,
terdapat fakta bahwa pada
kondisikondisi kritis tertentu
dimana operator masih
mempunyai kesempatan untuk
menshutdown reaktor guna
menghindari kegagalan fungsi,
ternyata diabaikan dan prioritas
yang dipilih adalah tetap
melanjutkan percobaan.
Pertimbangan praktisnya adalah
dengan menuntaskan percobaan
maka tidak perlu menunda
percobaan hingga tahun depan,
karena percobaan hanya bisa
dilakukan sebelum mematikan
reaktor. Keputusan ini
memperlihatkan bahwa prioritas
keselamatan tidak menjadi
pertimbangan utama.
• Suasana Ipoleksosbudhankam
Blok Timur
Suasana persaingan pengaruh
dalam perang dingin antara Blok
Barat(Amerika Serikat cs.)
dengan Blok Timur(Uni Soviet
cs.) ikut memberikan kontribusi
yang tidak langsung terhadap
kecelakaan Chernobyl. Suasana
demikian menyebabkan Uni
Soviet dan Amerika Serikat
berlombalomba mengembangkan
teknologi mutakhir untuk
menunjukkan supremasinya
terhadap dunia.
Masingmasing blok bersifat
tertutup satu sama lain dan
seringkali merahasiakan teknologi
yang dikuasainya. Demikian
halnya dalam lingkup teknologi
nuklir. Uni Soviet
mengembangkan tipe reaktor
tersendiri yang dikenal sebagai
reaktor RBMK. Dalam suasana
persaingan, seringkali banyak
faktor termasuk faktor
keselamatan yang diabaikan, atas
nama kepentingan negara.
• Standar keselamatan yang rendah
Suasana ekonomi Uni Soviet yang
seringkali tidak stabil dalam
sistem negara komunis
12
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
menyebabkan terbatasnya dana
atau anggaran untuk
mengembangkan teknologi.
Kondisi demikian mendorong
dilakukannya penghematan dalam
setiap perencanaan, disain dan
penerapan teknologi. Hal inilah
yang kemudian menghasilkan
produk teknologi yang lebih
murah dengan menekan standar
keselamatan. Disain reaktor tanpa
sistem pengungkung dan
penyungkup merupakan bukti
paling menonjol.
• Kebijakan Internasional
IAEA sebagai badan PBB yang
mempunyai kewenangan untuk
mengawasi pemanfaatan
teknologi nuklir seringkali tidak
berdaya menghadapi kekuatan
negara super power sebagaimana
Amerika Serikat dan Uni Soviet.
IAEA tidak dapat menjangkau
pengawasan terhadap penggunaan
bahan nuklir di negaranegara
anggota pakta militer, sehingga
ketentuan safeguard seringkali
hanya diterapkan untuk negara
negara kecil.
Dunia internasional nampaknya
belum tersadar akan adanya
kemungkinan kegagalan sistem
reaktor yang memungkinkan
terjadinya pelepasan zat radioaktif
ke lingkungan hidup, terlebih
apabila ada ledakan. Hal demikian
membuat sistem standar
keselamatan reaktor masih
mengizinkan adanya reaktor tanpa
sistem pengungkung dan
penyungkup.
Paska kecelakaan Chernobyl
membuka mata dunia akan fakta terdapat
risiko kegagalan sistem reaktor yang bisa
berdampak hingga ke luar tapak reaktor,
bahkan hingga berdampak antar negara
dan benua. Kesadaran ini merupakan
pembelajaran untuk meningkatkan
standar keselamatan reaktor dan menjadi
koreksi tegas bahwa sistem reaktor
generasi selanjutnya harus dilengkapi
dengan sistem pengungkung dan
penyungkup sebagai prasayarat mutlak.
Adapun bagi Uni Soviet,
perbaikan dan modifikasi kemudian
dilakukan terhadap reaktor RBMK yang
masih beroperasi. Modifikasi tersebut
mencakup penyempurnaan sistem batang
kendali dan penyerap netron, yang
berdampak secara langsung untuk
menaikkan pengkayaan bahan bakar dari
1,8% menjadi 2,4% U235 untuk
meningkatkan kestabilan reaktor pada
daya rendah. Sistem shutdown otomatis
13
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
reaktor dimodifikasi sedemikian hingga
mencapai respon yang lebih cepat.
Perlengkapan pemantauan otomatis juga
ditambahkan. Berbagai perbaikan yang
telah dilakukan memastikan tidak akan
ada lagi kejadian kecelakaan seperti
Chernobyl sebagaimana dinyatakan oleh
German Nuclear Safety Agency dalam
laporannya[4].
Di sisi sumber daya manusia,
pengalaman Chernobyl menyadarkan
untuk memberikan pelatihan yang
memadai bagi setiap operator reaktornya.
Bahkan beberapa tim operator diberikan
kesempatan untuk mengikuti studi
banding ke berbagai reaktor di negara
negara barat atas kerja sama dengan
IAEA. Pembinaan sumber daya manusia
yang memadai diharapkan akan
meningkatkan kesadaran akan pentingnya
penerapan budaya keselamatan pada
setiap tingkatan organisasi yang terlibat
dalam pengoperasian reaktor nuklir.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Kecelakaan Reaktor Chernobyl Unit
4 disebabkan oleh faktor manusia.
2. Faktor manusia yang paling
berpengaruh sebagai penyebab
kecelakaan adalah pelanggaran
prosedur kerja, keahlian operator
yang kurang memadai, dan rendahnya
budaya keselamatan di lingkungan
kerja.
3. Kondisi lingkungan kerja yang
kurang mendukung tidak bisa
dilepaskan dari sistem ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan negara Uni
Soviet pada saat itu.
4. Badan dunia yang berwenang
mengawasi pemanfaatan tenaga
nuklir seringkali tidak dapat
menjangkau negaranegara adi kuasa,
yang berakibat lemahnya penegakan
standar yang telah ditetapkannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. ........, Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir, http://www.en.wikipedia.org.
2. Permana Sidik, Energi Nuklir dan
Kebutuhan Energi Masa Depan,
Inovasi Online Vol.5/XVII, Jakarta,
2005.
3. ........, Backgrounder on Chernobyl
Nuclear Power Plant Accident, http://
www.nrc.gov/reading
collections/factsheets/chernobyl...
4. F Mould. Richard, Chernobyl: The
Real Story, Pergamon Press, New
14
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 – 6 Agustus 2009
South Wales, 1988.
5. Cox Sue dan Tait Robin, Safety,
Reliability and Risk Management: an
Integrated approach, edisi ke dua,
hal.182., ButterworthHeinemann,
Singapura, 1998.
6. ........., Criticality Accident,
http://www.en.wikipedia.org/wiki/
7. IAEA, The INES: For prompt of
communication of safety significant,
INES, Vienna, 1999.
15