contoh, tugas pkn

8
"Aneh, Koruptor Dipelihara Negara" Selasa, 20 November 2012 13:22 WIB Susi Fatimah - Okezone JAKARTA- Kebijakan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang mengeluarkan surat edaran agar tidak mengangkat kembali pejabat yang pernah terlibat kasus korupsi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dinilai aneh. Hal itu dikatakan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho dalam diskusi di Kementrian Hukum dan HAM, Selasa (20/11/2012). Menurut Emerson, surat edaran tersebut tak efektif lantaran tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Selain itu surat edaran tersebut juga tak memiliki jangka waktu yang jelas hingga kapan surat edaran tersebut berlaku. "Pak Gamawan cukup baik pakai surat edaran, tapi tidak ada waktu yang jelas sampai kapan. Harusnya dalam surat edaran isinya dipecat," ujar Emerson. Lebih lanjut, Emerson menegaskan, tidak ada untungnya pemerintah menaruh seorang koruptor untuk menduduki jabatan struktural. Terlebih pajak dari masyarakat digunakan untuk membayar mereka para koruptor. "Apa untungnya mempertahankan koruptor? Di Amerika jelas tidak diperbolehkan selama lima tahun untuk menduduki jabatan- jabatan struktural. Dan ini negeri celaka kalau koruptor digaji uang rakyat," katanya. Katanya, peraturan di Indonesia juga aneh, ketika negara- negara lain bersama-sama mencari cara bagaimana agar dapat

Upload: novi-fitriyani

Post on 10-Jul-2016

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Contoh Berita

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh, Tugas PKn

"Aneh, Koruptor Dipelihara Negara"Selasa, 20 November 2012 13:22 WIB

Susi Fatimah - Okezone

JAKARTA- Kebijakan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang mengeluarkan surat edaran agar tidak mengangkat kembali pejabat yang pernah terlibat kasus korupsi sebagai

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dinilai aneh.

Hal itu dikatakan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho dalam diskusi di Kementrian Hukum dan HAM, Selasa (20/11/2012).

Menurut Emerson, surat edaran tersebut tak efektif lantaran tidak memiliki kekuatan hukum

tetap. Selain itu surat edaran tersebut juga tak memiliki jangka waktu yang jelas hingga kapan surat edaran tersebut berlaku. "Pak Gamawan cukup baik pakai surat edaran, tapi tidak ada waktu yang jelas sampai kapan. Harusnya dalam surat edaran isinya dipecat," ujar Emerson. 

Lebih lanjut, Emerson menegaskan, tidak ada untungnya pemerintah menaruh seorang koruptor untuk menduduki jabatan struktural. Terlebih pajak dari masyarakat digunakan untuk membayar mereka para koruptor.

"Apa untungnya mempertahankan koruptor? Di Amerika jelas tidak diperbolehkan selama lima tahun untuk menduduki jabatan-jabatan struktural. Dan ini negeri celaka kalau koruptor digaji uang rakyat," katanya.

Katanya, peraturan di Indonesia juga aneh, ketika negara-negara lain bersama-sama mencari cara bagaimana agar dapat menghukum koruptor, namun di Indonesia justru mempertahankan koruptor untuk menduduki jabatan struktural.

Terlebih, kata Emerson, maraknya pejabat daerah yang terlibat korupsi mengajukan Peninjauan Kembali (PK), sehingga PK kerap dijadikan alat untuk mereka kembali lagi menjabat di daerah.  Dia menegaskan agar para kepala daerah harus membatalkan surat pengangkatan koruptor yang ingin kembali menduduki jabatan struktutal. Selain itu, pemerintah juga harus membuat regulasi untuk para PNS yang tersandung kasus korupsi tidak lagi menjabat. 

"Pasal 34 UUD 45 fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. Yang ada sekarang fakir miskin dan koruptor dipelihara negara. Aneh kan," tutupnya. 

(ugo)

Page 2: Contoh, Tugas PKn

Warga Tak Hafal Pancasila Kena SweepingMinggu, 01 Juni 2008 17:51 WIB

JEMBER - Sejatinya Pancasila hanya berarti jika nilai-nilainya diamalkan sesuai dengan sikap dan perbuatan sehari-hari. Namun Pemuda Pancasila Kabupaten Jember punya cara

sendiri untuk mengingatkan masyarakat akan falsafah bangsa Indonesia itu. Organisasi yang memiliki seragam kebesaran berwarna loreng orange itu melakukan sweeping kepada warga yang tak hafal teks Pancasila.

Usai melakukan upacara pengibaran bendera Merah-Putih memperingati hari Pancasila pada 1 Juni, puluhan aktifis PP melakukan razia atau sweeping disekitar Alun-alun Jember. Kali ini yang kena giliran awal yakni seorang pengacara yang juga warga

keturunan Tionghoa Rudi Sutedja. Ia diminta oleh puluhan aktivis PP untuk melafalkan lima butir Pancasila. Pada sila pertama, Rudi melafalkan dengan lancar. Namun pada sila kedua dan ketiga dia tidak hafal samasekali. 

Bahkan ada beberapa butir sila yang salah saat mengucapkannya. "Dua, kesejahteraan yang adil bagi manusia," kata Rudi Sutedja. Tak ayal butir kedua Pancasila itu diteriaki "salah, ayo ulang" oleh puluhan aktivis PP. "Sila kedua Pancasila yang benar itu Kemanusiaan yang adil dan beradab," timpal salah soerang aktivis PP Nanggik. 

Ia kemudian memandu Rudi Sutedja untuk melafalkan Pancasila. Setelah hafal Pancasila,Rudi diminta untuk hormat dan mencium bendera sang saka merah putih sebagai simbol kesetiaan pada negara. Ternyata tidak hanya Rudi saja yang kena razia Pancasila, namun tukang becak pedagang kaki lima sampai petugas Satpol PP pun juga mendapat giliran. 

Salah seorang petugas Satpol PP M Joko bersama lima temannya awalnya siap-siap cabut ketika didatangi ke Kantor Pemkab oleh puluhan aktivis PP. Dikiranya PP akan melakukan demontrasi. Eh...tak tahunya hanya minta menghafalkan Pancasila. Beruntung M Joko hafal lima butir Pancasila. Ganjarannya, Joko dihadiahi satu dus mi instant dan satu bendera merah putih.

Ketua Majelis Pimpinan Cabang Pemuda Pancasila Kabupaten Jember Abdul Aried Ismail mengatakan, razia warga yang tidak hafal Pancasila itu sebagai perwujudan agar jangan sampai warga negara sendiri melupakan dasar negaranya.

"Ini sebagai salah satu cara kita untuk mengingatkan warga negara terhadap dasar negara Pancasila. Selain itu juga menumbuhkan rasa nasionalisme yang saat ini sudah mulai pudar karena kepentingan politik sesaat," tandas Abdul Arief Ismail. 

(P Juliatmoko/Sindo/fit)

Page 3: Contoh, Tugas PKn

Seskab Minta Pejabat Sebut Pancasila Tiap PidatoSabtu, 07 Mei 2011 03:01 WIB

Marieska Harya Virdhani – Okezone

DEPOK - Sekretaris Kabinet Dipo Alam menilai timbulnya gerakan makar, kekerasan, dan radikalisme di Tanah Air akhir-akhir ini karena bangsa Indonesia telah melupakan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam butir-butir Pancasila.

Salah satunya yang tengah marak terjadi adalah penyebaran doktrin Negara Islam Indonesia (NII)

di kalangan generasi muda. Menurut Dipo saat ini masyarakat terlalu larut dengan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga lupa dengan pentingnya falsafah Pancasila.

“Saya pikir kita terlalu mendewa-dewakan dunia barat soal HAM, bagus sih, begitu juga dengan demokrasi, tetapi jangan lupakan Pancasila, biar gimana Pancasila penting, bukan hanya masalah P4, harus diperhatikan,” tegasnya di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Jumat (06/05/11).

Dipo menambahkan seluruh pihak harus mampu memelihara semangat Pancasila. Salah satunya adalah para pemimpin bangsa atau pejabat diminta untuk menyebut Pancasila dalam setiap kali kesempatan berpidato di sejumlah acara.

“Bukan hanya NII, tetapi PKI saja timbul sekarang, semua lembaga negara termasuk pemerintah akan pikirkan ini, semua pemimpin bangsa, pejabat kalau pidato harus menyebut pancasila, di NTT saja pastur pidato masih sebut Pancasila,” ujarnya.

Seluruh pejabat, kata dia, tak boleh lupa dengan makna dan nilai Pancasila. “Kita sudah rindukan Pancasila, dikemanakan Pancasila, ini perlu diingatkan kembali kepada para pemimpin bangsa,” tandasnya. 

(ful)

Page 4: Contoh, Tugas PKn

"Ada Upaya Pengkaburan Nilai-Nilai Pancasila"Jumat, 14 Mei 2010 12:55 WIB

YOGYAKARTA - Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM melihat salah satu sebab yang menimbulkan melemahnya jiwa dan karakter nasionalisme bangsa Indonesia adalah adanya pengkaburan nilai-nilai Pancasila khususnya melalui Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn). 

Staf peneliti PSP UGM Heri Santoso mengatakan, pengkaburan antara lain dilakukan pengubahan nama PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) menjadi Pkn saja.

“Meskipun kelihatan sepele, namun ini jelas merupakan salah satu upaya pelemahan nilai-nilai Pancasila,” kata Heri di kampus UGM, Jumat (14/5/2010).

Disamping itu, imbuh Heri, kurikulum Pkn di tingkat SLTA khususnya hanya mencantumkan pokok bahasan Pancasila dalam sub bab kecil di

kelas XII saja. Padahal Pancasila adalah salah satu sarana penumbuhan semangat nasionalisme dan pembangunan karakter bangsa yang efektif. 

“Dalam mata pelajaran PKN pokok bahasan tentang nasionalisme hanya mendapat porsi yang kecil dalam mata pelajaran Pkn tingkat SLTA, sedangkan sebagian besar pokok bahasan Pkn adalah tata negara,” ujarnya.

Heri mengatakan, dalam sebuah penelitian yang dilakukan Pusat Studi Pancasila terhadap 10 sekolah di wilayah Bantul dengan melibatkan 201 responden terungkap bahwa dengan kurikulum dan pembejalaran Pancasila saat ini para guru mengaku sulit menumbuhkan jiwa nasionalisme dan karakter bangsa. Kurikulum yang ada hanya memungkinkan pengembangan karakter berupa hapalan (kognisi) sedangkan afeksi (penumbuhan mental) diabaikan.

“Di sini memang ada reduksi pendidikan Pancasila kita yang ditengarai dilakukan secara by design,” jelas Heri. Kondisi ini, imbuh Heri, juga diperparah dengan tidak dimasukkannya Pkn dalam mata pelajaran yang diujikan di Ujian Nasional (Unas) . Artinya dengan ada atau tidak adanya Pkn dianggap tidak berpengaruh terhadap apapun. “Para guru dan siswa menjadi malas terhadap mata pelajaran ini,” katanya.

(Satria Nugraha/Trijaya/mbs)

Page 5: Contoh, Tugas PKn

Habibie Prihatin Pancasila Diidentikkan dengan OrbaRabu, 01 Juni 2011 11:30 WIB

K. Yudha Wirakusuma - Okezone

JAKARTA - Mantan Presiden Republik Indonesia BJ Habibie menyatakan masyarakat banyak yang terperangkap dalam pemahaman bahwa Pancasila hanya milik rezim tertentu.

"Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Habibie saat Pidato Kebangsaan di Gedung Nusantara IV, DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/6/2011).

Harus diakui, kata dia, di masa lalu memang terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur, dan massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah sebagai "tidak Pancasilais" atau "anti Pancasila”

Pancasila, lanjutnya, diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggap sebagai simbol, sebagai ikon, dan instrumen politik rezim sebelumnya.

"Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan," imbuhnya. Ia menuturkan pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu merupakan kesalahan mendasar.

"Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan, atau orde tertentu. Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama Indonesia," ungkapnya diiringi oleh tepuk tangan.

Sepanjang Indonesia masih ada, tegas Habibie, Pancasila akan menyertai perjalanannya. "Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan," pungkasnya. 

(ful)