contoh proposal pkl

Upload: ibadphysc-ubraade

Post on 13-Oct-2015

1.077 views

Category:

Documents


136 download

DESCRIPTION

contoh proposal Praktek kerja lapang

TRANSCRIPT

Laporan Kuliah Kerja Lapang

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGRESPON TLD 600H-100H TERHADAP FOTONEUTRON

Di Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) BATAN, Jakarta Selatan

Disusun Oleh :MUHAMMAD IBADURROHMAN 115090301111001

JURUSAN FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014LEMBAR PENGESAHANLAPORAN KULIAH KERJA LAPANG

RESPON TLD 600 700 TERHADAP FOTONEUTRON

Di Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi PTKMR BATAN Jakarta Selatanpelaksanaan : 30 Juni 18 Juli 2014

Oleh :MUHAMMAD IBADURROHMAN115090301111001Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

Drs. Johan A. E. Noor, M.Sc., PhDNIP. 1965032519900021004Pembimbing Lapang

Muhammad IbadurrohmanNIP. 115090301111001

Mengetahui,Ketua Jurusan Fisika

Drs. Adi Susilo, M.Si., Ph. D NIP. 196312271991031002KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Nikmat dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kuliah Kerja Lapang (KKL) yang berjudul Respon TLD 600 700 Terhadap Fotoneutron di Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) BATAN, Jakarta Selatan. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta dukungan dari semua pihak, proposal ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Keluarga (orang tua dan adik-adik) yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis agar menjadi orang yang lebih baik.2. Bapak Adi Susilo, Ph.D., selaku ketua jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya Malang. 3. Bapak Drs. Johan Andoyo E. Noor, M.Sc., PhD., selaku Dosen Pembimbing4. KKL yang telah memberi pengarahan dan bimbingan dalam penulisan ini.5. Semua teman-teman seperjuangan Fisika 2011 khususnya kelas B yang selalu menemani dan memberikan masukan kepada penulis.Akhir kata, penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas segala bentuk kekurangan baik dalam pelaksanaan maupun penyusunan laporan ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga Semoga segala yang tertulis dalam laporan Kuliah Kerja Lapang ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Penulis juga mengaharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan laporan ini.Malang, Juni 2014

Penulis

DAFTAR ISILEMBAR PENGESAHANiiKATA PENGANTARiiiDAFTAR ISIivBAB I PENDAHULUAN11.1.Latar Belakang11.2.Tujuan11.2.1.Tujuan Umum11.2.2.Tujuan Khusus21.3.Manfaat21.3.1.Bagi Mahasiswa21.3.2.Bagi Perguruan Tinggi dan Instansi2BAB II GAMBARAN UMUM PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN METROLOGI RADIASI (PTKMR) BATAN32.1.Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR)32.1.1.Sejarah32.1.2.Visi dan Misi42.1.3.Tujuan dan Sasaran42.1.4.Struktur Organisasi52.2.Secondary Standard Dosimetry Laboratory (SSDL)72.2.1.Sejarah72.2.2.Tujuan72.2.3.Tanggung Jawab72.2.4 Kalibrasi dan Interkomparasi8BAB III TINJAUAN PUSTAKA103.1.Dosimetri103.2.Fotonetron123.3.Dosimeter Termolumenesensi (TLD)153.4.Linear Accelarator (LINAC)18BAB IV METODE PELAKSANAAN214.1. Waktu dan Pelaksanaan214.2. Metode Kegiatan214.2.1. Observasi214.2.2. Wawancara214.2.3. Studi Literatur214.4. Pelaksanaa Kuliah Kerja Lapang22BAB IV PENUTUP23Daftar Pustaka24

Laporan Kuliah Kerja Lapang

Jurusan Fisika UB MalangPage 8

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangMahasiswa yang berkompeten adalah mahasiswa yang bukan hanya menguasai ilmu dan teori dari bangku kuliah saja, tapi juga dituntut aktif, terampil, dan peka dalam menghadapi segala permasalahan dan perkembangan teknologi yang ada diluar kampus. Banyak permasalahan yang akan ditemui ketika terjun langsung ke lapangan. Oleh karena itu, untuk mengembangkan disiplin ilmu yang dimilikinya, seorang mahasiswa dituntut bisa mengaplikasikan ilmu yang dimiliki untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan. Salah satu cara mengembangkan dan mengaplikasikan disiplin ilmunya tersebut adalah dengan Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Dari KKL tersebut, diharapkan mahasiwa dapat belajar dan mempersiapkan diri untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan dengan mengaplikasikan disiplin ilmu yang dimilikinya.Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya merupakan jurusan yang banyak mempelajari ilmu fisika secara teori dibandingkan dengan praktik. Ilmu fisika yang dipelajari disini merupakan ilmu dasar dari semua ilmu rekayasa dan teknologi terapan. Jurusan Fisika memiliki beberapa kelompok bidang minat (KBM), salah satunya adalah KBM Biofisika yang berkaitan dengan lingkungan dan dunia medis. Kuliah Kerja Lapang (KKL) merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa jurusan fisika di Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Dengan adanya mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dalam dunia kerja.1.2. Tujuan1.2.1. Tujuan UmumSecara umum, tujuan pelaksanaan KKL ini adalah untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan ke dalam dunia kerja, dan juga untuk memenuhi beban satuan kredit semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai persyaratan akademis di Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang khususnya dalam bidang minat Biofisika.

1.2.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan Khusus dari KKL ini adalah untuk mengetahui Respon TLD 600H 100H terhadap fotoneutron, sehingga didapatkan kurva tanggapan yang digunakan sebagai kurva kalibrasi.

1.3. Manfaat1.3.1. Bagi MahasiswaManfaat bagi mahasiswa yang diperoleh dari KKL ini diantaranya dapat mengenal dunia kerja dan memahami kondisi riil di lapangan sehingga dapat mengetahui cara menerapkan ilmu yang didapat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada serta dapat melakukan persiapan untuk menghadapi permasalahan lainnya yang lebih kompleks. Selain itu dapat melatih kemampuan bersosialisasi dan komunikasi dengan orang lain sehingga mahasiswa siap terjun langsung ke masyarakat khususnya dalam bidang yang ditekuninya.

1.3.2. Bagi Perguruan Tinggi dan InstansiManfaat bagi perguruan tinggi dan instansi antara lain dapat meningkatkan kerjasama antara perguruan tinggi dan instansi yang bersangkutan dan mendapatkan tambahan referensi, yang berguna untuk meningkatkan serta mengembangkan materi perkuliahan dan kurikulum bagi perguruan tinggi dan untuk menentukan program kerja yang lebih baik bagi instansi, yang sesuai dengan perkembangan IPTEK.

BAB IIGAMBARAN UMUM PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN METROLOGI RADIASI (PTKMR) BATAN

2.1.Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) 2.1.1.SejarahPusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) merupakan salah satu unit kerja di BATAN yang berada di Pusat Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Pasar Jumat Jakarta Selatan. Ditinjau dari sejarah dan perkembangannya, PTKMR-BATAN sebagai unit Eselon II di lingkungan Deputi Penelitian Dasar dan Terapan telah mengalami beberapa kali tahapan mulai dari tahap penyiapan dan tahap penyempurnaan organisasi. Hal ini sejalan dengan perkembangan organisasi BATAN. Tahap Penyiapan (1974 -1978)

TahunUraian

1974Pembentukan proyek Standardisasi, Kalibrasi, dan Instrumentasi (SKIN) yang mempunyai tugas utama mendirikan Laboratorium Kalibrasi dan Standardisasi.

1978Proyek SKIN diperluas menjadi proyek Peningkatan Keselamatan Radiasi untuk Kesehatan Masyarakat (PPKR) dengan tugas utama membangun dan mengoperasikan laboratorium acuan nasional di bidang keselamatan. PPKR ini berperan sebagai embrio terbentuknya Pusat Dosimetri dan Standardisasi (PDS).

Tahap Penyempurnaan (1980 sekarang)TahunUraian

1980Terbentuknya Pusat Standardisasi dan Dosimetri (PDS) berdasarkan Keppres No. 14 Tahun 1980 yang dijabarkan dalam Surat Keputusan Dirjen BATAN No. 31/DJ/13/IV/1981 Tanggal 13 April 1981. Tanggal 13 April 1981 inilah yang ditetapkan sebagai awal berdirinya unit Pusat Dosimetri dan Standardisasi.

1985Terbentuknya Pusat Standardisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi (PSPKR) berdasarkan Keppres No. 85 Tahun 1985 yang dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Keputusan Dirjen BATAN No. 127/ DJ/XII/1986.

2005Berdasarkan Peraturan Kepala BATAN No. 392/KA/XI/2005 tanggal 24 Nopember 2005, P3KRBiN disempurnakan menjadi Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) yang mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang dosimetri, biomedika, teknik nuklir kedokteran, dan pelaksanaan pelayanan metrologi radiasi, serta pelayanan pengendalian keselamatan kerja dan kesehatan.

2.1.2.Visi dan MisiVisi PTKMR adalah menjadi pusat acuan nasional dalam bidang keselamatan radiasi dan aplikasi teknologi nuklir bidang kesehatan. Dalam upaya mencapai visi tersebut PTKMR mempunyai misi sebagai berikut: 1. Melaksanakan penelitian dan pengembangan IPTEK kedokteran dan biomedika nuklir 2. Melakukan pengembangan dan pengkajian serta penerapan IPTEK keselamatan, keamanan, dan kesehatan radiasi 3. Menyelenggarakan pelayanan masyarakat dan industri dengan sistem mutu. 2.1.3.Tujuan dan Sasaran

Tujuan PTKMR adalah mewujudkan penyelenggaraan pengkajian, penelitian, pengembangan, dan penerapan di bidang keselamatan radiasi dan biomedika nuklir dalam rangka menghasilkan teknologi keselamatan radiasi dan biomedika nuklir yang unggul, ekonomis, dan bermanfaat bagi masyarakat. Sasaran utama PTKMR dalam pembangunan IPTEK nuklir untuk litbang keselamatan radiasi dan biomedika nuklir guna mendukung tercapainya landmark BATAN di bidang energi, biotek dan kesehatan, serta manufaktur adalah: 1. Laboratorium Keselamatan Radiasi PTKMR diakui sebagai fasilitas acuan nasional 2. Laboratorium Aplikasi Teknologi Nuklir di bidang kesehatan dan kedokteran yang ada di PTKMR menjadi Center of Exellence dalam aplikasi teknologi nuklir di bidang kesehatan dan kedokteran 3. Paket teknologi penanggulangan penyakit berpola infeksi yang berbasis teknologi nuklir 4. Kepuasan pelanggan dalam bidang layanan keselamatan radiasi dan biomedika nuklir 5. Terciptanya jejaring kerja fasilitas-fasilitas pertolongan pertama pada kedaruratan nuklir di Indonesia 6. Terlaksananya penguatan manajemen mutu unit kerja melalui sistem mutu.

PTKMR merupakan satker koordinator kegiatan yang termasuk dalam sasaran utama BATAN bidang Bioteknologi dan Kesehatan tahun 2005 2010. Pada tanggal 26 Februari 2008 telah dilakukan revisi kedua terhadap dokumen sasaran utama BATAN bidang Bioteknologi dan Kesehatan periode 2005 2010.2.1.4.Struktur Organisasi

Adapun beberapa bagian/bidang yang ada di PTKMR yaitu: 1. Bagian Tata Usaha, bertugas mengkoordinasikan tugas-tugas seperti keuangan, kepegawaian, dan umum. Adapun rincian tugas tata usaha secara keseluruhan adalah menyusun rencana dan program kerja tahunan, melaksanakan urusan surat menyurat yang meliputi surat masuk, surat keluar, ekspedisi, kearsipan, dan dokumentasi, melaksanakan pengaturan perizinan tamu, melaksanakan urusan kepegawaian yang meliputi perencanaan kebutuhan/formasi, pemutasian, pemensiunan, pengembangan pegawai, dan lain-lain.2. Bidang Dosimetri, mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang Dosimetri untuk menghasilkan teknologi proteksi radiasi pekerja radiasi dan lingkungan, pengukuran aktifitas dan dosis radiasi untuk kalibrasi dan standardisasi radionuklida, aplikasi medik bidang radiodiagnostik dan radioterapi serta melaksanakan kerjasama dan penyebarluasan hasil-hasil penelitian. Dalam pelaksanaan tugasnya bidang Dosimetri didukung oleh tenaga-tenaga ahli di bidang proteksi radiasi, radiokimia, fisika medik, lingkungan, dan radioekologi.3. Bidang Metrologi Radiasi, mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang metrologi radiasi yang terdiri dari tiga unit eselon IV yaitu sub bidang standardisasi, sub bidang kalibrasi dan sub bidang instrumentasi. 4. Bidang Keselamatan dan Kesehatan, bertanggung jawab pada pengawasan keselamatan dan kesehatan baik karyawan maupun sekitarnya. Misalnya keselamatan bengkel, keselamatan peralatan listrik, keselamatan bahan kimia, pemantauan perorangan, dan lain sebagainya. 5. Bidang Teknik Nuklir Kedokteran, bertanggung jawab melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang Teknik Kedokteran Nuklir. Dalam melaksanakan kegiatannya, bidang Teknik Kedokteran Nuklir dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok in vivo terapi dan in vitro. Kelompok in vivo terapi memiliki rincian tugas bidang yaitu melaksanakan penelitian dan pengembangan pemanfaatan teknik nuklir dalam kedokteran untuk penunjang diagnostik fa'ali dan terapi radiasi interna. Sedangkan kelompok in vitro memiliki rincian tugas bidang yaitu melaksanakan penelitian dan pengembangan pemanfaatan teknik nuklir dalam kedokteran untuk penunjang diagnostik secara laboratorium menggunakan sample biologis.6. Bidang Biomedika, dibagi menjadi dua kelompok utama penelitian yaitu kelompok Radiobiologi dan Biomedika Nuklir. Kelompok Radiobiologi mengembangkan penelitian dan pengkajian interaksi antara radiasi pengion dengan materi biologi. Sedangkan kelompok Biomedika Nuklir mengembangkan penelitian untuk pemanfaatan radiasi dan atau sumber radiasi untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan biomedik. Kelompok Radiobiologi selain melakukan penelitian juga melakukan kegiatan pelayanan pemeriksaan aberasi kromosom pekerja radiasiBagan Struktur OrganisasiPusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) - BATANPUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN METROLOGI RADIASIDrs. Susetyo Trijoko, M.App.ScSubBagian KeuanganIrwan Nursal, SESubBagian Persuratan Kepegawaian, dan Dokumentasi IlmiahSetyo Rini, SEBagian Tata UsahaDrs. Nazar W. IskandarmoudaSubBagianPerlengkapanSandya Eko R., SHBidang Teknik Nuklir Kedokteran dan Biologi Radiasi

Dra. Zubaidah, M.ScBidang RadioekologiDadong Iskandar, M.EngBidangKeselamatan Kerjadan DosimetriDr. Johannes R. DumaisBidangMetrologi RadiasiGatot Wurdiyanto, M.EngUNIT JAMINAN MUTUAsep Setiawan, M.SiSubBidangKesehatan Radiasidr. Tatin R. HartiarsahSubBidang Keselamatan LingkunganDr. Eko PujadiSubBidangKeselamatan Kerja danProteksi RadiasiDra. NazarohSubBidangKalibrasi Alat Ukur RadiasiDra. Nur RohmahSubBidangStandardisasi Radionuklidadan InstrumentasiWijono, STSubBidangDosimetri MedikIr. Ismanto Jumadi1. Kel. Radioekologi Kelautan2. Kel. Radioekologi Terestrial 1. Kel. TNK 2. Kel. Radiobiologi 1. Kel. Keselamatan Radiasi 2. Kel. Dosimetri 1. Kel. Metrologi Dosis Radiasi 2. Kel. Metrologi Radioaktif Keterangan :Eselon II : 1Eselon III : 5Eselon IV : 10Struktur OrganisasiPusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi21 Januari 2014KelompokJabatan Fungsional Utama

2.2.Secondary Standard Dosimetry Laboratory (SSDL) 2.2.1.Sejarah

Saat ini di dunia hanya ada 20 negara yang memiliki Laboratorium Dosimetri Standar Primer (Primary Standard Dosimetry Laboratory, PSDL). Dengan kondisi yang demikian ini mereka tidak mungkin dapat mengkalibrasi seluruh dosimeter radiasi yang digunakan di seluruh dunia. Untuk mengatasinya, International Atomic Energy Agency (IAEA) telah membentuk jaringan Laboratorium Dosimetri Standar Sekunder (Secondary Standard Dosimetry Laboratory, SSDL) dalam rangka memantapkan hubungan antara anggota SSDL dan sistem pengukuran Internasional. SSDL Jakarta berada di bidang Metrologi Radiasi PTKMR-BATAN dan tercatat sebagai anggota jaringan SSDL sejak tahun 1984. SSDL Jakarta melaksanakan fungsi sebagai fasilitas kalibrasi tingkat nasional untuk pengukuran dosis radiasi.2.2.2.Tujuan

Tujuan pendirian SSDL adalah untuk memberikan pelayanan kalibrasi dan mengembangkan jaminan mutu dosimetri radioterapi dan proteksi radiasi. Walaupun dalam proteksi radiasi dan pemantauan dosis lingkungan diperlukan tingkat akurasi yang lebih rendah, namun demikian hal ini juga memerlukan metode kalibrasi yang benar.2.2.3.Tanggung Jawab

Tanggung jawab utama SSDL meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Merawat alat ukur standar agar selalu sesuai dengan sistem pengukuran internasional 2. Melaksanakan kalibrasi alat ukur radiasi standar dan menerbitkan sertifikat kalibrasi 3. Menyelengarakan komparasi dosis terapi radiasi untuk institusi-institusi di negara atau wilayahnya dan berpartisipasi dalam komparasi pengukuran yang diselenggarakan oleh jaringan SSDL IAEA/WHO dan APMP 4. Mendokumentasikan dan memelihara catatan-catatan semua prosedur dan hasil-hasil kalibrasi 5. Menyediakan pelatihan pengukuran radiasi dan teknik-teknik kalibrasi 6. Melaporkan status laboratorium dosimeteri standar sekunder, sumber-sumber radiasi, kalibrasi yang dilakukan, dan kegiatan-kegiatan terkait sekali setahun ke sekretariat jaringan SSDL IAEA/WHO.

2.2.4 Kalibrasi dan Interkomparasi 2.2.4.1 Prosedur Kalibrasi

Kalibrasi alat ukur radiasi dilakukan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat ukur dengan cara membandingkannya terhadap standar ukurnya yang telah tertelusur ke standar nasional atau internasional. Sebelum alat dikalibrasi perlu dilakukan pengecekan awal terhadap alat ukur standar maupun alat yang dikalibrasi. Pengecekan meliputi antara lain respon alat teradap radiasi, baterai, stabilitas, arus bocor. Setelah itu alat-alat tersebut disinari di udara maupun di air dengan laju dosis tertentu. Nilai faktor kalibrasi diperoleh merupakan perbandingan antara bacaan alat ukur standar dikalikan faktor kalibrasi alat ukur standar dibagi dengan bacaan alat ukur yang dikalibrasi dan merupakan factor pengali pada bacaan alat ukur tersebut. 2.2.4.2 Pelayanan Kalibrasi

Instansi yang ingin mengkalibrasi alat ukur radiasinya dapat mengajukan permohonan kalibrasi kepada kepala PTKMR dengan membawa surat permohonan yang menyebutkan spesifikasi dari alat yang akan dikalibrasi. Setelah alat dicek dan dinyatakan dapat dikalibrasi, maka kepada pemohon akan diberikan Surat Tanda Terima Asli yang menyebutkan spesifikasi alat yang dikalibrasi, tanggal selesai kalibrasi dan biaya kalibrasi. Lamanya kalibrasi biasanya ditetapkan 14 hari kerja sejak alat tersebut diterima. Instansi pemilik dapat mengambil alat yang telah dikalibrasi dengan menyerahkan Surat Tanda Terima Asli serta menujukkan bukti pembayaran kalibrasi yang dikeluarkan oleh Bendahara Penerima dari Sub Bagian Keuangan. Yang diberikan kembali kepada pemilik adalah alat ukur radiasi berikut sertifikat serta tanda kalibrasi. Pelayanan kalibrasi diberikan untuk semua jenis alat ukur radiasi standar milik BATAN, Instansi Swasta, dan pemerintah di seluruh Indonesia dan keluaran sumber radiasi terapi. 2.2.4.3 Kegiatan Interkomparasi Sejak berdiri pada tahun 1984, SSDL Jakarta selalu berpartisipasi aktif dalam kegiatan interkomparasi dosis sumber radiasi terapi mengunakan TLD yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali oleh IAEA. Pada awalnya program interkomparasi diselenggarakan hanya untuk dosis sinar gamma Co-60. Mulai tahun 1992 kegiatan interkomparasi ini tidak hanya untuk sumber gamma Co-60 tetapi juga untuk berkas foton berenergi tinggi dari pesawat akselerator linear medik.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA3.1. Dosimetri

Dosimetri sangat erat hubungannya dengan pengukuran dosis serap atau besarnya laju dosis yang dihasilkan dari interaksi radiasi dengan materi. Adapun macam besaran dan satuan pada dosis radiasi adalah : 1. Dosis Serap (D) Dosis serap merupakan besaran dosimetri yang dibatasi oleh jumlah energi yang diserap dari radiasi oleh jaringan biologi atau banyaknya energi yang diserahkan oleh radiasi pengion kepada bahan. Dosis serap (D) dirumuskan dengan : (3.1)(3.2)dimana dE adalah jumlah rata-rata energi yang diserap oleh bahan yang bermassa dm. Satuan dosis serap dalam SI adalah : erg/gr 1 rad (radiation obsorbed dose)1 rad = 100 erg/gr 1 rad = 10-2 J.kg-11 rad = 10-2 Gy atau 1 Gy = 100 radDosis serap per satuan waktu Laju dosis serap (Gy.s-1)

2. Dosis Ekivalen Dosis ekivalen berhubungan dengan efek biologi, merupakan perkalian dosis serap dengan faktor bobot radiasi. Faktor bobot radiasi adalah besaran yang merupakan kuantisasi radiasi untuk menimbulkan kerusakan pada jaringan/organ. Dosis ekivalen dalam organ (T) yang menerima penyinaran radiasi (R) yaitu HT.R ditentukan melalui persamaan: HT,R = WR x DT,R(3.3)

dengan DT,R adalah dosis serap dan WR adalah faktor bobot radiasi. Faktor bobot radiasi (WR) menurut jenis dan kelompok energi radiasi dapat dilihat pada tabel 2.1.

3. Dosis Efektif Dosis efektif adalah besaran dosis yang memperhitungkan sensitifitas organ/jaringan. Tingkat kepekaan organ/jaringan tubuh terhadap efek stokastik akibat radiasi disebut faktor bobot organ/jaringan tubuh (WT). Dosis efektif (HE) dalam organ/jaringan (T), yang menerima penyinaran radiasi dengan dosis ekivalen (HT) dirumuskan dengan persamaan : HE = WT x HTSatuan untuk dosis efektif sama dengan dosis ekivalen yaitu Sievert (Sv; Rem). Faktor bobot organ/jaringan tubuh dalam berbagai bagian organ dapat dilihat pada tabel 2.2.

Satuan SI untuk dosis ekivalen adalah Sievert (Sv).1 Sv = 100 Rem1 Sv = 1 J/kg

Dosis radiasi medis internal (MIRD) Comittee dari masyarakat kedokteran nuklir telah memberikan pedoman mengenai metode untuk menghitung dosis radiasi yang diserap perkiraan sejak tahun 1968. The MIRD primer memberikan penjelasan lengkap skema, yang merupakan serangkaian persamaan umum beradaptasi untuk digunakan dengan baik sederhana atau kompleks anatomi dan model kinetika. menurut definisi, dosis yang diserap adalah energi yang diserap dari radiasi pengion per unit massa jaringan. karena dosis serap dari radionuklida didistribusikan secara internal tidak pernah benar-benar seragam, persamaan MIRD memberikan rata-rata, atau berarti, dosis serap untuk volume jaringan (Shani,2001).

3.2. Fotonetron

Untuk menghasilkan neutron melalui sebuah LINAC elektron, reaksi (, n) harus diinduksi dalam target photoneutron yang cocok setelah perubahan e - terjadi. Meskipun elektron energi rendah dipengaruhi reaksi photoneutron yang memberikan efisiensi konversi (, n) rendah dan hanya dapat digunakan pada beberapa material sebagai target photoneutron, penggunaan LINAC elektron energi rendah memberikan beberapa keuntungan seperti kekompakan, kemudahan perpindahan (transportasi) dan kesederhanaan perangkat, membuat suatu sumber neutron alat yang menarik untuk beberapa aplikasi.Elektron menimpa target berat menghasilkan aliran foton bremsstrahlung dimana energi spektrum menunjukkan titik akhir sama dengan energi berkas elektron. Dengan memvariasikan ketebalan sasaran, bisa menemukan optimum ketebalan yang, didefinisikan pada energi, fluks foton maksimum. Foton yang dihasilkan dengan cara ini dapat diarahkan menuju target photoneutron yang cocok, menghasilkan inti senyawa eksitasi yang menunjukkan energi yang sama dengan jumlah dari energi pengikatan neutron terakhir dan kinetik energi (di pusat massa sistem) dari sinar-X. Jika energi eksitasi lebih besar dari energi ikat neutron terakhir di inti banyak, neutron dipancarkan(Auditore et al., 2004).Dalam instalasi akselerator elektron medis, elektron dan foton adalah partikel yang sengaja diproduksi untuk menghancurkan sel-sel kanker, sehingga menghasilkan efek terapi yang diinginkan. Ketika partikel-partikel ini menimpa pada bahan sekitarnya berkumpul di kepala pengobatan, elektron dapat mengalami elektroneutron (e,e'n) interaksi dan foton dapat mengalami interaksi fotoneutron (, n). Keadaan pertama (e,e'n) sekitar 100 kali lebih mungkin terjadi daripada yang kedua (, n). Kedua jenis interaksi menghasilkan neutron yang tidak diinginkan tapi datang sebagai produk sampingan. Dalam hal ini perisai diperlukan agar pasien, staf dan masyarakat tidak terkena apapun dari 'terapi neutron' yang disengaja.Produksi fotoneutron diatur oleh energi pemisahan neutron dan photoneutron cross-section. Energi pemisahan neutron adalah energi ambang batas yang harus dilewati dalam rangka untuk terjadinya interaksi. Energi pemisahan neutron untuk berbagai isotop dihitung dan ditabulasikan dalam Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan pada energi foton di bawah 10 MeV, timah dan tungsten mampu menghasilkan neutron. Pada energi foton antara 10 dan 20 MeV, lebih bahan lainnya cenderung menjalani interaksi (, n) sementara timah dan tungsten bahkan mampu menghasilkan pasangan neutron, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.Tabel 1. Produksi Fotoneutron dari interaksi (, n)

Tabel 2. Produksi Fotoneutron dari interaksi (, 2n)

(Chin, 2011)

3.3. Dosimeter Termolumenesensi (TLD)

Dosimetri termoluminesensi digunakan dalam berbagai bidang ilmiah dan terapan seperti proteksi radiasi, klinik radioterapi, industri, penelitian lingkungan dan ruang, dengan menggunakan bahan yang berbeda. tuntutan dasar dari sebuah dosimeter termoluminesensi (TLD) adalah reproduktifitas baik, higroskopisitas rendah, dan sensitivitas tinggi untuk pengukuran dosis yang sangat rendah dalam radioterapi dan dalam bidang radiasi campuran (Shani, 2001).Dosimeter termoluminesensi (TLD) adalah perangkat yang melepaskan cahaya ketika dipanaskan setelah paparan radiasi pengion. Gambar 3.1 menunjukkan tingkat elektron dalam kristal dari bahan thermoluminescent seperti LiF atau Li2B4O7. Ketika energi diserap dari radiasi yang terjadi, elektron dibangkitkan dari pita valensi ke pita konduksi. Beberapa elektron kembali langsung ke pita valensi. Tetapi yang lain ada yang "terperangkap" dalam tingkat energi menengah akibat ketidakmurnian dalam kristal. jumlah elektron terjebak sebanding dengan energi yang diserap dari radiasi. kecuali energi dipasok ke kristal, sebagian besar elektron terperangkap tetap berada di tingkat energi menengah untuk waktu yang tidak terbatas. Jika kristal dipanaskan, bagaimanapun, elektron terjebak yang dilepaskan dan kembali ke pita konduksi. Elektron ini kemudian jatuh ke pita valensi, melepaskan cahaya dalam prosesnya. Cahaya diarahkan ke PMT untuk menghasilkan sinyal listrik yang sebanding dengan energi awal yang disimpan dalam kristal oleh radiasi. Deteksi sinyal ini menghasilkan ukuran dosis yang diserap dalam kristal (hendee, dkk, 2005).

Gambar 3.1. transisi elektron yang terjadi ketika bahan thermoluminescent disinari dan dipanaskan

Gambar3.2. Jenis-jenis TLD(http://www.hko.gov.hk/radiation/tidbit/200809/measure_q5e.htm)

TLD merupakan alat pemantau dosis perorangan yang saat ini digunakan secara luas. Keuntungan dalam penggunaan TLD ini adalah mudah dalam pengoperasian, evaluasi dosis dapat dilakukan lebih cepat dari pada dosimeter lainnya, mampu memantau radiasi dengan rentang dosis dari rendah hingga tinggi, dapat dipakai ulang dan tidak peka terhadap faktor-faktor lingkungan. Namun demikian, TLD juga mempunyai kelemahan karena data dosis langsung hilang setelah proses pembacaan, sehingga tidak bisa dilakukan pembacaan ulang apabila ditemukan hal-hal yang meragukan. Untuk konsidi tertentu, informasi penerimaan dosis dapat diperoleh kembali / digali dengan memanfaatkan fenomena PTTL (phototransfer thermoluminescent) yang masih tersimpan di dalamnya (Akhadi & Thoyib, 1998). 3.4. Linear Accelarator (LINAC)

Teknologi akselerator pada saat ini sudah menjamah berbagai bidang kehidupan manusia. Mulai dari bidang industri, kesehatan, bahkan sampai dengan perdagangan. Di dalam kamus Ilmu Pengetahuan pengertian akselerator itu sendiri adalah mesin untuk meningkatkan energi kinetik partikel bermuatan dengan mempercepatnya di dalam medan listrik. Berdasarkan medan elektromagnet yang digunakan, sistem pemercepat partikel dapat dibedakan menjadi pemercepat elektrostatik (static fields) dan pemercepat elektrodinamik (alternating fields).

Akselerator linear medis (LINAC) merupakan salah satu aplikasi radiasi dalam bidang kesehatan khususnya untuk keperluan radioterapi. Linac tidak menggunakan sumber radioaktif seperti pada pesawat teleterapi cobalt dan cesium sehingga penggunaannya dirasa lebih aman. Selain itu, linac dapat menghasilkan foton sinar-X energi tinggi sehingga dapat meminimalisasi efek radiasi pada kulit dan jaringan permukaan, namun tetap efektif untuk menyembuhkan tumor atau kanker yang letaknya lebih dalam di bawah permukaan kulit.LINAC sendiri menggunakan prinsip tentang Perkembangan teknik elektronika dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade ini telah membawa perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan menggunakan pesawat LINAC (linear accelerator) generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melakukan radioterapi kanker dengan keakuratan dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi hanya tumor yang akan dikenai radiasi dengan dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan teknologi Three Dimensional Conformal Radiotherapy (3D-CRT), sejak tahun 1985 telah berkembang metoda pembedahan dengan menggunakan radiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Dengan teknik radiosurgery ini kasus tumor ganas yang sulit dijangkau dengan pisau bedah konvensional dapat diatasi dengan baik tanpa perlu membuka kulit pasien dan yang terpenting tanpa merusak jaringan normal di luar target. Keuntungan menggunakan akselerator linear dengan energi tinggi sinar-X maupun elektron adalah dapat memberikan kedalaman dosis yang besar, pemilihan energi yang lebih luas, teknik yang semakin maju yaitu dapat dihidupkan dan dimatikan sesuai keperluan dan besarnya dosis dapat dikontrol, serta tidak menimbulkan limbah radioaktif.Elektron merupakan partikel bermuatan yang paling mudah diperoleh dan dipercepat untuk menghasilkan berkas untuk iradiasi langsung maupun taklangsung dengan membangkitkan foton. Percepatan dari elektron dapat dilakukan dengan tegangan yang relatif rendah dengan cara berulang (siklik), tetapi jika dilakukan dalam gerak melingkar (dibelokkan dengan medan magnet) karena massanya yang relatif kecil elektron akan banyak kehilangan tenaga geraknya akibat radiasi sinkroton. Radiasi sinkrotron dihasilkan oleh elektron relativistik (yang kecepatannya mendekati kecepatan cahaya) yang bergerak dalam medan magnet. Cara yang lebih efisien adalah dengan percepatan lurus secara siklik dengan menggunakan akselerator linear (linear accelerator atau linac). Pesawat Linear Accelerator (Linac) dapat menghasilkan radiasi elektron dan foton dengan energi tinggi. Energi radiasi elektron antara 4 MeV,6 MeV, 8 MeV, 9 MeV, 10 MeV,12 MeV, 15MeV,20 MeV, 22 MeV dan energi radiasi foton 6 MV dan 10 MV. Prinsip kerja akselerator linear berdasar pada medan bolak-balik dan tabung hanyut (drift tube) yang dimunculkan idenya oleh Ising dan Wideroe. Pada metode ini, partikel dipercepat secara berulang oleh medan RF (Radio Frequency). Wideroe telah membuat akselerator ini dan mampu mempercepat ion kalium sampai dengan 50 keV. Walaupun prinsip dasarnya sederhana, tetapi pada kenyataannya diperlukan kondisi yang spesifik untuk memastikan bahwa partikel diarahkan dan dipercepat oleh medan RF. Selama setengah periode pada saat medan memiliki arah yang berlawanan, partikel harus terlindungi dari medan agar tidak mengalami perlambatan. Secara teknis, persyaratan ini direalisasikan dengan melingkupi jalur berkas dengan tabunghanyut logam (metallic drift tube). Tabung ini melindungi partikel dari medan RF eksternal dan panjang segmen tabung ditentukan sehingga partikel dapat menjangkau celah (gap) antara dua tabung berturut-turut pada saat medan RF mempercepatnya.Untuk akselerator linear ion diperlukan medan RF dengan frekuensi dalam orde hingga puluhan MHz, sedang untuk akselerator linear elektron seperti yang digunakan untuk teleterapi diperlukan RF dengan frekuensi orde 3 GHz dan pemasukkan RF serta pemercepatan berkas elektron dilakukan dengan tabung pandu gelombang (wave guide).penggunaan linier akselerator energi tinggi mempunyai multienergi berkas elektron dan foton, yaitu pada energi elektron untuk keperluan radioterapi adalah berkisar 4 - 22 MeV dan untuk energi foton adalah 6 - 18 MV. Sifat dari radiasi pengion dapat merusak jaringan, maka diusahakan dosis radiasi yang diberikan pada sel tumor harus terdistribusi secara merata atau homogen sesuai dengan aturan ICRU yaitu dosis maksimum dalam rentang 95 % - 107 %. Pemberian dosis radiasi harus sesuai dengan tujuan dari radioterapi, yaitu kuratif radiasi dan paliatif radiasi dosis yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan normal, yang mungkin dapat menimbulkan nekrosis jaringan, sedangkan dosis yang tidak cukup untuk membunuh sel ganas akan menyebabkan kambuh/residif. Dengan perencanaan terapi dan pemberian dosis yang tepat akan menentukan keberhasilan pengobatan.

BAB IVMETODE PELAKSANAAN4.1. Waktu dan PelaksanaanPraktek Kerja Lapang ini akan dilaksanakan pada :Waktu : 30 Juni 2014 - 18 Juli 2014Atau disesuaikan dengan kebijakkan tempat pelaksanaan kegiatan.Tempat: Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) BATAN Jakarta Selatan. 4.2. Metode KegiatanMetode yang digunakan dalam Kuliah Kerja Lapang (KKL) ini meliputi :

4.2.1. ObservasiMetode ini penulis mengumpulkan data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diamati, dalam hal ini yaitu penggunaan TLD 600/700 terhadap dosis yang diterima pasien.

4.2.2. WawancaraPada metode ini penulis bertanya langsung pada dosen pembimbing, pembimbing lapangan maupun karyawan yang ada di Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta Selatan, untuk mendapatkan penjelasan tentang data-data yang diperoleh, kemudian dipelajari dan diolah. Pelaksanaan metode ini dengan mengadakan dialog secara langsung maupun tidak langsung.

4.2.3. Studi LiteraturMetode ini penulis menggunakan referensi materi perkuliahan atau sumber bacaan lain untuk mengumpulkan data dan materi guna penyusunan laporan KKL, serta membandingkan hasil yang didapat pada Kuliah Kerja Lapang dengan materi yang ada di dalam literatur tersebut.

4.4. Pelaksanaa Kuliah Kerja LapangNama: Muhammad IbadurrohmanNIM: 115090301111001Jurusan/Prodi: Fisika/FisikaBidang Minat: Biofisika dan Fisika MedisFakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya Malang

BAB IV PENUTUP

Demikian proposal kuliah kerja lapangan (KKL) ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang (KKL) di Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi PTKMR BATAN Jakarta Selatan. Proposal ini diharapkan dapat memberikan gambaran singkat tentang Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang akan dilaksanakan di Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi PTKMR BATAN Jakarta Selatan. Besar harapan kami agar proposal Kuliah Kerja Lapang ini dapat diterima dan diterima oleh pihak BATAN Jakarta Selatan dan juga berkenan memberikan bimbingan dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapang, sehingga kegiatan Kuliah Kerja Lapang ini dapat terealisasi sesuai dengan rencana kegiatan.

Daftar Pustaka

Akhadi, M., & Thoyib, M. (1998). FENOMENA TERMOLUMINESENSI DAN PEMANFAATANNYA DALAM DOSIMETRI. Buletin ALARA, 2(2), 1925.Auditore, L., Barn, R. C., Pasquale, D. D., Trifir, A., Trimarchi, M., Gruppo, I., Fisica, D., et al. (2004). DESIGN OF A PHOTONEUTRON SOURCE BASED ON A 5 MEV ELECTRON LINAC. Proceeding of EPAC 2004 (pp. 23472349). lucerne, Switzerland.Chin, Mary PW, 2011. Neutron Contamination In A Radiotherapy Maze. Department of Physics. University of Surrey. http://www.marychin.org/shows/msc/Chapter1.pdf (Disertasi) (diakses pada tanggal 17 Juni 2014)Diah, F. I., & Anggraita, P. (2010). Tinjauan teknologi akselerator linear (linac) elekta precise di rsup dr. sardjito, 166175.Harisman. 2013. Jenis-Jenis Radiasi Pengion. http://www.infonuklir.com/read/detail/512/jenis-radiasi#.Us7CWtymgSM, (diakses tanggal 18 Juni 2014).Hendee, William R, dkk. 2005. Radiation Therapy Physics 3rd Ed. New Jersey : John Willey & Son. IncShani, Gad. 2001. Radiation dosimetry : Instrumentation and methods 2nd Ed. Florida : CRC Press LLC.Suharni, D. dan. (2012).Implementasi Linear Accelerator Dalam Penanganan Kasus Kanker, 14(November), 3647.