contoh perhitungan constructed wetland

13
WETLAND Oleh : Prayatni Soewondo Pemilihan Vegetasi dan Manajemen Vegetasi memiliki peranan yang integral pada pengolahan wetland dalam mentransfer oksigen melalui akarnya dan sistem rizoma hingga ke dasar basin pengolahan dan menyediakan medium di bawah permukaan air untuk perlekatan mikroorganisme yang sangat berperan dalam proses biologi. Tanaman yang digunakan adalah tanaman yang terendam, yang berakar di dalam tanah atau medium suport granular. Jenis tanaman yang sering kali digunakan pada contructed wetland adalah cattails, reeds, rushes, bulrushes, dan sedges. Pentingnya karakteristik dari tanaman berhubungan dengan kedalaman optimum air untuk sistem FWS dan kedalaman rizoma dan penetrasi akar untuk sistem SFS. Cattails cenderung untuk mendominasi pada kedalaman air lebih dari 6 in (0.15 m). Bulrushes tumbuh dengan baik pada kedalaman 2 hingga 10 in (0.05 m – 0.25 m). Reeds tumbuh sepanjang pesisir pantai dan pada kedalaman air hingga 5 ft (1.5 m), tetapi merupakan kompetitor yang lemah pada air yang dangkal. Sedges umumnya berada sepanjang garis pantai dan pada air yang lebih dangkal daripada bulrushes. Rizoma dan akar cattail bertahan pada kedalam air hingga kira-kira 12 in (0.3 m), sedangkan reeds dapat bertahan pada lebih dari 24 in (0.6 m) dan bulrushes hingga lebih dari 30 in (0.76 m). Reeds dan bulrushes umumnya dipilih untuk sistem SFS karena kedalaman penetrasi rizomanya mencukupi untuk penggunaan basin yang lebih dalam. Bibit tanaman yang baru tidak dapat tumbuh pada air limbah. Karena itu pada tahap awal dianjurkan untuk menambah air dan muatan limbah bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman tersebut. Parameter Desain Parameter desain yang sangat penting untuk sistem constructed wetland adalah waktu detensi hidrolis, kedalaman basin (panjang dan lebar), laju beban BOD 5 , dan laju beban hidrolis. Rentang tipikal yang disarankan untuk perancangan diberikan pada tabel di bawah ini. Panduan Desain Untuk Constructed Wetland

Upload: agam-z-tambun

Post on 23-Nov-2015

168 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

detail perhitungan

TRANSCRIPT

CONTOH PERHITUNGAN CONSTRUCTED WETLAND

WETLANDOleh : Prayatni SoewondoPemilihan Vegetasi dan Manajemen

Vegetasi memiliki peranan yang integral pada pengolahan wetland dalam mentransfer oksigen melalui akarnya dan sistem rizoma hingga ke dasar basin pengolahan dan menyediakan medium di bawah permukaan air untuk perlekatan mikroorganisme yang sangat berperan dalam proses biologi. Tanaman yang digunakan adalah tanaman yang terendam, yang berakar di dalam tanah atau medium suport granular. Jenis tanaman yang sering kali digunakan pada contructed wetland adalah cattails, reeds, rushes, bulrushes, dan sedges.

Pentingnya karakteristik dari tanaman berhubungan dengan kedalaman optimum air untuk sistem FWS dan kedalaman rizoma dan penetrasi akar untuk sistem SFS. Cattails cenderung untuk mendominasi pada kedalaman air lebih dari 6 in (0.15 m). Bulrushes tumbuh dengan baik pada kedalaman 2 hingga 10 in (0.05 m 0.25 m). Reeds tumbuh sepanjang pesisir pantai dan pada kedalaman air hingga 5 ft (1.5 m), tetapi merupakan kompetitor yang lemah pada air yang dangkal. Sedges umumnya berada sepanjang garis pantai dan pada air yang lebih dangkal daripada bulrushes. Rizoma dan akar cattail bertahan pada kedalam air hingga kira-kira 12 in (0.3 m), sedangkan reeds dapat bertahan pada lebih dari 24 in (0.6 m) dan bulrushes hingga lebih dari 30 in (0.76 m). Reeds dan bulrushes umumnya dipilih untuk sistem SFS karena kedalaman penetrasi rizomanya mencukupi untuk penggunaan basin yang lebih dalam.

Bibit tanaman yang baru tidak dapat tumbuh pada air limbah. Karena itu pada tahap awal dianjurkan untuk menambah air dan muatan limbah bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman tersebut.

Parameter Desain

Parameter desain yang sangat penting untuk sistem constructed wetland adalah waktu detensi hidrolis, kedalaman basin (panjang dan lebar), laju beban BOD5, dan laju beban hidrolis. Rentang tipikal yang disarankan untuk perancangan diberikan pada tabel di bawah ini.

Panduan Desain Untuk Constructed Wetland

Paramater desainUnitTipe sistem

FWSSFS

Hydraulic detention time

Water depth

BOD5 loading rate

Hyraulic loading rate

Specific areaday

ft

lb/acre

Mgal/acre.d

Acre/(Mgal/d)4 15

0.3 2.0

< 60

0.015 0.050

67 204 15

1.0 2.5

< 60

0.015 0.05

67 20

Sumber : Metcalf & Eddy, 2001

Hydraulic Detention Time

Untuk desain sistem FWS dalam mendapatkan penyisihan BOD, disyaratkan waktu detensi yang dapat diestimasi melalui persamaan orde satu berikut (Metcalf & Eddy, 1991) :

Ce = A exp (- 0.7KT(Av)1.75 t )

(1)

Co

Dimana : Ce = konsentrasi efluen BOD5, mg/L

Co = konsentrasi influen BOD5, mg/L

A = koefisien yang fraksi BOD5 yang tidak tersisihkan oleh pengendapan pada bagian awal dari sistem

0.7 = kostanta empiris

KT = konstanta ketergantungan pada temperatur, d-1 Av = permukaan area yang spesifik untuk aktivitas

Mikrobiologi, ft2/ft3 t = waktu detensi hidrolis, d

Walaupun persamaan (6-1) dapat dianggap benar secara teoretis, tetapi ada dua masalah yang terlibat dalam penggunaannya, yaitu sulitnya menentukan atau mengevaluasi faktor A atau Av.

Waktu detensi hidrolis adalah sebuah fungsi dari debit desain dan sistem geometri yang diekspresikan oleh persamaan berikut (Metcalf & Eddy, 1991) :

t = L W n d

(2)

Q

Dimana L = panjang basin, ft

W = lebar basin, ft

n = fraksi dari area cross-section yang tidak terdapat tumbuhan

d = kedalaman basin, ft

Q = debit rata-rata yang melalui sistem [(Q in + Q out)/2], ft3/d

Nilai-nilai di bawah ini telah diestimasi berdasarkan kedua persamaan di atas, meskipun demikian nilai-nilai di bawah ini sangat terbatas penggunaannya (Metcalf & Eddy, 2001).

A = 0.52

KT = K20 (1.1)(T-20), T dalam oC

K20 = 0.0057 d-1

Av = 4.8 ft2/ft3 (15.7 m2/m3)

n = 0.75

Nilai luas permukaan basin (As) dapat ditentukan berdasarkan persamaan di bawah ini (Metcalf & Eddy, 1991) :

As = Q (ln Co ln Ce + ln A)

(3)

KT(y)(n)

Dimana As = luas permukaan FWS wetland,m2(ft2)

KT = K20 (1.06)(T-20)

(4)

K20 = 0.2779 d-1

n = 0.65 0.75

A = 0.52 (efluen primer)

= 0.7 0.85 (efluen sekunder)

= 0.9 (efluen tersier)

Sedangkan waktu detensi (T) untuk sistem FWS dapat diperoleh dari persamaan di bawah ini (Metcalf & Eddy, 1991) :

Ce = exp ( - KT t )

(5)

Co

KT = K20 (1.06)(T-20)

(6)

K20 = 0.678 d-1

(7)

Model yang sama telah disarankan untuk menentukan waktu detensi yang diperlukan untuk sistem SFS untuk penyisihan BOD (Metcalf & Eddy, 2001) :

Ce = exp ( - KT t )

(8)

Co

t didefinisikan sebagai waktu detensi teoretis berdasarkan porositas dari medium (Metcalf & Eddy, 2001) :

t = L W ( d

(9)

Q

Dimana : t = waktu detensi wilayah pori, d

L = panjang basin, ft

W = lebar basin, ft

( = porositas medium basin

d = kedalaman basin, ft

Waktu detensi aktual t adalah fungsi dari konduktivitas hidrolis media dan panjang basin, yang dinyatakan oleh persamaan berikut (Metcalf & Eddy, 1991) :

t = L

(10)

ks S

Dimana : L = panjang basin, ft

ks = konduktivitas hidrolis, ft3/ft2.d

S = slope basin, ft/ft

Karakteristik tipikal media yang digunakan pada sistem SFS terdapat pada tabel berikut ini.

Karakteristik Tipikal Media Untuk SFS

Media TypeMax 10% grain size, mmPorosity,

(Hydraulic Condictivity, ks,

ft3/ft2.dK20

Medium sand

Coarse sand

Gravelly sand1

2

80.42

0.39

0.351.380

1.575

1.6401.84

1.34

0.86

Sumber : Metcalf & Eddy, 2001

Penyumbatan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan pada filtrasi horizontal. Bila penyumbatan (clogging) ini terjadi maka konstruksi tersebut tidak akan berfungsi dengan semestinya dan perlu dilakukan pembongkaran dan pergantian media dan hal tersebut merupakan pekerjaan yang menyulitkan. Karena itu pemilihan media merupakan salah satu masalah yang amat penting dalam mendesain filtrasi horizontal sehingga media yang lazim digunakan untuk filtrasi horizontal adalah gravel (kerikil).

Bentuk gravel yang relatif bulat dan ukuran yang regular memberikan void ratio yang tinggi. Sebenarnya bentuk demikian akan mengurangi kinerja dari treatment, tetapi menghindari masalah penyumbatan. Bagian muka (front part) dari media harus sedemikian hingga mempunyai void yang kecil hingga dapat menahan SS sebaik mungkin, tetapi juga harus luas agar dapat meratakan SS tersebut agar tidak mengumpul di satu tempat saja. Berdasarkan pengalaman empiris, pemakaian gravel dengan bentuk bulat dan uniform dengan ukuran diameter antara 8 15 mm adalah paling baik.

Kedalaman Air

Untuk sistem FWS, perencanaan kedalaman air tergantung dari kedalaman optimum dari vegetasi yang dipilih. Sedangkan untuk sistem SFS, kedalamannya dikontrol oleh penetrasi dari rizoma dan akar-akar karena tamanan mensuplai oksigen ke dalam air melalui rizoma/sistem akar.

Geometri basin akan tergantung dari sistem yang digunakan , SFS atau FWS. Untuk sistem FWS , area permukaan ( L x W ) telah ditentukan oleh desain waktu detensi dan kedalaman. Panduan untuk rasio optimum panjang terhadap lebar belum ditentukan secara tepat, walaupun demikian salah satu studi telah melaporkan performansi yang superior dengan bentuk basin yang panjang dan dangkal, dengan rekomendasi rasio panjang terhadap lebar paling sedikit 10 : 1. Secara tipikal, sistem-sistem yang sudah ada mempunyai total lebar kira-kira equal dengan panjang basin. Lebar sistem dibagi ke dalam beberapa basin paralel .

Untuk sistem SFS, cross sectional area ditentukan dari persamaan berikut (Metcalf & Eddy, 1991) :

Ac = Q

(11)

ks S

Kecepatan aliran didefinisikan oleh (ks S) harus dibatasi hingga nilai 22 ft/d (6.8 m/d) untuk mengurangi pengikisan lapisan bakteri. Lebar basin yang diperlukan adalah fungsi dari cross-sectional area dengan desain kedalaman, dan dihitung berdasarkan persamaan berikut (Metcalf & Eddy, 1991) :

W = Ac

(12)

d

Secara tipikal, lebar basin dari sistem SFS lebih besar daripada panjang basin.

BOD5 Loading Rate

Beban BOD5 harus dibatasi sehingga kebutuhan oksigen untuk air buangan tidak melebihi kapasitas transfer oksigen oleh vegetasi wetland. Rentang estimasi laju transfer oksigen untuk tanaman yang terendam adalah 45 sampai 400 lb/acre.d (5 45 g/m2.d) dengan nilai tipikal 180 lb/ac.d (20 g/m2.d). BOD5 loading rate maksimum untuk sistem SFS harus dibatasi hingga 120 lb/acre.d (133 kg/ha.d).

Untuk sistem FWS , suplai oksigen ke dalam kolom air terbatas dibanidngkan dengan sistem SFS, karena zona akar berada dalam profil tanah di bawah kolom air dan jumlah oksigen yang diangkut ke zona akar akan dikonsumsi oleh benthic yang lebih besar, yang biasanya berada dalam wetland. Lebih lanjut, transfer oksigen melalui permukaan air oleh angin (aerasi) dan fotosintesis diminimalisasikan oleh kehadiran tumbuhan yang padat. Oleh karena itu, sistem FWS yang dipadati oleh vegetasi hanya cocok untuk beban BOD yang moderat. BOD loading rate untuk sistem FWS tidak boleh lebih besar daripada batasan BOD loading rate untuk sistem SFS.

Hydraulic-Loading Rate

Rentang hydraulic-loading rate yang digunakan untuk perancangan adalah dari 15,000 hingga 55,000 gal/acre.d (150 500 m3/ha.d). Area spesifik yang dibutuhkan adalah sebesar 20 hingga 65 acres/Mgal.d (2.1 6.9 ha/103 m3.d)

Kontrol Vektor

Wetland, terutama sistem FWS, menyediakan habitat breeding yang ideal untuk nyamuk. Masalah kontrol vektor dapat menjadi faktor yang kritis dalam menentukan kelayakan penggunaan constructed wetland. Rencana untuk kontrol biologis nyamuk melalui penggunaan ikan nyamuk (Gambusia afinis) ditambah dengan agen control kimia perlu untuk dimasukkan ke dalam desain. Tingkat dissolved oxygen (DO) harus di atas 1 mg/L untuk memelihara populasi ikan. Nyamuk tidak menjadi masalah pada penggunaan sistem SFS karena sistem SFS didesain untuk mencegah akses nyamuk ke dalam zona air. Permukaan air umumnya ditutup dengan pea gravel atau coarse sand untuk memenuhi tujuan ini.

Sistem Akuakultur

Akuakultur dimaksudkan sebagai budidaya air, tepat seperti agrikultur yang dimaksudkan sebagai budidaya lahan ; ini merupakan pertumbuhan tanaman dan hewan dalam air untuk akhirnya dipanenkan sebagai makanan, baik untuk manusia maupun untuk hewan piaraan. Alga blooms yang padat dalam kolam stabilisasi air limbah tidak hanya memberikan oksigen untuk oksidasi air limbah influen bagi bakteria, namun alga tersebut juga merupakan sumber makanan yang sangat berarti, yang kurang lebih mengandung 50 % protein (Duncan Mara, 1975). Pertumbuhan alga dalam kolam adalah suatu proses yang efisiensinya tinggi dengan hasil protein jauh berlebihan dibandingkan dengan yang umumnya ditemukan dalam akrikultur konvensional. Alga tersebut mungkin dipanenkan dari efluen kolam maturasi dengan salah satu dari beberapa proses pengolahan tersier dan kemudian digunakan sebagai suatu tambahan makanan ternak.

Alga yang tumbuh dalam air limbah telah dicoba dengan berhasil untuk makanan ternak ayam, babi, lembu, dan domba. Akan tetapi sering kali, tidak terdapat uang atau tenaga terampil untuk mengoperasikan dan memelihara proses-proses pengolahan tersier. Dalam kasus semacam itu, protein alga dalam kolam stabilisasi air limbah paling menyenangkan dimanfaatkan untuk ikan pemakan-alga dalam kolam maturasi. Ikan mujair Sarotherodon mossambica khususnya sangat toleran terhadap densitas alga yang tinggi dan berbiak secara ekstrim baik dalam kolam maturasi. Lebih-lebih ikan ini sangat enak rasanya. Ikan lain yang telah diternak dalam kolam maturasi meliputi Gurame (Catlacatla, Laboe rohita (Frontispiece)), Ictalurus punctatus dan ikan pemakan nyamuk (Gambusia sp) (Duncan Mara, 1975). Hasil panen ikan, khususnya mujair, mungkin dapat ditingkatkan dengan mengintroduksikan bibit yang yang steril, tetpai hal ini akan menuntut perhatian tenaga ahli yang berpengalaman dalam budidaya ikan. Di Papua New Guinea, suatu kombinasi akuakultur dan agrikultur yang sangat efektif tetapi sangat sederhana telah dikembangkan: kolam maturasi digunakan untuk meningkatkan ikan maupun bebek dan efluen akhir digunakan untuk irigasi sayuran berkualitas tinggi yang ditumbuhkan dalam gravel bukannya tanah. Suatu praktek hortikultura yang dikenal sebagai Hydrophonic.

Clonorchiasis adalah penyakit hati serius yang disebabkan oleh cacing tramtoda parasitis Clonorchis sinensis yang mempunyai dua host intermediet, siput (Bithynia sp) dan ikan (gurame). Penyebaran penyakit ini dibatasi sampai Timur Jauh, khususnya Cina Selatan, yang dalam hal ini insiden yang tinggi diakibatkan oleh praktek yang ekstensif dalam perabukan kolam ikan dengan air limbah dan kesukaan penduduk lokal untuk makan ikan baku. Pemeliharaan kolam secara teratur adalah esensial untuk mencegah pengembangan populasi siput yang stabil. Jika pinggiran kolam tersebut bersih dari vegetasi, kemudian siput akan kehilangan habitatnya dan karena itu parasit dalam air limbah baku akan mati karena tidak adanya host pertamanya (siput).

Sebagian besar daur ulang dari air buangan secara tradisional telah dirancang untuk memproduksi ikan melalui nutrien-nutrien yang ada di dalam air buangan. Di lain pihak, sistem air buangan konvensional seperti lumpur aktif, trickling filter, dan kolam stabilisasi dirancang untuk menyisihkan nutrien-nutrien yang ada di dalam air buangan. Pada gambar di bawah ini, ekskreta manusia yang digunakan kembali melalui akuakultur dapat digunakan secara langsung untuk menghasilkan makanan bagi manusia untuk dikonsumsi (garis putus-putus) atau secara tidak langsung melalui pakan untuk unggas (bebek) dan ikan (garis solid).

Strategi Excreta Reuse Pada Akuakultur

(Peter Edwards, 1996)

Observasi lapangan telah mengindikasikan adanya efisiensi yang tinggi pada sistem pengolahan air buangan domestik menggunakan sistem akuakultur di Calcutta dan Hanoi. Sistem ini terbukti menyediakan lingkungan yang sehat dengan keanekaragaman hayati yang tinggi (Duncan Mara,1975). Namun demikian, faktor kesehatan dari produsen maupun konsumen dari sistem ini masih perlu dipertimbangkan dan masih perlu diadakan penelitian lebih lanjut.

CONTOH PERHITUNGAN CONSTRUCTED WETLANDITipe Free Water Surface (FWS)

Desain constructed wetland tipe FWS didasarkan atas informasi-informasi di bawah ini :

1. BOD inluen = 132 mg/L

2. BOD efluen = 2 mg/L

3. Debit air buangan, Q = 22.225 m3/d

4. A = 0.52

5. Porositas wetland, n = 0.75

6. K20 = 0.2779 d-17. Kedalaman basin, y = 0.46 m

a. KTNilai KT ditentukan dengan rumus, yaitu :

KT = K20 (1.06)(T-20), T dalam oC

K16 = 0.2779 (1.06)(16-20)K16 = 0.220 d-1b. As

Luas permukaan basin untuk sistem FWS dapat ditentukan berdasarkan persamaan:

As = Q (ln Co ln Ce + ln A)

KT(y)(n)

As = 22.225 (ln 132 ln 2 + ln 0.52)

0.220(0.46)(0.75)

As = 1035.33 m2

c. Waktu detensi hirdrolis, t

Waktu detensi (t) yang diperlukan untuk mencapai efluen BOD yang diinginkan dapat ditentukan dengan persamaan:

t = - ln (Ce/Co) / KTdengan nilai KT sebagai berikut :

K16 = 0.678 (1.06)(16-20)

K16 = 0.537 d-1t = - ln (Ce/Co) / KT t = - ln ( 2 / 132) / 0.537

t = 7.8 d

OK

4 < t < 15

Nilai t sebesar 7.8 hari memenuhi syarat desain waktu detensi hidrolis yaitu 4 15 hari.

d. Pengecekan hydraulic-loading rate (Lw)

Lw = Q

As

Lw = 22.225 m3/d

1035.33 m2Lw = 0.021 m3/m2/d OK 0.014 < Lw < 0.046

Nilai hidraulic-loading rate (Lw) sebesar 0.021 m3/m2/d memenuhi syarat desain wetland untuk sistem FWS yaitu 0.014 < Lw < 0.046.

e. Penyisihan suspended solid (SS) untuk sistem FWS dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini (Sherwood C. Reed & Ronald W. Crites, 1995):

Ce = Co [ 0.1139 + 0.00213 (HLR) ]

Dimana : Ce = efluen TSS, mg/L

Co = influen TSS, mg/L

HLR = hydraulic-loading rate, cm/d

Ce = Co [ 0.1139 + 0.00213 (HLR) ]

Ce = 102 [ 0.1139 + 0.00213 (2.3) ]

Ce = 12.11 mg/L

Nilai Ce TSS sebesar 12.11 mg/L memenuhi syarat baku mutu kelas satu yang ditetapkan, yaitu 50 mg/L.

IITipe Subsurface Flow System (SFS)

Desain dari sistem SFS yang akan direncanakan didasarkan atas informasi berikut ini :

1. BOD influen = 132 mg/L

2. BOD efluen = 2 mg/L

3. Q = 22.225 m3/d = 785.33 ft3/d = 0.00587 Mgal/d

4. Tipe vegetasi = bulrushes

5. Temperatur air minimum = 16 0C

6. Media basin = Gravelly sand

7. Slope basin = 0.01

a. Kedalaman basin (d)

Kedalaman basin ditentukan berdasarkan jenis vegetasi yang akan digunakan pada sistem wetland yang direncanakan. Dalam hal ini, vegetasi yang akan digunakan adalah bulrushes yang mempunyai kemampuan penetrasi rizoma hingga sedalam 30 in (0.76 m). Oleh karena itu, kedalaman basin untuk perencanaan adalah sedalam 30 in (2.49 ft).

d = 2.49 ft

b. Nilai (, ks, dan K20

Nilai (, ks, dan K20 tergantung dari media yang digunakan, yaitu gravelly sand. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12.

( = 0.35

ks = 1,640 ft3/ft2.d

K20 = 0.86

c. KT

Nilai KT pada temperatur air minimal sebesar 16 0C dapat dihitung berdasarkan persamaan (4-4) , yaitu :

KT = K20 (1.1)(T-20), T dalam oC

K16 = 0.86 (1.1)(16-20)

K16 = 0.5874 d-1d. Waktu detensi pore-space (t)

Nilai t diperoleh berdasarkan persamaan (4-8), yaitu :

t = - ln (Ce/Co) / KT

t = - ln (2/132) / 0.5874

t = 7.13 d

e. Cross sectional area (Ac)

Ac diperoleh berdasarkan persamaan (4-11), yaitu :

Ac = Q

ks . S

Ac = 785.33 ft3/d

1,640 ft3/ft2.d (0.01)

Ac = 47.88 ft2f. Lebar basin (W)

Lebar basin (W) diperoleh dari persamaan (4-12), yaitu :

W = Ac

d

W = 47.88 ft2

2.49 ft

W = 19.23 ft

g. Panjang basin (L)

Panjang basin (L) diperoleh dari persamaan (4-9), yaitu :

L = t Q

W d (

L = (7.13 d) (785.33 ft3/d)

(19.23 ft)(2.49 ft)(0.35)

L = 334.11 ft

h. Luas permukaan basin (As)

As = L x W

As = 334.11 ft x 19.23 ft

As = 6,425 ft2

As = 596.9 m2

As = 0.0137 acres

i. Pengecekan hydraulic-loading rate (Lw)

Lw = Q

As

Lw = 22.225 m3/d

596.9 m2

Lw = 0.037 m3/m2/d

OK 0.014 < Lw < 0.046

j. Pengecekan BOD5 loading rate

LBOD5 = (0.00587 Mgal/d)(132 mg/L)[8.34 lb/Mgal.(mg/L)]

LBOD5 = 6.462 lb/d

LBOD5 = 47.169 lb/acre.d OK LBOD5 < 60

k. Penyisihan suspended solid (SS) untuk sistem SFS dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini (Sherwood C. Reed & Ronald W. Crites, 1995) :

Ce = Co [ 0.1058 + 0.0011 (HLR) ]

Dimana : Ce = efluen TSS, mg/L

Co = influen TSS, mg/L

HLR = hydraulic-loading rate, cm/d

Ce = Co [ 0.1058 + 0.0011 (HLR) ]

Ce = 102 [ 0.1058 + 0.0011 (3.7) ]

Ce = 11.20 mg/L

Nilai Ce TSS sebesar 11.20 mg/L memenuhi syarat baku mutu kelas satu yang ditetapkan, yaitu 50 mg/L.

Tabel 6.6 Perbandingan Sistem FWS terhadap Sistem SFS

ParameterSatuanFWSSFS

BOD Influen

BOD Efluen

TSS Influen

TSS Efluen

Waktu Detensi

Kedalaman basin

Luas permukaan basin

Hydraulic-loadingMg/L

Mg/L

Mg/L

Mg/L

Hari

m

m2m3/m2/h132

2

102

12.11

7.8

0.46

1036

0.021132

2

102

11.20

7.13

0.75

597

0.037

Sumber : Hasil perhitungan

Karena keterbatasan luas lahan untuk sistem wetland serta aspek pengontrolan vektor yang lebih mudah maka tipe constructed wetland yang dipilih adalah tipe SFS.

Jumlah basin paralel yang direncanakan adalah sejumlah 4 buah ditambah dengan 1 basin cadangan yang ditujukan untuk difungsikan pada saat resting. Panjang masing-masing basin (Lb) ditentukan dari :

Lb = L / 4

Lb = 334.11 ft / 4

Lb = 83.52 ft = 25.46 m

Lebar masing-masing basin (Wb) adalah 5.86 m (Wb = W)

Wetland tipe SFS ini dirancang dengan bagian depan dan belakang (inlet dan outlet) diberi tambahan tembok yang berlubang-lubang agar distribusi masukan limbah lebih merata. Kesemuanya membentuk gang (gallery) pada bagian pemasukan dan pengeluaran, dengan batu kali (d = 12-15 cm) dan gravel (d = 3-6 cm) mengapit pasir gravel. Susunan tersebut berfungsi sebagai distributor hingga aliran yang masuk ke media diharapkan merata dan dapat menahan pasir gravel.

FISH POND

EXCRETA

DUCKWEED POND

FISH

DUCKWEED

FOOD

FEED

FISH

LIVESTOCK

HUMAN CONSUMPTION