compression
DESCRIPTION
nerve compresionTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Neuropati kompresif merupakan salah satu dari aspek yang paling menarik sekaligus
kompleks dari ilmu Hand Surgery. Neuropati kompresif merupakan akibat dari kompresi
atau penekanan pada saraf di salah satu titik perambatannya yang biasanya terjadi pada
ekstremitas atas. Neuropati kompresif biasanya terjadi di dekat persendian dimana saraf
berjalan melewati terowongan jaringan fibrosa. Salah satu contoh kasus yang paling sering
terjadi adalah carpal tunnel syndrome karena kompresi nervus medianus di sendi
pergelangan tangan, dan cubital tunnel syndrome karena kompresi nervus ulnaris di sendi
siku. Menurut penelitian McCabe pada tahun 2007, carpal tunnel syndrome terjadi pada
3,75% populasi penduduk Amerika dan sebagian besar terjadi pada orang-orang dengan
riwayat pekerjaan dengan gerakan repetitive seperti para pekerja yang setiap hari
menggunakan computer. Pada penelitian yang dilakukan Weitbrecth dan Navickine tahun
2004 diketahui bahwa pada 6% pasien yang didiagnosis dengan entrapment syndrome
diketahui memiliki gejala kombinasi dari CTS, sindrom ulnaris dan sindrom supinator.
Selain itu, menurut survey dari IMS Health tahun 2008, nerve entrapment syndrome
menempati peringkat ketiga dari seluruh penyebab nyeri neuropati yang telah terdiagnosis
sebelumnya.
Neuropati kompresif dapat menyebabkan gangguan fungsi ekstremitas dan jika
tidak ditangani akan menyebabkan tingkat morbiditas yang cukup berarti. Bahkan pada
beberapa kasus akan sulit untuk pulih seperti sedia kala. Oleh karena itu, kemampuan untuk
mendiagnosis dan menangani neuropati kompresif sedini mungkin merupakan hal yang
penting. Selain itu, dokter bedah yang menangani kasus-kasus neuropati kompresif pada
ekstremitas atas haruslah sadar dengan permasalah neurologis lain, seperti salah satunya
adalah Brachial Neuralgia, yang dapat menyerupai nyeri neuropati akibat kompresi dan
1
biasanya tidak merespons tindakan intervensi bedah. Brachial neuralgia merupakan sebuah
kelainan yang mempengaruhi otot-otot yang diinervasi pleksus brakhialis, dan memiliki
karakteristik berupa nyeri yang berat seperti rasa terbakar di regio bahu dan lengan atas
yang terkadang sampai membangunkan pasien dimalam hari, dan biasanya kemudian diikuti
dengan kelemahan ekstremitas atas. Diagnosis yang tepat secara klinis dan penanganan yang
sesuai merupakan hal yang penting untuk kasus-kasus kelainan tersebut. Dalam makalah ini,
kami meninjau mengenai patofisiologi, gejala dan tanda klinis, penegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan dari neuropati kompresif serta brachial neuralgia.
I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk membahas pengetahuan mengenai
compressive neuropathy dan brachial neuralgia baik dalam patofisiologi, manifestasi
klinis, penegakkan diagnosis hingga penatalaksanaannya.
I.3. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan referat ini adalah agar penulis maupun pembaca dapat menambah
pengetahuan mengenai compressive neuropathy dan brachial neuralgia baik dalam
patofisiologi, manifestasi klinis, penegakkan diagnosis hingga penatalaksanaannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Anatomi Saraf Perifer
Saraf perifer merupakan suatu kumpulan akson yang menghantarkan impuls eferen
(motorik) dari sel di cornu anterior medulla spinalis menuju otot, dan impuls aferen
(sensorik) dari reseptor perifer menuju sel di root ganglia posterior medulla spinalis. Saraf
juga menghantarkan serabut sudomotor dan vasomotor dari sel ganglion di jalur simpatis.
Beberapa saraf cenderung bersifat motoris, beberapa lainnya bersifat sensoris, trunchus
yang lebih besar merupakan gabungan dari akson motoris dan sensoris yang berjalan dalam
rangkaian yang terpisah.
Masing-masing akson merupakan sebuah proses perpanjangan dari sebuah sel saraf
atau neuron. Badan sel dari motor neuron yang mensuplai otot-otot perifer mengelompok di
cornu anterior medulla spinalis; sebuah motor neuron beserta akson-nya panjangnya bisa
berukuran hingga satu meter. Badan sel dari neuron sensoris yang mensuplai trunchus dan
ekstremitas, terletak di dorsal root ganglia dan tiap neuron memiliki akson yang
memanjang dari perifer ke badan sel dan yang lainnya dari badan sel ke medulla spinalis.
Akhiran perifer dari seluruh neuron kemudian bercabang. Sebuah motor neuron
dapat menginnervasi dari 10 sampai beberapa ribu serabut otot, rasionya bergantung pada
derajat kebutuhan dari otot-otot tertentu (semakin kecil rasio, semakin halus
pergerakannya). Yang tidak jauh berbeda, cabang-cabang perifer dari masing-masing
neuron sensoris dapat menginnervasi dari hanya sebuah bundle otot sampai permukaan
kulit yang cukup luas.
Sinyal atau potensial aksi yang dibawa oleh motor neuron ditransmisikan menuju
serabut otot melalui pelepasan neurotransmitter, asetilkolin, di ujung terminal dari saraf.
Sinyal sensoris dihantarkan ke dorsal root ganglia dan dari sini kemudian menuju columna
ipsilateral dari medulla spinalis, melalui batang otak dan thalamus, menuju korteks
3
(sensoris) yang berlawanan. Impuls proprioseptif dari bundle otot dan sendi melewati jalur
ini dan dibawa menuju sel di cornu anterior medulla spinalis sebagai bagian dari refleks
lokal. Keuntungan dari sistem ini untuk meyakinkan bahwa survival mechanism, seperti
sistem keseimbangan dan sistem sensoris posisi terhadap ruang, diaktivasi dengan cepat.
Gambar 1. Struktur penampang melintang saraf perifer
Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Peripheral Nerve Disorders, in Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. United Kingdom: Hodder Arnold; 2010.
Pada saraf perifer, seluruh akson motorik dan akson sensorik yang peka terhadap
sentuhan, nyeri dan proprioseptif, diselubungi oleh myelin, sebuah membran lipoprotein
berlapis yang berasal dari sel Schawann. Setiap millimeter dari selubung myelin tersusun
terputus-putus, meninggalkan segmen pendek dari akson bebas yang disebut Nodus
Ranvier. Impuls saraf meloncat dari nodus ke nodus dengan kecepatan elektrik, bahkan
bisa lebih cepat apabila akson tidak diselubungi. Sebagai konsekuensi, berkurangnya
selubung nielin dapat menyebabkan penurunan kecepatan atau bahkan hambatan total dari
konduksi aksonal.
4
Sebagian besar akson, terutama serabut dengan diameter kecil yang membawa
sensasi kasar dan serabut simpatis eferen, tersusun tanpa myelin namun diselubungi oleh
sitoplasma sel Schawnn. Kerusakan pada akson ini dapat menyebabkan sensasi tidak
nyaman dan berbagai macam efek sudomotor dan vasomotor.
Diluar dari membran sel Schwann, akson diselubungi oleh lapisan jaringan ikat
yang disebut endoneurium. Akson yang menyusun sebuah saraf dibagi menjadi bundles/
fasikel oleh sebuah membran yang cukup tebal yang disebut perineurium. Pada penampang
melintang dari saraf, fasikel terlihat di permukaan, selubung perineuralnya jelas terlihat dan
cukup kuat untuk dipegang menggunakan instrumen bedah saat operasi nerve repair.
Sekelompok fasikel yang menyusun trunchus saraf diselubungi oleh lapisan jaringan ikat
yang lebih tebal yang disebut epineurium. Epineurium berbeda-beda dalam ketebalannya
dan cukup kuat dimana saraf berfungsi pada pergerakan dan traksi, misalnya saraf di dekat
persendian.
Saraf divaskularisasi oleh cukup banyak pembuluh darah yang berjalan secara
longitudinal di epineurium sebelum menembus beberapa lapisan sehingga menjadi kapiler
endoneurial. Pembuluh darah kecil ini dapat rusak oleh tarikan atau perlakuan kasar pada
saraf, namun pembuluh darah ini dapat menahan mobilisasi ekstensif dari saraf, sehingga
membuatnya mungkin untuk diperbaiki atau mengganti segmen yang rusak melalui operasi
transposisi atau neurotisasi.pembuluh darah yang kecil ini memiliki suplai saraf
simpatisnya sendiri yang berasal dari saraf induk dan stimulasi dari serabut-serabut ini
(menyebabkan vasokonstriksi intraneural) merupakan hal yang penting pada kondisi seperti
distrofi reflex simpatis dan sindrom nyeri lainnya.
5
II. 2. Persarafan Ekstremitas Atas
Innervasi Ekstremitas Superior Secara umum, extremitas superior dipersarafi oleh
cabang-cabang plexus brachialis. Cabang-cabang terminal plexus brachialis adalah
N.musculocutaneus, N.medianus, N.ulnaris, dan N.radialis.
a. Nervus medianus
Dibentuk oleh radix superior dari fasciculus lateralis dan radix inferior dari
fasciculus medialis, berada di sebelah lateral arteria axillaris. Dibentuk oleh serabut
saraf yang berpusat pada medulla spinalis segmental C5 – Thoracal 1. Sepanjang
brachium n.medianus berjalan berdampingan dengan arteria brachialis, mulamula
berada di sebelah lateral, lalu menyilang di sebelah ventral arteria tersebut kira-kira
pada pertengahan brachium, selanjutnya memasuki fossa cubiti dan berada di sebelah
arteria brachialis. Di dareah brachium nervus ini tidak memberi percabangan.
Memasuki daerah antebrachium, n.medianus berada di antara kedua caput m.pronator
teres, berjalan ke distal di bagian medial antebrachium, oleh karena itu disebut nervus
medianus, berada di sebelah profunda m.flexor digitorum sublimis. Di regio
antebrachium, nervus ini mempersarafi m.flexor pollicis longus, pars lateralis m.flexor
digitorum profundus, dan m.pronator quadratus.
b. Nervus ulnaris
Merupakan cabang utama dari fasciculus medialis, berada di sebelah medial
a.axillaris, selanjutnya berada di sebelah medial a.brachialis. Pada pertengahan
brachium, saraf ini berjalan ke arah dorsal menembusi septum intermusculare medial,
berjalan terus ke caudal dan berada pada facies dorsalis epicondylus medialis humeri,
yaitu di dalam sulcus nervi ulnaris humeri. Di daerah brachium n.ulnaris tidak
memberi percabangan. Saraf ini masuk regio anterbrachium dengan melewati celah
antara kedua caput m.flexor carpi ulnaris, lalu berjalan di antara m.flexor carpi ulnaris
dan m.flexor digitorum profundus. Di sebelah distal pertengahan antebrachium
n.ulnaris memberi dua cabang cutaneus, yaitu:
1) ramus dorsalis, yang berjalan ke dorsal, berada di sebelah parofunda tendo
m.flexor carpi ulnaris, mempersarafi kulit pada sisi ulnaris manus dan facies
dorsalis 1½ jari, sejauh phalanx intermedia;
6
2) ramus palmaris, yang mempersarafi kulit sisi ulnaris pergelangan tangan dan
manus.
Pada regio manus, n.ulnaris terbagi ke dalam ujung-ujung terminal, yaitu:
1) ramus superficialis, mempersarafi m.palmaris brevis, lalu terbagi dua membentuk
nn.digitales palmares communes. Cabang ini mempersarafi kulit 1 ½ jari bagian
medial, pada facies palmaris seluruhnya dan pada facies dorsalis sampai phalanx
distalis;
2) ramus profundus, yang berjalan bersama dengan arteri ulnaris, mempersarafi
otototot hypothenar, memberi dua buah cabang yang masing-masing menuju ke
ruang interossea, bersifat motoris untuk mm.interossei. Juga mempersarafi kedua
otot lumbricales bagian medial. Ramus profundis ini berakhir dengan
mempersarafi m.adductor pollicis dan m.interosseus palmaris I.
c. Nervus radialis
Merupakan cabang terbesar dari plexus brachialis, merupakan lanjutan dari
fasciculus posterior. Berjalan menyilang pada tendo m.latissimus dorsi, melewati tepi
caudal m.teres major, di antara caput longum m.triceps brachii dan humeris. Saraf ini
berjalan ke distal melingkari humerus, berada di dalam sulcus spiralis bersama dengan
arteria profunda brachii. Tiba pada sisi lateal brachium n.radialis menembusi septum
intermusculare lateral, berjalan di antara m.brachialis dan m.coracobrachialis, di
sebelah ventral epicondylus lateralis humeri, terbagi menjadi ramus superficialis dan
ramus profundus.
Ramus superficialis nervi radialis merupakan lanjutan dari n.radialis, berjalan
pada sisi lateral antebrachium, ditutupi oleh m.brachioradialis. Setelah mencapai facies
dorsalis pergelangan tangan, nervus ini bercabang dua mementuk ramus lateralis dan
ramus medialis. Ramus lateral kecil dan mempersarafi kulit bagian radialis. Ramus
medialis mengadakan anastomose dengan cabang-cabang nervus cutaneus antebrachii
lateralis dan ramus dorsalis nervi ulnaris, selanjutnya membentuk 4 buah nervus
digitalis dorsalis, yang mempersarafi sisi ulnaris jari I, sisi radialis jari II, sisi ulnaris
jari III dan sisi radialis jari III, sisi ulnaris jari III dan sisi radialis jari IV.
7
d. Nervus musculocutaneus
Merupakan cabang dari fasciculus lateralis dan berpusat pada medulla spinalis segmen
C 5 – 7, menembusi m.coracobrachialis, berjalan menyilang le arah lateral di antara
m.biceps brachii dan m.brachialis. Memberi cabang ramus muscularis untuk
m.coracobrachialis, m.biceps brachii, dan m.brachialis. Saraf ini berjalan
meninggalkan tepi lateral m.biceps brachii, tembus fascia, melanjutkan diri sebagai
nervus cutaneus antebrachii lateralis, yang mempersarafi facies lateralis regio
antebrachium.
8
Gambar 2. Persarafan ekstremitas atas
Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Unites States of America: Wiley; 2009.
9
II. 3. Klasifikasi Cedera Saraf
Saraf dapat cedera dikarenakan beberapa sebab, diantaranya karena iskemia,
kompresi, traksi, laserasi atau akibat luka bakar. Kerusakan dapat terjadi dalam berbagai
tingkat dari yang ringan dan diikuti proses pemulihan yang cepat sampai interupsi total dan
degenerasi.
Terdapat 2 klasifikasi nerve injuries. Klasifikasi pertama dipublikasikan oleh
Seddon pada tahun 1943, kemudian yang kedua dipublikasikan oleh Sunderland tahun
1951. Klasifikasi Seddon digunakan untuk memahami dasar anatomi dari cedera.
Klasifikasi Sunderland baik untuk menentukan prognosis dan strategi pengobatan.
Kombinasi klasifikasi ini membagi nerve injury menjadi 5. Perbedaannya dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Tabel 2 di bawah:
a.Tingkat 1 (neuropraxia)
Neuropraxia adalah nerve injury yang paling sering terjadi. Lokasi kerusakan pada
serabut myelin, hanya terjadi gangguan kondisi saraf tanpa terjadinya degenerasi wallerian.
Karakteristiknya, defisit motorik lebih besar daripada sensorik. Saraf akan sembuh dalam
hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan 4 bulan. Penyembuhan akan pulih
sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.
b. Tingkat 2 (axonotmesis)
Pada axonotmesis (axon cutting) terjadi diskotinuitas myelin dan aksonal, tidak
melibatkan jaringan encapsulating, epineurium, dan perineurium, juga akan sembuh
sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat daripada cedera tingkat
pertama.
c.Tingkat 3
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera juga
akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya sebagian, dan penyembuhan
10
akan tergantung pada beberapa faktor, seperti semakin rusak saraf, semakin lama pula
penyembuhan terjadi.
d. Tingkat 4
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan perineurium.
Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan saraf, yang menghalangi
penyembuhan.
e.Tingkat 5 (neurotmesis)
Cedera pada neurotmesis (nerve cutting) melibatkan pemisahan sempurna dari
saraf, seperti nerve avulsion. Cedera saraf tingkat 4 dan 5 memerlukan tindakan operasi
untuk sembuh.
Tabel 1. Klasifikasi cedera saraf.
Derajat cedera saraf Myelin Akson Endoneurium Perineurium Epineurium
I (Neuropraksia) +/- Tidak Tidak Tidak Tidak
II (Axonotmesis) Ya Ya Tidak Tidak Tidak
III Ya Ya Ya Tidak Tidak
IV Ya Ya Ya Ya Tidak
V (Neurotmesis) Ya Ya Ya Ya Ya
11
Tabel 2. Perbedaan cedera saraf.
DerajatSembuh
spontanWaktu penyembuhan Pembedahan
I (Neuropraxia) Penuh Dalam hitungan hari sampai 4 bulan setelah cedera Tidak
II
(Axonotmesis)Penuh Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan Tidak
III Parsial Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan Ya
IV Tidak adaSetelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per
bulanYa
V (Neurotmesis) Tidak adaSetelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per
bulan.Ya
II. 4. Neuropati Kompresif
Neuropati kompresif adalah suatu disfungsi saraf perifer akibat adanya gangguan
lokal pada fungsi mikrovaskuler dan perubahan struktur pada saraf dan jaringan yang
berada disekitarnya. Neuropati kompresif merupakan akibat dari kompresi atau
penekanan pada saraf di salah satu titik perambatannya yang biasanya terjadi pada
ekstremitas atas. Dimanapun berada, bila sebuah saraf perifer melewati terowongan yang
tersusun dari jaringan fibro-osseous, saraf tersebut berisiko mengalami jebakan atau
kompresi, terutama jika jaringan di sekitarnya membengkak (seperti pada kehamilan,
miksedema atau rheumatoid arthritis) atau jika terdapat obstruksi lokal (ganglion atau
osteofit).
Patofisiologi Neuropati Kompresif
Mikroanatomi dari neuron dan saraf perifer perlu dipikirkan saat membahas
patofisiologi dari cedera akibat kompresi saraf. Kompresi akut dan kronis pada saraf perifer
akan memicu perubahan mikrosirkulasi imtraneural dan struktur serabut saraf,
meningkatkan permeabilitas vaskuler disertai dengan pembentukan edema, dan transportasi
12
aksonal retrograde, dimana semuanya tadi berkontribusi untuk munculnya gejala klinis dan
penurunan fungsi saraf. Perubahan morfologi dan fungsional badan sel saraf dapat diamati
yang dimungkinkan karena inhibisi transport aksonal.
Kompresi dari suatu saraf dalam regio tertentu dapat berlanjut menjadi suatu siklus
perubahan fisiologis yang berlanjut pada situasi patologis dan kemudian terjadi perubahan
anatomis pada tahapan selanjutnya. Akson tersebut awalnya adalah neuroektodermal,
sementara jaringan ikat berawal dari mesodermal. Masing-masing akson ditutupi oleh
endoneurium, suatu kumpulan akson yang dikelilingi oleh perineurium yang merupakan
lapisan paling penting dalam neurofisiologi dimana lapisan tersebut mewakili ‘Sawar
Darah-Saraf’ atau ‘Blood-Nerve Barrier’. Sel-sel tersebut memiliki lapisan padat yang
tidak mudah ditembus banyak substansi. Karenanya, Sawar Darah-Saraf memberikan
lingkungan khusus di dalam ruang endoneurial. Tidak terdapat pembuluh limfatik dalam
ruang endoneurial maupun perineurial. Saraf memiliki vaskularisasi aksial dan segmental
sepanjang perambatannya dan adanya kompresi berdampak pada perubahan tekanan di
dalam pembuluh darah dan di dalam saraf. Kerusakan pada Sawar Darah-Saraf akan
berdampak pada akumulasi protein dan menyusupnya limfosit, fibroblas, dan makrofag
sebagai suatu reaksi pada antigen yang sebelumnya terlindung di dalam ruang perineurial.
Hal ini akan mengawali reaksi inflamasi dan akhirnya pembentukan skar atau bekas luka.
Bila lokasi barrier pada lapisan dalam perineurium masih relatif utuh, hal ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan cairan dan sindrom kompartemen di dalam fasikel.
Kompresi pada saraf menghambat aliran darah epineural dan konduksi aksonal,
sehingga muncul gejala seperti kebas, parestesia dan kelemahan otot; adanya pemulihan
dari iskemia menjelaskan perbaikan mendadak dari gejala setelah operasi dekompresi.
Kompresi yang berat atau memanjang menyebabkan demielinasi segmental, atrofi otot
setempat dan fibrosis saraf, sehingga gejala tersebut sulit berkurang walaupun setelah
dilakukan dekompresi. Baik faktor mekanis maupun iskemia ikut terlibat dalam
perkembangan neuropati kompresif.
13
Gambar 3. Histopatologi dari kompresi saraf kronis menunjukkan suatu spektrum perubahan yang
diawali dari rusaknya blood-nerve barrier dan dengan kompresi berkelanjutan menyebabkan terjadinya
degenerasi aksonal. Tanda dan gejala pasien dan pemeriksaan sensorik akan berparalel dengan perubahan
histopatologi yang terjadi di saraf.
Neuropati kompresif berhubungan dengan penyakit umum seperti diabetes atau
konsumsi alkohol, sehingga menyebabkan saraf tersebut lebih sensitif terhadap efek
kompresi. Terdapat bukti bahwa kompresi proksimal (discogenic root compression)
mengganggu sintesis dan transport substansi neural, sehingga merupakan predisposisi
terjadinya jebakan saraf bagian distal, atau disebut juga Double-Crush Syndrome.
Hipotesis Double Crush Syndrome diperkenalkan oleh Upton dan McComas yang
menyatakan bahwa kompresi saraf proksimal dapat menyebabkan saraf sebelah distal
menjadi lebih rentan terhadap kompresi. Mereka mencatat tingginya insidensi sindroma
terowongan karpal dan terowongan kubital yang berhubungan dengan cedera saraf servikal.
Mereka menyimpulkan bahwa akibat dari kompresi sepanjang saraf akan berdampak pada
perubahan aliran aksoplasmik dan patologi serta simptomatologi berikutnya.
14
Regio yang paling sering terjadi kompresi saraf antara lain carpal tunnel (Nervus
Medianus) dan cubital tunnel (Nervus Ulnaris), sedangkan yang jarang terjadi antara lain
tarsal tunnel (posterior nervus tibialis), ligamentum inguinale (nervus cutaneous lateral
femur), suprascapular notch (nervus suprascapularis), dan fibular neck (nervus peroneus
communis). Sebuah kasus khusus yaitu thoracic outlet, dimana arteri subklavia dan root
dari pleksus brakhialis berjalan menyilangi costae pertama diantara otot scalenus anterior
dan medius. Pada kasus ini terdapat tanda dan gejala vaskuler serta neurologis.
Manifestasi Klinis
Pasien biasanya mengeluhkan rasa kesemutan, kebas atau nyeri. Gejala yang
muncul biasanya hilang timbul dan kadang berhubungan dengan gerakan atau postur tubuh
tertentu yang mengganggu saraf. Oleh karena itu, gejala Carpal tunnel syndrome biasanya
muncul pada malam hari hari saat pergelangan tangan kita tertahan pada posisi fleksi saat
kita tidur, dan gejala akan berkurang dengan cara menggerakkan tangan supaya sirkulasi
darah kembali lancar. Pada ulnar neuropathy, gejala muncul saat siku berada dalam posisi
fleksi dalam waktu yang lama. Pada thoracic outlet syndrome, paresthesia yang dirasakan
pada otot yang diinervasi C8 dan T1 dapat diprovokasi dengan cara menahan lengan dalam
posisi abduksi, ekstensi dan eksternal rotasi.
Area dimana terjadi penurunan sensasi dan kelemahan motoric kemudian
dipetakan. Pada beberapa kasus yang kronis bisa terjadi atrofi otot yang nyata. Area yang
rentan terjadi kompresi harus diperiksa dengan cermat adanya penyebab local.
Elektromiografi dan Nerve Conduction Test dapat membantu menegakkan
diagnosis, mengetahui tingkat kompresi dan memperkirakan derajat kerusakan saraf.
Konduksi saraf akan melambat pada segmen saraf yang terkena kompresi dan pada
pemeriksaan EMG akan terlihat abnormalitas pada potensial aksi otot yang terlihat sehat,
atau terjadi fibrilasi pada kasus dengan kerusakan saaraf yang berat.
15
Penatalaksanaan
Pada fase awal, penggunaan splint cukup membantu (seperti menahan pergelangan tangan
atau siku dalam posisi ekstensi) dan injeksi steroid ke dalam area yang terjadi kompresi
dapat mengurangi pembengkakan jaringan local. Jika gejala belum berkurang, operasi
dekompresi merupakan langkah selanjutnya. Namun, pada kasus kronis yang disertai atrofi
otot, dapat terjadi fibrosis endoneurial, degenerasi aksonal dan kematian jaringan sehingga
operasi dekompresi gagal untuk memulihkan saraf yang terkena.
II. 4. 1. Kompresi Nervus Medianus
Nervus medianus adalah saraf perifer yang paling sering mengalami cedera baik di sendi
pergelangan tangan maupun di antebrachii. Terdapat tiga sindrom yang terjadi saat
kompresi nervus medianus: (1) carpal tunnel syndrome (paling sering); (2) kompresi nervus
medianus proksimal (pronator syndrome); (3) kompresi nervus interosseous anterior.
Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Sindrom ini merupakan yang paling dikenal dari seluruh penyakit karena proses
entrapment lainnya. Pada anatomi terowongan karpal normal, hanya terdapat sedikit ruang
yang dapat diisi oleh tendon-tendon serta nervus medianus, sebagai konsekuensinya,
dengan adanya sedikit pembengkakan akan berakibat terjadinya kompresi dan iskemia pada
nervus medianus. Pada umumnya penyebabnya dapat diketahui, dan biasanya terjadinya
pada masa menopause, kehamilan, miksedema dan rheumatoid arthritis.
16
Gambar 3. Penampang melintang carpal tunnel
Sumber: Luchetti, R dan Amadio, P. “Carpal Tunnel Syndrome”. New York: Springer, 2002.
Manifestasi Klinis
Adanya riwayat penyakit sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Nyeri dan paresthesia terjadi pada daerah yang diinervasi nervus medianus, seperti di
pergelangan dan telapak tangan. Pasien kadang terbangun di malam hari karena rasa nyeri
seperti terbakar, kesemutan dan kebas. Menggantungkan lengan di samping tempat tidur
atau menggerak-gerakkan lengan biasanya dapat mengurangi gejala tersebut. Pada kasus
yang lebih lanjut dapat terjadi kekakuan dan kelemahan otot, terutama setelah melakukan
gerakan yang membutuhkan motoric halus seperti mengancingkan baju. Kondisi tersebut
lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dimana rata-rata usia antara 40-50 tahun.
Gejala sensoris dapat dirangsang dengan melakukan perkusi diatas nervus medianus
(Tinel’s sign) atau dengan melakukan fleksi penuh wrist joint selama kurang lebih 60 detik
(Phalen’s test). Pada kasus kronis terdapat atrofi otot-otot thenar, kelemahan pada abduksi
ibu jari dan refleks sensoris yang menumpul pada daerah yang diinervasi nervus medianus.
17
Gambar 4. Pemeriksaan klinis pada carpal tunnel syndrome. (a) Wasting pada thenar eminence pada kasus lanjut. (b) penekanan pada tunnel. (c) Forced flexion pada wrist dapat menimbulkan kembali keluhan pasien.
(d) Area dengan penurunan sensibilitas (1).
Uji elektrodiagnostik, yang mana menunjukkan penurunan kecepatan konduksi saraf yang
melintasi pergelangan tangan, diperuntukkan untuk kasus dengan gejala yang tidak khas.
Gejala radikuler dari spondilosis servikal dapat membingungkan dalam menegakkan
diagnosis dan dapat muncul bersamaan dengan carpal tunnel syndrome.
Penatalaksanaan
Pembidaian untuk mencegah fleksi pergelangan tangan dapat membantu meringankan
gejala nyeri malam hari pasien. Injeksi steroid kedalam carpal canal dapat memberikan
rasa nyaman pada penderita meskipun hanya sementara.
Operasi dekompresi pada ligament carpal transversal dapat membantu memberikan proses
penyembuhan segera. Insisi harus dilakukan pada sisi ulnar dari thenar untuk menghindari
cedera yang tidak disengaja pada cabang cutaneous palmar (sensoris) dan cabang motoric
thenar dari nervus medianus. Neurolisis internal tidak direkomendasikan. Endoskopi untuk
pelepasan carpal tunnel dapat memberikan alternative dengan keuntungan rehabilitasi post
operatif yang lebih singkat, namun memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi.
II. 4. 2. Kompresi Nervus Ulnaris
Cubital Tunnel Syndromes
Nervus ulnaris dapat diraba dengan mudah dibelakang epicondilus medial humerus. Nervus
ini dapat dengan mudah terjebak atau terkompresi di dalam cubital tunnel oleh karena
18
abnormalitas tulang, ganglion atau hipertrofi sinovium, terkompresi di proksimal oleh fasia
arcade of Struthers atau di sebelah distal cubital tunnel saat melewati dua caput tendon
fleksor carpi ulnaris yang kemudian memasuki antebrachii (Osbourne’s canal). Terkadang
nervus ini “tertarik” oleh deformitas cubitus valgus atau saat siku dalam posisi fleksi dalam
waktu yang lama.
Gambar 5. Cubital tunnel syndrome
Manifestasi Klinis
Pasien mengeluhkan kebas dan kesemutan di jari kelingking dan separuh jari manis. Gejala
dapat muncul hilang timbul dan berhubungan dengan postur siku tertentu. Pada awalnya
tidak begitu terlihat namun pada kasus kronis terdapat kelemahan saat posisi
menggenggam, mencakar, atrofi otot intrinsic dan hilangnya sensibilitas pada daerah yang
diinervasi nervus ulnaris. Froment’s sign dan kelemahanpada otot abductor digiti minimi
dapat terlihat.
Abnormalitas tulang dan jaringan lunak dapat terlihat dengan dengan jelas. Tinel’s test,
nyeri tekan diatas nervus dibelakang medial epicondyle, reproduksi gejala dengan fleksi
19
siku dan kelemahan otot fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum profundus pada jari
kelingking mengindikasikan adanya kompresi pada siku dibandingkan pergelangan tangan.
Diagnosis dapat dipastikan dengan melakukan nerve conduction test, namun karena gejala
ynag muncul kadang berhubungan dengan postur atau gerakan tertentu, hasil tes yang
negative belum bisa digunakan untuk menyingkirkan diagnosis.
Penatalaksanaan
Terapi konservatif dengan modifikasi postur dan splintage dari siku dalam posisi mid-
ekstensi pada malam hari sebaiknya dicoba terlebih dahulu. Jika gejala masih bertahan, dan
terutama jika disertai atrofi intrinsic, operasi dekompresi merupakan indikasi. Pilihan yang
tersedia diantaranya pelepasan atap dari cubital tunnel, transposisi anterior saraf kedalam
lapisam subkutan atau submuskuler atau bisa dilakukan medial epicondylectomy. Simple
release memiliki keuntungan karena dapat menghindari potensial denervasi yang
berhubungan dengan transposisi atau nyeri epikondiler yang menetap yang berhubungan
dengan epikondilektomi. Selama dilakukan pendekatan pembedahan, perawatan harus
dilakukan untuk menghindari kerusakan cabang posterior dari nervus cutaneous medialis
pada antebrachii, jika tidak akan menyebabkan kekakuan, nyeri neurogenic atau bahkan
sindrom nyeri regional kompleks.
II. 4. 3. Kompresi Nervus Radialis
Nervus radialis jarang menjadi sumber gejala entrapment. Tepat di atas sikum nervus
radialis bercabang menjadi cabang superfisial (sensoris di daerah anatomical snuffbox) dan
cabang nervus interosseous posterior yang kemudian berjalan diantara dua caput otot
supinator sebelum menginnervasi cabang motoric otot ekstensor carpi ulnaris dan ekstensor
metacarpophalangeal (cabang dari ekstensor carpi radialis longus dan brevis yang muncul
di atas siku).
Kompresi nervus interosseous posterior dapat terjadi pada lima tempat yaitu jaringan
fibrosa disekitar sendi radio-capitelar, cabang arteri rekuren, ekstensor carpi radialis brevis,
20
Arcade of Frohse (penebalan tepi proksimal otot supinator), dan pada tepi distal dari otot
supinator.
Kompresi nervus radialis juga dapat disebabkan lesi desak ruang seperti ganglion, lipoma,
atau sinovitis radio-capitelar berat. Terdapat dua pola klinis pada kompresi nervus radialis
yaitu sindrom interosseous posterior dan sindrom radial tunnel.
II. 5. Brachial Neuralgia
Brachial Neuralgia (BN) dikenal lewat kondisi scapula alata atau winging scapula.
BN umumnya memerlukan waktu dari beberapa minggu sampai bulan untuk menimbulkan
gejala, maka dari itu diagnosis dari penyakit ini biasanya tertunda. Penegakkan diagnosis
yang efisien diperlukan karena penangangan awal akan membuat kondisi pasien dan
pemulihannya lebih baik. Namun, hal ini tidak selalu mudah dilakukan dengan
mempertimbangkan bahwa penyakit ini bersifat multifocal dan memiliki cakupan klinis yang
bervariasi. Adapun gejala khas dari penyakit ini diantaranya adanya nyeri berat seperti rasa
terbakar yang muncul tiba-tiba di region bahu dan lengan atas, yang diikuti gejala sensoris
dan kelemahan otot-otot yang diinervasi pleksus brakhialis.
Etiologi
Etiologi dari Brachial Neuralgia masih belum jelas, namun imunitas yang dimediasi sel T
dan sel B ikut terlibat. Onset dari penyakit ini berhubungan dengan infeksi virus, vaksinasi
(terutama terhadap tetanus), interleukin-2 dan terapi interferon, trauma, neoplasma dan terapi
radiasi.. Efek samping dari terapi interleukin-2 termasuk leukoencephalopathy disertai fokal
demielinisasi perivaskuler dan infiltrasi limfosit-T, yang mendukung pemikiran
kemungkinan reaksi imunologis pada myelin. Sebuah penelitian terhadap pasien dengan BN
yang sebelumnya dilakukan biopsy pleksus brakhialis menunjukkan keberadaan infiltrasi
mononuclear disekitar pembuluh darah epineural dan endoneural namun tanpa disertai tanda
yang pasti dari vaskulitis. Proses infiltrasi berisi limfosit-T.
Gambaran Klinis
21
Brachial Neuralgia (BN) dapat terjadi pada otot di region manapun yang diinervasi oleh
pleksus brakhialis, dalam berbagai kumpulan gejala, yang mengindikasikan keterlibatan dari
lesi multifocal. Sebagai tambahan dari gambaran klinis yang beragam, terdapat pula
gambaran dimana serangan BN dapat terjadi pada saraf motoric maupun sensorik, dan dapat
dimungkinkan saraf-saraf yang tidak berkaitan langsung dengan pleksus brakhialis juga ikut
terlibat, sehingga menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis. BN terkadang sulit untuk
dikanali, terutama pada onset awal, sehingga kadang dapat disalahartikan menjadi penyakit
lain yang berasal dari vertebra servikal atau lengan.
a. Fase Akut
Nyeri muncul tiba-tiba dan tanpa dipicu seperti nyeri terbakar, dan kadang hingga
membangunkan pasien jika saat tidur posisi lengan pasien tertindih badan. Nyeri yang
dirasakan sangat intens, tidak tertahankan atau kadang dirasakan berbeda dari nyeri
sebelumnya, kecuali pada serangan brachial neuralgia sebelumnya. Pada skala nyeri dari 1-
10, pasien biasanya menilai nyerinya pada skala 7 atau lebih. Nyeri inisial biasanya berlanjut
dan mencapai puncaknya dalam beberapa jam. Nyeri ini berlangsung di malam hari, biasanya
saat antara tengah malam sampai pukul 7 pagi keesokan harinya dan nyeri biasanya semakin
bertambah saat malam hari, dan mengganggu istirahat pasien. Nyeri tersebut bermanifestasi
dengan penyebaran di cabang upper, middle atau lower dari pleksus brakhialis atau
kombinasi diantaranya.
Nyeri yang muncul awalnya muncul di region bahu dan menjalar sampai lengan, namun bisa
juga muncul dari vertebra cervical, dan kemudian menjalar sampai lengan, di daerah scapula
yang menjalar hingga ke dagu atau lengan, dan dapat juga muncul pada daerah yang
diinervasi pleksus brakhialis ekstremitas inferior, lengan medial, aksila dan tangan.
Nyeri berlangsung rata-rata hingga 27 hari. Durasi rata-rata nyeri dua kali lebih lama pada
pria dibandingkan pada wanita; pada pria dilaporkan nyeri berlangsung rata-rata selama 45
hari sedangkan pada wanita rata-rata 23 hari.
Pada pemeriksaan neurologis, tidak terdapat keterbatasan selama rotasi pasif atau baduksi
dari sendi bahu. Selain itu, nyeri tidak bertambah saat bergerak atau karena penekanan pada
likasi nyeri, sehingga stretching test biasanya negative, Flexion-adduction sign (Waxman)
22
biasanya khas, dimana bahu dan lengan pasien dalam posisi adduksi dan sendi siku fleksi.
Refleks fisiologis seringkali menurun pada BN.
b. Fase Kronis
Fase akut dari penyakit ini berlangsung tiga sampai empat minggu. Pada fase kronis
dimana berlangsung dari bulan bahkan tahun, pasien biasanya mengeluhkan kelemahan tanpa
disertai nyeri dan diikuti tanda berupa atrofi otot local dan dislokasi scapula.
Nyeri yang muncul berasal dari origo otot setempat yang kemudian berkembang menjadi
paresis otot di region periscapular, cervical atau occipital yang menyerupai nyeri radikuler.
Nyeri ini kadang terasa lebih berat dibandingkan kelemahan otot residual.
Paresis dan Atrofi
Setiap otot yang diinervasi pleksus brakhialis dapat terjadi paresis dan atrofi karena BN.
Kelemahan kadang berkembang dalam 24 jam pertama setelah onset nyeri. Kelemahan otot
biasanya terjadi pada otot-otot berikut ini: infraspinatus (72%), seratus anterior (70%), biseps
(60%), deltoid (50%), trapezius (20%) dan pektoralis mayor (15%), sedangkan otot
sternokleidomastoideus terpengaruh hanya pada 7% kasus. Fasikulasi yang terjadi pada otot
yang terkena BN tidak selalu terjadi, namun biasanya muncul bersamaan dengan kelemahan
otot, mungkin dikarenakan hipersensitivitas denervasi, namun dapat juga muncul pada fase
kronis dalam bentuk yang lebih berat. Atrofi otot muncul dalam lima minggu. Kelemahan
pada otot seratus anterior yang menyebabkan winging scapula biasanya dapat terlihat. Proses
23
pemulihan pada fungsi motoris biasanya dimulai pada bulan keenam hingga ketujuh dari
onset awal penyakit.
Gangguan Fungsi Sensoris
Hiperestesia bersamaan dengan parestesia merupakan gejala sensoris yang biasanya
muncul. Allodynia jarang terjadi dan hanya muncul pada sebagian kecil kasus. Pada pasien
dengan keluhan nyeri dan gangguan fungsi sensoris, keluhan biasanya muncul pada daerah
yang diinervasi nervus cutaneous lateral di sendi siku. Pada pasien tanpa keluhan gangguan
fungsi sensoris, nervus thoracic longus paling sering terkena.
Gangguan Sistem Otonom
Gejala otonom biasanya bermanifestasi dalam bentuk disfungsi vasomotor, perubahan
kondisi kulit, rambut dan kuku, edema, disregulasi suhu tubuh, serta peningkatan perspirasi.
Gejala tersebut lebih umum terjadi pada pasein dengan keterlibatan pleksus brakhialis
segmen bawah.
Diagnosis
Diagnosis dari Brachial Neuralgia ditegakkan terutama secara klinis, namun pemeriksaan
radiologis, laboratorium dan pemeriksaan neurofisiologis tertentu dapat sangat membantu
dalam memastikan diagnosis dan membedakan Brachial Neuralgia dengan penyakit lain.
Penatalaksanaan
Sejumlah penulis melaporkan pengalaman positif menggunakan kortikosteroid pada
penanganan Brachial Neuralgia. Sebuah studi prospektif dimana membandingkan pemulihan
pasien yang diterapi menggunakan dan tanpa menggunakan kortikosteroid memastikan efek
positif dari terapi kortikosteroid yang digunakan per oral dengan dosis 60 mg per hari pada
minggu pertama, yang kemudian dilakukan tapering off 10 mg, sehingga durasi keseluruhan
24
terapi adalah dua minggu. Terapi menggunakan kortikosteroid meningkatkan pemulihan
pasien, terutama paresis otot, dengan efek terbaik didapatkan dalam dua minggu pertama.
Namun terapi kortikosteroid ini tidak memiliki efek signifikan terhadap durasi dan intensitas
nyeri.
Pada fase akut, imobilisasi dan mengistirahatkan lengan yang terkena disertai pemberian
analgesic sangat direkomendasikan. Obat-obatan Antirheumatoid Non-steroid dengan efek
jangka panjang, dikombinasikan dengan opioid (morfin) jika perlu, menunjukkan hasil yang
efektif. Gabapentin, karbamazepin dan amitriptilin tidak direkomendasikan pada fase akut
karena onset kerja yang lambat, namun cukup berguna untuk meredakan nyeri pada fase
kronis.
Saat nyeri sudah mereda, disarankan untuk segera melakukan latihan fisik, yang dapat
berlangsung tiga sampai delapan minggu, yang mana dapat membantu menjaga kekuatan otot
dan mobilitas dari sendi bahu dan sendi siku. Latihan fisik sangat berpengaruh terhadap
kecepatan pemulihan dari bahu atau siku yang terkena, sehingga dapat kembali ke fungsi
yang normal.
25
BAB III
KESIMPULAN
Kerusakan saraf dapat terjadi salah satunya karena kompresi atau entrapment, dan dapat terjadi
dalam berbagai tingkatan dari yang ringan dan diikuti proses pemulihan yang cepat sampai pada
interupsi total dan degenerasi. Compressive neuropathy terutama pada ekstremitas atas
merupakan salah satu dari kelainan sistem saraf perifer yang paling sering muncul.
Mikroanatomi dari neuron dan saraf perifer perlu dipahami saat membahas patofisiologi dari
cedera akibat kompresi saraf.
Brachial Neuralgia dapat menyerupai nyeri neuropati akibat kompresi dan biasanya tidak
merespons tindakan intervensi bedah. Brachial neuralgia merupakan sebuah kelainan yang
mempengaruhi otot-otot yang diinervasi pleksus brakhialis, dan memiliki karakteristik berupa
nyeri yang berat seperti rasa terbakar di regio bahu dan lengan atas.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membantu dalam penegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan dari gejala neuropati kompresif dan brachial neuralgia. Kemampuan untuk
mengenali gejala dan tanda klinisnya serta cara menyingkirkan diagnosis banding lain yang
berhubungan dengan kelainan saraf perifer lainnya merupakan keterampilan yang penting.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Peripheral Nerve Disorders, in Apley’s System
of Orthopaedics and Fractures. United Kingdom: Hodder Arnold; 2010.
2. Mackinnon SE. Pathophysiology of nerve compression.Hand Clin. 2002;18:231–
41. [PubMed]
3. Sud V, Freeland AE. Biochemistry of Carpal Tunnel
Syndrome. Microsurgery. 2005;25:44–6. [PubMed]
4. Mackinnon SE, Novak CB. Compression Neuropathies, in Green’s Operative Hand
Surgery 6th ed. 2010
5. Martic V, Podnar S, Jovin Z. Clinical Manifestations Of Brachial Neuralgia, in Current
Top Neurology Psychiatric Disciplined Vol 18, No. 1. 2010
6. Thompson JC. Nerve Basic Science, in Netter’s Concise of Orthopaedic Anatomy 2nd ed.
2010
7. Seiler JG. Nerve Injuries, in Essentials of Hand Surgery, 1st ed. Lippincot Williams &
Wilkins. 2002
8. Doyle JR. Nerve Injuries, in Hand & Wrist: Orthopaedic Surgery Essentials. Lippincot
Williams & Wilkins. 2006
9. Dellon AL. Nerve Compression Syndromes, in Hand and Wrist Surgery Secret. Hanley &
Belfus. 2000
10. Lundborg G, Myers R, Powell H. Nerve compression injury and increased endoneurial
fluid pressure: A “miniature compartment syndrome” J Neurol Neurosurg
Psychiatry.2013;46:1119–24.
11. Rydevik B, Lundborg G, Bagge U. Effects of graded compression on intraneurial blood
flow. An in vivo study on rabbit tibial nerve. J Hand Surg. 2011;6:3–12.
12. Dahlin LB, Lundborg G. The neurone and its response to peripheral nerve compression. J
Hand Surg. 2010;15-B:5–10.
27