compression

39
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Neuropati kompresif merupakan salah satu dari aspek yang paling menarik sekaligus kompleks dari ilmu Hand Surgery. Neuropati kompresif merupakan akibat dari kompresi atau penekanan pada saraf di salah satu titik perambatannya yang biasanya terjadi pada ekstremitas atas. Neuropati kompresif biasanya terjadi di dekat persendian dimana saraf berjalan melewati terowongan jaringan fibrosa. Salah satu contoh kasus yang paling sering terjadi adalah carpal tunnel syndrome karena kompresi nervus medianus di sendi pergelangan tangan, dan cubital tunnel syndrome karena kompresi nervus ulnaris di sendi siku. Menurut penelitian McCabe pada tahun 2007, carpal tunnel syndrome terjadi pada 3,75% populasi penduduk Amerika dan sebagian besar terjadi pada orang-orang dengan riwayat pekerjaan dengan gerakan repetitive seperti para pekerja yang setiap hari menggunakan computer. Pada penelitian yang dilakukan Weitbrecth dan Navickine tahun 2004 diketahui bahwa pada 6% pasien yang didiagnosis dengan entrapment syndrome diketahui memiliki gejala kombinasi dari CTS, sindrom ulnaris dan sindrom supinator. Selain itu, menurut survey dari IMS 1

Upload: umar-kharisma

Post on 13-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

nerve compresion

TRANSCRIPT

Page 1: Compression

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Neuropati kompresif merupakan salah satu dari aspek yang paling menarik sekaligus

kompleks dari ilmu Hand Surgery. Neuropati kompresif merupakan akibat dari kompresi

atau penekanan pada saraf di salah satu titik perambatannya yang biasanya terjadi pada

ekstremitas atas. Neuropati kompresif biasanya terjadi di dekat persendian dimana saraf

berjalan melewati terowongan jaringan fibrosa. Salah satu contoh kasus yang paling sering

terjadi adalah carpal tunnel syndrome karena kompresi nervus medianus di sendi

pergelangan tangan, dan cubital tunnel syndrome karena kompresi nervus ulnaris di sendi

siku. Menurut penelitian McCabe pada tahun 2007, carpal tunnel syndrome terjadi pada

3,75% populasi penduduk Amerika dan sebagian besar terjadi pada orang-orang dengan

riwayat pekerjaan dengan gerakan repetitive seperti para pekerja yang setiap hari

menggunakan computer. Pada penelitian yang dilakukan Weitbrecth dan Navickine tahun

2004 diketahui bahwa pada 6% pasien yang didiagnosis dengan entrapment syndrome

diketahui memiliki gejala kombinasi dari CTS, sindrom ulnaris dan sindrom supinator.

Selain itu, menurut survey dari IMS Health tahun 2008, nerve entrapment syndrome

menempati peringkat ketiga dari seluruh penyebab nyeri neuropati yang telah terdiagnosis

sebelumnya.

Neuropati kompresif dapat menyebabkan gangguan fungsi ekstremitas dan jika

tidak ditangani akan menyebabkan tingkat morbiditas yang cukup berarti. Bahkan pada

beberapa kasus akan sulit untuk pulih seperti sedia kala. Oleh karena itu, kemampuan untuk

mendiagnosis dan menangani neuropati kompresif sedini mungkin merupakan hal yang

penting. Selain itu, dokter bedah yang menangani kasus-kasus neuropati kompresif pada

ekstremitas atas haruslah sadar dengan permasalah neurologis lain, seperti salah satunya

adalah Brachial Neuralgia, yang dapat menyerupai nyeri neuropati akibat kompresi dan

1

Page 2: Compression

biasanya tidak merespons tindakan intervensi bedah. Brachial neuralgia merupakan sebuah

kelainan yang mempengaruhi otot-otot yang diinervasi pleksus brakhialis, dan memiliki

karakteristik berupa nyeri yang berat seperti rasa terbakar di regio bahu dan lengan atas

yang terkadang sampai membangunkan pasien dimalam hari, dan biasanya kemudian diikuti

dengan kelemahan ekstremitas atas. Diagnosis yang tepat secara klinis dan penanganan yang

sesuai merupakan hal yang penting untuk kasus-kasus kelainan tersebut. Dalam makalah ini,

kami meninjau mengenai patofisiologi, gejala dan tanda klinis, penegakkan diagnosis dan

penatalaksanaan dari neuropati kompresif serta brachial neuralgia.

I.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk membahas pengetahuan mengenai

compressive neuropathy dan brachial neuralgia baik dalam patofisiologi, manifestasi

klinis, penegakkan diagnosis hingga penatalaksanaannya.

I.3. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan referat ini adalah agar penulis maupun pembaca dapat menambah

pengetahuan mengenai compressive neuropathy dan brachial neuralgia baik dalam

patofisiologi, manifestasi klinis, penegakkan diagnosis hingga penatalaksanaannya.

2

Page 3: Compression

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Anatomi Saraf Perifer

Saraf perifer merupakan suatu kumpulan akson yang menghantarkan impuls eferen

(motorik) dari sel di cornu anterior medulla spinalis menuju otot, dan impuls aferen

(sensorik) dari reseptor perifer menuju sel di root ganglia posterior medulla spinalis. Saraf

juga menghantarkan serabut sudomotor dan vasomotor dari sel ganglion di jalur simpatis.

Beberapa saraf cenderung bersifat motoris, beberapa lainnya bersifat sensoris, trunchus

yang lebih besar merupakan gabungan dari akson motoris dan sensoris yang berjalan dalam

rangkaian yang terpisah.

Masing-masing akson merupakan sebuah proses perpanjangan dari sebuah sel saraf

atau neuron. Badan sel dari motor neuron yang mensuplai otot-otot perifer mengelompok di

cornu anterior medulla spinalis; sebuah motor neuron beserta akson-nya panjangnya bisa

berukuran hingga satu meter. Badan sel dari neuron sensoris yang mensuplai trunchus dan

ekstremitas, terletak di dorsal root ganglia dan tiap neuron memiliki akson yang

memanjang dari perifer ke badan sel dan yang lainnya dari badan sel ke medulla spinalis.

Akhiran perifer dari seluruh neuron kemudian bercabang. Sebuah motor neuron

dapat menginnervasi dari 10 sampai beberapa ribu serabut otot, rasionya bergantung pada

derajat kebutuhan dari otot-otot tertentu (semakin kecil rasio, semakin halus

pergerakannya). Yang tidak jauh berbeda, cabang-cabang perifer dari masing-masing

neuron sensoris dapat menginnervasi dari hanya sebuah bundle otot sampai permukaan

kulit yang cukup luas.

Sinyal atau potensial aksi yang dibawa oleh motor neuron ditransmisikan menuju

serabut otot melalui pelepasan neurotransmitter, asetilkolin, di ujung terminal dari saraf.

Sinyal sensoris dihantarkan ke dorsal root ganglia dan dari sini kemudian menuju columna

ipsilateral dari medulla spinalis, melalui batang otak dan thalamus, menuju korteks

3

Page 4: Compression

(sensoris) yang berlawanan. Impuls proprioseptif dari bundle otot dan sendi melewati jalur

ini dan dibawa menuju sel di cornu anterior medulla spinalis sebagai bagian dari refleks

lokal. Keuntungan dari sistem ini untuk meyakinkan bahwa survival mechanism, seperti

sistem keseimbangan dan sistem sensoris posisi terhadap ruang, diaktivasi dengan cepat.

Gambar 1. Struktur penampang melintang saraf perifer

Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Peripheral Nerve Disorders, in Apley’s System of

Orthopaedics and Fractures. United Kingdom: Hodder Arnold; 2010.

Pada saraf perifer, seluruh akson motorik dan akson sensorik yang peka terhadap

sentuhan, nyeri dan proprioseptif, diselubungi oleh myelin, sebuah membran lipoprotein

berlapis yang berasal dari sel Schawann. Setiap millimeter dari selubung myelin tersusun

terputus-putus, meninggalkan segmen pendek dari akson bebas yang disebut Nodus

Ranvier. Impuls saraf meloncat dari nodus ke nodus dengan kecepatan elektrik, bahkan

bisa lebih cepat apabila akson tidak diselubungi. Sebagai konsekuensi, berkurangnya

selubung nielin dapat menyebabkan penurunan kecepatan atau bahkan hambatan total dari

konduksi aksonal.

4

Page 5: Compression

Sebagian besar akson, terutama serabut dengan diameter kecil yang membawa

sensasi kasar dan serabut simpatis eferen, tersusun tanpa myelin namun diselubungi oleh

sitoplasma sel Schawnn. Kerusakan pada akson ini dapat menyebabkan sensasi tidak

nyaman dan berbagai macam efek sudomotor dan vasomotor.

Diluar dari membran sel Schwann, akson diselubungi oleh lapisan jaringan ikat

yang disebut endoneurium. Akson yang menyusun sebuah saraf dibagi menjadi bundles/

fasikel oleh sebuah membran yang cukup tebal yang disebut perineurium. Pada penampang

melintang dari saraf, fasikel terlihat di permukaan, selubung perineuralnya jelas terlihat dan

cukup kuat untuk dipegang menggunakan instrumen bedah saat operasi nerve repair.

Sekelompok fasikel yang menyusun trunchus saraf diselubungi oleh lapisan jaringan ikat

yang lebih tebal yang disebut epineurium. Epineurium berbeda-beda dalam ketebalannya

dan cukup kuat dimana saraf berfungsi pada pergerakan dan traksi, misalnya saraf di dekat

persendian.

Saraf divaskularisasi oleh cukup banyak pembuluh darah yang berjalan secara

longitudinal di epineurium sebelum menembus beberapa lapisan sehingga menjadi kapiler

endoneurial. Pembuluh darah kecil ini dapat rusak oleh tarikan atau perlakuan kasar pada

saraf, namun pembuluh darah ini dapat menahan mobilisasi ekstensif dari saraf, sehingga

membuatnya mungkin untuk diperbaiki atau mengganti segmen yang rusak melalui operasi

transposisi atau neurotisasi.pembuluh darah yang kecil ini memiliki suplai saraf

simpatisnya sendiri yang berasal dari saraf induk dan stimulasi dari serabut-serabut ini

(menyebabkan vasokonstriksi intraneural) merupakan hal yang penting pada kondisi seperti

distrofi reflex simpatis dan sindrom nyeri lainnya.

5

Page 6: Compression

II. 2. Persarafan Ekstremitas Atas

Innervasi Ekstremitas Superior Secara umum, extremitas superior dipersarafi oleh

cabang-cabang plexus brachialis. Cabang-cabang terminal plexus brachialis adalah

N.musculocutaneus, N.medianus, N.ulnaris, dan N.radialis.

a. Nervus medianus

Dibentuk oleh radix superior dari fasciculus lateralis dan radix inferior dari

fasciculus medialis, berada di sebelah lateral arteria axillaris. Dibentuk oleh serabut

saraf yang berpusat pada medulla spinalis segmental C5 – Thoracal 1. Sepanjang

brachium n.medianus berjalan berdampingan dengan arteria brachialis, mulamula

berada di sebelah lateral, lalu menyilang di sebelah ventral arteria tersebut kira-kira

pada pertengahan brachium, selanjutnya memasuki fossa cubiti dan berada di sebelah

arteria brachialis. Di dareah brachium nervus ini tidak memberi percabangan.

Memasuki daerah antebrachium, n.medianus berada di antara kedua caput m.pronator

teres, berjalan ke distal di bagian medial antebrachium, oleh karena itu disebut nervus

medianus, berada di sebelah profunda m.flexor digitorum sublimis. Di regio

antebrachium, nervus ini mempersarafi m.flexor pollicis longus, pars lateralis m.flexor

digitorum profundus, dan m.pronator quadratus.

b. Nervus ulnaris

Merupakan cabang utama dari fasciculus medialis, berada di sebelah medial

a.axillaris, selanjutnya berada di sebelah medial a.brachialis. Pada pertengahan

brachium, saraf ini berjalan ke arah dorsal menembusi septum intermusculare medial,

berjalan terus ke caudal dan berada pada facies dorsalis epicondylus medialis humeri,

yaitu di dalam sulcus nervi ulnaris humeri. Di daerah brachium n.ulnaris tidak

memberi percabangan. Saraf ini masuk regio anterbrachium dengan melewati celah

antara kedua caput m.flexor carpi ulnaris, lalu berjalan di antara m.flexor carpi ulnaris

dan m.flexor digitorum profundus. Di sebelah distal pertengahan antebrachium

n.ulnaris memberi dua cabang cutaneus, yaitu:

1) ramus dorsalis, yang berjalan ke dorsal, berada di sebelah parofunda tendo

m.flexor carpi ulnaris, mempersarafi kulit pada sisi ulnaris manus dan facies

dorsalis 1½ jari, sejauh phalanx intermedia;

6

Page 7: Compression

2) ramus palmaris, yang mempersarafi kulit sisi ulnaris pergelangan tangan dan

manus.

Pada regio manus, n.ulnaris terbagi ke dalam ujung-ujung terminal, yaitu:

1) ramus superficialis, mempersarafi m.palmaris brevis, lalu terbagi dua membentuk

nn.digitales palmares communes. Cabang ini mempersarafi kulit 1 ½ jari bagian

medial, pada facies palmaris seluruhnya dan pada facies dorsalis sampai phalanx

distalis;

2) ramus profundus, yang berjalan bersama dengan arteri ulnaris, mempersarafi

otototot hypothenar, memberi dua buah cabang yang masing-masing menuju ke

ruang interossea, bersifat motoris untuk mm.interossei. Juga mempersarafi kedua

otot lumbricales bagian medial. Ramus profundis ini berakhir dengan

mempersarafi m.adductor pollicis dan m.interosseus palmaris I.

c. Nervus radialis

Merupakan cabang terbesar dari plexus brachialis, merupakan lanjutan dari

fasciculus posterior. Berjalan menyilang pada tendo m.latissimus dorsi, melewati tepi

caudal m.teres major, di antara caput longum m.triceps brachii dan humeris. Saraf ini

berjalan ke distal melingkari humerus, berada di dalam sulcus spiralis bersama dengan

arteria profunda brachii. Tiba pada sisi lateal brachium n.radialis menembusi septum

intermusculare lateral, berjalan di antara m.brachialis dan m.coracobrachialis, di

sebelah ventral epicondylus lateralis humeri, terbagi menjadi ramus superficialis dan

ramus profundus.

Ramus superficialis nervi radialis merupakan lanjutan dari n.radialis, berjalan

pada sisi lateral antebrachium, ditutupi oleh m.brachioradialis. Setelah mencapai facies

dorsalis pergelangan tangan, nervus ini bercabang dua mementuk ramus lateralis dan

ramus medialis. Ramus lateral kecil dan mempersarafi kulit bagian radialis. Ramus

medialis mengadakan anastomose dengan cabang-cabang nervus cutaneus antebrachii

lateralis dan ramus dorsalis nervi ulnaris, selanjutnya membentuk 4 buah nervus

digitalis dorsalis, yang mempersarafi sisi ulnaris jari I, sisi radialis jari II, sisi ulnaris

jari III dan sisi radialis jari III, sisi ulnaris jari III dan sisi radialis jari IV.

7

Page 8: Compression

d. Nervus musculocutaneus

Merupakan cabang dari fasciculus lateralis dan berpusat pada medulla spinalis segmen

C 5 – 7, menembusi m.coracobrachialis, berjalan menyilang le arah lateral di antara

m.biceps brachii dan m.brachialis. Memberi cabang ramus muscularis untuk

m.coracobrachialis, m.biceps brachii, dan m.brachialis. Saraf ini berjalan

meninggalkan tepi lateral m.biceps brachii, tembus fascia, melanjutkan diri sebagai

nervus cutaneus antebrachii lateralis, yang mempersarafi facies lateralis regio

antebrachium.

8

Page 9: Compression

Gambar 2. Persarafan ekstremitas atas

Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Unites States of America: Wiley; 2009.

9

Page 10: Compression

II. 3. Klasifikasi Cedera Saraf

Saraf dapat cedera dikarenakan beberapa sebab, diantaranya karena iskemia,

kompresi, traksi, laserasi atau akibat luka bakar. Kerusakan dapat terjadi dalam berbagai

tingkat dari yang ringan dan diikuti proses pemulihan yang cepat sampai interupsi total dan

degenerasi.

Terdapat 2 klasifikasi nerve injuries. Klasifikasi pertama dipublikasikan oleh

Seddon pada tahun 1943, kemudian yang kedua dipublikasikan oleh Sunderland tahun

1951. Klasifikasi Seddon digunakan untuk memahami dasar anatomi dari cedera.

Klasifikasi Sunderland baik untuk menentukan prognosis dan strategi pengobatan.

Kombinasi klasifikasi ini membagi nerve injury menjadi 5. Perbedaannya dapat dilihat

pada Tabel 1 dan Tabel 2 di bawah:

a.Tingkat 1 (neuropraxia)

Neuropraxia adalah nerve injury yang paling sering terjadi. Lokasi kerusakan pada

serabut myelin, hanya terjadi gangguan kondisi saraf tanpa terjadinya degenerasi wallerian.

Karakteristiknya, defisit motorik lebih besar daripada sensorik. Saraf akan sembuh dalam

hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan 4 bulan. Penyembuhan akan pulih

sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.

b. Tingkat 2 (axonotmesis)

Pada axonotmesis (axon cutting) terjadi diskotinuitas myelin dan aksonal, tidak

melibatkan jaringan encapsulating, epineurium, dan perineurium, juga akan sembuh

sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat daripada cedera tingkat

pertama.

c.Tingkat 3

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera juga

akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya sebagian, dan penyembuhan

10

Page 11: Compression

akan tergantung pada beberapa faktor, seperti semakin rusak saraf, semakin lama pula

penyembuhan terjadi.

d. Tingkat 4

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan perineurium.

Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan saraf, yang menghalangi

penyembuhan.

e.Tingkat 5 (neurotmesis)

Cedera pada neurotmesis (nerve cutting) melibatkan pemisahan sempurna dari

saraf, seperti nerve avulsion. Cedera saraf tingkat 4 dan 5 memerlukan tindakan operasi

untuk sembuh.

 Tabel 1. Klasifikasi cedera saraf.

Derajat cedera saraf Myelin Akson Endoneurium Perineurium Epineurium

I (Neuropraksia) +/- Tidak Tidak Tidak Tidak

II (Axonotmesis) Ya Ya Tidak Tidak Tidak

III Ya Ya Ya Tidak Tidak

IV Ya Ya Ya Ya Tidak

V (Neurotmesis) Ya Ya Ya Ya Ya

 

11

Page 12: Compression

Tabel 2. Perbedaan cedera saraf.

DerajatSembuh

spontanWaktu penyembuhan Pembedahan

I (Neuropraxia) Penuh Dalam hitungan hari sampai 4 bulan setelah cedera Tidak

II

(Axonotmesis)Penuh Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan Tidak

III Parsial Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan Ya

IV Tidak adaSetelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per

bulanYa

V (Neurotmesis) Tidak adaSetelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per

bulan.Ya

II. 4. Neuropati Kompresif

Neuropati kompresif adalah suatu disfungsi saraf perifer akibat adanya gangguan

lokal pada fungsi mikrovaskuler dan perubahan struktur pada saraf dan jaringan yang

berada disekitarnya. Neuropati kompresif merupakan akibat dari kompresi atau

penekanan pada saraf di salah satu titik perambatannya yang biasanya terjadi pada

ekstremitas atas. Dimanapun berada, bila sebuah saraf perifer melewati terowongan yang

tersusun dari jaringan fibro-osseous, saraf tersebut berisiko mengalami jebakan atau

kompresi, terutama jika jaringan di sekitarnya membengkak (seperti pada kehamilan,

miksedema atau rheumatoid arthritis) atau jika terdapat obstruksi lokal (ganglion atau

osteofit).

Patofisiologi Neuropati Kompresif

Mikroanatomi dari neuron dan saraf perifer perlu dipikirkan saat membahas

patofisiologi dari cedera akibat kompresi saraf. Kompresi akut dan kronis pada saraf perifer

akan memicu perubahan mikrosirkulasi imtraneural dan struktur serabut saraf,

meningkatkan permeabilitas vaskuler disertai dengan pembentukan edema, dan transportasi

12

Page 13: Compression

aksonal retrograde, dimana semuanya tadi berkontribusi untuk munculnya gejala klinis dan

penurunan fungsi saraf. Perubahan morfologi dan fungsional badan sel saraf dapat diamati

yang dimungkinkan karena inhibisi transport aksonal.

Kompresi dari suatu saraf dalam regio tertentu dapat berlanjut menjadi suatu siklus

perubahan fisiologis yang berlanjut pada situasi patologis dan kemudian terjadi perubahan

anatomis pada tahapan selanjutnya. Akson tersebut awalnya adalah neuroektodermal,

sementara jaringan ikat berawal dari mesodermal. Masing-masing akson ditutupi oleh

endoneurium, suatu kumpulan akson yang dikelilingi oleh perineurium yang merupakan

lapisan paling penting dalam neurofisiologi dimana lapisan tersebut mewakili ‘Sawar

Darah-Saraf’ atau ‘Blood-Nerve Barrier’. Sel-sel tersebut memiliki lapisan padat yang

tidak mudah ditembus banyak substansi. Karenanya, Sawar Darah-Saraf memberikan

lingkungan khusus di dalam ruang endoneurial. Tidak terdapat pembuluh limfatik dalam

ruang endoneurial maupun perineurial. Saraf memiliki vaskularisasi aksial dan segmental

sepanjang perambatannya dan adanya kompresi berdampak pada perubahan tekanan di

dalam pembuluh darah dan di dalam saraf. Kerusakan pada Sawar Darah-Saraf akan

berdampak pada akumulasi protein dan menyusupnya limfosit, fibroblas, dan makrofag

sebagai suatu reaksi pada antigen yang sebelumnya terlindung di dalam ruang perineurial.

Hal ini akan mengawali reaksi inflamasi dan akhirnya pembentukan skar atau bekas luka.

Bila lokasi barrier pada lapisan dalam perineurium masih relatif utuh, hal ini akan

menyebabkan peningkatan tekanan cairan dan sindrom kompartemen di dalam fasikel.

Kompresi pada saraf menghambat aliran darah epineural dan konduksi aksonal,

sehingga muncul gejala seperti kebas, parestesia dan kelemahan otot; adanya pemulihan

dari iskemia menjelaskan perbaikan mendadak dari gejala setelah operasi dekompresi.

Kompresi yang berat atau memanjang menyebabkan demielinasi segmental, atrofi otot

setempat dan fibrosis saraf, sehingga gejala tersebut sulit berkurang walaupun setelah

dilakukan dekompresi. Baik faktor mekanis maupun iskemia ikut terlibat dalam

perkembangan neuropati kompresif.

13

Page 14: Compression

Gambar 3. Histopatologi dari kompresi saraf kronis menunjukkan suatu spektrum perubahan yang

diawali dari rusaknya blood-nerve barrier dan dengan kompresi berkelanjutan menyebabkan terjadinya

degenerasi aksonal. Tanda dan gejala pasien dan pemeriksaan sensorik akan berparalel dengan perubahan

histopatologi yang terjadi di saraf.

Neuropati kompresif berhubungan dengan penyakit umum seperti diabetes atau

konsumsi alkohol, sehingga menyebabkan saraf tersebut lebih sensitif terhadap efek

kompresi. Terdapat bukti bahwa kompresi proksimal (discogenic root compression)

mengganggu sintesis dan transport substansi neural, sehingga merupakan predisposisi

terjadinya jebakan saraf bagian distal, atau disebut juga Double-Crush Syndrome.

Hipotesis Double Crush Syndrome diperkenalkan oleh Upton dan McComas yang

menyatakan bahwa kompresi saraf proksimal dapat menyebabkan saraf sebelah distal

menjadi lebih rentan terhadap kompresi. Mereka mencatat tingginya insidensi sindroma

terowongan karpal dan terowongan kubital yang berhubungan dengan cedera saraf servikal.

Mereka menyimpulkan bahwa akibat dari kompresi sepanjang saraf akan berdampak pada

perubahan aliran aksoplasmik dan patologi serta simptomatologi berikutnya.

14

Page 15: Compression

Regio yang paling sering terjadi kompresi saraf antara lain carpal tunnel (Nervus

Medianus) dan cubital tunnel (Nervus Ulnaris), sedangkan yang jarang terjadi antara lain

tarsal tunnel (posterior nervus tibialis), ligamentum inguinale (nervus cutaneous lateral

femur), suprascapular notch (nervus suprascapularis), dan fibular neck (nervus peroneus

communis). Sebuah kasus khusus yaitu thoracic outlet, dimana arteri subklavia dan root

dari pleksus brakhialis berjalan menyilangi costae pertama diantara otot scalenus anterior

dan medius. Pada kasus ini terdapat tanda dan gejala vaskuler serta neurologis.

Manifestasi Klinis

Pasien biasanya mengeluhkan rasa kesemutan, kebas atau nyeri. Gejala yang

muncul biasanya hilang timbul dan kadang berhubungan dengan gerakan atau postur tubuh

tertentu yang mengganggu saraf. Oleh karena itu, gejala Carpal tunnel syndrome biasanya

muncul pada malam hari hari saat pergelangan tangan kita tertahan pada posisi fleksi saat

kita tidur, dan gejala akan berkurang dengan cara menggerakkan tangan supaya sirkulasi

darah kembali lancar. Pada ulnar neuropathy, gejala muncul saat siku berada dalam posisi

fleksi dalam waktu yang lama. Pada thoracic outlet syndrome, paresthesia yang dirasakan

pada otot yang diinervasi C8 dan T1 dapat diprovokasi dengan cara menahan lengan dalam

posisi abduksi, ekstensi dan eksternal rotasi.

Area dimana terjadi penurunan sensasi dan kelemahan motoric kemudian

dipetakan. Pada beberapa kasus yang kronis bisa terjadi atrofi otot yang nyata. Area yang

rentan terjadi kompresi harus diperiksa dengan cermat adanya penyebab local.

Elektromiografi dan Nerve Conduction Test dapat membantu menegakkan

diagnosis, mengetahui tingkat kompresi dan memperkirakan derajat kerusakan saraf.

Konduksi saraf akan melambat pada segmen saraf yang terkena kompresi dan pada

pemeriksaan EMG akan terlihat abnormalitas pada potensial aksi otot yang terlihat sehat,

atau terjadi fibrilasi pada kasus dengan kerusakan saaraf yang berat.

15

Page 16: Compression

Penatalaksanaan

Pada fase awal, penggunaan splint cukup membantu (seperti menahan pergelangan tangan

atau siku dalam posisi ekstensi) dan injeksi steroid ke dalam area yang terjadi kompresi

dapat mengurangi pembengkakan jaringan local. Jika gejala belum berkurang, operasi

dekompresi merupakan langkah selanjutnya. Namun, pada kasus kronis yang disertai atrofi

otot, dapat terjadi fibrosis endoneurial, degenerasi aksonal dan kematian jaringan sehingga

operasi dekompresi gagal untuk memulihkan saraf yang terkena.

II. 4. 1. Kompresi Nervus Medianus

Nervus medianus adalah saraf perifer yang paling sering mengalami cedera baik di sendi

pergelangan tangan maupun di antebrachii. Terdapat tiga sindrom yang terjadi saat

kompresi nervus medianus: (1) carpal tunnel syndrome (paling sering); (2) kompresi nervus

medianus proksimal (pronator syndrome); (3) kompresi nervus interosseous anterior.

Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Sindrom ini merupakan yang paling dikenal dari seluruh penyakit karena proses

entrapment lainnya. Pada anatomi terowongan karpal normal, hanya terdapat sedikit ruang

yang dapat diisi oleh tendon-tendon serta nervus medianus, sebagai konsekuensinya,

dengan adanya sedikit pembengkakan akan berakibat terjadinya kompresi dan iskemia pada

nervus medianus. Pada umumnya penyebabnya dapat diketahui, dan biasanya terjadinya

pada masa menopause, kehamilan, miksedema dan rheumatoid arthritis.

16

Page 17: Compression

Gambar 3. Penampang melintang carpal tunnel

Sumber: Luchetti, R dan Amadio, P. “Carpal Tunnel Syndrome”. New York: Springer, 2002.

Manifestasi Klinis

Adanya riwayat penyakit sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.

Nyeri dan paresthesia terjadi pada daerah yang diinervasi nervus medianus, seperti di

pergelangan dan telapak tangan. Pasien kadang terbangun di malam hari karena rasa nyeri

seperti terbakar, kesemutan dan kebas. Menggantungkan lengan di samping tempat tidur

atau menggerak-gerakkan lengan biasanya dapat mengurangi gejala tersebut. Pada kasus

yang lebih lanjut dapat terjadi kekakuan dan kelemahan otot, terutama setelah melakukan

gerakan yang membutuhkan motoric halus seperti mengancingkan baju. Kondisi tersebut

lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dimana rata-rata usia antara 40-50 tahun.

Gejala sensoris dapat dirangsang dengan melakukan perkusi diatas nervus medianus

(Tinel’s sign) atau dengan melakukan fleksi penuh wrist joint selama kurang lebih 60 detik

(Phalen’s test). Pada kasus kronis terdapat atrofi otot-otot thenar, kelemahan pada abduksi

ibu jari dan refleks sensoris yang menumpul pada daerah yang diinervasi nervus medianus.

17

Page 18: Compression

Gambar 4. Pemeriksaan klinis pada carpal tunnel syndrome. (a) Wasting pada thenar eminence pada kasus lanjut. (b) penekanan pada tunnel. (c) Forced flexion pada wrist dapat menimbulkan kembali keluhan pasien.

(d) Area dengan penurunan sensibilitas (1).

Uji elektrodiagnostik, yang mana menunjukkan penurunan kecepatan konduksi saraf yang

melintasi pergelangan tangan, diperuntukkan untuk kasus dengan gejala yang tidak khas.

Gejala radikuler dari spondilosis servikal dapat membingungkan dalam menegakkan

diagnosis dan dapat muncul bersamaan dengan carpal tunnel syndrome.

Penatalaksanaan

Pembidaian untuk mencegah fleksi pergelangan tangan dapat membantu meringankan

gejala nyeri malam hari pasien. Injeksi steroid kedalam carpal canal dapat memberikan

rasa nyaman pada penderita meskipun hanya sementara.

Operasi dekompresi pada ligament carpal transversal dapat membantu memberikan proses

penyembuhan segera. Insisi harus dilakukan pada sisi ulnar dari thenar untuk menghindari

cedera yang tidak disengaja pada cabang cutaneous palmar (sensoris) dan cabang motoric

thenar dari nervus medianus. Neurolisis internal tidak direkomendasikan. Endoskopi untuk

pelepasan carpal tunnel dapat memberikan alternative dengan keuntungan rehabilitasi post

operatif yang lebih singkat, namun memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi.

II. 4. 2. Kompresi Nervus Ulnaris

Cubital Tunnel Syndromes

Nervus ulnaris dapat diraba dengan mudah dibelakang epicondilus medial humerus. Nervus

ini dapat dengan mudah terjebak atau terkompresi di dalam cubital tunnel oleh karena

18

Page 19: Compression

abnormalitas tulang, ganglion atau hipertrofi sinovium, terkompresi di proksimal oleh fasia

arcade of Struthers atau di sebelah distal cubital tunnel saat melewati dua caput tendon

fleksor carpi ulnaris yang kemudian memasuki antebrachii (Osbourne’s canal). Terkadang

nervus ini “tertarik” oleh deformitas cubitus valgus atau saat siku dalam posisi fleksi dalam

waktu yang lama.

Gambar 5. Cubital tunnel syndrome

Manifestasi Klinis

Pasien mengeluhkan kebas dan kesemutan di jari kelingking dan separuh jari manis. Gejala

dapat muncul hilang timbul dan berhubungan dengan postur siku tertentu. Pada awalnya

tidak begitu terlihat namun pada kasus kronis terdapat kelemahan saat posisi

menggenggam, mencakar, atrofi otot intrinsic dan hilangnya sensibilitas pada daerah yang

diinervasi nervus ulnaris. Froment’s sign dan kelemahanpada otot abductor digiti minimi

dapat terlihat.

Abnormalitas tulang dan jaringan lunak dapat terlihat dengan dengan jelas. Tinel’s test,

nyeri tekan diatas nervus dibelakang medial epicondyle, reproduksi gejala dengan fleksi

19

Page 20: Compression

siku dan kelemahan otot fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum profundus pada jari

kelingking mengindikasikan adanya kompresi pada siku dibandingkan pergelangan tangan.

Diagnosis dapat dipastikan dengan melakukan nerve conduction test, namun karena gejala

ynag muncul kadang berhubungan dengan postur atau gerakan tertentu, hasil tes yang

negative belum bisa digunakan untuk menyingkirkan diagnosis.

Penatalaksanaan

Terapi konservatif dengan modifikasi postur dan splintage dari siku dalam posisi mid-

ekstensi pada malam hari sebaiknya dicoba terlebih dahulu. Jika gejala masih bertahan, dan

terutama jika disertai atrofi intrinsic, operasi dekompresi merupakan indikasi. Pilihan yang

tersedia diantaranya pelepasan atap dari cubital tunnel, transposisi anterior saraf kedalam

lapisam subkutan atau submuskuler atau bisa dilakukan medial epicondylectomy. Simple

release memiliki keuntungan karena dapat menghindari potensial denervasi yang

berhubungan dengan transposisi atau nyeri epikondiler yang menetap yang berhubungan

dengan epikondilektomi. Selama dilakukan pendekatan pembedahan, perawatan harus

dilakukan untuk menghindari kerusakan cabang posterior dari nervus cutaneous medialis

pada antebrachii, jika tidak akan menyebabkan kekakuan, nyeri neurogenic atau bahkan

sindrom nyeri regional kompleks.

II. 4. 3. Kompresi Nervus Radialis

Nervus radialis jarang menjadi sumber gejala entrapment. Tepat di atas sikum nervus

radialis bercabang menjadi cabang superfisial (sensoris di daerah anatomical snuffbox) dan

cabang nervus interosseous posterior yang kemudian berjalan diantara dua caput otot

supinator sebelum menginnervasi cabang motoric otot ekstensor carpi ulnaris dan ekstensor

metacarpophalangeal (cabang dari ekstensor carpi radialis longus dan brevis yang muncul

di atas siku).

Kompresi nervus interosseous posterior dapat terjadi pada lima tempat yaitu jaringan

fibrosa disekitar sendi radio-capitelar, cabang arteri rekuren, ekstensor carpi radialis brevis,

20

Page 21: Compression

Arcade of Frohse (penebalan tepi proksimal otot supinator), dan pada tepi distal dari otot

supinator.

Kompresi nervus radialis juga dapat disebabkan lesi desak ruang seperti ganglion, lipoma,

atau sinovitis radio-capitelar berat. Terdapat dua pola klinis pada kompresi nervus radialis

yaitu sindrom interosseous posterior dan sindrom radial tunnel.

II. 5. Brachial Neuralgia

Brachial Neuralgia (BN) dikenal lewat kondisi scapula alata atau winging scapula.

BN umumnya memerlukan waktu dari beberapa minggu sampai bulan untuk menimbulkan

gejala, maka dari itu diagnosis dari penyakit ini biasanya tertunda. Penegakkan diagnosis

yang efisien diperlukan karena penangangan awal akan membuat kondisi pasien dan

pemulihannya lebih baik. Namun, hal ini tidak selalu mudah dilakukan dengan

mempertimbangkan bahwa penyakit ini bersifat multifocal dan memiliki cakupan klinis yang

bervariasi. Adapun gejala khas dari penyakit ini diantaranya adanya nyeri berat seperti rasa

terbakar yang muncul tiba-tiba di region bahu dan lengan atas, yang diikuti gejala sensoris

dan kelemahan otot-otot yang diinervasi pleksus brakhialis.

Etiologi

Etiologi dari Brachial Neuralgia masih belum jelas, namun imunitas yang dimediasi sel T

dan sel B ikut terlibat. Onset dari penyakit ini berhubungan dengan infeksi virus, vaksinasi

(terutama terhadap tetanus), interleukin-2 dan terapi interferon, trauma, neoplasma dan terapi

radiasi.. Efek samping dari terapi interleukin-2 termasuk leukoencephalopathy disertai fokal

demielinisasi perivaskuler dan infiltrasi limfosit-T, yang mendukung pemikiran

kemungkinan reaksi imunologis pada myelin. Sebuah penelitian terhadap pasien dengan BN

yang sebelumnya dilakukan biopsy pleksus brakhialis menunjukkan keberadaan infiltrasi

mononuclear disekitar pembuluh darah epineural dan endoneural namun tanpa disertai tanda

yang pasti dari vaskulitis. Proses infiltrasi berisi limfosit-T.

Gambaran Klinis

21

Page 22: Compression

Brachial Neuralgia (BN) dapat terjadi pada otot di region manapun yang diinervasi oleh

pleksus brakhialis, dalam berbagai kumpulan gejala, yang mengindikasikan keterlibatan dari

lesi multifocal. Sebagai tambahan dari gambaran klinis yang beragam, terdapat pula

gambaran dimana serangan BN dapat terjadi pada saraf motoric maupun sensorik, dan dapat

dimungkinkan saraf-saraf yang tidak berkaitan langsung dengan pleksus brakhialis juga ikut

terlibat, sehingga menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis. BN terkadang sulit untuk

dikanali, terutama pada onset awal, sehingga kadang dapat disalahartikan menjadi penyakit

lain yang berasal dari vertebra servikal atau lengan.

a. Fase Akut

Nyeri muncul tiba-tiba dan tanpa dipicu seperti nyeri terbakar, dan kadang hingga

membangunkan pasien jika saat tidur posisi lengan pasien tertindih badan. Nyeri yang

dirasakan sangat intens, tidak tertahankan atau kadang dirasakan berbeda dari nyeri

sebelumnya, kecuali pada serangan brachial neuralgia sebelumnya. Pada skala nyeri dari 1-

10, pasien biasanya menilai nyerinya pada skala 7 atau lebih. Nyeri inisial biasanya berlanjut

dan mencapai puncaknya dalam beberapa jam. Nyeri ini berlangsung di malam hari, biasanya

saat antara tengah malam sampai pukul 7 pagi keesokan harinya dan nyeri biasanya semakin

bertambah saat malam hari, dan mengganggu istirahat pasien. Nyeri tersebut bermanifestasi

dengan penyebaran di cabang upper, middle atau lower dari pleksus brakhialis atau

kombinasi diantaranya.

Nyeri yang muncul awalnya muncul di region bahu dan menjalar sampai lengan, namun bisa

juga muncul dari vertebra cervical, dan kemudian menjalar sampai lengan, di daerah scapula

yang menjalar hingga ke dagu atau lengan, dan dapat juga muncul pada daerah yang

diinervasi pleksus brakhialis ekstremitas inferior, lengan medial, aksila dan tangan.

Nyeri berlangsung rata-rata hingga 27 hari. Durasi rata-rata nyeri dua kali lebih lama pada

pria dibandingkan pada wanita; pada pria dilaporkan nyeri berlangsung rata-rata selama 45

hari sedangkan pada wanita rata-rata 23 hari.

Pada pemeriksaan neurologis, tidak terdapat keterbatasan selama rotasi pasif atau baduksi

dari sendi bahu. Selain itu, nyeri tidak bertambah saat bergerak atau karena penekanan pada

likasi nyeri, sehingga stretching test biasanya negative, Flexion-adduction sign (Waxman)

22

Page 23: Compression

biasanya khas, dimana bahu dan lengan pasien dalam posisi adduksi dan sendi siku fleksi.

Refleks fisiologis seringkali menurun pada BN.

b. Fase Kronis

Fase akut dari penyakit ini berlangsung tiga sampai empat minggu. Pada fase kronis

dimana berlangsung dari bulan bahkan tahun, pasien biasanya mengeluhkan kelemahan tanpa

disertai nyeri dan diikuti tanda berupa atrofi otot local dan dislokasi scapula.

Nyeri yang muncul berasal dari origo otot setempat yang kemudian berkembang menjadi

paresis otot di region periscapular, cervical atau occipital yang menyerupai nyeri radikuler.

Nyeri ini kadang terasa lebih berat dibandingkan kelemahan otot residual.

Paresis dan Atrofi

Setiap otot yang diinervasi pleksus brakhialis dapat terjadi paresis dan atrofi karena BN.

Kelemahan kadang berkembang dalam 24 jam pertama setelah onset nyeri. Kelemahan otot

biasanya terjadi pada otot-otot berikut ini: infraspinatus (72%), seratus anterior (70%), biseps

(60%), deltoid (50%), trapezius (20%) dan pektoralis mayor (15%), sedangkan otot

sternokleidomastoideus terpengaruh hanya pada 7% kasus. Fasikulasi yang terjadi pada otot

yang terkena BN tidak selalu terjadi, namun biasanya muncul bersamaan dengan kelemahan

otot, mungkin dikarenakan hipersensitivitas denervasi, namun dapat juga muncul pada fase

kronis dalam bentuk yang lebih berat. Atrofi otot muncul dalam lima minggu. Kelemahan

pada otot seratus anterior yang menyebabkan winging scapula biasanya dapat terlihat. Proses

23

Page 24: Compression

pemulihan pada fungsi motoris biasanya dimulai pada bulan keenam hingga ketujuh dari

onset awal penyakit.

Gangguan Fungsi Sensoris

Hiperestesia bersamaan dengan parestesia merupakan gejala sensoris yang biasanya

muncul. Allodynia jarang terjadi dan hanya muncul pada sebagian kecil kasus. Pada pasien

dengan keluhan nyeri dan gangguan fungsi sensoris, keluhan biasanya muncul pada daerah

yang diinervasi nervus cutaneous lateral di sendi siku. Pada pasien tanpa keluhan gangguan

fungsi sensoris, nervus thoracic longus paling sering terkena.

Gangguan Sistem Otonom

Gejala otonom biasanya bermanifestasi dalam bentuk disfungsi vasomotor, perubahan

kondisi kulit, rambut dan kuku, edema, disregulasi suhu tubuh, serta peningkatan perspirasi.

Gejala tersebut lebih umum terjadi pada pasein dengan keterlibatan pleksus brakhialis

segmen bawah.

Diagnosis

Diagnosis dari Brachial Neuralgia ditegakkan terutama secara klinis, namun pemeriksaan

radiologis, laboratorium dan pemeriksaan neurofisiologis tertentu dapat sangat membantu

dalam memastikan diagnosis dan membedakan Brachial Neuralgia dengan penyakit lain.

Penatalaksanaan

Sejumlah penulis melaporkan pengalaman positif menggunakan kortikosteroid pada

penanganan Brachial Neuralgia. Sebuah studi prospektif dimana membandingkan pemulihan

pasien yang diterapi menggunakan dan tanpa menggunakan kortikosteroid memastikan efek

positif dari terapi kortikosteroid yang digunakan per oral dengan dosis 60 mg per hari pada

minggu pertama, yang kemudian dilakukan tapering off 10 mg, sehingga durasi keseluruhan

24

Page 25: Compression

terapi adalah dua minggu. Terapi menggunakan kortikosteroid meningkatkan pemulihan

pasien, terutama paresis otot, dengan efek terbaik didapatkan dalam dua minggu pertama.

Namun terapi kortikosteroid ini tidak memiliki efek signifikan terhadap durasi dan intensitas

nyeri.

Pada fase akut, imobilisasi dan mengistirahatkan lengan yang terkena disertai pemberian

analgesic sangat direkomendasikan. Obat-obatan Antirheumatoid Non-steroid dengan efek

jangka panjang, dikombinasikan dengan opioid (morfin) jika perlu, menunjukkan hasil yang

efektif. Gabapentin, karbamazepin dan amitriptilin tidak direkomendasikan pada fase akut

karena onset kerja yang lambat, namun cukup berguna untuk meredakan nyeri pada fase

kronis.

Saat nyeri sudah mereda, disarankan untuk segera melakukan latihan fisik, yang dapat

berlangsung tiga sampai delapan minggu, yang mana dapat membantu menjaga kekuatan otot

dan mobilitas dari sendi bahu dan sendi siku. Latihan fisik sangat berpengaruh terhadap

kecepatan pemulihan dari bahu atau siku yang terkena, sehingga dapat kembali ke fungsi

yang normal.

25

Page 26: Compression

BAB III

KESIMPULAN

Kerusakan saraf dapat terjadi salah satunya karena kompresi atau entrapment, dan dapat terjadi

dalam berbagai tingkatan dari yang ringan dan diikuti proses pemulihan yang cepat sampai pada

interupsi total dan degenerasi. Compressive neuropathy terutama pada ekstremitas atas

merupakan salah satu dari kelainan sistem saraf perifer yang paling sering muncul.

Mikroanatomi dari neuron dan saraf perifer perlu dipahami saat membahas patofisiologi dari

cedera akibat kompresi saraf.

Brachial Neuralgia dapat menyerupai nyeri neuropati akibat kompresi dan biasanya tidak

merespons tindakan intervensi bedah. Brachial neuralgia merupakan sebuah kelainan yang

mempengaruhi otot-otot yang diinervasi pleksus brakhialis, dan memiliki karakteristik berupa

nyeri yang berat seperti rasa terbakar di regio bahu dan lengan atas.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membantu dalam penegakkan diagnosis dan

penatalaksanaan dari gejala neuropati kompresif dan brachial neuralgia. Kemampuan untuk

mengenali gejala dan tanda klinisnya serta cara menyingkirkan diagnosis banding lain yang

berhubungan dengan kelainan saraf perifer lainnya merupakan keterampilan yang penting.

26

Page 27: Compression

DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Peripheral Nerve Disorders, in Apley’s System

of Orthopaedics and Fractures. United Kingdom: Hodder Arnold; 2010.

2. Mackinnon SE. Pathophysiology of nerve compression.Hand Clin. 2002;18:231–

41. [PubMed]

3. Sud V, Freeland AE. Biochemistry of Carpal Tunnel

Syndrome. Microsurgery. 2005;25:44–6. [PubMed]

4. Mackinnon SE, Novak CB. Compression Neuropathies, in Green’s Operative Hand

Surgery 6th ed. 2010

5. Martic V, Podnar S, Jovin Z. Clinical Manifestations Of Brachial Neuralgia, in Current

Top Neurology Psychiatric Disciplined Vol 18, No. 1. 2010

6. Thompson JC. Nerve Basic Science, in Netter’s Concise of Orthopaedic Anatomy 2nd ed.

2010

7. Seiler JG. Nerve Injuries, in Essentials of Hand Surgery, 1st ed. Lippincot Williams &

Wilkins. 2002

8. Doyle JR. Nerve Injuries, in Hand & Wrist: Orthopaedic Surgery Essentials. Lippincot

Williams & Wilkins. 2006

9. Dellon AL. Nerve Compression Syndromes, in Hand and Wrist Surgery Secret. Hanley &

Belfus. 2000

10. Lundborg G, Myers R, Powell H. Nerve compression injury and increased endoneurial

fluid pressure: A “miniature compartment syndrome” J Neurol Neurosurg

Psychiatry.2013;46:1119–24.

11. Rydevik B, Lundborg G, Bagge U. Effects of graded compression on intraneurial blood

flow. An in vivo study on rabbit tibial nerve. J Hand Surg. 2011;6:3–12.

12. Dahlin LB, Lundborg G. The neurone and its response to peripheral nerve compression. J

Hand Surg. 2010;15-B:5–10.

27