cl lansia
TRANSCRIPT
COOPERATIVE LEARNING
PENGARUH PROSES MENUA TERHADAP PERUBAHAN FISIK, MENTAL, PSIKOSOSIAL DAN PERKEMBANGAN SPIRITUAL PADA LANSIA
Oleh : SGD 4
Ni Made Juniari (0902105014)
Putu Nia Purnama Dewi (0902105015)
Kadek Restu Insani (0902105019)
Ni Nyoman Ayu Suciyanthi (0902105022)
Putu Rudi Mahardika (0902105023)
Ni Made Sintha Pratiwi (0902105027)
Putu Eka Dryastiti (0902105029)
Edy Wirawan N (0902105032)
Yunita Debi N (0902105037)
Ni Kadek Arik Trisnawati (0902105049)
Made Deny Widiada (0902105080)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVESITAS UDAYANA
2012
Pengaruh Proses Menua Terhadap Perubahan Fisik Lansia
1. System Cardiovaskular
a. Konsep perubahan anatomi/struktur dan fungsi system cardiovaskular akibat
penambahan usia
Sistem kardiovascular terdiri atas jantung, pembuluh darah, dan saluran
limfe.Jantung merupakan organ yang besar dan memelihara sirkulasi keseluruh
tubuh.Arteri membawa darah dari jantung, vena membawa darah ke jantung. Semua
fungsi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tubuh agar semua proses yang
terjadi didalam tubuh dapat berjalan dengan baik. Sejalan dengan penigkatan usia,
struktur-struktur jantung akan berubah yang berdampak pada perubahan fungsi dari
jantung tersebut (Ayuzuricha, 2009).
Perubahan anatomis
Perubahan anatomis pada jantung
Penambahan usia tidak akan menyebabkan otot jantung mengecil (atrofi)
seperti halnya organ tubuh yang lain, akan tetapi justru terjadi peningkatan
ukuran jaringan otot jantung (hipertrofi). Hal ini disebakan oleh perubahan
jaringan ikat dan penumukan lipofisum akibat kerja jantung untuk memompa
yang tidak pernah berhenti hingga usia lanjut. Pada batasan usia antara 30 - 90
tahun masa jantung bertambah sekitar 1 gram/tahun pada laki-laki dan 1,5
gram/tahun pada wanita. ( Majalah kasih, 2009)
Pada jantung lansia, ventrikel kiri akan cenderungmengalami hipertofi
(pembesaran) yang disebabkan oleh oleh perubahan jaringan ikat dan
penumukan lipofisum akibat kerja jantung untuk memompa. Selain itu juga,
terdapat pengurangan jumlah sel pada nodus sinoatrial (SA Node) yang
menyebakan hantaran listrik jantung mengalami gangguan.
Katup jantung merupakan bagian yang penting dalam mengatur aliran
darah. Sejalan bertambahnya usia, katup banyak mengalami perubabahan,
misalnya perubahan pada daun dan cincin katup aorta, seperti berkurangnya
jumlah inti sel jaringan ikat stroma katup, penumpukan lemak, degenerasi
kolagen dan kalsifikasi jaringan fibrosa katup. Hal-hal tersebut diatas
menyebabkan bertambahnya ukuran katup jantung, pertambahnya lingkaran
katup aorta, penebalan katup mitral yang disebabkan oleh degenarasi kolagen
(Tri, 2009).
Perubahan anatomis pada pembuluh darah
Pada pembuluh darah lansia akan terjadi kekakuanarteri sentral dan perifer
akibat proliferasi kolagen, hipertrofi otot polos, kalsifikasi, serta kehilangan
jaringan elastik. Pada lansia, Dinding kapiler menebal sehingga pertukaran
nutrisi dan pembuangan melambat.Secara normal pembuluh darah akan
mengalami penurunan debit aliran akibat peningkatan situs deposisi lipid pada
endotel. Lebih jauh, terdapat pula perubahan arteri koroner difus yang pada
awalnya terjadi di arteri koroner kiri ketika muda, kemudian berlanjut pada arteri
koroner kanan dan posterior di atas usia 60 tahun (Tri, 2009).
Hilangnya elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya ini
menyebabkan meningkatnya resistensi ketika ventrikel kiri memompa sehingga
tekanan sistolik dan afterload meningkat. Keadaan ini akan berakhir dengan yang
disebut “Isolated aortic incompetence”. Selain itu akan terjadi juga penurunan
dalam tekanan diastolic (Septiyanto, 2009).
Perubahan fisiologis
Dari sudut pandang fungsional, perubahan utama yang berhubungan
dengan penuaan sistem kardiovaskuler adalah penurunan kemampuan untuk
meningkatkan keluaran sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan tubuh.
Prinsip mekanisme yang digunakan oleh jantung yang mengalami penuaan untuk
meningkatkan curah jantung adalah dengan meningkatkan volume akhir
diastolic, yang meningkatkan volume sekuncup (Hukum Starling).Prinsip
perubahan fungsional terkait usia yang dihubungkan dengan pembuluh darah
secara progresif meningkatkan tekanan sistolik. American Heart Assosiation
merekomendasikan bahwa nilai sistolik 160 mmHg dianggap sebagai batas
normal tertinggi untuk lansia (Septyanto, 2009).
Perubahan fisiologis jantung
Akibat perubanhan- perubahan secara struktur yang terjadi pada otot
jantung lansia seperti yang telah dijelaskan diatas, jantung akan mengalami
penurungan fungsi, seperti kehilangan kontraktil dan efisiensi jantung yang
menyebabkan penurunan curah jantung sekitar 30%-50% pada usia 70 tahun.
Pada dinding ventrikel, penebalan diding ventrikel akan menyebabkan
penurunan kontraksi. Infiltrasi jarigan fibrosa pada nodus sinoatrial dan jaras
atrial intermodal akan menyebakan fibrilasi oleh flutter atrium.Penebalan katup
jantung juga akan menyebabkan penutupan tidak sempurna sehingga terdengar
yang bunyi tidak sempurna (mur-mur sistolik) (Septyanto, 2009).
Perubahan fisiologis yang paling umum terjadi seiring bertambahnya usia
adalah perubahan pada fungsi sistol ventrikel. Sebagai pemompa utama aliran
darah sistemik manusia, perubahan sistol ventrikel akan sangat mempengaruhi
keadaan umum pasien. Parameter utama yang terlihat ialah detak jantung,
preload dan afterload, performa otot jantung, serta regulasi neurohormonal
kardiovaskular.Efeknya, volume akhir diastolik menjadi bertambah dan
menyebabkan kerja jantung yang terlalu berat dan lemah jantung.Awalnya, efek
ini diduga terjadi akibat efek blokade reseptor β-adrenergik, namun setelah diberi
β-agonis ternyata tidak memberikan perbaikan efek.
Di lain sisi, terjadi perubahan kerja diastolik terutama pada pengisian awal
diastol lantaran otot-otot jantung sudah mengalami penurunan kerja. Secara
otomatis, akibat kurangnya kerja otot atrium untuk melakukan pengisian
diastolik awal, akan terjadi pula fibrilasi atrium, sebagaimana sangat sering
dikeluhkan para lansia. Masih berhubungan dengan diastol, akibat
ketidakmampuan kontraksi atrium secara optimal, akan terjadi penurunan
komplians ventrikel ketika menerima darah yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan diastolik ventrikel ketika istirahat dan exercise. Hasilnya,
akan terjadi edema paru dan kongesti sistemik vena yang sering menjadi gejala
klinis utama pasien lansia. Secara umum, yang sering terjadi dan memberikan
efek nyata secara klinis ialah gangguan fungsi diastol.
Pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk melihat adanya penyakit jantung
koroner, gangguan konduksi dan irama jantung, serta hipertrofi bagian-bagian
jantung. Beberapa macam aritmia yang sering ditemui pada lansia berupa
ventricular extrasystole (VES), supraventricular extrasystole (SVES), atrial
flutter/fibrilation, bradycardia sinus, sinus block, A-V junctional. Gambaran
EKG pada lansia yang tidak memiliki kelainan jantung biasanya hanya akan
menunjukkan perubahan segmen ST dan T yang tidak khas. Untuk menegakkan
diagnosis, perlu dilakukan ekokardiografi sebagaimana prosedur standar bagi
para penderita penyakit jantung lainnya (Septyanto, 2009).
Perubahan fisiologis Pembuluh darah
Peningkatan kekakuan aorta akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah sistolik yang tidak proporsional dengan diastolic yang menyebabkan
pelebaran tekanan nadi. Perubahan elektrokardiogram (EKG), peningkatan
interval PR,kompleks QRS,dan QT,penurunan amplitude komplek
QRS,pergeseran aksis QRS ke kiri.Frekuensi jantung membutuhkan waktu yang
lebih lama dari waktu normalnya agar kembali normalsetelah
berolahraga.Penurunan kekuatan dan elastisitas pembuluh darah, yang berperan
pada insufisiensi arteri dan vena. Penurunan kemampuan berespon terhadap
stress fisik dan emosional.
Kehilangan elatisitas pembuluh darah dapat berdampak pada kurang
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur
ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi
65 mmHg (menyebabkan pusing mendadak)
Tabel 1.Perubahan Sistem Kardiovaskular Pada Penuaan(Nugroho, 2000)
PERUBAHAN FISIOLOGIS HASIL
Penurunan kardiak output Peningkatan insiden gagal jantung
Penurunan sirkulasi ke periferPenurunan elastisitas otot jantung dan
pembuluh darah
Penurunan aliran balik vena
Peningkatan edema dependent
Peningkatan varicosites dan
hemoroid
Peningkatan aterosklerosis Peningkatan tekanan darah
Peningkatan infark miokard
Perubahan patologis
Perubahan-perubahan patologi anatomis pada jantung degeneratif
umumnya berupa degeneratif dan atrofi.Perubahan ini dapat mengenai semua
lapisan jantung terutama endokard, miokard, dan pembuluh darah.Umumnya
perubahan patologi anatomis merupakan perubahan mendasar yang
menyebabkan perubahan makroskopis, meskipun tidak berhubungan langsung
dengan fisiologis (Septyanto, 2009).
Seperti halnya di organ-organ lain, akan terjadi akumulasi pigmen
lipofuksin di dalam sel-sel otot jantung sehingga otot berwarna coklat dan
disebut brown atrophy. Begitu juga terjadi degenerasi amiloid alias amiloidosis,
biasa disebut senile cardiac amiloidosis. Perubahan demikian yang cukup luas
dan akan dapat mengganggu faal pompa jantung.
Terdapat pula kalsifikasi pada tempat-tempat tertentu, terutama mengenai
lapisan dalam jantung dan aorta.Kalsifikasi ini secara umum mengakibatkan
gangguan aliran darah sentral dan perifer.Ditambah lagi dengan adanya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah besar dan degenerasi mukoid
terutama mengenai daun katup jantung, menyebabkan seringnya terjadi kelainan
aliran jantung dan pembuluh darah.
Akibat perubahan anatomis pada otot-otot dan katup-katup jantung
menyebabkan pertambahan sel-sel jaringan ikat (fibrosis) menggantikan sel yang
mengalami degenerasi, terutama mengenai lapisan endokard termasuk daun
katup.Akibat berbagai perubahan-perubahan mikroskopis seperti tersebut di atas,
keseluruhan kerja jantung menjadi rusak (Septyanto, 2009).
2. System Respirasi
Perubahan system pernapasan pada lansia
1. Otot pernapasan kaku dan kehilangan kekeuatan sehingga volume udara inspirasi
berkurang yang mengakibatkan pernapasan cepat dan dangkal.
2. Penurunan aktivitas cilia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial
terjadi penumpukan secret.
3. Penururnan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya), sehingga jjumlah udara
pernapasan yang masuk ke paru mengelami penurunan, pada pernapasan tenang
sekitar 500ml.
4. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luar permukaan berkurang dari
50m²), menyebabkan terganggunya proses difusi.
5. Penurunan oksigen (O2) arteri menjadi 75mmHg mengganggu proses oksigenasi dari
hemoglobin sehingga O2 tidak terangkut semua ke jaringan.
6. CO2 pada arteri tidak terganti sehingga komposisi O2 dalam sel arteri juga menurun
sehingga menjadi racun dalam tubuh.
7. Kemampuan batuk yang b erkurang sehingga pengeluaran secret dan corpus alium
darisaluran napas berkurang sehingga dapat menyebabkan obstruksi.
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomic yang mengenai hampir
seluruh susunan anatomic tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ.
1. Perubahan anatomic system respirasi akibat penuaan:
Paru-paru mengecil dan kendur.
Hilangnya recoil elastic.
Pembesaran alveoli.
Penurunan kapasistas vital, PaO2 dan residu.
Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga saat pengembangan paru.
Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
Ppenurunan aktivitas kelenjar mucus.
Penurunan sensitivitas sfingter esophagus.
Penurunan sensitivitas kemoreseptor.
2. Perubahan fisiologis system respirasi akibat penuaan menyebabkan beberapa perubahan
structural dan fungsional pada toraks dan paru-paru. Tujuan pernapasan adalah untuk
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan
alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut dan berisi kapiler-kapiker yang
kehilangan fungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru-
paru tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Daya pegas paru-paru berkurang, sehingga
secara normal menahan toraks pada posisi sedikit terkontraksidiserta dengan penurunan
kekuatan otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan
otot pernapasan menjadi lemah, maka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk
efektif menurun. Deklasifikasi iga dan dan peningkatan klasifikasi dari kartilago kostal
juga terjadi. Membrane mukosa mongering sehingga menghalangi pembuangan secret
yang menciptakan lingkungan berkembangnya bakteri yang meningkatkan resiko infeksi
pernapasan. Selain itu beberapa perubahan fisiologis yang terjadi antara lain:
Pembesaran hidung akibat pembesaran kartilago yang terus menerus.
Atropi umum tonsil.
Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang.
Peningkatan diameter dada anteroposterior sebagai akiabt perubahan metabolism
kalsium dan kartilago iga.
Kekeakuan paru; penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
Kifosis.
Degenerasi atau atropi otot pernapasan.
Penurunan kapasitas difusi.
Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi; penurunan kapasitas vital.
Degenerasi jaringan paru yang menyebabkan penurunan penurunan recoil elastic
paru dan penigkatan kapasitas residual.
Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas) yang
mengakibatkan penurunan area permukaan pertukaran gas dan pertukaran tekanan
oksigen.
Penurunan saturasi O2 sebesar 5 %.
Penurunan cairan respiratorik sebesar 30%, peningkatan risiko infeksi paru dan
sumbat mucus.
Toleransi rendah terhadap O2.
3. System Muskuloskeletal
Dewasa lansia yang berolahraga secara teratur tidak kehilangan massa atau tonus
otot dan tulang sebanyak dewasa lansia yang tidak aktif, serat otot berkurang ukurannya,
dan kekuatan otot berkurang sebanding penurunan massa otot. Wanita pasca menopause
memiliki laju demineralisasi tulang yang lebih besar daripada pria lansia. Wanita yang
mempertahankan masukan kalsium selama hidup dan kemudian masuk pada tahap
menopause mengalami demineralisasi tulang kurang dari wanita yang tidak pernah
melakukannya.
Pengaruh kehilangan tulang adalah tulang menjadi lebih lemah, tulang belakang
lebih lunak dan tertekan, tulang panjang kurang resisten untuk membungkuk. Lansia
berjalan lebih lambat dan tampak kurang terkoordinasi. Lansia juga membuat langkah
yang lebih pendek, menjaga kaki mereka lebih dekat bersamaan, yang mengurangi dasar
dukungan. Sehingga keseimbangan tubuh tidak stabil, dan mereka sangat berisiko jatuh
dan cedera.
Selain risiko jatuh dan cedera, hampir 44% lansia mengalami arthritis. Umum
terjadi pada wanita daripada pria. Derajat kerusakan mobilitas lansia bergantung pada
menyebarnya penyakit dan sendi yang terkena. Arthritis tidak ada obatnya, tetapi saat ini
dikembangkan agen farmakologis yang dapat menurunkan nyeri dan bengkak dan karena
itu meningkatkan gerakan sendi. Pengobatan bergantung pada sifat degenerasi dan
deformitas (Potter & Perry, 2006).
4. System Sensori Persepsi
Gangguan sensori atau indra adalah perubahan dalam persepsi derajat serta jenis
reaksi seorang yang diakibakan oleh meningkat, menurun atau hilangnya rangsang indra (
Wahjudi Nugroho, Hal 92 )
Penglihatan
1) Pupil mengecil, yang membutuhkan pencahayaan tiga kali lebih terang agar
dapat melihat dengan jelas; penurunan penglihatan malam.
2) Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan
berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada
risiko cedera. Sementara pada cahaya yang menyilaukan dapat menyebabkan
nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan
jelas.
3) Kornea rata dan kehilangan kilauan
Arcus senilis, merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea yang
sering di jumpai. Ini memberikan keluhan. Kalainan ini berupa infiltrasi
bahan lemak yang bewarna keputihan, berbentuk cincin dibagian tepi kornea.
4) Pelebaran lensa; kehilangan transparansi dan elastisitas yang mengurangi
akomodasi.
5) Menurunnya lapang pandang; berkurang luas pandangannya.
6) Lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan
katarak, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk membedakan dan
menerima warna-warna
7) Kelopak mata kendur dan berkerut akibat penurunan elastisitas, dengan mata
tampak jauh ke dalam disoket mata. Dengan bertambahnya usia akan
menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Perubahan ini juga
disebut dengan perubahan infolusional, terjadi pada :
a) Muskulus Orbikularis
Perubahan pada Muskulus orbicularis bisa menyebabkan perubahan
kedudukan palbebra, misalnya kelopak mata jatuh.
b) Retraktor Palpebra inferior
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus
rotasi / berputar kearah luar.
c) Tarsus
Apabila tarsus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi
atas lebih melengkung kedalam.
d) Tendo Kantus medial / lateral
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kantus
medial / lateral sehingga secara horizontal kekencangan palpebra berkurang.
8) Penurunan reabsorbsi cairan intraokuler, yang menyebabkan glukoma
9) Penurunan produksi air mata akibat kehilangan jaringan lemak dalam
aparatus lakrimal dan akibat kegagalan fungsi pompa pada sistem kanalis
lakrimalis disebabkan oleh karena kelamahan palpebra, malposisi palpebra
sehingga akan menimbulkan keluhan epipora (sumbatan), yang
mengakibatkan kelenjar lakrimal secara progresif berkurang.
10) Perubahan muskulus siliaris
Dengan bertambahnya usia, bentuk daripada muskuls siliaris akan
mengalami perubahan. Mengenai manifestasi klinis yang dikaitkan dengan
perubahan muskulus siliaris pada lanjut usia, dikatakan bahwa degenarasi
muskulus siliaris bukan merupakan faktor utama yang mendasari terjadinya
presbiofia. Ini dikaitkan dengan perubahan serabut-serabut lensa yang
menjadi padat, sehingga lensa kurang dapat menyesuaikan bentuknya. Untuk
mengatasi hal tersebut muskulus siliaris mengadakan kompensasi sehingga
mengalami hipertrofi.
11) Perubahan replaksi
Dengan bertambahnya usia penurunan daya akomdasi akan menurun. Karena
proses kekeruhan dilensa dan lensa cenderung lebih cembung.
12) Perubahan struktur jaringan dalam bola mata
Semakin bertambahnya umur nucleus makin membesar dan padat,
sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian kortek menipis, elastisitas
lensa jadi berkurang, indeks bias berubah (jadi lemah). Yang mula-mula
bening trasparan, menjadi tampak keruh ( sclerosis ).
13) Perubahan fungsional
Proses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan di dalam bola mata, media
refrakta menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus
kurang tajam dibandingkan pada usia muda. Keluhan silau ( foto fobi )
timbul akibat proses penuaan pada lensa dan kornea.
Masalah-masalah lainnya yang sering muncul pada lansia dengan gangguan
penglihatan adalah sfinter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
menjadi katarak, susah melihat dalam keadaan gelap, hilangya daya akomodasi.
Pendengaran
Berbagai pengertian mengenai kelainan pendengaran dan organ yang berhubungan
dengan gangguan pendengaran :
1) Gangguan pendengaran tipe konduktif
Gangguan yang bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius,
membran timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan
pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen
obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan.
2) Gangguan pendengaran tipe sensori neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat bising,
presbiakusis, obat yang ototoksik, hereditas dan reaksi pasca radang.
3) Persepsi pendengaran abnormal
Sering terdapat pada sekitar 50 % lansia yang menderita presbiakusis, yang berupa
suatu peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras.
4) Gangguan terhadap lokalisasi suara
Pada lansia sering kali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah suara,
terutama lingkungan yang agak bising.
Masalah-masalah lainya yang sering muncul adalah presbiakusis (hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi atau
suara/nada yang tinggi ;suara yang tidak jelas dan sulit mengerti kata-kata,
membrane tympani menjadi atropi, terjadinya pengumpulan serumen dapat
mengeras karena meningkatnya keratin, pendengaran bertambah menurun.
Pengecap
Menurunnya kemampuan pengecap sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan
tunas perasa yang terletak dilidah dan dipermukaan bagian dalam pipi. Saraf perasa
yang berhenti tumbuh ini semakin bertambah banyak sejalan dengan bertambahnya
usia. Selain itu, terjadi penurunan sensitivitas papil-papil pengecap terutama
terhadap rasa manis dan asin yang terjadi karena papil-papil pada lidah mengalami
atropi.
Penghidu
Pada sistem penciuman terjadi pembentukan kartilago yang terus menerus terbentuk
didalam hidung sesuai proses penuaan, menyebabkan hidung menonjol lebih tajam.
Atropi progresif pada tonjolan olfaktorius juga terjadi, mengakibatkan kemunduran
terhadap dalam indra penciuman.
Masalah yang sering terjadi pada lansia adalah gangguan pada penciuman terhadap
bau-bauan.Menurunnya kemampuan penciuman mengakibatkan selera makan
berkurang yang sebagian karena pertumbuhan sel didalam hidung berhenti dan
sebagian lagi karena semakin lebatnya bulu rambut dilubang hidung. (Siti
Maryam.2008:62)
Peraba
Kemunduran dalam merasakan sakit
Pada lansia terjadi penurunan kemampuan merasakan sakit, ini terjadi karena
penurunan korpus free nerve ending pada kulit. Rasa sakit tersebut berbeda untuk
setiap bagian tubuh. Bagian tubuh yang ketahanannya sangat menurun, antara lain
adalah bagian dahi dan tangan.
Kemunduran dalam merasakan tekanan, raba, panas dan dingin.
Penurunan kemampuan ini terjadi akibat penurunan korpus paccini (untuk
merasakan tekanan), korpus meissner (untuk merasakan rabaan), korpus ruffini
(untuk merasakan panas), dan korpus krause (untuk merasakan dingin).
Perubahan Sistem Indera pada Penuaan.
Perubahan Morfologis
dan Struktur
Perubahan Fungsional
Penglihatan.
1. Penurunan jaringan lemak
sekitar mata.
2. Penurunan elastisitas dan
tonus jaringan.
3. Penurunan kekuatan otot
mata.
4. Penurunan ketajaman
kornea.
5. Degenerasi pada sklera,
pupil dan iris.
6. Peningkatan penyakit mata.
7. Peningkatan densitas &
rigiditas lensa.
1. Penuru
nan penglihatan jarak dekat
(Presbiopi)
2. Penuru
nan koordinasi gerak bola mata.
3. Distorsi
bayangan.
4. Pandan
gan biru – merah.
5. Penuru
nan penglihatan malam.
6. Penuru
nan ketajaman mengenali warna
8. Perlambatan sistem
informasi dari SSP.
9. Penurunan produksi air
mata.
hijau, biru dan ungu.
7. Kesulit
an mengenali benda yang
bergerak.
8. Berkura
ngnya adaptasi terhadap
kegelapan .
9. Mata
menjadi kering.
Pendengaran
1. Pe
nurunan sel rambut koklea.
2. De
generasi pusat pendengaran.
3. Hil
angnya fungsi
neurotransmitter.
4. Atr
ofi organ korti dan saraf
auditorius.
1. Kesulitan mendengar suara
berfrekuensi tinggi.
2. Penurunan kemampuan dan
penerimaan bicara.
3. Penurunan fungsi
membedakan ucapan.
4. Hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara,
antara lain suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata kata
(presbikusis).
Pengecap
1. Penurunan kemampuan
pengecapan.
1. Penurunan sensitivitas
terhadap rasa.
Penghidu
1. De
generasi sel sensosik
mukosa hidung.
1. Penurunan sensitivitas
terhadap bau sehingga
kehilangan selera makan.
Peraba
1. Penurunan kecepatan
hantaran saraf.
1. Penurunan respon terhadap
stimulasi taktil.
2. Penyimpangan persepsi nyeri.
3. Risiko terhadap bahaya termal
yang berlebihan.
5. System Alimentary
Esofagus melebar, asam lambung menurun, keinginan lapar menurun & peristaltik
menurun sehingga daya absorpsi juga menurun, ukuran lambung mengecil sehingga
menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan. (Maryam, 2008)
Berikut ini merupakan perubahan lain yang terjadi pada sistem gastrointestinal akibat
proses menua:
Rongga Mulut
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rongga mulut akibat proses
menua:
a. Hilangnya tulang periosteum dan periduntal, penyusutan dan fibrosis pada
akar halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari struktur gusi. Implikasi dari
hal ini adalah tanggalnya gigi, kesulitan dalam mempertahankan pelekatan
gigi palsu yang lepas.
b. Hilangnya kuncup rasa. Implikasi dari hal ini adalah perubahan sensasi rasa
dan peningkatan penggunaan garam atau gula untuk mendapatkan rasa yang
sama kualitasnya.
c. Atrofi pada mulut. Implikasi dari hal ini adalah mukosa mulut tampak lebih
merah dan berkilat. Bibir dan gusi tampak tipis kerena penyusutan epitelium
dan mengandung keratin.
d. Air liur/ saliva disekresikan sebagai respon terhadap makanan yang yang
telah dikunyah. Saliva memfasilitasi pencernaan melalui mekanisme sebagai
berikut: penyediaan enzim pencernaan, pelumasan dari jaringan lunak,
remineralisasi pada gigi, pengaontrol flora pada mulut, dan penyiapan
makanan untuk dikunyah. Pada lansia produksi saliva telah mengalami
penurunan.1,2
Esofagus, Lambung, dan Usus
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada esofagus, lambung dan usus
akibat proses menua:
a. Dilatasi esofagus, kehilangan tonus sfingter jantung, dan penurunan refleks
muntah. Implikasi dari hal ini adalahpeningkatan terjadinya risiko aspirasi.
b. Atrofi penurunan sekresi asam hidroklorik mukosa lambung sebesar 11%
sampai 40% dari populasi. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan dalam
mencerna makanan dan mempengaruhi penyerapan vitamin B12, bakteri usus
halus akan bertumbuh secara berlebihan dan menyebabkan kurangnya
penyerapan lemak.
c. Penurunan motilitas lambung. Implikasi dari hal ini adalah penurunan
absorbsi obat-obatan, zat besi, kalsium, vitamin B12, dan konstipasi sering
terjadi.
Saluran Empedu, Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas
Pada hepar dan hati mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usia
lebih dari 80 tahun.5 Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada saluran
empedu, hati, kandung empedu, dan pankreas akibat proses menua:
a. Pengecilan ukuran hari dan penkreas. Implikasi dari hal ini adalah terjadi
penurunan kapasitas dalam menimpan dan mensintesis protein dan enzim-
enzim pencernaan. Sekresi insulin normal dengan kadar gula darah yang
tinggi (250-300 mg/dL).
b. Perubahan proporsi lemak empedu tampa diikuti perubahan metabolisme
asam empedu yang signifikan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan
sekresi kolesterol.
Kehilangan Gigi
Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30
tahun. Separuh lansia pada umumnya banyak kehilangan gigi, hal ini
mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengonsumsi makanan dengan
tekstur keras, sedangkan makanan yang bertekstur lunak biasanya kurang
mengandung vitamin A, vitamin C, dan serat sehingga menyebabkan mudah
mengalami konstipasi. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
Indera Pengecap Menurun
Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir.atropi indera pengecap (±80%),
hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah teritama rasa manis, asin, asam,
dan pahit. Selain itu sekresi saliva berkurang sampai kira-kira 75% sehingga
mengakibatkan rongga mulut menjadi kering dan bisa menurunkan cita rasa. Papil-
papil pada permukaan lidah mengalami atrofi sehingga terjadi penurunan
sensitivitas terhadap rasa terutama rasa manis dan asin. Keadaan ini akan
mempengaruhi nafsu makan, dan dengan demikian asupan gizi juga akan
terpengaruh.
Esophagus Melebar
Penuaan esophagus berupa pengerasan sfingter bagian bawah sehingga menjadi
mengedur (relaksasi) dan mengakibatkan esophagus melebar (presbyusofagus).
Lapisan otot polos esofagus dan sfingter gastro esofageal mulai melemah yang akan
menyebabkan gangguan kontraksi dan refluk gastrointestinal spontan sehingga
terjadi kesulitan menelan dan makan menjadi tidak nyaman.Gangguan menelan
biasanya berpangkal pada daerah presofagus tepatnya di daerah osofaring,
penyebabnya tersembunyi dalam sistem saraf sentral atau akibat gangguan
neuromuscular seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan otot
menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan pengosongan
esophagus.
Sensitivitas Lambung Menurun
Pengosongan lambung lebih lambat, sehingga orang akan makan lebih sedikit
karena lambung terasa penuh, terjadilah anoreksia. Penyerapan zat gizi berkurang
dan produksi asam lambung menjadi lebih sedikit untuk mencerna makanan. Diatas
umur 60 tahun, sekresi HCl dan pepsin berkurang, akibatnya absorpsi protein,
vitamin dan zat besi menjadi berkurang. Terjadi overgrowth bakteri sehingga terjadi
penurunan faktor intrinsik yang juga membatasi absorbsi vitamin B12. Penurunan
sekresi asam lambung dan enzim pankreas, fungsi asam empedu menurun
menghambat pencernaan lemak dan protein, terjadi juga malabsorbsi lemak dan
diare. Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun). Lapisan lambung menipis
diatas 60 tahun. Sekresi HCL dan pepsin berkurang, asam lambung menurun dan
waktu pengosongan lambung menurun dampaknya vitamin B12 dan zat besi
menurun.
Peristaltik Lemah
Terjadinya penurunan motilitas usus, sehingga memperpanjang “transit time”
dalam saluran gastrointestinal yang mengakibatkan pembesaran perut dan
konstipasi.
Fungsi Absorpsi Menurun (Daya Absorpsi Terganggu)
Berat total usus halus berkurang diatas usia 40 tahun meskipun penyerapan zat
gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali kalsium (diatas 60 tahun)
dan zat besi.
Liver
Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi yang
menyebabkan metabolisme obat dan detoksifikasi zat kurang efisien.
6. System Endokrin
Jika kita lihat dari fungsi fisiologis dari lansia, lansia mengalami berbagai
macam penurunan fungsi organ dan hormon. Degenerasi system endokrin pada lansia
adalah sebagai berikut.
Pada wanita
Dengan bertambahnya usia maka kadar FSH meningkat, maka fase folikuler semakin
pendek tapi kadar LH dan durasi fase luteal tidak berubah. Siklus menstruasi tetap
teratur, tetapi panjang dan variabilitas siklus menstruasi keseluruhan mengalami
penurunan. Saat kadar FSH meningkat dan fase folikuler semakin pendek, maka
kadar estradiol meningkat lebih dini, menunjukkan bahwa kadar FSH yang lebih
tinggi merangsang perkembangan folikel lebih cepat.
Kadar inhibin B sirkulasi pada fase luteal mengalami penurunan pada saat atau
bahkan sebelum konsentrasi FSH mulai meningkat. Kemudian terjadi juga penurunan
kadar inhibin A serum fase luteal. Kedua inhibin secara selektif menghambat sekresi
FSH hipofise. Akibatnya kadar FSH meningkat secara progresif karena produksi
inhibin dari simpanan folikel yang mengalami penuaan menurun, paling jelas pada
fase folikular dini. Produksi inhibin yang menurun mungkin menggambarkan jumlah
folikel yang semakin menyusut, penurunan kapasitas fungsional folikel yang lebih
tua, atau kedua-duanya. Perubahan siklus menstruasi yang terjadi sebelum
menopause adalah ditandai oleh peningkatan kadar FSH dan penurunan kadar
inhibin, tetapi kadar LH tetap normal dan kadar estradiol hanya sedikit meningkat.
Ketika tingkat pengurangan folikuler mulai meningkat selama masa usia reproduktif
lanjut, tetapi sebelum adanya perubahan yang nyata dalam hal regularitas menstruasi,
kadar FSH serum mulai meningkat; konsentrasi LH tetap tidak berubah. Peningkatan
kadar FSH sirkulasi saja tanpa peningkatan LH bisa akibat dari perubahan yang
berkaitan dengan umur pada pola sekresi pulsatil GnRH atau akibat dari pengurangan
folikel yang progresif dan tingkat penghambatan umpan balik yang rendah terhadap
sekresi FSH hipofise oleh hormon ovarium. Dengan semakin berkurangnya folikel
maka akan mengakibatkan semakin berkurangnya sekresi hormon progesteron dan
estrogen.
Pada pria
Produksi testosteron pada pria daitur oleh aksis hipotalamus-hipofisis-gonand
(HHG).Sekresigonadotroppin-releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus akan
merangsang kelenjar hipofisi untuk melepaskan luteinizing hormone (LH) yang akan
bekerja pada sel testicular Leydig akan dimetabolisir oleh 5a-reduktase menjadi
dihedro-testosteron, lalu dimetabolisir menjadi estradiol oleh aromatase. Peningkatan
konsentrasi testosteron akan menghambat sekresi GnRH melalui meknisme umpan
balik. 80% testosteron akan diikat oleh sex hormone binding globulin (SHBG) dan
dalam jumlah sedikit akan diikat protein serum termasuk albumin. Hanya 20% yang
merupakan testosteron tergantung pada bentuk ikatan non- SHBG (termasuk
testosteron bebas) yang biasanya merupakan fraksi biologis yang aktif.Penurunan
kadar testosteron total biasanya tidak diketahui sampai usia 60-an, terapi penurunan
kadar testosteron bebas dapat diketahui lebih awal,yaitu sebesar 1% per tahun pada
usia 40 s/d 70 tahun. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya konsentrasi SHBG
sekitar 1,2% per tahun. Dengan bertambahnya ikatan testosteron dengan SHBG, maka
fraksi bebas akan menurun. Akibat menurunnya penurunan fungsi dan sensitivitas sel
Leyding dan aksis HHG, maka pria lansia tidak dapat mengkompensasi penurunan
testosteron dalam sirkulasi.(6,7) Pada kenyataannya, 7% dari pria berusia 40-60
tahun, 20% dari pria berusia 60-80 tahun, dan 35% yang berusia lebih dari 80
tahun,mempunyai konsentrasi testosteron total di bawah atas normal (350
ng/dl.Penurunan kadar hormon yang cepat pada wanita menopause. Efek fisiologi dan
emosional dari penurunan konsentrasi hormon pada pria masih kurang jelas bila
dibandingkan pada wanita.
Terjadinya pelecehan seksual pada anak-anak di bawah umur oleh kakek-kakek
ataupun kejadian lansia ingin menikah lagi walau sudah tua menurut kelompok kami
disebabkan oleh beberapa faktor, selain hasrat seksual yang masih tinggi dapat juga
disebabkan oleh karena lansia pria tersebut tidak mendapatkan perhatian atau kasih
sayang dari pasangannya oleh karena kematian pasangan ataupun karena pada lansia
wanita terjadinya menopause juga berarti penurunan fungsi fisiologis dan
berkurangnya atau bahkan sampai tidak adanya dorongan untuk berhubungan seksual
( penurunan libido). Para peneliti melaporkan wanita mengalami penurunan keinginan
seksualnya selama menopause.
Jika dikaitkan dengan sistem endokrin maka akan di dapatkan terjadinya penurunan
gonadotropin dengan diikuti oleh penurunan sekresi hormon kelamin misalnya
progesteron,estrogen dan testosteron diikuti pula dengan penurunan fungsi fisiologis
Penurunan estrogen dan progesterone pada wanita akan mengakibatkan nyeri sendi &
sakit pada punggung, pengeringan pada vagina (sehingga sakit saat melakukan
hubungan seksual), sulit menahan kencing, gangguan mood & emosi tinggi sehingga
menimbulkan stres, selain itu penurunan kadar estrogen juga mengakibatkan
kecenderungan peningkatan tekanan darah, pertambahan berat badan & peningkatan
kadar kolesterol. Pada jangka panjang keluhan akibat menurunnya kadar estrogen ini
dapat menyebabkan osteoporosis, penyakit jantung koroner, dementia tipe Alzheimer,
stroke, kanker usus besar, gigi rontok & katarak, dan penurunan libido pada wanita.
Factor-faktor inilah yg nantinya menimbulkan keengganan pada wanita untuk
melakukan hubungan seksual. Sedangkan pada pria Produksi testoteron menurun
secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan hasrat dan
kesejahteraan sementara waktu karena testosterone masih tetap diproduksi sepanjang
hidupnya. Testis menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular testis akan
menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis,
dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk
membuahi ovum.
Dengan adanya perubahan-perubahan fisiologis karena perubahan hormonal, wanita
mengalami penurunan keinginan untuk berhubungan seksual sementara pria
mempunyai libido yang tetap karena testosteron masih diproduksi. Karena
ketimpangan yang terjadi antara wanita dan pria lansia, maka cendrung pria mencari
selingan untuk memuaskan hasratnya dengan cara menikah lagi/ mencari pasangan
yang lebih muda atau dengan melakukan pelecehan seksual pada anak-anak untuk
melampiaskan hasratnya.
Intoleransi glukosa
Selain yang disebutkan di atas, sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa,
dengan kadar gula puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini
adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan (Toni&Hardiwinoto,
1999).
Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah tersebut
mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan “apatheic thyrotoxicosis”
(Toni&Hardiwinoto, 1999).
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem endokrin akibat proses
menua:
Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah Glukosa darah puasa 140
mg/dL dianggap normal.
Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini adalah kadar
glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal.
Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini adalah
pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit menurun, dan waktu
paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.
7. System Urogenital
Perubahan pada Sistem Renal dan Urinaria
Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal, bladder,
uretra, dan sisten nervus yang berdampak pada proses fisiologi terlait eliminasi urine.
Hal ini dapat mengganggu kemampuan dalam mengontrol berkemih, sehingga dapat
mengakibatkan inkontinensia, dan akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh.
Perubahan pada Sistem Renal
Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta nefron
dan memiliki banyak ketidaknormalan. Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap
dekade, mulai usia 25 tahun. Bersihan kreatinin berkurang 0,75 ml/m/tahun. Nefron
bertugas sebagai penyaring darah, perubahan aliran vaskuler akan mempengaruhi
kerja nefron dan akhirnya mempebgaruhi fungsi pengaturan, ekskresi, dan matabolik
sistem renal.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem renal akibat proses menua:
Membrana basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area fokal, dan total
permukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan volume tubulus proksimal
berkurang, dan penurunan aliran darah renal. Implikasi dari hal ini adalah filtrasi menjadi
kurang efisien, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu menyaring 20% darah
dengan kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hingga 97 mL/menit atau kurang)
dan menyaring protein dan eritrosit menjadi terganggu, nokturia.
Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak tubuh, penurunan
cairan intra sel, penurunan sensasi haus, penurunan kemampuan untuk memekatkan
urine. Implikasi dari hal ini adalah penurunan total cairan tubuh dan risiko dehidrasi.
Penurunan hormon yang penting untuk absorbsi kalsium dari saluran gastrointestinal.
Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko osteoporosis.
Perubahan pada Sistem Urinaria
Perubahan yang terjadi pada sistem urinaria akibat proses menua, yaitu penurunan
kapasitas kandung kemih (N: 350-400 mL), peningkatan volume residu (N: 50 mL),
peningkatan kontraksi kandung kemih yang tidak di sadari, dan atopi pada otot kandung
kemih secara umum. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko inkotinensia.
Perubahan pada Sistem Reproduksi Pria
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi pria akibat
proses menua:
Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
Atrofi asini prostat otot dengan area fokus hiperplasia. Hiperplasia noduler benigna
terdapat pada 75% pria >90 tahun.
Wanita
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita
akibat proses menua:
Penurunan estrogen yang bersikulasi. Implikasi dari hal ini adalah atrofi jaringan
payudara dan genital.
Peningkatan androgen yang bersirkulasi. Implikasi dari hal ini adalah penurunan massa
tulang dengan risiko osteoporosis dan fraktur, peningkatan kecepatan aterosklerosis.
Pengaruh Proses Menua Terhadap Perubahan Mental Lansia
Perubahan mental merupakan masalah yang sering terjadi pada lansia sehubungan
dengan terjadinya kemerosotan daya ingat. Beberapa kasus ini berhubungan dengan penyakit
– penyakit yang merusak jaringan otak, sehingga kebanyakan masalah turunnya daya ingat
lanjut usia bukanlah sebagai akibat langsung proses penuaan tetapi karena penyakit
(Nugroho, 2000).
Sebagian besar lanjut usia memerlukan perawatan karena menderita gangguan
mental. Konfusi (kebingungan) adalah masalah utama yang mempunyai konsekuensi untuk
semua aktivitas sehari – hari. Lanjut usia yang mengalami konfusi tidak akan mampu untuk
makan, tidak mampumengontrol diri, bahkan menunjukkan perilaku yang agresif sehingga
lanjut usia memerlukan perawatan lanjutan untuk mengatasi ketidakmampuan dan keamanan
lingkungan tempat tinggal lanjut usia secara umum.
Bantuan yang di berikan adalah melalui petugas dan dukungan keluarga, meliputi
bagaimana penderita berpikir, merasakan bertingkahlaku selama pemeriksan.Keadaan umum
adalah termasuk penampilan, aktivitas, psikomotorik, sikap terhadap pemeriksaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri dan
perubahan konsep diri (Nugroho, 2000).
Pengaruh Proses Menua Terhadap Perubahan Psikososial Lansia
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa
lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan
yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada
masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia
tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.
Perubahan psikososial pada lansia sering di manifestasikan dengan tingkat
penyesuaian/ adaptasi terdapat hal- hal berikut:
1. Penyesuaian terhadap penurunan fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik
yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi
menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga
kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan
kondisi psikologik maupun sosial. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya
dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun
dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-
masing orang yang akan pensiun. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah
minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri
yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan
langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa
disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup
menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa
setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan
sebagainya.
3. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya
badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan
selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup,
agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin
menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul
perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang
tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak
saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak
saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak
dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar.
4. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal
diabetes mellitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan
gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan
obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
Pasangan hidup telah meninggal.
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun.
Pengaruh Proses Menua Terhadap Perkembangan Spiritual Lansia
Perubahan pada segi spiritual lansia akibat proses menua adalah :
a) lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk
mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda.
b) Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian
orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri.
Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang
tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa
berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat
menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan
(Hamid, 2000).
c) Agama/kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan, lanjut usia makin
matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari. (Mubarak, 2006)
d) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler : universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan
cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.
e) Berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan lansia seharusnya
diwaspadai oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang mengalami masalah
spiritual. Klien atau lansia yang mengalami masalah spiritual dapat menimbulkan
perubahan yaitu : verbalisasi distress, individu yang mengalami gangguan fungsi
spiritual biasanya memverbalisasikan distres yang dialaminya atau
mengekspresikan kebutuhan untuk mendapatkan bantuan. Misalnya seorang
lansia mengatakan : “Saya merasa bersalah karena saya seharusnya mengetahui
lebih awal bahwa suami saya mengalami serangan jantung.” Biasanya klien
meminta perawat untuk berdoa bagi kesembuhannya atau memberitahukan
kepada pemuka agama untuk mengunjunginya. Perawat juga perlu peka terhadap
keluhan klien tentang kematian atau merasa tidak berharga dan kehilangan arti
hidup. Kepekaan perawat sangat penting dalam menarik kesimpulan dari
verbalisasi klien tentang distres yang dialami klien.
f) Perubahan perilaku merupakan manifestasi gangguan fungsi spiritual. Klien yang
merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah
mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distres spiritual.
Ada yang bereaksi dengan perilaku mengintrospeksi diri dan mencari alasan
terjadinya suatu situasi tersebut, namun ada yang bereaksi secara emosional dan
mencari informasi serta dukungan dari keluarga atau teman. Perasaan bersalah,
rasa takut, depresi dan ansietas mungkin menunjukkan perubahan fungsi spiritual
(Hamid, 2000).
DAFTAR PUSTAKA
Bayu. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lansia dengan Diabetes Melitis.http://
www.bayusatria.web.id/2010/11/asuhan-keperawatan-pada-klien-lansia.html ( akses : 8
Juni 2011 )
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut & Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Mickey Stanley, Patricia Gauntlett Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2.
Penerbit : EGC 1408.
Nugroho. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Potter and Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik
Volume 1. Jakarta: EGC
Potter and Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik
Volume 2. Jakarta: EGC
Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik, ed
2.Jakarta:EGC
Toni Setiabudhi dan Hardiwinoto. 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama