cl 3 ok ^_^

46
FIBRILASI ATRIAL 1.1 Pendahuluan Fibrilasi atrial (FA) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan dirumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi FA berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Di Amerika Serikat diperkirakan tedapat 2,2 juta pasien FA dan setiap tahun ditemukan 160.000 kasus baru. Pada populasi umum prevalensi FA terdapat Ø 1-2% dan meningkat dengan bertambahnya umur. Pada umur dibawah 50 tahun prevalensi FA kurang dari 1% dan meningkat menjadi lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita, walaupun terdapat kepustakaan yang mengatakan tidak dapat perbedaan jenis kelamin. FA merupakan faktor risiko independen yang kuat terhadap kejadian strok emboli. Kejadian strok iskemik pada pasien FA non valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-7 kali lebih banyak dibandingkan pasien tanpa FA. Pada studi Framingham risiko terjadinya strok emboli 5,6 kali lebih banyak pada FA non valvular dan 17,6 kali lebih banyak pada FA valvular dibandingkan dengan kontrol. 1.2 Penyebab FA Fa mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat penyakit jantung. Diketahui bahwa sekitar 25% pasien FA juga menderita penyakit jantung koroner. Walaupun hanya Ø10% dari seluruh kejadian infark miokark akut yang mengalami FA, tetapi kejadian tersebut akan meningkat angka mortalitas sampai 40%. Pada pasien yang menjalani operasi pintas koroner, Disritmia Jantung 1

Upload: herlina-lina

Post on 05-Jul-2015

287 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: cL 3 oK ^_^

FIBRILASI ATRIAL

1.1 Pendahuluan

Fibrilasi atrial (FA) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan dirumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi FA berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.

Di Amerika Serikat diperkirakan tedapat 2,2 juta pasien FA dan setiap tahun ditemukan 160.000 kasus baru. Pada populasi umum prevalensi FA terdapat Ø 1-2% dan meningkat dengan bertambahnya umur. Pada umur dibawah 50 tahun prevalensi FA kurang dari 1% dan meningkat menjadi lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita, walaupun terdapat kepustakaan yang mengatakan tidak dapat perbedaan jenis kelamin.

FA merupakan faktor risiko independen yang kuat terhadap kejadian strok emboli. Kejadian strok iskemik pada pasien FA non valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-7 kali lebih banyak dibandingkan pasien tanpa FA. Pada studi Framingham risiko terjadinya strok emboli 5,6 kali lebih banyak pada FA non valvular dan 17,6 kali lebih banyak pada FA valvular dibandingkan dengan kontrol.

1.2 Penyebab FA

Fa mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat penyakit jantung. Diketahui bahwa sekitar 25% pasien FA juga menderita penyakit jantung koroner. Walaupun hanya Ø10% dari seluruh kejadian infark miokark akut yang mengalami FA, tetapi kejadian tersebut akan meningkat angka mortalitas sampai 40%. Pada pasien yang menjalani operasi pintas koroner, seperti hanya mengalami episode FA terutama pada tiga hari pasca operasi. Walaupun seringkali menghilang secara spontan, FA pasca operasif tersebut akan memperpanjang lama tinggal dirumah sakit.

Sedangkan hubungan antara FA dengan penyakit katup jantung telah lama diketahui. Penyakit katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya FA dan mempunyai risiko empat kali lipat untuk terjadinya komplikasi tromboemboli. Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, kejadian FA ditemukan pada satu di antara lima pasien. FA juga dapat merupakan tampilan awal dari perikarditis akut dan jarang pada tumor jantung seperti miksoma atrial. Aritmia jantung lain seperti sindroma Wolff-Parkinson-White dapat berhubungan dengan FA. Hal yang menguntukan adalah apabila dilakukan tindakan ablasi pada jalur aksesori akstranodal yang menjadi penyebab sindroma ini, akan mengeliminasi FA pada 90% kasus. Aritmia lain yang berhubungan dengan FA misalnya takikardia seperti sick sinus syndrome dan gangguan fungsi sinus node lainnya.

FA juga dapat timbul sehubungan dengan penyakit sistemik non kardiak. Misalnya pada hipertensi sistemik ditemukan 45% dan diabetes melitus 10% dari

Disritmia Jantung 1

Page 2: cL 3 oK ^_^

pasien FA. Demikian pula pada beberapa keadaan lain seperti penyakit paru obstruktif kronik dan emboli paru akut. Tetapi pada sekitar 3% pasien FA tidak dapat ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone FA. Lone FA ini dikatakan tidak berhubungan dengan risiko tromboemboli yang tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila terjadi pada kelompok usia lanjut risiko ini tetap akan meningkat.

Untuk mengetahui kondisi yang kemungkinan berhubungan dengan kejadian FA tesebut harus dicari kondisi yang berhubungan dengan kelainan jantung maupun kelainan di luar jantung. Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan kejadian FA dibagi berdasarkan :

1. Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan FA Penyakit jantung Koroner Kardiomiopati Dilatasi Kardiomiopati Hipertrofik Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun non-reumatik Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AV NRT, sindrom

WPW, sick sinus sydrome Perikarditis

2. Penyakit diluar Jantung yang Berhubungan dengan FA Hipertensi sistemik Diabetes melitus Hipertiroidisme Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal

primer, emboli paru akut. Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan FA pada pasien

yang sensitif melalui peninggian tonus vagal atau adrenergik.

1.3 Klasifikasi FA

1. FA Paroksismal bila FA berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih kurang 50% FA paroksismal akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. FA yang episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut FA paroksismal.

2. FA Persisten bila FA menetap lebih dari 48 jam tetapi kurag dari 7 hari. Pada FA persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.

3. FA Kronik atau Permanen bila FA berlangsung dari 7 hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit sekali untuk mengembalikan ke irama sinus (resisten).

Disritmia Jantung 2

Page 3: cL 3 oK ^_^

Kasus pertama kali dideteksi

Gambar 1. Pola FA

1.4 Prinsip Mekanisme Elektrofisiologi FA

Aktivitas Fokal : Foks diawali biasanya dari derah vena pulmonalis. Multiple Wavelet Reentry : timbulnya gelombang yang menetap dari

depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial prematur atau aktivitas aritmogetik dari fokus yang tercetus secara tepat.

Fibrilasi atrium ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak dapat terkoordinasi tanpa gelombang P yang jelas. Kecepatan atrium adalah 400-600 denyut/menit, tetapi sebagian besar impuls terblok di AV-Node. Akibatnya, kontraksi atrium menjadi kacau dan tidak sinkron. Karena impuls mencapai nodus AV secara tidak teratur, irama ventrikel juga menjadi kacau. Kompleks QRS berbentuk normal, tetapi muncul secara sporadis. Waktu diantara dua denyutan ventrikel bervariasi, sehingga pengisian ventrikel juga bervariasi. Beberapa denyutan ventrikel terletak sangat berdekatan, sehingga ventrikel hanya terisi sedikit. Karena terisi sedikit, kontraksi ventrikel menjadi lemah. Pada kenyataannya, sebagian kontraksi ventrikel terlalu lemah untuk dapat menyemprotkan cukup darah yang dapat menimbulkan denyut nadi. Dalam keadaan ini, kecepatan denyut jantung diukur secara langsung, baik melalui denyutan apeks atau melalui EKG, dan kecepatan nadi di pergelangan tangan juga diukur secara bersama-sama, kecepatan denyut jantung akan melebihi kecepatan denyut nadi. Perbedaan antara frekuensi apeks dan frekuensi nadi disebut pulse deficit ; defisit ini akan lebih besar jika frekuensi ventrikel tinggi.

Disritmia Jantung 3

Permanen (menetap)

Paroksimal(mambaik sendiri)

Persisten(tidak membaik sendiri)

Page 4: cL 3 oK ^_^

1.5 Manifestasi Klinis FA

FA dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala FA sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktivitas, sesak nafas, cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. FA dapat mencetuskan gejala iskemik pada FA dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada FA akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.

1.6 Evaluasi Klinik FA

Evaluasi klinik pada pasien FA meliputi : Anamnesis :

- Dapat diketahui tipe FA dengan mengetahui lama timbulnya (episode pertama, paroksismal, persisten, permanen).

- Menentukan beratnya gejala yang menyertai : berdebar-debar, lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif.

- Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya hipertiroid.

Pemeriksaan Fisis :- Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan

darah.- Tekanan vena jugularis.- Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung

kongestif.- Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan

terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung.

- Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.

Disritmia Jantung 4

Page 5: cL 3 oK ^_^

- Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif. Laboratorium : hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim

jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung. Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA),

hipertrofi ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia.

Foto rontgen toraks. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari

atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE (Trans Esophago Echocardiography) untuk melihat trombus di atrium kiri.

Pemeriksaan fungsi tiroid, pada FA episode pertama bila laju irama ventrikel sulit dikontrol.

Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama jantung.

Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holtrer monitoring, studi elektrofisiologi.

1.7 Komplikasi

FA dapat mengakibatkan terjadinya beberapa komplikasi yang dapat meningkatkan angka morbiditas maupun mortalitas. Pada pasien dengan sindroma WPW dan konduksi yang cepat melalui jalur ekstranodal yang memintas nodus atrioventrikular, dimana pada saat terjadi FA disertai pre-eksitasi ventrikular, dapat berubah menjadi fibrilasi ventrikel dan menyebabkan kematian mendadak. Pada keadaan seperti ini ablasi dengan radiofrekuensi sangat dianjurkan. FA yang disertai dengan laju irama ventrikal yang cepat serta berhubungan dengan keadaan obstruksi jalur keluar dari ventrikel atau terdapat stenosis mitral, dapat menyebabkan terjadinya hipotensi dan perubahan keadaan klinis.

Beberapa komplikasi lain dapat terjadi pada flutter atrial dengan laju irama ventrikel yang cepat. Laju ventrikel yang cepat ini bila tidak dapat terkontrol dapat menyebabkan kardiomiopati akibat takikardia persisten. Di antara komplikasi yang paling sering muncul dan membahayakan adalah tromboemboli, terutama strok.

1.8 Penatalaksaan FA

Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksaan FA adalah mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi tromboemboli.

Dalam penatalaksaan FA perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan konversi, sedangkan pada FA permanen sedikit sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternatif pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan.

Disritmia Jantung 5

Page 6: cL 3 oK ^_^

Kardioversi

Pengembalian ke irama sinus pada FA akan menguragi gejala, memperbaiki hemodinamik, meningkatkan kemampuan latihan, mencegah komplikasi tromboemboli, mencegah kardiomiopati, mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan kardiovesi elektrik. Risiko tromboemboli atau strok emboli tidak berbeda antara kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya.

Kardioversi Farmakologis Kardioversi farmakologis paling efektif bila dilakukan dalam 7 hari

setelah terjadinya FA. Klasifikasi obat anti aritmia dan obat-obat yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

No Klasifikasi Vaugham Wiliams Kerja Obat Antiaritmia1. Tipe IA

DisopiramidProkainamidKuinidin

2. Tipe IBLidokainMeksiletin

3. Tipe ICFlekainidMoricizinPropafenon

4. Tipe IIPenyebab beta (contoh, propanolol)

5. Tipe IIIAmiodaron Bretilium Dofetilid IbutilidSotalol

6. Type IVAntagonis kalsium (contoh, verapamil dan diltianzem)

Dalam pemberian obat anti aritmia efek samping obat-obat tersebut harus diperhatikan. Salah satu efek samping obat anti aritmia adalah pro-aritmia. Untuk menguragi timbulnya pro-aritmia maka dalam memilih obat pelu diperhatikan keadaan pasien.

Kardioversi Elektrik

Disritmia Jantung 6

Page 7: cL 3 oK ^_^

Pasien FA dengan hemodinamik yang tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop perlu segera dilakukan kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 Joule. Jika tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 Joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek.

Mempertahankan Irama Sinus

FA adalah penyakit kronis dan rekurensi sering terjadi baik pada FA paroksismal maupun pada FA persisten. Bila telah terjadi konversi ke irama sinus maka hal ini perlu dipertahankan dengan pengobatan profilaktik.

Pengobatan Profilaktik Dengan Obat Antiaritmia Untuk Mencegah Rekurensi

FA yang berlangsung lebih dari 3 bulan merupakan salah satu prediktor terjadinya rekurensi. Obat antiaritmia yang sering dipergunakan untuk mempertahankan irama sinus dapat dilihat pada tabel 3.

Pemilihan Obat-Obat Antiaritmia Pada Pasien Dengan Kelainan Jantung

Pemilihan obat-obat antiaritmia disesuaikan dengan keadaan penyakit jantung yang diderita untuk mencegah timbulnya pro-aritmia. Pada sindrom WPW, digoksin tidak boleh diberikan oleh karena dapat menimbulkan kenaikan paradoksal laju ventrikel selama FA. Penyekat beta tidak menurunkan hantaran pada jalur aksesori selama periode pre-eksitasi dari FA.

Pengontrolan Laju Irama Ventrikel

Obat-obat yang sering dipergunakan untuk mengontrol laju irama ventrikel adalah digoksin, antagonis kalsium (verapamil, diltiazem) dan penyekat beta. Laju irama yang dianggap terkontrol adalah diantara 60-80 kali/menit pada saat istirahat dan 90-115 kali/menit pada saat aktivitas.

Pencegahan Tromboemboli

Pencegahan komplikasi tromboemboli merupakan salah satu tujuan yang penting dalam pengobatan FA. Menurut studi Framingham risiko terjadinya emboli 5,6 kali lebih tinggi pada FA non valvular dan 17,6 kali pada FA valvular dibandingkan dengan kontrol. Risiko terjadinya strok emboli pada FA meningkat pada orang usia lanjut. Pada golongan umur antara 50-59 tahun kejadian strok emboli 6,7% dan 36,2% pada golongan umur antara 80-89 tahun. Tidak ada perbedaan risiko terjadinya strok antara pasien dengan FA paroksimal dan FA kronik.

Kopeky melaporkan risiko strok emboli pada Lone AF 2,7%. Lone AF pada umur kurang dari 60 tahun bukan merupakan faktor risiko strok emboli.

Disritmia Jantung 7

Page 8: cL 3 oK ^_^

Risiko relatif terhadap strok iskemik pada beberapa keadaan dapat dilihat pada tabel 4.

Beberapa keadaan yang berhubungan dengan risiko tinggi terjadinya strok pada pasien dengan fiblilasi atrial adalah :

Usia > 65 tahun Hipertensi Penyakit Jantung Reumatik Riwayat strok sebelumnya atau TIA (Transient Ischemic Attack) Diabetes melitus Gagal Jantung Kongestif Karakteristik gambaran TEE :

- Terdapat gambaran kontras echo spontan di atrium kiri- Left atrial appendage velocity < 20 cm/dt- Atheroma aortic kompleks

Patofisiologi Pembentukan Trombus pada FA

Pada FA aktivitas sistolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien FA dengan strok emboli dibandingkan dengan FA tanpa strok emboli. Dua pertiga sampai tiga perempat strok iskemik yang terjadi pada pasien dengan FA non valvular karena strok emboli. Beberapa penelitian menghubungkan dengan gangguan hemostasis dan trombosis. Kalainan tersebut mungkin akibat dari stasis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada FA.

Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willerbrand (faktor VII), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. Sohaya melaporkan FA akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya FA.

Pengobatan Anti Rombotik Untuk Mencegah Komplikasi Strok Emboli

Banyak laporan mengenai efektivitas anti trombotik dalam pencegahan komplikasi tromboemboli pada FA. Pada atrial Fibrillation Investigator (AFI), didapatkan bahwa warfarin secara bermakna menurunkan risiko strok dari 4,5% pertahun menjadi 1,45%. Terdapat penurunan risiko terbesar 68%. Warfarin menurunkan risiko strok pada wanita 89% dan pada laki-laki 60%. Pada studi AFASAK pemberian aspirin 75 mg akan menurunkan risiko 18% (95% CI 60-58%) .

Disritmia Jantung 8

Page 9: cL 3 oK ^_^

Tabel Dosis Obat Yang Direkomendasi Efektif Untuk Kardloversi Farmakologi Pada FAObat Cara

PemberianDosis EFEK

SAMPINGAmiodaron Oral

Intravena/oral

Rawat inap :1,2-1,8 g/hari dalam dosis pemeliharaan atau 30 mg/kg sebagai dosis tunggal. Rawat jalan : 600-800 mg/hari dalam disis terbagi sampai 10 g, kemudian 200-400 mg/hari dosis pemeliharaan.5-7 mg/kg dalam 30-60 menit, kemudian 1,2-1,8 g/hari diteruskan IV atau oral dalam disis terbagi sampai total 10 g, kemudian 200-400 mg/hari sebagai dosis pemeliharaan

Hipotesis, bradikarida, pemanjangan interval QT, torsades de pointes (jarang), jarang gangguan sel cerna, konstipasi, flebitis (IV)

Defitilide Oral CCT Dosis(ml/mn) (ug BID)> 60 50040-60 25020-40 125< 20 K I

Pemanjangan QT, torsade pointes, sesuaikan dosis untuk fungsi ginjal tertentu

Flecainide Oral Intravena

200-300 mg1,5-3,0 mg/kg dalam 10-20 mnt, diulangi I mg bila diperlukan

Hipotensi, fluter artial dengan hantaran cepat pemenjangan QT, torsade de pointes.Hipotensi, fluter artial dengan hantaran cepat pemenjangan QT, torsade de pointes, keluhan sel cerna, hipotensi.

Ibutilide Oral Intravena

450-600 mg1,5-2,0 mg/kg dalam 10-20 mnt

Quibide Orala 0,75-1,5 g dalam dosis terbagi dalam 6-12 jam, biasanya bersamaan dengan obat yang memperlambat denyut

Disritmia Jantung 9

Page 10: cL 3 oK ^_^

Tebel Dosis Obat Untuk Mempertahankan Irama Sinus Pada FAObat Dosis

HarianEfek Samping

Amiodaron 100-400 mg Fotosentifitas, toksitisita paru, polineuropati, kel GI, bradikarida, torsade de pointe (jarang), hepatoksis, disfungsi tiroid.

Discopyramide 400-750 mg Torsade de pointes, gagal jantung, glaukoma, restensi urin, mulut kering.

Dofetilide 500-1000 mg

Torsade de pointes

Flecenide 200-300 ug Takikarida ventrikular, gagal jantung kongestif, konduksi nodal AV berubah (konversi menjadi fluter artrial)

Procainide 450-900 mg Takikarida ventrikular, gagal jantung, kkongestif, konduksi nodal AV berubah (konversi mnjadi fluter artrial)

Quinidine 600-1500 mg

Torsade de pointes, keluhan sel cerna, konduksi nodl AV berubah.

Sotatol 240-320 Torsade de pointes, gagal jantung, kongestif, bradikarida, penyakit paru bronkospatik yang merupakan eksaserbasi dari obstruksi kronik, bradikarida

Pemberian aspirin 325 mg menurunkan risiko 44% (95% Ci 7-66%).

Kombinasi dari dua studi tersebut menurunkan risiko 36% (95% CI 4-CI 48-72%) penurunan risiko absolut 2,7% pertahun pada pencegahan skunder. Warfarin lebih baik daripada aspirin dengan menurunkan kejadian strok pada pasien dengan FA dan warfarin jauh lebih efektif dibandingkan aspirin.

Dosis optimal yang efektif dan aman untuk pencegahan dan komplikasi tromboemboli pada FA adalah INR 2,5 dengan rentang antara 2-3. Pada pasien dengan usia lebih dari 75 tahun target INR 2 dengan rentang antara 1,6-2.

Kardioversi dan Tromboemboli

Trombemboli merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah kardioversi baik kardioversi elektrik, farmakologis, maupun kardioversi spontan, kejadian tromboemboli setelah kardioversi pada pasien FA tanpa pemberian atikoagulan 0,8%. Byerkeland kardioversi tanpa pemberian antikoagulan 5,3 % cadangan yang mendapatkan antikoagulan 0,8 %.

Disritmia Jantung10

Page 11: cL 3 oK ^_^

Setelah kardioversi kontraksi mekanik atrium kiri maish belum pulih (atrial stuning) sampai 2-4 minggu setelah kardioversi sehingga ada kemungkinan terbentuknya trombus baru yang dapat lepas pada priode pasca kardioversi. Oleh karena itu antikoagulan diberikan sampai empat minggu pasca kardioversi untuk mencegah pembentukan trombus baru selama priode atrial stuning dan mencegah pembentukan trombus apabila setelah kardioversi FA timbul kembali. Trombus yang terbentuk diatrium kiri memerlukan waktu 2 minggu untuk mengalami organisasi dan melekat erat pada dinding atrium sehingga tidak mudah lepas bila atrium berkontraksi setelah kembali ke irama sainus. Pemberian warfarin akan mempercepat proses organisasi trombus, penempelan pada dinding atrium dan resolusi atrium dan resolusi trombus.

Pada pasien FA yang timbul lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya dianjurkan pemberian warfarin dengan target INR 2-3 diberikan 3 minggu sebelum kardioversi dan dilanjutkan 4 minggu pasca kardioversi. Manning menganjurkan pemeriksaa TEE sebelum kardioversi. Pasien diberikan heparin bila tidak ditmukan trombus, dilakukan kardioversi dan diberikan antikogulan sampai 4 minggu pasca kardioversi.

Pada studi multisenter Assessment Of Cardioversion Using Transesophageal (ACUTE) kejadian tromboemboli0,8% pada strategi dengan TEE. Pada FA yang berlangsung kurang dari 48 jam kemungkinan terjadinya tromboembali pasca kardioversi sangat rendah (0,8%).

Pada beberapa kasus pembentukan trombus terdapat terjadi pada FA yang kurang dari 48jam dianjurkan pemberian antikogulan selama priode peri kardioversi.

Tabel Faktor Risiko Strok Iskemik Dan Emboll Sestemik Pada Pasien Fa Non Vavuler Risik factors (control groups) Relative RiskRiwayat strok atau TIARiwayat hipertensi Gagal jantung kongestifUsia lanjutDiabetes melitusPenyakit jantung koroner

2-51-61-41-41-71-5

Algoritme Penatalaksanaan

Dalam pelaksanaan FA perlu diketahui apakah tersebut paroksimal, parsisten atau parmanen. Hal tersebut penting untuk penatalaksanaan selanjutnya apakah perlu dilakukan kardioversi atau cukup dengan pengendalian laju irama ventrikel.

FA Yang Baru Ditemukan Atau Episod Pertama FA. Kadang-kadang sulit menentukan apakah FA yang baru pertama ditemukan merupakan episode pertama FA. Apabila gejala minimal atau asimtomatik. Pada FA paroksimal yang secara spontan kembali keirama sinus tidak perlu pemberian obat antiaritmia

Disritmia Jantung11

Page 12: cL 3 oK ^_^

untuk pencegahan rekurensi. Kecuali bila FA dengan gejala-gejala hipotensi, iskemia miokard atau gagal jantung. Pemberian antikogulan tergantung dari adanya faktor risiko tromboemboli. Pada FA parsisten ada dua pilihan dalam penatalaksanaanya. Pilihan pertama pada pasien tersebut dilakukan tidak dilakukan kardioversi dan membiarkan progresivitas FA tersebut kearah FA permanen. Pada pasien tersebut dialkuka pengontrolan laju irama ventrikel dan pemberian antikoagulan. Dasar pemikiran pemilihan karena pemberian obat-obat antiaritmia pada pasien tersebut lebih banyak ruginya. Pilihan kedua adalah dilakuka kardioversi dan mempertahankan irama sinus. Sebelum dilakukan kardioversi, diberikan antikogulan dan peongontrolan laju irama ventrikel. Pada FA yang berlangsung lebih dari tiga bulan biasanya timbul rekurensi awal setelah kardioversi maka perlu pemberian obat antiaritma sebelum kardioversi (setelah dapat obat antikogulan ) dan diberikan selama 1 bulan.

Gambar 4 algoritme penatalaksanaan FA episode pertama

Disritmia Jantung12

FA pertama kaliDidiagnosis

Paroksimal Parsisten

Tidak dibutuhkan terapi kecuali terdapat gejala yang berat (misal: hipotesis gagal

jantung angina pektoris

Antikogulan bila diperlukan

FA permanen

AntikogulanDan kontrol laju

Kontrol laju dan Antikogulan bila

diperlukan

Terapi obat Antiaritma

Tidak diperlukan trapi obat artitma

dalam jangka waktu panjang

Page 13: cL 3 oK ^_^

Gambar. 5 Algoritme penatalaksanaan paroksimal rekuren

Gambar 6. Algoritme Penatalaksanaan FA persisten rekuren.

Disritmia Jantung13

FA paroksimalRekuren

Gejala minimal atau tanpa gejala

Antikoagulan dan kontrol laju bila

diperlukan

Tidak ada obat untuk mencegah FA

Gejala FA yang tidak khas

Antikoagulan dan control laju bila

diperlukan

Tapi dengan Obat antiaritma

FA parsisten rekuren FA Permanen

Gejala minimalAtau tanpa gejala

Antikoagulan dan control laju bila

diperlukan

Gejala minimalAtau tanpa gejala

Gejala tidak khas dari FA

Antikogulan dan control laju

Terapi dengan obat antiaritma

Kordioversi elektrik bila diperlukan

Antikoagulan diteruskan bila

diperlukan sebgai terapi untuk

mempertahankan irama sinus

Antikoagulan dan kontrol laju bila

diperlukan

Page 14: cL 3 oK ^_^

FA Proksimal rekuren, pada FA proksimal yang mengalami rekurensi bila gejala-gejala minimal dan berlangsung singkat dan tidak perlu diberikan obat-obat antaritma, tetapi bila gejala-gejala tersebut mangganggu maka perlu diberikan obat antaritma. Pada pasien terebut dilakukan pengontrolan laju irama ventrikal dan pemberian obat antikoagilansia.

FA persisten rekuen. Pasien dengan gejala minimal dan paling sedikit pernah di coba untuk mengembalikan keirama sinus tapi kembali ke FA maka dilakukan pengontrolan laju irama ventrikal dan pemberian antikoagulan. Sebaliknya bila gejala mengganggu maka dilakukan kardioversi dengan pemberian obat antiaritma (disamping obat untuk mengontrol alju irama ventrikel dan antikolagulansia) sebelum kardioversi.

Disritmia Jantung14

Page 15: cL 3 oK ^_^

VENTRIKULER EKSTRASISTOLE

2.1 Pendahuluan

Ekstrasistol ventrikuler adalah gangguan irama dimana timbul denyut jantung prematur yang berasal dari fokus yang terletak di ventrikel. Ekstrasistol ventrikel dapat berasal dari fokus atau lebih di ventrikel. Ini merupakan kelainan irama jantung yang paling sering ditemukan dan dapat timbul pada individu yang normal. Biasanya frekuensinya bertambah dengan bertambahnya usia, lebih-lebih bila banyak minum kopi, merokok atau emosi.

Ekstrasistol ventrikel dapat timbul akibat iskemia jantung, infark miokard, gagal jantung, sindrom QT yang memanjang, prolaps katup mitral, cerebrovaskuler accident, keracunan digitalis, hipokalemia, miokarditis, kardiomiopati. Pengobatan terutama ditujukan pada keadaan yang menjadi dasar penyebab ekstrasistol ventrikel tadi dan pengobatan terhadap ekstrasistol yang dapat berkembang menjadi aritmia ventrikel.

Ventrikuler prematur beat ditandai dengan kompleks QRS yang lebar yang morfologinya berbeda darri denyut pada orang normal. Ini biasanya tidak didahului oleh gelombang P, meskipun dapat terjadi konduksi ventrikel retrograd. Terdapat jeda kompensasi penuh kecuali jika terjadi konduksi ventrikel retrograd. Disebut aritmia bigemini dan trigemini jika setiap denyutan kedua dan ketiga terjadi prematur; pola-pola ini memperkuat mekanisme reentry untuk denyut ektopik. Dengan latihan, umumnya pada jantung yang sehat denyut prematur ini dapat hilang, dan iramanya kembali reguler. Pasien dapat merasakan atau tidak merasakan denyut ireguler ini, biasanya merupakan denyut yang terlewati (skipped beat). Monitoring elektrokardiografik ambulatoir atau monitoring selama latihan bertahap dapat menampakkan ventrikuler prematur beat yang lebih sering dan kompleks dibandingkan dengan yang terjadi pada EKG rutin tunggal.

Kematian mendadak menjadi lebih sering ( dianggap sebagai fibrilasi ventrikel) jika ventrikuler prematur beat tejadi pada orang dengan penyakit jantung organik, tetapi tidak untuk orang dengan penyakit jantung. Jika tidak terdapat penyakit jantung dan denyut ektopiknya simtomatik, tidak perlu terapi. Jika serangan ini sering, harus dieksklusi abnormalitas-abnormalitas elektrolit (terutama hipo/hiperkalemia), hipertiroid, dan penyakit jantung tersembunyi.

Disritmia Jantung15

Page 16: cL 3 oK ^_^

2.2 Frekuensi

PVCs adalah salah satu bentuk dari aritmia, dan bisa terjadi pada individu dengan atau tanpa penyakit jantung. Bahkan bisa terjadi pada seorang atlet yang sehat (misalnya pelari marathon). Diperkirakan prevalansi PVCs sangat tinggi.

Pada anak- anak, frekuensi PVCs lebih rendah dibandingkan dengan remaja. Meskipun anak- anak sehat diketahui mempunyai episode PVC. Faktanya, dengan menggunakan holter monitoring, anak- anak berumur 10- 13 tahun, 20% diantaranya (anak- anak yang sehat) muncul PVC. Meskipun begitu, pada anak- anak yang baru berumur 12 minggu juga didapatkan PVCc ini dan bisa sembuh tanpa pengobatan apapun.

Orang yang bekerja pada malam hari, mempunyai risiko untuk terkena PVCs sebesar 40%. Sedangkan yang berumur 40 tahun ke atas, juga mempunyai risiko yang tinggi meskipun mereka tidak bekerja malam.

2.3 Penyebab

Sebagai awal PVCs, kegelisahan adalah penyebab utama. Meningkatnya kadar adrenalin diperkirakan memiliki peran, biasanya disebabkan oleh konsumsi kafein, latihan, ataupun kegelisahan. Penyebab lain yang memicu terjadinya PVCs apda dewasa muda adalah konsumsi kokain, amphetamin, dan alkohol. Obat- obatan seperti, digoxin, simphatomimetic, trisiklik antidepresan, dan aminophilin, juga diketahui sebagai penyebab terjadinya PVCs.

Kondisi jantung ataupun riwayat serangan jantung, iskemia, miokarditis, dilatasi pada pembuluh koroner, atau hipertrophi kardiomiopathy, memar pada

Disritmia Jantung16

Page 17: cL 3 oK ^_^

miokardial, atrial fibrilasi, dan prolapsnya katup mitral bisa menyebabkan PVC. Pasien dengan hipomagnesium, hipokalemi, dan hiperkalemi, bisa juga menunjukkan PVC ini.

PVC pada anak- anak berhubungan dengan sistem saraf otonomis. Pada anak- anak yang lebih tua, obat simpathomimetik, seperti obat demam dan asma bisa menyebabkan PVCs, berhubungan dengan kasus infeksi virus miokarditis.

2.4 Diagnosis

Dalam perjalanan sakitnya, pasien mendiskripsikan “skipped beats”, pauses, ataupun palpitasi.

Pada saat tes fisik, PVCs muncul terlebih dahulu dari pada biasanya. S1 yang berikutnya pun, muncul lebih cepat. Pada PVC yang aslinya, impuls arterial lebih lemah dari pada biasanya, diikuti QRS yang normal, impuls arteri juga lebih kuat dari pada biasanya.

PVCs berbeda dari premature atrial contractions (PACs). Jika jeda muncul tetapi denyutan jelas terasa, diadnosis lain mesti dipertimbangkan.

Dalam mendiagnosa PVCs diperlukan EKG atau TMT, tetapi pada sejumlah pasien juga diperlukan Holter monitoring untuk merekam PVCs. PVC acapkali petanda normal tetapi terkadang juga bisa digunakan sebagai tanda kondisi jantung. Pada EKG, PVCs didiagnosa dengan:

1. Prematuritas (muncul sebelum gelombang yang QRS yang seharusnya muncul)2. Sebagai kemunculan yang abnormal (melebarnya kompleks QRS)

3. Kehadirannya baisanya sebgai kompensasi terhadap ‘pause’

4. Kehadirannya bisa unifokal (datang dari area ventrikel yang sama)

5. Terkadang juga bisa multifokal (datang dari berbagai area dari ventrikel)

Area yang unifokal menunjukkan kondisi yang normal, dan manifestasi abnormal sebagai kompleks QRS yang melebar dengan morfologi yang identik. Hal ini didiskripsikan sebagai monomorfik PVCs.Multifokal PVCs dimanifestasikan dengan berbagai morfologi dan berbagai axis yang dominan dan dideskripsikan sebagai polimorfik PVCs. Multifokal PVCs lebih diperkirakan sebagai suatu keadaan yang morfologis.

PVCs bisa muncul sebagai interval yang abnormal. Jika PVC muncul setelah setiap QRS yang normal, ini dinamakan ventrikular bigemini. Jika muncul

Disritmia Jantung17

Page 18: cL 3 oK ^_^

setelah 2 kompleks QRS yang normal, dinamakan ventrikular trigemini. Jika muncul setelah 3 gelombang QRS yang normal dinamakan ventrikular quadrigemini. Pada saat test fisik, ini dimanifestasikan sebgai ritme yang irreguler, terkadang dideskripsikan sebagai keteraturan yang tidak teratur ( {regularly irreguler} ini kontras dengan keteraturan yang tidak teratur {irregularly irreguler}pada atrial fibrilasi). Irama ini bisa menunjukkan fisiologis ataupun disfungsi dari suatu sistem.

Jika lebih dari satu denyut ventrikuler muncul pada suatu rangkaian, ini merupakan suatu pertanda kondisi yang bnormal. Dua denyut ventrikuler pada suatu rangkaian diistilahkan sebagai couplet. Tiga atau lebih denyut ventrikular dengan rata-rata waktu dalam suatu rangkaian adalah 100 bpm, tetapi biasanya lebih dari 150 bpm, diistilahkan sebagai ventrikuler takikardi. Pada waktu yang lebih lambat, diistilahkan sebagai idioventrikuler ritme.

2.5 Pemicu

Anxiety /Stress Chocolate Caffeine Cocaine or other stimulant Calcium/magnesium imbalance Dehydration Exercise Hormonal imbalance Hypercapnia (CO2 poisoning) Hyperstimulation of the Vagus nerve Lack of sleep /exhaustion Overeating Low copper (Cu) MSG

Molecular Mechanisms

Kegelisahan dan stress psikologi (misalnya, hipovalemia yang disebabkan oleh dehidrasi atau homorrhage) akan mengaktifkan sistem saraf simpatis, dikarenakan oleh katekolamin (epineprin dan norepineprin). Kedua hormon neuroendrokin ini akan berikatan dengan β1reseptor di kardiak miosit, mengaktifkan Gs proteins dan menghasilkan sinyal transduksi cyclic AMP (cAMP), yang akhirnya meningkatkan aliran ion kalsium dari cairan ekstraseluler dan retikulim sarkoplasma ke sitosol. Akibat yang ditimbulkan:

1. Meningkatnay kekuatan kontraksi (inotropik +)2. Depolarisasi miosit lebih cepat (chronotropy)

Disritmia Jantung18

Page 19: cL 3 oK ^_^

Oleh karena itu, miosit ventrikel lebih mudah teriritasi dari pada biasanya, dan terdepolarisasi spontan sebelum sepolarisasi pada SA node. Obat- obatan simpathomimetik lainnya, seperti amphetamin dan kokain juga menyebabkan efek yang sama.

Phosphodiesterase inhibitors seperti caffeine, theobromine (ditemukan di chocolate), theophylline, dan milrinoneberefek pada sinyal transduksi G- coupled secara langsung oleh enzim penghambat yang dikatalisis oleh turunnua cAMP,yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion kalsium di sitosol.

Konsentrasi ion kalium menentukan besarnya potensial elektrokimia sel, dan keadaan hipokalemia mengakibatkan terjadi depolarisasi secara spontan. Hiperkalsemia juga memiliki efek yang sama, meskipun secara klinis lebih kurang dari pada hipokalemia. Ion magnesium memiliki efek terhadap ion kalsium, terhadap fungsi Na+/ K+ATPase, dan penting untuk mengatur kadar kalium. Hipomagnesium juga berakibat pada terjadinya depolarisasi spontan.

Kerusakan miokardium juga bisa mengakkibatkan terjadi PVCs. Parut yang muncul pada MI dan juga bekas operasi pada congenital heart disease bisa mengganggu sistem konduksi jantung dan juga mengiritasi miosit ventrikel yang ada disekitarnya, sehingga terjadi depolarisasi yang spontan. Miokarditis dan inflamasi sistemik karena sitokin, yang bisa mengganggu kelistrikan pada miosit dan pada akhirnya bertanggung jawab pada iritabilitas miosit.

2.6 Penatalaksanaan

Pengobatan farmakologik hanya diindikasikan untuk pasien-pasien yang simtomatik. Karena dengan pemberian obat antiaritmia dikhawatirkan terjadi aritmia yang lebih buruk dan kematian mendadak, maka beta-bloker merupakan obat pilihan. Jika timbul gejala-gejal misalnya palpitasi atau skipped beat, maka beta-bloker lebih bermanfaat jika diberikan pada pasien-pasien asimtomatik dengan ektopia ventrikel yand sering atau pembentukan berulang. Jika kondisi yang mendasari adalah prolaps mitralis, kardiomiopati hipertrofik, hipertofi ventrikel kiri, atau penyakit koroner-atau jika interval QT panjang, pemberian beta-bloker dapat bermanfaat meskipun obat ini kadan tak berhasil. Obat antiaritmia kelas I dan II seluruhnya efektif dapat mengurangi ventrikuler premature beat tetapi sering mmenimbulkan efek samping dan dapat menyebabkan kekambuhan aritmia pada 5-20% pasien. Oleh karena itu, pada pasien-pasien tanpa gejala yang nyata, sebaiknya tidak diberikan obat-obat antiaritmia I dan II ini. Pada pasien dengan episode iskemia jantung dan akut, terapi diberikan apabila ekstrasistol ventrikel timbul lebih dari 5 kali permenit, ekstrasistol ventrikel yang berturut-turut, ekstrasistol ventrikel yang multifokus, ekstrasistol ventrikel yang timbul pada gelombang T (R on T).

Disritmia Jantung19

Page 20: cL 3 oK ^_^

Obat yang paling banyak dipakai pada ekstrasistol ventrikel yang maligna pada infark miokard akut, ialah xilokain yang diberikan secara intravena dengan dosis 1-2 mg per kg berat badan dilanjutkan dengan infus 1-2 mg per menit. Dosis dapat dinaikkan sampai 4 mg per menit.

Obat lain yang dapat dipakai quinidin, prokainamid, dilantin, amiodaron, meksiletin. Pada pasien yang tak ada kelainan jantung organik lain maka pengobatan ekstrasistol ditujukan pada terapi non farmakologi seperti menghentikan kebiasaan minum kopi, merokok, menghindari obat-obat simpatomimetik seperti adrenalin, efedrin, dan lain-lain. Kadang-kadang perlu pemberian tranquilizer pada pasien yang banyak ketegangan.

Disritmia Jantung20

Page 21: cL 3 oK ^_^

TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

3.1 Takikardi Atrial ParoksismalPatofisiologi

Ini merupakan takikardi paroksismal tersering yang terjadi pada pasien tanpa kelainan struktur jantung. Serangan mulai dan berakhir tiba-tiba dan dapt berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa jam atau lebih lama. Frekuensi jantung dapat sampai 140-240/menit (biasanya 160-220/menit) dan sangat regular (meskipun dengan latihan atau perubahan posisi). Gelombang P biasanya berbeda bentuk dibandingkan denyutan sinus. Pasien dapat tanpa gejala kecuali yang peduli dengan aksi jatung yang cepat, tetapi beberapa pasien mengalami nyeri dad atau sesak napas, terutama jika serangan berlangsung lama, bahkan pada yang tidak ada kelainan jantung sekalipun. Takikardi supraventrikuler paroksismal dapat merupakan akibat toksisitas digitalis, dan kemudian berkaitan dengan blok atrioventrikuler.

Pada sebagian besar kasus, perbedaan fungsional dalam konduksi dan refrakter pada nodus AV atau adanya jalan pintas AV yang memberikan substrat untuk terbentuknya PSVT (sebelumnya disebut takikardia atrium paroksismal). Pemeriksaan elektrofisiologik menunjukkan bahwa reentry merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada sebagian besar kasus PSVT. Reentry terlokalisasi pada nodus sinus, atrium, nodus AV, atau lintasan macroreentrant yang melibatkan konduksi dengan arah antegrad melalui nodus AV dan retrogard melalui jalan pintas AV. Jalan pintas juga dapat melakukan konduksi secara antegrad, yang terjadi pada kasus sindroma Wolff-Parkinson-White(WPW). Akan tetapi, jalan pintas lebih sering hanya mengantarkan secara retrogard, dan karena itu disebut jalan pintas tersembunyi. Pada kasus ini, kompleks QRS selama irama sinus normal. Pada tidak adanya sindroma WPW, reentry melalui nodus AV atau melalui jalan pintas yang tersembunyi membuat lebih dari 90% dari semua PSVT.

Takikardi supraventrikular paroksismal merupakan aritmia yang amat lazim. Mulainya mendadak, biasanya diawali dengan denyut supraventrikular prematur (atrium atau sambungan), dan berhentinya juga sama mendadaknya. Takikardi ini dapat terjadi pada jantung yang sama sekali normal; mungkin tidak ada penyakit jantung sama sekali yang mendasarinya. Tidak jarang alkohol, kopi atau hanya perasaan sangat gembira dapat menimbulkan gangguan irama ini (Thaler, 2000).

Gambar 2.12. Takikardi Supraventrikular Paroksismal(Sumber : Thaler, 2000)

Disritmia Jantung21

Page 22: cL 3 oK ^_^

Takikardi supraventrikular paroksismal adalah suatu irama yang mutlak teratur, dengan frekuensi biasanya di antara 150 dan 230 denyut per menit. Takikardi ini dipacu oleh lengkungan sirkuit reentran dalam nodus AV. Kadang-kadang dapat ditemukan gelombang P retrograd, tetapi lebih sering gelombang P terbenam pada kompleks QRS dan tidak dapat diidentifikasi sama sekali. Seperti pada semua aritmia supraventrikular, kompleks QRSnya sempit (Thaler, 2000).

Mekanisme yang tersering pada takikardi supraventrikuler paroksismal adalah reentry, yang dapat diawali atau diakhiri oleh atrial atau ventricular premature beat secara kebetulan. Sirkuit reentry paling sering melibatkan jalur ganda ( jalur lambat dan jalur cepat) di dalam nodus atrioventrikuler. Ini disebut sebagai takikardi reentry nodal AV (AV nodal reentry tachycardia=AVNRT). Yang lebih jarang adalah reentry akibat adanya jalur tambahan antara atrium dan ventrikel (AVRT). Kira-kira sepertiga pasien mempunyai jalur ke arah ventrikel yang menyimpang. Patofisiologi dan penatalaksanaan aritmia akibat jalur tambahan ini berbeda dan akan dibahas secara terpisah di bawah Takikardi atrial paroksisimal disebut juga takikardi paroksismal. Takikardi atrial paroksismal ialah suatu takikardi yang berasal dari atrium atau nodus AV, biasanya karena adanya re-entry baik dari atrium atau nodus AV.

Pasien dengan takikardi atrial merasa jantung berdebar cepat sekali, dapat disertai keringat dingin dan pasien akan merasa lemah. Kadang-kadang timbul sesak napas dan hipotensi. Pada pasien dengan penyakit jantung koroner bila menddapat serangan takikardi akann timbul serangan angina.

Pada pemerikasaan EKG akan terlihat gambaran seperti ekstra sistole atrial yang berturut-turut lebih dari enam. Pada EKG kadang-kadang sukar dibedakan antara takikardi atrial dengan takikardiventrikel terutama terutama bila gelombang P tidak jelas dan ada aberansi kompleks QRS. Takikardi atrial dapat berlangsung sebentar atau menetap sampai beberapa hari.

TERAPIPenatalaksanaan takikardi atrial paroksimal harus dilakukan segera, yaitu

dengan memberikan penekanan pada bola mata (eye ball pressure ) atau massage sinus karotikus. Bila tidak berhasil dapat diberikan verapamil secara intravena. Obat lain yang dapat dipakai adenosin, diltiaze, digitalis dan penyekat beta secara intravena. Bila obat-obat lain tidak berhasil meghentikan takikardi perlu dipertimbangkan tindakan defibrilasi dengan DC (direct current )counter shock.Pengobatan Serangan Akut

Pada yang tanpa penyakit jantung, jarang menimbulkan efek serius dan sebagian besar serangan reda spontan. Usaha-usaha tertentu sebaiknya dilakukan untuk mengakhiri serangan segera setelah terjadi gagal jantung mendasar atau terutama penyakit arteri koroner. Karena mekanisme penyebab takikardi atrial paroksismal tersering adalah reentry, maka terapi efektif adalah dengan memutus konduksi jantung pada saat bersamaan dengan sirkuit reentry.

a. Cara-cara mekanisSejumlah metode telag digunakan untuk memutus srangan dan pasien dapat belajar untuk melakukannya sendiri. Termasuk diantaranya adalah manuver valsava, meregangkan lengan dan badan, membungkukkan kepala diantara

Disritmia Jantung22

Page 23: cL 3 oK ^_^

lutut, batuk dan menahan nafas. Pemijatan sinus karotikus sering dilakukan oleh dokter tetapi sebaiknya dihindari jika pasien mempunyai bruit karotis sering dilakukan atau ada riwayat serangan iskemik serebral sementara (transient cerebral ischemic attack).

Tekanan ringan tetapi mantap dan pemijatan dilakukan pertama kali pada sinus karotikus kanan selama 10-20 detik dan jika belum belum berhasil beralih diatas sinus karotis kiri. Penekanan sebaiknya tidak dilakukan dikedua sinus secara bersamaan. Pemasangan EKG kontinu atau monitoring ambulatoir frekuensi jantung cukup penting sehingga penekanan dapat dihentikan segera setelah irama jantung berhenti atau terjadi bradikardi berat. Penekanan sinus karotis akan memutus sampai separuh serangan, terutama jika pasien sudah menerima digitalis glikosida atau obat lainnya (seperti adenosin atau penghambat saluran kalsium) yang memperlambat konduksi atrio ventrikuler dan mengeblok mekanisme reentry, menghentikan aritmia.

b. Terapi obatJika dengan cara mekanis gagal, ada dua macam obat intravena aksi cepat yang dapat segera menghentikan pada lebih dari 90% episode serangan. Adenosin intravena durasi aksinya singkat dan mempunyai aktivitas inotropik negstif. Diberikan bolus 6 mg. Jika tidak berespon setelah 1-2 menit, sebaiknya diberikan bolus kedua dan ketiga 12 mg. Karena waktu paruh adenosin kurang dari 10 detik, obat ini harus diberikan secara cepat (dalam 1-2 detik sejak pemasangan infus intravena tepi). Adenosin sangat baik ditoleransi, tetapi hampir 20% pasien akan mengalami flishing sementara, dan beberapa pasien mengalami nyeri dada berat.Penghambat saluran kalsium juga cepat menginduksi blok atrioventrikuler dan menghentikan sebagian besar serangan tekikardia supraventrikuler reentry. Dapat diberi verapamil intravena sebagai bolus 2,5 mg, dilanjutkan dengan dosis tambahan 2,5 mg sampai 5 mg setiap 1-3 menit sampai tercapai dosis total 20 mg jika tekana darah dan irama jantung stabil. Jika irama jantung telah kembali, dapat diberikan dosis lanjutan. Verapamil oral 80-120 mg tiap 4-6 jam dapat digunakan jika kondisi pasien stabil dan irama jantungnya dapat mentoleransi dan tanpa penyulit. Pemberian diltiazem intravena (0,25 mg/kg selama 2 menit, dilanjutkan dengan bolus kedua 0,35 mg/kg jika perlu dan kemuduan infus 5-15 mg/jam) kurang menyebabkan hipotensi dan kurang menekan miokardium.Esmalolol suatu beta-blocker aksi singkat, juga efektif; dosis inisialnta 500 μg/kg intavena selama 1 menit dilanjutkan dengan infus 25-200 μg/menit. Obat-obat yang memacu aktivitas parasimpatis misalnya edrophonium 5-10 mg intra vena, yang menghambat konduksi atrioventrikuler, dapat menghentikan mekanisme reenty. Karena obat ini sering kali menyebabkan nausea dan vomitus, maka sebaiknya hanya digunakan jika obat-obat yang digunakan sebelumnya gagal. Metaraminol atau fenilefrin, suatu stimulan adrenergik alfa yang mengaktivitas baroreseptor dengan menaikkan tekanan darah dan menyebabkan stimulasi vagal, dapat menghentikan serangan tetapi sebaiknya digunakan secara hati-hati karena dapat menyebabkan hipertensi

Disritmia Jantung23

Page 24: cL 3 oK ^_^

berat. Gigoksin cukup efektif, tetapi sering perlu wakyu beberapa jam untuk diberikan secara aman dalam dosis yang adekuat. Dosis inisialnya 0,5-0,75 mg intravena, dilanjutkan dengan ditingkatkan 0,25 mg atau 0,125 mg tiap 2-4 jam sampai total diberikan 1-1,25 mg. Prokainamid intravena dapat menghentikan takikardi supraventrikuler; tetapi karena obat ini dapat mempermudah konduksi atrioventrikuler dan terjadi peningkatan frekuensi jantung seperti awalnya, maka obat ini tidak diberikan sampai setelah siberikan digoksin, verapamil, atau beta-blocker. Pada pasien-pasien dengan sindroma wolff-parkinson-white, dimana terdapat jalur tambahan, obat-obat ini merupakan kontra indikasi.

c. KardioversiApabila pasien pada keadaan hemodinamiknya stabil atau jika adenosin dan verapamil merupakan kontra indikasi atau malah tidak efektif, biasanya kardioversi listrik sinkron (dimulai dari 100 J) hampir selalu berhasil. Jika dicurigai terdapat toksisitas digitalis, seperti pada kasus takikardi paroksismal dengan blok, sebaiknya tidak dilakukan kardioversi listrik.

d. Terapi bedah aritmia (PSVT)Perangsangan terprogram dan pemetaan aktivasi telah menyediakan

pengertian yang lebih baik tentang mekansime dan tempat asal banyak takiaritmia supraventrikel dan ventrikel, sehingga pada pasien tertentu, terapi bedah dapat dipertimbangkan.

Meskipun biasanya tidak membahayakan jiwa, takikardi supraventrikel paroksismal (PSVT) mungkin refrakter terhadap intervensi pemacuan atau farmakologik. Pada kasus-kasus tersebut, pembedahan dapat dipertimbangkan sebagai metode untuk membuang focus abnormal, menghentikan sirkuit reentry, dan mengobati takikardi atau mengontrol respons ventrikel dengan membentuk blok AV. Tetapi, ablasi kateter radiofrekuensi sekarang merupakan terapi terpilih untuk aritmia-aritmia ini. Pembedahan, krioablasi, atau ablasi kateter elektroda membutuhkan implantasi pacu jantung permanent yang bersamaan. Takikardia fokal atrium telah diterapi secara bedah dengan cara reseksi diskret atau ablasi dengan cara cedera kriotermal. Pemetaan takikardi adalah keharusan jika akan dilakukan pendekatan primer langsung pada aritmia. Pembedahan adalah untuk pasien dengan aritmia yang refrakter terhadap terapi lainnya dan hanya jika takikardi telah dilokalisasi.

Pencegahan serangana. Ablasi frekuensi radio

Karena perhatian terhadap keamanan dan intoleransi pengobatan antiaritmia, maka ablasi frekuensi radio merupakan pendaktan yang lebih digunakan untuk pasien-pasien dengan takikardi supraventrikuler berulang, apakah sebagai jalur ganda, didalam nodus atrioventrikuler, atau akibat jalur tambahan.

b. Obat-obatanPemberian digoksin per oral merupakan obat umum pilihan pertama karena nyaman pemberiannya dan efektif pilihan keduanya adalah verapamil, baik

Disritmia Jantung24

Page 25: cL 3 oK ^_^

sebagai obat tunggal atau kombinasi dengan digitalis (catatan: verapamil meningkatkan kadar digoksin dalam serum). Beta-blocker juga efektif. Pasien-pasien yang tidak berespon terhadap obat-obat yang meningkatkan refrakter nodus sinus dapat diobati dengan obat kelas Ia (disopiramid, kinidin, prokainamid), obat kelas Ic (propafenone), atau obat kelas III (sotalol, amiodarone). Pada pasien dengan bukti penyakit struktur jantung, dapat dipakai sotalol atau amiodaron sebagai pilihan yang baik karena insidensi proaritmiaventrikuler yang rendah selama pengobatan yang kronik

Pada yang tanpa penyakit jantung, jarang menimbulkan efek serius, dan sebagian besar serangan reda spontan. Usaha-usaha tertentu sebaiknya dilakukan untuk mengakhiri serangan segera setelah terjadi gagal jantung, pingsan, atau nyeri angina atau juka terdapat penyakit jantung mendasar atau terutama penyakit arteri koroner. Karena mekanisme penyebab takikardi atrial paroksismal tersering adalah reentry, maka terapi efektif adalah dengan memutus konduksi jantung pada saat bersamaan dengan sirkuit reentry.

3.2 Takikardi supraventrikular paroksismal

Takikardi supraventrikular paroksismal ( TSVP) merupakan aritmia yang amat lazim. Mulainya mendadak, biasanya di awali dengan denyut supraventikular prematur ( atrium atau sambungan , dan berhentinya juga sama mendadaknya. Takikardi ini dapat terjadi pada jantung yang sama sekali nomal; mungkin tidak ada penyakit jantung samasekali yang mendasari. Tidak jarang akohol, kopi, atau hanya perasaan sangat gembira dapat menimbulkan gangguan ini.

TSVP adalah suatu irama yang mutlak yang teratur, dengan frekuensi biasanya antara 150-230 denyut per menit. Takikardi ini dipacu oleh lengkungan sirkuit reentran dalam nodus AV. Kadang-kadang dapat ditemukan gelombang P retrograd ( yang paling baik adalah melihat pada sandapan II dan III), tetapi lenih sering gelombang P terbenam pada kompleks QRS dan tidak dapat diidentifikasi sama sekali. Seperti pada semua aritmia supraventrikular, Kompleks QRSnya sempit.

Masase KarotisMemijat (masase) arteri karotis dapat membantu mendiagnosis dan

menghentikan serangan TSVP. Baroreseptor yang merasakan perubahan tekana darah terletak pada sudut mandibula tempat arteri karotis komunis bercabang dua. Bila tekanan darah meningkat barorespetor ini mengirimkan isarat sepanjang saraf vagus ke jantung. Masukan (input) vagus mengurangi frekuensi pacuan nodus sinus, dan yang lebih penting, memperlambat konduksi melalui nodus AV.

Baroreseptor karotis tidak begitu cerdas, dan tidak dapat dikelabui agar mengangap bahwa tekanan darah naik dengan penekanan ringan dari luar pada arteri karotis . Karena, pada sebagian besar kasus, mekanisme yang mendasari TSVP adalah sirkuit reentran yang melibatkan nodus AV, masase karotis dapat1. Menganggu sirkuit reentran tersebut, sehingga menghentikan aritmianya.

Disritmia Jantung25

Page 26: cL 3 oK ^_^

2. Paling kurang, memperlambat aritmia sehingga ada atau tidak adanya gelombang P dapat lebih mudah ditentukan dan aritmianya terdiagnosis.

AV Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)

Termasuk Paroksimal takikardi ventrikular. Letak kelainan ini adalah di nodus AV dan lebih sering terjadi pada perempuan. Kompleks QRS langsing dengan frekuensi berkisar antara 120-250 /menit dan dipicu ole atrial ekstra sistol dan berkaitan dengan PR memanjang karena terjadi keterlambatan konduksi di dalam AV node. Dalam AV node terdapat dua pathway yaitu fast dan slow pathway yang di sebut dual pathway. Fast pathway memberikan konduksi yang cepat serta mempunyai periode refrakter panjang sedangkan slow pathway memberikan konduksi yang lambat dengan periode refrakter pendek. Pada irama sinus konduksi rangsangan hanya melalui fast pathway sehingga interval PR normal. Dengan adanya atrial ekstra sistol, terjadi blokade di fast pathway sehingga konduksi rangsangan berikutnya dialirkan melalui slow pathway dan selain itu kecepatan rambat menurun, sehingga memenuhi persyaratan untuk terjadi reentry AV nodal dan terjadilah takikardi dan disebut AV nodal reentrant tachycardia. Aktivasi atrial retrograd dan ventrikel antegrad terjadi bersamaan sehingga gelombang P tak terlihat di EKG.

Gambaran klinis berupa palpitasi, dapat terjadi sinkop dengan hipotensi.

Pengobatan Tindakan pijat sinus karotis sebagai manipulasi vagal dapat di coba untuk menghentikan aritmia. Bila tidak berhasil dapat diberikan Adenosin Intravena,. Selain itu dapat dilakukan dengan verapamil atau penyekat beta. Sedangkan digitalis, awitan lombang Paksinya lebih lambat sehingga tidak dianjurkan pada keadaan akut. Bila tak berhasil dapat dilakukan dengan pacing di atrial atau ventrikel melalui intarvena. Dalam keadaan hemodinamik jelek dengan hipotensi atau iskemia berat, dipertimbangkan untuk dilakukan kardioversi.

3.3 Takikardi Atrium Multifokal

Takikardi atrium multifokal (TAM) suatu irama tidak teratur yang terjadi dengan frekuensi 100-200 denyut permenit. Takikardi ini mungkin merupakan akibat dari pemacuan acak beberapa fokus atrium berbeda . Kadang-kadang frekuesinya kurang dari 100 denyut per menit, pada kasus ini aritmianya sering disebut perintis jantung atrium yang berpindah-pindah (wandering atrial pacemaker).

Takikardi atrium multifokal amat lazim pada pasien penyakit paru berat, dan jarang memerlukan pengobatan. Wandering atrial pacemaker dapat ditemukan pada jantung normal dan sehat. Gelombang P, yang berasal dari banyak tempat dalam atrium, bentuknya akan bervariasi, dan interval antara gelombang-gelombang P dan kompleks QRS yang berbeda akan bervariasi juga. Untuk menegakkan diagnosis takikardi atrium multifokal, identifikasikan setidaknya tiga morfologi gelombang P yang berbeda (Thaler, 2000).

Disritmia Jantung26

Page 27: cL 3 oK ^_^

TAM dapat dibedakan dari fibrilasi atrium oleh gelombang P yang mudah dikenali sebelum setiap kompleks QRS. Gelombang P, yang berasal dari banyak tempat dalam atrium, bentuknya akan bervariasi, dan interval antara gelombang-gelombang P dan kompleks QRS yang berbeda akan bervariasi juga. Untuk menegakkan diagnosis TAM, Anda perlu mengidentifikasi setidaknya tiga morfologi gelombang P yang berbeda.

Gambar 2.14. Takikardi Atrium Multifokal(Sumber : Josephson&Zimetbaunm, 2005)

Pengobatan dapat diberikan penyekat beta, antagonis kalsium, dan digitalis yang bekerja di nodus AV untuk menghentikan respon ventrikel.

3.4 Takikardia supraventrikular Akibat Jalur Atrioventricular Tambahana. Patofisiologi dan gambaran klinik

Adanya jalur tambahan antara atrium dan ventrikel yang menyebabkan perlambatan konduksi nodus atrioventrikuler merupakan predisposisi terjadinya takikardi, misalnya AVRT dan atrial flutter dan untuk fibrilasi atrial. Ini dapat terjai diseluruh nodus atau hanya sebagian (serabut Mahaim) menimbulkan interval PR yang pendek dan morfologi QRS normal (sindrom Lown-ganing-lavine). Yang lebih sering terjadi adalah adanya hubungan langsung antara atrrium dan ventrikel melalui serkas Kent (sindrom Wolff-parkinson-white). Ini menyebabkan interval PR pendek tetapi timbul gelombang delta pada awal onset lebar, daerah QRS tertutupi akibat depolarisasi gelombang delta dan menunjukkan lokasi saluran bypass, maka diperlukan pemetaan dengan rekaman intrakardial untuk memastikan lokasi anatomisnya secara cepat.Jalur tambahan terjadi pada 0,1-0,3% populasi dan mempermudah timbulnya aritmia reentry akibat perbedaan periode refrakter pada nodus atrioventrikuler dan pada jalur tambahan. Apakah takikardi berkaitan dengan kompleks QRS yang sempit atau lebar ditentukan dengan apakah pada konduksi antegrad melalui nodus (sempit) atau saluran bypass (lebar). Pada banyak pasien dengan sindrom wolff-parknson-white tidak pernah terjadi konduksi antegrad melalui saluran bypass sehingga disebut tersembunyi (concealet). Meskipun takikardi supraventrikuler reentry yang melibatkan nodus atrioventrikuler adalah yang tersering, sebanyak 20-30% pasien denhan takiaritmia mengalami atrial flutter. Sebagian pasien lainnya tanpa aritmia. Sejumlah kecil pasien mengalami konduksi antegrad melalui jalur tambahan, tetapi kelompok orang-orang ini dapat bertambah dengan cepat, apalagi selama fibrilasi atrial. Pasien-pasien dengan interval RR kurang dari 220 milidetik risikonya tinggi. Digoksin, verapamil (kurang banyak digunakan) dan beta-blocker dapat

Disritmia Jantung27

Page 28: cL 3 oK ^_^

mengurangi refrakter jalur tambahan dan meningkatkan respon ventrikel dan sebaiknya tidal digunakan pada fibrilasi atrial dengan jalur tambahan.

b. PengobatanBeberapa pasien mempunyai gelombang delta yang muncul tidak sengaja dari EKG. Jika tidak ada palpitasi, lightheadedness, atau pingsan, pasien-pasien ini tidak memerlukan terapi spesifik. Pasien ini diminta untuk melapor jika timbul gejala-gejala ini.Ablasi frekuensi radio merupakan prosedur pilihan pada pasien dengan jalur tambahan dan dejala berulang. Pasien dengan sindrom preeksitasi yang mengalami periode fibrilasi atrial atau atrial flutter sebaiknya dites dengan induksi fibrilasi atrial di ruang pemeriksaan elektrofisiologik, mencatat durasi siklus RR; jika kurang dari 220 milidetik, terdapat periode refrakter yang singkat dan orang-orang beresiko tidak mengalami mati mendadak, maka perlu ablasi profilaksi. Angka keberhasilan ablasi jalur tambahan dengan kateter frekuensi radio sebesr 90% pada pasien yang cocok.

Terapi FarmakologikAdenosi terbukti sangant efektif; digoksin harus dihindari pada pasien

yang mengalami sindron Wolff-Parkinson-White. Anti aritmia kelas Ia sebagaimana dengan obat kelas Ic dan kelas III yang lebih baru, akan meningkatkan refrakter saluran bypass dan merupakan obat pilihan untuk takikardi kompleks lebar. Jika hemodinamiknya baik, disarankan kardioversielektrik.

Tetapi jangja panjang memerlukan kombinasi obat-obatan yang meningkatkan refrakter pada saluran bypass (obat kelas Ia atau Ic) dan dalam nodus atrioventrikuler (verapamil, digoksin dan beta-blocker), memungkinkan fibrilasi atrial atau atrial flutter dengan panjang siklus RR singkat tidak muncul. Sitatol dan amiodaron cukup efektif untuk kasus-kasus refrakter. Pada pasien-pasien yang sulit diobati sebaiknya dilakukan evaluasi elektrofisiologik

3.5 Takikardi atrium (atrial tachycardia)

Takikardi jenis ini terjadi melalui mekanisme automatisasi dan reentri di dalam atrium tanpa berhubungan dengan nodus SA dan AV, sehinggga tidak sensitif terhadap rangsangan vagus. Pada EKG tampak gelombang P berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus sinus.

Takikardi atrium biasanya disebabkan karena pengaruh obat-obat seperti digitalis atau penyakit paru menahun, dan biasanyamemberi respon terhadap antiaritmia klas 1a.

Atrial premature beatsAtrial premature beats terjadi jika terdapat focus ektopik dalam serabut

atrium sebelum impuls nodus berikutnya atau sirkiut reentry ditegakkan. Bentuk gelombang P biasanya berbeda dengan kompleks pada pasien normal. Panjang siklus R-R berikutnya biasanya tidak berubah atau hanya sedikit lebih panjang.

Disritmia Jantung28

Page 29: cL 3 oK ^_^

Premature beat tertentu cukup sering terjadi pada jantung normal sehingga tidak cukup sebagai dasar diagnosis penyakit jantung. Kecepatan frekuensi jantung karena berbagai alat biasanya menghilangkan sebagian besar premature beat. Atrial premature dini dapat menyebabkan kompleks QRS yang menyimpang dari biasanya (lebar dan aneh) atau tidak terhantarkan ke ventrikel karena ventrikel masih dalam kondisi refrakter.

Perbedaan antara Denyut Supra Ventrikuler yang Dihantarkan secara Menyimpang dengan Ventrikel Berat

Pada pasien dengan kompleks QRS yang lebar perbedaan ini sulit ditegakkan, tetapi keduanya sangat penting dibedakan karena berimplikasi pada perbedaan prognosis dan terapinya. Temuan-temuan yang menunjukkan kelainan berasal dari ventrikel adalah:

a. Disosiasi ventrikelb. Durasi QRS yang lebih dari 0,14 detikc. Denyutan yang tertahan atau menyatu (jarang)d. Deviasi aksis ke kiri dengan morfologi right bundle branch blocke. Kompleks r monofasik atau bifasik (qR, QR, atau RS) pada V1

f. Kompleks qR atau QR pada V6

Sedangkan yang berasal dari supra ventricular cenderung:a. Kompleks QRS trifasik, terutama jika terdapt negativitas inisial pada lead

I dan V6

b. Frekuensi ventrikel lebih dari 170/menitc. Kompleks QRS lebih lama dari 0,12 detik tetapi kurang dari 0,14 detikd. Adanya sindroma preeksitasi

Hubungan antara gelombang P dengan kompleks takikardi cukup membantu. Hubungan 1:1 biasanya berarti bersal dari supraventrikel, kecuali jika terdapat ventrikel takikardi dengan gelombang P retrograd. Jika gelombang P tidak tampak jelas, maka dapat dipasang lead Lewis (dimana elektroda lengan kanan ditempatkan pada posisi V1 biasa). Ini akan memperkuat ukuran gelombang P. Lead esofagus, dimana elektroda dipasang langsung dibelakang atrium kiri, dapat menghasilkan efek serupa bahkan lebih jelas. EKG atrium kanan dapat membantu menjelaskan diagnosis dengan memperkuat gelombang P.

Disritmia Jantung29

Page 30: cL 3 oK ^_^

DAFTAR PUSTAKA

Fuster V, Ryden LE, Asingger RW, et al. ACC/AHA/ESC Guideline for the Mangement Of Patients With Atrial Fibrilation : Executive Summat Task Ogy Commite For Praktice Guidelines And Policy Conferece (Commite to Develop Guidelines for the management of patient with atrial Fibrilation). A Report Of The American Collage Of Cardiology/ american heart association. Circulation 2001; 104; 2118-50.Hert RG, helperin Jl. Artial fibrilation and thrombembolism ; a decade of progres in stroke preventation. Ann intern Med 1999; 131 ; 688-95.Haissagure M, jais P, Shah DC et al. spontaries intiation of artial fibillation by ectopic beats origniting in the pulmunary viens. N Engl J Med J Med, 1998; 339 659-66Julian DG, Prescott RJ, FS et al. controled trial of sotalol for one year after myocardial infaction. Lancet 1982; 1:1142-7Kopecky SL, Gresh BJ, McGoon MD et al. The Natural history of lone artial fibrilation. A population-bssed stduy over three decades. N Engl J Med 1987; 317 : 669-74.Kannels WB, Abbortt RD, savage DD, Mc namara PM. Coronary heart disease and atrial fibrilation : the faramingham study. Am heart J 1983:106 : 389-96.Kannel WB, wolf PA, Benjamin EJ et al. Prevalnce, incidence, prognosis, and predisponding conditions for atrial fibrilations: population based estimates. Am |J Cardiol 1998;81: 40D-46D.Karim, Sjukri. Kabo, Peter. 2000. EKG dan Penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk dokter umum. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Krahn AD, Manfreda J, Tate Rb, Mathewson FA, Cuddy TE. The Natural History of atrial Fibrilations : the Manitoba Folow Up study. Am. 1998;81: 40D-46D.Lanzarrotti CJ. Thromboembolism in Chronis Atrial Fibrilatio : is the risk underestimated ? J Am coll Cardiol 1997; 30:1906-11.Lee SH, chen SA, Tai CT et al. Comparsomof quality of life and cardiac performance after complete atrioventriculer junction ablations and atrioventricular junction modifications in patients with medically refractory atrial fibrilations. J Am Coll Cardiol 1998; 31: 637-44.Manning Wj, Silverman Di, Gordon SP et al. Cardioversion From Atrial Fibrilation Without prologaled anticoaguolation withh use of trensespophageal achocardiography to Exlude the persence of atrial thrombi. N Engl J Med 1993; 328 : 750-55Moehadsjah et al. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUIPrystowsky EN, katz AM. Atrial fibrilation. In : Topol ES, ed. Tectbook of Cardiovascular medicine. Philadelpia: lippincoot-raven, 1998: 1827-61.Psaty BM, manolio TA, Kuller LH et. Al. incidence of and risk factors for atrial fibrilation in older adult. Circulations 1994:96: 24555-61.

Disritmia Jantung30

Page 31: cL 3 oK ^_^

Page RL, Wilkinson we , Clair WK et Asymtomatik Arhysmatias In Patiens With Symtomatik paroksymal atrial fibrilation and paroxymal supraventucular Techycarida. Circulations 1994; 89:334-7Peterson P, Boysen G, Godtfresen J et al. Placebo controlled, randomised trial of warfarin and aspirin for prevention of thromboembolic compli-cation in chronic atrial fibtillation. The Copenhagen AFASAK study. Lancet 1989; 1 : 175-9.Pratanu S. Elektrokardiografi. Dalam: Noer S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996.hal. 924-926Singer DE, Hughes RA, Gress DR et al. The effect of aspirin on the risk of stroke in patientswith nonheumatic atrial fibrillation : the BAATAF Study. Am Heart J 1992; 124: 1567-73.Sakata K, Kurihara H, Iwamori K et al. Clinical and prognostic significance of atrial fibrillation in acute myocardial infarction. Am J Cardiol 1997; 80 : 1522-7.Tierney, Lawrence M., Jr. McPhee, Stephen J. Papadakis, Maxine A. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba MedikaVaziri SM, Larson MG, Benjamin EJ, et al. Echocardiographic predictors of nonrheumatic atrial fibrillation. Circulation 1994 ; 89 : 724-30.

Disritmia Jantung31