cl 1

Upload: puput-wulandari

Post on 19-Jul-2015

498 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik. Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan ini termasuk dalam lingkup keperawatan komunitas karena masyarakat perkotaan merupakan komunitas yang tinggal di daerah perkotaan dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di lingkungan kota. Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lain dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu, keluarga, dan masyarakat (Depkes RI, 1996). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur perawatan kesehatan masyarakat adalah (1) bagian integral dari pelayanan kesehatan, khususnya keperawatan; (2) merupakan bidang khusus dari keperawatan; (3) gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat, dan ilmu sosial; (4) sasaran pelayanan adalah individu, kelompok, masyarakat yang sehat maupun yang sakit; (5) ruang lingkup kegiatan adalah promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan resosialitatif; (6) bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Cakupan Keperawatan kesehatan masyarakat sangat luas, yaitu: peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif), dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga dan kelompok-kelompok masyarakat kelingkungan sosial dan masyarakat (resosialitatif). - Peningkatan kesehatan (promotif). Intervensi yang bersifat promosi dilakukan untuk gangguan pada garis pertahanan fleksibel berupa pendidikan kesehatan dan dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan dengan cara penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga teratur, rekreasi, dan pendidikan seks. - Pencegahan (preventif). Intervensi yang bersifat prevensi merupakan gangguan pada garis

pertahanan normal misalnya berupa deteksi dini tumbuh kembang balita dan keluarga serta untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga kelompok dan masyarakat melalui kegiatan imunisasi, pemeriksaan kesehatan berkala di posyandu, puskesmas, kunjungan rumah, pemberian vitamin A dan iodium, pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui.

1

- Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif). Upaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit atau masalah kesehatan melalui kegiatan perawatan orang sakit dirumah, perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut dari Pukesmas atau rumah sakit, perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis, perawatan tali pusat bayi baru lahir. - Pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Upaya pemulihan terhadap pasien yang dirawat dirumah atau kelompok-kelompok yang menderita penyakit tertentu seperti TBC, kusta dan cacat fisik lainnya melalui kegiatan latihan fisik pada penderita kusta, patah tulang fisioterapi pada penderita stroke, batuk efektif pada penderita TBC. - Resosialitatif. Resosialitatif merupakan upaya untuk mengembalikan penderita ke masyarakat yang karena penyakitnya dikucilkan oleh masyarakat seperti, penderita AIDS, kusta dan wanita tunasusila. Disamping itu adalah bagaimana meyakinkan masyarakat untuk dapat menerima kembali kelompokkelompok yang memiliki masalah kesehatan tersebut, dan menjelaskan secara benar masalah kesehatan yang mereka derita tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

Peran perawat yang praktik dalam keperawatan kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut: - Memberikan asuhan perawatan langsung pada individu, keluarga, kelompok, baik di rumah, di sekolah, di perusahaan, di posyandu, dan di daerah binaan kesehatan masyarakat. - Memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan masyarakat dalam rangka mengubah perilaku individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. - Memberikan bimbingan dan pembinaan sesuai dengan masalah yang mereka hadapi. - Melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang memerlukan penangan lebih lanjut. - Sebagai penemu kasus pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. - Sebagai penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan kesehatan. - Melaksanakan asuhan keperawatan komunitas, melalui pengenalan masalah kesehatan masyarakat, perencanaan kesehatan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan menggunakan proses keperawatan sebagai suatu pendekatan ilmiah keperawatan.

Karakteristik Keperawatan masyarakat perkotaan (Allender, 2001) yaitu: a. Merupakan lahan keperawatan b. Merupakan kombinasi antara keperawatan publik dan keperawatan klinik c. Berfokus pada populasi d. Menekankan terhadap pencegahan akan penyakit serta adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan diri e. Mempromosikan tanggung jawab klien dan self care f. Menggunakan pengesahan/pengukuran dan analisa2

g. Menggunakan prinsip teori organisasi h. Melibatkan kolaborasi interprofesional

Dalam melaksanakan praktik keperawatan di area keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan seorang perawat harus memahami teori-teori yang mendasarinya. 2.1.1 Teori Neumans Systems Model in Nursing Practice Teori Neuman dikembangkan oleh Betty Neuman yang dikenal sebagai pelopor kesehatan mental komunitas. Teori Neuman ini menggunakan sistem yang berfokus pada kebutuhan individu terhadap perlindungan dari stres (McEwen dan Wills, 2011). Neuman yakin bahwa penyebab stres seorang individu dapat diketahui melalui tahapan proses keperawatan. Sejak tahun 1980 format spesial proses keperawatan sudah dikembangkan untuk memfasilitasi model ini dalam praktik keperawatan (Neuman, 2002 dalam Alligood 2010). Dalam teorinya, Neuman memiliki asumsi dan definisi tersendiri untuk keperawatan ataupun klien (Neuman, 1995 dalam Meleis 2007): 1. Perawat-klien bersifat dinamis. Keduanya memiliki karakteristik yang unik dan universal dan saling bertukar energi yang konstan dengan lingkungannya. 2. Hubungan antara variabel klienfisiologi, psikologi, sosiokultural, perkembangan, dan spiritualmempengaruhi mekanisme protektif klien dan menunjukkan respon kilen. 3. Klien menunjukkan batasan yang normal terhadap respon dengan lingkuangannya yang menunjukkan kesehatan dan stabilitas. 4. Stressor menyerang garis pertahanan yang fleksibel, lalu garis pertahanan yang normal. 5. Tindakan perawat berfokus pada pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Teori Neuman berfokus pada kesehatan mental individu. Kesehatan mental tersebut dapat dilindungi dan dipengaruhi oleh lima variabel dan stressor yang diterapkan dalam sebuah sistem yaitu fisiologi, psikologi, sosiokultural, perkembangan, dan spiritual. Kelima variabel tersebut berada dalam lingkaran tengah dalam protective rings yang digambarkan dalam teori Neuman ini. Berikut merupakan gambar dari protective rings:

Garis pertahanan fleksibel Basic structure, Energy resources3

Garis pertahanan normal Garis perlawanan

Lingkaran yang paling luar disebut garis pertahanan fleksibel. Garis yang pertama kali diserang oleh ancaman/stressor yang akan mengganggu keseimbangan basic structure yang ada di lingkaran terdalam. Fungsi dari garis pertahanan fleksibel ini yaitu penyangga dari stressor tersebut yang berupa satu ataupun lebih stressor. Stressor adalah kekuatan lingkungan yang menghasilkan ketegangan dan berpotensial untuk menyebabkan sistem tidak stabil. Klasifikasi Stressor yaitu intrapersonal, interpersonal, dan ekstrapersonal. Stressor intrapersonal adalah stressor yang terjadi dalam diri individu/keluarga dan berhubungan dengan lingkungan internal. Misalnya, respons autoimun. Stressor interpersonal adalah stressor yang terjadi pada satu individu/keluarga atau lebih yang memiliki pengaruh pada sistem. Misalnya, ekspektasi peran. Stressor ekstrapersonal adalah stressor yang juga terjadi di luar lingkup sistem atau individu/keluarga tetapi lebih jauh jaraknya dari sistem daripada stressor interpersonal. Misalnya, sosial politik. Lingkaran kedua terluar disebut garis pertahanan normal yang merupakan lingkaran utuh yang mencerminkan suatu keadaan stabil untuk individu, sistem atau kondisi yang menyertai pengaturan karena adanya stressor yang disebut kesehatan normal dan digunakan sebagai dasar untuk menentukan adanya deviasi kesehatan untuk sistem klien. Garis pertahanan normal ini terbentuk dari beberapa variabel dan perilaku seperti pola koping individu, gaya hidup dan tahap perkembangan. Garis pertahanan normal ini merupakan bagian dari garis pertahanan fleksibel. Garis ini merupakan komponen lain dari sistem klien yang penting melindungi struktur dasar dan integritas dari sebuah sistem. Garis ini merepresentasikan apa yang sudah dicapai klien; sebuah tingkat yang telah dialami klien atau tingkat kesehatan yang biasanya dicapai (Meleis, 2007). Jika lingkaran/garis kedua ini dapat ditembus, maka sistem klien akan bereaksi dengan menampakan adanya gejala ketidakstabilan atau sakit dan akan mengurangi kemampuan sistem untuk mengatasi stressor tambahan. Selanjutnya, akan muncul lingkaran ketiga yang disebut garis perlawanan akan muncul. Garis perlawanan merupakan serangkaian lingkaran putus-putus yang mengelilingi struktur dasar. Artinya garis resisten ini melindungi struktur dasar dan akan teraktivasi jika ada invasi dari stressor lingkungan melalui garis normal pertahanan (normal line of defense). Struktur dasar dari garis perlawanan Neuman meliputi: range temperatur normal, struktur genetik, pola respon, kekuatan dan kelemahan organ, struktur ego, dan pengetahuan atau kebiasaan. Ada tiga tindakan spesifik perawat untuk respon aktual maupun potential dari sistem klien yaitu preventif primer, sekunder, dan tersier. Preventif primer mempertahankan, preventif sekunder dan terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor yang meliputi promosi kesehatan dan mempertahankan kesehatan. Pencegahan primer mengutamakan pada penguatan flexible lines of defense (garis pertahanan fleksibel) dengan cara mencegah stress dan mengurangi faktorfaktor resiko. Intervensi dilakukan jika resiko atau masalah sudah diidentifikasi tapi sebelum4

reaksi terjadi. Strateginya mencakup immunisasi, pendidikan kesehatan, olah raga, dan perubahan gaya hidup. Pencegahan sekunder meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah ada gejala dari stressor dengan mengutamakan pada penguatan internal lines of resistance (garis perlawanan resisten), mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat sesuai gejala. Tujuannya adalah untuk memperoleh kestabilan sistem secara optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan sekunder tidak berhasil dan rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar tidak dapat mendukung sistem dan intervensi-intervensinya sehingga bisa menyebabkan kematian. Pencegahan Tersier dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul kembali sehingga dapat mempertahankan energi. Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer. Teori tersebut diasumsikan dengan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan dalam paradigma keperawatan yang mencakup empat konsep berupa: Manusia. Dalam masayarakat perkotaan manusia merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari keseimbangan yang harmoni dan merupakan satu kesatuan dari variabelvariabel fisiologis, psikologis, sosiokultural, perkembangan, dan spiritual. Lingkungan adalah semua kekuatan, baik internal dan eksternal yang dapat memengaruhi hidup dan perkembangan klien atau sistem klien. Kesehatan adalah keadaan yang adekuat dalam suatu sistem stabilitas yang merupakan keadaan yang baik. Keperawatan merupakan profesi yang unik mencakup tentang respons manusia terhadaap stressor yang merupakan konsep utama untuk mencapai stabilitas pasien.

2.1.2 Teori Anderson: Community as Partner Model community as client/as partner dikembangkan oleh Anderson berdasarakan pola pendekatan totalitas individu dari Neuman (1972) untuk menggambarkan batasan keperawatan kesehatan masyarakat sebagai sintesis kesehatan masyarakat dan keperawatan. Tujuan yang diwujudkan oleh model ini adalah keseimbangan sistem, sebuah komunitas sehat, dan termasuk di dalamnya pemeliharaan serta promosi kesehatan komunitas (Anderson, 2000). Sumber lain mengatakan bahwa model ini berfungsi untuk membangun dukungan, kolaborasi, dan koalisi sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi implementasi upaya kesehatan masyarakat (Efendi & Makhfudli, 2009).5

Gbr.1: Model komunitas sebagai mitra

Model community as partner (komunitas sebagai mitra) memiliki dua faktor sentral: 1) Fokus pada komunitas sebagai mitra (ditandai dengan roda pengkajian komunitas di bagian atas, dengan menyatukan anggota masyarakat sebagai intinya) dan 2) Penerapan proses keperawatan. Inti roda pengkajian adalah individu yang membentuk komunitas. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam model komunitas sebagai mitra antara lain: Inti meliputi demografik, nilai, keyakinan, dan sejarah penduduk setempat. Penduduk setempat dipengaruhi oleh delapan subsistem komunitas, yang terdiri atas lingkungan, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi, dan rekreasi. Kedelapan subsistem dibatasi dengan garis putusputus untuk mengindikasikan bahwa subsistem tersebut tidak terpisah, tetapi saling memengaruhi. Garis tebal yang mengelilingi komunitas menunjukkan garis pertahanan normal, atau tingkat kesehatan komunitas yang dicapai setiap saat. Garis pertahanan normal meliputi berbagai ciri misalnya angka imunitas yang tinggi, mortalitas bayi yang rendah, tingkat

6

pendapatan kelas menengah, juga mencakup pola koping dan kemampuan menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan keadaan sehat dari komunitas. Garis pertahanan fleksibel, digambarkan dengan garis putus-putus yang mengelilingi komunitas dan garis pertahanan normal. Garis ini merupakan buffer zone (area penengah) yang menunjukkan suatu tingkat kesehatan dinamis akibat respons sementara terhadap stressor. Garis-garis resistensi menggambarkan mekanisme internal yang melakukan perlawanan terhadap stressor. Garis resistensi ada pada setiap subsistem dan menunjukkan kekuatan komunitas. Stressor merupakan tekanan rangsangan (bisa dari dalam atau luar komunitas) yang menghasilkan ketegangan dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam sistem. Derajat reaksi merupakan jumlah ketidakseimbangan atau gangguan akibat stressor yang menganggu garis pertahanan komunitas. Derajat reaksi ini dapat dilihat dari angka kematian dan kesakitan, pengangguran, statistik kriminalitas, dan lain-lain. Garis pertahanan fleksibel (buffer zone)

Garis pertahanan normal (kesehatan) Garis resistensi (kekuatan)

Inti (individu)

Gbr.2: Roda pengkajian komunitas, menggambarkan garis resistensi dan pertahanan dalam struktur komunitas

Semua intervensi keperawatan dalam model komunitas sebagai mitra dianggap bersifat preventif, terbagi menjadi pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Anderson, 2008). Pencegahan primer bertujuan menguatkan garis pertahanan dan melakukan perlawanan terhadap stressor sehingga stressor tidak dapat masuk dan tidak menimbulkan reaksi. Intervensi pada pencegahan sekunder yaitu mendukung garis pertahanan dan resistensi untuk meminimalkan derajat reaksi terhadap stressor, diterapkan setelah stressor memasuki komunitas. Pencegahan tersier dilaksanakan setelah stressor memasuki garis pertahanan dan muncul derajat reaksi,7

ketika telah terjadi ketidakseimbangan sistem. Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah ketidakseimbangan tambahan dan meningkatkan keseimbangan sistem.

2.2

Teori Epidemiologi Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana penyebaran masalah kesehatan dalam suatu populasi dan keterkaitannya dengan kondisi lingkungan, gaya hidup, atau keadaan lain yang dihubungkan dengan ada atau tidaknya suatu penyakit (Valanis, 1999). Menurut Clemen-Stone dkk (2002) konsep kunci dari epidemiologi adalah suatu studi mengenai penyakit di populasi yang lebih signifikan daripada studi kasus penyakit individu. Sedangkan, menurut Effendi dan Makhfudli (2009), definisi dari epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, atau kematian dalam populasi manusia.

2.3

Riwayat Alamiah Penyakit dan Tingkat Pencegahannya Riwayat alamiah penyakit didefinisikan sebagai sebuah perjalanan penyakit mulai dari onset sampai dengan resolusi (Stone, 2002). Riwayat alamiah penyakit juga didefinisikan menjadi dua periode yang berbeda yaitu prepatogenesis dan patogenesis (Leavell & Clark, 1965 dalam Stone, 2002). Prepatogenesis merupakan periode dimana penyakit tidak berkembang tetapi masih berinteraksi dengan host, agent, dan environment yang jika interaksi diantaranya terjadi dapat menimbulkan stimulus penyakit dan meningkatkan potensial host terhadap penyakit atau dapat disimpulkan bahwa prepatogenesis adalah periode dimana sebelum terjadinya suatu penyakit. Sedangkan patogenesis adalah periode dalam riwayat alamiah penyakit dimulai ketika penyakit tersebut memunculkan suatu stimuli dan terdapat perubahan jaringan pada manusia. Pencegahan terhadap suatu penyakit salah satunya dapat dilakukan dengan promosi kesehatan. Menurut Stone (2002) secara tingkat pencegahan terdapat tiga tingkat aktivitas pencegahan yaitu primer (promosi kesahatan dan perlindungan spesifik), sekunder (diagnosa awal, pengobatan yang dilakukan dengan segera, dan membatasi kecacatan) dan tersier (rehabilitasi).

2.4

Faktor-faktor Timbulnya Suatu Penyakit Untuk menganalisis riwayat alamiah penyakit diperlukan identifikasi terhadap tiga variable atau faktor-faktor yang menjadi pemicu timbulnya suatu penyakit yang dikenal dengan triangle epidemiologi dimana satu sama lain saling berhubungan (Budiarto dan Anggraeni, 2002). a. Host Host adalah keadaan seseorang yang menjadi risiko untuk terjangkitnya suatu penyakit. Faktor ini berasal dari dalam tubuh manusia (faktor intrinsic). Faktor host yang dapat menjadi risiko terjadinya suatu penyakit diantaranya:8

1. Genetik. Ini merupakan penyakit-penyakit yang memang diturunkan, misalnya diabetes, hemophilia, dll. 2. Umur. Seseorang dengan lanjut usia lebih berisiko untuk terjangkit penyakit, misalnya penyakit jantung, penyakit paru-paru, dll. 3. Jenis kelamin. Beberapa penyakit tertentu terkadang cenderung ada pada jenis kelamin tertentu. Misalnya penyakit rheumatoid, kelenjar gondok, dan diabetes cenderung terjadi pada perempuan dan penyakit jantung dan hipertensi cenderung terjadi pada laki-laki. 4. Keadaan fisiologi. Pada saat kehamilan dan setelah melahirkan, ibu dapat berisiko terjangkitnya berbagai penyakit misalnya anemia, keracunan saat kehamilan. 5. Kekebalan. Seseorang yang memiliki kekebalan tubuh yang tidak baik jelas cenderung mudah berisiko terserang suatu penyakit. 6. Penyakit yang diderita sebelumnya. Hal ini berhubungan dengan penyakit seseorang yang pernah dialami dan mudah kambuh. Misalnya penyakit reumatik, asma. 7. Sifat-sifat manusia. Kebersihan pada setiap individu merupakan hal yang sangat penting dimana seseorang yang kurang menjaga kebersihan dapat mudah terserang berbagai penyakit. b. Agent Agent adalah sesuatu yang dapat memicu timbulnya suatu penyakit. Agent dapat berupa suatu unsur mati atau hidup. Dapat bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, psikososial. Misalnya virus, bakteri, jamur, sinar radioaktif, obat-obatan, karbonmonoksida, rokok, alkohol, dll c. Environment/ lingkungan Environment merupakan faktor yang berada di luar host atau biasa disebut dengan faktor ekstrinsik. Faktor ini adalah faktor yang menunjang terjadinya suatu penyakit selain host dan agent. 1. Lingkungan fisik, adalah lingkungan berdasarkan letak geografisnya. 2. Lingkungan sosial ekonomi: - Pekerjaan. - Urbanisasi. - Perkembangan ekonomi. - Bencana alam. 3. Lingkungan biologis, yaitu lingkungan yang berada di sekitar kita baik flora, fauna, maupun manusia itu sendiri. Triangle Epidemiologi Host

Agent

Environment9

2.5

Penggunaan Pendekatan Epidemiologi dalam Keperawatan Komunitas 1. INVESTIGASI WABAH, baik yang bersifat menular atau tidak, pada dasarnya memiliki proses atau langkah yang sama. Tujuan: untuk mengontrol dan mencegah penyebaran suatu penyakit. Langkah-langkahnya yaitu melakukan evaluasi awal dengan verifikasi diagnosis dan konfirmasi wabah yang sedang terjadi, mengidentifikasi orang-orang yang mengalaminya dan berisiko serta bagaimana karakteristiknya, tentukan dan tes hipotesis yang telah dibuat, dan yang terakhir rencanakan manajemen wabah seperti pengendalian dan pencegahan. 2. TES SKRINING, yaitu kegatan mengidentifikasi secara presumptif (dugaan) terhadap penyakit yang belum dikenali dengan melakukan tes, ujian, atau prosedur lain yang dapat diterapkan dengan cepat dan tidak mahal untuk suatu populasi. Tujuan: untuk membedakan antara orang yang tampaknya sehat atau orang yang mungkin memiliki penyakit dengan orang yang mungkin tidak memiliki penyakit, untuk mengurangi morbiditas atau mortilitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Tipe tes skrining yaitu: A. Mass screening merupakan tes skrining untuk seluruh populasi atau kelompok dengan risiko tinggi yang dipilih secara selektif. Contohnya seperti prosedur X-Ray masal. B. Case finding (penemuan kasus) adalah tipe dari tes skrining dimana seorang klinikus menggunakan tes skrining untuk menemukan penyakit pada pasiennya yang melakukan tes kesehatan atau konsultasi terhadap gejala yang muncul (simptomatik) atau gejala yang belum muncul (asimptomatik). C. Multiphasic screening yaitu skrining yang penggunaannya dilakukan beberapa tes skrining pada kesempatan atau waktu yang sama. Misalnya tes kesehatan untuk mahasiswa atau pegawai baru. Kriteria Program skrining yang harus dipenuhi:- memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi, - memenuhi standar yang dapat diterima: simpel, biaya murah, aman, dan dapat diterima pasien, - penyakit yang fokus untuk dilakukan skrining harus cukup dianggap serius dalam hal kejadian,

kematian, ketidaknyamanan, keterbatasan fisik, dan biaya,- bukti menunjukkan bahwa prosedur tes ini mendeteksi penyakit pada tahap lebih awal sebelum

datangnya gejala- pengobatan yang umumnya lebih diterima yaitu yang lebih mudah atau lebih efektif daripada

pengobatan yang tersedia saat munculnya gejala.- pengobatan yang tersedia dapat diterima oleh pasien yang ditetapkan oleh studi tentang

kepatuhan pengobatan- prevalensi dari penyakit yang menjadi fokus sasaran harus tinggi pada sebuah populasi untuk

dilakukan skrining.10

- sebagai

follow up layanan diagnostik dan pengobatan harus tersedia disertai dengan positif pada saat

pemberitahuan yang memadai dan layanan rujukan bagi orang-orang yang dilakukan skrining

3. Surveilans adalah kegiatan mengumpulkan dan menganalisis data serta menyebarluaskan informasi atas dasar hasil analisis tersebut kepada yang berkepentingan (Effendi & Makhfudli, 2009). Tujuan: memberikan pengobatan dan isolasi terhadap penyakit yang timbul pada suatu kasus yang dicurigai dengan segera. Unsur Surveilans: pencatatan kematian, laporan penyakit, laporan wabah, pemeriksaan laboratorium, penyakit kasus, penyelidikan wabah atau kejadian luar biasa, survei, penyelidikan tentang distribusi dari vektor dan reservoir penyakit, penggunaan obatobatan, serum, dan vaksin, serta keterangan mengenai penduduk dan lingkungan. Ciri khas yang terdapat pada surveilans yaitu:- Pengumpulan data epidemiologi yang sitematis dan teratur secara terus menerus - Pengolahan, analisis, dan interpretasi data yang telah didapat yang menghasilkan suatu informasi - Penyebaran hasil informasi (perolehan data) kepada orang-orang atau lembaga yang

berkepentingan- Menggunakan informasi (data) tersebut dalam rangka memantau, menilai, dan merencanakan

kembali program-program atau pelayanan kesehatan Kegunaan dari surveilans: a. Mengetahui & melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit. b. Menentukan penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati atau diberantas. c. Meramalkan terjadinya wabah. d. Menilai dan memantau pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular dan programprogram kesehatan lainnya, seperti program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, dan lainnya. e. Mengetahui jangkauan atau cakupan dari pelayanan kesehatan.

2.6

Model Pelayanan Keperawatan Komunitas (Perkemas) pada Masyarakat Urban (Poor & Homeless) Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Jadi Masyarakat urban adalah massa yang didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya untuk menjadi lebih baik. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kesehatan masyarakat uban yaitu lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan akses ke pelayanan kesehatan dan sosial (Allender, Rector, & Warner, 2010).11

Beberapa orang berstatus homeless karena kemiskinan atau kegagalan support systems, namun beberapa orang tidak memiliki tempat tinggal karena kehilangan pekerjaan, retardasi mental, penyakit mental, keadaan tertinggal, penyakit fisik atau ketidakmampuan. Keluarga dengan anak dan laki-laki single merupakan golongan yang paling besar pada kategori homeless (tidak punya tempat tinggal) pada masyarakat urban (Maurer& Smith, 2005).

2.6.1 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Florence Nightingale Tujuan keperawatannya untuk memfasilitasi proses penyembuhan tubuh dengan memanipulasi lingkungan klien mendapatkan ketenangan, nutrisi, kebersihan, cahaya, kenyamanan, sosialisasi, dan harapan yang sesuai (Potter & Perry, 2005). Komponenkomponennya dari filosofi Florence Nightingale meliputi lingkungan, manusia, sehat, dan perawat. 1) Lingkungan, segala sesuatu yang dapat dimanipulasi menjadi tempat dimana klien berada pada kondisi yang terbaik agar alam dapat berperan dalam kesehatannya (Selanders, 1998, dalam Alligood, 2010). Teori ini memiliki komponen fisik (ventilasi, kehangatan, cahaya, nutrisi, obat-obatan, temperatur ruangan, dan aktivitas) dan psikologis (obrolan/celotehan tentang harapan dan saran dan menyediakan variasi). 2) Manusia, sebagai seseorang yang menerima perawatan, dan makhuk yang dinamis dan kompleks yang terdiri dari komponen fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. 3) Sehat. Kesehatan bukan untuk menjadi baik, tetapi untuk dapat menggunakan setiap kekuatan yang kita miliki dengan baik. 4) Perawat, adalah profesi spiritual yang membantu alam menyembuhkan klien. Ada 3 jenis perawat, yaitu nursing proper (merawat klien yang sakit), general nursing (promosi kesehatan), dan midwifery nursing. Peran Perawat: mengkaji situasi klien, mengidentifikasi kebutuhan, membuat intervensi, mengimplementasikan rencana perawatan,

mendokumentasikan, mengevaluasi situasi, dan mengubah rencana untuk pelayanan kesehatan klien yang lebih baik hingga tujuan asuhan keperawatan tercapai (Alligood, 2010). Kebersihan, udara segar, sanitasi, kenyamanan, dan sosialisasi penting untuk penyembuhan. Ada 5 poin yang penting dalam mencapai rumah sehat, yaitu: udara bersih, air bersih, drainase (saluran pembuangan) yang efisien, kebersihan, dan cahaya. Lingkungan sehat penting untuk penyembuhan sehingga dapat mencegah kematian.

2.6.2 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Hildegard E. Peplau Hildegard E. Peplau (1952) membuat model keperawatan interpersonal, yang merupakan kemampuan seorang perawat untuk memahami tingkah lakunya guna membantu orang lain, mengindentifikasi kesulitan yang dirasakannya, dan untuk menerapkan prinsip hubungan12

manusia pada permasalahan yang timbul di semua level pengalaman (Alligood, 2010). Terdapat tahapan atau fase dalam model keperawatan komunitas menurut Peplau, yaitu: Fase orientasi: Lebih difokuskan untuk membantu klien menyadari ketersediaan bantuan dan rasa percaya terhadap kemampuan perawat untuk berperan serta secara efektif dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien. Fase identifikasi: Terjadi ketika perawat menfasilitasi ekspresi perasaan klien dan tetap mampu memberikan asuhan keperawatan yang diperlukan. Ekspresi perasaan tanpa penolakan diri perawat memungkinkan pengalaman menderita sakit sebagai suatu kesempatan untuk mengorientasikan kembali perasaan dan menguatkan bagian yang positif dari kepribadian klien. Fase eksplorasi: Perawat membantu klien dalam memberikan gambaran kondisi klien saat ini dengan cara mendorong klien untuk menggali dan mengungkapkan perasaan, emosi, pikiran, serta sikapnya tanpa paksaan dan mempertahankan suasana terapeutik yang mendukung. Fase resolusi: Secara bertahap klien melepaskan diri dari perawat. Resolusi ini memungkinkan penguatan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan menyalurkan energi ke arah realisasi potensi. Asumsi utama atau asumsi dasar dalam pengembangan model konsep dan teori hubungan interpersonal oleh Peplau dibedakan menjadi:. Asumsi ekplisit memberi pandangan bahwa: Perawat akan membuat pasien belajar ketika ia menerima penanganan perawatan, Menjalankan fungsi keperawatan dan pendidikan keperawatan dengan membantu perkembangan pasien ke arah kedewasaan Keperawatan menggunakan prinsip-prinsip dan metode-metode yang membimbing proses ke resolusi dari masalah interpersonal. Asumsi implicit, Mempertegas profesi keperawatan memiliki tanggung jawab legal dalam penggunaan keperawatan secara efektif dan segala konsekuensinya kepada pasien Dalam kaitannya dengan perspektif paradigma keperawatan, Peplau juga menguraikan secara terperinci berdasarkan 4 komponen dasar, yaitu: a. Manusia, sebagai suatu organisme yang berjuang dengan caranya sendiri untuk mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh kebutuhan. Setiap individu merupakan makhluk yang unik, mempunyai persepsi yang dipelajari dan ide yang telah terbentuk dan penting untuk proses interpersonal. b. Lingkungan, kekuatan yang berada di luar organisme dimana budaya, adat istiadat, dan kebiasaan serta keyakinan merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menghadapi individu13

c. Kesehatan.

Suatu

perkembangan

kepribadian

dan

proses

kemanusiaan

yang

berkesinambungan ke arah kehidupan yang kreatif, konstruktif dan produktif d. Keperawatan, suatu proses interpersonal yang bermakna dan merupakan maturing force dan alat edukatif baik bagi perawat maupun klien. Pengetahuan diri dalam konteks interaksi interpersonal merupakan hal yang penting untuk memahami klien dalam mencapai resolusi masalah.

Menurut Tomey dan Alligood (2006), perawat juga mempunyai 6 peran yang terdiri dari peran sebagai: a. Stranger / Sebagai orang yang asing. Berbagi rasa hormat dan minat yang positif pada klien. Perawat menghadapi klien seperti tamu yang dikenalkan pada suatu sistem baru. b. Resource Person / Nara sumber. Perawat memberikan jawaban yang spesifik terhadap pertanyaan tentang masalah yang lebih luas dan selanjutnya mengharap pada area permasalahan yang memerlukan bantuan. c. Teacher / Pendidik. Mengembangkan hubungan yang demokratis sehingga merangsang individu untuk berperan serta aktif dalam mengarahkan asuhan. d. Surrogate / Wakil pengganti. Membantu individu belajar tentang keunikan tiap manusia sehingga dapat mengatasi konflik interpersonal. e. Counselors / Konselor, meningkatkan pengalaman individu menuju keadaan sehat yaitu kehidupan yang kreatif, konstruktif dan produktif. f. Consequences / Konsekuensi. Sistem diri dengan kepribadian yang berkembang ditandai dengan ansietas yang berkurang karena kebutuhan yang terpenuhi dan fasilitas pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi.

2.6.3 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Ida Jean Orlando Tujuan keperawatannya yaitu untuk berespon terhadap perilaku klien dalam memenuhi kebutuhan klien dengan segera (hubungan/interaksi timbal balik perawat-klien). Cara berinteraksi dengan klien untuk memenuhi kebutuhan klien secepat mungkin dengan mengidentifikasi perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan keperawatan yang dilakukan (Potter & Perry, 2005). Komponen-komponen dari filosofi Orlando meliputi: 1) Perawat, suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat segera untuk mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya. 2) Manusia, bertindak atau berperilaku secara verbal dan nonverbal yang dalam situasi tertentu manusia membutuhkan pertolongandalam memenuhi kebutuhannya untuk mengurangi distress.14

3) Sehat, bebas dari ketidaknyamanan fisik dan mental dan merasa adekuat dan sejahtera berkontribusi terhadap sehat. 4) Lingkungan, merupakan situasi keperawatan yang terjadi ketika perawat dan pasien berinteraksi, dan keduanya mempersepsikan, berfikir, dan merasakan dan bertindak dalam situasi yang bersifat segera. Pasien dapat mengalami distress terhadap lingkungan sehingga perawat perlu mengobservasi perilaku pasien terkait distress tersebut. 5 konsep yang saling berhubungan dalam Teori Orlando, yaitu: 1. Professional nursing function-organizing principle, tanpa otoritas fungsi yang berbeda dari keperawatan, praktik keperawatan tidak akan mandiri. Orlando mengonsepkan fungsi unik perawat yaitu mencari dan menemukan kebutuhan klien dengan segera. Tindakan yang tidak profesional dapat menghambat perawat dalam menyelesaikan fungsi profesionalnya, perawatan klien menjadi tidak efektif (Alligood, 2010). 2. Patients presenting behaviour-problematic situation. Proses keperawatan dilaksanakan sesuai dengan perilaku pasien, baik verbal maupuan non verbal yang tidak sesuai dengan permasalahan dapat dianggap sebagai ekpresi yang membutuhkan pertolongan. Penyelesaian masalah tidak terhadap perilaku pasien harus diprioritaskan. Reaksi dan tindakan perawat harus dirancang untuk menyelesaikan perilaku seperti memenuhi kebutuhan klien yang segera. 3. Immediate reaction-internal response. Reaksi perawat terdiri dari 3 bagian yaitu perawat merasakan melalui indranya, berfikir secara otomatis, dan adanya hasil pemikiran sebagai suatu yang dirasakan. Perawat harus belajar mengidentifikasi setiap bagian dari reaksinya karena persepsi, berfikir, dan merasakan terjadi secara otomatis dan hampir simultan dan berfungsi untuk tujuan membantu pasien. 4. Deliberative nursing process-reflective inquiry. Disiplin proses keperawatan merupakan interaksi total yang dilakukan bertahap, apa yang terjadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan, mengidentifikasi kebutuhan pasien 5. Improvement-resolution. Peningkatan memiliki arti tumbuh lebih, pasien menjadi lebih berguna dan produktif.

2.6.4 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Martha Rogers Martha Rogers pada tahun 1961 mendeskripsikan teori tentang manusia sebagai satu kesatuan yang utuh. Sebelumnya para tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dengan membagi-bagi berdasarkan area atau fungsinya. Sehinggga membutuhkan banyak tenaga profesional dan para pemberi pelayanan kesehatan tidak mengetahui secara keseluruhan tentang masalah kliennya. Namun Rogers mendorong para tenaga kesehatan untuk melanjutkan interaksi15

mutual dengan manusia sebagai kesatuan sistem energi. Sehingga para perawat dapat memperhatikan seseorang sebagai satu kesatuan utuh saat merencanakan dan memberikan pelayanan kesehatan. Dalam pengaplikasian, pelayanan keperawatan komunitas memiliki tiga prinsip dasar dalam mendeskripsikan manusia sebagai kesatuan yaitu: 1. Proses kehidupan berjalan searah dengan irama spiral 2. Energi memiliki pola gelombang dan organisasi 3. Energi manusia dan lingkungan saling berhubungan dan saling menguntungkan, saling melengkapi dan menyatu 2.6.5 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Dorothea Orem Self care deficit yang merupakan teori utama keperawatan mempunyai tiga teori anakan yaitu teori self care, teori self care deficit, dan teori sistem keperawatan. Pada teori self care, perawatan diri sendiri merupakan perilaku yang dipelajari dan secara disengaja dilakukan sebagai respon untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan teori self care deficit dimaksudkan bahwa perawatan diperlukan karena seseorang dengan keterbatasannya sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan perawatan diri sendiri. Sosok perawat dalam hal ini dibutuhkan ketika terdapat perawatan diri yang kurang. Pada teori sistem keperawatan, keseluruhan dari tindakan keperawatan merupakan sistem keperawatan. Orem mengemukakan terdapat beberapa macam sistem keperawatan yang dapat digunakan yaitu meliputi pelayanan yang seluruhnya terkompensasi, kompensasi sebagian dan suportif-edukatif. Aplikasi Teori Orem dalam Pelayanan Keperawatan Komunitas pada Masyarakat Urban Berdasarkan teori Orem, jika klien, dalam hal ini adalah masyarakat urban yang mempunyai keterbatasan ekonomi tidak mampu untuk terlibat perawatan diri secara efektif, maka intervensi keperawatan dibutuhkan. Intervensi keperawatan ini dapat diberikan dengan dibantu sepenuhnya, dibantu sebagian atau hanya dukungan atau edukasi. Yang dimaksud dengan dibantu sebagian disini adalah ketika klien dapat mengerjakan sesuatu hal, maka klien yang melakukannya, perawat hanya membantu pada perawatan diri yang tidak bisa dilakukan klien secara mandiri. Akan tetapi semua kembali pada arahan untuk memandirikan klien, agar klien tidak terlalu terbebani biaya kesehatan.

2.6.6 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Virginia Henderson Teori Henderson menyebutkan bahwa fungsi unik dari perawat adalah membantu individu baik sakit maupun sehat, berkontribusi dalam pemulihan kesehatan atau untuk kondisi kematian yang damai dengan kekuatan, kemauan dan pengetahuan dalam waktu sesingkat mugnkin. Henderson menekankan pada kebutuhan dasar manusia sebagai fokus utama pada praktik16

keperawatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Henderson atau 14 kebutuhan dasar manusia meliputi bernafas dengan normal, kebutuhan akan nutrisi, kebutuhan eliminasi, gerak dan keseimbangan tubuh, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan berpakaian, mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi, kebutuhan kebersihan diri, kebutuhan akan rasa aman dan nyaman, berkomunikasi dengan orang lain dan berekspresi, kebutuhan spiritual, kebutuhan bekerja, kebutuhan bermain dan rekreasi serta kebutuhan belajar. Teori Henderson yang lebih berfokus pada empat belas kebutuhan dasar manusia dan praktik keperawatannya yang berusaha membentuk klien untuk melakukan 14 kebutuhan dasar dapat diterapkan pada masyarakat urban jika masyarakat tersebut mempunyai biaya untuk mendapatkan pelayanan keperawatan. Hal ini dikarenakan teori Henderson hanya menilik kebutuhan dasar apa yang belum terpenuhi dari suatu klien, tanpa mempertimbangkan kondisi klien dengan keterbatasan ekonomi dan tidak memberikan alternatif agar kebutuhan tersebut terpenuhi. Maka teori ini tidak dapat menjawab kebutuhan pelayanan kesehatan pada kondisi keterbatasan ekonomi.

2.6.7 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Nola Pender Pender mendefinisikan promosi atau pelayanan kesehatan sebagai tindakan yang diarahkan berarti termasuk dalam tingkat kesejahteraan dan aktualisasi diri dalam individu atau keompok pada keluarga miskin dan masyarakat urban dalam menyelesaikan stressornya

(Pender, Murdaugh, & Parsons, 2006). Model promosi kesehatan Pender berusaha menjelaskan perilaku proaktif dimana perawat diminta untuk berperilaku proaktif dengan memahami teori pembelajaran sosial pada masyarakat urban atau keluarga miskin, misalnya kontrol persepsi, status kesehatan, manfaat meningkatkan kesehatan dan hambatan untuk terlibat dalam mempromosikan kesehatan perilaku. Lima jenis faktor modifikasi yang mempengaruhi persepsi masyarakat tentang mengejar perilaku promosi kesehatan antara lain: Faktor demografi, seperti usia dan ras Karakteristik biologis, seperti tinggi dan berat badan Pengaruh impersonal, seperti harapan orang lain Faktor-faktor situasional, seperti ketersediaan makanan sehat Faktor perilaku, seperti stres menghadapi pola Seorang perawat kesehatan masyarakat perlu melakukan pengkajian atau wawancara terhadap masyarakat urban atau keluarga miskin atau perumahan penghasilan rendah dengan persepsi mereka tentang bagaimana meningkatkan kesehatan dan keselamatan. Dengan mengetahui pendapat dan persepsi mereka, perawat dapat mempengaruhi motivasi warga dan17

kemampuan untuk mengubah keadaan mereka agar dapat menyelesaikan masalah yang dapat dilakukan atau warga dapat menemukan koping untuk dirinya sendiri. Model promosi kesehatan Pender mengemukakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh karakteristik individu yang meliputi faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya pribadi yang relevan dengan perilaku yang terlibat. Karakteristik individu dan perilaku spesifik kognisi dapat menyebabkan suatu komitmen untuk meningkatkan kegiatan kesehatan. Komitmen ini meliputi intervensi untuk bertindak dan rencana spesifik dari suatu tindakan dan harus mengarah pada kinerja perilaku kesehatan dalam mempromosikan sebenarnya kecuali ada gangguan. Misalnya, niat klien untuk diet dapat digerogoti oleh penyakit serius dari anggota keluarga dan kebutuhan untuk makan di restoran cepat saji. Melalui pendekatan model Pender dalam mengubah perilaku dan persepsi yang dibantu oleh perawat sehingga klien dapat kembali ke gaya hidup yang lebih normal. Model Pender berlaku untuk individu, keluarga dan kelompok atau komunitas. Faktor biologis bagi individu akan mencakup adanya masalah kesehatan lain dan mungkin ketidaknyamanan atau tanda kompilasi kehamilan, semua yang mungkin memotivasi remaja untuk mencari perawatan sebelum melahirkan. Faktor-faktor yang sama juga dapat mempengaruhi upaya keluarga untuk mencari perawatan. Bagi masyarakat, prevalensi kondisi serius lainnya mungkin mencegah perhatian yang memadai terhadap masalah kehamilan remaja. 2.6.8 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Kings, Goal Attainment Theory King (1981) menyatakan bahwa Theory of Goal Attainment adalah teori normatif, yaitu, harus menetapkan standar praktek untuk semua perawat-pasien saling berinteraksi. Perawat dan pasien saling berkomunikasi, menetapkan tujuan dan mengambil tindakan untuk mencapai tujuan. Setiap individu membawa satu set yang berbeda dari nilai-nilai, ide, sikap, persepsi untuk pertukaran. Perawat dan pasien membentuk sistem antar pribadi di mana setiap mempengaruhi yang lain dan di mana kedua dipengaruhi oleh faktor situasional di lingkungan. Theory of Goal Attainment terdiri dari konsep persepsi, komunikasi, interaksi, transaksi, diri, peran, pertumbuhan, dan stres pengembangan, stressor, coping, waktu dan ruang pribadi. King (1981, 1991) mengidentifikasi bahwa persepsi, komunikasi, dan interaksi merupakan elemen penting dalam transaksi. Ketika transaksi dilakukan, tujuan biasanya tercapai. Theory of Goal Attainment berkaitan dengan interaksi individu, perawat-klien, dan keperawatan. Menurut model ini, individu menunjukkan (1) individu sosial, hidup, rasional, reaksi makhluk hidup, dan (2) adalah pengendali, bertujuan, berorientasi tindakan, dan waktu berorientasi pada perilaku mereka.18

Perception

Feedback

Judgment

King (1981) percaya bahwa: (1) persepsi perawat dan klien mempengaruhi proses interaksi, (2) tujuan, kebutuhan, dan nilai-nilai perawat dan klien mempengaruhi proses interaksi, (3) individu memiliki hak untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka, kesehatan, dan pelayanan masyarakat, (5) individu memiliki hak untuk menerima atau menolak perawatan, dan (6) tujuan dari profesionalitas kesehatan dan tujuan dari penerima pelayanan kesehatan mungkin tidak kongruen. Metodologi dalam pembelajaran proses keperawatan (Daubenmire & King, 1973) antara lain sebagai berikut: Mengakui Perilaku mungkin dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Persepsi, perasaan, dan pikiran harus disimpulkan untuk setiap individu sampai dikomunikasikan melalui perilaku verbal atau nonverbal. Amati & tindakan Perubahan keadaan pasien dan mengakui perubahan dalam keadaan perawat dengan mengidentifikasi pola perilaku: variabel fisiologis dan psikologis. Menafsirkan Pola perilaku yang didasarkan pada pengetahuan tentang teori dan konsep perilaku manusia Memverifikasi Interpretasi dengan observasi lebih lanjut dan pengukuran dalam situasi perawat-pasien. Mensintesis Informasi untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan untuk

meningkatkan sumber daya pasien atau mengubah tekanan bio-psiko-sosio-kultural.19

Menganalisa Situasi perawat dan pasien (perilaku fisiologis, verbal, maupun nonverbal dikomunikasikan atau diamati), tindakan perawat; faktor dalam sistem; pola diidentifikasi perilaku; hubungan diidentifikasi dalam pengamatan, informasi yang dikumpulkan, dan pengetahuan. Tampilan Proses keperawatan sebagai proses interpersonal yang berkelanjutan yang dinamis di mana perawat dan pasien masing-masing dipengaruhi oleh perilaku dari yang lain dan oleh faktor dalam sistem di mana mereka beroperasi

2.6.9 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Jean Watson Salah satu karya Watson yang paling terkenal adalah The Philosophy and Science of Caring. Pada karyanya kali ini Watson lebih menekankan kepada sikap caring kepada manusia sebagaimana eksistensinya di dimensi spiritual dan sosial, yang terpenting adalah psikologi transpersonal dari klien. Teori Watson lebih menekankan kepada kualitas keharmonisan, empati, transpersonal, intrapersonal dan keramahan. Dasar-dasar teori Watson terlihat jelas pada buku pertamanya sedangkan pada buku keduanya (1989) lebih menekankan pada penyelesaian masalah perbedaan antara teori dan praktik yang bertentangan pada masyarakat. Jean Watson membagi kebutuhan manusia melalui 4 bagian pokok : a. Kebutuhan Biophisikal (Kebutuhan makan dan cairan, kebutuhan eliminasi dan vertilasi) b. Kebutuhan psikofisikal (Kebutuhan aktifitas dan istirahat dan kebutuhan aktualisasi) c. Kebutuhan psikososial d. Kebutuhan intrapesonal dan interpersonal

Teori Dasar Jean Watson Watson mendefinisikan caring sebagai moral ideal yang berorientasi dan meliputi pada aspek-aspek diluar tindakan yang actual sebagai hubungan transpersonal antara perawat dan klien yang mana tujuannya adalah meningkatkan kualitas-kualitas dalam kehidupan manusia. Caring science merupakan suatu orientasi human science dan kemanusiaan terhadap proses, fenomena, dan pengalaman human caring. Caring science, seperti juga science lainnya, meliputi seni dan kemanusiaan. Transpersonal Caring mengakui kesatuan dalam hidup dan hubunganhubungan yang terdapat dalam lingkaran caring yang konsentrik dari individu, pada orang lain, pada masyarakat, pada dunia, pada planet Bumi, pada alam semesta (Watson, 2004). Pada buku pertamanya yakni, The Philosophy dan Science of Caring, Watson mengemukakan terdapat konsep-konsep atau asumsi utama dalam ilmu keperawatan, dimana konsep ini sebaiknya di jadikan landasan dalam perawatan klien yakni: 1. Caring dapat di-implementasikan dan di terapkan secara interpersonal.20

2. Caring berisi carative factor yang menghasilkan kepuasan dari kebutuhan tertentu manusia. 3. Caring yang Efektif dapat dijadikan sebagai promosi kesehatan dan pertumbuhan individu dan keluarga 4. Respon Caring bukan hanya pada momen tertentu sekarang tetapi juga masa depan. 5. Lingkungan caring adalah sesuatu yangmenawarkan perkembangan dari potensi yang ada, dan di saat yang samamembiarkan sesorang untuk memilihtindakan yang terbaik bagi dirinya saat itu. 6. Caring lebih bersifat Healthogenic dari pada Curing. 7. Praktek Caring lebih merupakan sentral dari keperawatan. Watson mengajukan sebelas asumsi yang berhubungan dengan nilai-nilai kemanusiaan: 1. Peduli dan cinta yang terpenting dan kekuatan psikis yang universal. 2. Peduli dan cinta, yang sering terlewatkan adalah batu permata dari manusia yang memenuhi kebutuhan manusia. 3. Kemampuan mendukung ideal caring dan ideologi dalam praktek akan berpengaruh pada perkembangan peradaban dan menentukan kontribusi keperawatan dalam masyarakat. 4. Caring pada diri kita sendiri adalah prasyarat untuk caring pada orang lain. 5. Menurut sejarah, keperawatan telah ditetapkan sebagai sebuah perawatan manusia dan caring adalah berhubungan dengan sehat-sakit seseorang. 6. Caring adalah central focus dari praktek keperawatan intisari keperawatan 7. Caring, pada tingkat manusia telah terus meningkat yang ditekankan dalam system pemberian perawatan kesehatan. 8. Pondasi keperawatan caring telah disublimasikan oleh kemajuan teknologi dan batasanbatasan institusional. 9. Sebuah isu yang significant pada keperawatan saat ini dan yang akan datang adalah pemeliharaan dan kemajuan dari perawatan manusia. 10.Hanya melalui hubungan interpersonal maka perawatan manusia dapat efektif untuk dijalankan dan dipraktekkan. Teori Jean Watson pada Model Pelayanan Keperawatan pada Masyarakat Urban Faktor Carative dalam Caring 1. Teori Carative Factor Original carative factors kemudian dikembangkan oleh Watson menjadi clinicalcaritas processes yang menawarkan pandangan yang lebih terbuka (Watson, 2004), yaitu:a. Menerapkan perilaku yang penuh kasih sayang dan kebaikan dan ketenangan dalam

konteks kesadaran terhadap caring.b. Hadir dengan sepenuhnya, dan mewujudkan dan mempertahankan system keperacayaan

yang dalam dan dunia kehidupan subjektif dari dirinya dan orang dirawat.21

c. Memberikan perhatian terhadap praktekpraktek spiritual dan transpersonal diri orang lain,

melebihi ego dirinya.d. Mengembangkan dan mempertahakan suatu hubungan caring yang sebenarnya,yang saling

bantu dan saling percaya.e. Hadir untuk menampung dan mendukung ekspresi perasaan positif dan negative Aplikasi

Model Konseptual Caring Dari Jean Watson ( Abi Muhlisin dan Burhannudin Ichsan ) 149 sebagai suatu hubungan dengan semangat yang dalam dari diri sendiri dan orang yang dirawat.f. Menggunakan diri sendiri dan semua cara yang diketahui secara kreatif sebagai bagian dari

proses caring, untuk terlibat dalam penerapan caring-healing yang artistik.g. Terlibat dalam pengalaman belajar mengajar yang sebenarnya yang mengakui keutuhan

diri orang lain dan berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain.h. Menciptakan lingkungan healing pada seluruh tingkatan, baik fisik maupun non fisik,

lingkungan yang kompleks dari energi dan kesadaran, yang memiliki keholistikan, keindahan, kenyamanan, martabat, dan kedamaian.i. Membantu terpenuhinya kebutuhan dasar, dengan kesadaran caring yang penuh,

memberikan human care essentials, yang memunculkan penyesuaian jiwa, raga dan pikiran, keholistikan, dan kesatuan diri dalam seluruh aspek care; dengan melibatkan jiwa dan keberadaan secara spiritual.j. Menelaah dan menghargai misteri spritual, dan dimensi eksistensial dari kehidupan dan

kematian seseorang, soulcare bagi diri sendiri dan orang yang dirawat.

2. Clinical Caritas Process Watson memperkenalkan clinical caritas process(CCP), untuk menempatkan carative faktornya,yang berasal dari bahasa yunani cherish,yang berarti memberi cinta dan perhatian khusus. Jadi clinical caritas process adalah suatu praktek perawatan pasien dengan sepenuh hati kesadaran,dan cinta. Merawat pasien dengan penuh kesadaran,sepenuh hati dan cinta. hadir secara jiwa dan raga,supportif dan mampu mengekspresikan perasaan negative dan positif dari dasar-dasar nilai spiritual diri dalam hubunganya dengan pasien sebagai onebeing-cared-for. Terlibat dalam proses pengalaman belajar mengajar,yang dihadirkan sebagai kesatuan menjadi dan berarti(being and meaning),dan mencoba melihat dan mengacu pada kerangka berfikir orang lain.

2.6.10 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Madeleine Leininger Model keperawatan Leininger biasa dikenal dengan model keperawatan transkultural, mengingat Leininger menitikberatkan pada aspek kebudayaan yang terkait dengan status22

kesehatan klien. Keperawatan transkultural merupakan suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Konep utama yang disoroti dari model keperawatan ini adalah konsep caring dan perbedaan budaya (Leininger, 1980 dalam Leininger, 200). Diharapkan dengan mempertimbangkan aspek kebudayaan dan memahaminya sebagai perbedaan, seorang perawat bisa menghilangkan stereotype. Mengindari asumsi seperti inilah yang diharapkan dapat membantu seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dari berbagai latar belakang budaya.

Tujuan keperawatan berbasis transkultural ini adalah memberikan perawatan yang konsisten dengan ilmu dan pengetahuan keperawatan dengan caring sebagai fokus sentral (Chinn dan Jacobs, 1995 dalam Tomey, 2006). Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar berikut. Dari model tersebut kita dapat mengetahui bahwa terdapat berbagai macam factor yang mempengarui keadaan suatu individu. Factor-faktor inilah yang perlu dikaji untuk dijadikan landasan berfikir untuk menentukan asuhan keperawatan apa yang tepat. Sedangkan untuk strategi keperawatan terkait intervensi menurut Leininger dibagi menjadi tiga, yaitu mempertahankan budaya, negosiasi budaya, dan restrukturisasi budaya.

2.6.11 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Sr Callista

23

Model adaptasi Roy memandang klien sebagai suatu kesatuan adaptasi untuk menyesuaikan dengan lingkungannya. Ada tiga konsep yang menjadi dasar dalam teori Roy, yaitu manusia/klien, adaptasi, dan perawat. Manusia/klien dalam model adaptasi Roy dipandang secara holistik sebagai suatu sistem adaptasi yang berinteraksi dengan lingkungan. Klien disini tidak hanya individu, melainkan termasuk keluarga, kelompok, maupun komunitas. Tujuan interaksi klien dengan lingkungan adalah respon adaptif positif untuk berubah baik dalam lingkungan internal maupun eksternal sehingga meningkatkan integritas sistem. Kemampuan klien untuk beradaptasi tergantung dari pengalaman dan kemampuan mengatasi/menguasai suatu perubahan. Kemampuan mengatasi perubahan (tingkat adaptasi) dipengaruhi oleh tiga kategori stimulus antara lain sebagai berikut: 1) Stimulus fokal merupakan stimulus internal dan langsung berhadapan dengan individu. 2) Stimulus kontekstual, yaitu stimulus lain pada situasi sama yang mempengaruhi respon klien terhadap stimulus fokal dan dapat diobservasi. 3) Stimulus Residual, stimulus tambahan yang relevan, tetapi sukar untuk diobservasi (mis. keyakinan, nilai, pengalaman yang lalu). Peran perawat dalam teori Roy adalah membantu klien dalam beradaptasi dengan lingkungannya agar tetap survive. Hal ini dilakukan dengan cara menekan stimulus, meningkatkan tingkat adaptasi klien dan menggali sumber-sumber koping yang dimiliki klien.

2.6.12 Model Pelayanan Keperawatan Komunitas Menurut Betty Neuman Model Neuman biasanya disebut model Health Care System yang memaparkan mengenai keperawatan yang berhubungan dengan garis pertahanan diri dalam menurunkan stress. Garis pertahanan ini melindungi struktur dasar, yaitu sesuatu yang ada pada klien yang harus dijaga agar klien tersebut tetap survive. Menurut teori Neuman, garis pertahanan ada tiga yaitu garis pertahanan normal, fleksibel, dan resisten. Garis pertahanan normal merupakan rentang respon normal seseorang terhadap stress. Garis pertahanan fleksibel adalah suatu keadaan yang selalu berubah yang disebabkan oleh beberapa faktor dan bersifat fluktuatif. Sedangkan garis pertahanan restisten merupakan faktor internal yang melindungi perlawanan klien terhadap serangan dari stressor. Kekuatan garis pertahanan resisten dipengaruhi oleh derajat reaksi klien terhadap serangan stressor pada garis pertahanan. Kekuatan garis pertahanan dan resisten dipengaruhi oleh perkembangan, psikologis, fisioloogi, sosiokultural dan spiritual klien. Stressor dapat muncul dari lingkungan internal, eksternal maupun buatan. Buatan disini misalnya perpindahan tempat tinggal. Stressor juga dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu intrapersonal, interpersonal, dan ekstrapersonal atau intraclient, interclient dan ekstraclient.24

Stressor intrapersonal yaitu stressor yang terdapat pada individu yang berhubungan dengan lingkungan internal. Stressor interpersonal merupakan stressor yang terjadi pada individu dan berpengaruh pada sistem. Stressor ekstrapersonal adalah stressor diluar individu. Sebagai contoh, ada satu keluarga miskin. Ada anaknya yang sedang sakit dan tidak mampu untuk berobat. Ayahnya merasa bersalah karena sebagai kepala keluarga dia tidak mampu membiayai anaknya untuk berobat. Ayahnya berharap anaknya cepat sembuh. Rasa bersalah ayahnya merupakan stressor intrapersonal. Harapan ayahnya akan kesembuhan anaknya ini merupakan stressor interpersonal. sedangkan pembayaran biaya perawatan merupakan stressor ekstrapersonal. Setiap kali terjadi serangan pada struktur dasar maka sistem akan melakukan rekonstitusi. Rekonstitusi merupakan stabilisasi sistem dan membawa sistem ke garis pertahanan normal. Rekonstitusi bisa memperluas garis pertahanan normal ke tingkat sebelumnya, menstabilkan sistem pada tingkat yang lebih rendah, dan mengembalikannya pada tingkat semula sebelum sakit. Ketika sistem klien tidak mampu mencegah serangan maka perlu adanya intervensi keperawatan. Sebelumnya diperlukan pengkajian stressor, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan derajat serangan. Ada tiga tingkatan intervensi keperawatan, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer meliputi tindakan sebelum serangan stressor terjadi dan hal ini untuk mencegah adanya serangan dengan meningkatkan kekuatan garis pertahanan atau mengurangi potensi untuk terpapar stressor. Pencegahan sekunder terjadi setelah serangan pada garis pertahanan. Pencegahan ini untuk meminimalisir reaksi terhadap stressor. Sedangkan pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi. Model Neuman dapat digunakan pada masyarakat miskin dan homeless. Apalagi masyarakat miskin dan homeless mengalami banyak stressor dalam waktu yang bersamaan. Dengan adanya garis pertahanan yang kuat, maka akan melindungi struktur dasar klien. Serta klien dapat mencapai tingkat kesehatan yang maksimal.

2.7

Kesenjangan Keadaan Kesehatan, Keamanan yang Dialami Masyarakat Perkotaan Jumlah populasi masyarakat dunia semakin bertambah tiap tahun. Mayoritas populasi dunia kini tinggal di daerah perkotaan dan proporsi ini akan terus bertambah. Menurut Global Health Observatory (GHO) WHO, pada tahun 2009, untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, lebih dari separuh populasi dunia tinggal di perkotaan. Di 33 negara, lebih dari 80% penduduknya tinggal di perkotaan. Pada laporan bersama WHO dan UN-HABITAT 2010 disebutkan bahwa pada tahun 1990 kurang dari 4 dari 10 orang tinggal di perkotaan. Pada tahun 2010, lebih dari setengah tinggal di kota, dan pada25

tahun 2050 proporsi ini akan tumbuh sampai 7 dari setiap 10 orang. Jumlah pertumbuhan penduduk perkotaan saat ini hampir 60 juta setiap tahun. Dalam 30 tahun ke depan, diperkirakan bahwa hampir semua pertumbuhan penduduk perkotaan akan terjadi di di kota-kota negara berkembang. Semakin banyak proporsi orang yang tinggal di kota berarti bahwa masalah kesehatan perkotaan secara langsung mempengaruhi lebih dari setengah populasi dunia. Semakin banyaknya penduduk yang tinggal di perkotaan menunjukkan semakin cepatnya arus urbanisasi. Seringkali orang mengartikan urbanisasi sebagai arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Secara luas, urbanisasi mengacu pada peningkatan secara keseluruhan dalam proporsi penduduk yang hidup di daerah perkotaan, serta proses dimana sejumlah besar orang telah terkonsentrasi secara permanen di daerah yang awalnya relatif kecil, kemudian membentuk kota (WHO dan UN-HABITAT, 2010). Urbanisasi menjadi lebih cepat seiring dengan globalisasi industri dan teknologi ke seluruh dunia. Sebenarnya urbanisasi yang terencana akan membawa dampak yang positif terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan kesehatan. Mereka yang hidup di kota cenderung memiliki akses yang lebih besar pada pelayanan sosial dan kesehatan, tingkat melek huruf lebih tinggi dan harapan hidup yang lebih lama. Namun, sebagian besar urbanisasi terjadi secara cepat dan tidak terencana. Kepadatan jumlah populasi di perkotaan yang tidak terkontrol akan memunculkan adanya kesenjangan, berbagai bentuk pengucilan dan marjinalisasi, dan masalah lingkungan yang serius. Terdapat kesenjangan yang lebar antara orang-orang dari status sosial ekonomi yang berbeda. Selanjutnya hal ini akan menciptakan perbedaan/kesenjangan besar (urban health disparity) dan ketidakadilan pada status kesehatan penduduk kota (health inequities). Urban health disparity didefinisikan sebagai perbedaan dalam mendapatkan kesempatan atau peluang untuk mencapai level kesehatan yang optimal, yang dialami oleh populasi yang kurang beruntung secara sosial (CDC, 2008). Sementara health inequities didefinisikan sebagai kesenjangan kesehatan yang sistematis, merupakan produk sosial (dan karena itu dapat dimodifikasi) (WHO dan UN-HABITAT, 2010). Health inequities adalah hasil dari keadaan dimana orang tumbuh, hidup, kerja dan usia, dan sistem kesehatan yang dapat mereka akses, yang dibentuk oleh kekuatan politik, sosial dan ekonomi. Menurut WHO dan UNHABITAT faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat perkotaan ada 4 yaitu: Alam dan pembangunan lingkungan. Faktor ini mempengaruhi kesehatan warga perkotaan melalui geografis dan iklim, peningkatan kualitas perumahan, sistem pengairan dan sanitasi, kualitas udara, dan sistem transportasi dan infrastruktur. Lingkungan sosial ekonomi. Faktor ini meliputi akses kepada ekonomi dan pendidikan, keselamatan dan keamanan, dukungan sosial dan kohesi, serta kesetaraan gender, yang memiliki dampak besar pada kesehatan penduduk kota. Ketahanan dan kualitas pangan. Hal ini mempengaruhi kesehatan perkotaan melalui kelangkaan makanan, seperti yang disebabkan oleh kekeringan, termasuk diantaranya akses terhadap pemenuhan gizi dan nutrisi yang baik.26

Berbagai layanan kesehatan dan faktor manajemen kedaruratan. Faktor ini meliputi kemudahan akses ke pelayanan perawatan primer yang berkualitas baik dan manajemen kedaruratan yang cepat tanggap.

2.8

Kebutuhan Kesehatan Khusus pada Bayi& Balita, Anak Sekolah, Remaja, Dewasa, Lansia, dan Agregat Pekerja di Perkotaan Dalam masyarakat perkotaan, tiap tahapan rentang umur memiliki kebutuhan kesehatan dan keamanan khusus. Selanjutnya, akan dibahas tentang kebutuhan kesehatan khusus pada kelompok bayi (infant), balita, dan anak sekolah. a. Bayi/ Infant Ketahanan hidup dan keberhasilan tumbuh kembang bayi bergantung pada nutrisi yang baikselama tahun pertama kehidupan. Nutrisi atau pemilihan makanan untuk bayi dipengaruhi oleh faktor sosial-ekonomi, budaya, ras, dan etnik. Perbedaan status ekonomi diantara masyarakat perkotaan menyebabkan adanya perbedaan pula terhadap karakteristik kesehatan bayi. Bayi yang berasal dari keluarga ekonomi lemah, sebagian besar lahir dengan berat lahir rendah (low birth weight; < 2500 gram) atau bahkan sangat rendah (very low birth weight; < 1500 gram) (Hitchcock et all., 1999). Hal ini disebabkan karena kurangnya nutrisi ibu selama kehamilan sehubungan dengan rendahnya pendapatan keluarga untuk menyediakan nutrisi yang cukup. Selain masalah berat bayi lahir rendah dan malnutrisi, bayi yang kurang mendapat asupan nutrisi selama kehamilan dapat mengalami kelainan kongenital yang berujung pada kecacatan ataupun kondisi kronis penyakit. Contoh kondisi kelainan kongenital antara lain adalah hidrocephalus, bibir sumbing, intestinal atresia, down syndrome, malformasi tulang dsb. Pada masyarakat perkotaan, para ibu banyak yang bekerja sehingga ada kemungkinan mereka memutuskan untuk tidak menyusui bayinya, dan lebih memillih pemberian susu formula. Hal ini menyebabkan banyaknya bayi yang menderita reaksi infeksi dan alergi. Penyakit gastrointestinal dapat menyebabkan kekurangan gizi dan kematian, terutama di kalangan bayi karena imunitasnya belum sempurna berkembang. Pneumonia dan penyakit diare adalah penyebab utama kematian anak secara global, dan menjadi masalah tertentu di daerah perkotaan karena kepadatan, polusi udara dan minimnya akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan, terutama berkaitan dengan imunisasi. Keterampilan motorik yang belum matang tidak memungkinkan bayi untuk melarikan diridari cidera. Cidera yang seringkali dialami bayi antara lain seperti tersedak, luka bakar, aspirasi. Kondisi lain yang turut menyebabkan tingginya angka kematian bayi dan termasuk masalah kesehatan pada bayi adalah SIDS (Sudden Death Infant Syndrome). SIDS lebih sering terjadi pada bayi yang premature dan berat lahirnya rendah dan kemungkinan juga pada bayi dengan infeksi27

saluran napas atas. Kasus SIDS ditemukan lebih banyak terjadi pada bayi laki-laki dan yang berasal dari status ekonomi rendah (Stanhope & Lancaster, 2000).

b. Balita (Toddler dan Pra Sekolah) Balita di daerah perkotaan rentan terhadap kematian akibat penyakit malaria, DHF, pneumonia, asma dan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti campak dan tuberkulosis. Hal ini karena pada masa ini, seharusnya balita masih mendapatkan imunisasi. Namun, karena kurangnya pengetahuan dan akses terhadap layanan kesehatan mengakibatkan peningkatan jumlah anak yang tidak divaksinasi. Selain itu keterampilan motorik balita meningkat dan membuat pengawasan sulit. Oleh karena itu, balita paling sering mengalami jatuh, keracunan, serta kecelakaan kendaraan bermotor. Kasus keracunan yang seringkali dialami balita yaitu keracunan makanan dan keracunan timbal (plumbism). c. Anak Sekolah Di daerah perkotaan sering dijumpai jajanan yang tidak sehat dan kurang bersih, sehingga menimbulkan penyakit yang disebabkan mikroorganisme patogen seperti diare. Selain itu, anak usia sekolah banyak mengkonsumsi gula. Oleh karena itu seringkali anak usia sekolah mengalami masalah pada gigi. Kandungan lemak, gula dan garam yang tinggi pada makanan olahan, makan makanan siap saji dan makanan ringan menyebabkan terjadinya obesitas pada anak usia sekolah. Masalah lain yang kemungkinan bisa terjadi pada anak usia sekolah adalah ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). ADHD dikarakteristikan dengan perhatian yang kurang, perilaku impulsive, dan hiperaktifitas. Anak yang hiperaktif memiliki kesulitan dengan sekolah, interaksi dengan teman dan tindakan yang tidak dapat diterima (Clark, 1999). Kasus kekerasan pada anak juga banyak terjadi pada usia sekolah. Kekerasan pada anak dapat kategorikan sebagai kekerasan fisik, emosional, seksual atau kombinasi ketiganya (Hitchcock et all., 1999). Kekerasan yang terjadi pada anak menyebabkan tauma fisik dan mental pada anak. d. Remaja dan Dewasa Diet yang seimbang penting untuk pertumbuhan yang optimal selama masa remaja; gizi buruk dapat menghambat pertumbuhan dan menunda pematangan seksual. Salah satu penyakit yang di derita remaja dan dewasa muda adalah anoreksia nervosa, yang terutama mempengaruhi remaja perempuan, meskipun penelitian terbaru menunjukkan bahwa kejadian di antara anak laki-laki mungkin lebih tinggi dari yang diduga sebelumnya (Neinstain, 1991). Gejala yang terjadi mungkin termasuk kelaparan dengan penurunan berat badan yang signifikan, amenore, aktivitas fisik kompulsif, keasyikan dengan makanan, dan citra tubuh yang terdistorsi. Masalah kesehatan lainnya yaitu obesitas.28

Peningkatan aktivitas seksual di kalangan remaja telah menyebabkan peningkatan STD. Infeksi virus gangguan imunitas, virus yang terkait dengan AIDS, meningkat di kalangan remaja. Tingkat mortalitas untuk orang dewasa telah mengalami sedikit penurunan dalam beberapa tahun terakhir, tetapi kanker masih merupakan penyebab utama kematian secara keseluruhan, diikuti oleh penyakit kardiovaskular. Tiga faktor risiko lain yang saling terkait yang berkontribusi terhadap penyakit dan kematian pada kelompok usia ini adalah kurang olahraga, kegagalan untuk menjaga berat badan yang tepat, dan konsumsi alkohol. Ada sejumlah pemeriksaan teratur, pemeriksaan kesehatan non invasif atau invasif minimal yang direkomendasikan untuk orang dewasa, seperti pemeriksaan untuk hipertensi, diabetes, kolesterol, darah tinggi, dan kanker. Pengurangan kematian untuk penyakit kardiovaskuler pada orang dewasa telah besar, tetapi masalah kesehatan akibat perilaku tidak sehat (seperti merokok dan minum) dapat dikurangi lebih lanjut jika orang dewasa bersedia untuk memodifikasi perilaku mereka. e. Lansia Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut: 1. Penurunan Kondisi Fisik Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang. 2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : a. Gangguan jantung b. Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus c. Vaginitis d. Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi e. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang f. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer, 3. Perubahan Aspek Psikososial29

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. 4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, position dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas. 5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. f. Agregat Pekerja Komunitas meliputi individu, keluarga, kelompok atau agregat dan masyarakat. Salah satu agregat di komunitas adalah agregat pekerja yang tergolong dalam kelompok berisiko terhadap timbulnya masalah kesehatan yang terkait perilaku tidak sehat dan paparan agen penyebab timbulnya penyakit dari lingkungan tempat bekerja. Masalah kesehatan agregat pekerja di perkotaan umumnya berkaitan dengan faktor lingkungan, perilaku dan akses pelayanan kesehatan serta kependudukan. Pertumbuhan kota biasanya diikuti oleh industrialisasi, munculnya kawasan industri akan menimbulkan derajat pencemaran dan berdampak buruk terhadap lingkungan kehidupan masyarakat perkotaan. Bertentangan dengan perubahan kota yang amat pesat, sistem pelayanan kesehatan kota di banyak negara berkembang termasuk Indonesia kurang dinamis dan pendekatannya masih relatif sama dengan pedesaan. Sebagai akibat perkembangan kota yang sangat cepat dan dinamis akan berdampak pada perkembangan dan masalah kesehatan masyarakat yang khas perkotaan. Masalah kesehatan lebih kompleks dan beragam karena merupakan gabungan antara masalah kesehatan konvensional dan modern, baik untuk medis maupun maslah kesehatan masyarakat (www.depkes.go.id).30

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Ada beberapa jenis penyakit yang sering ditemukan pada agregat pekerja menurut Keputusan Presiden RI Nomor 22/1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja yaitu: Pnemokoniosis dan silikotuberkolosis, penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner), asma, alveolitis allergika, penyakit yang disebabkan oleh bahan karsinogenik, kelainan pendengaran, penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik, penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara, penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang mengion, penyakit kulit (dermatosis), kanker paru atau mesotelioma, penyakit infeksi. (Ferry & Makhfudli, 2009).

2.9

Penyakit akibat Pencemaran Udara, Air, dan Suara 1) Penyakit akibat Pencemaran Udara Terkait dengan penyakit yang ditimbulkan, polusi udara dibagi menjadi 2, yaitu polusi udara outdoor dan indoor. Polusi udara indoor umumnya terjadi karena polutan di dalam ruangan, biasanya dihasilkan oleh peralatan rumah tangga seperti formaldehid, karbon monoksida, karbon dioksida, asbes, bahan kimia lainnya, serta asap rokok. Penyakit yang timbul karena pencemaran udara indoor ini diantaranya iritasi mata sampai gangguan pernapasan, gangguan hidung, tenggorokan, penyakit jantung, kerusakan sistem saraf pusat, dan berbagai macam kanker (Clark, 1999). Polusi udara outdoor disebabkan oleh pembakaran minyak bumi dan batu bara, limbah industri, pembakaran kayu serta area pertanian, juga pembangkit listrik. Penyakit yang timbul biasanya asma, penyakit jantung kronik, penyakit pernapasan akut, dan kanker paru-paru (Smith & Maurer, 1995). Beberapa karsinogen juga ditemukan di udara perkotaan, seperti polosiklik

hidrokarbon yang juga menyebabkan kanker. 2) Penyakit akibat Pencemaran Air Berbagai penyakit yang berasal dari polusi persediaan air, yaitu hepatitis, polio, mikroba yang mengakibatkan penyakit gastrointestinal, kanker kandung kemih dan kolorektal, gangguan system saraf pusat, iritasi kulit, alopecia, neuropatik peripheral, kejang, sirosis, anomali kongenital, anemia, gagal ginjal, esofagitis, gastritis, kanker perut, dan penyakit jantung (Clark, 1999). Kontaminasi akut dari air minum yang tercemar mengakibatkan iritasi atau peradangan pada mata dan hidung, kulit, dan sistem gastrointestinal, namun masalah kesehatan yang paling berbahaya berhubungan dengan paparan kronis (misalnya, toksisitas hati) tembaga dan kromium arsenik dalam air minum. Ekskresi bahan kimia melalui ginjal yang toksik bagi ginjal berupa bahan kimia seperti kadmium, tembaga, merkuri, dan klorobenzena (WHO 2003). Pestisida dan kontaminasi kimia lainnya yang masuk ke saluran air melalui pertanian dan limbah industri dapat bertahan di lingkungan dalam waktu lama dan terbawa oleh air atau udara ke tempat yang jauh. Zat kimia tersebut mungkin mengganggu fungsi sistem endokrin, sehingga31

terjadi gangguan reproduksi, perkembangan, dan perilaku. Gangguan endokrin dapat mengurangi kesuburan dan meningkatkan resiko bayi lahir mati, cacat lahir, dan gangguan hormon yang meyebabkan kanker payudara, testis, dan kanker prostat. Efek pada perkembangan sistem saraf mencakup gangguan perkembangan mental, psikomotor, kognitif, dan kelainan perilaku (WHO and International Programme on Chemical Safety, 2002). 3) Penyakit akibat Pencemaran Suara Polutan untuk pencemaran suara yang berdampak buruk terhadap kesehatan diantaranya suara bus, truk, sepeda motor, truk sampah, kereta, kendaraan off-road seperti pesawat terbang, motorboats, dan yang bersuara keras lainnya (Clark, 1999). Tingkat keparahan dari paparan pencemaran suara berkaitan dengan frekuensi dan intensitas kebisingan serta lama paparan. Standar OSHA menghimbau level suara di tempat kerja tidak lebih dari rata-rata 90 dB dalam periode 24 jam. Namun tingkat intensitas suara yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, kardiovaskular, dan neuroendokrin. Di sisi lain, tidak ada batas desibel untuk level suara di komunitas atau di rumah (Smith & Maurer, 1995). Paparan yang terlalu lama terhadap kebisingan berperan meningkatkan kecemasan dan stress emosional yang mungkin mengakibatkan mual, sakit kepala, dan impotensi. Terdapat dua kategori untuk gangguan akibat pencemaran suara ini, yaitu secara sosial dan klinik. Secara sosial misalnya kejengkelan, gangguan tidur, gangguan aktivitas sehari-hari, dan kinerja menurun. Sedangkan secara klinis seperti hipertensi, penyakit antung iskemik, dan gangguan jiwa (Hollander, Van Kempen, Hoogenven, 2000). Efek lainnya meliputi insomnia, penyakit kulit, kecelakaan, disritmia jantung, dan penggunaan obat-obatan.

2.10 Masalah kesehatan yang Lazim Terjadi di Daerah Perkotaan: Keadaan Emergency Keadaan darurat (emergency) adalah situasi/kondisi/kejadian yang tidak normal, yaitu terjadi tibatiba, mengganggu kegiatan/organisasi/kumunitas, dan perlu segera ditanggulangi.Keadaan darurat dapat berubah menjadi bencana (disaster) yang mengakibatkan banyak korban atau kerusakan Pada tahun 1997, Noji mengatakan bahwa kondisi emergency/darurat melibatkan tanggapan langsung terhadap efek dari bencana dan dapat dibagi menjadi dua fase, fase isolasi awal dan fase bantuan kemudian. Pada fase isolasi, pertolongan hadir dari kelompok komunitas itu sendiri karena tidak adanya waktu untuk mendatangkan pertolongan dari luar komunitas. Jika lokasi terjadinya kejadian darurat terisolasi dan sulit untuk diakses, maka fase isolasi itu akan menjadi lama. Sedangkan fase bantuan adalah fase ketika bantuan datang dari luar komunitas. Keadaan emergency dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu 1) Natural hazard. 2) Technological hazard. 3) Huru-hara. Beberapa contoh dari natural hazard adalah banjir, gempa bumi, angin badai, tanah longsor dan sebagainya yang melibatkan peran serta alam sekitar dalam menciptakan keadaan darurat tersebut. Peristiwa kebakaran, pemadaman listrik, kecelakaan lalu lintas, bendungan yang bocor merupakan beberapa bentuk dari technological hazard. Sedangkan kondisi32

yang huru-hara seperti kerusuhan dan perang yang melibatkan banyak orang dan juga diselesaikan bersama. Adapun hal-hal yang biasa dilakukan saat kondisi emergency adalah sebagai berikut: a. Pusat Operasi Emergency dan Sistem Medis Emergency Hal ini dibutuhkan dan diperlukan dalam keadaan bencana yang menjatuhkan banyak korban dan memerlukan penanganan langsung dari pihak pelayanan kesehatan. pusat operasi dan sistem medis ini dapat didirikan dekat dengan lokasi bencana. b. Dasar-dasar Manajemen saat Keadaan Emergency Garb dan Eng pada tahun 1969 mengatakan, terdapat delapan prinsip dasar yang seharusnya diikuti oleh semua pihak yang memiliki kepekaan untuk menolong korban bencana. Adapun delapan prinsip tersebut adalah: 1. Mencegah terjadinya bencana jika memungkinkan 2. Meminimalisir korban jika bencana tidak dapat dicegah 3. Mencegah berjatuhannya korban selanjutnya, yang terjadi karena dampak dari bencana 4. Menolong korban 5. Menyediakan pertolongan pertama pada cedera 6. Mengevakuasikan korban cedera untuk mendapatkan pelayanan medis 7. Menyediakan pelayanan medis secara pasti 8. Promosikan untuk dapat merekronstruksi kehidupan c. Pengklasifikasian Korban Pengklasifikasian korban bermula saat peperangan terjadi, hal ini dapat meningkatkan jumlah korban yang selamat dengan mengetahui penderita mana yag akan diprioritaskan pertama kali. Dalam pengklasifikasian korban dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan membedakan warna (American Red Cross, 1982). Terdapat empat kategori dalam pengklasifikasian korban, yaitu prioritas pertama, prioritas kedua, prioritas ketiga, dan meninggal atau sudah tidak dapat diselamatkan lagi. 1. Merah: sangat penting, menjadi prioritas pertama. pasien yang mendapatkan prioritas pertama adalah pasien dengan kebutuhan akan perawatan cedera, hipoksia, ataupun mendekati hipoksia. Contoh masalah dari kategori ini adalah shock, luka di dada, hemoragik, cedera kepala yang mengeluarkan banyak darah. 2. Kuning: Penting, prioritas kedua. Adalah pasien yang memiliki cedera dengan efek sistemik dan komplikasi, namun belum shock ataupun hipoksia. contohnya adalah fraktur, frkatur terbuka. Pasien dengan gejala prioritas kedua harus dilakukan observasi lebih teliti, mungkin saja suatu saat kondisi pasien berubah dan dapat dikategorikan ulang sebagai prioritas pertama.

33

3. Hijau: prioritas ketiga. Adalah pasien yang memiliki cedera minimal dan tidak disertai dengan komplikasi sistemik. Pasien ini dapat menungggu beberapa jam untuk perawatan tanpa masalah. Contohnya dalah kebakaran ringan, terkilir, luka robek ringan. 4. Hitam: meninggal atau sudah tidak dapat diselamatkan. Adalah pasien yang tidak lagi memiliki harapan untuk hidup ataupun hanya menyisakan sedikit harapan hidup. Contohnya adalah pasien yang cedera berat di kepala ataupun dada.

Perawat berhak memberikan pelayanan saat kondisi emergency muncul, diantaranya: 1. Melakukan survey lapangan 2. Pengkajian hasil survey 3. Menentukan tindakan langsung Berkonsentrasi pada kondisi kesehatan utama setelah kondisi emergency 4. Melaksanakan peran perawat di pusat pertolongan pertama emergeny. 5. Kebutuhan psikologis saat emergency.

Kesenjangan Kesehatan dan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Kesenjangan kesehatan dapat dilihat sebagai beban tambahan dilakukan oleh ras tertentu, jenis kelamin etnis, dan kelompok usia untuk perbedaan masalah kesehatan. Rasisme dapat diartikan sebagai asumsi bahwa "Ras" seseorang adalah superior dari orang lain ', hasil dari ketidakadilan dan pengobatan berbahaya. Rasisme dapat mencakup sikap dan perilaku, bisa terang-terangan atau rahasia, dan dapat ada pada individu dan kelembagaan. Porter dan Barbee (2004) melihat kembali penelitian keperawatan dari tahun 1970an sampai sekarang. Satu studi diperiksa oleh para penulis ini adalah investigasi oleh McDonald pada tahun 1994, yang dieksplorasi secara retrospektif. Catatan mengungkapkan bahwa "ada hal besar yang tidak bisa dijelaskan yakni perbedaan dalam dosis total yang diterima oleh Asia, Amerika Hitam dan Hispanik dibandingkan dengan pasien Putih "(Porter & Barbee 2004, hal. 21). Temuan ini memberikan contoh jelas tentang bagaimana keyakinan perawat dan nilai-nilai dipengaruhi klinis mereka praktek (Ward, 2009) Mengidentifikasi kesenjangan keadaan kesehatan klien dapat dilihat dari pengaruh lingkungan terhadap kesehatan klien. Hal yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan dimensi kesehatan klien (Clark, 1999) seperti dimensi biophysical, dimensi psychological yaitu efek kondisi lingkungan terhadap kualitas estetika pada lingkungan, dimensi physical, dimensi sosial, dimensi behavioral, dan dimensi sistem kesehatan dapat diidentifikasi dari keadaan lingkungan kesehatan yang dimiliki serta tanda-tanda yang dimiliki oleh klien ketika klien sakit dan penanganan yang dilakukan klien ketika sakit.34

Masalah Kesehatan Akibat Bencana Peran perawat dalam tahap persiapan respon

persiapan bencana yaitu seorang perawat memfasilitasi persiapan kerja dan tempat masyarakat. Dalam

organisasi, perawat dapat membantu memulai atau memperbarui rencana bencana menyediakan program pemulihan

pendidikan dan material mengenai bencana spesifik ke daerah tersebut, dan mengatur latihan bencana (Stanhope, 2004). Peran perawat saat bencana tergantung pada peran di institusi, pengalaman perawat dan kesiapsiagaan masyarakat, pelatihan khusus, dan juga minat khusus. dalam situasi ini, penting untuk diingat bahwa semua masalah yang mengancam jiwa didahulukan. sekali petugas penyelamat mulai tiba di TKP, rencana langsung untuk triase harus dimulai. Triase adalah proses memisahkan korban dan mengalokasikan pengobatan berdasarkan potensi korban untuk bertahan hidup. Prioritas tertinggi selalu diberikan kepada korban yang memiliki cedera mengancam kehidupan dan yang memiliki probabilitas tinggi untuk bertahan hidup begitu stabil (Stanhope, 2004). Pemulihan dimulai selama fase darurat dan berakhir dengan kembalinya ketertiban masyarakat normal dan berfungsi. Berikut ini merupakan tahap respon emosi para korban bencana: (1) Denial: selama tahap I, korban mungkin menyangkal besarnya masalah atau, lebih mungkin, akan

memahami masalah tetapi mungkin tampak tidak terpengaruh secara emosional. Masalah yang terjadi ditolak atau belum sepenuhnya "terdaftar." Korban mungkin tampak luar biasa tidak peduli. (2) Respon emosional yang kuat: dalam tahap kedua, orang tersebut sadar akan masalah dan menganggapnya sebagai hal yang luar biasa dan tak tertahankan. Reaksi umum selama tahap ini gemetar, mengencangkan otot-otot, berkeringat, kesulitan berbicara, menangis, sensitivitas, tinggi, gelisah, sedih, marah dan pasif. Korban mungkin ingin menceritakan kembali atau menghidupkan kembali pengalaman bencana berulang-ulang. (3) Penerimaan: selama tahap ketiga, korban mulai menerima masalah yang disebabkan oleh bencana dan membuat upaya terkonsentrasi untuk menyelesaikannya. Dia merasa lebih penuh harapan dan percaya diri. (4) Pemulihan: tahap keempat merupakan pemulihan dari reaksi krisis. Korban merasa bahwa mereka kembali normal. Rutinitas menjadi penting lagi. Rasa kesejahteraan dipulihkan. Kemampuan untuk membuat keputusan dan melaksanakan kembali rencana. Korban mengembangkan memori realistis dari pengalaman (Smith, 1995) Bencana memiliki jumlah ukuran yang mungkin berbeda baik itu prediktabilitas, frekuensi, pengendalian, waktu, dan ruang lingkup atau intensitas. Dimensi ini mempengaruhi sifat dan kemungkinan perencanaan persiapan, serta tanggapan terhadap peristiwa aktual. (1) Prediktabilitas,35

beberapa kejadian lebih mudah diprediksi seperti bencana alam dan ada yang sulit diprediksi seperti ledakan. (2) Frekuensi. Meskipun bencana alam relatif jarang, mereka muncul lebih sering pada lokasi geografis tertentu. (3) Pengendalian, beberapa situasi memungkinkan untuk peringatan pra dan tindakan pengendalian yang dapat mengurangi dampak dari bencana. (4) Waktu. Ada beberapa karakteristik waktu yang berkaitan dengan dampak bencana yaitu kecepatan terjadinya bencana, waktu yang tersedia untuk memperingatkan penduduk, dan panjang sebenarnya waktu dari fase dampak. (5) Ruang lingkup dan intensitas. Bencana dapat terkonsentrasi pada daerah yang sangat kecil atau melibatkan wilayah geografis yang sangat besar biasanya mempengaruhi banyak orang. Pertama, pencegahan dan mitigasi. Beberapa jenis bencana khususnya buatan manusia mungkin dapat dicegah sedangkan bencana lain tidak dapat dicegah, namun dampaknya dapat dikurangi. Kedua, respon emergency. Tujuan primer dari manajemen bencana adalah mencegah atau meminimalkan kematian, cacat, penderitaan, kehilangan salah satu bagian dari korban bencana. Ada beberapa prinsip manajemen bencana diantaranya, mencegah terjadinya bencana bila memungkinkan, meminimalkan jumlah korban jika bencana tidak dapat dicegah, mencegah korban lebih lanjut dari terjadi setelah dampak awal bencana. menyelamatkan korban, memberikan pertolongan pertama pada luka, mengevakuasi yang terluka ke fasilitas medis, memberikan perawatan medis, dan promosikan rekonstruksi kehidupan (Smith, 1995). Kemudian ada model dimensi dan perawat