cirebon

14
Menurut Sulendraningrat yg mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda & Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon pada awalnya ialah sebuah dukuh kecil yg dibangun oleh Ki Gedeng Tapa, yg lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah desa yg ramai & diberi nama Caruban [Bahasa Sunda: campuran], karena di sana bercampur para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, & mata pencaharian yg berbeda-beda untuk bertempat tinggal atau berdagang. Mengingat pada awalnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat ialah sebagai nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan & rebon [udang kecil] di sepanjang pantai serta pembuatan terasi, petis, & garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi [belendrang] dari udang rebon inilah berkembanglah sebutan cai- rebon [Bahasa Sunda:, air rebon] yg kemudian menjadi Cirebon. Dengan dukungan pelabuhan yg ramai & sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar & menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa baik dlm kegiatan pelayaran & perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.Kesultanan Cirebon ialah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat pada abad ke-15 & 16 Masehi, & merupaken pangkalan penting dlm jalur perdagangan & pelayaran antar pulau. Lokasinya di pantai utara pulau Jawa yg merupaken perbatasan antara Jawa Tengah & Jawa Barat, membuatnya menjadi pelabuhan & “jembatan” antara kebudayaan Jawa & Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yg khas, yaitu kebudayaan Cirebon yg tak didominasi kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda. Kondisi Sosial dan Budaya Kerajaan Cirebon A Kondisi Sosial Kerajaan Cirebon Perkembangan Cirebon tidak lepas dari pelabuhan, karena pada mulanya Cirebon memang sebuah bandar pelabuhan. Maka dari sini tidak mengherankan juga kondisi sosial di Kerajaan Cirebon juga terdiri dari beberapa golongan. Diantara golongan yang ada antara lain, golongan raja beserta keluargana, golongan elite, golongan non elite, dan golongan budak (Sartono Kartodirdjo, 1975:17). A.1 Golongan Raja Para raja/Sultan yang tinggal di kraton melaksanakan ataupun mengatur pemerintahan dan kekuasaannya. Pada mulanya gelar raja pada awal perkembangan Islam masih digunaka, tetapi kemudian diganti dengan gelar Sultan akibat adanya pengaruh Islam. Kecuali gelar Sultan terdapat juga gelar lain seperti Adipati, Senapati, Susuhunan, dan Panembahan (Kosoh dkk, 1979:96). Raja atau Sultan sebaai penguasa terinnggi dalam pemerintahan memiliki hubungan erat dengan pejabat tinggi kerajaan seperti senapati, menteri, mangkubumi, kadi, dan lain sebagainya. Pertemuan antara raja dengan pejabat ataupun langsung dengan rakyat tidak dilakukan setiap hari. Kehadiran raja di muka umum kecuali pada waktu audiensi/pertemuan juga pada waktu acara penobatan mahkota, pernikahan raja, dan putra raja (Sartono Kartodirdjo, 1975:17). A.2 Golongan Elite Golongan ini merupakan golongan yang mempunyai kedudukan di lapisan atas yang terdiri dari golongan para bangsawan/priyayi, tentara, ulama, dan pedagang. Diantara para bangsawan dan pengusa tersebut, patih dan syahbandar memiliki kedudukan kedudukan penting. Di Cirebon, pernah ada orang-orang asing yang dijadikan syahbandar dan mereka memempati golongan elite. Hal ini dipertimbangkan atas suatu

Upload: adventina-padmyastuti

Post on 23-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

Menurut Sulendraningrat yg mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda & Atja pada naskahCaritaPurwaka Caruban Nagari, Cirebon pada awalnya ialah sebuah dukuh kecil yg dibangun oleh Ki Gedeng Tapa, yglama-kelamaan berkembang menjadi sebuah desa yg ramai & diberi nama Caruban [Bahasa Sunda: campuran], karena di sana bercampur para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, & mata pencaharian yg berbeda-beda untuk bertempat tinggal atau berdagang.Mengingat pada awalnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat ialah sebagai nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan & rebon [udang kecil] di sepanjangpantaiserta pembuatan terasi, petis, & garam.Dari istilahairbekas pembuatan terasi [belendrang] dari udang rebon inilah berkembanglah sebutan cai-rebon [Bahasa Sunda:, air rebon] yg kemudian menjadi Cirebon.Dengan dukungan pelabuhan yg ramai & sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar & menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa baik dlm kegiatan pelayaran & perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.Kesultanan Cirebonialah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat padaabadke-15 & 16 Masehi, & merupaken pangkalan penting dlm jalur perdagangan & pelayaran antar pulau.Lokasinya di pantai utara pulau Jawa yg merupaken perbatasanantaraJawa Tengah& Jawa Barat, membuatnya menjadi pelabuhan & jembatan antara kebudayaan Jawa & Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yg khas, yaitu kebudayaan Cirebon yg tak didominasi kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.

Kondisi Sosial dan Budaya Kerajaan CirebonA KondisiSosialKerajaan Cirebon Perkembangan Cirebon tidak lepas dari pelabuhan, karena pada mulanya Cirebon memang sebuah bandar pelabuhan. Maka dari sini tidak mengherankan juga kondisi sosial di Kerajaan Cirebon juga terdiri dari beberapa golongan. Diantara golongan yang ada antara lain, golongan raja beserta keluargana, golonganelite, golongan non elite, dan golongan budak (Sartono Kartodirdjo, 1975:17). A.1 Golongan Raja Para raja/Sultan yang tinggal di kraton melaksanakan ataupun mengatur pemerintahan dan kekuasaannya. Pada mulanya gelar raja pada awal perkembangan Islam masih digunaka, tetapi kemudian diganti dengan gelar Sultan akibat adanya pengaruh Islam. Kecuali gelar Sultan terdapat juga gelar lain seperti Adipati, Senapati, Susuhunan, dan Panembahan (Kosoh dkk, 1979:96). Raja atau Sultan sebaai penguasa terinnggi dalam pemerintahan memiliki hubungan erat dengan pejabat tinggi kerajaan seperti senapati, menteri, mangkubumi, kadi, dan lain sebagainya. Pertemuan antara raja dengan pejabat ataupun langsung dengan rakyat tidak dilakukan setiap hari. Kehadiran raja di muka umum kecuali pada waktu audiensi/pertemuan juga pada waktu acara penobatan mahkota, pernikahan raja, dan putra raja (Sartono Kartodirdjo, 1975:17). A.2 Golongan Elite Golongan ini merupakan golongan yang mempunyai kedudukan di lapisan atas yang terdiri dari golongan para bangsawan/priyayi, tentara, ulama, dan pedagang. Diantara para bangsawan dan pengusa tersebut, patih dan syahbandar memiliki kedudukan kedudukan penting. Di Cirebon, pernah ada orang-orang asing yang dijadikan syahbandar dan mereka memempati golongan elite. Hal ini dipertimbangkan atas suatu dasar bahwa mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas tentang perdagangan dan hubungan internasional. Golongan keagamaan yang terdiri dari ulama juga memiliki memiliki kedudukan yang tinggi, mereka umumnya berperan sebagai penasehat raja (Kosoh dkk, 1979:99). A.3 Golongan Non Elite Golongan ini merupakan merupakan lapisan masyarakat yang besar jumlahnya dan terdiri dari masyarakat kecil yang bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, tukang, nelayan, dan tentara bawahan dan lapisan masyarakat kecil lainnya. Petani dan pedagang merupakan tulang punggung perekonomian, dan mereka mempunyai peranan sendiri-sendiri dalam kehidupan perekonomian secara keseluruhan (Kosoh dkk, 1979:99). A.4 Golongan Budak Golongan ini terdiri dari orang-orang yang bekerja keras, menjual tenagai sampai melakukan pekerjaan yang kasar. Adanya golonga buak tersebut disebabkan karena seseorang yang tidak bias membayar utang, akibat kalah perang. Golongan budak menempati status sosial paling rendah, namun mereka juga diperlukan oleh golongan raja maupun bangsawan untuk melayani keperluan mereka. Mereka dipekerjakan dalam membantu keperluannya dengan menggunakan fisik yang kuat. Mereka harus taat pula dengan peraturan yang dibuat oleh majikannya. Namun bagi mereka yang nasibnya baik dan bisa membuat majikan berkenan maka mereka bisa diangkat sebagai tukang kayu, juru masak dan lain sebagainya (Kosoh dkk, 1979:100). B Kondisi Budaya Kerajaan Cirebon Agama Islam mengajarkan agar para pemeluknya agar melakukan kegiatan-kegiatan ritualistik. Yang dimaksud kegiatan ritualistik adalah meliputi berbagai bentuk ibadah seagaimana yang tersimpun dari rukun Islam. Bagi orang Jawa, hidup ini penuh dengan riyual/upacara. Secara luwes Islam memberikan warna baru dalam upacara yang biasanya disebut kenduren atau selamatan (Darori, 1987:130-131). Membahas masalah budaya, maka tak lepas pula dengan seni, Cirebon memiliki beberapa tradisi ataupun budaya dan kesenian yang hingga sampai saat ini masih terus berjalan dan masih terus dlakukan oleh masyarakatnya. Salah satunya adalah upacara tradisional Maulid Nabi Muhammad SAW yang tela ada sejak pemerintahan Pangeran Cakrabuana, dan juga Upacara Pajang Jimat dan lain sebagainya. B.1 Upacara Maulid Nabi Upacara Maulid Nabi dilakukan setelah beliau wafat, 700 tahun setelah beliau wafat (P.S. Sulendraningrat, 1978:85) upacara ini dilakukan sebagai rasa hormat dan sebagai peringatan hari kelahiran kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Secara istilah, kata maulud berasal dari bahasa Arab Maulid yang memiliki sebuah arti kelahiran. Upacara Maulid Nabi di Cirebon telah dilakkan sejak abad ke 15, sejak pemerintahan Sunan Gunung Jati upacara ini dilakukan dengan besar-besaran. Berbeda dengan masa pemerintahan Pangeran Cakrabuana yang hanya dilakukan dengan cara sederhana. Upacara Maulid Nabi di kraton Cirebon diadakan setiap tahun hingga sekarang yang oleh masyarakat Cirebon bisebut sebagai upacara IRING-IRINGAN PANJANG JIMAT (P.S. Sulendraningrat, 1978:86). B.2 Upacara Pajang Jimat Salah satu upacara yang dilakukan di Kerajaan Cirebon adalah Upacara Pajang Jimat. Pajang Jimat memiliki beberapa pengertian, Pajang yang berarti terus menerus diadakan, yakni setiap tahun, dan Jimat yang berarti, dipuja-puja (dipundi-pundi/dipusti-pusti) di dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (P.S. Sulendraningrat, 1978:87). Pajang Jimat merupakn sebuah piring besar (berbentuk elips) yang terbuat dari kuningan. Bagi Cirebon Pajang Jimat memiliki sejarah khusus, yakni benda pusaka Kraton Cirebon, yang merupakan pemberian Hyang Bango kepada Pangeran Cakrabuana ketika mencari agama Nabi (Islam). Upacara Pajang Jimat pada Kraton Cirebon dilakukan pada tanggal 12 Rabiul Awal, setelah Isya, upacara penurunan Pajang Jimat dilakukan oleh petugas dan ahli agama di lingkungan kraton. Turunnya Pajang Jimat dimulai dari ruang Kaputren naik ke Prabayaksa dam selanjutnya diterima oleh petugas khusus yang telah diatur. Adapun tatacara dan atribut dalam upacara Pajang Jimat, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Beberapa lilin dipasang diatas standarnya. 2. Dua buah manggaran, dan buah nagan da dua buah jantungan. 3. Kembang goyak (kembang bentuuk sumping) 4 kaki. 4. Serbad dua guci dan duapuluh botl bir tengahan. 5. Boreh/parem. 6. Tumpeng. 7. Ancak sangar (panggung) 4 buah yang keluar dari pintu Pringgadani. 8. 4 buah dongdang yang berisi makanan, menyusul belakangan, keluar dari pintu barat Bangsal Pringgandani, ke teras Jinem. Upacara irig-iringan Pajang Jimat di Kraton Kasepuhan Cirebon ini sebagai gambaran peranan seorang dukun bayi (bidan). Jam 24.00 Pajang Jimat kembali dari Langgar Keraton masukke Kraton dengan melalui pintu sebelah barat menuju Kaputren, maka berakhirlah acara Upacara Maulid Nabi (P.S. sulendraningrat, 1978:87-94). B.3 Seni Bangunan dan Seni Ukir Seni bangunan dan seni ukir yang berkembang di kerajaan Cirebon tak lepas dari perkembngan seni pada zaman sebelumnya. Ukiran-ukiran yang ada pada kraton banyak menunjukkan pola zaman sebelumnya. Ukiran yang menunjukkan sifat khas pada Cirebon adalah ukiran pola awan yang digambarkan pada batu karang. Penggunaan seni bangunan masjid tampak asli pada penggunaan lengkungan pada ambang-ambang pintu masjid. Demikian pula dengan makam-makam yang strukturnya mengikuti zaman sebelumnya. Yakni berbentuk bertingkat dan ditempatkan di atas bukit-bukit menyerupai meru (Kosoh dkk, 1979:100). B.4 Seni Kasusasteran Diantara seni bangunan dan seni tari, terdapat juga seni kasusasteran yang berkembang. Diantarnya adalah seni tari, seni suara, dan drama yang mengandung unsur-unsur Islam. Seni kasusasteran yang berkembang ini juga tak lepas dari zaman sebelumnya. Misalnya saja seni tari, yang diantaranya yang berkembang adalah seni ogel namun mengandung unsur-unsur Islam (Kosoh dkk, 1979:100).Kondisi Ekonomi Politik Kerajaan Cirebon

EKONOMISebagai sebuah kesultanan yang terletak diwilayah pesisir pulau Jawa, Cirebon mengandalkan perekonomiannya pada perdangangan jalur laut. Dimana terletakBandar-bandar dagang yang berfungsi sebagai tempat singgah para pedagang dariluarCirebon. Juga memiliki fungsi sebagai tempat jual beli barang dagangan. Dari artikel yang ditulis oleh Uka Tjandrasasmita, yang dibukukan dalam sebuah buku kumpulan artikel oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RIJakarta. Dituliskan sebuah artikel yang berjudul Bandar Cirebon dalam Jaringan Pasar Dunia, dalam artikelnya terbagi menjadi 3 periode, yaitu: Bandar Cirebon masa pra-islam, Bandar Cirebon masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan islam, dan masa pengaruh kolonial.Pada masa pra-islam Cirebon masih dalam kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran. Pada masainipula terdapat Bandar dagang yang berada di Dukuh Pasambangan dengan bandar Muhara Jati. Kapal-kapal yang berlabuh di bandar Muhara Jati antara lain berasal dari Cina, Arab, Tumasik, Paseh, Jawa Timur, Madura, dan Palembang (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:56).Dikatakan bahwa sebelumTomePires(1513) Cirebon masih berkeyakinan Hindu-Buddha. Pada saat ini Ciebon masih dibawah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran. Menurut cerita tradisi Cirebon mulai memeluk agama islam sekitar tahun 1337 M yang dibawa oleh Haji Purba. Padaabad14 M perdagangan dan pelayaran sudah banyak dilakukan oleh orang muslim.Dari cerita Purwaka Caruban Nagari diperoleh informasi bahwa terjadi perpindahan Bandar perdagangan. Bandar dagang yang dahulunya terlertak pada Bandar Muhara Jati di dukuh Pasambangan dipindah kearah selatan yaitu ke Caruban. Alasan mengapa Bandar dagang dipindahkan, menurut cerita Bandar dagang di Muhara jati mulai berkurang keramaiaannya. Caruban sendiri dibangun o0leh Walangsungsangatau Ki Samadullah atau Cakrabumi sebagai kuwu dan seterusnya. Sejak Syarif Hidayatullah, Bandar-bandar di Cirebon makin ramai dan makin baik untuk berhubungan dengan Parsi-Mesir, Arab, Cina, Campa, dan lainnya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:56).Dengan kedatangan Belanda keadaanekonomidi Cirebon dikuasai penuh oleh VOC. Dengan diadakannya perjanjian antara Belanda dengan Cirebon 30 April 1981, Cirebon selalu akan memelihara kepercayaan terhadap Belanda. Akan tetapi, seluruh komoditi perdagangan di Cirebon, dikuasai Belanda, hal ini hanya akan menguntungkan pihak Belanda dan merugikan Cirebon. Belanda menerapkan monopoli perdagangan dan pertanian, salah satu contohnya yaitu kebijakan menanam 10 pohon kopi tiap kepala keluarga di Priangan Timur. Juga dengan surat perintah tanggal 1 Maret 1729.Dari gambaran diatas kita kenali bahwa pihak kesultanan sendiri dalam menjalankan perekonomian terutama terhadap komoditi-komoditi ekspor kurang, peranannya lebih banyak ditangan Belanda. Hal itu semuanya jelas dampak negative pengaruh kolonialisme Belanda sejak perjanjian tahun 1981 dan seterusnya. Dengan perjanjian-perjanjian tersebut Belanda sejak Kompeni menginginkan penguasaan atas daerah subur produksi kopi dan lainnya dapat terlaksana, disamping rasa ketakutannya terhadap penguasaan daerah Priangan Timur itu dikuasai olehBantendan jugaMataram(Departemen Pendiidikan dan Kebudayaan, 1997:67).Selain yang telah dibahas diatas, keadaan ekonomi yang diterangkan oleh Uka Tjandrasasmita. Dapat dilihat pula keadaan perekonomian dari sumber lainnya. Selain perdagangan dan pelayaran. Perekonomian Cirebon juga ditunjang oleh kegiatan masyarakatnya yang menjadi nelayan. Cirebon juga dikenal sebagai kota udang, artinya Cirebon juga memiliki satu komoditi dagang utama yaitu terasi, petis dan juga garam.Dalam kehidupan ekonomi juga masih ada peran dari orang asing. Orang asing tersebut menjadi syahbandar atau yang mengantur tentang ekspor impor perdagangan. Cirebon yang menjadi syahbandarnya yaitu orang-orang Belanda. Alasan mengapa syahbandar diambil dari orang-orang asing, karena orang-orang asing dianggap lebih mengetahui tentang cara-cara perdagangan. Di kota Cirebon juga terdapatpasatertua yaitu pasar yang terletak di timur laut alun-alun kraton Kasepuhan dan lainnya di sebelah utara alun-alun kanoman.

POLITIKPerkembanganpolitikyang terjadi pada Cirebon berawal dari hubungan politiknya dengan Demak. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan Cirebon. Dikatakan oleh Tome Pires yang menjadi Dipati Cirebon adalah seorang yang berasal dari Gresik. Babad Cirebon menceritakan tentang adanya kekuasaan kekuasaan Cakrabuana atau Haji Abdullah yang menyebarkan agamaislam di kota tersebut sehingga upeti berupa terasi ke pusat Pajajaran lambat laun dihentikan.Selain hubungannya dengan Demak, kehidupan politik pada kala itu juga dipengaruhi oleh beberapa konflik. Konflik yang terjadi ada konflik internal danmenjadi vassal VOC.Pertama yang terjadi, dimulai dari keputusan Syarif Hidayatullah yang resmi melepaskan diri dari kerajaan Sunda tahun 1482. Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1570, dan kepemimpinannya digantikan oleh anaknya yaitu Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Pada masa kepemerintahannya, Panembahan Ratu menyaksikan berdirinya karajaan Mataram dan datangnya VOC diBatavia.Panembahan Ratu cenderung berperan sebagai ulama dari pada sebagai raja. Sementara di bidang politik, Panembahan Ratu menjaga hubungan baik dengan Banten dan Mataram .Setelah wafat pada tahun 1650, dalam usia 102 tahun, Panembahan Ratu digantikan oleh cucunya, yaitu Pangeran Karim yang dikenal dengan nama Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II karena anaknya Pangeran Seda Ing Gayam telah wafat terlebih dahulu (Nina: online).Ketika terjadi pemberontakan Trunojoyo, Panembahan Senapati dijemput oleh utusan dari kesultanan Banten ke Kediri. Dalam perjalanan kondisi Senapati yang sakit-sakitan menyebabkandiameninggal dunia dan akhirnya dimakamkan di bukit Giriliya. Sedangkan kedua anaknya dibawa ke Banten, yaitu: Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya. Namun, kemudian mereka dikembalikan ke Cirebon, disana mereka membagi tiga kekuasaan.Ketiga penguasa Cirebon ini berusaha untuk menjadikan diri sebagai penguasa tunggal.SultanSepuh merasa bahwa ia yang berhak atas kekuasaan tunggal karena ia anak tertua. Sementara Sultan Anom, juga berkeinginan yang sama sehingga ia mencoba mencari dukungan kepada Sultan Banten. Di lain pihak, Pangeran Wangsakerta , yang menjadi pengurus kerajaan saat kedua kakaknya dibawa ke Mataram, merasa berhak juga menjadi penguasa tunggal. Sultan Sepuh mencoba mendapat dukungan VOC dengan menawarkan diri menjadi vassal VOC. VOC sendiri tidak pernah mengakui gelar sultan pemberian Sultan Banten dan selalu menyebut mereka panembahan (Nina: online).Dengan surat perjanjian tanggal 7 Januari 1681, Cirebon resmi menjadi vassal VOC. Jadilah, urusan perdagangan diserahkan kepada VOC, berbagai keputusan terkait Cirebon (termasuk pergantian sultan, penentuan jumlah prajurit) harus sepersetujuan VOC di Batavia, ketika para Sultan akan bepergian harus atas ijin VOC dan naik kapal mereka, dalam berbagai yupacara, pejabat VOC harus duduk sejajar dengan para Sultan (Nina: online).Setelah kedatangan Belanda ke Cirebon membuat banyakperubahan, khususnya di bidang politik. Pada tahun 1696, Sultan Anom II atas kehendak VOC menjadi Sultan. Pada Tahun 1768 kesultanan Cirebon dibuang ke Maluku.Situasi politik Cirebon yang sudah terkotak-kotak itu, memang tidak bisa dihindarkan. Namun ada hal yang menarik, bahwa seorang keturunan SunanGunungJati, yaitu Pangeran Aria Cirebon, tampak berusaha langsung atau tidak langsung untuk menunjukkan soliditas Cirebon, sebagai suatu dinasti yang lahir dari seorang Pandita Ratu. Pertama, ketika ia diangkat sebagai opzigther dan Bupati VOC untuk Wilayah Priangan dan kedua , ia menulis naskah Carita Purwaka Caruban Nagari (Nina: online).untuhnya Kerajaan Cirebon

Pada tahun 1649 Panembahan Ratu Pangeran Emas telah meninggal pada usia 102 tahun. Dengan wafatnya Dipati Cerbon ke II, maka panembahan ratu menunjuk cucunya yaitu Pangeran Karim untuk membantunya menjalankan roda pemerintahan Cerbon Menggantikan ayahnya yaitu Dipati Cerbon ke II. Pangeran Karim waktu itu berusia 48 tahun menggantikannya sebagai Kepala Pemerintahan Cerbon yang keIIIdengan gelar Panembahan Ratu II.Karena beliau wafat diMataramsekitar tahun 1667 dan dimakamkan di pemakamn di bukit Girilaya, maka disebutlah beliau oleh anak keturunannya dengan sebutan Panembahan Girilaya. Akhirnya nama Panembahan Girilaya itulah yang disebut terus menerus dalamberbagai sumber sejarah, baik dalam Babad Cirebon, Sejarah Cirebon, Kitab Negara Kertabumi, maupun Kitab Purwaka Caruban Nagari. Oleh Karena itu nama Panembahan Girilaya lebih terkenal dari pada gelar resmi pada waktu penobatannya yaitu Panembahan Ratu ke II.Pada saat Panembahan Ratu masih hidup beliau mengawinkan Panembahan Girilaya dengan Putri Sunan Amangkurat ke 1 tapi, untuk masalah kapan diselenggarakannya pernikahaninisendiri tidak jelas, karena saat itu Sunan Amangkurat ke 1 baru naik tahta. Dan jika melihat padaliteraturelain itu adalah perkawinan kedua Panembahan Girilaya. Padaperkawinannya yang pertama beliau dikaruniai 2 orang anak yang bernama Panembahan Katimang dan Pangeran Gianti sedang pada perkawinan ke II mendapat 3 orang anak yaitu Pangeran Martawijaya, Pangeran Kertawijaya, dan Pangeran Wangsakerta.Pada masa pemerintahan Panembahan Ratu hubunganantaraCirebon dan Mataram sangat Harmonis dan itu terjadihamperselama 6 tahun. Tetapi setelah Cirebon dipimpin Panembahan Girilaya hubungan yang tadinya harmonis berubah menjadi agak merenggang karena perubahan sikap dari Amangkurat 1 yang beranggapan bahwa Cirebon tak lebih baik atau tidak sederajat dengan Mataram. VOC yang mengetahui kerenggangan hubungan antara Mataram- Cirebon memanfaatkan benar peluang ini untuk mengadu domba mereka. Dalam waktu yang singkatstrategipolitik Adu Domba VOC bisa membuat kesemrawutan dalam tubuh Kerajaan Mataram.Dalam kondisi yang serumit itu Sunan Amangkurat 1 diduga berusaha denga keras mengatasinya dengan tindakan pembersihan dan penertiban yang pada nyatanya dilakukan dengan kejam dan kekerasan. Tindakan itu memakan banyak korban sehingga Panglima Angkatan Perang Mataram yang diandalakanayahnya sendiri yaitu Dipati Anom yang sekaligus putra Mahkota mulai membenci dan meninggalkan Sunan Amangkurat 1.Pada saat yang seperti itu Mataram mendapat kunjungan dari Panembahan Girilaya beserta 2 orang anaknya Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kertawijaya serta pengawalnya yang diperkirakan pada tahun 1666/1667. Namun alasan Panembahan Girilaya mengunjungi Mataram dan sampai di sana (diperkirakan pada saat berumur 66 tahun) tidak ada penjelasan yang pasti. Setelah kejadian wafatnya Panembahan Girilaya kedua anaknya yang ikut ke Mataram tadi ditahan dan dibawa oleh Trunojoyo pada tahun 1678 dari Mataram ke Kediri. Sejak wafatnya Panembahan Girilaya Cirebon telah terpecah belah dan hancur sehingga tidak mempunyai wibawa lagi dan akhirnya menjadi mainan belanda, mataram danbanten.Tidak berhenti disini timbul masalah baru yakni para kerabat Kerajaan yang setia pada Panembahan Girilaya yang tidak terima akan kemunduran Cirebon meminta bantuan dariSultanAgeng Tirtayasa Dari Banten. Dan untuk mengisi kekosongan dengan cepat dan dengan pertimbangan yang matang Sultan Ageng Tirtayasa menetapkan pejabat Kepala Negara Cirebon yaitu anak ketiga Panembahan Girilaya yaitu adalah Pangeran Wangsakerta yang pada waktu itu tidak ikut kedalam kunjungan ke Mataram dinobatkan sebagai Sultan Cirebon oleh Sultan Banten.Pada saat itu setelah Trunojoyo dapat memukul mundur pasukan Cirebon dan dapat membuat ketakutan serta membuat lari Sunan Amangkurat 1. Hilanglah kekuasaan Mataram yang Kejam dan Otoriter dan pada saat itu atas permintaan Sultan Banten, Sultan Banten meminta Trunojoyo membawa dua putra mahkota pesakitan itu untuk dibawa ke Kediri dan selanjutnya dibawa ke Banten. Selanjutnya karena kurangnya keterangan yang jelas proses kembalinya 2 pangeran itu ke Cirebon kurang jelas dan pula penobatannya Pangeran Martawijaya sebagai Sultan Sepuh dengan gelar Raja Syamsudin dan Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Anom dengan gelar Sultan Mahmud Badridi.Dengan adanya tiga sultan di Kerajaan Cirebon ini adalah titik dari masa akhir Kerajaan Cirebon. Pada masa itu sudah ada usulan untuk membagi kerajaan menjadi 3 bagian tapi apa mau dikata ketidaksepahamlah yang didapat , karena masing masing mempunyai minat yang sama untuk menjadi sultan Cirebon. Pada tahun 1681 tepatnya 23 Januari dilaksanakanperjanjian persahabatan antaraSultan-Sultan Cirebon dengan pihak VOC yang diwakili oleh Van Dyck.Dari penandatanganan itu mengandung arti besar, karena peristiwa itu menjadi akar dari konflik baru dicirebon. Menurut keterangan P.S. Sulendranigrat dalam bukunya Sejarah Cirebon peristiwa penandatanganan inimenimbulkan perpecahan dari para pembesar pemerintahan di Cirebon tentunya adalahprodan kontra diadakannya penandatangan perjanjian persahabatan tersebut. Dan setelah VOC bubar tahun 1800 maka Gubernur Jenderal Daendles menetapkan langkah strategis dengan mengeluarkan Reglement op het beheer van de Cheribonsche Landen pada 2 februari 1809 dan dengankeluarnya itu tadi maka Sultan-Sultandi Cerbon yaitu Kasepuhan , Kanoman dan Kacirebonan tidak memiliki kekuasaan lagi karena dijadikan Pegawai Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Pada saat akan keluar keputusan Pemerintah Kolonial Belanda , maka di Kesultanan Kanoman terjadi peristiwa pemecahan diri Kanoman menjadi Kanoman dan Kacerbonan. Dengan Fakta diatas dapat kita ketahuifaktorfaktor penyebab runtuhnya kerajaan Cirebon.

Raja-Raja kerajaan cirebon

Pangeran Cakrabuana [1445 1479]Pangeran Cakrabuana ialah keturunanPajajaran. Putera pertama Sri BadugaMaharajaPrabu Siliwangidari istrinya yg kedua bernama SubangLarang [puteri Ki Gedeng Tapa]. Nama kecilnya ialah Raden Walangsungsang, sesudah remaja dikenal dengan nama Kian Santang. Ia mempunyai dua orang saudara seibu, yaitu Nyai Lara Santang/ Syarifah Mudaim & Raden Sangara. Sebagai anak sulung & laki-laki ia tak mendapatkan haknya sebagai putera mahkota Pakuan Pajajaran. Halinidisebabkan oleh karena ia memeluk agama Islam [diturunkan oleh Subanglarang-ibunya], sementara saat itu [abad 16] ajaran agama mayoritas di Pajajaran ialah Sunda Wiwitan [agama leluhur orang Sunda] Hindu & Budha. Posisinya digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa, anak laki-laki Prabu Siliwangi dari istrinya yg ketiga Nyai Cantring Manikmayang.Ketika kakeknya Ki Gedeng Tapa yg penguasa pesisir utara Jawa meninggal, Walangsungsang tak meneruskan kedudukan kakeknya, melainkan lalu mendirikan istana Pakungwati & membentuk pemerintahan di Cirebon. Dengan demikian, yg dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon ialah Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana, yg usai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman, tampil sebagai raja Cirebon pertama yg memerintah dari keraton Pakungwati & aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon.Sunan Gunung Jati [1479-1568]Pada tahun 1479M, kedudukannya kemudian digantikan putra adiknya, Nyai Rarasantang dari hasil perkawinannya dengan Syarif Abdullah dari Mesir, yakni Syarif Hidayatullah [1448-1568] yg sesudah wafat dikenal dengan sebutan SunanGunungJati dengan gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah bin MaulanaSultanMuhammad Syarif Abdullah & bergelar pula sebagai Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah. Pertumbuhan & perkembangan yg pesat pada Kesultanan Cirebon dimulailah oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon &KesultananBantenserta penyebar agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali [Galuh], Sunda Kelapa, & Banten.Fatahillah [1568-1570]Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yg selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, & memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun sesudah Sunan Gunung Jati wafat & dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.Panembahan Ratu I [1570-1649]Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tak ada calon lain yg layak menjadi raja, takhta kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Emas putra tertua Pangeran DipatiCarbonatau cicit Sunan Gunung Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I & memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun.Panembahan Ratu II [1649-1677]Setelah Panembahan Ratu I meninggal dunia pada tahun 1649, pemerintahan Kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yg bernama Pangeran Rasmi atau Pangeran Karim, karena ayah Pangeran Rasmi yaitu Pangeran Seda ing Gayam atau Panembahan Adiningkusumah meninggal lebih dahulu. Pangeran Rasmi kemudian menggunakan nama gelar ayahnya almarhum yakni Panembahan Adiningkusuma yg kemudian dikenal pula dengan sebutan Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II.Panembahan Girilaya pada masa pemerintahannya terjepit di antara dua kekuatan kekuasaan, yaitu Kesultanan Banten & KesultananMataram. Banten merasa curiga sebab Cirebon dianggap lebih mendekat ke Mataram [Amangkurat I ialah mertua Panembahan Girilaya]. Mataram dilain pihak merasa curiga bahwa Cirebon tak sungguh-sungguh mendekatkan diri, karena Panembahan Girilaya & Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten ialah sama-sama keturunan Pajajaran. Kondisi ini memuncak dengan meninggalnya Panembahan Girilaya di Kartasura & ditahannya Pangeran Martawijaya & Pangeran Kartawijaya di Mataram.Panembahan Girilaya ialah menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram. Makamnya di Jogjakarta, di bukit Girilaya, dekat dengan makamraja rajaMataram di Imogiri, Kabupaten Bantul. Menurut beberapa sumber di Imogiri maupun Girilaya, tinggi makam Panembahan Girilaya ialah sejajar dengan makam Sultan Agung di Imogiri.

Puncak Kejayaan

Kerajaan Cirebon berada padapuncakkejayaan ketika dipimpin oleh Syarif Hidayatullah karena1. Telah terpenuhinya prasarana dan sarana pisik essensial pemerintahan dan ekonomi dalam ukuran suatu Kerajaan Pesisir. 2. Telah dikuasainya daerah-daerah belakang (hinterland) yang dapat diharapkan mensuplay bahan pangan termasuk daerah penghasil garam, daerah yang cukup vital bagi income nagari pesisir dengan luas yang memadai. 3. Telah adanya sejumlah pasukan lasykar dengan semangat yang tinggi, yang dipimpin oleh para panglima (dipati-dipati) yang cukup berwibawa dan bisa dipercaya loyalitasnya. 4. Adanya sejumlah penasehat-penasehat baik dibidang pemerintahan maupun agama. 5. Terjalinnya hubungan antar negara yang sangat erat antar Cirebon dengan Demak. 6. Mendapat dukungan penuh dari para wali. 7. Tidak terdapat indikasi tentang ancaman Prabu Siliwangi untuk menghancurkan eksistensi cirebon. Dari uraian diatas dapat dijadikan acuan bahwa Cirebon pada masa Syarif Hidayatullah berada dalam kejayaannya. Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568 dan dimakamkan di Bukit Sembung yang juga dikenal dengan makam Gunung Jati

Perpecahan Kesultanan CirebonDengan kematian Panembahan Girilaya, maka terjadi kekosongan penguasa. Pangeran Wangsakerta yg bertanggung jawab atas pemerintahan di Cirebon selama ayahnya tak berada di tempat,khawatir atas nasib kedua kakaknya. Kemudian ia pergi ke Banten untuk meminta bantuan Sultan Ageng Tirtayasa [anak dari Pangeran Abu Maali yg tewas dlm Perang Pagarage], beliau mengiyakan permohonan tersebut karena melihat peluang untuk memperbaiki hubungan diplomatic Banten-Cirebon. Dengan bantuan Pemberontak Trunojoyo yg disupport oleh Sultan Ageng Tirtayasa,kedua Pangeran tersebut berhasil diselamatkan. Namun rupanya, Sultan Ageng Tirtayasa melihat ada keuntungan lain dari bantuannya pada kerabatnya di Cirebon itu, maka ia mengangkat kedua Pangeran yg ia selamatkan sebagai Sultan,Pangeran Mertawijaya sebagai Sultan Kasepuhan & Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Kanoman,sedangkan Pangeran Wangsakerta yg telah bekerja keras selama 10 tahun lebih hanya diberi jabatan kecil, taktik pecah belah ini dilakukan untuk mencegah agar Cirebon tak beraliansi lagi dengan Mataram.Perpecahan I Kesultanan Cirebon [1677]Pembagian pertama terhadap Kesultanan Cirebon, dengan demikian terjadi pada masa penobatan tiga orang putra Panembahan Girilaya, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, & Panembahan Cirebon pada tahun 1677. Ini merupaken babak baru bagi keraton Cirebon, dimana kesultanan terpecah menjadi tiga & masing-masing berkuasa & menurunkan para sultan berikutnya.Dengan demikian, para penguasa Kesultanan Cirebon berikutnya adalah:1. Sultan Keraton Kasepuhan, Pangeran Martawijaya, dengan gelar Sultan Sepuh Abil MakarimiMuhammadSamsudin [1677-1703]2. Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin [1677-1723]3. Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati [1677-1713].Perubahan gelar dari Panembahan menjadi Sultan bagi dua putra tertua Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya dilantik menjadi Sultan Cirebon di ibukota Banten. Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, & keraton masing-masing. Pangeran Wangsakerta tak diangkat menjadi sultan melainkan hanya Panembahan. Ia tak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri, akan tetapi berdiri sebagai kaprabonan [paguron], yaitu tempat belajar para intelektual keraton. Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi kekuasaan sejak tahun 1677 berlangsung sesuai dengan tradisi keraton, di mana seorang sultan akan menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari permaisurinya. Jika tak ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa, maka orang lain yg bisa memangku jabatan itu sebagai pejabat sementara.Perpecahan II Kesultanan Cirebon [1807]Suksesi para sultan selanjutnya pada umumnya berjalan lancar, sampai pada masa pemerintahan Sultan Anom IV [1798-1803], dimana terjadi perpecahan karena salah seorang putranya, yaitu Pangeran Raja Kanoman, ingin memisahkan diri membangun kesultanan sendiri dengan nama Kesultanan Kacirebonan. Kehendak Pangeran Raja Kanoman didukung oleh pemerintah Kolonial Belanda dengan keluarnya besluit [Bahasa Belanda: surat keputusan] Gubernur-Jendral Hindia Belanda yg mengangkat Pangeran Raja Kanoman menjadi Sultan Carbon Kacirebonan tahun 1807 dengan pembatasan bahwa putra & para penggantinya tak berhak atas gelar sultan, cukup dengan gelar pangeran.Sejak itu di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu Kesultanan Kacirebonan, pecahan dari Kesultanan Kanoman. Sementara tahta Sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV yg lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin [1803-1811].Masa Kolonial Belanda di CirebonSesudah kejadian tersebut, pemerintah Kolonial Belanda pun semakin dlm ikut campur dlm mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah peranan dari keraton-keraton Kesultanan Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 & 1926, dimana kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan disahkannya Gemeente Cheirebon [Kota Cirebon], yg mencakup luas 1. 100 Hektar, dengan penduduk sekitar 20. 000 jiwa [Stlb. 1906 No. 122 & Stlb. 1926 No. 370]. Tahun 1942, Kota Cirebon kembali diperluas menjadi 2. 450 hektar. Pada masa kemerdekaan, wilayah Kesultanan Cirebon menjadi bagian yg tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara umum, wilayah Kesultanan Cirebon tercakup dlm Kota Cirebon & Kabupaten Cirebon, yg secara administratif masing-masing dipimpin oleh pejabat pemerintah Indonesia yaitu walikota & bupati.

Masa kemerdekaan IndonesiaSetelah masa kemerdekaan Indonesia, Kesultanan Cirebon tak lagi merupaken pusat dari pemerintahan & pengembangan agama Islam. Meskipun demikian keraton-keraton yg ada tetap menjalankan perannya sebagai pusat kebudayaan masyarakat khususnya di wilayah Cirebon & sekitarnya.Kesultanan Cirebon turut serta dlm berbagai upacara & perayaan adat masyarakat & telah beberapa kali ambil bagian dlm Festival Keraton Nusantara [FKN]. Umumnya, Keraton Kasepuhan sebagai istana Sultan Sepuh dianggap yg paling penting karena merupaken keraton tertua yg berdiri tahun 1529, sedangkan Keraton Kanoman sebagai istana Sultan Anom berdiri tahun 1622, & yg terkemudian ialah Keraton Kacirebonan & Keraton Kaprabonan. Pada awal bulan Maret 2003, telah terjadi konflik internal di keraton Kanoman, antara Pangeran Raja Muhammad Emirudin & Pangeran Elang Muhammad Saladin, untuk pengangkatan tahta Sultan Kanoman XII. Pelantikan kedua sultan ini diperkirakan menimbulkan perpecahan di kalangan kerabat keraton tersebut.

Event Pariwisata Upacara AdatSyawalan Gunung JatiSetiap awal bula syawal masyarakat wilayah Cirebon umumnya melakukan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati. Di samping itu juga untuk melakukan tahlilanGanti WelitUpacara yag dilaksanakan setiap tahun di Makam Kramat Trusmi untuk mengganti atap makam keluarga Ki Buyut Trusmi yang menggunakan Welit (anyaman daun kelapa). Upacara dilakukan oleh masyarakat Trusmi. Biasanya dilaksanakan pada tanggal 25 bulan Mulud.RajabanUpacara dan ziarah ke makam Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan di Plangon. Umumnya dihadiri oleh para kerabat dari keturunan dari kedua Pangeran tersebut. Dilaksanakan setiap 27 Rajab. Terletak di obyek wisata Plangon Kelurahan Babakan Kecamatan Sumber kurang lebih 1 Km dari pusat kota Sumber.Ganti SirapUpacara yang dilaksanakan setiap 4 tahun sekali di makam kramat Ki Buyut Trusmi untuk mengganti atap makam yang menggunakan Sirap. Biasanya dimeriahkan dengan pertunjukan wayang Kulit dan Terbang.MuludanUpacara adat yang dilaksanakan setiap bulan Mulud (Maulud) di Makam Sunan Gunung Jati. Yaitu kegiatan membersihkan / mencuci Pusaka Keraton yang dikenal dengan istilah Panjang Jimat. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 8 s/d 12 Mulud. Sedangkan pusat kegiatan dilaksanakan di Keraton.Salawean TrusmiSalah satu kegiatan ziarah yang dilaksanakan di Makam Ki Buyut Trusmi. Di samping itu juga dilaksanakan tahlilan. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tanggal 25 bulan Mulud.N a d r a nNadran atau pesta laut seperti umumnya dilaksanakan oleh nelayan dengan tujuan untuk keselamatan dan upacara terima kasih kepada Sang Pencipta yang telah memberikan rezeki. Dilaksanakan dihampir sepanjang pantai (tempat berlabuh nelayan) dengan waktu kegiatan bervariasi.Cuci Jimat TradisionalDi Keraton Kesepuhan, acara paling menonjol dalam menyambut 1 Suro hanya pencucian benda-benda pusaka yang tersimpan di museum keraton. Itu pun tidak dilakukan persis pada malam peralihan tahun. Tapi secara bertahap, antara 1 hingga 10 Suro,