chitosan amal

Upload: fadhil-khalid

Post on 02-Jun-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    1/15

    LAPORAN TETAP

    PRAKTIKUM TEKNIK BIOPROSES

    IDENTITAS PRAKTIKAN

    Nama : Amalia Rizky Putriani

    NIM : 03111403050

    Kelompok : Tujuh (7)

    I. NAMA PERCOBAAN : CHITOSAN

    II. TUJUAN PERCOBAAN :

    1.

    Mengetahui cara pembuatan chitosandari kulit udang sebagai bahan pengawet

    2. Memanfaatkan limbah kulit udang sebagai pengawet makanan

    3. Mengetahui nilai ekonomis dari limbah kulit udang sebagai pengawet.

    III. DASAR TEORI

    3.1 Kulit Udang

    Knorr et al (1988) menyatakan bahwa cangkang kulit udang yang keras

    mengandung 34,9 % protein, 27,6 % mineral kalsium karbonat (CaCO3), 18,1 %

    chitin dan 19,4 % komponen lain seperti zat terlarut, lemak dan protein. Kulit

    udang juga mengandung karoten astaksantin 0,02 % (Harini, 2003).

    Kulit udang terdiri atas empat lapisan, yaitu : epikutikula, eksokutikula,

    endokutikula dan epidermis. Tebal tipisnya kutikula bervariasi, bergantung pada

    lokasinya, di daerah kepala tebalnya 75 mikron dan daerah lunak di bagian

    pangkal kaki hanya 5 mikron. Kutikula terdiri dari 38,7% zat anorganik yang

    mengandung 98,5% kalsium. Pada waktu moulting chitin dan protein dari kulit

    yang lama lebih dulu diserap dan bahan anorganiknya tidak diserap. Sebelum

    moulting epikutikula dan eksokutikula terbentuk dan terpisah dengan kutikula

    yang lama, kemudian segera setelah terjadi moulting kalsium perlahan-lahan

    tertimbun ke dalam eksokutikula dan dalam waktu 5 jam penimbunan tersebut

    menjadi sempurna. Pertukaran kalsium antara cairan tubuh dengan air laut

    berjalan melalui insang, kira-kira 90% Ca diserap dan 79% dikeluarkan

    (Darmono, 1993).

    3.2 Chitosan

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    2/15

    Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan

    menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya.

    Atau dapat juga sebagai bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan

    pangan dari pembusukan. Departemen THP FPIK-IPB secara intensif telah

    melakukan riset bahan aktif untuk aplikasi produk-produk perairan guna

    menggantikan bahan-bahan kimia seperti formalin, klorin dan sianida. Salah satu

    produk tersebut adalah chitosan.

    Chitosan adalah modifikasi dari senyawa chitin yang banyak terdapat

    dalam kulit luar hewan golongan Crustaceaeseperti udang dan kepiting. Khasiat

    chitosan sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk mengimobilisasi

    bakteri tampaknya menjadikan kitosan dapat digunakan sebagai pengawet

    makanan. Daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi

    pelarutan chitosan.

    Dalam cangkang udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang

    berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3),

    protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh

    chitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein

    (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk

    mendapatkan chitosandilanjutkan dengan proses deasetilasi.

    Reaksi pembentukan chitosandari chitinmerupakan reaksi hidrolisa suatu

    amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai

    basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam

    gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga

    dihasilkan suatu amida yaitu chitosan.

    Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba,

    karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    3/15

    menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap

    bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Kemampuan dalam

    menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation

    bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.

    Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan

    yaitu molekul chitosanmemiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa

    pada permukaan cell bakteri kemudian teradsorbi membentuk semacam layer

    (lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami

    kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel. Selain

    telah memenuhi standard secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga

    aman karena dalam prosesnya chitosancukup dilarutkan dengan asam asetat encer

    (1%) hingga membentuk larutan chitosanhomogen yang relatif lebih aman.

    Kerusakan bahan pangan dapat diidentifikasi dengan beberapa cara, yang

    pertama adalah dengan Uji organoleptik yaitu dengan melihat tanda-tanda

    kerusakan seperti perubahan tekstur atau kekenyalan, kekentalan, warna bau,

    pembentukkan lendir, dan lain-lain. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan

    fisik yang terjadi karena kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia,

    misalnya perubahan pH, kekentalan, tekstur, dan lainlain.

    Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil

    pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia. Uji

    mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan, MPN, dan

    mikroskopis. Dari berbagai uji kerusakan pangan tersebut, beberapa uji yang

    dianggap cukup sederhana untuk diterapkan di daerah-daerah dengan fasilitas

    peralatan yang sederhana, yaitu: Uji mikrobiologis, dengan menghitung jumlah

    mikroba (Siagian, 2002).

    Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-

    senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan

    hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging yang rusak

    memperlihatkan perubahan organoleptik, yaitu bau, warna, kekenyalan,

    penampakan, dan rasa. Perubahan bau menyimpang (offodor) pada daging

    biasanya terjadi jika total bakteri pada permukaan daging mencapai 107,0-7,5

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    4/15

    koloni/cm2, di ikuti dengan pembentukan lendir pada permukaan jika jumlah

    bakteri mencapai 107,5-8,0 koloni/cm2.

    3.3 Sifat Sifat Chitosan

    Sifat alami dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan

    biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain:

    (I) merupakan polimer poliamin berbentuk linear,

    (II) mempunyai gugus amino aktif,

    (III) mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam.

    Sifat biologi kitosan antara lain:

    (I) bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak

    mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah

    diuraikan oleh mikroba (biodegradable),

    (II) dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif,

    (III) mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan

    tulang.

    (IV)

    bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol,

    (V)

    bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.

    Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas

    yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang

    sangat bermanfaat dalam aplikasinya.

    3.4 Pemanfaatan Chitosan

    Chitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri

    farmasi, kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik,

    agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas dan industri

    elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain

    untuk: pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai bersifat resin penukar ion

    untuk minimalisasi logamlogam berat, mengoagulasi minyak/lemak, serta

    mengurangi kekeruhan: penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produk industri

    pangan.

    Sebagai contoh, untuk penjernihan air diperlukan mutu chitindan chitosan

    yang tinggi sedangkan untuk penggunaan di bidang kesehatan diperlukan

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    5/15

    kemurnian yang tinggi. Besarnya nilai parameter standar yang dikehendaki untuk

    chitosandalam dunia perdagangan dapat dilihat pada tabel 1.

    Tabel 1. Kualitas standar chitosan

    Sifatsifat Chitosan Nilai yang dikehendaki

    Ukuran partikel

    Kadar Air (% W/W)

    Kadar Abu (% W/W)

    Derajat deasetilasi

    Viskositas

    rendah

    sedang

    tinggi

    paling tinggi (eps)

    butiranbubuk

    < 10,0

    >2,0

    > 70,0

    < 200

    200799

    8002.000

    >2000

    sumber : Protan Laboratories Inc

    Chokyon Rha clan Mc NeaLY h. w. (1959) melaporkan bahwa chitosan

    dapat berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan untuk pembentukan alat-alat gelas,

    plaslik, karet dan selulosa sehingga sering disebut specialily adhesif

    formulations. Selain itu chitosan dapat digunakan sebagai perekat (misalnya

    chitosanyang berkosentrasi rendah dan sedang yang berkosentrasi (3-4 ) % dalam

    asam asetat 2 % pada bahan untuk pembuatan rayon cotton.

    Sifat chitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat

    absorpsi lemak Sifat ini sangat potensial untuk dijadikan obat penurun lemak,

    penurun kolesterol, pelangsing tubuh atau pencegahan penyakit lainnya. Chitosan

    juga bersifat tidak dicernakan dan tidak diabsorpsi tubuh, sehingga lemak dan

    kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non-absorpsi yang tak berkalori, Tidak

    seperti serat alam lain, chitosanmempunyai sifat unik karena memberikan daya

    pengikatan lemak yang sangat tinggi. Pada kondisi normal chitosan mampu

    menyerap 4-5 kali lemak dibandingkan serat lain. Kapasitas yang tinggi ini juga

    diakibatkan gugus chitosan yang relatif bersifat basa dengan adanya gugus amino.

    Sebagai contoh jumlah lemak yang dieksresi oleh chitosan sekitar 51 persen

    sedangkan oleh pektin dan selulosa hanya mencapai 5-7 persen.

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    6/15

    Di bidang induslri, chitosandapat meningkatkan kekuatan mekanik Facia

    kertas, memperbaiki ikatan antara warna dengan makanan, menghilangkan

    kelebihan penggunaan perekat dan dapat mencegah kelarutan hasil dari kertas,

    pulp dan tekstil. Sedangkan penerapan lain di bidang biokimia, chitindan chitosan

    digunakan sebagai zat mempercepat dalam penyembuhan luka. Sifat lain adalah

    chitosan dapat berfungsi sebagai zat koagulan, adanya sifat ini menyebabkan ia

    banyak dimanfaatkan bentuk recovery senyawa-senyawa organik dari limbah

    bekas media tumbuhseafood.

    Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin yaitu produk

    samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan

    rajungan. Limbah kepala udang mencapai 35-50% dari total berat udang. Kadar

    chitin dalam berat udang berkisar antara 60-70% dan bila diproses menjadi

    chitosan menghasilkan yield 15-20%. Chitosanmerupakan produk alamiah yang

    merupakan turunan dari polisakarida chitin. Chitosan mempunyai nama kimia

    Poly D-glucosamine (beta (1-4) 2-amino-2-deoxy-D-glucose), bentuk chitosan

    padatan amorf bewarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin

    murni. Chitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai chitin.

    Kelarutan chitosandalam larutan asam serta viskositas larutannya tergantung dari

    derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Chitosan kering tidak

    mempunyai titik lebur. Bila chitosan disimpan dalam jangka waktu yang relatif

    lama pada suhu sekitar 100oF maka sifat kelarutannya dan viskositasnya akan

    berubah. Bila chitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka (terjadi kontak

    dengan udara) maka akan terjadi dekomposisi, warnanya menjadi kekuningan dan

    viskositas larutan menjadi berkurang. Hal ini dapat digambarkan seperti kapas

    atau kertas yang tidak stabil terhadap udara, panas dan sebagainya. Chitosandapat

    dimanfaatkan di berbagai bidang biokimia, obat-obatan atau farmakologi, pangan

    dan gizi, pertanian, mikrobiologi, penanganan air limbah, industri-industri kertas,

    tekstil membran atau film, kosmetik dan lain sebagainya.

    Sebagai material pendukung Crustaceae, kitin terdapat sebagai

    mukopolisakarida yang berdisosiasi dengan CaCO3dan berikatan secara kovalen

    dengan protein. Pemisahan CaCO3 dari protein lebih mudah dilakukan karena

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    7/15

    garam anorganik ini terikat secara fisik. Menurut Knorr (1984), HCl dengan

    konsentrasi lebih dari 10 % dapat secara efektif melarutkan mineral Ca dan

    menghasilkan CaCl2.

    Chitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai

    panjang glukosamin, memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot

    molekul 2,510-5 Dalton. Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak

    berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70

    persen dan bila diproses menjadi chitosanmenghasilkan yield 15-20 persen.

    Chitosan, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya terletak

    pada gugus rantai C-2. Proses utama dalam pembuatan chitosan, katanya, meliputi

    penghilangan protein dan kendungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut

    deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan

    menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui

    proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa. Karakteristik

    fisiko-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam

    larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut

    chitosan yang baik adalah asam asetat.

    Adanya gugus fungsi hidroksil primer dan sekunder mengakibatkan

    chitosanmempunyai kereaktifan kimia yang tinggi. Gugus fungsi yang terdapat

    pada chitosanmemungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam

    termasuk reaksi-reaksi dengan zat perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat

    memungkinkannya chitosandigunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu

    plastik yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan.

    Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubsitusikan oleh hidrogen

    menjadi gugus amino dengan penambahan basa konsentrasi tinggi, maka hasilnya

    dinamakan chitosan atau kitin terdeasetilasi. Chitosan sendiri bukan merupakan

    senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan

    derajat deasetilasi beragam. Kitin adalah N-asetil glukosamin yang terdeasetilasi

    sedikit, sedangkan chitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin,

    tetapi tidak cukup untuk dinamakan poliglukosamin. Chitosan dapat diperoleh

    dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri dapat diperoleh dari kulit

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    8/15

    udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu: tahap

    demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi, penghilangan protein;

    dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan chitosan diperoleh dengan

    deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi.

    Purwatiningsih (1992) melaporkan bahwa NaOH 50% dapat digunakan untuk

    deasetilasi kitin dari limbah kulit udang.

    Deproteinasi menggunakan natriun hidroksida lebih sering digunakan,

    karena lebih mudah dan efektif. Pada pemisahan protein menggunakan natrium

    hidroksida, protein diekstraksi sebagai natrium proteinat yang larut. Secara umum

    larutan NaOH 3-4% dengan suhu 63-65oC selama waktu ekstraksi 3-4 jam dapat

    mengurangi kadar protein dalam kulit udang secara efektif. Sekalipun demikian

    proses deproteinasi umum yang optimum tidak ada untuk setiap jenis Crustaceae.

    Mineral kalsium karbonat pada kulit udang lebih mudah dipisahkan

    dibandingkan protein, karena garam anorganik ini hanya terikat secara fisika.

    Menurut Knorr (1984) asam klorida dengan konsentrasi lebih dari 10% dapat

    secara efektif melarutkan kalsium sebagai kalsium klorida. Proses demineralisasi

    dengan menggunakan asam klorida sampai CO2 yang terbentuk hilang kemudian

    didiamkan 24 jam pada suhu kamar.

    Dalam beberapa metode, proses depigmentasi sesungguhnya telah

    berlangsung saat pencucian residu sesuai proses deproteinasi atau demineralisasi

    yang dilakukan. Menurut Purwatiningsih (1992) aseton dapat mereduksi

    astaksantin dari kitin limbah udang windu (Penaeus monodon).

    Pembuatan chitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-

    COCH3) pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas chitosan

    dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang

    dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses

    deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu

    yang tinggi (100-150oC) untuk mendapatkan chitosandari kitin.

    Dalam uji-riset yang dilakukan, chitosan pada berbagai konsentrasi

    dilarutkan dalam asam asetat, kemudian ikan asin yang akan diawetkan

    dicelupkan beberapa saat dan ditiriskan. Beberapa indikator parameter daya awet

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    9/15

    hasil pengujian antara lain pertama, pada efektifan dalam mengurangi jumlah lalat

    yang hinggap, dimana pada konsentrasi chitosan 1,5 persen, dapat mengurangi

    jumlah lalat secara signifikan. Kedua, pada keunggulan dalam uji muu hedonik

    penampakan dan rasa, dimana hasil riset menunjukkan penampakan ikan asin

    dengan coating chitosan lebih baik bila dibandingkan dengan ikan asin kontrol

    (tanpa formalin dan chitosan) dan ikan asin dengan formalin.

    Sedangkan indikator terakhir, yakni pada kadar air, di mana perlakuan

    dengan pelapisan chitosan sampai delapan minggu menunjukkan kemampuan

    chitosan dalam mengikat air, karena sifat hidrofobik, sehingga dengan sifat iniakan menjadi daya tarik para pengolah ikan asin dalam aspek ekonomis. Ia juga

    menjelaskan bahwa para pengolah ikan asin tertarik dengan perlakuan formalin

    karena dengan penambahan bahan ini, maka susut berat dalam pengeringan hanya

    kecil yakni sekitar 20 persen, sedangkan dengan penggaraman biasa susut berat

    setelah pengeringan cukup besar, yaitu 40-50 persen, sehingga hal itulah yang

    tidak menjadi daya tarik oleh para pengolah ikan.

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    10/15

    IV. ALAT DAN BAHAN

    1. Bahan-bahan yang digunakan :

    Kulit udang

    HCl

    NaOH

    Aquadest

    2. Alat-alat yang digunakan:

    Water Bath

    Neraca analitis Corong dan kertas saring

    Beker gelas

    pHmeter

    pipet tetes

    oven

    spatula

    V.

    PROSEDUR PERCOBAANa. Pisahkan udang dan kulitnya kemudian cuci bersih dan keringkan

    b.

    Gerus sampai halus kulit udang yang telah dikeringkan tadi hingga menjadi

    bubuk atau powder

    c. Timbang bubuk kulit udang sebanyak 5 gr, dicampur dengan 300 ml aquadest.

    d. Kemudian masukkan HCL sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan kulit udang

    tadi dipanaskan selama 2 menit, kemudian diamkan sebentar.

    e. Larutan tadi disaring dengan menggunakan kertas saring, slurrykulit udang

    dimasukkan dalam gelas bekerkemudian dicuci dan disaring kembali.

    f. Hasil saringan ini dicampur kembali dengan 300 aquadest, direbus selama 2

    menit, kemudian disaring kembali.

    g.

    Hasil saringan kemudian ditetesi NaOh sebanyak 3 tetes, kemudian diukur pH

    dengan menggunakan pH meter.

    h. Langkah terakhir larutan disaring kembali dan dikeringkan.

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    11/15

    VI. HASIL PENGAMATAN

    Berat awal chitosan : 5 gram

    Berat akhir chitosan : 3,5 gram

    No Proses pH

    1 Demineralisasi (HCl) -

    2 Deproteinasi (NaOH) 9

    3 Deasetilasi -

    Pada percobaan pembuatan chitosan ini, digunakan bahan baku berupa

    kulit udang galah yang sudah dikeringkan dan dihaluskan hingga berbentuk

    serbuk dan warnanya agak merah muda. Jumlah kulit udang halus yang digunakan

    sebanyak 5 gram lalu ditambah aquadest hingga jumlah totalnya 300 ml.

    Campuran ini ditetesi dengan NaOH sebanyak tiga tetes baru dipanaskan, setelah

    panas didinginkan sebentar kemudian di ukur pH nya lalu disaring. Begitu pula

    untuk proses selanjutnya dengan HCl. Produk dari penyaringan terakhir

    dikeringkan dalam oven dan ditimbang, maka berat yang diperoleh adalah 3,5

    gram.

    VII. PEMBAHASAN

    Percobaan ini menggunakan bahan baku utama kulit udang galah. Dipilih

    bagian kulit karena pada kulit udang ini terkandung chitin lebih banyak

    dibandingkan bagian tubuh lainnya. Sedangkan chitosan sendiri adalah salah satu

    turunan chitin. Kulit ini dipisahkan dari udangnya, lalu dicuci bersih, dan

    dikeringkan. Lalu kulit udang ini dihancurkan hingga menjadi halus atau bubuk

    powder. Tujuannya agar chitin yang terkandung dalam kulit udang dapat cepat

    bereaksi dengan zat kimia (HCl dan NaOH) dan lepas dari kandungan chitin

    tersebut.

    Proses pembuatan chitosan dari kulit udang dilakukan dalam beberapa

    tahap. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan protein dan mineral yang

    tinggi dari kulit udang serta menghilangkan kandungan gugus asetil yang terdapat

    pada kulit udang. Kulit udang sebanyak 5 gram ditambahkan aquadest hingga

    jumlah totalnya menjadi 300 ml. Meskipun dicampurkan, kedua bahan ini tidak

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    12/15

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    13/15

    larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya.

    Pelarut chitosan yang baik adalah asam asetat. Chitosan sedikit mudah larut dalam

    air dan mempunyai muatan positif yang kuat, yang dapat mengikat muatan negatif

    dari senyawa lain, serta mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak

    beracun. Namun, pada percobaan yang kami lakukan, praktikan menggunakan

    larutan asam klorida (HCl) karena diharapkan dengan asam yang pekat,

    mempercepat proses penurunan pH dan penghematan pelarut, di samping waktu

    praktikum yang relatif pendek. Asam asetat merupakan asam lemah dan untuk

    mencapai pH 4-5 membutuhkan waktu yang cukup lama dan volume penggunaan

    juga tinggi pula.

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    14/15

    VIII. KESIMPULAN

    1. Untuk membuat chitosan, sebaiknya dipilih bahan baku yang banyak

    mengandung chitin seperti kulit udang galah.

    2.

    Selama proses pencampuran kulit udang dengan aquadest, perlu diperhatikan

    konsentrasi asam mineral yang digunakan serta temperature pemanasan. Hal

    ini penting agar kulit udang tidak larut dalam aquadest.

    3. Chitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi

    dan merupakan melekul polimer berantai lurus dengan nama lain -(1-4)-2-

    asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin).

    4.

    Pembuatan chitosan membantu pengendalian terhadap limbah kulit udang dan

    rajungan yang tidak termanfaatkan, selain mendapatkan hasilnya yang dapat

    digunakan sebagai bahan pengawet dan berfungsi sebagai benang operasi.

    5.

    Ada 3 tahap yang harus dilakukan untuk mendapatkan chitin dari kulit udang,

    yaitu: tahap Deproteinasi, tahap Demineralisasi, dan tahap Deasetilisasi

    6. Sedangkan untuk memperoleh chitosan, chitin harus direaksikan dengan

    larutan basa pada temperatur tertentu.

    7.

    Chitosan dimanfaatkan sebagai bahan pengawet dan merupakan salah satu

    alternatif pengganti formalin.

    SARAN

    1. Sebaiknya menggunakan kertas saring yang lebih memenuhi standar, karena

    kertas saring yang digunakan terlalu tebal sehingga memperlambat waktu

    penyaringan.

    2. Pada saat pencucian bubuk udang yang telah dipanaskan, harus lebih bersih

    pada saat pencucian, dikarenakan pH-nya dapat terlalu asam apabila tidak

    dicuci terlalu bersih.

    3. Alatalat yang akan digunakan sebelum memulai praktikum harus dalam

    kondisi bersih supaya mendapatkan hasil yang maksimal.

  • 8/10/2019 Chitosan Amal

    15/15

    DAFTAR PUSTAKA

    Dahlan, Hatta.2007.Penuntun praktikumTeknik Bioproses.

    Inderalaya:Universitas Sriwijaya.

    Prawirahartono, S. 1991.Pelajaran SMA Biologi. Jakarta : Erlanga.

    Volk dan Wheeler.1993. Mikrobiologi Dasar I.Jakarta : Erlangga.

    Kumar,M. N.2000.A Review of Chitin and Chitosan Aplication.React. Func.Polym.45 (1)

    127.