cerpen oleh ikun sri kuncoro rabu, 29 oktober 2014 arif...

42
Rabu, 29 Oktober 2014 Pukul 19.30 WIB-selesai Di Hall Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri/PKKH UGM, Bulaksumur Pembahas: Gunawan Maryanto (Sastrawan) Arif Kurniar Rakhman (Mahasiswa S2 Ilmu Sastra FIB UGM) MC dan Moderator: Khairiyah Eka Januaristi Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro

Upload: buiminh

Post on 09-Jun-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

Rabu, 29 Oktober 2014Pukul 19.30 WIB-selesaiDi Hall Pusat Kebudayaan KoesnadiHardjasoemantri/PKKH UGM, Bulaksumur

Pembahas:Gunawan Maryanto (Sastrawan)Arif Kurniar Rakhman (Mahasiswa S2 Ilmu SastraFIB UGM)

MC dan Moderator: Khairiyah Eka Januaristi

Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro

Page 2: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

DISKUSI SASTRAPKKH UGM

Diselenggarakan oleh

Olenka dan SukabCerpen oleh Ikun Sri Kuncoro

i

Rabu, 29 Oktober 2014Pukul 19.30 WIB-selesai

Di Hall Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri/PKKH UGM, Bulaksumur

Pembahas:Gunawan Maryanto (Sastrawan)

Arif Kurniar Rakhman (Mahasiswa S2 IlmuSastra FIB UGM)

MC dan Moderator: Khairiyah Eka Januaristi

Page 3: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

DISKUSI SASTRAPKKH UGM

Diselenggarakan oleh

Olenka dan SukabCerpen oleh Ikun Sri Kuncoro

i

Rabu, 29 Oktober 2014Pukul 19.30 WIB-selesai

Di Hall Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri/PKKH UGM, Bulaksumur

Pembahas:Gunawan Maryanto (Sastrawan)

Arif Kurniar Rakhman (Mahasiswa S2 IlmuSastra FIB UGM)

MC dan Moderator: Khairiyah Eka Januaristi

Page 4: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

ii

Sekretariat:

PUSAT KEBUDAYAAN KOESNADI HARDJASOEMANTRI, UGM BULAKSUMUR

Email: [email protected]: 0274-557317 (pukul 8.00-16.00 WIB)

Facebook: Pkkh Ugm Koesnadi HardjasoemantriTwitter: @PKKH_UGM

DISKUSI SASTRA PKKH UGMAcara ini dimaksudkan sebagai pergesekan atau

persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan mempunyai

perspektif atau wawasan estetik yang berbeda. Selain itu juga ada pembahas luar yang berasal

dari mahasiswa sebagai semacam sarana praktikum (walaupun tanpa kurikulum)

DAFTAR ISI

iiiiii

Cerpen Olenka dan SukabOleh: Ikun Sri Kuncoro

Halaman 1 - 12

Ikun, Olenka dan SukabOleh: Gunawan Maryanto

Pengembaraan Teks Ikun SK ; Menggugat “Makna” yang Mengutuh

Halaman 21 - 31

Oleh: Faruk HTHalaman 32 - 35

Halaman 13 - 20

Oleh: Arif Kurniar Rakhman

"OLENKA IKUN" DAN MATA JULING PASCA-MODERNIS

iii

Page 5: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

ii

Sekretariat:

PUSAT KEBUDAYAAN KOESNADI HARDJASOEMANTRI, UGM BULAKSUMUR

Email: [email protected]: 0274-557317 (pukul 8.00-16.00 WIB)

Facebook: Pkkh Ugm Koesnadi HardjasoemantriTwitter: @PKKH_UGM

DISKUSI SASTRA PKKH UGMAcara ini dimaksudkan sebagai pergesekan atau

persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan mempunyai

perspektif atau wawasan estetik yang berbeda. Selain itu juga ada pembahas luar yang berasal

dari mahasiswa sebagai semacam sarana praktikum (walaupun tanpa kurikulum)

DAFTAR ISI

iiiiii

Cerpen Olenka dan SukabOleh: Ikun Sri Kuncoro

Halaman 1 - 12

Ikun, Olenka dan SukabOleh: Gunawan Maryanto

Pengembaraan Teks Ikun SK ; Menggugat “Makna” yang Mengutuh

Halaman 21 - 31

Oleh: Faruk HTHalaman 32 - 35

Halaman 13 - 20

Oleh: Arif Kurniar Rakhman

"OLENKA IKUN" DAN MATA JULING PASCA-MODERNIS

iii

Page 6: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

Olenka dan SukabOleh: Ikun Sri Kuncoro

1 2

Namanya, Sukab. Lahir di Boston, … … … Tadinya, kukira seorang pembual. Nyatanya, bajingan.

Ia telah mencuri Olenka. Mendandaninya; menjadi penari telanjang. Mungkin ia pula yang membunuhnya setelah suatu malam ia jatuh cinta. (Email yang pernah ia kirimkan, menulis: “Suatu malam aku jatuh cinta ” dan bla … bla … bla …; Suratnya yang lain mengabarkan: “Matinya seorang penari telanjang .” Dan bla… bla… bla…)

Semalam aku mendengar pengakuan Jane ; (Ketika ia menyebutkan namanya, aku jadi teringat Marno , orang udik dari Ngawi Jawa Timur, yang berselingkuh dengan bule perempuan bernama Jane, dan keder untuk ngenthot: menyeterika perempuan itu dan menggelarnya di pinggir ketinggian jendela apartemen sambil memandangi lampu-lampu kota Manhattan yang seperti seribu kunang-kunang); “Dia bisa memegang tilpun. Omong ini dan itu sambil menggerincingkan kassa. Bukan hanya itu. Matanya juga main. Lalu dia meloncat mengambilkan bir. Kembali lagi dia omong di tilpun, sambil menari sementara pantatnya tetap di kursi. Dia masih juga sempat melucu .”

Tentu saja ketika Jane menceritakan itu aku belum percaya sepenuhnya. Malah ketika ia mengucapkan bagian: “Omong ini dan itu sambil menggerincingkan kassa”; yang terbayang olehku bukanlah Olenka tapi Peggy. Apa boleh buat, di mataku, kelincahan itu adalah milik Peggy : … … … Peggy menuangkan kopi, Peggy menyambar donat, Peggy menekan mesin hitung, cring-cring, Peggy di mana-mana … … … Tapi, apakah Peggy telah migrasi dari New York ke Kirkwood Avenue , Bloomington ? Dari Fluffy-Donut Coffee House ke kelab malam: Nick English Hut? Apakah Peggy telah bercerai dari Bung Kakatua lalu berpindah pada pelukan Fanton Drummond ? Dan mengganti namanya menjadi: Olenka?

Drummond Fanton masih menatap lekat wajah Jane. Sejam lalu kami berjabat tangan dan ia menyebutkan namanya, aku menyebutkan namaku. Dan di meja bar itu, di dekat Jane bekerja sebagai kasir, kami tak bercakap. Ia asyik dengan lamunannya, aku asyik dengan minuman dan asap rokokku. Sesekali, kami, saling melempar senyum basa-basi ketika sama-sama terpergok saling memperhatikan. Aku memang telah lebih dulu datang, melihat dan memperhatikan Jane menerima berkali-kali telpon yang menanyakan Olenka. Aku belum berani bertanya, mengapa begitu banyak orang ingin tahu Olenka? Aku masih

1 2

3

4

5

6

7

8

9

10

11 12

13 14

15 16

Page 7: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

Olenka dan SukabOleh: Ikun Sri Kuncoro

1 2

Namanya, Sukab. Lahir di Boston, … … … Tadinya, kukira seorang pembual. Nyatanya, bajingan.

Ia telah mencuri Olenka. Mendandaninya; menjadi penari telanjang. Mungkin ia pula yang membunuhnya setelah suatu malam ia jatuh cinta. (Email yang pernah ia kirimkan, menulis: “Suatu malam aku jatuh cinta ” dan bla … bla … bla …; Suratnya yang lain mengabarkan: “Matinya seorang penari telanjang .” Dan bla… bla… bla…)

Semalam aku mendengar pengakuan Jane ; (Ketika ia menyebutkan namanya, aku jadi teringat Marno , orang udik dari Ngawi Jawa Timur, yang berselingkuh dengan bule perempuan bernama Jane, dan keder untuk ngenthot: menyeterika perempuan itu dan menggelarnya di pinggir ketinggian jendela apartemen sambil memandangi lampu-lampu kota Manhattan yang seperti seribu kunang-kunang); “Dia bisa memegang tilpun. Omong ini dan itu sambil menggerincingkan kassa. Bukan hanya itu. Matanya juga main. Lalu dia meloncat mengambilkan bir. Kembali lagi dia omong di tilpun, sambil menari sementara pantatnya tetap di kursi. Dia masih juga sempat melucu .”

Tentu saja ketika Jane menceritakan itu aku belum percaya sepenuhnya. Malah ketika ia mengucapkan bagian: “Omong ini dan itu sambil menggerincingkan kassa”; yang terbayang olehku bukanlah Olenka tapi Peggy. Apa boleh buat, di mataku, kelincahan itu adalah milik Peggy : … … … Peggy menuangkan kopi, Peggy menyambar donat, Peggy menekan mesin hitung, cring-cring, Peggy di mana-mana … … … Tapi, apakah Peggy telah migrasi dari New York ke Kirkwood Avenue , Bloomington ? Dari Fluffy-Donut Coffee House ke kelab malam: Nick English Hut? Apakah Peggy telah bercerai dari Bung Kakatua lalu berpindah pada pelukan Fanton Drummond ? Dan mengganti namanya menjadi: Olenka?

Drummond Fanton masih menatap lekat wajah Jane. Sejam lalu kami berjabat tangan dan ia menyebutkan namanya, aku menyebutkan namaku. Dan di meja bar itu, di dekat Jane bekerja sebagai kasir, kami tak bercakap. Ia asyik dengan lamunannya, aku asyik dengan minuman dan asap rokokku. Sesekali, kami, saling melempar senyum basa-basi ketika sama-sama terpergok saling memperhatikan. Aku memang telah lebih dulu datang, melihat dan memperhatikan Jane menerima berkali-kali telpon yang menanyakan Olenka. Aku belum berani bertanya, mengapa begitu banyak orang ingin tahu Olenka? Aku masih

1 2

3

4

5

6

7

8

9

10

11 12

13 14

15 16

Page 8: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

3 4

menebak-nebak, siapa Olenka? Dan, Drummond Fanton, tiba-tiba telah menanyakannya.

Jane kemudian menebak, Fanton Drummond adalah orang baru sehingga tak tahu siapakah Olenka? Tapi instingku mengatakan, Drummond Fanton justru bagian dari orang lama, persis seperti orang-orang yang menelpon dan menanyakan kabar Olenka. Fanton Drummond, malah lebih dari itu. Ia pasti orang yang romantis dan menyukai tragedi. Aku menebaknya dari caranya meremas jari-jari tangan dan matanya yang sayu dan pasi. Ia berlagak tak tahu, tapi ketenangannya menandakan betapa tak ada yang perlu dicemaskan. Pernyataan dan pertanyaannya mengalir tertata. Dan yang paling membuatku jengkel, begitu percakapannya dengan Jane terjadi dia mengeluarkan HP dan menekan berkali-kali tombol lalu meletakkannya di meja, di antara kami: aku, dia, dan Jane. Dan yang aku duga: ternyata; ketika aku menggeser toples berisi bungkusan camilan sambil memperhatikan HP itu, dan mencoba menggesernya, dia sangat geragapan. Aku tersenyum mengangguk padanya. Matanya sesaat blingsatan. Aku segera mengalihkan pandangan ke arah minumanku dan tidak memperhatikannya. Tapi aku tahu, HP itu telah merekam segala suara yang berkisaran di sekitarnya.

Ketika percakapannya dengan Jane tertunda, Fanton

Drummond mencoba mengajakku ngobrol. Ia mengaku seorang tekstolog yang bekerja secara independen. Punya kemampuan menulis, memotret, yang dijualnya pada rubrik-rubrik surat kabar. Dan yang mengagumkanku, ia juga seorang pemalsu lukisan. Dari pekerjaannya yang terakhir itulah ia bisa mendapatkan uang lebih untuk perjalanan-perjalanan yang disukainya. Ia pernah mengembara ke Kentucky, melawat ke Chicago, Aliquippa ; dan terdampar semalam di Indianapolis : semacam selingan perjalanan kalau aku mengingat selembar surat Sukab yang pernah diemailkan kepadaku tentang penjual sate Madura yang ditinggal minggat suaminya ke Kalimantan.

Dan di warung sate itu, lamunan Sukab justru berbalik kembali ke Jakarta, ke sebuah kelab malam tempat istrinya bekerja menjadi penyanyi. Sukab pernah sekali bersandiwara, di kelab malam itu bersama istrinya yang sebagai penyanyi. Istrinya harus mengaku belum berkeluarga atau bersuami, juga kepada bosnya. Ketika itu, Sukab bermaksud menjemput. Tamu lagi rame dan istrinya harus memberi jam ekstra untuk pekerjaannya. Sukab pun menunggu. Ia diberi meja dan disuguh minuman. Bos istrinya itu, entah siapa namanya, tiba-tiba mengakui kemampuan bernyanyi dan aksi panggung kakak Sukab. Cepat, Sukab pun harus berpura-pura menjadi

17

18

19

Page 9: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

3 4

menebak-nebak, siapa Olenka? Dan, Drummond Fanton, tiba-tiba telah menanyakannya.

Jane kemudian menebak, Fanton Drummond adalah orang baru sehingga tak tahu siapakah Olenka? Tapi instingku mengatakan, Drummond Fanton justru bagian dari orang lama, persis seperti orang-orang yang menelpon dan menanyakan kabar Olenka. Fanton Drummond, malah lebih dari itu. Ia pasti orang yang romantis dan menyukai tragedi. Aku menebaknya dari caranya meremas jari-jari tangan dan matanya yang sayu dan pasi. Ia berlagak tak tahu, tapi ketenangannya menandakan betapa tak ada yang perlu dicemaskan. Pernyataan dan pertanyaannya mengalir tertata. Dan yang paling membuatku jengkel, begitu percakapannya dengan Jane terjadi dia mengeluarkan HP dan menekan berkali-kali tombol lalu meletakkannya di meja, di antara kami: aku, dia, dan Jane. Dan yang aku duga: ternyata; ketika aku menggeser toples berisi bungkusan camilan sambil memperhatikan HP itu, dan mencoba menggesernya, dia sangat geragapan. Aku tersenyum mengangguk padanya. Matanya sesaat blingsatan. Aku segera mengalihkan pandangan ke arah minumanku dan tidak memperhatikannya. Tapi aku tahu, HP itu telah merekam segala suara yang berkisaran di sekitarnya.

Ketika percakapannya dengan Jane tertunda, Fanton

Drummond mencoba mengajakku ngobrol. Ia mengaku seorang tekstolog yang bekerja secara independen. Punya kemampuan menulis, memotret, yang dijualnya pada rubrik-rubrik surat kabar. Dan yang mengagumkanku, ia juga seorang pemalsu lukisan. Dari pekerjaannya yang terakhir itulah ia bisa mendapatkan uang lebih untuk perjalanan-perjalanan yang disukainya. Ia pernah mengembara ke Kentucky, melawat ke Chicago, Aliquippa ; dan terdampar semalam di Indianapolis : semacam selingan perjalanan kalau aku mengingat selembar surat Sukab yang pernah diemailkan kepadaku tentang penjual sate Madura yang ditinggal minggat suaminya ke Kalimantan.

Dan di warung sate itu, lamunan Sukab justru berbalik kembali ke Jakarta, ke sebuah kelab malam tempat istrinya bekerja menjadi penyanyi. Sukab pernah sekali bersandiwara, di kelab malam itu bersama istrinya yang sebagai penyanyi. Istrinya harus mengaku belum berkeluarga atau bersuami, juga kepada bosnya. Ketika itu, Sukab bermaksud menjemput. Tamu lagi rame dan istrinya harus memberi jam ekstra untuk pekerjaannya. Sukab pun menunggu. Ia diberi meja dan disuguh minuman. Bos istrinya itu, entah siapa namanya, tiba-tiba mengakui kemampuan bernyanyi dan aksi panggung kakak Sukab. Cepat, Sukab pun harus berpura-pura menjadi

17

18

19

Page 10: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

5 6

adik istrinya. Itulah selingan perjalanan Sukab, atau bolehlah disebut semalam di warung sate Madura. Hampir mirip, tentu saja, pola dasar bangunan selingan perjalanan Sukab dengan semalam di Indianapolis.

Antara mendengarkan omongan Drummond Fanton dan teringat Sukab, Jane sudah kembali berceloteh. Fanton Drummond menghentikan omongannya ke arahku, wajahnya bergairah memperhatikan cerita perempuan bertubuh panjang yang menyukai bekerja di kelab malam karena lebih suka tidur siang itu.

“Apakah dia suka melukis? ” Tanya Fanton Drummond tentang Olenka.

“Saya tidak pernah melihat dia melukis ” jawab Jane pendek. Wajahnya mendekat ke wajah Drummond, melangkahi meja, hingga tinggal sejengkal tangan. Fanton mengatupkan matanya. Entah apa yang dipikirkannya.

“Tapi kalau dia mau, tentu bisa” lanjut Jane. Kalimat panjangnya pun kemudian meluncur, “Tangannya dapat bergerak bagaikan tangan tukang sulap. Dia juga bisa menari mulai jam delapan sore sampai dengan jam empat pagi. Tanpa berhenti. Semangatnya tetap tinggi.

Tanpa loyo. Pernah dia menari sampai kancingnya copot, zippernya bedah, bajunya robek, pantat celananya juga robek. Tapi dia masih bisa meloncat sampai ubun-ubunnya mencapai langit-langit. Kemudian dia melengkungkan tubuhnya di lantai. Tahu-tahu dia sudah melesat ke pangkuan seseorang. Kepala orang ini botak, kontan saja dipergunakan Olenka untuk tetamburan jari-jarinya. Orang ini tertawa terbahak-bahak. Mungkin orang ini ingin melihat wajah Olenka. Tapi karena matanya juling, yang dilihat jurusan lain. Pantas saja ketika dia mau mencium Olenka, yang dicium hanya angin. Sementara itu Olenka sudah melesat. Semua orang bertepuk-tangan gemuruh. Kalau dia menari, saya tidak tahu apakah dia mengikuti musik, ataukah musik mengikuti dia. Kalau musiknya yang mengikuti dia, tentu gerak-geriknya dapat melahirkan pencipta-pencipta musik. Yah, saya tahu semuanya karena saya mengintip. Itu, lho dari belakang sana. Kan di sana ada lobang, tokh? Nah, saya mengintip dari sana. Oho, pendeknya sampean jatuh cinta pada Olenka kalau sampean mengenal dia. Sekarang dia sudah pergi, sementara kelab malam sudah terlanjur laris. Maka saya naik pangkat, menggantikan dia.”

20

21

22

Page 11: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

5 6

adik istrinya. Itulah selingan perjalanan Sukab, atau bolehlah disebut semalam di warung sate Madura. Hampir mirip, tentu saja, pola dasar bangunan selingan perjalanan Sukab dengan semalam di Indianapolis.

Antara mendengarkan omongan Drummond Fanton dan teringat Sukab, Jane sudah kembali berceloteh. Fanton Drummond menghentikan omongannya ke arahku, wajahnya bergairah memperhatikan cerita perempuan bertubuh panjang yang menyukai bekerja di kelab malam karena lebih suka tidur siang itu.

“Apakah dia suka melukis? ” Tanya Fanton Drummond tentang Olenka.

“Saya tidak pernah melihat dia melukis ” jawab Jane pendek. Wajahnya mendekat ke wajah Drummond, melangkahi meja, hingga tinggal sejengkal tangan. Fanton mengatupkan matanya. Entah apa yang dipikirkannya.

“Tapi kalau dia mau, tentu bisa” lanjut Jane. Kalimat panjangnya pun kemudian meluncur, “Tangannya dapat bergerak bagaikan tangan tukang sulap. Dia juga bisa menari mulai jam delapan sore sampai dengan jam empat pagi. Tanpa berhenti. Semangatnya tetap tinggi.

Tanpa loyo. Pernah dia menari sampai kancingnya copot, zippernya bedah, bajunya robek, pantat celananya juga robek. Tapi dia masih bisa meloncat sampai ubun-ubunnya mencapai langit-langit. Kemudian dia melengkungkan tubuhnya di lantai. Tahu-tahu dia sudah melesat ke pangkuan seseorang. Kepala orang ini botak, kontan saja dipergunakan Olenka untuk tetamburan jari-jarinya. Orang ini tertawa terbahak-bahak. Mungkin orang ini ingin melihat wajah Olenka. Tapi karena matanya juling, yang dilihat jurusan lain. Pantas saja ketika dia mau mencium Olenka, yang dicium hanya angin. Sementara itu Olenka sudah melesat. Semua orang bertepuk-tangan gemuruh. Kalau dia menari, saya tidak tahu apakah dia mengikuti musik, ataukah musik mengikuti dia. Kalau musiknya yang mengikuti dia, tentu gerak-geriknya dapat melahirkan pencipta-pencipta musik. Yah, saya tahu semuanya karena saya mengintip. Itu, lho dari belakang sana. Kan di sana ada lobang, tokh? Nah, saya mengintip dari sana. Oho, pendeknya sampean jatuh cinta pada Olenka kalau sampean mengenal dia. Sekarang dia sudah pergi, sementara kelab malam sudah terlanjur laris. Maka saya naik pangkat, menggantikan dia.”

20

21

22

Page 12: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

8

Aku mulai mengerti, dulu, sebelum menjadi kasir, Jane adalah pekerja dapur. Orang yang duduk di tempatnya adalah Olenka. Olenka membuat kelab malam ini: Nick English Hut, laris. Olenka kemudian pindah. Entah pindah ke mana. Jane, karena itu, menggantikan Olenka. Entah karena ia mengagumi Olenka, atau karena ia tahu cara kerja Olenka, ia ingin juga meniru Olenka menjalankan kerjanya.

Tiba-tiba, Jane, sambil menuang pesanan ke dalam gelas mengatakan, bahwa Olenka pernah rerasan akan pindah ke Chicago .

“Chicago?” sergap Fanton Drummond .

“Ya, Chicago. Oho, sampean akan ngluruk ke sana, ya?”

Jane menutup mulutnya yang terbahak dengan dua tangan, hingga suaranya tak jadi keluar. Matanya melotot. Drummond Fanton tak memperhatikan. Wajahnya tertekuk seperti mencari ujung sepatunya yang hilang di gelap kelab malam.

Sedang aku, dengan yakin harus mengutuk Sukab.

Sukab adalah bajingan. Lebih dari sekedar pembual yang suka mengirimkan email aneh-aneh tentang

orang-orang yang pada mulanya kupikir adalah orang-orang yang kebetulan ditemuinya. Aku yakin, ia, Sukab, telah pernah sampai di sini: di Nick English Hut, di Kirkwood Avenue, Bloomington; lalu menculik Olenka. Jika tanpa kekerasan, setidaknya, ia pasti telah mengibulinya. Sehingga Olenka tertarik, atau terpaksa tertarik dan bersedia ikut ke Jakarta.

Dan hampir pasti, di Jakarta, Olenka tak bisa menemukan pekerjaannya. Jika Jane benar, bahwa kalau mau, bisa saja Olenka melukis. Atau, mungkin Drummond Fanton pernah mengajarinya melukis dan memalsu lukisan sambil menidurinya, pasti tak ada karya lukisan yang bisa dipalsukannya dan laku di Jakarta. Siapakah pelukis Indonesia yang layak dipalsukan oleh orang bule? Raden Saleh, Basuki Abdullah, Sudjojono, Afandi, Agus Wage, FX Harsono? Sindrom postkolonialisme tentu tak bisa memberikan tempat kedua bagi orang bule. Tak mungkin penjajah memalsu lukisan seniman bekas terjajah. Atau, adakah orang Jakarta yang sudah bersedia atau mau membeli lukisan orang kulit putih? Bahkan, jika pun itu lukisan palsu?

Mau bekerja di kelab malam, pasti tak ada yang sanggup menjadikannya kasir. Sebagai kulit putih, lagi-lagi, dia harus diletakkan setara supervisor. Maka, pasti, Sukab telah mendandaninya. Sebagaimana ia

7

23

24

Page 13: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

8

Aku mulai mengerti, dulu, sebelum menjadi kasir, Jane adalah pekerja dapur. Orang yang duduk di tempatnya adalah Olenka. Olenka membuat kelab malam ini: Nick English Hut, laris. Olenka kemudian pindah. Entah pindah ke mana. Jane, karena itu, menggantikan Olenka. Entah karena ia mengagumi Olenka, atau karena ia tahu cara kerja Olenka, ia ingin juga meniru Olenka menjalankan kerjanya.

Tiba-tiba, Jane, sambil menuang pesanan ke dalam gelas mengatakan, bahwa Olenka pernah rerasan akan pindah ke Chicago .

“Chicago?” sergap Fanton Drummond .

“Ya, Chicago. Oho, sampean akan ngluruk ke sana, ya?”

Jane menutup mulutnya yang terbahak dengan dua tangan, hingga suaranya tak jadi keluar. Matanya melotot. Drummond Fanton tak memperhatikan. Wajahnya tertekuk seperti mencari ujung sepatunya yang hilang di gelap kelab malam.

Sedang aku, dengan yakin harus mengutuk Sukab.

Sukab adalah bajingan. Lebih dari sekedar pembual yang suka mengirimkan email aneh-aneh tentang

orang-orang yang pada mulanya kupikir adalah orang-orang yang kebetulan ditemuinya. Aku yakin, ia, Sukab, telah pernah sampai di sini: di Nick English Hut, di Kirkwood Avenue, Bloomington; lalu menculik Olenka. Jika tanpa kekerasan, setidaknya, ia pasti telah mengibulinya. Sehingga Olenka tertarik, atau terpaksa tertarik dan bersedia ikut ke Jakarta.

Dan hampir pasti, di Jakarta, Olenka tak bisa menemukan pekerjaannya. Jika Jane benar, bahwa kalau mau, bisa saja Olenka melukis. Atau, mungkin Drummond Fanton pernah mengajarinya melukis dan memalsu lukisan sambil menidurinya, pasti tak ada karya lukisan yang bisa dipalsukannya dan laku di Jakarta. Siapakah pelukis Indonesia yang layak dipalsukan oleh orang bule? Raden Saleh, Basuki Abdullah, Sudjojono, Afandi, Agus Wage, FX Harsono? Sindrom postkolonialisme tentu tak bisa memberikan tempat kedua bagi orang bule. Tak mungkin penjajah memalsu lukisan seniman bekas terjajah. Atau, adakah orang Jakarta yang sudah bersedia atau mau membeli lukisan orang kulit putih? Bahkan, jika pun itu lukisan palsu?

Mau bekerja di kelab malam, pasti tak ada yang sanggup menjadikannya kasir. Sebagai kulit putih, lagi-lagi, dia harus diletakkan setara supervisor. Maka, pasti, Sukab telah mendandaninya. Sebagaimana ia

7

23

24

Page 14: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

9

bersandiwara bersama istrinya yang penyanyi kelab, ia pun bersandiwara dengan Olenka. Mungkin Olenka diakuinya keturunan Sunda, Solo, dan campuran Korea-Amerika, sebagai buyut-cicit dari orang-orang kreol yang pernah tinggal di wilayah Jawa atau Indonesia. Mungkin juga, Olenka didandani dengan pewarna kulit yang membuatnya berubah coklat.

Pengakuan Jane, bagiku, sungguh menteror: “Tangannya dapat bergerak bagaikan tangan tukang sulap. Dia juga bisa menari mulai jam delapan sore sampai dengan jam empat pagi. Tanpa berhenti. Semangatnya tetap tinggi. Tanpa loyo. Pernah dia menari sampai kancingnya copot, zippernya bedah, bajunya robek, pantat celananya juga robek. Tapi dia masih bisa meloncat sampai ubun-ubunnya mencapai langit-langit. Kemudian dia melengkungkan tubuhnya di lantai. Tahu-tahu dia sudah melesat ke pangkuan seseorang. Kepala orang ini botak, kontan saja dipergunakan Olenka untuk tetamburan jari-jarinya. Orang ini tertawa terbahak-bahak. Mungkin orang ini ingin melihat wajah Olenka. Tapi karena matanya juling, yang dilihat jurusan lain. Pantas saja ketika dia mau mencium Olenka, yang dicium hanya angin. Sementara itu Olenka sudah melesat. Semua orang bertepuk-tangan gemuruh. Kalau dia menari, saya tidak tahu apakah dia mengikuti musik, ataukah musik mengikuti dia. Kalau musiknya yang mengikuti dia,

10

tentu gerak-geriknya dapat melahirkan pencipta-pencipta musik. Yah, saya tahu semuanya karena saya mengintip.”

Ah, Sukab memang bajingan.

Pasti ia tak hanya mencuri atau menculik lalu mendandani Olenka. Pasti ia menidurinya. Mungkin, malah, memperkosanya dan merayu atau malah memaksanya menjadi penari telanjang. Dan ketika ia makin jatuh cinta, ia membunuhnya agar tak ada orang yang bisa memiliki Olenka.

Yogyakarta, 2011.

Ikun Sri Kuncoro, bekerja sebagai pemulung di Komunitas Kandang Jaran, Yogyakarta.

Page 15: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

9

bersandiwara bersama istrinya yang penyanyi kelab, ia pun bersandiwara dengan Olenka. Mungkin Olenka diakuinya keturunan Sunda, Solo, dan campuran Korea-Amerika, sebagai buyut-cicit dari orang-orang kreol yang pernah tinggal di wilayah Jawa atau Indonesia. Mungkin juga, Olenka didandani dengan pewarna kulit yang membuatnya berubah coklat.

Pengakuan Jane, bagiku, sungguh menteror: “Tangannya dapat bergerak bagaikan tangan tukang sulap. Dia juga bisa menari mulai jam delapan sore sampai dengan jam empat pagi. Tanpa berhenti. Semangatnya tetap tinggi. Tanpa loyo. Pernah dia menari sampai kancingnya copot, zippernya bedah, bajunya robek, pantat celananya juga robek. Tapi dia masih bisa meloncat sampai ubun-ubunnya mencapai langit-langit. Kemudian dia melengkungkan tubuhnya di lantai. Tahu-tahu dia sudah melesat ke pangkuan seseorang. Kepala orang ini botak, kontan saja dipergunakan Olenka untuk tetamburan jari-jarinya. Orang ini tertawa terbahak-bahak. Mungkin orang ini ingin melihat wajah Olenka. Tapi karena matanya juling, yang dilihat jurusan lain. Pantas saja ketika dia mau mencium Olenka, yang dicium hanya angin. Sementara itu Olenka sudah melesat. Semua orang bertepuk-tangan gemuruh. Kalau dia menari, saya tidak tahu apakah dia mengikuti musik, ataukah musik mengikuti dia. Kalau musiknya yang mengikuti dia,

10

tentu gerak-geriknya dapat melahirkan pencipta-pencipta musik. Yah, saya tahu semuanya karena saya mengintip.”

Ah, Sukab memang bajingan.

Pasti ia tak hanya mencuri atau menculik lalu mendandani Olenka. Pasti ia menidurinya. Mungkin, malah, memperkosanya dan merayu atau malah memaksanya menjadi penari telanjang. Dan ketika ia makin jatuh cinta, ia membunuhnya agar tak ada orang yang bisa memiliki Olenka.

Yogyakarta, 2011.

Ikun Sri Kuncoro, bekerja sebagai pemulung di Komunitas Kandang Jaran, Yogyakarta.

Page 16: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

11

Olenka adalah tokoh dan sekaligus judul novel karyaBudi Darma. Nama ini beberapa kali digunakan oleh Seno Gumira Ajidarmasebagai tokoh dalam beberapa cerpennya.Judul cerita pendek Seno Gumira Ajidarma. Pernah di muat diMajalah Matra sebelum diterbitkan sebagai buku.Judul sebuah cerpen Seno Gumira Ajidrama dalam kumpulanManusia Kamar. Kemudian digubah menjadi skenario(diekranisasi), dari skenario itu tampaknya dibesut lagi menjadisebuah novel-pendek, dan dijadikan judul dalam kumpulan yangbaru menggantikan Manusia Kamar. Jane adalah nama salah satu tokoh di dalam novel Olenka. Dalamcerpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan, Umar Kayam jugamenggunakannya sebagai nama tokoh.Pasangan tokoh Jane dalam Seribu Kunang-Kunang diManhattan.Dialog Jane. Olenka (PN. Balai Pustka, 1983. Hal: 102)Peggy adalah tokoh cerpen Secangkir Kopi dan Sepotong Donatkarya Umar Kayam.Satu kalimat panjang Umar Kayam dalam Secangkir Kopi danSepotong Donat. Kota yang menjadi latar cerpen Umar Kayam, Secangkir kopidan Sepotong Donat.Nama tempat yang menjadi latar kelab malam tempat Olenkabekerja.Kota yang menjadi salah satu latar cerita Olenka.Tempat Peggy (tokoh dalam Secangkir Kopi dan SepotongDonat), bekerjaTempat Olenka (tokoh dalam novel Olenka), bekerja.Pacar Peggy (Secangkir Kopi dan Sepotong Donat).Salah satu pasangan selingkuh Olenka, yang sekaligus menjadi“aku naratif” di dalam novel.Judul-judul bagian cerita Olenka karya Budi Darma.Masih sebuah judul dari bagian cerita Olenka karya Budi Darma.Selingan Perjalanan adalah salah satu judul cerpen Seno GumiraAjidarma dalam kumpulan Manusia Kamar.Dalam cerpen aslinya: Selingan Perjalanan, nama Sukab tidakhadir sebagai tokoh. Akan tetapi adegan cerpen tersebut memang

12

sebuah warung sate Madura, dan sebuah kelab malam Jakarta. Cetak miring kalimat ini menunjuk pada deskripsi asli dari BudiDarma untuk Jane. (Lihat Olenka, hal: 101)Kalimat tanya ini milik Fanton Drummond. (Lihat Olenka: hal103)Dialog Jane, yang saya beri cetak miring pada bagian ini danseterusnya adalah asli milik Jane. (lihat Olenka, hal: 103)Kalimat tidak langsung (bagian cetak miring) dari Jane ini dipetikdari Olenka. Hal: 103.Pada novel Olenka pertanyaan Fanton Drummond tidak disertaideskripsi mengenai tokoh yang bicara, sebagaimana jawabanJane.

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

20

21

22

23

24

18

19

Page 17: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

11

Olenka adalah tokoh dan sekaligus judul novel karyaBudi Darma. Nama ini beberapa kali digunakan oleh Seno Gumira Ajidarmasebagai tokoh dalam beberapa cerpennya.Judul cerita pendek Seno Gumira Ajidarma. Pernah di muat diMajalah Matra sebelum diterbitkan sebagai buku.Judul sebuah cerpen Seno Gumira Ajidrama dalam kumpulanManusia Kamar. Kemudian digubah menjadi skenario(diekranisasi), dari skenario itu tampaknya dibesut lagi menjadisebuah novel-pendek, dan dijadikan judul dalam kumpulan yangbaru menggantikan Manusia Kamar. Jane adalah nama salah satu tokoh di dalam novel Olenka. Dalamcerpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan, Umar Kayam jugamenggunakannya sebagai nama tokoh.Pasangan tokoh Jane dalam Seribu Kunang-Kunang diManhattan.Dialog Jane. Olenka (PN. Balai Pustka, 1983. Hal: 102)Peggy adalah tokoh cerpen Secangkir Kopi dan Sepotong Donatkarya Umar Kayam.Satu kalimat panjang Umar Kayam dalam Secangkir Kopi danSepotong Donat. Kota yang menjadi latar cerpen Umar Kayam, Secangkir kopidan Sepotong Donat.Nama tempat yang menjadi latar kelab malam tempat Olenkabekerja.Kota yang menjadi salah satu latar cerita Olenka.Tempat Peggy (tokoh dalam Secangkir Kopi dan SepotongDonat), bekerjaTempat Olenka (tokoh dalam novel Olenka), bekerja.Pacar Peggy (Secangkir Kopi dan Sepotong Donat).Salah satu pasangan selingkuh Olenka, yang sekaligus menjadi“aku naratif” di dalam novel.Judul-judul bagian cerita Olenka karya Budi Darma.Masih sebuah judul dari bagian cerita Olenka karya Budi Darma.Selingan Perjalanan adalah salah satu judul cerpen Seno GumiraAjidarma dalam kumpulan Manusia Kamar.Dalam cerpen aslinya: Selingan Perjalanan, nama Sukab tidakhadir sebagai tokoh. Akan tetapi adegan cerpen tersebut memang

12

sebuah warung sate Madura, dan sebuah kelab malam Jakarta. Cetak miring kalimat ini menunjuk pada deskripsi asli dari BudiDarma untuk Jane. (Lihat Olenka, hal: 101)Kalimat tanya ini milik Fanton Drummond. (Lihat Olenka: hal103)Dialog Jane, yang saya beri cetak miring pada bagian ini danseterusnya adalah asli milik Jane. (lihat Olenka, hal: 103)Kalimat tidak langsung (bagian cetak miring) dari Jane ini dipetikdari Olenka. Hal: 103.Pada novel Olenka pertanyaan Fanton Drummond tidak disertaideskripsi mengenai tokoh yang bicara, sebagaimana jawabanJane.

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

20

21

22

23

24

18

19

Page 18: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

13

Ikun, Olenka dan SukabGunawan Maryanto

Membaca Olenka dan Sukab karya Ikun Sri Kuncoro memang seperti membaca Olenka Budi Darma versi sangat ringkas dengan gangguan Sukab-nya Seno Gumira Ajidarma. Fanton Drummond tergila-gila dengan Olenka. Ia memburu Olenka di sepanjang novel Olenka. Demikian pula dalam cerpen ini. Bahkan bukan hanya Drummond Fanton—ya, Fanton. Ya, Drummond. Tapi setiap orang bertanya tentang Olenka yang raib. Ia hilang. Dan tokoh kita curiga kepada Sukab. Sosok tengil itu barangkali yang menculiknya. Selebihnya Ikun mengajak saya mengingat kembali Budi Darma, SGA dan juga Umar Kayam.

Pertanyaannya adalah kenapa Ikun menulis cerita ini. Sebegitu tergila-gilanyakah ia kepada 3 sosok penulis tersebut di atas? Hingga ia perlu meminjam karakter, meminjam dialog, dan meminjam cerita dari Budi Darma, Umar Kayam dan SGA? Ataukah ia sedang menunjukkan kepada saya bahwa ia sangat dipengaruhi oleh ketiga penulis hebat itu? Barangkali iya. Ikun mengagumi mereka dengan banyak cara dalam cerita-cerita yang lain yang pernah saya baca. Ia juga suka menyitir kalimat-kalimat mereka di awal perkenalan kami 20 tahun yang lalu. Membuat saya

14

jadi ikut jatuh cinta dengan Olenka, anyel dengan Sukab atau gemes dengan sosok Marno.

Pernah suatu kali dalam diskusi di Purworejo 12 tahun yang silam Ikun menjawab tudingan seorang peserta diskusi: saya tidak meniru SGA. Saya bersaing dengannya. Saya mengangguk. Mencoba memahaminya. Sebagai seorang penulis kita memang dihantui oleh penulis-penulis terdahulu. Dan Ikun, seturut jawabannya malam itu, mengiyakannya dengan nada positif. Ia tak sekadar mau dihantui. Tapi ingin juga balas menghantui mereka. Saya tak tahu apakah Ikun masih memiliki keinginan itu saat ini—bertahun-tahun kemudian. Malam ini saya akan kembali menanyakannya.

Kembali ke pertanyaan kenapa Ikun menulis cerita ini. Saya berpikir ia tak sekadar menunjukkan betapa ia dihantui oleh Olenka dan Sukab. Ia tak hanya tengah memainkan kembali karakter-karakter yang kuat dan melekat di benak banyak orang itu—mempertemukan karakter-karakter dari dunia yang berbeda itu sebagaimana leluhur kita mempertemukan karakter-karakter Ramayana dan Mahabarata dalam lakon Rama Nitik misalnya. Saya mempercayai bahwa permainan ini hanya sebentuk strategi sebagaimana saya pun kerap mempergunakannya: meminjam apa yang sudah ditinggalkan oleh penulis lain. Barangkali

Page 19: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

13

Ikun, Olenka dan SukabGunawan Maryanto

Membaca Olenka dan Sukab karya Ikun Sri Kuncoro memang seperti membaca Olenka Budi Darma versi sangat ringkas dengan gangguan Sukab-nya Seno Gumira Ajidarma. Fanton Drummond tergila-gila dengan Olenka. Ia memburu Olenka di sepanjang novel Olenka. Demikian pula dalam cerpen ini. Bahkan bukan hanya Drummond Fanton—ya, Fanton. Ya, Drummond. Tapi setiap orang bertanya tentang Olenka yang raib. Ia hilang. Dan tokoh kita curiga kepada Sukab. Sosok tengil itu barangkali yang menculiknya. Selebihnya Ikun mengajak saya mengingat kembali Budi Darma, SGA dan juga Umar Kayam.

Pertanyaannya adalah kenapa Ikun menulis cerita ini. Sebegitu tergila-gilanyakah ia kepada 3 sosok penulis tersebut di atas? Hingga ia perlu meminjam karakter, meminjam dialog, dan meminjam cerita dari Budi Darma, Umar Kayam dan SGA? Ataukah ia sedang menunjukkan kepada saya bahwa ia sangat dipengaruhi oleh ketiga penulis hebat itu? Barangkali iya. Ikun mengagumi mereka dengan banyak cara dalam cerita-cerita yang lain yang pernah saya baca. Ia juga suka menyitir kalimat-kalimat mereka di awal perkenalan kami 20 tahun yang lalu. Membuat saya

14

jadi ikut jatuh cinta dengan Olenka, anyel dengan Sukab atau gemes dengan sosok Marno.

Pernah suatu kali dalam diskusi di Purworejo 12 tahun yang silam Ikun menjawab tudingan seorang peserta diskusi: saya tidak meniru SGA. Saya bersaing dengannya. Saya mengangguk. Mencoba memahaminya. Sebagai seorang penulis kita memang dihantui oleh penulis-penulis terdahulu. Dan Ikun, seturut jawabannya malam itu, mengiyakannya dengan nada positif. Ia tak sekadar mau dihantui. Tapi ingin juga balas menghantui mereka. Saya tak tahu apakah Ikun masih memiliki keinginan itu saat ini—bertahun-tahun kemudian. Malam ini saya akan kembali menanyakannya.

Kembali ke pertanyaan kenapa Ikun menulis cerita ini. Saya berpikir ia tak sekadar menunjukkan betapa ia dihantui oleh Olenka dan Sukab. Ia tak hanya tengah memainkan kembali karakter-karakter yang kuat dan melekat di benak banyak orang itu—mempertemukan karakter-karakter dari dunia yang berbeda itu sebagaimana leluhur kita mempertemukan karakter-karakter Ramayana dan Mahabarata dalam lakon Rama Nitik misalnya. Saya mempercayai bahwa permainan ini hanya sebentuk strategi sebagaimana saya pun kerap mempergunakannya: meminjam apa yang sudah ditinggalkan oleh penulis lain. Barangkali

Page 20: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

15

Budi Darma akan menyebut cerita Ikun ini sebuah alusi sebagaimana ia menunjuk beberapa cerita saya. Banyak penulis melakukannya. Demikian pula SGA dalam sejumlah ceritanya.

Jika peminjaman ini adalah sebuah strategi Ikun lantas apa tujuannya? Apakah ia sedang menunjukkan bahwa dunia prosa kita belum beranjak dari Olenka, Sukab dan Marno? Belum ada lagi tokoh rekaan yang lahir dan melampaui mereka? Belum ada lagi pencerita sebaik Budi Darma, Umar Kayam dan SGA? Apakah hilangnya Olenka adalah perlambang dari hilangnya pesona cerita-cerita kita hari ini? Apa demikian pesan yang hendak disampaikan Ikun. Setelah mereka siapa lagi yang lahir? Setelah Olenka apalagi novel yang kamu baca dan sanggup menggetarkanmu. Atau setelah Sukab siapa lagi tokoh cerita Indonesia yang melekat dalam kepala pembacanya?

Dalam cerita pendeknya ini si Aku (saya baca: Ikun) mengakui Sukab yang lahir di Boston (SGA juga lahir di sana) adalah seorang tukang kibul yang piawai dan kemudian, seorang bajingan—karena diduga menculik atau memperdayai Olenka. Sampai akhir cerita tak terjelaskan apakah benar Sukab yang menghilangkan Olenka. Si Aku hanya menduganya. Ia hanya membaca tanda dari sejumlah email (atau

16

cerita) Sukab yang pernah dibacanya. Apa hubungan si Aku dengan Sukab tak dijelaskan di dalam cerita. Dalam cerita si Aku tengah mengamati Jane, sosok pengganti Olenka yang raib. Ia menguping percakapan-percakapan Jane dengan sosok-sosok di balik gagang telepon yang menanyakan Olenka. Ia juga menguping percakapan Fanton Drummond dengan Jane tentang Olenka. Si Aku menggambar Olenka dari pengamatannya yang sebentar itu.

“Tangannya dapat bergerak bagaikan tangan tukang sulap. Dia juga bisa menari mulai jam delapan sore sampai dengan jam empat pagi. Tanpa berhenti. Semangatnya tetap tinggi. Tanpa loyo. Pernah dia menari sampai kancingnya copot, zippernya bedah, bajunya robek, pantat celananya juga robek. Tapi dia masih bisa meloncat sampai ubun-ubunnya mencapai langit-langit. Kemudian dia melengkungkan tubuhnya di lantai. Tahu-tahu dia sudah melesat ke pangkuan seseorang. Kepala orang ini botak, kontan saja dipergunakan Olenka untuk tetamburan jari-jarinya. Orang ini tertawa terbahak-bahak. Mungkin orang ini ingin melihat wajah Olenka. Tapi karena matanya juling, yang dilihat jurusan lain. Pantas saja ketika dia mau mencium Olenka, yang dicium hanya angin. Sementara itu Olenka sudah melesat. Semua orang bertepuk-tangan gemuruh. Kalau dia menari, saya tidak tahu apakah dia mengikuti musik, ataukah musik

Page 21: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

15

Budi Darma akan menyebut cerita Ikun ini sebuah alusi sebagaimana ia menunjuk beberapa cerita saya. Banyak penulis melakukannya. Demikian pula SGA dalam sejumlah ceritanya.

Jika peminjaman ini adalah sebuah strategi Ikun lantas apa tujuannya? Apakah ia sedang menunjukkan bahwa dunia prosa kita belum beranjak dari Olenka, Sukab dan Marno? Belum ada lagi tokoh rekaan yang lahir dan melampaui mereka? Belum ada lagi pencerita sebaik Budi Darma, Umar Kayam dan SGA? Apakah hilangnya Olenka adalah perlambang dari hilangnya pesona cerita-cerita kita hari ini? Apa demikian pesan yang hendak disampaikan Ikun. Setelah mereka siapa lagi yang lahir? Setelah Olenka apalagi novel yang kamu baca dan sanggup menggetarkanmu. Atau setelah Sukab siapa lagi tokoh cerita Indonesia yang melekat dalam kepala pembacanya?

Dalam cerita pendeknya ini si Aku (saya baca: Ikun) mengakui Sukab yang lahir di Boston (SGA juga lahir di sana) adalah seorang tukang kibul yang piawai dan kemudian, seorang bajingan—karena diduga menculik atau memperdayai Olenka. Sampai akhir cerita tak terjelaskan apakah benar Sukab yang menghilangkan Olenka. Si Aku hanya menduganya. Ia hanya membaca tanda dari sejumlah email (atau

16

cerita) Sukab yang pernah dibacanya. Apa hubungan si Aku dengan Sukab tak dijelaskan di dalam cerita. Dalam cerita si Aku tengah mengamati Jane, sosok pengganti Olenka yang raib. Ia menguping percakapan-percakapan Jane dengan sosok-sosok di balik gagang telepon yang menanyakan Olenka. Ia juga menguping percakapan Fanton Drummond dengan Jane tentang Olenka. Si Aku menggambar Olenka dari pengamatannya yang sebentar itu.

“Tangannya dapat bergerak bagaikan tangan tukang sulap. Dia juga bisa menari mulai jam delapan sore sampai dengan jam empat pagi. Tanpa berhenti. Semangatnya tetap tinggi. Tanpa loyo. Pernah dia menari sampai kancingnya copot, zippernya bedah, bajunya robek, pantat celananya juga robek. Tapi dia masih bisa meloncat sampai ubun-ubunnya mencapai langit-langit. Kemudian dia melengkungkan tubuhnya di lantai. Tahu-tahu dia sudah melesat ke pangkuan seseorang. Kepala orang ini botak, kontan saja dipergunakan Olenka untuk tetamburan jari-jarinya. Orang ini tertawa terbahak-bahak. Mungkin orang ini ingin melihat wajah Olenka. Tapi karena matanya juling, yang dilihat jurusan lain. Pantas saja ketika dia mau mencium Olenka, yang dicium hanya angin. Sementara itu Olenka sudah melesat. Semua orang bertepuk-tangan gemuruh. Kalau dia menari, saya tidak tahu apakah dia mengikuti musik, ataukah musik

Page 22: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

17

mengikuti dia. Kalau musiknya yang mengikuti dia, tentu gerak-geriknya dapat melahirkan pencipta-pencipta musik. Yah, saya tahu semuanya karena saya mengintip.”

Saya curiga si Aku pun kesengsem dengan Olenka meski mungkin ia belum pernah bertemu dengan perempuan itu. Baginya perempuan itu begitu menggetarkan sebagaimana mungkin Ikun tergetarkan oleh novel Olenka. Si Aku begitu kagum sampai tak percaya bahwa ada perempuan semacam itu. Perempuan yang omong ini itu sambil tilpun sembari menggerincingkan kassa. Perempuan yang kemudian meloncat mengambil bir. Dan sekejap kemudian sudah kembali berbicara di tilpun sambil menari sementara pantatnya tetap terpatri di kursi. Dan di antara seluruh kehebohannya itu ia masih sempat-sempatnya melucu.

Si Aku menjajarkan dirinya dengan Fanton—dengan Drummond. Memacak dirinya adalah pesaing Sukab. Mereka bertiga memperebutkan Olenka dengan caranya sendiri-sendiri. Fanton yang memburu Olenka meski ia hanya kerap menemukan bayangannya saja. Sukab dengan imaji dunia remang-remang dan menyulap Olenka jadi seorang penari telanjang. Dan si Aku yang hanya membiarkan Olenka

18

memainkan tambur cinta di dalam kepalanya. Ketiganya jatuh cinta kepada Olenka. Ketiganya mengambil keputusan yang berbeda.

Sampai di titik ini saya masih bertanya-tanya untuk apa Ikun menulis cerita ini? Kenapa ia misalnya tidak meminjam karakter yang lain? Lebih jauh dari itu apakah Olenka dan Sukab mengalami perubahan dalam cerita ini, baik itu penyempitan atau perluasan. Atau bahkan pembelokan?

Dewi Ops, sang Dewi Panen dan Dewi Pedesaan pernah pada suatu masa dipinjam dan dipasang di sebuah kuil di Bukit Capitoline, Roma. Peristiwa ini yang sering dirujuk sebagai sebuah peristiwa pengkopian atau penyalinan pertama. Peristiwa di mana istilah Copia muncul. Dalam kasus ini Dewi Ops kemudian tak lagi hanya dimiliki atau berlaku di desa-desa. Ia menjadi wujud Dewi Kemakmuran secara luas. Di kota dan di desa.

Apakah Olenka dan Sukab menjadi sesuatu yang lain dalam cerita Ikun Sri Kuncoro yang tengah kita bicarakan ini? Sejauh pembacaan saya tidak. Olenka dan Sukab yang hadir kembali di dalam cerita Olenka dan Sukab ini masih mirip dengan Olenka dan Sukab yang “asli”. Ikun tampaknya memang tak ingin

Page 23: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

17

mengikuti dia. Kalau musiknya yang mengikuti dia, tentu gerak-geriknya dapat melahirkan pencipta-pencipta musik. Yah, saya tahu semuanya karena saya mengintip.”

Saya curiga si Aku pun kesengsem dengan Olenka meski mungkin ia belum pernah bertemu dengan perempuan itu. Baginya perempuan itu begitu menggetarkan sebagaimana mungkin Ikun tergetarkan oleh novel Olenka. Si Aku begitu kagum sampai tak percaya bahwa ada perempuan semacam itu. Perempuan yang omong ini itu sambil tilpun sembari menggerincingkan kassa. Perempuan yang kemudian meloncat mengambil bir. Dan sekejap kemudian sudah kembali berbicara di tilpun sambil menari sementara pantatnya tetap terpatri di kursi. Dan di antara seluruh kehebohannya itu ia masih sempat-sempatnya melucu.

Si Aku menjajarkan dirinya dengan Fanton—dengan Drummond. Memacak dirinya adalah pesaing Sukab. Mereka bertiga memperebutkan Olenka dengan caranya sendiri-sendiri. Fanton yang memburu Olenka meski ia hanya kerap menemukan bayangannya saja. Sukab dengan imaji dunia remang-remang dan menyulap Olenka jadi seorang penari telanjang. Dan si Aku yang hanya membiarkan Olenka

18

memainkan tambur cinta di dalam kepalanya. Ketiganya jatuh cinta kepada Olenka. Ketiganya mengambil keputusan yang berbeda.

Sampai di titik ini saya masih bertanya-tanya untuk apa Ikun menulis cerita ini? Kenapa ia misalnya tidak meminjam karakter yang lain? Lebih jauh dari itu apakah Olenka dan Sukab mengalami perubahan dalam cerita ini, baik itu penyempitan atau perluasan. Atau bahkan pembelokan?

Dewi Ops, sang Dewi Panen dan Dewi Pedesaan pernah pada suatu masa dipinjam dan dipasang di sebuah kuil di Bukit Capitoline, Roma. Peristiwa ini yang sering dirujuk sebagai sebuah peristiwa pengkopian atau penyalinan pertama. Peristiwa di mana istilah Copia muncul. Dalam kasus ini Dewi Ops kemudian tak lagi hanya dimiliki atau berlaku di desa-desa. Ia menjadi wujud Dewi Kemakmuran secara luas. Di kota dan di desa.

Apakah Olenka dan Sukab menjadi sesuatu yang lain dalam cerita Ikun Sri Kuncoro yang tengah kita bicarakan ini? Sejauh pembacaan saya tidak. Olenka dan Sukab yang hadir kembali di dalam cerita Olenka dan Sukab ini masih mirip dengan Olenka dan Sukab yang “asli”. Ikun tampaknya memang tak ingin

Page 24: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

19

mengubahnya. Ia meminjam mereka begitu saja dan menempatkannya hampir-hampir begitu saja. Yang “baru” adalah “pertemuan” Olenka dan Sukab yang ditemukan secara liar dalam imajinasi tokoh Aku. Efek pertemuan itulah yang ingin disasar oleh Ikun. Masing-masing pembaca tentu akan mendapati situasi yang berbeda. Mereka yang sudah akrab dengan Olenka dan Sukab tentu mengalami situasi yang berbeda dengan mereka yang belum mengenal Olenka dan Sukab. Mereka yang belum mengenal karya-karya Budi Darma dan SGA mungkin membutuhkan catatan kaki yang sedemikian banyak itu.

Sebagai seorang pembaca saya bisa menikmati keliaran imaji dari si Tokoh atas Olenka dan Sukab—keduanya sebenarnya tak hadir secara langsung di dalam cerita ini. Membayangkan betapa serunya pertemuan dari dua tokoh legenda dunia prosa Indonesia tersebut. Meski demikian penikmatan itu sedikit terganggu di sana-sini karena tekhnis penulisan—pemiringan huruf dan sejumlah catatan kaki. Sekiranya Ikun bisa lebih selektif lagi menggunakan tekhnik tersebut mungkin cerita ini bisa lebih dinikmati lagi.

Tapi tetap saja saya belum bisa menjawab pertanyaan saya: kenapa Olenka dan Sukab hadir lagi hari ini. Sejumlah dugaan telah saya paparkan di atas.

20

Mungkin luput. Saya sedang membaca kembali Ikun Sri Kuncoro, salah seorang penulis yang dulu membuat saya juga ingin jadi penulis, setelah sekian waktu berlalu.

Yogyakarta, 22 Oktober 2014

Gunawan Maryanto adalah seorang penulis, aktor dan sutradara teater. Seniman Mukim Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Penata Program Indonesia Dramatic Reading Festival. Peraih Khatulistiwa Literary Award 2010.

Page 25: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

19

mengubahnya. Ia meminjam mereka begitu saja dan menempatkannya hampir-hampir begitu saja. Yang “baru” adalah “pertemuan” Olenka dan Sukab yang ditemukan secara liar dalam imajinasi tokoh Aku. Efek pertemuan itulah yang ingin disasar oleh Ikun. Masing-masing pembaca tentu akan mendapati situasi yang berbeda. Mereka yang sudah akrab dengan Olenka dan Sukab tentu mengalami situasi yang berbeda dengan mereka yang belum mengenal Olenka dan Sukab. Mereka yang belum mengenal karya-karya Budi Darma dan SGA mungkin membutuhkan catatan kaki yang sedemikian banyak itu.

Sebagai seorang pembaca saya bisa menikmati keliaran imaji dari si Tokoh atas Olenka dan Sukab—keduanya sebenarnya tak hadir secara langsung di dalam cerita ini. Membayangkan betapa serunya pertemuan dari dua tokoh legenda dunia prosa Indonesia tersebut. Meski demikian penikmatan itu sedikit terganggu di sana-sini karena tekhnis penulisan—pemiringan huruf dan sejumlah catatan kaki. Sekiranya Ikun bisa lebih selektif lagi menggunakan tekhnik tersebut mungkin cerita ini bisa lebih dinikmati lagi.

Tapi tetap saja saya belum bisa menjawab pertanyaan saya: kenapa Olenka dan Sukab hadir lagi hari ini. Sejumlah dugaan telah saya paparkan di atas.

20

Mungkin luput. Saya sedang membaca kembali Ikun Sri Kuncoro, salah seorang penulis yang dulu membuat saya juga ingin jadi penulis, setelah sekian waktu berlalu.

Yogyakarta, 22 Oktober 2014

Gunawan Maryanto adalah seorang penulis, aktor dan sutradara teater. Seniman Mukim Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Penata Program Indonesia Dramatic Reading Festival. Peraih Khatulistiwa Literary Award 2010.

Page 26: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

21

Pengembaraan Teks Ikun SK ; Menggugat “Makna” yang Mengutuh

Untuk menafsirkan sebuah teks, bukan memberikannya sebuah makna. Sebaliknya,

menghargai kemajemukan apa yang membangunnya [Roland Barthes]

Pengantar ; Relasi Lintas Narasi dan Pengembaraan Sosiologis

Sang pengembara teks ; itulah yang bisa kita bayangkan dari seorang Ikun SK. Relasi antar teks yang dibangunnya, mampu memberikan makna lain dari tiap cerpen yang ditulisnya. Gagasannya mampu menghidupkan jejak-jejak teks sebelumnya ; dari yang awalnya terkesan tertutup menjadi sangat terbuka. Melalui karya sastra yang ditulisnya, dia mencoba membongkar makna teks sebelumnya, melalui cara fikir yang segar ; relevan dengan semangat zaman.

Meski begitu, kreatifitas yang dibangun oleh seorang Ikun SK, juga memberikan dampak lain dari karyanya. Ruang estetika yang dibangunnya, tidak akan bisa dimaknai otonom. Pembaca tidak akan pernah dibuat puas, jika hanya menyandarkan diri

22

referensi teks yang dibangunnya. Sebaliknya, pembaca akan semakin terpuaskan, ketika karya yang dibuat oleh seorang Ikun SK, hanya dijadikan referensi informasi, dari berbagai mozaik teks yang dia kutip. Dampaknya, tanpa sadar, ruang kreatifitas yang seharusnya otonom, justru membuatnya bergantung. Ruang kreatifitas yang seharusnya menjadi senjata bagi seorang sastrawan, justru hanya dijadikan data, dalam mengungkap relasi teks-teks sebelumnya.

Maka, sulit rasanya kita menyandarkan kepuasan membaca sebuah narasi, dari berbagai karya Ikun SK ; apalagi jika kita berhasrat untuk mengungkap realitas lain di balik teks. Setiap karya yang ditulisnya, merupakan cermin dari realitas lain yang tidak hanya direproduksi oleh dirinya, tetapi juga cermin pandangan dunia orang lain. Artinya, dalam konteks ini tidak penting lagi membayangkan bagaimana seorang pengarang adalah agen dari sebuah realitas, tetapi justru bagaimana seorang agen mereproduksi realitas lain. Realitas lain inilah yang justru menjadi inspirasi bagi wilayah kreatifitasnya. Dia menjadi pintu, ketika akan menghadirkan "place" yang tumpang tindih dari space imajinasinya. Di konteks ini, apa yang diungkap Wellek dan Werren bahwa karya sastra merupakan hasil cipta pengarang berdasarkan pengalaman dan pengamatan pengarang

Page 27: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

21

Pengembaraan Teks Ikun SK ; Menggugat “Makna” yang Mengutuh

Untuk menafsirkan sebuah teks, bukan memberikannya sebuah makna. Sebaliknya,

menghargai kemajemukan apa yang membangunnya [Roland Barthes]

Pengantar ; Relasi Lintas Narasi dan Pengembaraan Sosiologis

Sang pengembara teks ; itulah yang bisa kita bayangkan dari seorang Ikun SK. Relasi antar teks yang dibangunnya, mampu memberikan makna lain dari tiap cerpen yang ditulisnya. Gagasannya mampu menghidupkan jejak-jejak teks sebelumnya ; dari yang awalnya terkesan tertutup menjadi sangat terbuka. Melalui karya sastra yang ditulisnya, dia mencoba membongkar makna teks sebelumnya, melalui cara fikir yang segar ; relevan dengan semangat zaman.

Meski begitu, kreatifitas yang dibangun oleh seorang Ikun SK, juga memberikan dampak lain dari karyanya. Ruang estetika yang dibangunnya, tidak akan bisa dimaknai otonom. Pembaca tidak akan pernah dibuat puas, jika hanya menyandarkan diri

22

referensi teks yang dibangunnya. Sebaliknya, pembaca akan semakin terpuaskan, ketika karya yang dibuat oleh seorang Ikun SK, hanya dijadikan referensi informasi, dari berbagai mozaik teks yang dia kutip. Dampaknya, tanpa sadar, ruang kreatifitas yang seharusnya otonom, justru membuatnya bergantung. Ruang kreatifitas yang seharusnya menjadi senjata bagi seorang sastrawan, justru hanya dijadikan data, dalam mengungkap relasi teks-teks sebelumnya.

Maka, sulit rasanya kita menyandarkan kepuasan membaca sebuah narasi, dari berbagai karya Ikun SK ; apalagi jika kita berhasrat untuk mengungkap realitas lain di balik teks. Setiap karya yang ditulisnya, merupakan cermin dari realitas lain yang tidak hanya direproduksi oleh dirinya, tetapi juga cermin pandangan dunia orang lain. Artinya, dalam konteks ini tidak penting lagi membayangkan bagaimana seorang pengarang adalah agen dari sebuah realitas, tetapi justru bagaimana seorang agen mereproduksi realitas lain. Realitas lain inilah yang justru menjadi inspirasi bagi wilayah kreatifitasnya. Dia menjadi pintu, ketika akan menghadirkan "place" yang tumpang tindih dari space imajinasinya. Di konteks ini, apa yang diungkap Wellek dan Werren bahwa karya sastra merupakan hasil cipta pengarang berdasarkan pengalaman dan pengamatan pengarang

Page 28: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

23

t e r h a d a p r e a l i t a s k e h i d u p a n disekelilingnya (1963) tetap memiliki relevansi, meskipun realitas yang dihadirkannya secara dominan adalah realitas dari proses pembacaan teks.

Cerpen "Olenka dan Sukab" merupakan cermin dari analisis tersebut. Untuk lebih mendiskripsikan bagaimana pengembaraan teks itu dibentuk dan bagaimana "hasrat" yang dihadirkannya. Maka, penulis mencoba mendiskripsikannya sebagai berikut ;

Intertekstual : Mozaik Antar TeksCerpen “Olenka dan Sukab” merupakan

cermin dari konsep intertekstual yang diungkap Kristeva (via Culler, 1975). Baginya, Intertekstualitas merupakan hakikat suatu teks yang didalamnya ada teks lain, atau kehadiran suatu teks pada teks lain. Artinya, setiap teks adalah mozaik kutipan-kutipan, penyerapan dan transformasi dari teks lain. Dia adalah respon terhadap teks-teks sebelumnya. Respon-respon ini hadir dalam benak pembaca. Namun, pola lain justru dihadirkan oleh seorang Ikun SK, karena dia tidak hanya menempatkan dirinya sebagai pengarang, tetapi juga pembaca kriris bagi teks sebelumnya. Melalui karyanya, pembaca karya Ikun SK tidak perlu pusing, tentang relasi mozaik yang menjadi hipogramnya. Catatan-catatan mengenai relasi itu, sengaja dihadirkan oleh penulis. Dikonteks

24

ini, tafsir terhadap teks tidak lagi berada pada level pembaca, tetapi sudah sengaja dihadirkan oleh penulis. Namun sebaliknya, pola ini justru menghantarkan pembaca pada kualitas pembacaan dari teks sebelumnya. Para pembaca dipaksa untuk membaca ulang teks hipogram yang menjadi referensi cerpen “Olengka dan Sukap”. Simak, bagaimana proses transformasi itu dilakukan.

Mereka duduk bermalas-malasan di sofa. Marno dengan segelas scotch dan Jane dengan segelas martini. Mereka sama-sama memandang ke luar jendela.“Bulan itu ungu, Marno.”“Kau tetap hendak memaksaku untuk percaya itu ?”“Ya, tentu saja, Kekasihku. Ayolah akui. Itu ungu, bukan?”“Kalau bulan itu ungu, apa pula warna langit dan mendungnya itu?”“Oh, aku tidak ambil pusing tentang langit dan mendung. Bulan itu u-ng-u! U-ng-u! Ayolah, bilang, ungu!”“Kuning keemasan!” (Kayam, 1999).

Di pola ini, tokoh Jane coba dihadirkan ulang melalui

Page 29: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

23

t e r h a d a p r e a l i t a s k e h i d u p a n disekelilingnya (1963) tetap memiliki relevansi, meskipun realitas yang dihadirkannya secara dominan adalah realitas dari proses pembacaan teks.

Cerpen "Olenka dan Sukab" merupakan cermin dari analisis tersebut. Untuk lebih mendiskripsikan bagaimana pengembaraan teks itu dibentuk dan bagaimana "hasrat" yang dihadirkannya. Maka, penulis mencoba mendiskripsikannya sebagai berikut ;

Intertekstual : Mozaik Antar TeksCerpen “Olenka dan Sukab” merupakan

cermin dari konsep intertekstual yang diungkap Kristeva (via Culler, 1975). Baginya, Intertekstualitas merupakan hakikat suatu teks yang didalamnya ada teks lain, atau kehadiran suatu teks pada teks lain. Artinya, setiap teks adalah mozaik kutipan-kutipan, penyerapan dan transformasi dari teks lain. Dia adalah respon terhadap teks-teks sebelumnya. Respon-respon ini hadir dalam benak pembaca. Namun, pola lain justru dihadirkan oleh seorang Ikun SK, karena dia tidak hanya menempatkan dirinya sebagai pengarang, tetapi juga pembaca kriris bagi teks sebelumnya. Melalui karyanya, pembaca karya Ikun SK tidak perlu pusing, tentang relasi mozaik yang menjadi hipogramnya. Catatan-catatan mengenai relasi itu, sengaja dihadirkan oleh penulis. Dikonteks

24

ini, tafsir terhadap teks tidak lagi berada pada level pembaca, tetapi sudah sengaja dihadirkan oleh penulis. Namun sebaliknya, pola ini justru menghantarkan pembaca pada kualitas pembacaan dari teks sebelumnya. Para pembaca dipaksa untuk membaca ulang teks hipogram yang menjadi referensi cerpen “Olengka dan Sukap”. Simak, bagaimana proses transformasi itu dilakukan.

Mereka duduk bermalas-malasan di sofa. Marno dengan segelas scotch dan Jane dengan segelas martini. Mereka sama-sama memandang ke luar jendela.“Bulan itu ungu, Marno.”“Kau tetap hendak memaksaku untuk percaya itu ?”“Ya, tentu saja, Kekasihku. Ayolah akui. Itu ungu, bukan?”“Kalau bulan itu ungu, apa pula warna langit dan mendungnya itu?”“Oh, aku tidak ambil pusing tentang langit dan mendung. Bulan itu u-ng-u! U-ng-u! Ayolah, bilang, ungu!”“Kuning keemasan!” (Kayam, 1999).

Di pola ini, tokoh Jane coba dihadirkan ulang melalui

Page 30: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

25

cerpen “Olenka dan Sukab”, melalui penjelmaannya dengan karakter yang lain. Meskipun, tokoh Jane yang dimaksud tidak menjadi tokoh yang memiliki karakter utuh, layaknya cerpen dalam Umar Kayam. Artinya, apakah dia “benar-benar” Jane, seperti yang diungkap Umar Kayam atau tidak, hal itu tidak dijelaskan, tetapi hanya disisipkan. Kondisi ini dapat dianalisis dari teks berikut.

Semalam aku mendengar pengakuan Jane[5]; (Ketika ia menyebutkan namanya, aku jadi teringat Marno[6], orang udik dari Ngawi Jawa Timur, yang berselingkuh dengan bule perempuan bernama Jane, dan keder untuk ngenthot: menyeterika perempuan itu dan menggelarnya di pinggir ketinggian jendela apartemen sambil memandangi lampu-lampu kota Manhattan yang seperti seribu kunang-kunang); “Dia bisa memegang tilpun. Omong ini dan itu sambil menggerincingkan kassa. Bukan hanya itu. Matanya juga main. Lalu dia meloncat menggambilkan bir. Kembali lagi dia omong di tilpun, sambil menari sementara pantatnya tetap di kursi. Dia

26

masih juga sempat melucu.[7]” (Ikun SK, 2011)

Place yang Tumpang TindihPlace yang menjadi representasi atas space

; terlihat bergerak pada bentuk yang lebih imajinatif. Dalam cerpen ini, space tidak berada bagian "derajat yang riil", tetapi hanya berada pada ruang imajinatif tokoh lain. Tokoh-tokoh yang dihadirkan, tidak berada pada bentuk place tokoh yang riil, tetapi terlihat melintas pada bayang tokoh-tokoh yang riil. Artinya, sejak awal ruang bersifat lebih cair dan chaotic/ kacau (Upstone, 2009).

Jika ruang placenya gagal difahami dalam bayang tokoh, maka tentu space yang hadir tidak lepas dari bayang tokoh yang riil itu. Itu kenapa space antar tokoh mengalami tumpang tindih. Dia berada titik dari apa yang dibayangkan oleh sang tokoh dan apa yang dialami sang tokoh. Simak bagaimana tokoh Sukab, tidak pernah benar-benar hadir dari dialog komunikasi yang riil dengan tokoh dalam cerpen ini. Dia hanya menjadi bayangan dari tokoh aku.

An ta ra mendenga rkan omongan Drummond Fanton dan teringat Sukab, Jane sudah kembali berceloteh. Fanton

Page 31: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

25

cerpen “Olenka dan Sukab”, melalui penjelmaannya dengan karakter yang lain. Meskipun, tokoh Jane yang dimaksud tidak menjadi tokoh yang memiliki karakter utuh, layaknya cerpen dalam Umar Kayam. Artinya, apakah dia “benar-benar” Jane, seperti yang diungkap Umar Kayam atau tidak, hal itu tidak dijelaskan, tetapi hanya disisipkan. Kondisi ini dapat dianalisis dari teks berikut.

Semalam aku mendengar pengakuan Jane[5]; (Ketika ia menyebutkan namanya, aku jadi teringat Marno[6], orang udik dari Ngawi Jawa Timur, yang berselingkuh dengan bule perempuan bernama Jane, dan keder untuk ngenthot: menyeterika perempuan itu dan menggelarnya di pinggir ketinggian jendela apartemen sambil memandangi lampu-lampu kota Manhattan yang seperti seribu kunang-kunang); “Dia bisa memegang tilpun. Omong ini dan itu sambil menggerincingkan kassa. Bukan hanya itu. Matanya juga main. Lalu dia meloncat menggambilkan bir. Kembali lagi dia omong di tilpun, sambil menari sementara pantatnya tetap di kursi. Dia

26

masih juga sempat melucu.[7]” (Ikun SK, 2011)

Place yang Tumpang TindihPlace yang menjadi representasi atas space

; terlihat bergerak pada bentuk yang lebih imajinatif. Dalam cerpen ini, space tidak berada bagian "derajat yang riil", tetapi hanya berada pada ruang imajinatif tokoh lain. Tokoh-tokoh yang dihadirkan, tidak berada pada bentuk place tokoh yang riil, tetapi terlihat melintas pada bayang tokoh-tokoh yang riil. Artinya, sejak awal ruang bersifat lebih cair dan chaotic/ kacau (Upstone, 2009).

Jika ruang placenya gagal difahami dalam bayang tokoh, maka tentu space yang hadir tidak lepas dari bayang tokoh yang riil itu. Itu kenapa space antar tokoh mengalami tumpang tindih. Dia berada titik dari apa yang dibayangkan oleh sang tokoh dan apa yang dialami sang tokoh. Simak bagaimana tokoh Sukab, tidak pernah benar-benar hadir dari dialog komunikasi yang riil dengan tokoh dalam cerpen ini. Dia hanya menjadi bayangan dari tokoh aku.

An ta ra mendenga rkan omongan Drummond Fanton dan teringat Sukab, Jane sudah kembali berceloteh. Fanton

Page 32: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

27

Drummond menghentikan omongannya ke arahku (Ikun SK, 2011)

Lalu dimanakah tokoh Sukab berada? Jika Sukab dalam konteks ini adalah imajinasi dari tokoh Aku, maka dia tidak ada di mana-mana, melainkan hanya dalam ruang pikiran tokoh “Aku”, meskipun dalam teks dijelaskan bahwa Sukab telah berkelana.

Aku yakin, ia, Sukab, telah pernah sampai di sini: di Nick English Hut, di Kirkwood Avenue, Bloomington; lalu menculik Olenka. Jika tanpa kekerasan, setidaknya, ia pasti telah mengibulinya. Sehingga Olenka tertarik, atau terpaksa tertarik dan bersedia ikut ke Jakarta (Ikun SK, 2011).

Jejak Makna yang TertundaGagasan tentang makna yang tertunda ;

seperti apa yang diungkap Derrida, menghantarkan kita pada pemahaman, bagaimana menafsir penanda berbasis pada konteks yang dihadirkan. Ketika menafsir teks ini sebagai bagian dari mozaik-mozaik yang dihadirkan pada teks sebelumnya, tentunya membuat kita menunda pemaknaan teks tersebut. Teks yang awalnya tertutup pemaknaan karena berada pada

28

space tertentu, berubah pemaknaan ketika tiap teks saling berdialog. Dia menjadi pemaknaan baru setelah melakukan dialog dengan teks-teks yang lain. Misal, bagaimana Jane yang awalnya hanya bersifat pasif (dalam cerpen Umar kayam), mengalami pemaknaan ulang dengan menjadi seorang penari yang aktif dalam cerpen “Olenka dan Sukab” karya Ikun SK.

Mereka duduk bermalas-malasan di sofa. Marno dengan segelas scotch dan Jane dengan segelas martini. Mereka sama-sama memandang ke luar jendela (Kayam, 1999).

Aku mulai mengerti, dulu, sebelum menjadi kasir, Jane adalah pekerja dapur. Orang yang duduk di tempatnya adalah Olenka (Ikun SK, 2011)

Hasrat PengarangDalam konsep Lacan, hasrat pengarang

adalah "yang simbolik". Dia adalah bagian yang ingin dimiliki atau yang ingin dijadikan oleh penulis. Hasrat terbentuk dari kombinasi introyeksi yang didasarkan pada pengenalan diri yang keliru, diri sulit membentuk

Page 33: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

27

Drummond menghentikan omongannya ke arahku (Ikun SK, 2011)

Lalu dimanakah tokoh Sukab berada? Jika Sukab dalam konteks ini adalah imajinasi dari tokoh Aku, maka dia tidak ada di mana-mana, melainkan hanya dalam ruang pikiran tokoh “Aku”, meskipun dalam teks dijelaskan bahwa Sukab telah berkelana.

Aku yakin, ia, Sukab, telah pernah sampai di sini: di Nick English Hut, di Kirkwood Avenue, Bloomington; lalu menculik Olenka. Jika tanpa kekerasan, setidaknya, ia pasti telah mengibulinya. Sehingga Olenka tertarik, atau terpaksa tertarik dan bersedia ikut ke Jakarta (Ikun SK, 2011).

Jejak Makna yang TertundaGagasan tentang makna yang tertunda ;

seperti apa yang diungkap Derrida, menghantarkan kita pada pemahaman, bagaimana menafsir penanda berbasis pada konteks yang dihadirkan. Ketika menafsir teks ini sebagai bagian dari mozaik-mozaik yang dihadirkan pada teks sebelumnya, tentunya membuat kita menunda pemaknaan teks tersebut. Teks yang awalnya tertutup pemaknaan karena berada pada

28

space tertentu, berubah pemaknaan ketika tiap teks saling berdialog. Dia menjadi pemaknaan baru setelah melakukan dialog dengan teks-teks yang lain. Misal, bagaimana Jane yang awalnya hanya bersifat pasif (dalam cerpen Umar kayam), mengalami pemaknaan ulang dengan menjadi seorang penari yang aktif dalam cerpen “Olenka dan Sukab” karya Ikun SK.

Mereka duduk bermalas-malasan di sofa. Marno dengan segelas scotch dan Jane dengan segelas martini. Mereka sama-sama memandang ke luar jendela (Kayam, 1999).

Aku mulai mengerti, dulu, sebelum menjadi kasir, Jane adalah pekerja dapur. Orang yang duduk di tempatnya adalah Olenka (Ikun SK, 2011)

Hasrat PengarangDalam konsep Lacan, hasrat pengarang

adalah "yang simbolik". Dia adalah bagian yang ingin dimiliki atau yang ingin dijadikan oleh penulis. Hasrat terbentuk dari kombinasi introyeksi yang didasarkan pada pengenalan diri yang keliru, diri sulit membentuk

Page 34: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

29

keterpecahan (Sarup, 2011:31). Maka, dalam konteks karya sastra, hasrat pengarang dapat dianalisis dari penjelmaan teks-teks yang diproduksinya.

Dalam konteks ini, penulis melihat ada hasrat pengarang untuk terlibat dalam situasi penjelajahan dunia, dengan menghadirkan dinamika komunikasi antar tokoh melalui isu-isu penjelajahan. Pilihannya, dengan menghadirkan tokoh-tokoh lintas negara, bahkan bergerak cepat melintasi kawasan. Hal ini dapat dianalisis dari teks berikut.

Aku yakin, ia, Sukab, telah pernah sampai di sini: di Nick English Hut, di Kirkwood Avenue, Bloomington; lalu menculik Olenka. Jika tanpa kekerasan, setidaknya, ia pasti telah mengibulinya. Sehingga Olenka tertarik, atau terpaksa tertarik dan bersedia ikut ke Jakarta (Ikun SK, 2011).

Sepertinya, seorang Ikun SK ingin sekali menyandingkan budaya antar kawasan, dalam konteks ini Barat dan Timur, menjadi ruang komunikasi yang lebih cair dan egaliter, tanpa superioritas dintaranya. Untuk itulah, isu-isu tentang

30

dalam teks tersebut, melalui sebuah kritik.

Dan hampir pasti, di Jakarta, Olenka tak bisa menemukan pekerjaannya. Jika Jane benar, bahwa kalau mau, bisa saja Olenka melukis. Atau, mungkin Drummond Fanton pernah mengajarinya melukis dan memalsu lukisan sambil menidurinya, pasti tak ada karya lukisan yang bisa dipalsukannya dan laku di Jakarta. Siapakah pelukis Indonesia yang layak dipalsukan oleh orang bule? Raden Saleh, Basuki Abdullah, Sudjojono, Afandi, Agus Wa g e , F X H a r s o n o ? S i n d r o m postkolonia l i sme tentu tak b isa memberikan tempat kedua bagi orang bule. Tak mungkin penjajah memalsu lukisan seniman bekas terjajah. Atau, adakah orang Jakarta yang sudah bersedia atau mau membeli lukisan orang kulit putih? Bahkan, jika pun itu lukisan palsu? (Ikun SK, 2011).

Arif Kurniar Rakhman Mahasiswa S2 Ilmu Sastra FIB UGM

Page 35: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

29

keterpecahan (Sarup, 2011:31). Maka, dalam konteks karya sastra, hasrat pengarang dapat dianalisis dari penjelmaan teks-teks yang diproduksinya.

Dalam konteks ini, penulis melihat ada hasrat pengarang untuk terlibat dalam situasi penjelajahan dunia, dengan menghadirkan dinamika komunikasi antar tokoh melalui isu-isu penjelajahan. Pilihannya, dengan menghadirkan tokoh-tokoh lintas negara, bahkan bergerak cepat melintasi kawasan. Hal ini dapat dianalisis dari teks berikut.

Aku yakin, ia, Sukab, telah pernah sampai di sini: di Nick English Hut, di Kirkwood Avenue, Bloomington; lalu menculik Olenka. Jika tanpa kekerasan, setidaknya, ia pasti telah mengibulinya. Sehingga Olenka tertarik, atau terpaksa tertarik dan bersedia ikut ke Jakarta (Ikun SK, 2011).

Sepertinya, seorang Ikun SK ingin sekali menyandingkan budaya antar kawasan, dalam konteks ini Barat dan Timur, menjadi ruang komunikasi yang lebih cair dan egaliter, tanpa superioritas dintaranya. Untuk itulah, isu-isu tentang

30

dalam teks tersebut, melalui sebuah kritik.

Dan hampir pasti, di Jakarta, Olenka tak bisa menemukan pekerjaannya. Jika Jane benar, bahwa kalau mau, bisa saja Olenka melukis. Atau, mungkin Drummond Fanton pernah mengajarinya melukis dan memalsu lukisan sambil menidurinya, pasti tak ada karya lukisan yang bisa dipalsukannya dan laku di Jakarta. Siapakah pelukis Indonesia yang layak dipalsukan oleh orang bule? Raden Saleh, Basuki Abdullah, Sudjojono, Afandi, Agus Wa g e , F X H a r s o n o ? S i n d r o m postkolonia l i sme tentu tak b isa memberikan tempat kedua bagi orang bule. Tak mungkin penjajah memalsu lukisan seniman bekas terjajah. Atau, adakah orang Jakarta yang sudah bersedia atau mau membeli lukisan orang kulit putih? Bahkan, jika pun itu lukisan palsu? (Ikun SK, 2011).

Arif Kurniar Rakhman Mahasiswa S2 Ilmu Sastra FIB UGM

Page 36: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

31

DAFTAR PUSTAKA

Culler, Jonathan. 1975. Structuralist Poetics: Structuralism, Linguisticsand The

Study of Literature. London:Roulege&Kegen Paul.

Rene, Wellek dan Werren, Austin. 1963. Theory of Literature. New York: Penguin Book.

Sarup. Madan. 2011.Postrukturalisme dan Posmodernisme. Yogyakarta:

Jalasutra.

Upstone, Sara. 2009. Spatial Politics in the Postcolonial Novel. Farnham: AshgatePublishing Limited.

32

"OLENKA IKUN" DAN MATA JULING PASCA-MODERNIS Wacana postmodernisme, kata seorang ahli, adalah wacana yang menganggap bahwa realitas selalu termediasi. Karena itu, setiap wacana tidak mengacu kepada realitas, melainkan pada wacana yang lain. Dengan pandangan serupa itu, sebuah wacana postmodern cenderung membatalkan acuannya pada realitas, mentertawakan secara ironis segala harapan atau keinginan untuk mendapatkan realitas yang diacu oleh sebuah wacana. Terhadap wacana lain, wacana postmodern itu dibandingkan dengan apa yang di dalam cerpen ini digambarkan sudah dilakukan Sukab terhadap Olenka:"Pasti ia tak hanya mencuri atau menculik lalu mendandani Olenka. Pasti ia menidurinya. Mungkin, malah, memperkosanya dan merayu atau malah memaksanya menjadi penari telanjang. Dan ketika ia makin jatuh cinta, ia membunuhnya agar tak ada orang yang bisa memiliki Olenka." Itu jugalah yang dilakukan cerpen ini terhadap tiga karya sastra yang lain, yang terbit sebelumnya, yaitu novel Olenka karya Budi Darma, beberapa cerpen Seno Gumira Ajidarma, misalnya “Sukab”, dan cerpen “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan”

Page 37: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

31

DAFTAR PUSTAKA

Culler, Jonathan. 1975. Structuralist Poetics: Structuralism, Linguisticsand The

Study of Literature. London:Roulege&Kegen Paul.

Rene, Wellek dan Werren, Austin. 1963. Theory of Literature. New York: Penguin Book.

Sarup. Madan. 2011.Postrukturalisme dan Posmodernisme. Yogyakarta:

Jalasutra.

Upstone, Sara. 2009. Spatial Politics in the Postcolonial Novel. Farnham: AshgatePublishing Limited.

32

"OLENKA IKUN" DAN MATA JULING PASCA-MODERNIS Wacana postmodernisme, kata seorang ahli, adalah wacana yang menganggap bahwa realitas selalu termediasi. Karena itu, setiap wacana tidak mengacu kepada realitas, melainkan pada wacana yang lain. Dengan pandangan serupa itu, sebuah wacana postmodern cenderung membatalkan acuannya pada realitas, mentertawakan secara ironis segala harapan atau keinginan untuk mendapatkan realitas yang diacu oleh sebuah wacana. Terhadap wacana lain, wacana postmodern itu dibandingkan dengan apa yang di dalam cerpen ini digambarkan sudah dilakukan Sukab terhadap Olenka:"Pasti ia tak hanya mencuri atau menculik lalu mendandani Olenka. Pasti ia menidurinya. Mungkin, malah, memperkosanya dan merayu atau malah memaksanya menjadi penari telanjang. Dan ketika ia makin jatuh cinta, ia membunuhnya agar tak ada orang yang bisa memiliki Olenka." Itu jugalah yang dilakukan cerpen ini terhadap tiga karya sastra yang lain, yang terbit sebelumnya, yaitu novel Olenka karya Budi Darma, beberapa cerpen Seno Gumira Ajidarma, misalnya “Sukab”, dan cerpen “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan”

Page 38: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

33

karya Umar Kayam. Cerpen “Olenka” karya Ikun ini telah mencuri, menculik, mendandani, meniduri, memperkosa, merayu, dan bahkan memaksa karya-karya terdahulu di atas untuk menjadi penari telanjang, mencintai semuanya, dan kemudian membunuhnya. Dari judulnya saja sudah jelas bahwa karya ini sudah mengambil judul novel Budi Darma dan sangat mungkin tanpa seizin penulisnya. Mencuri dan menculik hampir sama pengertiannya. Hanya ada perbedaan sedikit nuansa makna antara keduanya (yang satu menyembunyikan, yang lain misalnya membawa lari). Cerpen ini juga sudah mendandani, menata ulang, menambahkan dan mengurangi karya-karya yang sudah dicurinya di atas. Menidurinya bisa kita artikan bahwa karya ini sudah memperoleh kenikmatan dari karya-karya terdahulu itu, mendapatkan kualitas kenikmatan dari karya-karya yang ada sebelumnya. Ia, misalnya, menjadi asyik dibaca justru ketika ia menggunakan dan memainkan karya-karya yang terdahulu itu. (apakah meniduri berarti yang ditiduri juga ikut menikmati? Tergantung siapa yang meniduri tentunya. Kalau Ikun, mungkin agak problematik). Halnya pasti beda sama memperkosa. Pasti yang ditiduri tidak merasa menikmati, malah tersakiti.

34

Apakah cerpen ini juga menelanjangi karya-karya sebelumnya itu? Wah. Kelihatannya tergantung juga. Menelanjangi bisa berarti mempermalukan, bisa juga mengungkapkan keindahan tersembunyi yang ada dalam karya-karya sebelumnya itu. Mungkin karya ini tidak menelanjangi bahkan dalam kedua pengertian di atas. Yang dilakukannya adalah membuka sebagian bagian tubuh karya-karya itu yang menurutnya paling indah, misalnya kutipan yang bergaris miring. Apakah cerpen ini merayu atau memaksa karya-karya terdahulu itu menjadi penari telanjang? Kalau menjadi penari sudah bisa dipastikan. Cerpen ini menjadikan karya-karya yang lain seperti menari-nari gaya Olenka. Begitu cepat dan begitu lincah meloncat ke sana dan kemari. Tapi, berbeda dari si botak yang kejatuhan Olenka, hanya orang-orang bermata juling yang bisa mencium atau menikmatinya. Orang yang bermata lurus pasti sulit menangkap dan menciumnya. Karya-karya post-modernis dan cara memahaminya adalah karya-karya dan cara pemahaman bermata juling. Karena mata juling tak akan menghubungkan dirinya dengan apa yang ada di hadapan, melainkan apa yang ada di samping, bukan mengarah pada realitas tapi pada pandangan-pandangan orang lain mengenai realitas itu.

Page 39: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

33

karya Umar Kayam. Cerpen “Olenka” karya Ikun ini telah mencuri, menculik, mendandani, meniduri, memperkosa, merayu, dan bahkan memaksa karya-karya terdahulu di atas untuk menjadi penari telanjang, mencintai semuanya, dan kemudian membunuhnya. Dari judulnya saja sudah jelas bahwa karya ini sudah mengambil judul novel Budi Darma dan sangat mungkin tanpa seizin penulisnya. Mencuri dan menculik hampir sama pengertiannya. Hanya ada perbedaan sedikit nuansa makna antara keduanya (yang satu menyembunyikan, yang lain misalnya membawa lari). Cerpen ini juga sudah mendandani, menata ulang, menambahkan dan mengurangi karya-karya yang sudah dicurinya di atas. Menidurinya bisa kita artikan bahwa karya ini sudah memperoleh kenikmatan dari karya-karya terdahulu itu, mendapatkan kualitas kenikmatan dari karya-karya yang ada sebelumnya. Ia, misalnya, menjadi asyik dibaca justru ketika ia menggunakan dan memainkan karya-karya yang terdahulu itu. (apakah meniduri berarti yang ditiduri juga ikut menikmati? Tergantung siapa yang meniduri tentunya. Kalau Ikun, mungkin agak problematik). Halnya pasti beda sama memperkosa. Pasti yang ditiduri tidak merasa menikmati, malah tersakiti.

34

Apakah cerpen ini juga menelanjangi karya-karya sebelumnya itu? Wah. Kelihatannya tergantung juga. Menelanjangi bisa berarti mempermalukan, bisa juga mengungkapkan keindahan tersembunyi yang ada dalam karya-karya sebelumnya itu. Mungkin karya ini tidak menelanjangi bahkan dalam kedua pengertian di atas. Yang dilakukannya adalah membuka sebagian bagian tubuh karya-karya itu yang menurutnya paling indah, misalnya kutipan yang bergaris miring. Apakah cerpen ini merayu atau memaksa karya-karya terdahulu itu menjadi penari telanjang? Kalau menjadi penari sudah bisa dipastikan. Cerpen ini menjadikan karya-karya yang lain seperti menari-nari gaya Olenka. Begitu cepat dan begitu lincah meloncat ke sana dan kemari. Tapi, berbeda dari si botak yang kejatuhan Olenka, hanya orang-orang bermata juling yang bisa mencium atau menikmatinya. Orang yang bermata lurus pasti sulit menangkap dan menciumnya. Karya-karya post-modernis dan cara memahaminya adalah karya-karya dan cara pemahaman bermata juling. Karena mata juling tak akan menghubungkan dirinya dengan apa yang ada di hadapan, melainkan apa yang ada di samping, bukan mengarah pada realitas tapi pada pandangan-pandangan orang lain mengenai realitas itu.

Page 40: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

35

Tapi, kenapa cerpen ini menyukai adegan si mata juling? Apakah ia penganut pandangan lurus? Mungkin sekali. Cerpen ini menggunakan dua kelompok cerpen yang berbeda. Ada kelompok cerpen yang menggambarkan orang asing, ada yang menggambarkan orang Indonesia. Orang indonesia hanya pencuri dan pemaksa, orang asing adalah pemiliknya. Karena itu, Fanton Drumond tidak mau memalsu lukisan orang timur yang memang sudah palsu. Ini pandangan lurus orientalis. Kalau pun ada perbedaan, perbedaannya hanya terletak pembalikkan hierarkinya. Cerpen ini lebih menyukai dan sekaligus menjadi pelaku pencurian. Struktur dan hierarkinya tidak berubah. Masih lurus orientalis.

Begitulah, kira-kira. Selamat diskusi..

Faruk HT

Page 41: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan

35

Tapi, kenapa cerpen ini menyukai adegan si mata juling? Apakah ia penganut pandangan lurus? Mungkin sekali. Cerpen ini menggunakan dua kelompok cerpen yang berbeda. Ada kelompok cerpen yang menggambarkan orang asing, ada yang menggambarkan orang Indonesia. Orang indonesia hanya pencuri dan pemaksa, orang asing adalah pemiliknya. Karena itu, Fanton Drumond tidak mau memalsu lukisan orang timur yang memang sudah palsu. Ini pandangan lurus orientalis. Kalau pun ada perbedaan, perbedaannya hanya terletak pembalikkan hierarkinya. Cerpen ini lebih menyukai dan sekaligus menjadi pelaku pencurian. Struktur dan hierarkinya tidak berubah. Masih lurus orientalis.

Begitulah, kira-kira. Selamat diskusi..

Faruk HT

Page 42: Cerpen oleh Ikun Sri Kuncoro Rabu, 29 Oktober 2014 Arif ...web11.opencloud.dssdi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/...persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan