cerpen

2
Aku terbangun di pagi hari, tak ada sinar matahari sedikitpun yang masuk melalui celah jendelaku. Tak seperti biasanya. Di rumah tak ada suara orang sama sekali. Sunyi. hanya bunyi detikan jam yang terdengar. Langsung aku menggait handuk untuk mandi lalu siap siap pergi kuliah. Setelah selesai, aku masih penasaran kemana perginya mama, papa dan eka. Eka adalah adikku yang baru duduk di bangku SMA. “Mama, Papa, Eka...” aku terus memanggil mereka namun tak ada satupun yang menjawab. “Biasanya kalau mereka pergi pasti bilang, hmmm..” aku berbicara sendiri. Tak ada respon, langsung saja aku memakai sepatu dan siap berangkat. Ketika aku ingin mengeluarkan motorku, ternyata di garasi tak kujumpai “si merah” panggian untuk motor pemberian Papa ketika aku berulangtahun yang ke 17. Aku terpaksa naik angkot supaya tidak telat. Aku menunggu angkot di pinggir jalan. Aneh, setiap lambaian tanganku sebagai tanda aku ingin memberhentikan angkot tapi tak ada satupun angkot yang berhenti, sungguh menyedihkan. Aku melihat ada tanteku yang sedang ingin memberhentikan angkot juga. Wah, ketika diberhentikan olehnya angkot langsung berhenti. “sungguh tak adil” gumamku dalam hati. Langsung saja aku ikut naik angkot juga. “hii tante vina” sapaku dengan ditambah senyuman. Namun tante tak seperti biasanya, ia malah diam membisu seperti tak melihatku. Aku diam merenungkan apa kesalahanku sehingga tante tak membalas sapaanku. Ah mungkin dia sedang bad mood. Bangunan kampus sudah mulai terlihat, aku bilang “kiri pak, stop” namun angkot tetap jalan. Seperinya bapak angkot sedang terganggu pendengarannya. Terpaksa akumun loncat dari angkot, “oh my god, sakitnyaaa” aku tergelincir ke tanah, bajuku kotor namun terpaksa aku harus tetap masuk ke kampus.

Upload: dewisukmawati

Post on 08-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

fiksi

TRANSCRIPT

Page 1: cerpen

Aku terbangun di pagi hari, tak ada sinar matahari sedikitpun yang masuk melalui celah jendelaku. Tak seperti biasanya. Di rumah tak ada suara orang sama sekali. Sunyi. hanya bunyi detikan jam yang terdengar. Langsung aku menggait handuk untuk mandi lalu siap siap pergi kuliah. Setelah selesai, aku masih penasaran kemana perginya mama, papa dan eka. Eka adalah adikku yang baru duduk di bangku SMA.

“Mama, Papa, Eka...” aku terus memanggil mereka namun tak ada satupun yang menjawab.

“Biasanya kalau mereka pergi pasti bilang, hmmm..” aku berbicara sendiri.

Tak ada respon, langsung saja aku memakai sepatu dan siap berangkat. Ketika aku ingin mengeluarkan motorku, ternyata di garasi tak kujumpai “si merah” panggian untuk motor pemberian Papa ketika aku berulangtahun yang ke 17.

Aku terpaksa naik angkot supaya tidak telat. Aku menunggu angkot di pinggir jalan. Aneh, setiap lambaian tanganku sebagai tanda aku ingin memberhentikan angkot tapi tak ada satupun angkot yang berhenti, sungguh menyedihkan. Aku melihat ada tanteku yang sedang ingin memberhentikan angkot juga. Wah, ketika diberhentikan olehnya angkot langsung berhenti.

“sungguh tak adil” gumamku dalam hati.

Langsung saja aku ikut naik angkot juga.

“hii tante vina” sapaku dengan ditambah senyuman. Namun tante tak seperti biasanya, ia malah diam membisu seperti tak melihatku. Aku diam merenungkan apa kesalahanku sehingga tante tak membalas sapaanku. Ah mungkin dia sedang bad mood.

Bangunan kampus sudah mulai terlihat, aku bilang “kiri pak, stop” namun angkot tetap jalan. Seperinya bapak angkot sedang terganggu pendengarannya. Terpaksa akumun loncat dari angkot, “oh my god, sakitnyaaa” aku tergelincir ke tanah, bajuku kotor namun terpaksa aku harus tetap masuk ke kampus.

Aku masuk ke ruangan kuliah, namun