cerpen
TRANSCRIPT
Maafkan Aku Tuhan
Oleh Mutiara Dea Kharisma
Sebenarnya cerita ini sudah terlewatkan dua tahun yang lalu. Tapi,
peristiwa itu benar–benar sebagai pelajaran untukku menjadi manusia yang lebih
baik. Aku yang sebelumnya bermalas-malasan dalam ibadah dan kurang peduli
dengan lingkungan keluargaku dan masyarakat. Tapi, Alhamdulillah aku termasuk
manusia beruntung yang masih disayang oleh Allah SWT. Allah benar-benar
Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah telah memberikan aku hidayah
dengan hidayah-Nya aku mendapatkan petunjuk sehingga aku tidak kehilangan
kesempatan untuk memperbaiki kelakuanku yang telah membuat hati bundaku
bersedih. Baru aku menyadari kalau aku selama ini sudah berprasangka buruk
kepada-Mu dan ayah bunda. Aku sangat bangga dan merasa malu dengan
kesabaran orang tuaku. Oh, Bundaku kau bagai cahaya matahari yang selalu
memberikan penerangan dan kehangatan, selembut sutra kasihmu yang selalu
kurasa dalam suka dan duka. Ya,seperti penggalan lagu yang berjudul “Ibu”.
“Tiara sayang, nanti kalau Bunda belum pulang dari sekolah, Tiara angkat
ya jemuran pakaian, takutnya hujan. Oke!” kata Bunda dari balik pintu yang
tergesa-gesa mau pergi mengajar.
“Entah,” jawabku seadanya.
Dalam hati aku kesal karena ayah bunda selalu mengingatkan terus
sehingga aku bosan mendengarnya. Hari itu aku masih bermalasan untuk beranjak
dari tempat tidur karena cuacanya masih mendung yang disertai rintik-rintik
hujan. Pikirku,kalau cuacanya begini terus setiap hari aku bisa melanjutkan tidur
karena aku sekolahnya siang. Apalagi semalam aku terpaksa untuk ikut tarawih
dimasjid bersama ayah bunda dan adikku juga bangun makan sahur benar-benar
membuatku masih merasa mengantuk.
”Adik Bunga, kuncikan pintu rumah!” teriakku dari tempat tidur.
“Ihhh, Kakak…,selalu saja menyuruh aku, padahal Kakak yang
seharusnya melakukan apa yang dipesan Bunda,” jawab adikku kesal yang sedang
nonton tv dengan acara siraman rohani di Indosiar. Sambil beranjak dari kursi
untuk mengunci pintu.
Rupanya aku ketiduran, sehingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan
pukul sembilan. Aku segera beranjak dari tempat tidur dan melihat diluar tidak
hujan rintik lagi. Kemudian, aku lihat ruangan keluarga yang biasa dijadikan
tempat bersantai keluarga sambil menonton, tidak ada lagi adikku tapi aku tahu
pasti adikku sedang membaca buku di teras depan atas, ternyata benar dugaanku.
Tiba waktunya aku pergi ke sekolah bersamaan adikku. Kami naik angkot yang
ada di perumahan tempat tinggal kami. Jadi, ayah bunda tidak repot mengantar
jemput karena kami sudah berlangganan angkot. Tidak sulit untuk mencari
kendaraan antar jemput sampai kerumah.
Sesampai kami di sekolah ternyata sudah ramai. Beberapa menit
kemudian, “Tet ….tet ….tet…,” tanda bel masuk berbunyi. Aku bergegas masuk
ke kelas, seperti biasa kami membaca doa. Tak lama kemudian, Bu guru Yuyun
yang mengajar pelajaran Penjas dan Sbk masuk. Bu guru Yuyun sangat disiplin,
tegas tapi sebenarnya baik hati.
“Anak – anak sekarang kalian kumpulkan pr Penjasnya,” kata Bu guru
Yuyun. Sementara itu aku terkejut “ Ahhh,” aku baru tersadar jika ada pr Penjas.
Bagaikan disambar petir, aku mulai kebingungan dan berusaha untuk membuat
alasan yang tepat dan bisa dipercaya.
“Tiara, kenapa kamu seperti orang kebingungan ?” Tanya Bu Yuyun, yang
tiba-tiba mengejutkan dari lamunanku.
“Ada apa gerangan ? Apakah kamu tidak buat pr ?” tanya Bu Yuyun lagi.
“iii ya Bu ! saya lupa, kalau hari ini ada pr Penjas !” jawab Tiara dengan
gemetaran.
“Kenapa kamu bisa lupa mengerjakan pr? padahal pr ini sudah Ibu berikan
satu minggu yang lalu,sudah dua kali kamu tidak membuat pr. Jadi, ibu kasih
hukuman buat kamu !” tegas Bu Yuyun.
Aku sebenarnya malu sama teman-temanku, jika aku dimarahi bu guru
tapi mengapa ya diriku ini bandel sekali. Rasa malu itu cuma sesaat, setelah itu
aku seperti biasa lagi. Wah, sebentar lagi pulang kataku dalam hati. Sesampai di
rumah kemudian, aku langsung ke kamar untuk ganti pakaian. Kulihat bunda
sudah mulai sibuk-sibuk masak untuk menyiapkan buka puasa, Adikku juga turut
membantu. Bundaku tahu aku sudah pulang sekolah. Pikirku pasti bunda
memanggilku untuk turut membantu. Tak lama kemudian, “Tiara, sudah pulang
sayang! Ayo bantu Bunda setelah kamu ganti pakaian,ya!” panggil Bunda.
”Ah, Bunda, aku ini capek dong! baru pulang sekolah sudah disuruh
membantu!” jawabku dengan nada kesal dan segera membuka acara di tv . Kulihat
bunda agak terdiam dan melanjutkan pekerjaan bersama adik dan ayah. Sesaat
kemudian, ayah juga menonton dan mendekatiku, sambil berkata: ’’Tiara, sudah
beberapa malam ini tidak sholat tarawih ke masjid bersama ayah bunda dan adik
apalagi untuk tadarusan. Apa kamu tidak merasa rugi di bulan ramadhan yang
pahalanya berlipat ganda ini jika terlewatkan begitu saja?’’ tanya Ayahku.
“Ayah, aku ini banyak sekali pr disekolah, jadi aku harus segera
mengerjakannya !” jawabku. “Iya sayang, Ayah tahu kamu banyak pr sekolah tapi
kalau Ayah Bunda lihat kamu tidak pandai mengatur waktu. Kenyataannya
semenjak kamu masuk SMP, kamu berubah sekali!” tegas Ayah. Aku terdiam dan
tidak menghiraukan lagi omongan ayah, sambil masuk ke kamar.
Aku sangat bangga sama ayah dan bunda, mereka cukup sabar dalam
menghadapi tingkah laku ku.Tidak terasa sudah waktunya buka puasa. Adik
memanggilku dari balik pintu kamarku. Aku pun keluar dari kamar dan segera
ikut nimbrung di meja makan sambil menikmati makanan dan minuman. Bunda
dan ayah tidak bosan-bosannya mengajakku nanti untuk sholat tarawih bersama di
masjid. Tapi lagi – lagi rasa malas menyelimuti hatiku dan menolak ajakan
mereka, alasanku macam-macam untuk tidak sholat tarawih.
“Tiara, dimasjid kamu selalu ditanya Riska! Mengapa selalu tidak sholat
tarawih. Padahal rugi sekali kalau menyia-nyiakannya karena sholat tarawih
hanya ada di bulan ramadhan yang cuma satu tahun sekali,” kata Bunda dengan
panjang lebar.
“Aduh Bunda, itu saja mau dipusingkan.Kita kan amalan sendiri-sendiri,
kenapa lagi Riska ,mau sok pikirin aku,memangnya aku siapanya!” jawabku
panjang lebar juga sambil berlalu masuk kamar. Aku rasa mungkin bunda akan
marah dengan jawabanku yang tidak sopan, bila menurut etika mungkin dianggap
sudah kurang ajar. Tapi ayah bundaku tetap sabar, mereka hanya saling
berpandangan tidak mengerti mengapa aku tidak seperti Tiara yang dulu, yang
baik, sopan dan mau peduli dengan semuanya. Tak lama kemudian, ayah bunda
memanggil dan mengajakku kembali untuk sholat tarawih. Tapi aku masih
menolak karena alasan ada pr yang belum sempat aku kerjakan. Ayah bunda
segera pergi ke masjid sambil berpesan jangan lupa untuk sholat Isya dan Tarawih
sendiri di rumah. Karena kata ayah bunda siapa yang berbohong dan tidak
mengerjakannya ia akan berdosa, menyesal dan merugi dihari kemudian karena
telah menghilangkan kepercayaan orang lain dan mendapat hukuman yang luar
biasa dari Allah di akherat kelak.
Nauzubillah min dzalik! Perkataan ayahku ternyata membuatku gelisah
dimalam itu, aku jadi kepikiran tentang dahsyatnya siksaan api neraka. Tak berapa
lama kemudian ternyata aku ketiduran sesudah sholat Isya sendirian dirumah. Aku
bermimpi yang mana diriku sudah meninggal. Aku diajak oleh seseorang yang
tidak aku kenal. Dari penampilan dan suaranya sangat mengerikan. Tubuhku
gemetaran dan ketakutan. Aku melihat sesuatu yang asing dan tak pernah
kujumpai dikehidupan. Dalam kebingungan itu aku tetap memaksakan diri untuk
melihat pemandangan yang menyeramkan, siksaan yang begitu luar biasa dari
segala macam perbuatan manusia didunia. Aku menangis dan menjerit.
“Oh,tidak! Aku belum mau meninggal,ampuni Aku ya Allah,” tersentak
aku terbangun yang diiringi ketukan orang memanggil di balik pintu depan
“Alhamdulillah, aku masih hidup. Allah benar-benar Maha Pengasih dan
Penyayang. Dia telah mengingatkan aku bahwa begitu dahsyatnya balasan bagi
orang yang tidak mengerjakan perintahnya, salah satunya puasa,” Ucapku. Setelah
itu segera aku membuka pintu. Ayah Bunda merasa heran melihat aku menangis
dan lama membuka pintu, juga terdengar suara jeritan seperti ketakutan.
“Tiara ada apa?”kata Ayah Bunda serempak. Aku langsung memeluk dan
mencium ayah bunda dan menyatakan penyesalan.
“Ayah Bunda maafkan Aku yang sudah membuat sedih, aku tidak
menjalankan perintah Allah, seperti sholat tarawih, tadarusan, tidak membantu
pekerjaan Bunda. Semoga di bulan ramadhan ini aku kembali fitri, amin!”
pintaku.